BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama
|
|
- Leony Chandra
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik pada tahun 2001 telah menimbulkan dampak dan pengaruh yang signifikan bagi Indonesia (Triastuti 2004). Seiring dengan laju perubahan tersebut, pola hubungan pemerintahan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga mengalami perubahan di berbagai bidang khususnya bidang administrasi dan bidang keuangan (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia memiliki landasan yuridis yaitu Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang kemudian diganti menjadi UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara pusat dan daerah. Adanya pergantian tersebut menunjukan bahwa otonomi daerah di Indonesia bergerak dinamis seiring kondisi masyarakat yang ada (Hadi 2009; Wawuru 2009). Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 mengatur tentang sistem pemerintahan di era otonomi daerah yang lebih metitikberatkan pada peran aktif pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembangunan dan urusan daerah. Sedangkan kewenangan pemerintah pusat sangat terbatas dan hanya menyangkut keamanan 1
2 dan stabilitias nasional seperti urusan politik luar negeri, Hankam, dan peradilan moneter dan fiskal (UU No. 32 Tahun 2004; Triastuti 2004). Oleh karena itu, pemerintah daerah harus lebih cermat dalam mempersiapkan sumber daya kelembagaan maupun keuangan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan melaksanakan pembangunan. Masyarakat menyakini bahwa otonomi daerah ini merupakan jalan alternatif terbaik (Hadi 2009) untuk mendorong pembangunan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan (Hadi 2009; Oates 1993; Barzelay 1991). Sistem pemerintahan ini dinilai jauh lebih baik dibandingkan sistem sebelumnya yaitu sistem pemerintahan terpusat (sentralisasi) yang banyak dianggap sebagai faktor utama penyebab lambatnya pembangunan dan pertumbuhan ekonomi serta penyebab semakin besarnya ketimpangan antar pusat dan daerah maupun antar daerah satu dengan daerah lain (Mardiasmo 2002). Menurut Cheema dan Rondinelli (1989) serta Sidik (2001) dalam Triastuti (2004), selama pelaksanaan otonomi daerah setidaknya terdapat empat elemen penting yang diserahkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Keempat elemen tersebut adalah desentralisasi politik, desentralisasi fiskal, desentralisasi administrasi dan desentralisasi ekonomi. Empat elemen itu merupakan tanggung jawab pemerintah daerah dan wajib untuk dikelola secara efektif dan efisien sehingga akan tercapai kemandirian atau kemampuan suatu daerah untuk melaksanakan fungsinya dengan baik. 2
3 Salah satu elemen yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tersebut adalah desentralisasi fiskal (fiscal decentralisation) yang merupakan komponen utama dari otonomi. Apabila pemerintah daerah melaksanakan fungsinya secara efektif, maka harus didukung sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagi hasil pajak dan bukan pajak, maupun dari subsidi/bantuan dari pemerintah pusat (Wulandari 2001). Aspek keuangan menjadi salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu daerah dalam rangka mengoptimalkan potensi sumber penerimaan yang dimiliki guna membiayai pembangunan dan kebutuhan rumah tangganya sendiri tanpa harus bergantung pada bantuan dan subsidi dari pemerintah pusat. Sependapat dengan hal itu, Kaho (1988) dalam Nahmiati (2008) menyebutkan bahwa kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri adalah kemampuan self supporting dalam bidang keuangan. Kemampuan suatu daerah dalam mengatur dan mengelola keuangan ini dapat dilihat pada struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masing-masing. Suatu daerah dapat dikatakan mandiri apabila pos PAD dalam APBD memiliki proporsi yang relatif tinggi dibandingkan total penerimaan (Reksohadiprojo 2001 dalam Triastuti 2004). Demikian sebaliknya, jika proporsi pendapatan daerah yang berasal dari pemerintah pusat lebih besar dibandingkan total penerimaan daerah maka daerah tersebut dapat dikatakan memiliki ketergantungan fiskal atau belum mandiri dalam hal finansial (Triastuti 2004). 3
4 Isu keuangan merupakan permasalahan serius yang dirasakan oleh seluruh daerah di Indonesia. Hal itu disebabkan karena rendahnya kemampuan PAD dalam membiayai pengeluaran rutin daerah serta masih besarnya ketergantungan terhadap bantuan pemerintah pusat (Wawuru 2009). Nahmiati (2008) menunjukan bahwa proporsi PAD terhadap total pendapatan di sebagian besar daerah di Indonesia hanya 15,4 persen, yang artinya pembiayaan pembangunan daerah lebih banyak di subsidi oleh pemerintah pusat daripada PAD. Kecuali DKI Jakarta, PAD provinsi di Indonesia hanya mampu membiayai tidak lebih dari 30 persen pengeluaran rutinnya sedangkan kabupaten/kota dibawah dari 22 persen pengeluarannya yang dibiayai PAD (Nahmiati 2008). Saat ini, salah satu daerah yang masih memiliki ketergantungan fiskal adalah Provinsi Jawa Tengah. Hal itu dibuktikan dengan realisasi penerimaan dana perimbangan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia, yaitu sebesar Rp ribu (lihat gambar 1 dibawah). Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan bahwa Provinsi Jawa Tengah masih mengandalkan sumbangan pemerintah pusat guna membiayai pengeluaran rutin dan biaya pembangunan. Menurut data tersebut, rata-rata realisasi penerimaan dana perimbangan yang diterima oleh seluruh provinsi di Indonesia yaitu sebesar Rp ribu sedangkan Provinsi DKI Jakarta merupakan daerah yang mempunyai realisasi dana perimbangan terbesar diantara provinsi lain di Indonesia pada tahun Besarnya penerimaan dana di daerah tersebut berasal dari dana bagi hasil pajak dengan proporsi yang mencapai 99,21 persen. 4
5 Gambar 1 Dana Perimbangan Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2015 (Ribu Rupiah) Sumber: BPS Tahun 2015* (Diolah) *)Data APBD Kemudian tingkat ketergantungan Provinsi Jawa Tengah tahun apabila dilihat berdasarkan komposisi dana perimbangannya maka akan terlihat seperti gambar berikut. Gambar 2 Rata-Rata Komposisi Dana Perimbangan Provinsi Jawa Tengah Tahun BHP-BHBP 30,31% DAK 2,64% DAU 67,05% Sumber: BPS Tahun 2015 (data diolah) Diagram diatas merupakan gambaran rata-rata komposisi dana perimbangan Provinsi Jawa Tengah selama tahun Seperti yang terlihat pada gambar tersebut, rata-rata presentase pendapatan dana perimbangan Provinsi 5
6 Jawa Tengah terbesar berasal Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 67,05%, kemudian Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak (BHP-BHBP) sebesar 30,31% dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 2,64%. Hal ini mengindikasikan bahwa ketergantungan Provinsi Jawa Tengah terhadap dana pihak luar masih cukup tinggi. Indikator lain yang digunakan untuk mengetahui kemadirian suatu daerah adalah dengan melihat besarnya rasio PAD terhadap total pendapatan daerah (Kementrian Keuangan RI 2011; Suci 2013; Aulia 2014). Kondisi perkembangan realisasi PAD Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada grafik 1 dibawah. Terlihat dari grafik tersebut, penerimaan PAD Provinsi Jawa Tengah dalam kurun waktu selalu mengalami peningkatan. Rata-rata penerimaan PAD Provinsi Jawa Tengah selama periode tersebut adalah sebesar Rp ribu dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 20,01% tiap tahun. PAD Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 adalah sebesar Rp ribu kemudian pada tahun 2014 meningkat menjadi Rp ribu. Peningkatan ini terjadi karena adanya inisiatif dan upaya pemerintah daerah dalam mengoptimalkan potensi penerimaan terutama dari sisi pajak daerah dan retribusi daerah. 6
7 Grafik 1 Perkembangan PAD Provinsi Jawa Tengah Periode (Ribu Rupiah) Sumber: BPS Tahun 2015 (data diolah) Di Indonesia, desentralisasi fiskal merupakan salah satu kunci utama pembangunan dan pemerataan dalam era otonomi daerah (Mardiasmo 2002). Hal itu disebabkan karena adanya aliran transfer dana dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah akan mendorong perekonomian daerah tumbuh dan kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Namun, jika pemerintah daerah hanya bergantung pada dana bantuan maka dana tersebut tidak akan cukup untuk membiayai seluruh kebutuhan (Wawuru 2009). Oleh karena itu, pemerintah daerah harus mencari sumber pendapatan daerah lainnya dengan cara menggali potensi yang dimiliki. Apabila suatu daerah memiliki tingkat kemandirian yang tinggi (tidak bergantung kepada dana transfer lagi karena mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki) maka daerah tersebut diharapkan memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula, demikian sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi ini di cerminkan dengan perubahan (kenaikan/penurunan) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Perlu 7
8 diketahui bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi di suatu provinsi merupakan komposit dari pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di provinsi tersebut maka pertumbuhan kabupaten/kota di provinsi tersebut juga perlu dicermati. Pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1 Laju Pertumbuhan PDRB ADHK 2010 Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun (Persen) Kabupaten/Kota Rata-Rata Kabupaten Cilacap 4,43 4,07 1,98 2,09 2,96 3,11 Kabupaten Banyumas 5,77 6,61 5,88 6,89 4,78 5,99 Kabupaten Purbalingga 5,67 5,67 5,79 5,61 5,73 5,69 Kabupaten Banjarnegara 4,89 5,44 5,23 5,26 5,07 5,18 Kabupaten Kebumen 4,15 6,15 4,88 4,65 5,80 5,13 Kabupaten Purworejo 5,01 5,64 4,59 5,11 4,63 5,00 Kabupaten Wonosobo 4,29 5,37 4,70 5,25 4,16 4,75 Kabupaten Magelang 4,51 6,68 4,88 6,30 4,87 5,45 Kabupaten Boyolali 3,60 6,34 5,33 5,83 5,04 5,23 Kabupaten Klaten 1,73 6,29 5,71 6,27 5,38 5,08 Kabupaten Sukoharjo 4,65 5,88 5,90 5,78 5,26 5,49 Kabupaten Wonogiri 3,14 3,58 5,94 4,79 5,26 4,54 Kabupaten Karanganyar 5,42 4,95 5,72 5,69 5,12 5,38 Kabupaten Sragen 6,06 6,55 6,12 6,71 5,59 6,21 Kabupaten Grobogan 5,05 3,19 5,08 4,55 4,03 4,38 Kabupaten Blora 5,52 4,42 4,90 5,36 4,39 4,92 Kabupaten Rembang 4,45 5,19 5,32 5,41 5,15 5,10 Kabupaten Pati 5,11 5,91 5,93 5,90 4,54 5,48 Kabupaten Kudus 4,16 4,24 4,11 4,53 4,26 4,26 Kabupaten Jepara 4,52 4,92 5,86 5,25 4,64 5,04 Kabupaten Demak 4,12 5,39 4,46 5,27 4,27 4,70 Kabupaten Semarang 4,90 6,27 6,03 6,87 6,00 6,01 Kabupaten Temanggung 4,31 6,09 4,27 6,14 5,15 5,19 Kabupaten Kendal 5,95 6,57 5,21 5,93 5,10 5,75 Kabupaten Batang 4,97 6,12 4,62 5,84 5,31 5,37 Kabupaten Pekalongan 4,27 5,66 4,81 5,99 4,92 5,13 Kabupaten Pemalang 4,94 5,01 5,32 5,53 5,52 5,26 Kabupaten Tegal 4,83 6,39 5,23 6,75 5,00 5,64 8
9 Kabupaten/Kota Rata-Rata Kabupaten Brebes 4,94 6,65 4,58 5,97 5,32 5,49 Kota Magelang 6,12 6,11 5,37 6,04 4,88 5,70 Kota Surakarta 5,94 6,42 5,58 6,17 5,24 5,87 Kota Salatiga 5,01 6,58 5,53 6,27 4,80 5,64 Kota Semarang 5,87 6,58 5,97 6,64 5,30 6,07 Kota Pekalongan 5,51 5,49 5,61 5,91 5,48 5,60 Kota Tegal 3,79 6,47 4,21 5,45 5,03 4,99 Rata-rata 5,25 Sumber : Daerah Dalam Angka BPS ( ) Tabel 1 diatas menunjukan laju pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah tahun Selama periode tersebut, terlihat bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah sebesar 5,25 persen per tahun. Sementara itu, daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi yaitu Kabupaten Sragen disusul Kota Semarang dengan rata-rata pertumbuhan masing-masing sebesar 6,21 persen dan 6,07 persen tiap tahun. Sedangkan rata-rata pertumbuhan ekonomi terendah adalah Kabupaten Cilacap sebesar 3,11 persen per tahun. Jika dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah selama kurun waktu menempati posisi yang paling rendah dengan rata-rata 5,25 persen. Provinsi Banten merupakan daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi selama periode tersebut dengan rata-rata sebesar 6,5 persen disusul oleh Provinsi DKI Jakarta dengan ratarata 6,31 persen dan Provinsi Jawa Timur dengan rata-rata 6,25 persen (lihat grafik 2 dibawah). 9
10 Persen (%) Grafik 2 Laju Pertumbuhan Ekonomi 6 Provinsi di Pulau Jawa Tahun DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAH DI YOGYAKARTA JAWA TIMUR BANTEN Sumber: BPS (data diolah) Berdasarkan uraian permasalahan tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian berjudul, Analisis Kemandirian Keuangan Daerah dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi kemandirian keuangan daerah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun ? 2. Bagaimana pengaruh kemandirian keuangan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun ? 10
11 1. 3. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis kemandirian keuangan daerah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun Menganalisis pengaruh kemandirian keuangan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun Manfaat 1. Memberikan data dan informasi lengkap mengenai kondisi tingkat kemandirian keuangan daerah dan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. 2. Memberikan saran dan rekomendasi untuk optimalisasi pengelolaan pendapatan daerah serta dapat menjadi masukan bagi pembuat kebijakan daerah khususnya di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang relevan dengan rekomendasi hasil penelitian Kerangka Pemikiran Penerapan otonomi di Indonesia secara umum terbagi atas empat hal menurut Sidik (2001) dalam Triastuti (2004) yaitu desentralisasi politik, administratif, fiskal dan desentralisasi ekonomi. Salah satu tujuan desentralisasi fiskal adalah peningkatan kemandirian daerah dalam hal pendanaan pembangunan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah (Suci 2013). Akan tetapi, pada kenyataannya tujuan tersebut sampai saat ini belum dapat tercapai oleh masing- 11
12 masing daerah dan bahkan masih ada beberapa daerah yang memiliki tren kemandirian yang baik namun tidak diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik pada daerah tersebut atau sebaliknya. Oleh karena itu, diperlukan analisis untuk melihat pengaruh kemandirian keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut menjadi acuan penelitian untuk menganalisis pengaruh kemandirian keuangan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi pada kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Untuk mengetahui kemandirian keuangan daerah kabupaten dan kota Provinsi Jawa Tengah, metode analisis digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Sedangkan analisis regresi data panel digunakan untuk melihat adanya pengaruh kemandirian keuangan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi. Secara sistematis kerangka konsep pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Otonomi Daerah Desentralisasi Fiskal Kemandirian Keuangan Daerah Pertumbuhan Ekonomi Analisis Deskriptif Kuantitatif Analisis Pengaruh (Regresi Data Panel) Rekomendasi Kebijakan Gambar 3 Kerangka Konsep Pemikiran 12
BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH
BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi.
BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Dimasa pergantian era reformasi pembangunan manusia merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pemerintah di Indonesia, bahkan tidak hanya di Indonesia di negara-negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang dinamakan dengan nawacita.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah yang bersangkutan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan pembangunan ekonomi modern memiliki suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan ekonomi modern tidak hanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara atau wilayah di berbagai belahan dunia pasti melakukan kegiatan pembangunan ekonomi, dimana kegiatan pembangunan tersebut bertujuan untuk mencapai social
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional, guna mewujudkan cita-cita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna mewujudkan cita-cita
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 201256 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH TAHUN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan di belahan dunia. Bahkan banyak negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga-lembaga sosial. Perubahan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 78 TAHUN 2013 TAHUN 2012 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia dianggap sebagai titik sentral dalam proses pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan dikendalikan oleh sumber
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 71 A TAHUN 201356 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian 1. Batas Administrasi. Gambar 4.1: Peta Wilayah Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Metode penelitian merupakan cara penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Sugiyono (2010:2) mengemukakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu keadaan di mana masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kehidupan yang layak, (menurut World Bank dalam Whisnu, 2004),
Lebih terperinciBAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi
BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t
PROVINSI JAWA TENGAH Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan suatu proses perubahan terencana yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang berperan di berbagai sektor yang bertujuan
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan
Lebih terperinciPRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH
No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,
Lebih terperinciASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU
INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 447 60 8 364 478 2.632 629 4.618 57.379 8,05 2 Purbalingga 87 145 33 174 119 1.137
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode berikutnya kemampuan suatu negara untuk
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. kepada pemerintah pusat. Penulis melakukan pengambilan data
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada kabupaten/kota provinsi Jawa Tengah tahun 2011-2013 yang seluruh data keuangannya telah di terbitkan dan dilaporkan kepada
Lebih terperinciPRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013
No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Letak dan Luas Wilayah Jawa Tengah terletak di antara 108 30 B.T -- 111 30 B.T dan 6 30 L.S -- 8 30 L.S. Propinsi ini terletak di
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015
No.42/06/33/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Jawa Tengah Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat yang dilaksanakan secara berkelanjutan berdasarkan pada kemampuan nasional, dengan
Lebih terperinciASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU
INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 748 34 3 790 684 2,379 1,165 5,803 57,379 10.11 2 Purbalingga 141 51 10 139 228
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Heteroskedastisitas Berdasarkan uji Park, nilai probabilitas dari semua variabel independen tidak signifikan pada tingkat 5%. Keadaan ini
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian Hasil analisa Deskripsi Obyek Penelitian dapat dilihat pada deskriptif statistik dibawah ini yang menjadi sampel penelitian adalah
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH,
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 wsm 2^17 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Industrialisasi pada negara sedang berkembang sangat diperlukan agar dapat tumbuh
Lebih terperinciTABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN
TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN No Kelompok Pola Harapan Nasional Gram/hari2) Energi (kkal) %AKG 2) 1 Padi-padian 275 1000 50.0 25.0 2 Umbi-umbian 100 120 6.0
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH
BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas
Lebih terperinciGambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah
36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem desentralistik atau otonomi daerah merupakan salah satu keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut dilatarbelakangi oleh pelaksanaan
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015
No.1/3307/BRS/11/2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 Pembangunan manusia di Wonosobo pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA TENGAH
BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/12/33/Th.III, 1 Desember 2009 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2009 Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dilaksanakan dua kali dalam setahun,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan
Lebih terperinciGambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,
No.26/04/33/Th.XI, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Meskipun
Lebih terperinciBAB I BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan
BAB I BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah merupakan Provinsi yang termasuk ke dalam Provinsi yang memiliki jumlah penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam meningkatkan pendapatan suatu pembangunan perekonomian di Indonesia, tentunya diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN
No. 62/11/33/Th.V, 07 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2011 mencapai 16,92 juta
Lebih terperinciTIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal
LP2KD Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten Kendal TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN 2012 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah
Lebih terperinciASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU
INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 728 112 20 1,955 2,178 2,627 1,802 9,422 57,379 16.42 2 Purbalingga 70 50 11 471
Lebih terperinciGUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG
GUBERNURJAWATENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG PERKIRAANALOKASIDANABAGI HASILCUKAIHASILTEMBAKAU BAGIANPEMERINTAHPROVINSIJAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATENjKOTADI JAWATENGAHTAHUNANGGARAN2016
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH
No.31 /05/33/Th.VIII, 05 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,45 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Februari 2014 yang sebesar 17,72
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH
No.69 /11/33/Th.VII, 06 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,02 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2013 mencapai 16,99
Lebih terperinciEVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH
EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Penanganan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, 9 Februari 2016 Kemiskinan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun 2000-an kondisi agribisnis tembakau di dunia cenderung
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA TENGAH
BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/01/33/Th.II, 2 Januari 2008 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2007 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah pada Agustus 2007 adalah
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH
No.70 /11/33/Th.VIII, 05 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,68 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2014 yang sebesar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dekade 1970, pembangunan identik dengan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi lebih menitikberatkan pada kemampuan suatu negara untuk mengembangkan outputnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Provinsi Jawa Tengah Sensus Ekonomi 2016 No. 37/05/33 Th. XI, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Hasil Pendaftaran
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.
KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas
Lebih terperinciKEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH
KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH TARGET INDIKATOR LKPD YANG OPINI WTP Dalam Perpres No 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 telah ditetapkan prioritas nasional pencapaian
Lebih terperinciTABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012
Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)
Lebih terperinciKONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH
KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH Kondisi umum Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari aspek pemerintahan, wilayah, kependudukan dan ketenagakerjaan antara lain sebagai berikut : A. Administrasi Pemerintah,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang berupaya meningkatkan pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan taraf hidup ke arah yang lebih
Lebih terperinciKeadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015
KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH
No. 66/11/33/Th.VI, 05 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2012: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,63 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2012 mencapai 17,09
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan merangsang proses produksi barang. maupun jasa dalam kegiatan masyarakat (Arta, 2013).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan suatu perubahan struktur ekonomi dan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejaheraan penduduk atau masyarakat. Kemiskinan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu proses dalam melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Proses pembangunan yang mencakup berbagai perubahan mendasarkan status sosial,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan
Lebih terperinci1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)
LAMPIRAN LAMPIRAN A 1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah) NO. KOTA/KABUPATEN PAD DAU DAK BELANJA MODAL PDRB 1 Kab. Banjarnegara 71.107 562.288 65.367
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Keadaan Geografis a. Letak Geografis Provinsi Jawa Tengah secara geografis terletak antara 5 o 4 dan 8 o 3 Lintang Selatan dan
Lebih terperinciKEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH
KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH No Program Anggaran Sub Sasaran Lokasi 1. Program Rp. 1.000.000.000 Pelayanan dan Sosial Kesejahteraan Sosial Penyandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerapan otonomi daerah memberikan ruang kepada daerah untuk mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga pemberian pelayanan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari : 1. Kab. Banjarnegara 13. Kab. Demak 25. Kab.
BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek dan Subyek Penelitian Dalam penelitian ini daerah yang digunakan adalah seluruh kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari : 1. Kab. Banjarnegara 13. Kab.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG
PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA TENGAH
BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 08/05/33/Th.I, 15 Mei 2007 TINGKAT PENGANGGURAN DI JAWA TENGAH MENURUN 0,1% Tingkat Penganguran Terbuka di Jawa Tengah pada Februari 2007 adalah 8,10%. Angka ini 0,10% lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan pengelolaan keuangan daerah dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Lebih terperinciHASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)
No. 74/12/33 Th.VII, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM JAWA TENGAH TAHUN 2013 SEBANYAK 3,31 JUTA RUMAH TANGGA, TURUN 28,46 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada masa Orde Baru dilakukan secara sentralistik, dari tahap perencanaan sampai dengan tahap implementasi ditentukan oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan
Lebih terperinciLUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH
LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH OUT LINE 1. CAPAIAN PRODUKSI 2. SASARAN LUAS TANAM DAN LUAS PANEN 3. CAPAIAN
Lebih terperinciBOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH
BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH 1. Perkembangan Jumlah BPR Merger Sejak paket kebijakan bidang perbankan digulirkan pada bulan Oktober 1988 atau yang dikenal dengan Pakto 88, jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam meningkatkan kesajahteraan seluruh rakyat Indonesia dan pemerataan status ekonomi antara penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 561.4/69/2010 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang
Lebih terperinciPENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016
PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 NO KAB./KOTA L P JUMLAH 1 KABUPATEN REMBANG 820 530 1.350 2 KOTA MAGELANG 238 292 530 3 KABUPATEN WONOGIRI 2.861
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran persebaran IPM dan komponen-komponen penyususn IPM di Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya dilakukan pemodelan dengan menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan suatu daerah diperlukan anggaran-anggaran. tersebut guna memajukan serta mengembangkan daerah tersebut.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam masa perkembangan suatu daerah diperlukan anggaran-anggaran untuk memajukan suatu daerah. Terdapat belanja daerah untuk membelanjai atau mendanai semua perlengkapan
Lebih terperinciPENEMPATAN TENAGA KERJA
PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2015 NO. KAB./KOTA 2015 *) L P JUMLAH 1 KABUPATEN SEMARANG 3,999 8,817 12816 2 KABUPATEN REMBANG 1,098 803 1901 3 KOTA.
Lebih terperinciKEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009
KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009 GUBERNUR JAWA TENGAH, Membaca : Surat Kepala Dinas Tenaga
Lebih terperinci