II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Fisik Gabah dan Beras Tanaman Padi (Oryza Sativa L.) merupakan salah satu jenis tanaman bijibijian yang berasal dari benua Asia. Biji padi disebut gabah, dan gabah yang sudah tua, akan diolah menjadi beras. Dewasa ini, beras telah menjadi bahan makanan pokok masyarakat dunia, termasuk di Indonesia. Berikut ini merupakan klasifikasi dari tanaman padi : Regnum : Plantae Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales Famili : poaceae Genus : Oryza Spesies : Oryza sativa L. Tanaman padi biasanya ditanam di areal persawahan, namun ada juga jenis padi yang ditanam di ladang, seperti padi gogo. Tanaman padi siap dipanen ketika berumur tiga bulan. Yaitu ketika butiran gabahnya seragam berwarna kuning kecoklatan. Gabah hasil panen kemudian diproses lebih lanjut menjadi beras, melalui proses penggilingan. Tahapan pascapanen tanaman padi meliputi perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan, dan pengemasan. Salah satu tahapan pascapanen yang penting yaitu proses penggilingan. Pada tahapan ini, gabah yang sudah siap digiling atau Gabah Kering Giling (GKG) akan diproses menjadi beras putih yang siap dikonsumsi. Untuk mengoptimalkan hasil penggilingan, maka sangat baik jika diketahui terlebih dahulu karakteristik dari gabah Karakteristik Fisik Gabah Butiran-butiran gabah memiliki karakteristik bentuk yang beragam, tergantung varietasnya. Secara umum, subspesies padi yang ditanam di dunia, dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu japonica, javanica, dan indica. Padi jenis japonica memiliki bentuk butiran gabah pendek membulat. Sedangkan padi jenis

2 indica memiliki bentuk butiran bulat memanjang. Di Indonesia, jenis padi yang banyak ditanam yaitu padi jenis indica. Butiran gabah dapat diuraikan menjadi bagian-bagian seperti ditunjukan pada Gambar 1. Secara garis besar, bagianbagian gabah dapat dibedakan menjadi 3 bagian. Bagian paling luar disebut sekam. Sekam tersusun dari palea, lemma, dan glume. Bagian ke dua disebut lapisan bekatul. Lapisan bekatul tersusun atas lapisan luar, lapisan tengah, lapisan silang, testa, dan aleuron. Sedangkan lapisan yang paling dalam disebut endosperm. Keterangan : 1. Palea 7. Testa 2. Lemma 8. Aleuron 3. Glume 9. Endosperm 4. Lapisan luar 10. Lembaga (Bakal tunas padi) 5. Lapisan tengah 11. Lapisan dalam 6. Lapisan silang Gambar 1. Struktur fisik butiran gabah (Waries, 2006). Dari segi kandungan gizi, butiran beras mengandung 70-75% karbohidrat, 6-7.5% protein, 3% lemak, dan sedikit vitamin B 2. Karbohidrat dan protein terdapat di dalam lapisan bekatul dan endosperm, sedangkan sebagian besar lemak dan vitamin B 2 terdapat dalam lapisan bekatul. Kandungan protein pada endosperm berpengaruh pada rendemen beras kepala dan derajat keputihan butiran. Kadar protein yang tinggi membuat butiran

3 menjadi keras sehingga cenderung tidak patah pada saat penyosohan. Di samping itu, butiran beras juga tahan terhadap gesekan sehingga hanya sedikit bagian endosperm yang terkikis. Akibatnya, derajat sosoh akan menjadi rendah. Kualitas fisik gabah terutama ditentukan oleh kadar air dan kemurnian gabah. Kadar air gabah adalah jumlah kandungan air di dalam butiran gabah yang biasanya dinyatakan dalam satuan (%) dari berat basah (wet basis). Sedangkan tingkat kemurnian gabah merupakan persentase berat gabah bernas terhadap berat keseluruhan campuran gabah. Makin banyak benda asing atau gabah hampa atau rusak di dalam campuran gabah maka tingkat kemurnian gabah makin menurun. Kemurnian gabah dipengaruhi oleh adanya butir yang tidak bernas seperti butir hampa, muda, berkapur, benda asing atau kotoran yang tidak tergolong gabah, seperti debu, butir-butir tanah, batu-batu, kerikil, potongan kayu, potongan logam, tangkai padi, biji-biji lain, bangkai serangga hama, serat karung, dan sebagainya. Termasuk pula dalam kategori kotoran adalah butir-butir gabah yang telah terkelupas (beras pecah kulit) dan gabah patah. Kualitas gabah akan mampengaruhi kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan. Kualitas gabah yang baik akan berpengaruh pada tingginya rendemen giling. Rendemen giling adalah persentase berat beras sosoh terhadap berat gabah yang digiling seperti ditunjukan pada Persamaan 1. Dimana : Wsosoh Rendemen giling = x 100%... (1) Wgabah W sosoh = Berat beras sosoh (kg) W gabah = Berat gabah (kg) Selain dipengaruhi oleh kualitas gabah, rendemen giling juga dipengaruhi oleh varietas padi dan kinerja mesin-mesin yang dipakai dalam proses penggilingan. Kadar air yang optimal untuk melakukan penggilingan adalah 13-15%. Pada kadar air yang lebih tinggi gabah sulit dikupas, sedangkan pada kadar air yang lebih rendah butiran gabah menjadi mudah patah. Gabah yang baru dipanen (GKP), memiliki kadar air antara 20-27%. Apabila gabah disimpan sebelum digiling, kadar airnya harus diturunkan terlebih dahulu dengan cara dikeringkan sampai kadar air maksimum 18%. Pada kadar air ini gabah disebut gabah kering

4 simpan (GKS). Sebelum digiling GKS dikeringkan lagi hingga kadar air sekitar 13-15% Karakteristik Fisik Beras a. Beras Pecah Kulit Gabah yang telah dikupas disebut beras pecah kulit (beras PK). Struktur butiran beras PK tersusun atas endosperm, lapisan aleuron, testa, dan Lapisan dalam. Lapisan-lapisan tersebut secara ringkas disebut lapisan endosperm dan bekatul. Beras PK mempunyai rasa yang kurang enak jika langsung dikonsumsi. Untuk itu, masih diperlukan proses lanjutan yaitu proses penyosohan. b. Beras Sosoh Beras sosoh atau beras slyp atau beras putih adalah butiran beras yang telah terbebas dari bekatul dan telah digosok untuk mendapatkan warna putih mengkilap. Beras sosoh memiliki rasa yang lebih enak daripada beras PK serta memiliki warna yang menarik. Pada zaman dahulu petani menumbuk padi sampai pada tahap menghasilkan beras sosoh yang disebut dengan istilah beras las. Namun beras yang dihasilkan tidak bisa seputih beras yang dihasilkan oleh mesin penggilingan padi. Dengan menumbuk, lebih sedikit lapisan bekatul yang terlepas. Karena masih berwarna kecoklatan maka dikenal dengan nama beras coklat. Rasa beras coklat memang kurang enak daripada beras slyp, namun lebih kaya zat gizi karena lapisan katul mengandung protein, lemak, dan vitamin B 2. Beras sosoh dipisahkan menjadi beberapa ukuran yaitu beras kepala, beras patah, dan beras menir. Beras kepala dan beras patah dikonsumsi dalam bentuk nasi. Menir memiliki bentuk yang kurang menarik jika dimasak dalam bentuk nasi karena ukurannya yang kecil. Oleh sebab itu, menir lebih umum dimasak menjadi bubur untuk kue, atau diolah menjadi tepung beras sebagai bahan baku untuk bihun atau kue.

5 c. Beras Patah Pada proses penggilingan, beras patah tidak dikehendaki. Namun timbulnya beras patah tidak dapat dihindari. Timbulnya beras patah terutama terjadi pada proses penyosohan, yaitu pada saat menggosok permukaan beras untuk melepaskan lapisan bekatul. Terjadinya beras patah, disamping ditentukan oleh kinerja mesin penggiling, juga ditentukan oleh kualitas gabah sebelum digiling. Dengan penanganan yang kurang tepat gabah dapat menjadi mudah patah atau retak, bahkan telah patah sebelum digiling. Gabah dapat patah atau retak selama penanganan pascapanen sebagai akibat dari adanya perubahan cuaca, terutama fluktuasi suhu dan kelembaban relatif udara. Ini bisa terjadi apabila perubahan hari panas dan hujan terjadi berkali-kali dalam jangka waktu yang lama. Fluktuasi ini menyebabkan butiran gabah mengkerut dan mengembang dengan interval tidak teratur sehingga terjadi keretakan. Keretakan serupa juga dapat terjadi apabila dilakukan metode pengeringan yang tidak tepat Padi Varietas Ciherang Padi varietas Ciherang termasuk dalam padi golongan cere. Padi ini merupakan persilangan antara IR 64 dengan IR 64. Karakteristik padi Ciherang dapat dilihat pada Tabel 3. Padi varietas Ciherang menempati urutan pertama berdasarkan luas tanam, mengalahkan beras varietas IR 64, terutama di daerah Jawa Barat. Menurut Hermanto (2006), padi varietas ciherang unggul dengan luas tanam 0.73 juta ha, atau 33% lebih luas dari areal tanam IR 64. Padi varietas Ciherang banyak ditanam karena nasinya yang pulen, selain itu juga produktivitasnya tinggi. Potensi hasil Ciherang 5-7 ton/ha GKG lebih tinggi dari pada produktivitas padi jenis IR 64 yang rata-rata 5 ton/ha GKG.

6 Asal Subjek Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Gabah isi per malai Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Muka daun Warna daun Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Tekstur nasi Bobot 1000 butir Kadar amilosa Potensi hasil Ketahanan terhadap hama Ketahanan terhadap penyakit Anjuran tanam Sumber : Deptan (2000). Tabel 3. Karakteristik padi varietas Ciherang. Keterangan Persilangan IR /IR //IR ///IR 64////IR 64 Cere hari Tegak cm batang - Hijau Hijau Putih Putih Kasar pada sebelah bawah daun Hijau Tegak Tegak Panjang ramping Kuning bersih Sedang Sedang Pulen gram 23 % 5-7 ton/ha Tahan terhadap wereng batang coklat biotipe 2 dan 3 Tahan hawar daun bakteri strain III & IV -Sawah irigasi dataran rendah <500 mdpl -Cocok pada musim hujan dan kemarau 2.2. Penggilingan Padi Penggilingan padi adalah salah satu tahapan pascapanen padi yang terdiri dari rangkaian beberapa proses untuk mengolah gabah menjadi beras siap konsumsi. Dari bentuk gabah kering giling sampai menjadi beras sosoh, berat biji padi akan berkurang sedikit demi sedikit selama proses penggilingan akibat dari pengupasan sampai penyosohan. Bagian-bagian yang tidak berguna akan dipisahkan sedangkan bagian utama yang berupa beras dipertahankan. Namun dalam proses penggilingan, tidak dapat dihindarkan sebagian butiran beras akan patah akibat adanya gesekan dan tekanan.

7 Gambar 2. Diagram Sankey (Waries, 2006). Diagram Sankey menunjukan besarnya susut yang terjadi selama proses penggilingan. Nilai-nilai numerik di dalam diagram Sankey dapat berbeda-beda bergantung pada varietas padi yang digiling serta sistem penggilingan padi yang digunakan. Nilai-nilai yang ditunjukan pada Gambar 2, adalah nilai-nilai untuk padi yang berasal dari Amerika yang berbutir panjang (long grain). Gabah kering panen yang memiliki kadar air sekitar 20% akan menurun beratnya sebanyak 7% setelah mengalami proses pengeringan hingga menjadi gabah kering giling yang memiliki kadar air sekitar 14%. Apabila tidak langsung digiling, gabah terlebih dahulu disimpan dalam bentuk gabah kering giling. Gabah kering giling yang memiliki kadar air sekitar 14% dan kotoran sekitar 3% dianggap sebagai bobot awal (100%) yang merupakan masukan terhadap proses penggilingan. Proses penggilingan padi diawali dengan pembersihan awal untuk membersihkan kotoran-kotoran yang berjumlah kira-kira 3% dari bobot gabah awal. Selanjutnya gabah mengalami proses pemecahan kulit, dimana sekam yang berbobot 20% dari bobot gabah awal akan terlepas dari butiran gabah, dan akan tersisa beras pecah kulit sebanyak 77%. Beras pecah kulit kemudian melalui proses penyosohan untuk memisahkan bekatulnya dan untuk

8 mendapatkan warna beras yang mengkilap. Akibat proses ini diperoleh bekatul sebanyak 10% dari berat gabah awal, beras kepala sebanyak 52%. Persentase sekam dan bekatul semata-semata disebabkan oleh perbedaan varietas padi, sedangkan persentase beras patah dan beras kepala banyak dipengaruhi oleh kinerja mesin yang dipakai. Dalam proses penggilingan, yang disebut hasil utama yaitu beras sosoh. Beras sosoh yaitu gabungan beras kepala dan beras patah besar. Beras patah kecil atau menir sering disebut sebagai hasil samping karena tidak dikonsumsi sebagai nasi seperti halnya beras kepala dan beras patah besar. Hasil samping proses penggilingan padi berupa sekam, bekatul, dan menir. Jumlah yang dihasilkan dapat diperkirakan dari diagram Sankey pada Gambar 2, yaitu sekam sebanyak 20%, bekatul 10%, dan menir 2% dari berat gabah awal yang digiling. Hasil-hasil samping tersebut memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Sekam dipakai sebagai bahan bakar atau media tumbuh tanaman hidroponik, bekatul dipakai sebagai bahan pakan ternak, makanan manusia, minyak bekatul (bran oil), dan menir biasanya diolah lebih lanjut menjadi tepung beras atau pakan ternak. Untuk mengerjakan rangkaian tahapan penggilingan padi di atas diperlukan rangkaian mesin/alat yang keseluruhannya disebut sistem penggilingan padi. Rangkaian mesin-mesin tersebut berfungsi mulai dari mengupas kulit gabah (sekam), memisahkan gabah yang belum terkupas dengan beras yang telah terkupas (beras pecah kulit), melepas lapisan bekatul dari beras pecah kulit, dan terakhir memoles beras sehingga siap dikonsumsi dan memiliki penampakan yang menarik. Mesin-mesin yang dipakai dalam sistem penggilingan padi dapat berupa rangkaian yang lengkap atau hanya berupa rangkaian beberapa buah mesin. Kelengkapan rangkaian mesin akan mempengaruhi kualitas akhir hasil penggilingan. Untuk menghasilkan hasil gilingan yang baik, sistem penggilingan padi seharusnya terdiri dari rangkaian mesin-mesin yang lengkap. Namun dengan adanya keterbatasan modal untuk pengadaan mesin-mesin secara lengkap, maka suatu sistem penggilingan padi dapat mengurangi rangkaian mesin yang dipakai. Hal ini tentu saja akan mengurangi kuantitas dan kualitas beras hasil penggilingan.

9 Keterangan gambar : 1. Bak penampang gabah 2. Klep pengumpanan 3. Rol karet 4. Aspirator 5. Saluran pengeluaran sekam 6. Saluran pengeluaran beras pecah kulit dan gabah utuh 7. Saluran pengeluaran gabah muda Gambar 3. Sistem penggilingan padi (Waries, 2006). Mesin-mesin yang dipakai dalam sistem penggilingan padi telah berkembang dari rancangan sederhana hingga menjadi modern. Perbedaan rancangan umumnya ditandai dengan perbedaan pada aliran biji-bijian, perbedaan teknologi yang digunakan serta perbedaan kapasitas Pemecahan Kulit Pemecahan atau pengupasan kulit bertujuan melepaskan kulit gabah dengan kerusakan yang sekecil mungkin pada butiran beras. Dari struktur butiran gabah, bagian-bagian yang akan dilepaskan adalah palea, lemma, dan glume. Seluruh bagian tersebut dinamai kulit gabah atau sekam. Istilah lain yang dipakai untuk pemecahan kulit adalah husking, hulling, atau shelling. Sedangkan mesin yang dipakai untuk menggiling disebut mesin pemecah kulit atau disebut juga husker, huller, atau sheller. Sebagian besar gabah yang dimasukkan ke dalam mesin pemecah kulit akan terkupas, dan masih ada sebagian kecil yang belum terkupas. Butiran gabah yang terkupas akan terlepas menjadi dua bagian, yaitu beras pecah kulit dan sekam. Gabah yang belum terkupas dapat berupa gabah utuh atau gabah yang telah pecah kulitnya, namun sekam belum terlepas dari butiran berasnya. Selanjutnya butiran gabah yang belum terkupas harus dipisahkan dari beras pecah kulit dan sekam untuk dimasukkan kembali ke dalam mesin pemecahan kulit.

10 Proses pengupasan akan berjalan dengan baik apabila gabah memiliki kadar air yang sesuai, yaitu antara 13-15% (Waries, 2006). Pada kadar air yang lebih tinggi proses pengupasan akan sulit karena sekam sulit dipecahkan. Sebaliknya, pada kadar air yang lebih rendah, butiran padi akan mudah pecah atau patah sehingga akan menghasilkan banyak beras patah atau menir. Tinggi rendahnya tingkat pengupasan ditunjukan oleh efisiensi pengupasan yang merupakan persentase bobot butiran yang terkupas terhadap bobot butiran gabah awal. Disamping efisiensi pengupasan, kualitas pengupasan kulit juga ditunjukkan oleh persentase beras patah. Beras PK yang baik yaitu beras PK yang memiliki efisiensi pengupasan sekam yang tinggi dan persentase beras patahnya kecil. Untuk mendapatkan kualitas pengupasan dengan efisiensi pengupasan yang tinggi dan efisiensi beras patah yang rendah, penyetelan mesin pemecah kulit perlu dilakukan secara tepat. Mesin pemecah kulit yang digunakan di masyarakat beraneka ragam. Berbagai jenis mesin pengupas kulit ditunjukan pada Tabel 4. Friksional Sentrifugal Tabel 4. Klasifikasi mesin pemecah kulit (Waries, 2006). Kelompok Tipe Hand mill Engelberg Under runner disk husker Rubber roll husker Impact husker Impeller husker Vacum husker Jenis-Jenis Mesin Pemecah Kulit a. Hand Mill Hand mill merupakan alat pemecah kulit paling tua, dimana untuk memecah kulit gabah digunakan alu dan lesung. Gerakan alu yang menumbuk butiran-butiran gabah akan memberikan tegangan geser pada sisi-sisi gabah yang menyebabkan sekam menjadi robek dan terkupas. Gaya yang diterima oleh butiran gabah berupa dua gaya gesekan dengan arah berlawanan seperti ditunjukan pada Gambar 4.

11 Keterangan : 1. Alu 2. Lesung 3. Gabah Gambar 4. Skema pengupasan sekam dengan handmill (Waries, 2006). Gerakan alu ke bawah akan menggesek sisi gabah yang ditumbuk oleh alu, sedangkan sisi gabah yang lain tertahan oleh gabah yang terletak di sebelahnya. Kedua gaya ini mengakibatkan adanya tegangan geser berlawanan yang bekerja pada sisi-sisi gabah yang berseberangan. Sebagai akibatnya, sekam akan terpuntir ke dua arah berlawanan sehingga robek. Gabah yang berada di sebelahnya juga mengalami pola tegangan geser serupa namun tidak sebesar gabah pertama. Apabila puntiran cukup besar, gabah itu pun akan terkupas. b. Engelberg Husker Ciri utama mesin pemecah kulit tipe Engelberg yaitu adanya silinder besi yang digunakan untuk mengupas sekam. Tipe ini dibuat dan mulai digunakan pada akhir abad 19 di Amerika Serikat, kemudian menyebar ke negara-negara penghasil beras di berbagai penjuru dunia. Mesin pemecah kulit tipe Engelberg, pada awalnya dirancang untuk dapat melakukan kegiatan pemecahan kulit dan penyosohan. Namun, dalam perkembangannya, pemecah kulit tipe Engelberg lebih banyak digunakan untuk kegiatan penyosohan. Mesin pemecah kulit tipe Engelberg bekerja dengan prinsip pemberian dua tegangan geser berlawanan pada sisi-sisi gabah. Tegangan dihasilkan sebagai akibat dari adanya gesekan silinder yang berputar. Pada sisi luar silinder terdapat tonjolan-tonjolan besi sebanyak 5 sampai 6 buah yang dipasang membujur di sepanjang sisi silinder. Tonjolan-tonjolan inilah bersama dengan pisau pengupas yang akan menjepit gabah dan menggesek gabah pada waktu silinder berputar.

12 Keterangan : 1. Bak penampungan 2. Pengatur pengumpanan 3. Tutup bagian atas 4. Silinder besi 5. Ruang pengupasan 6. Ulir pendorong Gambar 5. Mesin pemecah kulit tipe Engelberg (Waries, 2006) Dalam perkembangannya mesin pemecah kulit tipe Engelberg ini dianjurkan oleh pemerintah untuk tidak digunakan dalam proses penggilingan padi, karena beras patah yang dihasilkan banyak dan beras pecah kulit yang keluar lebih panas daripada yang dihasilkan oleh tipe-tipe mesin pemecah kulit yang lain. c. Under-Runner Disc Husker Mesin under-runner disc husker memecahkan sekam dengan dua buah piringan. Kedua piringan dipasang bersusun satu di atas yang lain. Piringan yang terletak di atas dipasang stasioner, sedangkan piringan yang terletak di bawah berputar. Karena piringan memiliki permukaan gesek yang terbuat dari batu, mesin ini juga disebut dengan stone disc husker atau pelmolen. Di Indonesia, mesin ini dikenal dengan nama gilingan monyet. Apabila dibandingkan dengan mesin pemecah kulit tipe rol karet, under runner disc husker memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Under runner disc husker menghasilkan beras retak, memar, dan patah yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemecah kulit tipe rol karet. Energi yang diperlukan untuk mengupas per satuan berat gabah lebih rendah daripada mesin tipe rol karet skala besar, namun lebih tinggi daripada mesin tipe rol karet skala kecil. Dalam hal biaya, under runner disc husker lebih murah daripada mesin tipe rol karet, baik dalam biaya pengadaan mesin maupun biaya operasi. Namun demikian, tipe rol karet lebih populer daripada under runner disc husker karena persentase beras patahnya lebih kecil. Saat ini under runner disc husker telah jarang digunakan.

13 d. Rubber Roll Husker Mesin pemecah kulit tipe rol karet (rubber roll husker) memecahkan sekam dengan dua buah rol karet yang dipasang berdekatan. Kedua rol karet diputar dengan kecepatan yang berbeda dan arah yang berlawanan. Menurut Waries (2006), untuk mendapatkan hasil pengupasan yang baik, jarak antara rol diatur 0.5 sampai 0.8 mm, yaitu lebih kecil daripada ketebalan satu butir gabah. Rol yang berputar dengan kecepatan tinggi disebut rol utama, sedangkan rol lainnya disebut rol pembantu. Rol utama juga disebut fixed roll karena dipasang pada suatu poros stasioner sedangkan rol pembantu disebut dengan movable roll karena posisinya dapat digeser untuk mengatur jarak antara kedua rol. Pada waktu gabah dimasukkan di antara kedua rol, gabah tersebut akan ditekan oleh lapisan karet yang elastis. Butir gabah akan memiliki kontak lebih panjang pada rol yang berkecepatan tinggi dan memiliki kontak lebih pendek pada rol berkecepatan rendah. Ditambah dengan adanya tekanan, perbedaan kecepatan ini menyebabkan gabah akan terpuntir sehingga kulitnya menjadi robek. Kapasitas rubber roll husker dan kualitas pengupasan tergantung pada beberapa faktor, seperti jenis padi, kualitas padi, kadar air gabah, karakteristik mesin dan penyetelannya (kerapatan karet, kecepatan putaran rol, tekanan rol, lebar rol, jarak rol, jumlah bahan yang masuk, pengaturan saringan), dan keahlian dari operator. Skema pengupasan gabah diperlihatkan oleh Gambar 6. Gambar 6. Skema pengupasan sekam dengan rubber rol (Waries, 2006).

14 e. Impact Husker Impact husker atau mesin pemecah kulit tipe benturan, memakai prinsip pengupasan dengan aplikasi gaya gesekan pada satu sisi gabah. Untuk memberikan gerakan yang cepat kepada gabah, gabah diputar dengan piringan berbentuk lingkaran. Blade-blade karet dipasang miring di luar sisi piringan dengan sudut 45 0 yang akan berlaku sebagai permukaan gesek. Pada waktu terlempar ke luar dari piringan, butiran gabah telah memiliki kecepatan dan gaya sentrifugal yang cukup. Selanjutnya butiran gabah akan membentur permukaan gesek dengan sudut Akibat adanya benturan, terdapat gaya gesekan antara sisi yang berbenturan dan gaya inersia yang tetap bekerja pada pusat masa butiran. Akibat adanya gaya gesekan yang menahan butiran gabah pada sisi benturan dan gaya inersia yang mendorong butiran gabah tetap bergerak, gabah akan terpuntir sehingga kulitnya terkupas. Pemecah kulit tipe ini memberikan efisiensi pengupasan yang lebih tinggi daripada pemecah kulit tipe rol karet, namun terjadi lebih banyak beras patah dan kerusakan pada bagian kecambah. Karena adanya kekurangan tersebut, tipe ini sudah jarang dipakai. f. Impeller Husker Pemecah kulit tipe impeller merupakan penyempurnaan dari tipe benturan. Bagian yang disempurnakan adalah permukaan geseknya. Dimana, butiran gabah diputar dengan piringan yang memiliki kisi-kisi berupa blade. Kumpulan blade berputar berlaku sebagai impeller. Bagan pemecah kulit tipe impeller ditunjukan pada Gambar 7. Apabila dibandingkan dengan tipe benturan, hasil pengupasan yang diberikan oleh tipe impeller lebih baik. Beras patah dan retak lebih kecil, namun kerusakan lembaga tetap terjadi pada waktu benturan dengan bantalan. Karena adanya gesekan pada blade, terjadi beras memar lebih banyak daripada yang terjadi pada tipe benturan.

15 Q Keterangan : 1. Bak penampungan 2. Klep pengumpanan 3. Piringan 4. Blade 5. Bantalan 6. By pass ke separator 7. By pass ke separator Gambar 7. Skema pemecahan kulit tipe impeller husker (Waries, 2006). g. Vacuum Husker Mesin pemecah kulit vakum memiliki prinsip kerja mirip dengan tipe impact (benturan). Gabah diputar dengan kecepatan tinggi dan kemudian dibenturkan dengan kuat pada dinding karet di pinggiran piring pemutar. Hal ini terjadi pada ruang pecah kulit (2). Setelah sekam pecah, seluruh butiran dihisap keluar oleh hisapan udara yang sangat kuat. Ini membuat butiran-butiran tertarik, dan sekam yang belum terlepas dari butiran beras akan terlepas karena kuatnya hisapan. Karena kuatnya hisapan ini, tipe ini disebut tipe vakum Standar Mutu Gabah dan Beras Sebagai komoditas makanan pokok, gabah dan beras telah dilakukan standarisasi berdasarkan mutunya. Pemberian standar mutu tergantung dari instansi yang bersangkutan. Di Indonesia, salah satu standar yang umum digunakan yaitu standar mutu berdasarkan SNI (Standar Nasional Indonesia). Untuk pemutuan gabah digunakan standar mutu SNI tahun Dapat dilihat pada Tabel 5. Sedangkan standar mutu beras dapat dilihat di Tabel 6. Persyaratan standar mutu beras berdasarkan SNI No terdiri dari komponen umum dan komponen fisik beras. Komponen umum standar mutu beras yaitu : a. Bebas hama dan penyakit b. Bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya c. Bebas dari campuran bekatul

16 d. Bebas dari tanda-tanda adanya bahan kimia yang membahayakan Tabel 5. Standar mutu gabah berdasarkan SNI (1999). Persyaratan Mutu Mutu I Mutu II Mutu III Kadar air Gabah hampa Butir rusak + butir kuning Butir mengapur + gabah muda Butir merah Benda asing Gabah varietas lain Tabel 6. Komponen fisik beras No Komponen Mutu Satuan Mutu I Mutu II Mutu III Mutu IV Mutu V 1 Derajat sosoh (min) (%) Kadar air (maks) (%) Beras kepala (min) (%) Butir utuh (min) (%) Butir patah (maks) (%) Butir menir (maks) (%) Butir merah (maks) (%) Butir kuning/rusak (%) (maks) 8 Butir mengapur (maks) (%) Butir asing (maks) (%) Butir gabah (maks) (%) Campuran varietas lain (maks) Sumber : SNI (1999).

17 2.4. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan (Artificial Neural Networks) adalah salah satu cabang ilmu kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) dan merupakan alat untuk memecahkan masalah terutama di bidang-bidang yang melibatkan pengelompokan dan pengenalan pola (pattern recognition) (Puspitaningrum, 2006). Jaringan syaraf tiruan (JST) merupakan salah satu representasi dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran. JST diimplementasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran. Metode JST merupakan metode matematik dengan mensimulasikan suatu teknologi intelegensi atau kecerdasan buatan. Sistem JST meliputi basis data, model sistem dan fungsi optimasi (Kusumadewi, 2003). Jaringan syaraf tiruan mampu mempelajari pasangan input dan output yang diberikan, kemudian belajar beradaptasi dengan lingkungan sehingga dapat memecahkan masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan metode komputasi konvensional. Selain itu JST mampu memecahkan masalah dimana hubungan input dan output tidak diketahui. Pada umumnya JST tersusun dari tiga jenis lapisan noda, yaitu lapisan masukan (input layer), lapisan tersembunyi (hidden layer), dan lapisan keluaran (output layer). Noda merupakan suatu unit komputasi yang paling sederhana pada setiap lapisan yang dihubungkan dengan setiap noda pada lapisan berikutnya. Hubungan antar noda diekspresikan oleh suatu bilangan yang disebut pembobot (weight). Setiap noda pada suatu layer akan menjadi masukan pada lapisan berikutnya sampai akhirnya menghasilkan keluaran pada output layer. Metode yang populer digunakan dalam JST yaitu metode backpropagation. Backpropagation merupakan algoritma pembelajaran yang terawasi dan biasanya digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan untuk mengubah bobot-bobot yang terhitung dengan neuron-neuron yang ada pada lapisan tersembunyinya. Algoritma backpropagation menggunakan error output untuk mengubah nilai bobot-bobot dalam arah mundur (backward). Untuk mendapatkan error ini, tahap perambatan maju (forward propagation) harus

18 dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat perambatan maju, neuron-neuron diaktifkan dengan menggunakan fungsi aktivitasi sigmoid, yaitu : f(x) = 1 ( 1+ e x )...(2) Algoritma propagasi balik dapat dibagi ke dalam dua bagian : 1. Algoritma pelatihan Terdiri dari tiga tahap: tahap umpan maju pola pelatihan input, tahap pemropagasi balikan error, dan tahap pengaturan bobot. 2. Algoritma aplikasi (validasi) Pada tahap ini hanya terjadi tahap umpan maju saja. Algoritma Pelatihan a. Inisialisasi awal Tahapan ini meliputi, penentuan angka pembelajaran () dan penentuan syarat kondisi berhenti. Jika dalam penentuan kondisi berhenti menggunakan nilai ambang, maka perlu ditetapkan nilai toleransi error. Jika digunakan banyaknya epoch sebagai kondisi berhenti, maka perlu ditetapkan terlebih dahulu nilai epoch maksimum. Bobot awal sebaiknya diambil nilai random yang cukup kecil. Nilai laju pelatihan (learning rate) harus dipilih antara Nilai laju pelatihan menentukan kecepatan pelatihan sampai sistem mencapai keadaan optimal. Prinsip dasar algoritma backpropagation adalah memperkecil galat hingga mencapai minimum global dan menghindari minimum lokal. Minimum lokal merupakan suatu keadaan, dimana galat sistem turun tetapi bukan merupakan solusi yang baik untuk jaringan tersebut. Pemilihan nilai learning rate yang besar akan membuat sistem jaringan melompati nilai minimum lokalnya dan akan ber-osilasi sehingga tidak tercapai konvergensi. Sebaliknya nilai learning rate yang kecil menyebabkan sistem jaringan terjebak dalam minimum lokal dan memerlukan waktu yang lama selama proses pelatihan. Untuk menghindari keadaan tersebut maka ditambahkan suatu nilai konstanta momentum antara pada sistem

19 tersebut. Pada kondisi demikian nilai learning rate dapat ditingkatkan dan osilasi pada sistem dapat diminimumkan. Kerjakan langkah-langkah berikut selama kondisi berhenti bernilai FALSE: b. Laju pembelajaran Feedforward : 1. Tiap-tiap unit input (Xi, i=1,2,3,...,n) menerima sinyal xi dan meneruskan sinyal tersebut ke semua unit pada lapisan yang ada di atasnya (lapisan tersembunyi). 2. Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j=1,2,3,...,p) menjumlahkan sinyal-sinyal input terbobot : z_in j = v 0j + i= n 1 x i v ij... (3) untuk menghitung sinyal outputnya menggunakan fungsi aktivasi : z j = f(z_in j )... (4) sinyal tersebut akan dikirimkan ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit output). 3. Tiap-tiap unit output (Y k, k=1,2,3,...,m) menjumlahkan sinyal-sinyal input terbobot dari lapisan tersembunyi. p y_in k =w 0k + z w i jk... (5) fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya: y k = f(y_in k )... (6) sinyal tersebut dikirimkan ke semua unit output. Backpropagation 4. Tiap-tiap unit output (Y k, k=1,2,3,...,m) menerima target pola yang berhubungan dengan pola input pembelajaran, informasi errornya dihitung : k = (t k y k ) f (y_in k ). (7) kemudian menghitung koreksi bobot yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai w jk : w jk = k z j (8) penghitungan koreksi bias yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai w 0k : i= 1

20 w 0k = k.. (9) kirimkan k ini ke unit-unit yang ada di lapisan bawahnya. 5. Tiap-tiap unit tersembunyi (Z j, j=1,2,3,...,p) akan menjumlahkan delta inputnya, yaitu delta input dari lapisan output : m _in j = δ k w jk. (10) k = 1 mengkalikan nilai hasil penjumlahan delta input dengan turunan dari fungsi aktivasinya untuk menghitung informasi error : j = _in j f (z_in j ).. (11) menghitung koreksi bobot yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai v ij : v jk = j x i.. (12) menghitung koreksi bias yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai v 0j : v 0j = j... (13) 6. Tiap-tiap unit output (Y k, k= 1,2,3,...,m) memperbaiki bias dan bobotnya (j=0,1,2,3,..., p): w jk (baru) = w jk (lama) + w jk... (14) Tiap-tiap unit tersembunyi (Z j, j = 1,2,3,...,p) memperbaiki bias dan bobotnya (i = 0,1,2,...,n): v ij (baru) = v ij (lama) + v ij... (15) c. Tes kondisi berhenti. Jika syarat berhenti program terpenuhi, maka iterasi akan dihentikan secara otomatis. Kinerja jaringan dapat dinilai berdasarkan nilai RMSE (Root Mean Square Error) pada proses generalisasi terhadap contoh data input-output baru, nilai RMSE sesuai dengan persamaan berikut (Fu, 1994) : RMSE = (p-a) 2 /n... (16) Dimana : p = nilai prediksi jaringan a = nilai target yang diberikan pada jaringan

21 n = jumlah contoh data pada set validasi Setelah JST terlatih untuk memecahkan suatu masalah, kemudian harus dilakukan validasi yang merupakan proses pengujian kinerja jaringan terhadap contoh yang belum diberikan selama proses pelatihan. Proses validasi dilakukan dengan memasukkan suatu set contoh input-output yang hampir sama dengan contoh set input-output yang diberikan selama proses pelatihan. Kinerja JST yang dihasilkan selama proses selama proses pelatihan diperoleh dari nilai galat yang dihasilkan pada proses validasi. Proses validasi hanya dilakukan untuk 1 epoch. Jika JST telah berhasil selama proses pelatihan dan validasi maka sistem tersebut sudah dapat digunakan untuk aplikasi selanjutnya Algoritma Genetika Algoritma genetika atau genetic algorithms adalah algoritma pencarian heuristik yang didasarkan atas mekanisme evolusi biologis. Algoritma genetika merupakan teknik pencarian dan optimasi yang meniru proses evolusi dan perubahan genetika pada struktur mahkluk hidup (Goldberg, 1989). Pada algoritma genetika (AG), teknik pencarian dilakukan sekaligus atas sejumlah solusi yang dikenal dengan istilah populasi. Individu yang terdapat pada satu populasi disebut dengan istilah kromosom. Kromosom ini merupakan suatu solusi yang masih berbentuk simbol. Populasi awal dibangun secara acak, sedangkan populasi berikutnya merupakan evolusi kromosom-kromosom melalui iterasi yang disebut dengan istilah generasi. Pada setiap generasi, kromosom akan melalui proses evolusi dengan menggunakan alat ukur yang disebut dengan fungsi fitness. Proses seleksi merupakan proses pemilihan beberapa kromosom untuk dijadikan kromosom induk bagi generasi berikutnya. Proses seleksi menggambarkan aspek yang sangat penting dalam algoritma genetika, yaitu bagaimana memperoleh kromosom dengan tingkat kelayakan yang tinggi. Kromosom-kromosom tersebut akan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk dipilih dan direproduksi di dalam generasi berikutnya (Wahab, 2000). Salah satu teknik seleksi dalam AG adalah teknik cakram rolet (roulette wheel selection) yang diperkenalkan oleh Goldberg (1989). Teknik ini diilustrasikan sebagai teknik pemutaran cakram rolet. Setiap kromosom dalam

22 populasi menempati suatu slot pada cakram rolet. Besarnya ukuran slot sama dengan rasio antara fitness (kelayakan) suatu kromosom dengan total nilai fitness semua kromosom. Semakin besar ukuran slot suatu individu, maka semakin besar kemungkinan individu tersebut untuk bertahan. Reproduksi adalah proses dimana rangkaian individu menyalin secara tepat untuk nilai fungsi yang obyektif. Reproduksi dapat dilakukan dengan cara crossover (penyilangan) dan mutasi. Crossover adalah penyilangan antara nilai-nilai yang ada menjadi nilai yang baru. Penyilangan ini bekerja pada sepasang kromosom induk untuk menghasilkan dua kromosom anak dengan cara menukarkan beberapa gen yang dimiliki masing-masing kromosom induk. Setelah reproduksi, crossover sederhana dapat diproses dengan dua langkah, yaitu : a. Anggota rangkaian yang baru diproduksi pada kelompok pasangan secara acak. b. Setiap pasangan rangkaian yang mengalami crossover diikuti sebuah posisi integer k sepanjang rangkaian diseleksi keseragamannya pada pengacakan antara 1 dan rangkaian panjang dikurang satu (1.1-1). Tingkat penyilangan (crossover ratio) adalah rasio antara jumlah kromosom yang diharapkan mengalami penyilangan dalam setiap generasi dengan jumlah kromosom total dalam populasi. Tingkat penyilangan yang tinggi menyebabkan semakin besarnya kemungkinan AG mengeksplorasi ruang pencarian sekaligus mempercepat ditemukannya solusi optimum. Tetapi apabila tingkat penyilangan yang terlalu tinggi, maka hal ini sama artinya dengan membuang-buang waktu mencari solusi pada daerah yang mungkin saja kurang menjanjikan. Penentuan peluang penyilangan yang tepat sangat tergantung pada permasalahan yang dihadapi. Beberapa metode penyilangan yang dapat dilakukan antara lain metode PMX (Partially Mapped Crossover), metode OX (Order Crossover) dan metode modifikasi. Metode PMX pertama kali diperkenalkan oleh Goldberg dan Lingle (1985). Metode PMX menghasilkan anak (offspring) dengan memilih sepenggal gen dari induk (parent) yang lain kemudian sisanya diisi dari induknya sendiri

23 secara berurutan yang tidak sama dengan sepenggal gen yang sudah ada sebelumnya. Batas penggal ditentukan secara acak. Metode OX menghasilkan offspring dengan memilih sepenggal gen dari induknya sendiri kemudian sisanya diisi dari induk yang lain secara berurutan yang tidak sama dengan sepenggal gen yang ada sebelumnya. Batas penggal ditentukan secara acak. Sedangkan metode modifikasi merupakan modifikasi dari metode crossover yang umum, yaitu bahwa jika diketahui satu batas crossover maka offspring yang dihasilkan bagian kiri berisi penggal gen dari induknya sendiri sampai batas crossover, sedangkan bagian kanan tidak dapat semata-mata mengambil penggal bagian kanan dari induknya yang lain, tetapi mengambil gen dari induk yang lain tersebut secara berurutan yang tidak sama dengan penggal gen yang sudah ada pada offspring. Proses mutasi merupakan perubahan kromosom-kromosom yang akan menghasilkan kromosom anak dengan hanya melakukan satu atau beberapa perubahan terhadap kromosom induk. Mutasi merupakan operator sekunder pada proses reproduksi. Karena itu variabel offspring dimutasi dengan menambahkan nilai random yang sangat kecil, dengan probabilitas rendah ( ). Mutasi berperan untuk menggantikan gen yang hilang dari populasi akibat proses seleksi yang memungkinkan munculnya kembali gen yang tidak muncul pada inisialisasi populasi. Nilai fitness dari suatu kromosom akan menunjukan kualitas kromosom dalam populasinya. Fungsi fitness merupakan suatu fungsi yang obyektif yang dapat dinyatakan dalam bentuk dan banyak variabel. Semakin besar nilai fungsi fitness dalam populasi, maka semakin besar pula kemungkinan kromosom tersebut untuk tetap survive pada generasi berikutnya. Fungsi fitness dapat sama atau hasil modifikasi terhadap fungsi tujuan masalah yang hendak diselesaikan. Jika masalahnya adalah masalah optimasi maka fungsi fitnessnya sama atau berbanding lurus dengan fungsi tujuan, sedangkan untuk masalah minimasi, fungsi fitnessnya berbanding terbalik dengan fungsi tujuannya.

24 2.6. Penelitian JST dan AG di Bidang Teknik Pertanian Penggunaan JST dan AG untuk penelitian sudah banyak dilakukan. Dalam bidang pertanian sudah banyak penelitian yang memanfaatkan JST atau AG atau kombinasi dari keduanya. Program JST dan AG banyak dimanfaatkan untuk menyelesaikan permasalahan yang tidak bisa diselesaikan dengan metode konvesional. Suroso (1999), menggunakan metode finite element dan AG untuk optimasi lingkungan mikro pada wadah kultur jaringan. M Khamsi Purnama (2002), menggunakan AG untuk penjadwalan pasokan larutan nutrisi pada media tanam paprika (Capsicum annum L.) dalam hidroponik substrat. Chusnul Arif (2003), menggunakan JST dan AG bersama-sama untuk penjadwalan pasokan larutan nutrisi pada sistem hidroponik substrat tanaman mentimun (Cucumis sativus L). Dalam penelitian yang lain, Esti Khotifah (2005), melakukan penjadwalan pasokan larutan nutrisi untuk tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill) pada sistem hidroponik substrat menggunakan JST dan AG. Sedangkan Slamet Widodo (2007), menggunakan JST dan AG untuk optimasi komposisi media pembesaran plantlet anggrek Dendrobium Kanayao secara in-vitro.

OPTIMASI JARAK DAN KECEPATAN ROL PADA PENGGILINGAN PADI (RICE MILLING UNIT) MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA.

OPTIMASI JARAK DAN KECEPATAN ROL PADA PENGGILINGAN PADI (RICE MILLING UNIT) MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA. OPTIMASI JARAK DAN KECEPATAN ROL PADA PENGGILINGAN PADI (RICE MILLING UNIT) MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA Oleh : GUNAWAN KISWOYO F14104104 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminologi Pasca Panen Padi Kegiatan pascapanen padi perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan dan pengemasan (Patiwiri, 2006). Padi biasanya dipanen pada

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PENGGILINGAN GABAH DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA 1

OPTIMASI PROSES PENGGILINGAN GABAH DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA 1 OPTIMASI PROSES PENGGILINGAN GABAH DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA 1 Suroso 2 dan Gunawan Kiswoyo 3 ABSTRAK Keberhasilan proses penggilingan gabah dapat dilihat nilai efisiensi

Lebih terperinci

Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 2008 Nama Varietas Tahun Tetua Rataan Hasil Pemulia Golongan Umur tanaman

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI. Disusun oleh: Kelompok 3

LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI. Disusun oleh: Kelompok 3 LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI Disusun oleh: Kelompok 3 Arya Widura Ritonga Najmi Ridho Syabani Dwi Ari Novianti Siti Fatimah Deddy Effendi (A24051682) (A24051758)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Terminologi Pascapanen Padi Pengertian pascapanen padi adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh petani dan juga oleh lembaga tata niaga atau swasta, setelah padi dipanen sampai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Hidroponik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Hidroponik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Hidroponik Hidroponik dalam pengertian paling sederhana adalah penumbuhan tanaman tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya. Hidroponik mulai dilirik dan berkembang

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama ±3 bulan dimulai dari Februari sampai April 2013 yang berlokasikan di Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Penanganan pascapanen adalah tindakan yang dilakukan atau disiapkan agar hasil pertanian siap

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN Tinjauan Pustaka Menurut Tharir (2008), penggilingan padi merupakan industri padi tertua dan tergolong paling besar di Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan komoditas pangan unggulan Provinsi Lampung. Produksi padi yang dihasilkan di Provinsi Lampung secara

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

: Kasar pada sebelah bawah daun

: Kasar pada sebelah bawah daun Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Varietas : Ciherang Nomor Pedigree : S 3383-1d-Pn-41-3-1 Asal/Persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR Golongan : Cere Bentuk : Tegak Tinggi : 107 115 cm Anakan

Lebih terperinci

BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH

BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH SNI 6128:2015 BERAS Ruang lingkup : SNI ini menetapkan ketentuan tentang persyaratan mutu, penandaan dan pengemasan semua jenis beras yang diperdagangkan untuk konsumsi.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3 Nomor persilangan : BP3448E-4-2 Asal persilangan : Digul/BPT164-C-68-7-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 110 hari Bentuk tanaman : Sedang Tinggi tanaman : 95

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara BAB II DASAR TEORI Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga berfungsi sebagai dasar untuk memberi jawaban

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu dan Laboratorium Rekayasa dan Bioproses Pascapanen, Jurusan

Lebih terperinci

UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1

UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1 UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1 Hanim Zuhrotul A 2, Nursigit Bintoro 2 dan Devi Yuni Susanti 2 ABSTRAK Salah satu faktor yang mengakibatkan kehilangan hasil pada produk pertanian tanaman

Lebih terperinci

LAMPIRAN U1 U2 U3 T2 T3 T1 T3 T1 T2 T1 T2 T3 U4 U5 U6 T1 T3 T2 T1 T3 T2 T2 T3 T1 U7 U8 U9 T3 T1 T2 T2 T1 T3 T3 T1 T2

LAMPIRAN U1 U2 U3 T2 T3 T1 T3 T1 T2 T1 T2 T3 U4 U5 U6 T1 T3 T2 T1 T3 T2 T2 T3 T1 U7 U8 U9 T3 T1 T2 T2 T1 T3 T3 T1 T2 LAMPIRAN Lampiran 1. Bagan Penelitian U U1 U2 U3 T2 T3 T1 T3 T1 T2 T1 T2 T3 U4 U5 U6 T1 T3 T2 T1 T3 T2 T2 T3 T1 U7 U8 U9 T3 T1 T2 T2 T1 T3 T3 T1 T2 Keterangan: U T1 T2 T3 : : Padi Sawah : Padi Gogo : Rumput

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN Konfigurasi Mesin Penggilingan Padi Untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling (Rice Milling Machine Configuration to Reduce Losses and Increase Milling Yield) Rokhani Hasbullah, Anggitha Ratri

Lebih terperinci

Potensi Hasil : 5-8,5 ton/ha Ketahanan : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Terhadap Hama. Ketahanan. Terhadap Penyakit

Potensi Hasil : 5-8,5 ton/ha Ketahanan : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Terhadap Hama. Ketahanan. Terhadap Penyakit LAMPIRAN 30 31 Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-31//IR19661131-3-

Lebih terperinci

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Data pengamatan tinggi tanaman padi (cm) pada umur 3 MST pada P0V1 60.90 60.33 59.33 180.57 60.19 P0V2 53.33 59.00 58.33 170.67 56.89 P0V3 62.97 61.33 60.97 185.27 61.76 P1V1 61.57 60.03 59.33

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag LAMPIRAN 38 39 Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag Kadar total Satuan BF Slag Korea EF Slag Indonesia Fe 2 O 3 g kg -1 7.9 431.8 CaO g kg -1 408 260.0 SiO 2 g

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA 93011 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2 Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD. Kilang Padi Bersama merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pengolahan padi menjadi beras atau penggilingan padi (Rice Milling

Lebih terperinci

Lampiran 1. BaganPenelitian U I U II U III S1 S2 S3 V1 V2 V3 V2 V1 V cm V3 V3 V1 S2 S3 S1 V cm. 50 cm V1. 18,5 m S3 S1 S2.

Lampiran 1. BaganPenelitian U I U II U III S1 S2 S3 V1 V2 V3 V2 V1 V cm V3 V3 V1 S2 S3 S1 V cm. 50 cm V1. 18,5 m S3 S1 S2. Lampiran 1. BaganPenelitian U I U II U III T V1 V2 V3 U S V2 V1 V2 B 150 cm V3 V3 V1 100 cm V3 V3 V1 50 cm V1 V2 V3 18,5 m V2 V1 V2 V3 V1 V1 V2 V2 V2 5,5 m V1 V3 V3 80 cm 300 cm Lampiran 2.Bagan Tanaman

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi Sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal Persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131- 3-1///IR64

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS WAKTU PENGERINGAN DAN TEMPERING TERHADAP MUTU BERAS PADA PENGERINGAN GABAH LAPISAN TIPIS

BAB III ANALISIS WAKTU PENGERINGAN DAN TEMPERING TERHADAP MUTU BERAS PADA PENGERINGAN GABAH LAPISAN TIPIS BAB III ANALISIS WAKTU PENGERINGAN DAN TEMPERING TERHADAP MUTU BERAS PADA PENGERINGAN GABAH LAPISAN TIPIS 3.1 PENDAHULUAN 3.1.1 Latar Belakang Bagi masyarakat Indonesia, beras menjadi komoditas yang sangat

Lebih terperinci

Yang termasuk persyaratan umum adalah hama/penyakit, bau apek atau asing, bahan

Yang termasuk persyaratan umum adalah hama/penyakit, bau apek atau asing, bahan BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Gudang BULOG 206 Rembang. Gudang ini berada di Desa Kedungrejo Kabupaten Rembang. Tepatnya adalah di Jalan Raya Rembang- Blora

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang

TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Rantai Pasok Rantai pasok adalah sekumpulan aktivitas dan keputusan yang saling terkait untuk mengintegrasi pemasok, manufaktur, gudang, jasa transportasi, pengecer,

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai

II.TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai 9 II.TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai berikut : Regnum Divisio Sub Divisio Class Ordo Family Genus : Plantae

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) Marihot TP. Manalu Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

: tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, 3 dan Sumatera Utara Ketahanan terhadap penyakit

: tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, 3 dan Sumatera Utara Ketahanan terhadap penyakit LAMPIRAN 52 Lampiran 1. Deskripsi Varietas Aek Sibundong Nomor pedigri : BP1924-1E-5-2rni Asal persilangan : Sitali/Way Apo Buru//2*Widas Golongan : Cere Umur tanaman : 108-125 hari Bentuk tanaman : Tegak

Lebih terperinci

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT Havid Syafwan Program Studi Manajemen Informatika, Amik Royal, Kisaran E-mail: havid_syafwan@yahoo.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman jagung Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika Tengah (Meksiko Bagian Selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini, lalu teknologi

Lebih terperinci

J3V3 J1V3 J3V2 J1V2 J3V4 J1V5 J2V3 J2V5

J3V3 J1V3 J3V2 J1V2 J3V4 J1V5 J2V3 J2V5 Lampiran 1. Bagan Percobaan 1 2 3 J2V5 J1V2 J3V1 X X X X X X X X X X J1V4 J2V2 J3V3 X X X X X X X X X X J3V1 J3V4 J1V1 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X J2V3 J1V5 J2V4 X X X X X X X X X X J1V2 J3V5

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam peradaban manusia. Padi sudah dikenal sebagai tanaman pangan sejak jaman prasejarah.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007)

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Asal persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR 19661-131-3-1//IR 19661-131-3-1///IR 64////IR 64 Umur tanaman : 116-125 hari Bentuk tanaman

Lebih terperinci

V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V1A2(2)

V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V1A2(2) 64 Lampiran 1. Lay Out Penelitian V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V2A1(3) V4A1(2) V1A1(3) V3A1(3) V2A2(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V4A1(1) V5A1(2) V4A2(1) V2A2(1) V1A2(3) V3A2(2) V4A2(2) V2A1(1)

Lebih terperinci

BACK PROPAGATION NETWORK (BPN)

BACK PROPAGATION NETWORK (BPN) BACK PROPAGATION NETWORK (BPN) Arsitektur Jaringan Digunakan untuk meminimalkan error pada output yang dihasilkan oleh jaringan. Menggunakan jaringan multilayer. Arsitektur Jaringan Proses belajar & Pengujian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data

MATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama dua

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Cibogo. Asal Persilangan :S487B-75/IR //IR I///IR 64////IR64

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Cibogo. Asal Persilangan :S487B-75/IR //IR I///IR 64////IR64 Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Cibogo Nomor seleksi : S3382-2D-PN-16-3-KP-I Asal Persilangan :S487B-75/IR 19661-131-3-1//IR 19661-131-3- I///IR 64////IR64 Golongan : Cere Umur tanaman : 115-125

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benih Pengertian 2.2. Klasifikasi Umum Tanaman Padi

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benih Pengertian 2.2. Klasifikasi Umum Tanaman Padi II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benih 2.1.1. Pengertian Benih adalah biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan di dalam usaha tani, yang mana memiliki fungsi secara agronomis atau merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN

LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN ACARA V PENGENALAN RICE MILL UNIT Disusun Oleh: Nama : Arif Ardiawan NIM : A1L008062 Rombongan : B Kelompok : 4 KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH Zahara Mardiah dan Siti Dewi Indrasari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi ABSTRAK Permintaan beras berkualitas

Lebih terperinci

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian 1, Erlinda Ningsih 2 1 Dosen Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama 2 Mahasiswa Sistem Informasi, STMIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebar dari Sabang dari Merauke dengan bermacam-macam jenis pangan

BAB I PENDAHULUAN. tersebar dari Sabang dari Merauke dengan bermacam-macam jenis pangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris sangat kaya tanaman pangan yang tersebar dari Sabang dari Merauke dengan bermacam-macam jenis pangan khas bagi daerah masing-masing.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka (Samuel, Toni & Willi 2005) dalam penelitian yang berjudul Penerapan Algoritma Genetika untuk Traveling Salesman Problem Dengan Menggunakan Metode Order Crossover

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Cihideung Ilir merupakan salah satu desa dari 13 (tiga belas) desa yang terdapat di kecamatan Ciampea, dan wilayahnya masuk dalam Kabupaten

Lebih terperinci

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation 65 Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation Risty Jayanti Yuniar, Didik Rahadi S. dan Onny Setyawati Abstrak - Kecepatan angin dan curah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alat Pengolahan Padi 1.2. Penggilingan Padi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alat Pengolahan Padi 1.2. Penggilingan Padi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alat Pengolahan Padi Umumnya alat pengolahan padi terdiri dari berbagai macam mesin, yaitu mesin perontok padi, mesin penggiling padi, mesin pembersih gabah, mesin penyosoh beras,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai

Lebih terperinci

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI. Jasmir, S.Kom, M.Kom

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI. Jasmir, S.Kom, M.Kom ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI Jasmir, S.Kom, M.Kom Dosen tetap STIKOM Dinamika Bangsa Jambi Abstrak Pegawai atau karyawan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padi Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai saat ini terus dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan merupakan tanaman pangan yang dapat

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 39 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Desember tahun 2010 di rumah tanaman (greenhouse) Balai Penelitian Agroklimatologi dan Hidrologi (Balitklimat),

Lebih terperinci

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN Jasmir, S.Kom, M.Kom Dosen tetap STIKOM Dinamika Bangsa Jambi Abstrak Karyawan atau tenaga kerja adalah bagian

Lebih terperinci

Jurnal Informatika Mulawarman Vol 5 No. 1 Februari

Jurnal Informatika Mulawarman Vol 5 No. 1 Februari Jurnal Informatika Mulawarman Vol 5 No. 1 Februari 2010 50 Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Memprediksi Jumlah Pengangguran di Provinsi Kalimantan Timur Dengan Menggunakan Algoritma Pembelajaran

Lebih terperinci

Serealia, umbi, dan hasil olahannya Kacang-kacangan, bijibijian,

Serealia, umbi, dan hasil olahannya Kacang-kacangan, bijibijian, 4 generasi, kromosom akan melalui proses evaluasi dengan menggunakan alat ukur yang disebut dengan fungsi fitness. Nilai fitness dari suatu kromosom akan menunjukkan kualitas kromosom dalam populasi tersebut.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Travelling Salesman Problem (TSP) Travelling Salesmen Problem (TSP) termasuk ke dalam kelas NP hard yang pada umumnya menggunakan pendekatan heuristik untuk mencari solusinya.

Lebih terperinci

PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE SELEKSI TURNAMEN UNTUK DATA TIME SERIES

PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE SELEKSI TURNAMEN UNTUK DATA TIME SERIES JURNAL GAUSSIAN, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 65-72 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 377/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 377/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 377/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SL - 11H SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA VARIETAS SL 11 SHS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 533/Kpts/SR.120/9/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA ZY-64 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA ADIRASA-64

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 533/Kpts/SR.120/9/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA ZY-64 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA ADIRASA-64 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 533/Kpts/SR.120/9/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA ZY-64 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA ADIRASA-64 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN :

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN : PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH PRODUKSI AIR MINUM MENGGUNAKAN ALGORITMA BACKPROPAGATION (STUDI KASUS : PDAM TIRTA BUKIT SULAP KOTA LUBUKLINGGAU) Robi Yanto STMIK Bina Nusantara

Lebih terperinci

Masa berlaku: Alamat : Situgadung, Tromol Pos 2 Serpong, Tangerang Februari 2010 Telp. (021) /87 Faks.

Masa berlaku: Alamat : Situgadung, Tromol Pos 2 Serpong, Tangerang Februari 2010 Telp. (021) /87 Faks. Nama Laboratorium : Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian ; Ir. H. Koes Sulistiadji, M.S. Mekanik Traktor roda empat Pengukuran dimensi : - Dimensi unit traktor IK-SP TR4: 2007 butir 1 - Dimensi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 132/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 132/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 132/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA P.05 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA VARIETAS MAPAN-P.05 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

UJI GLUKOSA DAN ORGANOLEPTIK KUE BOLU DARI PENAMBAHAN TEPUNG GAPLEK DAN BEKATUL SKRIPSI

UJI GLUKOSA DAN ORGANOLEPTIK KUE BOLU DARI PENAMBAHAN TEPUNG GAPLEK DAN BEKATUL SKRIPSI UJI GLUKOSA DAN ORGANOLEPTIK KUE BOLU DARI PENAMBAHAN TEPUNG GAPLEK DAN BEKATUL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi Disusun oleh: ANTRI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan hutan hujan tropis dengan keanekaragaman spesies tumbuhan yang sangat tinggi dan formasi hutan yang beragam. Dipterocarpaceae

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penanganan Awal Kacang Tanah Proses pengupasan kulit merupakan salah satu proses penting dalam dalam rangkaian proses penanganan kacang tanah dan dilakukan dengan maksud untuk

Lebih terperinci

LAMPIRAN B 1 C 4 F 4 A 4 D 1 E 2 G 1 C 1 C 3 G 2 A 1 B 4 G 3 C 2 F 2 G 4 E 4 D 2 D 3 A 2 A 3 B 3 F 3 E 1 F 1 D 4 E 3 B 2

LAMPIRAN B 1 C 4 F 4 A 4 D 1 E 2 G 1 C 1 C 3 G 2 A 1 B 4 G 3 C 2 F 2 G 4 E 4 D 2 D 3 A 2 A 3 B 3 F 3 E 1 F 1 D 4 E 3 B 2 Lampiran 1. Layout Penelitian LAMPIRAN B 1 C 4 F 4 A 4 D 1 E 2 G 1 C 1 C 3 G 2 A 1 B 4 G 3 C 2 F 2 G 4 E 4 D 2 D 3 A 2 A 3 B 3 F 3 E 1 F 1 D 4 E 3 B 2 Keterangan : A B C D E F G = Kontrol = Urea = Urea

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan buatan, kecerdasan buatan merupakan salah satu bagian ilmu

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan buatan, kecerdasan buatan merupakan salah satu bagian ilmu BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jaringan Syaraf Tiruan merupakan bagian dari sistem kecerdasan buatan, kecerdasan buatan merupakan salah satu bagian ilmu pengetahuan yang digunakan untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 376/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 376/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 376/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SL - SH SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA VARIETAS SL 8 SHS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

ALAT DAN MESIN PANEN PADI

ALAT DAN MESIN PANEN PADI ALAT DAN MESIN PANEN PADI Sejalan dengan perkembangan teknologi dan pemikiran-pemikiran manusia dari jaman ke jaman, cara pemungutan hasil (panen) pertanian pun tahap demi tahap berkembang sesuai dengan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 131/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 131/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 131/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA P.02 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA VARIETAS MAPAN-P.02 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI

KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI OLEH: ANGGITHA RATRI DEWI F14051034 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani

Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani 84 Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani Pascapanen Upaya pemerintah untuk mencapai swasembada beras ditempuh melalui berbagai cara, salah

Lebih terperinci

lalu menghitung sinyal keluarannya menggunakan fungsi aktivasi,

lalu menghitung sinyal keluarannya menggunakan fungsi aktivasi, LAMPIRAN 15 Lampiran 1 Algoritme Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Standar Langkah 0: Inisialisasi bobot (bobot awal dengan nilai random yang paling kecil). Langkah 1: Menentukan maksimum epoch, target

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asam Salisilat 1. Struktur Kimia Asam Salisilat Struktur kimia asam salisilat dan turunannya dapat dilihat pada Gambar 2 : Gambar 2. Struktur kimia asam salisilat dan turunannya

Lebih terperinci

ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION

ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION Eka Irawan1, M. Zarlis2, Erna Budhiarti Nababan3 Magister Teknik Informatika, Universitas Sumatera

Lebih terperinci

Lampiran I. Lay Out Peneltian

Lampiran I. Lay Out Peneltian Lampiran I. Lay Out Peneltian 49 Lampiran II. Deskripsi Varietas Mentik Wangi Asal Persilangan : Mentikwangi Golongan : Cere Umur Tanaman : 112-113 Hst Bentuk Tanaman : TegakTinggi Tanaman : 106-113 cm

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Mekar Tani, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang dan Balai Besar Penelitian dan

Lebih terperinci

: varietas unggul nasional (released variety) : 636/Kpts/TP.240/12/2001 tanggal 13 Desember tahun 2001 Tahun : 2001 : B6876B-MR-10/B6128B-TB-15

: varietas unggul nasional (released variety) : 636/Kpts/TP.240/12/2001 tanggal 13 Desember tahun 2001 Tahun : 2001 : B6876B-MR-10/B6128B-TB-15 Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Batutugi Nama varietas : Batutugi Kategori : varietas unggul nasional (released variety) SK : 636/Kpts/TP.240/12/2001 tanggal 13 Desember tahun 2001 Tahun : 2001 Tetua

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Kelayakan 1. Investor 2. Analisis 3. Masyarakat 4. Pemerintah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Kelayakan 1. Investor 2. Analisis 3. Masyarakat 4. Pemerintah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Kelayakan Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak suatu gagasan usaha yang direncanakan. Pengertian layak

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deksripsi Varietas Padi CISADANE

Lampiran 1. Deksripsi Varietas Padi CISADANE Lampiran 1. Deksripsi Varietas Padi CISADANE Nomor seleksi : B2484B-PN-28-3-MR-1 Asal persilangan : Pelita I-1/B2388 Golongan : Cere, kadang-kadang berbulu Umur tanaman : 135-140 hari Bentuk tanaman :

Lebih terperinci

Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014

Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014 Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014 PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN TINGKAT KECERAHAN BERAS GILING (ORYZA SATIVA L.) PADA BERBAGAI PENGGILINGAN BERAS Budidarmawan Idris 1, Junaedi

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang kerap kali menjadi masalah. Masalah yang dihadapi adalah pertumbuhan

BAB I. PENDAHULUAN. yang kerap kali menjadi masalah. Masalah yang dihadapi adalah pertumbuhan 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan bahan pangan terutama beras, banyak ditemui problematika yang kerap kali menjadi masalah. Masalah yang dihadapi adalah pertumbuhan jumlah penduduk yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengangkutan Pengangkutan adalah kegiatan memindahkan padi setelah panen dari sawah atau rumah ke Pabrik Penggilingan Padi (PPP). Tingkat kehilangan hasil dalam tahapan pengangkutan

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA DAN KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI DI DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR SKRIPSI

ANALISIS BIAYA DAN KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI DI DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR SKRIPSI ANALISIS BIAYA DAN KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI DI DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR SKRIPSI ADHITYA YUDHA PRADHANA F14063458 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Deskripsi dan gambar varietas tanaman padi. 1. Deskripsi Varietas Padi Ciherang (Suprihatno et al. 2009)

LAMPIRAN. Lampiran 1 Deskripsi dan gambar varietas tanaman padi. 1. Deskripsi Varietas Padi Ciherang (Suprihatno et al. 2009) 40 LAMPIRAN Lampiran 1 Deskripsi dan gambar varietas tanaman padi 1. Deskripsi Varietas Padi Ciherang (Suprihatno et al. 2009) Nomor seleksi : S3383-1D-PN-41-3-1 Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/3*IR19661-131-3-1-3//4*IR64

Lebih terperinci

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

SATIN Sains dan Teknologi Informasi SATIN - Sains dan Teknologi Informasi, Vol. 2, No., Juni 206 SATIN Sains dan Teknologi Informasi journal homepage : http://jurnal.stmik-amik-riau.ac.id Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Estimasi Needs

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT

BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT KARYA ILMIAH BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS Nama : Asmorojati Kridatmaja NIM : 10.11.3641 Kelas : SI-TI 2B SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT

KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT Obyek koleksi varietas Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Balai Besar PPMB-TPH) pada Tahun 2016, selain berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka. Penelitian serupa mengenai penjadwalan matakuliah pernah dilakukan oleh penelliti yang sebelumnya dengan metode yang berbeda-neda. Berikut

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Teka-Teki Silang Teka-teki silang atau disingkat TTS adalah suatu permainan yang mengharuskan penggunanya untuk mengisi ruang-ruang kosong dengan huruf-huruf yang membentuk sebuah

Lebih terperinci