PEMODELAN KEMISKINAN DAERAH MENGGUNAKAN METODE FUZZY MULTI CRITERIA DECISION MAKING (MCDM) (STUDI KASUS : PROPINSI JAWA TENGAH)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMODELAN KEMISKINAN DAERAH MENGGUNAKAN METODE FUZZY MULTI CRITERIA DECISION MAKING (MCDM) (STUDI KASUS : PROPINSI JAWA TENGAH)"

Transkripsi

1 PEMODELAN KEMISKINAN DAERAH MENGGUNAKAN METODE FUZZY MULTI CRITERIA DECISION MAKING (MCDM) (STUDI KASUS : PROPINSI JAWA TENGAH) Alz Danny Wowor Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 50-66, Salatiga, Telp : (0298) , Fax : (0298) alzdanny.wr@gmail.com Abstrak Kemiskinan menjadi masalah serius bagi propinsi Jawa Tengah. Berita Resmi BPS pada bulan Januari 2013 munujukkan angka mencapai 4,867 juta jiwa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan adalah dengan menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan. Penentuan faktor-faktor kemiskinan ini tergantung pada karakteristik wilayah masing-masing yang pada akhirnya akan mempengaruhi kebijakan yang diberikan kepada wilayah masing-masing. Penelitian ini merancang model kemiskinan daerah guna dapat menentukan kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah yang berada dalam kategori miskin. Model yang dirancang menggunakan metode Fuzzy Multy Criteria Desecion Making (MCDM) dengan mengambil indikator kemiskinan dari BPS yaitu Presentase Penduduk Miskin (P 0 ), Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ). Ketiga indikator tersebut dijadikan sebagai kriteria dan 35 kabupaten/kota diambil sebagai alternatif. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai metode penentuan daerah kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah yang berada dalam kategori miskin. Kata Kunci: Fuzzy MCDM, Presentase Penduduk Miskin, Indeks Kedalaman Kemiskinan, Indeks Keparahan Kemiskinan. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan dapat menjadi masalah kompleks dan perlu menjadi perhatian khusus di suatu daerah karena bersifat multidimensional yang berkaitan langsung dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan lainnya. Kemiskinan di Propinsi Jawa Tengah dapat meliputi berbagai aspek. Contohnya, kesulitan dalam melakukan pemenuhan kebutuhan hidup, kurangnya tingkat kesejahteraan suatu kelompok/keluarga, dan pembangunan masyarakat yang terbatas dan juga yang lainnya. Data yang diperoleh dari Berita Resmi BPS Jawa Tengah pada bulan Januari 2013 munujukkan angka kemiskinan mencapai 4,867 juta jiwa yang tersebar di 35 kabupaten/kota [1]. Angka ini menujukkan bahwa, kemiskinan menjadi masalah yang serius bagi Propinsi Jawa Tengah. Maslah yang muncul bagi pemerintah atau instansi terkait adalah bagaimana menentukan daerah kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah yang berada dalam kategori miskin. Mengetahui kab/kota yang berada dalam kategori miskin akan sangat membantu atau mempengaruhi kebijakan dan bantuan terpogram pada wilayah tersebut. Menentukan kemiskinan daerah harus memperhatikan karakteristik dari wilayah masing-masing dan indikator yang menentukan kemiskinan pada suatu daerah. BPS sendiri menentukan kemiskinan dengan melihat berbagai macam faktor-faktor yang telah dipadukan menjadi tiga indikator yaitu Presentase Penduduk Miskin (P 0 ), Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ), Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ). Penelitian ini membuat model matematis yang merupakan uraian secara matematika dari fenomena dunia nyata, yang bertujuan dapat memahami suatu fenomena dari kemiskinan daerah yang memungkinkan dibuat prakiraan tentang prilaku dimasa depan [2]. Model matematis dibangun dengan metode Fuzzy Multi Criteria Desecion Making (MCDM) dengan mengambil 35 kabupaten/kota sebagai alternatif dan kriteria P 0, P 1, dan P 2 sebagai kriterianya. Ekspektasi dari penelitian ini, kiranya model yang dihasilkan dapat berbagi peran bagi pemerintah atau steakholder terkait dalam menentukan dan mengambil keputusan terbaik sehingga berbagai permasalahan kemiskinan di Propinsi Jawa Tengah dapat diminimalkan. 49

2 Membuat model kemiskinan daerah bukanlah sesuatu yang baru, penelitian lain sebelumnya yang pernah dilakukan di Propinsi Jawa Timur, tetapi menggunakan metode Multivariate Adaptive [3]. Selain itu, masih pada propinsi yang sama penelitian dilkakukan dengan membuat model spasial yang digunakan untuk mendeteksi faktor-faktor kemiskinan di Propinsi Jawa Timur [4]. Penelitian ini berbeda dengan sebelumnya, karena model yang dibangun bedasar pada permasalahan kemiskinan daerah untuk Propinsi Jawa Tengah, dan metode yang digunakan juga berbeda. 1.2 Kajian Pustaka Metode fuzzy yang digunakan sebagai pengambilan keputusan dalam penentuan daerah kemiskinan. Fuzzy Multi Criteria Decision Making (MCDM) adalah suatu metode pengambilan keputusan yang bertujuan untuk menetapkan alternatif keputusan terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu yang akan menjadi bahan pertimbangan. Beberapa pilihan umum yang digunakan dalam MCDM adalah [5]: 1. Alternatif, adalah objek-objek yang berbeda dan memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih oleh pengambil keputusan. 2. Atribut, atau karateristik, yaitu komponen atau kriteria keputusan. 3. Konflik antar kriteria, misalnya kriteria benefit (keuntungan) akan mengalami konflik dengan kriteria cost (biaya). Kategori benefit bersifat monoton baik, artinya alternatif yang memiliki nilai lebih besar akan lebih dipilih. sebaliknya, pada kategori cost bersifat monoton turun, alternatif yang memiliki nilai lebih kecil akan lebih dipilih. 4. Bobot Keputusan, menunjukkan kepentingan relatif dari setiap kriteria, W = (W 1, W 2,...,W n ). 5. Matriks Keputusan, suatu matriks keputusan X yang berukuran MxN, berisi elemen-elemen X ij, yang merepresentasikan rating dari alternatif A i, (i=1,2,...,m) terhadap kriteria C j, (j=1,2,...,n). Langkah-langkah penyelesaian Fuzzy Multi Criteria Decision Making yang harus dikerjakan [5], yaitu: 1. Representasi Masalah a. Identifikasi tujuan keputusan, direpresentasikan dengan bahasa alami atau nilai numeris sesuai dengan karakteristik dari masalah tersebut. Gambar 1. Diagram Representasi Masalah b. Identifikasi kumpulan alternatif keputusannya. jika ada n alternatif, maka dapat ditulis sebagai A = {A i i=1,2,...,n}. c. Identifikasi kumpulan kriteria. jika ada dan k kriteria, maka dapat ditulis C = {C t t=1,2,...,k}. d. Membangun struktur hirarki masalah. 2. Evaluasi Himpunan Fuzzy a. Memilih himpunan rating untuk bobot-bobot kriteria, dan derajat kecocokan setiap alternatif dengan kriteriannya. himpunan rating terdiri atas 3 elemen, yaitu: 1) variabel linguistik (x) yang merepresentasikan bobot kriteria, dan derajat kecocokan alternatif dengan kriterianya; 2) T(x) yang merepresentasikan rating dari variabel linguistik; 3) Fungsi keanggotaan yang berhubungan dengan setiap elemen dari T(x). setelah menentukan himpunan rating, maka harus ditentukan fungsi keanggotaan untuk setiap rating dengan menggunakan fungsi segitiga. b. Mengevaluasi bobot-bobot pada setiap kriteria dan derajat kecocokan dari setiap alternatif terhadap kriteria. 50

3 c. Mengagregasikan bobot-bobot kriteria, dan derajat kecocokan setiap alternatif dan kriterianya dengan metode mean. penggunaan operator mean, F i dirumuskan pada persamaan (1) sebagai berikut: F i = 1 (S i1 Ä W 1 ) Å (S i 2 Ä W 2 ) Å (S ik Ä W k ) k (1) Dengan mensubstitusikan S it dan W t dengan bilangan Fuzzy segitiga, S it = (o it, p it, q it ); dan W t = (a t, b t, c t ); maka F t dapat didekati sebagai Persamaan (2): dengan, [ ] F ( Y i, Q i, Z i ) Y i = 1 ö k ø Q i = 1 ö k ø Z i = 1 ö k ø Dimana, i = 1,2,3,...,n. k å( o it a i ) t =1 k å( p it b i ) t =1 k å( q it c i ) t =1 3. Seleksi Alternatif Optimal a. Memprioritaskan alternatif keputusan berdasarkan hasil agregasi untuk proses perangkingan alternatif keputusan dengan menggunakan metode nilai total integral. Misalkan F adalah bilangan fuzzy segitiga, F = (a, b, c), maka nilai total integral dapat dirumuskan sebagai berikut: ( ) a I T (F) = 1 ac + b + (1 - a)a 2 (6) b. Nilai a adalah indeks keoptimisan yang merepresentasikan derajat keoptimisan bagi pengambil keputusan (0 a 1). Apabila nilai a semakin besar mengindikasikan bahwa derajat keoptimisannya semakin besar. c. Memilih alternatif keputusan dengan prioritas tertinggi sebagai alternatif yang optimal. 2. METODE PERANCANGAN 2.1 Sumber Data dan Variabel Penenlitian Sumber data dari penelitian ini adalah data BPS Propinsi Jawa Tengah yang diambil dari tahun 2002 sampai tahun Objek observasi penenlitian ini adalah sebanyak 35 kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah. Variabel yang digunakan adalah indikator kemiskinan yang telah ditetapkan oleh BPS, yaitu Presentasae Penduduk Miskin (C 1 ), Indeks Kedalaman Kemiskinan (C 2 ), Indeks Keparahan Kemiskinan (C 3 ) dan yang menjadi alternatif adalah 35 kabupaten/kota Propinsi Jawa Tengah yang secara berturut-turut dari Kabupaten Cilacap (A 1 ), Kubupaten Banyumas (A 2 ),..., Kota Tegal (A 35 ). 2.2 Langkah-langkah Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam dalam penelitian ini adalah sebagaimana yang terlihat pada Gambar 2 dibawah ini. Persoalan dunia nyata, dalam kasus ini adalah menentukan daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah yang berada dalam kategori miskin. Setelah memahami masalah, tahap selanjutnya merumuskan model matematika dengan menentukan variabel yang digunakan, maengmabil asumsi-asumsi yang menguatkan pemodelan. Model dibangun menggunakan fuzzy MCDM, dengan kriteria P 0, P 1, P 2 sebagai variabel. Setelah model dibangun, model tersebut diselesaikan (pecahkan) dengan tujuan mendapatkan kesimpulan matematika. (2) (3) (4) (5) 51

4 Gambar 2. Proses Penelitian Tahap ketiga, kesipulan matematis yang diambil dan meninterpretasikannya (menafsirkan) sebagai fenomena dunia nyata dengan cara memberi penjelasan atau membuat prakiraan. Langkah yang terakhir adalah menguji prakiraan melalui pengecekan terhadap dunia nyata yang baru. Jika prakiraaan tidak sebanding dengan kenyataan, maka perlu memperhalus model atau merumuskan model baru dan memulai proses pemodelan lagi. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang telah dicapai dalam penelitian ini, berupa model kemiskian menggunakan bilangan fuzzy MCDM berdasarkan kabupaten/kota. Oleh karena itu pada langkah pertama ini adalah merepresentasikan masalah: a. Tujuan keputusan ini adalah menentukan kabupaten/kota di Jawa Tengah yang berada dalam kategori miskin berdasarkan P 0, P 1, dan P 2 (data dari BPS-Jateng). Terdapat 3 alternatif yang diberikan adalah C = {C 1, C 2, C 3 }, dengan C 1 = Presentase Kemiskinan (P 0 ), C 2 = Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ), dan C 3 = Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ). b. Ada 35 Kabupaten/Kota Jateng dinyatakan sebagai kriteria keputusan yaitu A = {A 1,A 2,A 3,..., A 35 }, yang secara berturut-turut berdasarkan data pada tabel dengan A 1 = Kab. Cilacap, A 2 = Kab. Banyumas, A 3 = Kab. Purbalingga,..., A 34 = Kota Pekalongan, A 35 = Kota Tegal. c. Struktur hirarki permasalahan dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Stuktur Kemiskinan Jateng Tahap selanjutnya adalah menentukan himpunan fuzzy. Penenlitian ini menggunakan data BPS untuk ketiga kriteria yang telah disbutkan sebelumnya P 0, P 1, dan P 2. Oleh karena itu dirancang bilangan fuzzy segitiga dengan menggunakan batas-batas untuk setiap bilangan fuzzy dari nilai statistika dari setiap data dari tahun 2002 sampai tahun 2010 yang diperoleh dari BPS. Nilai statistika yang digunakan adalah data terkecil (X min ), data terbesar (X max ) dan nilai kuartil (Q 1, Q 2, Q 3 ). Bilangan fuzzy untuk Presentase Penduduk Miskin (P 0 ), menggunakan kriteria keputusan adalah SR: Sangat Rendah, R: Rendah, S: Sedang, T: Tinggi, ST: Sangat Tinggi, yang masing-masing direpresentasikan sebagai berikut. SR={4.790, 4.790, }, R={4.790, , }, C = {15.650, , }, T ={20.710, , }, ST = {24.735, , }. 52

5 Gambar 4. Bilangan fuzzy untuk presentase kemiskinan Berdasarkan Gambar 4, dapat diberikan dalam bentuk fungsi untuk Presentase Kemiskinan (P 0 ) Jawa Tengah ditunjukan sebagai berikut: x 1 (SR) = í x ö ; x ø x 1 (R) = í x ö ; x ø 0; x ³ atau x x 1 (C) = í x 1 (T ) = í x 1 (ST ) = í 1; x x ö ; x ø 0; x ³ x ö ; x ø x ö ; x ø 0; x ³ atau x x ö ; x ø x ö ; x ø 0; x ³ atau x ; x x ö ; x ø 1; x ³ (7) (8) (9) (10) (11) Himpunan Fuzzy untuk Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ), digunakan bilangan fuzzy, yang ditunjukan pada Gambar 5. Kriteria yang digunakan direpresentasikan sebagai SR = {0.67, 0.67, 2.07}, R = {0.67, 2.07, 3.02}, C = {2.07, 3.02, 4.17}, T ={3.02, 4.17, 8.07}, ST = {4.17, 8.07, 8.07}. 53

6 Gambar 5. Bilangan fuzzy untuk variabel Indeks Kedalaman Kemiskinan Berdasarkan Gambar 5, dapat diberikan dalam bentuk fungsi untuk Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Jawa Tengah ditunjukan sebagai berikut: x 2 (SR) = í x ö ; 0.67 x ø x 2 (R) = í x ö ; 2.07 x ø 0; x ³ 3.02 atau x 0.67 x ö ; x ø (C) = í x ö ; x ø 0; x ³ atau x x ö ; 3.02 x ø x 2 (T ) = í x ö ; 4.17 x ø 0; x ³ 8.07 atau x 3.02 x 2 (ST ) = í 1; x 0.67 x ö ; 0.67 x ø 0; x ³ ; x 4.17 x ö ; 4.17 x ø 1; x ³ 8.07 (12) (13) (14) (15) (16) Himpuan bilangan fuzzy untuk Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ). Kriteria keputuasan bilangan fuzzy direpresentasikan sebagai berikut, SR = {0.110, 0.110, 0.525}, R = {0.110, 0.525, 0.720}, C ={0.525, 0.720, 1.155}, T ={0.720, 1.155, 2.860}, ST ={1.155, 2.860, 2.860}. Bilangan fuzzy segitiga ditunjukan pada Gambar 6. 54

7 Gambar 6. Bilangan fuzzy untuk variabel Indeks Keparahan Kemiskinan Berdasarkan Gambar 6, dapat diberikan dalam bentuk fungsi untuk Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) Jawa Tengah ditunjukan sebagai berikut: 1; x (SR) = í (R) = í x ö ; x ø (C) = í x ö ; x ø 0; x ³ atau x x ö ; x ø (T ) = í x ö ; x ø 0; x ³ atau x (ST ) = í x ö ; x ø 0; x ³ x ö ; x ø x ö ; x ø 0; x ³ atau x ; x x ö ; x ø 1; x ³ Evaluasi himpunan fuzzy dari alternatif-alternatif keputusan yang kemudian digunakan untuk menentukan rating kecocokan dan rating kepentingan. a) Variabel-variabel linguistik yang merepresentasikan bobot kepentingan untuk setiap kriteria, adalah: T(kepentingan) W = {SR, R, C, T, ST} dengan SR: sengat rendah, R: rendah, C: cukup, T: tinggi, ST: sangat tinggi, yang masing-masing direpresentasikan dengan fuzzy segitiga. SR = (0, 0, 0.25), R = (0, 0.25, 0.5), C = (0.25, 0.5, 0.75), T = (0.5, 0.75, 1), ST = (0.75, 1, 1). b) Derajat kecocokan alternatif-alternatif dengan kriteria-kriteria keputusan adalah: T(kecocokan) Q = {SR, R, S, T, ST} dengan SR: sengat rendah, R: rendah, C: cukup, T: tinggi, ST: sangat tinggi, yang masing-masing (17) (18) (19) (20) (21) 55

8 direpresentasikan dengan fuzzy segitiga: SR = (0, 0, 0.25), R = (0, 0.25, 0.5), C = (0.25, 0.5, 0.75), T = (0.5, 0.75, 1), ST = (0.75, 1, 1). c) Rating untuk setiap kriteria keputusan ditunjukkan pada Tabel 1. Untuk menentukan rating kepentingan untuk setiap kriteria digunakan data BPS Jawa Tengah terkait dengantiga indikator yang dipakai. Untuk P , P , dan P Selanjutnya nilai keputusan ini di sesuaikan dengan bilangan fuzzy pada Gambar 5, Gambar 6, Gambar 7 maka diperoleh hasil pada Tabel 1. Tabel 1. Rating kepentingan untuk setiap kriteria Kriteria C 1 C 2 C 3 Rating Kepentingan SR R R Menentukan rating kecocokan dilihat berdasarkan karakter data dari tahun 2001 sampai Data tersebut didekati dengan metode singgle exponential smoothing untuk melihat kecendrungan data berada pada interval tertentu. Setelah itu disesuaikan dengan bilangan fuzzy dari ketiga kriteria. Hasil dari rating kecocokan secara keseluruhan diberikan pada Tabel 2. Proses selanjutnya adalah menentukan Indeks Kecocokan Fuzzy, bilangan-bilangan ini diperoleh dengan melakukan proses yang ditunjukkan pada Persamaan (3), Persamaan (4), dan Persamaan (5). Mensubtitusikan bilangan fuzzy segitiga ke setiap variabel linguistik, berdasarkan rating kepentingan dan rating kecocokan maka akan diperoleh Indeks Kecocokan fuzzy. Sebagai contoh proses untuk mendapatkan Indeks Kecocokan Fuzzy yang dilakukan pada Kab. Cilacap diberikan pada Persamaan (22). (0 0.25) + (0 0.25) + (0 0.25) Y 1 = = 0 3 (0 0.5) + ( ) + ( ) Q 1 = = ( ) + ( ) + ( ) Z 1 = = (22) Indeks kecocokan fuzzy untuk 34 kabupaten/kota secara lengkap ditunjukkan pada Teable 2. Perhitungan untuk mendaptkan nilai indeks kecocokan analog proses yang diberikan pada Persamaan (22). Tabel 2. Rating Kecocokan dan Indeks Kecocokan fuzzy setiap alternatif Alternatif Rating Kecocokan (C 1) (C 2) (C 3) Indeks Kecocokan fuzzy Kab. Cilacap C C C Kab. Banyumas C T C Kab. Prubalingga T T T Kab. Banjarnegara C C T Kab. Kebumen C T T Kab. Purworejo R R C Kab. Wonosobo T T ST Kab. Magelang C R T Kab. Boyolali C R C Kab. Klaten R C C Kab. Sukuharjo R SR SR Kab. Wonogiri C C T Kab. Karanganyar R C SR Kab. Sragen C C C Kab. Grobogan C SR C Kab. Blora R C C Kab. Rembang T T T Kab. Pati C R C Kab. Kudus SR SR R Kab. Jepara SR SR SR Kab. Demak C C T

9 Kab. Semarang SR SR R Kab. Temanggung R C R Kab. Kendal R C C Kab. Batang R R C Kab. Pekalongan R C R Kab. Pemalang C C C Kab. Tegal R R R Kab. Brebes T T T Kota Magelang R SR R Kota Surakarta R R R Kota Salatiga SR SR SR Kota Semarang SR SR R Kota Pekalongan SR SR SR Kota Tegal SR R R Tahapan selanjtnya menyeleksi alternatif yang optimal, dengan mensubtitusi indeks kecocokan fuzzy dari Tabel 2, ke nilai total integral yang diberikan pada Persamaan (6). Diambil derajat keoptimalan (α) = 0 (tidak optimis), α = 0.5 dan α = 1 (sangat optimis), maka diperoleh nilai total integral untuk setiap alternatif. Proses menentukan nilai integral untuk Kab. Cilacap dengan mengambil α = 0, α = 0.5 dan α = 1, diberikan pada Persamaan (23). I 1 0 I I 1 1 = 1 2 = 1 2 = 1 2 ö (0)(0.3125) + (0.0833) + (1-0)0 ø ( ) = ö (0.5)(0.3125) + (0.0833) + (1-0.5)0 ø ( ) = ö (1)(0.3125) + (0.0833) + (1-1)0 ø ( ) = (23) Nilai integral mengambil peran yang penting dalam menentukan daerah kabupaten/kota yang berada dalam kategori miskin. Hal ini dilihat dengan memperhatikan nilai integral terkecil untuk setiap derajat keoptimalan. Hasil perhitungan secara lengkap diberikan pada Tabel 4, dengan α = 0, α = 0.5, dan α = 1. Tabel 4. Nilai total integral setiap alternatif No Alternatif α = 0 No Alternatif α = 0.5 No Alternatif α = 1 1 Kab. Sukuharjo Kab. Jepara Kab. Jepara Kab. Jepara Kota Salatiga Kota Salatiga Kota Pekalongan Kota Pekalongan Kota Pekalongan Kab. Kudus Kab. Sukuharjo Kab. Sukuharjo Kab. Semarang Kab. Kudus Kab. Kudus Kota Magelang Kab. Semarang Kab. Semarang Kota Semarang Kota Semarang Kota Semarang Kab. Karanganyar Kota Magelang Kota Magelang Kab. Grobogan Kota Tegal Kota Tegal Kab. Batang Kab. Karanganyar Kab. Karanganyar Kab. Tegal Kab. Tegal Kab. Batang Kota Surakarta Kota Surakarta Kab. Tegal Kota Salatiga Kab. Grobogan Kota Surakarta Kota Tegal Kab. Purworejo Kab. Grobogan Kab. Purworejo Kab. Temanggung Kab. Purworejo Kab. Temanggung Kab. Pati Kab. Temanggung Kab. Cilacap Kab. Boyolali Kab. Pati Kab. Magelang Kab. Klaten Kab. Boyolali Kab. Boyolali Kab. Blora Kab. Klaten Kab. Klaten Kab. Pekalongan Kab. Blora Kab. Sragen Kab. Kendal Kab. Pekalongan Kab. Blora Kab. Batang Kab. Kendal Kab. Pati Kab. Magelang Kab. Cilacap Kab. Kendal Kab. Sragen Kab. Magelang

10 25 Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Sragen Kab. Pemalang Kab. Cilacap Kab. Pemalang Kab. Banyumas Kab. Banyumas Kab. Banyumas Kab. Prubalingga Kab. Banjarnegara Kab. Banjarnegara Kab. Banjarnegara Kab. Wonogiri Kab. Wonogiri Kab. Wonogiri Kab. Demak Kab. Demak Kab. Demak Kab. Kebumen Kab. Kebumen Kab. Kebumen Kab. Prubalingga Kab. Prubalingga Kab. Rembang Kab. Rembang Kab. Rembang Kab. Brebes Kab. Brebes Kab. Brebes Kab. Wonosobo Kab. Wonosobo Kab. Wonosobo Berdasarkan data real yang dilaporkan BPS [6], data kemiskinan pada Maret 2006-Juli 2010, dan daerah yang mempunyai penduduk miskin terbesar masih berkisar pada Kab. Wonosobo, Kab Rembang, Kab. Kebumen, Kab. Purbalingga, dan Kab Brebes. Sedangkan daerah yang mempunyai penduduk miskin terendah kurang dari 10 persen adalah bervariasi urutannya tetapi bervariasi antara Kota Semarang, Kota Salatiga, Kota Pekalongan, Kota Kudus, dan Kota Tegal. Hasil Bila dibandingkan dengan data dan informasi kemiskinan Jawa Tengah dengan hasil yang diperoleh dengan pemodelan Fuzzy MCDM, dapat menentukan daerah miskin dengan sangat baik, karena semua hasil dari data real sama dengan hasil dari perhitungan yang ditunjukkan pada Tabel 4. Tetapi untuk daerah yang mempunyai kategori tidak miskin, hanya Kabupaten Jepara yang tidak berada dalam range hasil untuk daerah yang tidak berada dalam kategori tidak miskin. 4. SIMPULAN Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini berupa pemodelan matematis sudah dapat digunakan dalam menentukan daerah kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah yang berada dalam kategori miskin, walaupun tidak sepenuhnya dapat mengambarkan situasi sesuai kehidupan nyata. Tetapi perlu disari bahwa pemodelan merupakan pengidealan (idealization), karena model matematika tidak pernah dapat menggambarkan secara lengkap dari situasi fisik dari kehidupan nyata. Model yang baik menyederhanakan kenyataan, sekedar untuk memungkinkan kalkulasi matematika tetapi cukup akurat untuk memberikan kesimpulan berharga. Pada akhirnya, alamlah yang menentukan. DAFTAR PUSTAKA [1] BPS Jawa Tengah, 2012, Berita Resmi Statistik: Profil Kemiskinan Di Propinsi Jawa Tengah pada September 2012, No. 05/01/33/Th. XV, 2 Januari 2013 [2] Stewart, James, 2008, Calculus (Erly Transcendentals), Belmont-California: Thomson Brooks/ Cole. [3] Pintowati, W., dan Widjanarko, B., 2012, Pemodelan Kemiskinan di Propinsi Jawa Timur dengan Pendekatan Multivariate Adaptive, Jurnal Sains dan Seni ITS, Vol. 1, No. 1, ISSN: X. [4] Arisanti, Restu, 2011, Model Spasial untuk Deteksi Faktor-Faktor Kemiskinan di Propinsi Jawa Timur, Bogor: Tesis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. [5] Kusumadewi, S., Hartati, S., dkk., 2006, Fuzzy Multi-Atribut Decision Making (Fuzzy MADM), Yogyakarta: Graha Ilmu. [6] BPS Provinsi Jawa Tengah, 2012, Data dan Informasi Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah , Semarang: BPS Jateng. 58

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN No. 62/11/33/Th.V, 07 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2011 mencapai 16,92 juta

Lebih terperinci

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

Bab 4 Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan Model prediksi variabel makro untuk mengetahui kerentanan daerah di Provinsi Jawa Tengah, dilakukan dengan terlebih dahulu mencari metode terbaik. Proses pencarian metode terbaik

Lebih terperinci

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah, No.26/04/33/Th.XI, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH TAHUN

Lebih terperinci

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN No Kelompok Pola Harapan Nasional Gram/hari2) Energi (kkal) %AKG 2) 1 Padi-padian 275 1000 50.0 25.0 2 Umbi-umbian 100 120 6.0

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 748 34 3 790 684 2,379 1,165 5,803 57,379 10.11 2 Purbalingga 141 51 10 139 228

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran persebaran IPM dan komponen-komponen penyususn IPM di Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya dilakukan pemodelan dengan menggunakan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.42/06/33/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Jawa Tengah Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 447 60 8 364 478 2.632 629 4.618 57.379 8,05 2 Purbalingga 87 145 33 174 119 1.137

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 78 TAHUN 2013 TAHUN 2012 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 201256 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 71 A TAHUN 201356 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.1/3307/BRS/11/2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 Pembangunan manusia di Wonosobo pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 728 112 20 1,955 2,178 2,627 1,802 9,422 57,379 16.42 2 Purbalingga 70 50 11 471

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-issn : ; e-issn :

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-issn : ; e-issn : Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-issn : 2550-0384; e-issn : 2550-0392 PENGELOMPOKAN PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 15 TAHUN KE ATAS MENURUT KABUPATEN/KOTA DAN PENDIDIKAN TERTINGGI

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal LP2KD Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten Kendal TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN 2012 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan suatu proses perubahan terencana yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang berperan di berbagai sektor yang bertujuan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH Kondisi umum Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari aspek pemerintahan, wilayah, kependudukan dan ketenagakerjaan antara lain sebagai berikut : A. Administrasi Pemerintah,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. LAMPIRAN Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap 15.24 6.68 22.78 1676090 2 Kab. Banyumas 18.44 5.45 21.18 1605580 3 Kab. Purbalingga 20.53 5.63 21.56 879880 4 Kab. Banjarnegara

Lebih terperinci

FUZZY SUBTRACTIVE CLUSTERING BERDASARKAN KEJADIAN BENCANA ALAM PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH

FUZZY SUBTRACTIVE CLUSTERING BERDASARKAN KEJADIAN BENCANA ALAM PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH FUZZY SUBTRACTIVE CLUSTERING BERDASARKAN KEJADIAN BENCANA ALAM PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH 1 Diah Safitri, 2 Rita Rahmawati, 3 Onny Kartika Hitasari 1,2,3 Departemen Statistika FSM Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang dinamakan dengan nawacita.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode berikutnya kemampuan suatu negara untuk

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Provinsi Jawa Tengah Sensus Ekonomi 2016 No. 37/05/33 Th. XI, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Hasil Pendaftaran

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No. 66/11/33/Th.VI, 05 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2012: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,63 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2012 mencapai 17,09

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu keadaan di mana masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kehidupan yang layak, (menurut World Bank dalam Whisnu, 2004),

Lebih terperinci

FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKING

FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKING Media Informatika, Vol. 3 No. 1, Juni 2005, 25-38 ISSN: 0854-4743 FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKING Sri Kusumadewi, Idham Guswaludin Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.70 /11/33/Th.VIII, 05 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,68 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2014 yang sebesar

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 NO KAB./KOTA L P JUMLAH 1 KABUPATEN REMBANG 820 530 1.350 2 KOTA MAGELANG 238 292 530 3 KABUPATEN WONOGIRI 2.861

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/01/33/Th.II, 2 Januari 2008 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2007 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah pada Agustus 2007 adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH No Program Anggaran Sub Sasaran Lokasi 1. Program Rp. 1.000.000.000 Pelayanan dan Sosial Kesejahteraan Sosial Penyandang

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.31 /05/33/Th.VIII, 05 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,45 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Februari 2014 yang sebesar 17,72

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.69 /11/33/Th.VII, 06 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,02 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2013 mencapai 16,99

Lebih terperinci

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH OUT LINE 1. CAPAIAN PRODUKSI 2. SASARAN LUAS TANAM DAN LUAS PANEN 3. CAPAIAN

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA

PENEMPATAN TENAGA KERJA PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2015 NO. KAB./KOTA 2015 *) L P JUMLAH 1 KABUPATEN SEMARANG 3,999 8,817 12816 2 KABUPATEN REMBANG 1,098 803 1901 3 KOTA.

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/12/33/Th.III, 1 Desember 2009 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2009 Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dilaksanakan dua kali dalam setahun,

Lebih terperinci

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian 1. Batas Administrasi. Gambar 4.1: Peta Wilayah Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua

Lebih terperinci

P14 FMADM Dengan Pengembangan. A. Sidiq P.

P14 FMADM Dengan Pengembangan. A. Sidiq P. P14 FMADM Dengan Pengembangan A. Sidiq P. http://sidiq.mercubuana-yogya.ac.id Program Studi Teknik Informatika Program Studi Sistem Informasi Fakultas Teknologi Informasi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Penanganan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, 9 Februari 2016 Kemiskinan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 08/05/33/Th.I, 15 Mei 2007 TINGKAT PENGANGGURAN DI JAWA TENGAH MENURUN 0,1% Tingkat Penganguran Terbuka di Jawa Tengah pada Februari 2007 adalah 8,10%. Angka ini 0,10% lebih

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab analisis dan pembahasan ini akan jelaskan tentang pola persebaran jumlah penderita kusta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kemudian dilanjutkan dengan pemodelan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH,

GUBERNUR JAWA TENGAH, GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 wsm 2^17 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah merupakan Provinsi yang termasuk ke dalam Provinsi yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

APLIKASI PENGGUNAAN METODE KOHONEN PADA ANALISIS CLUSTER (Studi Kasus: Pendapatan Asli Daerah Jawa Tengah Dalam Menghadapi Asean Community 2015)

APLIKASI PENGGUNAAN METODE KOHONEN PADA ANALISIS CLUSTER (Studi Kasus: Pendapatan Asli Daerah Jawa Tengah Dalam Menghadapi Asean Community 2015) APLIKASI PENGGUNAAN METODE KOHONEN PADA ANALISIS CLUSTER (Studi Kasus: Pendapatan Asli Daerah Jawa Tengah Dalam Menghadapi Asean Community 015) Rezzy Eko Caraka 1 (1) Statistics Center Undip, Jurusan Statistika,

Lebih terperinci

BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH

BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH 1. Perkembangan Jumlah BPR Merger Sejak paket kebijakan bidang perbankan digulirkan pada bulan Oktober 1988 atau yang dikenal dengan Pakto 88, jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan fungsi beras sebagai makanan pokok bagi hampir seluruh penduduk. Pentingnya keberadaan beras

Lebih terperinci

GUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG

GUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG GUBERNURJAWATENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG PERKIRAANALOKASIDANABAGI HASILCUKAIHASILTEMBAKAU BAGIANPEMERINTAHPROVINSIJAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATENjKOTADI JAWATENGAHTAHUNANGGARAN2016

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) No. 74/12/33 Th.VII, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM JAWA TENGAH TAHUN 2013 SEBANYAK 3,31 JUTA RUMAH TANGGA, TURUN 28,46 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara atau wilayah di berbagai belahan dunia pasti melakukan kegiatan pembangunan ekonomi, dimana kegiatan pembangunan tersebut bertujuan untuk mencapai social

Lebih terperinci

PEMODELAN PROFIL KESRA PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMODELAN PROFIL KESRA PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS F.2. Pemodelan Profil Kesra Provinsi Jawa Tengah Dengan Sistem Informasi Geografis... (Budi Widjajanto) PEMODELAN PROFIL KESRA PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS F.10 Budi Widjajanto

Lebih terperinci

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015 KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH Joko Sutrisno 1, Sugihardjo 2 dan Umi Barokah 3 1,2,3 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN MENGGUNAKAN METODE KOHONEN

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN MENGGUNAKAN METODE KOHONEN Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 016 p-issn : 550-0384; e-issn : 550-039 PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN 009-013 MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan pembangunan ekonomi modern memiliki suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan ekonomi modern tidak hanya

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan di belahan dunia. Bahkan banyak negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. Dengan adanya pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

IR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961

IR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961 IR. SUGIONO, MP Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961 1 BBPTU HPT BATURRADEN Berdasarkan Permentan No: 55/Permentan/OT.140/5/2013 Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden yang

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu proses dalam melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Proses pembangunan yang mencakup berbagai perubahan mendasarkan status sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH TARGET INDIKATOR LKPD YANG OPINI WTP Dalam Perpres No 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 telah ditetapkan prioritas nasional pencapaian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri dari teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan perencanaan layar

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri dari teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan perencanaan layar BAB III METODE PENELITIAN Bab III berisi tentang metode penelitian. Metode penelitian yang digunakan terdiri dari teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan perencanaan layar aplikasi. A. Teknik

Lebih terperinci

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017 REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL 13-17 JULI 2017 NO SIMBOL JENIS STAND NOMOR STAND INSTANSI 1 1 Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah 2 2 Dinas Ketahanan Pangan Provinsi

Lebih terperinci

Metode Statistika STK211/ 3(2-3)

Metode Statistika STK211/ 3(2-3) Metode Statistika STK211/ 3(2-3) Pertemuan III Statistika Deskripsi dan Eksplorasi (2) Septian Rahardiantoro - STK IPB 1 Misalkan diketahui data sebagai berikut Data 1 No Jenis Kelamin Tinggi Berat Agama

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Gambaran Persebaran Penduduk Miskin Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kabupaten atau kota sejumlah 35 kabupaten dan kota (BPS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi. BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Dimasa pergantian era reformasi pembangunan manusia merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pemerintah di Indonesia, bahkan tidak hanya di Indonesia di negara-negara

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 561.4/69/2010 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

DAMPAK PERKAWINAN USIA DINI TERHADAP KONDISI SOSIO-EKONOMI KELUARGA DI KOTA SALATIGA JAWA TENGAH 1 BAB 1. PENDAHULUAN

DAMPAK PERKAWINAN USIA DINI TERHADAP KONDISI SOSIO-EKONOMI KELUARGA DI KOTA SALATIGA JAWA TENGAH 1 BAB 1. PENDAHULUAN DAMPAK PERKAWINAN USIA DINI TERHADAP KONDISI SOSIO-EKONOMI KELUARGA DI KOTA SALATIGA JAWA TENGAH 1 Oleh: Daru Purnomo, Drs.,M.Si dan Seto Herwandito S.Pd.,M.M.M.Ikom 2 BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik pada tahun 2001 telah menimbulkan dampak dan pengaruh yang signifikan bagi Indonesia (Triastuti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1. Gambaran Umum Subyek penelitian Penelitian ini tentang pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/kota

Lebih terperinci

Perbandingan Metode AHP-SAW Dengan FMCDM-SAW Pada Pemberian Pinjaman Modal Usaha Pertanian

Perbandingan Metode AHP-SAW Dengan FMCDM-SAW Pada Pemberian Pinjaman Modal Usaha Pertanian 625 Perbandingan Metode AHP-SAW Dengan FMCDM-SAW Pada Pemberian Pinjaman Modal Usaha Pertanian Biasty Handayani, Ruliah S. STMIK Banjarbaru Jl. A. Yani Km. 33,3 Banjarbaru efekbiass@gmail.com, twochandra@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat yang dilaksanakan secara berkelanjutan berdasarkan pada kemampuan nasional, dengan

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SPM KESEHATAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JATENG TAHUN

PENCAPAIAN SPM KESEHATAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JATENG TAHUN Dinas Kesehatan PENCAPAIAN SPM KESEHATAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JATENG TAHUN 2013 Berdasarkan PERMENKES RI No. 741/MENKES/PER/VII/2008 DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Piere Tendean No. 24

Lebih terperinci

Penerapan Algoritma Fuzzy C-Means untuk Pengelompokan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Berdasarkan Status Kesejahteraan Tahun 2015

Penerapan Algoritma Fuzzy C-Means untuk Pengelompokan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Berdasarkan Status Kesejahteraan Tahun 2015 Penerapan Algoritma Fuzzy C-Means untuk Pengelompokan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Berdasarkan Status Kesejahteraan Tahun 2015 Nurika Nidyashofa 1*, Deden Istiawan 22 1 Statistika, Akademi Statistika

Lebih terperinci

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah) LAMPIRAN LAMPIRAN A 1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah) NO. KOTA/KABUPATEN PAD DAU DAK BELANJA MODAL PDRB 1 Kab. Banjarnegara 71.107 562.288 65.367

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk. mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang

BAB III PEMBAHASAN. Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk. mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang BAB III PEMBAHASAN Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang dimiliki. Asumsi-asumsi dalam analisis cluster yaitu sampel

Lebih terperinci

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun 1.1. UMUM 1.1.1. DASAR Balai Pemantapan Kawasan Hutan adalah Unit Pelaksana Teknis Badan Planologi Kehutanan yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 6188/Kpts-II/2002, Tanggal 10

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI UBI KAYU PROPINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN ALGORITMA EKSTRAPOLASI POLINOMIAL NEWTON

PERAMALAN PRODUKSI UBI KAYU PROPINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN ALGORITMA EKSTRAPOLASI POLINOMIAL NEWTON Seminar Nasional Sistem Informasi Indonesia, 2-4 Desember 2013 PERAMALAN PRODUKSI UBI KAYU PROPINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN ALGORITMA EKSTRAPOLASI POLINOMIAL NEWTON Brian L. Djumaty 1), Andeka Rocky Tanaamah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia dianggap sebagai titik sentral dalam proses pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan dikendalikan oleh sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik

Lebih terperinci