KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb."

Transkripsi

1 DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2015 DEFORESTASI INDONESIA TAHUN

2 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia-nya penyusunan buku Deforestasi Indonesia Tahun dapat terselesaikan dengan baik. Penghitungan angka deforestasi Indonesia yang telah dilakukan secara periodik sejak tahun 1990 menunjukkan bahwa penerbitan buku ini merupakan salah satu upaya konsisten Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan c.q. Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan dalam rangka mendukung terselenggaranya Sistem Informasi Sumberdaya Hutan Nasional yang berkualitas. Buku ini menyajikan Luas dan Angka Deforestasi Rerata Tahunan baik Deforestasi Bruto maupun Deforestasi Netto pada Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan Lain berdasarkan data penafsiran Citra Landsat LDCM (The Landsat Data Continuity Mission) 8 OLI liputan tahun 2013 dan 2014 untuk seluruh wilayah Indonesia. Perhitungan Deforestasi Netto bertujuan untuk memberikan informasi perubahan/pengurangan luas tutupan lahan hutan/berhutan pada periode tertentu dengan mempertimbangkan hasil penghitungan deforestasi disajikan dalam bentuk tabel, diagram, serta peta faktor reforestasi yang terjadi. Untuk mempermudah penyerapan informasi, data, dan untuk seluruh wilayah Indonesia. Pada periode tahun ini, terlihat adanya tren penurunan angka deforestasi dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini diharapkan menjadi salah satu indikasi awal keberhasilan pelaksanaan tata kelola kehutanan yang senantiasa diperbaiki dari waktu ke waktu. Seiring dengan optimisme penggabungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, semoga keselarasan antara pengelolaan sumber daya alam dapat terus berorientasi pada kelestarian lingkungan sehingga laju kerusakan hutan dan perubahan tutupan hutan di luar yang telah direncanakan dapat diminimalisir. Akhir kata segala masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan buku ini. Semoga data dan informasi pada buku ini dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam pembangunan kehutanan. Wassalamu alaikum wr.wb. Jakarta, November 2015 Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Ruandha Agung Sugardiman NIP i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Hal i ii iii v vi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 3 C. Sasaran... 3 D. Ruang Lingkup... 4 E. Batasan Istilah... 4 BAB II METODOLOGI... 5 A. Sumber Data... 5 B. Analisa dan Penyajian Data... 5 BAB III HASIL PENGHITUNGAN DEFORESTASI INDONESIA... 8 A. Deforestasi Indonesia... 8 B. Deforestasi di Dalam Kawasan Hutan Konservasi (KSA-KPA) 17 C. Deforestasi di Dalam Kawasan Hutan Lindung (HL) D. Deforestasi di Dalam Kawasan Hutan Produksi Hutan Produksi Tetap (HP) Hutan Produksi Terbatas (HPT) Hutan Produksi yang dapat di-konversi (HPK) E. Deforestasi di Dalam Areal Penggunaan Lain (APL) F. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Tutupan Hutan G. Perkembangan Perubahan Tutupan Hutan Indonesia BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan B. Saran dan Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii

4 DAFTAR TABEL TABEL Hal Tabel III.1 Angka Deforestasi Indonesia (Ribu Ha/Th) Tahun Tabel III.2 Angka Deforestasi pada 7 (Tujuh) Kelompok Pulau/ Kepulauan Besar (Ribu Ha/Th) Tahun Tabel III.3 Angka Deforestasi per Fungsi Kawasan (Ribu Ha/Th) Tahun Tabel III.4 Angka Deforestasi di dalam Kawasan Hutan Konservasi per Provinsi (Ha/Th) Tahun Tabel III.5 Angka Deforestasi di dalam Kawasan Hutan Lindung per Provinsi (Ha/Th) Tahun Tabel III.6 Angka Deforestasi di dalam Kawasan Hutan Produksi Tetap per Provinsi (Ha/Th) Periode Tabel III.7 Angka Deforestasi di dalam Kawasan Hutan Produksi Terbatas per Provinsi (Ha/Th) Tahun Tabel III.8 Angka Deforestasi di dalam Kawasan Hutan Produksi yang dapat di-konversi per Provinsi (Ha/Th) Tahun Tabel III.9 Angka Deforestasi di luar Kawasan Hutan (Areal Penggunaan Lain) per Provinsi (Ha/Th) Tahun Tabel III. 10 Rekapitulasi Luas Areal Deforestasi Bruto pada Areal Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Tabel III. 11 Rekapitulasi Luas Areal Reforestasi pada Areal Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Tabel III. 12 Rekapitulasi Luas Areal Deforestasi Bruto pada Areal Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Tabel III. 13 Rekapitulasi Luas Areal Reforestasi pada Areal Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Tabel III. 14 Rekapitulasi Luas Areal Deforestasi Bruto di Dalam dan di Luar Areal Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan iii

5 TABEL Hal Tabel III. 15 Rekapitulasi Luas Areal Reforestasi di Dalam dan di Luar Areal Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan Tabel III.16. Sebaran Titik Panas untuk setiap Provinsi Tahun Tabel III.17. Luas Reforestasi di Dalam dan di Luar Areal Rehabilitasi Hutan dan Lahan Tabel III.18. Pengaruh Pemukiman terhadap Deforestasi Bruto dan Reforestasi Tabel III.19 Lima Provinsi dengan Angka Deforestasi Bruto Tertinggi (Ha/Th) pada Tahun dan Tahun Tabel III.20 Lima Provinsi dengan Angka Reforestasi Tertinggi (Ha/Th) pada Tahun dan Tahun Tabel III.21 Lima Provinsi dengan Angka Deforestasi Tertinggi (Ha/Th) pada Tahun dan Tahun iv

6 DAFTAR GAMBAR GAMBAR Hal Gambar 1 Bagan Alur Proses Penghitungan Deforestasi Indonesia... 7 Gambar 2 Diagram Angka Deforestasi Indonesia Tahun (Ribu ha/th) pada Hutan Primer, Sekunder dan Tanaman di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan (APL)... 9 Gambar 3 Diagram Angka Deforestasi Indonesia Tahun (Ribu Ha/Th) pada Hutan Primer, Sekunder dan Tanaman di dalam Kawasan Hutan... 9 Gambar 4 Diagram Angka Deforestasi tahun (Ribu Ha/Th) pada 7 (Tujuh) Kelompok Pulau/ Kepulauan Besar di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan Gambar 5 Diagram Angka Reforestasi Indonesia Tahun (Ribu Ha/Th) pada Hutan Sekunder dan Tanaman di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan Gambar 6 Diagram Angka Reforestasi tahun (Ribu Ha/Th) pada 7 (Tujuh) Kelompok Pulau/ Kepulauan Besar di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan Gambar 7 Peta Deforestasi Indonesia Tahun Gambar 8 Diagram Angka Deforestasi Indonesia (Ribu Ha/Th) Tahun di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan (APL) Gambar 9 Diagram Angka Deforestasi Indonesia (Ribu ha/th) pada Hutan Primer, Sekunder dan Tanaman Tahun di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan (APL) Gambar 10 Diagram Angka Deforestasi Indonesia (Ribu Ha/Th) pada Hutan Primer, Sekunder dan Tanaman Tahun di dalam Kawasan Hutan Gambar 11 Diagram Angka Deforestasi pada 7 (Tujuh) Kelompok Pulau/Kepulauan Besar (Ribu Ha/Th) di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan Tahun Gambar 12 Diagram Angka Deforestasi per Fungsi Kawasan (Ribu Ha/Th) Tahun v

7 GAMBAR Hal Gambar 13 Diagram Jumlah Titik Panas (Hotspot) dan Angka Deforestasi Bruto (Ribu Ha/Th) per Fungsi Kawasan Tahun Gambar 14 Diagram Angka Deforestasi Bruto (Juta Ha/Th) Tahun Gambar 15 Diagram Faktor yang Mempengaruhi Angka Deforestasi Bruto Indonesia Tahun Gambar 16 Diagram Faktor yang Mempengaruhi Angka Reforestasi Indonesia Tahun vi

8 DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN Lampiran 1 Angka Deforestasi Bruto dan Reforestasi Indonesia di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan Tahun Lampiran 2 Angka Deforestasi Indonesia dan per Pulau di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan Tahun Lampiran 3 Angka Deforestasi dan Peta Deforestasi per provinsi di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan Tahun vii

9 BAB I PENDAHULUAN

10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah dan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa untuk bangsa Indonesia. Sebagai amanat, hutan harus dikelola dan dimanfaatkan secara optimal serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. Sesuai pasal 3 Undang- Undang (UU) No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan antara lain disebutkan bahwa penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan berkelanjutan dengan menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional serta mengoptimalkan fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi yang seimbang dan lestari. Dalam rangka optimalisasi fungsi dan manfaat hutan, berdasarkan pasal 18 UU No. 41 Tahun 1999, pemerintah telah berupaya mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap Daerah Aliran Sungai (DAS) dan atau pulau, yaitu minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas DAS dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional. Tutupan lahan pada kawasan hutan, terutama yang terkait dengan tutupan hutan sangat dinamis dan berubah dengan cepat dimana kondisi hutan semakin menurun dan berkurang luasnya. Berdasarkan hasil penelitian Revilla (1993), Indonesia kehilangan penutupan hutan setiap tahunnya selama tahun seluas ha/tahun atau seluas 0,68% per tahun. Penelitian FAO tahun 1990 juga menunjukkan bahwa penutupan hutan di Indonesia telah berkurang dari 74% menjadi 54% dalam kurun waktu tahun (FAO, 1990). Berdasarkan penaksiran sumberdaya hutan yang dilakukan oleh FAO (1993) laju deforestasi tahunan selama di Indonesia mencapai luas 1,2 juta ha/tahun, menduduki tempat kedua setelah Brazil. Sedangkan berdasarkan penaksiran sumberdaya hutan yang dilakukan oleh FAO (2002), laju deforestasi pada tahun naik menjadi 1,31 juta ha/ tahun. Menurut World Bank (1995), diperkirakan pada tahun an luas hutan di Indonesia mencapai 150 juta ha, tetapi pada tahun 1995 luas hutannya mengalami penurunan menjadi hanya sekitar juta ha. Pengurangan luas penutupan hutan juga dilaporkan oleh Holmes (2000) yang menyatakan bahwa, pada tahun 1980-an terjadi deforestasi sebesar ha/tahun dan naik menjadi 1,2 juta ha/tahun pada tahun Antara tahun 1985 sampai 1997 total areal hutan di Sumatera berkurang dari 23 juta ha menjadi hanya sekitar 16 juta ha. Sementara itu, di Kalimantan total areal hutan berkurang dari 40 juta ha menjadi sekitar 31 juta ha. Sedangkan tingkat deforestasi yang paling rendah adalah di Sulawesi, karena hutan dataran rendah yang ada sudah banyak yang dikonversi pada pertengahan tahun 1980-an. 1

11 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam hal ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, telah melakukan penghitungan angka deforestasi Indonesia secara periodik yang dimulai dari tahun Angka deforestasi berturut-turut tahun yaitu sebesar 1,87 juta ha/tahun, tahun sebesar 3,51 juta ha/tahun, tahun sebesar 1,08 juta ha/tahun, tahun sebesar 1,17 juta ha/tahun, tahun sebesar 0,83 juta ha/tahun, tahun sebesar 0,45 juta ha/tahun dan tahun sebesar 0,61 juta ha/tahun. Angka deforestasi pada periode penghitungan terakhir yaitu tahun diperoleh nilai sebesar 0,73 juta ha/tahun. Angka deforestasi mengalami peningkatan dan pengurangan di setiap tahun perhitungannya. Hal itu terjadi karena dinamisnya perubahan tutupan lahan akibat aktifitas manusia dalam memanfaatkan lahan sehingga mengakibatkan hilangnya tutupan hutan atau penambahan tutupan hutan karena penanaman. Saat ini upaya dalam mengurangi laju deforestasi bukan hanya pada tingkat nasional tetapi sudah merupakan salah satu kesepakatan internasional dimana Indonesia merupakan negara yang tergabung dalam kesepakatan dimaksud. Hal tersebut dipicu dengan semakin tidak seimbangnya daya dukung lingkungan hidup. Banyaknya kejadian bencana alam yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan sebagai dampak negatif dari aktifitas kehidupan manusia. Upaya penurunan deforestasi adalah salah satu upaya dalam penurunan emisi gas rumah Kaca (GRK) yang saat ini makin dirasakan dampaknya bagi kehidupan manusia di bumi. Indonesia telah berkomitmen dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca antara lain melalui Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Perpres tersebut merupakan tindak lanjut kesepakatan Bali Action Plan pada The Conferences of Parties (COP) ke-13 United Nations Frameworks Convention on Climate Change (UNFCCC), hasil COP-15 di Copenhagen dan COP-16 di Cancun serta memenuhi komitmen Pemerintah Indonesia dalam pertemuan G-20 di Pittsburg. Sejalan dengan hal tersebut, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. P.18/MenLHK-II/2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengamanatkan pembentukan organisasi baru yaitu Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim untuk mendukung implementasi nyata kegiatan-kegiatan di atas. Selain Perpres Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011, komitmen Presiden juga dituangkan dalam Perpres Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional. Dalam peraturan tersebut, kehutanan merupakan salah satu komponen inventarisasi GRK yang dilakukan pada sumber emisi dan penyerapan (termasuk simpanan karbon). Kesungguhan Presiden dalam upaya mengurangi gas rumah kaca, juga dilakukan dengan menginstruksikan Kepala Kementerian/Lembaga yang terkait dengan pengelolaan hutan dan lahan dan seluruh Kepala Daerah tingkat I dan II untuk melakukan penundaan pemberian izin baru tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut yaitu sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011, 2

12 yang telah diperpanjang sebanyak dua kali melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2013 dan Instruksi Presiden No 8 tahun Beberapa kegiatan yang ditengarai sebagai penyebab pengurangan luas hutan adalah konversi kawasan hutan untuk tujuan pembangunan sektor lain misalnya untuk perkebunan dan transmigrasi; pembalakan yang tidak lestari, pencurian kayu atau penebangan liar (illegal logging); pertambangan, perambahan dan okupasi lahan serta kebakaran hutan. Di sisi lain, belum optimalnya kegiatan penghijauan dan reboisasi mengakibatkan semakin luasnya lahan kritis. Kerusakan lingkungan pun dapat dirasakan meningkat seiring dengan meningkatnya deforestasi. Tingginya tekanan terhadap keberadaan hutan telah mendorong dilakukannya monitoring sumber daya hutan secara periodik. Diharapkan dari hasil monitoring dapat diketahui antara lain: 1. kondisi hutan Indonesia terkini sebagai bahan pendukung dalam perencanaan pembangunan kehutanan di masa yang akan datang; 2. laju perubahan penutupan hutan sebagai bahan monitoring dan pengawasan terhadap pengelolaan hutan yang telah dilaksanakan; 3. kecenderungan perubahannya di masa yang akan datang sehingga dapat diantisipasi perubahan ke arah yang tidak diinginkan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dilakukan penghitungan deforestasi yang merupakan kondisi perubahan tutupan lahan berhutan menjadi tidak berhutan. Periode penghitungan deforestasi dilakukan setiap 1 (satu) tahun dengan menggunakan hasil penafsiran Citra Landsat resolusi sedang yang menghasilkan angka deforestasi rata-rata per tahun. Penghitungan deforestasi dilakukan berdasarkan hasil penafsiran Citra Landsat LDCM (The Landsat Data Continuity Mission) 8 OLI liputan tahun 2013 dan B. Tujuan Penghitungan deforestasi di Indonesia bertujuan untuk menyajikan data deforestasi atau perubahan tutupan lahan dari berhutan menjadi tidak berhutan tahun sebagai bahan pendukung dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan secara lestari (Sustainable Forest Management). C. Sasaran Tersedianya data dan informasi deforestasi Indonesia terkini, meliputi luas, angka deforestasi rata-rata per tahun dan sebarannya pada Hutan Konservasi, Hutan Lindung, Hutan Produksi dan Areal Penggunaan Lain untuk seluruh Indonesia. 3

13 D. Ruang Lingkup Data deforestasi di seluruh Indonesia pada tahun , baik pada Kawasan Hutan maupun Areal Penggunaan Lain pada tipe hutan primer, hutan sekunder dan hutan tanaman. E. Batasan Istilah Beberapa batasan pengertian istilah di dalam Penghitungan Deforestasi Indonesia Tahun adalah sebagai berikut: 1. Data kawasan hutan adalah data digital wilayah tertentu yang ditunjuk dan/ atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap yang bersumber dari Peta Kawasan Hutan. Data ini tidak bisa dijadikan sebagai acuan mengenai garis batas dan fungsi kawasan hutan di lapangan. 2. Tutupan lahan adalah penyebutan kenampakan biofisik di permukaan bumi yang terdiri dari areal bervegetasi, lahan terbuka, lahan terbangun, serta tubuh air dan lahan basah. 3. Deforestasi yang dimaksud di buku ini adalah deforestasi netto, yaitu perubahan/pengurangan luas tutupan lahan dengan kategori berhutan pada kurun waktu tertentu. Deforestasi netto diperoleh dari perhitungan deforestasi bruto dikurangi dengan reforestasi. 4. Deforestasi bruto yaitu luas perubahan kondisi tutupan lahan dari kelas tutupan lahan kategori Hutan (berhutan) menjadi kelas tutupan lahan kategori Non Hutan (tidak berhutan). 5. Reforestasi yaitu luas perubahan kondisi tutupan lahan dari kelas tutupan lahan kategori Non Hutan (tidak berhutan) menjadi kelas tutupan lahan kategori Hutan (berhutan). 6. Hutan atau Areal Berhutan adalah kondisi tutupan lahan berupa hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder dan hutan tanaman. 7. Non Hutan atau Areal Tidak Berhutan adalah bentuk tutupan lahan berupa semak/belukar, belukar rawa, savana/padang rumput, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur semak, transmigrasi, sawah, tambak, tanah terbuka, pertambangan, permukiman, rawa dan pelabuhan udara/laut. 8. Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah tutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh hutan tanaman baik hutan tanaman yang berada di areal IUPHHK-HT maupun hutan tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan (APL); terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya. 4

14 BAB II METODOLOGI

15 BAB II METODOLOGI A. Sumber Data Data yang digunakan dalam penghitungan deforestasi adalah data digital yang tersedia pada Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan pada tingkat ketelitian skala 1: Data tersebut meliputi: 1. Peta Dasar Digital skala 1: Data digital tutupan lahan hasil penafsiran Citra Landsat LDCM (The Landsat Data Continuity Mission) 8 OLI liputan tahun 2013 dan tahun Data digital kawasan hutan bersumber dari peta lampiran SK Kawasan Hutan serta perkembangannya sampai dengan tanggal 16 Oktober Penggunaan Kawasan Hutan berdasarkan fungsinya terdiri dari Hutan Lindung, Hutan Konservasi (KSA-KPA dan Taman Buru), Hutan Produksi Tetap (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK). Data ini tidak bisa dijadikan sebagai acuan mengenai garis batas dan fungsi kawasan hutan di lapangan. Selain data di atas, analisis penghitungan deforestasi Indonesia juga menggunakan data pendukung lain, yaitu : 1. Kawasan hutan bersumber dari SK Kawasan Hutan dan perkembangannya hingga Tahun Pemanfaatan, penggunaan, dan perubahan peruntukan kawasan hutan 3. Persebaran hot spot 4. Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan 5. Data pemukiman Data pendukung tersebut digunakan untuk memberikan informasi tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya deforestasi. Dengan informasi ini diharapkan dapat memberi gambaran dan rekomendasi pengelolaan hutan ke depannya. B. Analisis dan Penyajian Data Penghitungan deforestasi dilaksanakan melalui analisis data tutupan lahan pada kawasan hutan provinsi dengan menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis. Data yang digunakan untuk proses analisis merupakan data yang telah dipetakan dalam peta dasar yang sama yaitu Peta Dasar Digital skala 1: Tahapan penghitungan dan penyajian data deforestasi adalah sebagai berikut : 1. Penyiapan data digital tutupan lahan hasil penafsiran (interpretasi) Citra Landsat 8 OLI/ LDCM (The Landsat Data Continuity Mission) liputan tahun

16 2. Pemetaan data tutupan lahan tahun 2013 dan 2014 serta kawasan hutan dalam satu peta dasar yang sama. 3. Overlay (tumpang susun) data digital tutupan lahan tahun 2013 dan 2014 dengan data kawasan hutan. 4. Penghitungan luas dan angka deforestasi pada setiap fungsi kawasan hutan serta Areal Penggunaan Lain. Tubuh air (danau, sungai besar, laut (kawasan konservasi perairan)) tidak termasuk dalam penghitungan. Dalam penghitungan luas menggunakan spesifikasi: Proyeksi yang digunakan adalah Mercator, Spheroid WGS 84, angka luas disajikan dalam satuan juta hektar (ha), ribu ha dan ha. 5. Deforestasi dihitung dengan batasan sebagai berikut: - Penghitungan dilakukan pada kondisi tutupan lahan yang pada liputan tahun 2013 merupakan Hutan sedangkan pada liputan tahun 2014 mengalami perubahan menjadi Tidak Berhutan (Non Hutan) dikurangi kondisi tutupan lahan yang pada liputan tahun 2013 merupakan Tidak Berhutan (Non Hutan) sedangkan pada liputan tahun 2014 mengalami perubahan menjadi Berhutan. - Penghitungan deforestasi dilakukan bukan dari selisih luas hutan periode yang lama (2013) dengan luas hutan hasil penafsiran periode yang baru (2014), akan tetapi dari hasil identifikasi lokasi-lokasi yang berubah dari penutupan hutan ke penutupan bukan hutan. Dengan demikian luas deforestasi tidak terpengaruh oleh tingkat ketelitian penafsiran hutan secara keseluruhan. - Tutupan lahan kategori hutan lainnya berdasarkan penafsiran citra dilakukan pada seluruh lokasi hutan tanaman baik pada HTI/ IUPHHK- HT maupun hutan tanaman hasil reboisasi/penghijauan di dalam maupun di luar kawasan hutan, belum mempertimbangkan perbedaan lokasi hutan tanaman baik di dalam maupun di luar lokasi IUPHHK Hutan Tanaman sehingga perubahan tutupan lahan dari Berhutan menjadi Tidak Berhutan pada seluruh lokasi Hutan Tanaman termasuk dalam penghitungan deforestasi. 6. Penyajian luas dan sebaran deforestasi pada kawasan hutan dan areal penggunaan lain dalam bentuk peta, diagram dan tabel. 6

17 Proses selengkapnya disajikan pada Gambar 1. Penutupan Lahan Tahun 2013 (I) Penutupan Lahan Tahun 2014 (II) Kawasan Hutan Provinsi Pemetaan pada peta dasar yang sama (skala 1: ) Analisis Spasial (OVERLAY) Faktor-faktor yang mempengaruhi deforestasi Hasil Analisis Spasial - H (t0) H (t1) (tetap) - H (t0) NH (t1) (berubah) - NH (t0) NH (t1) (tetap) - NH (t0) H (t1) (berubah) UNTUK PENGHITUNGAN DEFORESTASI H (t0) NH (t1) (Def. Bruto) NH (t0) H (t1) (Reforestasi) Deforestasi = Def. Bruto - Reforestasi Angka deforestasi dipengaruhi antara lain oleh : 1. Perubahan fungsi dan perubahan peruntukan kawasan hutan 2. Pemanfatan dan penggunaan kawasan hutan 3. Persebaran hot spot 4. Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan 5. Asosiasi dengan pemukiman Tabel dan Diagram Keterangan : H (t0) = Hutan Tahun ke-0 H (t1) = Hutan Tahun ke-1 NH (t0) = Non Hutan Tahun ke-0 = Non Hutan Tahun ke-1 NH (t1) Peta Deforestasi per Provinsi Gambar 1. Bagan Alur Proses Penghitungan Deforestasi Indonesia 7

18 BAB III HASIL PENGHITUNGAN DEFORESTASI INDONESIA

19 BAB III HASIL PENGHITUNGAN DEFORESTASI INDONESIA A. Deforestasi Indonesia Angka deforestasi yang dimaksud dalam buku ini adalah deforestasi netto yaitu hasil dari pengurangan angka deforestasi bruto dengan reforestasi. Oleh karena itu, sebelum menyajikan angka deforestasi netto maka terlebih dahulu akan disajikan angka deforestasi bruto dan reforestasi Indonesia, pulau/kepulauan besar dan provinsi. 1. Deforestasi Bruto Deforestasi bruto yaitu luas perubahan kondisi tutupan lahan dari kelas tutupan lahan kategori hutan (berhutan) menjadi kelas tutupan lahan kategori non hutan (tidak berhutan). Perubahan tersebut berdasarkan data digital hasil penafsiran Citra Landsat LDCM (The Landsat Data Continuity Mission) 8 OLI liputan tahun 2013 dan Angka deforestasi bruto Indonesia tahun sebesar 568,0 ribu ha/th. Perubahan tutupan hutan menjadi bukan hutan paling banyak terjadi pada tutupan hutan sekunder yaitu sebesar 307,2 ribu ha/th atau sebesar 54,1% sementara pada hutan tanaman sebesar 41,6% (236,3 ribu ha/th). Sedangkan 4,3% (24,6 ribu ha/th) terjadi di hutan primer. Deforestasi bruto terjadi di dalam kawasan hutan sebesar 453,9 ribu ha/th atau 79,9 % dari total deforestasi bruto 568,0 ribu ha/th, sedangkan di luar kawasan hutan sebesar 114,1 ribu ha/th (20,1%). Angka deforestasi bruto di dalam kawasan hutan paling tinggi terjadi di fungsi kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT) yaitu sebesar 308,6 ribu ha/th (54,3%). Perubahan tutupan hutan menjadi tidak berhutan juga terjadi pada kawasan yang memiliki fungsi lindung bahkan konservasi, walaupun angka deforestasinya tidak sebesar yang terjadi di hutan produksi yaitu di kawasan konservasi sebesar 20,1 ribu ha/th (3,5%) dan hutan lindung sebesar 29,1 ribu ha/th (5,1%). Secara lengkap angka deforestasi bruto disajikan pada Gambar 2 dan 3. 8

20 ,1 223,8 Angka Deforestasi Bruto (ribu Ha/th) ,0 Kawasan Hutan 8,6 93,1 APL di dalam dan di luar kawasan (APL) 12,5 Hutan Primer Hutan Sekunder Hutan Tanaman* Gambar 2. Diagram Angka Deforestasi Indonesia Tahun (Ribu ha/th) pada Hutan Primer, Sekunder dan Tanaman di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan (APL) Angka Deforestasi Bruto (ribu Ha/th) ,4 212,8 50,3 25,5 30,1 15,7 4,3 3,3 3,5 8,7 0,1 0,3 3,4 1,6 1,8 KSA-KPA HL HPT HP HPK di dalam dan di luar kawasan (APL) Hutan Primer Hutan Sekunder Hutan Tanaman* Gambar 3. Diagram Angka Deforestasi Indonesia Tahun (Ribu Ha/Th) pada Hutan Primer, Sekunder dan Tanaman di Dalam Kawasan Hutan Sebaran angka deforestasi bruto di setiap pulau/kepulauan besar di Indonesia menunjukkan angka yang berbeda. Angka deforestasi bruto tertinggi terjadi di Pulau Sumatera yaitu sebesar 367,7 ribu ha/th atau 64,7% dari total deforestasi bruto Indonesia. Pulau Kalimantan merupakan pulau kedua dengan angka deforestasi bruto tertinggi yaitu sebesar 149,4ribu ha/th atau 26, 3%, sedangkan Kepulauan Bali dan Nusa Tenggara memiliki angka deforestasi bruto yang terkecil yaitu sebesar 0,4 ribu ha/th atau 0,1%. 9

21 Provinsi Riau adalah provinsi dengan nilai deforestasi bruto tertinggi di Pulau Sumatera yaitu sebesar 275,7 6 ribu ha/th. Kalimantan Tengah merupakan provinsi dengan angka deforestasi bruto tertinggi di Pulau Kalimantan sebesar 66,7 ribu ha/th. Sebaliknya terdapat provinsi yang tidak teridentifikasi mengalami deforestasi yaitu Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Nusa Tenggara Barat. Secara umum angka deforestasi bruto setiap pulau/kepulauan besar disajikan pada Gambar 4. Angka Reforestasi Bruto (ribu Ha/th) 350,0 300,0 250,0 200,0 150,0 100,0 50,0 0,0 332,1 35,6 5,5 2,3 91,5 58,0 SUMATERA JAWA KALIMANTAN SULAWESI BALI NUSA TENGGARA 10,9 7,1 12,9 0,2 0,1 0,8 1,7 9,4 Pulau/Kepulauan MALUKU Kawasan Hutan APL PAPUA Gambar 4. Diagram Angka Deforestasi tahun (Ribu Ha/Th) pada 7 (Tujuh) Kelompok Pulau/Kepulauan Besar di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan 2. Reforestasi Reforestasi yaitu luas perubahan kondisi tutupan lahan dari kelas tutupan lahan kategori tidak berhutan menjadi kelas tutupan lahan kategori berhutan. Perubahan tutupan lahan tidak berhutan menjadi berhutan dapat terjadi melalui aktifitas penanaman baik yang dilakukan dalam upaya produksi hasil hutan kayu, pertumbuhan tanaman atau upaya rehabilitasi hutan dan lahan. Reforestasi ini dapat terjadi di areal izin usaha hutan tanaman maupun areal rehabilitasi. Angka reforestasi Indonesia tahun adalah sebesar 170,6 ribu ha/th. Reforestasi terjadi di hutan sekunder dan hutan tanaman dengan nilai yang lebih besar di hutan tanaman yaitu 167,8 ribu ha/th atau 98,4%, sedangkan di hutan sekunder hanya sebesar 2,8 ribu ha/th atau 1,6% yang terjadi akibat pertumbuhan tanaman. Sama halnya dengan deforestasi bruto, reforestasi tertinggi juga terjadi di kawasan hutan produksi tetap (HP) yaitu 146,3 ribu ha/th atau 25,8%. Kawasan hutan produksi sebagai penghasil kayu menyebabkan angka reforestasi lebih tinggi dibandingkan di fungsi hutan lainnya. 10

22 Reforestasi di Hutan Konservasi (KSA-KPA) hanya sebesar 2 ribu ha/th (1,1%), hutan lindung (HL) sebesar 5,0 ribu ha/th (0,9%), di Hutan Produksi Terbatas (HPT) sebesar 8,0 ribu ha/th (1,4%), Hutan Produksi Tetap (HP) sebesar 146,3 ribu ha/th (25,8%), di Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) sebesar 109,9 ribu ha/th (0,02%) serta di luar kawasan hutan (APL) yaitu sebesar 9,3 ribu ha/th (1,6%). Secara lengkap angka reforestasi per fungsi hutan disajikan pada Gambar ,5 Angka Reforestasi (ribu Ha/th) ,9-0,02-0,2 4,8 8,0-0,02 0, ,04 KSA-KPA HL HPT HP HPK 0,1 di dalam dan di luar kawasan (APL) Hutan Primer Hutan Sekunder Hutan Tanaman* Gambar 5. Diagram Angka Reforestasi Indonesia Tahun (Ribu Ha/Th) pada Hutan Primer, Sekunder dan Tanaman di Dalam Kawasan Hutan Reforestasi tertinggi terjadi di Pulau Sumatera yaitu sebesar 139,3 4 ribu ha/th atau 81,7%, sedangkan Pulau Jawa dan Kalimantan memiliki angka reforestasi yang hampir sama yaitu 15,5 (9,1%) di Pulau Jawa dan 15,4 ribu ha/th (9,0%) di Pulau Kalimantan. Sementara itu, pada Pulau/Kepulauan Maluku, Papua Barat, dan Papua tidak teridentifikasi terjadi reforestasi. Provinsi Riau merupakan provinsi dengan angka reforestasi tahun tertinggi yaitu 73,7 ribu ha/th atau 43,2% dari total angka reforestasi Indonesia. Urutan berikutnya adalah Provinsi Jambi yang mempunyai angka reforestasi kedua tertinggi yaitu 62,4 ribu ha/th atau 36,6%. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang mempunyai angka reforestasi tertinggi di Pulau Jawa yaitu sebesar 15,1 ribu ha/th atau 8,9%. Sementara itu di Pulau Kalimantan, angka reforestasi tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah yaitu sebesar 7,8 ribu ha/th atau 4,6 % dari angka total reforestasi di Indonesia. Angka reforestasi untuk setiap pulau/kepulauan besar di Indonesia disajikan pada Gambar 6. 11

23 Angka Reforestasi Bruto (ribu Ha/th) ,4 11,4 13,4 3,0 4,2 2,0 0,1 0,1-0, SUMATERA JAWA KALIMANTAN SULAWESI BALI NUSA TENGGARA Pulau/Kepulauan MALUKU Kawasan Hutan APL PAPUA Gambar 6. Diagram Angka Reforestasi tahun (Ribu Ha/Th) pada 7 (Tujuh) Kelompok Pulau/Kepulauan Besar di dalam dan di luar Kawasan Hutan 3. Deforestasi Netto Berdasarkan hasil penafsiran Citra Landsat LDCM (The Landsat Data Continuity Mission) 8 OLI liputan tahun 2013 dan 2014 telah disusun Peta Deforestasi Indonesia tahun sebagaimana tersaji pada Gambar 7. Sumber : Data Digital Deforestasi Indonesia Tahun Gambar 7. Peta Deforestasi Indonesia Tahun Luas deforestasi tahun merupakan hasil penghitungan selisih antara luas perubahan tutupan lahan berhutan (hutan primer, hutan sekunder dan hutan tanaman) pada hasil penafsiran liputan tahun 2013 menjadi tutupan lahan tidak berhutan pada hasil penafsiran liputan tahun 2014 dengan luas perubahan tutupan lahan tidak berhutan pada hasil penafsiran liputan tahun 2014 menjadi 12

24 tutupan lahan berhutan. Berdasarkan perhitungan selisih deforestasi bruto dan reforestasi, maka diperoleh hasil selengkapnya sebagai berikut: 1. Dari luas deforestasi Indonesia sebesar 397,4 ribu ha/th, sebesar 292,5 ribu ha/th (73,6%) berada di kawasan hutan, sedangkan sisanya seluas 104,8 ribu ha/th (26,4%) berada di Areal Penggunaan Lain (APL). Selengkapnya tersaji pada Gambar 8. Angka Deforestasi Indonesia Tahun (Juta Ha/Th) 0,10 ; 26,38% 0,29 ; 73,62% Kawasan Hutan APL Gambar 8. Diagram Angka Deforestasi Indonesia (Juta Ha/Th) Tahun di dalam dan di luar Kawasan Hutan (APL) 2. Angka deforestasi di dalam kawasan hutan sebesar 292,5 ribu ha/th (73,6%) terdiri dari deforestasi di hutan primer sebesar 16,0 ribu ha/th (4,0%), hutan sekunder sebesar 213,0 ribu ha/th (53,6%) dan hutan tanaman sebesar 63,5 ribu ha/th (16,0 %). Sedangkan pada Areal Penggunaan Lain dihasilkan angka deforestasi hutan primer sebesar 8,6 ribu ha/th (2,2%), hutan sekunder sebesar 91,3 ribu ha/th (23,0%) dan hutan tanaman sebesar 4,9 ribu ha/th (1,2%) sebagaimana disajikan pada Gambar 9 dan Tabel III.1. 13

25 Angka Deforestasi (ribu Ha/th) ,0 91,3 63,5 16,0 8,6 4,9 Kawasan Hutan APL di dalam dan di luar kawasan (APL) Hutan Primer Hutan Sekunder Hutan Tanaman* Gambar 9. Diagram Angka Deforestasi Indonesia (Ribu Ha/Th) pada Hutan Primer, Hutan Sekunder, dan Hutan Tanaman Tahun di dalam dan di luar Kawasan Hutan (APL) Tabel III.1 Angka Deforestasi Indonesia (Ribu Ha/Th) Tahun NO DEFORESTASI PADA TIPE HUTAN KAWASAN HUTAN APL HUTAN TETAP % TOTAL % HPK Jumlah KSA-KPA HL HPT HP Jumlah Jumlah % 1 Hutan Primer 4,3 3,3 3,5 3,4 14,4 1,6 16,0 4,0 8,6 2,2 24,6 6,2 2 Hutan Sekunder 15,7 25,3 50,3 91,6 182,9 30,1 213,0 53,6 91,3 23,0 304,4 76,6 3 Hutan Tanaman* -1,8-4,5 0,7 67,3 61,8 1,7 63,5 16,0 4,9 1,2 68,4 17,2 TOTAL 18,2 24,1 54,5 162,3 259,1 33,4 292,5 73,6 104,8 26,4 397,4 100,0 Sumber : Pengolahan data, 2015 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah tutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh hutan tanaman baik di Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun hutan tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan (APL); terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya. 14

26 Angka Deforestasi (ribu Ha/th) ,6 67,3 50,3 25,3 15,7 4,3-1,8 3,3-4,5 3,5 0,7 3,4 1, KSA-KPA HL HPT HP Fungsi Kawasan Hutan Gambar 10. Diagram Angka Deforestasi Indonesia (Ribu Ha/Th) pada Hutan Primer, Sekunder, dan Tanaman Tahun di dalam Kawasan Hutan 3. Sebaran deforestasi per tahun di dalam kawasan hutan tahun menurut kelompok pulau/kepulauan besar, yang terbesar terjadi di Pulau Sumatera yaitu sebesar 228,3 ribu ha/th atau 57,5% dari total angka deforestasi di Indonesia, diikuti dengan Pulau Kalimantan sebesar 134,0 ribu ha/th (33,7%). Sedangkan deforestasi terendah adalah di Kepulauan Bali Nusa Tenggara sebesar 0,2 ribu ha/th atau 0,1%. Data selengkapnya tersaji pada Tabel III.2. Tabel III.2 Angka Deforestasi pada 7 (Tujuh) Kelompok Pulau/ Kepulauan Besar (Ribu Ha/Th) Tahun NO DEFORESTASI PADA TIPE HUTAN KAWASAN HUTAN APL HUTAN TETAP % HPK Jumlah KSA-KPA HL HPT HP Jumlah Jumlah % TOTAL % 1 SUMATERA 13,5 15,1 35,5 122,0 186,1 9,6 195,7 49,3 32,6 8,2 228,3 57,5 2 JAWA 0,0-1,0-2,5-2,3-5,8 0,0-5,8-1,5-1,9-0,5-7,7-1,9 3 KALIMANTAN 2,8 5,6 15,2 39,1 62,7 15,3 78,0 19,6 56,0 14,1 134,0 33,7 4 SULAWESI 0,8 3,1 2,8 1,3 7,9 2,8 10,7 2,7 7,0 1,8 17,7 4,5 5 BALI NUSA TENGGARA 0,0 0,1 0,0 0,1 0,2 0,0 0,2 0,1-0,01-0,002 0,2 0,1 6 MALUKU 0,0 0,0 0,2 0,1 0,3 0,5 0,8 0,2 1,7 0,4 2,5 0,6 7 PAPUA 1,1 1,3 3,3 2,1 7,7 5,2 12,9 3,2 9,4 2,4 22,3 5,6 TOTAL 18,2 24,1 54,5 162,3 259,1 33,4 292,5 73,6 104,8 26,4 397,4 100,0 Sumber : Pengolahan data,

27 Angka Deforestasi Bruto (ribu Ha/th) ,7 32,6-5,8-1,9 78,0 56,0 10,7 SUMATERA JAWA KALIMANTAN SULAWESI BALI NUSA TENGGARA 7,0 Pulau/Kepulauan 1,7 0,2 0,8 12,9-0,01 MALUKU Kawasan Hutan APL PAPUA 9,4 Gambar 11. Diagram Angka Deforestasi pada 7 (Tujuh) Kelompok Pulau/Kepulauan Besar (Ribu Ha/Th) di dalam dan di luar Kawasan Hutan Tahun Sebaran deforestasi di kawasan hutan seluruh Indonesia selama tahun yaitu di Hutan Konservasi sebesar 18,2 ribu ha/th (4,6%), di Hutan Lindung sebesar 24,1 ribu ha/th (6,1%), dan Hutan Produksi sebesar 250,2 ribu ha/th (63,0%). Sedangkan deforestasi di luar kawasan hutan (Areal Penggunaan Lain) sebesar 104,8 ribu ha/th (26,4%). Selengkapnya tersaji pada Tabel III.3. Tabel III.3 Angka Deforestasi per Fungsi Kawasan (Ribu Ha/Th) Tahun NO Fungsi Kawasan dan Bukan Kawasan Hutan (APL) ANGKA DEFORESTASI 1 Kawasan Hutan Konservasi (KSA-KPA) 18,2 4,6 2 Kawasan Hutan Lindung 24,1 6,1 3 Kawasan Hutan Produksi a. HPT 54,5 13,7 b. HP 162,3 40,9 c. HPK 33,4 8,4 sub Total ( a + b + c ) 250,2 63,0 Total Kawasan Hutan ( ) 292,5 73,6 4 Areal Penggunaan Lain 104,8 26,4 Total ( ) 397,4 100,0 Sumber : Pengolahan data, 2015 Luas deforestasi berdasarkan fungsi kawasan hutan dan tipe hutan untuk masing-masing provinsi disajikan secara lengkap pada lampiran 1 dan 2. % 16

28 Angka Deforestasi (Ribu Ha/Th) ,2 24,1 Kawasan Hutan Konservasi (KSA-KPA) Kawasan Hutan Lindung 292,5 Kawasan Hutan Produksi 104,8 Areal Penggunaan Lain Fungsi Kawasan dan Bukan Kawasasn Hutan (APL) Gambar 12. Diagram Angka Deforestasi per Fungsi Kawasan (Ribu Ha/Th) Tahun C. Deforestasi di Dalam Kawasan Hutan Konservasi (KSA-KPA) Deforestasi di dalam kawasan Hutan Konservasi meliputi deforestasi di dalam kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan taman buru yang terjadi pada tipe hutan primer, hutan sekunder dan hutan tanaman. Berdasarkan hasil penghitungan deforestasi di dalam kawasan Hutan Konservasi per provinsi pada Tabel III.4, terlihat bahwa: a. Secara umum hutan sekunder mengalami deforestasi yang lebih besar dibandingkan dengan hutan primer dan hutan tanaman. Hutan primer pada kawasan konservasi memiliki angka deforestasi sebesar 3.724,9 ha/th atau 20,5% dari total angka deforestasi seluruh Indonesia di dalam kawasan hutan konservasi ,2 ha/th. Hutan sekunder memiliki angka deforestasi sebesar ,6 ha/th atau 81,6%, sedangkan hutan tanaman mengalami deforestasi sebesar -388,3 ha/th (-2,1%). Nilai deforestasi negatif menunjukkan bahwa terjadi penambahan luas areal tutupan berhutan di kawasan hutan konservasi. 17

29 Tabel III.4 Angka Deforestasi di dalam Kawasan Hutan Konservasi per Provinsi (Ha/Th) Tahun ANGKA DEFORESTASI (Ha/Th) NO. PROVINSI Hutan Primer Hutan Sekunder Hutan Tanaman* Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Aceh 130,6 41,0 188,1 59, ,7 2 Sumatera Utara 58,4 44,8 72,1 55, ,5 3 Riau 103,1 1, ,6 103,8-324,9-5, ,8 4 Sumatera Barat 216,0 43,1 284,1 56,6 1,4 0,3 501,5 5 Jambi 1.965,0 89,5 230,3 10, ,3 6 Sumatera Selatan 80,6 6, ,3 93, ,8 7 Kepulauan Bangka Belitung ,1 100, ,1 8 Bengkulu 394,4 14, ,6 85,3 14,4 0, ,4 9 Lampung 34,7 100, ,7 10 Kepulauan Riau SUMATERA 2.982,8 22, ,1 80,1-309,0-2, ,9 11 Banten DKI Jakarta Jawa Barat ,1 100,0-1488,1 14 Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur ,0 100, ,0 JAWA , , , ,6 12,9 17 Kalimantan Barat - 711,1 100, ,1 18 Kalimantan Selatan - 181,3 99,9 0,3 0,1 181,5 19 Kalimantan Tengah - 304,1 19, , ,8 20 Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara - 236,9 56, ,8 KALIMANTAN ,5 50, ,8 49, ,3 21 Sulawesi Utara 180,9 37,2 305,2 62, ,1 22 Gorontalo 3,2 100, ,2 23 Sulawesi Tengah ,5 100, ,5 24 Sulawesi Tenggara ,1 100, ,1 25 Sulawesi Barat Sulawesi Selatan ,9 100, ,9 SULAWESI 184,0 24,1 578,8 75, ,9 27 Bali ,5 100, ,5 28 NTB NTT BALI DAN NUSA TENGGARA ,5 100, ,5 30 Maluku Utara Maluku MALUKU & MALUKU UTARA Papua 558,1 52,8 499,3 47, ,4 33 Papua Barat ,3 100, ,3 PAPUA 558,1 52,2 510,6 47, ,8 INDONESIA 3.724,9 20, ,6 81,6-388,3-2, ,2 Sumber : Data digital penutupan lahan skala 1 : hasil penafsiran citra landsat 8 OLI Tahun 2013 dan 2014 Direktorat Inventarisasi & Pemantauan Sumber Daya Hutan,Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah tutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan (APL); terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Di dalam kawasan Hutan Konservasi, hutan tanaman tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/ IUPHHK-HT. b. Provinsi-provinsi yang memiliki angka deforestasi pada kawasan hutan konservasi terbesar terdapat di Provinsi Riau yaitu sebesar 103,1 ha/th di hutan primer dan 6.133,6 ha/th di hutan sekunder, diikuti dengan Provinsi Bengkulu sebesar 2.380,6 ha/th yang terjadi di hutan sekunder dan 394,4 ha/th di hutan primer, urutan berikutnya adalah Provinsi Jambi sebesar 1.965,0 ha/th di hutan primer dan 230,3 ha/th di hutan sekunder. 18

30 c. Untuk Pulau Jawa, hanya Provinsi Jawa Timur yang mengalami deforestasi pada kawasan konservasi yaitu sebesar 1.501,0 ha/th, sedangkan di Provinsi Jawa Barat justru mengalami penambahan luas areal berhutan dengan luas 1.488,1 ha/th. d. Provinsi yang memiliki angka deforestasi dalam kisaran sekitar 1,0 10,0 ribu ha/th terdapat di Provinsi Riau (5.911,8 ha/th), Provinsi Jambi sebesar (2.195,3 ha/th), Provinsi Sumatera Selatan (1.312,8 ha/th, Provinsi Bengkulu sebesar 2.789,4 ha/th, Jawa Timur sebesar 1.501,0 ha/th, Kalimantan Tengah sebesar 1.527,8 ha/th, dan Papua sebesar 1.057,4 ha/th. e. Provinsi yang memiliki angka deforestasi dalam kisaran 100, ,0 ha/th terdapat di Provinsi Aceh (318,7 ha/th), Sumatera Utara (130,5 ha/th), Sumatera Barat (501,5 ha/th) dan Kepulauan Bangka Belitung (265,1 ha/th); Kalimantan Barat (711,1 ha/th), Kalimantan Selatan (181,5 ha/th), Kalimantan Timur dengan Kalimantan Utara (421,8 ha/th), Sulawesi Utara (486,1 ha/th), Sulawesi Tengah (101,5 ha/th), dan Sulawesi Tenggara (101,1 ha/th). f. Angka deforestasi yang <100,0 ha/th terjadi di Provinsi Lampung (34,7 ha/th), Gorontalo (3,2 ha/th), Sulawesi Selatan (70,9 ha/th), Bali (16,5 ha/th) dan Papua Barat (11,3 ha/th). g. Provinsi-provinsi yang tidak mengalami deforestasi pada kawasan hutan konservasi adalah Provinsi Kepulauan Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, dan Maluku. h. Selain terdapat provinsi yang tidak mengalami deforestasi pada kawasan hutan konservasi, ada pula provinsi yang mengalami panambahan luas areal berhutan di kawasan hutan konservasi (nilai deforestasi negatif) yaitu Provinsi Jawa Barat (1.488,1 ha/th). Hutan Konservasi terdiri dari: 1. Kawasan Suaka Alam (KSA), meliputi Cagar Alam (CA) dan Suaka Margasatwa (SM); 2. Kawasan Pelestarian Alam (KPA), meliputi Taman Nasional (TN), Taman Hutan Raya (Tahura) dan Taman Wisata Alam (TWA); 3. Taman Buru. Masing-masing kawasan terebut memiliki karakteristik yang berbeda sehingga pengelolaannya pun akan berbeda pula. Deforestasi pada masing-masing kawasan konservasi harus menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana pengelolaannya. C. Deforestasi di Dalam Kawasan Hutan Lindung (HL) Berdasarkan hasil penghitungan deforestasi di dalam kawasan Hutan Lindung per provinsi pada Tabel III.5, terlihat bahwa : 19

31 a. Provinsi Bengkulu adalah provinsi yang mengalami deforestasi paling tinggi di kawasan hutan lindung yaitu sebesar 6.000,7 ha/th yang sebagian besar terjadi pada hutan sekunder yaitu sebesar 4.660,1 ha/th. Provinsi kedua tertinggi yang mengalami deforestasi di kawasan hutan lindung adalah Provinsi Riau dimana deforestasi seluruhnya terjadi di hutan sekunder yaitu sebesar 2.846,1 ha/th. Provinsi ketiga yang memiliki angka deforestasi tertinggi di kawasan hutan lindung adalah Jawa Timur yaitu 2,783,2 ha/th yang seluruhnya terjadi di hutan sekunder. b. Provinsi yang memiliki angka deforestasi dalam kisaran sekitar 1,0 10,0 ribu ha/th terdapat di Provinsi Riau (2.846,1 ha/th), Jambi (1.425,3 ha/th), Sumatera Selatan (2.113,0 ha/th), Bengkulu (6.000,7 ha/th), Jawa Timur (2.783,2 ha/th), Kalimantan Barat (2.481,8 ha/th), Kalimantan Tengah (2.116,7 ha/th), Sulawesi Selatan (1.989,6 ha/th), dan Papua (1.260,5 ha/th). c. Provinsi yang memiliki angka deforestasi dalam kisaran sekitar 100, ,0 ha/th terdapat di Provinsi Aceh (905,3 ha/th), Sumatera Utara (751,5 ha/th), Sumatera Barat (955,1 ha/th), Kalimantan Selatan (178,1 ha/th), Kalimantan Timur dengan Kalimantan Utara (777,0 ha/th), Sulawesi Utara (320,4 ha/th), Sulawesi Tengah (311,1 ha/th), Sulawesi Tenggara (396,2 ha/th), dan Nusa Tenggara Timur (138,9 ha/th). d. Angka deforestasi di kawasan hutan lindung yang <100,0 ha/th terjadi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (48,2 ha/th), Lampung (66,2 ha/th), Sulawesi Barat (70,1 ha/th), dan Maluku Utara (4,4 ha/th). e. Provinsi yang tidak mengalami deforestasi di kawasan hutan lindung adalah Provinsi Kepulauan Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Gorontalo, Bali, Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Papua Barat. f. Pada Provinsi Jawa Barat terlihat adanya penambahan luas areal berhutan di kawasan hutan lindung yang ditunjukkan dengan angka negatif sebesar 3.815,6 ha/th. Hutan Lindung merupakan kawasan yang memiliki fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, memelihara kesuburan tanah dan mencegah intrusi air laut. Di sisi lain pertambahan penduduk telah menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap kawasan hutan, khususnya hutan lindung, untuk memenuhi kebutuhan akan lahan garapan bagi masyarakat sekitar hutan. Terbukanya tutupan lahan berhutan pada hutan lindung akibat penebangan liar dan alih guna lahan menjadi lahan pertanian telah menyebabkan berbagai bencana erosi dan tanah longsor, timbulnya kekeringan pada saat musim kemarau dan banjir pada saat musim hujan, seperti yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini. Untuk mencegah terbukanya tutupan lahan berhutan di hutan lindung, pemanfaatan kawasan hutan lindung yang sesuai dengan daya dukung kawasan dapat dilakukan dengan mempertahankan jenis kayu-kayuan penghasil produk hasil hutan bukan kayu dan tanaman budidaya bagi masyarakat. Dengan demikian dapat mengakomodir kepentingan fungsi tata air hutan lindung dan sebagai sumber penghasilan bagi masyarakat sekitar hutan. 20

32 Tabel III.5 Angka Deforestasi di dalam Kawasan Hutan Lindung per Provinsi (Ha/Th) Tahun ANGKA DEFORESTASI (Ha/Th) NO. PROVINSI Hutan Primer Hutan Sekunder Hutan Tanaman* Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Aceh 538,7 59,5 366,6 40, ,3 2 Sumatera Utara 30,3 4, ,5 191,3-716,4-95,3 751,5 3 Riau ,1 100, ,1 4 Sumatera Barat 0,5 0,1 941,0 98,5 13,6 1,4 955,1 5 Jambi 375,1 26, ,2 75,4-24,0-1, ,3 6 Sumatera Selatan 8,7 0, ,3 99, ,0 7 Kepulauan Bangka Belitung ,2 100, ,2 8 Bengkulu 1.340,5 22, ,1 77, ,7 9 Lampung 57,5 86,8 8,7 13, ,2 10 Kepulauan Riau SUMATERA 2.351,4 15, ,7 89,2-726,8-4, ,3 11 Banten DKI Jakarta Jawa Barat ,6 100, ,6 14 Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur ,2 100, ,2 JAWA ,2-269, ,6 369, ,4 17 Kalimantan Barat 145,2 5, ,6 94, ,8 18 Kalimantan Selatan 47,6 26,7 43,9 24,7 86, ,1 19 Kalimantan Tengah 42,0 2, ,6 98, ,7 20 Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara 45,8 5,9 731,2 94, ,0 KALIMANTAN 280,7 5, ,3 93,4 86,5 1, ,5 21 Sulawesi Utara 73,9 23,1 246,5 76, ,4 22 Gorontalo Sulawesi Tengah 115,8 37,2 195,3 62, ,1 24 Sulawesi Tenggara 11,4 2,9 384,8 97, ,2 25 Sulawesi Barat , ,1 26 Sulawesi Selatan 24,7 1, ,8 98, ,6 SULAWESI 225,8 7, ,6 92, ,4 27 Bali NTB NTT ,9 100, ,9 BALI DAN NUSA TENGGARA ,9 100, ,9 30 Maluku Utara 4,4 100, ,4 31 Maluku MALUKU & MALUKU UTARA 4,4 100, ,4 32 Papua 410,9 32,6 849,5 67, ,5 33 Papua Barat PAPUA 410,9 32,6 849,5 67, ,5 INDONESIA 3.273,2 13, ,2 104, ,9-18, ,6 Sumber :Data digital penutupan lahan skala 1 : hasil penafsiran citra landsat 8 OLI Tahun 2013 dan 2014 Direktorat Inventarisasi & Pemantauan Sumber Daya Hutan,Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah tutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan (APL); terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Di dalam kawasan Hutan Lindung, hutan tanaman tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT. 21

33 D. Deforestasi di Dalam Kawasan Hutan Produksi Deforestasi di dalam kawasan hutan produksi terjadi pada Hutan Produksi Tetap (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi yang dapat di- Konversi (HPK). 1. Hutan Produksi Tetap (HP) Berdasarkan hasil penghitungan deforestasi di dalam kawasan Hutan Produksi Tetap per provinsi pada Tabel III.6, terlihat bahwa : a. Sejalan dengan deforestasi di kawasan konservasi, Provinsi Riau ( ,6 ha/th) juga merupakan provinsi yang mengalami deforestasi tertinggi pada kawasan hutan produksi, diikuti Kalimantan Tengah (21.536,0 ha/th) dan Kalimantan Timur dengan Kalimantan Utara (13.707,2 ha/th). b. Angka deforestasi dalam kisaran sekitar 1,0 10,0 ribu ha/th terdapat di Provinsi Aceh (2.017,4 ha/th), Sumatera Utara (2.928,2 ha/th), Jawa Timur (1.168,0 ha/th), Kalimantan Selatan (4.726,2 ha/th), dan Papua (1.734,0 ha/th). c. Provinsi yang mengalami deforestasi berkisar 100, ,0 ha/th adalah Provinsi Sumatera Barat (576,0 ha/th), Kepulauan Bangka Belitung (896,5 ha/th), Bengkulu (393,8 ha/th), Sulawesi Utara (555,9 ha/th), Sulawesi Tengah (250,0 ha/th), Sulawesi Tenggara (384,4 ha/th), dan Papua Barat (348,8 ha/th). d. Provinsi yang mengalami deforestasi dengan angka kurang dari 100,0 ha/th adalah Provinsi D.I. Yogyakarta (0,9 ha/th), Sulawesi Barat (42,3 ha/th), Sulawesi Selatan (62,5 ha/th), Bali (93,5 ha/th), Maluku Utara (26,9 ha/th), dan Maluku (66,5 ha/th). e. Provinsi yang tidak mengalami deforestasi di dalam kawasan hutan produksi tetap (HP) adalah Lampung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. f. Beberapa provinsi yang menunjukkan nilai deforestasi negatif, yaitu Jambi (-1.824,27 ha/th), Sumatera Selatan (-704,7 ha/th), Banten (-116,5 ha/th), Jawa Barat (-3.261,4 ha/th), Jawa Tengah (-79,2 ha/th), dan Kalimantan Barat (-900,2 ha/th). Data deforestasi di dalam kawasan Hutan Produksi Tetap, selengkapnya disajikan pada Tabel III.6 berikut ini : 22

34 Tabel III.6 Angka Deforestasi di dalam Kawasan Hutan Produksi Tetap per Provinsi (Ha/Th) Tahun ANGKA DEFORESTASI (Ha/Th) NO. PROVINSI Hutan Primer Hutan Sekunder Hutan Tanaman* Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Aceh ,9 96,8 63,5 3, ,4 2 Sumatera Utara ,0 60, ,1 39, ,2 3 Riau 857,9 0, ,9 29, ,8 70, ,6 4 Sumatera Barat 2,5 0,4 255,6 44,4 317, ,0 5 Jambi 1.521,9-8, ,1-66, ,7 174, ,7 6 Sumatera Selatan ,3-5,6-744,0 105,6-704,7 7 Kepulauan Bangka Belitung ,5 100, ,5 8 Bengkulu ,8 100, ,8 9 Lampung Kepulauan Riau SUMATERA 2.382,3 2, ,1 46, ,7 51, ,0 11 Banten ,5 100,0-116,5 12 DKI Jakarta Jawa Barat - - 5,2-0,2-3266,6 100,2-3261,4 14 Jawa Tengah - 28,1-35,5-107, ,2 15 D.I. Yogyakarta ,9 100,0 0,9 16 Jawa Timur ,9 79,7 237,1 20, ,0 JAWA ,2-42, ,4 142, ,2 17 Kalimantan Barat 10,1-1, ,6-367,7-4220,9 468,9-900,2 18 Kalimantan Selatan ,2 20, ,0 79, ,2 19 Kalimantan Tengah 67,1 0, ,6 89, , ,0 20 Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara 397,7 2, ,0 55, , ,2 KALIMANTAN 474,8 1, ,3 80, ,9 18, ,1 21 Sulawesi Utara 95,0 17,1 460,9 82, ,9 22 Gorontalo Sulawesi Tengah ,0 100, ,0 24 Sulawesi Tenggara ,4 100, ,4 25 Sulawesi Barat , ,3 26 Sulawesi Selatan ,5 100, ,5 SULAWESI 95,0 7, ,1 92, ,1 27 Bali ,5 100,0 93,5 28 NTB NTT BALI DAN NUSA TENGGARA ,5 100,0 93,5 30 Maluku Utara 17,3 64, ,6 35,8 26,9 31 Maluku ,5 100, ,5 MALUKU & MALUKU UTARA 17,3 18,5 66,5 71,2 9,6 10,3 93,4-32 Papua 384,9 22, ,2 77, ,0 33 Papua Barat 79,5 22,8 269,3 77, ,8 PAPUA 464,4 22, ,5 77, ,8 INDONESIA 3.433,8 2, ,6 56, ,4 41, ,7 Sumber :Data digital penutupan lahan skala 1 : hasil penafsiran citra landsat 8 OLI Tahun 2013 dan 2014 Direktorat Inventarisasi & Pemantauan Sumber Daya Hutan,Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah tutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan (APL); terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Deforestasi di dalam kawasan hutan produksi tetap paling tinggi terjadi pada hutan sekunder yaitu sebesar 91,6 ribu ha/th (56,4 %), selanjutnya pada hutan tanaman 67,3 ribu ha/th (41,4 %), sedangkan pada hutan primer sebesar 3,4 ribu ha/th (2,1%). Kawasan Hutan Produksi Tetap umumnya diperuntukkan bagi pemanfaatan hasil hutan kayu. Dari seluruh provinsi di seluruh Indonesia yang mengalami deforestasi dalam kawasan hutan produksi tetap, sebagian besar mengalami deforestasi pada hutan sekunder. 23

35 2. Hutan Produksi Terbatas (HPT) Berdasarkan hasil penghitungan deforestasi di dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas per provinsi pada Tabel III.7, terlihat bahwa : a. Provinsi Riau mengalami deforestasi terbesar yaitu ,9 ha/th, diikuti dengan Kalimantan Tengah (8.516,2 ha/th) dan Kalimantan Barat ( 5.364,0 ha/th). b. Angka deforestasi pada kisaran 1,0 10,0 ribu ha/th terjadi di Provinsi Jambi (1.801,0 ha/th), Bengkulu (2.922,8 ha/th), Kalimantan Barat (5.364,0 ha/th), Kalimantan Tengah (8.516,2 ha/th), Kalimantan Timur dengan Kalimantan Utara (1.356,7 ha/th) serta Papua (3.189,8 ha/th). c. Provinsi-provinsi yang mengalami deforestasi berkisar antara 100, ,0 ha/th terdapat di Provinsi Aceh (122,4 ha/th), Sumatera Utara (823,7 ha/th), Sumatera Barat (393,1 ha/th), Sumatera Selatan (132,3 ha/th), Sulawesi Utara (814,4 ha/th), Sulawesi Tengah (833,5 ha/th), Sulawesi Tenggara (447,4 ha/th), Sulawesi Barat (316,1 ha/th), Sulawesi Selatan (338,6 ha/th), Maluku (165,4 ha/th), dan Papua Barat (103,0 ha/th). d. Provinsi-provinsi yang mengalami deforestasi kurang dari 100,0 ha/th adalah Lampung (96,9 ha/th), Kepulauan Riau (4,3 ha/th), Kalimantan Selatan (8,9 ha/th), Gorontalo (40,3 ha/th) dan Maluku Utara (8,4 ha/th). e. Provinsi-provinsi yang tidak mengalami deforestasi di dalam kawasan hutan produksi terbatas (HPT) adalah Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. f. Provinsi yang menunjukkan adanya penambahan luas areal berhutan ditandai dengan angka deforestasi negatif yaitu Provinsi Banten (-120,8 ha/th) dan Jawa Barat (-2.414,4 ha/th). Data deforestasi dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas, selengkapnya disajikan pada Tabel III.7 berikut ini : 24

36 Tabel III.7 Angka Deforestasi di dalam Kawasan Hutan Produksi Terbatas per Provinsi (Ha/Th) Tahun ANGKA DEFORESTASI (Ha/Th) NO. PROVINSI Hutan Primer Hutan Sekunder Hutan Tanaman* Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Aceh , ,4 2 Sumatera Utara , ,7 3 Riau 159,5 0, ,8 84, ,6 14, ,9 4 Sumatera Barat ,9 97,7 9,2 2,3 393,1 5 Jambi 391,0 21, ,3 134,2-1006,3-55, ,0 6 Sumatera Selatan 54,4 41,2 77,9 58, ,3 7 Kepulauan Bangka Belitung Bengkulu 90,6 3, ,2 96, ,8 9 Lampung 81,5 84,1 15,4 15, ,9 10 Kepulauan Riau 4,3 100, ,3 SUMATERA 781,3 2, ,6 88, ,5 9, ,5 11 Banten ,8 100,0-120,8 12 DKI Jakarta Jawa Barat ,4 100,0-2414,4 14 Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur JAWA ,3 100, ,3 17 Kalimantan Barat 129,9 2, ,3 99,5-104,2-1, ,0 18 Kalimantan Selatan ,9 100,0 8,9 19 Kalimantan Tengah 546,8 6, ,4 93, ,2 20 Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara 95,1 7, ,6 93, ,7 KALIMANTAN 771,9 5, ,3 95,6-95,4-0, ,8 21 Sulawesi Utara 221,1 27,2 593,3 72, ,4 22 Gorontalo ,3 100, ,3 23 Sulawesi Tengah 18,4 2,2 815,0 97, ,5 24 Sulawesi Tenggara 83,6 18,7 363,8 81, ,4 25 Sulawesi Barat ,1 100, ,1 26 Sulawesi Selatan ,6 100, ,6 SULAWESI 323,1 11, ,2 88, ,3 27 Bali NTB NTT BALI DAN NUSA TENGGARA Maluku Utara 8,4 100, ,4 31 Maluku ,4 100, ,4 MALUKU & MALUKU UTARA 8,4 4,9 165,4 95, ,8 32 Papua 1.492,9 46, ,9 53, ,8 33 Papua Barat 85,4 83,0 17,5 17, ,0 PAPUA 1.578,3 47, ,4 52, ,7 INDONESIA 3.463,1 6, ,9 92,3 738,9 1, ,8 Sumber :Data digital penutupan lahan skala 1 : hasil penafsiran citra landsat 8 OLI Tahun 2013 dan 2014 Direktorat Inventarisasi & Pemantauan Sumber Daya Hutan,Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah tutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan (APL); terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) merupakan cadangan potensi kayu dan sumber benih permudaan alam. Dari hasil penghitungan deforestasi pada seluruh provinsi, semuanya mengalami deforestasi pada hutan sekunder yang lebih luas dibandingkan hutan primernya. 25

37 3. Hutan Produksi yang dapat di-konversi (HPK) Berdasarkan hasil penghitungan deforestasi di dalam kawasan Hutan Produksi yang dapat di-konversi per provinsi pada Tabel III.8, terlihat bahwa : a. Tidak semua provinsi memiliki kawasan Hutan Produksi yang dapat di- Konversi antara lain Provinsi Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan seluruh provinsi di Pulau Jawa. b. Provinsi yang mengalami deforestasi terbesar pada kawasan Hutan Produksi yang dapat di-konversi adalah Provinsi Kalimantan Tengah sebesar ,1 ha/th, hampir seluruhnya (99,5%) terjadi pada hutan sekunder, diikuti dengan Provinsi Riau sebesar 8.664,0 ha/th Provinsi Papua sebesar 4.230,7 ha/th, dan Gorontalo sebesar 2.184,5 ha/th. c. Provinsi yang memiliki angka deforestasi pada kisaran 100, ,0 ha/th terdapat pada Provinsi Sumatera Barat (904,7 ha/th), Kalimantan Barat (216,2 ha/th), Kalimantan Timur dengan Kalimantan Utara (348,0 ha/th), Sulawesi Tengah (384,1 ha/th), Sulawesi Tenggara (155,9 ha/th), Maluku Utara (128,6 ha/th), Maluku (357,7 ha/th), dan Papua Barat (937,0 ha/th). d. Provinsi yang mengalami deforestasi kurang dari 100 ha/th antara lain Sumatera Utara (41,3 ha/th), Jambi (11,6 ha/th), dan Kalimantan Selatan (97,3 ha/th). e. Provinsi yang tidak mengalami deforestasi di dalam kawasan hutan produksi yang dapat di-konversi (HPK) adalah Provinsi Aceh, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Kepulauan Riau, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur. Hutan Produksi yang dapat di-konversi (HPK) adalah kawasan hutan di luar hutan tetap. Pada umumnya diperuntukkan bagi kegiatan di luar kehutanan, antara lain transmigrasi dan perkebunan, dengan alternatif pelepasan kawasan menjadi kawasan Non Hutan Negara atau Areal Penggunaan Lain (APL). Data angka deforestasi di dalam kawasan Hutan Produksi yang dapat di- Konversi selengkapnya disajikan pada Tabel III.8 berikut ini : 26

38 Tabel III.8 Angka Deforestasi di dalam Kawasan Hutan Produksi yang dapat di-konversi per Provinsi (Ha/Th) Tahun ANGKA DEFORESTASI (Ha/Th) NO. PROVINSI Hutan Primer Hutan Sekunder Hutan Tanaman* Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Aceh Sumatera Utara ,3 100, ,3 3 Riau 7,7 0, ,7 81, ,6 18, ,0 4 Sumatera Barat 8,7 1,0 882,9 97,6 13,1 1,4 904,7 5 Jambi ,3 97,6 0,3 2,4 11,6 6 Sumatera Selatan Kepulauan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Kepulauan Riau SUMATERA 16,4 0, ,2 83, ,0 16, ,6 11 Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur JAWA Kalimantan Barat ,2 100, ,2 18 Kalimantan Selatan - - 2,8 2,8 94,5 97,2 97,3 19 Kalimantan Tengah 28,7 0, ,1 99,5 48,4 0, ,1 20 Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara 97,0 27,9 251,0 72, ,0 KALIMANTAN 125,7 0, ,0 83,2 143,0 16, ,6 21 Sulawesi Utara ,9 100, ,9 22 Gorontalo ,5 100, ,5 23 Sulawesi Tengah 28,5 7,4 355,6 92, ,1 24 Sulawesi Tenggara ,9 100, ,9 25 Sulawesi Barat Sulawesi Selatan SULAWESI 28,5 1, ,9 99, ,4 27 Bali NTB NTT BALI DAN NUSA TENGGARA Maluku Utara 128,6 100, ,6 31 Maluku 81,9 22,9 275,7 77, ,7 MALUKU & MALUKU UTARA 210,5 43,3 275,7 56, ,3 32 Papua 1.014,1 24, ,7 76, ,7 33 Papua Barat 186,3 19,9 750,7 80, ,0 PAPUA 1.200,4 23, ,4 76, ,8 INDONESIA 1.581,4 4, ,2 90, ,9 5, ,6 Sumber :Data digital penutupan lahan skala 1 : hasil penafsiran citra landsat 8 OLI Tahun 2013 dan 2014 Direktorat Inventarisasi & Pemantauan Sumber Daya Hutan,Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah tutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan (APL); terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Pelaksanaan kegiatan transmigrasi dan perkebunan yang belum dilaksanakan sesuai ketentuan dapat mengakibatkan timbulnya okupasi areal oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu, perlu adanya upaya penyempurnaan pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan yang dapat dikonversi, terutama dalam hal regulasi proses pelepasan kawasan hutan untuk penggunaan non kehutanan, sehingga kegiatan perubahan peruntukkan kawasan hutan dapat memberikan jaminan sumber daya alam dan keberlangsungan pengusahaannya. 27

39 E. Deforestasi Di Luar Kawasan Hutan (Areal Penggunaan Lain) Berdasarkan hasil penghitungan deforestasi di luar kawasan hutan (Areal Penggunaan Lain) per provinsi pada Tabel III.9, terlihat bahwa : a. Provinsi Kalimantan Barat merupakan provinsi dengan angka deforestasi terbesar yaitu ,8 ha/th, diikuti Kalimantan Timur dengan Kalimantan Utara (21.728,7 ha/th) dan Provinsi Riau (21.152,9 ha/th). b. Provinsi yang memiliki angka deforestasi berkisar sekitar 1,0 10,0 ribu ha/th yaitu Provinsi Aceh (4.284,2 ha/th), Sumatera Utara (1.465,3 ha/th), Sumatera Barat (1.725,7 ha/th), Jambi (2.868,1 ha/th), Jawa Timur (2.044,9 ha/th), Kalimantan Selatan (1.746,6 ha/th), Sulawesi Utara (1.528,3 ha/th), Sulawesi Tengah (2.833,9 ha/th), Maluku Utara (1.400,7 ha/th), dan Papua (8.970,6 ha/th). c. Provinsi yang memiliki angka deforestasi antara ha/th adalah Provinsi Sumatera Selatan (673,7 ha/th), Kepulauan Bangka Belitung (489,7 ha/th), Gorontalo (358,0 ha/th), Sulawesi Tenggara (883,3 ha/th), Sulawesi Barat (500,6 ha/th), Sulawesi Selatan (892,3 ha/th), Maluku (322,7 ha/th), dan Papua Barat (448,8 ha/th). d. Provinsi yang mengalami deforestasi relatif kecil yaitu <100,0 adalah Kepulauan Riau (0,4 ha/th), D.I. Yogyakarta (31,9 ha/th), dan Bali (20,2 ha/th) e. Provinsi yang tidak mengalami deforestasi di luar kawasan hutan (Areal Penggunaan Lain) adalah DKI Jakarta dan Nusa Tenggara Barat. f. Provinsi yang menunjukkan nilai deforestasi negatif, yaitu Provinsi Bengkulu (-37,4 ha/th), Lampung (-33,9 ha/th), Banten (-28,7 ha/th), Jawa Barat ( ,0 ha/th), Jawa Tengah (-15,1 ha/th), dan Nusa Tenggara Timur (-30,2 ha/th) Data deforestasi di luar kawasan hutan atau di dalam areal penggunaan lain selengkapnya disajikan pada Tabel III.9 berikut ini : 28

40 Tabel III.9 Angka Deforestasi di luar Kawasan Hutan (Areal Penggunaan Lain) per Provinsi (Ha/Th) Tahun NO. PROVINSI ANGKA DEFORESTASI (Ha/Th) Hutan Primer Hutan Sekunder Hutan Tanaman* Jumlah % Jumlah % Jumlah % Aceh 0, ,9 100, ,2 2 Sumatera Utara ,3 96,9 45,1 3, ,3 3 Riau ,1 79, ,7 20, ,9 4 Sumatera Barat 5,6 0, ,8 63,7 620, ,7 5 Jambi 1.170,5 40, ,1 75,1-456,4-15, ,1 6 Sumatera Selatan 8,9 1,3 673, ,7-1,3 673,7 7 Kepulauan Bangka Belitung , ,7 8 Bengkulu 120,1-320,7-181,0 483,5 23,5-62,7-37,4 9 Lampung , ,9 10 Kepulauan Riau 0,4 100, ,4 SUMATERA 1.305,7 4, ,6 82, ,4 14, ,7 11 Banten ,7 100,0-28,7 12 DKI Jakarta Jawa Barat ,1-0,7-3927,1 100,7-3901,0 14 Jawa Tengah ,1 100,0-15,1 15 D.I. Yogyakarta ,9 100,0 31,9 16 Jawa Timur ,4 99,9 1,5 0, ,9 JAWA ,6-110,8-3937,6 210, ,0 17 Kalimantan Barat 102,5 0, ,7 95,6 858,6 3, ,8 18 Kalimantan Selatan ,0 4, ,6 95, ,6 19 Kalimantan Tengah 33,1 0, ,0 88, ,8 11, ,9 Kalimantan Timur dan 20 Kalimantan Utara 759,1 3, ,3 94,0 538,3 2, ,7 KALIMANTAN 894,7 1, ,9 90, ,3 7, ,9 21 Sulawesi Utara 472,6 30, ,6 69, ,3 22 Gorontalo ,0 100,0-358,0 23 Sulawesi Tengah 471,5 16, ,4 83, ,9 24 Sulawesi Tenggara 106,4 12,0 776,9 88, ,3 25 Sulawesi Barat - 500,6 100,0-500,6 26 Sulawesi Selatan 22,0 2,5 870,3 97, ,3 SULAWESI 1.072,5 15, ,9 84, ,4 27 Bali ,5 61,9 7,7 38,1 20,2 28 NTB NTT - -30,0 100, ,0 BALI DAN NUSA TENGGARA ,5 178,3 7,7-78,3-9,8 30 Maluku Utara 1.399,3 99,9 1,4 0, ,7 31 Maluku ,7 100,0-322,7 MALUKU & MALUKU UTARA 1.399,3 81,2 324,1 18, ,4 32 Papua 3.853,1 43, ,5 57, ,6 33 Papua Barat 29,3 6,5 419,5 93, ,8 PAPUA 3.882,4 41, ,0 58, ,4 INDONESIA 8.554,7 8, ,6 87, ,7 4, ,0 Sumber :Data digital penutupan lahan skala 1 : hasil penafsiran citra landsat 8 OLI Tahun 2013 dan 2014 Direktorat Inventarisasi & Pemantauan Sumber Daya Hutan,Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Total Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah tutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh hutan tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun hutan tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan (APL); terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya. 29

41 Dari total deforestasi bruto pada Areal Penggunaan Lain ( ,0 ha/th) terjadi deforestasi pada hutan sekunder sebesar 91,3 ribu ha/th (87,1 %). Keberadaan hutan primer pada APL memerlukan kecermatan dalam pengelolaannya terutama dalam hal pemanfaatannya, karena merupakan aset yang penting sebagai sistem penyangga kehidupan di tengah maraknya penebangan di dalam kawasan hutan. Areal ini juga dapat dicadangkan sebagai kawasan hutan negara sebagai alternatif pengganti peran fungsi hutan dari kawasan hutan yang telah terdegradasi. F. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Tutupan Hutan Aktivitas pembangunan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat mencakup di segala bidang kehidupan, tidak terkecuali pembangunan di bidang kehutanan. Penggunaan lahan dalam rangka pembangunan di bidang kehutanan tidak hanya dilakukan pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan tetapi juga di luar kawasan hutan. Pemanfaatan, penggunaan dan perubahan peruntukan kawasan hutan untuk aktivitas di luar kehutanan merupakan dinamika yang terjadi di kawasan hutan. Selain itu, perubahan fungsi kawasan hutan dan rehabilitasi lahan dan hutan merupakan salah satu dinamika pembangunan di bidang kehutanan. Segala aktivitas pembangunan tersebut dapat mempengaruhi perubahan tutupan lahan dan hutan baik yang menyebabkan pertambahan luas areal tutupan hutan maupun pengurangan luas areal tutupan hutan. Perubahan tutupan hutan selain dipengaruhi oleh aktivitas yang terencana sebagaimana di atas terdapat juga faktor yang tidak terencana, salah satunya adalah kejadian kebakaran lahan dan hutan. Perubahan tersebut berbeda setiap tahunnya yang secara periodik dapat diamati dan dimonitor, sebagai upaya pengelolaan sumber daya hutan yang lestari dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam sub bab ini akan di bahas secara umum tentang faktor yang dapat mempengaruhi perubahan tutupan hutan baik penambahannya maupun pengurangannya. 1. Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Pada periode terdapat perubahan fungsi kawasan hutan pada beberapa provinsi. Perubahan fungsi kawasan hutan yang dapat mempengaruhi deforestasi bruto antara lain perubahan dari fungsi kawasan konservasi dan/atau lindung menjadi fungsi produksi atau menjadi bukan kawasan hutan. Berdasarkan hasil analisis keruangan, perubahan tutupan hutan menjadi tidak berhutan pada areal kawasan hutan yang berubah fungsi tidak menunjukkan persentase yang besar. Terdapat 11 (sebelas) provinsi yang mengalami deforestasi bruto pada areal kawasan hutan yang berubah fungsi menjadi hutan produksi atau bukan kawasan hutan maupun sebaliknya, selengkapnya disajikan pada tabel III

42 Tabel III. 10 Rekapitulasi luas areal deforestasi bruto pada areal perubahan fungsi kawasan hutan No Provinsi Luas Deforestasi bruto (ha) Total per provinsi Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Persentase (%) Keterangan (ha) a b c d e f 1 Aceh 596, ,1 7,8 HL menjadi HP 2 Sumatera Utara 316, ,8 4,2 1. HL menjadi HP dan HPK 2. HPT menjadi HP 3. HP menjadi APL 4. APL menjadi HP 3 Riau , ,1 24,9 1. HPT menjadi KSA-KPA, HL, HP, dan APL 2. HP menjadi HPT dan APL 3. HPK menjadi HPT, HP, dan APL 4. APL menjadi HP dan HPK 4 Kelimantan Barat 337, ,5 0,9 1. HL menjadi APL 2. HPT menjadi HPL 3. HP dan HPK menjadi APL 4. APL menjadi HP 5 Kalimantan Tengah 612, ,5 0,9 APL menjadi HPK 6 Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara 770, ,2 2,0 1. KSA-KPA, HL, dan HP menjadi APL 2. HPT menjadi KSA-KPA 3. APL menjadi KSA-KPA dan HPT 7 Gorontalo 2.175, ,1 84,1 APL menjadi HPK 8 Sulawesi Tengah 28, ,6 0,6 APL menjadi HPT 9 Sulawesi Barat 16,6 929,0 1,8 HL menjadi HPT 10 Nusa Tenggara Timur 12,4 227,8 5,5 HL menjadi APL 11 Papua Barat 24, ,9 1,3 HPK menjadi APL Sumber : pengolahan data, 2015 Dari Tabel III.10 di atas, deforestasi bruto pada areal kawasan hutan yang berubah fungsi sebagian besar menunjukkan persentase di bawah 10%. Provinsi yang mengalami deforestasi bruto pada areal perubahan fungsi kawasan hutan dengan nilai yang tinggi adalah Provinsi Gorontalo sebesar 84,1% dan Provinsi Riau sebesar 24,9%. Tabel III. 11 Rekapitulasi Luas Areal Reforestasi pada Areal Perubahan Fungsi Kawasan Hutan No Provinsi Luas Reforestasi (ha) Persentase Perubahan Fungsi Total per (%) Keterangan Kawasan Hutan Provinsi a b c d e f 1 Riau , ,7 29,4 1. HPT menjadi KSA-KPA, HP, dan APL 2. HP menjadi KSA-KPA dan HPT 3. HPK menjadi HP 2 Jambi ,1 3 Sumatera Selatan 808,0 4 Kalimantan Barat 25, ,9 0,4 HP menjadi HPT 5 Kalimantan Tengah 7.833,9 Sumber : pengolahan data, 2015 Dari Tabel III.11, reforestasi pada areal yang mengalami perubahan fungsi hanya terjadi pada Provinsi Riau yaitu sebesar 29,4% dibandingkan total reforestasinya. Provinsi Kalimantan Barat juga mengalami reforestasi pada areal tersebut walaupun persentase angkanya relatif sangat kecil. 31

43 No 2. Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Perubahan peruntukan kawasan hutan umumnya ditujukan untuk kegiatan perkebunan dan transmigrasi. Data-data yang digunakan dalam analisis ini bukan hanya yang terbit pada tahun , namun semua yang telah terbit sampai dengan tahun Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi deforestasi yang terjadi pada areal tersebut secara keseluruhan. Deforestasi bruto pada areal yang mengalami perubahan kawasan hutan untuk perkebunan terjadi pada 18 (delapan belas) Provinsi, sedangkan untuk transmigrasi terjadi pada 11 (sebelas) provinsi. Persentase deforestasi bruto tersebut terhadap total angka deforestasi bruto untuk masing-masing provinsi sebagaimana disajikan pada Tabel III.12. Tabel III. 12 Rekapitulasi Luas Areal Deforestasi Bruto pada Areal Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Provinsi Total deforestasi bruto provinsi (ha) areal perubahan peruntukan utk perkebunan Luas deforestasi bruto (ha) Persentase (%) areal areal areal perubahan Di Luar perubahan perubahan Total peruntukan Kawasan peruntukan peruntukan (d+e+f) utk Hutan utk utk transmigrasi perkebunan transmigrasi Di Luar Kawasan Hutan a b c d e f g h i j 1 Aceh 7.648,1 615,1 160, , ,1 8,0 2,1 45,5 2 Sumatera Utara 7.563,8 9,5 227,2 620, ,1 0,1 3,0 8,2 3 Riau , ,3 176, , ,1 5,4 0,1 2,9 4 Sumatera Barat 5.233,7 719, , ,6 13,7-21,3 5 Jambi ,7 888,1 170, , ,6 1,7 0,3 6,3 6 Sumatera Selatan 4.335, , , ,7 7 Kepulauan Bangka Belitung 1.870, , , ,0 8 Bengkulu ,4 81,1-583, ,7 0,6-4,6 9 Lampung 198, ,2 198, ,1 10 Kepulauan Riau 4, ,3 4, ,4 11 Jawa Barat 264, ,2 474, ,6 12 Jawa Tengah 28, ,0 28, ,0 13 D.I. Yogyakarta 32, ,2 59, ,8 14 Jawa Timur 7.497, , , ,3 15 Kelimantan Barat , ,7 100, , ,0 25,9 0,3 34,6 16 Kalimantan Selatan 6.938,5 100,0 3, , ,0 1,4 0,0 23,7 17 Kalimantan Tengah , ,2 236, , ,6 11,0 0,4 6,9 18 Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara , ,4 444, , ,5 6,9 1,1 40,8 19 Sulawesi Utara 3.803,2 88, , ,8 2,3-40,8 20 Gorontalo 2.586, ,4-78, ,0 94,9-3,0 21 Sulawesi Tengah 4.873,6 80, , ,3 1,7-56,4 22 Sulawesi Tenggara 2.368,3 75,0 4,1 874, ,3 3,2 0,2 36,9 23 Sulawesi Barat 929, , , ,8 24 Sulawesi Selatan 3.354, , , ,6 25 Bali 137, ,8 165, ,2 26 Nusa Tenggara Timur 227, ,9 316, ,0 27 Maluku Utara 1.569, ,0-192, ,8 77,0-12,3 28 Maluku 912,2 130,1 170,4 162, ,5 14,3 18,7 17,8 29 Papua Barat 1.848,9 370,7-69, ,1 20,0-3,8 30 Papua , ,4 168, , ,6 39,7 0,8 6,8 Sumber : pengolahan data, 2015 Berdasarkan Tabel III.12, hampir sejalan dengan deforestasi bruto pada areal perubahan fungsi kawasan, persentase deforestasi bruto pada areal perubahan 32

44 peruntukan kawasan hutan untuk transmigrasi menunjukkan angka yang relatif kecil, hanya di Provinsi Maluku saja yang memiliki persentase yang cukup tinggi yaitu sebesar 18,7%. Sementara deforestasi bruto pada areal perubahan peruntukan kawasan hutan untuk perkebunan menunjukkan angka yang relatif tinggi, terutama di Provinsi Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua. Deforestasi bruto pada areal perubahan peruntukan kawasan hutan untuk perkebunan berturut-turut menempati persentase tertinggi yaitu di Provinsi Gorontalo (94,9%), Maluku Utara (77,0%), dan Papua (39,7%) dari total deforestasi bruto masing-masing provinsi. Di beberapa provinsi, deforestasi bruto pada areal di luar kawasan hutan memperlihatkan angka yang lebih besar dari 50% yaitu di Provinsi Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Barat. Sementara provinsi dengan angka deforestasi bruto berkisar pada 10%-50% terjadi pada Provinsi Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dengan Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, dan Maluku. Selanjutnya angka deforestasi bruto di luar kawasan hutan kurang dari 10% terjadi di Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Kep. Riau, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Gorontalo, Papua Barat, dan Papua. Selain mempengaruhi deforestasi bruto, kegiatan-kegiatan pada kawasan hutan yang telah diubah peruntukannnya juga dapat mempengaruhi luas tutupan tidak berhutan menjadi berhutan (reforestasi), sebagaimana disajikan pada Tabel III.13. Tabel III. 13 Rekapitulasi Luas Areal Reforestasi pada Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan No Provinsi Total reforestasi provinsi (ha) areal perubahan peruntukan utk perkebunan Luas reforestasi (ha) Persentase (%) areal areal areal perubahan Di Luar perubahan perubahan Total peruntukan Kawasan peruntukan peruntukan (d+e+f) utk Hutan utk utk transmigrasi perkebunan transmigrasi Di Luar Kawasan Hutan a b c d e f g h i j 1 Sumatera Utara 1.423,3 34,7 34, ,4 2 Riau ,7 441,2-167,5 608,7 0,6-0,2 3 Jambi ,1 236,8 480, , ,1 0,4 0,8 2,6 4 Sumatera Selatan 808,0 8,2-1,1 9,3 1,0-0,1 5 Bengkulu 704,1 700,0 700, ,4 6 Lampung 34,1 34,1 34, ,0 7 Bangka Belitung 171,1 171,1 171, ,0 8 Jawa Barat , , , ,1 9 Jawa Tengah 122,4 15,1 15, ,4 10 Banten 266,1 28,7 28, ,8 11 Bali 7,6 7,6 7, ,0 12 Nusa Tenggara Timur 119,0 119,0 119, ,0 13 Kalimantan Barat 6.373, ,2-125, ,3 32,8-2,0 14 Kalimantan Tengah 7.833,9 561,6 10,2 769, ,1 7,2 0,1 9,8 15 Kalimantan Timur dan 1.166,7 541,5 541, ,4 Kalimantan Utara 16 Sulawesi Utara 25,1 23,2 23, ,3 17 Sulawesi Tengah 159,6 32,9 32, ,6 Sumber : pengolahan data,

45 Kegiatan yang diakibatkan perubahan peruntukkan kawasan hutan menjadi perkebunan maupun transmigrasi relatif tidak banyak memberikan pengaruh terhadap reforestasi. Terdapat empat provinsi yang mengalami reforestasi pada areal perubahan peruntukan untuk perkebunan dengan persentase yang relatif kecil kecuali pada Provinsi Kalimantan Barat sebesar 32,8%. Sementara itu dua provinsi yang mengalami reforestasi pada areal perubahan peruntukan untuk transmigrasi menunjukkan angka yang relatif kecil yaitu kurang dari 1,0 %. Berdasarkan hasil analisis data, reforestasi yang sepenuhnya terjadi di luar kawasan hutan berlokasi di Provinsi Lampung, Kep. Bangka Belitung, Bali, dan Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya Provinsi dengan angka reforestasi di luar kawasan hutan sebesar >50% terjadi di Provinsi Bengkulu dan Sulawesi Utara. Untuk provinsi dengan angka reforestasi berkisar 10%-50% terjadi pada Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Kalimantan Timur dengan Kalimantan Utara, dan Sulawesi Tengah. Berikutnya provinsi dengan angka reforestasi <10% di Luar Kawasan Hutan berlokasi di Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. 3. Pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan Kegiatan pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan juga dapat mempengaruhi deforestasi bruto dan reforestasi. Pemanfaatan Kawasan Hutan mencakup Izin Usaha Pemanfatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA), Izin Usaha Pemanfatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT), Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan dan Restorasi Hutan. Sama halnya dengan perubahan fungsi dan perubahan peruntukan kawasan hutan, deforestasi bruto dan reforestasi juga diidentifikasi pada areal pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan. Identifikasi tersebut disajikan dalam satuan luas dan persentase terhadap angka total deforestasi bruto untuk setiap provinsi sebagaimana Tabel III

46 Tabel III. 14 Rekapitulasi Luas Areal Deforestasi Bruto di dalam dan di luar Areal Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan No Provinsi Total deforestasi bruto provinsi (ha) Pemanfataan Kawasan Hutan Penggunaan Kawasan Hutan di luar pemanfaatan dan penggunaan Kawasan Hutan Total (d+e+f+g) Pemanfataan Kawasan Hutan Penggunaan Kawasan Hutan di luar pemanfaatan dan penggunaan Kawasan Hutan a b c d e f g h i j 1 Aceh 7.648, , , ,1 14,0-30,4 2 Sumatera Utara 7.563, ,9 1, , ,5 58,6 0,0 30,0 3 Riau , ,0 88, , ,1 61,9 0,0 29,7 4 Sumatera Barat 5.233,7 895,4 9, , ,8 17,1 0,2 47,7 5 Jambi , ,1 48, , ,7 71,5 0,1 20,1 6 Sumatera Selatan 4.335,2 538,8 5, , ,7 12,4 0,1 71,7 7 Kepulauan Bangka 1.870,6 809,2-406,6 Belitung 1.215,9 43,3-21,7 8 Bengkulu , ,9 28, , ,1 19,0 0,2 75,6 9 Lampung 198,0 8,4-189,4 197,8 4,2-95,7 10 Kepulauan Riau 4, ,3 4, ,6 11 Jawa Barat 264, ,9 53, ,4 12 Jawa Tengah 28, ,1 28, ,0 13 D.I. Yogyakarta 32,8 5,8-0,9 6,6 17,6-2,6 14 Jawa Timur 7.497, , , ,7 15 Kelimantan Barat , ,2 50, , ,0 21,5 0,1 17,6 16 Kalimantan Selatan 6.938, ,0 229,9 295, ,0 67,3 3,3 4,3 17 Kalimantan Tengah , , , , ,4 45,8 1,7 34,2 18 Kalimantan Timur dan , , , ,7 Kalimantan Utara ,9 40,5 3,4 7,3 19 Sulawesi Utara 3.803,2 111, , ,6 2,9-53,9 20 Gorontalo 2.586, ,2 52, ,0 21 Sulawesi Tengah 4.873,6 233,5 13, , ,9 4,8 0,3 36,9 22 Sulawesi Tenggara 2.368,3 13,4 53, , ,3 0,6 2,3 56,9 23 Sulawesi Barat 929,0 161,1 91,8 176,2 429,1 17,3 9,9 19,0 24 Sulawesi Selatan 3.354,0-1, , ,6-0,0 73,3 25 Bali 137, ,0 110, ,8 26 Nusa Tenggara Timur 227, ,9 138, ,0 27 Maluku Utara 1.569,1 46,7 0,9 120,8 168,4 3,0 0,1 7,7 28 Maluku 912,2 184,1-264,8 448,9 20,2-29,0 29 Papua Barat 1.848, ,2-47, ,7 73,6-2,6 30 Papua , , , ,6 22,4-30,2 Sumber : pengolahan data, 2015 luas deforestasi (ha) Persentase (%) Berdasarkan Tabel III.14 terlihat bahwa kegiatan pemanfaatan kawasan hutan relatif signifikan mempengaruhi deforestasi bruto. Beberapa provinsi yang mengalami deforestasi di dalam areal pemanfaatan kawasan hutan di atas 50% antara lain Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kalimantan Selatan, dan Papua Barat, terdapat 3 (tiga) Provinsi yang memiliki persentase hampir mencapai 50% adalah Kalimantan Tengah (45,8%), Bangka Belitung (43,3%) dan Kalimantan Timur dengan Kalimantan Utara (40,5%). Sementara provinsi dengan persentase deforestasi bruto pada areal pemanfaatan kawasan hutan 10% - 50%, yaitu Provinsi Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu, D.I. Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dengan Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, Maluku dan Papua. Terdapat 5 (lima) provinsi yang memiliki persentase relatif kecil antara 0%-10% yaitu Provinsi Lampung, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara. Berbeda dengan pemanfaatan kawasan hutan, persentase deforestasi bruto pada areal penggunaan kawasan hutan menunjukkan angka yang relatif kecil, kecuali Provinsi Sulawesi Barat yang mencapai 9,9%. Angka yang relatif kecil dapat dipengaruhi oleh faktor sumber data citra yang merupakan citra resolusi sedang. Pada umumnya areal penggunaan kawasan hutan memiliki luas relatif kecil 35

47 sehingga identifikasi deforestasi bruto menjadi terbatas. Untuk keperluan pemantauan penggunaan kawasan hutan yang lebih detail diperlukan citra resolusi tinggi bahkan sangat tinggi. Deforestasi bruto tidak hanya teridentifikasi di areal pemanfataan dan penggunaan kawasan hutan, tetapi juga terjadi di luar areal tersebut. Dari hasil perhitungan, persentase deforestasi bruto yang berada di luar areal pemanfataan dan penggunaan kawasan hutan menunjukkan angka yang relatif tinggi. Bahkan beberapa provinsi menunjukkan deforestasi di luar area pemanfaatan dan penggunaan Kawasan Hutan yang lebih besar dari 50% antara lain di Provinsi Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Bali, dan Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya angka deforestasi berkisar 10%-50% antara lain terjadi pada Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi, Kep. Bangka Belitung, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Maluku, dan Papua. Sementara provinsi dengna angka deforestasi bruto kurang dari 10% antara lain pada Provinsi D.I. Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Kalimantan Timur dengan Kalimantan Utara, Maluku Utara, dan Papua Barat, Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa deforestasi bruto dipengaruhi oleh beberapa faktor tergantung dari kondisi pada masing-masing provinsi. Pada provinsi yang di dalamnya terdapat banyak izin pemanfaatan dan penggunaan Kawasan Hutan serta perubahan peruntukkan Kawasan Hutan, deforestasi bruto menjadi tinggi diakibatkan oleh aktifitas antara lain penanaman, perkebunan, land clearing, operasional tambang, dan sebagainya. Sebaliknya untuk provinsi yang di dalamnya tidak terdapat ijin pemanfaatan dan penggunaan Kawasan Hutan serta perubahan peruntukan deforestasi bruto bisa terjadi akibat perambahan, peruntukkan lahan oleh peladang berpindah, dan sebagainya. Kegiatan pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan juga dapat mempengaruhi reforestasi. Angka reforestasi pada umumnya tidak sebesar angka deforestasi bruto. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain sebagai negara berkembang Indonesia saat ini sedang dalam proses membangun yang tentu memerlukan banyak sumber daya untuk pembangunan baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Rekapitulasi Luas Areal Reforestasi Di Dalam dan Di Luar Areal Pemanfaatan Dan Penggunaan Kawasan Hutan disajikan pada Tabel III

48 Tabel III. 15 Rekapitulasi Luas Areal Reforestasi Di Dalam dan Di Luar Areal Pemanfaatan Dan Penggunaan Kawasan Hutan luas reforestasi (ha) Persentase (%) No Provinsi Total reforestasi provinsi (ha) Pemanfataan Kawasan Hutan Penggunaan Kawasan Hutan di luar pemanfaatan dan penggunaan Kawasan Hutan Total (d+e+f+g) Pemanfataan Kawasan Hutan Penggunaan Kawasan Hutan di luar pemanfaatan dan penggunaan Kawasan Hutan a b c d e f g h i j 1 Sumatera Utara 1.423, , , ,6 2 Sumatera Barat 177,7 177,7 177, ,0 3 Riau ,7 4,2 10, , ,1 0,0 0,0 99,2 4 Jambi ,1 89,6 9, , ,1 0,1 0,0 96,1 5 Sumatera Selatan 808,0 798,7 798, ,8 6 Bengkulu 704,1 4,1 4, ,6 7 Jawa Barat ,6 33, , ,5-0,2 72,6 8 Jawa Tengah 122,4 107,3 107, ,6 9 Banten 266,1 14,7 222,6 237,3-5,5 83,7 10 Kalimantan Barat 6.373, , , ,2 11 Kalimantan Tengah 7.833,9 1, , ,8 0,0-82,9 12 Kalimantan Timur 1.166,7 625,2 625, ,6 13 Sulawesi Utara 25,1 1,9 1, ,7 14 Sulawesi Tengah 159,6 126,7 126, ,4 Sumber : pengolahan data, 2015 Dari Tabel III.15, luas areal reforestasi di luar pemanfaatan dan penggunaan Kawasan Hutan menunjukkan persentase yang relatif lebih besar daripada di areal pemanfaatan maupun areal penggunaan kawasan hutan. Provinsi yang mengalami reforestasi pada areal di luar pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan dengan status kawasan hutan sebesar lebih dari 50% terjadi pada Provinsi Sumatera Utara (97,6%), Sumatera Barat (100%), Riau (99,2%), Jambi (96,1%), Sumatera Selatan (98,8%), Jawa Barat (72,6%), Jawa Tengah (87,6%), Banten (83,7%), Kalimantan Barat (65,2). Kalimantan Tengah (82,9%), Kalimantan Timur (53,6%), dan Sulawesi Tengah (79,4%). Reforestasi pada areal ini dengan kisaran 0%-10% terjadi pada Provinsi Bengkulu dan Sulawei Utara. 4. Sebaran titik panas (hot spot) Berdasarkan hasil analisis sebaran titik panas dari satelit Aqua dan Terra, selama tahun 2014 titik panas terbanyak berada di Provinsi Riau ( titik), Kalimantan Tengah ( titik), dan Kalimantan Barat (9.076 titik). Secara lengkap, sebaran titik panas untuk setiap provinsi tahun 2014 tersaji dalam Tabel III

49 Tabel III.16 Sebaran Titik Panas untuk Setiap Provinsi Tahun 2014 NO PROVINSI JUMLAH TITIK PROVINSI JUMLAH TITIK HOTSPOT HOTSPOT 1 Aceh Sulawesi Utara Sumatera Utara Gorontalo Riau Sulawesi Tengah Sumatera Barat Sulawesi Tenggara Jambi Sulawesi Barat Sumatera Selatan Sulawesi Selatan Kepulauan Bangka Belitung 906 SULAWESI Bengkulu Lampung Bali Kepulauan Riau NTB SUMATERA NTT BALI DAN NUSA TENGGARA Banten DKI Jakarta 5 30 Maluku Utara Jawa Barat Maluku Jawa Tengah 398 MALUKU & MALUKU UTARA D.I. Yogyakarta 6 16 Jawa Timur Papua Barat 215 JAWA Papua PAPUA Kalimantan Barat TOTAL Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur dan 20 Kalimantan Utara KALIMANTAN Sumber : Data Titik Panas (Hotspot) dari Satelit MODIS Aqua dan Terra Tahun 2014 Berdasarkan Gambar 14. Diagram Jumlah Titik Panas (Hotspot) dan Angka Deforestasi Bruto per Provinsi Tahun 2014, terlihat adanya kecenderungan pada beberapa provinsi yang memiliki angka deforestasi bruto tinggi yaitu Riau dan Kalimantan Tengah juga menunjukkan kawasan dengan jumlah titik hotspot yang banyak pula. Berdasarkan hasil analisis data titik panas (Hotspot) Tahun 2014, titik panas pada ketiga provinsi tersebut dipengaruhi dari aktifitas pembukaan lahan yang sering terjadi pada bulan Agustus sampai dengan Oktober. NO Jumlah Titik Hotspot (ribu) Jumlah Titik Hotspot Angka Deforestasi Bruto Angka DeforestasBruto (ribu ha/th) 0 0 Provinsi Gambar 13. Diagram Jumlah Titik Panas (Hotspot) dan Angka Deforestasi Bruto (ribu ha/tahun) per Provinsi Tahun

50 Berdasarkan Gambar 13. Diagram Jumlah Titik Panas (Hotspot) dan Angka Deforestasi Bruto (ribu ha/tahun) per Provinsi Tahun 2014 terlihat adanya kecenderungan bahwa tingginya jumlah titik panas pada Provinsi Riau sebanding dengan besarnya angka deforestasi bruto. Hal ini menunjukkan bahwa kebakaran hutan dan lahan relatif berpengaruh terhadap deforestasi pada provinsi tersebut. Berbeda dengan Provinsi Sumatera Selatan, meskipun teridentifikasi sejumlah titik panas, namun angka deforestasinya relatif kecil. Sementara pada Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah teridentifikasi jumlah titik panas yang tinggi, namun angka deforestasinya relatif tidak terlalu besar. Salah satu penyebab tidak berpengaruhnya titik panas terhadap angka deforestasi bruto tersebut dimungkinkan karena titik panas tidak terjadi pada areal berhutan. Pada tahun 2014 terdapat dua periode jumlah titik hotspot yang tinggi yaitu pada bulan Februari-Maret dan Juni-Oktober. Keberadaan titik panas pada beberapa lokasi dimungkinkan sebagai indikasi terjadinya kebakaran lahan. Tingginya jumlah titik panas pada musim kemarau antara lain dipengaruhi oleh kondisi bahan bakar alam dari hutan (seresah, semak belukar, rumput, ranting kayu mati, dll) yang menjadi sangat kering sehingga mudah mengalami kebakaran. Kebakaran hutan dan lahan umumnya juga berhubungan dengan kegiatan penyiapan/pembukaan lahan untuk mengejar musim hujan pada periode berikutnya. Sejalan dengan hal tersebut, aktifitas pertanian terutama pertanian campur dan perambahan juga relatif lebih banyak terjadi di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pembukaan lahan dengan membakar lahan seperti telah disebutkan, dipengaruhi oleh banyak aktifitas yang berkaitan dengan pembukaan hutan tanaman maupun areal perkebunan. 5. Kegiatan Penanaman dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) merupakan bagian dari sistem pengelolaan hutan dan lahan, yang ditempatkan pada kerangka daerah aliran sungai. Rehabilitasi mengambil posisi untuk mengisi kesenjangan ketika sistem perlindungan tidak dapat mengimbangi hasil sistem budidaya hutan dan lahan, sehingga terjadi deforestasi dan degradasi fungsi hutan dan lahan. Rehabilitasi hutan dan lahan dapat diimplementasikan pada semua kawasan hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional. Pelaksanaan rehabilitasi lahan lebih diprioritaskan pada kegiatan penanaman pohon/penghijauan pada lahan sangat kritis dan kritis di luar kawasan hutan, serta pembuatan bangunan konservasi tanah. Penghijauan adalah upaya pemulihan lahan kritis di luar kawasan hutan untuk mengembalikan fungsi lahan. Rehabilitasi hutan dan lahan dilakukan melalui kegiatan perlindungan sebagai upaya penyeimbang terjadinya degradasi dan deforestasi. Dari hasil analisis spasial antara areal yang teridentifikasi terjadi reforestasi pada Citra Landsat 8 OLI dengan areal kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, diketahui bahwa hanya sekitar 0,23% (399,3 ha/th) areal yang teridentifikasi terjadi reforestasi dipengaruhi oleh kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (total reforestasi sebesar ,1 ha/th) sebagaimana disajikan pada Tabel III.17 Rendahnya angka 39

51 ini dapat dipengaruhi oleh sumber data yang digunakan merupakan citra resolusi sedang, sedangkan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan merupakan kegiatan yang tidak dilakukan dalam hamparan lahan yang luas sehingga reforestasi sulit terlihat pada Citra Landsat 8 OLI. Tabel III.17. Luas Reforestasi di dalam dan di luar Areal Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kriteria Luas (ha) Total Reforestasi ,1 RHL pada Hutan Konservasi 125,9 RHL pada Lahan Kritis 273,4 Reforestasi di Luar RHL Sumber : pengolahan data, ,8 6. Asosiasi dengan Pemukiman Masyarakat Desa Hutan adalah masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar hutan dan seringkali memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap hutan. Ketergantungan masyarakat dapat dibedakan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung masyarakat berinteraksi dengan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan secara tidak langsung, masyarakat tidak berinteraksi secara langsung namun memerlukan hasil-hasil hutan dan dapat mengambil manfaat dari keberadaan. Beberapa aktivitas yang biasanya dilakukan antara lain perencekan untuk kayu bakar, penggembalaan hewan ternak, pengambilan hasil hutan kayu/ non kayu serta berbagai bentuk pemanfaatan hutan yang lain. Untuk mengetahui pengaruh aktivitas tersebut terhadap perubahan penutupan dan penggunaan lahan maka aspek berkaitan dengan manusia juga digunakan dalam analisis deforestasi dan reforestasi. Aspek manusia dalam analisis ini diwakili dengan variabel areal pemukiman yang bersumber dari data hasil penafsiran citra Landsat. Pengaruh aspek manusia terhadap perubahan penutupan dan penggunaan lahan dapat dihitung berdasarkan jauhnya jangkauan dari tempat tinggalnya. Dalam analisis ini besaran jangkauan manusia yang dapat mempengaruhi perubahan penutupan lahan ditetapkan sebesar 3 (tiga) kilometer. Untuk menggambarkan jangkauan manusia dalam mempengaruhi areal deforestasi bruto dan reforestasi digunakan analisis buffer sejauh 3 (tiga) km dari areal pemukiman. Menurut hasil analisis spasial, areal yang mengalami deforestasi bruto yang dipengaruhi oleh asosiasi areal pemukiman pada periode sebelumnya adalah sebesar ha/tahun (56,7%), namun pada periode ini hanya seluas ,9 ha/tahun (7,9%) saja. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan tutupan lahan pada periode ini tidak terlalu dipengaruhi oleh aspek manusia. Selain pada areal deforestasi bruto, pengaruh aspek manusia juga dilihat pada areal yang teridentifikasi terjadi reforestasi. Areal reforestasi yang berada di sekitar areal pemukiman adalah sebesar ,4 ha/tahun (14,2%). Apabila membandingkan berbagai fungsi kawasan, deforestasi bruto dan reforestasi di dalam kawasan paling 40

52 tinggi terjadi di kawasan hutan produksi tetap. Secara rinci disajikan dalam Tabel III.18. Tabel III.18 Pengaruh Pemukiman terhadap Deforestasi Bruto dan Reforestasi KAWASAN HUTAN JUMLAH APL TOTAL (ha) KRITERIA KSA-KPA HL HPT HP HPK Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % DEFORESTASI BRUTO 2.552,4 0, ,3 0, ,0 1, ,1 1, ,3 0, ,1 4, ,9 3, ,9 7,9 REFORESTASI 1.786,7 1, ,0 2, ,7 1, ,2 6, ,6 11, ,3 3, ,4 14,2 Sumber : pengolahan data, 2015 Berdasarkan data reforestasi pada masing-masing provinsi, terlihat bahwa terdapat 4 (empat) provinsi yang seluruh reforestasinya terjadi pada area sekitar pemukiman dengan radius 3 (tiga) km yaitu Provinsi Lampung, Bangka Belitung, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. G. Perkembangan Perubahan Tutupan Hutan Indonesia Penghitungan angka deforestasi Indonesia yang telah dilakukan secara periodik sejak tahun 1990 memperlihatkan adanya fluktuasi angka deforestasi dari waktu ke waktu. Angka deforestasi sejak periode tahun merupakan hasil penghitungan deforestasi netto yang sudah mempertimbangkan kegiatan reforestasi. Sementara perhitungan pada periode sebelumnya masih menggunakan angka deforestasi bruto. Deforestasi tertinggi terjadi pada kurun waktu tahun dan terlihat adanya penurunan pada periode-periode selanjutnya. Pada periode ini terjadi penurunan angka deforestasi Indonesia hampir separuhnya yaitu sebesar 45,2% atau berkurang sebesar 0,33 juta ha/tahun apabila dibandingkan dengan periode penghitungan sebelumnya yaitu tahun Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Diagram Angka Deforestasi (Juta Ha/Th) Tahun

53 Berdasarkan data perhitungan deforestasi pada periode tahun dan , terlihat bahwa lima provinsi yang memiliki angka deforestasi bruto tertinggi pada dua periode tersebut masih sama. Hanya saja, terdapat perbedaan mengenai urutannya. Urutan Lima Provinsi dengan Angka Deforestasi Bruto Tertinggi (Ha/Th) pada tahun Tahun dan Tahun selengkapnya dapat dilihat pada Tabel III.19. Tabel III.19 Lima Provinsi dengan Angka Deforestasi Bruto Tertinggi (Ha/Th) pada Tahun dan Tahun Tahun Tahun Urutan Provinsi Luas Deforestasi Bruto (ha/tahun) Provinsi Luas Deforestasi Bruto (ha/tahun) 1 Kalimantan Barat ,5 Riau ,1 2 Jambi ,0 Kalimantan Tengah ,5 3 Kalimantan Timur ,7 Jambi ,7 4 Kalimantan Tengah ,2 Kalimantan Timur dan ,2 Kalimantan Utara 5 Riau ,4 Kalimantan Barat ,5 Sumber : pengolahan data, 2015 Selanjutnya berkaitan dengan reforestasi, data yang diperoleh tahun ini masih sama dengan tahun sebelumnya di mana Provinsi Riau memiliki angka reforestasi tertinggi dibandingkan yang lain. Beberapa provinsi yang juga menyumbangkan angka reforestasi tinggi pada dua periode penghitungan tersebut antara lain Provinsi Jambi dan Kalimantan Barat. Lima Provinsi dengan Angka Reforestasi Tertinggi (Ha/Th) pada Tahun dan Tahun selengkapnya dapat dilihat pada tabel III.20. Tabel III.20 Lima Provinsi dengan Angka Reforestasi Tertinggi (Ha/Th) pada Tahun dan Tahun Tahun Tahun Urutan Luas Reforestasi Luas Reforestasi Provinsi Provinsi (ha/tahun) (ha/tahun) 1 Riau ,7 Riau ,7 2 Sumatera Selatan ,9 Jambi ,1 3 Jambi ,7 Jawa Barat ,6 4 Kalimantan Timur ,0 Kalimantan Tengah 7.833,9 5 Kalimantan Barat ,5 Kalimantan Barat 6.373,9 Sumber : pengolahan data, 2015 Pada penghitungan deforestasi, dua provinsi yang masih menempati urutan lima besar angka deforestasi tertinggi pada dua periode tersebut yaitu Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. Urutan Lima Provinsi dengan Angka Deforestasi Tertinggi (Ha/Th) pada Tahun dan Tahun selengkapnya dapat dilihat pada tabel III

54 Tabel III.21 Lima Provinsi dengan Angka Deforestasi Tertinggi (Ha/Th) pada tahun Tahun dan Tahun Urutan Tahun Luas Deforestasi Provinsi (ha/tahun) Tahun Luas Deforestasi Provinsi (ha/tahun) 1 Kalimantan Barat ,0 Riau ,4 2 Jambi ,3 Kalimantan Tengah ,6 3 Kalimantan Tengah ,4 Kalimantan Timur dan ,4 Kalimantan Utara 4 Kalimantan Timur ,7 Kalimantan Barat ,6 5 Aceh ,1 Papua ,1 Sumber : pengolahan data, 2015 Pada penghitungan deforestasi tahun terlihat fenomena menarik pada beberapa provinsi, antara lain pada: 1. Riau Angka reforestasi Provinsi Riau menempati urutan tertinggi dibandingkan provinsi lainnya (73.653,7 ha/tahun), namun luas deforestasi bruto pada provinsi ini juga sangat besar ( ,1 ha/tahun) sehingga bertambahnya penutupan hutan belum sebanding dengan pengurangan tutupan hutan yang terjadi. Hal ini menyebabkan angka deforestasi Provinsi Riau masih menduduki peringkat tertinggi ( ,4 ha/tahun). Kondisi tersebut diduga dipengaruhi oleh banyaknya Pemanfaatan Kawasan Hutan terutama Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT). Tingginya perubahan tutupan hutan dapat disebabkan oleh aktivitas pemanenan dan penanaman maupun terjadinya perambahan pada di wilayah ini. 2. Jambi Luas deforestasi bruto pada provinsi ini cukup besar (52.493,7 ha/tahun) dibandingkan provinsi lain, namun reforestasi yang terjadi lebih tinggi (62.435,1 ha/tahun), sehingga angka deforestasi yang dimiliki bernilai negatif (-9.941,5 ha/tahun). Hal ini menunjukkan bahwa areal yang berubah menjadi hutan lebih besar dibandingkan yang berubah menjadi non hutan. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi adalah tingginya penambahan tutupan hutan pada areal kawasan hutan di luar izin pemanfaatan dan penggunaan hutan. 3. Jawa Barat Luas deforestasi bruto pada provinsi ini menunjukkan angka yang relatif rendah (264,1 ha/tahun), sementara angka reforestasi relatif tinggi (15.144,6 ha/tahun), bahkan Provinsi Jawa Barat tercatat sebagai provinsi dengan angka deforestasi netto terendah ( ,5 ha/tahun). Tingginya angka reforestasi pada provinsi ini diduga dipengaruhi oleh kegiatan penanaman antara lain pada hutan rakyat. 43

55 Berdasarkan analisa yang dilakukan terhadap enam faktor yang berpengaruh terhadap Angka Deforestasi Bruto, terlihat bahwa faktor pemanfaatan kawasan hutan menyumbangkan angka tertinggi untuk deforestasi bruto di Indonesia secara keseluruhan yaitu sebesar 284,0 ribu ha (50,0%), lalu secara berurutan faktor berikutnya yaitu dipengaruhi oleh kegiatan di luar pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan sebesar 165,5 ribu ha (29,1%), faktor kegiatan di luar kawasan hutan sebesar 64,1 ribu ha (11,3%), serta faktor perubahan peruntukkan untuk perkebunan sebesar 49,3 ribu ha (8,7%). Faktor penggunaan kawasan hutan dan perubahan peruntukkan untuk transmigrasi relatif kecil sebesar 3,1 ribu ha (0,5 %) dan 1,9 ribu ha (0,3 %). Luas (ribu ha) dan Persentase (%) Faktor Berpengaruh terhadap Angka Deforestasi Bruto Indonesia Tahun selengkapnya dapat dilihat pada Gambar ,1 ; 11% 165,5 ; 29% 49,4 ; 9% 1,9 ; 0% 3,1 ; 1% 284,0 ; 50% Pemanfataan Kawasan Hutan Penggunaan Kawasan Hutan Perubahan Peruntukan Untuk perkebunan Perubahan Peruntukan Untuk Transmigrasi Kegiatan di Luar Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan Kegiatan Di Luar Kawasan Hutan Gambar 15. Diagram Faktor yang Mempengaruhi Angka Deforestasi Bruto Indonesia Tahun Berikutnya analisa terhadap enam faktor yang berpengaruh terhadap reforestasi menujukkan bahwa faktor yang paling dominan terhadap terjadinya reforestasi di Indonesia adalah diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan di luar areal pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan yaitu sebesar 158,1 ribu ha (93%). Sementara itu, faktor-faktor lain memberikan pengaruh yang relatif kecil yaitu secara berturutturut faktor kegiatan di luar kawasan hutan sebesar 8,5 ribu ha (5%), perubahan peruntukkan untuk perkebunan sebesar 3,3 ribu ha (2 %), perubahan peruntukkan untuk transmigrasi sebesar 0,5 ribu ha (0,3 %), pemanfaatan kawasan hutan sebesar 0,1 ribu ha (0,1 %) dan penggunaan kawasan hutan 0,1 ribu (0,04%). Luas (ribu ha) dan Presentase (%) Faktor Berpengaruh terhadap Angka Reforestasi Indonesia Tahun selengkapnya dapat dilihat pada Gambar

56 Pemanfataan Kawasan Hutan 0,5 ; 0% 3,3 ; 2% 0,1 ; 0% 0,1 ; 0% 8,5 ; 5% 158,1 ; 93% Penggunaan Kawasan Hutan Perubahan Peruntukan Untuk perkebunan Perubahan Peruntukan Untuk Transmigrasi Kegiatan di Luar Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan Kegiatan Di Luar Kawasan Hutan Gambar 16. Diagram Faktor yang Mempengaruhi Angka Reforestasi Indonesia Tahun

57 BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

58 BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil penghitungan, angka deforestasi tahun di Indonesia 0,4 juta ha/th (di dalam dan di luar kawasan hutan). Angka tersebut sama nilainya dengan angka deforestasi bruto sebesar 0,57 juta ha/th dikurang dengan angka reforestasi sebesar 0,17 juta ha/th. Berdasarkan tipe hutan, deforestasi tertinggi terjadi di hutan sekunder yaitu sebesar 0,2 juta ha/th. Angka deforestasi di dalam kawasan hutan sebesar 0,3 juta ha/th (73,6 %), sedangkan di luar kawasan hutan (areal penggunaan lain) sebesar 0,1 juta ha/th (26,4 %). 2. Berdasarkan tipe hutan, angka deforestasi bruto tertinggi terjadi pada tipe hutan sekunder yaitu 307,2 ribu ha/th (54,1%), angka reforestasi tertinggi terjadi pada tipe hutan tanaman yaitu 167,8 ribu ha/th (98,4%) dan angka deforestasi netto tertinggi terjadi pada hutan sekunder yaitu 0,30 juta ha/th atau 304,4 ribu ha/th (76,6%). 3. Hasil penghitungan deforestasi per fungsi kawasan hutan menunjukkan angka deforestasi untuk seluruh Indonesia pada kawasan Hutan Konservasi sebesar 18,2 ribu ha/th (4,6 %); Hutan Lindung sebesar 24,1 ribu ha/th (6,1 %); Hutan Produksi sebesar 292,5 ribu ha/th (73,6 %) yang terdiri dari : Hutan Produksi Terbatas sebesar 54,5 ribu ha/th (13,7 %); Hutan Produksi Tetap sebesar 162,3 ribu ha/th (40,9 %); Hutan Produksi yang dapat di-konversi sebesar 33,4 ribu ha/th (8,4 %). Angka deforestasi di luar kawasan hutan atau Areal Penggunaan Lain sebesar 104,8 ribu ha/th (26,4 %). 4. Berdasarkan pulau/kepulauan besar, angka deforestasi tertinggi terjadi di Pulau Sumatera sebesar 228,3 ribu ha/th, diikuti dengan Pulau Kalimantan sebesar 134,0 ribu ha/th. Papua dan Sulawesi menempati urutan berikutnya dengan angka deforestasi sebesar 22,3 ribu ha/th dan 17,7 ribu ha/th. Pulau Jawa menunjukkan angka deforestasi negatif sebesar 7,7 ribu ha/th. 5. Berdasarkan provinsi, angka deforestasi tertinggi pada fungsi Hutan Konservasi adalah Provinsi Riau (5.911,8 ha/th), Bengkulu (2.789,4 ha/th) dan Jambi (2.195,3 ha/th). Deforestasi tertinggi pada fungsi Hutan Lindung adalah Provinsi Bengkulu (6.000,7 ha/th), Riau (2.846,1 ha/th) dan Jawa Timur (2.783,2 ha/th). Deforestasi tertinggi pada fungsi Hutan Produksi Tetap (HP) adalah Provinsi Riau ( ,6 ha/th), Kalimantan Tengah (21.536,0 ha/th) dan Kalimantan Timur dengan Kalimantan Utara (13.707,2 ha/th). Deforestasi tertinggi pada fungsi Hutan Produksi Terbatas (HPT) adalah Provinsi Riau (29.246,9 ha/th), Kalimantan Tengah (8.516,2 ha/th) dan Kalimantan Barat (5.364,0 ha/th). Deforestasi 46

59 tertinggi pada fungsi Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK) adalah Provinsi Kalimantan Tengah (14.674,1 ha/th), Riau (8.664 ha/th) dan Papua (4.230,7 ha/th). 6. Berdasarkan provinsi, angka deforestasi tertinggi di dalam kawasan hutan terjadi pada Provinsi Riau seluas ,5 ha/th, Kalimantan Tengah seluas ,7 ha/th dan Provinsi Kalimantan Timur dengan Kalimantan Utara seluas ,8 ha/th. Sedangkan angka deforestasi tertinggi di luar kawasan hutan adalah di Provinsi Kalimantan Barat seluas ,8 ha/th, Provinsi Kalimantan Timur dengan Kalimantan Utara seluas ,90 ha/th, dan Provinsi Riau seluas ,9 ha/th. 7. Perubahan tutupan hutan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain 1) Perubahan fungsi dan perubahan peruntukan kawasan hutan; 2) Pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan; 3) Sebaran titik panas (hot spot); 4) Kegiatan penanaman, rehabilitasi hutan, dan lahan; 5) Asosiasi dengan pemukiman. 8. Perubahan fungsi kawasan hutan mempengaruhi deforestasi bruto ratarata di bawah 10%, hanya Provinsi Gorontalo dengan angka tertinggi yaitu mencapai 84,1% dan Provinsi Riau sebesar 24,9%. 9. Perubahan peruntukan kawasan hutan khususnya untuk perkebunan mempengaruhi deforestasi bruto dengan nilai tertinggi di Provinsi Gorontalo (94,9 %) sedangkan perubahan peruntukan untuk transmigrasi yang tinggi hanya terjadi di Provinsi Maluku saja sebesar 18,7%. Sementara pada areal perubahan peruntukan untuk perkebunan hanya menunjukkan angka yang tinggi pada Provinsi Kalimantan Barat sebesar 32,8%. Deforestasi bruto pada beberapa provinsi justru menunjukkan angka yang relatif luas pada areal di luar kawasan hutan. Sementara itu, reforestasi pada areal perubahan peruntukan untuk transmigrasi menunjukkan angka yang relatif kecil, sebaliknya pada beberapa provinsi reforestasi yang cukup besar juga terjadi di areal di luar kawasan hutan. 10. Pemanfaatan kawasan hutan mempengaruhi deforestasi bruto tertinggi terjadi di Provinsi Papua Barat sebesar 73,6%. Penggunaan kawasan hutan mempengaruhi deforestasi bruto tertinggi di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 9,9%. Sementara deforestasi bruto pada areal di luar pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan justru menunjukkan angka yang besar pada hampir semua provinsi. Reforestasi relatif tidak terlalu dipengaruhi oleh pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan. Sebaliknya reforestasi pada wilayah di luar pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan menunjukkan angka yang relatif tinggi. 11. Sebaran hot spot tertinggi tahun 2014 terjadi di Provinsi Riau (sebanyak titik), Provinsi Kalimantan Tengah (sebanyak titik), dan Sumatera Selatan (sebanyak titik). Titik panas pada ketiga provinsi tersebut dipengaruhi dari aktifitas pembukaan lahan yang sering terjadi pada Bulan Agustus sampai dengan Oktober. Pada tahun 2014 terdapat dua periode tingginya jumlah titik hotspot yaitu pada bulan Februari- 47

60 Maret dan Juni-Oktober. Keberadaan titik panas pada beberapa lokasi dimungkinkan sebagai indikasi terjadinya kebakaran lahan. 12. Kegiatan penanaman, rehabilitasi hutan dan lahan mempengaruhi reforesasi hanya sebesar 0,23% (399,3 ha/th) saja dari total angka reforestasi Indonesia sebesar 171,0 Ribu ha/th. 13. Areal pemukiman mempengaruhi deforestasi bruto sebesar 7,9% dengan persentase tertinggi di luar kawasan hutan (3,2%), sedangkan di dalam kawasan hutan tertinggi terjadi di Hutan Produksi Tetap (1,9%). Pengaruh pemukiman terhadap areal reforestasi sebesar 14,2% dengan angka tertinggi di Hutan Produksi Tetap (6,6%). B. Saran dan Rekomendasi 1. Updating data tutupan lahan dan kawasan hutan yang dilanjutkan dengan rekalkulasi dan penghitungan deforestasi sumberdaya hutan perlu terus dilakukan secara periodik setiap tahun agar kondisi sumberdaya hutan dapat terpantau dengan baik. 2. Diseminasi data dan informasi terkait deforestasi perlu diselenggarakan secara maksimal sehingga data dapat diakses dengan mudah oleh pihak yang membutuhkan. Dengan demikian, data dan informasi ini dapat sesegera mungkin digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan yang kuat dalam kegiatan tata kelola kehutanan serta penentuan kebijakan strategis lainnya. 3. Penyempurnaan data dan informasi hasil penghitungan deforestasi pada kawasan hutan perlu didukung oleh berbagai pihak mulai dari pemerintah daerah sebagai pemangku kawasan, Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) sebagai Unit Pelaksana Teknis, eselon I terkait sebagai penentu kebijakan, hingga parapihak sebagai pengguna data. 4. Monitoring terhadap kebijakan dalam pengelolaan, pemanfaatan, dan penggunaan kawasan hutan perlu diatur dan dilaksanakan secara intensif sehingga dinamika yang terjadi di kawasan hutan tidak mengakibatkan kerusakan hutan dan perubahan tutupan hutan di luar yang telah direncanakan namun justru dapat mendukung penambahan luas tutupan hutan dan perbaikan ekosistem. 5. Perlu komunikasi dan integrasi data tentang perubahan kawasan hutan baik perubahan fungsi kawasan maupun perubahan status dan peruntukan kawasan pada hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi sebagai dasar pengambilan kebijakan dalam pengelolaan kawasan hutan. 6. Pemetaan areal deforestasi yang telah dilaksanakan dapat digunakan sebagai salah satu bahan rekomendasi dalam penentuan lokasi Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) dengan demikian keberhasilan penyelenggaraan kegiatan ini dapat meningkat. 48

61 DAFTAR PUSTAKA Anonimous, Rekalkulasi Penutupan lahan Indonesia Tahun Direkorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Anonimous, Deforestasi Indonesia Tahun Direkorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Badan Standarisasi Nasional 2014.SNI.8033:2014: Metode Penghitungan Perubahan Tutupan Hutan Berdasarkan Hasil Penafsiran Citra Penginderaan Jauh Optik Secara Visual. FAO, Situation and Outlook of the Forestry Sector in Indonesia. Volume 1 : Issues, finding and opportunities. Ministry of Forestry, Government of Indonesia and Food and Agriculture Organization of the United Nations, Jakarta. FAO, Forest Resources Assessment 1990 (Tropical Countries). FAO Forestry Paper 112, Food Agriculture Organization of the United Nations, Rome. FAO, Forest Resources Assessment 1990 : Survey of Tropical Forest Cover and Study of Change Processes. FAO Forestry Paper 130. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. FAO, Forest Resources Assessment 2000 (Tropical Countries). FAO Forestry Paper 190. Food and Agriculture rganization of the United Nations, Rome. Holmes, Derek, Deforestation in Indonesia. A Review of the situation in The World Bank. Washington DC. Revilla, J.A.V, Preliminary Study on the Rate of Forest Cover Loss in Indonesia. National Forest Inventory Project. Directorate General of Forest Inventory and Land Use Planning, Ministry of Forestry and Food and Agriculture Organization of the United Nations, Jakarta. World Bank, The Economics of Long-term Management of Indonesia s Natural Forest. Unpublish Manuscript, August, Jakarta. 49

62 LAMPIRAN 1 ANGKA DEFORESTASI BRUTO DAN REFORESTASI INDONESIA DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN

63 TABEL 1.1 ANGKA DEFORESTASI BRUTO INDONESIA DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI BRUTO PADA HUTAN TETAP TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah HPK Jumlah APL TOTAL INDONESIA A. Hutan Primer 4.266, , , , , , , , ,2 - Hutan lahan kering primer 4.243, , , , , , , , ,9 - Hutan rawa primer 22, , , ,7 352, ,3 562, ,3 - Hutan mangrove primer - 44,5 4,3-48,7 81,9 130,6 767,3 898,0 B. Hutan Sekunder , , , , , , , , ,7 - Hutan lahan kering sekunder , , , , , , , , ,1 - Hutan rawa sekunder 4.250, , , , , , , , ,5 - Hutan mangrove sekunder 242, , ,1 955, , , , , ,1 C. Hutan Tanaman* 148,4 300, , , , , , , ,0 TOTAL , , , , , , , , ,0 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

64 TABEL 1.2 ANGKA REFORESTASI INDONESIA DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. REFORESTASI PADA HUTAN TETAP TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah HPK Jumlah APL TOTAL INDONESIA A. Hutan Primer Hutan lahan kering primer Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder 15,5 223,4 16,5 787, ,8 38, , , ,2 - Hutan lahan kering sekunder 7,6 221,5 16,5 332,6 578,2 8,4 586,6 941, ,3 - Hutan rawa sekunder ,0 6,0 30,3 36,3 178,6 214,9 - Hutan mangrove sekunder 7,9 1,9-448,8 458,6-458,6 595, ,0 C. Hutan Tanaman* 1.945, , , , ,4 71, , , ,9 Ket. TOTAL 1.960, , , , ,2 109, , , ,1 * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

65 LAMPIRAN 2 ANGKA DEFORESTASI INDONESIA DAN PER PULAU DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN

66 TABEL 2.1 ANGKA DEFORESTASI INDONESIA DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) NO. PROVINSI/ DEFORESTASI PADA KAWASAN HUTAN HUTAN TETAP TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah HPK Jumlah APL TOTAL INDONESIA A. Hutan Primer 4.266, , , , , , , , ,2 - Hutan lahan kering primer 4.243, , , , , , , , ,9 - Hutan rawa primer 22, , , ,7 352, ,3 562, ,3 - Hutan mangrove primer - 44,5 4,3-48,7 81,9 130,6 767,3 898,0 B. Hutan Sekunder , , , , , , , , ,5 - Hutan lahan kering sekunder , , , , , , , , ,9 - Hutan rawa sekunder 4.250, , , , , , , , ,5 - Hutan mangrove sekunder 234, , ,1 506, , , , , ,2 C. Hutan Tanaman* , ,9 738, , , , , , ,2 TOTAL , , , , , , , , ,9 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

67 TABEL 2.2 ANGKA DEFORESTASI PULAU SUMATERA DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) NO. PROVINSI/ DEFORESTASI PADA KAWASAN HUTAN HUTAN TETAP KELOMPOK HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah HPK Jumlah APL TOTAL PULAU SUMATERA A. Hutan Primer 2.982, ,4 781, , ,8 16, , , ,0 - Hutan lahan kering primer 2.959, ,4 713, , ,0 16, , , ,1 - Hutan rawa primer 22,8-63,8 857,9 944,6-944,6 186, ,2 - Hutan mangrove primer - - 4,3-4,3-4,3 0,4 4,6 B. Hutan Sekunder , , , , , , , , ,4 - Hutan lahan kering sekunder 7.670, , , , ,0 421, , , ,4 - Hutan rawa sekunder 3.082, , , , , , , , ,8 - Hutan mangrove sekunder 32,9 17,9 700,0 814, , ,8 148, ,2 C. Hutan Tanaman* -309,0-726, , , , , , , ,7 TOTAL , , , , , , , , ,0 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

68 TABEL 2.3 ANGKA DEFORESTASI PULAU JAWA DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) NO. PROVINSI/ DEFORESTASI PADA KAWASAN HUTAN HUTAN TETAP KELOMPOK HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah HPK Jumlah APL TOTAL PULAU JAWA A. Hutan Primer Hutan lahan kering primer Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder 1.501, ,2-964, , , , ,9 - Hutan lahan kering sekunder 1.501, ,2-964, , , , ,9 - Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder C. Hutan Tanaman* , , , , , , ,9 TOTAL 12, , , , , , , ,9 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

69 TABEL 2.4 ANGKA DEFORESTASI PULAU KALIMANTAN DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) NO. PROVINSI/ DEFORESTASI PADA KAWASAN HUTAN HUTAN TETAP KELOMPOK HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah HPK Jumlah APL TOTAL PULAU KALIMANTAN A. Hutan Primer 541,1 280,7 771,9 474, ,4 125, ,1 894, ,8 - Hutan lahan kering primer 541,1 267,2 771,9 68, ,8 97, ,8 799, ,7 - Hutan rawa primer ,1 406,1 28,7 434,8 95,8 530,6 - Hutan mangrove primer - 13, ,5-13,5-13,5 B. Hutan Sekunder 2.300, , , , , , , , ,7 - Hutan lahan kering sekunder 959, , , , , , , , ,9 - Hutan rawa sekunder 1.167, , , , , , , , ,4 - Hutan mangrove sekunder 173, ,3 392,2-307, ,4 141, , , ,4 C. Hutan Tanaman* 0,3 86,5-95, , ,3 143, , , ,6 TOTAL 2.842, , , , , , , , ,2 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

70 TABEL 2.5 ANGKA DEFORESTASI PULAU SULAWESI DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) NO. PROVINSI/ DEFORESTASI PADA KAWASAN HUTAN HUTAN TETAP KELOMPOK HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah HPK Jumlah APL TOTAL PULAU SULAWESI A. Hutan Primer 184,0 225,8 323,1 95,0 828,0 28,5 856, , ,9 - Hutan lahan kering primer 184,0 194,9 323,1 95,0 797,0 28,5 825,5 903, ,4 - Hutan rawa primer Hutan mangrove primer - 30, ,9-30,9 168,6 199,5 B. Hutan Sekunder 578, , , , , , , , ,5 - Hutan lahan kering sekunder 578, , , , ,7 584, , , ,6 - Hutan rawa sekunder ,6 336,6 - Hutan mangrove sekunder - 280,7 40,3-321, , ,5 877, ,3 C. Hutan Tanaman* TOTAL 762, , , , , , , , ,5 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

71 TABEL 2.6 ANGKA DEFORESTASI KEP. BALI DAN NUSA TENGGARA DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) NO. PROVINSI/ DEFORESTASI PADA KAWASAN HUTAN HUTAN TETAP KELOMPOK HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah HPK Jumlah APL TOTAL KEP. BALI DAN NUSA TENGGARA A. Hutan Primer Hutan lahan kering primer Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder 16,5 138, ,3-155,3-17,5 137,8 - Hutan lahan kering sekunder 0,0 138, ,9-138,9-30,0 108,8 - Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder 16, ,5-16,5 12,5 29,0 C. Hutan Tanaman* , ,5 7,7 101 TOTAL 16,5 138,9-93,5 248,8-248,8-9,8 239,0 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

72 TABEL 2.7 ANGKA DEFORESTASI KEPULAUAN MALUKU DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) NO. PROVINSI/ DEFORESTASI PADA KAWASAN HUTAN HUTAN TETAP KELOMPOK HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah HPK Jumlah APL TOTAL KEPULAUAN MALUKU A. Hutan Primer - 4,4 8,4 17,3 30,1 210,5 240, , ,9 - Hutan lahan kering primer - 4,4 8,4 17,3 30,1 128,6 158, , ,0 - Hutan rawa primer Hutan mangrove primer ,9 81,9-81,9 B. Hutan Sekunder ,4 66,5 231,8 275,7 507,6 324,1 831,7 - Hutan lahan kering sekunder ,4 66,5 231,8 89,9 321,7 194,7 516,4 - Hutan rawa sekunder ,9 145,9 115,6 261,5 - Hutan mangrove sekunder ,0 40,0 13,8 53,7 C. Hutan Tanaman* ,6 9,6-9,6-9,6 TOTAL - 4,4 173,8 93,4 271,6 486,3 757, , ,3 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

73 TABEL 2.8 ANGKA DEFORESTASI PULAU PAPUA DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) NO. PROVINSI/ DEFORESTASI PADA KAWASAN HUTAN HUTAN TETAP KELOMPOK HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah HPK Jumlah APL TOTAL PULAU PAPUA A. Hutan Primer 558,1 410, ,3 464, , , , , ,5 - Hutan lahan kering primer 558,1 410,9 412,3 464, ,7 876, , , ,7 - Hutan rawa primer , ,0 323, ,9 279, ,5 - Hutan mangrove primer ,4 598,4 B. Hutan Sekunder 510,6 849, , , , , , , ,5 - Hutan lahan kering sekunder 499,3 838,5 940, , , , , , ,7 - Hutan rawa sekunder - 11,1 768,8 283, ,7 99, , , ,2 - Hutan mangrove sekunder 11,3-4,6-16,0 6,3 22,2 8,3 30,5 C. Hutan Tanaman* TOTAL 1.068, , , , , , , , ,0 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

74 LAMPIRAN 3 ANGKA DEFORESTASI DAN PETA DEFORESTASI PER PROVINSI DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN

75 TABEL 3.1 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI ACEH DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah ACEH A. Hutan Primer 130,6 538, ,3-669,3 0,3 669,7 - Hutan lahan kering primer 130,6 538, ,3-669,3 0,3 669,7 - Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder 188,1 366,6 122, , , , , ,9 - Hutan lahan kering sekunder 101,5 249,9 122, , , , , ,5 - Hutan rawa sekunder 86,6 98, ,4-185, , ,3 - Hutan mangrove sekunder - 17,9-625,0 642,9-642,9 164,3 807,1 C. Hutan Tanaman* ,5 63,5-63,5-63,5 TOTAL 318,7 905,3 122, , , , , ,1 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

76 95 0'0"E 96 0'0"E 97 0'0"E 98 0'0"E 99 0'0"E 6 0'0"N KOTA SABANG 6 0'0"N PETA DEFORESTASI TAHUN PROVINSI ACEH 0 Skala 1: Km!5 KOTA BANDAACEH ACEH BESAR SELAT MALAKA LEGENDA : ±U 5 0'0"N PIDIE JAYA BIREUEN KOTA LHOKSEUMAWE ACEH UTARA 5 0'0"N!5 Ibu Kota Provinsi Batas Provinsi Batas Kabupaten Sungai Danau/ Waduk ACEH JAYA PIDIE Fungsi Kawasan BENER MERIAH Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat ACEH TIMUR Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan ACEH TENGAH Hutan Lindung ACEH BARAT KOTA LANGSA Hutan Produksi Terbatas NAGANRAYA ACEH ACEH TAMIANG Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi 4 0'0"N GAYOLUES 4 0'0"N Perubahan Tutupan Hutan Pengurangan Hutan ACEH BARAT DAYA Penambahan Hutan LANGKAT ACEH TENGGARA KOTA MEDAN KOTA BINJAI!5 DELISERDANG SERDANG BEDAGAI KOTA TEBINGTINGGI Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 865/Menhut-II/2014 Tanggal 29/09/2014 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan ACEH SELATAN KARO 95 0'0"E 100 0'0"E 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E 3 0'0"N SUMATERA UTARA SIMALUNGUN 3 0'0"N 5 0'0"N MALAYSIA KEPULAUAN RIAU 5 0'0"N DAIRI SUM AT E RA UTARA SINGAPURA RIAU KOTA SUBULUSSALAM 0 0'0" KALIM ANTAN BARAT SUM AT E RA B ARAT KALIM ANTAN TENGAH JAM BI KE PULAUAN B ANGK A B EL ITUNG 0 0'0" SIMEULUE PAKPAKBHARAT ASAHAN TOBASAMOSIR SUM AT E RA SE LATAN BE NGK ULU LAM PUNG SAMOSIR Daerah yang dipetakan BANT EN JAWA BARAT ACEH SINGKIL 95 0'0"E 100 0'0"E 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E SAMUDERA HINDIA HUMBANG HASUNDUTAN DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN 2 0'0"N TAPANULI TENGAH TAPANULI UTARA 2 0'0"N DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 96 0'0"E 97 0'0"E 98 0'0"E 99 0'0"E

77 TABEL 3.2 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI SUMATERA UTARA DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah SUMATERA UTARA A. Hutan Primer 58,4 30, ,8-88,8-88,8 - Hutan lahan kering primer 58,4 30, ,8-88,8-88,8 - Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder 72, ,5 823, , ,3 41, , , ,9 - Hutan lahan kering sekunder 39, ,5 337, , ,1 41, ,3 796, ,1 - Hutan rawa sekunder ,5 161,5-161,5 517,0 678,4 - Hutan mangrove sekunder 32,9-486,6 188,3 707,8-707,8 106,5 814,3 C. Hutan Tanaman* , ,1 449,8-449,8 45,1 494,8 TOTAL 130,5 751,5 823, , ,9 41, , , ,5 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

78 97 0'0"E 98 0'0"E 99 0'0"E 100 0'0"E 101 0'0"E 102 0'0"E NAGANRAYA ACEH TENGAH KOTA LANGSA ACEH TIMUR ACEH TAMIANG PETA DEFORESTASI TAHUN PROVINSI SUMATERA UTARA 4 0'0"N GAYOLUES 4 0'0"N 0 Skala 1: Km ACEH BARAT DAYA ACEH ACEH SELATAN ACEH TENGGARA LANGKAT!5 KOTA MEDAN KOTA BINJAI DELISERDANG SERDANG BEDAGAI KOTA TEBINGTINGGI KARO BATUBARA SELAT MALAKA MALAYSIA LEGENDA :!5 Ibu Kota Provinsi Batas Provinsi ±U Sungai Danau/ Waduk Batas Kabupaten 3 0'0"N DAIRI KOTA PEMATANGSIANTAR SIMALUNGUN KOTA TANJUNGBALAI ASAHAN 3 0'0"N Fungsi Kawasan Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat KOTA SUBULUSSALAM Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan PAKPAKBHARAT SAMOSIR LABUHANBATU UTARA Hutan Lindung ACEH SINGKIL TOBASAMOSIR Hutan Produksi Terbatas HUMBANG HASUNDUTAN LABUHANBATU Hutan Produksi 2 0'0"N TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA TAPANULI UTARA KOTA DUMAI 2 0'0"N Hutan Produksi yang dapat di-konversi Perubahan Tutupan Hutan KOTA SIBOLGA LABUHANBATU SELATAN ROKAN HILIR Pengurangan Hutan TAPANULI SELATAN PADANG LAWAS UTARA Penambahan Hutan 1 0'0"N NIAS UTARA KOTA GUNUNG SITOLI NIAS NIAS BARAT NIAS SELATAN KOTA PADANGSIDEMPUAN MANDAILING NATAL PADANG LAWAS ROKAN HULU RIAU!5 KOTA PEKANBARU BENGKALIS KEPULAUAN MERANTI SIAK 1 0'0"N Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 579/Menhut-II/2014 Tanggal 24/06/2014 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 5 0'0"N 95 0'0"E 100 0'0"E MALAYSIA 105 0'0"E 110 0'0"E KEPULAUAN RIAU 115 0'0"E 5 0'0"N SUM AT E RA UTARA PASAMAN KAMPAR 0 0'0" RIAU SINGAPURA KALIM ANTAN BARAT 0 0'0" PASAMAN BARAT SUM AT E RA B ARAT KALIM ANTAN TENGAH JAM BI KE PULAUAN B ANGK A B EL ITUNG SUM AT E RA SE LATAN 0 0'0" SAMUDERA HINDIA LIMAPULUHKOTO SUMATERA BARAT AGAM KOTA PAYAKUMBUH PELALAWAN 0 0'0" BE NGK ULU LAM PUNG BANT EN Daerah yang dipetakan JAWA BARAT 95 0'0"E 100 0'0"E 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E KOTA BUKITTINGGI KOTA PADANGPANJANG TANAHDATAR KUANTAN SINGINGI PADANGPARIAMAN KOTA PARIAMAN KOTA SAWAHLUNTO SAWAHLUNTO SIJUNJUNG KOTA SOLOK KOTA PADANG SOLOK DHARMASRAYA INDRAGIRI HULU DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 98 0'0"E 99 0'0"E 100 0'0"E 101 0'0"E 102 0'0"E

79 TABEL 3.3 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI RIAU DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah RIAU A. Hutan Primer 103,1-159,5 857, ,5 7, , ,2 - Hutan lahan kering primer 103,1-159,5-262,6 7,7 270,3-270,3 - Hutan rawa primer ,9 857,9-857,9-857,9 - Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder 6.133, , , , , , , , ,3 - Hutan lahan kering sekunder 3.137, , ,7 496, ,0 8, ,9 430, ,3 - Hutan rawa sekunder 2.996,2 930, , , , , , , ,0 - Hutan mangrove sekunder ,4 0,8 214,2-214,2 48,8 262,9 C. Hutan Tanaman* -324, , , , , , , ,9 TOTAL 5.911, , , , , , , , ,4 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

80 100 0'0"E 101 0'0"E 102 0'0"E 103 0'0"E LABUHANBATU UTARA LABUHANBATU PETA DEFORESTASI TAHUN PROVINSI RIAU 0 Skala 1: Km 2 0'0"N SUMATERA UTARA KOTA DUMAI SELAT MALAKA MALAYSIA 2 0'0"N LEGENDA : ±U LABUHANBATU SELATAN ROKAN HILIR!5 Ibu Kota Provinsi Batas Provinsi Sungai Danau/ Waduk Batas Kabupaten PADANG LAWAS UTARA Fungsi Kawasan BENGKALIS SINGAPURA Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas 1 0'0"N PADANG LAWAS KOTA BATAM 1 0'0"N Hutan Produksi ROKAN HULU SIAK KEPULAUAN MERANTI KEPULAUAN RIAU KARIMUN Hutan Produksi yang dapat di-konversi Perubahan Tutupan Hutan Pengurangan Hutan MANDAILING NATAL RIAU KOTA PEKANBARU!5 Penambahan Hutan 0 0'0" PASAMAN BARAT PASAMAN LIMAPULUHKOTO KAMPAR PELALAWAN 0 0'0" Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 878/Menhut-II/2014 Tanggal 29/09/2014 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 95 0'0"E 100 0'0"E 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E AGAM KOTA PAYAKUMBUH INDRAGIRI HILIR 5 0'0"N MALAYSIA KEPULAUAN RIAU 5 0'0"N KOTA BUKITTINGGI SUM AT E RA UTARA SUMATERA BARAT KOTA PADANGPANJANG TANAHDATAR PADANGPARIAMAN KOTA PARIAMAN KOTA SAWAHLUNTO KUANTAN SINGINGI INDRAGIRI HULU 0 0'0" SINGAPURA RIAU KALIM ANTAN BARAT SUM AT E RA B ARAT KALIM ANTAN TENGAH JAM BI KE PULAUAN B ANGK A B EL ITUNG SUM AT E RA SE LATAN BE NGK ULU LAM PUNG 0 0'0" BANT EN KOTA SOLOK SAWAHLUNTO SIJUNJUNG 95 0'0"E Daerah yang dipetakan 100 0'0"E 105 0'0"E JAWA BARAT 110 0'0"E 115 0'0"E 1 0'0"S KOTA PADANG!5 PESISIR SELATAN SOLOK SOLOK SELATAN DHARMASRAYA BUNGO JAMBI TEBO TANJUNGJABUNG BARAT TANJUNGJABUNG TIMUR 1 0'0"S DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 101 0'0"E 102 0'0"E 103 0'0"E

81 TABEL 3.4 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI SUMATERA BARAT DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah SUMATERA BARAT A. Hutan Primer 216,0 0,5-2,5 219,0 8,7 227,7 5,6 233,3 - Hutan lahan kering primer 216,0 0,5-2,5 219,0 8,7 227,7 5,6 233,3 - Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder 284,1 941,0 383,9 255, ,6 882, , , ,3 - Hutan lahan kering sekunder 284,1 861,7 383,9 255, ,3 360, ,4 585, ,4 - Hutan rawa sekunder - 79, ,3 522,9 602,1 514, ,9 - Hutan mangrove sekunder C. Hutan Tanaman* 1,4 13,6 9,2 317,8 342,0 13,1 355,1 620,2 975,3 TOTAL 501,5 955,1 393,1 576, ,6 904, , , ,0 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

82 98 0'0"E 99 0'0"E 100 0'0"E 101 0'0"E 102 0'0"E 1 0'0"N NIAS TAPANULI SELATAN PADANG LAWAS SUMATERA UTARA MANDAILING NATAL ROKAN HULU BENGKALIS SIAK KEPULAUAN MERANTI 1 0'0"N PETA DEFORESTASI TAHUN PROVINSI SUMATERA BARAT!5 KOTA PEKANBARU 0 Skala 1: Km PASAMAN KAMPAR ±U 0 0'0" NIAS SELATAN PASAMAN BARAT LIMAPULUHKOTO RIAU PELALAWAN 0 0'0" LEGENDA :!5 Ibu Kota Provinsi Batas Provinsi Sungai Danau/ Waduk AGAM KOTA PAYAKUMBUH Batas Kabupaten KOTA BUKITTINGGI Fungsi Kawasan KOTA PADANGPANJANG TANAHDATAR KUANTAN SINGINGI Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat PADANGPARIAMAN KOTA PARIAMAN KOTA SAWAHLUNTO INDRAGIRI HULU Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung 1 0'0"S KOTA PADANG!5 SAWAHLUNTO SIJUNJUNG KOTA SOLOK SUMATERA BARAT SOLOK INDRAGIRI HILIR 1 0'0"S Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi DHARMASRAYA TANJUNGJABUNG BARAT Perubahan Tutupan Hutan KEPULAUAN MENTAWAI SOLOK SELATAN TEBO Pengurangan Hutan Penambahan Hutan BUNGO Sumber : 2 0'0"S PESISIR SELATAN KERINCI KOTA SUNGAI PENUH JAMBI BATANGHARI 2 0'0"S 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 35/Menhut-II/2013 Tanggal 15/01/2013 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan MERANGIN 95 0'0"E 100 0'0"E 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E 5 0'0"N 5 0'0"N MALAYSIA KEPULAUAN RIAU SAROLANGUN SUM AT E RA UTARA SINGAPURA RIAU 0 0'0" KALIM ANTAN BARAT 0 0'0" SUM AT E RA B ARAT MUKO-MUKO JAM BI KE PULAUAN B ANGK A B EL ITUNG KALIM ANTAN TENGAH SAMUDERA HINDIA SUM AT E RA SE LATAN BE NGK ULU 3 0'0"S MUSIRAWAS UTARA SUMATERA SELATAN BENGKULU LEBONG MUSIRAWAS BENGKULU UTARA 3 0'0"S 95 0'0"E Daerah yang dipetakan 100 0'0"E LAM PUNG BANT EN JAWA BARAT 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E REJANGLEBONG DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2015 BENGKULU TENGAH KEPAHIANG 98 0'0"E 99 0'0"E 100 0'0"E 101 0'0"E 102 0'0"E

83 TABEL 3.5 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI JAMBI DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah JAMBI A. Hutan Primer 1.965,0 375,1 391, , , , , ,5 - Hutan lahan kering primer 1.942,2 375,1 327, , , ,4 983, ,2 - Hutan rawa primer 22,8-63,8-86,7-86,7 186,7 273,3 - Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder 230, , , , ,8 11, , , ,2 - Hutan lahan kering sekunder 230,3 728, , , ,4 11, , , ,1 - Hutan rawa sekunder - 345,8-432,6 778,4-778,4 355, ,1 - Hutan mangrove sekunder C. Hutan Tanaman* - -24, , , ,0 0, ,7-456, ,2 TOTAL 2.195, , , , ,1 11, , ,1-9941,5 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

84 101 0'0"E 102 0'0"E 103 0'0"E 104 0'0"E KAMPAR PELALAWAN PETA DEFORESTASI TAHUN PROVINSI JAMBI RIAU KUANTAN SINGINGI INDRAGIRI HILIR KEPULAUAN RIAU SELAT BERHALA LINGGA 0 Skala 1: Km INDRAGIRI HULU ±U SAWAHLUNTO SIJUNJUNG LEGENDA :!5 Ibu Kota Provinsi Sungai Batas Provinsi Danau/ Waduk 1 0'0"S 1 0'0"S Batas Kabupaten SOLOK DHARMASRAYA TANJUNGJABUNG BARAT Fungsi Kawasan TANJUNGJABUNG TIMUR Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat SUMATERA BARAT SOLOK SELATAN TEBO Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas BUNGO!5 KOTA JAMBI MUAROJAMBI Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi JAMBI BATANGHARI Perubahan Tutupan Hutan KERINCI Pengurangan Hutan 2 0'0"S 2 0'0"S Penambahan Hutan PESISIR SELATAN KOTA SUNGAI PENUH MERANGIN SAROLANGUN MUSIBANYUASIN Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 863/Menhut-II/2014 Tanggal 29/09/2014 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 95 0'0"E 100 0'0"E 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E MUKO-MUKO MUSIRAWAS UTARA SUMATERA SELATAN BANYUASIN 5 0'0"N MALAYSIA SUM AT E RA UTARA SINGAPURA RIAU KEPULAUAN RIAU 5 0'0"N 0 0'0" SUM AT E RA B ARAT KALIM ANTAN BARAT 0 0'0" KALIM ANTAN TENGAH JAM BI KE PULAUAN B ANGK A B EL ITUNG 3 0'0"S KOTA PALEMBANG 3 0'0"S SUM AT E RA SE LATAN BE NGK ULU LAM PUNG SAMUDERA HINDIA BENGKULU BENGKULU UTARA LEBONG MUSIRAWAS KOTA LUBUKLINGGAU PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR MUARAENIM 95 0'0"E Daerah yang dipetakan 100 0'0"E BANT EN JAWA BARAT 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN REJANGLEBONG KOTA PRABUMULIH OGAN ILIR DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2015 BENGKULU TENGAH KEPAHIANG EMPAT LAWANG LAHAT OGAN KOMERING ILIR 101 0'0"E 102 0'0"E 103 0'0"E 104 0'0"E

85 TABEL 2.6 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI SUMATERA SELATAN DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah SUMATERA SELATAN A. Hutan Primer 80,6 8,7 54,4-143,7-143,7 8,9 152,5 - Hutan lahan kering primer 80,6 8,7 54,4-143,7-143,7 8,9 152,5 - Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder 1.232, ,3 77,9 39, , ,8 673, ,4 - Hutan lahan kering sekunder 1.232, ,3 77,9 39, , ,8 673, ,4 - Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder C. Hutan Tanaman* ,0-744, ,0-8,7-752,7 TOTAL 1.312, ,0 132,3-704, , ,5 673, ,2 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

86 103 0'0"E 104 0'0"E 105 0'0"E 106 0'0"E BUNGO TEBO!5 KOTA JAMBI MUAROJAMBI TANJUNGJABUNG TIMUR PETA DEFORESTASI TAHUN BATANGHARI PROVINSI SUMATERA SELATAN 0 Skala 1: Km 2 0'0"S MERANGIN JAMBI BANGKA BARAT BANGKA KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KOTA PANGKALPINANG 2 0'0"S LEGENDA : ±U SAROLANGUN SELAT BANGKA!5 Ibu Kota Provinsi Sungai MUSIBANYUASIN BANGKA TENGAH Batas Provinsi Batas Kabupaten Danau/ Waduk Fungsi Kawasan BANGKA SELATAN Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat MUSIRAWAS UTARA BANYUASIN Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan 3 0'0"S LEBONG MUSIRAWAS KOTA LUBUKLINGGAU PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR!5 KOTA PALEMBANG SUMATERA SELATAN OGAN KOMERING ILIR 3 0'0"S Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi Perubahan Tutupan Hutan BENGKULU UTARA REJANGLEBONG KOTA PRABUMULIH OGAN ILIR Pengurangan Hutan BENGKULU Penambahan Hutan KEPAHIANG MUARAENIM 4 0'0"S BENGKULU TENGAH!5 KOTA BENGKULU SELUMA EMPAT LAWANG KOTA PAGARALAM LAHAT OGAN KOMERING ULU OGAN KOMERING ULU TIMUR MESUJI 4 0'0"S Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 866/Menhut-II/2014 Tanggal 29/09/2014 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 95 0'0"E 100 0'0"E 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E SAMUDERA HINDIA 5 0'0"N MALAYSIA KEPULAUAN RIAU 5 0'0"N BENGKULU SELATAN TULANGBAWANG SUM AT E RA UTARA WAYKANAN 0 0'0" RIAU SINGAPURA KALIM ANTAN BARAT 0 0'0" SUM AT E RA B ARAT OGAN KOMERING ULU SELATAN TULANGBAWANG BARAT KALIM ANTAN TENGAH JAM BI KE PULAUAN B ANGK A B EL ITUNG SUM AT E RA SE LATAN KAUR LAMPUNG LAMPUNG UTARA LAMPUNG TENGAH BE NGK ULU LAM PUNG BANT EN Daerah yang dipetakan JAWA BARAT 95 0'0"E 100 0'0"E 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E LAMPUNG BARAT KOTA METRO LAMPUNG TIMUR DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PESISIR BARAT TANGGAMUS PESAWARAN LAMPUNG SELATAN PRINGSEWU TAHUN '0"E 104 0'0"E 105 0'0"E 106 0'0"E

87 TABEL 3.7 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI KEP. BANGKA BELITUNG DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah KEPULAUAN BANGKA BELITUNG A. Hutan Primer Hutan lahan kering primer Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder 265,1 48,2-896, , ,7 489, ,4 - Hutan lahan kering sekunder 265,1 48,2-896, , ,7 660, ,6 - Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder ,1-171,1 C. Hutan Tanaman* TOTAL 265,1 48,2-896, , ,7 489, ,4 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

88 105 0'0"E 106 0'0"E 107 0'0"E 108 0'0"E PETA DEFORESTASI TAHUN '0"S 1 0'0"S PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 0 Skala 1: Km LINGGA KEPULAUAN RIAU LEGENDA : ±U SELAT KARIMATA!5 Ibu Kota Provinsi Batas Provinsi Sungai Danau/ Waduk KAYONG UTARA Batas Kabupaten KALIMANTAN BARAT Fungsi Kawasan Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat 2 0'0"S BANGKA BARAT BANGKA!5 KOTA PANGKALPINANG 2 0'0"S Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi BANGKA TENGAH Perubahan Tutupan Hutan SELAT GASPAR Pengurangan Hutan BANYUASIN BANGKA SELATAN Penambahan Hutan 3 0'0"S SUMATERA SELATAN BELITUNG BELITUNG TIMUR 3 0'0"S Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 798/Menhut-II/2012Tanggal 27/12/2012 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 95 0'0"E 100 0'0"E 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E OGAN KOMERING ILIR 5 0'0"N MALAYSIA 5 0'0"N KEPULAUAN RIAU SUM AT E RA UTARA SINGAPURA RIAU 0 0'0" SUM AT E RA B ARAT KALIM ANTAN BARAT 0 0'0" KALIM ANTAN TENGAH JAM BI KE PULAUAN B ANGK A B EL ITUNG SUM AT E RA SE LATAN BE NGK ULU LAM PUNG BANT EN 4 0'0"S OGAN KOMERING ULU TIMUR MESUJI 4 0'0"S 95 0'0"E Daerah yang dipetakan 100 0'0"E 105 0'0"E JAWA BARAT 110 0'0"E 115 0'0"E LAMPUNG TULANGBAWANG WAYKANANTULANGBAWANG BARAT DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 106 0'0"E 107 0'0"E 108 0'0"E

89 TABEL 3.8 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI BENGKULU DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah BENGKULU A. Hutan Primer 394, ,5 90, , ,6 120, ,7 - Hutan lahan kering primer 394, ,5 90, , ,6 120, ,7 - Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder 2.380, , ,2 393, , ,8-181, ,8 - Hutan lahan kering sekunder 2.380, , ,2 393, , ,8-181, ,8 - Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder C. Hutan Tanaman* 14, ,4-14,4 23,5 37,9 TOTAL 2.789, , ,8 393, , ,8-37, ,4 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

90 101 0'0"E 102 0'0"E 103 0'0"E PESISIR SELATAN KOTA SUNGAI PENUH SUMATERA BARAT KERINCI BATANGHARI MUAROJAMBI PETA DEFORESTASI TAHUN JAMBI MERANGIN SAROLANGUN PROVINSI BENGKULU 0 Skala 1: Km MUKO-MUKO MUSIBANYUASIN ±U MUSIRAWAS UTARA LEGENDA :!5 Ibu Kota Provinsi Sungai 3 0'0"S KEPULAUAN MENTAWAI LEBONG MUSIRAWAS SUMATERA SELATAN 3 0'0"S Batas Provinsi Batas Kabupaten Fungsi Kawasan Danau/ Waduk BENGKULU UTARA KOTA LUBUKLINGGAU PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan REJANGLEBONG Hutan Lindung BENGKULU MUARAENIM Hutan Produksi Terbatas KEPAHIANG Hutan Produksi BENGKULU TENGAH Hutan Produksi yang dapat di-konversi EMPAT LAWANG KOTA BENGKULU!5 LAHAT Perubahan Tutupan Hutan Pengurangan Hutan 4 0'0"S SELUMA 4 0'0"S Penambahan Hutan KOTA PAGARALAM BENGKULU SELATAN OGAN KOMERING ULU OGAN KOMERING ULU SELATAN Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 784/Menhut-II/2012, Tanggal 27/12/2012 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 95 0'0"E 100 0'0"E 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E KAUR 5 0'0"N MALAYSIA KEPULAUAN RIAU 5 0'0"N SUM AT E RA UTARA SINGAPURA RIAU LAMPUNG PESISIR BARAT LAMPUNG BARAT 0 0'0" KALIM ANTAN BARAT SUM AT E RA B ARAT KALIM ANTAN TENGAH JAM BI KE PULAUAN B ANGK A B EL ITUNG SUM AT E RA SE LATAN BE NGK ULU LAM PUNG 0 0'0" SAMUDERA HINDIA Daerah yang dipetakan BANT EN JAWA BARAT 95 0'0"E 100 0'0"E 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 102 0'0"E 103 0'0"E

91 TABEL 3.9 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI LAMPUNG DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah LAMPUNG A. Hutan Primer 34,7 57,5 81,5-173,7-173,7-173,7 - Hutan lahan kering primer 34,7 57,5 81,5-173,7-173,7-173,7 - Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder - 8,7 15,4-24,1-24,1-33,9-9,7 - Hutan lahan kering sekunder - 8,7 15,4-24,1-24,1-33,9-9,7 - Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder C. Hutan Tanaman* TOTAL 34,7 66,2 96,9-197,8-197,8-33,9 163,9 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

92 104 0'0"E 105 0'0"E 106 0'0"E MUARAENIM OGAN ILIR OGAN KOMERING ILIR PETA DEFORESTASI TAHUN PROVINSI LAMPUNG Skala 1: Km 4 0'0"S LAHAT SUMATERA SELATAN OGAN KOMERING ULU OGAN KOMERING ULU TIMUR MESUJI 4 0'0"S LEGENDA : ±U TULANGBAWANG!5 Ibu Kota Provinsi Batas Provinsi Batas Kabupaten Fungsi Kawasan Sungai Danau/ Waduk WAYKANAN Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat OGAN KOMERING ULU SELATAN TULANGBAWANG BARAT Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas KAUR BENGKULU LAMPUNG UTARA LAMPUNG TENGAH Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi LAMPUNG Perubahan Tutupan Hutan Pengurangan Hutan LAMPUNG BARAT Penambahan Hutan KOTA METRO LAMPUNG TIMUR Sumber : PESISIR BARAT TANGGAMUS PRINGSEWU!5 KOTA BANDARLAMPUNG PESAWARAN 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 256/Kpts-II/2000 Tanggal 23/08/2000 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan LAMPUNG SELATAN LAUT JAWA 5 0'0"N 95 0'0"E 100 0'0"E 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E 5 0'0"N MALAYSIA KEPULAUAN RIAU SUM AT E RA UTARA RIAU SINGAPURA 0 0'0" KALIM ANTAN BARAT 0 0'0" SUM AT E RA B ARAT KALIM ANTAN TENGAH JAM BI KE PULAUAN B ANGK A B EL ITUNG SUM AT E RA SE LATAN BE NGK ULU 6 0'0"S SAMUDERA HINDIA SELAT SUNDA KOTA CILEGON 6 0'0"S 95 0'0"E Daerah yang dipetakan 100 0'0"E LAM PUNG BANT EN JAWA BARAT 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E BANTEN SERANG PANDEGLANG!5 KOTA SERANG LEBAK DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 105 0'0"E 106 0'0"E

93 TABEL 3.10 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI KEPULAUAN RIAU DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah KEPULAUAN RIAU A. Hutan Primer - - 4,3-4,3-4,3 0,4 4,6 - Hutan lahan kering primer Hutan rawa primer Hutan mangrove primer - - 4,3-4,3-4,3 0,4 4,6 B. Hutan Sekunder Hutan lahan kering sekunder Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder C. Hutan Tanaman* TOTAL - - 4,3-4,3-4,3 0,4 4,6 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

94 104 0'0"E 105 0'0"E 106 0'0"E 107 0'0"E 108 0'0"E 109 0'0"E PETA DEFORESTASI TAHUN '0"N KEPULAUAN RIAU NATUNA 4 0'0"N PROVINSI KEPULAUAN RIAU Skala 1: Km ±U LEGENDA :!5 Ibu Kota Provinsi Sungai Batas Provinsi Danau/ Waduk Batas Kabupaten 3 0'0"N KEPULAUAN ANAMBAS 3 0'0"N Fungsi Kawasan Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas 2 0'0"N MALAYSIA LAUT NATUNA 2 0'0"N Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi Perubahan Tutupan Hutan Pengurangan Hutan SINGAPURA Penambahan Hutan 1 0'0"N KEPULAUAN MERANTI PELALAWAN KARIMUN KOTA BATAM BINTAN!5 KOTA TANJUNGPINANG SAMBAS KOTA SINGKAWANG KALIMANTAN BARAT BENGKAYANG LANDAK 1 0'0"N Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 867/Menhut-II/2014 Tanggal 29/09/2014 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 95 0'0"E 100 0'0"E 105 0'0"E 110 0'0"E PONTIANAK 5 0'0"N 5 0'0"N RIAU INDRAGIRI HILIR SUM AT E RA UTARA MALAYSIA SINGAPURA KEPULAUAN RIAU 0 0'0" 0 0'0" 0 0'0" RIAU SUM AT E RA B ARAT KALIM ANTAN BARAT 0 0'0" LINGGA JAM BI KE PULAUAN B ANGK A B EL ITUNG SUM AT E RA SE LATAN BE NGK ULU KALIM ANTAN TENGAH SELAT KARIMATA LAM PUNG KUBURAYA 95 0'0"E Daerah yang dipetakan 100 0'0"E JAWA BARAT BANT EN 105 0'0"E 110 0'0"E DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN 1 0'0"S TANJUNGJABUNG BARAT JAMBI TANJUNGJABUNG TIMUR 1 0'0"S DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 105 0'0"E 106 0'0"E 107 0'0"E 108 0'0"E 109 0'0"E

95 TABEL 3.11 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI BANTEN DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah BANTEN A. Hutan Primer Hutan lahan kering primer Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder Hutan lahan kering sekunder Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder C. Hutan Tanaman* ,8-116,5-237, ,3-28,7-266,1 TOTAL ,8-116,5-237, ,3-28,7-266,1 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

96 5 30'0"S 105 0'0"E KOTA BANDARLAMPUNG PESAWARAN TANGGAMUS '0"E LAMPUNG TIMUR LAMPUNG LAMPUNG SELATAN 106 0'0"E '0"E LAUT JAWA 107 0'0"E PETA DEFORESTASI TAHUN PROVINSI BANTEN Skala 1: Km KEPULAUAN SERIBU ±U LEGENDA :!5 Ibu Kota Provinsi Sungai Batas Provinsi Danau/ Waduk 6 0'0"S KOTA CILEGON 6 0'0"S Batas Kabupaten Fungsi Kawasan Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat!5 KOTA SERANG SERANG TANGERANG KOTA TANGERANG KOTA JAKARTA UTARA KOTA JAKARTA!5 PUSAT DKI JAKARTA KOTA JAKARTA BARAT Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung KOTA JAKARTA TIMUR KOTA JAKARTA SELATAN Hutan Produksi Terbatas KOTA TANGERANG SELATAN BEKASI Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi 6 30'0"S BANTEN KOTA DEPOK 6 30'0"S Perubahan Tutupan Hutan Pengurangan Hutan Penambahan Hutan BOGOR PANDEGLANG KOTA BOGOR LEBAK Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 419/Kpts-II/1999 Tanggal 15/06/1999 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 105 0'0"E 110 0'0"E JAWA BARAT LAMPUNG KOTA SUKABUMI DKI JAKARTA BANTEN 7 0'0"S 7 0'0"S JAWA BARAT JAWA TENGAH DI YOGYAKARTA JAWA TIMUR SUKABUMI 10 0'0"S Daerah yang dipetakan 10 0'0"S 105 0'0"E 110 0'0"E SAMUDERA HINDIA CIANJUR DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E '0"E 106 0'0"E '0"E 107 0'0"E

97 TABEL 3.12 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI DKI JAKARTA DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah DKI JAKARTA A. Hutan Primer Hutan lahan kering primer Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder Hutan lahan kering sekunder Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder C. Hutan Tanaman* TOTAL Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

98 106 30'0"E 107 0'0"E PETA DEFORESTASI TAHUN '0"S LAUT JAWA 5 30'0"S PROVINSI DKI JAKARTA Skala 1: Km ±U LEGENDA :!5 Ibu Kota Provinsi Batas Provinsi Batas Kabupaten Sungai Danau/ Waduk Fungsi Kawasan Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat KEPULAUAN SERIBU Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi Perubahan Tutupan Hutan 6 0'0"S 6 0'0"S Pengurangan Hutan Penambahan Hutan Sumber : KOTA SERANG SERANG TANGERANG KOTA TANGERANG KOTA JAKARTA UTARA KOTA JAKARTA BARAT!5 KOTA JAKARTA PUSAT 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 220/Kpts-II/2000 Tanggal 02/08/2000 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan PANDEGLANG BANTEN DKI JAKARTA KOTA JAKARTA TIMUR KOTA JAKARTA SELATAN KOTA BEKASI BEKASI 3 0'0"S 105 0'0"E SUMATERA SELATAN LAMPUNG 108 0'0"E 111 0'0"E 114 0'0"E KALIMANTAN SELATAN 3 0'0"S KOTA TANGERANG SELATAN JAWA BARAT 6 0'0"S DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAH 6 0'0"S JAWA TIMUR KARAWANG BALI 9 0'0"S 9 0'0"S KOTA DEPOK 105 0'0"E Daerah yang dipetakan 108 0'0"E 111 0'0"E 114 0'0"E LEBAK 6 30'0"S BOGOR KOTA BOGOR PURWAKARTA 6 30'0"S DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 107 0'0"E

99 TABEL 3.13 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI JAWA BARAT DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah JAWA BARAT A. Hutan Primer Hutan lahan kering primer Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder ,2 5,2-5,2 26,1 31,3 - Hutan lahan kering sekunder ,2 5,2-5,2 26,1 31,3 - Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder C. Hutan Tanaman* , , , , , , , ,8 TOTAL , , , , , , , ,5 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

100 107 0'0"E 108 0'0"E 109 0'0"E KEPULAUAN SERIBU LAUT JAWA PETA DEFORESTASI TAHUN PROVINSI JAWA BARAT Skala 1: Km 6 0'0"S 6 0'0"S LEGENDA : ±U KOTA SERANG SERANG KOTA JAKARTA UTARA!5 KOTA JAKARTA BARAT TANGERANG KOTA TANGERANG KOTA JAKARTA PUSAT KOTA JAKARTA TIMURKOTA BEKASI KOTA JAKARTA SELATAN KOTA TANGERANG SELATAN BEKASI DKI JAKARTA KARAWANG!5 Ibu Kota Provinsi Batas Provinsi Batas Kabupaten Fungsi Kawasan Sungai Danau/ Waduk BANTEN KOTA DEPOK Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat SUBANG INDRAMAYU Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan BOGOR Hutan Lindung LEBAK KOTA BOGOR PURWAKARTA CIREBON Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi KOTA CIREBON Hutan Produksi yang dapat di-konversi BANDUNG BARAT SUMEDANG MAJALENGKA JAWA BARAT KOTA SUKABUMI!5 KOTA CIMAHI KOTA BANDUNG Perubahan Tutupan Hutan Pengurangan Hutan 7 0'0"S SUKABUMI BANDUNG KUNINGAN BREBES TEGAL 7 0'0"S Penambahan Hutan CIANJUR GARUT KOTA TASIKMALAYA CIAMIS KOTA BANJAR JAWA TENGAH Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 195/Kpts-II/2003 Tanggal 04/07/2003 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan CILACAP BANYUMAS 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E TASIKMALAYA SUMATERA SELATAN KALIMANTAN SELATAN PANGANDARAN LAMPUNG DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAH JAWA TIMUR BALI NUSA TENGGARA BARAT 10 0'0"S 10 0'0"S Daerah yang dipetakan 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E 8 0'0"S SAMUDERA INDONESIA 8 0'0"S DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 108 0'0"E 109 0'0"E

101 TABEL 3.14 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI JAWA TENGAH DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah JAWA TENGAH A. Hutan Primer Hutan lahan kering primer Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder ,1 28,1-28,1-28,1 - Hutan lahan kering sekunder ,1 28,1-28,1-28,1 - Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder C. Hutan Tanaman* ,3-107, ,3-15,1-122,4 TOTAL ,2-79, ,2-15,1-94,3 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

102 109 0'0"E 110 0'0"E 111 0'0"E PETA DEFORESTASI TAHUN PROVINSI JAWA TENGAH Skala 1: Km 6 0'0"S LAUT JAWA 6 0'0"S ±U LEGENDA :!5 Ibu Kota Provinsi Batas Provinsi Batas Kabupaten Sungai Danau/ Waduk Fungsi Kawasan INDRAMAYU Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat JEPARA Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung KOTA CIREBON KUDUS PATI REMBANG Hutan Produksi Terbatas 7 0'0"S CIREBON JAWA BARAT KUNINGAN BREBES KOTA TEGAL TEGAL PEMALANG KOTA PEKALONGAN PEKALONGAN BATANG KENDAL!5 KOTA SEMARANG DEMAK BLORA TUBAN 7 0'0"S Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi Perubahan Tutupan Hutan SEMARANG GROBOGAN Pengurangan Hutan JAWA TENGAH BANJARNEGARA TEMANGGUNG BOJONEGORO Penambahan Hutan KOTA BANJAR CIAMIS PANGANDARAN CILACAP BANYUMAS PURBALINGGA KEBUMEN KOTA SALATIGA WONOSOBO KOTA MAGELANG MAGELANG BOYOLALI SLEMAN KLATEN PURWOREJO!5 KOTA YOGYAKARTA SRAGEN KOTA SURAKARTA KARANGANYAR SUKOHARJO NGAWI KOTA MADIUN MADIUN MAGETAN JAWA TIMUR NGANJUK Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 359/Menhut-II/2004 Tanggal 01/10/2004 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E KALIMANTAN SELATAN 8 0'0"S KULONPROGO BANTUL DI YOGYAKARTA GUNUNGKIDUL WONOGIRI PONOROGO 8 0'0"S LAMPUNG DKI JAKARTA JAWA TENGAH JAWA TIMUR PACITAN BALI NUSA TENGGARA BARAT TRENGGALEK TULUNGAGUNG 10 0'0"S 10 0'0"S Daerah yang dipetakan 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E SAMUDERA INDONESIA DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 110 0'0"E 111 0'0"E

103 TABEL 3.15 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI D.I. YOGYAKARTA DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah D.I. YOGYAKARTA A. Hutan Primer Hutan lahan kering primer Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder Hutan lahan kering sekunder Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder C. Hutan Tanaman* ,9 0,9-0,9 31,9 32,8 TOTAL ,9 0,9-0,9 31,9 32,8 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

104 110 20'0"E '0"E WONOSOBO KOTA MAGELANG SEMARANG PETA DEFORESTASI TAHUN MAGELANG BOYOLALI KARANGANYAR KOTA SURAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 0 Skala 1: Km ±U LEGENDA :!5 Ibu Kota Provinsi Sungai 7 40'0"S JAWA TENGAH 7 40'0"S Batas Provinsi Batas Kabupaten Danau/ Waduk PURWOREJO SLEMAN KLATEN SUKOHARJO Fungsi Kawasan Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung KULONPROGO!5 KOTA YOGYAKARTA Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi Perubahan Tutupan Hutan Pengurangan Hutan DI YOGYAKARTA BANTUL Penambahan Hutan Sumber : 8 0'0"S GUNUNGKIDUL WONOGIRI 8 0'0"S 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 171/Kpts-II/2000 Tanggal 29/06/2000 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 105 0'0"E 108 0'0"E 111 0'0"E 114 0'0"E LAMPUNG 6 0'0"S DKI JAKARTA 6 0'0"S JAWA BARAT JAWA TENGAH DI YOGYAKARTA JAWA TIMUR 9 0'0"S 9 0'0"S SAMUDERA INDONESIA Daerah yang dipetakan 105 0'0"E 108 0'0"E 111 0'0"E 114 0'0"E DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E '0"E

105 TABEL 3.16 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI JAWA TIMUR DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah JAWA TIMUR A. Hutan Primer Hutan lahan kering primer Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder 1.501, ,2-930, , , , ,5 - Hutan lahan kering sekunder 1.501, ,2-930, , , , ,5 - Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder C. Hutan Tanaman* ,1 237,1-237,1 1,5 238,6 TOTAL 1.501, , , , , , ,1 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

106 111 0'0"E 112 0'0"E 113 0'0"E 114 0'0"E 115 0'0"E 116 0'0"E PETA DEFORESTASI TAHUN LAUT JAWA PROVINSI JAWA TIMUR Skala 1: Km ±U LEGENDA :!5 Ibu Kota Provinsi Batas Provinsi Batas Kabupaten Sungai Danau/ Waduk 6 0'0"S 6 0'0"S Fungsi Kawasan Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan JEPARA Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas KUDUS PATI REMBANG Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi 7 0'0"S JAWA TENGAH BLORA GROBOGAN SRAGEN NGAWI TUBAN BOJONEGORO BANGKALAN LAMONGAN GRESIK!5 KOTA SURABAYA SIDOARJO KOTA MOJOKERTO SAMPANG PAMEKASAN SUMENEP 7 0'0"S Perubahan Tutupan Hutan Pengurangan Hutan Penambahan Hutan 8 0'0"S KOTA SURAKARTA JOMBANG MOJOKERTO NGANJUK KARANGANYAR KOTA MADIUN MADIUN KOTA PASURUAN SUKOHARJO MAGETAN PASURUAN KOTA PROBOLINGGO JAWA TIMUR KOTA KEDIRI KEDIRI KOTA BATU PROBOLINGGO WONOGIRI PONOROGO KOTA MALANG KOTA BLITAR PACITAN TULUNGAGUNG BLITAR MALANG LUMAJANG BONDOWOSO SITUBONDO 8 0'0"S Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 395/Menhut-II/2011 Tanggal 21/07/2011 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E TRENGGALEK JEMBER BANYUWANGI JEMBRANA BULELENG TABANAN BANGLI BALI GIANYAR KARANGASEM LOMBOK UTARA LAMPUNG KALIMANTAN SELATAN BADUNG!5 KOTA DENPASAR KLUNGKUNG!5 KOTA MATARAM LOMBOK BARAT DKI JAKARTA JAWA TENGAH JAWA TIMUR BALI NUSA TENGGARA BARAT 10 0'0"S 9 0'0"S 9 0'0"S 10 0'0"S Daerah yang dipetakan 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E SAMUDERA INDONESIA DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 112 0'0"E 113 0'0"E 114 0'0"E 115 0'0"E 116 0'0"E

107 TABEL 3.17 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI KALIMANTAN BARAT DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah KALIMANTAN BARAT A. Hutan Primer - 145,2 129,9 10,1 285,2-285,2 102,5 387,7 - Hutan lahan kering primer - 145,2 129,9 10,1 285,2-285,2 32,8 318,0 - Hutan rawa primer ,7 69,7 - Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder 711, , , , ,6 216, , , ,5 - Hutan lahan kering sekunder 701,6 962, , , ,6 27, , , ,4 - Hutan rawa sekunder 9,6 598, ,7 526, ,3 138, , , ,0 - Hutan mangrove sekunder - 775,8 392,2 37, ,7 50, ,3 560, ,1 C. Hutan Tanaman* , , , ,2 858, ,6 TOTAL 711, , ,0-900, ,6 216, , , ,6 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

108 109 0'0"E 110 0'0"E 111 0'0"E 112 0'0"E 113 0'0"E 114 0'0"E 2 0'0"N 2 0'0"N PETA DEFORESTASI TAHUN MALAYSIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Skala 1: Km SAMBAS LEGENDA : ±U 1 0'0"N KOTA SINGKAWANG BENGKAYANG KALIMANTAN TIMUR KAPUAS HULU MAHAKAM ULU 1 0'0"N!5 Ibu Kota Provinsi Batas Provinsi Batas Kabupaten Batas Negara Sungai Danau/ Waduk Fungsi Kawasan LANDAK Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat PONTIANAK Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan SANGGAU Hutan Lindung 0 0'0" KOTA PONTIANAK!5 SEKADAU KALIMANTAN BARAT SINTANG MURUNGRAYA 0 0'0" Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi KUBURAYA SELAT KARIMATA Perubahan Tutupan Hutan MELAWI Pengurangan Hutan Penambahan Hutan 1 0'0"S KAYONG UTARA GUNUNGMAS KAPUAS 1 0'0"S Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 733/Menhut-II/2014 Tanggal 02/09/2014 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan KETAPANG KALIMANTAN TENGAH KATINGAN 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E 120 0'0"E 125 0'0"E LAMANDAU KOTA PALANGKARAYA 5 0'0"N 5 0'0"N 2 0'0"S SERUYAN KOTAWARINGIN TIMUR!5 2 0'0"S 0 0'0" MALAYSIA SINGAPURA KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SULAWESI BARAT 0 0'0" KOTAWARINGIN BARAT Daerah yang dipetakan 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E 120 0'0"E 125 0'0"E SUKAMARA PULANGPISAU 3 0'0"S LAUT JAWA 3 0'0"S DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 110 0'0"E 111 0'0"E 112 0'0"E 113 0'0"E 114 0'0"E

109 TABEL 3.18 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah KALIMANTAN SELATAN A. Hutan Primer - 47, ,6-47,6-47,6 - Hutan lahan kering primer - 47, ,6-47,6-47,6 - Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder 181,3 43,9-984, ,4 2, ,1 77, ,1 - Hutan lahan kering sekunder - 43,9-931,0 974,9-974,9-974,9 - Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder 181, ,2 234,5 2,8 237,3 77,0 314,2 C. Hutan Tanaman* 0,3 86,5 8, , ,6 94, , , ,7 TOTAL 181,5 178,1 8, , ,6 97, , , ,5 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

110 114 0'0"E 115 0'0"E 116 0'0"E 117 0'0"E GUNUNGMAS BARITO UTARA PENAJAM PASER UTARA PETA DEFORESTASI TAHUN KALIMANTAN TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Skala 1: Km 2 0'0"S KOTA PALANGKARAYA KAPUAS BARITO TIMUR TABALONG PASER KALIMANTAN TIMUR 2 0'0"S LEGENDA : ±U KOTAWARINGIN TIMUR!5!5 Ibu Kota Provinsi Batas Provinsi Sungai Danau/ Waduk Batas Kabupaten BALANGAN KATINGAN BARITO SELATAN HULUSUNGAI UTARA Fungsi Kawasan Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat HULUSUNGAI TENGAH Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan 3 0'0"S PULANGPISAU BARITOKUALA TAPIN HULUSUNGAI SELATAN KALIMANTAN SELATAN KOTABARU SELAT MAKASSAR 3 0'0"S Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi Perubahan Tutupan Hutan!5 KOTA BANJARMASIN BANJAR Pengurangan Hutan Penambahan Hutan KOTA BANJARBARU TANAHBUMBU Sumber : 4 0'0"S TANAHLAUT SELAT LAUT 4 0'0"S 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 435/Menhut-II/2009 Tanggal 23/07/2009 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E 120 0'0"E 5 0'0"N 5 0'0"N MALAYSIA SINGAPURA 0 0'0" KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN BARAT 0 0'0" KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KALIMANTAN TENGAH SULAWESI BARAT KALIMANTAN SELATAN SULAWESI SELATAN Daerah yang dipetakan 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E 120 0'0"E LAUT JAWA DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 115 0'0"E 116 0'0"E 117 0'0"E

111 TABEL 3.19 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah KALIMANTAN TENGAH A. Hutan Primer 304,1 42,0 546,8 67,1 960,0 28,7 988,7 33, ,8 - Hutan lahan kering primer 304,1 28,5 546,8 58,6 938,0-938,0 33,1 971,1 - Hutan rawa primer ,5 8,5 28,7 37,1-37,1 - Hutan mangrove primer - 13, ,5-13,5-13,5 B. Hutan Sekunder 1.223, , , , , , , , ,3 - Hutan lahan kering sekunder 96,6 457, , , , , , , ,0 - Hutan rawa sekunder 1.127, ,9 291, , , , , , ,7 - Hutan mangrove sekunder - 381, ,5 87,7 469,2 434,4 903,6 C. Hutan Tanaman* , ,3 48, , , ,6 TOTAL 1.527, , , , , , , , ,6 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

112 1 0'0"N 111 0'0"E 112 0'0"E 113 0'0"E 114 0'0"E MAHAKAM ULU 115 0'0"E KUTAI KARTANEGARA 1 0'0"N PETA DEFORESTASI TAHUN KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Skala 1: Km SANGGAU ±U 0 0'0" SEKADAU SINTANG KALIMANTAN BARAT MURUNGRAYA KALIMANTAN TIMUR 0 0'0" LEGENDA :!5 Ibu Kota Provinsi Batas Provinsi Batas Kabupaten Batas Negara Sungai Danau/ Waduk KUTAI BARAT Fungsi Kawasan MELAWI Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung 1 0'0"S KETAPANG GUNUNGMAS BARITO UTARA 1 0'0"S Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi Perubahan Tutupan Hutan KALIMANTAN TENGAH KATINGAN KAPUAS BARITO SELATAN PASER Pengurangan Hutan Penambahan Hutan LAMANDAU KOTA PALANGKARAYA TABALONG 2 0'0"S KOTAWARINGIN BARAT SERUYAN KOTAWARINGIN TIMUR!5 BARITO TIMUR HULUSUNGAI UTARA BALANGAN 2 0'0"S Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No.529/Menhut-II/2012 Tanggal 25/09/2012 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E 120 0'0"E HULUSUNGAI TENGAH HULUSUNGAI SELATAN 5 0'0"N MALAYSIA 5 0'0"N SUKAMARA KOTABARU PULANGPISAU SINGAPURA 3 0'0"S BARITOKUALA TAPIN KALIMANTAN SELATAN 3 0'0"S 0 0'0" KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH SULAWESI BARAT KALIMANTAN SELATAN 0 0'0" SULAWESI SELATAN!5 KOTA BANJARMASIN BANJAR Daerah yang dipetakan 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E 120 0'0"E KOTA BANJARBARU TANAHBUMBU LAUT JAWA TANAHLAUT DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 112 0'0"E 113 0'0"E 114 0'0"E 115 0'0"E

113 TABEL 3.20 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA A. Hutan Primer 236,9 45,8 95,1 397,7 775,6 97,0 872,6 759, ,7 - Hutan lahan kering primer 236,9 45,8 95,1-377,9 97,0 474,9 733, ,0 - Hutan rawa primer ,7 397,7-397,7 26,1 423,8 - Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder 184,9 731, , , ,6 251, , , ,9 - Hutan lahan kering sekunder 161,6 731, , , ,8 180, , , ,6 - Hutan rawa sekunder 31, , ,1 70, , , ,7 - Hutan mangrove sekunder -7, ,5-406, ,3 432,9 26,5 C. Hutan Tanaman* , , ,6 538, ,9 TOTAL 421,8 777, , , ,8 348, , , ,4 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

114 113 0'0"E 114 0'0"E 115 0'0"E 116 0'0"E 117 0'0"E 118 0'0"E 119 0'0"E 120 0'0"E 4 0'0"N NUNUKAN 4 0'0"N PETA DEFORESTASI TAHUN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA TANA TIDUNG Skala 1: Km 3 0'0"N MALAYSIA KALIMANTAN UTARA BULUNGAN KOTA TARAKAN!5 3 0'0"N LEGENDA :!5 Ibu Kota Provinsi Batas Provinsi ±U Batas Negara Sungai MALINAU LAUT SULAWESI Batas Kabupaten Danau/ Waduk Fungsi Kawasan Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat 2 0'0"N BERAU 2 0'0"N Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi 1 0'0"N 0 0'0" KAPUAS HULU KALIMANTAN BARAT MURUNGRAYA SINTANG MAHAKAM ULU KALIMANTAN TIMUR KUTAI KARTANEGARA KUTAI BARAT KOTA BONTANG!5 KOTA SAMARINDA KUTAI TIMUR SELAT MAKASSAR TOLITOLI DONGGALA PARIGIMOUTONG 1 0'0"N 0 0'0" Perubahan Tutupan Hutan Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 718/Menhut-II/2014 Tanggal 29/08/2014 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 5 0'0"N Pengurangan Hutan Penambahan Hutan 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E 120 0'0"E 5 0'0"N 1 0'0"S BARITO UTARA GUNUNGMAS KALIMANTAN TENGAH KOTA BALIKPAPAN PENAJAM PASER UTARA SULAWESI TENGAH!5 KOTA PALU 1 0'0"S 0 0'0" MALAYSIA SINGAPURA KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH SULAWESI BARAT KALIMANTAN SELATAN 0 0'0" KAPUAS BARITO SELATAN MAMUJU UTARA SIGI POSO Daerah yang dipetakan SULAWESI SELATAN KATINGAN PASER 105 0'0"E 110 0'0"E 115 0'0"E 120 0'0"E 2 0'0"S KOTA PALANGKARAYA KOTAWARINGIN TIMUR!5 PULANGPISAU TABALONG BARITO TIMUR KALIMANTAN SELATAN BALANGAN HULUSUNGAI UTARA KOTABARU SULAWESI BARAT MAMUJU TENGAH SULAWESI SELATAN MAMUJU LUWU UTARA 2 0'0"S DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 114 0'0"E 115 0'0"E 116 0'0"E 117 0'0"E 118 0'0"E 119 0'0"E 120 0'0"E

115 TABEL 3.21 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI SULAWESI UTARA DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah SULAWESI UTARA A. Hutan Primer 180,9 73,9 221,1 95,0 570,9-570,9 472, ,5 - Hutan lahan kering primer 180,9 43,0 221,1 95,0 540,0-540,0 306,2 846,2 - Hutan rawa primer Hutan mangrove primer - 30, ,9-30,9 166,5 197,4 B. Hutan Sekunder 305,2 246,5 593,3 460, ,0 72, , , ,6 - Hutan lahan kering sekunder 305,2 220,5 593,3 460, ,0 72, ,9 826, ,2 - Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder - 26, ,0-26,0 229,4 255,3 C. Hutan Tanaman* TOTAL 486,1 320,4 814,4 555, ,9 72, , , ,1 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

116 124 0'0"E 126 0'0"E PETA DEFORESTASI TAHUN PROVINSI SULAWESI UTARA Skala 1: Km KEPULAUAN TALAUD ±U 4 0'0"N 4 0'0"N LEGENDA :!5 Ibu Kota Provinsi Sungai Batas Provinsi Danau/ Waduk Batas Kabupaten KEPULAUAN SANGIHE Fungsi Kawasan Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO Hutan Produksi yang dapat di-konversi Perubahan Tutupan Hutan Pengurangan Hutan LAUT SULAWESI Penambahan Hutan 2 0'0"N 2 0'0"N Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 734/Menhut-II/2014, Tanggal 02/09/2014 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 115 0'0"E 120 0'0"E 125 0'0"E 130 0'0"E!5 MINAHASA UTARA KOTA MANADOKOTA BITUNG 5 0'0"N 5 0'0"N KOTA TOMOHON MINAHASA HALMAHERA BARAT MALUKU UTARA 0 0'0" KALIMANTAN TIMUR SULAWESI UTARA GORONTALO SULAWESI TENGAH PAPUA BARAT 0 0'0" MINAHASA SELATAN MINAHASA TENGGARA SULAWESI TENGGARA MALUKU GORONTALO BOALEMO GORONTALO UTARA GORONTALO!5 KOTA GORONTALO BOLAANGMONGONDOW UTARA KOTA KOTAMOBAGU BOLAANGMONGONDOW BOLAANGMONGONDOW TIMUR SULAWESI UTARA BONEBOLANGO BOLAANGMONGONDOW SELATAN KOTA TERNATE Daerah yang dipetakan 115 0'0"E 120 0'0"E 125 0'0"E 130 0'0"E DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 126 0'0"E

117 TABEL 3.22 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI GORONTALO DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah GORONTALO A. Hutan Primer 3, ,2-3,2-3,2 - Hutan lahan kering primer 3, ,2-3,2-3,2 - Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder ,3-40, , ,9 358, ,9 - Hutan lahan kering sekunder Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder ,3-40, , ,9 358, ,9 C. Hutan Tanaman* TOTAL 3,2-40,3-43, , ,0 358, ,1 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

118 121 40'0"E '0"E '0"E PETA DEFORESTASI TAHUN PROVINSI GORONTALO Skala 1: Km 1 40'0"N 1 40'0"N ±U LEGENDA : LAUT SULAWESI!5 Ibu Kota Provinsi Batas Provinsi Batas Kabupaten Sungai Danau/ Waduk Fungsi Kawasan TOLITOLI Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas BUOL SULAWESI TENGAH Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi 0 50'0"N GORONTALO UTARA SULAWESI UTARA 0 50'0"N Perubahan Tutupan Hutan Pengurangan Hutan BOLAANGMONGONDOW UTARA Penambahan Hutan PARIGIMOUTONG GORONTALO PAHUWATO BOALEMO GORONTALO!5 KOTA GORONTALO BONEBOLANGO Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 325/Menhut-II/2010 Tanggal 25/05/2010 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan BOLAANGMONGONDOW SELATAN 5 0'0"N 115 0'0"E 120 0'0"E 125 0'0"E 130 0'0"E 5 0'0"N 0 0'0" KALIMANTAN TIMUR GORONTALO SULAWESI UTARA 0 0'0" SULAWESI TENGAH PAPUA BARAT SULAWESI TENGGARA MALUKU 0 0'0" LAUT MALUKU 0 0'0" Daerah yang dipetakan 115 0'0"E 120 0'0"E 125 0'0"E 130 0'0"E TOJOUNAUNA DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E '0"E '0"E

119 TABEL 3.23 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI SULAWESI TENGAH DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah SULAWESI TENGAH A. Hutan Primer - 115,8 18,4-134,2 28,5 162,6 471,5 634,1 - Hutan lahan kering primer - 115,8 18,4-134,2 28,5 162,6 469,4 632,0 - Hutan rawa primer Hutan mangrove primer ,2 2,2 B. Hutan Sekunder 101,5 195,3 815,0 250, ,9 355, , , ,9 - Hutan lahan kering sekunder 101,5 195,3 815,0 250, ,9 355, , , ,8 - Hutan rawa sekunder ,6 336,6 - Hutan mangrove sekunder ,4 11,4 C. Hutan Tanaman* TOTAL 101,5 311,1 833,5 250, ,0 384, , , ,0 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

120 120 0'0"E 122 0'0"E 124 0'0"E MINAHASA PETA DEFORESTASI TAHUN PROVINSI SULAWESI TENGAH SELAT MAKASSAR TOLITOLI PARIGIMOUTONG BUOL PAHUWATO GORONTALO UTARA GORONTALO BOALEMO GORONTALO!5 KOTA GORONTALO BONEBOLANGO MINAHASA SELATAN MINAHASA TENGGARA BOLAANGMONGONDOW UTARA KOTA KOTAMOBAGU BOLAANGMONGONDOW SULAWESI UTARA BOLAANGMONGONDOW SELATAN LEGENDA :!5 Ibu Kota Provinsi Batas Provinsi Batas Kabupaten Skala 1: Km ±U Sungai Danau/ Waduk 0 0'0" 0 0'0" Fungsi Kawasan Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat LAUT MALUKU Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi!5 KOTA PALU BANGGAI Hutan Produksi yang dapat di-konversi Perubahan Tutupan Hutan Pengurangan Hutan 2 0'0"S MAMUJU UTARA DONGGALA MAMUJU TENGAH SIGI POSO TOJOUNAUNA SULAWESI TENGAH MOROWALI UTARA BANGGAI KEPULAUAN BANGGAI LAUT PULAU TALIABU 2 0'0"S Sumber : Penambahan Hutan 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 869/Menhut-II/2014, Tanggal 29/09/2014 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 120 0'0"E 125 0'0"E 130 0'0"E 135 0'0"E SULAWESI BARAT MAMUJU LUWU UTARA SULAWESI SELATAN LUWU TIMUR 0 0'0" KALIMANTAN TIMUR GORONTALO SULAWESI UTARA SULAWESI TENGAH PAPUA BARAT 0 0'0" MALUKU MOROWALI SULAWESI TENGGARA PAPUA MAJENE MAMASA TORAJA UTARA KOTA PALOPO TANATORAJA LAUT BANDA Daerah yang dipetakan 120 0'0"E TIM OR L E ST E 125 0'0"E 130 0'0"E 135 0'0"E POLEWALI MANDAR LUWU KOLAKA UTARA SULAWESI TENGGARA KONAWE UTARA ENREKANG PINRANG SIDENRENGRAPPANG WAJO KOLAKA TIMUR KOLAKA KONAWE DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 122 0'0"E 124 0'0"E

121 TABEL 3.24 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI SULAWESI TENGGARA DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah SULAWESI TENGGARA A. Hutan Primer - 11,4 83,6-95,0-95,0 106,4 201,4 - Hutan lahan kering primer - 11,4 83,6-95,0-95,0 106,4 201,4 - Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder 101,1 384,8 363,8 384, ,1 155, ,0 776, ,9 - Hutan lahan kering sekunder 101,1 130,1 363,8 384,4 979,4 155, ,3 498, ,3 - Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder - 254, ,7-254,7 278,9 533,6 C. Hutan Tanaman* TOTAL 101,1 396,2 447,4 384, ,1 155, ,0 883, ,3 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

122 121 0'0"E 122 0'0"E 123 0'0"E 124 0'0"E 3 0'0"S Teluk Bone LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGAH MOROWALI KONAWE 3 0'0"S PETA DEFORESTASI TAHUN PROVINSI SULAWESI TENGGARA Skala 1: Km KOLAKA UTARA ±U KONAWE UTARA LEGENDA :!5 Ibu Kota Provinsi Batas Provinsi Batas Kabupaten Sungai Danau/ Waduk SULAWESI TENGGARA KOLAKA TIMUR Fungsi Kawasan 4 0'0"S KOLAKA!5 KOTA KENDARI KONAWE KEPULAUAN LAUT BANDA 4 0'0"S Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas KONAWE SELATAN Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi Perubahan Tutupan Hutan BOMBANA BUTON UTARA Pengurangan Hutan Penambahan Hutan MUNA BUTON WAKATOBI Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 465/Menhut-II/2011 Tanggal 09/08/2011 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 115 0'0"E 120 0'0"E 125 0'0"E 130 0'0"E KOTA BAU-BAU 0 0'0" KALIMANTAN TIMUR GORONTALO SULAWESI UTARA 0 0'0" LAUT FLORES SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA MALUKU 6 0'0"S 6 0'0"S 115 0'0"E Daerah yang dipetakan 120 0'0"E 125 0'0"E 130 0'0"E DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 122 0'0"E 123 0'0"E 124 0'0"E

123 TABEL 3.25 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI SULAWESI BARAT DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah SULAWESI BARAT A. Hutan Primer Hutan lahan kering primer Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder - 70,1 316,1 42,3 428,5-428,5 500,6 929,0 - Hutan lahan kering sekunder - 70,1 316,1 42,3 428,5-428,5 500,6 929,0 - Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder C. Hutan Tanaman* TOTAL - 70,1 316,1 42,3 428,5-428,5 500,6 929,0 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

124 119 0'0"E 120 0'0"E 121 0'0"E 1 0'0"S!5 KOTA PALU PARIGIMOUTONG Teluk Poso 1 0'0"S PETA DEFORESTASI TAHUN PROVINSI SULAWESI BARAT Skala 1: Km DONGGALA ±U LEGENDA :!5 Ibu Kota Provinsi Sungai Batas Provinsi Danau/ Waduk MAMUJU UTARA SIGI SULAWESI TENGAH POSO TOJOUNAUNA Batas Kabupaten Fungsi Kawasan Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas 2 0'0"S MAMUJU TENGAH MOROWALI UTARA 2 0'0"S Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi Perubahan Tutupan Hutan SELAT MAKASSAR!5 MAMUJU MAMUJU SULAWESI BARAT TORAJA UTARA LUWU UTARA SULAWESI SELATAN LUWU TIMUR Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 862/Menhut-II/2014 Tanggal 29/09/2014 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 115 0'0"E Pengurangan Hutan Penambahan Hutan 120 0'0"E 125 0'0"E 130 0'0"E 5 0'0"N 3 0'0"S MAJENE MAMASA KOTA PALOPO 3 0'0"S 0 0'0" KALIMANTAN TIMUR GORONTALO SULAWESI UTARA 0 0'0" TANATORAJA SULAWESI TENGAH PAPUA BARAT KOLAKA UTARA SULAWESI BARAT SULAWESI TENGGARA MALUKU POLEWALI MANDAR LUWU SULAWESI TENGGARA Daerah yang dipetakan 115 0'0"E 120 0'0"E 125 0'0"E 130 0'0"E KOLAKA TIMUR ENREKANG PINRANG DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN SIDENRENGRAPPANG WAJO KOLAKA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 120 0'0"E 121 0'0"E

125 TABEL 3.26 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI SULAWESI SELATAN DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah SULAWESI SELATAN A. Hutan Primer - 24, ,7-24,7 22,0 46,7 - Hutan lahan kering primer - 24, ,7-24,7 22,0 46,7 - Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder 70, ,8 338,6 62, , ,9 870, ,2 - Hutan lahan kering sekunder 70, ,8 338,6 62, , ,9 870, ,2 - Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder C. Hutan Tanaman* TOTAL 70, ,6 338,6 62, , ,6 892, ,0 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

126 118 0'0"E 120 0'0"E 122 0'0"E 2 0'0"S MAMUJU UTARA MAMUJU TENGAH SIGI POSO MOROWALI UTARA Teluk Tolo BANGGAI LAUT 2 0'0"S PETA DEFORESTASI TAHUN LUWU UTARA SULAWESI TENGAH PROVINSI SULAWESI SELATAN Skala 1: Km SELAT MAKASSAR MAMUJU!5 SULAWESI BARAT TORAJA UTARA KOTA PALOPO MAJENE MAMASA TANATORAJA LUWU POLEWALI MANDAR ENREKANG SULAWESI SELATAN Teluk Bone LUWU TIMUR KOLAKA UTARA KONAWE MOROWALI KONAWE UTARA LEGENDA :!5 Ibu Kota Provinsi Batas Provinsi Batas Kabupaten Fungsi Kawasan ±U Sungai Danau/ Waduk PINRANG SIDENRENGRAPPANG SULAWESI TENGGARA KOLAKA TIMUR Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan 4 0'0"S KOTA PARE-PARE WAJO KOLAKA!5 KOTA KENDARI KONAWE KEPULAUAN 4 0'0"S Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas KONAWE SELATAN Hutan Produksi SOPPENG Hutan Produksi yang dapat di-konversi BARRU PANGKAJENE KEPULAUAN BONE BOMBANA BUTON UTARA Perubahan Tutupan Hutan Pengurangan Hutan!5 KOTA MAKASSAR MAROS SINJAI GOWA TAKALAR BULUKUMBA BANTAENG JENEPONTO MUNA KOTA BAU-BAU BUTON Sumber : Penambahan Hutan 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 434/Menhut-II/2009, Tanggal 23/07/2009 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 110 0'0"E 115 0'0"E 120 0'0"E 125 0'0"E 130 0'0"E 135 0'0"E 6 0'0"S SELAYAR 6 0'0"S 5 0'0"N 5 0'0"N 0 0'0" KALIMANTAN TIMUR GORONTALO SULAWESI UTARA 0 0'0" SULAWESI TENGAH PAPUA BARAT SULAWESI TENGGARA MALUKU PAPUA TIM OR L E ST E 10 0'0"S Daerah yang dipetakan 10 0'0"S 110 0'0"E 115 0'0"E 120 0'0"E 125 0'0"E 130 0'0"E 135 0'0"E DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 120 0'0"E 122 0'0"E

127 TABEL 3.27 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI BALI DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah BALI A. Hutan Primer Hutan lahan kering primer Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder 16, ,5-16,5 12,5 29,0 - Hutan lahan kering sekunder Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder 16, ,5-16,5 12,5 29,0 C. Hutan Tanaman* ,5 93,5-93,5 7,7 101,2 TOTAL 16, ,5 110,0-110,0 20,2 130,2 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

128 114 30'0"E 115 0'0"E '0"E SITUBONDO PETA DEFORESTASI TAHUN PROVINSI BALI LAUT BALI Skala 1: Km 8 0'0"S 8 0'0"S LEGENDA : ±U!5 Ibu Kota Provinsi Batas Provinsi Batas Kabupaten Sungai Danau/ Waduk Fungsi Kawasan Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan BULELENG Hutan Lindung Selat Bali BANGLI Hutan Produksi Terbatas JEMBRANA Hutan Produksi TABANAN BALI KARANGASEM Hutan Produksi yang dapat di-konversi Perubahan Tutupan Hutan Pengurangan Hutan 8 30'0"S BANYUWANGI JAWA TIMUR GIANYAR BADUNG KOTA DENPASAR!5 Selat Badung KLUNGKUNG Selat Lombok 8 30'0"S Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 433/Kpts-II/1999 Tanggal 15/06/1999 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan Penambahan Hutan 115 0'0"E JAWA TIMUR BALI NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR 10 0'0"S Daerah yang dipetakan 10 0'0"S 115 0'0"E 9 0'0"S SAMUDERA INDONESIA 9 0'0"S DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 115 0'0"E '0"E

129 TABEL 3.28 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah NUSA TENGGARA BARAT A. Hutan Primer Hutan lahan kering primer Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder Hutan lahan kering sekunder Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder C. Hutan Tanaman* TOTAL Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

130 116 0'0"E 117 0'0"E 118 0'0"E 119 0'0"E 7 0'0"S JAWA TIMUR SUMENEP 7 0'0"S PETA DEFORESTASI TAHUN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Skala 1: Km ±U LEGENDA : LAUT FLORES!5 Ibu Kota Provinsi Batas Provinsi Batas Kabupaten Sungai Danau/ Waduk 8 0'0"S LAUT BALI 8 0'0"S Fungsi Kawasan Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung LOMBOK UTARA Hutan Produksi Terbatas!5 KOTA MATARAM LOMBOK TENGAH LOMBOK BARAT LOMBOK TIMUR NUSA TENGGARA BARAT DOMPU KOTA BIMA BIMA MANGGARAI BARAT Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi Perubahan Tutupan Hutan Pengurangan Hutan SUMBAWA Penambahan Hutan SUMBAWA BARAT 9 0'0"S 9 0'0"S Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 7 ETM+ Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 598/Menhut-II/2009 Tanggal 02/10/2009 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 115 0'0"E 120 0'0"E NUSA TENGGARA TIMUR SUMBA BARAT DAYA SUMBA BARAT JAWA TIMUR BALI NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR 10 0'0"S 10 0'0"S 10 0'0"S 10 0'0"S Daerah yang dipetakan 115 0'0"E 120 0'0"E SAMUDERA INDONESIA DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 117 0'0"E 118 0'0"E 119 0'0"E

131 TABEL 3.29 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah NUSA TENGGARA TIMUR A. Hutan Primer Hutan lahan kering primer Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder - 138, ,9-138,9-30,0 108,8 - Hutan lahan kering sekunder - 138, ,9-138,9-30,0 108,8 - Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder C. Hutan Tanaman* TOTAL - 138, ,9-138,9-30,0 108,8 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

132 6 0'0"S 119 0'0"E 120 0'0"E 121 0'0"E SULAWESI SELATAN SELAYAR 122 0'0"E 123 0'0"E 124 0'0"E 125 0'0"E 6 0'0"S PETA DEFORESTASI TAHUN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Skala 1: Km 7 0'0"S 7 0'0"S LEGENDA : ±U!5 Ibu Kota Provinsi Batas Provinsi Batas Kabupaten Sungai Danau/ Waduk LAUT FLORES Fungsi Kawasan 8 0'0"S NUSA TENGGARA BARAT KOTA BIMA BIMA MANGGARAI MANGGARAI BARAT MANGGARAI TIMUR NAGEKEO NGADA NUSA TENGGARA TIMUR ENDE SIKKA FLORES TIMUR LEMBATA ALOR Selat Ombai 8 0'0"S Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi 9 0'0"S Selat Sumba TIMOR LESTE BELU 9 0'0"S Perubahan Tutupan Hutan Pengurangan Hutan LAUT SAWU TIMOR TENGAH UTARA Penambahan Hutan 10 0'0"S SUMBA BARAT SUMBA TENGAH SUMBA TIMUR!5 KOTA KUPANG MALAKA TIMOR TENGAH SELATAN KUPANG 10 0'0"S Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 3911/Menhut-VII/KUH/2014 Tanggal 14/05/2014 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 115 0'0"E 120 0'0"E 125 0'0"E SULAWESI SELATAN SABU RAIJUA JAWA TIMUR ROTE NDAO BALI NUSA TENGGARA TIMUR NUSA TENGGARA BARAT TIM OR L E ST E 11 0'0"S 11 0'0"S 10 0'0"S 10 0'0"S Daerah yang dipetakan 115 0'0"E 120 0'0"E 125 0'0"E SAMUDERA INDONESIA 12 0'0"S 12 0'0"S LAUT TIMOR DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 120 0'0"E 121 0'0"E 122 0'0"E 123 0'0"E 124 0'0"E 125 0'0"E

133 TABEL 3.30 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI MALUKU UTARA DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah MALUKU UTARA A. Hutan Primer - 4,4 8,4 17,3 30,1 128,6 158, , ,0 - Hutan lahan kering primer - 4,4 8,4 17,3 30,1 128,6 158, , ,0 - Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder ,4 1,4 - Hutan lahan kering sekunder Hutan rawa sekunder Hutan mangrove sekunder ,4 1,4 C. Hutan Tanaman* ,6 9,6-9,6-9,6 TOTAL - 4,4 8,4 26,9 39,8 128,6 168, , ,1 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

134 124 0'0"E 126 0'0"E 128 0'0"E KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO SAMUDERA PASIFIK PETA DEFORESTASI TAHUN PROVINSI MALUKU UTARA Skala 1: Km PULAU MOROTAI ±U 2 0'0"N 2 0'0"N LEGENDA :!5 Ibu Kota Provinsi Sungai Batas Provinsi Danau/ Waduk!5 MINAHASA UTARA KOTA MANADO KOTA BITUNG KOTA TOMOHON MINAHASA MINAHASA SELATAN MINAHASA TENGGARA SULAWESI UTARA KOTA KOTAMOBAGU BOLAANGMONGONDOW BOLAANGMONGONDOW TIMUR BOLAANGMONGONDOW SELATAN HALMAHERA UTARA HALMAHERA BARAT HALMAHERA TIMUR KOTA TERNATE MALUKU UTARA!5 KOTA TIDORE KEPULAUAN HALMAHERA TENGAH LAUT HALMAHERA Batas Kabupaten Fungsi Kawasan Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi Perubahan Tutupan Hutan 0 0'0" LAUT MALUKU 0 0'0" Pengurangan Hutan Penambahan Hutan Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 302/Menhut-II/2013 Tanggal 01/05/2013 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 120 0'0"E 125 0'0"E 130 0'0"E 135 0'0"E PAPUA BARAT 0 0'0" SULAWESI UTARAMALUKU UTARA 0 0'0" SULAWESI TENGAH PAPUA BARAT HALMAHERA SELATAN SULAWESI TENGGARA MALUKU PAPUA 2 0'0"S PULAU TALIABU BANGGAI LAUT SULAWESI TENGAH KEPULAUAN SULA RAJAAMPAT 2 0'0"S TIM OR L E ST E Daerah yang dipetakan 120 0'0"E 125 0'0"E 130 0'0"E 135 0'0"E DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 126 0'0"E 128 0'0"E

135 TABEL 3.31 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI MALUKU DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah MALUKU A. Hutan Primer ,9 81,9-81,9 - Hutan lahan kering primer Hutan rawa primer Hutan mangrove primer ,9 81,9-81,9 B. Hutan Sekunder ,4 66,5 231,8 275,7 507,6 322,7 830,3 - Hutan lahan kering sekunder ,4 66,5 231,8 89,9 321,7 194,7 516,4 - Hutan rawa sekunder ,9 145,9 115,6 261,5 - Hutan mangrove sekunder ,0 40,0 12,3 52,3 C. Hutan Tanaman* TOTAL ,4 66,5 231,8 357,7 589,5 322,7 912,2 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

136 126 0'0"E 128 0'0"E 130 0'0"E 132 0'0"E 134 0'0"E MALUKU UTARA HALMAHERA SELATAN KOTA SORONG SORONG MANOKWARI TAMBRAUW BIAKNUMFOR PEGUNUNGAN ARFAK MAYBRAT PAPUA BARAT KEPULAUAN YAPEN MANOKWARI SELATAN PETA DEFORESTASI TAHUN PROVINSI MALUKU 2 0'0"S KEPULAUAN SULA LAUT SERAM RAJAAMPAT SORONG SELATAN TELUKBINTUNI 2 0'0"S LEGENDA : Skala 1: Km ±U!5 Ibu Kota Provinsi Sungai BURU BURU SELATAN SERAM BAGIAN BARAT!5 KOTA AMBON MALUKU MALUKU TENGAH SERAM BAGIAN TIMUR FAK-FAK KAIMANA TELUKWONDAMA PAPUA NABIRE Batas Provinsi Danau/ Waduk Batas Kabupaten Fungsi Kawasan Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat 4 0'0"S MIMIKA 4 0'0"S Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi LAUT BANDA Hutan Produksi yang dapat di-konversi Perubahan Tutupan Hutan MALUKU TENGGARA KOTA TUAL Pengurangan Hutan Penambahan Hutan 6 0'0"S KEPULAUAN ARU 6 0'0"S Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 854/Menhut-II/2014 Tanggal 29/09/2014 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 120 0'0"E 125 0'0"E 130 0'0"E 135 0'0"E SULAWESI UTARA MALUKU UTARA MALUKU TENGGARA BARAT SULAWESI TENGAH PAPUA BARAT MALUKU BARAT DAYA SULAWESI TENGGARA MALUKU PAPUA 8 0'0"S 8 0'0"S 0 0'0" 0 0'0" TIM OR L E ST E TIMOR LESTE LAUT ARAFURA 10 0'0"S Daerah yang dipetakan 120 0'0"E 125 0'0"E 130 0'0"E 135 0'0"E 10 0'0"S DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 128 0'0"E 130 0'0"E 132 0'0"E 134 0'0"E

137 TABEL 3.32 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI PAPUA DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah PAPUA A. Hutan Primer 558,1 410, ,9 384, , , , , ,0 - Hutan lahan kering primer 558,1 410,9 326,9 384, ,8 690, , , ,1 - Hutan rawa primer , ,0 323, ,9 279, ,5 - Hutan mangrove primer ,4 598,4 B. Hutan Sekunder 499,3 849, , , , , , , ,1 - Hutan lahan kering sekunder 499,3 838,5 928, , , , , , ,7 - Hutan rawa sekunder - 11,1 768,8 255, ,4 47, , , ,4 - Hutan mangrove sekunder C. Hutan Tanaman* TOTAL 1.057, , , , , , , , ,1 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

138 132 0'0"E 134 0'0"E 136 0'0"E 138 0'0"E 140 0'0"E TAMBRAUW!5 SUPIORI SAMUDERA PASIFIK PETA DEFORESTASI TAHUN SORONG MANOKWARI BIAKNUMFOR PROVINSI PAPUA PEGUNUNGAN ARFAK MAYBRAT PAPUA BARAT MANOKWARI SELATAN SORONG SELATAN TELUKBINTUNI KEPULAUAN YAPEN Skala 1: Km ±U 2 0'0"S 2 0'0"S LEGENDA :!5 Ibu Kota Provinsi Batas Negara MAMBERAMO RAYA SARMI!5 Batas Provinsi Batas Kabupaten Sungai Danau/ Waduk WAROPEN KOTA JAYAPURA Fungsi Kawasan FAK-FAK TELUKWONDAMA JAYAPURA Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat 4 0'0"S KAIMANA NABIRE PAPUA DOGIYAI INTAN JAYA DEIYAI PANIAI PUNCAK PUNCAKJAYA TOLIKARA MAMBERAMO TENGAH JAYAWIJAYA LANNY JAYA YALIMO KEEROM PEGUNUNGAN BINTANG 4 0'0"S Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Hutan Produksi yang dapat di-konversi MIMIKA NDUGA YAHUKIMO Perubahan Tutupan Hutan Pengurangan Hutan Penambahan Hutan ASMAT 6 0'0"S MALUKU TENGGARA KOTA TUAL MALUKU KEPULAUAN ARU MAPPI BOVENDIGOEL P A P U A N U G I N I 6 0'0"S Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 782/Menhut-II/2012, Tanggal 27/12/2012 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 120 0'0"E 125 0'0"E 130 0'0"E 135 0'0"E 140 0'0"E SULAWESI UTARAMALUKU UTARA 0 0'0" 0 0'0" SULAWESI TENGAH PAPUA BARAT SULAWESI TENGGARA MALUKU PAPUA PAP UA NUGINI MERAUKE 8 0'0"S 8 0'0"S 120 0'0"E TIM OR L E ST E Daerah yang dipetakan 125 0'0"E 130 0'0"E 135 0'0"E 140 0'0"E LAUT ARAFURA DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 134 0'0"E 136 0'0"E 138 0'0"E 140 0'0"E

139 TABEL 3.33 ANGKA DEFORESTASI NETTO PROVINSI PAPUA BARAT DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN TAHUN (Ha/Th) PROVINSI/ KAWASAN HUTAN NO. DEFORESTASI PADA HUTAN TETAP APL TOTAL HPK Jumlah TIPE HUTAN KSA-KPA HL HPT HP Jumlah PAPUA BARAT A. Hutan Primer ,4 79,5 164,9 186,3 351,2 29,3 380,5 - Hutan lahan kering primer ,4 79,5 164,9 186,3 351,2 29,3 380,5 - Hutan rawa primer Hutan mangrove primer B. Hutan Sekunder 11,3-17,5 269,3 298,2 750, ,9 419, ,4 - Hutan lahan kering sekunder ,9 241,0 253,9 692,9 946,8 411, ,0 - Hutan rawa sekunder ,3 28,3 51,5 79,8-79,8 - Hutan mangrove sekunder 11,3-4,6-16,0 6,3 22,2 8,3 30,5 C. Hutan Tanaman* TOTAL 11,3-103,0 348,8 463,1 937, ,1 448, ,9 Ket. * : Hutan Tanaman berdasarkan penafsiran citra adalah penutupan lahan hutan yang merupakan hasil budidaya manusia, meliputi seluruh Hutan Tanaman baik Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT maupun Hutan Tanaman yang merupakan hasil reboisasi/penghijauan yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan; terlihat dari citra mempunyai pola tanam yang teratur pada area datar, sedangkan untuk daerah bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dgn lingkungan sekitarnya. Deforestasi pada Hutan Tanaman di dalam kawasan hutan KSA-KPA dan/atau HL, tidak diklasifikasikan sebagai Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HT Sumber: Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun 2013 dan 2014, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

140 130 0'0"E 132 0'0"E 134 0'0"E PETA DEFORESTASI TAHUN SAMUDERA PASIFIK PROVINSI PAPUA BARAT Skala 1: Km ±U LEGENDA : 0 0'0" MALUKU UTARA HALMAHERA TENGAH RAJAAMPAT 0 0'0"!5 Ibu Kota Provinsi Batas Provinsi Batas Kabupaten Sungai Danau/ Waduk Fungsi Kawasan Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat KOTA SORONG TAMBRAUW MANOKWARI!5 BIAKNUMFOR Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas SORONG Hutan Produksi PAPUA BARAT MAYBRAT PEGUNUNGAN ARFAK Hutan Produksi yang dapat di-konversi MANOKWARI SELATAN KEPULAUAN YAPEN Perubahan Tutupan Hutan TELUKBINTUNI Pengurangan Hutan SORONG SELATAN Penambahan Hutan 2 0'0"S 2 0'0"S Sumber : 1. Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Hasil Penafsiran Citra Landsat 8 OLI Liputan Tahun Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : , BIG Tahun Peta Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Lampiran SK Menteri Kehutanan No. 783/Menhut-II/2014 Tanggal 22/09/2014 Catatan : - Batas-batas yang tergambar tidak sepenuhnya dapat dijadikan sebagai acuan 125 0'0"E 130 0'0"E 135 0'0"E 140 0'0"E MALUKU TENGAH TELUKWONDAMA 0 0'0" SULAWESI UTARAMALUKU UTARA MALUKU FAK-FAK SULAWESI TENGAH PAPUA BARAT KAIMANA MALUKU SERAM BAGIAN TIMUR PAPUA NABIRE PAPUA SULAWESI TENGGARA PAP UA NUGINI Daerah yang dipetakan TIM OR L E ST E 125 0'0"E 130 0'0"E 135 0'0"E 140 0'0"E 4 0'0"S 4 0'0"S 0 0'0" LAUT BANDA MIMIKA DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN '0"E 132 0'0"E 134 0'0"E

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2012 yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2011 yang

Lebih terperinci

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005 B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan

Lebih terperinci

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Kawasan Hutan Total No Penutupan Lahan Hutan Tetap APL HPK Jumlah KSA-KPA HL HPT HP Jumlah Jumlah

Lebih terperinci

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 KATA PENGANTAR Assalaamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Buku

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN November, 2009

DEPARTEMEN KEHUTANAN November, 2009 Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN vember, 2009 EKSEKUTIF DATA STRATEGIS KEHUTANAN 2009 ISBN : 979-606-075-2 Penyunting : Sub Direktorat Statistik dan Jaringan Komunikasi Data

Lebih terperinci

Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN

Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN DEPARTEMEN KEHUTANAN Ministry of Forestry 2008 KATA PENGANTAR Penyusunan Buku Eksekutif Data Strategis Kehutanan Tahun 2008 ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan data

Lebih terperinci

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Iman Santosa T. (isantosa@dephut.go.id) Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan

Lebih terperinci

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN oleh: Ruhyat Hardansyah (Kasubbid Hutan dan Hasil Hutan pada Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan LH) Kawasan Hutan Hutan setidaknya memiliki

Lebih terperinci

BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003

BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003 BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai eknmi, eklgi dan ssial

Lebih terperinci

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan

Lebih terperinci

NERACA SUMBER DAYA HUTAN NASIONAL TAHUN 2013

NERACA SUMBER DAYA HUTAN NASIONAL TAHUN 2013 NERACA SUMBER DAYA HUTAN NASIONAL TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN 2014 Penyusun Penanggung Jawab : Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN Jakarta, Juni 2012 KATA PENGANTAR Buku ini merupakan penerbitan lanjutan dari Buku Statistik Bidang Planologi Kehutanan tahun sebelumnya yang

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009

KATA PENGANTAR. Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009 KATA PENGANTAR Kegiatan Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009 merupakan kerjasama antara Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan, Departemen Kehutanan dengan Direktorat Statistik Peternakan,

Lebih terperinci

disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011

disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011 disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011 Hutan : suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. 13, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN

Lebih terperinci

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial) UU No 5 tahun 1990 (KSDAE) termasuk konsep revisi UU No 41 tahun 1999 (Kehutanan) UU 32 tahun 2009 (LH) UU 23 tahun 2014 (Otonomi Daerah) PP No 28 tahun 2011 (KSA KPA) PP No. 18 tahun 2016 (Perangkat Daerah)

Lebih terperinci

Desa Hijau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Desa Hijau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Desa Hijau Untuk Indonesia Hijau dan Sehat Direktorat Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

ANALISIS DATA TITIK PANAS (HOTSPOT) KEBAKARAN LAHAN DAN HUTAN TAHUN 2015

ANALISIS DATA TITIK PANAS (HOTSPOT) KEBAKARAN LAHAN DAN HUTAN TAHUN 2015 ANALISIS DATA TITIK PANAS (HOTSPOT) KEBAKARAN LAHAN DAN HUTAN TAHUN 2015 ENDRAWATI, S.Hut RETNOSARI YUSNITA, S.Hut Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PEMBINAAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

NOTA DINAS Nomor: ND. /II-PHM/2012

NOTA DINAS Nomor: ND. /II-PHM/2012 NOTA DINAS Nomor: ND. /II-PHM/2012 Maret 2012 Kepada Yth. : Menteri Kehutanan Dari : Sekretaris Jenderal Lampiran : 1 (Satu Berkas) Hal : Laporan Rekap Berita Minggu IV Bulan Februari Memperhatikan berita

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MOR : P.25/Menhut-II/2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2013 KEPADA 33 GUBERNUR PEMERINTAH PROVINSI

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR RIMBA

PENATAAN KORIDOR RIMBA PENATAAN KORIDOR RIMBA Disampaikan Oleh: Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Dalam acara Peluncuran Sustainable Rural and Regional Development-Forum Indonesia DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG Draft 10 November 2008 Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG

Lebih terperinci

Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan

Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan 2007 Kerja sama Pusat Rencana dan Statistik Kehutanan, Departemen Kehutanan dengan Direktorat Statistik Pertanian, Badan Pusat Statistik Jakarta, 2007 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG Draft 10 vember 2008 Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut

Analisis Kebijakan Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut Analisis Kebijakan Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Tim Analisis: Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, MAgr. (IPB, Bogor) Nur Hidayati (Walhi Nasional) Zenzi Suhadi (Walhi

Lebih terperinci

4. Upaya yang telah dilakukan dalam mengendalikan serangan OPT dan menangani banjir serta kekeringan adalah sebagai berikut:

4. Upaya yang telah dilakukan dalam mengendalikan serangan OPT dan menangani banjir serta kekeringan adalah sebagai berikut: NOMOR: NOTA DINAS Yth. : Direktur Jenderal Tanaman Pangan Dari : Plh. Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Hal : Laporan Perkembangan Serangan OPT, Banjir dan Kekeringan Tanggal : Maret 2017 Bersama ini

Lebih terperinci

DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT

DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT REFERENCE EMISSION LEVEL (REL) DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 1 Provinsi Kalimantan Timur 2014 REFERENCE EMISSION LEVEL (REL) DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN DANA DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Ketua : Marfuatul Latifah, S.H.I, L.LM Wakil Ketua : Sulasi Rongiyati, S.H., M.H. Sekretaris : Trias

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

PROGRAM KEHUTANAN UNTUK MITIGASI PERUBAHAN IKLIM & PENGUKURAN, PELAPORAN SERTA VERIFIKASINYA (MRV) Tindak Lanjut COP 15

PROGRAM KEHUTANAN UNTUK MITIGASI PERUBAHAN IKLIM & PENGUKURAN, PELAPORAN SERTA VERIFIKASINYA (MRV) Tindak Lanjut COP 15 PROGRAM KEHUTANAN UNTUK MITIGASI PERUBAHAN IKLIM & PENGUKURAN, PELAPORAN SERTA VERIFIKASINYA (MRV) Tindak Lanjut COP 15 Daftar Paparan 1. Mitigasi Perubahan Iklim (M.P.I.) 2. Skenario Mitigasi Perubahan

Lebih terperinci

Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Sektor Non Kehutanan Oleh : Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK

Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Sektor Non Kehutanan Oleh : Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Sektor Non Kehutanan Oleh : Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK Disampaikan pada Seminar Nasional yang diselenggarakan Badan Pemeriksa

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 454, 2016 ANRI. Dana. Dekonsentrasi. TA 2016. Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kepadatan Titik Panas Berdasarkan data titik panas yang terpantau dari satelit NOAA-AVHRR dapat diketahui bahwa selama rentang waktu dari tahun 2000 hingga tahun 2011, pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sebaran luas lahan gambut di Indonesia cukup besar, yaitu sekitar 20,6 juta hektar, yang berarti sekitar 50% luas gambut tropika atau sekitar 10,8% dari luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan Hutan Tetap Lestari untuk Mendukung Pencapaian SDGs

Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan Hutan Tetap Lestari untuk Mendukung Pencapaian SDGs Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, KLHK Plt. Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

NOTA DINAS banjir Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung kekeringan OPT banjir kekeringan OPT banjir

NOTA DINAS banjir Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung kekeringan OPT banjir kekeringan OPT banjir NOMOR: NOTA DINAS Yth. : Direktur Jenderal Tanaman Pangan Dari : Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Hal : Laporan Perkembangan Serangan OPT, Banjir dan Kekeringan Tanggal : April 2017 Bersama ini kami

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh No.1368, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Hasil Pemetaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

KONDISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH ACEH TAHUN 2013 DISAMPAIKAN GUBERNUR ACEH PERTEMUAN DENGAN DUTA BESAR NORWEGIA/SCANDINAVIA 22 MEI 2013

KONDISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH ACEH TAHUN 2013 DISAMPAIKAN GUBERNUR ACEH PERTEMUAN DENGAN DUTA BESAR NORWEGIA/SCANDINAVIA 22 MEI 2013 KONDISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH ACEH 2012 2032 TAHUN 2013 DISAMPAIKAN GUBERNUR ACEH PERTEMUAN DENGAN DUTA BESAR NORWEGIA/SCANDINAVIA 22 MEI 2013 PENDAHULUAN PEMERINTAH ACEH Rencana umum tata ruang merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2015

Lebih terperinci

Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p Resensi Buku

Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p Resensi Buku Resensi Buku Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p.33-38 Judul Buku: : Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) Tahun 2011-2030 Penyunting Akhir : Ir. Basoeki Karyaatmadja, M.Sc., Ir. Kustanta Budi Prihatno,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

NOTA DINAS banjir OPT banjir kekeringan OPT banjir kekeringan OPT

NOTA DINAS banjir OPT banjir kekeringan OPT banjir kekeringan OPT NOMOR: NOTA DINAS Yth. : Direktur Jenderal Tanaman Pangan Dari : Plt. Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Hal : Laporan Perkembangan Serangan OPT, Banjir dan Kekeringan Tanggal : Mei 2017 Bersama ini

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Laswell dan Kaplan (1970) mengemukakan bahwa kebijakan merupakan suatu program yang memroyeksikan tujuan, nilai, dan praktik yang terarah. Kemudian Dye (1978) menyampaikan

Lebih terperinci

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra - Analisa titik deforestasi Riau, Sumatra- 16 Maret 2011 oleh Eyes on the Forest Diserahkan kepada : Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Unit

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan salah satu kelompok hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Zaire, yang mempunyai fungsi utama sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pengolahan kayu merupakan salah satu sektor penunjang perekonomian di Provinsi Jawa Timur. Hal ini terlihat dengan nilai ekspor produk kayu dan barang dari

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN. Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN. Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN Disampaikan pada Acara Sosialisasi PP Nomor 10 Tahun 2010 Di Kantor Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN PROPINSI BALI

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN PROPINSI BALI DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN PROPINSI BALI KATA PENGANTAR Booklet Data dan Informasi Propinsi Bali disusun dengan maksud untuk memberikan gambaran secara singkat mengenai keadaan Kehutanan di Propinsi

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2012 KEPADA 33 GUBERNUR PEMERINTAH PROVINSI

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan. BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam daerah pantai payau yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan mangrove di

Lebih terperinci

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera 1 2 3 Pendahuluan (Sistem Perencanaan Tata Ruang - Kebijakan Nasional Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera) Penyelamatan Ekosistem Sumatera dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut www.greenomics.org KERTAS KEBIJAKAN Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut 21 Desember 2009 DAFTAR ISI Pengantar... 1 Kasus 1:

Lebih terperinci

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB II. PERENCANAAN KINERJA BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Palu, April 2008 KEPALA DINAS KEHUTANAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH. Ir. ANWAR MANNAN Pembina Tingkat I NIP.

KATA PENGANTAR. Palu, April 2008 KEPALA DINAS KEHUTANAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH. Ir. ANWAR MANNAN Pembina Tingkat I NIP. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------ DAFTAR ISI ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PEMBINAAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta

Lebih terperinci

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga

Lebih terperinci

Perkembangan Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan Dalam Proses Review RTRWP Per 31 Desember 2015

Perkembangan Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan Dalam Proses Review RTRWP Per 31 Desember 2015 Perkembangan Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan Dalam Proses Review RTRWP Per 31 Desember 2015 Luas Usulan Perubahan Persetujuan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan (ha) Kawasan Hutan (ha) No Provinsi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Jakarta, 29 Juli 2011 1 2 3 Progress Legalisasi RTR Pulau Sumatera Konsepsi Tujuan, Kebijakan, Dan Strategi Rtr Pulau Sumatera Muatan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini 57 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Hutan Indonesia Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini mencapai angka 120,35 juta ha atau sekitar 61 % dari luas wilayah daratan Indonesia.

Lebih terperinci

Nomor : S. /PHM-1/2011 Januari 2012 Lampiran : 1 (satu) berkas Hal : Laporan Rekap Berita Minggu IV & V Bulan Desember 2011

Nomor : S. /PHM-1/2011 Januari 2012 Lampiran : 1 (satu) berkas Hal : Laporan Rekap Berita Minggu IV & V Bulan Desember 2011 Nomor : S. /PHM-1/211 Januari 212 Lampiran : 1 (satu) berkas Hal : Laporan Rekap Berita Minggu IV & V Bulan Desember 211 Kepada Yth : 1. Menteri Kehutanan 2. Sekretaris Jenderal 3. Inspektur Jenderal 4.

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.13/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM DAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 65/Menhut-II/2009 TENTANG STANDARD BIAYA PRODUKSI PEMANFAATAN KAYU PADA IZIN PEMANFAATAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 65/Menhut-II/2009 TENTANG STANDARD BIAYA PRODUKSI PEMANFAATAN KAYU PADA IZIN PEMANFAATAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 65/Menhut-II/2009 TENTANG STANDARD BIAYA PRODUKSI PEMANFAATAN KAYU PADA IZIN PEMANFAATAN KAYU DAN ATAU PENYIAPAN LAHAN DALAM RANGKA PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Disampaikan oleh: DIREKTUR PERENCANAAN KAWASAN HUTAN DALAM SEMINAR PEMBANGUNAN KEHUTANAN BERKELANJUTAN DALAM PERSPEKTIF TATA RUANG

Disampaikan oleh: DIREKTUR PERENCANAAN KAWASAN HUTAN DALAM SEMINAR PEMBANGUNAN KEHUTANAN BERKELANJUTAN DALAM PERSPEKTIF TATA RUANG Disampaikan oleh: DIREKTUR PERENCANAAN KAWASAN HUTAN DALAM SEMINAR PEMBANGUNAN KEHUTANAN BERKELANJUTAN DALAM PERSPEKTIF TATA RUANG KUPANG, 2 Juli 2013 Hutan : suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

Pembangunan Kehutanan

Pembangunan Kehutanan KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Pembangunan Kehutanan Sokoguru Pembangunan Nasional Berkelanjutan Dr. Ir. Hadi Daryanto, DEA (Sekretaris Jenderal) Disampaikan dalam Seminar

Lebih terperinci

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D.

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. ANALISIS BENCANA DI INDONESIA BERDASARKAN DATA BNPB MENGGUNAKAN METODE CLUSTERING DATA MINING MAHESA KURNIAWAN 54412387 Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. Bencana merupakan peristiwa yang dapat

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN Disampaikan pada Acara Monev Gerakan Nasioanal Penyelamatan SDA sektor Kehutanan dan Perkebunan Tanggal 10 Juni 2015 di Gorontalo DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN JENIS

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2014 Pusat Litbang Sumber Daya Air i KATA PENGANTAR Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya

Lebih terperinci

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan tanah terbuka pada suatu daerah yang dapat menjadi salah satu faktor penentu kualitas lingkungan. Kondisi lahan pada suatu daerah akan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan hutan. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah berupaya memaksimalkan fungsi

Lebih terperinci

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor; Telp.: 0251 8633944; Fax: 0251 8634924; Email:

Lebih terperinci