RENDEMEN GILING DAN MUTU BERAS PADA BEBERAPA UNIT PENGGILINGAN PADI KECIL KELILING DI KABUPATEN BANYUWANGI ROSIANA ULFA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RENDEMEN GILING DAN MUTU BERAS PADA BEBERAPA UNIT PENGGILINGAN PADI KECIL KELILING DI KABUPATEN BANYUWANGI ROSIANA ULFA"

Transkripsi

1 RENDEMEN GILING DAN MUTU BERAS PADA BEBERAPA UNIT PENGGILINGAN PADI KECIL KELILING DI KABUPATEN BANYUWANGI ROSIANA ULFA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 i

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Rendemen Giling dan Mutu Beras pada Beberapa Unit Penggilingan Padi Kecil Keliling di Kabupaten Banyuwangi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Rosiana Ulfa NIM F ii

3 RINGKASAN ROSIANA ULFA. Rendemen Giling dan Mutu Beras pada Beberapa Unit Penggilingan Padi Kecil Keliling di Kabupaten Banyuwangi. Dibimbing oleh PURWIYATNO HARIYADI dan TJAHJA MUHANDRI. Beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Karena itu, jasa penggilingan padi merupakan merupakan unit usaha yang dibutuhkan oleh masyarakat petani padi. Kebutuhan ini antara lain menyebabkan tumbuhnya unit penggiling padi kecil keliling (PPK-keliling), terutama di sentra produksi padi. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, hasil penggilingan gabah dengan menggunakan penggilingan padi besar (PPB) memiliki nilai rendemen beras yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan penggilingan padi kecil (PPK). PPB diketahui menghasilkan beras dengan kualitas bagus dengan jumlah kisaran beras utuh atau beras kepala cukup tinggi (63-67%) dan kisaran beras pecah, beras menir maupun beras kapur sangat rendah (3-5%). Penggilingan padi di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2013 tercatat sebanyak 1484 unit, terdiri dari penggilingan padi tipe menetap sebanyak 433 unit dan jumlah penggilingan padi tipe keliling sebanyak 1051 unit. Karena skalanya yang kecil dan sifatnya yang tidak menetap (keliling), maka meningkatnya jumlah PPK-keliling menimbulkan kekhawatiran akan bisa meningkatkan besaran susut selama proses penggilingan, terutama jika dibandingkan dengan besaran susut pada Penggiling padi besar (PPB). Disamping itu, pengamatan awal yang dilakukan menunjukkan adanya beberapa praktek pemilik PPK-keliling yang dianggap berpotensi menurunkan rendemen giling. Faktor lain yang diduga mempengaruhi rendemen giling pada PPK-keliling adalah praktek penggilingan yang bersifat batch/ diskontinyu, yang mana perpindahan dari satu tahap proses ke tahap proses yang lainnya dilakukan dengan secara manual menggunakan tenaga manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan membandingkan rendemen giling dan mutu beras pada proses penggilingan padi pada penggiling padi kecil keliling (PPK-keliling) dan penggiling padi besar (PPB), yang beroperasi di Kabupaten Banyuwangi. Sebanyak masing-masing 12 kg gabah digiling pada 12 unit PPK-keliling di lokasi penelitian dan semua hasil penggilingan dilakukan penimbangan. Selanjutnya dilakukan pemisahan beras kepala, beras patah, beras menir, sekam dan bekatul dan masing-masing dilakukan penimbangan. Hasil rendemen giling dan mutu beras giling yang dihasilkan pada PPK-keliling ini kemudian dibandingkan dengan yang terjadi pada unit penggiling padi besar (PPB). Secara umum, penelitian ini menunjukkan bahwa rendemen giling pada PPK-keliling (62.40 ± 3.23 %) tidak berbeda nyata dengan rendemen giling pada PPB (64.54± 1.21 %). Namun demikian, perbedaan yang nyata terlihat pada mutu beras yang dihasilkan, dimana PPK-keliling menghasilkan beras dengan kandungan beras patah dan beras menir yang lebih tinggi (berturut-turut adalah 28.87±8.76 % dan 26.34±9.28 %) dibandingkan dengan kandungan beras patah dan beras menir dari PPB (berturut-turut adalah 13.50±3.04 % dan 11.83±6.45 iii

4 %). Secara umum, walaupun antara rendemen giling PPB dan PPK-keliling tidak berbeda nyata, beras yang dihasilkan dari PPK-keliling mempunyai mutu yang lebih rendah daripada mutu beras yang dihasilkan dari PPB. Kata kunci : mutu beras, penggilingan padi kecil keliling, rendemen giling. iv

5 SUMMARY ROSIANA ULFA. Yield of Milling and Quality of Rice at Selected Mobile Small Scale Rice Milling Unit in Banyuwangi Regency. Supervised by PURWIYATNO HARIYADI and TJAHJA MUHANDRI. Rice is the staple food for Indonesians. Consequently, rice milling services are in great demand by the rice farmers. The need of rice milling service has increased the number of mobile rice milling units (PPK-keliling), especially at the rice production area. Based on several studies that have been done before, the result of milling grain by using a large rice mills (PPB) has a value higher rice yield when compared with the small rice mill (PPK). PPB known has produce good quality rice with the number of whole rice or rice heads quite high (63-67%) and produce broken rice, small broken rice and calcarous rice is very low (3-5%). In 2013 there were 1484 rice milling unit in Banyuwangi, consisting of 433 permanent rice milling units and mobile rice milling as much as 1051 units. Because of its small scale and not settled (moving arround), the increasing amount of (PPK-keliling) led to fears could increase the amount of loss during the milling process, especially when compared with the amount of loss in large rice milling units (PPB). In addition, initial observations indicate the presence of some practices (PPK-keliling) owners who are considered potentially decrease the circumference of the milling yield. Other factors thought to affect the yield of milled at PPK-keliling is a practice in milling process type batch / discontinuous, which the movement from one stage to another stage of the process is done manually using human power. The objective of this research was to determine and compare the yield of milling and quality of the resulted rice due to milling process at mobile rice milling (PPK-keliling) and large milling units (PPB) operating in Banyuwangi Regency. About 12 kg of rice grain each were milled at 12 different PPK units. The resulted white rice (milled and polished rice) were weighted and analyzed for its composition with respect to head rice, broken rice, small broken rice, rice chaffs (rice hulls) and rice brans. Furthermore, the yield and quality of the resulted milled rice were then compared with that of rice resulted from large rice milling units (PPB). Our results showed that there was no significant difference in the yield of milling between PPK-keliling (62.40±3.23%) and PPB (64.54±1.21 %). However, rice quality resulted from PPK-keliling (containing 28.87±8.76 % and 26.34±9.28 % of broken rice and small broken rice, respectively) was significantly lower than that from PPB (13.50±3.04 % and 11.83±6.45 % of broken rice and small broken rice, respectively). Overall, even though there was no significant different in term of yield between PPB and PPK-keliling, rice resulted from PPK-keliling has lower quality as compared with those of PPB. Key words: mobile rice milling unit, quality of rice, yield of milling. v

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB vi

7 RENDEMEN GILING DAN MUTU BERAS PADA BEBERAPA UNIT PENGGILINGAN PADI KECIL KELILING DI KABUPATEN BANYUWANGI ROSIANA ULFA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Magister Profesonal Teknologi Pangan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 vii

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir: Dr Ir. Nurheni Sri Palupi, MS viii

9 LEMBAR PENGESAHAN Judul Tesis : Rendemen Giling dan Mutu Beras pada Beberapa Unit Penggilingan Padi Kecil Keliling di Kabupaten Banyuwangi Nama : Rosiana Ulfa NRP : F Disetujui oleh Komisi Pembimbing Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi, MSc Ketua Dr Tjahja Muhandri, STP, MT Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Teknologi Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Nurheni Sri Palupi, MS Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr Tanggal Ujian: (tanggal pelaksanaan ujian tesis) Tanggal Lulus: (tanggal penandatanganan tesis oleh Dekan Sekolah Pascasarjana) ix

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 sampai Mei 2013 ini adalah susut pada penggilingan padi, dengan judul Rendemen Giling dan Mutu Beras pada Beberapa Unit Penggilingan Padi Kecil di Kabupaten Banyuwangi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi MSc dan Bapak Dr Tjahja Muhandri STP, MT selaku pembimbing, serta Ibu Dr Ir Nurhaeni Sri Palupi MS yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2014 Rosiana Ulfa x

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Tujuan 3 Manfaat 3 Hipotesis 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Padi 4 Pasca Panen Padi 5 Pemanenan 5 Pengeringan 6 Pengilingan 7 Sistem Penggiingan Padi di Indonesia 8 Konsep Mutu 10 3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian 13 Bahan dan Alat 13 Prosedur 13 Susut Bobot 14 Susut Mutu 14 Beras Kepala 14 Beras Menir 14 Beras Patah 14 Butir Gabah 15 Data Persepsi Masyarakat Terhadap PPK-Keliling 15 Informasi Terhadap Pemilik PPK-Keliling 15 Analisa Data 15 xi

12 DAFTAR ISI LANJUTAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Penggilingan Padi Besar (PPB) 17 Proses Penggilingan Padi Kecil Keliling (PPK-Keliling) 21 Persepsi Masyarakat Terhadap PPK-Kelling 22 Rendemen Giling 23 Mutu Beras Giling 24 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 28 Saran 28 DAFTAR PUSTAKA 29 LAMPIRAN 32 xii

13 DAFTAR TABEL 1.1 Data Susut Pascapanen Padi Indonesia Pengaruh Penggunaan Alat dalam Penanganan Panen Terhadap Persentase Kehilangan Hasil Standar Mutu Gabah Standar Mutu Beras Giling Data Penerimaan Gabah di UD Purwogondo Data Rendemen Giling pada 3 Unit PPB di Kabupaten Banyuwangi Data Susut Bobot PPK-Keliling di Banyuwangi (dalam %) Persentase Beras Kepala, Beras Patah, Beras Menir dan Beras berkapur pada Beras Giling Hasil Penggilingan Padi pada 3 unit PPB dan 12 unit PPK-Keliling di Kabupaten Banyuwangi 27 xiii

14 DAFTAR GAMBAR 2.1 Struktur Melintang Gabah Diagram Sankey Diagram Alir Penelitian Kondisi Salah Satu Instalasi Pengering pada Salah Satu PPB di Kabupaten Banyuwangi Skema Proses Penggilingan Gabah pada PPB Skema Proses Penggilingan Padi pada PPK-Keliling Alasan Responden Memilih PPK-Keliling Perbedaan Penampakan dari Beras utuh atau Beras Kepala, Beras Patah, Beras Menir dan Beras Kapur Hasil Penggilingan Penggolongan Beras Berdasarkan Ukuran Beras 26 xiv

15 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman padi (beras) menjadi komoditas yang cukup penting karena merupakan bahan pangan pokok utama bagi penduduk Indonesia (Nugraha et al., 2007). Sebagai komoditas utama pertanian yang cukup strategis di Indonesia, tanaman padi adalah sebagai sumber pendapatan dan kesempatan kerja bagi lebih dari 26 juta rumah tangga pedesaaan. Tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia pada tahun 2012 merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara yaitu sekitar kg perkapita (Deptan 2012). Jumlah penduduk Indonesia kurang lebih mencapai 245 juta jiwa pada tahun 2012, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.4%, maka kebutuhan beras Indonesia mencapai juta ton. Jika pada tahun laju pertumbuhan penduduk diperkirakan sebesar 0.92%, maka dengan jumlah penduduk mencapai juta jiwa dan dengan asumsi konsumsi beras perkapita tetap yaitu sebesar kg perkapita, maka kebutuhan beras akan meningkat sebesar 39.8 juta ton pada tahun (Deptan 2012). Berdasarkan data dari Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, produksi beras Banyuwangi pada Januari-April tahun 2012 kurang lebih mencapai ton, dari gabah kering giling (GKG) sebanyak ton. Dengan produksi gabah kering giling sebesar itu, Banyuwangi menyumbang kurang lebih 21% dari jumlah beras giling Jawa Timur dan 0.93% dari produksi beras giling nasional yang mencapai juta ton. Dirjen PPHP (2008) melaporkan bahwa selama periode 1986/1987 hingga 1995 susut pascapanen padi terutama terjadi pada proses pemanenan ( %) dan proses perontokan ( %). Pada tahun 2008 susut pascapanen untuk proses pemanenan dan perontokan ini mengalami penurunan tajam, berturut-turut, menjadi 1.57 dan 0.98%. Namun demikian, nilai susut yang tinggi masih terjadi pada tahapan pengeringan dan penggilingan. Pada tahapan penggilingan nilai susut yang terjadi berkisar antara % (Tabel 1.1). Tabel 1.1 Data Susut Pascapanen Padi Indonesia Tahapan BPS 1986/1987 BPS 1995 BPS 2008 Susut (%) Susut (%) Susut (%) Pemanenan Perontokan Pengangkutan Penjemuran Penggilingan Penyimpanan Jumlah Sumber: Dirjen PPHP (2008)

16 2 Pada penelitian ini dibahas mengenai susut yang terjadi pada tahap penggilingan, yang merupakan tahapan yang paling penting dalam mengolah gabah menjadi beras. Menurut data dari Perpadi pada tahun 2012, total penggilingan padi di Indonesia adalah unit terdiri dari Penggilingan Padi Besar (PPB) 2076 unit, Penggilingan Padi Sedang (PPS) 8628 unit, Penggilingan Padi Kecil (PPK) unit (Simanjuntak 2012). Penggilingan padi kecil terbagi atas kelompok tipe penggilingan padi kecil menetap dan tipe penggilingan padi kecil keliling. Penggilingan padi kecil keliling (PPK-keliling) ini secara hukum tidak memiliki ijin usaha. Di beberapa kota di Jawa Tengah dilakukan pencekalan terhadap PPK-keliling ini, namun masyarakat tetap menerima dengan baik keberadaan dari PPK-keliling. Permasalahan lain di luar susut bobot adalah susut mutu, dimana susut mutu ini lebih banyak terjadi pada PPK-keliling. Suismono dan Damardjati (2000) menyatakan, penggilingan padi besar (PPB) umumnya akan menghasilkan beras berkualitas bagus dengan jumlah kisaran beras utuh atau beras kepala yang tinggi (63-67%) dan kisaran beras pecah, beras menir maupun beras kapur sangat rendah (3-5%). Penggilingan padi kecil (PPK) biasanya menghasilkan beras dengan kualitas yang lebih rendah dibanding PPB. Penggilingan padi di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2013 tercatat sebanyak 1484 unit, terdiri dari penggilingan padi tipe menetap sebanyak 433 unit dan jumlah penggilingan padi tipe keliling sebanyak 1051 unit (BPS Kab Banyuwangi 2013). Dengan banyaknya jumlah PPK-keliling yang ada di Banyuwangi, dimana pada tipe penggilingan tersebut banyak terjadi susut bobot dan susut mutu dikhawatirkan dapat mempengaruhi produksi beras giling Kabupaten Banyuwangi dan Nasional. Karena skalanya yang kecil dan sifatnya yang tidak menetap (keliling), maka meningkatnya jumlah PPK-keliling menimbulkan kekhawatiran akan bisa meningkatkan besaran susut selama proses penggilingan, terutama jika dibandingkan dengan besaran susut pada penggilingan padi besar (PPB). Disamping itu, pengamatan awal yang dilakukan menunjukkan adanya beberapa praktek pemilik PPK-keliling yang dianggap berpotensi menurunkan rendemen giling. Contoh praktek tersebut kebiasaan menutup saluran pengeluaran beras giling sesaat sebelum mesin dimatikan, sehingga diduga akan mengakibatkan banyak beras tertinggal di dalam mesin (baik di saluran maupun di ruang penggiling). Faktor lain yang diduga mempengaruhi rendemen giling pada PPKkeliling adalah praktek penggilingan yang bersifat batch/ diskontinyu, yang mana perpindahan dari satu tahap proses ke tahap proses yang lainnya dilakukan dengan secara manual menggunakan tenaga manusia. Contoh proses manual ini adalah proses pemasukan gabah atau beras ke dalam bak penampung (hoper) mesin penggiling, yang bisa mengakibatkan sejumlah gabah maupun beras yang digiling tercecer dan terbuang. Hal ini berbeda dengan praktek penggilingan pada PPB, dimana proses pemasukan gabah ke mesin penggiling berlangsung secara kontinyu (menggunakan feeder) yang akan mengurangi susut bobot. Perbedaan skala dan praktek-praktek tersebut diduga menjadi salah satu penyebab rendahnya rendemen giling (tingginya susut) selama proses penggilingan pada PPK-keliling. Lebih lanjut; mengingat bahwa (i) mesin penggiling pada PPK-keliling umumnya merupakan mesin giling sederhana dan (ii) kadar air gabah yang digiling kurang terkontrol, maka diduga mutu beras hasil

17 penggilingan pada PPK-keliling akan mempunyai mutu yang lebih rendah daripada mutu beras hasil penggilingan pada PPB Tujuan Tujuan umum dari penelitian ini adalah : 1. Menghitung besaran rendemen beras giling pada penggiling padi kecil keliling (PPK-keliling) dan membandingkannya rendemen beras giling pada penggilingan padi besar (PPB). 2. Membandingkan mutu beras hasil giling pada PPK-keliling dan PPB, di Kabupaten Banyuwangi Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas bahwa unit penggilingan padi kecil keliling (PPK-keliling) sulit dihilangkan dari masyarakat, walaupun beras yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan SNI Hipotesis Penggilingan padi kecil keliling (PPK-keliling) memiliki persentase beras utuh atau pecah kepala (patah kepala) yang rendah serta beras pecah (beras patah) dan beras menir yang tinggi dengan persentase bobot beras giling yang cukup rendah.

18 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padi Tanaman padi (Oryza sativa) adalah jenis tanaman berumpun yang memiliki ciri-ciri berakar serabut, batang sangat pendek dengan struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang dengan klasifikasi sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monotyledonae Keluarga : Gramineae (Poaceae) Genus : Oryza Spesies : Oryza spp Tanaman padi ini menjadi salah satu produk yang paling banyak ditanam di Indonesia. Tanaman padi dapat tumbuh pada daerah subtropis maupun tropis dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan suhu rata-rata ºC (Grist 1975). Tanaman ini juga membutuhkan air dan sinar matahari yang cukup untuk dapat tumbuh dengan subur. Sentra penanaman padi di Indonesia adalah Pulau Jawa, Bali, Madura dan Sulawesi. Berdasarkan data dari Direktorat Budidaya Serealia Departemen Pertanian Republik Indonesia pada Januari hingga Agustus 2012, produksi padi terbesar adalah Provinsi Jawa Timur dengan produksi mencapai ton (Deptan 2012). Dengan jenis tanaman padi yang paling banyak dibudidayakan adalah jenis padi yang memiliki bulir panjang. Gambar 2.1 Struktur melintang gabah (Komara 2010). Gabah berasal dari tanaman padi yang mengacu pada bulir padi yang telah dipisahkan dari tangkainya (jerami). Butir padi atau gabah terdiri atas satu bagian yang dapat dimakan disebut caryopsis atau beras pecah kulit, dan satu bagian lagi yang merupakan suatu struktur kulitnya yang disebut sekam yang terdiri dari palea dan lemma. Pada saat proses pecah kulit palea ini akan terpisah sehingga

19 didapatkan beras pecah kulit yang masih memiliki beberapa lapisan. Bagian kulitnya merupakan 18-28% dari berat butir gabah pada tingkat kadar air 13% berat basah (Tjiptadi dan Nasution 1985). Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1, secara umum struktur gabah terbagi dalam beberapa bagian yaitu hull atau daun sekam, pericarp, tegmen atau testa, aleuron, embrio atau germ dan endosperm. Buah padi adalah caryopsis yang di dalamnya terdapat biji tunggal yang bersatu dengan dinding evary (pericarp) matang yang membentuk butiran biji. Tepat di bawah lapisan pericarp terdapat lapisan tegmen yang mengandung banyak lemak. Caryopsis disebut pula sebagai beras cokelat atau brown rice karena warna pericarpnya kecoklatan. Lapisan pembungkus endosperm dinamakan aleuron. Testa dan lapisan aleuron disebut lapisan dalam, sedangkan pericarp disebut lapisan luar. Lapisan-lapisan ini hanya dapat dilihat secara mikroskopis. Warna kulit ari ini dari putih sampai kehitamhitaman. Penghilangan sebagian atau keseluruhan lapisan ini akan menentukan derajat sosoh dari penggilingan beras. Endosperm hampir seluruhnya terdiri selsel pati membentuk biji yang dapat dimakan (Grist 1975) Pasca Panen Padi Pasca panen padi adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh petani dan juga oleh lembaga tata niaga atau swasta, setelah padi dipanen sampai dipasarkan kepada konsumen dalam bentuk beras. Kegiatan pasca panen meliputi pemanenan (harvesting), perontokan (threshing), pengangkutan (transportation), pembersihan (cleaning), pengeringan (drying), penyimpanan (storage), penggilingan (hulling atau polishing), dan pemasaran (marketing) (Patiwiri 2006). Menurut Sutrisno dan Raharjo (2004) dari rangkaian kegiatan pasca panen tersebut terdapat tiga kegiatan yang saling terkait untuk mendapatkan beras giling dengan rendemen tertinggi, yaitu pemanenan, pengeringan dan penggilingan Pemanenan (harvesting) Pemanenan yang tepat dilakukan pada saat tanaman padi berumur hari setelah masa pembungaan (tergantung varietas) dan bulir gabah telah menguning 90-95%. Gabah yang dipanen berumur muda, akan menghasilkan biji mengapur yang berwarna putih opaque karena ikatan antar granula pati masih longgar dan belum kompak. Gabah dari tanaman padi berumur muda, mudah pecah saat digiling dan mudah rusak oleh serangga saat penyimpanan (Patiwiri 2006). Pemanenan padi sebaiknya menggunakan alat dan mesin yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, dan ekonomis (Prabowo 2006) selain itu juga harus sesuai dengan varietas padi yang akan dipanen. Pada saat ini alat dan mesin untuk memanen padi berkembang mengikuti varietas baru padi yang dihasilkan. Misalnya pemanenan yang pada awalnya menggunakan ani-ani kini berkembang menjadi sabit. Menurut penelitian dari Purwadaria et al (1994) dalam Iswari

20 6 (2012) panen dengan menggunakan sabit tradisional memiliki nilai susut yang lebih tinggi. Perontokan padi dapat dilakukan secara manual atau dengan menggunakan mesin. Metode perontokan secara manual yang sering dilakukan di desa adalah hand trasing method yang dilakukan dengan cara potongan jerami padi digenggam di tangan kemudian dibanting atau dipukulkan pada benda keras seperti kerangka bambu atau kayu yang diletakkan pada alas penampung, hingga bulir-bulir padi terlepas (Iswari 2012). Tabel 2.1 Pengaruh penggunaan alat dalam penanganan panen terhadap persentase kehilangan hasil Alat Pemanen Susut (%) Sabit tradisional 9.52 Sabit bergerigi 7.80 Mesin reaper 6.00 Mesin paddy mower 2.00 Meisn combine harvester 2.50 Sumber : Purwadaria et al (1994), Nugraha et al (2007), Tjahjohutomo (2008) dalam Iswari (2012). Masalah yang kemudian muncul pada metode ini adalah bulir padi yang dihasilkan pecah dan banyak yang terlempar jauh dari alas penampung (terpal) atau bahkan banyak bulir padi yang belum terlepas dari jeraminya, sehingga akan menambah nilai susut pemanenan (Linbald dan Druben L 1979). Perontokan dapat juga dilakukan dengan mesin perontokan dengan pedal thresher. Berdasarkan penelitian Purwadaria et al (1994) dalam Iswari (2012), perontokan dengan mesin dapat menekan kehilangan hasil hingga 1.3% dibandingkan dengan cara manual. Selain itu perontokan menggunakan mesin dapat pula menghemat waktu kerja Pengeringan Tujuan dari pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air dari gabah. Teknik pengeringan yang biasa dilakukan di masyarakat adalah dengan mengeringkan padi pada lantai jemur yang telah dilapisi plastik di bawah sinar matahari secara langsung, cara ini dapat dilakukan apabila panen padi dilakukan pada musim kemarau. Pengeringan dengan cara ini akan menimbulkan susut pengeringan yang cukup tinggi, dikarenakan banyak gabah yang tertiup angin ataupun dimakan binatang (Listyawati 2007). Namun dengan semakin berkembangnya teknologi maka proses pengeringan tidak perlu bergantung pada sinar matahari. Pengeringan buatan merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar air dari padi atau gabah yang akan digiling. Salah satu alat yang digunakan untuk mengeringkan adalah dengan menggunakan flat bed dryer tipe stationer. Namun penggunaan alat ini akan menambah biaya produksi karena berbahan bakar BBM, namun biaya akan lebih murah apabila bahan bakar yang digunakan adalah sekam. Selain itu ketebalan dari hamparan gabah pada flat

21 bed dryer juga berpengaruh terhadap mutu dari beras. Menurut Thahir (2000) dalam Iswari (2012) yang melakukan penelitian dengan ketebalan pengeringan masing-masing 30 cm, 40 cm dan 50 cm. Hasilnya menunjukkan bahwa ketebalan optimum pada pengeringan dengan pengering tipe stationer adalah 40 cm. Apabila ketebalan pada pengering lebih ataupun kurang dari 40 cm akan menyebabkan peningkatan jumlah beras patah yang dihasilkan Penggilingan Penggilingan adalah proses pelepasan atau pemisahan butiran padi atau gabah dari bagian-bagian yang tidak dapat dimakan sampai akhirnya didapatkan beras yang enak dimakan yang disebut dengan beras sosoh (beras putih) siap konsumsi. Untuk menghasilkan beras sosoh (beras putih) siap konsumsi, diperlukan alat atau rangkaian sistem penggilingan padi yang terdiri dari alat pengupas kulit gabah (sekam) yang disebut huller, kemudian separator untuk memisahkan gabah yang belum terkupas dengan beras yang telah terkelupas (beras pecah kulit), serta alat penyosoh yang berfungsi untuk melepaskan lapisan bekatul dari beras pecah kulit dan terakhir memoles beras sehingga siap dikonsumsi. Kelengkapan dari rangkaian mesin akan mempengaruhi kualitas akhir dari hasil penggilingan, semakin lengkap rangkaian sistem penggilingan yang dimiliki maka mutu dan bobot beras hasil penggilingan akan semakin baik (Patiwiri 2006). Gambar 2.2 Diagram Sankey (Patiwiri 2006) Proses penggilingan padi pada PPB diawali dengan memasukkan gabah ke dalam mesin pemecah kulit (husker), gabah yang dimasukkan ke dalam proses penggilingan adalah gabah kering giling (GKG) dengan kadar air antara 13-14%. Setelah gabah mengalami pecah kulit, akan dihasilkan beras pecah kulit (brown

22 8 rice), yang kemudian akan dilewatkan pada separator (paddy separator) yang bertujuan untuk memisahkan antara gabah dengan beras pecah kulit. Selanjutnya beras pecah kulit akan dimasukkan ke dalam mesin polisher atau mesin penyosoh, yang berfungsi untuk menghilangkan sebagian atau keseluruhan lapisan yang menutupi caryopsis terutama aleuron dengan tidak menyebabkan keretakan pada butir beras dan dapat menghasilkan beras putih yang mengkilap (Thahir 2010). Pada saat ini pengelolaan pasca panen padi memiliki masalah utama yang diakibatkan oleh tingginya nilai rata-rata susut hasil yang terjadi. Berdasarkan Diagram Sankey terdapat ukuran susut yang terjadi, namun nilai susut ini dapat berbeda-beda tergantung dengan varietas dan sistem penggilingan padi yang digunakan. Gambar 2.2 menunjukkan nilai susut yang terjadi pada varietas padi yang berasal dari Amerika dan memiliki bulir yang berbutir panjang. Diagram Sankey di atas menunjukkan gabah kering panen yang memiliki kadar air ±20%, selama proses pengeringan dan penyimpanan akan mengalami penurunan bobot sebesar 7% hingga kadar airnya mencapai 13%. Gabah kering giling ini dianggap sebagai bobot awal 100%. Proses pembersihan awal akan mengurangi bobot dari gabah sebesar 3% dari bobot awal. Selanjutnya pada proses pemecahan kulit (husking) akan dihasilkan sekam yang akan mengurangi bobot gabah sebesar 20% hingga bobot dari beras kulit yang dihasilkan adalah ±77%. Kemudian pada proses penyosohan (polishing) pemisahan bekatul akan mengurangi bobot beras sebesar 10%. Akibat proses ini akan dihasilkan beras kepala sebesar 52% dan beras patah segala ukuran sebesar 18%. Susut pasca panen adalah semua kehilangan baik jumlah maupun mutu yang terjadi sejak panen sampai akhirnya ke konsumen, meliputi tahap pemanenan, pengepakan dan distribusi. Susut yang terjadi dapat berupa susut bobot maupun susut nilai (susut mutu). Susut bobot pada pasca panen padi merupakan susut yang terjadi akibat pemanenan maupun perontokan, pengeringan, penyimpanan, penggilingan bahkan pengemasan. Sebagai contoh butiran gabah yang tercecer di sawah pada saat atau setelah pemanenan. Sedangkan susut mutu yaitu kehilangan yang berakibat pada penurunan nilai ekonomis suatu produk serta dapat pula menurunkan nilai gizi dari bahan pangan tersebut (Hartono 1993). 2.3 Sistem Penggilingan Padi di Indonesia Penggilingan padi mempunyai peranan yang sangat vital dalam mengkonversi padi menjadi beras yang siap diolah untuk dikonsumsi maupun untuk disimpan sebagai cadangan. Proses penggilingan ini penting karena turut menentukan bobot dan mutu dari beras yang dihasilkan. Sistem penggilingan padi merupakan rangkaian kegiatan yang berfungsi melakukan proses giling gabah, yaitu dari bentuk gabah kering giling, sampai menjadi beras siap dikonsumsi. Sistem penggilingan padi di Indonesia biasa disebut pabrik penggilingan padi. Umumnya penggilingan padi ini terdiri dari 3 bagian pokok yaitu husker, separator dan polisher. Bagian lain yang melengkapi merupakan pendukung agar dapat memperoleh hasil yang lebih baik (Patiwiri 2006).

23 Teknik penggilingan berpengaruh terhadap efisiensi, kapasitas produksi dan mutu beras. Berdasarkan teknik penggilingannya, penggilingan padi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga): 1. Sistem penggilingan padi diskontinyu Adalah sistem penggilingan padi yang keseluruhan prosesnya dilakukan secara bertahap. Proses pecah kulit biasanya dilakukan 2 kali dan penyosohan dilakukan secara terpisah. Setiap tahapan proses dilakukan secara manual artinya masih menggunakan tenaga manusia untuk memindahkan dari satu tahapan proses ke tahapan yang lain (Widowati 2001). 2. Sistem penggilingan padi termodifikasi kontinyu adalah sistem penggilingan padi dimana mesin pecah kulit dioperasikan secara kontinyu, tetapi proses penyosohannya dilakukan secara manual artinya masih menggunakan tenaga manusia untuk memindahkan beras pecah kulit (brown rice) ke dalam mesin penyosoh (Widowati 2001). 3. Sistem penggilingan padi kontinyu adalah sistem penggilingan padi yang terdiri dari satu unit mesin penggilingan padi dengan ban berjalan berkapasitas 1000 kg/jam, mesin pembersih gabah, 2 unit mesin pemecah kulit, pengayak beras becah kulit, 2 unit mesin penyosoh beras, grader dan tenaga penggerak (Suismono dan Damardjati 2000). Biasanya diterapkan pada penggilingan padi skala besar. Sedangkan menurut Widowati (2001), berdasarkan kapasitas gilingnya, penggilingan padi di Indonesia dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu : a. Penggilingan Padi Besar (PPB) Menggunakan tenaga penggerak lebih dari 60 HP (Horse Power) dan kapasitas produksi lebih dari 1000 kg/jam baik menggunakan sistem kontinyu maupun diskontinyu. PPB sistem kontinyu terdiri dari satu unit penggiling padi lengkap, termasuk mesin pecah kulit, ayakan dan penyosoh berjalan secara kontinyu, dengan kata lain masuk gabah keluar beras giling. b. Penggilingan Padi Sedang (PPS) Menggunakan tenaga penggerak HP dengan kapasitas produksi mencapai kg/jam. Umumnya PPS terdiri dari dua unit mesin pemecah kulit dan dua unit mesin penyosoh. PPS ini menggunakan sistem semi kontinyu, yaitu mesin pecah kulit kontinyu, sedangkan mesin sosohnya masih manual. c. Penggilingan Padi Kecil (PPK) Adalah penggilingan padi dengan menggunakan tenaga penggerak HP, dengan kapasitas produksi kg/jam. Penggilingan padi manual yang terdiri dari dua unit mesin pemecah kulit dan dua unit mesin penyosoh ini sering disebut Rice Milling Unit (RMU). Dalam perkembangannya penggilingan padi kecil terbagi menjadi 2 tipe yaitu penggiling padi kecil tipe menetap dan penggilingan padi kecil keliling 9

24 10 (PPK-keliling). Kemunculan dari PPK-keliling baru-baru ini, sedikit banyak telah menggantikan fungsi dari penggilingan tetap. Pada dasarnya PPK-keliling tidak jauh beda dengan penggiling padi tipe stationer atau menetap. Perbedaan dari kedua penggilingan ini hanya dalam kegiatan mencari pasar. PPK-keliling mendatangi petani yang membutuhkan dan menawarkan jasanya sehingga petani tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk transportasi serta mampu menjangkau ketempat petani yang berlokasi jauh dari pabrik penggilingan beras. Hasil samping dari penggilingan seperti sekam dan bekatul pun dapat menjadi milik petani. PPK-keliling hanya menggunakan satu kendaraan yang dirancang khusus dengan menempatkan mesin penggiling padi sebagai body dari mobil. Dengan dua mesin utama yaitu pengelupas kulit padi di bagian belakang, mesin pembersih atau pemisah beras dan bekatul di bagian tengah, sedangkan di bagian depan digunakan untuk pengendara dengan kapasitas giling mencapai 3 kuintal gabah kering per hari. Proses penggilingan padi pada PPK-keliling dilakukan dua tahap, tahap pertama merupakan tahap pengupasan kulit dan pemisahan dari kotoran seperti jerami padi atau benda lain yang bercampur dengan padi kering. Hasilnya adalah beras pecah kulit yang masih bercampur bekatul atau dedak. Biasanya pada tahap I ini penggilingan dilakukan sebanyak dua kali. Sedangkan tahap II adalah pemisahan beras dari bekatul yang juga dilakukan sebanyak dua kali agar diperoleh beras yang bersih (Rinto 2012). 2.4 Konsep Kualitas (mutu) Pemahaman mengenai definisi mutu dari berbagai ahli sangat penting untuk diketahui oleh perusahaan. Mutu hari ini dan besok tidak akan selalu sama karena adanya perubahan dalam tuntutan. Kaitannya dengan kepuasan konsumen telah dikenal sejak lama berbagai macam konsep mutu yang dikemukakan oleh praktisi dan kalangan akademisi. Terdapat beberapa pengetian konsep mutu di dalam bidang pangan: 1. Menurut J.M Juran dan Blanton AB (1999), mutu adalah Fitness for Use artinya cocok atau layak untuk digunakan. Dapat pula diartikan sebagai suatu produk berupa barang atau jasa yang dihasilkan oleh produsen yang harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan dari pelanggan. 2. Kreamer dan Twigg (1983) menyatakan quality as a composite of product attribute atau mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik (warna, tekstur, rasa dan bau). Hal terakhir digunakan konsumen untuk memilih produk secara total. Berdasarkan BSNI (1987), persyaratan mutu kualitatif gabah terdiri dari empat karakter yaitu : (1) bebas hama dan penyakit, (2) bebas dari busuk, asam dan bau lainnya, (3) bebas bahan kimia dan sisa pupuk, insektisida dan fungisida, dan (4) gabah tidak boleh panas. Gabah dikatakan bebas dari hama dan penyakit

