BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prostat Anatomi Prostat Gambar 2.1. Letak Kelenjar Prostat (Schunke, et al, 2006) Prostat merupakan kelenjar fibromuskular yang mengelilingi uretra pars prostatika dan diselubungi oleh kapsul jaringan ikat yang tipis. Kelenjar ini merupakan kelenjar aksesori terbesar pada sistem reproduksi pria dengan panjang 3 cm dan lebar 4 cm dengan berat 20 g pada orang dewasa. Prostat berbentuk piramidal dengan bagian basal di superior yang tepat berada dibawah bladder neck dan bagian apex di inferior yang menyelubungi urethra posterior pars prostatika dan pars membranosa. Bagian anterior prostat berada di arkus pubis, yang diantaranya

2 5 terdapat pleksus Santorini dan jaringan lemak. Pada bagian ini, banyak terdapat jaringan fibromuskular daripada jaringan glandular. Bagian posterior prostat terdapat ampulla rektum yang dibatasi oleh fascia Denonvillier, sehingga prostat dapat dipalpasi dari rektum melalui DRE (digital rectal examination). (Standring, et al, 2005) Gambar 2.2. Anatomi zona-zona prostat (Standring, et al, 2005)

3 Histologi Prostat Prostat terdiri dari jaringan tubuloalveolar yang dikelilingi oleh stroma fibromuskular padat yang diselubungi kapsul fibroelastik. Kelenjar ini tersusun berlapis-lapis di sekeliling urethra (Mescher, 2010) : a. Zona sentral (25% volume prostat) mengelilingi duktus ejakulatorius hingga ke urethra pre-prostatica dan terdiri dari kelenjar submukosa dengan duktus yang panjang. b. Zona transisi (5% volume prostat) terdiri dari kelenjar mukosa yang menyelubungi uretra bagian atas dan merupakan lokasi dari pembesaran prostat. c. Zona perifer (70 % volume prostat) berbentuk mangkuk dan menyelubungi zona sentral, transisi, dan urethra pre-prostatica kecuali bagian anterior. Zona ini berisi kelenjar-kelenjar utama dan merupakan zona paling sering terjadi inflamasi dan kanker. d. Stroma fibromuskular anterior yang terbentuk di seluruh permukaan anterior prostat dan menutupi seluruh permukaan anterior dari tiga zona lainnya. Kelenjar-kelenjar tubuloalveolar prostat dilapisi oleh epitel simple atau pseudostratified columnar epithelium. Kelenjar ini memproduksi cairan prostat yang terdiri dari berbagai glikoprotein dan enzim-enzim yang disimpan untuk dikeluarkan ketika ejakulasi (Mescher, 2010) Fisiologi Prostat Kelenjar prostat memiliki fungsi sebagai berikut : a. Memproduksi cairan basa sehingga dapat menetralkan sekresi vagina yang asam. Hal ini mendukung sperma untuk dapat hidup di lingkungan yang sedikit basa (Sherwood, 2011). b. Menghasilkan enzim pembekuan dan fibrinolisin. Enzim-enzim pembekuan prostat berfungsi untuk menghasilkan fibrin dari fibrinogen vesikula

4 7 seminalis, yang membekukan semen sehingga sperma yang diejakulasikan tetap berada di saluran reproduksi wanita. Segera sesudahnya, bekuan ini diuraikan oleh fibrinolisin sehingga sperma dapat bergerak bebas di dalam saluran reproduksi wanita (Sherwood, 2011). c. Memiliki protein seminalplasmin pada sekresi prostat, suatu protein antibiotik yang mencegah infeksi saluran kemih pada pria. Sekresi ini dikeluarkan ke uretra pars prostatica melalui kontraksi peristaltik dari dinding otot prostat (Martini, et al, 2012) 2.2. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH secara histologis ialah temuan mikroskopis hiperplasia jaringan stroma dan sel epitel prostat. Proses proliferasi ini membentuk lesi nodular yang besar di area periurethral prostat terjadi pada zona transisi dan paling sering dialami pada usia tua dimulai dari 40 tahun ke atas Etiologi Penyebab BPH sampai saat ini belum diketahui secara pasti, tetapi faktorfaktor resiko yang berpotensi ialah umur, riwayat keluarga, ras, etnis, dan faktorfaktor hormonal. Faktor-faktor hormonal ini yang paling berperan ialah androgen (testosteron) dan estrogen. Testosteron di plasma, masuk ke sel-sel prostat lalu 90%-nya diubah menjadi dihidrotestosteron (DHT) oleh enzim 5-alpha reduktase. Dihidrotestosteron (DHT), kemungkinan merupakan mediator utama untuk hiperplasia prostat, yang dibantu estrogen untuk sensitisasi efek pertumbuhan jaringan prostat oleh DHT (Porth, dan Matfin, 2008). Cunha (1973) membuktikan bahwa terdapat suatu mediator (growth factor) tertentu yang mengontrol proliferasi dan diferensiasi sel epitel prostat. Growth factor ini disintesis oleh sel-sel stroma prostat yang akan mempengaruhi sel stroma dan sel- sel epitel prostat itu sendiri secara autokrin dan parakrin sehingga meningkatkan proliferasi sel (Purnomo, 2003).

5 8 Pembesaran prostat juga disebabkan oleh kematian sel-sel prostat (apoptosis) yang berkurang. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan sel yang tumbuh dengan yang mati sehingga menimbulkan penambahan massa prostat. Diduga hormon androgen menurunkan sintesis protein dan penyusutan jaringan pada sel-sel prostat karena terjadi peningkatan aktivitas apoptosis pada sel prostat setelah withdrawal hormon androgen (McConnell, dan Roehrborn, 2007) Patogenesis BPH berawal dari sejumlah mikronodul pada zona transisi yang akan terus tumbuh dan saling menyatu membentuk makronodul di sepanjang margo inferior uretra pre-prostatica, tepat diatas verumontanum. Makronodul ini menekan jaringan sekelilingnya yang kemudian membentuk false capsule disekitar jaringan hiperplastik. Zona transisi yang terus tumbuh membentuk suatu lobus pada setiap sisi uretra diatasnya yang sewaktu-waktu dapat mengkompresi uretra pars preprostatika dan prostatika untuk menimbulkan gejala (Standring, et al, 2005). Patofisiologi BOO pada pria dengan BPH dihubungkan dengan faktor statis dan dinamis. Obstruksi statis disebabkan oleh pembesaran bagian prostat yang menghambat uretra pars prostatica dan bladder outlet, sedangkan komponen dinamis berkaitan dengan tonus pada otot polos prostat. Hal ini menjadi target terapi BPH untuk menghilangkan BOO dengan menurunkan volume prostat dan relaksasi tegangan otot polos prostat (Lepor, 2005). Komponen statis pada BPH disebabkan oleh pembesaran prostat yang menghambat lumen uretra atau bladder neck menimbulkan resistensi bladder outlet yang lebih besar sehingga terjadi gangguan aliran urin berupa gejala-gejala berkemih. (Presti, et al, 2008). Komponen dinamik dari obstruksi prostat ditandai dengan adanya peningkatan stimulasi saraf simpatis adrenergik pada bladder neck dan uretra proksimal sehingga meningkatkan resistensi uretra (Grays, et al, 2009). Storage symptoms pada BPH disebabkan karena respons sekunder kandung kemih terhadap peningkatan resistensi bladder outlet. BOO menimbulkan hipertrofi otot detrusor dan hiperplasia dengan penggantian jaringan dengan

6 9 kolagen. Pada akhirnya BOO akan mengurangi compliance kandung kemih, sehingga kandung kemih akan lebih mudah berkontraksi walaupun kandung kemih belum penuh. Hal ini disebabkan oleh otot detrusor yang hipersensitif. Pada pemeriksaan makroskopis, ditemukan adanya penebalan serat-serat otot detrusor dan juga trabekula-trabekula. Jika tetap dibiarkan, akan terjadi hernia mukosa diantara otot detrusor sehingga menimbulkan pembentukan diverticulum (Presti, et al, 2008) Gejala Klinis Kompleks gejala-gejala yang disebut LUTS tidaklah spesifik terhadap BPH, melainkan timbul sebagai efek terjadinya BPH. LUTS terbagi menjadi gejala-gejala berkemih (voiding symptoms) dan gejala-gejala penyimpanan urin (storage symptoms). Voiding symptoms disebabkan penekanan pada uretra pars prostatica yang diakibatkan oleh prostat yang membesar sehingga aliran urin terhambat dan otot detrusor menjadi tidak stabil dan kontraktilitasnya menurun dikarenakan kontraksi yang terus menerus. Berikut ialah voiding symptoms (Abrams, 2006) : a. Mengedan untuk memulai miksi (straining) b. Miksi yang terputus-putus (intermittency) c. Pancaran urin lemah ketika miksi (slow stream) d. Terdapat urin yang tersisa ketika selesai miksi (incomplete bladder emptying). Storage Symptoms terjadi pada kandung kemih yang dipicu oleh gejala berkemih Adanya obstruksi pada bladder outlet menimbulkan hipertrofi sel otot polos sebagai respon kompensasi untuk meningkatkan tekanan intravesikal. Hal ini juga mengubah lingkungan intra dan ekstraseluler pada sel otot polos yang menyebabkan gangguan stabilitas dan kontraktilitas otot detrusor (Lepor, 2005). Oleh karena itu, obstruksi ini dapat memodulasi respon antara neural dengan otot detrusor sehingga timbul storage symptoms seperti berikut (Abrams, 2006) : a. Interval miksi yang kurang dari 2 jam dalam sehari (frequency)

7 10 b. Terbangun pada saat tidur malam untuk miksi (nocturia) c. Miksi yang mendesak (urgency) Diagnosis Riwayat lengkap pada anamnesa harus dilakukan untuk identifikasi penyebab lain dari gangguan berkemih. Skoring untuk penilaian gejala berdasarkan American Urological Association (AUA)/International Prostate Symptom Score (IPSS) dengan interpretasi keluhan ringan (skor <7), sedang (8-19), dan berat (20-35) (Tabel 2.1.). Pada pemeriksaan fisik kemungkinan ditemukan massa kistik di daerah simfisis pubis jika sudah terjadi retensi urin. Pemeriksaan pada genitalia eksterna diindikasikan untuk menyingkirkan stenosis ataupun massa yang teraba pada urethra. Pemeriksaan DRE dan neurologis diperlukan untuk mendeteksi apakah terdapat malignansi prostat atau rektum, evaluasi tonus sfingter ani, dan menyinkgirkan kelainan-kelainan neurologis yang menimbulkan gejala (Kirby, dan Lepor, 2007). DRE dapat dilakukan untuk mengukur perkiraan ukuran dari kelenjar prostat. Ukuran prostat diperlukan untuk menentukan terapi farmakologis atau pembedahan yang sesuai. Akan tetapi, ukuran prostat tidak bisa menjadi acuan untuk menentukan derajat keparahan dan obstruksi (Kirby, dan Lepor, 2007). DRE pada BPH teraba konsistensi yang kenyal, simetris, dan tidak didapatkan nodul; sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi yang keras, teraba nodul, dan kemungkinan asimetris (Purnomo, 2003).

8 11 Tabel 2.1. International Prostate Symptom Score (AUA, 2006) Pemeriksaan urinalisis seharusnya dilakukan baik dengan dipstick test maupun mikroskopik dari urin untuk mencari apakah terdapat infeksi atau hematuria. Urinalisis membantu dalam membedakan Infeksi Saluran Kemih (ISK) dan BPH dikarenakan terdapat LUTS yang mirip dengan BPH. Pemeriksaan kadar kreatinin serum tidak terlalu diperlukan. Akan tetapi, peningkatan kadar serum kreatinin diindikasikan untuk pencitraan (USG) sebagai evaluasi saluran kemih bagian atas. Pemeriksaan kadar PSA (Prostate-Specific-Antigen) diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan kanker prostat dapat menyebabkan BOO sama seperti BPH (Kirby, dan Lepor, 2007).

9 12 Foto polos pada pelvis dapat dilakukan untuk mencari apakah terdapat batu opak di saluran kemih, dan dapat melihat bayangan urin di dalam kandung kemih sebagai tanda retensi urin. Untuk melihat besar atau volume prostat dan deteksi adanya malignansi pada prostat dapat dilakukan TRUS (Trans-Rectal Ultrasonography). Disamping itu, pemeriksaan ini juga mampu untuk mendeteksi kelainan pada ginjal dan kandung kemih (Purnomo, 2003). Pemeriksaan uroflowmetri dapat dilakukan untuk mengevaluasi pasienpasien dengan BOO khususnya pasien BPH. Pemeriksaan ini menggunakan suatu alat penampungan urin khusus yang dapat mengukur kuatnya aliran urin yang dikeluarkan ketika sedang miksi (flow rate). Akan tetapi, hasil pemeriksaan uroflowmetri tidaklah spesifik, misalnya flow rate yang menurun dapat disebabkan oleh obstruksi atau kurangnya kontraktilitas kandung kemih. Pemeriksaan uroflowmetri ketika dikombinasikan dengan skoring LUTS dapat menentukan pasien yang mengalami keadaan BOO (Kirby, dan Lepor, 2007) Batu Kandung Kemih (Vesicolithiasis) Teori Pembentukan Batu Batu merupakan hasil dari suatu keadaan dimana zat-zat terlarut mengalami kondensasi ke wujud padat yang disebut keadaan supersaturasi. Jika konsentrasi zat-zat terlarut lebih kecil dari zat pelarut, maka kristal - kristal terlarut akan tetap larut di dalam urin. Sebaliknya, jika konsentrasi zat-zat terlarut lebih besar dari konsentrasi zat pelarut, maka kristal kristal terlarut akan terbentuk. Sesuai dengan jenis batu, konsentrasi kalsium dan oksalat pada urin menjadi penentu utama supersaturasi kalsium oksalat; konsentrasi kalsium dan ph pada urin menjadi penentu utama supersaturasi kalsium fosfat; dan ph urin menjadi penentu utama supersaturasi asam urat (Coe, et al, 2005). Kristal batu akan terbentuk pertama kali dari proses nukleasi, yaitu proses perubahan wujud cair ke padat dalam larutan jenuh atau larutan yang mengalami supersaturasi. Proses ini dimulai dengan kombinasi kristal batu dengan komponenkomponen lain di dalam larutan sehingga meningkatkan ukuran kristal tersebut. Inti

10 13 batu membentuk kristal pertama yang tidak akan larut yang biasanya terbentuk di suatu permukaan seperti sel epitel, urinary casts, sel darah merah, ataupun kristal lain, proses ini disebut nukleasi heterogen. Kejenuhan yang diperlukan untuk nukleasi heterogen lebih sedikit dibandingkan nukleasi homogen sehingga inti batu lebih mudah terbentuk (Aggarwal, et al, 2013). Kristal yang telah terbentuk akan mengalami proses pertumbuhan (crystalline growth). Proses ini membutuhkan keadaan supersaturasi urin yang cukup dan tetap untuk membentuk presipitasi hingga kristal tumbuh. Kristal akan terus bertambah ukurannya dengan proses pembentukan suatu pola geometris dari molekul-molekul kristal tersebut (lattice) yang akan menggulung menjadi bentuk spiral. Selain itu, pertumbuhan ini juga bisa terjadi ketika kristal saling bertubrukan, suatu proses yang dinamakan agregasi. Pertumbuhan dengan cara pembentukan lattice akan menghasilkan batu yang padat, sedangkan pertumbuhan dengan cara agregasi akan menghasilkan batu yang mudah dipecah oleh shockwave lithotripsy (Gray, et al, 2009). Batu pada sistem saluran kemih memiliki komponen kristal dan komponen non-kristal yaitu matriks. Matriks pada batu ialah substansi dari protein yang berasal dari material-material organik di saluran kemih, seperti membran sel. Fungsinya masih belum diketahui apakah merupakan suatu nidus (pusat pertumbuhan) atau dapat menambah perumbuhan batu yang terbentuk dari proses kristalisasi (Gray, et al, 2009). Kristal dan sel-sel epitel di saluran kemih akan saling berinteraksi dan menstimulasi kompleks sitokin pada respon seluler. Batu yang memiliki kompleks ini akan tumbuh melalui proses aglomerasi, menghasilkan kompleks benda padat yang terdiri dari kristal-kristal mineral dan komponen-komponen protein. (Gray, et al, 2009). Kristal-kristal yang telah terbentuk dapat melewati saluran kemih tanpa membentuk batu yang obstruktif. Terbentuknya batu yang dapat meretensi aliran urin dapat terjadi dari dua cara. Pertama, kristalisasi, agregasi, dan atau aglomerasi

11 14 terjadi di lumen saluran kemih dan retensi terjadi ketika batu cukup besar untuk terjebak di saluran kemih sebelum masuk ke lumen yang lebih besar pada saluran kemih bawah (free particle growth). Kedua, pertumbuhan kristal akan terjadi hanya ketika kristal yang telah tebentuk dari presipitasi urin di lumen lengket di epitel sistem saluran kemih (fixed particle) (Gray, et al, 2009). Pada konsentrasi komponen-komponen batu seperti kalsium, oksalat, dan fosfat, pada urin mengalami supersaturasi, maka pembentukan kristal akan terjadi. Akan tetapi, pembentukan ini dapat dicegah dengan adanya molekul-molekul inhibitor yang meningkatkan ambang batas kejenuhan untuk membentuk nukleus kristal ataupun menekan pertumbuhan atau agregasi kristal pembentuk batu. Begitu juga sebaliknya dengan promoter batu yang menstabilkan nukleus batu dengan menyediakan tempat pengikatan molekul-molekul nukleus batu sehingga batu lebih mudah terbentuk. Jadi, pembentukan batu dipengaruhi oleh molekul-molekul inhibitor dan promoter batu (Khai-Linh, dan Segura, 2007) Klasifikasi Batu di kandung kemih dapat diklasifikasikan menjadi batu migrant, batu primer (idiopatik), dan batu sekunder yang termasuk batu yang berhubungan dengan stasis urin, infeksi, dan benda asing. Batu Migrant atau batu yang berpndah ialah batu yang sudah terbentuk dari saluran kemih atas, kemudian mengalir masuk dan tertinggal di kandung kemih. Kebanyakan batu yang bermigrasi dari ureter ke kandung kemih berukuran lebih kecil dari 1 cm, dan mudah terlewatkan di urethra pada orang dewasa. Batu yang tertinggal berkaitan dengan ukuran bladder outlet yang kecil (pada anak-anak) atau BOO (Khai-Linh, dan Segura, 2007). Batu primer (idiopatik) merupakan batu endemik yang terbentuk pada anakanak tanpa adanya obstruksi, penyakit lokal, lesi neurologik, atau infeksi primer. Batu ini sering timbul pada bayi dan anak-anak dari keadaan sosioekonomi yang rendah terutama pada negara-negara Afrika Utara. Dehidrasi kronik, konsumsi

12 15 protein atau oksalat yang berlebih, dan defisiensi vitamin A, B1, B6 dan mineral Mg berkaitan dengan pembentukan batu (Khai-Linh, dan Segura, 2007). Batu sekunder ialah batu yang berkaitan dengan adanya penyakit lokal yang memicu terbentuknya batu. Batu sekunder ini paling sering dihubungkan dengan stasis urin atau infeksi saluran kemih berulang karena BOO dan neurogenik. Pasien dengan benda asing di saluran kemih juga beresiko terjadinya pembentukan batu (Khai-Linh, dan Segura, 2007) Gejala dan Diagnosis Sebagian besar batu pada kandung kemih tidak menimbulkan gejala (asymptomatic) dan ditemukan secara kebetulan. Gejala-gejala khas pada pasien batu kandung kemih ialah intermittency, nyeri ketika miksi, dan hematuria. Tingkatan rasa nyeri dapat bervariasi dan dapat diperburuk dengan adanya olahraga dan gerakan tiba-tiba. Rasa nyeri biasanya timbul di perut bagian bawah tetapi dapat menjalar hingga ke ujung penis, skrotum, atau perineum dan kadang-kadang bisa ke pinggang atau panggul. Aliran urin menjadi terganggu secara intermiten disertai dengan nyeri pada akhir miksi disebabkan oleh batu yang tersangkut di bladder neck. Rasa nyeri akan mereda dengan posisi telentang. Jika batu berukuran kecil, maka akan lewat spontan melalui uretra, sedangkan jika batu berukuran besar, akan menyebabkan retensi urin akut (Khai-Linh, dan Segura, 2007). Pemeriksaan batu kandung kemih tidak dapat dilakukan dengan pemeriksaan foto polos. Hal ini dikarenakan adanya bowel gas, bayangan jaringan lunak, dan karakteristik beberapa batu yang radiolucent. USG dapat dilakukan untuk mendeteksi batu radiolucent tetapi tidak untuk pasien dengan rekonstruksi saluran kemih. Cystoscopy merupakan pemeriksaan yang paling akurat untuk melihat apakah ada batu di dalam kandung kemih dan dapat digunakan untuk membantu pembedahan dengan identifikasi adanya pembesaran prostat, bladder diverticulum, ataupun striktur uretra untuk dikoreksi terlebih dahulu (Khai-Linh, dan Segura, 2007).

13 Batu Kandung Kemih dan Pembesaran Prostat Pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna telah diidentifikasi sebagai faktor utama dalam pembentukan batu kandung kemih, dan BPH merupakan kondisi tersering yang menyebabkan kondisi tersebut (Khai-Linh, dan Segura, 2007). Prostat yang membesar ketika sudah menonjol ke dalam kandung kemih (intravesical prostatic protrusion) akan menyumbat uretra pas prostatika sehingga mengurangi aliran urin yang dapat dikeluarkan. Hal ini dapat diketahui dengan penurunan flow rate maksimum (Qmax) pada pemeriksaan uroflowmetri (Kim, et al, 2014). Sebagian urin yang tidak dikeluarkan akan tersisa di dalam kandung kemih dan menjadi residual urin. Urin di kandung kemih akan menggenang atau mengalami stasis sehingga memudahkan kristal-kristal pembentuk batu untuk mengalami proses nukleasi dan agregasi di lumen kandung kemih, maupun di sel epitel pelapis kandung kemih. Batu kandung kemih yang disebabkan oleh obstruksi bladder outlet sering terjadi pada pria usia diatas 50 tahun. Batu yang berakibat dari obstruksi dapat terdiri dari asam urat, kalsium oksalat, atau magnesium ammonium fosfat jika terinfeksi (Khai-Linh, dan Segura, 2007). Jenis batu yang paling sering ditemukan dan berkaitan dengan BPH ialah batu asam urat (Shah, 2013). Batu kandung kemih tidak hanya disebabkan oleh faktor obstruksi. Terdapat faktor-faktor metabolik yang mempengaruhi terbentuknya batu di kandung kemih. Hal ini ditandai dengan penderita batu kandung kemih lebih didominasi oleh riwayat gangguan ginjal sebelumnya yang menyebabkan keadaan supersaturasi menjadi lebih tinggi (Childs, et al, 2012). Keadaan ini sewaktu-waktu dapat membentuk batu ginjal di saluran kemih atas yang dapat berpindah ke kandung kemih. Akan tetapi, penderita BPH secara radiologis tidak memungkinkan memiliki batu yang berasal dari saluran kemih atas. Hal ini dikarenakan terdapat perubahan lengkungan ureter yang melengkung ke atas sehingga membentuk gambaran seperti kail/ mata pancing (fish-hook appearance) pada pemeriksaan IVP (Mamoulakis, et al, 2010).

HUBUNGAN PEMBESARAN PROSTAT JINAK DENGAN KEJADIAN BATU KANDUNG KEMIH DI RSUP H ADAM MALIK TAHUN Oleh : MUHAMMAD REYHAN

HUBUNGAN PEMBESARAN PROSTAT JINAK DENGAN KEJADIAN BATU KANDUNG KEMIH DI RSUP H ADAM MALIK TAHUN Oleh : MUHAMMAD REYHAN HUBUNGAN PEMBESARAN PROSTAT JINAK DENGAN KEJADIAN BATU KANDUNG KEMIH DI RSUP H ADAM MALIK TAHUN 2012-2014 Oleh : MUHAMMAD REYHAN 120100129 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 HUBUNGAN

Lebih terperinci

Pengobatan Hipertrofi Prostat Non Operatif

Pengobatan Hipertrofi Prostat Non Operatif EDITORIAL Pengobatan Hipertrofi Prostat Non Operatif Shahrul Rahman* * Doktor Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Pendahuluan Kelenjar prostat adalah salah

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA PADA USIA ANTARA 50-59 TAHUN DENGAN USIA DIATAS 60 TAHUN PADA PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI DI RS. PKU (PEMBINA KESEJAHTERAAN UMAT) MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostate Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan menyebabkan pembesaran dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Benign Prostatic Hyperplasia atau lebih dikenal dengan singkatan BPH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Benign Prostatic Hyperplasia atau lebih dikenal dengan singkatan BPH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia atau lebih dikenal dengan singkatan BPH merupakan kelainanan adenofibromatoushyperplasia paling sering pada pria walaupun tidak mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia laki-laki yang terletak mengelilingi vesica urinaria dan uretra proksimalis. Kelenjar prostat dapat mengalami pembesaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Benigna prostatic hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, yang disebabkan hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benign Prostate Hyperplasia (BPH) 2.1.1. Pengertian BPH Menurut Anonim (2009) dalam Hamawi (2010), BPH secara umumnya dinyatakan sebagai Pembesaran Prostat Jinak. Maka jelas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Prostat Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul fibromuskuler, yang terletak disebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah salah satu penyakit degeneratif pria yang sering dijumpai, berupa pembesaran dari kelenjar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign prostatic hyperplasia (BPH) merupakan suatu pembesaran progresif pada kelenjar prostat pria dewasa yang bersifat non-malignan (WHO, 1999). Pembesaran prostat

Lebih terperinci

Epidemiologi Kanker Prostat PERTEMUAN 8 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes

Epidemiologi Kanker Prostat PERTEMUAN 8 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes Epidemiologi Kanker Prostat PERTEMUAN 8 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan tentang epidemiologi penyakit kanker prostat, riwayat alamiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperplasia prostat jinak (BP H) merupakan penyakit jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan pembesaran prostat jinak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) yaitu berupa pembesaran prostat atau hiperplasia prostat. Kelainan kelenjar prostat dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk

I. PENDAHULUAN. tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Angka harapan hidup penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan, hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pada tahun 2007, Badan Pusat

Lebih terperinci

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING Ginjal dilihat dari depan BAGIAN-BAGIAN SISTEM PERKEMIHAN Sistem urinary adalah sistem organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan urin. Pada manusia, sistem ini terdiri dari dua ginjal, dua ureter,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kelenjar Prostat a. Anatomi Kelenjar Prostat Kelenjar prostat merupakan kelenjar reproduksi tambahan pada pria. Kelenjar ini berbentuk seperti buah kemiri yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau tumor prostat jinak, menjadi masalah bagi kebanyakan kaum pria yang berusia di atas 50 tahun. BPH pada pria muncul tanpa ada

Lebih terperinci

BAB II HIPERPLASIA PROSTAT BENIGNA ANATOMI KELENJAR PROSTAT

BAB II HIPERPLASIA PROSTAT BENIGNA ANATOMI KELENJAR PROSTAT BAB I PENDAHULUAN Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring peningkatan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan, semakin meningkat pula kualitas hidup dan kesehatan masyarakat yang salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau disebut juga benign prostatic

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau disebut juga benign prostatic BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau disebut juga benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral prostat yang akan mendesak jaringan prostat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benigna Prostate Hiperplasi (BPH) merupakan kondisi patologis yang paling umum terjadi pada pria lansia dan penyebab kedua untuk intervensi medis pada pria diatas usia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau yang dikenal pembesaran prostat jinak sering ditemukan pada pria dengan usia lanjut. BPH adalah kondisi dimana terjadinya ketidakseimbangan

Lebih terperinci

Kelenjar Prostat dan Permasalahan nya.

Kelenjar Prostat dan Permasalahan nya. FORUM KESEHATAN Kelenjar Prostat dan Permasalahan nya. Pengantar Kalau anda seorang pria yang berusia diatas 40 tahun, mempunyai gejala2 gangguan kemih (kencing) yang ditandai oleh: Kurang lancarnya aliran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya semakin meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya semakin meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan penyakit tersering kedua di Indonesia setelah infeksi saluran kemih 1. Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prostat 2.1.1. Anatomi Prostat adalah organ genital yang hanya di temukan pada pria karena merupakan penghasil cairan semen yang hanya dihasilkan oleh pria. Prostat berbentuk

Lebih terperinci

Author : Bevi Dewi Citra, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed.

Author : Bevi Dewi Citra, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed. Author : Bevi Dewi Citra, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed.tk 0 BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH) Pendahuluan Kelenjar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang menyebabkan kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan Alatas, 1985).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka harapan hidup penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk Indonesia sebanyak

Lebih terperinci

Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan

Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan Apakah kanker Prostat itu? Kanker prostat berkembang di prostat seorang pria, kelenjar kenari berukuran tepat di bawah kandung kemih yang menghasilkan

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan biokimia dijelaskan sebagai penyakit pada pria tua dengan level serum testosteron di bawah parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah pentingnya dalam tubuh manusia. Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) 2.1.1. Definisi BPH adalah gangguan yang makroskopiknya ditandai dengan pembesaran dari kelenjar prostat dan histologisnya disebabkan oleh

Lebih terperinci

DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE

DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Definisi Inkontiensia Urine

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu dianggap berasal dari endoderm. Pertumbuhan dan. perkembangan normal bergantung kepada rangsang endokrin dan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu dianggap berasal dari endoderm. Pertumbuhan dan. perkembangan normal bergantung kepada rangsang endokrin dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Apapun yang dilakukan pemerintah tanpa kesadaran individu dan masyarakat

Lebih terperinci

Gambar 2.l. Anatomi Saluran Kemih

Gambar 2.l. Anatomi Saluran Kemih BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Sisfem Perkemihan Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, mempertahankan

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, mempertahankan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkemihan merupakan salah satu sistem yang tidak kalah pentingnya dalam tubuh manusia. Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesica urinaria

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Kelenjar Prostat Prostat merupakan organ yang terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang tersembunyi di bawah kandung kemih. Dalam keadaan normal, prostat

Lebih terperinci

SISTEM UROGENITALIA PENUNTUN PEMBELAJARAN TEHNIK PEMERIKSAAN PROSTAT DENGAN COLOK DUBUR

SISTEM UROGENITALIA PENUNTUN PEMBELAJARAN TEHNIK PEMERIKSAAN PROSTAT DENGAN COLOK DUBUR TEHNIK PEMERIKSAAN PROSTAT DENGAN COLOK DUBUR SISTEM UROGENITAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2017 1 TEKNIK PEMERIKSAAN PROSTAT DENGAN COLOK DUBUR TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Di United States, sekitar 14 juta laki-laki memiliki keluhan BPH.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Di United States, sekitar 14 juta laki-laki memiliki keluhan BPH. 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Di United States, sekitar 14 juta laki-laki memiliki keluhan BPH. Insidensnya akan meningkat sesuai dengan pertambahan usia, hanya beberapa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Batu kandung kemih merupakan manifestasi paling sering dari batu saluran kemih bagian bawah. Data terakhir menunjukkan prevalensinya mencapai 5% dari semua kasus batu saluran kemih.

Lebih terperinci

Modul: Batu Ureter. Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu untuk :

Modul: Batu Ureter. Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu untuk : Modul: Batu Ureter Mengembangkan kompetensi Sesi didalam kelas Sesi dengan fasilitas pembimbing Sesi praktek dan pencapaian kompetensi Waktu.. x 2 jam (classroom session).. minggu (coaching session) 12

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Indeks Massa Tubuh 2.1.1. Definisi Indeks Massa Tubuh Indeks massa tubuh (IMT) atau indeks Quetelet, ditemukan antara 1830 dan 1850 oleh seorang Belgia yang bernama Adolphe

Lebih terperinci

Kasus 1 (SGD 1,2,3) Pertanyaan:

Kasus 1 (SGD 1,2,3) Pertanyaan: Kasus 1 (SGD 1,2,3) Seorang wanita Ny. DA usia 32 tahun, pekerjaan ibu rumah tangga datang ke RS mengeluh nyeri pinggang kanan memberat sejak 2 bln sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Nyeri menjalar hingga

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. I DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: POST OPERASI BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH) HARI KE-0 DI RUANG FLAMBOYAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDANARANG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik individu sendiri, keadaan lingkungan

Lebih terperinci

Sistem Reproduksi Pria meliputi: A. Organ-organ Reproduksi Pria B. Spermatogenesis, dan C. Hormon pada pria Organ Reproduksi Dalam Testis Saluran Pengeluaran Epididimis Vas Deferens Saluran Ejakulasi Urethra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologis, dan radiologis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologis, dan radiologis BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Bersih Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasnya, air bersih adalah air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nefrolitiasis adalah sebuah material solid yang terbentuk di ginjal ketika zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit ini bagian

Lebih terperinci

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Tumor jinak pelvik Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Massa pelvik merupakan kelainan tumor pada organ pelvic yang dapat bersifat jinak maupun ganas Tumor jinak pelvik

Lebih terperinci

TESIS JOHANNES GURNING PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA AGUSTUS 2013

TESIS JOHANNES GURNING PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA AGUSTUS 2013 Hubungan Panjang Protrusi Prostat Intravesika dengan Ketebalan Otot Detrusor Buli-buli pada Pasien Benign Prostate Hyperplasia Diukur Menggunakan Ultrasonografi Transabdominal TESIS JOHANNES GURNING 0806361061

Lebih terperinci

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S Secara biologis pada masa usia lanjut, segala kegiatan proses hidup sel akan mengalami penurunan Hal-hal keadaan yang dapat ikut

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya. Insidens ISK tertinggi terjadi pada tahun

Lebih terperinci

Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH.

Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH. 2 Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH. BPH terjadi karena adanya ketidakseimbangan hormonal oleh proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di bawah dari buli-buli,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di bawah dari buli-buli, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelenjar Prostat 2.1.1 Anatomi Kelenjar Prostat Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di bawah dari buli-buli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI. BAB 4 HASIL Dalam penelitian ini digunakan 782 kasus yang diperiksa secara histopatologi dan didiagnosis sebagai apendisitis, baik akut, akut perforasi, dan kronis pada Departemen Patologi Anatomi FKUI

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

CONGINETAL URETHRAL DIVERTICULUM

CONGINETAL URETHRAL DIVERTICULUM CONGINETAL URETHRAL DIVERTICULUM Batasan Kongenital divertikel dari urethra atau biasa di sebut anterior urethral valve, adalah kelainan dengan adanya defek pada korpus spongiosum, defek ini menyebabkan

Lebih terperinci

KORELASI HIPERTROFI PROSTAT, UMUR DAN HIPERTENSI

KORELASI HIPERTROFI PROSTAT, UMUR DAN HIPERTENSI KARYA AKHIR KORELASI HIPERTROFI PROSTAT, UMUR DAN HIPERTENSI Oleh I MADE DARMAWAN No. Reg CHS : P 2401204012 Pembimbing Prof. Dr. Achmad M. Palinrungi,Sp.B, Sp.U Dr. Azwar Amir, Sp.U DR.Dr. Burhanuddin

Lebih terperinci

a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan

a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prostat 2.1.1. Embriologi Prostat Sistem organ genitalia atau reproduksi pria terdiri atas testis, epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan penis.

Lebih terperinci

PENYAKIT DEGENERATIF V I L D A A N A V E R I A S, M. G I Z I

PENYAKIT DEGENERATIF V I L D A A N A V E R I A S, M. G I Z I PENYAKIT DEGENERATIF V I L D A A N A V E R I A S, M. G I Z I EPIDEMIOLOGI WHO DEGENERATIF Puluhan juta ORANG DEATH DEFINISI Penyakit degeneratif penyakit yg timbul akibat kemunduran fungsi sel Penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Berkemih Reflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya bersifat otomatis. Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi berkemih, keadaan ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data. epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa pernah mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data. epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa pernah mengalami BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan kondisi klinis yang kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Batu Saluran Kemih Batu saluran kemih atau BSK adalah terbentuknya batu di saluran kemih yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang

Lebih terperinci

STRIKTURA URETRA Batasan Gejala dan Tanda Terapi / Tindakan

STRIKTURA URETRA Batasan Gejala dan Tanda Terapi / Tindakan STRIKTURA URETRA Batasan Striktur urethra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada dindingnya dengan berbagai kedalaman, densitas dan panjang fibrosis tergantung pada etiologi, luas operasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PEMBESARAN PROSTAT JINAK DENGAN GAMBARAN ENDAPAN URIN DI KANDUNG KEMIH PADA PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PEMBESARAN PROSTAT JINAK DENGAN GAMBARAN ENDAPAN URIN DI KANDUNG KEMIH PADA PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PEMBESARAN PROSTAT JINAK DENGAN GAMBARAN ENDAPAN URIN DI KANDUNG KEMIH PADA PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran CHAIRUNNISA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proporsi penduduk usia lanjut dewasa yang bertambah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Proporsi penduduk usia lanjut dewasa yang bertambah memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proporsi penduduk usia lanjut dewasa yang bertambah memiliki tantangan dalam mempertahankan derajat kesehatan, oleh karena disertai pula dengan peningkatan jumlah

Lebih terperinci

Nama lengkap : Dr. MOHAMMAD HENDRO MUSTAQIM. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara. Nama lengkap : SYAH MIRSAH WARLI, SpU

Nama lengkap : Dr. MOHAMMAD HENDRO MUSTAQIM. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara. Nama lengkap : SYAH MIRSAH WARLI, SpU Lampiran 1 Susunan Peneliti Peneliti Nama lengkap : Dr. MOHAMMAD HENDRO MUSTAQIM Pangkat/Gol/NIP : -/-/- Jabatan Fungsional : - Fakultas : Kedokteran Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Batu saluran kemih adalah dijumpainya batu di saluran kemih. Batu ini terbentuk dari kristal-kristal yang terpisah dari urin. Komposisi ini terjadi ketika konsentrasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mochtar. 2005). Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Mochtar. 2005). Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih (Fadlol & Mochtar. 2005). Penduduk

Lebih terperinci

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru O R G A N P E N Y U S U N S I S T E M E K S K R E S I K U L I T G I N J A L H A T I P A R U - P A R U kulit K ULIT K U L I T A D A L A H O R G A

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prostat 2.1.1. Anatomi Prostat adalah kelenjar eksokrin pada sistem reproduksi pria.prostat merupakan organ yang terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang tersembunyi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan dapat terbentuk pada ginjal. dan uretra (urethrolithiasis) (Basuki, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan dapat terbentuk pada ginjal. dan uretra (urethrolithiasis) (Basuki, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Batu saluran kemih (BSK) merupakan penyakit yang sering di Indonesia. BSK adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam

Lebih terperinci

BATU SALURAN KEMIH. Dr. Maimun Syukri, Sp.PD

BATU SALURAN KEMIH. Dr. Maimun Syukri, Sp.PD BATU SALURAN KEMIH Dr. Maimun Syukri, Sp.PD PENDAHULUAN BSK Masalah masa kini dan mendatang Batu kandung kemih Batu ginjal PATOGENESIS BSK Faktor Genetik Kurangnya faktor protektif Faktor biologis Perubahan

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Bladder Retention Training 1.1. Defenisi Bladder Training Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kreatinin Kreatinin adalah produk akhir metabolisme kreatin.keratin sebagai besar dijumpai di otot rangka, tempat zat terlibat dalam penyimpanan energy sebagai keratin fosfat.dalam

Lebih terperinci

LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA. Blok Urinary System

LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA. Blok Urinary System LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA Blok Urinary System Oleh: Kelompok 3 TRIGGER JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 Ny Sophia, usia 34 tahun, datang ke klinik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS TINJAUAN TEORI 1. Definisi Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hyperplasia beberapa atau

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah salah satu penyakit degeneratif pria yang sering dijumpai, berupa pembesaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma prostat ialah keganasan pada laki-laki yang sangat sering didapat. Angka kejadian diduga 19% dari semua kanker pada pria dan merupakan karsinoma terbanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked

Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked Authors : Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed.tk 0 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 Konstipasi secara umum didefinisikan sebagai gangguan defekasi yang ditandai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau kedua ginjal akibat obstruksi. Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir

Lebih terperinci

Biologi Ginjal dan Saluran Kemih

Biologi Ginjal dan Saluran Kemih Biologi Ginjal dan Saluran Kemih DEFINISI Dalam keadaan normal, manusia memiliki 2 ginjal. Setiap ginjal memiliki sebuah ureter, yang mengalirkan air kemih dari pelvis renalis (bagian ginjal yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit batu saluran kemih merupakan penyakit yang banyak di derita oleh masyarakat, dan menempati urutan ketiga dari penyakit di bidang urologi disamping infeksi

Lebih terperinci

Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si LOGO

Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si LOGO Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si darma_erick77@yahoo.com LOGO Proses Pengeluaran Berdasarkan zat yang dibuang, proses pengeluaran pada manusia dibedakan menjadi: Defekasi: pengeluaran zat sisa hasil ( feses

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi Manusia

Sistem Ekskresi Manusia Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu

Lebih terperinci

PERUBAHAN SELAMA KEHAMILAN

PERUBAHAN SELAMA KEHAMILAN PERUBAHAN SELAMA KEHAMILAN 1. Perubahan Fungsi Perubahan Hormonal Perubahan Mekanikal Pembesaran uterus yang menyebabkan tekanan organ, payudara menyebabkan perubahan postur dan posisi tubuh 2. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prolaps organ panggul (POP) adalah turun atau menonjolnya dinding vagina ke dalam liang vagina atau sampai dengan keluar introitus vagina, yang diikuti oleh organ-organ

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci