V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN"

Transkripsi

1 V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Eks- Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber (MJRT) Letak dan Lokasi Menurut administrasi pemerintahan, eks-areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber (MJRT) terletak di dua wilayah kabupaten yakni Kabupaten Muko-Muko dan Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Lokasi eks-areal MJRT ini berdasarkan tercakup kedalam kelompok hutan Sungai Ipuh Sungai. Ketahun. Berdasarkan posisi geografis, areal HPH ini terletak antara: BT (bujur timur) dan LS (lintang selatan). Sementara batas-batas areal kerja eks-areal MJRT, meliputi: 1. Sebelah Utara : Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) 2. Sebelah Timur : TNKS dan eks areal kerja HPH. PT. Dirgahayu Rimba 3. Sebelah Selatan: Eks-areal HPH. PT. Dirgahayu Rimba 4. Sebelah Barat : Eks-areal HPH. PT. Bina Samakhta Lokasi penelitian memiliki aksesibilitas yang tinggi, yaitu dapat ditempuh dari Kota Bengkulu terus ke Kecamatan Putri Hijau (Kabupaten Bengkulu Utara) melalui jalan darat. Selanjutnya, dari Putri Hijau melalui darat dapat langsung menuju ke lokasi penelitian (eks-areal MJRT) dan bisa ditempuh dengan kendaraan darat selama kurang lebih satu jam. Peta-peta lokasi eks-areal MJRT secara lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai dengan Lampiran Sejarah Pengelolaan Pengelolaan HPH oleh PT MJRT didasarkan pada Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian Nomor: 422/Kpts/UM/8/1974 tanggal 7 Agustus 1974 dengan luas areal ha. Izin pengelolaan HPH ini diberikan selama 20 tahun dan

2 95 telah berakhir sejak tanggal 7 Agustus 1994 yang lalu. Selama masa operasi pengolaan HPH (periode 1974/1975 sampai dengan 1992), PT. MJRT telah melakukan penebangan kayu seluas ha. Dengan demikian, seharusnya pada tahun 1992, dari ha luas izin konsesi, terdapat hutan lebat/hutan primer ha. Namun, berdasarkan data hasil klasifikasi citra landsat TM tahun 1992 yang dilakukan oleh Hernawan (2001), hutan primer yang tersisa hanya seluas ha dan telah dibuka lahan untuk perkebunan dan kebun rakyat seluas ha, berupa semak belukar ha dan tanah terbuka seluas ha. Berdasarkan SK. Menteri Kehutanan RI Nomor:1454/Menhut-IV/1994 tanggal 21 September 1994 mengenai permohonan perpanjangan a.n. PT. MJRT, izin pengelolaan diserahkan kepada perusahaan patungan antara PT. MJRT dengan PT. INHUTANI V yang mengikutsertakan BUMD/Pemda dan Koperasi. Luas areal yang direkomendasikan berdasarkan surat perpanjangan tersebut hanya seluas ha, sedangkan selebihnya ( ha) dikeluarkan dari areal kerja. Namun, berdasarkan fungsi Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), areal perpanjangan HPH PT. MJRT berupa areal Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas ha, Hutan Produksi Tetap (HP) seluas ha. Izin perpanjangan ini diberikan sampai dengan periode 1998/1999. Berdasarkan pemantapan fungsi hutan yang dipadukan dengan rencana pengelolaan wilayah Provinsi Bengkulu pada tahun 1998, eks-areal HPH PT. MJRT ( ha), seluas ha di antaranya merupakan Areal Penggunaan Lain (APL). Berdasarkan perkembangan pemanfaatan lahan di lapangan, sebagian APL tersebut telah dialih izinkan pengelolaannya kepada pihak ketiga lainnya yaitu perusahaan

3 96 swasta PT. Alno Algo Utama (PT. AAU) berdasarkan SK. Menhutbun No. 422/Menhutbun-IV/2000 tanggal 14 April 2000 dengan luas ha. Namun, berdasarkan perhitungan planimetris oleh Tim Independent Concession Audit pada tahun 2001, areal PT. AAU tersebut terdapat seluas ha diantaranya terletak di dalam eks-areal MJRT. Pada tahun 1999 Menteri Kehutanan dan Perkebunan telah mengeluarkan Surat No. 420/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Bengkulu seluas ha dimana di antaranya terdapat alokasi kawasan hutan yang diperuntukkan khusus sebagai Pusat Latihan Gajah (PLG) yaitu seluas ha. Lokasi PLG tersebut sebagian di antaranya, yaitu seluas ha terletak di dalam areal kerja eks-areal MJRT. Dengan adanya dua pelepasan sebagian areal kerja eks-areal MJRT di atas, luas areal kerja eks HPH PT. MJRT yang tersisa saat ini adalah seluas ha. Namun apabila melihat kondisi di lapangan, dari areal yang telah ditetapkan sebagai HPT dan HP berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Hutan terdapat areal HPT seluas ha dan HP seluas 135 ha yang telah digarap oleh perkebunan kelapa sawit PT AAU Kondisi Penutupan Lahan Vegetasi eks-areal HPH MJRT merupakan hutan tropika basah dengan jenis penutupan didominasi oleh kelompok meranti terutama dari spesies Dipterocarpaceae. Jenis-jenis dari kelompok ini yang sering dijumpai antara lain (Hernawan, 2001): damar (Shorea sp), merawan (Hopea dryobalanoides), kruing (Dipterocarpus sp), meranti (S.lefrosula), meranti putih (Shorea javanica), kelukung (Shorea sp) dan ketuko (S. ovalis). Untuk jenis non Dipterocarpaceae

4 yang sering ditemui adalah dari Famili Sapotaceae seperti durian (Durio zibethinus), Famili Apocaceae seperti jelutung (Dyra costulata), pulai (Alstonia pneumathopora), Famili Meliaceae seperti gelam (Xylocarpus granatum), Famili Stercaceae seperti bayur (Pterosepermum javanicum Jungh), Famili Sapindaceae seperti Kasai Gunung (Pometia pinnata Forst), Famili Lauraceae seperti medang (Dehaasia pauciflora) dan kisereh (Cinnamomum porthanoxylon Meissn), dan Famili Myrtaceae seperti jambu (Eugenia Clamyrtus) dan pelawan (Tristania maingayi Duthic). Hasil penapsiran Citra Landsat liputan tahun 2003, dari luas areal HPH ha, sebagian besar (52 persen) atau seluas ha berupa hutan bekas tebangan atau logged over area (LOA), sementara hutan primer (virgin forest) terdapat seluas ha (29.9 persen). Hasil penafsiran juga menunjukkan seluas ha (11.3 persen) berupa perkebunan (besar). Rincian keadaan penutupan lahan eks-areal MJRT disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Kondisi Penutupan Lahan Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber Tahun 2003 Penutupan Lahan/Vegetasi Luas (Ha) (%) Kebun Ladang Lahan Kosong/terbuka Hutan Sekunder (Logged Over Area) Semak/Belukar Hutan Lebat (Virgin Forest) Total Sumber: Analisis Spasial, 2005 Hasil pemeriksaan HPH yang dilakukan oleh Sarbi (2001), menunjukkan bahwa potensi tegakan jenis kayu komersial (diameter 50 cm) yang terdapat pada hutan primer maupun hutan bekas tebangan di eks-areal MJRT, rata-rata per hektar berjumlah batang dengan volume m 3. 97