25 apabila secara visual tidak ditemui adanya hama serangga (termasuk di dalamnya bangkai serangga atau hama dikatagorikan sebagai benda asing), ulat, dsb. Sedangkan persyaratan mutu kuantitatif berpedoman pada standar mutu gabah berdasarkan SNI (Tabel 2.3). Kadar air maksimal yang dimiliki oleh gabah kering adalah antara 13-14%, oleh sebab itu gabah pada kadar air optimum ini disebut gabah kering giling (GKG). Pada kadar air yang lebih tinggi gabah sulit dikupas, sedangkan pada kadar air yang lebih rendah butiran gabah akan mudah patah. Pengertian dari butir hampa adalah butir gabah yang tidak berkembang sempurna atau akibat serangan hama, penyakit atau sebab lain sehingga tidak berisi butir beras walaupun kedua tangkup sekamnya tertutup maupun terbuka. Butir gabah setengah hampa tergolong ke dalam butir hampa (SNI 1987). 11 Tabel 2.2 Standar Mutu Gabah Kriteria Mutu Mutu I Mutu II Mutu III (%) (%) (%) Kadar air (maks) Gabah hampa Butir rusak +butir kuning (maks) Butir mengapur + gabah muda (maks) Gabah merah (maks) Benda asing (maks) Gabah varietas lain (maks) *Sumber : BSNI (1987) Gabah rusak artinya gabah yang terfermentasi, gabah berjamur atau gabah yang terserang serangga. Gabah dapat mengalami fermentasi apabila mengalami kontak dengan air dalam waktu cukup lama dan biasanya ditandai dengan adanya warna kehitaman pada permukaan gabah (Patiwiri 2006). Kontrol mutu pada beras giling harus berpedoman pada standar mutu kualitatif dan kuantitatif. Yang dimaksud dengan beras giling menurut persyaratan khusus mutu dari SNI yaitu beras utuh atau patah yang diperoleh dari proses penggilingan gabah hasil tanaman padi (Orizae sativa L) yang seluruh lapisan sekamnya terkelupas atau sebagian lembaga dan bekatul telah dipisahkan. Standar mutu kualitatif beras meliputi bebas hama dan penyakit, bebas bau busuk, asam dan bau lainnya, bebas dari bekatul dan bebas dari tanda-tanda adanya bahan kimia yang membahayakan. Berdasarkan standar mutu yang dibuat oleh SNI (Tabel 2.3), beras giling dibedakan menjadi beberapa golongan mutu sesuai dengan kriterianya. Mutu I merupakan katagori beras super yang hanya terdiri dari beras kepala atau bahkan di atasnya (beras utuh saja). Mutu II dan III merupakan katagori beras berkualitas mutu menengah. Sedangkan Mutu IV dan V merupakan beras berkualitas medium hingga bermutu rendah yang dipasarkan di pasar tradisional termasuk di dalamnya beras pengadaan dalam negeri BULOG (Fatchurrozi 2011).

26 12 Tabel 2.3 Standar Mutu Beras Giling Mutu I Mutu II Mutu III Mutu IV Mutu V Kriteria Mutu (%) (%) (%) (%) (%) Derajat sosoh (min) Kadar Air (maks) Beras kepala (min) Butir utuh (min) Butir patah (maks) Butir menir (maks) Butir merah (maks) Butir kuning (maks) Butir mengapur (maks) Benda asing (maks) 0 0,02 0,02 0,05 0,2 Butir gabah (maks) Campuran varietas lain (maks) *sumber : BSNI (1999) Kegagalan dalam memenuhi mutu kesesuaian dan desain mutu akan menghilangkan kesempatan memperoleh keuntungan atau akan menimbulkan biaya atau kerugian sehingga disebut biaya kegagalan. Biaya kegagalan ini dapat dibagi menjadi dua yaitu kegagalan internal yaitu biaya yang terjadi akibat ketidaksesuaian produk dengan persyaratan dan terdeteksi sebelum produk sampai ke tangan pelanggan, serta kegagalan eksternal yaitu biaya akibat barang yang gagal memenuhi persyaratan dan diketahui namun telah dikirimkan pada pelanggan. Kerugian ini secara langsung atau secara implisit, akan mempengaruhi perusahaan termasuk terganggunya nama baik perusahaan sebagai akibat ketidakmpua dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Dalam lingkungan bisnis modern banyak terjadi peningkatan untuk mencapai daya saing, yang akan mendorong setiap organisasi memperbaiki mutu luarannya, baik di bidang barang maupun jasa perlu adanya konsep mutu (Jamal 2003).

27 13 3 METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan pada 12 penggilingan padi kecil keliling di Kabupaten Banyuwangi dan penggilingan padi besar (UD Purwogondo, PT Anugerah Abadi, UD Hasil Bumi). Penelitian dimulai pada bulan Februari 2013 hingga bulan Mei Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Gabah Kering Giling (GKG) dari petani. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini timbangan duduk (manual), timbangan digital (Kinlee), alat pengukur kadar air gabah Rika Moisture Meter TS-7 (Tokyo Rika), terpal, mangkuk, karung, plastik klip, kamera digital, stopwatch. 3.3 Prosedur Metode yang digunakan terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahapan pengumpulan data dan tahapan analisis. Tahap persiapan dilakukan dengan mempersiapkan gabah kering yang memiliki berat masing-masing 12 kg dan akan digiling pada PPK-keliling di lokasi penelitian yang telah disewa. Dipersiapkan pula karung yang digunakan untuk menampung beras putih giling, sekam dan bekatul yang dihasilkan, selain itu juga dipersiapkan plastik untuk menampung beras tertinggal dalam mesin serta gabah dan beras yang tercecer selama penggilingan. Tahap pengumpulan data pada PPK-keliling dilakukan dengan cara menggiling sebanyak 12 kg gabah. Berat sampel sebesar 12 kg dilakukan, karena dianggap proses penggilingan telah dalam keadaan stabil (steady state). Pada saat penggilingan dihamparkan terpal dibawah mesin penggilingan untuk mengetahui berapa banyak gabah dan beras yang tercecer selama penggilingan sedang berlangsung. Kemudian hasil penggilingan yang berupa beras giling dan bekatul dipisahkan dan ditimbang untuk mengetahui berapa banyak susut penggilingan yang terjadi. Selain itu dilakukan pula pengamatan secara langsung terhadap obyek penelitian dengan melakukan wawancara dan pengumpulan data pada waktu penggilingan dengan pemilik maupun pelaku usaha penggilingan padi mengenai (1) jenis dan tipe alat penggilingan yang digunakan pada PPK-keliling, (2)

28 14 kapasitas mesin penggiling, (3) umur dari mesin penggilingan, (4) metode pengeringan yang digunakan. Sedangkan wawancara yang dilakukan kepada pengguna PPK-keliling adalah (1) alasan para pengguna penggilingan memilih melakukan penggilingan pada PPK-keliling, (2) apakah para pengguna PPKkeliling ini paham terhadap susut yang terjadi. Tahapan terakhir adalah proses analisa data Susut Bobot Analisis susut bobot penggilingan dilakukan dengan cara membandingkan rata-rata nilai rendemen beras kontrol yaitu penggilingan padi skala besar (UD Purwogondo, PT Anugerah Abadi, UD Hasil Bumi) dengan rata-rata rendemen beras PPK-keliling (Listyawati 2007). Nilai rendemen penggilingan didapatkan dengan menimbang berat gabah sebelum di giling dan beras putih giling yang dihasilkan. Selain itu dilakukan pula penghitungan gabah dalam sekam yaitu gabah yang lolos pada saat proses pemecahan kulit serta beras yang terbawa dalam bekatul saat proses penyosohan berlangsung. Perhitungan rendemen giling dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut Berat beras giling (output) Rendemen giling (%) = 100% Berat gabah (input) Susut Mutu Dari beras giling yang diperoleh, ditimbang sebanyak 100 gram untuk kemudian secara manual dilakukan pemisahan terhadap beras utuh, beras kepala, beras patah, beras menir, beras berkapur dan gabah utuh (Soerjandoko 2010). Beras utuh, beras kepala, beras patah dan beras menir dibedakan berdasarkan ukuran (Fernandy 2012) Beras Kepala (%) Beras kepala adalah butir beras sehat maupun beras cacat yang mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan 75% bagian dari butir beras utuh (Soerjandoko 2010). Untuk menghitung persentase beras kepala dapat digunakan persamaan berikut (Listyawati 2007). Beras kepala (g) Beras kepala (%)= Berat sampel (g) 100% Beras Menir (%) Beras menir adalah butiran beras sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih kecil dari 25% bagian butir beras utuh (Listyawati 2007). Beras menir (g) Beras menir (%)= Berat sampel (g) 100%

29 Beras Patah (%) Beras patah adalah butir beras sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran sama dengan atau lebih besar dari 25% dan lebih kecil dari 75% (Listyawati 2007). Beras patah (g) Beras patah (%)= Berat sampel (g) 100% Butir Gabah (%) Butiran gabah yang masih terikut dalam beras giling, dipisahkan dan dengan menggunakan persamaan di bawah ini dan kemudian dihitung persentasenya (Listyawati 2007). Butir gabah (g) Butir gabah (%)= Berat sampel (g) 100% Persepsi Masyarakat terhadap Penggilingan Padi Kecil Keliling. Wawancara dilakukan kepada 23 pengguna PPK-keliling mengenai (1) alasan para pengguna PPK-keliling memilih melakukan penggilingan pada PPK-keliling, (2) apakah para pengguna PPK-keliling ini paham terhadap susut yang terjadi pada PPK-keliling Informasi Terhadap Pemilik Penggilingan Padi Kecil Keliling. Dilakukan observasi atau pengamatan secara langsung terhadap obyek penelitian. Antara lain dengan melakukan wawancara dengan pemilik dan pelaku usaha penggilingan padi mengenai (1) jenis dan tipe alat penggilingan yang digunakan pada penggilingan padi keliling, (2) kapasitas mesin penggiling, (3) umur dari mesin penggilingan, (4) metode pengeringan yang digunakan. 3.4 Analisa Data Proses analisa data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Proses analisa kuantitatif dilakukan dengan cara menghitung gabah kering giling (GKG), sekam, dedak, dan beras yang dihasilkan pada proses penggilingan, termasuk didalamnya menghitung jumlah beras dan gabah yang tercecer untuk kemudian hitung berat susut yang terjadi. Sedangkan analisa secara kualitatif dilakukan secara visual dengan cara memisahkan butir beras kapur, beras menir, butir patah, butir pecah sebagian dan butir kepala yang terdapat dalam sampel yang telah diambil. Nilai susut penggilingan didapatkan berdasarkan persentase jumlah beras giling yang

30 16 dihasilkan selama penggilingan. Data susut yang terkumpul akan dibandingkan hasilnya, selain itu dilakukan analisis lanjutan dengan melakukan Uji T menggunakan SPSS Statistical Analysis v18.0. Tahap Persiapan Penyiapan bahan dan alat yang digunakan pada penelitian Tahap Pengumpulan Data Penggilingan 12 kg gabah kering Penimbangan terhadap hasil penggilingan Pengambilan sampel sebanyak 100 gram beras giling dan dedak yang dihasilkan (2 kali) Penimbangan beras utuh/kepala, beras pecah, beras menir, beras butir kapur dan gabah yang dihasilkan Wawancara dan survei terhadap pemilik PPKkeliling dan PBB serta 23 pengguna penggilingan padi di lokasi penelitian Tahap Analisa Data 1. Analisa Bobot 2. Analisa Mutu 3. Uji lanjut dengan Uji T Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

31 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Penggilingan Padi pada PPB Pada penelitian ini dilakukan penelitian pada tiga PPB yaitu; UD Purwogondo (Kecamatan Genteng, Kabupaten Banyuwangi) serta penggiling padi PT Anugerah Abadi dan UD Hasi Bumi (Kecamatan Srono, Kabupaten Banyuwangi). Ketiga penggilingan padi tersebut memiliki karakteristik sebagai PPB menurut klasifikasi Widowati (2001), dimana tenaga penggerak lebih dari 60 HP dan kapasitas produksi lebih dari 1000kg/jam. Sebagai contoh UD Purwogondo memiliki kapasitas produksi 3.5 ton beras putih giling per jam dengan aktivitas penggilingan yang dilakukan tidak setiap hari. Alasannya adalah (1) beragamnya varietas yang diterima oleh penggilingan sehingga pengilingan dilakukan apabila varietas yang akan digiling sudah cukup banyak, (2) jumlah gabah yang telah terkumpul terlalu sedikit sehingga tidak efisien apabila dilakukan penggilingan, (3) harga jual yang rendah saat terjadi panen raya sehingga proses giling dilakukan bila harga jual beras sudah lebih baik. UD Purwogondo juga akan melakukan penggilingan apabila stock beras yang ada di dalam gudang sudah habis dan/atau apabila ada pesanan. Aktivitas pembelian gabah maupun beras berlangsung setiap saat, apabila di Kabupaten Banyuwangi belum mengalami musim panen raya, maka gabah akan didatangkan dari sejumlah tempat di Pulau Jawa yang tengah mengalami masa panen raya, sehingga produksi beras dapat terus berlangsung untuk memenuhi permintaan akan beras. Jumlah Gabah Kering Panen (GKP) yang dibeli UD Purwogondo rata-rata per minggunya adalah 10 ton (Tabel 4.1). Varietas-varietas padi yang sering diterima oleh UD Purwogondo antara lain IR-64, Ciherang, Mikonga, Waingapu, KA dan Inpari. Untuk padi jenis Inpari misalnya, biasanya pembelian dilakukan dari propinsi Jawa Tengah. Setiap bahan yang masuk maupun keluar tercatat dalam kartu stock yang berisi aktivitas barang masuk dan keluar gudang. Kesulitannya adalah ketika harus menghitung berapa jumlah yang dihasilkan dari satu kali penggilingan karena di kartu stock tidak tertulis dengan jelas jenis varietas yang mengalami penggilingan. Maka dari itu dilakukan pengamatan dan perhitungan terhadap satu kali proses penggilingan yaitu varietas mikonga. Sebanyak kurang lebih 5.5 ton gabah varietas mikonga dengan kadar air ±14%, dimasukkan ke dalam mesin penggilingan. Proses penggilingan menghasilkan beras giling sebesar 3.5 ton, bekatul sebesar 833 kg, menir 111 kg dan sekam 555 kg. Produksi beras giling pada UD Purwogondo diawali dengan pembelian gabah kering panen dari petani. Kemudian dilakukan proses pengeringan dengan metode pengeringan menggunakan lantai jemur, dimana lama waktu pengeringannya adalah 3-4 hari. Pada musim hujan atau panen raya, gabah yang telah diterima akan dimasukkan ke dalam oven bertenaga listrik dan sekam (Gambar 4.1). Pengeringan dengan menggunakan oven dapat menurunkan kadar air gabah kering panen dari 25-30% menjadi 14-15% selama 72 jam pada suhu 68 ºC. Sekam digunakan untuk menghasilkan panas yang akan dialirkan oleh angin

32 18 yang dihasilkan dari generator listrik. Aliran udara panas inilah yang akan mengeringkan gabah dan menurunkan kadar airnya. Pengeringan dengan menggunakan oven listrik sangat efisien dalam menurunkan kadar air gabah kering panen antara 1-1.5% per jam. Tabel 4.1 Data Penerimaan Gabah di UD Purwogondo Bulan Februari Minggu ke- Varietas Berat GKP (kg) 1 Waingapu IR Mikonga Waingapu Ciherang Mikonga IR IR Ciherang Ciherang 961 IR Mikonga Inpari Ciherang Mikonga KA IR Gabah kering giling kemudian masuk ke dalam silo menunggu giliran giling. Sistem penyimpanan dalam silo dilakukan dengan tujuan untuk menghindarkan kerusakan yang terjadi pada bulir-bulir gabah yang telah kering. Tidak tersedianya pasokan gabah secara kontinyu atau karena pasokan gabah hanya melimpah pada saat musim panen raya, juga sebagai salah satu penyebab dari diberlakukannya sistem penyimpanan ke dalam silo. Penggilingan membutuhkan pasokan gabah dalam jumlah yang sama secara kontinyu untuk dapat terus berproduksi tanpa mendapat rugi. Gabah kering giling pada umumnya masih bercampur dengan merang, gabah hampa, debu dan benda asing lainnya. Oleh karena itu dilakukan proses pembersihan yang bertujuan untuk membuang semua kotoran dan benda asing dari gabah. Proses pembersihan awal ini disebut pre-cleaning. Proses ini berdasarkan pada prinsip dasar perbedaan ukuran dan berat antara gabah dan benda asing. Pada tahap awal, kotoran yang lebih ringan dihisap oleh blower dan akan dikeluarkan, sedangkan untuk kotoran yang lebih berat akan dipisahkan berdasarkan perbedaan berat dengan menggunakan ayakan (screening). Selanjutnya gabah kering yang telah dibersihkan dilakukan proses pecah kulit, yaitu proses penggilingan menggunakan mesin husker, huller atau sheller, untuk kemudian dipisahkan antara sekam gabah dan bulir beras pecah kulit. Proses penggilingan pecah kulit ini akan berlangsung dengan baik jika gabah yang

33 19 digiling memiliki kadar air antara 13 15%. Pada kadar air yang lebih tinggi, proses pecah kulit gabah akan lebih sulit terjadi karena lapisan sekam akan bersifat liat. Sebaliknya apabila kadar air terlalu rendah, beras pecah kulit akan mudah patah dan akan menghasilkan jumlah beras pecah kulit patah dan menir dalam jumlah besar (Patiwiri 2006). Gambar 4.1. Kondisi salah satu instalasi pengering pada salah satu PPB di Kabupaten Banyuwangi Beras pecah kulit yang dihasilkan pada proses pecah kulit masih mengandung lapisan bekatul atau dedak yang membuat beras berwarna gelap kecoklatan dan tidak bercahaya. Hal ini membuat penampakannya menjadi tidak menarik, selain itu membuat rasa nasi menjadi kurang enak, padahal bekatul memilki nilai gizi tinggi. Usaha penghilangan lapisan bekatul dari butiran beras disebut proses penyosohan, whitening atau polishing. Disebut proses whitening karena membuat beras menjadi beras putih dan disebut polishing karena proses ini merupakan kegiatan menggesek bulir-bulir gabah hingga lapisan kulit ari terlepas dari butiran gabah. Proses polishing ini adalah salah satu proses vital dalam proses penggilingan padi, apabila beras digiling terlalu lama maka bulir beras akan semakin tipis dan suhu semakin meningkat hal ini menyebabkan beras semakin mudah pecah. Kemudian beras akan memasuki ayakan getar (berukuran lubang 2 mesh) untuk memisahkan dari menirnya. Beras hasil proses penysohan kemudian dilewatkan mesin pengkabut, yaitu proses membasahi butir-butir beras sosoh dengan kabut, dengan tujuan untuk melepaskan material berupa debu maupun bekatul yang melekat atau berada pada dipermukaan beras. Beras sosoh yang sudah terkabutkan kemudian akan dilalukan pada mesin grading, untuk memisahkan beras berdasarkan ukurannya menjadi beras kepala, dan beras patah. Setelah itu beras yang dihasilkan akan melalui tahapan pengemasan, dimana beras akan dikemas sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Data jumlah gabah yang digiling, serta jumlah beras kepala, beras patah, menir dan sekam yang dihasilkan dicatat dan digunakan untuk menentukan besaran susut bobot dan susut mutu selama proses penggilingan pada PPB yang diamati (Patiwiri 2006). Skema proses produksi beras giling pada PPB seperti halnya pada UD Purwogondo dapat dilihat pada Gambar 4.2. Namun pada pengamatan yang dilakukan, terdapat pula penggilingan gabah yang menerima gabah tidak dalam bentuk gabah kering panen namun masih terdapat malai atau tangkai/batang yang

34 20 melekat, sehingga diperlukan proses tambahan atau proses perontokan dengan menggunakan mesin perontok padi yang disebut thresher sebelum gabah disimpan di silo. Gabah Kering Panen Pengeringan, sampai kadar air (13-15%) Pembersihan Kotoran Mesin Pecah Kulit Separator Mesin Penyosoh Pemisahan menir (ayakan 2 mesh) Menir Pengkabutan Debu, bekatul Grading Beras kepala, beras patah, beras menir Pengemasan Gambar 4.2 Skema Proses Penggilingan Gabah pada PPB Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi dari penggilingan besar telah mengalami pergeseran. Tidak lagi sebagai usaha yang hanya menawarkan jasa penggilingan kepada petani, namun juga berfungsi sebagai suatu industri dimana terjadi aktivitas jual beli gabah dan produksi beras giling dari masyarakat.

35 Proses Penggilingan Padi pada PPK-Keliling Pengilingan padi kecil didefinisikan oleh Widowati (2001) sebagai penggiling padi dengan tenaga penggerak HP dan kapasitas produksi kg/jam. Penggiling padi kecil keliling (PPK-keliling) yang diamati pada penelitian ini adalah penggiling padi kecil yang melakukan usahanya dengan mendatangi menawarkan jasanya kepada petani yang membutuhkan. PPK-keliling hanya menggunakan satu kendaraan yang dirancang khusus dengan menempatkan mesin penggiling padi sebagai body dari mobil. Dengan dua mesin utama yaitu pengupas kulit padi di bagian belakang, mesin pembersih atau pemisah beras dan bekatul pada bagian tengah, sedangkan bagian depan digunakan untuk pengendara. Kapasitas giling PPK-keliling pada umumnya < kg/jam. Pada prakteknya; PPK-keliling ini rata-rata melakukan penggilingan sebanyak sekitar 300 kg gabah kering per hari (Rinto 2012). Gabah Bekatul/dedak Mesin Penyosoh Bekatul/dedak Brown Dilakukan sebanyak 3-4 kali Beras sudah cukup putih? tidak Beras Putih Gambar 4.3. Skema Proses Penggilingan Gabah pada PPK-keliling ya Proses penggilingan gabah pada PPK-keliling sebenarnya tidak jauh beda dari penggilingan padi tipe menetap. Namun berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di lokasi penelitian, mesin PPK-keliling ini tidak dilengkapi dengan mesin pemecah kulit atau husking. Cara kerja dari PPK-keliling ini adalah, mereka mengambil gabah para petani yang telah dipanen dan dikeringkan dengan mendatangi lokasi dari petani tersebut. Dari gabah kering, kemudian dimasukkan ke dalam mesin penyosoh gabah, yang akan menghasilkan beras cokelat (brown rice). Kemudian dilakukan pengecekan, apabila dirasa beras masih kurang putih maka dilakukan lagi penyosohan sebanyak 3-4 kali dan proses penyosohan

36 22 dianggap telah cukup. Skema proses penggilingan padi pada PPK-keliling di tunjukkan pada Gambar Persepsi Masyarakat terhadap PPK-keliling Berdasarkan data yang didapatkan dari 23 pengguna jasa di lokasi penelitian, diketahui bawa alasan utama untuk memilih PPK-keliling adalah karena menghemat tenaga. Bagi masyarakat yang berada jauh dari tempat penggilingan tetap maupun bagi masyarakat yang tinggal di lokasi pelosok, PPKkeliling dianggap lebih ekonomis karena dapat menghemat biaya transportasi untuk menggiling (Gambar 4.4). Dalam hal ini, PPK-keliling dinilai lebih terjangkau bagi masyarakat yang membutuhkan jasa penggilingan. Konsumen tidak perlu membawa gabah hasil panennya ke pabrik penggilingan yang artinya mengurangi biaya transportasi. Lebih jauh, tarif PPK-keliling relatif murah dibandingkan dengan tarif penggilingan pada penggilingan tipe menetap, yaitu kurang lebih Rp5 000 per karung dan hasil penggilingan yang berupa bekatul kasar maupun halus diambil oleh pemilik PPK-keliling, dimana beberapa PPKkeliling bisa dibayar dengan beras dan bekatul hasil dari penggilingan Menghemat Tenaga Mengemat Biaya Lebih Praktis Gambar 4.4. Alasan Responden Memilih PPK-Keliling. Persepsi masyarakat ini dapat dipahami karena tata cara yang ditempuh masyarakat untuk menggunakan penggilingan tetap dan PPK-keliling berbeda. Pada penggilingan tetap masyarakat harus membawa sendiri gabah mereka ke penggilingan, sedangkan pada PPK-keliling, masyarakat cukup menghentikan penggilingan keliling yang sering melintas di depan rumah. Jumlah gabah yang digiling oleh masyarakat pada PPK-keliling tidak terlalu banyak, yaitu sekitar 25-

37 23 50 kg untuk setiap kali giling. Sebanyak hanya 3 orang dari 23 jumlah responden pengguna PPK menyatakan mereka tidak paham mengenai selisih susut penggilingan yang terjadi, namun susut yang terjadi dianggap lebih kecil apabila dibandingkan dengan biaya transportasi yang dibutuhkan apabila mereka melakukan penggilingan pada penggilingan tetap yaitu sekitar Rp hingga Rp rupiah per karung tergantung jenis transportasi yang digunakan dan jarak yang ditempuh ke tempat penggilingan tetap Rendemen Giling Rendemen giling memberikan indikasi tentang susut bobot. Semakin rendah rendemen giling berarti semakin besar susut bobot yang terjadi. Rendahnya rendemen giling (atau tingginya susut bobot) ini disebabkan antara lain karena adanya beras maupun gabah yang tercecer selama penggilingan berlangsung, beras yang tertinggal dalam mesin, serta intensitas penyosohan yang terlalu tinggi sehingga menghasilkan terlalu banyak sekam dan bekatul. Data susut selama proses penggilingan pada PPB dan pada PPK-keliling, berturut-turut, bisa dilihat pada Tabel 4.2 dan 4.3. Tabel 4.2. Data Rendemen Giling pada 3 Unit PPB di Kabupaten Banyuwangi Nama PPB UD Purwogondo, Kec. Genteng PT Anugerah Abadi, Kec. Srono UD Hasil Bumi, Kec. Srono Merk Mesin Kondisi Padi yang Digiling Kadar Penggiling Penyosoh Varietas air (%) Jumlah Gabah Digiling (ton) Rendemen (%) Bekatul Beras Giling Satake Ichi Mekonga Satake Yon Xiang Inpari Fuso Ichi Ciherang Secara umum, rendemen beras giling pada PPB adalah ± 1.2 % dan pada PPK-keliling adalah ± 3.23 %. Nilai rendemen beras giling pada PPKkeliling ini cenderung lebih kecil dibandingkan dengan rendemen beras giling pada PPB. Namun demikian; dengan melakukan uji t (t-test, SPSS), rata-rata rendemen beras giling ini pada PPB dan PPK-keliling ini tidak memberikan perbedaan yang nyata. Pada dasarnya susut yang terjadi dikarenakan adanya beras yang tercecer selama pengilingan berlangsung, ataupun adanya beras yang tertinggal di dalam mesin serta tingginya intensitas penyosohan yang dilakukan, adalah jenis-jenis

38 24 susut yang dapat dikurangi, artinya terjadinya susut tersebut dapat dikendalikan sehingga susut yang terjadi dapat diminimalkan. Tabel 4.3 Data Susut Bobot Penggilingan Padi Keliling di Banyuwangi (dalam %) Pemilik PPKkeliling P.Sogi P.Selo Merk Mesin Penggiling Yamato Dai Ichi N70 Kondisi Padi yang Digiling Varietas Kadar air Jumlah Gabah Digiling (kg) Proporsi Hasil Giling Utama (%) Bekatul (%) Beras Giling (%) Ciherang 16% Towuti 16% IR-64 16% Ciherang 16% Towuti 16% IR-64 16% P.Bukhori Dai Ichi N70 Ciherang 16% P.Warno Dai Ichi N70 IR64 14% P.Yanto Dai Ichi Towuti 15% P.Jamad Dai Ichi Inpari 15% P.Agus Dai Ichi IR-64 14% P.Kosim Dai Ichi Towuti 15% P.As ad Dai Ichi Towuti 15% P. Pangat Dai Ichi Ciherang 15% P. Masrukin Dai Ichi Inpari 15% P. Abdul M Dai Ichi Inpari 16% Rata-rata Mutu Beras Giling Pada dasarnya beras putih giling dari proses penggilingan (proses penyosohan masih berupa beras dengan berbagai ukuran. Hal ini disebabkan adanya butiran patah yang terjadi akibat proses penggilingan maupun pengeringan yang kurang sempurna. Ukuran butiran beras yang berbeda dalam hal panjang atau tebalnya (Patiwiri 2006). Perbedaan dari beras utuh atau beras kepala, beras patah, dan beras menir ditunjukkan pada Gambar 4.5. Pengertian dari beras kepala adalah butir beras beras sehat maupun cacat yang memiliki ukuran lebih besar atau sama dengan 75% bagian dari beras utuh. Beras patah adalah butir beras sehat maupun cacat yang memiliki ukuran sama dengan atau lebih besar dari 25% bagian sampai dengan lebih kecil 75% bagian dari beras utuh. Beras menir adalah butir beras sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih kecil dari 25% bagian dari beras utuh (Gambar 4.6) (Soerjandoko 2010). Mutu beras giling antara

39 25 lain dibedakan berdasarkan pada persentase atau proporsi beras beras utuh, beras kepala, beras patah, dan beras menir tersebut. Mutu beras yang dihasilkan oleh PPB dan PPK-keliling pada penelitian ini disajikan pada Tabel 4.4. Beras utuh atau beras kepala Beras patah Beras menir Beras kapur Gambar 4.5. Perbedaan penampakan dari beras utuh atau beras kepala, beras patah, beras menir dan beras kapur hasil penggilingan. Sedangkan beras kapur yang muncul selama proses penggilingan baik itu berbentuk utuh atau patahan adalah beras yang memiliki penampakan putih seperti kapur. Beras kapur dihasilkan dari padi yang dipanen lebih awal. Ketika bulir padi dipanen lebih awal, maka struktur dari bulir padi belum terlalu kompak sehingga banyak rongga, dan ketika mendapat perlakuan atau sedikir tekanan sangat mudah hancur. Warna keputihan seperti kapur sebagai akibat dari biji yang masih muda diakibatkan oleh faktor genetik atau kondisi lingkungan penanaman. Beras kapur juga bisa disebabkan padi yang pada masa pertumbuhannya terkena penyakit (Patiwiri 2006).

40 26 Gambar 4.6 Penggolongan Beras Berdasarkan Ukuran Beras (Fernandy 2012). Penelitian ini menunjukkan bahwa beras giling dari PPB mempunyai persentase beras kepala sebesar 69.67±6.10 %. Hasil ini sesuai dengan laporan dari Suismono dan Damardjati (2000), yang menyebutkan bahwa penggiling besar sistem kontinyu umumnya menghasilkan beras dengan persentase beras kepala yang tinggi (63 67 %). Selanjutnya, sebagaimana terlihat pada Tabel 4.4, beras yang dihasilkan dari PPK-keliling mempunyai persentase beras kepala yang jauh lebih kecil (41.22±14.37 %) daripada beras yang dihasilkan dari PPB. Uji t (t-test, SPSS) menyatakan bahwa persentase beras kepala pada PPK-keliling dan PPB ini berbeda secara sangat nyata. Tabel 4.4 juga menunjukkan bahwa persentase beras patah pada beras yang dihasilkan PPK-keliling, yaitu 28.87±8.76 %. Persentase beras patah dari PPKkeliling di Kab Banyuwangi ini mirip dengan persentase beras patah dari PPKkeliling di Kabupaten Jombang, Kediri, Mojokerto, Nganjuk dan Pasuruan, yaitu sebesar 26.9 % (Budiharti dan Harsono, 2006). Terlihat bahwa persentase beras patah pada beras yang dihasilkan PPK-keliling (28.87±8.76 %) ini jauh lebih besar daripada beras yang dihasilkan PPB (13.50±3.04%). Uji t (t-test, SPSS) menyatakan bahwa persentase beras patah pada PPK-keliling dan PPB ini berbeda secara sangat nyata. Tabel 4.4 Persentase beras kepala, beras patah, beras menir dan beras berkapur pada beras giling hasil penggilingan padi pada 3 unit PPB dan 12 unit PPK-keliling di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013 Beras yang dihasilkan dari Parameter Mutu PPB (n=3 unit) PPK-Keliling (n=12 unit) Beras Giling Rata-rata (±std Rata-rata (±std Kisaran Kisaran dev) dev) Beras kepala (%) 69.67(±6.10) (±14.37) Beras patah (%) (±3.04) (±8.76) Beras menir (%) 11.83(±6.45) (±9.28) Beras berkapur (%) 4.94 (±0.95) (±1.13)

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminologi Pasca Panen Padi Kegiatan pascapanen padi perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan dan pengemasan (Patiwiri, 2006). Padi biasanya dipanen pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang

TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Rantai Pasok Rantai pasok adalah sekumpulan aktivitas dan keputusan yang saling terkait untuk mengintegrasi pemasok, manufaktur, gudang, jasa transportasi, pengecer,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN Konfigurasi Mesin Penggilingan Padi Untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling (Rice Milling Machine Configuration to Reduce Losses and Increase Milling Yield) Rokhani Hasbullah, Anggitha Ratri

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN

LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN ACARA V PENGENALAN RICE MILL UNIT Disusun Oleh: Nama : Arif Ardiawan NIM : A1L008062 Rombongan : B Kelompok : 4 KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI. Disusun oleh: Kelompok 3

LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI. Disusun oleh: Kelompok 3 LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI Disusun oleh: Kelompok 3 Arya Widura Ritonga Najmi Ridho Syabani Dwi Ari Novianti Siti Fatimah Deddy Effendi (A24051682) (A24051758)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama ±3 bulan dimulai dari Februari sampai April 2013 yang berlokasikan di Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014

Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014 Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014 PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN TINGKAT KECERAHAN BERAS GILING (ORYZA SATIVA L.) PADA BERBAGAI PENGGILINGAN BERAS Budidarmawan Idris 1, Junaedi

Lebih terperinci

UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1

UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1 UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1 Hanim Zuhrotul A 2, Nursigit Bintoro 2 dan Devi Yuni Susanti 2 ABSTRAK Salah satu faktor yang mengakibatkan kehilangan hasil pada produk pertanian tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumputrumputan

I. PENDAHULUAN. Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumputrumputan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumputrumputan (gramineae) yang sudah banyak dibudidayakan di Indonesia sejak lama. Beras merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

II. MENEKAN KEHILANGAN HASIL

II. MENEKAN KEHILANGAN HASIL II. MENEKAN KEHILANGAN HASIL 1. Faktor-faktor penyebab kehilangan hasil panen Selama waktu panen, susut dapat terjadi karena ada gabah yang rontok di lahan akibat cara panen yang tidak benar atau akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara agraris maka sebagian besar penduduknya. konsumsi untuk seluruh penduduk di Indonesia (Adiratma, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara agraris maka sebagian besar penduduknya. konsumsi untuk seluruh penduduk di Indonesia (Adiratma, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara agraris maka sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian. Bahan makanan seperti padi atau beras dan jagung hanya diproduksi oleh pertanian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu dan Laboratorium Rekayasa dan Bioproses Pascapanen, Jurusan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alat Pengolahan Padi 1.2. Penggilingan Padi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alat Pengolahan Padi 1.2. Penggilingan Padi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alat Pengolahan Padi Umumnya alat pengolahan padi terdiri dari berbagai macam mesin, yaitu mesin perontok padi, mesin penggiling padi, mesin pembersih gabah, mesin penyosoh beras,

Lebih terperinci

Jember, Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011] Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) Abstrak

Jember, Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011] Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) Abstrak Penggunaan Mesin Perontok untuk Menekan Susut dan Mempertahankan Kualitas Gabah (The Use of Power Thresher to Reduce Losses and Maintain Quality of Paddy) Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) 1) Departemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan komoditas pangan unggulan Provinsi Lampung. Produksi padi yang dihasilkan di Provinsi Lampung secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah,

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar merupakan komoditas pertanian yang paling

Lebih terperinci

Yang termasuk persyaratan umum adalah hama/penyakit, bau apek atau asing, bahan

Yang termasuk persyaratan umum adalah hama/penyakit, bau apek atau asing, bahan BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Gudang BULOG 206 Rembang. Gudang ini berada di Desa Kedungrejo Kabupaten Rembang. Tepatnya adalah di Jalan Raya Rembang- Blora

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH Zahara Mardiah dan Siti Dewi Indrasari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi ABSTRAK Permintaan beras berkualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Penanganan pascapanen adalah tindakan yang dilakukan atau disiapkan agar hasil pertanian siap

Lebih terperinci

BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH

BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH SNI 6128:2015 BERAS Ruang lingkup : SNI ini menetapkan ketentuan tentang persyaratan mutu, penandaan dan pengemasan semua jenis beras yang diperdagangkan untuk konsumsi.

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN MESIN PENGGILING MOBILE TERHADAP MUTU BERAS UNTUK BEBERAPA VARIETAS PADI DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT

KAJIAN PENGGUNAAN MESIN PENGGILING MOBILE TERHADAP MUTU BERAS UNTUK BEBERAPA VARIETAS PADI DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT JRPB, Vol. 6, No. 1, Maret 2018, Hal. 53-59 DOI: https://doi.org/10.29303/jrpb.v6i1.72 ISSN 2301-8119, e-issn 2443-1354 Tersedia online di http://jrpb.unram.ac.id/ KAJIAN PENGGUNAAN MESIN PENGGILING MOBILE

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP

Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP Ir. Linda Yanti M.Si BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAMBI 2 0 1 7 1 Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP

Lebih terperinci

Kinerja Penggilingan Padi Kecil di Lahan Kering Kecamatan Lempuing. Small Milling Performances In Lempuing Jaya District Dry Land

Kinerja Penggilingan Padi Kecil di Lahan Kering Kecamatan Lempuing. Small Milling Performances In Lempuing Jaya District Dry Land Kinerja Penggilingan Padi Kecil di Lahan Kering Kecamatan Lempuing Small Milling Performances In Lempuing Jaya District Dry Land Yeni E Maryana 1*), Budi Raharjo 2) 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Jl. Ciptayasa KM. 01 Ciruas Serang-Banten 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan.

Jl. Ciptayasa KM. 01 Ciruas Serang-Banten 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan. Pengukuran Rendemen Beras dengan Penjemuran Sistem Oven Dryer pada Usaha Penggilingan Padi di Kabupaten Serang (Studi Kasus pada Gapoktan Harapan Makmur Desa Singarajan Kecamatan Pontang Kabupaten Serang

Lebih terperinci

PROSES PENGGILINGAN PADI MENGGUNAKAN RICE MILLING UNIT DI PT. MERTJUBUANA KAB. SUMEDANG-JAWA BARAT ELRADHIE NOUR AMBIYA SI

PROSES PENGGILINGAN PADI MENGGUNAKAN RICE MILLING UNIT DI PT. MERTJUBUANA KAB. SUMEDANG-JAWA BARAT ELRADHIE NOUR AMBIYA SI PROSES PENGGILINGAN PADI MENGGUNAKAN RICE MILLING UNIT DI PT. MERTJUBUANA KAB. SUMEDANG-JAWA BARAT ELRADHIE NOUR AMBIYA SI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN POLITEKNIK AGROINDUSTRI SUBANG 2011 PROSES

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI. Oleh: Ir. Nur Asni, MS

TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI. Oleh: Ir. Nur Asni, MS TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI Oleh: Ir. Nur Asni, MS Jagung adalah komoditi penting bagi perekonomian masyarakat Indonesia, termasuk Provinsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengangkutan Pengangkutan adalah kegiatan memindahkan padi setelah panen dari sawah atau rumah ke Pabrik Penggilingan Padi (PPP). Tingkat kehilangan hasil dalam tahapan pengangkutan

Lebih terperinci

Keywords : Paddy, postharvest, steps postharvest, loss

Keywords : Paddy, postharvest, steps postharvest, loss KAJIAN PENANGANAN PASCAPANEN PADI UNTUK MENGURANGI SUSUT MUTU BERAS (Paddy Postharvest Handling to Decrease Rice Quality Loss) Desy Nofriati Dan Yenni Yusriani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi

Lebih terperinci

PANEN DAN PENGELOLAAN PASCAPANEN PADI

PANEN DAN PENGELOLAAN PASCAPANEN PADI PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PANEN DAN PENGELOLAAN PASCAPANEN PADI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi 11: PANEN DAN

Lebih terperinci

PENGERINGAN PADI Oleh : M Mundir BP3K Nglegok

PENGERINGAN PADI Oleh : M Mundir BP3K Nglegok PENGERINGAN PADI Oleh : M Mundir BP3K Nglegok I. LATAR BELAKANG Kegiatan pengeringan merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam usaha mempertahankan mutu gabah. Kadar air gabah yang baru dipanen

Lebih terperinci

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang PRODUKSI BENIH PADI Persyaratan Lahan Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang ditanam sama, jika lahan bekas varietas

Lebih terperinci

ALAT DAN MESIN PANEN PADI

ALAT DAN MESIN PANEN PADI ALAT DAN MESIN PANEN PADI Sejalan dengan perkembangan teknologi dan pemikiran-pemikiran manusia dari jaman ke jaman, cara pemungutan hasil (panen) pertanian pun tahap demi tahap berkembang sesuai dengan

Lebih terperinci

ISSN eissn Online

ISSN eissn Online Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 17 (1):66-76 http://www.jptonline.or.id ISSN 1410-5020 eissn Online 2047-1781 Evaluasi Kualitas Beras Giling Beberapa Galur Harapan Padi Sawah (Oryza Sativa L.)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pascapanen adalah serangkaian kegiatan yang meliputi pemanenan, pengolahan, sampai dengan hasil siap konsumsi (Hasbi, 2012:187). Sedangkan penanganan pascapanen adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Terminologi Pascapanen Padi Pengertian pascapanen padi adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh petani dan juga oleh lembaga tata niaga atau swasta, setelah padi dipanen sampai

Lebih terperinci

Teknik Penanganan Pascapanen Padi untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling

Teknik Penanganan Pascapanen Padi untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling A R T I K E L Teknik Penanganan Pascapanen Padi untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling Rokhani Hasbullah a dan Anggitha Ratri Dewi b a Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

Jurnal Galung Tropika, 3 (2) Mei 2014, hlmn ISSN

Jurnal Galung Tropika, 3 (2) Mei 2014, hlmn ISSN Jurnal Galung Tropika, 3 (2) Mei 2014, hlmn 89-96 ISSN 2302 4178 STUDI LAMA PENYIMPANAN GABAH ORGANIK TERHADAP MUTU BERAS ORGANIK DI PPLH SELOLIMAN MOJOKERTO STUDY THE INFLUENCE OF LONG STORAGE OF GRAIN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD. Kilang Padi Bersama merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pengolahan padi menjadi beras atau penggilingan padi (Rice Milling

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang kerap kali menjadi masalah. Masalah yang dihadapi adalah pertumbuhan

BAB I. PENDAHULUAN. yang kerap kali menjadi masalah. Masalah yang dihadapi adalah pertumbuhan 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan bahan pangan terutama beras, banyak ditemui problematika yang kerap kali menjadi masalah. Masalah yang dihadapi adalah pertumbuhan jumlah penduduk yang

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Oleh: Ir. Nur Asni, MS PENDAHULUAN Tanaman kopi (Coffea.sp) merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan sebagai

Lebih terperinci

Jurnal. Preferensi dan Ambang Deteksi Rasa Manis dan Pahit: Pendekatan Multikultural dan Gender

Jurnal. Preferensi dan Ambang Deteksi Rasa Manis dan Pahit: Pendekatan Multikultural dan Gender 1 ISSN : 2355-5017 I I I h Jurnal Volume 1 Nomor 1 April 2014 Preferensi dan Ambang Deteksi Rasa Manis dan Pahit: Pendekatan Multikultural dan Gender Tren Flavor Produk Pangan di Indonesia, Malaysia, Filipina

Lebih terperinci

Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik

Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik Beras aromatik adalah beras yang popular saat ini baik di dalam dan luar negeri karena mutu yang baik dan aroma yang wangi. Banyak

Lebih terperinci

Menurut Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura (1999) tujuan. pemanenan padi adalah untuk mendapatkan gabah dari lapangan pada tingkat

Menurut Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura (1999) tujuan. pemanenan padi adalah untuk mendapatkan gabah dari lapangan pada tingkat I. PENANGANAN PANEN A. Kriteria Panen Menurut Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura (1999) tujuan pemanenan padi adalah untuk mendapatkan gabah dari lapangan pada tingkat kematangan optimal,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN Tinjauan Pustaka Menurut Tharir (2008), penggilingan padi merupakan industri padi tertua dan tergolong paling besar di Indonesia,

Lebih terperinci

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI Secangkir kopi dihasilkan melalui proses yang sangat panjang. Mulai dari teknik budidaya, pengolahan pasca panen hingga ke penyajian akhir. Hanya

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA AgroinovasI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA Dalam menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik

Lebih terperinci

Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani

Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani 84 Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani Pascapanen Upaya pemerintah untuk mencapai swasembada beras ditempuh melalui berbagai cara, salah

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN KEDELAI

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN KEDELAI PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN KEDELAI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PANEN DAN PASKA PANEN KEDELAI A.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman jagung Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika Tengah (Meksiko Bagian Selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini, lalu teknologi

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BUAH LADA

PENGOLAHAN BUAH LADA PENGOLAHAN BUAH LADA Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama I. PENDAHULUAN Lada memiliki nama latin Piper nigrum dan merupakan family Piperaceae. Lada disebut juga sebagai raja dalam kelompok rempah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman padi merupakan tanaman pertanian. Padi termasuk genus oryza L yang

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman padi merupakan tanaman pertanian. Padi termasuk genus oryza L yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asal Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman pertanian. Padi termasuk genus oryza L yang meliputi kurang lebih 25 species yang tersebar di seluruh daerah tropik dan subtropik

Lebih terperinci

EVALUASI MUTU BERAS DI PROPINSI JAWA BARAT, JAWA TENGAH, DAN JAWA TIMUR HASIL PANEN MUSIM KEMARAU 2007

EVALUASI MUTU BERAS DI PROPINSI JAWA BARAT, JAWA TENGAH, DAN JAWA TIMUR HASIL PANEN MUSIM KEMARAU 2007 EVALUASI MUTU BERAS DI PROPINSI JAWA BARAT, JAWA TENGAH, DAN JAWA TIMUR HASIL PANEN MUSIM KEMARAU 2007 Sigit Nugraha Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian ABSTRAK Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara Agraris dimana sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini di dukung dengan kenyataan bahwa di Indonesia tersedia

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sulit diperoleh. Di Indonesia kondisi ini masih diperburuk dengan adanya kendala

BAB I PENDAHULUAN. sulit diperoleh. Di Indonesia kondisi ini masih diperburuk dengan adanya kendala 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di sebagian besar Negara Asia, beras mempunyai nilai politik strategis, yang mempunyai implikasi, pemerintahan akan labil jika beras harganya tidak stabil

Lebih terperinci

INFORMASI PRAKTIS PENANGANAN PASCAPANEN KEDELAI. OLeh Ir. I. Ketut Tastra, MS. Informasi Praktis Balitkabi No.:

INFORMASI PRAKTIS PENANGANAN PASCAPANEN KEDELAI. OLeh Ir. I. Ketut Tastra, MS. Informasi Praktis Balitkabi No.: INFORMASI PRAKTIS PENANGANAN PASCAPANEN KEDELAI OLeh Ir. I. Ketut Tastra, MS Informasi Praktis Balitkabi No.:2015-12 Disajikan pada: Workshop Optimalisasi Pengembangan Mekanisasi Usahatani Kedelai Serpong,

Lebih terperinci

PENYIMPANAN GABAH KERING Oleh : M Mundir BP3K Nglegok

PENYIMPANAN GABAH KERING Oleh : M Mundir BP3K Nglegok PENYIMPANAN GABAH KERING Oleh : M Mundir BP3K Nglegok I. LATAR BELAKANG II. TUJUAN Kegiatan penyimpanan gabah kering merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam usaha mempertahankan mutu gabah kering

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN BERBAGAI VARIETAS PADI DENGAN RICE MILLING UNIT (RMU)

PENANGANAN PASCA PANEN BERBAGAI VARIETAS PADI DENGAN RICE MILLING UNIT (RMU) Jurnal Galung Tropika, Januari 2013, hlmn. 55-59 PENANGANAN PASCA PANEN BERBAGAI VARIETAS PADI DENGAN RICE MILLING UNIT (RMU) 1) Ashar dan 2) Muh. Iqbal 1) Mahasiswa Prodi Agroteknologi Fapetrik UMPAR

Lebih terperinci

Mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universita Lampung 2,3

Mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universita Lampung 2,3 Artikel Ilmiah Teknik Pertanian Lampung: 7-12 ANALISIS MUTU BERAS PADA MESIN PENGGILINGAN PADI BERJALAN DI KABUPATEN PRINGSEWU THE ANALYSIS OF RICE QUALITY PRODUCED BY COMMUTING RICE MILLING MACHINE IN

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

UJI KINERJA MESIN PEMECAH KULIT GABAH DENGAN VARIASI JARAK ROL KARET DAN DUA VARIETAS GABAH PADA RICE MILLING UNIT (RMU)

UJI KINERJA MESIN PEMECAH KULIT GABAH DENGAN VARIASI JARAK ROL KARET DAN DUA VARIETAS GABAH PADA RICE MILLING UNIT (RMU) UJI KINERJA MESIN PEMECAH KULIT GABAH DENGAN VARIASI JARAK ROL KARET DAN DUA VARIETAS GABAH PADA RICE MILLING UNIT (RMU) Performance Test of Machine Breaking Skin Grain With Rubber Rollers Distance Variation

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

4 PEMBANGUNAN MODEL. Gambar 13. Diagram sebab-akibat (causal loop) antar faktor sediaan beras. Bulog Jumlah penduduk. Pedagang pengumpul

4 PEMBANGUNAN MODEL. Gambar 13. Diagram sebab-akibat (causal loop) antar faktor sediaan beras. Bulog Jumlah penduduk. Pedagang pengumpul 4 PEMBANGUNAN MODEL Deskripsi Model Berdasarkan studi literatur dan observasi lapangan dapat dikenali beberapa pelaku utama yang berperan dalam pendistribusian beras dari tingkat petani sampai ke konsumen.

Lebih terperinci

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN Perbaikan mutu benih (fisik, fisiologis, dan mutu genetik) untuk menghasilkan benih bermutu tinggi tetap dilakukan selama penanganan pasca panen. Menjaga mutu fisik dan

Lebih terperinci

PENGARUH KETEBALAN DAN JENIS ALAS PENJEMURAN GABAH (Oryza Sativa L.) TERHADAP MUTU FISIK BERAS GILING KULTIVAR CIHERANG

PENGARUH KETEBALAN DAN JENIS ALAS PENJEMURAN GABAH (Oryza Sativa L.) TERHADAP MUTU FISIK BERAS GILING KULTIVAR CIHERANG PENGARUH KETEBALAN DAN JENIS ALAS PENJEMURAN GABAH (Oryza Sativa L.) TERHADAP MUTU FISIK BERAS GILING KULTIVAR CIHERANG R. Hempi Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk

Lebih terperinci

Dukat Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon

Dukat Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon PENGARUH UMUR PANEN DAN KULTIVAR PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP MUTU FISIK BERAS GILING Dukat Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon ABSTRAK Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh interaksi umur panen

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Mekar Tani, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang dan Balai Besar Penelitian dan

Lebih terperinci

Dalam rangka pengamanan pengadaan beras

Dalam rangka pengamanan pengadaan beras INDRASARI ET AL.: KUALITAS BERAS GILING DAN NILAI DUGA DERAJAT SOSOH GABAH Kualitas Beras Giling dan Nilai Duga Derajat Sosoh Gabah Beberapa Varietas Padi Siti Dewi Indrasari, Jumali, dan Aan A. Daradjat

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMI RICE MILLING UNIT ONE PHASE (STUDI KASUS DI UD. BELEKE MAJU KABUPATEN LOMBOK BARAT NTB)

ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMI RICE MILLING UNIT ONE PHASE (STUDI KASUS DI UD. BELEKE MAJU KABUPATEN LOMBOK BARAT NTB) FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepage jurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMI RICE MILLING UNIT ONE PHASE (STUDI KASUS DI UD. BELEKE MAJU KABUPATEN LOMBOK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. GABAH 1. Struktur Gabah Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Klasifikasi ilmiah tanaman padi yang menjadi bahan baku beras adalah sebagai berikut.

Lebih terperinci

ANALISIS ENERGI OPERASIONAL PADA PABRIK PENGGILINGAN PADI (KAPASITAS KECIL, MENENGAH DAN BESAR)

ANALISIS ENERGI OPERASIONAL PADA PABRIK PENGGILINGAN PADI (KAPASITAS KECIL, MENENGAH DAN BESAR) ANALISIS ENERGI OPERASIONAL PADA PABRIK PENGGILINGAN PADI (KAPASITAS KECIL, MENENGAH DAN BESAR) (Analysis of Operational Energy at Rice Milling Pabric (Small, Medium and Big Capacity)) Indriyani 1, Tamrin

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN PEMBERSIHAN, SORTASI, DAN GRADING BAHAN HASIL PERTANIAN. Oleh :

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN PEMBERSIHAN, SORTASI, DAN GRADING BAHAN HASIL PERTANIAN. Oleh : LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN PEMBERSIHAN, SORTASI, DAN GRADING BAHAN HASIL PERTANIAN Oleh : Nama : Wendi Irawan Dediarta NPM : 150310080137 Hari, Tanggal Praktikum : Rabu, 20 April

Lebih terperinci

Pertemuan ke-14. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa

Pertemuan ke-14. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa Pertemuan ke-14 A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa akan dapat menentukan jenis tenaga dan mesin peralatan yang layak untuk diterapkan di bidang pertanian 2. Khusus

Lebih terperinci

STUDI UNJUK KERJA MESIN PENGGILINGAN PADI DI KANDANGHAUR, INDRAMAYU, JAWA BARAT NURUL RIZQIYYAH

STUDI UNJUK KERJA MESIN PENGGILINGAN PADI DI KANDANGHAUR, INDRAMAYU, JAWA BARAT NURUL RIZQIYYAH STUDI UNJUK KERJA MESIN PENGGILINGAN PADI DI KANDANGHAUR, INDRAMAYU, JAWA BARAT NURUL RIZQIYYAH DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI MOBILE DI KECAMATAN PANTAI LABU DAN KECAMATAN PANTAI CERMIN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI MOBILE DI KECAMATAN PANTAI LABU DAN KECAMATAN PANTAI CERMIN ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI MOBILE DI KECAMATAN PANTAI LABU DAN KECAMATAN PANTAI CERMIN Indriani, Satia Negara Lubis dan Sinar Indra Kusuma Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Tabel 1. Standar Mutu Beras Berdasarkan SNI

Tabel 1. Standar Mutu Beras Berdasarkan SNI Model Penggilingan Padi Terpadu untuk Meningkatkan Nilai Tambah Penggilingan padi merupakan industri padi tertua dan tergolong terbesar di Indonesia, yang mampu menyerap lebih dari 10 juta tenaga kerja,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinjauan Umum Lokasi Penggilingan Padi Kelurahan Situ Gede adalah suatu kelurahan yang berada di Kecamatan Bogor Barat. Berdasarkan data monografi Kelurahan Situ Gede pada

Lebih terperinci

IPTEK BAGI MASYARAKAT UNTUK PERBAIKAN TEKNOLOGI PASCA PANEN PADI DENGAN DESAIN ALAT PENGAYAK BERAS SEDERHANA

IPTEK BAGI MASYARAKAT UNTUK PERBAIKAN TEKNOLOGI PASCA PANEN PADI DENGAN DESAIN ALAT PENGAYAK BERAS SEDERHANA IPTEK BAGI MASYARAKAT UNTUK PERBAIKAN TEKNOLOGI PASCA PANEN PADI DENGAN DESAIN ALAT PENGAYAK BERAS SEDERHANA Ir. Endang Suhesti, MP 1), Drs. Ali Uraidy, MH 2) 1 Fakultas Pertanian, Universitas Abdurachman

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI

KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI OLEH: ANGGITHA RATRI DEWI F14051034 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Varietas Padi

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Varietas Padi II. TINJAUAN PUSTAKA Penanganan pasca panen padi meliputi beberapa tahap kegiatan yaitu penentuan saat panen, pemanenan, penumpukan sementara di lahan sawah, pengumpulan padi di tempat perontokan, penundaan

Lebih terperinci

PENGGILINGAN GABAH KERING Oleh : M Mundir BP3K Nglegok

PENGGILINGAN GABAH KERING Oleh : M Mundir BP3K Nglegok PENGGILINGAN GABAH KERING Oleh : M Mundir BP3K Nglegok I. LATAR BELAKANG Penggilingan adalah proses pemisahan sekam dan kulit luar dari biji padi agar diperoleh beras yang dapat dikonsumsi II. TUJUAN Setelah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Kelayakan 1. Investor 2. Analisis 3. Masyarakat 4. Pemerintah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Kelayakan 1. Investor 2. Analisis 3. Masyarakat 4. Pemerintah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Kelayakan Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak suatu gagasan usaha yang direncanakan. Pengertian layak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk genus yang meliputi kurang lebih 25 spesies, tersebar di daerah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk genus yang meliputi kurang lebih 25 spesies, tersebar di daerah 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Tanaman Padi Padi termasuk genus yang meliputi kurang lebih 25 spesies, tersebar di daerah tropik dan daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dan beras adalah salah satu hasil

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dan beras adalah salah satu hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara agraris dan beras adalah salah satu hasil pertaniannya utamanya. Sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia, produksi beras dalam negeri

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di laboratorium LBP (Lingkungan dan Bangunan Pertanian) dan

Lebih terperinci

STATISTIK HARGA PRODUSEN GABAH

STATISTIK HARGA PRODUSEN GABAH ht tp :// yo gy ak ar ta.b ps.g o.id Katalog BPS : 7103005.34 STATISTIK HARGA PRODUSEN GABAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA .id ps.g o ta.b ar

Lebih terperinci

PROGRAM & KEBIJAKAN REVITALISASI PENGGILINGAN PADI DIREKTORAT JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN 2012

PROGRAM & KEBIJAKAN REVITALISASI PENGGILINGAN PADI DIREKTORAT JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN 2012 PROGRAM & KEBIJAKAN REVITALISASI PENGGILINGAN PADI DIREKTORAT JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN 2012 1 LATAR BELAKANG Kementerian Pertanian mengemban amanat untuk terus berupaya meningkatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PROSES PASCA PANEN PADI 2.2 PENGGILINGAN PADI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PROSES PASCA PANEN PADI 2.2 PENGGILINGAN PADI II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PROSES PASCA PANEN PADI Penanganan pascapanen padi merupakan upaya sangat strategis dalam rangka mendukung peningkatan produksi padi. Konstribusi penanganan pasca panen terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan di Indonesia merupakan salah satu sektor yang telah berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENGOLAHAN METE 1

PENDAHULUAN PENGOLAHAN METE 1 PENDAHULUAN Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale L) telah lama dikenal dan dibudidayakan di Indonesia, namun baru saat ini sedang dalam pengembangannya baik oleh perkebunan rakyat maupun oleh perkebunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Tidak hanya di Indonesia,

Lebih terperinci