BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Kelenjar Prostat Prostat merupakan organ yang terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang tersembunyi di bawah kandung kemih. Dalam keadaan normal, prostat mempunyai berat 20 gram dan panjang 2,5 cm yang terletak pada uretra posterior. Di bagian depan prostat disokong oleh ligamentum prostatik dan di bagian belakang oleh diafragma urogenital. Dalam klasifikasi of Lowsley, prostat terdiri dari 5 lobus yaitu anterior, posterior, median, lateral kanan, dan lateral kiri. Sedangkan menurut McNeal, prostat terbagi atas zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona anterior, dan zona preprostatik sfingter (Tanagho, 2004). Gambar 2.1. Kelenjar Prostat Normal (Deters, 2011) Vaskularisasi pada prostat berasal dari arteri dan vena. Arteri vesikal inferior, arteri pudendal interna, dan arteri hemoroid menyuplai darah ke prostat. Sedangkan vena dari prostat akan berlanjut ke pleksus periprostatik yang terhubung dengan vena dorsal dalam dari penis dan vena iliaka interna (Tanagho, 2004). Persarafan pada prostat didapat dari inervasi simpatis dan parasimpatis dari pleksus prostatikus. Pleksus prostatikus menerima masukan serabut simpatis dari nervus hipogastrikus (T10-L2) dan parasimpatis dari korda spinalis (S2-4). Stimulasi simpatis menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke uretra posterior seperti saat

2 ejakulasi, sedangkan rangsangan parasimpatis meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat (Purnomo, 2009). Kelenjar prostat mengeluarkan cairan basa yang menyerupai susu untuk menetralisir keasaman vagina selama senggama dan meningkatkan motilitas sperma yang optimum pada ph 6,0 sampai 6,5 (Setiadi, 2007). Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat (Purnomo, 2009) Histologi Kelenjar Prostat Prostat merupakan suatu kumpulan kelenjar tubuloalveolar yang bercabang. Duktusnya bermuara ke dalam uretra pars prostatika. Prostat mempunyai tiga zona yang berbeda. Pertama adalah zona sentral yang meliputi 25% dari volume kelenjar. Kedua adalah zona perifer yang meliputi 70% dari volume kelenjar dan merupakan tempat predileksi timbulnya kanker prostat. Ketiga adalah zona transisional yang merupakan tempat asal sebagian besar hiperplasia prostat jinak (Junqueira, 2007). Kelenjar tubuloalveolar prostat dibentuk oleh epitel bertingkat silindris atau kuboid. Stroma fibromuskular mengelilingi kelenjar-kelenjar. Prostat dikelilingi suatu simpai fibroelastis dengan otot polos. Septa dari simpai ini menembus kelenjar dan membaginya dalam lobus-lobus yang tidak berbatas tegas pada orang dewasa (Junqueira, 2007).

3 Gambar 2.2. Histologi Kelenjar Prostat Normal (School of Anatomy and Human Biology, 2009) 2.3. Tumor Jinak Prostat Epidemiologi BPH adalah tumor jinak prostat yang sering dialami pada pria. Pada BPH terjadi proliferasi elemen epitel dan stroma yang menyebabkan prostat membesar (Kumar, 2007). Frekuensi kejadian BPH meningkat secara progresif seiring usia mulai dari umur tahun (20%), tahun (50%), hingga mencapai 90% pada usia 80 tahun ke atas (Presti, 2004) Faktor Resiko Faktor resiko kejadian BPH masih belum diketahui. Dalam beberapa penelitian dikatakan bahwa predisposisi genetik dan perbedaan ras memungkinkan untuk terjadinya BPH. Tetapi yang pasti jenis kelamin pria, usia, testosteron, dan faktor pertumbuhan merupakan faktor resiko yang dapat menyebabkan BPH (Presti, 2004) Etiopatogenesis Etiologi BPH masih belum sepenuhnya dipahami, namun bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa androgen dan estrogen berperan sinergis dalam

4 pembentukannya (Presti, 2004; Purnomo, 2009). Ada beberapa teori yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat antara lain : 1. Teori dihidrotestosteron Dihidrotestosteron (DHT) suatu androgen yang berasal dari testosterone melalui kerja 5α-reduktase dan metabolitnya 3α-androstanediol merupakan hormon pemicu utama terjadinya proliferasi kelenjar dan stroma pada pasien BPH. DHT berikatan dengan reseptor pada nukleus dan pada gilirannya merangsang sintesis DNA, RNA, faktor pertumbuhan, dan protein sitoplasma lainnya yang kemudian menyebabkan hiperplasia (Purnomo, 2009). 2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron Pada usia lanjut, kadar testosteron menurun sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen-testosteron relatif meningkat. Estrogen pada prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat. Akibatnya sel-sel prostat mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar (Purnomo, 2009). 3. Interaksi stroma-epitel Sel-sel stroma mendapat stimulasi dari DHT dan estradiol yang kemudian akan menstimulasi faktor pertumbuhan sehingga mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri dan sel epitel. Stimulasi itu menyebabkan proliferasi sel-sel stroma maupun epitel yang mengakibatkan hiperplasia prostat (Purnomo, 2009). 4. Berkurangnya kematian sel prostat Sampai sekarang belum dapat dijelaskan dengan pasti. Tapi diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel (apoptosis), estrogen mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, dan faktor

5 pertumbuhan TGF-β berperan dalam proses ini. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat (Purnomo, 2009). 5. Teori sel stem Sel stem mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif sehingga mampu mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis. Kehidupan sel ini dipengaruhi oleh keberadaan hormon androgen. Kadar androgen yang meningkat menyebabkan ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi sel stroma maupun epitel yang berlebihan (Purnomo, 2009). Dari beberapa teori di atas, ada juga teori yang menyatakan bahwa hormon testosteron dianggap mempengaruhi bagian tepi prostat sedangkan estrogen mempengaruhi bagian tengah prostat. Ketidakseimbangan hormon ini membuat pertumbuhan yang abnormal pada salah satu bagian dari lobus prostat (Aritonang, 2007). Akibat dari hiperplasia prostat, resistensi pada uretra akan meningkat sehingga menyebabkan aliran urin menjadi lebih lambat (Presti, 2004) Gejala Klinis Gejala klinis BPH terjadi pada hanya sekitar 10% pria yang mengalami kelainan ini. Karena hiperplasia nodular terutama mengenai bagian dalam prostat, manifestasinya yang tersering adalah gejala saluran kemih bawah atau Lower Urinary Track Syndrome (LUTS). Gejala tersebut terdiri atas obstruksi dan iritasi. Sulit memulai aliran urine (hesitancy), pancaran kencing yang lemah (weak stream), kencing tidak lampias (incomplete emptying), mengedan saat kencing (straining), dan kencing terputus-putus (intermittency) termasuk dalam gejala obstruktif. Sedangkan tidak dapat menunda kencing (urgency), sering kencing (frequency), dan kencing di malam hari (nocturia) tergolong dalam gejala iritasi (Kumar, 2007).

6 Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis BPH diperlukan beberapa tindakan seperti : 1. Anamnesis Hal yang perlu ditanyakan pada pasien adalah usia dan gejala-gejala yang dialami pasien seperti pada gejala klinis. Sistem skoring diperlukan untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pasien yg diisi secara subjektif. Sistem skoring yang digunakan adalah Skor Internasional Gejala Prostat atau International Prostate Symptom Score (IPSS) (Presti, 2004; Purnomo, 2009). Gambar 2.3. Skor IPSS (Tanagho, 2004) 2. Pemeriksaan fisik

7 a. Kandung kemih Pada pemeriksaan didapati kandung kemih terisi penuh dan teraba massa akibat retensi urin (Purnomo, 2009). b. Colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE) Pada pemeriksaan DRE didapati prostat teraba membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul, menonjol ke dalam rektum (Presti, 2004; Purnomo, 2009). 3. Pemeriksaan laboratorium a. Darah lengkap Komponen yang diperiksa antara lain ureum, kreatinin, elektrolit, BUN, dan gula darah (Presti, 2004; Purnomo, 2009). b. Urin Dilakukan kultur urin dan sensitivitas untuk melihat kemungkinan infeksi (Presti, 2004; Purnomo, 2009). c. Pemeriksaan Prostate Spesific Antigen (PSA) Pemeriksaan PSA ditujukan pada pasien yang memiliki resiko BPH. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai skreening untuk deteksi dini kanker prostat (Presti, 2004; Deters, 2011). 4. Pemeriksaan pencitraan a. Foto polos abdomen (Buik Nier Overzich, BNO) Foto polos abdomen digunakan untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu atau kalkulosa prostat, dan kadang dapat menunjukkan bayangan kandung kemih yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari suatu retensi urin (Purnomo, 2009). b. Intravenous Pyelography (IVP) IVP digunakan untuk melihat kemungkinan adanya hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat (pendesakan kandung kemih oleh kelenjar

8 prostat), dan penyulit-penyulit yang lain. Pemeriksaan IVP sekarang tidak direkomendasikan pada BPH (Presti, 2004; Purnomo, 2009). c. Transrectal Ultrasound (TRUS) TRUS digunakan untuk mengetahui volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah residu urin, dan mencari kelainan lain yang mungkin ada di dalam kandung kemih (Purnomo, 2009). d. Ultrasonografi transabdominal Ultrasonografi transabdominal digunakan untuk mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama (Purnomo, 2009). e. Sistografi Sistografi digunakan bila terdapat hematuria atau kemungkinan terdapat tumor (Presti, 2004; Purnomo, 2009). f. CT-scan / MRI jarang digunakan (Presti, 2004; Purnomo, 2009). 5. Pemeriksaan lain a. Uroflowmetri Uroflowmetri digunakan untuk pemeriksaan derajat obstruksi prostat. Dari uroflowmetri dapat diketahui lawa waktu miksi (voiding time), lama pancaran (flow time), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum (time to max flow), pancaran maksimum (max flow rate), ratarata pancaran (average flow rate), dan volume urin yang keluar sewaktu miksi (voided volume) (Purnomo, 2009). b. Pemeriksaan volume residu urin Tindakan ini dilakukan dengan memasang kateter dengan batas indikasi 100 cc (Purnomo, 2009).

9 Dalam jurnal Epidemiology and Natural History of Prostatic Diseases (2004) dinyatakan bahwa untuk mendiagnosis BPH pada saat ini tidaklah mudah. Banyak pasien mengalami gejala sedang LUTS, tapi tidak diikuti dengan pembesaran prostat yang bermakna dan kondisi miksi normal sewaktu dilakukan pemeriksaan uroflowmetri. Ini dibuktikan oleh hasil survei yang dilakukan oleh peneliti di Hokaido. Persentase pria dengan gejala LUTS sedang atau berat pada usia tahun (40%), tahun (52%), tahun (63%). Persentase pria dengan pancaran maksimum (Qmax) 10 ml/detik atau kurang pada usia tahun (6%), tahun (19%), tahun (42%). Persentase pria dengan pembesaran prostat (volume prostat > 20 cc) pada tahun (34%), tahun (39%), tahun (38%). Dengan parameter di atas, maka persentase pria yang mengalami ketiga kriteria tersebut pada tahun (6%), tahun (6%), tahun (12%) (Tsukamoto, 2004). Di sisi lain, pasien yang mengalami BPH akan mengalami penurunan kualitas hidup. Umumnya disebabkan karena tidak mampu menahan miksi dan miksi di malam hari. Dalam jurnal Epidemiology of Prostate Cancer and Benign Prostatic Hyperplasia (2009) disebutkan sekitar 12,5 % dari pria memiliki frekuensi miksi 11 kali atau lebih per hari dan 16,7 % terbangun untuk miksi 3 kali atau lebih saat malam hari (Suzuki, 2009) Penatalaksanaan Tujuan terapi pada pasien BPH adalah untuk memperbaiki keluhan miksi, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi obstruksi infravesika, mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, mengurangi volume residu urin setelah miksi, dan mencegah progresifitas penyakit. Pilihan terapi tergantung dari hasil skor IPSS pasien (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

10 1. Watchful waiting Pilihan terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS di bawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat terapi apapun karena dapat sembuh sendiri dan diberi penjelasan mengenai semua hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, seperti jangan mengkomsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, kurangi komsumsi kopi atau coklat (mengiritasi kandung kemih), batasi penggunaan obat flu yang mengandung fenilpropanolamin, kurangi makanan pedas dan asin, serta jangan menahan kencing terlalu lama. Selain itu pasien juga diminta untuk datang kontrol secara periodik setelah 6 bulan untuk mengevaluasi keluhannya sambil dilakukan pemeriksaan uroflowmetri dan volume residu urin (Presti, 2004; Purnomo, 2009). 2. Medikamentosa Pilihan terapi medikamentosa ditujukan untuk pasien dengan skor IPSS Obat-obatan yang dapat digunakan antara lain : a. Penghambat reseptor adrenergik-α1 (α1 adrenergic blocker) Tujuannya adalah untuk mengurangi resistensi otot polos prostat. Awalnya obat yang digunakan adalah golongan non selektif (fenoksibenzamine) yang mampu memperbaiki laju pancaran dan mengurangi keluhan miksi. Tetapi obat ini menyebabkan komplikasi sistemik sehingga tidak disenangi oleh pasien. Kemudian ditemukan obat penghambat adrenergik α1 yang punya waktu paruh pendek (prazosin) dan panjang (tetrazosin, doxazosin). Golongan penghambat adrenergik α1a (tamsulosin) sangat selektif terhadap otot polos prostat (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

11 Tabel 2.1. Klasifikasi terapi medikamentosa beserta dosisnya Klasifikasi Dosis Oral Alpha blockers Nonselektif Phenoxybenzamine 10 mg 2 x sehari Alpha-1, short-acting Prazosin 2 mg 2 x sehari Alpha-1, long-acting Terazosin 5 atau 10 mg sehari Doxazosin 4 or 8 mg sehari Alpha-1a selectif Tamsulosin 0,4 atau 0,8 mg sehari (Presti, 2004) b. Penghambat 5α-reduktase Tujuannya adalah untuk mengurangi volume prostat dengan cara menurunkan kadar DHT. Obat ini (finasteride) menghambat pembentukan DHT dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5α reduktase di dalam sel-sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Pemberian obat ini 5 mg sehari selama 6 bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28% dan memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Finasteride mempunyai efek samping antara lain penurunan libido, penurunan volume ejakulasi, dan impotensi. Kombinasi finasteride dengan penghambat reseptor adrenergik α lebih baik daripada obat tunggal (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

12 c. Fitoterapi Terapi ini menggunakan beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu untuk memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, namun data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, dan masih banyak lainnya (Presti, 2004; Purnomo, 2009). 3. Operasi Pilihan operasi ditujukan untuk pasien dengan skor IPSS Penyelesaian masalah hiperplasia prostat jangka panjang yang paling baik saat ini adalah pembedahan. Indikasi pembedahan ditujukan pada pasien BPH yang tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa, mengalami retensi urin, infeksi saluran kemih berulang, hematuria, gagal ginjal, dan timbul batu saluran kemih atau penyulit lainnya akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah. (Presti, 2004; Purnomo, 2009). Tindakan pembedahan tersebut antara lain : a. Transuretral Resection of the Prostate (TURP) TURP merupakan gold standart dan operasi yang paling banyak dikerjakan di seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat menggunakan cairan pembilas agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang sering dipakai adalah H2O steril (aquades) karena tidak menyebabkan hantaran listrik saat operasi dan harganya cukup murah (Presti, 2004; Purnomo, 2009). b. Transurethral Incision of the Prostate (TUIP) Teknik ini dilakukan dengan cara melakukan dua insisi dengan pisau Collins pada posisi jam 5 dan 7. Insisi diawali dari distal ke orificium uretra dan keluar melalui verumontanum (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

13 c. Prostatektomi terbuka Prostatektomi terbuka dilakukan pada keadaan prostat yang sangat besar (>100 gram). Tindakan ini dapat dilakukan melalui pendekatan suprapubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin) (Presti, 2004; Purnomo, 2009). d. Laser prostatektomi Teknik ini dianjurkan pada pasien yang memakai terapi antikoagulan dalam jangka waktu lama dan tidak mungkin dilakukan tindakan TURP karena kesehatannya. Tindakan ini lebih sedikit menimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis, dan penyembuhan lebih cepat. Akan tetapi terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% tiap tahunnya. Selain itu tidak diperolehnya jaringan untuk pemeriksaan patologi, sering menimbulkan disuria pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung miksi spontan setelah operasi, dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP merupakan komplikasi yang dapat terjadi dari tindakan ini (Presti, 2004; Purnomo, 2009). 4. Tindakan invasif minimal Tindakan ini terutama ditujukan untuk pasien yang mempunyai resiko tinggi terhadap pembedahan. Tindakan tersebut antara lain : a. Termoterapi Teknik ini direkomendasikan untuk pasien yang memliki prostat ukuran kecil. Pemanasan dengan gelombang mikro pada frekuensi Mhz yang dipancarkan melalui antena yang diletakkan dalam uretra menyebabkan destruksi jaringan pada zona transisional karena nekrosis koagulasi (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

14 b. Transurethral Needle Ablation of the prostate (TUNA) Teknik ini menggunakan kateter yang dimasukkan ke dalam uretra melalui sistokopi dengan pemberian anestesi topical xylocaine sehingga jarum yang terletak pada ujung kateter terletak pada kelenjar prostat. Kateter ini dihubungkan dengan generator yang dapat membangkitkan energy panas sampai 100ºC sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat (Presti, 2004; Purnomo, 2009). c. High Intensity Focused Ultrasound (HIFU) Teknik ini menggunakan alat yang diletakkan transrektal dan difokuskan ke kelenjar prostat. Energi panas yang berasal dari gelombang ultrasonografi dari transduser piezokeramik dengan frekuensi 0,5-10 Mhz akan dipancarkan melalui alat ini sehingga menimbukan nekrosis pada prostat (Presti, 2004; Purnomo, 2009). d. Stent Alat ini ditujukan untuk pasien yang tidak mungkin menjalani operasi karena resiko pembedahan yang cukup tinggi. Stent ini dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat dan dapat dipasang selama 6-36 bulan. Pemasangan stent ini tidak menyebabkan reaksi dengan jaringan karena terbuat dari bahan yang tidak diserap serta dapat dipasang atau dilepas kembali secara endoskopi (Presti, 2004; Purnomo, 2009) Prognosis Prognosis BPH berubah-ubah dan tidak bisa diprediksi tiap individu. BPH yang tidak diterapi akan menunjukkan efek samping yang merugikan pasien itu sendiri seperti retensi urin, insufisiensi ginjal, infeksi saluran kemih yang berulang, dan hematuria (Deters, 2011).

15 2.4. Tumor Ganas Prostat Epidemiologi Kanker prostat menempati peringkat kedua sebagai penyebab tersering kematian terkait kanker pada laki-laki berusia lebih dari 50 tahun, di bawah kanker paru. Seperti halnya pada BPH, insidensi kanker prostat meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Kanker prostat yang laten lebih sering terjadi daripada yang menimbulkan gejala klinis, dengan frekuensi keseluruhan lebih dari 50% pada lakilaki berusia lebih dari 80 tahun. Kanker ini jarang menyerang pria sebelum berusia 45 tahun (Presti, 2004; Elatar, 2008; Purnomo, 2009) Faktor Resiko Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kanker prostat antara lain : 1. Usia Usia terjadinya kanker prostat dimulai dengan frekuensi kecil pada usia dewasa muda dan meningkat > 90% pada usia 90 tahun (Presti, 2004; Vulfovich, 2008). 2. Ras Kanker prostat lebih sering terjadi pada ras afrika amerika yang berkulit hitam (65%) daripada ras kaukasoid yang berkulit putih (Presti, 2004; Vulfovich, 2008). 3. Riwayat keluarga Kemungkinan untuk menderita kanker prostat menjadi dua kali jika saudara laki-laki menderita penyakit ini. Kemungkinannya naik menjadi lima kali lipat jika ayah dan saudaranya juga menderita. Ini menunjukkan adanya faktor genetika yang melandasi terjadinya kanker prostat (Vulfovich, 2008; Purnomo, 2009). 4. Pengaruh hormon Peningkatan kadar testosteron bisa meningkatkan resiko terjadinya kanker prostat dan sebaliknya hormon androgen atau pemberian estrogen bisa menghambat timbulnya penyakit ini. Namun peran pasti hormon ini dalam

16 patogenesis kanker prostat masih belum dipahami sepenuhnya (Kumar, 2007; Vulfovich, 2008). 5. Lingkungan Peningkatan frekuensi kanker prostat terjadi di lingkungan industri tertentu dan perbedaan geografik insidensi penyakit yang signifikan. Kanker prostat cukup sering ditemukan di negara Skandinavia dan relatif jarang di negara Asia tertentu. Laki-laki yang bermigrasi dari daerah beresiko rendah ke daerah beresiko tinggi tetap kurang beresiko mengidap kanker prostat, sedanglkan generasi berikutnya memiliki resiko sedang (Kumar, 2007). 6. Diet Diet tinggi lemak diduga meningkatkan kejadian kanker prostat. Kebiasaan merokok dan paparan bahan kimia cadmium (Cd) yang banyak terdapat pada alat listrik dan baterei berhubungan erat dengan timbulnya kanker prostat (Presti, 2004; Kumar, 2007; Purnomo, 2009) Patologi Jenis histopatologis kanker prostat sebagian besar adalah adenokarsinoma. Sekitar 60-70% terdapat pada zona perifer, 10-20% pada zona transisional, dan 5-10% pada zona sentral (Presti, 2004; Purnomo, 2009). Karena letaknya di perifer, kemungkinan kanker prostat menyebabkan obstruksi uretra pada tahap awal biasanya lebih kecil daripada hiperplasia nodular. Lesi awal biasanya tampak sebagai massa berbatas tidak jelas tepat di bawah kapsul prostat. Pada permukaan potongan, fokus kanker muncul sebagai lesi padat, abu-abu putih sampai kuning, yang menginfiltrasi kelenjar di sekitarnya dengan lesi kabur. Penyebaran secara limfogen melalui kelenjar limfe pada daerah pelvis menuju kelenjar limfe retroperitoneal dapat terjadi terjadi sejak awal dan penyebaran secara hematogen melalui vena vertrebalis menuju tulang-tulang pelvis, femur sebelah proksimal, vertebra lumbalis, kosta, paru, hati, dan otak terjadi pada kanker tahap lanjut. Invasi ke rektum lebih jarang terjadi karena adanya fasia denonviliers, yaitu

17 lapisan jaringan ikat yang memisahkan struktur genitourinaria bawah dari rektum yang menghambat pertumbuhan tumor ke arah posterior (Kumar, 2007; Purnomo, 2009). Kelenjar pada kanker prostat tidak dikelilingi oleh sel stroma atau kolagen tetapi terletak berdempetan dan tampak menyalip secara tajam menembus stroma di sekitarnya. Kelenjar di sekitar karker prostat invasif sering mengandung fokus atipia sel atau neoplasia intraepitel prostat (Prostatic Intraepithelial Neoplasia, PIN). PIN diperkirakan merupakan prekursor kanker prostat karena sering terdapat bersamaan dengan kanker infiltratif. PIN dapat dibagi menjadi PIN derajat tinggi (HGPIN) dan PIN derajat rendah (LGPIN). HGPIN sering memperlihatkan perubahan molekuler yang sama dengan kanker invasif (50-80% dari kasus), sedangkan LGPIN dianggap sebagai bentuk intermediate antara jaringan normal dan jaringan ganas (20% dari kasus). HGPIN merupakan temuan patologis yang paling sering dijumpai dan insidensinya meningkat seiring dengan pertambahan usia. Oleh karena itu jika pada hasil biopsi pasien menunjukkan hanya HGPIN, maka dilakukan biopsi ulang untuk memastikan ada atau tidaknya kanker invasif tersebut (Presti, 2004; Kumar, 2007; Nieder, 2008) Gejala Klinis Pasien kanker prostat stadium dini seringkali tidak menunjukkan gejala atau tanda klinis. Tanda-tanda itu biasanya muncul setelah kanker berada pada stadium lanjut. Keluhan sulit miksi, nyeri saat miksi, atau hematuria menandakan bahwa kanker telah menekan uretra. Kanker prostat yang sudah bermetastasis ke tulang dapat memberikan gejala nyeri tulang, fraktur pada tempat metastase, atau kelainan neurologis jika metastasis pada tulang vertebra (Presti, 2004; Purnomo, 2009) Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis kanker prostat diperlukan beberapa pemeriksaan seperti :

18 1. Digital Rectal Examination (DRE) Pada pemeriksaan DRE dapat diraba nodul yang keras dan ireguler. Pada stadium dini sulit mendeteksi kanker prostat melalui DRE sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan TRUS (Presti, 2004; Purnomo, 2009). 2. Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium bisa didapatkan hasil azotemia (obstuksi bilateral ureter), anemia (metastase), peningkatan serum amilase (metastase tulang), dan serum asam phosphatase (Kumar, 2007; Purnomo, 2009). 3. Penanda tumor Penanda tumor yang sering digunakan adalah PSA yaitu suatu enzim proteolitik 33-kD yang dihasilkan oleh sitoplasma sel prostat dan berperan dalam meningkatkan motilitas sperma dengan mempertahankan sekresi seminalis dalam keadaan cair. PSA berguna untuk melakukan deteksi dini adanya kanker prostat dan evaluasi lanjutan setelah terapi kanker prostat. Range standar PSA 0,0-4,0 ng/ml. Walaupun sel kanker menghasilkan lebih banyak PSA, tetapi makna diagnostiknya dapat sangat meningkat jika digunakan bersama prosedur lain (Kumar, 2007; Ayyathurai, 2008; Purnomo, 2009). 4. Pemeriksaan pencitraan Sekitar 60-70% kanker prostat terdeteksi melalui pemeriksaan TRUS dengan gambaran hypoechoic. CT-scan digunakan jika dicurigai adanya metastase pada limfanodi. MRI digunakan dalam menentukan luas ekstensi tumor ke ekstakapsuler atau ke vesikula seminalis (Purnomo, 2009; Amendola, 2008). 5. Biopsi prostat Indikasi tindakan ini adalah pada peningkatan serum PSA atau DRE abnormal. Pengambilan contoh jaringan pada area yang dicurigai keganasan melalui biopsi aspirasi dengan jarum halus (BAJAH) dengan bantuan TRUS (Presti, 2004; Purnomo, 2009; Kava, 2008).

19 Derajat Diferensiasi Sel dan Stadium Derajat diferensiasi sel yang sering digunakan adalah sistem Gleason. Sistem ini didasarkan atas pola perubahan arsitektur dari kelenjar prostat yang dilihat secara makroskopik dengan pembesaran rendah ( kali). Dari pengamatan dibedakan dua jenis pola tumor, yaitu pola ekstensif (primary pattern) dan pola tidak ekstensif (secondary pattern). Kedua tingkat itu dijumlahkan sehingga menjadi grading dari Gleason (Presti, 2004; Purnomo, 2009). Tabel 2.2. Derajat Diferensiasi Kanker Prostat Menurut Gleason Grade Tingkat Histopatologi 2-4 Diferensiasi baik 5-7 Diferensiasi sedang 8-10 Diferensiasi buruk (Purnomo, 2009) Tingkat infiltrasi dan penyebaran tumor disusun berdasarkan sistem TNM (hasil dari DRE dan TRUS). Tabel 2.3. Sistem Staging TNM Untuk Kanker Prostat T Tumor Primer Tx Tidak dapat dinilai T0 Tidak ada tanda tumor primer Tis Karsinoma in situ (PIN) T1a Keterlibatan 5% jaringan TURP, DRE normal T1b Keterlibatan >5% jaringan TURP, DRE normal T1c Terdeteksi dari pemeriksaan PSA, DRE dan TRUS normal T2a Tumor teraba melalui DRE atau terlihat melalui TRUS pada satu lobus, terbatas di prostat T2b Tumor teraba melalui DRE atau terlihat melalui TRUS pada dua lobus, terbatas di prostat T3a Perluasan ekstrakapsular pada satu atau kedua lobus

20 T3b Invasi ke vesikula seminalis T4 Tumor meluas ke leher kandung kemih, sfingter, rektum, otot levator, atau dasar panggul N Kelenjar getah bening regional (obrurator, iliaka interna, iliaka eksterna, kelenjar getah bening presakral) Nx Tidak dapat dinilai N0 Tidak ada metastasis ke kelenjar getah bening regional N1 Metastasis ke kelenjar getah bening regional atau nodul M Distant metastasis Mx Tidak dapat dinilai M0 Tidak ada metastasis jauh M1a Metastasis ke kelenjar getah bening jauh M1b Metastasis ke tulang M1c Metastasis jauh lainnya (Presti, 2004) Tabel 2.4. Stadium Untuk Kanker Prostat Stadium I T1a N0 M0 G1 T1a N0 M0 G2,3,4 T1b N0 M0 Semua G Stadium II T1c N0 M0 Semua G T1 N0 M0 Semua G T2 N0 M0 Semua G Stadium III T3 N0 M0 Semua G T4 N0 M0 Semua G Stadium IV Semua T N1 M0 Semua G Semua T Semua N M1 Semua G (Akins, 2008)

21 Penatalaksanaan Tindakan yang dilakukan terhadap pasien kanker prostat tergantung pada stadium, umur harapan hidup, dan derajat diferensiasi (Presti, 2004; Purnomo, 2009). 1. Observasi Ditujukan untuk pasien dalam stadium T1 dengan umur harapan hidup kurang dari 10 tahun. 2. Prostatektomi radikal Ditujukan untuk pasien yang berada dalam stadium T1-2 N0 M0. Tindakan ini berupa pengangkatan kelenjar prostat bersama dengan vesikula seminalis. Beberapa penyulitnya antara lain perdarahan, disfungsi ereksi, dan inkontinensia. 3. Radiasi Ditujukan untuk pasien tua atau pasien dengan tumor loko-invasif dan tumor yang telah mengalami metastasis. Pemberian radiasi eksterna biasanya didahului dengan limfadenektomi. 4. Terapi hormonal Jenis obat untuk terapi hormonal antara lain estrogen (anti androgen), LHRH agonis (kompetisi dengan LHRH), antiandrogen non steroid (menghambat sintesis dan aktivitas androgen), dan blokade androgen total (menghilangkan sumber androgen dari testis maupun dari kelenjar suprasternal) Prognosis Indikator yang paling penting untuk prognosis kanker prostat adalah sistem Gleason, tingkat volume tumor, dan adanya penetrasi kapsul atau positif marjin pada saat prostatektomi. HGPIN dan grading Gleason 4 dan 5 berkaitan dengan temuan patologi yang merugikan pasien. Sebaliknya LGPIN bisa juga menyebabkan prognosis yang buruk (Krupski, 2012). Lebih dari 90% pasien dengan lesi stadium T1 atau T2 bertahan hidup 10 tahun atau lebih (Kumar, 2007).

Pengobatan Hipertrofi Prostat Non Operatif

Pengobatan Hipertrofi Prostat Non Operatif EDITORIAL Pengobatan Hipertrofi Prostat Non Operatif Shahrul Rahman* * Doktor Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Pendahuluan Kelenjar prostat adalah salah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prostat 2.1.1. Anatomi Prostat adalah kelenjar eksokrin pada sistem reproduksi pria.prostat merupakan organ yang terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang tersembunyi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia laki-laki yang terletak mengelilingi vesica urinaria dan uretra proksimalis. Kelenjar prostat dapat mengalami pembesaran

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA PADA USIA ANTARA 50-59 TAHUN DENGAN USIA DIATAS 60 TAHUN PADA PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI DI RS. PKU (PEMBINA KESEJAHTERAAN UMAT) MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma prostat ialah keganasan pada laki-laki yang sangat sering didapat. Angka kejadian diduga 19% dari semua kanker pada pria dan merupakan karsinoma terbanyak

Lebih terperinci

Epidemiologi Kanker Prostat PERTEMUAN 8 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes

Epidemiologi Kanker Prostat PERTEMUAN 8 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes Epidemiologi Kanker Prostat PERTEMUAN 8 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan tentang epidemiologi penyakit kanker prostat, riwayat alamiah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prostat 2.1.1. Anatomi Prostat adalah organ genital yang hanya di temukan pada pria karena merupakan penghasil cairan semen yang hanya dihasilkan oleh pria. Prostat berbentuk

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA TUMOR JINAK DAN GANAS PADA PROSTAT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011

KARAKTERISTIK PENDERITA TUMOR JINAK DAN GANAS PADA PROSTAT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011 KARAKTERISTIK PENDERITA TUMOR JINAK DAN GANAS PADA PROSTAT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011 Oleh : DIAN PERMATA PUTRA ZENDRATO 090100106 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah salah satu penyakit degeneratif pria yang sering dijumpai, berupa pembesaran dari kelenjar

Lebih terperinci

Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan

Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan Apakah kanker Prostat itu? Kanker prostat berkembang di prostat seorang pria, kelenjar kenari berukuran tepat di bawah kandung kemih yang menghasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk

I. PENDAHULUAN. tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Angka harapan hidup penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan, hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pada tahun 2007, Badan Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign prostatic hyperplasia (BPH) merupakan suatu pembesaran progresif pada kelenjar prostat pria dewasa yang bersifat non-malignan (WHO, 1999). Pembesaran prostat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau yang dikenal pembesaran prostat jinak sering ditemukan pada pria dengan usia lanjut. BPH adalah kondisi dimana terjadinya ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB II HIPERPLASIA PROSTAT BENIGNA ANATOMI KELENJAR PROSTAT

BAB II HIPERPLASIA PROSTAT BENIGNA ANATOMI KELENJAR PROSTAT BAB I PENDAHULUAN Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Di United States, sekitar 14 juta laki-laki memiliki keluhan BPH.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Di United States, sekitar 14 juta laki-laki memiliki keluhan BPH. 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Di United States, sekitar 14 juta laki-laki memiliki keluhan BPH. Insidensnya akan meningkat sesuai dengan pertambahan usia, hanya beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau disebut juga benign prostatic

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau disebut juga benign prostatic BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau disebut juga benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral prostat yang akan mendesak jaringan prostat

Lebih terperinci

Author : Bevi Dewi Citra, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed.

Author : Bevi Dewi Citra, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed. Author : Bevi Dewi Citra, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed.tk 0 BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH) Pendahuluan Kelenjar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostate Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan menyebabkan pembesaran dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Benigna prostatic hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, yang disebabkan hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Benign Prostatic Hyperplasia atau lebih dikenal dengan singkatan BPH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Benign Prostatic Hyperplasia atau lebih dikenal dengan singkatan BPH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia atau lebih dikenal dengan singkatan BPH merupakan kelainanan adenofibromatoushyperplasia paling sering pada pria walaupun tidak mengancam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu dianggap berasal dari endoderm. Pertumbuhan dan. perkembangan normal bergantung kepada rangsang endokrin dan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu dianggap berasal dari endoderm. Pertumbuhan dan. perkembangan normal bergantung kepada rangsang endokrin dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Apapun yang dilakukan pemerintah tanpa kesadaran individu dan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benign Prostate Hyperplasia (BPH) 2.1.1. Pengertian BPH Menurut Anonim (2009) dalam Hamawi (2010), BPH secara umumnya dinyatakan sebagai Pembesaran Prostat Jinak. Maka jelas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Prostat Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul fibromuskuler, yang terletak disebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik individu sendiri, keadaan lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka harapan hidup penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk Indonesia sebanyak

Lebih terperinci

REFERAT UROLOGI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN BPH. By Heri Satryawan, S.Ked H1A Supervisor dr. Akhada Maulana, Sp.U

REFERAT UROLOGI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN BPH. By Heri Satryawan, S.Ked H1A Supervisor dr. Akhada Maulana, Sp.U REFERAT UROLOGI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN BPH By Heri Satryawan, S.Ked H1A 009 008 Supervisor dr. Akhada Maulana, Sp.U IN ORDER TO UNDERGO THE CLINICAL ORIENTATION / CLERKSHIP AT THE SURGERY FUNCTIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) yaitu berupa pembesaran prostat atau hiperplasia prostat. Kelainan kelenjar prostat dapat

Lebih terperinci

Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Kanker Payudara Thursday, 14 August :15

Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Kanker Payudara Thursday, 14 August :15 Kanker payudara adalah penyakit dimana selsel kanker tumbuh di dalam jaringan payudara, biasanya pada ductus (saluran yang mengalirkan ASI ke puting) dan lobulus (kelenjar yang membuat susu). Kanker atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring peningkatan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan, semakin meningkat pula kualitas hidup dan kesehatan masyarakat yang salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

Kelenjar Prostat dan Permasalahan nya.

Kelenjar Prostat dan Permasalahan nya. FORUM KESEHATAN Kelenjar Prostat dan Permasalahan nya. Pengantar Kalau anda seorang pria yang berusia diatas 40 tahun, mempunyai gejala2 gangguan kemih (kencing) yang ditandai oleh: Kurang lancarnya aliran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau tumor prostat jinak, menjadi masalah bagi kebanyakan kaum pria yang berusia di atas 50 tahun. BPH pada pria muncul tanpa ada

Lebih terperinci

Tumor Urogenitalia A. Tumor ginjal 1.Hamartoma ginjal 2. Adenokarsinoma ginjal / grawitz / hipernefroma / karsinoma sel ginjal Staging : Grading :

Tumor Urogenitalia A. Tumor ginjal 1.Hamartoma ginjal 2. Adenokarsinoma ginjal / grawitz / hipernefroma / karsinoma sel ginjal Staging : Grading : Tumor Urogenitalia A. Tumor ginjal - Definisi Massa abnormal yang berkembang di ginjal - Epidemiologi Ketiga terbanyak setelah ca prostat dan ca buli-buli Dekade 5-6 (50-60 tahun) Pria > Wanita : 2 > 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benigna Prostate Hiperplasi (BPH) merupakan kondisi patologis yang paling umum terjadi pada pria lansia dan penyebab kedua untuk intervensi medis pada pria diatas usia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prostat 2.1.1. Anatomi Prostat Gambar 2.1. Letak Kelenjar Prostat (Schunke, et al, 2006) Prostat merupakan kelenjar fibromuskular yang mengelilingi uretra pars prostatika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa lima besar karsinoma di dunia adalah karsinoma paru-paru, karsinoma mamae, karsinoma usus besar dan karsinoma lambung

Lebih terperinci

ABSTRAK. Wilianto, 2010 Pembimbing I :dr. July Ivone.,M.K.K.,M.Pd.Ked Pembimbing II :dr. Sri Nadya S., M.Kes

ABSTRAK. Wilianto, 2010 Pembimbing I :dr. July Ivone.,M.K.K.,M.Pd.Ked Pembimbing II :dr. Sri Nadya S., M.Kes ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA PROSTAT BERDASARKAN UMUR, KADAR PSA,DIAGNOSIS AWAL, DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI DI RUMAH IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2007-31 DESEMBER 2009 Wilianto, 2010 Pembimbing I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia (Shibuya et al., 2006).

Lebih terperinci

Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH.

Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH. 2 Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH. BPH terjadi karena adanya ketidakseimbangan hormonal oleh proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di bawah dari buli-buli,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di bawah dari buli-buli, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelenjar Prostat 2.1.1 Anatomi Kelenjar Prostat Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di bawah dari buli-buli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya

Lebih terperinci

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak.

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak. BAB 2 TUMOR 2.1 Definisi Tumor Sel mempunyai tugas utama yaitu bekerja dan berkembang biak. Bekerja bergantung kepada aktivitas sitoplasma sedangkan berkembang biak bergantung pada aktivitas intinya. Proliferasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hyperplasia beberapa atau

Lebih terperinci

Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia

Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia PENDAHULUAN Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut 1. Istilah BPH atau benign prostatic

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. penyakit dimana sel-sel abnormal membelah tanpa kontrol dan. (adenokarsinoma) (Kumar, 2007 ; American Cancer Society, 2011 ;

BAB II LANDASAN TEORI. penyakit dimana sel-sel abnormal membelah tanpa kontrol dan. (adenokarsinoma) (Kumar, 2007 ; American Cancer Society, 2011 ; 4 BAB II LANDASAN TEORI A. TinjauanPustaka 1. Kanker Payudara a. Definisi Kanker atau neoplasma adalah istilah yang digunakan untuk penyakit dimana sel-sel abnormal membelah tanpa kontrol dan mampu menyerang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid atau struma, sering dihadapi dengan sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan yang begitu berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. 1 Pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan biokimia dijelaskan sebagai penyakit pada pria tua dengan level serum testosteron di bawah parameter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Osteosarkoma adalah keganasan pada tulang yang sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa. Ketepatan diagnosis pada keganasan tulang sangat penting karena

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri 78 BAB 6 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yaitu stadium IIB dan IIIB. Pada penelitian dijumpai penderita dengan stadium IIIB adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari rasa nyeri jika diberikan pengobatan (Dalimartha, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. dari rasa nyeri jika diberikan pengobatan (Dalimartha, 2002). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insidens kanker di Indonesia diperkirakan 100 per 100.000 penduduk per tahun atau sekitar 200.000 penduduk per tahun. Pada survei kesehatan rumah tangga yang diselenggarakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benjolan pada payudara merupakan keluhan yang paling sering ditemui pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang bersifat jinak mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh penderita kanker dan penyebab kematian keempat dari seluruh kematian pada pasien kanker di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ

Lebih terperinci

ABSTRAK. Vecky, 2010 Pembimbing I : dr. L. K. Liana, Sp.PA., M.Kes Pembimbing II : dr. Evi Yuniawati, MKM

ABSTRAK. Vecky, 2010 Pembimbing I : dr. L. K. Liana, Sp.PA., M.Kes Pembimbing II : dr. Evi Yuniawati, MKM ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA PROSTAT DITINJAU DARI USIA, GEJALA KLINIK, KADAR PSA, DIAGNOSIS AWAL DAN GRADING HISTOPATOLOGIS DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2003-31 MEI 2010 Vecky, 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya semakin meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya semakin meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan penyakit tersering kedua di Indonesia setelah infeksi saluran kemih 1. Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS Program Studi Kode Blok Blok Bobot Semester Standar Kompetensi : Pendidikan Dokter : KBK403 : UROGENITAL : 4 SKS : IV : Mengidentifikasi dan menyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperplasia prostat jinak (BP H) merupakan penyakit jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan pembesaran prostat jinak

Lebih terperinci

KORELASI HIPERTROFI PROSTAT, UMUR DAN HIPERTENSI

KORELASI HIPERTROFI PROSTAT, UMUR DAN HIPERTENSI KARYA AKHIR KORELASI HIPERTROFI PROSTAT, UMUR DAN HIPERTENSI Oleh I MADE DARMAWAN No. Reg CHS : P 2401204012 Pembimbing Prof. Dr. Achmad M. Palinrungi,Sp.B, Sp.U Dr. Azwar Amir, Sp.U DR.Dr. Burhanuddin

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kelenjar Prostat a. Anatomi Kelenjar Prostat Kelenjar prostat merupakan kelenjar reproduksi tambahan pada pria. Kelenjar ini berbentuk seperti buah kemiri yang

Lebih terperinci

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh.

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh. BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA Sarcoma adalah suatu tipe kanker yang jarang terjadi dimana penyakit ini berkembang pada struktur pendukung tubuh. Ada 2 jenis dari sarcoma,

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI HIPERPLASIA PROSTAT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2004 DESEMBER 2006

ABSTRAK PREVALENSI HIPERPLASIA PROSTAT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2004 DESEMBER 2006 ABSTRAK PREVALENSI HIPERPLASIA PROSTAT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2004 DESEMBER 2006 Mayasari Indrajaya, 2007. Pembimbing : Penny Setyawati M.,dr.,Sp.PK.,M.Kes. Benign Prostatic Hyperplasia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga retroperitonium. Secara anatomi ginjal terletak dibelakang abdomen atas dan di kedua sisi kolumna

Lebih terperinci

Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug :26

Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug :26 Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug 2009 19:26 1. SIFILIS Sifilis adalah penyakit kelamin yang bersifat kronis dan menahun walaupun frekuensi penyakit ini mulai menurun, tapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelenjar prostat adalah satu organ genetalia pria yang terletak disebelah inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan sekitar dan dapat bermetastasis atau menyebar ke organ lain (World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti (Kumar et al.,

BAB I PENDAHULUAN. walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti (Kumar et al., BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Neoplasma adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus berlanjut

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Indeks Massa Tubuh 2.1.1. Definisi Indeks Massa Tubuh Indeks massa tubuh (IMT) atau indeks Quetelet, ditemukan antara 1830 dan 1850 oleh seorang Belgia yang bernama Adolphe

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah keganasan yang berasal dari epitel pada serviks terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar kanker serviks adalah epidermoid

Lebih terperinci

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya: ASKEP CA OVARIUM A. Pengertian Kanker Indung telur atau Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru. kanker, 17.8% dari kematian karena kanker).

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru. kanker, 17.8% dari kematian karena kanker). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker paru merupakan kasus keganasan yang paling sering ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru kanker, 17.8% dari kematian karena kanker).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prostat 2.1.1. Embriologi Prostat Sistem organ genitalia atau reproduksi pria terdiri atas testis, epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan penis.

Lebih terperinci

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Apakah kanker rahim itu? Kanker ini dimulai di rahim, organ-organ kembar yang memproduksi telur wanita dan sumber utama dari hormon estrogen dan progesteron

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.

Lebih terperinci

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S Secara biologis pada masa usia lanjut, segala kegiatan proses hidup sel akan mengalami penurunan Hal-hal keadaan yang dapat ikut

Lebih terperinci

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23 OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23 Etiologi Sebagian besar kelainan reproduksi pria adalah oligospermia yaitu jumlah spermatozoa kurang dari 20 juta per mililiter semen dalam satu kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian diakibatkan oleh kanker. Kanker

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian diakibatkan oleh kanker. Kanker BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di seluruh dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian diakibatkan oleh kanker. Kanker merupakan

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiroid merupakan salah satu kelenjar endokrin pada tubuh manusia yang terletak di bagian depan leher. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin dan triodotironin

Lebih terperinci

Gambaran Radiologi Tumor Kolon

Gambaran Radiologi Tumor Kolon Gambaran Radiologi Tumor Kolon Oleh Janter Bonardo (09 61050 0770 Penguji : Dr. Pherena Amalia Rohani Sp.Rad Definisi Kanker kolon suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan merusak sel DNA dan jaringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. Tanda dan Gejala

Tinjauan Pustaka. Tanda dan Gejala Tinjauan Pustaka A. Pendahuluan Insiden dari metastasi tulang menempati urutan kedua setelah metastase ke paru-paru dan hati. Frekuensi paling sering pada tulang adalah metastase ke kolumna vertebra. Di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat

Lebih terperinci

PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang

PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang IMUNOLOGI TUMOR INNATE IMMUNITY CELLULAR HUMORAL PHAGOCYTES NK CELLS COMPLEMENT CYTOKINES PHAGOCYTOSIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kanker adalah kelompok penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan dan penyebaran sel abnormal yang tidak terkendali (Kaplan, Salis & Patterson, 1993). Dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipospadia adalah kelainan kongenital berupa muara uretra yang terletak di sebelah ventral dan sebelah proksimal ujung penis. Pada hipospadia tidak didapatkan prepusium

Lebih terperinci