KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb."

Transkripsi

1

2 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2011 yang menampilkan Penutupan Lahan pada Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan Lain berdasarkan penafsiran citra Landsat 7 ETM+ liputan tahun 2011 untuk seluruh wilayah Indonesia. Buku Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2011 merupakan pembaharuan hasil rekalkulasi sumber daya hutan tahun 2009/2010. Pada edisi tahun 2011 ini, rekalkulasi penutupan lahan Indonesia disajikan untuk wilayah 33 provinsi. Beberapa penyempurnaan juga telah dilakukan, antara lain pada penggunaan data digital kawasan hutan untuk Provinsi Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Tenggara yang bersumber pada Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan terbaru tahun Data dan informasi yang tersaji dalam buku ini merupakan basis data penutupan lahan yang dapat diolah lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan pengguna. Diharapkan data dan informasi penutupan lahan di dalam dan di luar kawasan hutan dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam pembangunan baik secara regional maupun nasional serta dapat mendukung perencanaan pembangunan wilayah yang terintegrasi sebagai satu kesatuan ekosistem. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembangunan kehutanan dengan memperhatikan berbagai komitmen tentang pembangunan kehutanan yang mengacu pada Resource Base Management. Wassalamu alaikum wr.wb. Jakarta, November 2012 Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Ir. Yuyu Rahayu.MSc NIP Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2011 i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Hal i ii iii iv v BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 3 C. Sasaran... 3 D. Ruang Lingkup... 3 BAB II METODOLOGI... 5 A. Sumber Data... 5 B. Analisa dan Penyajian Data... 8 BAB III HASIL REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN A. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia B. Rekalkulasi pada Kawasan Hutan Konservasi (KSA-KPA) 15 C. Rekalkulasi pada Kawasan Hutan Lindung (HL) D. Rekalkulasi pada Kawasan Hutan Produksi Hutan Produksi Tetap (HP) Hutan Produksi Terbatas (HPT) Hutan Produksi yang dapat di-konversi (HPK) E. Rekalkulasi pada Areal Penggunaan Lain (APL) BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan B. Saran dan Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2011 ii

4 DAFTAR TABEL TABEL Hal Tabel III.1 Penutupan Lahan Indonesia (Ribu Ha) 11 Tabel III.2 Penutupan Lahan Berhutan pada 7 (Tujuh) Kelompok 13 Pulau/Kepulauan Besar (Ribu Ha) Tabel III.3 Sebaran Penutupan Lahan Berhutan di Indonesia 14 Tabel III.4 Kondisi Penutupan Lahan Berhutan (Ribu Ha) 15 Tabel III.5 Luas Penutupan Lahan pada Kawasan Hutan 17 Konservasi per Provinsi (Ribu Ha) Tabel III.6 Luas Penutupan Lahan pada Kawasan Hutan 20 Lindung per Provinsi (Ribu Ha) Tabel III.7 Luas Penutupan Lahan pada Kawasan Hutan 22 Produksi Tetap per Provinsi (Ribu Ha) Tabel III.8 Luas Penutupan Lahan pada Kawasan Hutan 25 Produksi Terbatas per Provinsi (Ribu Ha) Tabel III.9 Luas Penutupan Lahan pada Kawasan Hutan 27 Produksi yang dapat di-konversi per Provinsi (Ribu Ha) Tabel III.10 Luas Penutupan Lahan pada Areal Penggunaan Lain 29 per Provinsi (Ribu Ha) Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2011 iii

5 DAFTAR GAMBAR GAMBAR Hal Gambar 1 Bagan Alur Proses Rekalkulasi Penutupan Lahan 9 Gambar 2 Peta Penutupan Lahan Indonesia Tahun Gambar 3 Diagram Penutupan Lahan Indonesia Tahun Gambar 4 Diagram Penutupan Lahan Indonesia di Dalam 12 dan di Luar Kawasan Hutan (APL) Gambar 5 Diagram Penutupan Lahan Indonesia per Fungsi 12 Kawasan Hutan Gambar 6 Diagram Penutupan Lahan Berhutan pada 7 (Tujuh) 13 Kelompok Pulau/Kepulauan Besar Gambar 7 Diagram Penutupan Lahan Berhutan Indonesia 14 di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan Gambar 8 Diagram Kondisi Penutupan Lahan Berhutan 15 Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2011 iv

6 DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN Hal Lampiran 1 Luas Penutupan Lahan Di Dalam dan Di Luar Kawasan Hutan Seluruh Indonesia Lampiran 2 Luas Penutupan Lahan Berdasarkan 23 Kelas Penutupan dan Peta Penutupan Lahan Indonesia dan per Pulau Lampiran 3 Luas Penutupan Lahan Berdasarkan 23 Kelas Penutupan dan Peta Penutupan Lahan Indonesia dan per Provinsi vi vii viii Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2011 v

7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak dalam lintasan distribusi keanekaragaman hayati benua Asia (Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan) dan benua Australia (Pulau Papua) serta sebaran wilayah peralihan Wallacea (Pulau Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara). Indonesia memiliki hutan tropis ketiga terluas di dunia setelah Brazil dan Zaire yaitu sebesar 10 % dari sumber daya hutan yang ada di dunia sehingga sangat penting peranannya sebagai bagian dari paru-paru dunia serta penyeimbang iklim global. Selain itu, hamparan hutan tropis tersebut mempunyai peranan yang strategis dari aspek ekonomi, lingkungan dan sosial budaya.. Dalam tataran global, keanekaragaman hayati Indonesia menduduki posisi kedua di dunia setelah Columbia sehingga keberadaannya perlu dipertahankan sejalan dengan berbagai inisiatif tentang pengendalian perubahan iklim melalui pengurangan deforestasi dan degradasi hutan. Sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa ini, hutan harus dikelola bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan menjamin luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional, sehingga dapat memberikan manfaat ekologi, sosial dan ekonomi secara simultan, optimal dan berkesinambungan bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang, sebagaimana diamanatkan pada pasal 3 Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari melalui optimalisasi manfaat hutan, pemerintah telah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan secara proporsional dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai dan atau pulau, yaitu minimal 30 % (tiga puluh persen), seperti dituangkan pada pasal 18 UU No. 41 tahun Kawasan hutan dimaksud kemudian dideliniasi sesuai dengan fungsinya, yaitu sebagai hutan konservasi, lindung atau produksi. Sementara itu penutupan lahan pada kawasan hutan, terutama yang terkait dengan tutupan hutan sangat dinamis dan berubah dengan cepat dimana kondisi hutan semakin menurun dan berkurang luasnya. Berdasarkan data yang ada, luas hutan selama periode untuk tiga pulau besar Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

8 (Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi) telah berkurang seluas ± 1,6 juta ha/tahun. Sedangkan perhitungan untuk lima pulau besar, yaitu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan Maluku menunjukkan luas penutupan hutan telah berkurang seluas ± 1,8 juta ha/tahun, atau lebih dari 21 juta ha selama kurun waktu tersebut yang setara dengan luas Pulau Jawa. Untuk periode laju pengurangan hutan di dalam kawasan hutan mencapai angka ± 2,84 juta ha/tahun atau ± 8,5 juta ha selama 3 tahun. Sedangkan data berdasarkan citra SPOT Vegetation didapatkan angka pengurangan penutupan berhutan sebesar 1,08 juta ha/tahun ( ), dan berdasarkan citra MODIS sebesar 0,72 juta ha/tahun ( ). Pada periode didapatkan angka deforestasi Indonesia sebesar 1,17 juta ha/tahun. Selanjutnya pada periode terjadi penurunan deforestasi menjadi sebesar 0,83 juta ha/th. Untuk periode terjadi penurunan angka deforestasi menjadi sebesar 0,45 juta ha/th. Kerusakan hutan dan lahan telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan masyarakat antara lain dengan terjadinya banjir, tanah longsor, erosi dan sedimentasi, hilangnya biodiversity dan pendapatan negara dari hasil kayu menurun drastis. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan penutupan hutan di Indonesia. Beberapa kegiatan yang ditengarai sebagai penyebab pengurangan luas hutan masih berupa konversi kawasan hutan untuk tujuan pembangunan sektor lain yaitu untuk perkebunan, pertanian, pemukiman/transmigrasi; perdagangan kayu ilegal (illegal trading) ataupun penebangan liar (illegal logging); perambahan dan okupasi lahan serta kebakaran hutan. Masih tingginya tekanan terhadap keberadaan hutan telah terdeteksi oleh upaya monitoring sumber daya hutan secara periodik dengan interval 3 (tiga) tahunan selama tahun 2000 s/d Sejak tahun 2011, monitoring sumber daya hutan dilakukan secara periodik tahunan. Diharapkan dari hasil monitoring dapat meningkatkan akurasi data untuk mengetahui: Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

9 1. kondisi hutan Indonesia terkini sebagai bahan pendukung dalam perencanaan pembangunan kehutanan di masa yang akan datang; 2. laju perubahan penutupan hutan sebagai bahan monitoring dan pengawasan terhadap pengelolaan hutan yang telah dilaksanakan; 3. kecenderungan perubahannya di masa yang akan datang sehingga dapat diantisipasi perubahan ke arah yang tidak diinginkan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dilakukan rekalkulasi atau penghitungan kembali terhadap keberadaan dan luas tutupan lahan berhutan dan tidak berhutan pada kawasan hutan dan areal penggunaan lain. Penghitungan kembali penutupan lahan Indonesia dilakukan berdasarkan hasil penafsiran citra Landsat 7 ETM+ liputan tahun 2011 serta penyajiannya berdasarkan Peta Dasar Tematik Kehutanan (PDTK). B. Tujuan Tujuan dilakukan rekalkulasi penutupan lahan adalah untuk menyajikan data kondisi penutupan lahan terbaru pada kawasan hutan (hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi) dan areal penggunaan lain di daratan Indonesia sebagai bahan dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan secara lestari (Sustainable Forest Management), mulai dari aspek perencanaan sampai pada pemantauan dan evaluasi. C. Sasaran Tersedianya data dan informasi penutupan lahan terkini di daratan Indonesia, meliputi luas dan sebarannya (peta) pada Hutan Konservasi, Hutan Lindung, dan Hutan Produksi serta Areal Penggunaan Lain. D. Ruang Lingkup Kondisi penutupan lahan di daratan pada 33 provinsi di seluruh Indonesia, baik pada Kawasan Hutan maupun Areal Penggunaan Lain yang dirinci ke dalam 23 kelas penutupan lahan (tidak termasuk tubuh air ; danau,sungai besar, laut (kawasan konservasi perairan)), kelompok hutan, non hutan dan tidak ada data serta tipe hutan (primer, sekunder dan tanaman). Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

10 Contoh Citra satelit Landsat 7 ETM+, Pulau Sumatera Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

11 BAB II METODOLOGI A. Sumber Data Data yang digunakan dalam rekalkulasi penutupan lahan adalah data digital yang tersedia pada Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan pada tingkat ketelitian skala 1: Data tersebut meliputi: 1. Data Dasar Tematik Kehutanan (PDTK) skala 1 : Data digital penutupan lahan hasil penafsiran citra Landsat 7 ETM+ liputan tahun Penutupan lahan diklasifikasi menjadi 23 kelas, yaitu sebagai berikut: a. Hutan; 1. Hutan lahan kering primer 2. Hutan lahan kering sekunder 3. Hutan rawa primer 4. Hutan rawa sekunder 5. Hutan mangrove primer 6. Hutan mangrove sekunder 7. Hutan tanaman * b. Non Hutan; 8. Semak/Belukar 9. Belukar rawa 10. Padang rumput 11. Perkebunan 12. Pertanian lahan kering 13. Pertanian lahan kering dan Semak 14. Transmigrasi 15. Sawah 16. Tambak 17. Tanah Terbuka 18. Pertambangan 19. Pemukiman 20. Rawa 21. Pelabuhan Udara/Laut c. Tidak Ada Data; 22. Awan 23. Tidak Ada Data Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

12 Ket. * : Hutan tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah kelas penutupan lahan yang merupakan hasil budidaya manusia meliputi seluruh hutan tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Legenda berikut menampilkan klasifikasi 23 kelas penutupan lahan: Tubuh air (danau, sungai besar, laut (kawasan konservasi perairan)) tidak termasuk dalam penghitungan penutupan lahan. Akurasi Penafsiran Sebagai sebuah produk penafsiran, peta penutupan lahan yang dihasilkan sangat mungkin mengandung kesalahan. Untuk dapat mengetahui seberapa besar tingkat kesalahan peta penutupan lahan dan seberapa besar tingkat kepercayaan kita terhadap hasil penafsiran tersebut maka perlu dilakukan penilaian akurasi (accuracy assessment). Akurasi dalam analisa citra inderaja diukur dengan cara memperbandingkan antara hasil analisa dengan suatu data referensi yang dianggap benar atau memiliki akurasi tinggi dalam menyajikan keadaan sebenarnya. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

13 Data referenssi yang dianggap benar atau memiliki akurasi tinggi dapat berupa data hasil ground truth (cek lapangan), citra inderaja dengan resolusi yang lebih tinggi atau peta yang diturunkan dari foto udara atau citra resolusi yang lebih tinggi. Penganggapan benar di sini tentu saja dengan suatu pengertian bahwa dalam beberapa hal, data referensi juga mengandung kesalahan, tetapi tentu saja tingkatannya jauh lebih kecil dibandingkan dengan hasil analisa citra. Accuracy assessment menggambarkan tingkat perbedaan antara hasil analisa citra dengan data referensi. Konsekwensinya, jika data referensi yang digunakan memiliki akurasi yang rendah, maka nilai assessment dari hasil klasifikasi dapat menjadi lebih rendah meskipun sebenarnya cukup akurat. Berdasarkan hal ini maka data referensi harus memiliki tingkat kemiripan yang tinggi dengan keadaan sebenarnya pada waktu yang sama dengan waktu perekaman data (data capturing) citra inderaja. Oleh karena itu sangat penting memperhatikan aspek temporal. Analisa citra atau klasifikasi citra satelit menghasilkan suatu file dimana dalam file itu telah didefinisikan setiap kenampakan yang ada di dalam citra satelit dengan suatu kelas liputan lahan tertentu. Hal ini membutuhkan validasi kebenaran setiap kelas dengan kondisi actual di lapangan. Validasi hasil klasifikasi citra biasa dilakukan dengan cara pendekatan sampling. Sampling dilakukan dengan cara memperbandingkan antara hasil klasifikasi dengan kondisi actual di dunia nyata. Perbandingan ini dapat dilakukan dengan cara Error Matrix. Dalam menentukan Error Matrix diperlukan titik-titik sample. Titik sample dikumpulkan dengan metoda sampling yang tepat. Metoda sampling yang dipakai tergantung pada disain strategi sampling, jumlah sample yang harus dikumpulkan, dan luasan area sample. Metoda sampling yang direkomendasikan dalam konteks kegiatan land cover maping adalah metoda simple random sampling atau stratified random sampling. Akurasi penafsiran penutupan lahan dengan menggunakan citra satelit resolusi sedang Landsat di Direktorat Jenderal dilakukan dengan melaksanakan cek lapangan (ground truthing). Hasil perhitungan overall accuracy menghasilkan angka akurasi 88% untuk penutupan lahan 23 kelas dan 98% untuk penutupan hutan/non hutan. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

14 3. Data digital kawasan hutan bersumber dari peta lampiran SK Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan untuk 26 provinsi (Tahun ), 5 (lima) provinsi yaitu Provinsi Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Timur, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tenggara menggunakan data digital Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan yang terbaru tahun 2011 sedangkan untuk Provinsi Riau dan Kepulauan Riau bersumber dari Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK). Kawasan Hutan berdasarkan fungsinya terdiri dari Hutan Lindung, Hutan Konservasi (KSA-KPA dan Taman Buru), Hutan Produksi (Hutan Produksi Tetap (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK). Data tersebut tidak bisa dijadikan sebagai acuan mengenai garis batas dan fungsi kawasan hutan di lapangan.data tabular luas kawasan hutan berdasarkan SK Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan per Provinsi bersumber dari Tabel Perkembangan Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan per Provinsi Tahun 2011 (Direktorat Pengukuhan dan Penata gunaan Kawasan Hutan). B. Analisa dan Penyajian Data Rekalkulasi penutupan lahan dilaksanakan melalui analisa data penutupan lahan pada kawasan hutan provinsi dengan menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis. Tahapan rekalkulasi adalah sebagai berikut : 1. Penyiapan data digital kawasan hutan dan penutupan lahan provinsi yang diadjust ke PDTK. 2. Overlay data digital penutupan lahan dengan data kawasan hutan, 3. Penghitungan luas penutupan lahan di daratan pada setiap fungsi kawasan hutan dan areal penggunaan lain. Tubuh air (danau, sungai besar, laut (kawasan konservasi perairan)) tidak termasuk dalam penghitungan. Dalam penghitungan luas menggunakan spesifikasi: Proyeksi yang digunakan adalah Mercator, spheroid WGS 84, angka luas dibulatkan ke dalam ribu ha. 4. Penyajian luas dan sebaran penutupan lahan pada kawasan hutan dan areal penggunaan lain dalam bentuk peta, diagram dan tabel. Proses selengkapnya disajikan pada Gambar 1. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

15 Penutupan Lahan Provinsi di atas PDTK Kawasan Hutan Provinsi di atas PDTK OVERLAY PENGHITUNGAN LUAS Hasil Penghitungan Luas Penutupan Lahan per Provinsi Di Dalam dan Di Luar Kawasan Hutan Peta Penutupan Lahan per Provinsi Gambar 1. Bagan Alur Proses Rekalkulasi Penutupan Lahan Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

16 BAB III HASIL REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN A. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Salah satu hasil kegiatan rekalkulasi penutupan lahan Indonesia berdasarkan data digital hasil penafsiran citra Landsat 7 ETM+ liputan tahun 2011 berupa Peta Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2011 yang tersaji pada Gambar 2. Sumber : Data Digital Penutupan Lahan Hasil Penafsiran Citra Landsat 7 ETM+ Liputan Tahun 2011 Gambar 2. Peta Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2011 Kalkulasi penutupan lahan dilakukan terhadap seluruh daratan Indonesia seluas 187,8 juta ha yaitu pada 7 (tujuh) kelompok pulau/kepulauan besar atau 33 provinsi, yang terdiri dari kawasan hutan daratan seluas 131,3 juta ha atau 69,9 % dan Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 56,,6 juta ha atau 30,1 % (Tabel III.1). Persentase dihitung terhadap luas seluruh daratan Indonesia (187,8 juta ha). Tubuh air (danau, sungai besar, laut (kawasan konservasi perairan)) tidak termasuk dalam penghitungan. Hasil rekalkulasi penutupan lahan selengkapnya adalah: 1. Luas penutupan lahan berhutan seluruh daratan Indonesia adalah 98,7 juta ha atau 52,5 % dan non hutan seluas 89,2 juta ha atau 47,5 %. (Tabel III.1dan Gambar 3). Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

17 Gambar 3. Diagram Penutupan Lahan Indonesia Tahun Dari luas kawasan hutan daratan sebesar 69,9 % atau 131,3 juta ha terdiri dari 48,0 % atau 90,1 juta ha masih berhutan dan 21,9 % atau 41,2 juta ha merupakan lahan tidak berhutan (non hutan). (Tabel III.1). Persentase dihitung terhadap luas seluruh daratan Indonesia (187,8 juta ha). Tabel III.1 Penutupan Lahan Indonesia (Ribu Ha) PENUTUPAN LAHAN HUTAN TETAP KAWASAN HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah APL HPK Jumlah % Jumlah % TOTAL % A. Hutan 15,987 24,763 18,812 20,269 79,831 10,279 90, , , B. Non hutan 5,245 7,448 4,007 13,875 30,575 10,590 41, , , C. Tidak ada data Total 21,233 32,211 22,819 34, ,407 20, , , , Ket. Tubuh air (danau, sungai besar, laut (kawasan konservasi perairan) tidak termasuk dalam penghitungan. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

18 Gambar 4. Diagram Penutupan Lahan Indonesia di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan (APL) Gambar 5. Diagram Penutupan Lahan Indonesia per Fungsi Kawasan Hutan Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

19 3. Penyebaran penutupan lahan berhutan pada kawasan hutan daratan menurut kelompok pulau/kepulauan besar, yang terluas terdapat di Pulau Papua yaitu seluas 32,8 juta ha atau 33,2 % dari luasan total lahan berhutan di daratan Indonesia sebesar 98,7 juta ha, dan Kalimantan seluas 26,0 juta ha atau 26,4 %, sedangkan yang terkecil adalah pada Pulau Bali dan Nusa Tenggara seluas 1,6 juta ha atau 1,6 %. Pulau-pulau yang lain memiliki luas penutupan lahan hutan kurang dari 15,0 %. Data selengkapnya tersaji pada Tabel III.2 dan Gambar 6. Tabel III.2 Penutupan Lahan Berhutan pada 7 (Tujuh) Kelompok Pulau/Kepulauan Besar (Ribu Ha) KAWASAN HUTAN NO. PULAU/ KEPULAUAN HUTAN TETAP HPK Jumlah % APL % TOTAL KSA-KPA HL HPT HP Jumlah 1 SUMATERA 3, , , , , , , , JAWA , , , , KALIMANTAN 3, , , , , , , , , SULAWESI 1, , , , , , , BALI NUSATGR , , , , MALUKU , , , , , , PAPUA 6, , , , , , , ,417.3 Total 15, , , , , , , , ,686.0 Ket. Tubuh air (danau, sungai besar, laut (kawasan konservasi perairan) tidak termasuk dalam penghitungan. Gambar 6. Diagram Penutupan Lahan Berhutan pada 7 (Tujuh) Kelompok Pulau/Kepulauan Besar Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

20 4. Berdasarkan sebaran pada fungsi hutan, penutupan lahan berhutan pada kawasan hutan daratan seluruh Indonesia meliputi 15,9 juta ha atau 75,3 % terdapat pada kawasan hutan konservasi, 24,8 juta ha atau 76,9 % pada kawasan hutan lindung dan 49,4 juta ha atau 63,4 % pada kawasan hutan produksi. Lahan berhutan pada areal penggunaan lain seluas 8,6 juta ha atau 15,2 % (Tabel III.3). Persentase dihitung terhadap luas daratan masing-masing per fungsi. NO Tabel III.3 Sebaran Penutupan Lahan Berhutan di Indonesia PENUTUPAN LAHAN LUAS LAHAN BERHUTAN (Ribu Ha) LUAS PER FUNGSI (Ribu Ha) 1 Kawasan Hutan Konservasi (KSA-KPA) 15, , Kawasan Hutan Lindung 24, , Kawasan Hutan Produksi a. HPT 18, , b. HP 20, , c. HPK 10, , sub Total 49, , Total Kawasan Hutan ( ) 90, , Areal Penggunaan Lain 8, , Total ( ) 98, , Ket. Tubuh air (danau, sungai besar, laut (kawasan konservasi perairan) tidak termasuk dalam penghitungan. % 30,000 60,000 Luas (Ribu Ha) 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 15,987 24,763 18,812 20,269 10,279 8,575 Luas (Ribu Ha) 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 15,987 24,763 49,360 8,575 0 KSA- KPA HL HPT HP HPK APL 0 Hutan Konservasi Hutan Lindung Hutan Produksi Areal Penggunaan Lain Fungsi Kawasan Fungsi Kawasan Gambar 7. Diagram Penutupan Lahan Berhutan Indonesia Di Dalam dan Di Luar Kawasan Hutan 5. Kondisi tutupan hutan pada daratan di kawasan hutan dan areal penggunaan lain dapat dikelompokkan atas hutan primer, hutan sekunder dan hutan tanaman (Tabel III.4). Dari penutupan lahan berhutan seluas 98,7 juta ha, 46,4 juta ha atau 47,0 % merupakan hutan primer, 47,9 juta ha atau 48,6 % merupakan hutan sekunder dan selebihnya merupakan hutan tanaman, yaitu seluas 4,3 juta ha (4,4 %). Kondisi hutan primer terluas pada hutan lindung, sedangkan hutan sekunder umumnya terdapat pada hutan produksi, dan sebagian pada hutan lindung. Hutan tanaman sebagian besar terdapat pada Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

21 hutan produksi. Kondisi hutan pada areal penggunaan lain sebagian besar merupakan hutan sekunder. Tabel III.4 Kondisi Penutupan Lahan Berhutan (Ribu Ha) NO. PENUTUPAN LAHAN KAWASAN HUTAN APL HUTAN TETAP HPK Jumlah % KSA-KPA HL HPT HP Jumlah Jumlah % TOTAL % 1 Hutan primer 11, , , , , , , , Hutan sekunder 4, , , , , , , , , Hutan tanaman * , , , , , Total 15, , , , , , , , , Ket : Tubuh air (danau, sungai besar, laut (kawasan konservasi perairan) tidak termasuk dalam penghitungan. * : Hutan tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah kelas penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh hutan tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun hutan tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan (APL); terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Hutan Tanaman di dalan Kawasan Hutan Konservasi dan Hutan Lindung tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT. Gambar 8. Diagram Kondisi Penutupan Lahan Berhutan Luas penutupan lahan berdasarkan kondisi hutan per fungsi kawasan hutan untuk masing-masing provinsi disajikan pada Lampiran 1. Sedangkan kondisi penutupan lahan berdasarkan 23 kelas penutupan beserta peta per provinsi untuk 33 provinsi disajikan secara lengkap pada Lampiran 3. B. Rekalkulasi pada Kawasan Hutan Konservasi (KSA-KPA) Penutupan lahan pada kawasan Hutan Konservasi meliputi penutupan lahan di kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan taman buru. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

22 Berdasarkan hasil penghitungan luas penutupan lahan pada Hutan Konservasi per provinsi pada Tabel III.5, terlihat bahwa : a. Provinsi-provinsi yang memiliki lahan berhutan lebih dari 80,0 % terhadap luas total kawasan hutan konservasi, untuk wilayah Pulau Sumatera (Provinsi Aceh: 91,6 % atau 780,6 ribu ha dari luasan 852,6 ribu ha, Sumatera Utara: 87,9 % atau 419,3 ribu ha dari luasan 477,1 ribu ha, Sumatera Barat: 90,1 % atau 696,0 ribu ha dari luasan 772,1 ribu ha dan Bengkulu : 82,2 % atau 380,7 ribu ha dari luasan 463,0 ribu ha, Pulau Jawa (Jawa Timur: 91,5 % atau 210,5 ribu ha dari luasan 230,1 ribu ha dan Banten 81,7 % atau 92,3 ribu ha dari luasan 113 ribu ha), Pulau Kalimantan (Kalimantan Barat: 86 % atau seluas 1,3 juta ha dari luasan 1,5 juta ha dan Kalimantan Timur: 81,4 % atau seluas 1,8 juta ha dari luasan 2,2 juta ha), Pulau Sulawesi (Provinsi Sulawesi Utara: 83,7 % atau 204,8 ribu ha dari luasan 245,2 ribu ha, Gorontalo: 95,1 % atau 187,0 ribu ha dari luasan 196,7 ribu ha, Sulawesi Tengah: 89,5 % atau 605,2 ribu ha dari luasan 676,2 ribu ha), Kepulauan Maluku (Provinsi Maluku 91,1 % atau seluas 263,3 ribu ha dari luasan 289,0 ribu ha) dan Pulau Papua (Papua: 81,1 % atau 4,7 juta ha dari luasan 5,8 juta ha). b. Provinsi-provinsi yang memiliki lahan berhutan berkisar 50,0 80,0 % terhadap luas total kawasan hutan konservasi wilayahnya terdapat di Pulau Sumatera (Provinsi Riau: 75,3 % atau 338,3 ribu ha dari luasan 449,0 ribu ha, Jambi: 79,8% atau 539,6 ribu ha dari luasan 676,1 ribu ha, Sumatera Selatan: 50,3 % atau 350,5 ribu ha dari luasan 697,4 ribu ha, Lampung: 55,7 % atau 257,5 ribu ha dari luasan 462,0 ribu ha,); Pulau Jawa (Provinsi Jawa Barat : 76,4 % atau 101,0 ribu ha dari luasan 132,2 ribu ha, Jawa Tengah: 64,9 % atau 10,6 ribu ha dari luasan 16,4 ribu ha), Pulau Sulawesi (Provinsi Sulawesi Selatan: 75,4 % atau 184,3 ribu ha dari luasan 244,5 ribu ha), Pulau Bali dan Nusatenggara (Provinsi Bali: 56,2 % atau 12,8 ribu ha dari luasan 22,9 ribu ha; Kepulauan Maluku (Provinsi Maluku Utara: 55,7 % atau 19,9 ribu ha dari luasan 35,7 ribu ha serta di Pulau Papua ( Provinsi Papua Barat: 77,7 % atau 1,8 juta ha dari luasan 2,3 juta ha). c. Provinsi-provinsi yang memiliki lahan berhutan kisaran 25,0-50,0 % terdapat di Pulau Sumatera (Provinsi Kepulauan Bangka Belitung: 31,4 %), Pulau Kalimantan (Provinsi Kalimantan Selatan: 49,3 % dan Kalimantan Tengah sebesar 31,9 %), Pulau Jawa (Provinsi D.I. Yogyakarta: 41,4%), dan Pulau Bali dan Nusatenggara (Provinsi NTB: 44,4 %). d. Penutupan lahan hutan paling kecil yaitu Provinsi Kepulauan Riau seluas 24,5 ha (1,1 % dari luasan 2,2 ribu ha serta Sumatera Barat seluas 26,3 ha (2,1 % dari luasan 1,3 ribu ha). Data penutupan lahan di kawasan Hutan Konservasi selengkapnya disajikan pada Tabel III.5 berikut ini: Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

23 Tabel III.5 Luas Penutupan Lahan pada Kawasan Hutan Konservasi per Provinsi (Ribu Ha) PENUTUPAN LAHAN NO. PROVINSI HUTAN NON HUTAN Tidak Ada Data TOTAL Primer Sekunder Tanaman * Total % Total % Total % Aceh Sumatera Utara Riau Sumatera Barat Jambi Sumatera Selatan Kepulauan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Kepulauan Riau SUMATERA 2, , , , , Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur JAWA Kalimantan Barat , , Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah , , Kalimantan Timur 1, , ,164.7 KALIMANTAN 2, , , , , Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Sulawesi Selatan SULAWESI , , Bali NTB NTT BALI DAN NUSA TENGGARA Maluku Utara Maluku MALUKU & MALUKU UTARA Papua 3, , , , Papua Barat 1, , ,274.6 PAPUA 5, , , ,025.8 INDONESIA 11, , , , ,232.7 Sumber : Data digital penutupan lahan skala 1 : hasil penafsiran citra landsat 7 ETM+ liputan tahun 2011 Ket : Tubuh air (danau, sungai besar, laut (kawasan konservasi perairan) tidak termasuk dalam penghitungan. * : Hutan tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah kelas penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh hutan tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun hutan tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan (APL); terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Di dalam kawasan Hutan Konservasi, hutan tanaman tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

24 Hutan Konservasi terdiri dari: Kawasan Suaka Alam (KSA), yang meliputi Cagar Alam dan Suaka Margasatwa; Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang meliputi Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam; serta Taman Buru. Masing-masing kawasan memiliki karakteristik yang berbeda sehingga pengelolaannya pun akan berbeda pula. Kondisi penutupan lahan pada kawasan konservasi merupakan bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana pengelolaannya. C. Rekalkulasi pada Kawasan Hutan Lindung (HL) Berdasarkan hasil penghitungan luas penutupan lahan pada Hutan Lindung per provinsi pada Tabel III.6, terlihat bahwa : a. Provinsi Kalimantan Timur memiliki lahan berhutan terluas di dalam kawasan hutan lindungnya yaitu 94,7 % atau 2,6 juta ha dari luasan 2,8 juta ha. Sedangkan provinsi-provinsi yang memiliki lahan berhutan 80,0 % selain Provinsi Kalimantan Timur yaitu Provinsi Aceh (88,3 % atau 1,6 juta ha dari luasan 1,8 juta ha), Jawa Tengah (80,1 % atau 67,7 ribu ha dari luasan 84,4 ribu ha), Gorontalo (87,3 % atau 178,6 ribu ha dari luasan 204,6 ribu ha), Sulawesi Tengah (92,8 % atau 1,4 juta ha dari luasan 1,5 juta ha), Sulawesi Tenggara (82,0 % atau 886,9 ribu ha dari luasan 1,1 juta ha), NTB (82,1 % atau 353,4 ribu ha dari luasan 430,5 ribu ha ), Maluku Utara (86,4 % atau 843,6 ribu ha dari luasan 976,6 ribu ha), Papua (84,0 % atau 7,5 juta ha dari luasan 8,9 juta ha) dan Papua Barat (94,2 % atau 1,5 juta ha dari luasan 1,6 juta ha). b. Provinsi-provinsi yang memiliki lahan berhutan pada kawasan hutan lindungnya pada kisaran 50,0 80,0 % terdapat di Pulau Sumatera (Provinsi Sumatera Barat: 76,5 % atau 605,6 ribu ha dari luasan 791,5 ribu ha, Jambi: 70,3 % atau 134,4 ribu ha dari luasan 191,1 ribu ha, Bengkulu : 71,3 % atau 178,9 ribu ha dari luasan 250,8 ribu ha, Kepulauan Riau: 57,0 % atau 24,5 ribu ha dari luasan 43,0 ribu ha), Pulau Jawa (Provinsi Banten : 60,8 % atau 7,5 ribu ha dari luasan 12,4 ribu ha, DKI Jakarta: 68,5 % atau 30,6 ha dari luasan 44,8 ha, Jawa Barat: 57,5 % atau 167,4 ribu ha dari luasan 291,3 ribu ha, Jawa Tengah: 80,1 % atau 67,7 ribu ha dari luasan 84,4 ribu ha, DI Yogyakarta: 50,3 % atau 1,0 ribu ha dari luasan 2,1 ribu ha dan Jawa Timur: 79,1 % atau 272,8 ribu ha dari luasan 344,7 ribu ha), Pulau Kalimantan (Provinsi Kalimantan Barat: 77,8 % atau 1,8 juta ha dari luasan 2,3 juta ha, Kalimantan Selatan: 70,3 % atau 370,2 ribu ha dari luasan 526,4 ribu ha,), Pulau Sulawesi (Provinsi Sulawesi Utara: 63,1 % atau 114,1 ribu ha dari luasan 180,8 ribu ha, Sulawesi Barat: 72,6 % atau 492,0 ribu ha dari luasan 677,9 ribu ha, Sulawesi Selatan: 67,6 % atau 833,4 ribu ha dari luasan 1,2 juta ha), Pulau Bali dan Nusatenggara (Provinsi Bali: 73,7 % atau 70,6 ribu ha dari luasan 95,8 ribu ha, NTT: 52,3 % atau 383,8 ribu ha dari luasan 731,2 ribu ha). Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

25 c. Provinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Kep.Bangka Belitung Lampung, DI Yogyakarta dan Kalimantan Tengah memiliki lahan berhutan di kawasan hutan lindungnya kurang dari 50,0 %. Provinsi Lampung memiliki persentase lahan berhutan terkecil dari luasan kawasan konservasinya yaitu 15,8 % atau 50,1 ribu ha dari luasan 317,6 ribu ha. Untuk Provinsi DKI Jakarta dengan luasan lahan berhutan yang minim memerlukan peran kawasan lindung setempat yaitu sempadan sungai, danau dan jalur hijau serta pembangunan hutan kota sebagai upaya konservasi dan pengatur tata air untuk wilayah tersebut. Hutan Lindung merupakan kawasan yang memiliki fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, memelihara kesuburan tanah dan mencegah intrusi air laut. Di sisi lain pertambahan penduduk telah menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap kawasan hutan, khususnya hutan lindung, untuk memenuhi kebutuhan hasil hutan kayu dan lahan garapan bagi masyarakat sekitar hutan. Terbukanya penutupan lahan berhutan pada hutan lindung akibat penebangan liar dan alih guna lahan menjadi lahan pertanian telah menjadi faktor yang menyebabkan berbagai bencana erosi dan tanah longsor, timbulnya kekeringan pada saat musim kemarau dan banjir pada saat musim hujan, seperti yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini. Untuk mencegah terbukanya penutupan lahan berhutan di hutan lindung, pemanfaatan kawasan hutan lindung yang sesuai dengan daya dukung kawasan dapat dilakukan dengan mempertahankan jenis kayu-kayuan penghasil produk hasil hutan bukan kayu dan tanaman budidaya bagi masyarakat. Dengan demikian dapat mengakomodir kepentingan fungsi tata air Hutan Lindung dan sebagai sumber penghasilan bagi masyarakat sekitar hutan. Data penutupan lahan pada kawasan Hutan Lindung selengkapnya disajikan pada Tabel III.6 berikut ini : Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

26 Tabel III.6 Luas Penutupan Lahan pada Kawasan Hutan Lindung per Provinsi (Ribu Ha) PENUTUPAN LAHAN NO. PROVINSI HUTAN NON HUTAN Tidak Ada Data TOTAL Primer Sekunder Tanaman * Total % Total % Total % Aceh , , Sumatera Utara , Riau Sumatera Barat Jambi Sumatera Selatan Kepulauan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Kepulauan Riau SUMATERA 1, , , , , Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur JAWA Kalimantan Barat , , Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah , Kalimantan Timur 1, , ,751.7 KALIMANTAN 3, , , , , Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah , , Sulawesi Tenggara , Sulawesi Barat Sulawesi Selatan ,232.7 SULAWESI 1, , , , Bali NTB NTT BALI DAN NUSA TENGGARA , Maluku Utara Maluku MALUKU & MALUKU UTARA , , , Papua 6, , , , Papua Barat 1, , ,644.6 PAPUA 8, , , , ,619.1 INDONESIA 15, , , , ,211.2 Sumber : Data digital penutupan lahan skala 1 : hasil penafsiran citra landsat 7 ETM+ liputan tahun 2011 Ket : Tubuh air (danau, sungai besar, laut (kawasan konservasi perairan) tidak termasuk dalam penghitungan. * : Hutan tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah kelas penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh hutan tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun hutan tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan (APL); terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Di dalam kawasan Hutan Lindung, hutan tanaman tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT. D. Rekalkulasi pada Kawasan Hutan Produksi Penutupan lahan pada kawasan hutan produksi dirinci menjadi penutupan lahan di Hutan Produksi Tetap (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi yang dapat di-konversi (HPK). Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

27 1. Hutan Produksi Tetap (HP) Berdasarkan hasil penghitungan luas penutupan lahan pada kawasan Hutan Produksi Tetap per provinsi pada Tabel III.7, terlihat bahwa: a. Provinsi Papua Barat memiliki persentase lahan berhutan terbesar terhadap luas kawasan hutan produksi tetapnya yaitu 92,6 % atau 1,7 juta ha dari luasan 1,9 juta ha diikuti dengan Provinsi Kalimantan Tengah sebesar 82,7 % atau 2,8 juta ha dari luasan 3,3 juta ha. b. Sedangkan provinsi yang memiliki persentase lahan berhutan berkisar antara 50,0 80,0 % terdapat di Pulau Sumatera (Provinsi Aceh : 61,5 % atau 369,9 ribu ha dari luasan 601,3 ribu ha, Sumatera Barat : 66,4 % atau 240,6 ribu ha dari luasan 362,5 ribu ha dan Bengkulu: 54,6 % atau 14,1 ribu ha dari luasan 25,9 ribu ha), Pulau Jawa (Provinsi Jawa Tengah : 74,1 % atau 268,6 ribu ha dari luasan 362,4 ribu ha, DI Yogyakarta : 75,3 % atau 10,4 ribu ha dari luasan 13,9 ribu ha, Jawa Timur : 77,9 % atau 609,6 ribu ha dari luasan 782,8 ribu ha), Pulau Kalimantan (Provinsi Kalimantan Timur : 56,7 % atau 2,9 juta ha dari luasan 5,1 juta ha), Pulau Sulawesi (Provinsi Gorontalo : 69,1 % atau 62,1 ribu ha dari luasan 89,9 ribu ha, Sulawesi Tengah: 71,8 % atau 359,2 ribu ha dari luasan 500,6 ribu ha, Sulawesi Tenggara: 76,1 % atau 305,6 ribu ha dari luasan 401,6 ribu ha), Pulau Bali dan Nusa Tenggara ( Provinsi Nusa Tenggara Timur: 51,0 % atau 218,6 ribu ha dari luasan 428,4 ribu ha), Kepulauan Maluku (Provinsi Maluku Utara (62,2 % atau 336,7 ribu ha dari luasan 541,0 ribu ha, Maluku : 66,4 % atau 340,3 ribu ha dari luasan 512,1 ribu ha). c. Provinsi yang memiliki lahan berhutan kurang dari 50,0 % terdapat di Pulau Sumatera (Provinsi Sumatera Utara : 29,5 % atau 305,2 ribu ha dari luasan 1,0 juta ha, Riau : 41,0 % atau 764,5 ribu ha dari luasan 1,9 juta ha, Jambi : 33,0 % atau 320,7 ribu ha dari luasan 971,5 ribu ha, Sumatera Selatan : 14,7 % atau 337,1 ribu ha dari luasan 2,3 juta ha,kep. Bangka Belitung: 24,5 % atau 114,3 ribu ha dari luasan 466,1 ribu ha,, Lampung: 13,5 % atau 25,8 ribu ha dari luasan 191,7 ribu ha, Pulau Jawa (Provinsi Banten: 35,3 % atau 9,5 ribu ha dari luasan 27,0 ribu ha), DKI Jakarta: 2,7 % atau 4,3 ha dari 158,4 ha, Jawa Barat: 45,6 % atau 92,5 ribu ha dari 203,0 ribu ha), Pulau Kalimantan (Provinsi Kalimantan Barat: 33,2 % atau 752,8 ribu ha dari luasan 2,3 juta ha, Kalimantan Selatan: 32,5 % atau 247,9 ribu ha dari luasan 762,2 ribu ha,), Pulau Sulawesi (Provinsi Sulawesi Utara: 47,1 % atau 31,3 ribu ha dari luasan 66,5 ribu ha, Sulawesi Barat: 49,4 % atau 32,1 ribu ha dari luasan 65,0 ribu ha, Sulawesi Selatan: 30,6 % atau 37,9 ribu ha dari luasan 124,0 ribu ha dan Pulau Bali dan Nusatenggara (Provinsi Bali: 21,2 % atau 400 ha dari luasan 1,9 ribu ha, NTB: 47,0 % atau 70,8 ribu ha dari luasan 150,6 ribu ha). Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

28 d. Provinsi yang memiliki lahan berhutan kurang dari 5,0 % yaitu DKI Jakarta (2,7 % atau 4,3 ha dari 158,4 ha). Data penutupan lahan pada kawasan Hutan Produksi Tetap, selengkapnya disajikan pada Tabel III.7 berikut ini: Tabel III.7 Luas Penutupan Lahan pada Kawasan Hutan Produksi Tetap per Provinsi (Ribu Ha) PENUTUPAN LAHAN NO. PROVINSI HUTAN NON HUTAN Tidak Ada Data TOTAL Primer Sekunder Tanaman * Total % Total % Total % Aceh Sumatera Utara , Riau , , Sumatera Barat Jambi Sumatera Selatan , , Kepulauan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Kepulauan Riau SUMATERA , , , , Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur JAWA , Kalimantan Barat , , Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah , , , Kalimantan Timur , , , ,121.7 KALIMANTAN , , , , Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Sulawesi Selatan SULAWESI , Bali NTB NTT BALI DAN NUSA TENGGARA Maluku Utara Maluku MALUKU & MALUKU UTARA , Papua 4, , , , , Papua Barat 1, , ,855.9 PAPUA 5, , , , ,585.2 INDONESIA 7, , , , , ,144.2 Sumber : Data digital penutupan lahan skala 1 : hasil penafsiran citra landsat 7 ETM+ liputan tahun 2011 Ket : Tubuh air (danau, sungai besar, laut (kawasan konservasi perairan) tidak termasuk dalam penghitungan. * : Hutan tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah kelas penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh hutan tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun hutan tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan (APL); terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

29 Kawasan Hutan Produksi Tetap umumnya diperuntukkan bagi pemanfaatan hasil hutan kayu. Dari 33 provinsi di seluruh Indonesia, 16 provinsi diantaranya memiliki penutupan lahan berhutan di hutan produksi tetap lebih dari 50,0 %. Kondisi Hutan Produksi Tetap didominasi oleh jenis hutan sekunder kecuali pulau Papua yang masih memiliki hutan primer cukup luas. Hutan sekunder di Pulau Sumatera meliputi 1,7 juta ha sedangkan hutan primernya hanya 305,7 ribu ha, demikian pula dengan pulau-pulau lainnya. Pulau Jawa memiliki hutan tanaman yang terluas dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya (antara lain tanaman jati dan pinus, sesuai kelas perusahaan yang dikelola oleh Perum Perhutani). Pulau Bali dan Nusatenggara, Pulau Sulawesi dan Pulau Papua memiliki hutan tanaman yang relatif sedikit dibandingkan dengan hutan tanaman di pulau lainnya. Oleh karena itu, kegiatan hutan tanaman di wilayah tersebut dapat lebih dikembangkan guna meningkatkan pasokan kayu untuk memenuhi kebutuhan industri kehutanan. 2. Hutan Produksi Terbatas (HPT) Berdasarkan hasil penghitungan luas penutupan lahan pada Hutan Produksi Terbatas per provinsi pada Tabel III.8, terlihat bahwa : a. Provinsi Papua memiliki persentase lahan berhutan terbesar terhadap luas kawasan hutan produksi terbatasnya sebanyak 97,3 % atau 974,6 ha dari luasan 1,0 juta ha diikuti dengan Provinsi Papua Barat sebesar 96,4 % atau 1,01 juta ha dari luasan 1,05 juta ha. Provinsi-provinsi lain yang memiliki lahan berhutan lebih dari 80,0 % adalah Provinsi Sumatera Utara (81,4 % atau 715,4 ribu ha dari luasan 879,3 juta ha),kalimantan Tengah (80,1 % atau 3,1 juta ha dari luasan 3,9 juta ha), Kalimantan Timur (94,8 % atau 4,4 juta ha dari luasan 4,6 juta ha), Jawa Tengah (87,1 % atau 160,3 ribu ha dari luasan 183,9 ribu ha), Gorontalo (86,9 % atau 218,2 ribu ha dari luasan 251,1 ribu ha, Sulawesi Tengah (92,9% atau 1,4 juta ha dari luasan 1,5 juta ha, Sulawesi Tenggara (81,7 % atau 381,6 ribu ha dari luasan 466,9 ribu ha ), Maluku Utara (88,7 % atau 552,9 ribu ha dari luasan 623,5 ribu ha ), Maluku (89,4 % atau 921,0 ribu ha dari luasan 1,0 juta ha. b. Provinsi-provinsi yang memiliki lahan berhutan berkisar antara 50,0-80,0 % untuk Pulau Sumatera terdapat di Provinsi Aceh 68,9 % (25,7 ribu ha dari luasan 37,3 ribu ha), Riau 56,0 % (960,3 ribu ha dari luasan 1,7 juta ha), Sumatera Barat 77,6 % (181,2 ribu ha dari luasan 233,5 ribu ha), Bengkulu 74,0 % (128,3 ribu ha dari luasan 173,3 ribu ha), Jambi 73,4 % (250,0 ribu ha dari luasan 340,7 ribu ha), Kep. Riau 53,2 % (136,2 ribu ha dari luasan 256,0 ribu ha). Di Pulau Jawa terdapat di Provinsi Banten 63,6 % (31,5 ribu ha dari luasan 49,4 ribu ha, Jawa Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

30 Barat 60,0 % (114,2 ribu ha dari luasan 190,2 ribu ha. Di Pulau Kalimantan terdapat di Provinsi Kalimantan Barat 74,8 % (1,8 juta ha dari luasan 2,4 juta ha), Kalimantan Selatan 75,2 % (95,3 ribu ha dari luasan 126,7 ribu ha). Di Pulau Sulawesi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara 78,0 % (170,1 ribu ha dari luasan 218,0 ribu ha), Sulawesi Barat 79,3 % (286,9 ribu ha dari luasan 361,8 ribu ha), Sulawesi Selatan 73,2 % (362,2 ribu ha dari luasan 494,8 ribu ha). Provinsi lainnya adalah: NTB 78,6 % (225,2 ribu ha dari luasan 286,7 ribu ha), NTT 68,2 % (134,5 ribu ha dari luasan 197,3 ribu ha). c. Provinsi Sumatera Selatan, Lampung dan Bali memiliki lahan berhutan kurang dari 50,0 %. Provinsi Sumatera Selatan 43,9 % (95,4 ribu ha dari luasan 217,4 ribu ha), Lampung 43,4 % (14,5 ribu ha dari luasan 33,4 ribu ha) dan Bali 44,4 % (3,0 ribu ha dari luasan 6,7 ribu ha). d. Provinsi Lampung memiliki lahan berhutan dengan persentase terkecil yaitu 43,4 % atau 14,5 ribu ha dari luasan 33,4 ribu ha. Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) merupakan cadangan potensi kayu dan sumber benih permudaan alam. Dari hasil rekalkulasi sumberdaya hutan pada seluruh provinsi, sebagian besar provinsi memiliki lahan berhutan kurang dari 80,0 % dengan penutupan hutan sekunder yang lebih luas dibandingkan hutan primernya. Hanya 11 (sebelas) provinsi yang memiliki lahan berhutan yang lebih dari 80,0 % yaitu Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Jawa Tengah, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Maluku, Papua dan Papua Barat. Pada Hutan Produksi Terbatas, pulau Jawa memiliki hutan tanaman yang relatif lebih luas dibandingkan pulau-pulau lainnya. Upaya regenerasi jenis-jenis kayu unggulan dan langka, penting untuk dipertimbangkan dalam rangka pengembangan hutan tanaman dan mempertahankan keanekaragaman jenis flora endemik yang ada di Indonesia. Data penutupan lahan pada kawasan Hutan Produksi Terbatas, selengkapnya disajikan pada Tabel III.8 berikut ini : Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

31 Tabel III.8 Luas Penutupan Lahan pada Kawasan Hutan Produksi Terbatas per Provinsi (Ribu Ha) PENUTUPAN LAHAN NO. PROVINSI HUTAN NON HUTAN Tidak Ada Data TOTAL Primer Sekunder Tanaman * Total % Total % Total % Aceh Sumatera Utara Riau , Sumatera Barat Jambi Sumatera Selatan Kepulauan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Kepulauan Riau SUMATERA , , , , Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur JAWA Kalimantan Barat , , , Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah , , , Kalimantan Timur 2, , , ,613.0 KALIMANTAN 3, , , , , Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah , , Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Sulawesi Selatan SULAWESI 1, , , , Bali NTB NTT BALI DAN NUSA TENGGARA Maluku Utara Maluku ,030.1 MALUKU & MALUKU UTARA , , , Papua , Papua Barat , ,052.3 PAPUA 1, , ,054.1 INDONESIA 7, , , , ,818.5 Sumber : Data digital penutupan lahan skala 1 : hasil penafsiran citra landsat 7 ETM+ liputan tahun 2011 Ket : Tubuh air (danau, sungai besar, laut (kawasan konservasi perairan) tidak termasuk dalam penghitungan. * : Hutan tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah kelas penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh hutan tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun hutan tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan (APL); terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

32 3. Hutan Produksi yang dapat di-konversi (HPK) Berdasarkan hasil penghitungan luas penutupan lahan pada Hutan Produksi yang dapat di-konversi per provinsi pada Tabel III.9, terlihat bahwa: a. Tidak seluruh provinsi memiliki kawasan Hutan Produksi yang dapat di-konversi. Provinsi Aceh, Bengkulu, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Kalimantan Timur, Bali, NTB dan seluruh provinsi di Pulau Jawa tidak memiliki kawasan HPK. b. Provinsi yang memiliki persentase lahan berhutan terbesar adalah Provinsi Papua Barat yaitu sebesar 94,7 % atau 2,2 juta ha dari luasan 2,3 juta ha) diikuti dengan Provinsi Sulawesi Utara sebesar 84,3 % atau 12,6 ribu ha dari luasan 14,9 ribu ha), Gorontalo sebesar 83,2 % atau 68,6 ribu ha dari luasan 82,4 ribu ha). c. Provinsi yang memiliki lahan berhutan berkisar antara 50,0 80,0 % adalah Provinsi Sumatera Barat (52,2 % atau 95,5 ribu ha dari luasan 183,0 ribu ha), Kalimantan Barat (53,8 % atau 276,9 ribu ha dari luasan 514,4 ribu ha), Sulawesi Tengah (77,9 % atau 196,2 ribu ha dari luasan 251,9 ribu ha), Maluku (58,3 % atau 764,5 ribu ha dari luasan 1,3 juta ha), dan Papua (68,3 % atau 4,7 juta ha dari luasan 6,9 juta ha). d. Provinsi-provinsi yang memiliki lahan berhutan antara 25,0 50,0 % adalah Provinsi Kepulauan Riau (28,1 % atau 145,7 ribu ha dari luasan 517,7 ribu ha), Kalimantan Tengah (29,7 % atau 754,8 ribu ha dari luasan 2,5 juta ha, Sulawesi Selatan (46,6 % atau 10,7 ribu ha dari luasan 23,0 ribu ha) dan Maluku Utara (41,0 % atau 406,9 ribu ha dari luasan 993,1 ribu ha). e. Sedangkan provinsi yang memiliki lahan berhutan kurang dari 25 % adalah Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat dan NTT. f. Provinsi Sumatera Selatan memiliki persentasi lahan berhutan terkecil sebesar 1,2 % atau 5,3 ribu ha dari luasan 431,4 ribu ha. Data penutupan lahan pada kawasan Hutan Produksi yang dapat di- Konversi selengkapnya disajikan pada Tabel III.9 berikut ini : Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

33 Tabel III.9 Luas Penutupan Lahan pada Kawasan Hutan Produksi yang dapat di-konversi per Provinsi (Ribu Ha) PENUTUPAN LAHAN NO. PROVINSI HUTAN NON HUTAN Tidak Ada Data TOTAL Primer Sekunder Tanaman * Total % Total % Total % Aceh Sumatera Utara Riau , , Sumatera Barat (0.0) Jambi Sumatera Selatan Kepulauan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Kepulauan Riau SUMATERA , , Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur JAWA Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah , , Kalimantan Timur KALIMANTAN , , , , Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Sulawesi Selatan SULAWESI Bali NTB NTT BALI DAN NUSA TENGGARA Maluku Utara Maluku ,311.9 MALUKU & MALUKU UTARA , , , Papua 3, , , , , Papua Barat 1, , , ,345.9 PAPUA 4, , , , ,262.1 INDONESIA 4, , , , ,869.8 Sumber : Data digital penutupan lahan skala 1 : hasil penafsiran citra landsat 7 ETM+ liputan tahun 2011 Ket : Tubuh air (danau, sungai besar, laut (kawasan konservasi perairan) tidak termasuk dalam penghitungan. * : Hutan tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah kelas penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh hutan tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun hutan tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan (APL); terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Hutan Produksi yang dapat di-konversi (HPK) adalah kawasan hutan di luar hutan tetap dan tidak setiap provinsi memiliki HPK. Umumnya kawasan HPK dicadangkan untuk kegiatan non kehutanan seperti kegiatan transmigrasi dan perkebunan, dengan alternatif pelepasan kawasan menjadi kawasan Non Hutan Negara atau Areal Penggunaan Lain (APL). Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

34 Pelaksanaan kegiatan transmigrasi dan perkebunan yang belum dilaksanakan sesuai ketentuan dapat mengakibatkan timbulnya okupasi areal oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu, perlu adanya upaya penyempurnaan pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan yang dapat dikonversi, terutama dalam hal regulasi proses pelepasan kawasan hutan untuk penggunaan non kehutanan, sehingga kegiatan pemanfaatan kawasan tersebut dapat memberikan jaminan sumber daya alam dan keberlangsungan pengusahaannya. E. Rekalkulasi pada Areal Penggunaan Lain (APL) Berdasarkan hasil penghitungan luas penutupan lahan pada Areal Penggunaan Lain per provinsi pada Tabel III.10, terlihat bahwa : a. Provinsi yang memiliki lahan berhutan lebih dari 50,0 % adalah Provinsi Papua (99,7 % atau 453,3 ribu ha dari luasan 454,7 ribu ha). b. Provinsi-provinsi yang memiliki lahan berhutan berkisar antara 25,0 50,0 % adalah provinsi Jawa Timur (27,0 % atau 932,6 ribu ha dari luasan 3,5 juta ha), Kalimantan Timur (37,6 % atau 1,8 juta ha dari luasan 4,9 juta ha), Sulawesi Tengah (41,8 % atau 686,7 ribu ha dari luasan 1,6 juta ha), NTT (33,3 % atau 990,6 juta ha dari luasan 2,9 juta ha), Maluku Utara (26,7 % atau 79,4 ribu ha dari luasan 297,6 ribu ha) dan Maluku (31,4 % atau 105,3 ribu ha dari luasan 335,1 ribu ha). c. Provinsi-provinsi yang memiliki lahan berhutan berkisar antara 10,0 25,0 % di Pulau Sumatera adalah Provinsi Aceh (16,0 % atau 365,4 ribu ha dari luasan 2,3 juta ha), di Pulau Jawa adalah Provinsi Jawa Tengah (21,7% atau 610,9 ribu ha dari luasan 2,8 juta ha). Di Pulau Kalimantan adalah Provinsi Kalimantan Barat (12,8 % atau 714,8 ribu ha dari luasan 5,6 juta ha). Di Pulau Sulawesi adalah Provinsi Sulawesi Tenggara (12,6 % atau 165,3 ribu ha dari luasan 1,3 juta ha d. Luas lahan berhutan yang kurang dari 10,0 % terdapat di provinsi Sumatera Utara (5,7 %), Sumatera Barat (8,3 %), Jambi (3,9 %), Sumatera Selatan (3,1 %), Kep. Bangka Belitung (7,0 %), Bengkulu (7,0 %), Lampung (1,0 %), Banten (4,2 %), DKI Jakarta (0,1 %), Jawa Barat (6,0 %), DI Yogyakarta (8,8 %), Kalimantan Selatan (4,7 %), Kalimantan Tengah (5,8 %), Sulawesi Utara (8,3 %), Gorontalo (4,4 %), Sulawesi Barat (7,7 %), Sulawesi Selatan (3,9 %), Bali (3,8 %) dan NTB (7,6 %). e. Provinsi Lampung (1,0 % atau 24,2 ribu ha dari luasan 2,3 juta ha) dan DKI Jakarta (0,1 % atau 97,3 ha dari luasan 70,1 ribu ha) merupakan provinsi dengan luasan lahan berhutan kurang dari 1,0 %. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

35 Data penutupan lahan pada Areal Penggunaan Lain selengkapnya disajikan pada Tabel III.10 berikut ini : Tabel III.10 Luas Penutupan Lahan pada Areal Penggunaan Lain (APL) per Provinsi (Ribu Ha) PENUTUPAN LAHAN NO. PROVINSI HUTAN NON HUTAN Tidak Ada Data TOTAL Primer Sekunder Tanaman * Total % Total % Total % Aceh , , Sumatera Utara , , Riau Sumatera Barat , , Jambi , , Sumatera Selatan , , Kepulauan Bangka Belitung , Bengkulu , , Lampung , , Kepulauan Riau SUMATERA , , , Banten DKI Jakarta Jawa Barat , , Jawa Tengah , , D.I. Yogyakarta Jawa Timur , ,457.5 JAWA , , , , Kalimantan Barat , , Kalimantan Selatan , , Kalimantan Tengah , , Kalimantan Timur , , , ,855.1 KALIMANTAN , , , , Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah , Sulawesi Tenggara , , Sulawesi Barat Sulawesi Selatan , ,309.3 SULAWESI , , , Bali NTB NTT , ,971.0 BALI DAN NUSA TENGGARA , , , , Maluku Utara Maluku MALUKU & MALUKU UTARA Papua Papua Barat PAPUA INDONESIA , , , , ,564.5 Sumber : Data digital penutupan lahan skala 1 : hasil penafsiran citra landsat 7 ETM+ liputan tahun 2011 Ket : Tubuh air (danau, sungai besar, laut (kawasan konservasi perairan) tidak termasuk dalam penghitungan. * : Hutan tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah kelas penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh hutan tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun hutan tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan (APL); terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

36 Dari total Areal Penggunaan Lain seluas 56,6 juta ha, seluas 8,6 juta ha atau 15,2 % merupakan penutupan berhutan. Penutupan lahan berhutan di APL didominasi oleh penutupan hutan sekunder seluas 6,2 juta ha. Keberadaan hutan primer pada APL seluas 925,7 ribu ha memerlukan kecermatan dalam pengelolaannya yaitu dalam pemanfaatannya, karena merupakan aset yang penting sebagai sistem penyangga kehidupan di tengah maraknya penebangan di dalam kawasan hutan. Areal ini juga dapat dicadangkan sebagai kawasan hutan negara sebagai alternatif pengganti peran fungsi hutan dari kawasan hutan yang telah terdegradasi. sebab terbukanya tutupan hutan menjadi tidak berhutan Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

37 .BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan 1. Rekalkulasi penutupan lahan Indonesia hasil penafsiran citra Landsat 7 ETM+ liputan tahun 2011 dilakukan pada kawasan hutan daratan seluas 131,3 juta ha (69,9 %) dan daratan areal penggunaan lain seluas 56,6 juta ha (30,1%). Persentase dihitung terhadap luas seluruh daratan Indonesia (187,8 juta ha). Tubuh air (danau, sungai besar, laut (kawasan konservasi perairan) tidak termasuk dalam penghitungan. 2. Berdasarkan hasil rekalkulasi penutupan lahan Indonesia, terdapat lahan berhutan seluas 98,7 juta ha atau 52,5 % dari luas daratan Indonesia dan lahan tidak berhutan seluas 89,2 juta ha (47,5 %). 3. Di dalam kawasan hutan terdapat lahan berhutan seluas 90,1 juta ha atau 48,0 % dari luas daratan Indonesia dan lahan tidak berhutan (non hutan) seluas 41,2 juta ha atau 21,9 %. 4. Hasil rekalkulasi menunjukkan total penutupan lahan berhutan untuk seluruh daratan Indonesia pada Hutan Konservasi seluas 15,9 juta ha (75,3 % dari luas total Hutan Konservasi 21,2 juta ha); Hutan Lindung seluas 24,8 juta ha (76,9 % dari luas total Hutan Lindung 32,2 juta ha); Hutan Produksi Tetap seluas 20,3 juta ha (59,4 % dari luas total Hutan Produksi Tetap 34,1 juta ha); Hutan Produksi Terbatas seluas 18,8 juta ha (82,4 % dari luas total Hutan Produksi Terbatas 22,8 juta ha); Hutan Produksi yang dapat di-konversi seluas 10,3 juta ha (49,3 % dari luas total Hutan Produksi yang dapat di-konversi 20,9 juta ha) dan Areal Penggunaan Lain seluas 8,6 juta ha (15,2 % dari luas total Areal Penggunaan Lain 56,6 juta ha). Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

38 B. Saran dan Rekomendasi 1. Sebagai bahan pertimbangan pembangunan kehutanan yang berorientasi Resource Base Management, data dan informasi hasil rekalkulasi penutupan lahan pada kawasan hutan perlu terus disempurnakan, antara lain dengan data batas kawasan hutan yang lebih akurat dan lebih mendekati kondisi di lapangan. 2. Untuk menghasilkan data dan informasi yang up to date perlu dilakukan kegiatan rekalkulasi penutupan lahan secara periodik setiap tahun. 3. Agar penyajian data lebih informatif perlu analisa spasial dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan penutupan lahan berhutan yang terkait dengan kawasan hutan antara lain kegiatan pemanfaatan, penggunaan, pelepasan/ perubahan peruntukan serta pemekaran wilayah. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

39 DAFTAR PUSTAKA Anonimous, Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2009/2010. Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Indonesia. Kementerian Kehutanan. Anonimous, Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Indonesia. Kementerian Kehutanan. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

40

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2012 yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005 B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan

Lebih terperinci

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 KATA PENGANTAR Assalaamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Buku

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2015 DEFORESTASI INDONESIA TAHUN 2013-2014

Lebih terperinci

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Kawasan Hutan Total No Penutupan Lahan Hutan Tetap APL HPK Jumlah KSA-KPA HL HPT HP Jumlah Jumlah

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN November, 2009

DEPARTEMEN KEHUTANAN November, 2009 Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN vember, 2009 EKSEKUTIF DATA STRATEGIS KEHUTANAN 2009 ISBN : 979-606-075-2 Penyunting : Sub Direktorat Statistik dan Jaringan Komunikasi Data

Lebih terperinci

Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN

Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN DEPARTEMEN KEHUTANAN Ministry of Forestry 2008 KATA PENGANTAR Penyusunan Buku Eksekutif Data Strategis Kehutanan Tahun 2008 ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan data

Lebih terperinci

BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003

BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003 BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai eknmi, eklgi dan ssial

Lebih terperinci

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Iman Santosa T. (isantosa@dephut.go.id) Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan

Lebih terperinci

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN oleh: Ruhyat Hardansyah (Kasubbid Hutan dan Hasil Hutan pada Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan LH) Kawasan Hutan Hutan setidaknya memiliki

Lebih terperinci

NERACA SUMBER DAYA HUTAN NASIONAL TAHUN 2013

NERACA SUMBER DAYA HUTAN NASIONAL TAHUN 2013 NERACA SUMBER DAYA HUTAN NASIONAL TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN 2014 Penyusun Penanggung Jawab : Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009

KATA PENGANTAR. Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009 KATA PENGANTAR Kegiatan Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009 merupakan kerjasama antara Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan, Departemen Kehutanan dengan Direktorat Statistik Peternakan,

Lebih terperinci

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan

Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan 2007 Kerja sama Pusat Rencana dan Statistik Kehutanan, Departemen Kehutanan dengan Direktorat Statistik Pertanian, Badan Pusat Statistik Jakarta, 2007 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN Jakarta, Juni 2012 KATA PENGANTAR Buku ini merupakan penerbitan lanjutan dari Buku Statistik Bidang Planologi Kehutanan tahun sebelumnya yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman merupakan wilayah sistem penyangga kehidupan terutama dalam pengaturan tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

Desa Hijau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Desa Hijau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Desa Hijau Untuk Indonesia Hijau dan Sehat Direktorat Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan

Lebih terperinci

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Ketua : Marfuatul Latifah, S.H.I, L.LM Wakil Ketua : Sulasi Rongiyati, S.H., M.H. Sekretaris : Trias

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. 13, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PEMBINAAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

4. Upaya yang telah dilakukan dalam mengendalikan serangan OPT dan menangani banjir serta kekeringan adalah sebagai berikut:

4. Upaya yang telah dilakukan dalam mengendalikan serangan OPT dan menangani banjir serta kekeringan adalah sebagai berikut: NOMOR: NOTA DINAS Yth. : Direktur Jenderal Tanaman Pangan Dari : Plh. Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Hal : Laporan Perkembangan Serangan OPT, Banjir dan Kekeringan Tanggal : Maret 2017 Bersama ini

Lebih terperinci

disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011

disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011 disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011 Hutan : suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial) UU No 5 tahun 1990 (KSDAE) termasuk konsep revisi UU No 41 tahun 1999 (Kehutanan) UU 32 tahun 2009 (LH) UU 23 tahun 2014 (Otonomi Daerah) PP No 28 tahun 2011 (KSA KPA) PP No. 18 tahun 2016 (Perangkat Daerah)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan salah satu kelompok hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Zaire, yang mempunyai fungsi utama sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini 57 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Hutan Indonesia Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini mencapai angka 120,35 juta ha atau sekitar 61 % dari luas wilayah daratan Indonesia.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

NOTA DINAS banjir Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung kekeringan OPT banjir kekeringan OPT banjir

NOTA DINAS banjir Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung kekeringan OPT banjir kekeringan OPT banjir NOMOR: NOTA DINAS Yth. : Direktur Jenderal Tanaman Pangan Dari : Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Hal : Laporan Perkembangan Serangan OPT, Banjir dan Kekeringan Tanggal : April 2017 Bersama ini kami

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak Geografis dan Astronomis Indonesia Serta Pengaruhnya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak Geografis dan Astronomis Indonesia Serta Pengaruhnya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum 1. Letak Geografis dan Astronomis Indonesia Serta Pengaruhnya Letak geografi Indonesia dan letak astronomis Indonesia adalah posisi negara Indonesia

Lebih terperinci

NOTA DINAS banjir OPT banjir kekeringan OPT banjir kekeringan OPT

NOTA DINAS banjir OPT banjir kekeringan OPT banjir kekeringan OPT NOMOR: NOTA DINAS Yth. : Direktur Jenderal Tanaman Pangan Dari : Plt. Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Hal : Laporan Perkembangan Serangan OPT, Banjir dan Kekeringan Tanggal : Mei 2017 Bersama ini

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang di dominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci

Perkembangan Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan Dalam Proses Review RTRWP Per 31 Desember 2015

Perkembangan Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan Dalam Proses Review RTRWP Per 31 Desember 2015 Perkembangan Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan Dalam Proses Review RTRWP Per 31 Desember 2015 Luas Usulan Perubahan Persetujuan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan (ha) Kawasan Hutan (ha) No Provinsi

Lebih terperinci

Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan Hutan Tetap Lestari untuk Mendukung Pencapaian SDGs

Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan Hutan Tetap Lestari untuk Mendukung Pencapaian SDGs Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, KLHK Plt. Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan. S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG Draft 10 November 2008 Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MOR : P.25/Menhut-II/2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2013 KEPADA 33 GUBERNUR PEMERINTAH PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT

DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT REFERENCE EMISSION LEVEL (REL) DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 1 Provinsi Kalimantan Timur 2014 REFERENCE EMISSION LEVEL (REL) DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN DI INDONESIA

KEBIJAKAN DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN DI INDONESIA Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia KEBIJAKAN DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN DI INDONESIA Oleh: Kepala Badan P2SDM KLHK Dr. Ir. Bambang Soepijanto, MM TN. Laiwangi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989). BAB II METODE KAJIAN 2.1. Pengertian Rekonstruksi, dari kata re : kembali, dan konstruksi : susunan, model, atau tata letak suatu bangunan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989), dalam hal ini rekonstruksi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta

Lebih terperinci

Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Sektor Non Kehutanan Oleh : Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK

Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Sektor Non Kehutanan Oleh : Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Sektor Non Kehutanan Oleh : Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK Disampaikan pada Seminar Nasional yang diselenggarakan Badan Pemeriksa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN DANA DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 34/Menhut -II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D.

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. ANALISIS BENCANA DI INDONESIA BERDASARKAN DATA BNPB MENGGUNAKAN METODE CLUSTERING DATA MINING MAHESA KURNIAWAN 54412387 Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. Bencana merupakan peristiwa yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta ribuan pulau oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang mana salah satunya adalah hutan. Hutan merupakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 454, 2016 ANRI. Dana. Dekonsentrasi. TA 2016. Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

this file is downloaded from

this file is downloaded from th file PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut

Lebih terperinci

PROGRAM KEHUTANAN UNTUK MITIGASI PERUBAHAN IKLIM & PENGUKURAN, PELAPORAN SERTA VERIFIKASINYA (MRV) Tindak Lanjut COP 15

PROGRAM KEHUTANAN UNTUK MITIGASI PERUBAHAN IKLIM & PENGUKURAN, PELAPORAN SERTA VERIFIKASINYA (MRV) Tindak Lanjut COP 15 PROGRAM KEHUTANAN UNTUK MITIGASI PERUBAHAN IKLIM & PENGUKURAN, PELAPORAN SERTA VERIFIKASINYA (MRV) Tindak Lanjut COP 15 Daftar Paparan 1. Mitigasi Perubahan Iklim (M.P.I.) 2. Skenario Mitigasi Perubahan

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut www.greenomics.org KERTAS KEBIJAKAN Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut 21 Desember 2009 DAFTAR ISI Pengantar... 1 Kasus 1:

Lebih terperinci

KONDISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH ACEH TAHUN 2013 DISAMPAIKAN GUBERNUR ACEH PERTEMUAN DENGAN DUTA BESAR NORWEGIA/SCANDINAVIA 22 MEI 2013

KONDISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH ACEH TAHUN 2013 DISAMPAIKAN GUBERNUR ACEH PERTEMUAN DENGAN DUTA BESAR NORWEGIA/SCANDINAVIA 22 MEI 2013 KONDISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH ACEH 2012 2032 TAHUN 2013 DISAMPAIKAN GUBERNUR ACEH PERTEMUAN DENGAN DUTA BESAR NORWEGIA/SCANDINAVIA 22 MEI 2013 PENDAHULUAN PEMERINTAH ACEH Rencana umum tata ruang merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG Draft 10 vember 2008 Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI

DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI Oleh : Direktur Pengelolaan Air Irigasi Lombok, 27 29 November 2013 1 REALISASI KEGIATAN PUSAT DIREKTORAT

Lebih terperinci

ANALISIS DATA TITIK PANAS (HOTSPOT) KEBAKARAN LAHAN DAN HUTAN TAHUN 2015

ANALISIS DATA TITIK PANAS (HOTSPOT) KEBAKARAN LAHAN DAN HUTAN TAHUN 2015 ANALISIS DATA TITIK PANAS (HOTSPOT) KEBAKARAN LAHAN DAN HUTAN TAHUN 2015 ENDRAWATI, S.Hut RETNOSARI YUSNITA, S.Hut Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi

Lebih terperinci

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

RILIS HASIL AWAL PSPK2011 RILIS HASIL AWAL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN PROPINSI BALI

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN PROPINSI BALI DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN PROPINSI BALI KATA PENGANTAR Booklet Data dan Informasi Propinsi Bali disusun dengan maksud untuk memberikan gambaran secara singkat mengenai keadaan Kehutanan di Propinsi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Laswell dan Kaplan (1970) mengemukakan bahwa kebijakan merupakan suatu program yang memroyeksikan tujuan, nilai, dan praktik yang terarah. Kemudian Dye (1978) menyampaikan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan tanah terbuka pada suatu daerah yang dapat menjadi salah satu faktor penentu kualitas lingkungan. Kondisi lahan pada suatu daerah akan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam daerah pantai payau yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan mangrove di

Lebih terperinci

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent BAGIAN 1-3 Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent 54 Belajar dari Bungo Mengelola Sumberdaya Alam di Era Desentralisasi PENDAHULUAN Kabupaten Bungo mencakup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Kondisi Geografis Negara Indonesia Penulis menyajikan gambaran umum yang meliputi kondisi Geografis, kondisi ekonomi di 33 provinsi Indonesia. Sumber : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Gap Filling Citra Gap Filling citra merupakan metode yang dilakukan untuk mengisi garisgaris yang kosong pada citra Landsat TM hasil download yang mengalami SLCoff, sehingga

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas hutan Indonesia sebesar 137.090.468 hektar. Hutan terluas berada di Kalimantan (36 juta hektar), Papua (32 juta hektar), Sulawesi (10 juta hektar) Sumatera (22 juta

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2012 KEPADA 33 GUBERNUR PEMERINTAH PROVINSI

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN (LAND COVER) DI TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS TAHUN

ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN (LAND COVER) DI TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS TAHUN ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN (LAND COVER) DI TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS TAHUN 2013-2016 (Analysis Of Land Cover Changes At The Nature Tourism Park Of Sungai Liku In Sambas Regency

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh No.1368, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Hasil Pemetaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

SUMBER DAYA HABIS TERPAKAI YANG DAPAT DIPERBAHARUI. Pertemuan ke 2

SUMBER DAYA HABIS TERPAKAI YANG DAPAT DIPERBAHARUI. Pertemuan ke 2 SUMBER DAYA HABIS TERPAKAI YANG DAPAT DIPERBAHARUI Pertemuan ke 2 Sumber daya habis terpakai yang dapat diperbaharui: memiliki titik kritis Ikan Hutan Tanah http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/148111-

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**)

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**) PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**) Abtrak Perairan Segara Anakan yang merupakan pertemuan

Lebih terperinci