ANALISIS BIAYA DAN KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI DI DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS BIAYA DAN KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI DI DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR SKRIPSI"

Transkripsi

1 ANALISIS BIAYA DAN KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI DI DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR SKRIPSI ADHITYA YUDHA PRADHANA F DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 COST ANALYSIS AND FEASIBILITY RICE MILLING BUSINESS IN CIHIDEUNG ILIR VILLAGE, CIAMPEA DISTRICT BOGOR REGENCY Bambang Pramudya and Adhitya Yudha Pradhana Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia ABSTRACT Rice is one of the staple food most Indonesian people consume and a strategic commodity that continued to receive priority handling in agricultural development. Rice is consumed after been milled and cooked. Therefore the rice milling business is very helpful in post harvest activities. Existing facilities in this mill including mill building, drying floor, huller for to shelling paddy, polisher for cleaning rice, and the engine mover. The objectives of this study are to carry out cost analysis and feasibility analysis of rice milling business owned by Mr. H. Sulaiman in Cihideung Ilir Village, Ciampea District, Bogor Regency, and to make sensitivity analysis with some conditions. The method used in this research are data collection and data analysis. The results from financial feasibility analysis are NPV = Rp14,447,356,-, IRR = % and B/C ratio= These mean that rice milling business feasible to run because NPV > 0, IRR > 15%, and B/C ratio > 1. The results of sensitivity analysis showed that increase in the price of diesel fuel by 10% of normal rates and wage increase up to 40%, will make the rice milling business not feasible. The increase in the price of diesel fuel by 20% of the normal price and wage increases by up to 30%, will make the rice milling business not feasible. Diesel fuel price increase of 30% of the normal price and wage increase by 30%, will make the rice milling business not feasible, and sensitivity analysis for the decrease in the number of annual milled to 20%, will make a rice milling business become not feasible to run. Keywords: rice milling business, cost analysis and feasibility, sensitivity analysis

3 ADHITYA YUDHA PRADHANA. F Analisis Biaya dan Kelayakan Usaha Penggilingan Padi di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan Bambang Pramudya RINGKASAN Padi (Oryza sativa L.) adalah salah satu makanan pokok yang hampir sebagian besar masyarakat Indonesia mengkonsumsinya dan merupakan komoditi strategis yang tetap mendapat prioritas penanganan dalam pembangunan pertanian. Peningkatan produksi padi antara lain dapat ditempuh dengan cara perbaikan penanganan pascapanen. Penanganan pascapanen tanaman padi merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas beras yang dihasilkan. Salah satu aspek penting penanganan pascapanen padi adalah penggilingan padi. Proses penggilingan ini penting karena menentukan kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan. Dalam hal ini penggunaan mesin penggilingan padi diharapkan dapat meningkatkan rendemen dan mutu dari beras giling yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biaya dan kelayakan usaha penggilingan padi, bagaimana usaha tersebut berjalan pada jalur yang tepat agar tidak mengalami kerugian. Pada penelitian ini, data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data yang diperlukan diantaranya data yang berhubungan dengan biaya dan data operasional usaha mesin penggilingan padi tersebut, antara lain jenis mesin penggilingan yang digunakan dan komponen-komponennya, biayabiaya yang dikeluarkan (biaya tetap dan biaya tidak tetap), kapasitas mesin per jam, pemakaian bahan bakar per jam, rata-rata jumlah gabah yang digiling per hari, dan jam kerja per hari. Penelitian ini dilakukan di penggilingan padi milik Bapak H. Sulaiman, di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Penggilingan ini mempunyai beberapa fasilitas usaha yang terdiri dari bangunan dengan luas 6x5 m 2, mesin penggilingan, dan lantai jemur/ lamporan berukuran 10x7 m 2. Untuk mesin-mesin penggilingan padi yang digunakan diantaranya terdiri dari 1 unit huller, 1 unit polisher, dan 1 motor penggerak yaitu motor diesel KUBOTA 22 PK untuk menggerakkan huller (merk RM tipe LM24-2C(H)) dan polisher (merk ICHI tipe N-70). Pembangunan dan pembelian awal mesin dilakukan bersamaan yaitu pada tahun Performansi teknis mesin penggilingan padi yang diukur pada penelitian ini adalah kapasitas giling, rendemen penggilingan dan pemakaian bahan bakar. Dari pengamatan langsung dilapangan, diperoleh nilai kapasitas rata-rata huller sebesar kg GKG/jam, sedangkan untuk kapasitas polisher menghasilkan beras yaitu kg beras/jam. menurut sistem penggilingan padi, penggilingan ini tergolong dalam penggilingan padi kecil (PPK) sederhana karena mempunyai kapasitas giling lebih kecil dari 2 (dua) ton per jam, selain itu penggilingan padi ini tergolong tipe sederhana karena hanya melalui proses pecah kulit, proses pemisahan gabah dengan beras pecah kulit secara sederhana, dan proses pemutihan beras pecah kulit. Faktor-faktor yang menentukan besar kecilnya kapasitas adalah keterampilan operator, kondisi gabah yang digiling, dan kondisi mesin. Solar digunakan untuk bahan bakar motor penggerak dalam menggerakkan huller dan polisher yang membutuhkan rata-rata pemakaian bahan bakar sebanyak 1.16 liter/jam. Sesuai dengan data yang ada, konsumsi bahan bakar tersebut termasuk boros. Rendemen giling rata-rata yang dihasilkan pada unit penggilingan tersebut adalah sebesar 59.44%. Rendahnya rendemen giling tersebut dipengaruhi antara lain karena keadaan mesin-mesin penggilingan yang ada, varietas padi yang digiling, dan berpengaruhnya kondisi gabah yang akan digiling (kadar air, kemurnian gabah, dan sebagainya).

4 Dari hasil perhitungan diperoleh biaya pokok untuk setiap kilogram GKG yang digiling adalah sebesar Rp 189,-/kg GKG atau Rp 318,-/kg beras yang dihasilkan. Sedangkan upah penggilingan yang dikenakan per kilogram gabah kering giling (GKG) yang digiling sebesar Rp 357,- /kg gabah yang digiling atau Rp 600,-/kg beras. Ditinjau dari biaya pokok yang diperoleh, maka usaha penggilingan ini telah menjalankan dengan tepat karena upah penggilingan yang dikenakan pada setiap gabah yang digiling lebih tinggi dari pada biaya pokok. Penggilingan padi selama 1 (satu) tahun beroperasi selama 5 (lima) bulan yaitu pada saat panen padi dan menjelang lebaran. Volume giling pada titik impas untuk usaha penggilingan padi tersebut sebesar 38.5 ton GKG/tahun atau dengan jam kerja pada titik impas yaitu jam/tahun. Dilihat dari jumlah giling per tahun dari usaha penggilingan padi ini ton GKG/tahun atau dengan rata-rata giling bulanan sebesar 9.27 ton GKG/bulan. Dari analisis kelayakan finansial diperoleh NPV = 14,447,356,-, IRR = 27.03% dan B/C ratio = Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa usaha penggilingan padi ini dari segi finansial adalah layak. Variabel kritis yang dipilih untuk dimasukkan dalam perhitungan analisis sensitivitas adalah harga bahan bakar minyak (solar), upah tenaga kerja, dan jumlah giling tahunan. Kenaikan harga bahan bakar solar akan berdampak pada kenaikan upah tenaga kerja, sehingga mempengaruhi biaya operasional penggilingan dan kelayakan dari usaha penggilingan padi tersebut. Kenaikan harga bahan bakar solar sebesar 10% dari harga normal dan diikuti dengan kenaikan upah hingga 40%, maka akan mempengaruhi kelayakan usaha penggilingan padi tersebut menjadi tidak layak. Kenaikan harga bahan bakar solar sebesar 20% dari harga normal dan diikuti dengan kenaikan upah hingga 30%, maka usaha penggilingan padi menjadi tidak layak. Kenaikan harga bahan bakar solar sebesar 30% dari harga normal dan diikuti dengan kenaikan upah hingga 30%, maka akan mempengaruhi kelayakan usaha penggilingan padi tersebut. Analisis sensitivitas untuk penurunan jumlah giling tahunan hingga 20% akan menyebabkan usaha penggilingan padi ini menjadi tidak layak untuk dijalankan. Usaha penggilingan dengan jumlah giling tahunan yang tinggi memiliki tingkat sensitivitas yang rendah terhadap perubahan-perubahan faktor kritis. Hal tersebut dikarenakan dengan jumlah giling yang tinggi menyebabkan biaya pokok akan rendah dan pemasukan yang diperoleh tinggi, sehingga dapat menutupi biaya operasional yang tinggi.

5 ANALISIS BIAYA DAN KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI DI DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh ADHITYA YUDHA PRADHANA F DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

6 Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Biaya dan Kelayakan Usaha Penggilingan Padi di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor : Adhitya Yudha Pradhana : F Menyetujui, Dosen Pembimbing Akademik Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Dr. Ir. Desrial, M.Eng. NIP Tanggal lulus ujian : 22 Februari 2011

7 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Analisis Biaya dan Kelayakan Usaha Penggilingan Padi di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2011 Yang membuat pernyataan Adhitya Yudha Pradhana F

8 Hak cipta milik Adhitya Yudha Pradhana, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

9 BIODATA PENULIS Adhitya Yudha Pradhana dilahirkan di Ngawi, Jawa Timur pada tanggal 12 Mei 1988 dari ayah Drs. Budi Eko Cahyono, M.Pd., dan ibu (alm) Indah Suhartati, A.Md. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Margomulyo 1 Ngawi pada tahun Pada tahun 2003 penulis lulus dari SMP Negeri 2 Ngawi, dan pada tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Karangjati Ngawi. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi negeri dengan diterima melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada saat tingkat 1 di IPB, mengikuti program Tingkat Persiapan Bersama (TPB), dan pada tahun 2007 (tingkat 2) penulis diterima di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kemudian pada semester 6 penulis mengambil Bagian Sistem dan Manajemen Mekanisasi Pertanian (SMMP). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif diberbagai kegiatan kampus, diantaranya rohis, menjadi panitia seminar dalam acara seminar di kampus, dan menjadi pengurus kelas untuk mata kuliah Kekuatan Bahan, dan pengurus kelas untuk mata kuliah Teknik Mesin Budidaya Pertanian. Penulis melaksanakan Praktek Lapangan pada tahun 2009 di CV. Cihanjuang Inti Teknik, Cimahi, Bandung, Jawa Barat dengan judul Mempelajari Manajemen Produksi Mikrohidro di CV. Cihanjuang Inti Teknik. Dalam rangka menyelesaikan studi S1, penulis melakukan penelitian dengan mengambil judul Analisis Biaya dan Kelayakan Usaha Penggilingan Padi di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

10 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Biaya dan Kelayakan Usaha Penggilingan Padi di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Skripsi ini dapat terselesaikan dengan adanya dorongan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng., Dosen di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem sebagai pembimbing akademik atas bimbingan yang telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Bapak H. Sulaiman, Bapak Jajat, dan keluarga atas kesempatan dan bantuan yang telah diberikan sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian ini. 3. Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr dan Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr atas masukan dan kesediaannya sebagai dosen penguji. 4. Bapakku/ Orang tua dari penulis (Drs. Budi Eko Cahyono, M.Pd) dan Adekku (Ardandy Praja Mukti) atas segala pengorbanan, doa, semangat, dukungan, dan cinta kasihnya yang tidak hentihentinya mengalir untuk penulis. 5. Bapak Nana Priatna, penyuluh pertanian dan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP4K) terimakasih atas informasi mengenai Desa Cihideung Ilir. 6. Bapak Nandang, divisi pertanian di Kantor Kecamatan Ciampea terima kasih atas bantuan informasi yang berhubungan dengan penelitian ini. 7. Kantor Desa Cihideung Ilir terimakasih atas informasi mengenai desa dan penggilingan padi. 8. Abdul Hafizh Indrajaya terimakasih atas bantuan penelitian dan pencarian data di berbagai tempat. 9. Teman satu kontrakan penulis, Fatchurozi yang selalu memberi semangat dan dukungan kepada penulis. 10. M. Dani Rahmawan, Ilham Eko, Radit Fatadiata dan Mochamad Arsyad terimakasih atas motivasi kebersamaan dan masukannya. 11. Keluarga besar penulis yang berada di Ngawi Jawa Timur, Jakarta, dan Bogor yang selalu memberikan dukungan. 12. Teman-teman Perwira 6, Syahrun, Taufik, Pak Yazid terimakasih atas semangat dan masukannya. 13. Dek Irma KSH 46, terimakasih atas semangat dan dukungannya kepada penulis. 14. Teman-teman (Farida, Fatchurozi, M. Dani Rahmawan, Henry, Rambey, dan iif) yang telah hadir pada saat sidang ujian skripsi Adhit pada tanggal 22 Februari Terima kasih dukungannya. 15. Teman-teman seperjuangan TEP 43 terimakasih atas dukungan dan kerjasamanya. 16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah banyak membantu penulis dalam memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terakhir, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat di masa yang akan datang. Bogor, Februari 2011 Penulis i

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...ii DAFTAR TABEL...iii DAFTAR GAMBAR...iv DAFTAR LAMPIRAN...v I. PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1 B. Tujuan Penelitian...3 II. TINJAUAN PUSTAKA...4 A. Terminologi Pasca Panen Padi...4 B. Proses Penggilingan Padi...5 C. Sistem Penggilingan Padi...13 D. Perhitungan Biaya Penggilingan Padi...15 III. METODOLOGI PENELITIAN...22 A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan...22 B. Alat dan Bahan...22 C. Jenis dan Sumber Data...22 D. Prosedur Penelitian...22 E. Metode Penelitian...23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...27 A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian...27 B. Performansi Teknis Mesin Penggilingan Padi...30 C. Performansi Ekonomi Mesin Penggilingan Padi...31 V. KESIMPULAN DAN SARAN...43 A. Kesimpulan...43 B. Saran...43 DAFTAR PUSTAKA...44 LAMPIRAN...45 ii

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Jumlah produksi dan produktivitas tanaman padi tahun Tabel 2. Kebutuhan dan Pemenuhan Kebutuhan Pangan Kabupaten Bogor Tahun Tabel 3. Standar mutu gabah berdasarkan SNI No Tabel 4. Klasifikasi mesin pemecah kulit...8 Tabel 5. Perbedaan mesin penyosoh tipe abrasif dan mesin penyosoh tipe tekanan...12 Tabel 6. Performansi teknis mesin penggilingan padi...30 Tabel 7. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 10% dan upah tenaga kerja dengan NPV...34 Tabel 8. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 10% dan upah tenaga kerja dengan IRR...34 Tabel 9. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 10% dan upah tenaga kerja dengan B/C Ratio...35 Tabel 10. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 10% dan upah tenaga kerja dengan NPV, IRR, dan B/C Ratio...35 Tabel 11. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 20% dan upah tenaga kerja dengan NPV...35 Tabel 12. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 20% dan upah tenaga kerja dengan IRR...36 Tabel 13. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 20% dan upah tenaga kerja dengan B/C Ratio...36 Tabel 14. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 20% dan upah tenaga kerja dengan NPV, IRR, dan B/C Ratio...36 Tabel 15. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 30% dan upah tenaga kerja dengan NPV...37 Tabel 16. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 30% dan upah tenaga kerja dengan IRR...37 Tabel 17. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 30% dan upah tenaga kerja dengan B/C Ratio...37 Tabel 18. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 30% dan upah tenaga kerja dengan NPV, IRR, dan B/C Ratio...38 Tabel 19. Analisis sensitivitas terhadap penurunan jumlah giling tahunan dengan NPV...40 Tabel 20. Analisis sensitivitas terhadap penurunan jumlah giling tahunan dengan IRR...40 Tabel 21. Analisis sensitivitas terhadap penurunan jumlah giling tahunan dengan B/C Ratio...40 Tabel 22. Analisis sensitivitas terhadap penurunan jumlah giling tahunan dengan NPV, IRR, dan B/C Ratio...41 iii

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Diagram Sankey...6 Gambar 2. Mekanisme pemecahan kulit dengan rol karet...9 Gambar 3. Penukaran dan penggantian rol karena mengalami keausan...9 Gambar 4. Aspirator dengan rubber roll husker...10 Gambar 5. Prinsip kerja mesin-mesin penyosoh...12 Gambar 6. Fasilitas bangunan giling dan lantai jemur...27 Gambar 7. Fasilitas mesin penggilingan padi...28 Gambar 8. Fasilitas penunjang penggilingan...29 Gambar 9. Grafik perbandingan antara kenaikan harga solar dan upah dengan NPV...38 Gambar 10. Grafik perbandingan antara kenaikan harga solar dan upah dengan IRR...39 Gambar 11. Grafik perbandingan antara kenaikan harga solar dan upah dengan B/C Ratio...39 Gambar 12. Grafik hubungan antara penurunan jumlah giling tahunan dengan NPV...41 Gambar 13. Grafik hubungan antara penurunan jumlah giling tahunan dengan IRR...41 Gambar 14. Grafik hubungan antara penurunan jumlah giling tahunan dengan B/C Ratio...42 iv

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data giling harian...46 Lampiran 1. Data giling harian (lanjutan)...47 Lampiran 1. Data giling harian (lanjutan)...48 Lampiran 2. Analisis biaya tetap...49 Lampiran 3. Perhitungan upah jasa giling...50 Lampiran 4. Analisis biaya dan titik impas...51 Lampiran 5. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 10% dan kenaikan upah 10%...52 Lampiran 6. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 10% dan kenaikan upah 20%...53 Lampiran 7. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 10% dan kenaikan upah 30%...54 Lampiran 8. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 10% dan kenaikan upah 40%...55 Lampiran 9. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 20% dan kenaikan upah 10%...56 Lampiran 10. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 20% dan kenaikan upah 20%...57 Lampiran 11. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 20% dan kenaikan upah 30%...58 Lampiran 12. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 20% dan kenaikan upah 40%...59 Lampiran 13. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 30% dan kenaikan upah 10%...60 Lampiran 14. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 30% dan kenaikan upah 20%...61 Lampiran 15. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 30% dan kenaikan upah 30%...62 Lampiran 16. Analisis biaya dan titik impas terhadap kenaikan harga solar 30% dan kenaikan upah 40%...63 Lampiran 17. Analisis biaya tidak tetap, pendapatan, dan titik impas terhadap penurunan jumlah giling tahunan 10%...64 Lampiran 18. Analisis biaya tidak tetap, pendapatan, dan titik impas terhadap penurunan jumlah giling tahunan 20%...65 Lampiran 19. Analisis kelayakan finansial (NPV, IRR, B/C)...66 Lampiran 20. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 10% dan kenaikan upah 10%...67 Lampiran 21. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 10% dan kenaikan upah 20%...68 Lampiran 22. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 10% dan kenaikan upah 30%...69 Lampiran 23. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 10% dan kenaikan upah 40%...70 v

15 Lampiran 24. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 20% dan kenaikan upah 10%...71 Lampiran 25. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 20% dan kenaikan upah 20%...72 Lampiran 26. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 20% dan kenaikan upah 30%...73 Lampiran 27. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 20% dan kenaikan upah 40%...74 Lampiran 28. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 30% dan kenaikan upah 10%...75 Lampiran 29. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 30% dan kenaikan upah 20%...76 Lampiran 30. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 30% dan kenaikan upah 30%...77 Lampiran 31. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar 30% dan kenaikan upah 40%...78 Lampiran 32. Analisis sensitivitas terhadap penurunan jumlah giling tahunan 10%...79 Lampiran 33. Analisis sensitivitas terhadap penurunan jumlah giling tahunan 20%...80 Lampiran 34. Komponen fisik beras berdasarkan SNI No vi

16 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah telah menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam perekonomian negara. Peran tersebut semakin terlihat pada masa krisis tahun 1998, dimana sektor pertanian mampu bertahan sebagai sektor penopang perekonomian nasional, sehingga krisis yang lebih buruk dapat terhindarkan. Untuk itu, ke depan sektor pertanian akan tetap menjadi tulang punggung negara dan sebagian besar rakyat Indonesia, sehingga dapat dikatakan sektor pertanian sangat menentukan kehidupan bangsa. Usaha untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian, terutama tanaman pangan harus terus dilakukan. Salah satu tanaman pangan penting adalah padi. Padi (Oryza sativa L.) adalah salah satu makanan pokok yang hampir sebagian besar masyarakat indonesia mengkonsumsinya dan merupakan komoditi strategis yang tetap mendapat prioritas penanganan dalam pembangunan pertanian. Pertumbuhan tanaman padi dapat dilihat dari produksi gabah. Keseimbangan antara fotosintesis dan respirasi yang tercermin dari produksi gabah sangat ditentukan oleh ketersediaan hara dan air dalam tanah serta oleh keadaan cuaca dan iklim. Padi tergolong tanaman yang toleran terhadap kondisi pengairan. Berdasarkan hal tersebut, tanaman padi digolongkan ke dalam dua jenis yaitu padi gogo yang ditanam pada tanah darat dan padi sawah yang ditanam pada tanah tergenang. Produktivitas lahan dan produksi padi pada sistem sawah lebih tinggi dibandingkan dengan sistem gogo. Baik secara langsung maupun tidak, keragaman produktivitas dan produksi padi itu terjadi karena air mempengaruhi metabolisme karbon dan protein (Fagi dan Las, 1988). Tingkat produksi menunjukkan bahwa budidaya sawah berpengairan adalah yang paling tinggi potensinya, yaitu mencapai 5-8 ton per ha (Taslim dan Fagi, 1988) Berbagai usaha dalam meningkatkan produksi, telah menunjukkan hasil nyata dengan tercapainya swasembada beras sejak 1984 yang lalu. Meski demikian, berbagai tantangan masih harus dihadapi seperti peningkatan penduduk yang relatif tinggi, ancaman hama dan penyakit, tekanan lingkungan seperti banjir dan kekeringan serta menyusutnya lahan-lahan subur untuk pembangunan dan komoditi lainnya. Tabel 1. Jumlah produksi dan produktivitas tanaman padi tahun Tahun Sumber: BPS, Jumlah Produksi (ton) Produktivitas (ku/ha) Pertumbuhan Produksi ,137, ,088, ,151, ,454, ,157,

17 Produksi tanaman padi di Indonesia pada periode tahun 2003 sampai dengan 2007 menunjukkan kecenderungan meningkat dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 1.43% per tahun. Akan tetapi kondisi tersebut belum mampu mengimbangi permintaan terhadap beras, dengan peningkatan penduduk Indonesia yaitu sekitar 1.5% per tahun. Tabel 2. Kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan pangan Kabupaten Bogor tahun 2005 No Komoditi Produksi (ton) Kebutuhan (ton) Pemenuhan 1 Beras 265, , Jagung 8, , Kedelai , Kacang Tanah 2,154 52, Kacang Hijau , Ubi Kayu 52, , Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2006 Data dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Bogor (2006) pada Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan beberapa komoditi pangan pada tahun 2005 dengan jumlah penduduk Bogor sebesar 4,100,934 jiwa belum mencukupi. Kondisi ini memperlihatkan bahwa terdapat pasar potensial bagi sektor pertanian pangan khususnya beras sebagai bahan pangan pokok. Penanganan pascapanen tanaman padi merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan. Pada tahun 1996 susut pascapanen tanaman padi mencapai 20% (BPS, 1996). Kehilangan padi antara lain terjadi pada penen (9.5%), perontokan (4.8%), pengeringan (2.1%), penggilingan (2.2%), penyimpanan (1.6%), dan pengangkutan (0.2%). Proses penanganan pascapanen merupakan rangkaian masalah yang luas dan kompleks, tidak hanya ditentukan oleh masalah teknis tetapi juga masalah sosial dan ekonomi. Teknologi pascapanen yang tepat guna mutlak diperlukan karena berkaitan dengan jumlah dan mutu komoditas. Penerapan teknologi ini akan mendorong terciptanya komoditas yang lebih beragam, bermutu baik dan tersedia di setiap tempat dan waktu. Salah satu aspek penting penanganan pascapanen padi adalah penggilingan padi. Proses penggilingan ini penting karena turut menentukan kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan. Dalam hal ini penggunaan mesin penggiling padi yang baik dapat meningkatkan rendemen dan mutu dari beras giling yang dihasilkan dibandingkan dengan cara ditumbuk. Penggilingan padi sebagian besar diusahakan oleh pengusaha swasta yang dalam hal ini adalah pengusaha-pengusaha kecil. Sedangkan pengusahaan yang dilakukan oleh Koperasi Unit Desa (KUD) sendiri sebagai unit usaha kelompok masyarakat belum banyak berkembang. Hal ini menyangkut masalah investasi maupun aspek manajemennya. Penggilingan tersebut disewakan bagi masyarakat luas untuk memenuhi kebutuhan beras bagi konsumsi lokal. Pembayaran sewa dihitung berdasarkan hasil beras yang digiling. Namun pada masing-masing tempat belum ada standar yang sama untuk ongkos sewa penggilingan padi tersebut. Walaupun sudah banyak usaha penggilingan padi, namun penyebaran dan kelayakannya belum begitu optimal. Keadaan ini memerlukan suatu evaluasi dan analisis untuk menilai tingkat kebutuhan optimumnya sehingga layak untuk beroperasi secara menguntungkan. Biaya penggilingan padi perlu diketahui, baik pada tahap perencanaan maupun pada tahap pelaksanaan suatu usaha penggilingan padi. Pada tahap perencanaan, biaya penggilingan perlu dihitung untuk mengetahui 2

18 kelayakan proyek tersebut sedangkan pada tahap pelaksanaan biaya penggilingan akan dipakai sebagai patokan untuk menentukan harga jual jasa penggilingan pada konsumen. Biaya penggilingan padi dihitung dari seluruh komponen biaya di dalam sistem penggilingan padi. Biaya tersebut dapat dinyatakan dalam biaya total atau biaya pokok. Biaya total adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh usaha penggilingan padi per suatu periode waktu, misalnya per tahun, sedangkan biaya pokok adalah biaya yang diperlukan untuk suatu unit jumlah gabah, misalnya per kilogram gabah, per ton gabah, atau per kilogram beras. Harga jual jasa penggilingan yang biasa disebut ongkos penggilingan nantinya berupa biaya penggilingan ditambah dengan margin keuntungan yang ditentukan oleh pihak penggilingan. Analisis biaya yang tepat mengenai kelayakan operasional usaha penggilingan padi diharapkan dapat digunakan oleh pengusaha penggilingan padi sebagai penunjang pengambilan keputusan dalam menentukan ongkos giling yang tepat agar tidak mengalami kerugian dan memproyeksikan keuntungan yang kontinyu untuk usaha penggilingan padi tersebut. B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis biaya dan kelayakan penggilingan padi di penggilingan padi milik Bapak H. Sulaiman di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis sensitivitas biaya tehadap beberapa kondisi. 3

19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Terminologi Pascapanen Padi Pengertian pascapanen padi adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh petani dan juga oleh lembaga tata niaga atau swasta, setelah padi dipanen sampai dipasarkan kepada konsumen dalam bentuk beras. Kegiatan pascapanen meliputi pemanenan (harvesting), perontokan (threshing), pengangkutan (transportation), pembersihan (cleaning), pengeringan (drying), penyimpanan (storage), penggilingan (hulling atau polishing), dan pemasaran (marketing) (Patiwiri, 2006). Padi biasanya dipanen pada kadar air sekitar 20-24%. Alat panen yang digunakan umumnya adalah sabit atau menggunakan ani-ani (10-15%) dan sebagian yang lain menggunakan peralatan mekanis seperti mechanical binder atau combine harvester (5%). Perontokan gabah sebagian besar dilakukan langsung di sawah setelah panen dengan cara menginjak-injak menggebot ke atas kayu atau bambu, memukul dengan kayu atau perontok pedal, dan menggunakan power thresher, kemudian dilanjutkan dengan pembersihan dan pengeringan. Proses pengeringan gabah bertujuan untuk menurunkan kadar air gabah agar dicapai tingkat kadar air yang aman untuk disimpan atau untuk penggilingan. Kadar air yang baik untuk penyimpanan adalah 14%. Pengeringan gabah biasanya masih dilakukan dengan cara penjemuran. Setelah dikeringkan gabah dapat langsung digiling atau disimpan. Penggilingan gabah yang telah dikeringkan adalah usaha untuk memisahkan kulit gabah (sekam) dan dedak dari butir gabah untuk diolah menjadi beras sosoh (polish rice). Susut yang terjadi cukup besar selama proses penggilingan, setelah proses pemanenan dan perontokan. Oleh karena itu, penggilingan memerlukan perencanaan dan pemilihan alat yang baik (Surajit K. De Datta, 1981). Dalam kaitan dengan proses penggilingan padi, karakteristik fisik gabah sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran gabah menjadi beras putih. Butiran gabah memiliki bentuk awal berupa gabah kering giling (GKG), masih memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan, atau tidak enak dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut dilepaskan satu demi satu sampai akhirnya didapatkan beras yang enak dimakan yang disebut dengan beras sosoh atau beras putih. Kualitas fisik gabah ditentukan oleh kadar air dan kemurnian gabah. Yang dimaksud dengan kadar air gabah adalah jumlah kandungan air dalam butiran gabah yang biasanya dinyatakan dalam satuan persen dari berat basah (wet basis). Sedangkan tingkat kemurnian gabah merupakan persentase barat gabah bernas terhadap berat keseluruhan campuran gabah. Makin banyak benda asing atau gabah hampa atau rusak di dalam campuran gabah maka tingkat kemurnian gabah makin rendah. Kualitas gabah akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan. Kualitas gabah yang baik akan berpengaruh pada tingginya rendemen giling. Rendemen giling adalah persentase berat beras sosoh terhadap berat gabah yang digiling. Rendemen giling = Wsoso h Wgaba h x 100%... (1) Dimana : W sosoh = Berat beras sosoh (kg) W gabah = Berat gabah (kg) 4

20 Berat sosoh yang dimaksud adalah gabungan beras kepala dan beras patah besar. Selain dipengaruhi oleh kualitas gabah, rendemen giling juga dipengaruhi oleh varietas padi dan kinerja mesin-mesin yang dipakai dalam proses penggilingan. Kemurnian gabah dipengaruhi oleh adanya butir yang tidak bernas seperti butir hampa, muda, berkapur, benda asing atau kotoran yang tidak tergolong gabah, seperti debu, butir-butir tanah, batu-batu, kerikil, potongan kayu, potongan logam, tangkai padi, biji-biji lain, bangkai serangga hama, serat karung dan sebagainya. Termasuk pula dalam kategori kotoran adalah butir-butir gabah yang telah terkelupas (beras pecah kulit) dan gabah patah. Tabel 3. Standar mutu gabah berdasarkan SNI No Kriteria mutu Mutu I Mutu II Mutu III Kadar air (maks) Gabah hampa (maks) Butir rusak + butir kuning (maks) Butir mengapur + gabah muda (maks) Gabah merah (maks) Benda asing (maks) Gabah varietas lain (maks) B. Proses Penggilingan Padi Langkah awal pada tahap ini adalah menyiapkan gabah yang akan digiling. Gabah yang telah dimasukkan dalam karung dikeluarkan untuk kemudian dijemur. Proses ini dilakukan di lantai jemur khusus yang telah dibuat. Saat penjemuran gabah dibolak-balik secara kontinu. Tujuannya adalah memperoleh tingkat kekeringan yang seragam. Hal ini biasanya dilakukan sebanyak dua kali dengan masing-masingnya berdurasi 6 jam atau disesuaikan dengan keadaan cuaca. Setelah gabah kering, yaitu dengan kadar air ideal kurang lebih sebesar 14% gabah telah siap untuk digiling. Penggilingan padi adalah salah satu tahapan pascapanen padi yang terdiri dari rangkaian beberapa proses untuk mengolah gabah menjadi beras siap konsumsi. Gabah yang dimasukkan pada proses penggilingan padi adalah gabah kering giling (GKG). Gabah kering giling (GKG) adalah gabah yang memiliki kadar air kurang lebih 14% dan hasilnya berupa beras sosoh berwarna putih yang siap dikonsumsi. Dari bentuk gabah kering giling sampai menjadi beras sosoh, berat biji padi akan berkurang sedikit demi sedikit selama proses penggilingan akibat dari pengupasan dan penyosohan. Bagianbagian yang tidak berguna akan dipisahkan sedangkan bagian utama yang berupa beras akan dipertahankan. Namun tidak dapat dihindarkan sebagian butir beras akan patah selama mengalami proses penggilingan. Menurut Esmay et al. (1979), operasi penggilingan yang baik akan menghasilkan kualitas beras yang baik, susut rendah dan biaya pengolahan yang rendah pula. Pada Gambar 1 ditunjukkan perubahan bobot butiran padi pada tahap-tahap proses penggilingan padi. Diagram ini disebut diagram Sankey sesuai dengan nama penemunya. Nilai-nilai numerik di dalam diagram Sankey dapat berbeda-beda bergantung pada varietas padi yang digiling serta sistem penggilingan padi yang dipakai. Nilai-nilai yang ditunjukkan pada gambar 1 adalah nilai- 5

21 nilai untuk padi yang berasal dari Amerika yang berbutir panjang (long grain). Seperti tampak pada Gambar 1, gabah kering panen yang memiliki kadar air sekitar 20% akan menurun beratnya sebanyak 7% setelah mengalami proses pengeringan hingga menjadi gabah kering giling yang memiliki kadar air sekitar 14%. Apabila tidak langsung digiling, gabah terlebih dahulu disimpan dalam bentuk gabah kering giling. Gambar 1. Diagram Sankey Gabah kering giling yang memiliki kadar air sekitar 14% dan kotoran sekitar 3% dianggap sebagai bobot awal (100%) yang merupakan masukan terhadap proses penggilingan. Proses penggilingan padi diawali dengan pembersihan awal untuk membersihkan kotoran-kotoran yang berjumlah kira-kira 3% dari bobot gabah awal. Selanjutnya gabah bersih mengalami proses pemecahan kulit, di mana sekam yang berbobot 20% dari bobot gabah awal akan terlepas dari butiran gabah, dan akan tersisa dari beras pecah kulit sebanyak 77%. Beras pecah kulit kemudian melalui proses penyosohan untuk memisahkan bekatulnya dan untuk mendapatkan warna beras yang mengkilap. Akibat proses ini diperoleh bekatul sebanyak 10% dari berat gabah awal, beras kepala sebanyak 15%. Persentase sekam dan bekatul semata-mata disebabkan oleh perbedaan varietas padi, sedangkan persentase beras patah dan beras kepala banyak dipengaruhi oleh kinerja mesin yang dipakai. Yang disebut sebagai hasil utama proses penggilingan padi adalah beras sosoh, yaitu gabungan beras kepala dan beras patah besar. Beras patah kecil atau menir sering disebut sebagai hasil samping karena tidak dikonsumsi sebagai nasi seperti halnya beras kepala dan beras patah besar. Jadi, hasil samping proses penggilingan padi berupa sekam, bekatul, dan menir. Jumlah yang dihasilkan dapat diperkirakan dari diagram Sankey pada gambar 1, yaitu sekam sebanyak 20%, bekatul 10%, dan menir 2% dari berat gabah awal yang digiling. Hasil-hasil samping tersebut memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Sekam dipakai sebagai bahan bakar atau media tumbuh tanaman hidroponik, 6

22 bekatul dipakai sebagai bahan pakan ternak, makanan manusia, minyak bekatul (brain oil) dan menir biasanya diolah lebih lanjut menjadi tepung beras dan pakan ternak (Patiwiri, 2006). Dari proses penggilingan padi akan dihasilkan beras kepala (nead rice), beras patah (broken rice), dan menir (Bor S. Luh, 1980). BULOG memberikan klasifikasi ukuran yang berbeda, yaitu menir memliki ukuran lebih kecil dari 2/10 bagian beras utuh atau melewati lubang ayakan 2.0 mm, beras patah memiliki ukuran 2/10 sampai 6/10 bagian beras utuh, sedangkan beras kepala memiliki ukuran lebih besar dari 6/10 bagian beras utuh. Hasil utama proses penggilingan padi adalah beras sosoh, yaitu beras kepala dan beras patah besar. Beras patah kecil atau menir disebut sebagai hasil sampingan karena tidak dikonsumsi sebagai nasi. Jadi hasil samping proses penggilingan padi berupa sekam, bekatul, dan menir. Untuk menjalankan rangkaian penggilingan padi diperlukan rangkaian mesin/alat yang keselurahannya disebut sistem penggilingan padi. Rangkaian mesin-mesin berfungsi mengupas kulit gabah (sekam), memisahkan gabah yang belum terkupas dengan beras yang telah terkupas (beras pecah kulit), melepaskan lapisan bekatul dari beras pecah kulit dan yang terakhir memoles beras hingga siap dikonsumsi dan memiliki penampakan yang menarik. Mesin-mesin yang dipakai dalam sistem penggilingan padi dapat berupa rangkaian yang lengkap atau hanya rangkaian beberapa buah mesin. Kelengkapan rangkaian mesin akan mempengaruhi kualitas akhir penggilingan. Untuk menghasilkan hasil penggilingan yang baik, sistem penggilingan padi seharusnya terdiri dari rangkaian-rangkaian mesin yang lengkap. Namun dengan adanya keterbatasan modal untuk pengadaan mesin-mesin penggilingan padi secara lengkap, maka suatu sistem penggilingan padi dapat mengurangi rangkaian mesin yang dipakai. Hal ini tentu saja akan mengurangi kuantitas dan kualitas beras hasil penggilingan. 1. Pemecahan Kulit (Husking, Hulling, Shelling) Pemecahan atau pengelupasan kulit bertujuan untuk melepaskan kulit gabah dengan kerusakan sekecil mengkin pada butiran beras. Bagian-bagian yang akan dilepaskan adalah palea, lemma dan glume atau keseluruhannya disebut sekam. Mesin yang dipakai misalnya husker, huller atau sheller. Sebagian besar gabah yang dimasukan ke dalam mesin pemecah kulit akan terkelupas dan masih ada sebagian kecil yang belum terkelupas. Butiran gabah yang terkelupas akan terlepas menjadi dua bagian, yaitu beras pecah kulit dan sekam. Gabah yang belum terkelupas dapat berupa gabah utuh atau gabah yang telah pecah kulitnya, namun sekam belum terlepas dari butiran berasnya. Selanjutnya butiran gabah yang belum terkelupas harus dipisahkan dari beras pecah kulit dan sekam untuk dimasukan kembali ke dalam mesin pemecah kulit. Untuk mendapatkan kualitas pengupasan yang baik, yaitu efisiensi pengupasan yang baik adalah jika efisiensi pengupasan yang tinggi dan tingkat beras patah yang rendah, maka perlu dilakukan penyetelan mesin pemecah kulit secara tepat. Apabila mesin diatur untuk mendapatkan efisiensi pengupasan yang tinggi, biasanya tingkat kerusakan beras yang terjadi akan tinggi pula. Sebaliknya, apabila mesin diatur untuk mendapatkan tingkat beras patah yang rendah, biasanya efisiensi pengupasan yang dihasilkan akan rendah pula. Ada dua prinsip pemecahan atau pengupasan kulit gabah yaitu mesin-mesin yang memakai prinsip pemecahan kulit dengan dua tegangan geser berlawanan yang disebut kelompok friksional, dimana dinding bahan penggesek memberikan gaya gesekan pada sisi-sisi gabah. Sedangkan yang memakai prinsip pemecahan dengan satu tegangan geser disebut kelompok sentrifugal. Pada kelompok sentrifugal, untuk menimbulkan tegangan geser yang cukup untuk pengupasan, gabah dibenturkan dengan kecepatan tinggi. 7

23 Friksional Sentrifugal Tabel 4. Klasifikasi mesin pemecah kulit Kelompok Sumber: Patiwiri, 2006 Tipe Hand mill Engelberg Under runner disk husker Rubber roll husker Impact husker Impeller husker Vacum husker Ada beberapa jenis husker antara lain engelberg husker, under-runner disc husker, rubber roll husker, impact husker, impeller husker, dan vacum husker. a. Engelberg husker Mesin pemecah kulit tipe Engelberg (Engelberg husker) atau disebut juga tipe silinder besi, merupakan tipe paling awal mesin pemecah kulit. Pertama kali mesin Engelberg dirancang untuk dapat melakukan dua jenis pekerjaan, yaitu pemecahan kulit dan penyosohan. Penggunaan mesin Engelberg semakin berkurang dengan diciptakannya mesin-mesin baru yang lebih maju. Mesin ini bekerja dengan prinsip pemberian dua tegangan geser berlawanan pada dua sisi gabah. Tegangan yang terjadi sebagai akibat dari adanya gesekan silinder yang berputar. Pada sisi luar silinder terdapat tonjolan-tonjolan besi sebanyak 5-6 buah yang dipasang membujur di sepanjang sisi silinder. Tonjolan-tonjolan inilah yang bersama dengan pisau pengupas yang akan menjepit dan menggesek gabah pada waktu silinder berputar. b. Under-runner disc husker Mesin under-runner disk husker memecahkan sekam dengan dua buah piringan. Kedua piringan tersebut dipasang di atas yang lain. Piringan yang terletak di atas di pasang diam tidak bergerak, sedangkan piringan yang terletak di bawah berputar. Karena piringan memiliki permukaan gesek yang terbuat dari batu, mesin ini disebut juga stone disc husker atau pelmolen. c. Rubber roll husker Mesin pemecah kulit tipe rol karet (rubber roll husker) memecahkan sekam dengan dua buah rol karet yang dipasang berdekatan. Kedua rol karet tersebut diputar dengan kecepatan yang berbeda dan arah yang berlawanan. Untuk mendapatkan hasil pengupasan yang baik, jarak antar kedua rol diatur sekitar mm, yaitu lebih kecil daripada ketebalan satu butir gabah. Rol yang berputar dengan kecepatan tinggi dinamai rol utama, sedangkan rol lainnya dinamakan rol pembantu. Rol utama juga disebut fixed roll karena dipasang pada suatu poros stasioner, sedangkan rol pembantu disebut movable roll karena posisinya dapat digeser untuk mengatur jarak antara kedua rol. Rol utama berputar dengan kecepatan sudut 1050 rpm, sedangkan rol pembantu berputar dengan kecepatan 800 rpm, atau kira-kira 24% lebih lambat daripada rol utama. Kedua rol mempunyai diameter yang sama, berkisar antara mm 8

24 tergantung kapasitas yang direncanakan. Tebalnya berkisar antara 60 mm sampai 250 mm. Mekanisme pemecahan kulit oleh rol karet ditunjukkan pada gambar 2 (Patiwiri, 2006). Gambar 2. Mekanisme pemecahan kulit dengan rol karet Rol utama yang berputar lebih cepat biasanya mengalami keausan yang lebih cepat. Untuk alasan ekonomis, daripada mengganti dengan rol baru, akan lebih baik menukar kedua rol, yaitu rol pembantu menjadi rol utama dan rol utama menjadi rol pembantu. Selanjutnya rol utama akan aus lebih cepat, sehingga diameter kedua rol akan cenderung menjadi sama. Setelah kedua rol menjadi sangat aus, yaitu bagian rol karet sudah hampir habis, kedua rol harus diganti dengan rol baru. Pertukaran dan penggantian rol ditunjukkan dengan ilustrasi pada Gambar 3. Gambar 3. Penukaran dan penggantian rol karena mengalami keausan d. Impact Husker Pemecah kulit tipe benturan memakai prinsip pengupasan dengan aplikasi gaya gesekan pada satu sisi gabah. Untuk memberikan gerakan yang cepat kepada gabah, gabah diputar dengan piringan berbentuk lingkaran. Blade-blade karet yang dipasang miring di luar sisi piringan dengan sudut 45 yang berlaku sebagai permukaan gesek. Pada waktu terlempar keluar dari piringan, butiran gabah telah memiliki kecepatan dan gaya sentrifugal yang cukup. 9

25 e. Impeller husker Pemecah kulit tipe impeller merupakan penyempurnaan dari tipe benturan. Bagian yang disempurnakan adalah permukaan gesek. Butiran gabah diputar dengan piringan yang memiliki kisi-kisi berupa blade. Kumpulan blade yang berputar tersebut berlaku sebagai impeller. Di samping adanya gaya gesekan yang menahan butiran beras, gabah juga tetap mengalami gaya sentrifugal ke arah luar piringan. Akibat adanya dua gaya tersebut, butiran gabah terpuntir dan terkupas. Pengupasan pada blade-blade ini mengakibatkan 20-50% gabah terkupas (Patiwiri 2006). f. Vacum husker Mesin pemecah kulit tipe vakum memiliki prinsip kerja mirip dengan tipe impact (benturan). Gabah diputar dengan kecepatan tinggi dan kemudian dibenturkan dengan kuat pada dinding karet di pinggiran piring pemutar. Setelah sekam pecah, seluruh butiran diisap keluar oleh isapan udara yang sangat kuat. Hal ini membuat butiran-butiran tertarik dan sekam yang belum terlepas dari butiran beras akan terlepas karena kuatnya isapan. Karena kuatnya isapan tersebut, tipe ini disebut tipe vakum. 2. Pemisahan Sekam Pemisahan sekam dilakukan setelah pemecahan kulit. Tujuan pemisahan sekam adalah memisahkan sekam dari beras pecah kulit dan gabah utuh yang belum terkupas selama proses pemecahan kulit. Sekam harus dipisahkan karena penyosohan tidak akan berfungsi baik apabila beras pecah kulit masih bercampur sekam. Disamping itu, tanpa pemisahan sekam persentase beras patah pada penyosohan akan lebih tinggi dan kualitas beras sosoh akan menjadi rendah. Mesin yang digunakan untuk pemisahan ini disebut husk aspirator atau aspirator. Gambar 4. Aspirator dengan rubber roll husker Prinsip pemisahan sekam sangat sederhana, yaitu memisahkan sekam dari beras pecah kulit dan gabah utuh berdasarkan perbedaan berat jenisnya. Pada umumnya mesin pemisah sekam dilengkapi dengan kipas untuk menghisap sekam dan debu. Beras pecah kulit dan gabah akan tetap mengalir ke bawah karena tidak terisap oleh kipas akibat daya beratnya. Beberapa mesin pemisah 10

26 sekam juga dilengkapi ayakan bergetar untuk memisahkan beras pecah kulit dan dedak kasar sebelum proses pemisahan sekam. Hal ini perlu dilakukan karena beras patah dan dedak kasar memiliki nilai ekonomis. 3. Pemisahan Gabah dan Beras Pecah Kulit Setelah proses pemecahan kulit dan pemisahan sekam akan dihasilkan campuran beras pecah kulit dan gabah yang masih utuh. Beras pecah kulit dan gabah utuh harus dipisahkan karena memerlukan penanganan yang berbeda. Beras pecah kulit akan diteruskan ke mesin penyosoh, sedangkan gabah utuh akan dikirim kembali ke mesin pemecah kulit. Mesin yang digunakan adalah paddy separator atau separator. Semakin tinggi effisiensi mesin pemecah kulit maka semakin tinggi jumlah beras pecah kulit yang dihasilkan dan semakin rendah jumlah gabah utuh yang tidak terkelupas (Patiwiri, 2006). Dengan adanya perbedaan karakteristik tersebut telah ditemukan mekanisme yang dapat memisahkan gabah dari butiran beras pecah kulit yaitu dengan cara menampi. Karena gabah lebih ringan, maka butiran-butiran gabah akan terkumpul ke tempat yang berbeda pada bidang penampi. Di samping itu, karena terdapat perbedaan ukuran, dipakai juga prinsip pemisahan dengan mengayak. Ayakan yang dipakai memiliki ukuran lubang yang dapat menahan gabah dan meloloskan beras pecah kulit. 4. Penyosohan Hasil penggilingan pertama atau beras pecah kulit pada proses pemecahan kulit (husking) yang dihasilkan masih mengandung lapisan bekatul yang membuat beras berwarna gelap kecoklatan. Hal tersebut menjadikan penampakan beras kurang menarik dan rasa nasi yang kurang enak. Maka dari itu perlu dilakukan penyosohan menggunakan mesin penyosoh beras. Untuk membuang lapisan bekatul dari butiran beras dilakukan suatu tahap kegiatan yang disebut penyosohan. Tahap ini disebut juga tahap whitening atau polishing. Disebut whitening karena tahap ini berfungsi merubah beras menjadi beras putih, sedangkan disebut polishing karena permukaan beras digosok untuk membuang lapisan bekatul sehingga didapat beras putih. Hasil dari tahap ini adalah beras sosoh yang berwarna putih dan hasil sampingan berupa dedak dan bekatul. Untuk mendapatkan hasil yang baik, tahap ini biasanya dilakukan beberapa kali, baik pada mesin yang sama atau mesin yang berbeda. Mesin-mesin yang dipakai dalam kegiatan penyosohan disebut whitener atau polisher dan dapat ditambah dengan mesin pengkilap serta pencuci (refiner) yang berfungsi mengkilapkan dan mencuci permukaan beras. Makin sering proses penyosohan dilakukan, maka beras sosoh yang dihasilkan makin putih dan beras patah yang dihasilkan makin banyak (Patiwiri, 2006). Untuk mencapai tujuan penyosohan, yaitu melepaskan lapisan bekatul dari butiran beras dan memberikan warna mengkilap pada beras, butiran beras perlu digosok. Terdapat dua cara menggosok yang diterapkan pada mesin-mesin penyosoh, yaitu menggerinda dengan suatu permukaan kasar dan menekan serta menggesek dengan permukaan rata. Prinsip menggerinda biasanya diterapkan pada mesin-mesin penyosoh yang dipakai pada tahapan awal penyosohan. Pada tahapan ini, bagian luar butiran perlu dikikis untuk membuang lapisan bekatul. Untuk mengikis diperlukan permukaan kasar yang terbuat dari batu abrasif. Seperti tampak pada Gambar 5a, butiran beras pecah kulit dijepit pada suatu ruang penyosohan. Permukaan abrasif digerakkan dengan kecepatan tinggi, sehingga permukaan kasar tersebut 11

27 berfungsi seperti gerinda yang mengikis permukaan beras. Selain itu, butiran beras di dalam ruang penyosohan juga cenderung ikut bergerak, sehingga terjadi gesekan antara sesama butiran beras dan antara butiran beras dengan permukaan yang diam. Gesekan-gesekan tersebut juga mengakibatkan lepasnya kulit ari. a. Menggerinda b. Menekan dan menggesek Gambar 5. Prinsip kerja mesin-mesin penyosoh Pada prinsip menekan dan menggesek, permukaan yang dipakai menggesek butiran beras dan kecepatan pergerakan permukaan gesek berbeda dari prinsip menggerinda. Prinsip ini biasanya diterapkan pada mesin-mesin penyosoh yang dipakai pada tahap pertengahan atau akhir dari penyosohan. Karena tujuan utamanya bukan mengikis butiran beras, permukaan kasar dan kecepatan gerakan permukaan gesek yang tinggi tidak diperlukan. Sebagai gantinya, yang diperlukan adalah tekanan yang tinggi terhadap butiran beras dan adanya gerakan-gerakan yang membuat butiran beras bergesekan. Tekanan dihasilkan oleh himpitan kedua permukaan dan gerakan-gerakan butiran beras disebabkan oleh perputaran permukaan gesek. Gesekan-gesekan butiran beras pada tekanan tinggi akan melepaskan sisa lapisan dan membuat permukaan beras menjadi rata. Perbedaan tipe abrasif dan tipe tekanan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perbedaan mesin penyosoh tipe abrasif dan mesin penyosoh tipe tekanan Sumber: Patiwiri, 2006 Uraian Tipe Abrasif Tipe Tekanan Prinsip kerja Asah Gesek Putaran poros utama Tinggi Rendah Bahan rol Batu Besi Jika kapasitas dinaikkan Butir patah turun Butir patah naik Jika kapasitas diturunkan Butir patah naik Butir patah turun Fungsi utama Pra-pemutihan Pemutihan Kenaikan butir patah % % Tingkat keputihan beras Tinggi Rendah Tingkat kekilapan beras Rendah Tinggi Proses pengelupasan lapisan bekatul Mudah Sukar dan lembaga Efisiensi penyosohan Tinggi Rendah 5. Pemisahan Beras Berdasarkan Ukuran Beras hasil penyosohan berupa campuran butiran beras yang memiliki berbagai ukuran. Adanya berbagai ukuran tersebut disebabkan oleh adanya butiran-butiran beras yang patah selama pemecahan kulit dan penyosohan. Untuk memisahkan beras kepala dan beras patah diperlukan 12

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminologi Pasca Panen Padi Kegiatan pascapanen padi perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan dan pengemasan (Patiwiri, 2006). Padi biasanya dipanen pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Terminologi Pascapanen Padi Pengertian pascapanen padi adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh petani dan juga oleh lembaga tata niaga atau swasta, setelah padi dipanen sampai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Cihideung Ilir merupakan salah satu desa dari 13 (tiga belas) desa yang terdapat di kecamatan Ciampea, dan wilayahnya masuk dalam Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Penanganan pascapanen adalah tindakan yang dilakukan atau disiapkan agar hasil pertanian siap

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA DAN KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI DI KELURAHAN SITU GEDE, KECAMATAN BOGOR BARAT SKRIPSI ABDUL HAFIZH INDRAJAYA F

ANALISIS BIAYA DAN KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI DI KELURAHAN SITU GEDE, KECAMATAN BOGOR BARAT SKRIPSI ABDUL HAFIZH INDRAJAYA F ANALISIS BIAYA DAN KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI DI KELURAHAN SITU GEDE, KECAMATAN BOGOR BARAT SKRIPSI ABDUL HAFIZH INDRAJAYA F14061953 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011-1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alat Pengolahan Padi 1.2. Penggilingan Padi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alat Pengolahan Padi 1.2. Penggilingan Padi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alat Pengolahan Padi Umumnya alat pengolahan padi terdiri dari berbagai macam mesin, yaitu mesin perontok padi, mesin penggiling padi, mesin pembersih gabah, mesin penyosoh beras,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinjauan Umum Lokasi Penggilingan Padi Kelurahan Situ Gede adalah suatu kelurahan yang berada di Kecamatan Bogor Barat. Berdasarkan data monografi Kelurahan Situ Gede pada

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN Konfigurasi Mesin Penggilingan Padi Untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling (Rice Milling Machine Configuration to Reduce Losses and Increase Milling Yield) Rokhani Hasbullah, Anggitha Ratri

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI. Disusun oleh: Kelompok 3

LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI. Disusun oleh: Kelompok 3 LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI Disusun oleh: Kelompok 3 Arya Widura Ritonga Najmi Ridho Syabani Dwi Ari Novianti Siti Fatimah Deddy Effendi (A24051682) (A24051758)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah,

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar merupakan komoditas pertanian yang paling

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN

LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN ACARA V PENGENALAN RICE MILL UNIT Disusun Oleh: Nama : Arif Ardiawan NIM : A1L008062 Rombongan : B Kelompok : 4 KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL

Lebih terperinci

UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1

UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1 UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1 Hanim Zuhrotul A 2, Nursigit Bintoro 2 dan Devi Yuni Susanti 2 ABSTRAK Salah satu faktor yang mengakibatkan kehilangan hasil pada produk pertanian tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Kelayakan 1. Investor 2. Analisis 3. Masyarakat 4. Pemerintah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Kelayakan 1. Investor 2. Analisis 3. Masyarakat 4. Pemerintah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Kelayakan Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak suatu gagasan usaha yang direncanakan. Pengertian layak

Lebih terperinci

UJI UNJUK KERJA MESIN PENYOSOH JUWAWUT TIPE ROL TUNGGAL DAN TIPE ROL GANDA

UJI UNJUK KERJA MESIN PENYOSOH JUWAWUT TIPE ROL TUNGGAL DAN TIPE ROL GANDA UJI UNJUK KERJA MESIN PENYOSOH JUWAWUT TIPE ROL TUNGGAL DAN TIPE ROL GANDA Oleh : SALIX FINI MARIS F14104091 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR UJI UNJUK

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanankan selama 3 bulan, yaitu mulai bulan Juli - September 2010. Objek yang dijadikan sebagai lokasi penelitian adalah usaha

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama ±3 bulan dimulai dari Februari sampai April 2013 yang berlokasikan di Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan di Indonesia merupakan salah satu sektor yang telah berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk

Lebih terperinci

ALAT DAN MESIN PANEN PADI

ALAT DAN MESIN PANEN PADI ALAT DAN MESIN PANEN PADI Sejalan dengan perkembangan teknologi dan pemikiran-pemikiran manusia dari jaman ke jaman, cara pemungutan hasil (panen) pertanian pun tahap demi tahap berkembang sesuai dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengangkutan Pengangkutan adalah kegiatan memindahkan padi setelah panen dari sawah atau rumah ke Pabrik Penggilingan Padi (PPP). Tingkat kehilangan hasil dalam tahapan pengangkutan

Lebih terperinci

Keywords : Paddy, postharvest, steps postharvest, loss

Keywords : Paddy, postharvest, steps postharvest, loss KAJIAN PENANGANAN PASCAPANEN PADI UNTUK MENGURANGI SUSUT MUTU BERAS (Paddy Postharvest Handling to Decrease Rice Quality Loss) Desy Nofriati Dan Yenni Yusriani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu dan Laboratorium Rekayasa dan Bioproses Pascapanen, Jurusan

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN Tinjauan Pustaka Menurut Tharir (2008), penggilingan padi merupakan industri padi tertua dan tergolong paling besar di Indonesia,

Lebih terperinci

STUDI UNJUK KERJA MESIN PENGGILINGAN PADI DI KANDANGHAUR, INDRAMAYU, JAWA BARAT NURUL RIZQIYYAH

STUDI UNJUK KERJA MESIN PENGGILINGAN PADI DI KANDANGHAUR, INDRAMAYU, JAWA BARAT NURUL RIZQIYYAH STUDI UNJUK KERJA MESIN PENGGILINGAN PADI DI KANDANGHAUR, INDRAMAYU, JAWA BARAT NURUL RIZQIYYAH DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan komoditas pangan unggulan Provinsi Lampung. Produksi padi yang dihasilkan di Provinsi Lampung secara

Lebih terperinci

Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014

Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014 Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014 PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN TINGKAT KECERAHAN BERAS GILING (ORYZA SATIVA L.) PADA BERBAGAI PENGGILINGAN BERAS Budidarmawan Idris 1, Junaedi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD. Kilang Padi Bersama merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pengolahan padi menjadi beras atau penggilingan padi (Rice Milling

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang kerap kali menjadi masalah. Masalah yang dihadapi adalah pertumbuhan

BAB I. PENDAHULUAN. yang kerap kali menjadi masalah. Masalah yang dihadapi adalah pertumbuhan 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan bahan pangan terutama beras, banyak ditemui problematika yang kerap kali menjadi masalah. Masalah yang dihadapi adalah pertumbuhan jumlah penduduk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara agraris maka sebagian besar penduduknya. konsumsi untuk seluruh penduduk di Indonesia (Adiratma, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara agraris maka sebagian besar penduduknya. konsumsi untuk seluruh penduduk di Indonesia (Adiratma, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara agraris maka sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian. Bahan makanan seperti padi atau beras dan jagung hanya diproduksi oleh pertanian

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH Zahara Mardiah dan Siti Dewi Indrasari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi ABSTRAK Permintaan beras berkualitas

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMI RICE MILLING UNIT ONE PHASE (STUDI KASUS DI UD. BELEKE MAJU KABUPATEN LOMBOK BARAT NTB)

ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMI RICE MILLING UNIT ONE PHASE (STUDI KASUS DI UD. BELEKE MAJU KABUPATEN LOMBOK BARAT NTB) FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepage jurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMI RICE MILLING UNIT ONE PHASE (STUDI KASUS DI UD. BELEKE MAJU KABUPATEN LOMBOK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang

TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Rantai Pasok Rantai pasok adalah sekumpulan aktivitas dan keputusan yang saling terkait untuk mengintegrasi pemasok, manufaktur, gudang, jasa transportasi, pengecer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pascapanen adalah serangkaian kegiatan yang meliputi pemanenan, pengolahan, sampai dengan hasil siap konsumsi (Hasbi, 2012:187). Sedangkan penanganan pascapanen adalah

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN PADI BEBAS PESTISIDA KIMIA

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN PADI BEBAS PESTISIDA KIMIA ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN PADI BEBAS PESTISIDA KIMIA (Studi Kasus di Lumbung Tani Sehat Ciburuy, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : NIRWAN NURDIANSYAH F14103040 2008 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanankan selama 3 bulan, yaitu mulai bulan Mei 2010 sampai dengan bulan Juli 2010. Objek yang dijadikan sebagai lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sulit diperoleh. Di Indonesia kondisi ini masih diperburuk dengan adanya kendala

BAB I PENDAHULUAN. sulit diperoleh. Di Indonesia kondisi ini masih diperburuk dengan adanya kendala 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di sebagian besar Negara Asia, beras mempunyai nilai politik strategis, yang mempunyai implikasi, pemerintahan akan labil jika beras harganya tidak stabil

Lebih terperinci

PROSES PENGGILINGAN PADI MENGGUNAKAN RICE MILLING UNIT DI PT. MERTJUBUANA KAB. SUMEDANG-JAWA BARAT ELRADHIE NOUR AMBIYA SI

PROSES PENGGILINGAN PADI MENGGUNAKAN RICE MILLING UNIT DI PT. MERTJUBUANA KAB. SUMEDANG-JAWA BARAT ELRADHIE NOUR AMBIYA SI PROSES PENGGILINGAN PADI MENGGUNAKAN RICE MILLING UNIT DI PT. MERTJUBUANA KAB. SUMEDANG-JAWA BARAT ELRADHIE NOUR AMBIYA SI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN POLITEKNIK AGROINDUSTRI SUBANG 2011 PROSES

Lebih terperinci

Jl. Ciptayasa KM. 01 Ciruas Serang-Banten 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan.

Jl. Ciptayasa KM. 01 Ciruas Serang-Banten 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan. Pengukuran Rendemen Beras dengan Penjemuran Sistem Oven Dryer pada Usaha Penggilingan Padi di Kabupaten Serang (Studi Kasus pada Gapoktan Harapan Makmur Desa Singarajan Kecamatan Pontang Kabupaten Serang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Penggilingan padi merupakan industri padi tertua dan tergolong paling besar di Indonesia, yang mampu menyerap lebih dari sepuluh juta tenaga kerja, menangani

Lebih terperinci

UJI KINERJA MESIN PEMECAH KULIT GABAH DENGAN VARIASI JARAK ROL KARET DAN DUA VARIETAS GABAH PADA RICE MILLING UNIT (RMU)

UJI KINERJA MESIN PEMECAH KULIT GABAH DENGAN VARIASI JARAK ROL KARET DAN DUA VARIETAS GABAH PADA RICE MILLING UNIT (RMU) UJI KINERJA MESIN PEMECAH KULIT GABAH DENGAN VARIASI JARAK ROL KARET DAN DUA VARIETAS GABAH PADA RICE MILLING UNIT (RMU) Performance Test of Machine Breaking Skin Grain With Rubber Rollers Distance Variation

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI MESIN PENYOSOH BIJI JUWAWUT (Setaria italica (L.) P. Beauvois) TIPE ABRASIVE ROLL. Oleh: RATNA NURYATI F

UJI PERFORMANSI MESIN PENYOSOH BIJI JUWAWUT (Setaria italica (L.) P. Beauvois) TIPE ABRASIVE ROLL. Oleh: RATNA NURYATI F UJI PERFORMANSI MESIN PENYOSOH BIJI JUWAWUT (Setaria italica (L.) P. Beauvois) TIPE ABRASIVE ROLL Oleh: RATNA NURYATI F14103024 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Fisik Gabah dan Beras Tanaman Padi (Oryza Sativa L.) merupakan salah satu jenis tanaman bijibijian yang berasal dari benua Asia. Biji padi disebut gabah, dan gabah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman jagung Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika Tengah (Meksiko Bagian Selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini, lalu teknologi

Lebih terperinci

Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani

Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani 84 Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani Pascapanen Upaya pemerintah untuk mencapai swasembada beras ditempuh melalui berbagai cara, salah

Lebih terperinci

Jember, Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011] Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) Abstrak

Jember, Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011] Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) Abstrak Penggunaan Mesin Perontok untuk Menekan Susut dan Mempertahankan Kualitas Gabah (The Use of Power Thresher to Reduce Losses and Maintain Quality of Paddy) Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) 1) Departemen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman padi merupakan tanaman pertanian. Padi termasuk genus oryza L yang

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman padi merupakan tanaman pertanian. Padi termasuk genus oryza L yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asal Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman pertanian. Padi termasuk genus oryza L yang meliputi kurang lebih 25 species yang tersebar di seluruh daerah tropik dan subtropik

Lebih terperinci

MODUL POWER THRESHER. Diklat Teknis Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Pertanian dan BABINSA

MODUL POWER THRESHER. Diklat Teknis Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Pertanian dan BABINSA MODUL POWER THRESHER Diklat Teknis Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Pertanian dan BABINSA KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN 2015 Sesi Perontok

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. beras yang siap diolah untuk dikonsumsi maupun untuk disimpan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. beras yang siap diolah untuk dikonsumsi maupun untuk disimpan sebagai TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Penanganan pascapanen padi perlu diperhatikan dengan baik. Pemanenan, perontokan, penjemuran, dan penggilingan

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MESIN PENYOSOH BIJI BURU HOTONG (Setaria italica (L) Beauv.)

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MESIN PENYOSOH BIJI BURU HOTONG (Setaria italica (L) Beauv.) SKRIPSI MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MESIN PENYOSOH BIJI BURU HOTONG (Setaria italica (L) Beauv.) Oleh: KINDI KALABADI F14103008 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumputrumputan

I. PENDAHULUAN. Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumputrumputan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumputrumputan (gramineae) yang sudah banyak dibudidayakan di Indonesia sejak lama. Beras merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

STATISTIK HARGA PRODUSEN GABAH

STATISTIK HARGA PRODUSEN GABAH ht tp :// yo gy ak ar ta.b ps.g o.id Katalog BPS : 7103005.34 STATISTIK HARGA PRODUSEN GABAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA .id ps.g o ta.b ar

Lebih terperinci

BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH

BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH SNI 6128:2015 BERAS Ruang lingkup : SNI ini menetapkan ketentuan tentang persyaratan mutu, penandaan dan pengemasan semua jenis beras yang diperdagangkan untuk konsumsi.

Lebih terperinci

Teknik Penanganan Pascapanen Padi untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling

Teknik Penanganan Pascapanen Padi untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling A R T I K E L Teknik Penanganan Pascapanen Padi untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling Rokhani Hasbullah a dan Anggitha Ratri Dewi b a Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universita Lampung 2,3

Mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universita Lampung 2,3 Artikel Ilmiah Teknik Pertanian Lampung: 7-12 ANALISIS MUTU BERAS PADA MESIN PENGGILINGAN PADI BERJALAN DI KABUPATEN PRINGSEWU THE ANALYSIS OF RICE QUALITY PRODUCED BY COMMUTING RICE MILLING MACHINE IN

Lebih terperinci

AGUS PRANOTO

AGUS PRANOTO ANALISIS USAHA PENGGILINGAN PADI DI DESA RAMBAH BARU KECAMATAN RAMBAH SAMO KABUPATEN ROKAN HULU ARTIKEL ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN MESIN PENGGILING MOBILE TERHADAP MUTU BERAS UNTUK BEBERAPA VARIETAS PADI DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT

KAJIAN PENGGUNAAN MESIN PENGGILING MOBILE TERHADAP MUTU BERAS UNTUK BEBERAPA VARIETAS PADI DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT JRPB, Vol. 6, No. 1, Maret 2018, Hal. 53-59 DOI: https://doi.org/10.29303/jrpb.v6i1.72 ISSN 2301-8119, e-issn 2443-1354 Tersedia online di http://jrpb.unram.ac.id/ KAJIAN PENGGUNAAN MESIN PENGGILING MOBILE

Lebih terperinci

Kinerja Penggilingan Padi Kecil di Lahan Kering Kecamatan Lempuing. Small Milling Performances In Lempuing Jaya District Dry Land

Kinerja Penggilingan Padi Kecil di Lahan Kering Kecamatan Lempuing. Small Milling Performances In Lempuing Jaya District Dry Land Kinerja Penggilingan Padi Kecil di Lahan Kering Kecamatan Lempuing Small Milling Performances In Lempuing Jaya District Dry Land Yeni E Maryana 1*), Budi Raharjo 2) 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

OPTIMASI JARAK DAN KECEPATAN ROL PADA PENGGILINGAN PADI (RICE MILLING UNIT) MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA.

OPTIMASI JARAK DAN KECEPATAN ROL PADA PENGGILINGAN PADI (RICE MILLING UNIT) MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA. OPTIMASI JARAK DAN KECEPATAN ROL PADA PENGGILINGAN PADI (RICE MILLING UNIT) MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA Oleh : GUNAWAN KISWOYO F14104104 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI 5.1 PENDAHULUAN Pengembangan usaha pelayanan jasa pengeringan gabah dapat digolongkan ke dalam perencanaan suatu kegiatan untuk mendatangkan

Lebih terperinci

Pengolahan lada putih secara tradisional yang biasa

Pengolahan lada putih secara tradisional yang biasa Buletin 70 Teknik Pertanian Vol. 15, No. 2, 2010: 70-74 R. Bambang Djajasukmana: Teknik pembuatan alat pengupas kulit lada tipe piringan TEKNIK PEMBUATAN ALAT PENGUPAS KULIT LADA TIPE PIRINGAN R. Bambang

Lebih terperinci

INFORMASI PRAKTIS PENANGANAN PASCAPANEN KEDELAI. OLeh Ir. I. Ketut Tastra, MS. Informasi Praktis Balitkabi No.:

INFORMASI PRAKTIS PENANGANAN PASCAPANEN KEDELAI. OLeh Ir. I. Ketut Tastra, MS. Informasi Praktis Balitkabi No.: INFORMASI PRAKTIS PENANGANAN PASCAPANEN KEDELAI OLeh Ir. I. Ketut Tastra, MS Informasi Praktis Balitkabi No.:2015-12 Disajikan pada: Workshop Optimalisasi Pengembangan Mekanisasi Usahatani Kedelai Serpong,

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT Oleh : SUPRIYATNO F141 02 105 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISA BIAYA DAN KELAYAKAN USAHA JASA PERONTOKAN PAD1 DI KABUPATEN SUMATERA BARAT

ANALISA BIAYA DAN KELAYAKAN USAHA JASA PERONTOKAN PAD1 DI KABUPATEN SUMATERA BARAT ANALISA BIAYA DAN KELAYAKAN USAHA JASA PERONTOKAN PAD1 DI KABUPATEN DAERAH TINGKAT I1 PADANG PARIAMAN, SUMATERA BARAT oleh : ZULFALDI F 26.0127 1995 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Pertemuan ke-14. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa

Pertemuan ke-14. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa Pertemuan ke-14 A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa akan dapat menentukan jenis tenaga dan mesin peralatan yang layak untuk diterapkan di bidang pertanian 2. Khusus

Lebih terperinci

ANALISA BIAYA DAN KELAYAKAN USAHA JASA PERONTOKAN PAD1 DI KABUPATEN SUMATERA BARAT

ANALISA BIAYA DAN KELAYAKAN USAHA JASA PERONTOKAN PAD1 DI KABUPATEN SUMATERA BARAT ANALISA BIAYA DAN KELAYAKAN USAHA JASA PERONTOKAN PAD1 DI KABUPATEN DAERAH TINGKAT I1 PADANG PARIAMAN, SUMATERA BARAT oleh : ZULFALDI F 26.0127 1995 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

MODIFIKASI ALAT PERONTOK PADI TIPE HAMMER THRESHER [Modification of Rice Thresher-Hammer thresher Type]

MODIFIKASI ALAT PERONTOK PADI TIPE HAMMER THRESHER [Modification of Rice Thresher-Hammer thresher Type] Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 1, No. 1, Oktober 2012: 23-28 MODIFIKASI ALAT PERONTOK PADI TIPE HAMMER THRESHER [Modification of Rice Thresher-Hammer thresher Type] Oleh : Ahmad Harbi 1, Tamrin 2,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara Agraris dimana sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini di dukung dengan kenyataan bahwa di Indonesia tersedia

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Teknik 4.1.1. Kebutuhan Daya Penggerak Kebutuhan daya penggerak dihitung untuk mengetahui terpenuhinya daya yang dibutuhkan oleh mesin dengan daya aktual pada motor

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI. Oleh: Ir. Nur Asni, MS

TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI. Oleh: Ir. Nur Asni, MS TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI Oleh: Ir. Nur Asni, MS Jagung adalah komoditi penting bagi perekonomian masyarakat Indonesia, termasuk Provinsi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MESIN PENYOSOH SORGUM Oleh : Ana Nurhasanah, Novi Sulistyosari, Mardison dan Abi Prabowo Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian

PENGEMBANGAN MESIN PENYOSOH SORGUM Oleh : Ana Nurhasanah, Novi Sulistyosari, Mardison dan Abi Prabowo Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian PENGEMBANGAN MESIN PENYOSOH SORGUM Oleh : Ana Nurhasanah, Novi Sulistyosari, Mardison dan Abi Prabowo Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Permasalahan umum yang dihadapi dalam pemanfaatan biji

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penanganan Awal Kacang Tanah Proses pengupasan kulit merupakan salah satu proses penting dalam dalam rangkaian proses penanganan kacang tanah dan dilakukan dengan maksud untuk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 16 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah modifikasi alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi Pertanian

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI MOBILE DI KECAMATAN PANTAI LABU DAN KECAMATAN PANTAI CERMIN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI MOBILE DI KECAMATAN PANTAI LABU DAN KECAMATAN PANTAI CERMIN ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI MOBILE DI KECAMATAN PANTAI LABU DAN KECAMATAN PANTAI CERMIN Indriani, Satia Negara Lubis dan Sinar Indra Kusuma Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Jurnal Galung Tropika, 3 (2) Mei 2014, hlmn ISSN

Jurnal Galung Tropika, 3 (2) Mei 2014, hlmn ISSN Jurnal Galung Tropika, 3 (2) Mei 2014, hlmn 89-96 ISSN 2302 4178 STUDI LAMA PENYIMPANAN GABAH ORGANIK TERHADAP MUTU BERAS ORGANIK DI PPLH SELOLIMAN MOJOKERTO STUDY THE INFLUENCE OF LONG STORAGE OF GRAIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah negara pengekspor beras. Masalah ketahanan pangan akan lebih ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah negara pengekspor beras. Masalah ketahanan pangan akan lebih ditentukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen beras yang besar, tetapi kebutuhan konsumsi beras dan pertumbuhan penduduk yang besar menyebabkan Indonesia tidak mampu menjadi

Lebih terperinci

7. Pencapaian Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi

7. Pencapaian Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi 7. Pencapaian Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Komoditi padi sebagai bahan konsumsi pangan pokok masyarakat, tentunya telah diletakkan sebagai prioritas dan fokus kegiatan program

Lebih terperinci

KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI

KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI OLEH: ANGGITHA RATRI DEWI F14051034 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2016 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Bahan

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT. Oleh: VIDY HARYANTI F

ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT. Oleh: VIDY HARYANTI F ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT Oleh: VIDY HARYANTI F14104067 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI

KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI OLEH: ANGGITHA RATRI DEWI F14051034 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

II. PASCA PANEN KAYU MANIS

II. PASCA PANEN KAYU MANIS 1 I. PENDAHULUAN Kayu manis (Cinnamomum burmanii) merupakan komoditas perkebunan yang telah lama dimanfaatkan oleh manusia sebagai bumbu penyedap masakan (Anonim, 2010). Di Indonesia, produk kayu manis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dan beras adalah salah satu hasil

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dan beras adalah salah satu hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara agraris dan beras adalah salah satu hasil pertaniannya utamanya. Sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia, produksi beras dalam negeri

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Mekar Tani, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang dan Balai Besar Penelitian dan

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Oleh: Ir. Nur Asni, MS PENDAHULUAN Tanaman kopi (Coffea.sp) merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan sebagai

Lebih terperinci

Yang termasuk persyaratan umum adalah hama/penyakit, bau apek atau asing, bahan

Yang termasuk persyaratan umum adalah hama/penyakit, bau apek atau asing, bahan BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Gudang BULOG 206 Rembang. Gudang ini berada di Desa Kedungrejo Kabupaten Rembang. Tepatnya adalah di Jalan Raya Rembang- Blora

Lebih terperinci

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional.

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional. pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional. 2.2. PENDEKATAN MASALAH Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pencapaian surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014 dirumuskan menjadi

Lebih terperinci

II. MENEKAN KEHILANGAN HASIL

II. MENEKAN KEHILANGAN HASIL II. MENEKAN KEHILANGAN HASIL 1. Faktor-faktor penyebab kehilangan hasil panen Selama waktu panen, susut dapat terjadi karena ada gabah yang rontok di lahan akibat cara panen yang tidak benar atau akibat

Lebih terperinci

PENYULUHAN PERAWATAN MESIN PENGGILING PADI DI DESA WIRABANGUN KECAMATAN SIMPANG PEMATANG KABUPATEN DATI II MESUJI (Pengabdian Masyarakat)

PENYULUHAN PERAWATAN MESIN PENGGILING PADI DI DESA WIRABANGUN KECAMATAN SIMPANG PEMATANG KABUPATEN DATI II MESUJI (Pengabdian Masyarakat) PENYULUHAN PERAWATAN MESIN PENGGILING PADI DI DESA WIRABANGUN KECAMATAN SIMPANG PEMATANG KABUPATEN DATI II MESUJI (Pengabdian Masyarakat) Oleh : Nama : Ir. NAJAMUDIN, MT NIDN : 02 191162 01 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PENYOSOH BIJI BURU HOTONG (Setaria italica (L) Beauv.) TIPE ABRASIVE ROLL

RANCANG BANGUN MESIN PENYOSOH BIJI BURU HOTONG (Setaria italica (L) Beauv.) TIPE ABRASIVE ROLL RANCANG BANGUN MESIN PENYOSOH BIJI BURU HOTONG (Setaria italica (L) Beauv.) TIPE ABRASIVE ROLL Oleh: MOCH. YANDRA DARAJAT F14103001 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

CARA PENGUJIAN MUTU FISIK GABAH DAN BERAS

CARA PENGUJIAN MUTU FISIK GABAH DAN BERAS CARA PENGUJIAN MUTU FISIK GABAH DAN BERAS FAUZIAH AR, NOORTASIAH DAN TAZRIN NOR Balai Peneitian Tanaman Pangan Lahan Rawa, ii Kebun Karet, Loktabat, Banjarbaru 70712 RINGKASAN Mutu gabah dan beras yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok yang sangat strategis dalam tatanan kehidupan dan ketahanan pangan nasional. Kekurangan beras dianggap sebagai ancaman terhadap stabilitas

Lebih terperinci

RENDEMEN GILING DAN MUTU BERAS PADA BEBERAPA UNIT PENGGILINGAN PADI KECIL KELILING DI KABUPATEN BANYUWANGI ROSIANA ULFA

RENDEMEN GILING DAN MUTU BERAS PADA BEBERAPA UNIT PENGGILINGAN PADI KECIL KELILING DI KABUPATEN BANYUWANGI ROSIANA ULFA RENDEMEN GILING DAN MUTU BERAS PADA BEBERAPA UNIT PENGGILINGAN PADI KECIL KELILING DI KABUPATEN BANYUWANGI ROSIANA ULFA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 i PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Batasan Masalah...

DAFTAR ISI. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Batasan Masalah... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGAJUAN...i HALAMAN PENGESAHAN...ii HALAMAN PERNYATAAN...iii KATA PENGANTAR...iv DAFTAR ISI...vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...xiii ABSTRAK...xiv

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Untuk mengimbangi semakin pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa penelitian yaitu Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Data profil Desa Tahun 2009 menyebutkan luas persawahan 80 ha/m 2, sedangkan

Lebih terperinci

1 PENGGUNAAN SISTEM PEMANAS DALAM PENGEMBANGAN ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH Renny Eka Putri *), Andasuryani, Santosa, dan Riki Ricardo Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci