KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI"

Transkripsi

1 KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI OLEH: ANGGITHA RATRI DEWI F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: ANGGITHA RATRI DEWI F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

3 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: ANGGITHA RATRI DEWI F Dilahirkan pada tanggal 5 Desember 1986 di Malang Bogor, Juni 2009 Menyetujui, (Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si) Dosen Pembimbing Mengetahui, (Dr. Ir. Desrial, M.Eng) Ketua Departemen Teknik Pertanian

4 Anggitha Ratri Dewi. F Kajian Konfigurasi Mesin Penggilingan untuk Meningkatkan Rendemen dan Menekan Susut Penggilingan pada Beberapa Varietas Padi. Dibimbing oleh Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi RINGKASAN Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok penduduk Indonesia karena sebagian besar mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Salah satu solusi bijak yang bisa ditempuh untuk mengatasi kelangkaan beras adalah dengan memaksimalkan produksi beras dalam negeri dengan cara menekan kehilangan hasil selama pascapanen. Penggilingan padi adalah salah satu tahapan pascapanen padi yang terdiri dari rangkaian beberapa proses dimana proses utamanya adalah pemecahan kulit (husking) dan penyosohan (polishing) untuk mengolah gabah menjadi beras siap konsumsi. Kehilangan hasil di penggilingan tergantung pada penanganan gabah sejak dipanen sampai pengeringan (mutu gabah dan kadar air gabah), kondisi lingkungan (lahan kering/pasang surut), sistem sanitasi penggilingan dan kondisi serta tipe alat mesin penggilingan. Rendemen giling dipengaruhi oleh kualitas gabah, varietas padi, kinerja mesin-mesin yang dipakai dalam proses penggilingan, derajat kematangan, dan konfigurasi mesin penggiling. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji rendemen dan susut giling pada berbagai konfigurasi mesin giling dan varietas padi serta mengamati mutu beras giling. Penelitian lapang dilakukan di Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Mekartani, Rengasdengklok, Karawang untuk memperoleh data rendemen lapang dan mengamati kondisi penggilingan. Pengukuran rendemen laboratorium dan pengamatan mutu beras dilakukan di Laboratorium Balai Besar Pengembangan Pascapanen Pertanian, Karawang. Metode yang dilakukan adalah padi dengan varietas Ciherang, Hibrida, dan Cibogo digiling menggunakan konfigurasi mesin giling yang terdiri dari: (1) dua kali pecah kulit dan dua kali sosoh (2H-2P), (2) satu kali pecah kulit, satu kali pemisah, dan satu kali sosoh(h-s-p), (3) satu kali pecah kulit, dua kali pemisah dan dua kali sosoh(h-2s-2p). Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan menggunakan tabel anova. Pengujian untuk melihat sejauh mana perbedaan antar perlakuan dilakukan dengan menggunakan Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Pengamatan akan dilakukan terhadap rendemen giling, susut giling, dan mutu beras. Hasil pengukuran rendemen lapang menunjukkan bahwa rendemen lapang terbesar adalah varietas Cibogo dengan konfigurasi H-2S-2P, yaitu sebesar 67.97%. Untuk varietas Ciherang dan Hibrida, rendemen terbesar adalah dengan konfigurasi H-S-P, yaitu masing-masing sebesar 62.96% dan 62.04%. Rendemen laboratorium tertinggi untuk ketiga varietas adalah dengan konfigurasi H-S-P, yaitu Ciherang, Hibrida, dan Cibogo berturut-turut sebesar 66.35%, 64.83%, dan 69.26%. Hasil susut penggilingan terkecil adalah varietas Ciherang dan Cibogo dengan konfigurasi H-2S-2P sebesar 3.06% dan 1.18%. Susut terendah varietas Hibrida dengan konfigurasi H-S-P sebesar 2.79%. Rata-rata susut terendah adalah konfigurasi H-2S-2P sebesar 2.52% dan varietas Cibogo 1.41%.

5 Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa konfigurasi mesin giling tidak berpengaruh terhadap rendemen lapang, rendemen laboratorium, dan susut penggilingan. Namun, varietas memberikan pengaruh terhadap ketiga respon tersebut dengan hasil uji lanjut yang menunjukkan bahwa ketiga varietas menghasilkan perbedaan yang nyata terhadap rendemen lapang, rendemen laboratorium, dan susut penggilingan. Pemutuan beras menunjukkan beras kepala terbesar pada Ciherang dengan konfigurasi H-S-P (79.96%). Derajat sosoh terbesar adalah varietas Hibrida dengan konfigurasi H-2S-2P (100%). Hasil penilaian menggunakan skala pembobotan menunjukkan bahwa varietas Cibogo dengan konfigurasi H-2S-2P adalah yang terbaik ditinjau dari segi rendemen penggilingan, susut penggilingan, dan mutu berasnya.

6 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 5 Desember 1986, anak pertama dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Tjipto Utomo dan Ibu Lumantar Ningsih. Jenjang pendidikan yang telah ditempuh yaitu pendidikan dasar di SD Taman Siswa Turen, lulus pada tahun Penulis melanjutkan jenjang pendidikan menengah pertama di SLTP N 1 Turen, lulus tahun 2002 kemudian melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA N 3 Malang dan lulus tahun Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan pada tahun kedua tercatat sebagai mahasiswa Departemen Teknik Pertanian IPB. Selama mengikuti perkuliahan di Departemen Teknik Pertanian, penulis pernah melakukan Praktek Lapang di PG Kebon Agung, Malang dengan judul Mempelajari Aspek Keteknikan pada Proses Produksi dan Penyimpanan Gula di PG Kebon Agung, Malang. Organisasi yang pernah diikuti selama kegiatan perkuliahan antara lain Staf Departemen Keteknikan HIMATETA (Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian), Pengurus UKM FORCES (Forum for Scientific Studies), dan Pengurus Keluarga Mahasiswa Arema. Prestasi yang pernah diraih penulis selama di IPB adalah Juara 3 Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) Tingkat IPB dan Finalis Kontes Kreatifitas dan IPTEK Mahasiswa Nasional (Konteknas) di Universitas Sebelas Maret.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul Kajian Konfigurasi Mesin Penggilingan untuk Meningkatkan Rendemen dan Menekan Susut Penggilingan pada Beberapa Varietas Padi. Skripsi ini berisi informasi mengenai rendemen dan susut penggilingan pada berbagai konfigurasi mesin penggilingan dan varietas padi. Dengan informasi ini diharapkan dapat dijadikan acuan lebih lanjut untuk mengkaji rendemen dan susut penggilingan yang terjadi di tempat penggilingan padi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama penulis melaksanakan penelitian maupun penulisan skripsi, terutama kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, saran dan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir kuliah ini. 2. Bapak Dr. Ir. Lilik Pujantoro E.N, M.Agr. selaku dosen penguji yang telah memebrikan saran dan pengarahan dalam penulisan tugas akhir. 3. Bapak Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr. selaku dosen penguji yang telah memebrikan saran dan pengarahan dalam penulisan tugas akhir. 4. Bapak Gery Kurniawan, selaku ketua gabungan kelompok tani (Gapoktan) Mekartani atas ijinnya menggunakan tempat, atas segala kebaikan, bantuan, kerjasama dan masukan selama penelitian. 5. Bapak Ir. Sigit Nugraha, selaku Kepala Balai Besar Pengembangan Pascapanen Pertanian, Karawang yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama penelitian di laboratorium. 6. Staf Balai Besar Pengembangan Pascapanen Pertanian, Karawang, Bapak Supeno, Pak Haji Suhaya, dan Bu Leli atas bimbingan dan bantuan saat bekerja di laboratorium. 7. Keluarga tersayang, Bapak, Ibu, dan Adikku Ryan atas doa, dukungan dan motivasi yang diberikan. i

8 8. Masyarakat Gapoktan Mekartani, Pak Dedi dan Pak Wakil, bapak-bapak para operator penggilingan, serta Pak Pian atas informasi dan bantuan selama penelitian. 9. Keluarga Pak Ahmad, Bapak, Ibu Heni, Walid, Teh Cucum dan Dede Bams atas segala kebersamaan, bantuan, dan dukungan selama tugas akhir ini. 10. Keluarga Sukasari, Pakdhe, Budhe, Mbak Denok, Mbak Nimas, Mas Andi dan Andra atas motivasi, dukungan dan doa selama tugas akhir. 11. Seluruh dosen pengajar di Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor, atas ilmu dan pengalaman penting lainnya selama kuliah. 12. Riska Indaryani, rekan seperjuangan selama di IPB, selama di TEP, dan saat melakukan tugas akhir, serta Lilis Sucahyo sebagai teman satu bimbingan atas kebersamaannya selama ini. Semoga Allah memberikan yang terbaik untuk kita. 13. Muhammad Haris Riza, atas dukungan dan doa kepada penulis. 14. Teman-teman seperjuangan Tep 42 atas persahabatan dan masa-masa indahnya selama kuliah di IPB. Semoga Allah SWT memberikan jalan terbaik untuk kita semua. 15. Keluarga Ika, Bapak Joko, Ibu, dede Lusi, dan Om Abeng atas bantuan dan dukungan selama penelitian. 16. Keluarga besar Wismo Ayu: Tyas, Nita, Nur, Niken, Mb Titin, Rita, dll, Keluarga Besar Arema IPB, Mbak Rina, dan Mbak Dina serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungannya selama ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Bogor, Juni 2009 Penulis ii

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. Padi... 4 B. Gabah... 8 C. Beras... 9 D. Kadar Air E. Rendemen dan Susut Penggilingan F. Penggilingan Padi III.METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat B. Alat dan Bahan C. Metode Penelitian D. Rancangan Percobaan E. Pengamatan Rendemen Penggilingan Susut Penggilingan Mutu Beras IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Fisik Gabah dan Beras B. Pengaruh Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi terhadap Rendemen Penggilingan iii

10 C. Pengaruh Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi terhadap Susut Penggilingan D. Mutu Beras V. PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Padi Varietas Ciherang... 5 Tabel 2. Padi Varietas Cibogo Tabel 3. Padi Varietas Hibrida SL Tabel 4. Spesifikasi Persyaratan Mutu Gabah... 9 Tabel 5. Spesifikasi Persyaratan Mutu Beras Giling Tabel 6. Kadar Air pada Beberapa Varietas Padi Tabel 7. Dimensi Gabah pada Beberapa Varietas Padi Tabel 8. Kualitas Fisik Gabah pada Beberapa Varietas Padi Tabel 9. Berat 1000 butir Gabah / Beras Tabel 10.Rendemen Lapang pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi Tabel 11.Rendemen Laboratorium pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi Tabel 12.Perbandingan Rendemen Lapang, Rendemen Laboratorium, dan Susut Penggilingan Tabel 13.Lama Penggilingan pada berbegai Konfigurasi Mesin Penggilingan Tabel 14.Susut Penggilingan pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi Tabel 15.Mutu Beras Pengaruh pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi v

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Rubber Roll Husker pada PPK Gambar 2. Screen Separator pada PPK Gambar 3. Polisher Tipe Friksi pada PPK Gambar 4. Skema Proses Penggilingan Padi Secara Sedethana Gambar 5. Sistem Penggilingan Padi (Husker, Separator. Polisher) Gambar 6. Skema Proses Penggilingan Padi dengan Konfigurasi (a) 2H-2P, (b) H- S-P, (c) H-2S-2P Gambar 7. Mini husker (a) dan mini polisher (b) Gambar 8. Kett Moisture Tester Gambar 9. Milling Meter Gambar 10. Sample Devider (a) dan Rice Grader (b) Gambar 11. Timbangan Analitik Gambar 12.Skema Metode Penelitian Gambar 13.Perbandingan Pengukuran Kadar Air pada Beberapa Varietas Padi dari Proses Pemanenan hingga Penggilingan Gambar 14.Pengukuran Dimensi Gabah dan Beras Gambar 15.Rendemen Lapang pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi Gambar 16.Rendemen Laboratorium pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi Gambar 17. Susut Penggilingan pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi Gambar 18.Pemutuan Beras (Butir Kuning, Butir Mengapur, Benda Asing dan Butir Gabah) vi

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Rendemen Penggilingan Lampiran 2. Susut Penggilingan Lampiran 3. Spesifikasi Mesin Penggilingan Padi Lampiran 4. Keterangan Umum Penggilingan (Hasil Wawancara) Lampiran 5. Hasil Analisis Sidik Ragam pada Rendemen Lapang Lampiran 6. Hasil Analisis Sidik Ragam pada Rendemen Laboratorium Lampiran 7. Berat Gabah dan Beras di Lapangan Lampiran 8. Berat Gabah dan Beras di Laboratorium Lampiran 9. Kehilangan Hasil pada Husker dan Polisher Lampiran 10. Hasil Analisis Sidik Ragam pada Susut Penggilingan Lampiran 11.Hasil Pengukuran Menggunakan Milling Meter Lampiran 12.Pembobotan Nilai Keseluruhan Lampiran 13.Foto-foto Pengamatan Rendemen dan Susut Penggilingan vii

14 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia karena sebagian besar mengkonsumsi nasi sebagai bahan makanan pokok. Nasi merupakan bahan makanan yang sudah cocok dengan bangsa Indonesia sehingga sulit menggantikan nasi sebagai makanan pokok. Kondisi ekonomi Indonesia yang tidak stabil menyebabkan kebutuhan pokok menjadi langka disertai dengan harga yang tinggi. Salah satu komoditas yang mengalami kondisi ini adalah beras. Namun, masyarakat Indonesia tidak dapat berpaling dari beras sebagai bahan makanan pokok. Impor beras adalah salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah dalam rangka mengatasi krisis bahan pangan. Namun, solusi ini mendapat protes dari banyak pihak karena dapat memperparah krisis yang dialami oleh bangsa Indonesia. Adanya protes ini disebabkan oleh pendapat bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang pernah berswasembada beras dan sampai saat ini pun padi yang ditanam dapat memenuhi kebutuhan pangan seluruh rakyat Indonesia. Salah satu solusi bijak yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah ini adalah mengoptimalkan kembali hasil panen di negara ini. Cara yang dilakukan untuk mengoptimalkan hasil panen padi adalah dengan penanganan pascapanen yang baik dan pendistribusian hasil panen yang merata. Masalah utama yang sering dialami oleh petani dalam penanganan pascapanen padi adalah tingginya kehilangan hasil selama pascapanen. Kegiatan pascapanen meliputi proses pemanenan padi, penyimpanan padi, perontokan padi, pengeringan gabah, dan penggilingan gabah hingga menjadi beras. Masing-masing tahapan pemanenan tersebut memungkinkan terjadinya susut pascapanen. Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS, 2007) dalam warta agribisnis (2008), menunjukkan bahwa susut hasil panen padi di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu sebesar % yang terjadi pada saat panen (1.57 %), perontokan (0.98 %), pengeringan (3.59 %), penggilingan (3.07 %), penyimpanan (1.68 %), dan pengangkutan (0.38 %). 1

15 Penggilingan padi adalah salah satu tahapan pascapanen padi yang terdiri dari rangkaian beberapa proses untuk mengolah gabah menjadi beras siap konsumsi. Gabah yang dapat dimasukkan dalam proses penggilingan padi adalah gabah kering giling. Berat biji padi akan berkurang sedikit demi sedikit selama proses penggilingan akibat pengupasan dan penyosohan. Bagianbagian yang tidak berguna akan dipisahkan sedangkan bagian utama yang berupa beras dipertahankan. Namun, tidak dapat dihindarkan sebagian butiran beras akan patah selama mengalami proses penggilingan. Penggilingan padi sebagai mata rantai akhir dari proses produksi beras, mempunyai posisi yang strategis untuk ditingkatkan kinerja dan efisiensinya sehingga dapat menyumbang pada peningkatan produksi beras. Hal ini mengingat rendemen giling dari tahun ke tahun mengalami penurunan secara kuantitatif dari 70% pada akhir tahun 70-an menjadi 65% pada tahun 1985, 63,2% pada tahun 1999, dan pada tahun 2000 paling tinggi hanya 62%, bahkan kenyataan di lapang di bawah 60% (Tjahjohutomo, 2004). Perhitungan susut penggilingan dilakukan sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan kembali rendemen giling sehingga hasil beras yang didapatkan lebih optimal. Susunan mesin giling yang sesuai pada beberapa penggilingan padi kecil berpengaruh terhadap rendemen giling. Dengan perhitungan rendemen dan susut ini diharapkan pemilik penggilingan padi kecil dapat mengetahui bagaimana konfigurasi mesin giling yang tepat sehingga dapat mengoptimalkan hasil berupa beras yang siap dikonsumsi. Selama ini petani-petani di Indonesia memerlukan data lengkap mengenai kondisi pertanian mereka. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan data-data yang diperlukan oleh petani sehingga para petani dapat memperbaiki cara penanganan pascapanen mereka dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas beras yang dihasilkan. Jika kualitas beras lebih tinggi, maka dengan sendirinya rendemen pun akan meningkat sehingga petani akan mendapat nilai tambah dari hasil panen mereka. 2

16 B. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Membandingkan rendemen, susut giling dan mutu beras pada berbagai konfigurasi mesin penggilingan dan varietas padi 2. Menentukan konfigurasi mesin penggilingan dan varietas padi yang mampu meningkatkan rendemen serta menekan susut penggilingan. 3

17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Padi Tanaman padi (Oryza sativa) termasuk golongan tanaman semusim. Bentuk batangnya bulat dan berongga disebut jerami, daunnya memanjang seperti pita yang berdiri pada ruas-ruas batang. Pada ujung batang utama dan batang anakan membentuk rumpun yang pada fase generatif membentuk malai. Bagian daun dari bawah ke atas terdiri dari pelepah daun, leher daun, daun telinga, lidah daun, dan helai daun (Nurmala, 1998). Akarnya serabut yang terletak pada kedalaman tanah cm. Malai padi terdiri dari sekumpulan bunga padi yang timbul dari buku paling atas. Pada waktu berbunga malai berdiri tegak kemudian terkulai bila butir telah terisi dan matang menjadi buah. Bunga padi terdiri atas tangkai bunga, kelopak bunga, lemma (gabah padi yang besar), palae (gabah padi yang kecil), putik, kepala putik, tangkai sari, kepala sari, dan bulu (awu) pada ujung lemma. Setelah terjadi penyerbukan, akan terbentuk buah yang terjadi dari lembaga dan endosperm, yang disebut caryopsis, buah ini juga yang kemudian akan membentuk biji (Nurmala, 1998). Dalam kaitan dengan proses penggilingan padi, karakteristik fisik padi sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran padi menjadi beras putih. Butiran padi yang memiliki bentuk awal berupa gabah kering giling, masih memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan, atau tidak enak dimakan sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut dilepaskan satu demi satu sampai akhirnya didapatkan beras yang enak dimakan yang disebut dengan beras sosoh atau beras putih. Jenis-jenis varietas padi juga berpengaruh dalam proses dan efisiensi penggilingan karena terkait dengan karakteristik fisik padi itu sendiri. 4

18 Berikut ini adalah contoh karakteristik padi varietas Ciherang, Cibogo dan Hibrida. Tabel 1. Padi varietas Ciherang * Komoditas : Padi sawah Tahun : 2002 Anakan produktif Anjuran : batang : Cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 m dpl Asal persilangan : IR /IR //IR ///IR 64////IR64 Bentuk gabah : Panjang ramping Bobot gabah : 1000 buir gr Dilepas tahun : 2000 Golongan : Cere Hasil : ton/ha Nomor pedigri : S3383-id-Pn Tahan hama : Wereng coklat biotipe 2 dan 3 Tahan penyakit : Bakteri Tawar Daun (HDB) strain III dan IV Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23 % Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : cm Umur tanaman : hari Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Kerebahan Pemulia Status Kontak : *Litbang Deptan, 2002 : Sedang : Tarjat T, Z. A. Simanullang, E. Sumadi, dan Aan A. Daradjat : Non komersil : Balai Penelitian Tanaman Padi 5

19 Tabel 2. Padi varietas Cibogo * Komoditas : Padi sawah Tahun : 2003 Anakan produktif Anjuran Asal persilangan : batang : Dapat ditanam pada lahan sawah sampai 800 meter di atas permukaan laut yang tidak endemik hama wereng coklat dan penyakit virus tungro. : IR487B-752/IR //IR ///IR64////IR64 Bentuk gabah : Panjang ramping Bobot gabah : 1000 buir gr Dilepas tahun : 2003 Golongan : Cere Hasil : ton/ha Nomor pedigri Tahan hama : S3382-2D-PN-16-3-KP-1 : Tahan Wereng Coklat Biotipe 2, Agak Tahan Wereng Coklat Biotipe 3 dan HDB strain IV, Rentan Terhadap Penyakit Virus Tungro Tahan penyakit : - Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 24 % Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : cm Umur tanaman : hari Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Agak Tahan Kerebahan : Sedang Pemulia Status : Non komersil Kontak : Balai Penelitian Tanaman Padi *Balai Besar Penelitian Padi,

20 Tabel 3. Padi varietas Hibrida Komoditas : Padi sawah Tahun : 2006 Anakan produktif : Anjuran : Asal persilangan : CMS SL-1A dengan Restorer SL-8R Bentuk gabah : Sedang Bobot gabah : 1000 buir gr Dilepas tahun : 2006 Golongan : Indica/Japonica Hasil : ton/ha Nomor pedigri : SL8H Tahan hama : Agak rentan WBC Taan penyakit : Agak tahan HDB III, agak rentan HDB IV dan VIII, rentan tungro Tekstur nasi : Sedang Kadar amilosa : 25.5 % Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : cm Umur tanaman : hari Warna gabah : Kuning jerami Kerontokan : Sedang Kerebahan : Sedang Pemulia : Status : Kontak : Balai Penelitian Tanaman Padi *Litbang Deptan,

21 B. Gabah Gabah merupakan butiran padi yang terlepas dari malainya setelah mengalami kegiatan perontokan. Butiran-butiran gabah memiliki bentuk oval memanjang, berwarna kuning kecoklatan dan memiliki tekstur kasar. Bagian terluar butiran gabah berupa sekam. Pada kulit luar sekam terdapat bulu-bulu halus yang kemudian menjadi debu pada saat proses penggilingan padi. Di sebelah dalam sekam terdapat pericarp yang terdiri dari 3 lapisan, yaitu epicarp, mesocarp, dan cross layer. Selanjutnya terdapat lapisan testa dan lapisan aleuron. Keseluruhan lapisan dari pericarp hingga lapisan aleuron sering disebut lapisan bekatul. Bagian paling dalam adalah endosperm yang merupakan isi butiran padi. Di samping itu masih ada bagian lembaga yang merupakan bakal tunas padi. Porsi terbesar di dalam butiran gabah ditempati oleh endosperm, yaitu sebanyak kira-kira 72.5%, kemudian disusul oleh sekam 20%, lapisan bekatul 5.5%, dan terakhir lembaga sekitar 2% (Patiwiri, 2006). Kandungan protein pada endosperm berpengaruh pada rendemen beras kepala dan derajat keputihan butiran. Kadar protein yang tinggi membuat butiran keras sehingga cenderung tidak patah pada saat penyosohan. Di samping itu, butiran beras juga tahan terhadap gesekan sehingga hanya sedikit bagian endosperm yang terkikis. Akibatnya, derajat sosoh akan menjadi rendah (Patiwiri, 2006) Padi yang dipanen terlalu awal sebelum matang akan memberikan jumlah gabah muda yang tinggi. Gabah muda cenderung mudah patah pada saat digiling dan menghasilkan banyak butiran berkapur. Sebaliknya, gabah yang dipanen lewat matang akan mudah rontok di lahan dan mudah pecah saat digiling. Menurut Patiwiri, 2006, gabah muda mengandung lebih banyak sekam daripada gabah matang. Porsi sekam pada gabah muda sekitar 35%, sedangkan porsi sekam pada gabah matang sekitar 20%. Dengan demikian rendemen giling yang dihasilkan pada penggilingan gabah muda akan lebih rendah daripada gabah matang. Adanya butiran gabah muda tidak dapat dihindari namun dapat diperkecil, yaitu dengan melakukan pemanenan tepat 8

22 waktu dan melakukan pembersihan sebelum penggilingan. Dengan usaha ini rendemen giling dapat ditingkatkan. Di dalam campuran gabah bisa terdapat butiran-butiran varietas lain. Apabila jumlahnya cukup besar maka proses penggilingan akan terganggu terutama apabila varietas-varietas yang tercampur tersebut memerlukan penyetelan mesin yang berbeda. Di samping mengganggu proses penggilingan, beras sosoh yang berisikan campuran beberapa verietas dapat mengurangi selera konsumen serta membuka persentase beras patah lebih banyak. Perbandingan antara mutu gabah dan beras pada praktikum dengan gabah dan beras menurut BULOG adalah : Tabel 4. Spesifikasi Persyaratan Mutu Gabah (SNI ) No. Komponen Mutu Mutu I II III 1. Kadar Air (% maksimum) Gabah Hampa (% maks) Butir Rusak + Butir Kuning (% maksimum) 4 Butir Mengapur + Gabah Muda (% maksimum) Butir Merah (% maks) Benda Asing (% maks) _ Gabah varietas Lain (% maksimum) C. Beras Beras merupakan sumber utama kalori bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Pangsa beras pada konsumsi kalori total adalah 54.3% atau dengan kata lain setengah dari intake kalori masyarakat Indonesia bersumber dari beras (Harianto, 2001). Gabah yang telah dikupas disebut beras pecah kulit (beras PK). Beras PK terdiri dari endosperm dan lapisan bekatul. Lapisan bekatul merupakan 9

23 gabungan dari lapisan aleuron, testa, dan pericarp. Beras PK kurang dikonsumsi karena rasanya kurang enak akibat masih adanya lapisan bekatul. Beras PK umumnya diolah lebih lanjut menjadi beras sosoh. Beras sosoh atau beras slyp atau beras putih adalah butiran beras yang telah terbebas dari bekatul dan telah digosok untuk mendapatkan warna putih yang mengkilap. Beras sosoh mempunyai rasa yang lebih enak dibanding beras PK serta memiliki warna yang menarik (Patiwiri, 2006). Beras sosoh dipisahkan menjadi beberapa ukuran, yaitu beras kepala, beras patah, dan menir. Beras kepala dan beras patah dikonsumsi dalam bentuk nasi sedangkan menir yang memiliki ukuran lebih kecil biasa digunakan untuk bubur ataupun tepung beras. Beras patah merupakan hasil yang tidak dikehendaki dalam proses penggilingan karena yang dikehendaki adalah beras kepala. Beras patah timbul saat proses penyosohan, yaitu pada saat menggosok permukaan beras untuk melepaskan lapisan katul. Beras patah juga dipengaruhi oleh kinerja mesin penggiling dan kualitas gabah sebelum digiling (Patiwiri, 2006) Spesifikasi persyaratan mutu beras giling telah diatur dalam SNI Mutu beras giling menurut SNI ini dibagi menjadi syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum meliputi (i) bebas hama dan penyakit, (ii) bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya, (iii) bebas dari campuran dedak dan bekatul, (iv) bebas dari bahan kimia yang membahayakan dan merugikan konsumen. Sedangkan syarat khusus meliputi beras mutu I, mutu II, mutu III, mutu IV, dan mutu V. Persyaratan mutu menurut SNI secara khusus ini dapat dilihat pada Tabel 5. 10

24 Tabel 5. Spesifikasi Persyaratan Mutu Beras Giling. (SNI ). No. Komponen mutu Satuan Mutu I II III IV V 1 Derajat sosoh (min) (%) Kadar air (max) (%) Beras kepala (min) (%) Butir patah (max) (%) Butir menir (max) (%) Butir merah (max) (%) Butir kuning/rusak (%) (max) 8 Butir mengapur (max) (%) Benda asing (max) (%) Butir gabah (max) (butir/100 g) D. Kadar Air Gabah dan serealia lainnya dipandang merupakan bahan pangan yang penting karena sifatnya yang mampu mempertahanakan mutu pada saat penyimpanan dengan baik. Kadar air merupakan faktor utama yang menentukan daya simpan gabah yang dipengaruhi oleh suhu, oksigen, kondisi biji, lama penyimpanan, dan faktor biologik (cendawan dan serangga) (Damardjati, 1988) Kadar air yang optimal untuk melakukan penggilingan adalah 13-15%. Oleh sebab itu gabah pada kadar air optimum ini disebut gabah kering giling (GKG). Pada kadar air yang lebih tinggi gabah sulit dikupas, sedangkan pada kadar air yang lebih rendah butiran gabah menjadi mudah patah. Gabah yang baru dipanen, biasanya disebut gabah kering panen (GKP), memiliki kadar air 20-27%. Apabila gabah disimpan sebelum digiling kadar airnya diturunkan dengan cara mengeringkan sampai kadar air sekitar 18%. Pada kadar air ini gabah disebut gabah kering simpan (GKS). Sebelum digiling GKS dikeringkan lagi hingga kadar air sekitar 13-15% (GKG) (Patiwiri, 2006). 11

25 E. Rendemen dan Susut Penggilingan Rendemen penggilingan merupakan suatu besaran yang digunakan untuk menyatakan kuantitas gabah menjadi beras. Besaran rendemen pengilingan diperoleh dari hasil bagi antara hasil keluaran penggilingan berupa beras dengan bahan masukan berupa gabah. Ada dua jenis rendemen penggilingan, yaitu rendemen penggilingan lapang dan rendemen penggilingan teliti. Rendemen penggilingan lapang dihasilkan dari penggilingan yang ada di lapangan, sedangkan rendemen penggilingan teliti diperoleh dari penggilingan laboratorium. Selisih antara rendemen penggilingan teliti dengan rendemen penggilingan lapang disebut susut penggilingan (BPS, 2007). Rendemen giling dipengaruhi oleh kualitas gabah, varietas padi, dan kinerja mesin-mesin yang dipakai dalam proses penggilingan. Menurut Damardjati et al.(1981) dalam Rokhani (2007), rendemen giling sangat tergantung pada bahan baku gabah, varietas, derajat kematangan, dan cara penanganan awal (pre handling) serta tipe dan konfigurasi mesin penggiling. Rendemen giling yang dihasilkan oleh penggilingan padi kecil yang berkonfigurasi H-P adalah rata-rata hanya mencapai 55.71% dengan kualitas beras kepala 74.25% dan beras patah 14.99% (Hadiutomo, 2006). Menurut Thahir (2002) dalam Tjahjohutomo (2004), potensi aktual secara laboratoris pada kondisi ideal dari beberapa varietas unggul menunjukkan dalam 1 butir gabah mengandung sekitar 21 25% sekam dan 6 7% lapisan aleuron. Bahkan untuk varietas lokal jumlah sekam dan aleuronnya sebesar 29 33%. Dengan demikian rendemen beras pecah kulit (BPK) berkisar antara 75 79%, sedangkan beras putih (BP) 68 73% dari varitas unggul dan dari varietas lokal sebesar 67 71%. Hasil uji Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBPMP) Serpong pada lebih dari 25 unit mesin rice milling unit (RMU) komersial menunjukkan data rendemen beras giling berkisar antara 64,12% 67,92%. Rendemen beras giling ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain umur panen, penanganan pengeringan, karakteristik varietas, mutu gabah, jenis unit mesin pengggilingan yang digunakan, dan operator. Disamping itu 12

26 variabel terbesar pada kinerja penggilingan padi ialah kualitas gabah yang digiling, perawatan mesin penggiling, dan keterampilan operator (Thahir, 2002) dalam (Tjahjohutomo, 2004). Proses penggilingan terdiri dari dua tahapan pokok, yaitu dehusking (pengupasan gabah) dan whitening (pemutihan). Kehilangan hasil di penggilingan tergantung pada penanganan gabah sejak dipanen sampai pengeringan (mutu gabah dan kadar air gabah), kondisi lingkungan (lahan kering/pasang surut), sistem sanitasi penggilingan dan kondisi serta tipe alat mesin penggilingan. Sanitasi pabrik penggilingan yang kurang baik menyebabkan gabah yang tercecer sulit dikumpulkan kembali (Rokhani, 2007). F. Penggilingan Padi Penggilingan padi adalah salah satu tahapan pascapanen padi yang terdiri dari rangkaian beberapa proses untuk mengolah gabah menjadi beras siap konsumsi. Gabah yang dapat dimasukkan pada proses penggilingan padi adalah gabah kering giling, yaitu gabah yang memiliki kadar air 13-15% dan keluar berupa beras sosoh berwarna putih dan siap tanak (Patiwiri, 2006). Berdasarkan kapasitasnya sistem penggilingan padi di Indonesia secara umum dikelompokkan menjadi penggilingan padi sederhana (PPS) dengan kapasitas ton/jam, penggilingan padi kecil (PPK) dengan kapasitas 1-3 ton/jam, penggilingan padi besar (PPB) dengan kapasitas 3-5 ton/jam (Perum Bulog, 2005). Tahapan pertama dalam proses penggilingan padi adalah pembersihan awal untuk membersihkan gabah yang masih bercampur dengan gabah hampa, debu, kotoran, dan benda-benda asing lainnya. Proses pembersihan awal ini dikenal dengan precleaning dan alatnya disebut precleaner. Prinsip dasar pembersihan awal adalah memanfaatkan perbedaan ukuran dan berat antara gabah dengan benda asing. Pemisahan benda asing yang ringan seperti debu dapat dilakukan dengan isapan udara atau dengan ayakan sedangkan benda asing yang berat seperti batu dipisahkan dengan prinsip gravitasi. Alat 13

27 pemisah batu disebut juga destoner (Patiwiri, 2006). Pada tahap ini dihilangkan kotoran yang berjumlah sekitar 3%. Gabah kemudian mengalami proses pemecahan kulit yang bertujuan untuk melepaskan kulit gabah dengan kerusakan yang sekecil mungkin pada butiran beras. Dari struktur butiran gabah, bagian-bagian yang akan dilepaskan adalah palea, lemma, dan gulme. Pemecahan kulit ini menghilangkan 20% berat yang berupa sekam. Alat yang digunakan untuk pemecahan kulit adalah husker, huller, atau sheller (Patwiri, 2006). Proses pengupasan akan berjalan baik bila gabah memiliki kadar air yang sesuai yaitu 13-15%. Tinggi rendahnya pengupasan ditunjukkan oleh efisiensi pengupasan yang merupakan persentase bobot butiran yang terkupas dengan bobot butiran gabah awal. Kualitas pengupasan juga ditentukan oleh tingkat beras patah dimana semakin rendah tingkat beras patah maka kualitas pengupasan semakin baik. Untuk memperoleh hasil yang baik maka perlu dilakukan penyetelan mesin pemecah kulit yang baik pula (Patiwiri, 2006). Gambar 1. Rubber Roll Husker pada PPK Tipe pemecah kulit yang digunakan di Indonesia pada umumnya adalah tipe rubber roll husker. Menurut Patiwiri (2006), mesin pemecah kulit tipe ini memecahkan sekam dengan dua buah rol karet yang dipasang berdekatan. Kedua rol karet diputar dengan kecepatan yang berbeda dan arah yang berlawanan. Untuk mendapatkan hasil pengupasan yang baik, jarak 14

28 antara kedua rol diatur sekitar mm, yaitu lebih kecil daripada ketebalan satu butir gabah. Kapasitas rubber roll husker dan kualitas pengupasan bergantung pada beberapa faktor, seperti jenis padi, kualitas padi, kadar air gabah, karakteristik mesin dan penyetelannya (kekerasan karet, kecepatan putaran rol, tekanan rol, lebar rol, jarak rol, jumlah bahan yang masuk, pengaturan saringan), dan keahlian operator (Patiwiri, 2006). Menurut Patiwiri (2006), umunya persentase gabah yang terkupas pada proses pemecahan kulit bervariasi antara 80-95% tergantung pada keseragaman gabah, varietas gabah, kondisi gabah, tipe dan kondisi mesin pemecah kulit, kondisi pengupas, dan keahlian operator mesin pemecah kulit. Sebagai contoh jika dikatakan efisiensi mesin pemecah kulit sebesar 85%, artinya hanya 85% gabah terkupas dengan output yang dihasilkan terdiri dari 68% beras pecah kulit, 17% sekam, dan 15% gabah utuh. Setelah gabah mengalami proses pemecahan kulit, maka gabah melalui proses pemisahan gabah dan beras pecah kulit, sehingga dihasilkan beras pecah kulit dan gabah yang masih utuh. Beras pecah kulit diteruskan ke mesin penyosoh sedangkan gabah utuh akan dikirim kembali ke mesin pemecah kulit. Mesin yang digunakan untuk pemisahan ini disebut paddy separator atau sering disebut separator. Separator yang pada umumnya digunakan di PPK adalah screen separator. Separator tipe ini memanfaatkan perbedaan lebar dan tebal butir gabah dan beras pecah kulit. Separator gabah ini dapat terdiri dari kombinasi dua sampai empat lapisan ayakan yang memiliki ukuran lubang ayakan berbeda. Ayakan-ayakan tersebut disusun mulai dari ukuran lubang terbesar sampai dengan ukuran lubang terkecil. Kemiringan tiap ayakan terhadap permukaan biasanya berkisar (Patiwiri, 2006). Patiwiri (2006) juga menyatakan secara umum kelebihan mesin ini adalah strukturnya sederhana dan harganya murah. Kekurangannya adalah kinerjanya tidak cukup kecuali laju pengumpanan, kemiringan, dan diameter lubang (mesh) diatur sangat tepat. Efisiensinya pun tidak tinggi karena beras pecah kulit yang dihasilkan masih mengandung gabah yang berukuran kecil. 15

29 Gambar 2. Screen Separator pada PPK Beras pecah kulit yang dihasilkan masih mengandung bekatul sehingga untuk menghilangkannya diperlukan suatu alat yang biasa disebut whitener atau polisher yang berfungsi membersihkan dan memutihkan. Hasil dari proses ini adalah beras sosoh yang berwarna putih dan hasil samping berupa dedak dan bekatul. Untuk mendapatkan hasil yang baik, proses ini dapat dilakukan beberapa kali. Proses penyosohan yang hanya dilakukan satu kali disebut one pass sedangkan yang dilakukan beberapa kali disebut multi pass. Tipe penyosoh dibagi menjadi dua, yaitu tipe abrasif dan tipe friksi. Perbedaan utama kedua tipe mesin ini terletak pada permukaan gesek yang dipakai, kecepatan gerakan permukaan gesek, dan tekanan di dalam ruang penyosohan. Tipe abrasif memakai permukaan gesek berupa lapisan abrasif yang biasanya terbuat dari batu, sedangkan tipe gesekan memakai permukaan gesek berupa tonjolan-tonjolan yang terbuat dari baja atau besi (Patiwiri, 2006). 16

30 Gambar 3. Polisher Tipe Friksi pada PPK Sehubungan dengan proses penyosohan terdapat tiga besaran yang dipakai untuk mengukur, yaitu derajat sosoh, hasil sosoh, dan susut sosoh. Derajat sosoh adalah tingkat pembuangan lapisan bekatul dan lembaga pada beras pecah kulit. Semakin tinggi derajat sosoh maka kualitas proses penyosohan semakin baik. Hasil sosoh adalah prosentase bobot berat sosoh yang dihasilkan terhadap bobot beras pecah kulit sebelum penyosohan. Hasil sosoh yang tinggi menyatakan jumlah beras yang berhasil disosoh dan terbebas dari bekatul dan lembaga. Susut sosoh adalah persentase kehilangan bobot butiran terhadap bobot beras pecah kulit sebelum penyosohan (Patiwiri, 2006). Bekatul dan lembaga yang hilang adalah sebanyak 10% sehingga dihasilkan beras putih sebanyak 67%. Susunan komponen mesin penggilingan padi (konfigurasi) berpengaruh terhadap rendemen beras giling dan kualitas beras giling. Konfigurasi mesin pada PPS umumnya husker-polisher (H-P) atau huskerpolisher-separator (H-S-P). Sedangkan konfigurasi mesin pada PPK adalah H- S-P untuk tipe sederhana dan C-H-S-P untuk tipe lengkap. Rendemen giling yang dihasilkan oleh PPK yang berkonfigurasi H-P adalah rata-rata hanya mencapai 55.71% dengan kualitas beras kepala 74.25% dan beras patah 14.99%. Pada PPB dengan konfigurasi C-H-S-P menghasilkan rendemen 17

31 59.69% dengan kualitas beras kepala 75.73% dan beras patah 12.52% (Hadiutomo, 2006). Secara sederhana proses yang terjadi pada penggilingan padi adalah seperti pada Gambar 4 (Patiwiri, 2006). Gabah 100% Husker Beras PK ±77% Sekam Polisher Beras Sosoh ±67% Dedak/Bekatul Gambar 4. Skema Proses Penggilingan Padi Secara Sederhana 18

32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Mekartani, Desa Kutagandok, Kecamatan Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat dan di Laboratorium Balai Besar Pengembangan Pascapanen Pertanian Karawang. Penelitian ini dimulai bulan Maret hingga Mei B. Alat dan Bahan 1. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Husker k. Ayakan menir diameter 2 mm b. Polisher l. Rice Grader c. Separator m. Timbangan analitik d. Mini Husker n. Timbangan Beras e. Mini Polisher o. Nampan f. Kett Moisture Tester p. Plastik g. Sample Devider q. Karet h. Mixer r. Pinset i. Milling Meter s. Alat tulis j. Ayakan t. Kaca Pembesar 2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Gabah varietas Ciherang, Hibrida dan Cibogo b. Beras varietas Ciherang, Hibrida dan Cibogo c. Bahan bakar berupa solar 19

33 C. Metode Penelitian Padi dengan varietas Ciherang, Cibogo, dan Hibrida digiling menggunakan mesin penggiling yang terdiri dari pemecah kulit (Husker, H), dan penyosoh (Polisher, P). Selain itu terdapat alat pemisah gabah dan beras pecah kulit (Separator, S). Perlakuan yang akan dicobakan adalah konfigurasi mesin giling yang terdiri dari: 1. Dua kali pecah kulit dan dua kali sosoh atau konfigurasi 2H-2P. 2. Satu kali pecah kulit, satu kali pemisah, dan satu kali sosoh atau konfigurasi H-S-P. 3. Satu kali pecah kulit, dua kali pemisah, dan dua kali sosoh atau konfigurasi H-2S-2P. Gambar 4 menunjukkan proses penggilingan padi pada Gapoktan Mekartani mulai dari pengupasan sekam menggunakan husker, pemisahan gabah dan beras pecah kulit menggunakan separator, serta penyosohan menggunakan polisher. Pada Gambar 5 dapat dilihat skema proses penggilingan padi dengan konfigurasi H-2S-2P. Gambar 5. Sistem Penggilingan Padi (Husker, Separator. Polisher) 20

34 Gabah 100 kg Gabah 100 kg Gabah 100 kg Husker 1 Sekam Husker Sekam Husker Sekam Beras PK + Gabah Beras PK + Gabah Beras PK + Gabah Husker 2 Sekam Separator Separator 1 Beras PK Beras PK Gabah Beras PK Beras PK + Gabah Polisher 1 Polisher Separator 2 Polisher 2 Beras Dedak Beras Dedak Polisher 1 Beras PK Gabah (a) (b) Polisher 2 Beras Dedak (c) Gambar 6. Skema Proses Penggilingan Padi dengan Konfigurasi (a) 2H-2P, (b) H-S-P, (c) H-2S-2P. 21

35 D. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan konfigurasi mesin giling terdiri dari tiga taraf, yaitu (1) 2H-2P, (2) H-S-P, (3) H-2S-2P dengan varietas yang diujikan adalah Ciherang, Hibrida, dan Cibogo sebagai kelompok. Analisa data untuk keseragaman ragam dengan menggunakan uji anova dan dilanjutkan uji perbandingan nilai tengah Duncan. Model linier secara umum dari rancangan satu faktor dengan rancangan acak kelompok dapat dituliskan sebagai berikut : Y ij = µ + τ i + β j + ε ij Dimana: i = 1,2,3 dan j = 1,2,3 Y ij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j µ = Rataan umum τ i β j ε ij = Pengaruh perlakuan ke-i = Pengaruh kelompok ke-j = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j E. Pengamatan 1. Rendemen Penggilingan Rendemen giling adalah persentase berat beras sosoh terhadap berat gabah yang digiling. Beras sosoh adalah gabungan beras kepala, beras patah, dan menir. (100 KAb ) Berat Beras Sosoh R lp = 100% (100 - KA ) Berat Gabah g (100 KAb ) Berat Beras Sosoh R lb = 100% (100 - KA ) Berat Gabah g R lp = Rendemen Penggilingan Lapangan (%) 22

36 R lb = Rendemen Penggilingan Laboratorium (%) KA b = Kadar Air Beras (%) KA g = Kadar Air Gabah (%) Langkah-langkah yang dilakukan untuk menghitung rendemen giling dengan mengambil sampel gabah dan ditimbang kemudian dimasukkan ke mesin penggiling dengan konfigurasi mesin yang telah ditentukan. Beras hasil penggilingan ditimbang dan dipisahkan dari kotoran atau benda asing. Nilai rendemen merupakan hasil perbandingan antara berat beras sosoh yang dihasilkan dari penggilingan dengan berat gabah sebelum digiling. Hal yang sama juga dilakukan untuk varietas padi yang berbeda sehingga didapatkan hasil konfigurasi mesin dan varietas padi yang menghasilkan rendemen tertinggi. (a) Gambar 7. Mini husker (a) dan mini polisher (b) (b) 2. Susut Penggilingan Susut penggilingan dihitung dengan membandingkan rendemen beras yang digiling di Gapoktan Mekartani dengan rendemen beras yang 23

37 digiling di Laboratorium Balai Besar Pengembangan Pascapanen Pertanian. Rumus perhitungan susut penggilingan adalah sebagai berikut : S pg = R lb -R lp S pg = Susut Penggilingan R lp = Rendemen Penggilingan Lapangan (%) R lb = Rendemen Penggilingan Laboratorium (%) Hasil yang akan didapatkan adalah tipe konfigurasi mesin dan varietas yang akan menghasilkan susut terkecil. Kegiatan ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. 3. Mutu Beras Pemutuan beras giling dilakukan dengan pengamatan terhadap kadar air, derajat sosoh, beras kepala, butir patah, butir menir, butir merah, butir kuning/rusak, butir mengapur, benda asing, butir gabah, dan campuran varietas lain. Pemutuan beras dilakukan pada berbagai konfigurasi mesin giling dan varietas padi yang diujikan. Langkah pengamatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Kadar air Kadar air diukur dengan mengambil sampel gabah kemudian dimasukkan ke alat pengukur kadar air yaitu Kett Moisture Tester. Pemeriksaan dilakukan minimal tiga kali ulangan. Hal yang sama juga dilkakukan untuk menghitung kadar air beras yang dihasilkan setelah proses penggilingan. 24

38 Gambar 8. Kett Moisture Tester 2. Derajat sosoh Pemeriksaan derajat sosoh dilakukan menggunakan alat milling meter. Masing-masing contoh dimasukkan ke dalam cawan pada alat milling meter kemudian dapat langsung dibaca nilai derajat sosohnya. Gambar 9. Milling Meter 25

39 3. Butir gabah dan benda asing Butir gabah dan benda asing diperiksa dengan mengambil 100 gram beras contoh kemudian diperiksa secara manual menggunakan kaca pembesar dan pinset. 4. Beras kepala, butir patah, butir menir, butir kuning/rusak, butir mengapur/hijau, dan butir merah Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil 400 gram beras contoh analisa. Beras contoh ini kemudian dimasukkan ke dalam sample devider untuk membagi contoh analisa menjadi empat bagian sehingga diperkirakan beratnya 100 gram. Beras kemudian ditimbang untuk mengetahui berat masing-masing beras contoh yang telah dipisahkan tersebut. Beras yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam rice grader untuk memisahkan antara beras kepala dan butir patah. Butir patah dimasukkan ke dalam ayakan menir dengan diameter 2 mm untuk memisahkan butir patah dan butir menir. Beras kepala, butir patah, dan butir menir masing-masing ditimbang dan dipersentasekan terhadap berat contoh analisa sehingga didapatkan angka % beras kepala, % butir patah, dan % butir menir. (a) (b) Gambar 10. Sample Devider (a) dan Rice Grader (b) 26

40 Dari seluruh contoh analisa asal dipisahkan butir kuning/rusak, butir mengapur/hijau, dan butir merah. Masing-masing hasil pemisahan ditimbang dan dipersentasekan terhadap berat asal contoh analisa (100 gram) sehingga didapat angka % butir kuning/rusak, butir mengapur/hijau, dan butir merah. Pemisahan tersebut juga dilakukan secara manual menggunakan pinset dan kaca pembesar. 4. Berat 1000 Butir Beras Pengamatan berat 1000 butir dilakukan dengan menghitung 1000 butir beras kemudian ditimbang pada timbangan analitik. Penimbangan dilakukan dengan tiga kali ulangan. Gambar 11. Timbangan Analitik 27

41 Gabah (GKG) Pengukuran Kadar Air Timbang 100 kg Timbang 0.5 kg Penggilingan Penggilingan skala lab 2H-2P H-S-P H-2S-2P Beras Sosoh Dedak Pemutuan Beras Gambar 12. Skema Metode Penelitian 28

42 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Fisik Gabah dan Beras Kualitas fisik gabah yang diamati mulai dari pemanenan hingga penggilingan meliputi kadar air gabah, dimensi dan penampakan gabah, gabah bernas dan gabah hampa serta keretakan gabah. Kualitas fisik gabah tersebut akan mempengaruhi besar kecilnya rendemen penggilingan yang dihasilkan. Pengukuran kadar air dari ketiga varietas padi dilakukan pada setiap proses pascapanen, yaitu setelah panen, sebelum perontokan, setelah perontokan, setelah pengeringan, sebelum penggilingan, dan setelah penggilingan. Hasil pengukuran kadar air rata-rata dari ketiga varietas padi tersebut tertera pada Tabel 6. Tabel 6. Kadar Air pada Beberapa Varietas Padi No Pengamatan Kadar Air Kadar Air (%) Ciherang Hibrida Cibogo 1 Setelah panen Sebelum perontokan Setelah perontokan Setelah pengeringan Sebelum penggilingan Setelah penggilingan Besarnya kadar air dari ketiga varietas padi yang diamati mulai dari proses pemanenan hingga penggilingan dapat dibandingkan antar varietas seperti pada Gambar

43 Keterangan : T1 = Setelah Panen T2 = Sebelum Perontokan T3 = Setelah Perontokan T4 = Setelah Pengeringan T5 = Sebelum Penggilingan T6 = Setelah Penggilingan Gambar 13. Perbandingan Pengukuran Kadar Air pada Beberapa Varietas Padi dari Proses Pemanenan hingga Penggilingan Perbedaan kadar air antara ketiga varietas padi tersebut selanjutnya akan mempengaruhi kualitas gabah yang dihasilkan serta besar kecilnya rendemen beras hasil penggilingan. Menurut Patiwiri (2006), gabah yang baru dipanen, yang biasanya disebut gabah kering panen (GKP) memiliki kadar air antara 20-27%. Sedangkan kadar air yang optimal untuk penggilingan adalah 13-15%. Ketiga varietas padi tersebut sudah dipanen dan digiling pada kadar air yang tepat. Namun, gabah varietas Ciherang digiling pada kadar air yang lebih tinggi dari 15%. Hal ini dapat menyebabkan gabah sulit dikupas sehingga waktu pengupasan lebih lama dan banyak butir gabah yang tak terkupas. Tetapi menurut petani, kadar air inilah yang optimum untuk padi varietas Ciherang agar menghasilkan beras yang baik. Menurut Kunze dan Calderwood (2004), gabah yang berukuran panjang akan menghasilkan persentase beras kepala yang tinggi apabila dipanen pada kadar air 16% sampai 22%. Padi varietas Ciherang dipanen pada kadar air yang lebih tinggi dari 22% dan digiling pada kadar air yang lebih tinggi dari 15%. Namun, dengan penanganan pra penggilingan yang 30

44 tepat seperti perontokan dan pengeringan, diharapkan beras varietas Ciherang memiliki mutu dan kualitas yang baik. Gambar 12 menunjukkan bahwa kadar air rata-rata menurun pada setiap proses pascapanen mulai dari pemanenan hingga penggilingan. Beberapa varietas mengalami kenaikan kadar air pada proses tertentu, dikarenakan adanya penumpukan seperti setelah perontokan dan sebelum penggilingan. Penumpukan ini menyebabkan gabah lembab sehingga kadar air meningkat. Dalam proses penggilingan itu sendiri, kadar air merupakan faktor yang sangat penting. Kadar air gabah dan beras menyatakan kandungan air yang ada dalam gabah dan beras tersebut. Kandungan air ini akan berpengaruh terhadap berat gabah atau beras itu sendiri sehingga dapat mempengaruhi besarnya rendemen yang dihasilkan. Untuk itulah diperlukannya variabel kadar air dalam perhitungan rendemen penggilingan. Dimensi dan penampakan gabah juga menjadi sesuatu yang perlu diamati dalam menentukan jenis dan kualitas gabah yang akan digiling. Melalui dimensi gabah ini dapat dilihat rasio antara panjang dan lebar butir gabah yang selanjutnya dapat digolongkan jenis padi tersebut apakah termasuk sub species indica atau japonica. Lebar butiran gabah juga akan menentukan penyetelan jarak antara kedua rol karet pada rubber roll husker yang digunakan. Menurut Patiwiri (2006), untuk mendapatkan hasil pengupasan yang baik, jarak antara kedua rol diatur sekitar mm, yaitu lebih kecil daripada ketebalan satu butir gabah. Hasil pengukuran dimensi gabah yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7. Dimensi Gabah pada Beberapa Varietas Padi Varietas Panjang (mm) Lebar (mm) Rasio Panjang/Lebar Ciherang Hibrida Cibogo

45 Berdasarkan klasifikasi yang dilakukan oleh Brandon (1981) dikutip dari Patiwiri (2006), maka ketiga varietas padi tersebut tergolong butir panjang. Ketiga varietas padi tersebut termasuk ke dalam sub species indica karena sub species indica memiliki rasio panjang dan lebar kurang dari Selain itu varietas-varietas padi yang ditanam di Indonesia termasuk dalam sub species indica. Butiran sub species indica cenderung lebih keras pada pusat butiran daripada bagian luar tengah-tengah butiran. Gambar 14. Pengukuran Dimensi Gabah dan Beras Kualitas fisik gabah terutama ditentukan oleh kadar air dan kemurnian gabah. Tingkat kemurnian gabah merupakan persentase berat gabah bernas terhadap berat keseluruhan campuran gabah. Makin banyak benda asing atau gabah hampa atau rusak di dalam campuran gabah maka tingkat kemurnian gabah makin menurun (Patiwiri, 2006). Tabel 8 menunjukkan kualitas fisik gabah pada berbagai varietas padi yang digunakan. Tabel 8. Kualitas Fisik Gabah pada Beberapa Varietas Padi Ciherang Hibrida Cibogo Kadar Air (%) Gabah Bernas (%) Gabah Hampa/Kotoran (%) Gabah Hijau/Mengapur (%) Keretakan (%)

46 Gabah hijau/mengapur menjadi salah satu faktor yang perlu diamati karena gabah hijau berasal dari butiran padi yang dipanen pada saat masih muda. Gabah muda akan cenderung mudah patah saat digiling dan menghasilkan banyak butiran berkapur. Keretakan gabah juga merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi rendemen penggilingan dan kualitas beras yang dihasilkan. Gabah yang telah patah atau retak sebelum digiling akan menyebabkan timbulnya beras patah karena terjadinya beras patah itu sendiri disamping ditentukan oleh kinerja mesin penggiling juga ditentukan oleh kualitas gabah sebelum digiling (Patiwiri, 2006). Varietas gabah yang berpotensi untuk menghasilkan beras patah atau menir tertinggi adalah varietas Cibogo yang memiliki persentase keretakan rata-rata 7.10%. Beras patah yang dihasilkan dari gabah retak ini dapat diminimalkan dengan penanganan bahan yang tepat, seperti pengeringan yang tepat dan pembersihan sebelum penggilingan. Hasil dari penggilingan gabah adalah beras. Perhitungan berat beras diperlukan untuk mengetahui berat lapisan yang terkelupas ketika proses penggilingan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sekam dan lapisan bekatul dilepaskan ketika proses penggilingan berlangsung. Berat seribu butir beras jika dibandingkan dengan berat seribu butir gabah menunjukkan persentase sekam dan lapisan bekatul yang hilang ketika proses penggilingan. Tabel 9 menunjukkan perbandingan berat seribu butir gabah dan beras. Tabel 9. Berat Seribu Butir Gabah / Beras Perlakuan Berat seribu butir Berat seribu butir gabah (gram) beras (gram) Ciherang Hibrida Cibogo Melalui tabel di atas dapat dilihat bahwa berat seribu butir beras yang paling tinggi adalah varietas Hibrida. Panjang gabah varietas Hibrida adalah yang paling pendek diantara ketiga varietas di atas, namun memiliki lebar yang cukup sehingga berat berasnya bisa lebih berat dibanding varietas yang 33

47 lain. Sedangkan pada beras varietas Cibogo, dapat dilihat bahwa lapisan sekam dan bekatul yang dibuang pada varietas Cibogo relatif lebih banyak dibandingkan dengan varietas yang lain. B. Pengaruh Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi terhadap Rendemen Penggilingan Rataan rendemen penggilingan pada berbagai konfigurasi mesin penggilingan dan varietas padi dapat dilihat pada Tabel 10. Melalui data pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa rendemen terbesar berdasarkan varietas adalah beras dengan varietas Cibogo, dilanjutkan dengan Ciherang, dan terendah adalah Hibrida. Jika dibandingkan dari konfigurasi mesin giling yang digunakan, maka konfigurasi H-S-P menghasilkan rendemen penggilingan yang lebih tinggi dibandingkan dengan konfigurasi 2H-2P dan secara rata-rata, konfigurasi H-S-P memiliki rendemen tertinggi, yaitu sebesar 64.26%. Namun, penggilingan padi dengan konfigurasi H-2S-2P memberikan rendemen tertinggi untuk varietas Cibogo, yaitu sebesar 67.97%. Tabel 10. Rendemen Lapang pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi Varietas Perlakuan (%) Rata-rata 2H-2P H-S-P H-2S-2P Rendemen (%) Ciherang Hibrida Cibogo Rata-rata (%) Menurut Tjahjohutomo (2004), peningkatan rendemen giling akan mencapai 2.5%-5% jika konfigurasi penggilingan padi disempurnakan dari Husker-Polisher menjadi Dryer-Cleaner-Husker-Separator-Polisher (D-C-H- S-P). Berdasarkan data yang telah diperoleh (Tabel 10), menunjukkan bahwa penambahan alat pemisah gabah (separator) terbukti mampu meningkatkan rendemen penggilingan sebesar rata-rata 1.01%. Jika penggunaan alat separator ini sudah optimal maka diharapkan akan terus terjadi peningkatan rendemen penggilingan. Pada penggilingan beras HR (PB HR) ini, 34

48 penggunaan dryer belum optimal dan hanya dilakukan ketika tidak ada sinar matahari sehingga peningkatan rendemen belum mencapai 2.5%. Rendemen penggilingan diharapkan akan lebih tinggi jika dryer digunakan secara optimal dan ditambah dengan alat cleaner. Besarnya rendemen penggilingan dari ketiga varietas padi dan konfigurasi mesin giling dapat dibandingkan secara sederhana seperti pada Gambar 14. Pada gambar tersebut dapat dilihat secara jelas adanya perbedaan rendemen pada masing-masing varietas. Varietas Cibogo menghasilkan rendemen tertinggi sebesar rata-rata 67.81%, sedangkan rendemen terendah dihasilkan oleh varietas Hibrida, yaitu rata-rata sebesar 60.78%. Perbedaan yang cukup tinggi ini disebabkan antara lain oleh sifat genetik dari masingmasing varietas, penanganan pra penggilingan, kualitas gabah sebelum digiling, dan lain-lain. Gambar 15. Rendemen Lapang pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi Permasalahan rendemen dan mutu giling juga tidak terlepas dari aspek budidaya padi (good farming practice) yang meliputi sifat genetik (varietas) dan perlakuan saat budidaya (benih, pupuk, penyiapan lahan, pemberantasan hama dan gulma, dan irigasi) yang pada kenyataannya memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap rendemen yang dihasilkan. Selain itu, cara dan ketepatan proses panen, faktor iklim dan cuaca, waktu panen, dan 35

49 penanganan pascapanen yang tepat serta kualitas fisik gabah juga berpengaruh langsung terhadap rendemen beras giling yang dihasilkan (Tjahjohutomo, 2004). Padi varietas Cibogo dipanen pada waktu panen yang tepat, berbeda dengan Ciherang yang dipanen relatif muda dan Hibrida yang dipanen telah lewat matang. Padi varietas Ciherang dipanen lebih awal dikarenakan banyaknya hama tikus dan adanya pencurian oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Hasilnya adalah banyaknya butir gabah hijau dan mengapur pada varietas Ciherang. Gabah muda ini menyebabkan rendemen penggilingan menjadi lebih rendah jika dibandingkan dengan Cibogo padahal berasal dari induk yang hampir sama, yaitu IR64. Sedangkan Hibrida dipanen lewat matang karena terbatasnya tenaga panen untuk memanen banyak sawah pada musim panen raya ini. Gabah yang dipanen lewat matang ini kemudian mudah rontok di lahan dan mudah pecah saat digiling. Gabah yang mudah pecah saat digiling akan berpotensi menghasilkan menir lebih banyak yang kemudian dapat mudah terikut dengan lapisan bekatul. Hal ini merupakan salah satu penyebab menurunnya rendemen penggilingan. Kondisi teknis yang terjadi pada saat proses penggilingan juga mempengaruhi besarnya perbedaan rendemen penggilingan pada masingmasing konfigurasi mesin penggilingan dan varietas padi. Pada saat penggilingan padi varietas Ciherang ternyata kondisi poros husker sudah agak aus sehingga diperlukan penggantian poros yang baru, sedangkan ketika penggilingan padi varietas Hibrida dan Cibogo sudah menggunakan poros yang baru sehingga kerja husker lebih maksimal. Keahlian operator penggilingan juga memberikan pengaruh terhadap rendemen penggilingan yang dihasilkan. Berdasarkan analisis sidik ragam (anova) seperti pada Lampiran 5, menunjukkan bahwa konfigurasi mesin penggilingan tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen penggilingan lapang. Sedangkan hasil analisa terhadap varietas padi menunjukkan bahwa varietas padi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rendemen penggilingan lapang (p<0.05). Dengan uji lanjut dapat dilihat bahwa varietas Cibogo secara sangat nyata memiliki 36

50 rendemen lapang tertinggi diikuti dengan Ciherang dan Hibrida (Tabel 12). Varietas padi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap rendemen penggilingan yang dihasilkan dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya kualitas fisik gabah masing-masing varietas yang berbeda, waktu panen dan waktu tunggu yang berbeda, faktor iklim dan cuaca serta penanganan pascapanen yang berbeda pula. Pengukuran rendemen penggilingan juga dilakukan di Laboratorium Balai Besar Pengembangan Pascapanen Pertanian. Rendemen penggilingan laboratorium ini digunakan sebagai pembanding atau kontrol untuk menentukan besarnya susut penggilingan. Data rendemen laboratorium dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Rendemen Laboratorium pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi Varietas Perlakuan (%) Rata-rata 2H-2P H-S-P H-2S-2P Rendemen (%) Ciherang Hibrida Cibogo Rata-rata (%) Rendemen laboratorium memiliki nilai yang lebih besar dibanding dengan rendemen lapang dikarenakan oleh beberapa faktor, diantaranya mesin yang digunakan di laboratorium memiliki ketelitian yang lebih tinggi dibanding dengan mesin penggilingan di lapang yang kapasitasnya lebih besar. Selain itu potensi gabah atau beras yang tercecer di lapang jauh lebih besar dibanding dengan di laboratorium, bahkan untuk penggilingan di laboratorium diasumsikan tidak ada gabah atau beras yang tercecer. Perbandingan besarnya rendemen laboratorium pada masing-masing konfigurasi mesin penggilingan dan varietas padi sama dengan rendemen lapang dimana konfigurasi H-S-P adalah paling tinggi, dilanjutkan konfigurasi H-2S-2P dan 2H-2P, namun dengan perbedaan yang kecil. Jika dilihat dari varietas padi, maka varietas Cibogo memiliki rendemen 37

51 laboratorium yang juga terbesar, yaitu rata-rata sebesar 69.21%, dilanjutkan dengan Ciherang 66.04% dan Hibrida 63.81%. Perbandingan besarnya rendemen penggilingan di laboratorium untuk ketiga konfigurasi mesin penggilingan dan varietas padi dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 16. Rendemen Laboratorium pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi Rendemen penggilingan laboratorium menunjukkan indikasi yang sama dengan rendemen lapang bahwa konfigurasi mesin giling tidak memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen penggilingan. Namun, varietas padi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap rendemen penggilingan (p<0.05) seperti pada Lampiran 6. Berdasarkan uji lanjut dapat dilihat bahwa Cibogo secara nyata menghasilkan rendemen laboratorium tertinggi, dilanjutkan dengan varietas Ciherang dan Hibrida. Pada Tabel 12 dapat dilihat hasil uji dengan kombinasi konfigurasi mesin giling dan varietas padi. Melalui hasil uji tersebut dapat dilihat dapat dilihat bahwa Konfigurasi H-2S-2P pada varietas Cibogo mampu menghasilkan rendemen tertinggi. 38

52 Tabel 12. Rendemen Lapang, Rendemen Laboratorium, dan Susut Penggilingan pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi Perlakuan Rendemen Lapang Rendemen Laboratorium Susut Ciherang 2H-2P 62.15±0.31b 65.99±0.12c 3.84±0.25d H-S-P 62.96±0.69b 66.35±0.41b 3.39±0.96d H-2S-2P 62.73±0.99b 65.79±0.06c 3.06±0.92d Hibrida 2H-2P 59.91±0.74c 62.87±0.20f 2.96±0.56cd H-S-P 62.04±0.65b 64.83±0.19d 2.79±0.47bcd H-2S-2P 60.39±0.56c 63.72±0.17e 3.33±0.72d Cibogo 2H-2P 67.67±0.87a 69.23±0.13a 1.56±0.93abc H-S-P 67.77±1.25a 69.26±0.14a 1.49±1.17ab H-2S-2P 67.97±0.71a 69.15±0.12a 1.18±0.60a Angka dalam tabel yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT. Waktu bekerjanya satu proses penggilingan (lama giling) adalah salah satu faktor yang dapat diamati berkaitan dengan besarnya rendemen penggilingan dan produktivitas atau kapasitas giling per hari dari suatu perusahaan penggilingan. Dengan waktu giling yang lebih singkat maka diharapkan kapasitas giling per hari dapat ditingkatkan. Tabel di bawah ini menunjukkan waktu yang diperlukan untuk melakukan proses penggilingan dengan tiga konfigurasi mesin giling dan varietas padi yang berbeda. Tabel 13. Lama Penggilingan pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan Perlakuan Lama Penggilingan (menit) / 100kg Gabah 2H-2P H-S-P H-2S-2P

53 Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa waktu penggilingan untuk konfigurasi H-S-P adalah paling singkat, dilanjutkan dengan konfigurasi H-2S-2P dan 2H-2P. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan separator mampu mempersingkat waktu giling karena tidak perlu melakukan dua kali proses pecah kulit untuk keseluruhan gabah. Gabah yang dimasukkan ke dalam husker sebanyak dua kali hanyalah gabah yang belum terkupas kulitnya pada pengupasan pertama. Menurut Tjahjohutomo (2004), pada konfigurasi yang menggunakan separator, tekanan roll karet pada husker pada proses pengupasan bisa dikurangi untuk mengurangi resiko beras patah sehingga walaupun jumlah gabah tidak terkupas menjadi lebih tinggi (bisa mencapai 30-40%) tetapi kemudian gabah tersebut dipisahkan oleh separator dan masuk kembali ke husker untuk proses pengupasan ulang. Dengan adanya perbandingan waktu tersebut para pengelola penggilingan padi dapat memilih konfigurasi yang sesuai untuk meningkatkan kapasitas giling per hari. Namun, hal lain yang perlu diperhatikan adalah kualitas beras yang dihasilkan. Akan lebih baik memilih sistem penggilingan dengan waktu yang tidak terlalu cepat ataupun tidak terlalu lambat tetapi menghasilkan beras dengan kualitas yang bagus terutama penampakan fisiknya. C. Pengaruh Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi terhadap Susut Penggilingan Susut penggilingan merupakan selisih antara rendemen penggilingan laboratorium dan rendemen penggilingan lapang. Rendemen penggilingan laboratorium dijadikan sebagai kontrol karena potensi kehilangan hasil berupa gabah atau beras yang tercecer hampir tidak ada. Data susut penggilingan untuk ketiga konfigurasi mesin penggilingan dan varietas padi tersebut tertera pada Tabel

54 Tabel 14. Susut Penggilingan pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi Varietas Perlakuan (%) Rata-rata 2H-2P H-S-P H-2S-2P Susut (%) Ciherang Hibrida Cibogo Rata-rata (%) Data untuk susut pada tabel di atas dapat diinterpretasikan dalam bentuk diagram seperti di bawah ini sehingga galat baku untuk masingmasing perlakuan dan varietas dapat diamati. Susut Penggilingan (%) Gambar 17. Susut Penggilingan pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi Melalui gambar di atas dapat dilihat bahwa varietas padi yang menghasilkan susut terkecil adalah varietas Cibogo dengan konfigurasi H-2S- 2P, yaitu sebesar 1.18%. Jika diamati perbandingan berat gabah dan beras pada ketiga konfigurasi dan varietas padi seperti pada Tabel 9, dapat dilihat besarnya rendemen ideal dari ketiga varietas padi tersebut. Seharusnya 41

55 rendemen terbesar adalah untuk varietas Hibrida dengan konfigurasi 2H-2P, dan varietas Ciherang dengan konfigurasi H-S-P. Namun, kenyataannya tidak demikian yang terjadi pada saat proses penggilingan. Varietas yang memiliki rendemen ideal paling kecil adalah Cibogo yang angkanya tidak berbeda jauh dengan rendemen di lapang. Hal inilah yang menyebabkan varietas Cibogo memiliki susut terendah. Beberapa kemungkinan yang mengakibatkan susut giling pada penggilingan padi kecil antara lain adalah tercecernya beras pecah kulit pada waktu pengangkutan ke mesin penyosoh, terikutnya gabah dan beras pada sekam, dan terikutnya beras dan menir pada katul atau dedak (Rathoyo, 1981). Untuk itulah pada pengujian di lapang ditimbang juga berat sekam dan berat dedak sebagai hasil samping dari penggilingan ini. Melalui cara ini diharapkan dapat diketahui proses yang menyebabkan banyaknya kehilangan hasil pada saat penggilingan. Berat keseluruhan mulai dari gabah, sekam, beras pecah kulit, beras sosoh, dan dedak tertera pada Lampiran 7. Dari analisa sekam maupun dedak, diperoleh rata-rata banyaknya gabah atau beras yang terikut sekam adalah 1.74%. Sedangkan rata-rata banyaknya beras atau menir yang terikut dedak adalah sebanyak 1.27% (Lampiran 9). Hal ini menunjukkan bahwa persentase kehilangan hasil atau susut lebih besar pada proses pengupasan kulit dibandingkan dengan pada saat proses penyosohan. Keahlian dan ketelitian operator tetap menjadi hal penting dan perlu diperhatikan karena operator inilah yang memindahkan beras pecah kulit dari husker atau separator ke polisher. Keterampilan operator dalam mengoperasikan mesin penggilingan padi juga menjadi hal utama dalam mengurangi susut pada tahap penggilingan. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (anova) menunjukkan bahwa konfigurasi mesin giling tidak berpengaruh signifikan terhadap susut penggilingan. Berbeda dengan hasil analisa pada varietas padi, yang menunjukkan bahwa varietas padi sangat nyata memberikan pengaruh terhadap besarnya susut penggilingan (Lampiran 10). Dengan uji lanjut, dapat dilihat bahwa varietas padi Cibogo dengan konfigurasi H-2S-2P mampu menekan susut atau menghasilkan susut penggilingan terendah (Tabel 12). 42

56 Hasil analisa susut yang didapatkan ini mendekati hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rathoyo (1981), bahwa jenis penggilingan (dalam hal ini PPK dan RMU) belum dapat dianggap mengakibatkan perbedaan susut giling. Data susut penggilingan di atas dapat dirata-ratakan sehingga diperoleh nilai susut baik dari ketiga konfigurasi mesin giling maupun ketiga varietas yang nilainya sama, yaitu 2.62%. Data terbaru yang dapat digunakan pembanding adalah data sementara dari BPS (2007) dalam warta Agribisnis (2008), yang menyatakan bahwa susut penggilingan adalah sebesar 3.07%. Hal ini menunjukkan bahwa susut penggilingan lebih rendah sebanyak 0.45% jika dibandingkan dengan data BPS tahun Studi yang dilakukan oleh ODA (1995) dan PERPADI (2002) secara terpisah menyatakan bahwa kehilangan butir gabah (quantitative grain losses) di penggilingan padi berkisar antara 1.9%-4.5% GKG. Hasil analisa susut pada penelitian ini sudah berada diantara angka tersebut, yaitu sebesar 2.62%. Namun, data susut yang diperoleh melalui penelitian ini belum dapat mewakili data susut secara nasional karena hanya dilakukan pada satu tempat dan satu jenis penggilingan padi. Tetapi diharapkan data yang diperoleh pada penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pengelola penggilingan padi dan menjadi acuan untuk data susut selanjutnya. D. Mutu Beras Beras sosoh atau beras putih merupakan hasil utama pada proses penggilingan padi. Kualitas dan mutu beras merupakan parameter kualitas sebuah pabrik atau usaha penggilingan padi. Menurut SNI (2008), beras merupakan hasil utama yang diperoleh dari proses penggilingan gabah hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) yang seluruh lapisan sekamnya terkelupas dan seluruh atau sebagian lembaga dan lapisan bekatulnya telah dipisahkan. Persyaratan mutu beras itu sendiri dibagi menjadi syarat umum dan syarat khusus. Beras hasil penggilingan dengan varietas Ciherang, Hibrida dan Cibogo ini telah diuji berdasarkan syarat umum secara visual dan penciuman. Hasilnya adalah beras tersebut (i) bebas dari hama dan penyakit, (ii) bebas dari bau apek dan asam, (iii) bebas dari campuran dedak dan 43

57 bekatul, serta (iv) bebas dari bahan kimia yang membahayakan dan merugikan konsumen. Pengamatan syarat khusus atau syarat kualitatif mutu beras untuk ketiga varietas dan konfigurasi mesin giling tertera pada Tabel 15. Pada pemutuan beras varietas Ciherang dan Hibrida dapat dilihat bahwa kadar air beras sudah sesuai dengan SNI masuk ke dalam mutu V. Sedangkan varietas Cibogo memiliki kadar air yang berbeda dikarenakan kondisi pra penggilingan yang berbeda, seperti pada saat pengeringan yang lebih lama, ataupun penggunaan dryer sebagai pengering. Melalui tabel 15 dapat dilihat bahwa beras kepala terbanyak untuk varietas Ciherang dan Hibrida adalah dengan menggunakan konfigurasi H-S- P. Hal ini dikarenakan pada konfigurasi ini hanya menggunakan satu kali pecah kulit dan satu kali sosoh. Sedangkan untuk varietas Cibogo, beras kepala terbanyak adalah dengan konfigurasi H-2S-2P. Namun, secara keseluruhan dapat diartikan bahwa dengan penambahan separator dapat meningkatkan persentase beras kepala. Persentase butir patah paling besar untuk varietas Ciherang dan Hibrida adalah dengan konfigurasi H-2S-2P. Banyaknya butir patah ini disebabkan oleh perlakuan pada gabah yang lebih kompleks dengan dilakukannya dua kali proses pemisahan (separator) dan dua kali proses penyosohan (polisher). Seperti yang dijelaskan oleh Patiwiri (2006), bahwa beras patah terutama timbul saat proses penyosohan, yaitu pada saat menggosok permukaan beras untuk melepaskan lapisan katul. Pada beras varietas Cibogo, persentase butir patah paling banyak adalah pada konfigurasi H-S-P. Hal ini tidak hanya dikarenakan kurang tepatnya proses yang terjadi, namun juga saat pengeringan ataupun bahan dari beras Cibogo itu sendiri. Dalam analisis sebelumnya diketahui bahwa keretakan gabah tertinggi adalah gabah varietas Cibogo yaitu sebesar 7.10%, sehingga kemungkinan terjadinya beras patah dan menir untuk varietas Cibogo lebih besar. 44

58 Tabel 15. Mutu Beras pada Berbagai Konfigurasi Mesin Penggilingan dan Varietas Padi Perlakuan Kadar Air (%) Derajat Sosoh (%) Beras Kepala (%) Butir Patah (%) Butir Menir (%) Butir Kuning (%) Butir Mengapur (%) Benda Asing (%) Butir Gabah (%) Ciherang 2H-2P H-S-P H-2S-2P Hibrida 2H-2P H-S-P H-2S-2P Cibogo 2H-2P H-S-P H-2S-2P Keterangan : Mutu beras yang dihasilkan termasuk pada mutu IV berdasarkan SNI untuk berbagai konfigurasi mesin penggilingan dan varietas padi 45

59 Melalui data butir menir pada Tabel 15, dapat dilihat bahwa diantara ketiga varietas yang diamati, beras varietas Cibogo memiliki butir menir yang paling tinggi. Namun, jika dilihat dari butir menir yang dihasilkan, maka ketiga varietas beras di atas masuk ke dalam mutu II berdasarkan SNI. Komponen mutu yang termasuk dalam syarat khusus yang lain dan penting untuk konsumen adalah derajat sosoh. Pengertian derajat sosoh menurut SNI (2008) adalah tingkat terlepasnya lapisan bekatul (pericarp, testa, dan aleuron) dan lembaga dari butir beras. Perbandingan derajat sosoh dari kofigurasi mesin giling dan varietas yang diamati dapat dilihat pada Tabel 15. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa konfigurasi mesin giling dapat mempengaruhi derajat sosoh beras. Pada masing-masing varietas terlihat adanya perbedaan antara beras yang disosoh satu kali dan yang disosoh sebanyak dua kali. Dari masing-masing varietas, beras yang memiliki derajat sosoh paling kecil adalah beras yang digiling dengan konfigurasi H-S- P sehingga membuktikan adanya pengaruh penggunaan jumlah polisher. Derajat sosoh yang paling tinggi untuk ketiga varietas di atas adalah Hibrida dengan konfigurasi H-2S-2P, yaitu sebesar 100% dan dapat dipastikan masuk ke dalam mutu I SNI. Derajat sosoh 100% ini berarti tingkat terlepasnya seluruh lapisan bekatul, lembaga, dan sedikit endosperm dari butir beras. Sedangkan derajat sosoh yang paling rendah adalah varietas Cibogo dengan konfigurasi H-S-P, yaitu sebesar 71.50%. Angka ini dapat diartikan sebagai tingkat terlepasnya sebagian besar lapisan bekatul, lembaga, dan sedikit endosperm dari butir beras sehingga sisa yang belum terlepas sebesar 28.50%. Nilai derajat sosoh ini bahkan tidak masuk pada mutu V untuk standar SNI. Konsumen sebagian besar menyukai beras dengan derajat sosoh yang tinggi karena lebih putih dan lebih menarik. Namun, sebenarnya dengan derajat sosoh yang tinggi, maka nilai gizi akan berkurang karena semakin banyak lapisan yang telah dihilangkan seperti lapisan aleuron. Menurut Kunze dan Calderwood (2004), beras dengan derajat sosoh yang tinggi lebih tahan dalam hal penyimpanan dibandingkan dengan beras derajat sosoh rendah, 46

60 karena beras dengan derajat sosoh rendah mudah mengalami ketengikan karena beras masih memiliki lapisan dedak aleuron yang memiliki kandungan lemak tinggi. Semakin tinggi nilai derajat sosoh beras maka bobotnya akan semakin berkurang dan kemungkinan terbetuknya butir patah semakin besar. Hal ini menyebabkan para produsen merasa dirugikan jika menggiling beras sampai derajat sosoh yang tinggi. Untuk menyiasati hal ini, biasanya produsen menggiling beras sampai derajat sosoh tertentu yang dianggap masih menguntungkan. Hal inilah yang menjadi penyebab adanya varietas tertentu yang derajat sosohnya tidak mencapai 100%. Komponen mutu beras yang lain yang perlu untuk diamati adalah butir merah, butir kuning/rusak, butir mengapur, dan benda asing. Komponen mutu beras ini lebih banyak disebabkan oleh kualitas bahan atau gabah yang akan digiling. Oleh karena itu yang akan dibandingkan terutama adalah bahan gabah yang digiling. Data pada Tabel 15 menunjukkan bahwa persentase butir kuning terbesar adalah pada padi varietas Cibogo sebesar rata-rata 1.41%, varietas Ciherang sebesar 0.83%, dan untuk varietas Hibrida sebesar 0.37%. Penyebab utama warna kuning pada beras butir kuning adalah adanya peragian, pembusukan, atau pertumbuhan jamur karena kurang sempurnanya proses pengeringan gabah setelah panen. Gabah dari hasil panen musim hujan yang tidak sempat segera dikeringkan akan banyak menghasilkan butir kuning (Damardjati dan Purwani, 1991) dalam (Listyawati, 2007). Beras Hibrida memiliki jumlah butir kuning yang rendah dikarenakan varietas ini lebih mudah kering sehingga pengeringannya lebih cepat dan mengurangi resiko tumbuhnya jamur. Beras Ciherang dan Hibrida masuk ke dalam beras mutu II dan Cibogo masuk dalam beras mutu III jika dilihat berdasarkan butir kuning/rusak. 47

61 Gambar 18. Pemutuan Beras (Butir Kuning, Butir Mengapur, Benda Asing dan Butir Gabah) Komponen mutu lain yang seharusnya diamati adalah butir merah. Namun, tidak ada satupun diantara varietas Ciherang, Hibrida, dan Cibogo yang mengandung butir merah. Sehingga jika dilihat dari kandungan butir merah, maka ketiga varietas beras tersebut masuk ke dalam mutu I SNI. Butir mengapur dari ketiga varietas ini berbeda-beda. Untuk persentase butir mengapur tertinggi adalah adalah varietas Hibrida sebanyak rata-rata 4.07%, varietas Cibogo sebanyak 1.99%, dan paling rendah adalah varietas Ciherang sebanyak 1.65%. Beras varietas Hibrida memiliki persentase butir mengapur yang tinggi disebabkan oleh jumlah bahan berupa gabah hijau/mengapur dengan persentase yang paling besar dibandingkan dengan varietas lain. Menurut Damardjati dan Purwani (1991) dalam Listyawati (2007), butir berkapur dapat berasal dari biji yang masih muda atau karena pertumbuhan yang kurang sempurna. Butir berkapur ini juga dapat disebabkan karena adanya faktor genetik. Adanya butir hijau dan butir mengapur merupakan sifat varietas disamping pengaruh lingkungan dan pengelolaan. Jarak tanam yang kurang rapat akan memperbanyak jumlah anakan yang akan 48

62 membentuk tunas-tunas lambat dan pada akhirnya menyebabkan kematangan padi tidak serempak sehingga persentase butir hijau meningkat. Komponen mutu lain yang perlu diamati adalah adanya butir gabah. Adanya butir gabah selain disebabkan oleh sifat genetik dari bahan yang digunakan, dapat juga disebabkan oleh jenis konfigurasi mesin giling yang digunakan. Berdasarkan data pada Tabel 15, dapat dilihat bahwa butir gabah terbanyak adalah pada konfigurasi 2H-2P. Ini membuktikan bahwa dengan penambahan separator dapat mengurangi persentase butir gabah karena ada mekanisme pemisahan gabah dengan beras pecah kulit sebelum masuk ke polisher. Berbeda dengan varietas Ciherang, pada varietas Hibrida ini persentase butir gabah terbanyak adalah pada konfigurasi H-2S-2P. Hal ini dimungkinkan karena sifat varietas Hibrida itu sendiri dimana semua gabahnya harus dikupas dengan dua kali mesin pemecah kulit. Sedangkan hasil pemutuan beras Cibogo diatas menunjukkan kemiripan dengan varietas Ciherang dimana persentase butir gabah terbesar terdapat pada konfigurasi 2H-2P, yang menunjukkan diperlukan adanya penambahan separator pada sistem penggilingan padi. Jika dikelompokkan berdasarkan standar SNI 2008, maka beras yang dihasilkan dari ketiga konfigurasi mesin penggilingan dan varietas padi tersebut di atas secara rata-rata dapat dimasukkan ke dalam mutu IV. Pada kenyataannya terkadang SNI yang sudah ditetapkan oleh pemerintah tidak berlaku di masyarakat. Petani lebih cenderung menilai berdasarkan visual, begitu juga dengan pembeli. Namun demikian, SNI penting untuk mengetahui patokan beras berkualitas baik. Untuk memperoleh konfigurasi mesin giling dan varietas padi yang paling baik dari segi rendemen penggilingan, susut, ataupun mutu beras, maka dilakukan skala pembobotan seperti pada Lampiran 12. Hasil pembobotan didapatkan nilai tertinggi adalah beras varietas Cibogo dengan konfigurasi H- 2S-2P. Untuk varietas Ciherang dan Hibrida, hasil yang paling baik adalah dengan konfigurasi H-S-P. 49

63 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap penggilingan beras HR di desa Kutagandok, dapat dibandingkan besarnya rendemen dan susut penggilingan untuk varietas padi Ciherang, Hibrida, dan Cibogo dengan berbagai konfigurasi mesin penggilingan. Dengan menggunakan konfigurasi mesin penggilingan 2H-2P (2 Husker-2Polisher), H-S-P (Husker-Separator- Polisher), dan H-2S-2P (Husker-2Separator-2Polisher) dilihat bahwa konfigurasi mesin giling tidak secara nyata berpengaruh. Namun varietas padi berpengaruh sangat nyata terhadap nilai rendemen penggilingan lapangan, laboratorium, serta terhadap susut penggilingan, namun tidak semua nilainya berbeda nyata. Penggunaan konfigurasi H-S-P mampu menghasilkan rendemen ratarata tertinggi sebesar 64.26%. Sedangkan konfigurasi H-2S-2P terbukti mampu menekan susut dan menunjukkan nilai susut penggilingan terendah yaitu 2.52%. Dari ketiga varietas tersebut, varietas yang menghasilkan rendemen tertinggi dan susut terendah adalah Cibogo yaitu sebesar 67.81% dan 1.41%. Konfigurasi mesin giling yang digunakan memberikan pengaruh terhadap mutu beras yang dihasilkan terutama untuk persentase beras kepala, derajat sosoh beras, dan berat 1000 butir beras. Penambahan separator terbukti mampu meningkatkan rendemen dan mutu beras giling sebesar 1.01%, yaitu dari 63.25% menjadi 64.26%. Varietas yang berbeda juga berpengaruh terhadap mutu beras, terutama untuk persentase butir merah, butir kuning/rusak, dan butir mengapur. Hasil pembobotan nilai menunjukkan bahwa varietas Ciherang dengan konfigurasi H-S-P adalah paling baik ditinjau dari rendemen, susut dan mutu berasnya. Kombinasi ini menghasilkan susut sebesar 3.39%, masih lebih tinggi dibanding varietas Hibrida yang menggunakan konfigurasi H-S-P menghasilkan susut 2.79%. Namun, yang dapat dinilai terbaik adalah varietas 50

64 Cibogo dengan konfigurasi H-2S-2P karena menghasilkan susut terkecil, yaitu 1.18% dan mutu berasnya memiliki nilai yang paling tinggi. B. Saran Penelitian ini telah memberikan gambaran mengenai rendemen dan susut penggilingan pada berbagai konfigurasi mesin giling dan varietas padi. Berdasarkan peneltian ini, maka disarankan penggilingan padi kecil menggunakan konfigurasi satu kali pengupasan sekam, dua kali pemisahan gabah dan beras pecah kulit, dan dua kali penyosohan (H-2S-2P). Selain itu, sebaiknya pada aliran gabah dari satu mesin ke mesin yang lain dilakukan secara kontinu, artinya menggunakan alat tertentu, bukan menggunakan tenaga manusia. Dengan demikian diharapkan potensi gabah atau beras yang tercecer dapat dikurangi. Lantai ruang penggilingan hendaknya selalu kering dan rata agar gabah atau beras yang tercecer dapat dipungut kembali. 51

65 DAFTAR PUSTAKA Anonim Laporan Survei Susut Panen dan Pasca Panen Gabah/beras. Warta Agribisnis [17 Maret 2009]. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Daerah Pengembangan dan Anjuran Budidaya Padi Hibrida. Departemen Pertanian Badan Pusat Statistik Buku Pedoman Survei Gabah Beras Badan Standar Nasional. Beras Giling. [20 Oktober 2008]. Balai Besar Penelitian Padi [27 Februari 2009]. Biro Pusat Statistik Survei Susut Pasca Panen MT1994/95 dan MT1995. Kerjasama BPS, Ditjen Tanaman Pangan, Badan Pengendali Bimas, Bulog, Bappenas, IPB, dan Badan Litbang Pertanian. Darmadjati, D.S., H. Suseno dan S. Wijandi Penentuan Umur Panen Optimum Padi Sawah (Oryza Sativa. L.). Penelitan Pertanian 1:19:26. Dalam: Rokhani, H Gerakan Nasional Penurunan Susut Pascapanen Suatu Upaya Menanggulangi Krisis Pangan. Agrimedia volume 12. Hal : Damardjati, D.S., Struktur Kandungan Gizi Beras. Dalam: Ismunadji, M., S. Partohardjono, M. Syam, A. Widjono. Padi-BukuI. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Perkembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Hal : Damardjati, D.S dan Purwani, E.Y Mutu Beras. Dalam: Padi-Buku 3. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Departemen Pertanian Pengertian Komponen Kualitas Gabah unuk Pengadaan dalam Negeri. [20 Oktober 2008] Ditjen P2HP Reptan Pedoman Teknis Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Gabah. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Departemen Pertanian. Hadiutomo, K Kumpulan Beberapa Kajian/ Penelitian tentang Kehilangan Hasil pada Berbagai Tahapan Kegiatan Pasca Panen Padi. 52

66 Harianto Pendapatan, Harga, dan Konsumsi Beras. Dalam: Suryanan, A. dan S. Mardianto. Bunga Rampai Ekonomi Beras. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kunze, O.R dan Calderwood, D.L Rough Rice Drying-Moisture Adsorption and Desorption. Dalam: Campagne, E.T. (ed). Rice : Chemistry and Technology. Third Edition. American Association of Cereal Chemists, Inc, USA. Hal : Libang, Deptan [27 Oktober 2008]. Listyawati, Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah Terhadap Mutu Beras Giling Varietas Ciherang. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Nurmala, T Serealia Sumber Karbohidrat Utama. Jakarta : PT RINEKA CIPTA. Patiwiri, A.W Teknologi Penggilingan Padi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rathoyo Studi Perbandingan pada Penggunaan Penggilingan Padi Kecil (PPK) dan Rice Milling Unit (RMU) terhadap Susut Giling. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rokhani, H Gerakan Nasional Penurunan Susut Pascapanen Suatu Upaya Menanggulangi Krisis Pangan. Agrimedia volume 12. Hal : Rokhani, H Susut Pascapanen: Lebih kepada Kendala Sosial. [17 September 2008]. Rokhani, H Praktikum Pengukuran Susut Panen dan Pasca Panen. Kerjasama LPPM IPB dengan Direktorat P2HP Deptan. Sutrisno, dkk Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Padi. F- Technopark Fateta IPB. Bogor. Thahir, R Tinjauan Penelitian Peningkatan Kualitas Beras Melalui Berbaikan Teknologi Penyosohan. Makalah disajikan sebagai Persyaratan Kenaikan Pangkat atau Golongan V/c. Balai Besar Pengembangan Alsintan, Serpong. Dalam: Tjahjohutomo, dkk Pengaruh Konfigurasi Mesin Penggilingan Padi Rakyat terhadap Rendemen dan Mutu Beras Giling. Jurnal Enjiniring Pertanian Valume II No.1 April Tjahjohutomo, dkk Pengaruh Konfigurasi Mesin Penggilingan Padi Rakyat terhadap Rendemen dan Mutu Beras Giling. Jurnal Enjiniring Pertanian Valume II No.1 April

67 Lampiran 1. Rendemen Penggilingan Perlakuan Rendemen Lapang (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata Ciherang 2H-2P H-S-P H-2S-2P Hibrida 2H-2P H-S-P H-2S-2P Cibogo 2H-2P H-S-P H-2S-2P Perlakuan Rendemen Laboratorium (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata Ciherang 2H-2P H-S-P H-2S-2P Hibrida 2H-2P H-S-P H-2S-2P Cibogo 2H-2P H-S-P H-2S-2P

68 Lampiran 2. Susut Penggilingan Perlakuan Susut (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata Ciherang 2H-2P H-S-P H-2S-2P Hibrida 2H-2P H-S-P H-2S-2P Cibogo 2H-2P H-S-P H-2S-2P

69 Lampiran 3. Spesifikasi Mesin Penggilingan Padi 1. Husker Jenis = Rubber roll Husker Merk = Yanmar Tinggi husker = 2720mm Volume penampung gabah = 1m 3 Volume lubang pengumpan = (600 x 560 x 145) mm 3 = mm 3 Diameter poros = 47 mm Diameter rol baru = 220 mm Diameter rol utama = 217 mm Diameter rol pembantu = 190 mm Jarak antara dua rol = 0.8 mm Luas pengeluaran beras = (265 x 62)mm = mm 3 Luas pengeluaran sekam samping = 1. (72 x 87)mm = 6264 mm 3 2. (155 x 120)mm = m 3 Jarak antar poros puli transmisi = 2480 mm Lebar Belt = 75 mm (Rubber Roll) (Husker) 56

70 2. Polisher Tipe = A-75 Merk = Yanmar RPM = RPM Tenaga = Hp Kapasitas = kg/jam Tipe penyosohan = Friksi 3. Separator Jenis = Screen Separator Lebar = 660 mm Tinggi = 1660 mm Kemiringan = 41.08º Ukuran mess = 5 mm x 5mm Jumlah ayakan = 7 lapis dan 10 lapis (Silinder Penyosoh) (Screen Separator tampak depan dan belakang) 57

71 Lampiran 4. Keterangan Penggilingan (Hasil Wawancara) 1. Bentuk badan hukum usaha penggilingan adalah perseorangan 2. Klasifikasi mesin penggilingan adalah penggilingan padi kecil 3. Tipe penyosoh adalah friksi dengan menggunakan besi sebagai penyosoh 4. Pengoperasian Penggilingan: a. Usia mesin penggilingan 4 tahun b. Penggilingan ini mulai dioperasikan tahun 2005 c. Kapasitas terpasang 0.56 ton/jam d. Rata-rata giling per hari 45 kuintal GKG e. Rata-rata bulan kerja mesin per tahun 9 bulan f. Rata-rata hari kerja mesin per bulan 30 hari g. Rata-rata jam kerja mesin per hari 8 jam 5. Penggantian roll karet pemecah kulit dilakukan setelah melakukan penggilingan sebanyak ton GKG 6. Rata-rata rendemen penggilingan menurut pengakuan pengelola 57% 7. Jarak antara dua roll karet mm 8. RPM penggilingan - Husker = RPM - Polisher I = RPM - Polisher II= 1100 RPM 9. Jumlah operator 4-5 orang 10. Perawatan mesin giling dilakukan sebulan sekali untuk penggantian oli, dll 11. Jenis layanan penggilingan adalah jasa dan penggilingan gabah milik sendiri 12. Konsumen adalah petani dan pedagang 13. Ongkos giling adalah Rp.150/kg GKG 14. Tipe husker adalah 2 tegangan geser berlawanan (friksional) yaitu rubber roll husker 15. Solar yang dibutuhkan untk 1 ton gabah adalah 10 liter 16. Harga menir broken Rp 4300/kg 17. Pengeringan dilakukan selama 8 jam untuk menghasilkan beras biasa. Untuk menghasilkan beras yang bagus diperlukan 6 jam penjemuran dan 6 58

72 jam oven. 6 jam oven ini terdiri dari 3 jam pengapian dan 3 jam pemberian angin 59

73 Lampiran 5. Hasil Analisis Sidik Ragam pada Rendemen Lapang Tabel Anova Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Pr > F Keragaman Bebas Kuadrat Tengah Hitung Model <.0001 Perlakuan Kelompok <.0001 Galat Total Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan Rataan N perlakuan A H-S-P B A H-2S-2P B H-2P Pengelompokan Duncan Rataan N kelompok A cibogo B ciherang C Hibrida Hasil Kombinasi Pengelompokan Duncan Rataan N Perlakuan A H2S2P Cibogo A HSP Cibogo A H2P Cibogo B HSP Ciherang B H2S2P Ciherang B H2P Ciherang B HSP Hibrida C H2S2P Hibrida C H2P Hibrida 60

74 Lampiran 6. Hasil Analisis Sidik Ragam pada Rendemen Laboratorium Tabel Anova Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Pr > F Keragaman Bebas Kuadrat Tengah Hitung Model Perlakuan Kelompok Galat Total Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan Rataan N perlakuan A H-2S-2P A H-2P A H-S-P Pengelompokan Duncan Rataan N kelompok A cibogo A ciherang B hibrida Hasil Kombinasi Duncan Grouping Mean N Perlakuan A HSP Cibogo A H2P Cibogo A H2S2P Cibogo B HSP Ciherang C H2P Ciherang C H2S2P Ciherang D HSP Hibrida E H2S2P Hibrida F H2P Hibrida 61

75 Lampiran 7. Berat Gabah dan Beras di Lapangan Ciherang Konfigurasi 2H-2P Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 1 Berat Gabah (kg) Berat Beras PK (kg) Berat Sekam (kg) Berat Beras (kg) Berat Dedak (kg) Ciherang Konfigurasi H-S-P Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 1 Berat Gabah (kg) Berat Beras PK (kg) Berat Sekam (kg) Berat Beras (kg) Berat Dedak (kg) Ciherang Konfigurasi H-2S-2P Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 1 Berat Gabah (kg) Berat Beras PK (kg) Berat Sekam (kg) Berat Beras (kg) Berat Dedak (kg) Hibrida Konfigurasi 2H-2P Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 1 Berat Gabah (kg) Berat Beras PK (kg) Berat Sekam (kg) Berat Beras (kg) Berat Dedak (kg)

76 Lampiran 7. Berat Gabah dan Beras di Lapangan (lanjutan) Hibrida Konfigurasi H-S-P Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 1 Berat Gabah (kg) Berat Beras PK (kg) Berat Sekam (kg) Berat Beras (kg) Berat Dedak (kg) Hibrida Konfigurasi H-2S-2P Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 1 Berat Gabah (kg) Berat Beras PK (kg) Berat Sekam (kg) Berat Beras (kg) Berat Dedak (kg) Cibogo Konfigurasi 2H-2P Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 1 Berat Gabah (kg) Berat Beras PK (kg) Berat Sekam (kg) Berat Beras (kg) Berat Dedak (kg) Cibogo Konfigurasi H-S-P Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 1 Berat Gabah (kg) Berat Beras PK (kg) Berat Sekam (kg) Berat Beras (kg) Berat Dedak (kg)

77 Lampiran 7. Berat Gabah dan Beras di Lapangan (lanjutan) Cibogo Konfigurasi H-2S-2P Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 1 Berat Gabah (kg) Berat Beras PK (kg) Berat Sekam (kg) Berat Beras (kg) Berat Dedak (kg)

78 Lampiran 8. Berat Gabah dan Beras di Laboratorium Ciherang Konfigurasi 2H-2P Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 1 Berat Gabah (g) Berat Beras (g) Ciherang Konfigurasi H-S-P Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 1 Berat Gabah (g) Berat Beras (g) Ciherang Konfigurasi H-2S-2P Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 1 Berat Gabah (g) Berat Beras (g) Hibrida Konfigurasi 2H-2P Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 1 Berat Gabah (g) Berat Beras (g) Hibrida Konfigurasi H-S-P Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 1 Berat Gabah (g) Berat Beras (g) Hibrida Konfigurasi H-2S-2P Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 1 Berat Gabah (g) Berat Beras (g) Cibogo Konfigurasi 2H-2P Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 1 Berat Gabah (g) Berat Beras (g)

79 Lampiran 8. Berat Gabah dan Beras di Laboratorium (lanjutan) Cibogo Konfigurasi H-S-P Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 1 Berat Gabah (g) Berat Beras (g) Cibogo Konfigurasi H-2S-2P Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 1 Berat Gabah (g) Berat Beras (g)

80 Lampiran 9. Kehilangan Hasil pada Husker dan Polisher Perlakuan Kehilangan Hasil Husker (kg) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata Ciherang 2H-2P H-S-P H-2S-2P Hibrida 2H-2P H-S-P H-2S-2P Cibogo 2H-2P H-S-P H-2S-2P Keterangan : Kehilangan Hasil Husker = Berat Gabah (Berat Beras PK + Berat Sekam) Perlakuan Kehilangan Hasil Polisher (kg) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata Ciherang 2H-2P H-S-P H-2S-2P Hibrida 2H-2P H-S-P H-2S-2P Cibogo 2H-2P H-S-P H-2S-2P Keterangan : Kehilangan Hasil Polisher = Berat Beras PK (Berat Beras + Berat Dedak) 67

81 Lampiran 10. Hasil Analisis Sidik Ragam pada Susut Penggilingan Tabel Anova Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Pr > F Keragaman Bebas Kuadrat Tengah Hitung Model Perlakuan Kelompok <.0001 Galat Total Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan Rataan N perlakuan A H-2P A H-S-P A H-2S-2P Pengelompokan Duncan Rataan N kelompok B ciherang B hibrida A cibogo Hasil Kombinasi Duncan Grouping Mean N Perlakuan D H2P Ciherang D HSP Ciherang D H2S2P Ciherang D H2S2P Hibrida C D H2P Hibrida C D B HSP Hibrida C A B H2P Cibogo A B HSP Cibogo A H2S2P Cibogo 68

82 Lampiran 11. Hasil Pengukuran Menggunakan Milling Meter No Varietas Konfigurasi Ulangan Derajat Sosoh Whiteness Transparancy (%) (%) (%) 2H-2P Ciherang H-S-P H-2S-2P H-2P Hibrida H-S-P H-2S-2P H-2P Cibogo H-S-P H-2S-2P

83 Perlakuan Lampiran 12. Pembobotan Nilai Keseluruhan Rendemen Lapangan Rendemen Laboratorium Susut Beras Kepala Derajat Sosoh Butir Patah Menir Butir Kuning/Rusak Butir Mengapur Benda asing Butir Gabah waktu jumlah Ciherang 2H-2P H-S-P H-2S-2P Hibrida 2H-2P H-S-P H-2S-2P Cibogo 2H-2P H-S-P H-2S-2P

84 Lampiran 13. Foto-foto Pengamatan Rendemen dan Susut Penggilingan (Pengeringan Gabah) (Penimbangan Sekam) (Pengumpulan Sekam) (Penimbangan Beras) (Penggilingan Padi (Husker dan Polisher) Skala Laboratorium) 71

KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI

KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI OLEH: ANGGITHA RATRI DEWI F14051034 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN Konfigurasi Mesin Penggilingan Padi Untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling (Rice Milling Machine Configuration to Reduce Losses and Increase Milling Yield) Rokhani Hasbullah, Anggitha Ratri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminologi Pasca Panen Padi Kegiatan pascapanen padi perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan dan pengemasan (Patiwiri, 2006). Padi biasanya dipanen pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Mekar Tani, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang dan Balai Besar Penelitian dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI. Disusun oleh: Kelompok 3

LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI. Disusun oleh: Kelompok 3 LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI Disusun oleh: Kelompok 3 Arya Widura Ritonga Najmi Ridho Syabani Dwi Ari Novianti Siti Fatimah Deddy Effendi (A24051682) (A24051758)

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama ±3 bulan dimulai dari Februari sampai April 2013 yang berlokasikan di Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1

UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1 UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1 Hanim Zuhrotul A 2, Nursigit Bintoro 2 dan Devi Yuni Susanti 2 ABSTRAK Salah satu faktor yang mengakibatkan kehilangan hasil pada produk pertanian tanaman

Lebih terperinci

Jember, Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011] Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) Abstrak

Jember, Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011] Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) Abstrak Penggunaan Mesin Perontok untuk Menekan Susut dan Mempertahankan Kualitas Gabah (The Use of Power Thresher to Reduce Losses and Maintain Quality of Paddy) Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) 1) Departemen

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN MESIN PENGGILING MOBILE TERHADAP MUTU BERAS UNTUK BEBERAPA VARIETAS PADI DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT

KAJIAN PENGGUNAAN MESIN PENGGILING MOBILE TERHADAP MUTU BERAS UNTUK BEBERAPA VARIETAS PADI DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT JRPB, Vol. 6, No. 1, Maret 2018, Hal. 53-59 DOI: https://doi.org/10.29303/jrpb.v6i1.72 ISSN 2301-8119, e-issn 2443-1354 Tersedia online di http://jrpb.unram.ac.id/ KAJIAN PENGGUNAAN MESIN PENGGILING MOBILE

Lebih terperinci

Teknik Penanganan Pascapanen Padi untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling

Teknik Penanganan Pascapanen Padi untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling A R T I K E L Teknik Penanganan Pascapanen Padi untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling Rokhani Hasbullah a dan Anggitha Ratri Dewi b a Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Data pengamatan tinggi tanaman padi (cm) pada umur 3 MST pada P0V1 60.90 60.33 59.33 180.57 60.19 P0V2 53.33 59.00 58.33 170.67 56.89 P0V3 62.97 61.33 60.97 185.27 61.76 P1V1 61.57 60.03 59.33

Lebih terperinci

Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 2008 Nama Varietas Tahun Tetua Rataan Hasil Pemulia Golongan Umur tanaman

Lebih terperinci

Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014

Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014 Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014 PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN TINGKAT KECERAHAN BERAS GILING (ORYZA SATIVA L.) PADA BERBAGAI PENGGILINGAN BERAS Budidarmawan Idris 1, Junaedi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Cibogo. Asal Persilangan :S487B-75/IR //IR I///IR 64////IR64

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Cibogo. Asal Persilangan :S487B-75/IR //IR I///IR 64////IR64 Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Cibogo Nomor seleksi : S3382-2D-PN-16-3-KP-I Asal Persilangan :S487B-75/IR 19661-131-3-1//IR 19661-131-3- I///IR 64////IR64 Golongan : Cere Umur tanaman : 115-125

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN

LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN ACARA V PENGENALAN RICE MILL UNIT Disusun Oleh: Nama : Arif Ardiawan NIM : A1L008062 Rombongan : B Kelompok : 4 KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH Zahara Mardiah dan Siti Dewi Indrasari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi ABSTRAK Permintaan beras berkualitas

Lebih terperinci

: tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, 3 dan Sumatera Utara Ketahanan terhadap penyakit

: tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, 3 dan Sumatera Utara Ketahanan terhadap penyakit LAMPIRAN 52 Lampiran 1. Deskripsi Varietas Aek Sibundong Nomor pedigri : BP1924-1E-5-2rni Asal persilangan : Sitali/Way Apo Buru//2*Widas Golongan : Cere Umur tanaman : 108-125 hari Bentuk tanaman : Tegak

Lebih terperinci

ISSN No Vol.23, No.2, OKtober 2009

ISSN No Vol.23, No.2, OKtober 2009 ISSN No. 0216-3365 Vol.23, No.2, OKtober 2009 Jurnal Keteknikan Pertanian merupakan publikasi resmi Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia (PERTETA) yang didirikan 10 Agustus 1968 di Bogor, berkiprah dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi Sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal Persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131- 3-1///IR64

Lebih terperinci

V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V1A2(2)

V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V1A2(2) 64 Lampiran 1. Lay Out Penelitian V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V2A1(3) V4A1(2) V1A1(3) V3A1(3) V2A2(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V4A1(1) V5A1(2) V4A2(1) V2A2(1) V1A2(3) V3A2(2) V4A2(2) V2A1(1)

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007)

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Asal persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR 19661-131-3-1//IR 19661-131-3-1///IR 64////IR 64 Umur tanaman : 116-125 hari Bentuk tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara agraris maka sebagian besar penduduknya. konsumsi untuk seluruh penduduk di Indonesia (Adiratma, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara agraris maka sebagian besar penduduknya. konsumsi untuk seluruh penduduk di Indonesia (Adiratma, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara agraris maka sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian. Bahan makanan seperti padi atau beras dan jagung hanya diproduksi oleh pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Penanganan pascapanen adalah tindakan yang dilakukan atau disiapkan agar hasil pertanian siap

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu dan Laboratorium Rekayasa dan Bioproses Pascapanen, Jurusan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Varietas Padi

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Varietas Padi II. TINJAUAN PUSTAKA Penanganan pasca panen padi meliputi beberapa tahap kegiatan yaitu penentuan saat panen, pemanenan, penumpukan sementara di lahan sawah, pengumpulan padi di tempat perontokan, penundaan

Lebih terperinci

: Kasar pada sebelah bawah daun

: Kasar pada sebelah bawah daun Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Varietas : Ciherang Nomor Pedigree : S 3383-1d-Pn-41-3-1 Asal/Persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR Golongan : Cere Bentuk : Tegak Tinggi : 107 115 cm Anakan

Lebih terperinci

J3V3 J1V3 J3V2 J1V2 J3V4 J1V5 J2V3 J2V5

J3V3 J1V3 J3V2 J1V2 J3V4 J1V5 J2V3 J2V5 Lampiran 1. Bagan Percobaan 1 2 3 J2V5 J1V2 J3V1 X X X X X X X X X X J1V4 J2V2 J3V3 X X X X X X X X X X J3V1 J3V4 J1V1 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X J2V3 J1V5 J2V4 X X X X X X X X X X J1V2 J3V5

Lebih terperinci

LAMPIRAN U1 U2 U3 T2 T3 T1 T3 T1 T2 T1 T2 T3 U4 U5 U6 T1 T3 T2 T1 T3 T2 T2 T3 T1 U7 U8 U9 T3 T1 T2 T2 T1 T3 T3 T1 T2

LAMPIRAN U1 U2 U3 T2 T3 T1 T3 T1 T2 T1 T2 T3 U4 U5 U6 T1 T3 T2 T1 T3 T2 T2 T3 T1 U7 U8 U9 T3 T1 T2 T2 T1 T3 T3 T1 T2 LAMPIRAN Lampiran 1. Bagan Penelitian U U1 U2 U3 T2 T3 T1 T3 T1 T2 T1 T2 T3 U4 U5 U6 T1 T3 T2 T1 T3 T2 T2 T3 T1 U7 U8 U9 T3 T1 T2 T2 T1 T3 T3 T1 T2 Keterangan: U T1 T2 T3 : : Padi Sawah : Padi Gogo : Rumput

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alat Pengolahan Padi 1.2. Penggilingan Padi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alat Pengolahan Padi 1.2. Penggilingan Padi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alat Pengolahan Padi Umumnya alat pengolahan padi terdiri dari berbagai macam mesin, yaitu mesin perontok padi, mesin penggiling padi, mesin pembersih gabah, mesin penyosoh beras,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 377/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 377/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 377/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SL - 11H SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA VARIETAS SL 11 SHS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3 Nomor persilangan : BP3448E-4-2 Asal persilangan : Digul/BPT164-C-68-7-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 110 hari Bentuk tanaman : Sedang Tinggi tanaman : 95

Lebih terperinci

Lampiran 1. BaganPenelitian U I U II U III S1 S2 S3 V1 V2 V3 V2 V1 V cm V3 V3 V1 S2 S3 S1 V cm. 50 cm V1. 18,5 m S3 S1 S2.

Lampiran 1. BaganPenelitian U I U II U III S1 S2 S3 V1 V2 V3 V2 V1 V cm V3 V3 V1 S2 S3 S1 V cm. 50 cm V1. 18,5 m S3 S1 S2. Lampiran 1. BaganPenelitian U I U II U III T V1 V2 V3 U S V2 V1 V2 B 150 cm V3 V3 V1 100 cm V3 V3 V1 50 cm V1 V2 V3 18,5 m V2 V1 V2 V3 V1 V1 V2 V2 V2 5,5 m V1 V3 V3 80 cm 300 cm Lampiran 2.Bagan Tanaman

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH

BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH SNI 6128:2015 BERAS Ruang lingkup : SNI ini menetapkan ketentuan tentang persyaratan mutu, penandaan dan pengemasan semua jenis beras yang diperdagangkan untuk konsumsi.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA 93011 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2 Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha meningkatkan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS ALAT/MESIN PERONTOK TERHADAP SUSUT PERONTOKAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI

KAJIAN PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS ALAT/MESIN PERONTOK TERHADAP SUSUT PERONTOKAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI KAJIAN PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS ALAT/MESIN PERONTOK TERHADAP SUSUT PERONTOKAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI OLEH: RISKA INDARYANI F14051033 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang

TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Rantai Pasok Rantai pasok adalah sekumpulan aktivitas dan keputusan yang saling terkait untuk mengintegrasi pemasok, manufaktur, gudang, jasa transportasi, pengecer,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deksripsi Varietas Padi CISADANE

Lampiran 1. Deksripsi Varietas Padi CISADANE Lampiran 1. Deksripsi Varietas Padi CISADANE Nomor seleksi : B2484B-PN-28-3-MR-1 Asal persilangan : Pelita I-1/B2388 Golongan : Cere, kadang-kadang berbulu Umur tanaman : 135-140 hari Bentuk tanaman :

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Deskripsi dan gambar varietas tanaman padi. 1. Deskripsi Varietas Padi Ciherang (Suprihatno et al. 2009)

LAMPIRAN. Lampiran 1 Deskripsi dan gambar varietas tanaman padi. 1. Deskripsi Varietas Padi Ciherang (Suprihatno et al. 2009) 40 LAMPIRAN Lampiran 1 Deskripsi dan gambar varietas tanaman padi 1. Deskripsi Varietas Padi Ciherang (Suprihatno et al. 2009) Nomor seleksi : S3383-1D-PN-41-3-1 Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/3*IR19661-131-3-1-3//4*IR64

Lebih terperinci

Jl. Ciptayasa KM. 01 Ciruas Serang-Banten 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan.

Jl. Ciptayasa KM. 01 Ciruas Serang-Banten 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan. Pengukuran Rendemen Beras dengan Penjemuran Sistem Oven Dryer pada Usaha Penggilingan Padi di Kabupaten Serang (Studi Kasus pada Gapoktan Harapan Makmur Desa Singarajan Kecamatan Pontang Kabupaten Serang

Lebih terperinci

Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani

Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani 84 Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani Pascapanen Upaya pemerintah untuk mencapai swasembada beras ditempuh melalui berbagai cara, salah

Lebih terperinci

Potensi Hasil : 5-8,5 ton/ha Ketahanan : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Terhadap Hama. Ketahanan. Terhadap Penyakit

Potensi Hasil : 5-8,5 ton/ha Ketahanan : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Terhadap Hama. Ketahanan. Terhadap Penyakit LAMPIRAN 30 31 Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-31//IR19661131-3-

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD. Kilang Padi Bersama merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pengolahan padi menjadi beras atau penggilingan padi (Rice Milling

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asam Salisilat 1. Struktur Kimia Asam Salisilat Struktur kimia asam salisilat dan turunannya dapat dilihat pada Gambar 2 : Gambar 2. Struktur kimia asam salisilat dan turunannya

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MESIN PENYOSOH BIJI BURU HOTONG (Setaria italica (L) Beauv.)

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MESIN PENYOSOH BIJI BURU HOTONG (Setaria italica (L) Beauv.) SKRIPSI MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MESIN PENYOSOH BIJI BURU HOTONG (Setaria italica (L) Beauv.) Oleh: KINDI KALABADI F14103008 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 533/Kpts/SR.120/9/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA ZY-64 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA ADIRASA-64

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 533/Kpts/SR.120/9/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA ZY-64 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA ADIRASA-64 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 533/Kpts/SR.120/9/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA ZY-64 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA ADIRASA-64 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Dukat Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon

Dukat Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon PENGARUH UMUR PANEN DAN KULTIVAR PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP MUTU FISIK BERAS GILING Dukat Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon ABSTRAK Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh interaksi umur panen

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 376/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 376/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 376/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SL - SH SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA VARIETAS SL 8 SHS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan komoditas pangan unggulan Provinsi Lampung. Produksi padi yang dihasilkan di Provinsi Lampung secara

Lebih terperinci

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A34403066 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

UJI UNJUK KERJA MESIN PENYOSOH JUWAWUT TIPE ROL TUNGGAL DAN TIPE ROL GANDA

UJI UNJUK KERJA MESIN PENYOSOH JUWAWUT TIPE ROL TUNGGAL DAN TIPE ROL GANDA UJI UNJUK KERJA MESIN PENYOSOH JUWAWUT TIPE ROL TUNGGAL DAN TIPE ROL GANDA Oleh : SALIX FINI MARIS F14104091 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR UJI UNJUK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 517/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 517/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA PHB71 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA VARIETAS PP-1 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN Tinjauan Pustaka Menurut Tharir (2008), penggilingan padi merupakan industri padi tertua dan tergolong paling besar di Indonesia,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 132/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 132/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 132/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA P.05 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA VARIETAS MAPAN-P.05 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI MESIN PENYOSOH BIJI JUWAWUT (Setaria italica (L.) P. Beauvois) TIPE ABRASIVE ROLL. Oleh: RATNA NURYATI F

UJI PERFORMANSI MESIN PENYOSOH BIJI JUWAWUT (Setaria italica (L.) P. Beauvois) TIPE ABRASIVE ROLL. Oleh: RATNA NURYATI F UJI PERFORMANSI MESIN PENYOSOH BIJI JUWAWUT (Setaria italica (L.) P. Beauvois) TIPE ABRASIVE ROLL Oleh: RATNA NURYATI F14103024 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengangkutan Pengangkutan adalah kegiatan memindahkan padi setelah panen dari sawah atau rumah ke Pabrik Penggilingan Padi (PPP). Tingkat kehilangan hasil dalam tahapan pengangkutan

Lebih terperinci

Lampiran I. Lay Out Peneltian

Lampiran I. Lay Out Peneltian Lampiran I. Lay Out Peneltian 49 Lampiran II. Deskripsi Varietas Mentik Wangi Asal Persilangan : Mentikwangi Golongan : Cere Umur Tanaman : 112-113 Hst Bentuk Tanaman : TegakTinggi Tanaman : 106-113 cm

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Terminologi Pascapanen Padi Pengertian pascapanen padi adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh petani dan juga oleh lembaga tata niaga atau swasta, setelah padi dipanen sampai

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 131/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 131/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 131/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA P.02 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA VARIETAS MAPAN-P.02 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP

Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP Ir. Linda Yanti M.Si BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAMBI 2 0 1 7 1 Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Kelayakan 1. Investor 2. Analisis 3. Masyarakat 4. Pemerintah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Kelayakan 1. Investor 2. Analisis 3. Masyarakat 4. Pemerintah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Kelayakan Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak suatu gagasan usaha yang direncanakan. Pengertian layak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sulit diperoleh. Di Indonesia kondisi ini masih diperburuk dengan adanya kendala

BAB I PENDAHULUAN. sulit diperoleh. Di Indonesia kondisi ini masih diperburuk dengan adanya kendala 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di sebagian besar Negara Asia, beras mempunyai nilai politik strategis, yang mempunyai implikasi, pemerintahan akan labil jika beras harganya tidak stabil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Cihideung Ilir merupakan salah satu desa dari 13 (tiga belas) desa yang terdapat di kecamatan Ciampea, dan wilayahnya masuk dalam Kabupaten

Lebih terperinci

STUDI UNJUK KERJA MESIN PENGGILINGAN PADI DI KANDANGHAUR, INDRAMAYU, JAWA BARAT NURUL RIZQIYYAH

STUDI UNJUK KERJA MESIN PENGGILINGAN PADI DI KANDANGHAUR, INDRAMAYU, JAWA BARAT NURUL RIZQIYYAH STUDI UNJUK KERJA MESIN PENGGILINGAN PADI DI KANDANGHAUR, INDRAMAYU, JAWA BARAT NURUL RIZQIYYAH DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Yang termasuk persyaratan umum adalah hama/penyakit, bau apek atau asing, bahan

Yang termasuk persyaratan umum adalah hama/penyakit, bau apek atau asing, bahan BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Gudang BULOG 206 Rembang. Gudang ini berada di Desa Kedungrejo Kabupaten Rembang. Tepatnya adalah di Jalan Raya Rembang- Blora

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag LAMPIRAN 38 39 Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag Kadar total Satuan BF Slag Korea EF Slag Indonesia Fe 2 O 3 g kg -1 7.9 431.8 CaO g kg -1 408 260.0 SiO 2 g

Lebih terperinci

KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT

KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT Obyek koleksi varietas Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Balai Besar PPMB-TPH) pada Tahun 2016, selain berupa

Lebih terperinci

Kinerja Penggilingan Padi Kecil di Lahan Kering Kecamatan Lempuing. Small Milling Performances In Lempuing Jaya District Dry Land

Kinerja Penggilingan Padi Kecil di Lahan Kering Kecamatan Lempuing. Small Milling Performances In Lempuing Jaya District Dry Land Kinerja Penggilingan Padi Kecil di Lahan Kering Kecamatan Lempuing Small Milling Performances In Lempuing Jaya District Dry Land Yeni E Maryana 1*), Budi Raharjo 2) 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

CARA PENGUJIAN MUTU FISIK GABAH DAN BERAS

CARA PENGUJIAN MUTU FISIK GABAH DAN BERAS CARA PENGUJIAN MUTU FISIK GABAH DAN BERAS FAUZIAH AR, NOORTASIAH DAN TAZRIN NOR Balai Peneitian Tanaman Pangan Lahan Rawa, ii Kebun Karet, Loktabat, Banjarbaru 70712 RINGKASAN Mutu gabah dan beras yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padi Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai saat ini terus dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan merupakan tanaman pangan yang dapat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang kerap kali menjadi masalah. Masalah yang dihadapi adalah pertumbuhan

BAB I. PENDAHULUAN. yang kerap kali menjadi masalah. Masalah yang dihadapi adalah pertumbuhan 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan bahan pangan terutama beras, banyak ditemui problematika yang kerap kali menjadi masalah. Masalah yang dihadapi adalah pertumbuhan jumlah penduduk yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan di Indonesia merupakan salah satu sektor yang telah berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk genus yang meliputi kurang lebih 25 spesies, tersebar di daerah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk genus yang meliputi kurang lebih 25 spesies, tersebar di daerah 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Tanaman Padi Padi termasuk genus yang meliputi kurang lebih 25 spesies, tersebar di daerah tropik dan daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Menurut

Lebih terperinci

PENGARUH KETEBALAN DAN JENIS ALAS PENJEMURAN GABAH (Oryza Sativa L.) TERHADAP MUTU FISIK BERAS GILING KULTIVAR CIHERANG

PENGARUH KETEBALAN DAN JENIS ALAS PENJEMURAN GABAH (Oryza Sativa L.) TERHADAP MUTU FISIK BERAS GILING KULTIVAR CIHERANG PENGARUH KETEBALAN DAN JENIS ALAS PENJEMURAN GABAH (Oryza Sativa L.) TERHADAP MUTU FISIK BERAS GILING KULTIVAR CIHERANG R. Hempi Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk

Lebih terperinci

Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik

Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik Beras aromatik adalah beras yang popular saat ini baik di dalam dan luar negeri karena mutu yang baik dan aroma yang wangi. Banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah,

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar merupakan komoditas pertanian yang paling

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman padi merupakan tanaman pertanian. Padi termasuk genus oryza L yang

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman padi merupakan tanaman pertanian. Padi termasuk genus oryza L yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asal Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman pertanian. Padi termasuk genus oryza L yang meliputi kurang lebih 25 species yang tersebar di seluruh daerah tropik dan subtropik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

Mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universita Lampung 2,3

Mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universita Lampung 2,3 Artikel Ilmiah Teknik Pertanian Lampung: 7-12 ANALISIS MUTU BERAS PADA MESIN PENGGILINGAN PADI BERJALAN DI KABUPATEN PRINGSEWU THE ANALYSIS OF RICE QUALITY PRODUCED BY COMMUTING RICE MILLING MACHINE IN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

SNI 6128:2008. Standar Nasional Indonesia. Beras. Badan Standardisasi Nasional

SNI 6128:2008. Standar Nasional Indonesia. Beras. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Beras ICS 67.060 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan definisi...1 4 Klasifikasi...4

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

Pertemuan ke-14. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa

Pertemuan ke-14. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa Pertemuan ke-14 A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa akan dapat menentukan jenis tenaga dan mesin peralatan yang layak untuk diterapkan di bidang pertanian 2. Khusus

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai

II.TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai 9 II.TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai berikut : Regnum Divisio Sub Divisio Class Ordo Family Genus : Plantae

Lebih terperinci

Reagen (PA) Konsentrasi mg/l CaCl 2.2H 2 O K 2 SO mm. 195 mg/l MgSO 4.7H 2 O. 12 mg/l Ket: 1 mm = 300 mg/l.

Reagen (PA) Konsentrasi mg/l CaCl 2.2H 2 O K 2 SO mm. 195 mg/l MgSO 4.7H 2 O. 12 mg/l Ket: 1 mm = 300 mg/l. 47 Lampiran 1. Komposisi Media Larutan Hara Minimum Miftahudin (00). Reagen (PA) Konsentrasi mg/l CaCl.H O 0,40 mm 10 mg/l K SO4 0.65 mm 195 mg/l MgSO 4.7H O 0.8 mm 75 mg/l NH 4 Cl 0.01 mm 3 mg/l NH 4

Lebih terperinci

Sumber : Deskripsi Varietas Padi, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Sumber : Deskripsi Varietas Padi, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 22 Lampiran 1 Deskripsi Varietas Inpari 13 INPARI 13 Nomor seleksi : OM 1490 Golongan : Cere Umur tanaman : 103 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 101 cm Anakan produktif : 17 Warna kaki : Hijau

Lebih terperinci

ALAT DAN MESIN PANEN PADI

ALAT DAN MESIN PANEN PADI ALAT DAN MESIN PANEN PADI Sejalan dengan perkembangan teknologi dan pemikiran-pemikiran manusia dari jaman ke jaman, cara pemungutan hasil (panen) pertanian pun tahap demi tahap berkembang sesuai dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman jagung Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika Tengah (Meksiko Bagian Selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini, lalu teknologi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 72/Kpts/SR.120/2/2007 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA H 36 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIPA 6 JETE

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 72/Kpts/SR.120/2/2007 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA H 36 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIPA 6 JETE KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 72/Kpts/SR.120/2/2007 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA H 36 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIPA 6 JETE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di laboratorium LBP (Lingkungan dan Bangunan Pertanian) dan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 519/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 519/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA MS 099 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA SEGARA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

II. MENEKAN KEHILANGAN HASIL

II. MENEKAN KEHILANGAN HASIL II. MENEKAN KEHILANGAN HASIL 1. Faktor-faktor penyebab kehilangan hasil panen Selama waktu panen, susut dapat terjadi karena ada gabah yang rontok di lahan akibat cara panen yang tidak benar atau akibat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 71/Kpts/SR.120/2/2007 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA H 34 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIPA 5 CEVA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 71/Kpts/SR.120/2/2007 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA H 34 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIPA 5 CEVA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 71/Kpts/SR.120/2/2007 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA H 34 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIPA 5 CEVA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

LAMPIRAN B 1 C 4 F 4 A 4 D 1 E 2 G 1 C 1 C 3 G 2 A 1 B 4 G 3 C 2 F 2 G 4 E 4 D 2 D 3 A 2 A 3 B 3 F 3 E 1 F 1 D 4 E 3 B 2

LAMPIRAN B 1 C 4 F 4 A 4 D 1 E 2 G 1 C 1 C 3 G 2 A 1 B 4 G 3 C 2 F 2 G 4 E 4 D 2 D 3 A 2 A 3 B 3 F 3 E 1 F 1 D 4 E 3 B 2 Lampiran 1. Layout Penelitian LAMPIRAN B 1 C 4 F 4 A 4 D 1 E 2 G 1 C 1 C 3 G 2 A 1 B 4 G 3 C 2 F 2 G 4 E 4 D 2 D 3 A 2 A 3 B 3 F 3 E 1 F 1 D 4 E 3 B 2 Keterangan : A B C D E F G = Kontrol = Urea = Urea

Lebih terperinci

Keywords : Paddy, postharvest, steps postharvest, loss

Keywords : Paddy, postharvest, steps postharvest, loss KAJIAN PENANGANAN PASCAPANEN PADI UNTUK MENGURANGI SUSUT MUTU BERAS (Paddy Postharvest Handling to Decrease Rice Quality Loss) Desy Nofriati Dan Yenni Yusriani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi

Lebih terperinci