5 98 Jenis hasil hutan non-kayu yang terdapat di eks-areal MJRT, antara lain: (1) getah damar yang berasal dari pohon merah (Hopea mengarawan), (2) getah jelutung yang berasal dari pohon jelutung/muai (Dyera costulata), (3) sarang burung wallet yang terdapat di bagian Tenggara areal konsesi, (4) rotan, jenis rotan yang ditemukan adalah rotan mensirai (Calamus sp) tetapi jumlahnya sangat sedikit/jarang, dan (5) bambu, banyak ditemukan di sebelah Selatan dan Tenggara areal konsesi. Saat ini jenis-jenis ini tidak terlalu banyak lagi ditemukan di eksareal HPH PT. MJRT sehingga untuk mendapatkannya, (informasi beberapa anggota masyarakat) masyarakat harus masuk ke areal TNKS Kondisi Tanah, Kelerengan dan Kekritisan Lahan Berdasarkan Peta Satuan Lahan Lembar Sungai Penuh dan Ketahun skala 1 : dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor, tahun 1990 terdiri atas Latosol, Podsolik Merah Kuning dan Aluvial (Independent Concession Audit, 2001). Jenis tanah Podsolik Merah Kuning merupakan jenis tanah terluas (lebih 90 persen) pada eks-areal MJRT. Jenis tanah ini merupakan tanah yang peka terhadap erosi, sedangkan tanah Latosol dan Aluvial merupakan tanah agak peka terhadap erosi. Jenis tanah di eks-areal HPH PT. MJRT dan tingkat kepekaannya terhadap erosi disajikan pada Tabel 7. Kondisi fisiografi lapangan eks-areal HPH MJRT bervariasi mulai dari dataran rendah sampai dengan perbukitan dengan ketinggian tempat berkisar dari 100 hingga 531 m dpl dan seluruhnya merupakan hutan tanah kering. Kemiringan lapangan eks-areal MJRT bervariasi dari datar sampai sangat curam. Areal datar sampai landai terletak di bagian Selatan berdekatan dengan daerah perkebunan dan pemukiman. Sedangkan kawasan yang merupakan areal agak curam sampai

6 curam dengan banyak perbukitan terletak di bagian Utara sampai dengan kawasan TNKS terutama di DAS Sebelat dan sub DAS Lalangi. Tabel 7. Jenis Tanah di Eks-Areal HPH PT. Maju Jaya Raya Timber No Kode Tanah Luas Jenis Tanah (Soeprapto Harjo, 1961) Ha % 1. Had Podsolik Merah Kuning Had Podsolik Merah Kuning Mad Podsolik Merah Kuning Vad Podsolik Merah Kuning Aq 5 Aluvial Af Aluvial Pa 8.2 Latosol Pad 8.2 Latosol Jumlah Sumber: Sarbi, 2001 Kelerengan agak curam terutama di daerah hulu sungai seperti Sungai Ipuh, Sungai Sebelat dan Sungai Ketahun dengan fisiografi perbukitan pegunungan yang berbatasan kawasan TNKS. Di eks-areal HPH PT. MJRT terdapat areal sangat curam (lereng E) seluas ha yang terletak di DAS Sebelat dan Sub DAS Lalangi bagian Timur-Selatan. Rincian mengenai luasan kelerengan lapangan di eks-areal HPH PT. MJRT disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Kondisi Kelerengan Lapangan Eks-Areal HPH PT. Maju Jaya Raya Timber Kisaran Lereng Luas Kelas Lereng Uraian (%) Ha % 0 8 A Datar B Landai C Agak Curam D Curam > 40 E Sangat Curam Jumlah Sumber: Sarbi, 2001 Jika dilihat dari aspek kekritisan lahan, kondisi lahan eks-areal MJRT sebagian besar masih dalam kategori baik dan normal alami dengan luas mencapai 99

7 ha atau sekitar 78 persen dari luas keseluruhan eks-areal MJRT. Sedangkan lahan kritis (agak kritis dan mulai kritis) terdapat seluas ha atau hanya sekitar 22 persen (Tabel 9 dan Lampiran 5 sampai dengan Lampiran 8). Hingga tahun 2005, lahan kritis dapat dijumpai di bagian barat dan selatan eksareal MJRT yang berjarak cukup jauh dari TNKS. Lahan kritis ini terkonsentrasi di tiga lokasi, yakni di Desa Semambung Makmur (Kecamatan Muko Muko Selatan, Kabupaten Muko Muko) serta sekitar Pusat Latihan Gajah (PLG), Desa Suka Baru (Kecamatan Putri Hijau, Bengkulu Utara) dan Desa Tanjung Harapan (Kecamatan Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara). Tabel 9. Kondisi Kekritisan Lahan di Eks-Areal HPH PT. Maju Jaya Raya Timber, Tahun 2005 Kategori Luas (Ha) (%) Agak kritis Baik Mulai kritis Normal Alami Total Sumber: Analisis Spasial, 2005 Sebagian besar jenis penutupan lahan kritis di eks-areal MJRT berupa hutan bekas tebangan dan hutan primer, masing-masing dengan proporsi 48.1 persen dan 36.2 persen. Sedangkan lahan kritis yang sudah mengalami alih fungsi meliputi areal perkebunan (11.7 persen), ladang/kebun masyarakat (3.5 persen) dan semak belukar dengan proporsi 0.6 persen (Tabel 10). Dengan demikian pengelolaan lahan kritis di eks-areal MJRT lebih diprioritaskan kepada pengendalian terhadap alih fungsi terhadap kawasan hutan karena memiliki areal yang paling luas.

8 Kondisi Iklim Menurut klasifikasi iklim Schmidt Ferguson, tipe curah hujan pada eksareal HPH PT. MJRT termasuk ke dalam tipe A, dengan nilai Q sebesar 0 persen (bulan basah sepanjang tahun dan tidak terdapat bulan kering), yang berarti daerah basah dengan tipe hutan hujan tropis. Curah hujan tahunan di eks-areal HPH ini tergolong tinggi berkisar antara mm. Suhu udara relatif panas dengan suhu rata-rata bulanan C, sedangkan kelembaban rata-rata tergolong tinggi yang berkisar persen. Kondisi iklim tersebut menyebabkan potensi peningkatan laju aliran permukaan (surface run-off) cukup besar. Pada akhirnya akan mempengaruhi parameter tanah dan hidrologi. Kondisi beberapa unsur penyusun iklim di eks-areal HPH PT. MJRT disajikan pada Tabel 11. Tabel 10. Jenis Penutupan Lahan Kritis di Eks-Areal HPH PT. Maju Jaya Raya Timber, Tahun 2005 Luas (Ha) Jenis Penutupan Lahan Mulai Agak (%) Total Kritis Kritis Perkebunan Ladang/kebun masyarakat Hutan bekas tebangan Semak belukar Hutan primer Total Sumber: Analisis Spasial, Kondisi Sosial-Ekonomi dan Kependudukan 1. Sistem penguasaan lahan pada eks-areal MJRT Penguasaan lahan oleh masyarakat berdasarkan sistem pewarisan dari keluarga, membuka hutan, membeli lahan dari masyarakat yang lain. Lahan yang dikuasai masyarakat digunakan untuk daerah pemukiman penduduk, usaha pertanian dan perkebunan. Jenis usaha produktif pertanian dan perkebunan umumnya komoditi yang dikembangkan adalah padi ladang, singkong, kelapa sawit, kopi, jengkol dan lain-lain.

9 Tabel 11. Data Curah Hujan, Suhu dan Kelembaban Rata-rata Tahun di Eks-Areal HPH PT. Maju Jaya Raya Timber No Bulan Rata-rata Curah Rata-rata Suhu Rata-rata Hujan (mm) Udara ( o C) Kelembaban (%) 1 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Rata-rata Sumber: Sarbi, Pada eks-areal MJRT tidak terdapat adanya hak ulayat atas tanah dan hutan oleh masyarakat setempat. Sistem penguasaan tanah dan lahan oleh masyarakat mengikuti peraturan secara tradisi, yakni menganut sistem kepemilikan secara individu dan keluarga. Terlihat bahwa tanah yang kosong bagi masyarakat setempat dianggap tanah bebas. Masyarakat yang membuka hutan dan tanah kosong pertama kali akan menyatakan sebagai pemilik lokasi atau lahan tersebut. 2. Kegiatan usahatani dan perambahan Sebagian besar masyarakat mempunyai mata pencaharian pokok di bidang pertanian, perkebunan dan peternakan. Disamping itu, aktivitas penduduk juga banyak berinteraksi dengan hutan seperti menangkap ikan di sungai, memungut rotan, damar, madu serta mengusahakan balok kaleng. Perkiraan luas rata-rata kepemilikan lahan yang dimiliki masyarakat setempat berkisar antara 3 sampai 8 ha per kepala keluarga (KK).

10 103 Masyarakat desa mengembangkan usaha pertanian perladangan dengan memanfaatkan air hujan dan areal di pinggir sungai. Hal ini dilakukan karena ketiadaan sarana irigasi pada daerah tersebut. Umumnya untuk usaha pertanian masyarakat memanfaatkan lahan yang ada di sekitar sungai. Produksi pertanian tersebut digunakan untuk kebutuhan konsumsi keluarga sehari-hari (subsisten). Usahatani kebun kelapa sawit merupakan usaha andalan masyarakat desa untuk mendukung ekonomi keluarga. Sejak lima tahun terakhir sejak dikembangkannya perkebunan besar kelapa sawit di wilayah ini, masyarakat juga marak mengembangkan komoditas yang sama. Hasil perkebunan (tanpa diolah) dijual langsung kepada industri pengolahan kelapa sawit terdekat atau dijual kepada pedagang pengumpul yang datang langsung ke desa pada saat hari pasar. Hernawan (2001), melaporkan dalam pengembangan usaha perkebunan tanaman perkebunan tersebut, masyarakat desa cenderung memanfaatkan kawasan hutan (membuka hutan) dan memanfaatkan areal bekas tebangan PT. MJRT. Dari hasil survei diketahui peruntukan lahan yang dimiliki oleh responden, dimana luas lahan yang ditanami sawit menduduki peringkat pertama yaitu seluas 354 ha atau 64,5 persen dari total luas lahan yang dimiliki oleh petani. Sementara tanaman karet hanya terdapat seluas 62 ha atau 11.3 persen. Hal ini menunjukkan besarnya animo dan kebutuhan masyarakat dalam pengusahaan usahatani sawit bahkan telah menjadi suatu budaya bagi masyarakat setempat Tabel 12 menggambarkan klasifikasi kepemilikan lahan yang dimiliki oleh kepala keluarga. Sebagian besar responden memiliki tanaman karet dengan luas > 2 ha (54 persen). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani memiliki luas tanaman karet sesuai luas lahan yang direkomendasikan oleh Departemen

11 104 Kehutanan pada program hutan kemasyarakatan (HKm) seluas 2 ha/orang. Hasil survei juga mendapatkan sebagian besar (81 persen) usia tanaman sawit yang dimiliki respoden berumur antara 4 sampai 8 tahun. Dengan demikian usahatani responden adalah berada pada usia produktif. Tabel 12. Luas Peruntukan Lahan yang Dimiliki Kepala Keluarga Jenis Luas Kategori Luas Lahan Responden Tanaman (Ha) % 1 Ha 1< - 2 Ha > 2 Ha KK % KK % KK % KK % Karet Sawit Jeruk Kopi Kelapa Mangga Cempedak Sawah Alang-Alang Total Sumber: Hasil surve1, 2005 (diolah) Lahan-lahan yang dijadikan sebagai lahan pertanian dan perkebunan masyarakat merupakan kawasan hutan sekunder, termasuk dalam kawasan eksareal MJRT. Kawasan ini dimanfaatkan karena menurut masyarakat areal tersebut masih relatif subur. Selain itu menurut penduduk asli, lokasi itu sebelumnya merupakan areal ladang/kebun yang pernah dibuka oleh nenek moyang mereka. Disamping melakukan usaha budidaya pertanian dan perkebunan, masyarakat juga melakukan kegiatan pemungutan hasil hutan seperti rotan, damar, madu. Kegiatan tersebut telah dilakukan masyarakat setempat sejak sebelum beroperasinya HPH PT. MJRT. Frekuensi melakukan kegiatan ini tergantung dengan kesibukan mereka dalam melakukan usahataninya. Ancaman tekanan kegiatan perambahan kawasan penyangga TNKS di masa datang diperkirakan akan meningkat terutama kegiatan perambahan lahan untuk membuka ladang/kebun di areal bekas tebangan HPH. Faktor lain yang

12 105 mempercepat kegiatan perambahan lahan adalah faktor aksesibilitas penduduk yang kian terbuka karena adanya pembukaan jalan tembus di beberapa daerah kabupaten. 3. Kependudukan Secara umum, di sekitar eks-areal MJRT terdapat rumah tangga dengan jumlah pupulasi hingga tahun 2003 tercatat sebanyak jiwa serta sex-ratio sebesar 108. Dilihat dari sisi administrasi pemerintahan, dari tiga wilayah yang berbatasan langsung dengan eks-areal MJRT (Kecamatan: Muko- Muko Selatan, Napal Putih dan Putri Hijau), penduduk dan rumah tangga di Kecamatan Putri Hijau tercatat yang paling bayak. Secara rinci, variasi kependudukan di desa sekitar eks-areal MJRT disajikan pada Tabel 13. Dilihat dari tingkat kepadatan penduduk maupun rumah tangga, desa-desa sekitar MJRT tergolong memiliki kepadatan yang relatif rendah. Kepadatan rumah tangga tercatat hanya 4 rumah tangga tiap km 2, sementara kepadatan penduduk rata-rata 33 jiwa/km 2. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Desa Cipta Mulya, Kecamatan Putri Hijau, sedangkan kepadatan penduduk terendah ditemui di Desa Lubuk Talang, Muko-Muko Selatan. Khusus untuk lokasi penelitian di Kecamatan Putri Hijau, jumlah rumah tangga di sekitar eks-areal MJRT tercatat sebanyak rumah tangga, dengan jumlah penduduk hingga tahun 2005 sebanyak jiwa. Tingkat kepadatan rata-rata untuk penduduk dan rumah tangga juga tergolong relatif rendah, masingmasing adalah 34 jiwa/km 2 dan 3 rumah tangga/km 2. Kepadatan penduduk dan rumah tangga yang paling tinggi tercatat di Desa Cipta Mulya, yakni masingmasing 328 jiwa/km 2 dan 18 rumah tangga/km 2. Desa ini merupakan pemukiman

13 106 transmigrasi yang semua penduduknya mengusahakan perkebunan kelapa sawit. Desa ini hanya berjarak 5 km dari areal perkebunan kelapa sawit milik PT. Alno Agro Utama (PT AAU). Tabel 13. Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk dan Rumah Tangga di Desa Sekitar Lokasi Penelitian No Kecamatan/ Desa Luas (KM 2 ) Jumlah Pddk (Jiwa) Rumah Tangga (RT) Penduduk (Jiwa/KM 2 ) Kepadatan RT (RT/KM 2 ) Muko-muko Selatan 1 Gajah Makmur Semambang makmur Dusun Pulau Pulau Baru Sumundam Talang Baru Talang Arah Lubuk Talang Talang Rio Napal Putih 1 Tanjung harapan SP 7 Bangun Karya Tanjung Sari Bukit Berlian Tanjung Dalam Air Lelangi Air Tenang Pagardin Putri Hijau* 1 Karya Bakti Air Pandan** Suka Makmur Suka Baru Suka Medan Suka Merindu** Suka Maju** Karya Pelita Air Putih** Cipta Mulya** Total Keterangan : * dan ** adalah kecamatan dan desa-desa lokasi pengamatan Sumber : 1. Profil Desa, Kecamatan Napal Putih Dalam Angka, Kecamatan Putri Hijau Dalam Angka, 2003

14 Eks HPH. PT. Rimba Karya Indah (RKI) Letak dan Lokasi Lokasi penelitian pada eks-areal HPH PT. Rimba Karya Indah (PT. RKI) terletak pada areal kerja Unit-I (hutan tanah kering) di Kelompok Hutan Hulu Batang Tebo Batang Kemarau dan Batang Pelepat Hulu Batang Ole. Menurut admisnistrasi pemerintahan, areal kerja Unit-I termasuk kedalam tiga wilayah kecamatan, yakni: Kecamatan Pelepat, Lembur Lubuk Mengkuang dan Rantau Pandan (Kabupaten Bungo) serta Kecamatan Tabir Ulu (Kabupaten Merangin). Secara garis besar gambaran mengenai letak areal kerja HPH PT. RKI adalah sebagai berikut (Laporan Independent Concession Audit, 2001) Batas astronomi : BT dan LS Batas administrasi pemerintahan: 1. Kecamatan : Pelepat, Rantau Pandan, Lembur Lubuk Mengkuang dan Tabir Ulu 2. Kabupaten : Bungo dan Merangin 3. Provinsi : Jambi Kelompok hutan : Bt. Kemarau dan Bt. Pelepat Hulu Bt. Ole Batas Areal Kerja 1. Sebelah Utara : Eks. HPH PT. Mungitriman Intercontinental 2. Sebelah Timur : Eks. HPH PT Mungitriman Intercontinental 3. Sebelah Selatan : Hutan Lindung dan TNKS 4. Sebelah Barat : Hutan Lindung dan perkebunan PT Tidar Kerinci Agung dan HSAW Lokasi penelitian dapat ditempuh dari Kota Jambi terus ke Kota Bungo (Ibukota Kabupaten Bungo) melalui jalan darat. Selanjutnya, dari Kota Bungo ke

15 108 Kecamatan Pelepat untuk menuju lokasi penelitian dan bisa ditempuh dengan kendaraan darat, selama kurang lebih tiga jam. Gambaran yang lebih jelas mengenai eks-areal RKI disajikan pada Lampiran 22 sampai Lampiran Sejarah Pengelolaan Berdasarkan catatan yang ada, kawasan RKI Finger termasuk kedalam kawasan Hutan Lindung (RePPPRoT, 1988). Akan tetapi, kemudian dialihfungsikan menjadi hutan produksi yang hak pengelolaanya menjadi tanggung jawab PT. Rimba Karya Indah (PT. RKI). Areal kerja HPH PT. RKI semula bernama PT. Windu Karya Indah dengan perjanjian Pengusahaan Hutan (Forestry Agreement) nomor FA/N/008/IV/1983 tanggal 4 April Selanjutnya terjadi perubahan nama perusahaan dari PT. Windu Karya Indah (PT. WKI) menjadi Rimba Karya Indah (PT. RKI) berdasarkan Addendum FA No. Fa/N-AD/IV/1984 tanggal 10 April Luas areal yang diusahakan PT RKI sebagaimana tercantum dalam Forestry Agreement (FA) Nomor FA/N-AD/038/IV/1984 tanggal 30 April 1984 dan Surat Keputusan Menteri Pertanian (SK HPH) Nomor 13/Kpts-IV/87 tanggal 12 Januari 1987 adalah seluas ha. PT. Rimba Karya Indah (RKI), kemudian memperoleh penambahan areal kerja di Unit II (kelompok hutan Kumpeh dan Air Hitan Ulu) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 13/Kpts-IV/88 tanggal 29 Pebruari Dengan adanya penambahan ini, secara keseluruhan total luas areal kerja PT. RKI menjadi ha. Jangka waktu pengelolaan selama 20 tahun, terhitung sejak tanggal 12 Januari 1987 sampai dengan tahun 2007.

16 109 Berdasarkan fungsi hutan menurut TGHK areal pada lokasi penelitian (Unit-I) sebagian besar berfungsi sebagai Hutan Produksi tetap (HP) seluas ha (63.32 persen), sebagai Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas ha (27.95 persen) dan Areal Penggunaan Lain (APL) seluas ha (8.73 persen). Secara rinci luas areal HPH PT. RKI berdasarkan fungsi TGHK disajikan Tabel 14. Tabel 14. Fungsi Hutan Eks-Areal Kerja HPH PT. Rimba Karya Indah Berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan Fungsi Hutan Luas (Ha) (%) Hutan Produksi Terbatas (HPT) Hutan Produksi Tetap (HP) Hutan Produksi Konversi (HPK) Areal Penggunaan Lain (APL) Total Sumber: Sarbi, 2001 Selanjutnya, berdasarkan RTRWP Provinsi Jambi tahun 1996, areal Unit-I sebagian besar berubah menjadi HPT dan sebagian lagi berfungsi sebagai HP, Kawasan Budidaya Pertanian dan Non Pertanian (KBDPNP), Hutan Lindung (HL) dan menjadi kawasan TNKS. Secara rinci luas areal HPH PT. RKI berdasarkan Peta RTRWP disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Fungsi Hutan Eks-Areal Kerja HPH PT. Rimba Karya Indah Berdasarkan Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Fungsi Hutan Luas (Ha) (%) Hutan Lindung (HL) Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) Hutan Produksi Terbatas (HPT) Hutan Produksi Tetap (HP) Kawasan Budidaya Pertanian dan Non Pertanian (KBDPNP) Jumlah Sumber: Sarbi, 2001

17 110 Berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Hutan Produksi Jambi, areal kerja HPH PT. RKI sebagian besar berfungsi sebagai hutan produksi tetap (71.49 persen) dan sisanya sebagai SAPA (22.37 persen) dan APL (6.15 persen). Rincian lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Fungsi Hutan Pada Areal Kerja HPH PT. Rimba Karya Indah Berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Fungsi Hutan Luas (Ha) (%) SAPA Hutan Produksi Terbatas/ HPT Hutan Produksi Tetap/ HP Areal Penggunaan Lain/APL Jumlah Sumber: Sarbi, 2001 Secara de-facto, sejak tahun 1997, PT. RKI telah berhenti beroperasi di areal kerja Unit-I di Kelompok Hutan Hulu Batang Tebo Batang Kemarau dan Batang Pelepat Hulu Batang Ole (Sarbi, 2001). Hal ini disebabkan oleh meluasnya penolakan dari masyarakat di sekitar kawasan. Sedangkan secara dejure, izin pengelolaan HPH PT. RKI berakhir sejak tanggal 25 November 2004, sejalan dengan dicabutnya izin pengelolaan melalui SK. Menteri Kehutanan No. 455/Menhut-II/2004 tanggal 25 November 2004 yang kemudian diperbaiki karena adanya kekeliruan dalam penetapan luas konsesi, melalui SK. 103/Menhut- II/2005 tanggal 25 April Kondisi Penutupan Lahan Informasi tentang potensi dan komposisi tegakan di areal HPH PT. RKI pada hutan primer maupun bekas tebangan bersumber dari hasil inventarisasi hutan (ITSP) pada beberapa blok yang dilakukan dengan intensitas 100 persen (Laporan Independent Concession Audit, 2001). Sedangkan informasi potensi dan

18 111 komposisi tegakan di areal bekas tebangan, bersumber dari hasil inventarisasi dengan luas sampel rata-rata 4 ha untuk setiap blok RKT bekas tebangan. Menurut komposisi jenisnya, tegakan siap tebang (di hutan primer) sebagian besar didominasi oleh jenis-jenis dari kelompok meranti terutama dari spesies Dipterocarpaceae, yaitu jenis meranti, keruing dan durian hutan. Sedang pada hutan bekas tebangan, sebagian besar didominasi oleh jenis-jenis dari kelompok meranti terutama dari suku Dipterocarpaceae, yaitu jenis meranti merah, meranti putih, mersawa dan nyatoh. Jenis hasil hutan non kayu adalah: (1) getah damar yang berasal dari pohon merah (Hopea mengarawan) dengan potensi pohon pada hutan bekas dan pada hutan primer, (2) getah jelutung yang berasal dari pohon jelutung/muai (Dyera costulata) pada hutan bekas tebangan, (3) madu yang banyak diambil oleh masyarakat terutama pada musimnya, (4) rotan, tidak banyak digunakan oleh masyarakat kecuali untuk keperluan tali-temali, jenis rotan yang ditemukan adalah rotan manau yang dijual kepada pedagang pengumpul dan jenis rotan mensirai (rotan cacing) tetapi jumlahnya sedikit, dan (5) bambu, dengan ukuran kecil-kecil dan tipis yang biasa disebut bambu saluang dan tidak banyak digunakan kecuali untuk membuat keranjang untuk keperluan sehari-hari Kondisi Tanah dan Kekritisan Lahan Jenis tanah di eks-areal RKI terdiri atas Podsolik Merah Kuning (PMK) seluas ha (30.29 persen), organosol seluas ha (40.24 persen), latosol seluas ha (18.44 persen), litosol seluas ha (10.46 persen), dan aluvial seluas 493 ha (0.57 persen). Hal ini sesuai dengan Peta Satuan Lahan

19 112 Lembar Sungai Penuh dan lembar Sarolangun, Sumatera skala 1: (Laporan Independent Concession Audit, 2001). Eks-areal kerja PT. RKI mempunyai topografi bervariasi dari datar sampai sangat curam dengan ketinggian bervariasi dari 190 m hingga m dpl. Areal kerja HPH PT. RKI sebagian besar mempunyai topografi datar (50.40 persen), dan selebihnya bertopografi landai hingga sangat curam. Penyebaran kelas lereng disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Penyebaran Kelas Lereng di Eks-Areal HPH PT. Rimba Karya Indah Kelas Lereng Kisaran Lereng Unit-I (%) (Ha) % A B C D E > Jumlah Sumber : Sarbi, 2001 Jika dilihat dari aspek kekritisan lahan, kondisi lahan eks-areal RKI sebagian besar masih dalam kategori baik dan normal alami dengan luas mencapai ha atau sekitar 88.5 persen dari luas keseluruhan eks-areal MJRT. Sedangkan lahan kritis (agak kritis + mulai kritis) seluas ha atau hanya sekitar 11.4 persen (Tabel 18). Lahan kritis banyak terdapat di blok bagian atas yang berjarak relatif dekat dengan TNKS. Lahan kritis ini terkonsentrasi di tiga lokasi, yakni di Desa Renah Sungai Ipuh, Rantau Tipu (Kecamatan Lembur Lubuk Mengkuang, Kabupaten Bungo) serta Desa Batang Kibul, Telentam dan Sungai Tabir (Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten Merangin). Lahan kritis yang terdapat di eks-areal RKI adalah areal yang telah mengalami alih fungsi. Sebagian besar jenis penutupan lahan kritis di eks-areal RKI berupa ladang/kebun masyarakat dengan luas mencapai ha atau

20 113 sekitar 77 persen dari luas lahan kritis yang terdapat di eks-areal RKI. (Tabel 19 dan Lampiran 24 sampai Lampiran 26). Luas lahan kosong dan semak belukar masing-masing seluas ha dan 749 ha. Dengan demikian pengelolaan lahan kritis di eks-areal RKI lebih diprioritaskan kepada ladang/kebun masyarakat karena memiliki areal yang paling luas terutama yang berdekatan dengan TNKS. Tabel 18. Kondisi Kekritisan Lahan di Eks-Areal HPH PT. Rimba Karya Indah Tahun 2005 Kategori Luas (Ha) (%) Agak Kritis Baik Mulai Kritis Normal Alami Total Sumber: Analisis Spasial, 2005 Tabel 19. Jenis Penutupan Lahan Kritis di Eks-Areal HPH PT. Rimba Karya Indah Tahun 2002 Luas (Ha) Jenis Penutupan Lahan Mulai Agak (%) Total Kritis Kritis Ladang/Kebun Masyarakat Lahan Kosong Semak Belukar Total Sumber: Analisis Spasial Menggunakan Citra Landsat Akuisisi Tahun 2002, Iklim Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, tipe iklim pada eks-areal HPH PT. RKI termasuk kedalam tipe A yang berarti daerah basah, dengan vegetasi hutan hujan tropis, dan bulan kering rata-rata bulan. Data curah hujan, hari hujan dan intensitas hujan dapat dilihat pada Tabel 20.

21 Tabel 20. Data Curah Hujan, Suhu dan Kelembaban Rata-rata Tahun di Eks-Areal HPH PT. Rimba Karya Indah Bulan CH (MM) HH (Hari) Temperatur ( 0 C) Maks Min Rataan Kecepatan Angin (Knot) Arah angin 114 Kelembaban Nisbi (%) Januari NW 77 Februari NW 95 Maret NW 95 April NW 96 Mei SE 95 Juni S 97 Juli S-SE 94 Agustus S-SE 93 September SE 98 Oktober SE 94 November NW 93 Desember NW 95 Jumlah Rata-rata Keterangan : CH=Curah Hujan dan HH= Jumlah hari hujan Sumber : Stasiun Metereologi Sultan Thaha, Jambi ( ) Stasiun Metereologi Rimbo Bujang, Jambi ( ) dalam Laporan Independent Concession Audit, 2001 Curah hujan tahunan untuk Unit-I termasuk sedang berkisar mm/bulan dengan curah hujan rata-rata sebesar 222 mm. Suhu udara di areal ini termasuk relatif sedang dengan suhu rata-rata bulanan sebsar C. Kelembaban udara termasuk tinggi dengan kelembaban berkisar antara persen dengan rata-rata 94 persen (Unit-I) Kondisi Sosial-Ekonomi dan Kependudukan 1. Sistem penguasaan lahan dan perladangan Di desa sekitar eks-areal RKI, tidak ditemukan adanya hak ulayat atau hak persekutuan atas tanah dan hutan. Sistem penguasaan lahan oleh masyarakat desa berlangsung mengikuti peraturan hukum secara tradisional dengan menganut sistem kepemilikan secara individu dan keluarga. Bagi masyarakat desa, kawasan hutan dan tanah kosong merupakan tanah bebas (open acces). Seseorang atau

22 115 keluarga yang membuka hutan atau tanah kosong untuk pertama kalinya akan diakui sebagai pemilik lahan yang dibuka tersebut. Dalam hal penguasaan lahan dapat dipilah menjadi dua, yaitu: 1) sistem penguasaan lahan oleh masyarakat asli, dan 2) sistem penguasaan lahan oleh masyarakat pendatang. Dasar penguasaan lahan oleh masyarakat bersumber dari: sistem pewarisan, membuka hutan, ijin garap dari desa dan jual-beli. Rata-rata luas kepemilikan lahan masyarakat pendatang (yang terdiri dari etnis: minang, Rejang, Jawa dan dari Sumatera Selatan) bersumber dari surat ijin garap dari aparat desa dan Muspika serta membeli dari masyarakat asli. Luas kepemilikan lahan oleh masyarakat pendatang berkisar antara 2-6 ha/kk. 2. Kegiatan usaha tani dan perambahan Masyarakat sekitar eks-areal RKI banyak tergantung pada usaha pertanian lahan kering. Dalam usaha perkebunan, masyarakat desa umumnya mengusahakan tanaman karet disamping tanaman lainnya seperti: kopi, kayu manis, kelapa sawit dan durian. Hasil produksi dari budidaya tanaman perkebunan tersebut dijual dalam bentuk tanpa olahan kepada tauke atau pedagang pengumpul yang datang langsung ke desa pada saat hari pasar. Dalam usaha perkebunan tersebut, terdapat kecenderungan masyarakat memanfaatkan kawasan hutan dan memanfaatkan areal di tepi sungai yang relatif subur. Perambahan lahan dilakukan oleh masyarakat dengan memanfaatkan hutan bekas tebangan eks-areal RKI. Perambahan bahkan telah terjadi sewaktu perusahaan HPH masih beroperasi sebagai akibat lemahnya penjagaan kawasan konsesi yang dilakukan perusahaan meskipun secara hukum adalah tanggung jawab perusahaan masalah perambahan lahan tampaknya makin meluas ke

23 116 daerah-daerah yang mudah dimasuki. Masalah ini akan menjadi ancaman bagi keutuhan kawasan hutan yang masih tersisa di eks-areal RKI. Konversi lahan bekas tebangan menjadi ladang yang meluas saat ini menimbulkan perubahan landskap, yang tadinya hutan terganggu menjadi lahan marjinal yang tidak memiliki nilai konservasi keanekaragaman hayati sama sekali. Mengingat eks-areal RKI memiliki topografi yang terjal bergelombang dengan tipe-tipe tanah yang tidak potensial untuk dijadikan lahan pertanian atau perkebunan, maka konversi kawasan ini ke bentuk lahan lain, hanya akan membawa bencana banjir atau kekeringan di daerah-daerah hilirnya. Berdasarkan observasi di lapangan telah terdapat perladangan masyarakat dalam bentuk spot-spot kecil yang dilakukan tidak kurang dari 150 KK. Lokasi perambahan ini banyak terdapat di sekitar Desa Batu Kerbau. Disamping melakukan perambahan khususnya pada blok-blok tebangan, terjadi pencurian kayu yang dilakukan secara terkoordinir. Dari hasil survei diketahui bahwa pengelolaan kebun karet rakyat di desa sekitar eks-areal RKI sudah berlangsung secara turun temurun dan terus bertahan hingga sekarang. Hal ini bisa dilihat dari peruntukan lahan yang dimiliki oleh responden, dimana luas lahan yang ditanami karet menduduki peringkat pertama yaitu seluas 213 ha atau 71.2 persen dari total luas lahan yang dimiliki oleh petani. Hal ini menunjukkan besarnya animo dan kebutuhan masyarakat dalam pengusahaan usahatani karet, bahkan telah menjadi suatu budaya bagi masyarakat setempat. Tabel 21 berikut ini menggambarkan klasifikasi kepemilikan lahan yang dimiliki oleh kepala keluarga. Sebagian besar responden memiliki tanaman karet

24 117 dengan luas > 2 Ha (54 persen). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani memiliki luas tanaman karet sesuai luas lahan yang direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan pada program hutan kemasyarakatan (HKm) seluas 2 ha/orang. Dari hasil survei juga didapatkan bahwa sebagian besar (82 persen) usia tanaman karet yang dimiliki respoden berumur antara 4-11 tahun. Dengan demikian usahatani responden adalah berada pada usia produktif. Tabel 21. Luas Peruntukan Lahan yang Dimiliki Kepala Keluarga Jenis Tanaman Luas (Ha) % Responden Kategori Luas Lahan 1 Ha 1 < - 2 Ha > 2 Ha KK % KK % KK % KK % Karet Sawit Jeruk Kopi Kelapa Mangga Cempedak Sawah Alang-Alang Jumlah Sumber: Hasil Survei, 2005 (diolah) 3. Model usaha tani karet Pola umum pendirian kebun karet rakyat di desa sebagai berikut: 1. Pembukaan lahan dan persiapan penanaman yang dilakukan pada tahun pertama, meliputi kegiatan : a. Penebasan semak belukar dan pohon diameter kecil (tingkat tiang dan pancang). b. Penebangan pohon diameter besar. c. Tutuh yaitu perecahan batang pohon kecil, cabang, dan ranting pohon besar. Hasil tutuh ini dikumpulkan untuk dibakar, sedangkan batang pohon besar dibiarkan tidak dipotong-potong. d. Kekas yaitu kegiatan pembersihan batas lahan.

25 118 e. Pembakaran hasil tutuh. f. Manduk yaitu membakar ulang sisa-sisa yang terbakar. g. Mengumpulkan kayu yang berasal dari batang pohon besar untuk bahan pagar dan dilanjutkan dengan membuat pagar. h. Pembuatan pondokan. 2. Penanaman yang dilakukan meliputi kegiatan : a. Pemasangan ajir. b. Penanaman padi dan tanaman sela. c. Penanaman karet. 3. Pemeliharaan yang dilakukan pada tahun I, II, dan III, meliputi kegiatan : a. Penyiangan yaitu membersihkan rumput. b. Pemupukan. 4. Pemanenan, yaitu penyadapan getah karet yang dimulai sekitar tahun ke 5-7. Intensitas responden dalam melakukan kegiatan pemeliharaan adalah sebagai berikut : 1. Responden yang melakukan penyiangan dan pemupukan satu kali baik pada tahun ke-1 atau tahun ke-2 adalah sebanyak persen. 2. Responden yang melakukan penyiangan dua kali baik pada tahun I dan II, atau II dan III adalah sebanyak persen. 3. Responden yang melakukan pemupukan dua kali baik pada tahun I dan III, atau tahun II dan III adalah sebanyak persen. 4. Responden yang tidak melakukan penyiangan dalah sebanyak 50 persen, dan yang tidak melakukan pemupukan adalah sebanyak persen.

26 119 Adapun intensitas pemeliharaan kebun karet rakyat yang dilakukan oleh petani karet di desa dapat dilihat pada Tabel 22 bawah ini. Lebih dari separoh responden tidak melakukan penyiangan dan pemupukan terhadap usahatani mereka. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kendala yang dialami petani karet dalam melakukan kegiatan pemeliharaan, antara lain masalah modal. Selain itu, petani karet juga tidak mendapat penyuluhan dari aparat pemerintah, sehingga ada kemungkinan petani karet belum mendapat informasi yang lengkap tentang teknik penanaman dan pemeliharaan tanaman karet. Tabel 22. Intensitas Kegiatan Pemeliharaan Kebun Karet Rakyat Jenis Kegiatan Pemeliharaan Responden Melakukan Kegiatan Tahun Ke- (%) dan 2 1 dan 3 2 dan 3 Tidak ada kegiatan Penyiangan Pemupukan Sumber: Hasil Survei, 2005 (diolah) Pola usahatani karet yang dikembangkan oleh penduduk, umumnya menerapkan sistem pengelolaan hutan karet rakyat ketimbang kebun karet rakyat yang notabene relatif lebih maju. Tabel 23 menyajikan ilustrasi perbandingan kedua sistem usahatani dimaksud. Sistem pengelolaan kebun karet pada prinsipnya lebih memerlukan intensitas modal dan tenaga kerja dibandingkan dengan hutan karet. Hal ini, tergambar dari penggunaan bibit unggul dan pengaturan jarak tanam serta kegiatan pemeliharaan. Perbedaan input tersebut berdampak pada output yang didapat. Produktifitas kebun karet lebih tinggi dari pada hutan karet, walaupun secara ekologi yang tercerminkan dari keragaman jenis pohon yang tumbuh, hutan karet lebih baik dari kebun karet.

27 Tabel 23. Perbandingan Sistem Pengelolaan Kebun dan Hutan Karet Rakyat Uraian Sistem Pengelolaan Hutan Karet Rakyat Kebun Karet Rakyat Bibit Lokal Unggul Jarak tanam Tidak teratur Teratur (4x4)m atau (4x5)m Pemeliharaan Tidak ada kegiatan pemeliharaan 1. Penyiangan tahun I, II, dan III 2. Pemupukan tahun I, II, dan III Produksi 1. Mulai disadap sekitar 10 tahun. 2. Rata-rata produksi getah setengah dari produksi kebun karet. 3. Masa produksi sekitar 30 tahun. 1. Mulai disadap pada tahun ke Rata-rata produksi getah 2 kali lipat dari produksi hutan karet. 3. Masa produksi sekitar 20 tahun. Keragaman jenis Heterogen, dengan kerapatan jenis karet pohon/ha, non karet pohon /ha 120 Homogen, dengan kerapatan pohon/ha Modal Lebih kecil Lebih besar Peremajaan Sisipan Tebas bakar Jarak lokasi Jauh dari tempat tinggal Jauh dari tempat tinggal Jenis tanaman Pisang, nanas, singkong, sayuran sela dan padi Sumber: Hasil Observasi, 2005 Perolehan Lahan Pisang, nanas, singkong, sayuran dan padi Secara umum ada tiga cara petani karet memperoleh kebun karet, yaitu warisan, membeli kebun karet yang sudah jadi, dan membuka lahan hutan. Berdasarkan pola perolehan lahan karet, sebagian lahan karet yang ada yaitu ha atau 60 persen lebih merupakan warisan dan ha atau persen diperoleh dari pembelian dan ha atau 5.75 persen dari membuka lahan kosong atau membuka hutan. Hal ini menunjukkan pola pertanian karet sudah menjadi tradisi yang turun temurun bagi masyarakat desa. Pembangunan Lahan Kebun Kegiatan pembangunan lahan kebun dimulai dengan melakukan tebas tebang yang pada umumnya dilakukan sendiri oleh si pemiliki lahan. Dilanjutkan dengan kegiatan persiapan pembakaran. Terdapat kebiasaan masyarakat di sana sebelum melakukan kegiatan pembakaran, yaitu si pemilik lahan tersebut akan

28 121 mengkonfirmasikan kepada para pemilik lahan di sekitarnya bahwa dia akan membuka lahan, dan menanyakan apakah di antara pemilik lahan tersebut ada yang akan membuka lahan. Jika di antara para pemilik lahan tersebut berniat membuka lahan, maka mereka melakukan kegiatan tersebut bersama-sama, sehingga dari segi biaya menjadi lebih murah karena mereka tidak perlu membuat pagar untuk membatasi lahan mereka. Sebelum kegiatan pembakaran dilakukan, areal di sekeliling lahan harus dibersihkan supaya api tidak menyebar. Kegiatan pembakaran biasanya dilakukan secara gotong-royong oleh petani pemilik lahan bersama kerabat dekat dan penduduk lainnya lebih kurang 20 orang, sedangkan waktunya adalah sore hari selama ± 2 3 jam. Setelah kegiatan pembakaran tersebut, ada kemungkinan lahan belum bersih, oleh karena itu dilakukan pembakaran ulang sehingga lahan menjadi benar-benar bersih. Kegiatan pembakaran ulang tidak dilakukan secara gotong-royong tetapi cukup dilakukan sendiri oleh petani pemilik lahan. Pembuatan Pagar Selesai kegiatan pembakaran, dilakukan pembuatan pagar di sekeliling kebun yang dibuat setinggi manusia. Tujuan pemagaran ini adalah untuk menghindari hama babi hutan. Pembuatan pagar dilakukan sendiri oleh petani karet pemilik lahan atau diupahkan. Sebagai bahan pagar digunakan batang pohon tegakan besar yang sengaja tidak potong-potong dalam kegiatan pembukaan lahan, dan sisa pembakaran dengan kawat serta paku sebagai bahan pelengkap. Penanaman Setelah pemagaran selesai, dilanjutkan dengan pemasangan ajir untuk tanaman karet. Kegiatan penanaman bibit karet dan padi dapat dilakukan

29 122 bersamaan waktunya, atau dapat juga menanam padi lebih dahulu baru menanam karet. Kegiatan ini dilakukan dengan cara bergotong-royong. Adapun jenis bibit karet yang ditanam tergantung dari kemampuan/modal yang dimiliki oleh pemilik lahan. Ada tiga macam bibit yang biasa digunakan yaitu : 1. Bibit lokal, yang dicabut dari kebun sendiri biasanya gratis. 2. Mata tidur, dimana petani membeli mata tidur seharga Rp 500/buah dan mereka melakukan okulasi sendiri. 3. Polybag, yaitu bibit karet siap tanam dalam polybag. Harganya relatif mahal jika dibandingkan dengan bibit lokal dan mata tidur sekitar Rp 2000/buah. Penanaman padi dilakukan sendiri oleh pemilik lahan atau kadang-kadang diupahkan. Setelah tanam padi dilakukan kegiatan pemeliharaan, yaitu penyiangan dan pemupukan yang dilakukan sendiri oleh pemilik lahan atau diupahkan. Penanaman padi dan tanaman sela dilakukan hingga tahun kedua atau ketiga. Pemanenan Pada karet teknis (klon) kegiatan pemanenan dilakukan setelah pohon pohon karet berumur 5-7 tahun, sedangkan untuk karet alam relatif lebih lama dari kebun karet. Kegiatan penyadapan getah karet dilakukan setiap hari dan dilakukan secara sendiri-sendiri. Terdapat pula sistim bagi hasil dalam pemanenan tergantung pada kondisi produksi getah. Sistem bagi hasil 2:1, jika kondisi produksi getah sudah lewat dari masa produksi optimum, 2 bagian untuk pemotong dan 1 bagian untuk pemilik. Dalam kondisi produksi getah optimum

30 123 dan karet teknis yang produksinya tinggi, sistem bagi hasil adalah 1:1, satu bagian untuk pemotong dan satu bagian untuk pemilik. Pengolahan Pengolahan getah karet yang dilakukan masih sederhana, yaitu dengan cara melakukan pemasakan dengan asam anti koagulasi kemudian merendamnya, hasilnya disebut slab. Di pasar, harga slab ini jauh lebih murah jika dibandingkan dengan karet sheet dan crepe. Namun kendala yang dihadapi dalam kegiatan pengolahan karet sheet dan crepe adalah jauhnya jarak antara rumah dengan lokasi kebun karet, karena untuk melakukan pengolahan karet sheet dan crepe hasil sadapan harus diangkut setiap hari. Pada tingkat pedagang pengumpul, harga karet sheet dan crepe tidak jauh berbeda dengan harga karet slab, sehingga tidak ada insentif bagi petani karet. Pemasaran Penjualan getah karet biasanya dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu. Petani karet menjual hasil produksinya langsung kepada pedagang pengumpul yang datang ke desa sekitar eks-areal RKI. Petani karet mempunyai kebebasan untuk memilih pedagang pengumpul yang membeli dengan harga tinggi. Beberapa petani karet menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul tertentu, hal ini terjadi karena pedagang pengumpul tersebut masih kerabat, atau mereka mempunyai perjanjian tersendiri dengan pedagang pengumpul tersebut, misalnya petani karet mempunyai hutang yang akan dibayar dengan hasil produksi getah karet selama satu atau dua minggu. Dalam kasus lain, pedagang pengumpul tersebut memiliki banyak kebun dan kebun karet tersebut dikelola sebagai sistem bagi hasil, sehingga bagi si

31 124 penyadap ada loyalitas kepada si pemilik kebun karet jika si pemilik kebun karet tersebut merangkap sebagai pedagang pengumpul. Namun demikian pemilik kebun karet tersebut membeli getah karet dengan harga yang relatif sama dengan pedagang pengumpul yang lain. 4. Kependudukan Secara umum, di sekitar eks-areal RKI terdapat rumah tangga yang tersebar di 9 desa pada empat wilayah kecamatan yang berbatasan langsung dengan eks-areal RKI (Kecamatan: Tabir Ulu (Kabupaten Merangin), Pelepat, Lembur Lubuk Mengkuang dan Rantau Pandan (Kabupaten Bungo). Hingga tahun 2003, secara keseluruhan jumlah penduduk di desa-desa tersebut sebanyak jiwa dengan sex-ratio sebesar 85. Secara terperinci, variasi kependudukan di desa sekitar eks-areal RKI dapat dilihat pada Tabel 24. Dilihat dari tingkat kepadatan penduduk maupun rumah tangga, desa-desa sekitar RKI tergolong memiliki kepadatan yang relatif rendah. Kepadatan rumah tangga tercatat antara 2-7 rumah tangga tiap km 2, sementara kepadatan penduduk antara 8-31 jiwa/km 2. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Desa Renah Sungai Ipuh, Kecamatan Lembur Lubuk mengkuang, sedangkan kepadatan penduduk terendah ditemui di Desa Sungai Tabir, Kecamatan Tabir Ulu. Pada lokasi lokasi survei yang dilakukan di Kecamatan Lembur Lubuk Mengkuang dan Pelepat, jumlah rumah tangga di sekitar eks-areal RKI tercatat sebanyak 492 rumah tangga, dengan jumlah penduduk hingga tahun 2003 sebanyak jiwa. Tingkat kepadatan rata-rata untuk penduduk dan rumah tangga juga tergolong relatif rendah, masing-masing adalah 27 jiwa/km 2 dan 1 rumah tangga/km 2.

32 Tabel 24. Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk dan Rumah Tangga di Desa Sekitar Lokasi Penelitian No Kecamatan/Desa Luas (KM 2 ) Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah Rumah Tangga (RT) Kepadatan 125 Jiwa/KM 2 RT/KM 2 Tabir Ulu 1 Batang Kibul Telentam Sungai Tabir Air Liki Lembur Lubuk Mengkuang * 5 6 Pemunyian** Renah Sei Ipuh** Pelepat* 7 Batu Kerbau** Rantau Pandan 8 Muara Buat Lubuk Beringin Total Keterangan : * dan ** masing-masing merupakan kecamatan dan desa-desa lokasi survei Penelitian Sumber : 1. Kecamatan Tabir Ulu Dalam Angka, Kecamatan Pelepat Dalam Angka, Kecamatan Lembur Lubuk Mengkaung Dalam Angka, Kecamatan Rantau Pandan Dalam Angka, 2003

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan Areal konsesi hutan PT. Salaki Summa Sejahtera merupakan areal bekas tebangan dari PT. Tjirebon Agung yang berdasarkan SK IUPHHK Nomor

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Secara geografis Kabupaten Tebo terletak diantara titik koordinat 0 52 32-01 54 50 LS dan 101 48 57-101 49 17 BT. Beriklim tropis dengan ketinggian

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

BAB IV. 4.1 Letak PT. Luas areal. areal kerja PT. PT Suka Jaya. areal Ijin Usaha. Kabupaten

BAB IV. 4.1 Letak PT. Luas areal. areal kerja PT. PT Suka Jaya. areal Ijin Usaha. Kabupaten BAB IV KODISI UMUM LOKASI PEELITIA 4.1 Letak dan Luas Areal PT Suka Jaya Makmur merupakan salah satu anak perusahaan yang tergabungg dalam kelompok Alas Kusuma Group dengan ijin usaha berdasarkan Surat

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal HPH PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat 111 0 39 00-112

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 37 IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang merupakan kawasan hutan produksi yang telah ditetapkan sejak tahun

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe vegetasi hutan tertua yang menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah hujan sekitar 2000-4000

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 22 BAB IV KODISI UMUM LOKASI PEELITIA 4.1 Letak dan Luas Areal PT Suka Jaya Makmur merupakan salah satu anak perusahaan yang tergabung dalam kelompok Alas Kusuma Group berdasarkan Surat Keputusan IUPHHK

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili Secara administratif pemerintah, areal kerja IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili dibagi menjadi dua blok, yaitu di kelompok Hutan Sungai Serawai

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah dan Dasar Hukum Kelompok hutan Sungai Meranti-Sungai Kapas di Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) ditunjuk untuk dijadikan sebagai lokasi

Lebih terperinci

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 40 IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah Pengelolaan Hutan Pengusahaan hutan atas nama PT. Sari Bumi Kusuma memperoleh izin konsesi pengusahaan hutan sejak tahun 1978 sejak dikeluarkannya Forest

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PERUSAHAAN

KONDISI UMUM PERUSAHAAN KONDISI UMUM PERUSAHAAN Sejarah Kebun PT. National Sago Prima dahulu merupakan salah satu bagian dari kelompok usaha Siak Raya Group dengan nama PT. National Timber and Forest Product yang didirikan pada

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Pulosari Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun, kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari terdiri dari

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI

BAB III KONDISI UMUM LOKASI BAB III KONDISI UMUM LOKASI 3.1 Letak Geografis dan Luas Areal Berdasarkan letak geografis, areal PT. SBK blok sungai Delang terletak pada posisi 01 24-01 59 Lintang Selatan dan 114 42-111 18 Bujur Timur,

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas Daerah penelitian mencakup wilayah Sub DAS Kapuas Tengah yang terletak antara 1º10 LU 0 o 35 LS dan 109 o 45 111 o 11 BT, dengan luas daerah sekitar 1 640

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 14 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Perusahaan Pemerintah melalui keputusan Menteri Kehutanan No 329/Kpts-II/1998 tanggal 27 Februari 1998 memberikan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara GAMBARAN UMUM Wilayah Sulawesi Tenggara Letak dan Administrasi Wilayah Sulawesi Tenggara terdiri atas Jazirah dan kepulauan terletak antara 3 o - 6 o Lintang selatan dan 12 45' bujur timur, dengan total

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan PT Mamberamo Alasmandiri merupakan perusahaan PMDN yang tergabung dalam KODECO GROUP. Didirikan pada tanggal 5 Desember 1991 dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Aseupan Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun 2014, kondisi tutupan lahan Gunung Aseupan terdiri

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan PT. Mamberamo Alasmandiri merupakan perusahaan PMDN yang tergabung dalam KODECO GROUP. Didirikan pada tanggal 5 Desember tahun 1991 dengan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal ,31 ha secara geografis

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal ,31 ha secara geografis 19 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Administrasi Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal 22.249,31 ha secara geografis terletak diantara 105⁰ 02 42,01 s/d 105⁰ 13 42,09 BT dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas KAJIAN UMUM WILAYAH Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Kawasan Transmigrasi dirancang dengan kegiatan utamanya pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Karang Citra Landsat 7 liputan tahun 2014 menunjukkan bahwa kondisi tutupan lahan Gunung Karang terdiri dari hutan, hutan tanaman

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat Menurut Lampung Barat Dalam Angka (213), diketahui bahwa Kabupaten Lampung Barat

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 2.1. Aspek Geografi dan Demografi 2.1.1. Aspek Geografi Kabupaten Musi Rawas merupakan salah satu Kabupaten dalam Provinsi Sumatera Selatan yang secara geografis terletak

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. ± 30 km atau sekitar 2 jam jarak tempuh, sementara menuju Kabupaten Aceh

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. ± 30 km atau sekitar 2 jam jarak tempuh, sementara menuju Kabupaten Aceh BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Kondisi Geografis Desa Suka Damai merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Gereudong Pase, Kabupaten Aceh Utara. Ibu kota kecamatan ini berada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebakaran hutan di Jambi telah menjadi suatu fenomena yang terjadi setiap tahun, baik dalam cakupan luasan yang besar maupun kecil. Kejadian kebakaran tersebut tersebar dan melanda

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 45 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi Administrasi Secara geografis, Kabupaten Garut meliputi luasan 306.519 ha yang terletak diantara 6 57 34-7 44 57 Lintang Selatan dan 107 24 3-108 24 34 Bujur Timur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk 11 KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi Desa Lamajang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah 1474 ha dengan batas desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

Landasan Hukum : SK. Menhut No. SK. 60/Menhut-II/2005 tanggal 9 Maret 2005

Landasan Hukum : SK. Menhut No. SK. 60/Menhut-II/2005 tanggal 9 Maret 2005 Landasan Hukum : SK. Menhut No. SK. 60/Menhut-II/2005 tanggal 9 Maret 2005 Lokasi : Desa Seneng, Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat RPH Maribaya, BKPH Parung Panjang, KPH Bogor,

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Luas HPGW secara geografis terletak diantara 6 54'23'' LS sampai -6 55'35'' LS dan 106 48'27'' BT sampai 106 50'29'' BT. Secara administrasi pemerintahan HPGW

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Letak dan Batas Letak suatu wilayah adalah lokasi atau posisi suatu tempat yang terdapat di permukaan bumi. Letak suatu wilayah merupakan faktor yang sangat

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis KPHL Batutegi terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis KPHL Batutegi terletak pada BT dan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara geografis KPHL Batutegi terletak pada 104 27-104 54 BT dan 5 5-5 22 LS. KPHL Batutegi meliputi sebagian kawasan Hutan Lindung

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG Geografis dan Administrasi Kabupaten Sintang mempunyai luas 21.635 Km 2 dan di bagi menjadi 14 kecamatan, cakupan wilayah administrasi Kabupaten Sintang disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian Pinus merkusii strain Kerinci: Satu-satunya jenis pinus yang menyebar melewati khatulistiwa ke bagian bumi lintang selatan hingga sekitar o L.S. Belum dikembangkan atau dibudidayakan secara luas di Indonesia.

Lebih terperinci

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU Oleh NUR ANITA SETYAWATI, 0706265705 Gambaran Umum DAS SIAK Sungai Siak adalah sungai yang paling dalam di Indonesia, yaitu dengan kedalaman sekitar 20-30 meter. Dengan Panjang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah 71 IV. GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Kabupaten Way Kanan Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah Kabupaten Lampung Utara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 12

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 32 BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Wilayah Desa Sumberejo terletak di Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah. Secara astronomis, terletak pada 7 32 8 15

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Belitung Timur adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Bangka Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak tanggal 25 Februari

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN 35 IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Barat Menurut Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (2011) bahwa Kabupaten Lampung Barat dengan ibukota Liwa merupakan pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci