HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian"

Transkripsi

1 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilakukan di University Farm, Babakan Sawah Baru, Dramaga, Bogor pada Januari hingga Juni. Kondisi lahan pada bulan Januari-Maret memiliki suhu rata-rata 25.73ºC, dan curah hujan rata-rata mm per bulan. Pada bulan April-Juni memiliki suhu rata-rata 26.56ºC, dan curah hujan rata-rata mm per bulan. Menurut Ikeda (2000) pada daerah empat musim, padi jenis sub tropis yang dibudidayakan akan tumbuh optimum pada suhu 20ºC- 23ºC, sistem irigasi yang baik, dan pada ketinggian m dpl. Oleh karena itu, kondisi suhu di wilayah tropis lebih tinggi daripada daerah penanaman di wilayah sub tropis. Penyemaian merupakan tahap awal yang dilakukan sebelum penanaman di lahan. Sebelum disemai, benih padi japonica dioven selama 24 jam pada suhu 45ºC lalu direndam dalam air selama 4 jam dan ditiriskan. Perlakuan tersebut bertujuan sebagai seleksi terhadap benih yang kurang baik, terapung, melayang yang harus dibuang. Selain itu, agar terjadinya proses tisiologis yaitu terjadinya perubahan kimiawi di dalam benih sehingga cepat berkecambah. Kemudian benih tersebut disemai di bak persemaian selama 12 hari. Lahan diolah sebulan sebelum penanaman dan pembasmian hama keong sawah dilakukan secara manual. Pengairan dilakukan dengan pengaturan pada saat padi memasuki fase pertumbuhan awal berumur 1-3 MST genangan air diberikan setinggi 1-3 cm. Dengan demikian, serangan keong sawah dapat ditekan untuk meminimumkan penyulaman. Pada fase primodia bunga hingga bunting dan berbunga, lahan digenangi dengan ketinggian air 5 cm untuk menekan pertumbuhan anakan yang baru. Pada fase pengisian biji, air dipertahankan setinggi 3 cm dan fase pemasakan lahan diairi dan dikeringkan secara bergantian kemudian seminggu sebelum panen, lahan dikeringkan. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman padi adalah walang sangit, dan penyakit tungro. Tanaman padi yang mengidap penyakit tungro menunjukkan gejala kerdil, perubahan warna daun menjadi jingga kemerahan, anakan berkurang, dan malai tidak sempurna. Pengendalian yang dilakukan yaitu dengan

2 14 melakukan sanitasi dan penyemprotan pestisida. Gulma, singgang, dan ceceran gabah yang tumbuh (voluntir) dapat menjadi inang serangga seperti wereng hijau maupun patogen penyebab tersebarnya virus tungro. Penyemprotan pestisida dapat menekan populasi wereng hijau yang berarti mengurangi kecepatan penyebaran virus. Penggunaan insektisida dilakukan berdasarkan pengamatan. Penyemprotan menggunakan insektisida berbahan aktif imidacloprid (racun lambung dan kontak) dengan dosis 400 g/ha ke seluruh lahan penanaman. Rekapitulasi Sidik Ragam Berdasarkan hasil uji F pada peubah pengamatan keseluruhan genotipe padi, pada penanaman yang dilakukan di daerah tropis (Bogor) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata pada peubah tinggi tanaman, jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, jumlah klorofil daun, panjang malai, panjang daun bendera, jumlah gabah total, umur berbunga, umur panen, dan bobot 1000 butir. Hasil uji F tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada peubah diameter batang, persentase gabah hampa, persentase gabah isi, bobot per ubinan dan bobot per hektar. Nilai koefisien keragaman (KK) untuk keseluruhan peubah berkisar persen (Tabel 2). Gomez dan Gomez (1995) menjelaskan bahwa nilai KK menunjukkan tingkat ketepatan perlakuan dalam suatu percobaan dan menunjukkan pengaruh lingkungan dan faktor lain yang tidak dapat dikendalikan dalam suatu percobaan.

3 15 Tabel 2. Rekapitulisasi Sidik Ragam Pengaruh Genotipe Padi yang Diuji di Lingkungan Tropis Karakter F-hitung Genotipe KK (%) Tinggi tanaman ** 4.9 Jumlah anakan total ** 15.3 Jumlah anakan produktif * 14.7 Jumlah klorofil daun ** 4.4 Diameter batang tn 13.5 Panjang malai ** 9.7 Panjang daun bendera * 21.7 Lebar daun bendera ** 11.9 Jumlah gabah total ** 16.3 Persentase gabah isi tn 3.5 Persentase gabah hampa tn 24.0 Umur berbunga 50 % ** 3.0 Umur panen ** 2.5 Bobot 1000 butir * 16.0 Bobot per ubinan tn 7.9 Bobot per hektar tn 15.4 Keterangan: KK = koefisien keragaman, *=berbeda nyata pada taraf 0.05, **=berbeda sangat nyata pada taraf 0.01, tn=tidak nyata Karakter Vegetatif dan Generatif Keragaan karakter tinggi tanaman pada setiap aksesi padi sub tropis dengan padi Ciherang menunjukkan perbedaan tidak nyata kecuali pada padi Sankesou (Tabel 3). Tinggi tanaman yang terendah pada 2029 B yaitu 69 cm dan tertinggi Sankesou yaitu 83 cm. Kisaran tinggi tanaman yang ditunjukkan oleh semua aksesi yaitu antara cm merupakan tinggi tanaman semi dwarf (60-90 cm). Berdasarkan Balai Besar Penelitian Padi (2008) morfologi tanaman Ciherang untuk tingginya yaitu berkisar cm (Lampiran 3).

4 16 No. Tabel 3. Keragaan Vegetatif Genotipe Padi Introduksi dan Pembanding Aksesi Tinggi Tanaman (cm) (8 MST) Jumlah Anakan (8 MST) Diameter batang (cm) (16 MST) Kandungan Klorofil SPAD (7 MST) B 69 b 20 a b 2 Takanari 72 b 17 a a 3 Nongan 74 b 12 b a B 74 b 20 a b 5 Sankesou 83 a 16 a b 6 Ciherang 73 b 18 a c Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05 Muliasari (2009) menjelaskan bahwa terdapat kecenderungan apabila bibit ditanam dengan umur muda (10 hari), maka tinggi tanaman lebih rendah dibandingkan dengan bibit yang lebih tua (21 dan 25 hari) dengan jarak tanam yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara potensi bibit untuk tumbuh dan lingkungan tumbuhnya. Tinggi tanaman padi yang semidwarf berfungsi untuk tanaman lebih tegak dan tahan rebah. Diameter tanaman pada semua genotipe padi menunjukkan perbedaan tidak nyata. Ciherang dan Takanari mempunyai diameter terbesar yaitu 0.7 cm dan pada aksesi lainnya berdiameter 0.6 cm. Pengamatan diameter dilakukan karena menurut Yamin dan Moentono (2005) bahwa korelasi antara diameter batang dengan kuat batang menunjukkan hubungan yang nyata sehingga dapat dipakai sebagai kriteria seleksi untuk ketahanan rebah. Hal ini sejalan dengan Vergara et al. (1991) yang menyatakan bahwa batang besar cenderung mempunyai tangkai malai yang besar untuk menyangga malai dan memperkecil rebah. Disamping itu, batang besar mempunyai kecenderungan lebih banyak jaringan pembuluh (vascular bundles), dimana jaringan ini dapat membantu memperkuat tegaknya tanaman. Masing-masing genotipe memiliki jumlah anakan yang tidak berbeda nyata dengan Ciherang kecuali Nongan yang memiliki jumlah anakan terkecil yaitu 12 anakan. Sebaliknya, jumlah rumpun terbanyak dimiliki oleh 2029 B dan 2032B yaitu 20 anakan. Kisaran jumlah anakan yang ditunjukkan oleh semua genotipe yaitu antara anakan (Tabel 3). Pada keseluruhan pengamatan semua genotipe, semua rumpun produktif tetapi jumlah gabah per malainya sedikit. Hal

5 17 ini dikarenakan oleh jumlah anakan per rumpun yang terlalu banyak akan mengakibatkan masa masak malai tidak serempak sehingga menurunkan produktivitas dan mutu beras (Abdullah et al., 2008). Sebaliknya, jika jumlah gabah per malai banyak maka masa pemasakan akan lebih lama, sehingga mutu beras menurun atau tingkat kehampaan tinggi karena ketidakmampuan sumber mengisi limbung. Kandungan klorofil diukur menggunakan SPAD-klorofilmeter saat tanaman berumur 7 MST dan diukur pada daun ke- 3 dan ke- 4 yang terkena cahaya matahari penuh. Semua genotipe padi introduksi mempunyai jumlah kandungan klorofil yang berbeda nyata dengan padi Ciherang yang mempunyai kandungan klorofil terendah yaitu 35 SPAD. Sebaliknya, Takanari dan Nongan mempunyai kandungan klorofil paling tinggi yaitu 42 SPAD dan 41 SPAD. 2029B, 2032B dan Sankesou mempunyai kandungan klorofil yang tidak berbeda nyata satu sama lain yaitu 38 SPAD (Tabel 3). Kandungan klorofil daun yang ditetapkan dengan SPAD berkorelasi positif dan sangat nyata dengan kandungan klorofil yang ditetapkan secara destruktif. Pengukuran klorofil daun secara destruktif berkorelasi positif nyata dengan kadar N daun dengan ambang batas kandungan klorofil kekurangan hara nitrogen (N) yaitu dibawah 35 SPAD (Argenta et al., 2004). Tiap-tiap genotipe pada saat pertumbuhan vegetatif tidak mengalami kekurangan hara dan menunjukkan bahwa padi introduksi ini memiliki kandungan klorofil yang lebih banyak daripada Ciherang. Pengamatan generatif untuk umur berbunga 50 % dan umur panen pada tiap genotipe memiliki perbedaan yang tidak nyata terhadap Ciherang kecuali Nongan. Terlihat bahwa Nongan memiliki waktu berbunga dan panen yang cepat daripada genotipe lainnya maupun pembanding. Sebaran pada umur berbunga 50 % yaitu hari (Tabel 4). Siregar (1981) menggolongkan umur padi dalam lima kelompok yaitu genjah ( hari), setengah genjah ( hari), setengah dalam ( hari), dalam ( hari) dan dalam sekali (lebih dari 150 hari). Berdasarkan penggolongan ini semua genotipe padi termasuk berumur genjah kecuali 2029 B yaitu setengah genjah (Tabel 4). Hal ini baik karena menurut Khush (1995) padi tipe baru diharapkan berumur sedang yaitu hari.

6 18 No. Tabel 4. Keragaan Generatif Genotipe Padi Introduksi dan Pembanding Aksesi UB (HSS) 50 % UP (HSS) AK PM (cm) PB (cm) LDB (cm) B 86 a 117 a 16 a 19 ab 22 b 1.12 b 2 Takanari 82 a 111 a 15 a 22 a 36 a 1.17 b 3 Nongan 72 b 101 b 11 b 21 a 24 b 1.68 a B 84 a 114 a 18 a 18 b 23 b 1.16 b 5 Sankesou 85 a 114 a 15 a 23 a 30 ab 1.19 b 6 Ciherang 86 a 115 a 15 a 22 a 24 b 1.04 b Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05 Umur Berbunga (UB), Umur Panen (UP), Anakan Produktif ( AK), Panjang Malai (PM), dan Panjang & Lebar Daun Bendera (PB &LDB). Padi introduksi memiliki anakan produktif cukup banyak yaitu dengan kisaran anakan. Pada pengamatan hasil jumlah gabah per malai untuk anakan produktif, persentase bulir yang hampa sangat tinggi (Tabel 5). Menurut Horrie et al. (2006), kehampaan dan persentase gabah isi lebih dipengaruhi oleh faktor genetik daripada nongenetik. Faktor genetik dapat diperbaiki melalui pemuliaan. Faktor nongenetik disebabkan oleh lingkungan, seperti suhu tinggi yang menyebabkan respirasi tinggi dan terbatasnya hara karena tanah kurang subur. Pada Tabel 6 terlihat bahwa terserangnya penyakit tungro pada padi introduksi merupakan salah satu faktor lingkungan yang menyebabkan persentase kehampaan gabah tinggi. Deptan (1983) menggolongkan panjang malai menjadi tiga yaitu pendek (<20 cm), sedang (20-30 cm), dan panjang (> 30 cm). Berdasarkan penggolongan tersebut rata-rata panjang malai keseluruhan genotipe yang diukur tergolong sedang yaitu 21 cm (Tabel 4). Panjang malai tidak berbeda nyata terhadap Ciherang (22 cm) kecuali pada 2029 B (19 cm) dan 2032B (18 cm) yang tergolong bermalai pendek. IBPGR-IRRI (1980) menyatakan bahwa daun teratas pada padi disebut daun bendera yang terletak di bawah malai. Berdasarkan sudutnya, daun bendera dapat dikelompokkan dalam empat kelompok yaitu berdaun tegak, sedang, datar dan turun. Daun bendera pada keseluruhan genotipe termasuk tegak dengan panjang daun bendera yang tidak berbeda nyata terhadap Ciherang kecuali pada

7 19 Takanari (36 cm) dan Sankesou (30 cm) (Tabel 4). Lebar daun bendera hanya berbeda nyata pada jenis Nongan yang memiliki karakteristik yang cukup lebar yaitu 1.68 cm. Hal ini berkorelasi positif dengan kandungan klorofil yang juga termasuk tinggi pada Nongan (Tabel 3). Produksi Gabah Kering Giling Jumlah gabah per malai sebaran jumlah gabahnya pada seluruh genotipe yaitu butir dengan persentase rata-rata gabah hampanya lebih besar (71 %) daripada persentase gabah isi (29 %) (Tabel 5). Maka dari itu, bobot gabah kering giling per ubinannya (126 rumpun) rendah dan tidak berbeda nyata satu sama lain. No. Tabel 5. Keragaan Komponen Hasil Genotipe Padi Introduksi dan Pembanding Aksesi G/M (butir) % GH (persen) % GI (persen) B GKG/U (kg) B GKG/ha (ton) B 1000 (g) B 100 cd a 2 Takanari 131 cb b 3 Nongan 146 ab b B 84 d ab 5 Sankesou 164 a b 6 Ciherang 102 cd a Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05 Gabah/Malai ( G/M), % Gabah Hampa (% GH), % Gabah Isi (% GI), Bobot GKG/Ubinan (B GKG/U), Bobot GKG/Hektar (B GKG/ha),dan Bobot 1000 butir (B 1000). Konversi produksi per hektarnya pun rendah (sekitar 50 % potensi) karena berdasarkan Balai Besar Penelitian Padi (2008), Ciherang dapat berproduksi sekitar 6 ton/ha (Lampiran 3). Pada pengamatan, Ciherang berproduksi hanya 3.39 ton/ha dan tidak berbeda nyata dengan padi lainnya dengan produksi per hektar yang paling tinggi adalah Sankesou dan terendah adalah Nongan. Bobot 1000 butir pada tiap genotipe berbeda nyata lebih rendah daripada Ciherang kecuali 2029B dan 2032B (Tabel 5).

8 20 Serangan Hama Penyakit Menurut Nguyen dan Van Tran dalam Rice Information (2000), padi varietas japonica lebih resisten pada temperatur rendah, tetapi rendah resistensinya pada hama dan penyakit dibandingkan padi jenis indica. Hal ini ditunjukkan pada persentase terserangnya penyakit tungro ini cukup besar pada masing-masing jenis padi introduksi di setiap ulangan. Pada rata-rata ulangan tersebut terlihat persentase tertinggi terserang yaitu padi 2032B (45.0 %) dan terendah Sankesou (6.3 %) serta lainnya pada Nongan (41.3 %), Takanari (27.5 %), 2029B (22.5 %), Ciherang (12.5 %) (Tabel 6). Serangan tungro ini menyebabkan persentase gabah hampa pada setiap genotipe menjadi cukup tinggi. Menurut Muhsin dan Widiarta (2009) di Indonesia, daerah endemik hampir ada di setiap daerah yang tertular tungro, seperti Bogor, Subang, dan Garut (Jawa Barat), Pekalongan dan Klaten (Jawa Tengah), Padang Galak (Bali), dan Pinrang (Sulawesi Selatan). No. Tabel 6. Rataan Persentase Serangan Tungro pada Saat 7 MST Aksesi Ulangan % B Takanari Nongan B Sankesou Ciherang Tanaman terserang pada umur padi memasuki pembentukan malai yaitu 7 MST (Gambar 1). Kondisi ini didukung oleh populasi wereng hijau yang cukup banyak, hama ini dikenal efektif dalam penyebaran virus. Maka dari itu, pengendalian yang dilakukan adalah sanitasi lahan atau pembuangan gulma dan penyemprotan insektisida berbahan aktif imidacloprid (racun lambung dan kontak) dengan dosis 400 g/ha ke seluruh lahan penanaman. Menurut Wirasajaswadi (2009) serangan yang terjadi pada tanaman yang telah mengeluarkan malai umumnya tidak menimbulkan kerusakan fatal. Sehingga, padi introduksi yang terserang masih bisa berproduksi dan tidak berbeda nyata terhadap Ciherang. Ratarata

9 21 A Gambar 1. Hama Penyakit yang Menyerang Padi: (A) Padi pada 7 MST Gejala Tungro (B) Wereng Hijau B Karakteristik Mutu Beras Selain karakter-karakter agronomi, pengamatan mutu beras juga dilakukan untuk mengetahui genotipe padi introduksi sub tropis yang menunjukkan karakteristik ciri beras yang baik. Pengamatan mutu beras terdiri dari karakteristik rendemen penggilingan beras, fisik beras, dan tekstur beras. Menurut Damardjati dan Purwani (1991) secara umum kriteria dan pengertian mutu beras meliputi mutu pasar (market quality), mutu tanak (cooking quality) dan mutu rasa (eating quality). Mutu pasar ditentukan oleh sifat fisik dan penampakan beras antara lain ukuran dan bentuk beras, persentase bulir patah, persentase menir, butir rusak dan benda asing. Mutu tanak ditentukan oleh kadar amilosa dan suhu gelatinisasi. Mutu rasa ditentukan oleh faktor subjektif yang dipengaruhi oleh lokasi, suku, bangsa, lingkungan pendidikan, tingkat golongan dan jenis pekerjaan konsumen. Pada Tabel 7 disajikan karakteristik rendemen penggilingan padi pada 5 genotipe padi introduksi sub tropis dengan pembanding Ciherang. Tahap awal setelah proses pemanenan adalah pengeringan gabah basah menjadi gabah kering giling yang dijemur selama 3 hari dan menghasilkan kadar air rata-rata ± 14 % yang cukup baik dalam proses penggilingan.

10 22 Menurut Food and Agriculture of Organization (2005), proses penggilingan gabah biasanya dilakukan pada kadar air sekitar 14 %. Butir gabah yang basah (kadar air tinggi) akan menyebabkan butir beras remuk, sebaliknya gabah yang sangat kering (kadar air terlalu rendah) butir beras juga akan patah dan dihasilkan butir-butir menir. No. Tabel 7. Karakteristik Rendemen Penggilingan Beras Genotipe Padi Aksesi Introduksi dan Ciherang Kadar air Gabah Berat Gabah Berat Pecah Kulit Berat Beras Putih Beras Kepala Rendemen (%) gram % B Takanari Nongan B Sankesou Ciherang Rata-rata Proses penggilingan dilakukan dengan menimbang masing-masing sampel sebesar 500 gram kemudian gabah dikupas kulitnya menggunakan alat tipe roll karet. Pengupasan kulit gabah menghasilkan beras pecah kulit dengan pengurangan berat sebesar 45 %. Kemudian dilakukan pemutihan atau penyosohan dengan menggunakan mesin penyosoh tipe friksi. Pemutihan beras merupakan tahap akhir dari proses penggilingan gabah menjadi beras yang siap dimasak menjadi nasi. Proses pemutihan beras ini menghasilkan beras putih dengan pengurangan berat sebesar 18 %. Keseluruhan proses penggilingan hingga menjadi beras siap konsumsi menghasilkan rata-rata rendemen sebesar 45.2 % (Tabel 7). Menurut Perpadi (2009) rendemen beras giling yang dihasilkan oleh penggilingan padi kecil (PPK) yang berkonfigurasi sederhana yaitu Husker- Polisher (H-P) rata rata sebesar hanya 55.7 % dengan kualitas beras kepala 74.3 %. Tabel 7 menjelaskan bahwa untuk keseluruhan genotipe rendemen beras hasil penggilingan rendah atau berkurang sebesar 10.5 %. Kualitas beras kepala pada seluruh genotipe termasuk rendah dibawah standar (Tabel 7). Pada tiap genotipe rendemen yang tinggi terdapat pada Nongan dan Sankesou sedangkan

11 23 yang lainnya rendah. Menurut Perpadi (2009) dikarenakan oleh aspek budidaya padi (good farming practice) yang meliputi sifat genetik (varietas) dan perlakuan saat budidaya (benih, pupuk, penyiapan lahan, pemberantasan hama dan gulma, irigasi) yang pada kenyataannya memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap rendemen yang dihasilkan. Karakteristik fisik beras pada masing-masing genotipe menunjukkan bahwa ukuran beras tipe panjang dimiliki oleh aksesi 2029 B, Takanari, Sankesou dan Ciherang. Genotipe lainnya yaitu Nongan dan 2032 B termasuk beras tipe sedang. Pada fisik bentuk keseluruhan genotipe tidak beda nyata yaitu sedang dan pengapuran sebagian besar kecil kecuali pada 2029B dan Ciherang (Tabel 8). Tabel 8. Karakteristik Fisik Beras Genotipe Padi Introduksi dan Ciherang No. Aksesi Ukuran Rasio Panjang dan Diameter Bulir Pengapuran B Panjang Sedang Sedang 2. Takanari Panjang Sedang Kecil 3. Nongan Sedang Sedang Kecil B Sedang Sedang Kecil 5. Sankesou Panjang Sedang Kecil 6. Ciherang Panjang Sedang Sedang Keterangan: Ukuran : Sangat Panjang (> 7.50 mm), panjang ( mm), sedang ( mm), dan pendek (< 5.50 mm). Bentuk : perbandingan antara panjang dan lebar butir; butir ramping (> 3.0), sedang ( ), dan bulat (< 2.0). Pengapuran: visualisasi persentase rata-rata pengapuran pada 10 butir/aksesi; yaitu tinggi (L = > 20%), sedang (M = 11-20%), rendah (S = < 10%), dan butir bening (0%). Pada Gambar 2 dan 3 di bawah ini dapat dilihat untuk masing-masing genotipe untuk kelompok ukuran sedang dan panjang. Menurut Kustianto et al. (1982) bahwa secara umum beras yang diinginkan dan bernilai tinggi di pasaran adalah yang berukuran panjang atau sedang, dan mempunyai bentuk lonjong atau sedang. Maka pada semua genotipe memiliki mutu fisik yang sudah sesuai pasar.

12 24 Gambar 2. Kelompok Beras Ukuran Sedang: (A) Nongan, (B) 2032B Gambar 3. Kelompok Beras Ukuran Panjang: (C) Sankesou, (D) Takanari, (E) 2029B, (F) Ciherang Tabel 9 menjelaskan mengenai karakteristik tekstur nasi pada setiap genotipe padi. Kadar amilosa merupakan penciri atau indikator rasa nasi pada masing-masing genotipe. Damardjati (1988) mengklasifikasikan kadar amilosa beras menjadi tiga, yakni rendah (10-20%) pulen, sedang (20-25%), dan tinggi (25-33%) pera sedangkan beras ketan memiliki kadar amilosa < 10%. Menurut klasifikasi tersebut, 2029B termasuk berteksur nasi sedang, Nongan, 2032B dan Ciherang termasuk nasi bertekstur pulen sedangkan Takanari dan Sankesou termasuk nasi bertekstur pera.

13 25 Tabel 9. Karakteristik Pengujian Nasi Genotipe Padi Introduksi dan Ciherang No. Aksesi Kadar Amilosa Nilai Skor Nasi Tekstur B Sedang 2. Takanari Pera 3. Nongan Pulen B Pulen 5. Sankesou Pera 6. Ciherang Pulen Selain pengujian secara objektif, juga dilakukan pengujian subjektif terhadap nasi oleh para panelis dari Balai Penelitian Padi. Pada Gambar 4 dapat dilihat penampakan nasi pada masing-masing genotipe padi introduksi. Terlihat pada gambar masing-masing penampakan nasi sub tropis bahwa terdapat perbedaan warna yaitu 2032B dan Sankesou berwarna kuning daripada jenis introduksi lainnya yang berwarna putih. Selain itu berdasarkan penilaian para panelis, semua jenis nasi tidak beraroma, dan nasi berasa hambar. Namun, sebagian besar panelis menyukai nasi yang berwarna cerah dan tekstur sedang sampai pulen seperti Nongan, 2029B dan Ciherang. Gambar 4. Keragaan Nasi pada Setiap Jenis Beras Sub tropis dan Pembanding (Ciherang)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

EVALUASI AGRONOMIS PADI INTRODUKSI SUB TROPIS DI DAERAH TROPIS BOGOR LISA NOVALIA A

EVALUASI AGRONOMIS PADI INTRODUKSI SUB TROPIS DI DAERAH TROPIS BOGOR LISA NOVALIA A EVALUASI AGRONOMIS PADI INTRODUKSI SUB TROPIS DI DAERAH TROPIS BOGOR LISA NOVALIA A24061245 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 EVALUASI AGRONOMIS PADI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ragam Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 2), menunjukkan adanya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3 Nomor persilangan : BP3448E-4-2 Asal persilangan : Digul/BPT164-C-68-7-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 110 hari Bentuk tanaman : Sedang Tinggi tanaman : 95

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Tanaman padi saat berumur 1-3 MST diserang oleh hama keong mas (Pomacea caanaliculata). Hama ini menyerang dengan memakan bagian batang dan daun tanaman yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi Sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal Persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131- 3-1///IR64

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2014 hingga Maret

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padi Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai saat ini terus dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan merupakan tanaman pangan yang dapat

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Cibogo. Asal Persilangan :S487B-75/IR //IR I///IR 64////IR64

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Cibogo. Asal Persilangan :S487B-75/IR //IR I///IR 64////IR64 Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Cibogo Nomor seleksi : S3382-2D-PN-16-3-KP-I Asal Persilangan :S487B-75/IR 19661-131-3-1//IR 19661-131-3- I///IR 64////IR64 Golongan : Cere Umur tanaman : 115-125

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

Potensi Hasil : 5-8,5 ton/ha Ketahanan : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Terhadap Hama. Ketahanan. Terhadap Penyakit

Potensi Hasil : 5-8,5 ton/ha Ketahanan : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Terhadap Hama. Ketahanan. Terhadap Penyakit LAMPIRAN 30 31 Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-31//IR19661131-3-

Lebih terperinci

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Data pengamatan tinggi tanaman padi (cm) pada umur 3 MST pada P0V1 60.90 60.33 59.33 180.57 60.19 P0V2 53.33 59.00 58.33 170.67 56.89 P0V3 62.97 61.33 60.97 185.27 61.76 P1V1 61.57 60.03 59.33

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36, 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilaksanakan di lahan sawah irigasi Desa Sinar Agung, Kecamatan Pulau Pagung, Kabupaten Tanggamus dari bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca University Farm, Cikabayan, Dramaga, Bogor. Ketinggian tempat di lahan percobaan adalah 208 m dpl. Pengamatan pascapanen dilakukan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007)

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Asal persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR 19661-131-3-1//IR 19661-131-3-1///IR 64////IR 64 Umur tanaman : 116-125 hari Bentuk tanaman

Lebih terperinci

KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT

KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT Obyek koleksi varietas Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Balai Besar PPMB-TPH) pada Tahun 2016, selain berupa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

: Kasar pada sebelah bawah daun

: Kasar pada sebelah bawah daun Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Varietas : Ciherang Nomor Pedigree : S 3383-1d-Pn-41-3-1 Asal/Persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR Golongan : Cere Bentuk : Tegak Tinggi : 107 115 cm Anakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera.

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. 11 BAHAN DAN METODE I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. Waktu dan Tempat Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Babakan, Kecamatan Darmaga, Bogor Jawa Barat. Kebun terletak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

Lampiran 1. BaganPenelitian U I U II U III S1 S2 S3 V1 V2 V3 V2 V1 V cm V3 V3 V1 S2 S3 S1 V cm. 50 cm V1. 18,5 m S3 S1 S2.

Lampiran 1. BaganPenelitian U I U II U III S1 S2 S3 V1 V2 V3 V2 V1 V cm V3 V3 V1 S2 S3 S1 V cm. 50 cm V1. 18,5 m S3 S1 S2. Lampiran 1. BaganPenelitian U I U II U III T V1 V2 V3 U S V2 V1 V2 B 150 cm V3 V3 V1 100 cm V3 V3 V1 50 cm V1 V2 V3 18,5 m V2 V1 V2 V3 V1 V1 V2 V2 V2 5,5 m V1 V3 V3 80 cm 300 cm Lampiran 2.Bagan Tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi Peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik bercocok tanam yang baik dan dengan peningkatan kemampuan berproduksi sesuai harapan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi termasuk famili Graminae dengan ciri batang yang tersusun dari beberapa ruas, rumpun dengan anakan yang tumbuh dari dasar batang. Semua anakan memiliki

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada 27 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada 105 13 45,5 105 13 48,0 BT dan 05 21 19,6 05 21 19,7 LS, dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur, dengan ketinggian 60 m dpl, jenis tanah Podsolik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH Zahara Mardiah dan Siti Dewi Indrasari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi ABSTRAK Permintaan beras berkualitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

UJI DAYA HASIL LANJUT 30 GALUR HARAPAN PADI (Oryza sativa L.) TIPE BARU (PTB) DEDE TIARA A

UJI DAYA HASIL LANJUT 30 GALUR HARAPAN PADI (Oryza sativa L.) TIPE BARU (PTB) DEDE TIARA A UJI DAYA HASIL LANJUT 30 GALUR HARAPAN PADI (Oryza sativa L.) TIPE BARU (PTB) DEDE TIARA A24062913 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN DEDE TIARA.

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR Charles Y. Bora 1 dan Buang Abdullah 1.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur. Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN Konfigurasi Mesin Penggilingan Padi Untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling (Rice Milling Machine Configuration to Reduce Losses and Increase Milling Yield) Rokhani Hasbullah, Anggitha Ratri

Lebih terperinci

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca. Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca. Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan persawahan Desa Joho, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dari bulan Mei hingga November 2012. B. Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum. Fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum meliputi muncul daun ke permukaan (emergence),

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 Februari 2010. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Unit

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan Balai Benih Induk Hortikultura Pekanbaru yang dibawahi oleh Dinas Tanaman Pangan Provinsi Riau. Penelitian ini dimulai pada

Lebih terperinci

Lampiran I. Lay Out Peneltian

Lampiran I. Lay Out Peneltian Lampiran I. Lay Out Peneltian 49 Lampiran II. Deskripsi Varietas Mentik Wangi Asal Persilangan : Mentikwangi Golongan : Cere Umur Tanaman : 112-113 Hst Bentuk Tanaman : TegakTinggi Tanaman : 106-113 cm

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

LAMPIRAN U1 U2 U3 T2 T3 T1 T3 T1 T2 T1 T2 T3 U4 U5 U6 T1 T3 T2 T1 T3 T2 T2 T3 T1 U7 U8 U9 T3 T1 T2 T2 T1 T3 T3 T1 T2

LAMPIRAN U1 U2 U3 T2 T3 T1 T3 T1 T2 T1 T2 T3 U4 U5 U6 T1 T3 T2 T1 T3 T2 T2 T3 T1 U7 U8 U9 T3 T1 T2 T2 T1 T3 T3 T1 T2 LAMPIRAN Lampiran 1. Bagan Penelitian U U1 U2 U3 T2 T3 T1 T3 T1 T2 T1 T2 T3 U4 U5 U6 T1 T3 T2 T1 T3 T2 T2 T3 T1 U7 U8 U9 T3 T1 T2 T2 T1 T3 T3 T1 T2 Keterangan: U T1 T2 T3 : : Padi Sawah : Padi Gogo : Rumput

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 377/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 377/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 377/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SL - 11H SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA VARIETAS SL 11 SHS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul 147 PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul Karakter morfologi tanaman pada varietas unggul dicirikan tipe tanaman yang baik. Hasil penelitian menunjukkan

Lebih terperinci

V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V1A2(2)

V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V1A2(2) 64 Lampiran 1. Lay Out Penelitian V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V2A1(3) V4A1(2) V1A1(3) V3A1(3) V2A2(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V4A1(1) V5A1(2) V4A2(1) V2A2(1) V1A2(3) V3A2(2) V4A2(2) V2A1(1)

Lebih terperinci

Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 2008 Nama Varietas Tahun Tetua Rataan Hasil Pemulia Golongan Umur tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

Varietas Unggul Mendukung Usahatani Padi di Lahan Lebak. Morphological Characterization and Content of Sugar Some Sweet Potato Germplasm Local Lampung

Varietas Unggul Mendukung Usahatani Padi di Lahan Lebak. Morphological Characterization and Content of Sugar Some Sweet Potato Germplasm Local Lampung Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan Politeknik Negeri Lampung 29 April 2015 ISBN 978-602-70530-2-1 halaman 125-130 Varietas Unggul Mendukung Usahatani Padi di Lahan Lebak Morphological Characterization

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 376/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 376/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 376/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SL - SH SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA VARIETAS SL 8 SHS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI

UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI AANB. Kamandalu dan S.A.N. Aryawati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali ABSTRAK Uji daya hasil beberapa galur harapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2009, yang merupakan bulan basah. Berdasarkan data iklim dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Dramaga,

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL

KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL 35 KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL Morphological and Agronomy Characters Of Various Types of Rice Cultivars Abstrak Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari karakter morfologi dan

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2011. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat 18 BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di kebun percobaan Institut Pertanian Bogor, Sawah Baru Babakan Darmaga, selama 4 bulan, dari bulan Mei-September 2010. Bahan dan Alat Bahan-bahan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 131/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 131/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 131/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA P.02 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA VARIETAS MAPAN-P.02 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

LAMPIRAN B 1 C 4 F 4 A 4 D 1 E 2 G 1 C 1 C 3 G 2 A 1 B 4 G 3 C 2 F 2 G 4 E 4 D 2 D 3 A 2 A 3 B 3 F 3 E 1 F 1 D 4 E 3 B 2

LAMPIRAN B 1 C 4 F 4 A 4 D 1 E 2 G 1 C 1 C 3 G 2 A 1 B 4 G 3 C 2 F 2 G 4 E 4 D 2 D 3 A 2 A 3 B 3 F 3 E 1 F 1 D 4 E 3 B 2 Lampiran 1. Layout Penelitian LAMPIRAN B 1 C 4 F 4 A 4 D 1 E 2 G 1 C 1 C 3 G 2 A 1 B 4 G 3 C 2 F 2 G 4 E 4 D 2 D 3 A 2 A 3 B 3 F 3 E 1 F 1 D 4 E 3 B 2 Keterangan : A B C D E F G = Kontrol = Urea = Urea

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 132/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 132/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 132/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA P.05 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA VARIETAS MAPAN-P.05 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi 4.1.1 Tinggi Tanaman Tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 4 MST dan 8 MST masingmasing perlakuan

Lebih terperinci

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Faktor kedua adalah jumlah bibit per lubang yang terdiri atas 3 taraf yaitu : 1. 1 bibit (B 1 ) 2. 2 bibit (B 2 ) 3.

BAHAN DAN METODE. Faktor kedua adalah jumlah bibit per lubang yang terdiri atas 3 taraf yaitu : 1. 1 bibit (B 1 ) 2. 2 bibit (B 2 ) 3. III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan pembenihan padi Balai Benih Induk Hortikultura Pekanbaru. Waktu penelitian dilakukan selama ± 4 bulan dimulai dari bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di Desa Dukuh Asem, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka pada tanggal20 April sampai dengan 2 Juli 2012. Lokasi percobaan terletak

Lebih terperinci

J3V3 J1V3 J3V2 J1V2 J3V4 J1V5 J2V3 J2V5

J3V3 J1V3 J3V2 J1V2 J3V4 J1V5 J2V3 J2V5 Lampiran 1. Bagan Percobaan 1 2 3 J2V5 J1V2 J3V1 X X X X X X X X X X J1V4 J2V2 J3V3 X X X X X X X X X X J3V1 J3V4 J1V1 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X J2V3 J1V5 J2V4 X X X X X X X X X X J1V2 J3V5

Lebih terperinci

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh 81 PEMBAHASAN UMUM Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan selama cekaman suhu rendah diantaranya; (a) faktor fisiologi, faktor lingkungan sebelum dan sesudah fase penting pertumbuhan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 533/Kpts/SR.120/9/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA ZY-64 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA ADIRASA-64

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 533/Kpts/SR.120/9/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA ZY-64 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA ADIRASA-64 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 533/Kpts/SR.120/9/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA ZY-64 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA ADIRASA-64 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida Oleh : Dandan Hendayana, SP (PPL Kec. Cijati Cianjur) Saat ini tanaman padi hibrida merupakan salah satu alternatif pilihan dalam upaya peningkatan produksi

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA HUSIN KADERI Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra), Banjarbaru Jl. Kebun Karet, Loktabat Banjarbaru RINGKASAN Percobaan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK AgroinovasI PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK Lahan rawa lebak merupakan salahsatu sumberdaya yang potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian tanaman pangan di Provinsi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang

BAB IV METODE PENELITIAN. (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang 17 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang diuji

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminologi Pasca Panen Padi Kegiatan pascapanen padi perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan dan pengemasan (Patiwiri, 2006). Padi biasanya dipanen pada

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini antara lain pengamatan selintas dan pengamatan Utama 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR BIBIT TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI VARIETAS INPARI 17

PENGARUH UMUR BIBIT TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI VARIETAS INPARI 17 PENGARUH UMUR BIBIT TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI VARIETAS INPARI 17 Khairatun Napisah dan Rina D. Ningsih Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No. 4 Banjarbaru,

Lebih terperinci

Reagen (PA) Konsentrasi mg/l CaCl 2.2H 2 O K 2 SO mm. 195 mg/l MgSO 4.7H 2 O. 12 mg/l Ket: 1 mm = 300 mg/l.

Reagen (PA) Konsentrasi mg/l CaCl 2.2H 2 O K 2 SO mm. 195 mg/l MgSO 4.7H 2 O. 12 mg/l Ket: 1 mm = 300 mg/l. 47 Lampiran 1. Komposisi Media Larutan Hara Minimum Miftahudin (00). Reagen (PA) Konsentrasi mg/l CaCl.H O 0,40 mm 10 mg/l K SO4 0.65 mm 195 mg/l MgSO 4.7H O 0.8 mm 75 mg/l NH 4 Cl 0.01 mm 3 mg/l NH 4

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BENIH DAN VARIETAS UNGGUL PADI SAWAH

PENGEMBANGAN BENIH DAN VARIETAS UNGGUL PADI SAWAH PENGEMBANGAN BENIH DAN VARIETAS UNGGUL PADI SAWAH Oleh : Ir. Hj. Fauziah Ali A. Pendahuluan Varietas unggul memberikan manfaat teknis dan ekonomis yang banyak bagi perkembangan suatu usaha pertanian, diantaranya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertumbuhan tanaman padi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan makro antaralain

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertumbuhan tanaman padi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan makro antaralain IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Pertanaman Pertumbuhan tanaman padi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan makro antaralain : curah hujan, intensitas sinar matahari, suhu, dan kesuburan tanah. Curah

Lebih terperinci