VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Perubahan Tutupan dan Penggunaan Lahan Eks HPH PT. Maju Jaya Raya Timber Tutupan lahan di eks-areal Maju Jaya Raya Timber (MJRT) berdasarkan citra landsat tahun 1988, 2001, 2003 dan 2005 secara umum mengalami perubahan pada semua tipe tutupan lahannya. Seperti dapat dilihat pada Tabel 25 dan Gambar 18, hingga tahun 1988 ketika masih dalam pengelolaan HPH, belum terdapat adanya perkebunan besar maupun ladang/kebun masyarakat. Kedua jenis penutupan lahan ini baru muncul paska pengelolaan HPH (tahun 2001) 1. Hingga tahun 2005 tutupan lahan eks-areal MJRT didominasi oleh hutan bekas tebangan (logged over area) yakni seluas ha atau sekitar 50 persen dari total eksareal MJRT. Selanjutnya diikuti oleh jenis penutupan lahan lain, diantaranya: hutan lebat seluas ha (30 persen), perkebunan besar seluas ha (12 persen), ladang/kebun masyarakat dan semak belukar masing-masing ha dan ha atau dengan proporsi sekitar 4 persen. Untuk jenis penutupan lahan non-hutan (alang-alang, perkebunan besar, ladang/kebun masyarakat) mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Pada tahun 1988 luas lahan non hutan hanya 202 ha atau dengan proporsi 0.4 persen dari total luas lahan, namun pada tahun 2005 lahan non-hutan terdapat seluas ha atau 20 persen dari total luas tanah. Dengan demikian, paska pengelolaan HPH, kawasan hutan pada eks-areal MJRT mengalami pengurangan, sedangkan kawasan non hutan mengalami peningkatan. 1 Untuk kondisi tahun 2000 dilaporkan oleh Hernawan (2001), penutupan lahan tipe perkebunan dan ladang/kebun masyarakat terdapat ha. Khusus untuk perkebunan besar, diperkirakan telah dibangun begitu izin perpanjangan HPH berakhir (1999). Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis yang dilakukan oleh TNKS-ICDP Komponen C1 (2002) dengan citra rekaman tahun 2000 dan 2001, dilaporkan bahwa perkebunan besar terdapat seluas 555 ha baik pada tahun 2000 maupun 2001.

2 127 Sampai dengan tahun 2005, jenis penggunaan lahan yang paling luas adalah untuk perkebunan besar, yakni seluas ha atau sekitar 12 persen dari total luas eks-areal MJRT. Sedangkan penggunaan lahan yang digunakan masyarakat untuk membuka ladang/kebun memiliki proporsi yang kecil seluas ha. Namun, terdapat bekas ladang masyarakat yang telah menjadi semak belukar dengan proporsi 4 persen atau seluas ha. (lihat Tabel 25). Tabel 25. Penutupan Lahan Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber, Tahun Tutupan Lahan Luas (Ha) 1988* 2001** 2003** 2005** Alang-alang (9%) (1%) Perkebunan besar (13%) (11%) (12%) Ladang/kebun masyarakat (3%) (0.0%) (0.0%) Lahan kosong/terbuka (17%) (1%) (0.0%) Hutan sekunder (39%) (48%) (52%) (50%) Semak/belukar (0.2%) Hutan lebat (61%) Luas lahan non-hutan 202 (0.4%) Luas lahan hutan (99.6%) (0.0%) (34%) (18%) (82%) (4%) (30%) (18%) (82%) (4%) (30%) (20%) (80%) Total luas lahan Keterangan : Angka yang di dalam kurung menunjukkan proporsi penutupan lahan terhadap total luas lahan yang di análisis * : merupakan periode ketika masih dalam pengelolaan HPH ** : merupakan periode paska pengelolaan HPH Sumber : Analisis Citra Landsat Akuisisi Tahun 1988, 2001, 2003 dan 2005 Perubahan tutupan lahan yang paling menyolok terjadi pada periode , yakni terjadi kehilangan hutan primer seluas ha atau sekitar ha/tahun. Pada periode yang merupakan paska pengelolaan konsesi, kehilangan hutan lebat di eks-areal MJRT mencapai ha atau rata-rata 704.8

3 128 ha/tahun. Secara kasar fenomena ini menunjukkan bahwa telah terjadi penebangan hutan secara liar (illegal logging) paska pengelolaan HPH (lihat Tabel 26). Namun, selama tiga tahun terakhir (periode ), tidak ada pengurangan luas hutan lebat yang berarti di eks-areal MJRT. Lokasi hutan lebat/primer yang masih tersisa ( ha) terletak di bagian utara sampai dengan kawasan TNKS terutama di DAS Seblat dan Sub DAS Lalangi, di Kabupaten Bengkulu Utara. Kawasan ini diselamatkan oleh kondisi topografi agak curam (kelerengan 15-25%) hingga sangat curam (kelerengan >40%) dan belum tersedianya jalan darat, sehingga sulit dieksploitasi. Tabel 26. Rata-rata Perubahan Tutupan Lahan Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber, Tahun Perubahan Tipe Tutupan Lahan (Ha) Alang-alang Perkebunan Ladang/kebun masy Lahan terbuka Hutan bekas tebangan Semak/Belukar Hutan Lebat Sumber: Analisis Citra Landsat Akuisisi Tahun 1988, 2001, 2003, 2003, 2005 Dari Tabel 26 juga dapat dilihat pada periode , penggunaan lahan untuk perkebunan besar dan ladang/kebun masyarakat merupakan yang paling luas, masing-masing dengan luas ha dan ha atau dengan pertambahan rata-rata setiap tahunnya seluas ha dan ha. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hernawan (2001), dilaporkan seluas ha areal perkebunan kelapa sawit telah dibuka oleh PT. Alno Argo Utama pada eks-areal MJRT yang telah diubah statusnya menjadi Areal Penggunaan Lain (APL). Paska pengelolaan HPH ( ), penggunaan lahan yang paling luas adalah

4 129 usahatani ladang atau kebun masyarakat yakni mencapai ha. Kemunculan semak belukar yang paling luas terjadi pada periode yakni seluas ha. Diperkirakan, pada mulanya semak belukar ini adalah usahatani kayu manis (casiavera) yang dikelola masyarakat, kemudian karena harga komoditas ini sangat rendah dan dinilai tidak menguntungkan selanjutnya ditinggalkan hingga menjadi semak belukar. Secaran keseluruhan, untuk mengetahui jenis penggunaan lahan dalam pengelolaan eks-areal HPH hingga paska pengelolaan HPH, digunakan perubahan tutupan lahan pada periode Penggunaan lahan hutan menjadi kawasan non-hutan terdapat seluas ha. Konversi hutan lebat atau hutan primer menjadi kawasan non-hutan terekam seluas ha atau hanya 0.7 persen dari luas total eks-areal MJRT yang dianalisis. Penggunaan lahan yang paling luas adalah untuk pembukaan ladang/kebun masyarakat yakni seluas ha, lalu diikuti untuk perkebunan besar hanya seluas 2.2 ha (lihat Tabel 27). Penggunaan lahan kawasan hutan lebat terjadi di sebelah barat di sekitar Desa Pulau, Kabupaten Muko-Muko. Namun demikian, penggunaan lahan di sekitar perbatasan dengan TNKS tidak ditemukan (lihat Gambar 20). Dalam kurun waktu ini, penggunaan lahan hutan bekas tebangan menjadi kawasan non-hutan lebih luas jika dibandingkan dengan penggunaan lahan hutan lebat atau hutan primer. Hutan bekas tebangan yang digunakan mencapai ha atau sekitar 19.1 persen dari keseluruhan eksareal MJRT, meliputi untuk perkebunan besar seluas ha (rata-rata 309 ha/tahun), untuk ladang atau kebun masyarakat seluas ha (rata-rata 91.9 ha/tahun) dan menjadi semak belukar seluas ha (rata-rata 97.9 ha/tahun). Sedangkan penggunaan lahan hutan lebat/primer terdapat seluas ha, meliputi penggunaan lahan untuk areal perkebunan besar seluas 2.2 ha (rata-rata

5 ha/tahun), untuk ladang/kebun produktif masyarakat seluas ha (rata-rata 15.5 ha/tahun) dan menjadi semak belukar seluas 47.7 ha (rata-rata 2.1 ha/tahun). informasi dapat dilihat pada Tabel 27 dan Tabel ,0 2005,0 Perubahan Jumlah (Ha) J enis Land Cover Gambar 18. Perubahan Tutupan Lahan Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber Tahun Hasil interpretasi GIS dan kunjungan lapangan menunjukkan bahwa lokasi penggunaan lahan hutan bekas tebangan untuk perkebunan sebagian besar terdapat di bagian selatan, di Kecamatan Putri Hijau, yakni lahan perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh PT. AAU dan di Kecamatan Napal Putih di dekat Desa Tanjung Harapan. Sementara penggunaan lahan untuk perladangan atau kebun masyarakat terkonsentrasi di sekitar Pusat Latihan Gajah (PLG) di Kecamatan Putri Hijau. Penggunaan lahan hingga menjadi semak belukar banyak terjadi di Kecamatan Muko-Muko Selatan, di sekitar Desa Semambung Makmur. Namun, penggunaan lahan eks-areal MJRT di sekitar perbatasan dengan TNKS tidak ditemukan.

6 Tabel 27. Perubahan Tutupan Lahan di Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber, Tahun Alang Perkebunan Ladang/ Lahan Hutan bekas Semak/be Hutan -alang kbn masy kosong tebangan lukar lebat Alang-alang Perkebunan Ladang/kebun masy Lahan kosong Hutan bks tebangan Semak/Belukar Hutan Lebat Sumber : Diolah dari Hasil Analisis Perubahan Tutupan Lahan yang Menggunakan Citra Landsat Akuisis Tahun 1988 dan 2005 Tabel 28. Perubahan Tutupan Lahan di Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber,Tahun Kawasan Non-Hutan (Ha/Tahun) Kawasan Hutan Perkebunan Besar Ladang/Kebun Masyarakat Tanah Kosong Semak Belukar Hutan Bekas Tebangan Hutan Primer Sumber : Diolah Dari Hasil Analisis Perubahan Tutupan Lahan yang Menggunakan Citra Landsat Akuisisi Tahun 1988 dan 2005 Dari evaluasi terhadap perubahan tutupan lahan eks-areal MJRT, dapat dibuat beberapa catatan penting, antara lain: (1) jenis penggunaan lahan eks-areal MJRT yang dominan adalah penggunaan kawasan hutan untuk areal perkebunan besar, ladang/kebun masyarakat dan semak belukar, (2) dari total luas penggunaan lahan ( ha), sebagian besar atau sekitar 96 persen dilakukan dengan cara memanfaatkan hutan bekas tebangan, sedangkan yang memanfaatkan hutan lebat sekitar 4 persen, (3) penggunaan lahan hutan bekas tebangan untuk areal perkebunan besar terdapat ha dan untuk ladang/kebun masyarakat (1 654 ha), sementara penggunaan lahan hutan primer untuk perkebunan hanya seluas 2.2 ha dan untuk kebun produktif masyarakat (278.9 ha), dan (4) penggunaan lahan yang dilakukan di sekitar perbatasan dengan TNKS tidak ditemukan.

7 Gambar 19. Perubahan Tutupan Lahan di Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber Tahun

8 Eks HPH PT. Rimba Karya Indah Seperti disajikan dalam Gambar 20 dan Tabel 29, tutupan lahan di eksareal Rimba Karya Indah (RKI) berdasarkan citra landsat tahun 1988, 1999 dan 2002 secara umum mengalami perubahan pada semua tipe tutupan lahannya. Hutan primer terus mengalami penurunan luas dari tahun , dimana pada tahun penurunan terjadi relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan penurunan dari tahun 1999 ke tahun 2002, yakni dengan penurunan rata-rata sekitar ha/tahun 2,035 3,382 3, ,661 25, ,524 20,000 18,901 Jumlah (Ha) 15,000 10,000 14,892 15,583 13,628 5,000 1,412 1,228 3, Kebun Ladang Lahan Kosong Hutan Sekunder (LOA) Semak Belukar Hutan Primer (VF) Jenis Land Cover Gambar 20. Tutupan Lahan Eks-Areal HPH.PT. Rimba Karya Indah Tahun 1988, 1999 dan 2002 Penurunan luas hutan bekas tebangan yang paling tinggi terjadi pada periode , yakni dengan rata-rata ha/tahun. Sebaliknya pada periode ini terjadi peningkatan pada jenis tutupan lain berupa perkebunan besar

9 134 dengan rata-rata peningkatan ha/tahun, ladang/kebun masyarakat (67.2 ha/tahun) dan semak belukar (483.9 ha/tahun). Penambahan luas kawasan non-hutan pada periode tersebut lebih besar dibanding periode lainnya. Secara akumulatif dalam kurun waktu , penambahan luas kawasan non-hutan di eks-areal RKI rata-rata mencapai 585 ha/tahun. Namun, penambahan secara pesat sebetulnya terjadi selama kurun waktu 4 tahun ( ) dengan peningkatan rata-rata ha/tahun (lihat Tabel 29). Tabel 29. Perubahan Rata-rata Tutupan Hutan Eks-Areal PT. Rimba Karya Indah Tipe Tutupan Lahan Perubahan Rata-rata (Ha/Tahun) Kebun Ladang/kebun masy Lahan Kosong Hutan bekas tebangan Semak Belukar Hutan Primer Kawasan non-hutan Keterengan : Nilai negatif mengindikasikan penurunan luas lahan Sumber : Diolah dari hasil analisis perubahan tutupan lahan yang menggunakan Citra Landsat akuisis tahun 1988, 1999 dan 2002 Penambahan kawasan non-hutan yang relatif pesat pada periode dimungkinkan karena didorong oleh adanya pembangunan perkebunan besar dalam kurun waktu yang sama terutama di blok bagian atas, yakni dengan peningkatan rata-rata ha/tahun. Di sisi yang lain juga terjadi penambahan semak belukar yang pesat (483.9 ha/tahun) dan lahan kosong (84.6 ha/tahun). Fenomena terjadinya peningkatan kawasan non-hutan (semak belukar dan lahan kosong) tersebut dimungkinkan mengingat RKI secara defacto telah menghentikan produksinya di kawasan ini menyusul adanya konflik dengan masyarakat di sekitar kawasan. Paska konflik ini terjadi ketidakpastian dalam

10 135 pengelolaan kawasan eks-areal RKI yakni lebih kurang selama 6 tahun, sampai dengan dikeluarkannya pencabutan izin pengelolaan HPH oleh pemerintah pada tahun 2004/2005. Dari perspektif kelembagaan ketidakpastian dalam pengelolaan suatu sumberdaya alam memicu terjadinya akses terbuka (open acces) yang mendorong eksploitasi sumberdaya secara tidak terkendali. Kondisi tutupan lahan dari tahun 1988 ke tahun 2001 berdasarkan interpretasi citra landsat (Gambar 21 dan 22) menunjukkan bahwa tutupan lahan berupa hutan primer (virgin forest) mengalami penurunan seluas ha. Selain hutan primer, jenis tutupan hutan semak belukar pada periode ini juga mengalami penurunan, yakni seluas ha. Sedangkan tutupan lahan yang mengalami penambahan luas adalah hutan bekas tebangan (6 631 ha) dan ladang/kebun masyarakat (2 629 ha). Sementara perkebunan besar dan lahan kosong baik pada tahun 1988 dan tahun 1999 belum teridentifikasi adanya lahan kosong. Pola penggunaan lahan pada periode dapat disimak dalam Tabel 30. Penggunaan lahan hutan bekas tebangan untuk ladang yang paling luas yakni seluas ha, diikuti dengan penggunaan lahan yang kemudian menjadi semak belukar seluas 312 ha. Sedangkan penggunaan lahan dari hutan primer menjadi semak belukar pada periode ini terdapat seluas 334 ha dan menjadi semak belukar 236 ha. Sama halnya dengan eks-areal MJRT, di eks-areal RKI pemanfaatan hutan bekas tebangan digunakan untuk usahatani tanaman komersial lebih besar jika dibandingkan dengan pemanfaatan hutan primer.

11 Perubahan Jumlah (Ha) , ,6-183, , J enis Land Cover Gambar 21. Perubahan Tutupan Lahan Eks-Areal HPH.PT. Rimba Karya Indah, Tahun Tabel 30. Perubahan Tutupan Lahan di Eks-Areal HPH. PT. Rimba Karya Indah Tahun Ladang Hutan Bekas Tebangan Semak Belukar Hutan Primer Ladang Hutan Bekas Tebangan Semak Belukar Hutan Primer Sumber: Diolah dari hasil analisis perubahan tutupan lahan yang menggunakan Citra Landsat akuisis tahun 1988 dan 1999 Seperti disajikan dalam Gambar 21, dalam kurun waktu tahun 1999 sampai dengan 2002 telah muncul jenis tutupan berupa perkebunan besar yakni seluas ha. Diperkirakan perkebunan ini dibangun sejak pertengahan tahun 2001 karena hasil analisis citra yang dilakukan oleh TNKS-ICDP Komponen C1 (2002) terhadap kawasan ini dengan menggunakan citra Landsat ETM7 perekaman bulan Maret 2001, belum terdeteksi adanya kawasan perkebunan.

12 Perubahan Jumlah (Ha) ,9 269,0 338, , , , J enis Land Cover Gambar 22. Perubahan Tutupan Lahan Eks-Areal HPH. PT. Rimba Karya Indah, Tahun Hasil kunjungan lapangan, diketahuai areal tersebut merupakan lahan perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh PT. Sumber Maju Agung. Pada periode ini juga terjadi peningkatan semak belukar seluas ha. Sementara ladang/kebun masyarakat hanya bertambah seluas 269 ha. Pada periode ini baik hutan primer maupun hutan sekunder mengalami penurunan luasan dimana hutan sekunder dan primer mengalami penurunan masing-masing seluas ha dan ha (lihat Gambar 22). Tabel 31 memperlihatkan pada periode , penggunaan lahan hutan bekas tebangan untuk perkebunan besar terdapat seluas ha, untuk ladang (2 354 ha), lahan kosong (290 ha) dan semak belukar (285 ha). Sedangkan penggunaan lahan hutan primer pada periode ini hanya teridentifikasi seluas 72 ha yang sudah menjadi semak belukar.

13 Tabel 31. Perubahan Tutupan Lahan di Eks-Areal HPH. PT. Rimba Karya Indah, Tahun Kebun Ladang Lahan Kosong Hutan Bks Tebangan Semak Belukar Hutan Primer Kebun Ladang Lahan Kosong Hutan Bks. Tebangan Semak Belukar Hutan Primer Sumber : Diolah dari hasil analisis perubahan tutupan lahan yang menggunakan Citra Landsat akuisis tahun 1999 dan 2002 Secara keseluruhan dengan menggunakan hasil analisis perubahan tutupan lahan pada periode (Tabel 31 dan Gambar 22), eks-areal RKI mengalami penurunan luas tutupan hutan primer mencapai ha. Dengan demikian selama 15 tahun terjadi penurunan luas tutupan hutan primer seluas ha/tahun. Sebaliknya, dalam kurun waktu yang sama, telah terjadi penambahan luas jenis tutupan hutan lainnya, meliputi perkebunan besar seluas ha, ladang/kebun masyarakat seluas ha, tanah kosong ha dan semak belukar seluas ha. Peningkatan luas jenis tutupan lahan ini menyebar di bagian barat wilayah HPH, sedangkan tutupan hutan yang tidak berubah terkonsentrasi di wilayah yang berbatasan dengan Taman Nasional Kerinci Seblat (Gambar 24).

14 Gambar 23. Perubahan Tutupan Lahan di Eks-Areal HPH PT. Rimba Karya Indah, Tahun

15 Perubahan Jumlah (Ha) , ,1 338, , , , Gambar 24. Perubahan Tutupan Lahan Eks-Areal HPH. PT. Rimba Karya Indah, Tahun Selama kurun waktu , penggunaan lahan hutan bekas tebangan terdapat seluas ha atau sekitar 70.8 persen dari total luas penggunaan lahan, sementara yang memanfaatkan hutan sekunder terdapat seluas ha atau sekitar 29.2 persen dari total penggunaan lahan di eks-areal RKI (Tabel 32 dan Tabel 33). J enis Land Cover Penggunaan lahan yang memanfaatkan hutan bekas tebangan untuk perkebunan besar seluas ha (dengan rata-rata peningkatan seluas 110 ha/tahun), untuk ladang/kebun masyarakat yang masih produktif seluas ha (dengan rata-rata peningkatan 143 ha/tahun), menjadi lahan kosong seluas 66 ha (dengan rata-rata peningkatan 5 ha/tahun) dan menjadi semak belukar seluas ha (dengan rata-rata peningkatan 77 ha/tahun). Peningkatan luas jenis tutupan dari hutan bekas tebangan ini menyebar di bagian barat wilayah eks-areal

16 141 RKI (Blok atas) yang berbatasan langsung dengan TNKS, di sekitar Desa Rantau Tipu, Kecamatan Lembur Lubuk Mengkuang. (Lampiran 11-13) Sedangkan penggunaan lahan hutan primer untuk perkebunan besar dalam kurun waktu terdeteksi seluas 501 ha (dengan rata-rata 36 ha/tahun). Penggunaan lahan lahan untuk ladang/kebun masyarakat seluas ha (dengan rata-rata peningkatan 105 ha/tahun), menjadi lahan kosong seluas 223 ha (dengan rata-rata peningkatan 16 ha/tahun) dan menjadi semak belukar seluas 238 ha (dengan rata-rata peningkatan 17 ha/tahun). Peningkatan luas jenis tutupan dari hutan primer ini menyebar di bagian barat wilayah eks-areal HPH (Blok atas), di sekitar Desa Rantau Tipu Kecamatan Lembur Lubuk Mengkuang (Gambar 23). Tabel 32. Perubahan Tutupan Lahan di Eks-Areal HPH. PT. Rimba Karya Indah, Tahun Kebun Ladang Lahan Hutan Bks Semak Hutan Kosong Tebangan Belukar Primer Kebun Ladang Lahan Kosong Hutan Bks. Tebangan Semak Belukar Hutan Primer Sumber : Diolah dari hasil analisis perubahan tutupan lahan yang menggunakan Citra Landsat akuisis tahun 1988 dan 2002 Tabel 33. Rata-Rata Penggunaan Lahan di Eks-Areal HPH. PT. Rimba Karya Indah, Tahun Kawasan Non-Hutan (Ha/Tahun) Kawasan Hutan Perkebunan Ladang/Kebun Tanah Semak Besar Masyarakat Kosong Belukar Hutan Bekas Tebangan Hutan Primer Sumber : Diolah dari hasil analisis perubahan tutupan lahan yang menggunakan Citra Landsat akuisis tahun 1988 dan 2002 Penggunaan lahan hutan primer untuk ladang/kebun masyarakat menunjukkan bahwa pada eks-areal RKI terjadi perambahan oleh masyarakat.

17 142 Perambahan ini umumnya terjadi di bagian timur, karena kawasan ini berdekatan dengan pemukiman penduduk. Kegiatan perambahan tersebut telah terdeteksi dalam citra satelit tahun Hasil pengamatan di lapangan yang dilakukan tahun 2002 oleh Componen C1 TNKS-ICDP mendapati bahwa kegiatan tersebut telah masuk ke kawasan TNKS dengan memanfaatkan fasilitas bekas jalan logging. Hal ini terlihat dari beberapa lokasi yang telah dikonversi untuk lahan perkebunan dan usahatani masyarakat. Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai perubahan tutupan lahan dan pola penggunaan lahan kedua eks-areal HPH, dapat dikemukakan beberapa catatan penting. Pertama, kedua eks-areal HPH mengalami pengurangan luasan tutupan hutan (hutan bekas tebangan dan hutan primer) dimulai sejak masih dalam pengelolaan HPH. Penurunan tersebut disebabkan oleh beberapa aktivitas diantaranya penebangan oleh pemegang konsesi, pembukaan kebun, perladangan dan pembangunan pemukiman. Berdasarkan data luas tutupan lahan, maka tutupan hutan cenderung terus mengalami penurunan; sedangkan penggunaan lahan lain mengalami kenaikan. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa pengelola HPH tidak efektif terutama dalam mengendalikan penggunaan lahan di kawasan yang menjadi konsesinya. Kedua, berdasarkan analisis citra landsat serta peta batas TNKS, terlihat bahwa penggunaan lahan untuk penggunaan lain umumnya berada jauh dari wilayah yang berbatasan dengan TNKS kecuali sebagian di blok atas eks-areal RKI. Di sekitar perbatasan antara taman nasional dan batas luar HPH sebagian besar masih berupa hutan primer dan tidak ada penggunaan lahan, secara detail ini dapat dilihat pada peta perubahan lahan.

18 143 Ketiga, penggunaan lahan pada kedua eks-areal HPH lebih banyak memanfaatkan hutan bekas tebangan dibanding hutan primer. Pada eks-areal MJRT, pola penggunaan lahan yang paling luas adalah dengan memanfaatkan hutan bekas tebangan untuk perkebunan besar terutama lahan perkebunan kelapa sawit (5 575 ha), sedangkan yang memanfaatkan hutan primer (2.2 ha). Sementara penggunaan pada eks-areal RKI yang paling luas adalah dengan memanfaatkan hutan bekas tebangan untuk ladang atau kebun masyarakat (1 998 ha), sedangkan yang memanfaat hutan primer (1 473 ha). Keempat, selain penebangan liar, perubahan tutupan lahan hutan juga disebabkan oleh perambahan hutan, bahkan kecepatan perambahan hutan melebihi kecepatan penebangan liar. Karena tersedia akses ke dalam hutan berupa jalan HPH, jalan setapak, maupun sungai; penyebaran perambahan hutan lebih luas. Perubahan tutupan lahan akibat perambahan hutan akan lebih tampak di citra sebagai semak berlukar maupun lahan terbuka Biaya Imbangan Penggunaan Lahan Eks-Areal HPH PT. Maju Jaya Raya Timber Seperti tertera pada Tabel 34, kerugian ekonomi yang disebabkan oleh penggunaan lahan hutan bekas tebangan terjadi pada seluruh periode yang dianalisis, sedangkan kerugian yang ditimbulkan melalui penggunaan lahan hutan primer hanya terjadi pada periode tertentu. Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh penggunaan lahan hutan bekas tebangan ini paling besar yang terjadi pada periode , yakni sebesar Rp /Ha/tahun.

19 144 Tabel 34. Kerugian Ekonomi Akibat Penggunaan Lahan Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber Menurut Pola dan Periode Penggunaan Lahan yang Terjadi Pola Penggunaan lahan Periode Kerugian Ekonomi (Rp 000/Ha/Tahun) LOA Hutan.Primer Untuk Perkebunan Kelapa Sawit Untuk Kebun\Ladang Masyarakat Menjadi Semak-Belukar Menjadi Tanah Terbuka Keterangan : LOA = hutan bekas tebangan (logged over area) Sumber : Hasil perhitungan atau valuasi, 2006 Berikut ini disajikan hasil dan pembahasan tentang biaya imbangan dari masing masing jenis penggunaan lahan eks-areal HPH MJRT Kerugian Ekonomi Penggunaan Lahan Untuk Perkebunan Kelapa Sawit Swasta Kerugian ekonomi penggunaan lahan hutan untuk perkebunan kelapa sawit swasta yang paling besar terjadi dalam kurun waktu dengan memanfaatkan hutan bekas tebangan. Total kerugian diperkirakan mencapai Rp /ha/tahun (Tabel 34 dan 35). Dari total kerugian ini, kehilangan manfaat tidak langsung berupa kehilangan unsur hara merupakan yang tertinggi

20 145 dengan nilai Rp /ha/tahun; disusul kehilangan manfaat langsung berupa kehilangan kayu komersial Rp /ha/tahun. Akibat penggunan lahan hutan bekas tebangan, kehilangan nilai bukan kegunaan yang berupa nilai keberadaan mencapai Rp /ha/tahun. Nilai ini mencermikan keinginan rumah tangga di sekitar eks-areal MJRT untuk mempertahankan keberadaan kawasan hutan di eks-areal MJRT. Tabel 35. Kerugian Ekonomi Akibat Penggunaan Lahan Hutan Bekas Tebangan Eks- Areal Maju Jaya Raya Timber Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Swasta, Tahun Kerugian Ekonomi Kehilangan Sumberdaya dan Lingkungan Nilai Konstan PV(Rp 000) Rp 000/Tahun Rp 000/Ha/Tahun T=30 r=6.4% Direct Use value Kayu Komersial 1) Kayu Bakar 2) HHNK 3) Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) Unsur Hara 5) Pengendali Banjir 6) Option Value Nilai pilihan 7) Nilai warisan 8) Non use value Nilai keberadaan 9) Total Kerugian Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 89.25% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 85.27% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.38% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.79% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi (2006) Penggunaan lahan hutan primer untuk perkebunan kelapa sawit yang paling besar terjadi pada periode yakni seluas 727 ha. Penggunaan lahan hutan pola ini diperkirakan telah menimbulkan total kerugian mencapai Rp /ha/tahun (Tabel 36). Dari total kerugian tersebut, kehilangan

21 146 sumberdaya yang menyolok antara lain adalah kehilangan unsur hara terutama ketika dilakukan pembukaan wilayah hutan dan penyiapan lahan yang ditaksir mencapai Rp /ha/tahun. Penggunaan lahan juga mengakibatkan kehilangan kayu komersial (Rp /ha/tahun) dan kehilangan penyerapan karbon pada hutan tropis (Rp /ha/tahun). Tabel 36. Kerugian Ekonomi Akibat Penggunaan Lahan Hutan Primer Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Swasta, Tahun Kehilangan Kerugian Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Nilai Konstan PV(Rp 000) Rp 000/Tahun Rp 000/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Direct Use value Kayu Komersial 1) Kayu Bakar 2) HHNK 3) Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) Unsur Hara 5) Pengendali Banjir 6) Option Value Nilai pilihan 7) Nilai warisan 8) Non use value Nilai keberadaan 9) Total Kerugian Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 89.25% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 85.27% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.38% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.79% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi (2006) Kerugian Ekonomi Penggunaan lahan Lahan Untuk Kebun/Ladang Masyarakat Sebagai akibat dari penggunaan lahan hutan bekas tebangan pada eks-areal HPH MJRT, kerugian paling besar terjadi dalam kurun waktu dengan nilai rata-rata mencapai Rp /ha/tahun. Kerugian ekonomi yang paling

22 147 menyolok adalah kehilangan nilai kegunaan tidak langsung sebagai pengendali erosi dan penyerapan karbon. Akibat kehilangan pengendali erosi tersebut, kehilangan unsur hara ditaksir mencapai Rp /ha/tahun. Sementara kehilangan penyerapan karbon ditaksir bernilai Rp /ha/tahun (Tabel 37). Kehilangan nilai kegunaan langsung (direct use value) yang paling menyolok adalah kehilangan kayu komersial dengan nilai mencapai Rp /ha/tahun. Hasil survei menunjukkan kehilangan nilai warisan mencapai Rp /tahun dengan nilai sekarang dalam jangka waktu 25 tahun dan diskonto 6.4 persen sebesar Rp Tabel 37. Kerugian Ekonomi Akibat Penggunaan Lahan Hutan Bekas Tebangan Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber Untuk Kebun\Ladang Masyarakat, Tahun Kehilangan Kerugian Ekonomi Sumberdaya dan Nilai Konstan Lingkungan PV(Rp 000) Rp 000/Tahun Rp 000/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Direct Use value Kayu Komersial 1) Kayu Bakar 2) HHNK 3) Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) Unsur Hara 5) Pengendali Banjir 6) Option Value Nilai pilihan 7) Nilai warisan 8) Non use value Nilai keberadaan 9) Total Kerugian Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 89.25% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 85.27% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.38% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.79% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi (2006)

23 148 Sementara itu, kerugian ekonomi akibat penggunaan lahan hutan primer menjadi kebun/ladang masyarakat yang paling besar terjadi dalam kurun waktu yang mencapai Rp /ha/tahun (Tabel 38). Pada periode ini terjadi kehilangan unsur hara setiap tahunnya sebesar Rp atau dengan kerugian ekonomi sekitar Rp /ha/tahun, disusul kemudian oleh kehilangan kayu komersial dan penyerapan karbon, masing-masing dengan kerugian ekonomi Rp dan Rp /ha/tahun (Tabel 38). Tabel 38. Kerugian Ekonomi Akibat Penggunaan Lahan Hutan Primer Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber Untuk Kebun\Ladang Masyarakat, Tahun Dampak/ Kehilangan Kerugian Ekonomi Nilai Konstan PV(Rp 000) Rp 000/Tahun Rp 000/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Direct Use value Kayu Komersial 1) Kayu Bakar 2) HHNK 3) Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) Unsur Hara 5) Pengendali Banjir 6) Option Value Nilai pilihan 7) Nilai warisan 8) Non use value Nilai keberadaan 9) Total Kerugian Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 89.25% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 85.27% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.38% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.79% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi (2006)

24 Kerugian Ekonomi Penggunaan Lahan Menjadi Semak Belukar Seperti disajikan pada Tabel 39 dan Tabel 40, kerugian ekonomi dari penggunaan lahan hutan bekas tebangan hingga menjadi semak belukar paling besar terjadi dalam kurun waktu , yakni Rp /ha/tahun. Kehilangan pengendali erosi yang diukur dari banyaknya unsur hara yang hilang merupakan kerugian yang paling besar, yakni sekitar Rp /ha/tahun. Kehilangan sumberdaya lainnya yang menyolok adalah kehilangan kayu komersial dengan kehilangan rata-rata Rp /ha/tahun dan kehilangan penyerapan karbon dengan nilai Rp /ha/tahun. Tabel 39. Kerugian Ekonomi Penggunaan Lahan Hutan Bekas Tebangan Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber Menjadi Semak Belukar, Tahun Kerugian Ekonomi Kehilangan Sumberdaya dan Lingkungan Nilai Konstan PV(Rp 000) Rp 000/Tahun Rp 000/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Direct Use value Kayu Komersial 1) Kayu Bakar 2) HHNK 3) Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) Unsur Hara 5) Pengendali Banjir 6) Option Value Nilai pilihan 7) Nilai warisan 8) Non use value Nilai keberadaan 9) Total Kerugian Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 89.25% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 85.27% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.38% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.79% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi (2006)

25 150 Tabel 40. Kerugian Ekonomi Penggunaan Lahan Hutan Primer Eks-Areal HPH PT. Maju Jaya Raya Timber Hingga Menjadi Semak Belukar, Tahun Kerugian Ekonomi Kehilangan Sumberdaya Nilai Konstan dan Lingkungan PV(Rp 000) Rp 000/Tahun Rp 000/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Direct Use value Kayu Komersial 1) Kayu Bakar 2) HHNK 3) Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) Unsur Hara 5) Pengendali Banjir 6) Option Value Nilai pilihan 7) Nilai warisan 8) Non use value Nilai keberadaan 9) Total Kerugian Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 89.25% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 85.27% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.38% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.79% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi (2006) Seperti disajikan pada Tabel 40, kerugian ekonomi akibat penggunaan lahan hutan primer untuk kebun/ladang masyarakat yang paling besar terjadi dalam kurun waktu Kerugian ekonomi yang ditimbulkan mencapai Rp /ha/tahun. Pada periode ini terjadi kehilangan paling menyolok terhadap pengendali erosi yang mengakibatkan kehilangan unsur hara dengan nilai rata-rata mencapai Rp /ha/tahun. Kemudian disusul oleh kehilangan kayu komersial dan penyerapan karbon masing-masing dengan kerugian ekonomi Rp /ha/tahun dan Rp /ha/tahun.

26 Kerugian Ekonomi Penggunaan lahan Hingga Menjadi Lahan Kosong/Tanah Terbuka Tabel 41 menyajikan kerugian ekonomi akibat penggunaan lahan eks-areal MJRT menjadi lahan kosong/tanah terbuka pada periode Periode ini merupakan kerugian ekonomi paling menyolok jika dibandingkan dengan periode-periode lainnya. Kerugian akibat penggunaan lahan hutan bekas tebangan mencapai Rp /ha/tahun atau Rp /tahun dengan PV mencapai Rp Diantara kerugian tersebut, seperti yang dialami pada pola penggunaan lahan lainnya, kehilangan unsur hara dan kayu komersial merupakan nilai kerugian yang paling menyolok, masing-masing mencapai Rp /ha/tahun dan Rp /ha/tahun. Tabel 41. Kerugian Ekonomi Penggunaan Lahan Eks-Areal HPH PT. Maju Jaya Raya Timber Menjadi Tanah Terbuka, Tahun Kehilangan Sumberdaya dan Lingkungan Konversi LOA Konversi Hutan Primer Nilai Ekonomi (Rp 000) Nilai Ekonomi (Rp 000) Nilai Konstan PV Nilai Konstan PV(Rp 000) Rp/Tahun Rp/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Rp/Tahun Rp/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Direct Use value Kayu Komersial 1) Kayu Bakar 2) HHNK 3) Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) Unsur Hara 5) Pengendali Banjir 6) Option Value Nilai pilihan 7) Nilai warisan 8) Non use value Nilai keberadaan 9) Total Kerugian Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 89.25% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 85.27% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.38% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.79% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi (2006)

27 152 Pada periode yang bersamaan, penggunaan lahan hutan primer telah menimbulkan kerugian mencapai Rp /ha/tahun. Kerugian yang paling menyolok berupa kehilangan kayu komersial yang mencapai lebih dari dua kali lipat jika dibandingkan dengan kehilangan kayu komersial pada hutan bekas tebangan yakni mencapai Rp /ha/tahun. Kehilangan sumberdaya lainnya yang juga cukup menyolok adalah kehilangan unsur hara dan penyerapan karbon masing-masing Rp /ha/tahun dan Rp /ha/tahun Eks-Areal HPH PT. Rimba Karya Indah Kerugian ekonomi paling besar adalah akibat penggunaan lahan hutan bekas tebangan untuk kebun/ladang masyarakat, khususnya yang terjadi dalam kurun waktu , yakni dengan kerugian ekonomi Rp /ha/tahun. Sedangkan penggunaan lahan terhadap hutan primer yang menimbulkan kerugian paling besar terjadi pada periode yang diakibatkan oleh penggunaan lahan hingga menjadi semak belukar, yakni mencapai Rp /ha/tahun (Tabel 42). Tabel 42. Kerugian Ekonomi Akibat Penggunaan Lahan Eks-Areal HPH. PT. Rimba Karya Indah Menurut Periode Pola Penggunaan lahan Periode Kerugian Ekonomi (Rp 000/Ha/Tahun) LOA Hutan Primer Untuk Perkebunan Sawit Untuk Ladang/Kebun Masyarakat Menjadi Lahan Kosong/Tanah Terbuka Menjadi Semak Belukar Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi (2006)

28 Kerugian Ekonomi Penggunaan Lahan Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Swasta Seperti dipresentasikan pada Tabel 43, kerugian ekonomi akibat penggunaan lahan hutan bekas tebangan untuk perkebunan kelapa sawit yang paling menyolok terjadi dalam kurun waktu dengan nilai kerugian mencapai Rp /ha/tahun. Kerugian yang paling besar berupa kehilangan nilai kegunaan tidak langsung, yakni kehilangan unsur hara dan pengendali banjir, masing-masing Rp /ha/tahun dan Rp Nilai kegunaan langsung yang hilang cukup besar adalah kehilangan kayu komersial dengan kerugian ekonomi Rp /ha/tahun. Tabel 43. Kerugian Ekonomi Penggunaan Lahan Hutan Bekas Tebangan Eks- Areal HPH PT. Rimba Karya Indah Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Swasta, Tahun Kehilangan Sumberdaya dan Lingkungan Kerugian Ekonomi Nilai Konstan PV(Rp 000) Rp 000/Tahun Rp 000/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Direct Use value Kayu Komersial 1) Kayu Bakar 2) HHNK 3) Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) Unsur Hara 5) Pengendali Banjir 6) Option Value Nilai pilihan 7) Nilai warisan 8) Non use value Nilai keberadaan 9) Total Kerugian , Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.75% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 87.38% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 98.69% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 90.22% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi, 2006

29 154 Sementara itu, kerugian yang ditimbulkan dari penggunaan hutan primer untuk perkebunan kelapa sawit hanya terjadi dalam kurun waktu dengan kerugian mencapai Rp /ha/tahun (Tabel 44). Kerugian yang paling menyolok berupa kehilangan unsur hara Rp /ha/tahun dan kehilangan kayu komersial Rp /ha/tahun. Tabel 44. Dampak Penggunaan Lahan Hutan Primer Eks-Areal HPH. PT. Rimba Karya Indah Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Swasta, Tahun Dampak /Kehilangan Kerugian Ekonomi Nilai Konstan PV(Rp 000) Rp 000/Tahun Rp 000/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Direct Use value Kayu Komersial 1) Kayu Bakar 2) HHNK 3) Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) Unsur Hara 5) Pengendali Banjir 6) Option Value Nilai pilihan 7) Nilai warisan 8) Non use value Nilai keberadaan 9) Total Kerugian Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.75% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 87.38% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 98.69% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 90.22% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi, Kerugian Ekonomi Penggunaan lahan Untuk Kebun/Ladang Masyarakat Penggunaan lahan hutan bekas tebangan menjadi ladang masyarakat pada eks-areal RKI juga telah menimbulkan kerugian ekonomi paling besar jika

30 155 dibandingkan dengan pola penggunaan lahan lainnya (Tabel 45). Kerugian paling menyolok terjadi pada periode dengan nilai kerugian mencapai Rp /ha/tahun. Kerugian paling besar berupa kehilangan unsur hara yang ditaksir bernilai Rp /ha/tahun. Kerugian lainnya yang cukup menyolok adalah kehilangan kayu komersial dan penyerapan karbon dengan nilai kerugian masing-masing Rp /ha/tahun dan Rp /ha/tahun. Tabel 45. Kerugian Ekonomi Penggunaan Lahan Hutan Bekas Tebangan Eks-Areal HPH. PT. Rimba Karya Indah Menjadi Kebun/Ladang Masyarakat, Tahun Kehilangan Kerugian Ekonomi Sumberdaya dan Nilai Konstan PV(Rp 000) Lingkungan Rp 000/Tahun Rp 000/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Direct Use value Kayu Komersial 1) Kayu Bakar 2) HHNK 3) Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) Unsur Hara 5) Pengendali Banjir 6) Option Value Nilai pilihan 7) Nilai warisan 8) Non use value Nilai keberadaan 9) Total Kerugian Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.75% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 87.38% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 98.69% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 90.22% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi (2006) Akibat penggunaan lahan hutan primer, kerugian ekonomi paling besar terjadi pada periode , yakni mencapai Rp /ha/tahun. Kerugian ekonomi paling besar dari pola penggunaan lahan ini tetap disebabkan oleh kehilangan unsur hara (Rp /ha/tahun), disusul oleh kehilangan

31 156 penyerapan karbon (Rp /ha/tahun) dan kayu komersial (Rp /ha/tahun). Data selengkapnya mengenai kerugian ekonomi penggunaan lahan hutan primer ini dapat disimak pada Tabel 46. Tabel 46. Kerugian Ekonomi Penggunaan Lahan Hutan Primer Eks-Areal HPH. PT. Rimba Karya Indah Menjadi Kebun/Ladang Masyarakat, Tahun Kehilangan Sumberdaya dan Lingkungan Kerugian Ekonomi Nilai Konstan PV(Rp 000) Rp 000/Tahun Rp 000/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Direct Use value Kayu Komersial 1) Kayu Bakar 2) HHNK 3) Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) Unsur Hara 5) Pengendali Banjir 6) Option Value Nilai pilihan 7) Nilai warisan 8) Non use value Nilai keberadaan 9) Total Kerugian Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.75% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 87.38% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 98.69% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 90.22% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi (2006) Kerugian Ekonomi Alih Fungsi Menjadi Semak Belukar Periode merupakan periode dimana penggunaan lahan hingga akhirnya menjadi semak belukar yang telah menimbulkan kerugian rata-rata sebesar Rp /ha/tahun. Adapun nilai kerugian yang menyolok disebabkan oleh kehilangan unsur hara dengan nilai kerugian mencapai Rp /ha/tahun (Tabel 47).

32 157 Tabel 47. Kerugian Ekonomi Penggunaan Lahan Eks-Areal HPH. PT. Rimba Karya Indah Menjadi Semak Belukar, Tahun Kehilangan Sumberdaya dan Lingkungan Direct Use value Konversi LOA Konversi Hutan Primer Nilai Ekonomi (Rp 000) Nilai Ekonomi (Rp 000) Nilai Konstan PV Nilai Konstan PV Rp/Tahun Rp/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Rp/Tahun Rp/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Kayu Komersial 1) Kayu Bakar 2) HHNK 3) Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) Unsur Hara 5) Pengendali Banjir 6) Option Value Nilai pilihan 7) Nilai warisan 8) Non use value Nilai keberadaan 9) Total Kerugian Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.75% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 87.38% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 98.69% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 90.22% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi (2006) Kerugian Ekonomi Penggunaan Lahan Hingga Menjadi Lahan Kosong/Tanah Terbuka Kerugian ekonomi akibat penggunaan lahan hutan bekas tebangan menjadi lahan kosong/tanah terbuka yang paling besar terjadi selama periode dengan kerugian mencapai Rp /ha/tahun. Dalam periode ini kehilangan unsur hara tetap merupakan penyebab kerugian yang paling besar yakni mencapai Rp /ha/tahun. Kehilangan sumberdaya lainnya yang juga cukup menyolok adalah berupa kehilangan kayu komersial dan penyerapan karbon dimana nilai kerugian ekonomi masing-masing sumberdaya ditaksir mencapai Rp /ha/tahun dan Rp /ha/tahun (Tabel 48).

EKONOMI SPASIAL PENGGUNAAN LAHAN EKS AREAL HUTAN KONSESI DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT: STUDI KASUS EKS HPH PT.

EKONOMI SPASIAL PENGGUNAAN LAHAN EKS AREAL HUTAN KONSESI DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT: STUDI KASUS EKS HPH PT. EKONOMI SPASIAL PENGGUNAAN LAHAN EKS AREAL HUTAN KONSESI DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT: STUDI KASUS EKS HPH PT. RIMBA KARYA INDAH Muhammad Ridwansyah 1 ABSTRACT Kerinci-Seblat National

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam daerah pantai payau yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan mangrove di

Lebih terperinci

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent BAGIAN 1-3 Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent 54 Belajar dari Bungo Mengelola Sumberdaya Alam di Era Desentralisasi PENDAHULUAN Kabupaten Bungo mencakup

Lebih terperinci

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005 B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Eks- Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber (MJRT) 5.1.1. Letak dan Lokasi Menurut administrasi pemerintahan, eks-areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber (MJRT) terletak

Lebih terperinci

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Iman Santosa T. (isantosa@dephut.go.id) Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 KATA PENGANTAR Assalaamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Buku

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI 3.1 Perkiraan Luas Tutupan Hutan 1

VALUASI EKONOMI 3.1 Perkiraan Luas Tutupan Hutan 1 VALUASI EKONOMI Dalam menentukan kontribusi suatu sektor kegiatan ekonomi terhadap pembangunan nasional pada umumnya dinyatakan dalam nilai uang yang kemudian dikonversi dalam nilai persentase. Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Gap Filling Citra Gap Filling citra merupakan metode yang dilakukan untuk mengisi garisgaris yang kosong pada citra Landsat TM hasil download yang mengalami SLCoff, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang mempunyai nilai ekonomis, ekologis dan sosial budaya. Oleh karena itu pemanfaatan sumberdaya hutan secara bijaksana dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

PT Maju Jaya Raya Timber, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. 2

PT Maju Jaya Raya Timber, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. 2 ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT: Studi Kasus di Eks HPH PT Maju Jaya Raya Timber Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu (INSTITUTION ANALYSIS TO MANAGE

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2012 yang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Luas dan Letak Wilayah Kota Sintang memiliki luas 4.587 Ha yang terdiri dari 3 Bagian Wilayah Kota (BWK) sesuai dengan pembagian aliran Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Pertama,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada 82,6 443.8 157.9 13.2 2664.8 1294.5 977.6 2948.8 348.7 1777.9 1831.6 65.8 2274.9 5243.4 469.2 4998.4 Hektar 9946.9 11841.8 13981.2 36 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Citra Data tentang luas tutupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

EVALUASI EKONOMI PENGGUNAAN LAHAN EKS-AREAL HUTAN KONSESI DI SEKITAR DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT MUHAMMAD RIDWANSYAH

EVALUASI EKONOMI PENGGUNAAN LAHAN EKS-AREAL HUTAN KONSESI DI SEKITAR DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT MUHAMMAD RIDWANSYAH EVALUASI EKONOMI PENGGUNAAN LAHAN EKS-AREAL HUTAN KONSESI DI SEKITAR DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT MUHAMMAD RIDWANSYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang di dominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman merupakan wilayah sistem penyangga kehidupan terutama dalam pengaturan tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

Lampiran A. Kriteria (Deskripsi) Kelas Tutupan Hutan Penggunaan Lahan

Lampiran A. Kriteria (Deskripsi) Kelas Tutupan Hutan Penggunaan Lahan Lampiran A. Kriteria (Deskripsi) Kelas Tutupan Hutan Penggunaan Lahan No. Kelas 1 Hutan lahan kering primer dataran rendah 2 Hutan lahan kering primer pegunungan rendah 3 Hutan lahan kering sekunder dataran

Lebih terperinci

BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003

BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003 BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai eknmi, eklgi dan ssial

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna (Syarifuddin, 2011). Menurut

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG Rina Sukesi 1, Dedi Hermon 2, Endah Purwaningsih 2 Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang dikaruniai kekayaan alam yang melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora dan fauna. Hutan

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Konflik di Provinsi Riau meningkat seiring dengan keluarnya beberapa izin perkebunan, dan diduga disebabkan oleh lima faktor yang saling terkait, yakni pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe vegetasi hutan tertua yang menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah hujan sekitar 2000-4000

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DATA BAB 3 PENGOLAHAN DATA Pada bab ini akan dijelaskan mengenai data dan langkah-langkah pengolahan datanya. Data yang digunakan meliputi karakteristik data land use dan land cover tahun 2005 dan tahun 2010.

Lebih terperinci

Memahami Keragaman Sistem Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Penghitungan Opportunity Cost

Memahami Keragaman Sistem Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Penghitungan Opportunity Cost Memahami Keragaman Sistem Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Penghitungan Opportunity Cost Andree Ekadinata dan Sonya Dewi PENGENALAN METODE OPPORTUNITY COST DALAM MEKANISME PENGURANGAN EMISI DARI

Lebih terperinci

PENGARUH HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KECAMATAN KAMPAR KIRI TUGAS AKHIR

PENGARUH HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KECAMATAN KAMPAR KIRI TUGAS AKHIR PENGARUH HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KECAMATAN KAMPAR KIRI TUGAS AKHIR Oleh : RISA ANJASARI L2D 005 396 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah di Indonesia sejak adanya otonomi daerah harus terintegrasi antar berbagai sektor. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2015 DEFORESTASI INDONESIA TAHUN 2013-2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

banjir, pengurangan sedimen, dan lainlain.

banjir, pengurangan sedimen, dan lainlain. ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN AREAL KONSESSI TAMBANG PT KALTIM PRIMA COAL (Landcovered Change Analysis on PT Kaltim Prima Coal Consession Area) Benteng H. Sihombing Dosen Program Studi Manajemen Hutan,

Lebih terperinci

dikeluarkannya izin untuk aktivitas pertambangan pada tahun 1999 dengan dikeluarkannya SK Menperindag Nomor. 146/MPP/Kep/4/1999 tanggal 22 April 1999

dikeluarkannya izin untuk aktivitas pertambangan pada tahun 1999 dengan dikeluarkannya SK Menperindag Nomor. 146/MPP/Kep/4/1999 tanggal 22 April 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Awal mula aktivitas pertambangan di Pulau Bangka terjadi sejak awal abad ke-18 oleh VOC (Heidhues, 2008). Pulau Bangka memiliki cadangan timah yang sangat besar karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Ketiadaan hak kepemilikan (property right) pada sumberdaya alam mendorong terjadinya

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2011 yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**)

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**) PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**) Abtrak Perairan Segara Anakan yang merupakan pertemuan

Lebih terperinci

Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia

Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia Kebijakan Penguasaan Lahan (Land Tenure) : Pentingnya kebijakan land tenure bagi pertanian Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO Oleh: Firman Dermawan Yuda Kepala Sub Bidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH I. Gambaran Umum DAS Barito Daerah Aliran Sungai (DAS)

Lebih terperinci

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra - Analisa titik deforestasi Riau, Sumatra- 16 Maret 2011 oleh Eyes on the Forest Diserahkan kepada : Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Unit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah, terutama kondisi lahan pertanian yang dimiliki Indonesia sangat berpotensi

Lebih terperinci

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011 IPB International Convention Center, Bogor, 12 13 September 2011 Kerangka Latar Belakang Masalah PERTUMBUHAN EKONOMI PERKEMBANGAN KOTA PENINGKATAN KEBUTUHAN LAHAN KOTA LUAS LAHAN KOTA TERBATAS PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBUTUHAN LAHAN DAN ALTERNATIF PILIHAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP DALAM KERANGKA REDD

VIII. ANALISIS KEBUTUHAN LAHAN DAN ALTERNATIF PILIHAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP DALAM KERANGKA REDD VIII. ANALISIS KEBUTUHAN LAHAN DAN ALTERNATIF PILIHAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP DALAM KERANGKA REDD 8.1. PENDAHULUAN 8.1.1. Latar Belakang Keberadaan masyarakat di dalam

Lebih terperinci

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004 53 5.1.3 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi data Citra Landsat dilakukan untuk pengelompokan penutupan lahan pada tahun 2004. Metode yang dipergunakan adalah klasifikasi terbimbing (Supervised Classification).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini 57 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Hutan Indonesia Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini mencapai angka 120,35 juta ha atau sekitar 61 % dari luas wilayah daratan Indonesia.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Penggunaan/Penutupan Lahan dan Perubahan Luasannya di Kota Bogor Kota Bogor memiliki luas kurang lebih 11.267 Ha dan memiliki enam kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip APRIL 2014

Jurnal Geodesi Undip APRIL 2014 ANALISIS DEFORESTASI HUTAN DI PROVINSI JAMBI MENGGUNAKAN METODE PENGINDERAAN JAUH ( Studi Kasus Kabupaten Muaro Jambi ) Cindy Puspita Sari, Sawitri Subiyanto, Moehammad Awaluddin *) Program Studi Teknik

Lebih terperinci

FORMAT PENYUSUNAN USULAN BAGAN KERJA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (BKUPHHK-HTI)

FORMAT PENYUSUNAN USULAN BAGAN KERJA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (BKUPHHK-HTI) Lampiran V Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.62/Menhut-II/2008 Tanggal : 6 November 2008 Tentang : Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan sil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat FORMAT

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN POLA DAN TATA GUNA LAHAN SUNGAI BENGAWAN SOLO dengan menggunakan citra satelit multitemporal

ANALISA PERUBAHAN POLA DAN TATA GUNA LAHAN SUNGAI BENGAWAN SOLO dengan menggunakan citra satelit multitemporal ANALISA PERUBAHAN POLA DAN TATA GUNA LAHAN SUNGAI BENGAWAN SOLO dengan menggunakan citra satelit multitemporal Oleh : Fidiyawati 3507 100 046 Pembimbing : 1. M. Nur Cahyadi, ST, MSc 2. Danang Surya Chandra,

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 1 : (2004)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 1 : (2004) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 1 : 29-42 (2004) Artikel (Article) ANALISIS SPASIAL DEGRADASI HUTAN DAN DEFORESTASI: Studi Kasus di PT. Duta Maju Timber, Sumatera Barat (Spatial Analysis on Forest

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan dengan manusia di muka bumi. Hutan menjadi pemenuhan kebutuhan manusia dan memiliki fungsi sebagai penyangga

Lebih terperinci

Laporan Investigatif Eyes on the Forest Desember 2015

Laporan Investigatif Eyes on the Forest Desember 2015 Penebangan hutan alam gambut oleh PT. Muara Sungai Landak mengancam ekosistem dan habitat Orangutan Laporan Investigatif Eyes on the Forest Desember 2015 Eyes on the Forest (EoF) adalah koalisi LSM Lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan salah satu kelompok hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Zaire, yang mempunyai fungsi utama sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau. Indonesia terbentang antara 6 o LU - 11 o LS, dan 97 o BT - 141 o BT. Secara geografis

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan Areal konsesi hutan PT. Salaki Summa Sejahtera merupakan areal bekas tebangan dari PT. Tjirebon Agung yang berdasarkan SK IUPHHK Nomor

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 21/Kpts-II/2001 Tanggal : 31 Januari 2001 KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI No KRITERIA STANDAR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 22 PENDAHULUAN Latar Belakang Fenomena kerusakan sumberdaya hutan (deforestasi dan degradasi) terjadi di Indonesia dan juga di negara-negara lain, yang menurut Sharma et al. (1995) selama periode 1950-1980

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Aseupan Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun 2014, kondisi tutupan lahan Gunung Aseupan terdiri

Lebih terperinci

VIII. STRUKTUR HAK KEPEMILIKAN LAHAN DALAM KAWASAN SUB DAS BATULANTEH

VIII. STRUKTUR HAK KEPEMILIKAN LAHAN DALAM KAWASAN SUB DAS BATULANTEH VIII. STRUKTUR HAK KEPEMILIKAN LAHAN DALAM KAWASAN SUB DAS BATULANTEH Deng Xio Ping suatu ketika pernah mengatakan bahwa the China s problem is land problem, and the land problem is rural problem. Persoalan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena

TINJAUAN PUSTAKA. tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena 4 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Penutupan Lahan di Sumatera Utara Sekitar 100.000 Ha hutan di Sumatera Utara diperkirakan rusak setiap tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT Ria Rosdiana Hutagaol 1 dan Sigit Hardwinarto 2 1 Faperta Jurusan Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat Rully Sasmitha dan Nurlina Abstrak: Telah dilakukan penelitian untuk

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola

Lebih terperinci

Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh

Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh 1 Hairul Basri, 2 Syahrul, 3,4 *Rudi Fadhli 1 Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah

Lebih terperinci

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA (Studi Kasus: Kawasan sekitar Danau Laut Tawar, Aceh Tengah) TUGAS AKHIR Oleh: AGUS SALIM L2D

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumber daya alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya yang termasuk ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian,

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bentuk penggunaan lahan suatu wilayah terkait dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan semakin intensifnya aktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah sumberdaya alam yang siap dikelola dan dapat memberikan manfaat ganda bagi umat manusia baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi. Manfaat hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tidak menunjukkan peningkatan, justru sebaliknya laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

LAPORAN PERTEMUAN DAN PELATIHAN

LAPORAN PERTEMUAN DAN PELATIHAN LAPORAN PERTEMUAN DAN PELATIHAN 17 23 Juni 2009, Survei lapangan di Taman Nasional Merang serta Workshop dan Training di Kantor Bappeda Kabupaten Musi Banyuasin di Sekayu Kerjasama LAPAN dan Merang Reduced

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kepadatan Titik Panas Berdasarkan data titik panas yang terpantau dari satelit NOAA-AVHRR dapat diketahui bahwa selama rentang waktu dari tahun 2000 hingga tahun 2011, pada

Lebih terperinci

POTRET PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI INDONESIA *)

POTRET PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI INDONESIA *) 1 POTRET PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI INDONESIA *) Oleh: E. G. Togu Manurung 1), Retno Kusumaningtyas 2) dan Mirwan 3) Yayasan WWF Indonesia Kantor Taman A.9, Unit A-1. Jalan Mega kuningan, Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi lingkungan yang ekstrim seperti tanah yang tergenang akibat pasang surut laut, kadar garam yang tinggi, dan tanah yang kurang stabil memberikan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Riau dengan luas 94.560 km persegi merupakan Provinsi terluas di pulau Sumatra. Dari proporsi potensi lahan kering di provinsi ini dengan luas sebesar 9.260.421

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBYEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBYEK PENELITIAN A. Kondisi Umum Provinsi Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara garis 2 0 08 LU serta 3 0 02 LS serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya alam yang terbatas dan tidak dapat diperbaharui. Jumlah penduduk yang terus bertambah mendorong meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam

Lebih terperinci

FORMAT PENYUSUNAN USULAN RENCANA KERJA TAHUNAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (RKTUPHHK-HTI)

FORMAT PENYUSUNAN USULAN RENCANA KERJA TAHUNAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (RKTUPHHK-HTI) Lampiran III Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 62 /Menhut-II/2008 Tanggal : 6 November 2008 Tentang : Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan sil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat

Lebih terperinci

IV. PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

IV. PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN IV. PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN 4.1. Identifikasi Penggunaan Lahan Identifikasi penggunaan lahan di Citra Lansat dilakukan dengan membuat contoh (training area) penggunaan lahan yang mewakili tiap kelas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Per Kecamatan Kota yang terdiri dari enam kecamatan memiliki proporsi jumlah penduduk yang tidak sama karena luas masing-masing kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci