BAB V MANUNGGALING PENGUASA DAN KORPORASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V MANUNGGALING PENGUASA DAN KORPORASI"

Transkripsi

1 BAB V MANUNGGALING PENGUASA DAN KORPORASI 5.1 Kesimpulan Keberadaan Sultan HB X yang memiliki nature Dwi Tunggal, yakni sebagai penguasa tanah di Yogyakarta dan juga bermain dengan tanah miliknya (player) sekaligus sebagai penentu kebijakan pertanahan di Yogyakarta (regulator). Kondisi tersebut melahirkan indikasi privatisasi melalui lembaga adat (kesultanan) yang dimudahkan dengan regulasi keistimewaan. Simbol-simbol kultural dalam simbol Jogja Istimewa justru dipergunakan untuk melancarkan agenda privatisasi aset-aset publik dalam hal ini adalah ruang(tanah) di Yogyakarta. Tanah Sultan dan tanah Paku Alaman adalah semua tanah yang berada di wilayah keraton Kasultanan dan Puro Paku Alaman kecuali tanah-tanah yang sudah diberikan hak kepemilikannya kepada siapapun. Definisi ini mengacu pada domein verklaring yang dianut sejak tahun 1918, dikukuhkan dalam Perda DIY No. 5 Tahun 1954, hingga dinyatakan kembali pada tanggal 11 April 2000 pada acara Inventarisasi dan Sertifikasi Tanah-tanah Keraton DIY antara pemerintah daerah 81, status Hukum Tanah Keraton Yogyakarta setelah diberlakukannya UU no. 5 tahun 1960 di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, akses masyarakat atas tanah instansi terkait jumlahnya berlaku susut ketika dinyatakan suatu lahan dibuktikan sebagai milik orang lain. Keberadaan dan pengakuan Sultan Ground dan Pakualaman Ground sekarang ini justru tidak membuat Jogja istimewa karena mengatasnamakan adat untuk melanggar dan merampas hak terutama hak hidup dan penghidupan orang lain khususnya warga Yogyakarta. Krisis ruang hidup yang berlangsung di Yogyakarta yang ingin menjadi bagian dari dunia (bisnis pariwisata) global. Demi tujuan tersebut dibangun bandar udara, hotel, resort, wisata alam buatan dan juga mal diatas ribuan hektare tanah kas desa, tanah yang merupakan warisan nenek moyang kita, dan juga lahan-lahan produktif yang dipertahankan sejak masa kolonial untuk menjaga ketahanan pangan warga perlahan-lahan mulai tergusur. Jogja benar-benar sudah diual, bagaimana tidak, untuk menggusur tanah tersebut, para pembangun dan pengusaha Angkasa Pura atau PT Jogja Magasa Iron bisa melenggang dengan mudah karena mendapat izin atas nama pemerintah tertinggi di daerah ini yaknisultan atau Gubernur dan perangkat di bawahnya. Yogyakarta benar-benar dijual, tanah dan ruangnya di perjual belikan kepada investor dengan mudahnya, kapitalisais ruang hidup terjadi dan akibatnya lagi dan lagi adalah rakyat miskin. 81 Sarjita, Kajian Yuridis tentang Status Tanah Swapraja dan Eks Swapraja dalam Hukum Tanah Nasional, Makalah untuk diskusi bulanan PPPM-STPN, Yogyakarta, 18 Maret 2005, hlm

2 Masalah demi masalah terus akan timbul karena peraturan dan status tanah di Yogyakarta ini tumpang tindih. Dengan pengakuan dari Keraton tentang adanya SG dan PAG menjadi membingungkan apakah pengelolaan tanah masih dilakukan oleh keraton atau oleh negara. Jika memang masih mengacu pada UUPA 1960 tentunya semua keluhan dan masalah pertanahan dibawa dan selesai oleh Badan Pertanahan Negara, tapi Yogyakarta unik, mengakui SG dan PAG dengan membentuk Panitikismo tetapi disisi lain juga memiliki BPN. Keberadaan Sultan sebagai Dwi Tunggal, player sekaligus regulator dalam pengelolaan tanah di Yogyakarta setelah ditelusuri menggunakan fase tripartite pengalaman manusia kemudian dipastikan posisi subjek dan overdeterminasi yang terjadi pada pada Sultan tersebut bisa dikatakan bahwa keberadaan posisi subjek dan terjadinya overdetrminasi berimplikasi pada pendefinisian ide soal tanah dan praktek pengelolaan tanah di Yogyakarta. Ide yang dalam fase tripartide Lacan mengindikasikan ide akan kebutuhan dalam hal ini kebutuhan Sultan sekalipun tidak bisa lepas dari pemikiran akan kebutuhan, kebutuhan untuk melindungi tanah SG dan PAG yang diyakini sebagai milik Keraton bukan milik negara. Kemudian secara ego yang disandingkan dengan permintaan untuk terus dan terus berambisi terlihat pada ambisinya yang ingin mengumpulkan dan menguasai tanah kasultanan dengan menghidupkan lagi hukum adat tanah swapraja yang tercermin dalam UU Keistimewaan. setelah ide dan ego tercipta kemudian dikatakan Lacan adalah fase terakhir dimana Sultan menonjolkan dirinya, ingin menampilka sosok dirinya dan dibarengi dengan hasrat. Hasrat untuk tetap dihormati, menjadi pemimpin yang disgani sekaligus hasrat untuk memiliki yang terwujud dengan cara mendapatkan kesenangan yang bertentangan dengan diri dan orang lain, contoh konkritnya adalah dengan pemberlakuan kembali aturan feodal SG dan PAG, Sultan dapat sewaktu-waktu jika menghendaki akan mengambil tanah yang ditempati warganya. Sultan sendiri setidaknya memiliki lima (5) struktur yang dapat mengkonstruksi dirinya yakni Adat, Pemerintahan Lokal, Pemerintahan Negara, Ekonomi Politik dan Keluarga. Masing-masing struktur tersebut dapat menempatkan Sultan dalam posisi yang berbeda juga. Tergantung struktur yang mengkonstruksinya, misal dalam struktur adat, Sultan adalah Raja. Kemudian situasi overdeteminasi terjadi ketika dua atau lebih struktur dan posisi secara bersamaan beroperasi dalam diri Sultan, Sultan sebagai raja dan gubernur adalah subjek yang sama. Bekerjanya konsep posisi subjek dan overdeterminasi ini bisa digunakan untuk melihat ide dan praktek yang Sultan lakukan ketika dalam dirinya adalah seorang penguasa tanah dan pemutus kebijakan, tentunya ide dan praktek yang dilakukan akan lebih condong ke pemuasan ego dan hasratnya yakni menguasai kembali tanah di Yogyakarta sesuai dengan ide tentang 83

3 keyakinannya pada perjanjian Giyanti bahwa tidak ada tanah negara di Yogyakarta. Sedang pada level praktek adalah beberapa tindakan pengabaiannya terhadap kasus-kasus klaim tanah SG dan PAG yang mengatasnamakan keistimewaan padahal untuk melanggengkan korporasi, karena data yang didapat adalah ada beberapa perusahaan yang dimiliki Keraton berkaitan dengan penggunaan dan pemanfaatan tanah/ruang. Maka tidak salah lagi bila Sultan HB X disebut sebagai Manunggaling penguasa dan pengusaha Sultan Player atau Regulator? Bahasan sebelumnya sudah banyak mengulas mengenai pemahan warga DIY tentang konsepsi Sultan sebagai player dan regulator dalam agraria di DIY juga tentang pemaknaan konsep tanah di DIY sebagai private resource atau public resource berdasarkan pengelolaan yang dilakukan oleh Sultan HB X. Sejatinya ide dan praktek yang keluar dari Sultan selain dari status yang disandangnya juga berdasarkan dari kepentingannya. Ada kalanya kepentingan seseorang itu disembunyikan namun ada kalanya juga terus diperlihatkan dan oleh Sri Sultan HB X sendiri kepentingan tersebut terlihat dalam ide dan sikapnya. Konsep ide bisa telihat dari persoalan pertanahan dan Penataan Ruang, sesuai bunyi pasal 26 ayat 1 RUUK DIY. Bunyi pasal dikatakan, "Kasultanan dan Pakualaman ditetapkan sebagai Badan Hukum"."Bunyi pasal itu tidak sinkron dengan bunyi penjelasannya yang menyebutkan sebagai Badan Hukum kebudayaan. Sempat Sultan mengluarkan statement yakni beliau khawatir jangan-jangan naskah akademiknya sama dengan sebelumnya, yang berubah hanya RUUnya. Apabila benar, maka keuntugan latar belakang sebagaimana dimaksud di dalam naskah akademik dengan keinginan pengaturannya(ruu) menjadi tidak sinkron. Berikutnya, kalau Kasultanan dan Kadipaten ditetapkan sebagai Badan Hukum, pertanyaannya, sebagai Badan Hukum privat atau publik, lalu bagaimana dengan tanah-tanah yang selama ini dikelola oleh masyarakat dan dilepaskan kepada pihak lain, apakah kemudian harus dibatalkan. Menurut Sultan tepatnya Kasultanan dan Kadipaten ditegaskan sebagai subyek hak atas tanah. 82 Padahal terkait tanah, Kasultanan dan Pakualaman di UUK disebut sebagai Badan Hukum yang bisa dikatakan tidak jelas. Badan publik bukan, privat bukan. Sehingga tidak ada yang bisa mengaudit kekayaan tanahnya atau tidak ada kewajiban membayar pajak. Sungguh aneh dimana sertifikasi besar-besaran tanah di Yogyakarta yang 82 Sumber Tribun News dalam Sembilan Sikap Sultan Soal RUUK DIY diakses pada 18 September

4 menggunakan dana dari APBN namun Kasultanan dan Pakualaman juga tidak wajib menyampaikan laporan apapun terkait tanah, negara tidak memiliki kontrol terhadap kepemilikan properti lembaga di dalamnya. Salah satu filosofi dasar masyarakat Jawa utamanya bagi Kesultanan Yogyakarta dan visi bagi setiap kegiatan pemerintahan dan utamanya kegiatan pembangunan di Yogyakarta, Hamemayu Hayuning Bawono kini bisa dikatakan sudah mulai memudar. Hamemayu Hayuning Bawono yang memiliki arti mempercantik alam yang sudah cantik. Hal tersebut digunakan oleh sekelompok teman LSM yang rutin menggelar acara kamisan di Tugu Yogyakarta Gambar 5.1. Aksi Kamisan Penolakan NYIA Sumber: Jogja Darurat Agraria, Kamis 7 Desember

5 Memudar karena berdasarkan falsafah tersebut harusnya tata ruang Yogyakarta dibuat sedemikian rupa dengan menggunakan nilai-nilai kearifan lokal dari falsafah Jawa yang dimilikinya dengan maksud untuk selalu menjaga dan memanfaatkan kesemuanya dengan baik serta tidak berlebih. Namun yang terjadi sekarang justru penataan ruang yang semena-mena yang lebih mengejar keuntungan ekonomi semata. Pembangunan dan permasalahan agraria di Yogyakarta kini menuai berbagai masalah, mulai dari Jogja asat, penolakan pembangunan apartemen di Kabupaten Sleman, hingga munculnya penolakan pembangunan bandara di Kulon Progo karena dapat merusak lahan pertanian dan terjadi degradasi lingkungan di wilayah Yogyakara. Kesemuanya merupakan contoh nyata jika saat ini filosofi Hamemayu Hayuning Bawono dalam pembangunan mulai hilang, Berdasarkan dari beberapa bahasan kasus agraria yang digunakan untuk mengungkap ide dan sikap/praktek Sri Sulthan HB X, bisa dikatakan sikapnya sangat jelas, SG/PAG adalah milik Kasultanan dan Pakualaman, dan mereka ingin mengelolanya secara mandiri sebagai basis ekonomi dan politik Keraton. Sikap Sultan yang bisa dikatakan acuh dan cukup berani dalam mengeluarkan statement terkait dengan permasalahan agrarian cukup bisa menunjukkan bahwa beliau memang berkepentingan juga dengan tanah khusunya SG/PAG. Gambar 5.2. Statement Sultan HB X tentang penggusuran tanah untuk NYIA Sumber: Detik News, Rabu 6 Desember

6 Bisa dikatakan sebetulnya masalah NYIA ini ada dua logika yakni logika kelas menengah dan Sultan yang mendukung berjalannya pembangunan NYIA karena kebutuhan mobilitas yang tinggi namun justru lupa bahwa ada masalah social yang mengancam selanjutnya dan logika kelas bawah yang menginginkan Yogyakarta tetap ramah, tempat tinggal dan mata pencaharian mereka aman. Ditarik dari kepemilikan setidaknya 10 jaring investasi bisnis berskala besar di Yogyakarta dan dari sikap Sri Sultan yang kebanyakan dikatakan tega oleh warganya bisa diposisikan bahwa Sultan HB X cenderung sebagai player atau pemain dalam bisnis agraria di Yogyakarta. 5.2 Refleksi Teoritis Analisis Konsep Subject Position, Overdetermined dan Sikap Fungsi Kepentingan Dalam Ide dan Praktek Sultan HB X Dalam Pengelolaan Tanah Di Yogyakarta Seperti yang sudah dijelaskan sejak awal bahawa penulis ingin mengetahui bagaimana kepemilikian dua nature sebagai player sekaligus sebagai regulator (Dwi Tunggal) berimplikasi pada pendefinisian ide soal tanah dan praktek pengelolaan tanah di Yogyakarta. Perjalanan penelitidalam proses pencarian data,e pengolahan dan penulisan bukanlah perkara mudah. Sekalipun Yogyakarta adalah tempat asal peneliti namun tema dari penelitian ini sedang dalam kondisi sensitif saat itu sehingga proses pencariaan data tidak semulus yang dibayangkan. Apalagi kendala terbesar peneliti dalam pencarian data adalah belum dapat bertemu langsung dengan Sultan atau Panitikismo yang saat ini diketuai Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hadiwinoto yang memiliki kompetensi untuk memberikan klarifikasi paling valid tentang ide dan konsep tanah yang sedang dijalankan di Yogyakarta ini. Akan tetapi hal ini tidak serta merta membuat peneliti berkecil hati dan putus asa dalam menyelesaikan tesis ini, karena ada banyak sumber informasi lain yang membantu terkumpulnya data-data di lapangan yakni LBH Yogyakarta, Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN), Badan Pertanahan Negara Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta, serta teman-teman aktivis dari Jogja Berdaya dan Jogja Darurat Agraria. Peneliti juga sempat menjadi relawan magang di LBH Yogyakarta jadi sedikit banyak cerita dan informan didapat pada saat ikut teman-teman LBH Yogya mengadvokasi konflik. Dalam menganalisi masalah pengelolaan tanah/ ruang di Daerah Istimewa Yogyakarta, peneliti menggunakan Teori Psikoanalisis dari Jacques Lacan dan konsep sikap fungsi 87

7 kepentingan. Sikap adalah fungsi kepentingan, penjelasannya adalah jika kepentingan berubah maka sikap juga akan berubah. Sikap ini ada saatnya disembunyikan namun ada waktunya juga untuk secara terus terang diperlihatkan. Bisa dikatakan bahwa sikap dan pernyataan yang dikeluarkan oleh Sultan HB X adalah berdasar dan bergantung pada kepentingan yang sedang diusahakan. Sikap yang dikluarkan memang bisa saja tidak selalu dapat dikontrol tapi adakalanya juga disembunyikan agar tidak terlihat secara jelas bahwa sedang mengusahakan kepentingan tertentu. Psikoanalisis dalam pengertian secara harfiah adalah ilmu yang mengurai tentang diri manusia 83 tentang bekerjanya konsep subject position dan konsep overdetermined. Dalam konsep psikonalisis yang diungkapkan oleh Lacan, Lacan menjelaskan terlebih dahulu tentang pembentukkan pengalaman perkembangan manusia yang dikenal dengan tripartite model, yaitu; yang nyata (the real), yang imajiner (the imajinary), dan yang simbolik (the symbolic), lintasan fase-fase ini oleh Lacan dipertemukan dengan konsep kebutuhan (need), permintaan (demand) dan hasrat (desire). Untuk melihat bagaimna ide dan praktek dari Sultan HB X ini adalah dengan merunutnya dari fase tripartite model dari Lacan. Fase yang pertama adalah kebutuhan (need) yang secara sederhana dapat diartikan sebagai kebutuhan secara fisiologis atau dalam makna lain sebagai kebutuhan fisiologis yang dapat tercukupi. Realita yang terjadi adalah Sultan sekalipun tidak bisa lepas dari pemikiran akan kebutuhan, dan menurut Lacan fase kebutuhan (need) ini berdiam dalam Yang Nyata yang merupakan "fase sebelum pikiran". Kemudian fase selanjutnya adalah yang Imajiner (the Imaginary) dimana muncul apa yang disebut ego. Ego ideal tidak akan pernah cocok dengan keadaan individu yang sebenarnya. Ego tidak lain adalah konsep imajiner tentang diri yang utuh, sempurna, tanpa cela tanpa kurang dan tanpa keyakinan adanya kekurangan di dalamnya. Fase ini bisa dikatakan terjadi dalam diri Sultan dan terlihat pada ambisinya yang ingin mengumpulkan dan menguasai tanah kasultanan dengan menghidupkan lagi hukum adat tanah swapraja yang tercermin dalam UU Keistimewaan. Fase terakhir adalah yang simbolik, menurut Lacan manusia selalu berada dalam kondisi berkekurangan, dan hasratlah satu-satunya yang dapat memenuhi kekurangan tersebut. Pada dasarnya hasrat merupakan keinginan akan kepemilikan identitas. Pada tataran simbolik tersebut dalam hal ini Sultan berkeinginan untuk memiliki identitas lengkap yang disebut "aku". Semua yang terpancar pada diri Sultan adalah hasil daripada fase simbolik. 83 Kamus Ilmiah Populer, Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry. 88

8 Disebutkan dalam tataran simbolik, individu akan selalu merasa kekurangan untuk terus dan terus menciptakan identitasnya dan memenuhi egonya. Rasa kekurangan itu hanya bisa dipenuhi dengan terpenuhinya hasrat. Ada 2 bentuk utama hasrat yaitu hasrat menjadi (to be) dan hasrat memiliki (to have). Individu yang menginginkan dirinya menjadai obyek cinta, pemujaan, penghormatan, kekaguman dan sosok yang ideal berarti dia sedang mengalami hasrat menjadi. Orang yang ingin menjadi sosok ideal, pusat perhatian dan dicintai oleh banyak orang, ia akan bertingkah-laku dan menciptakan citra (image) dirinya sedemikian rupa agar ia tetap dicintai. Atau kondisi tersebut dinamakan narcissistic desire. Sedangkan hasrat memiliki, maskudnya adalah hasrat memiliki Liyan (materi, benda, orang, kekuasaan, posisi) sebagai sebuah cara untuk memenuhi kepuasan diri. Ia mengambil bentuk pada cara mendapatkan kesenangan yang bertentangan dengan diri dan orang lain, atau kondisi ini disebut anaclictic desire. Dari penggambaran Lacan tentang fase yang terjadi dalam hidup manusia bisa disimpulkan bahwa dari sini bahwa Sultan HB X sebagai subjek yang memiliki pilihan dan dipengaruhi struktur yang mana struktur disini adalah plural. Sultan sebagai level individual memiliki hasrat, dalam hal ini hasrat menguasai, hasrat melindungi asetnya, namun hasrat ini penyampaiannya harus melalui struktur. Pada level hasrat, pembawaan Sultan yang berwibawa, tenang dan selalu berhati-hati dalam membawa dirinya memperlihatkan bahwa Sultan memiliki hasrat menjadi atau narcissistic desire yang membuat beliau selalu menjaga pembawaannya dan hati-hati dalam membawa dirinyaa agar beliau tetap bisa mendapat penghormatan dari rakyatnya sekaligus memenangkan hati warganya. Di satu sisi Sultan juga mengingini anaclictic desire atau hasrat memiliki, hasrat untuk memenuhi kepuasan diri. Hal tersebut biasanya muncul dengan cara mendapatkan kesenangan yang bertentangan dengan diri dan orang lain, contoh konkritnya adalah mengambil kembali tanah yang sudah ditempati warganya demi kepentingan pribadi atau korporasinya. Data tentang jumlah Sultan Ground atau hukum pertanahan di Yogyakarta yang tumpang tindih hanya sebagai medium saja untuk membatu menjelaskan bahwa konsep ini bekerja dan berhasil yang akan terbukti dengan beberapa data di lapangan yang diperoleh. Peneliti memilih teori Psikoanalisis Lacan entang subyek posisi dan overdeterminasi karena penulis yakin untuk melihat ide dan praktek seseorang dalam kasus ini Sultan apalagi yang kebetulan memiliki dua nature dalam dirinya akan menjadi pas apabila dianalisa menggunakan konsep tersebut. Subjek posisi membantu menunjukkan bahwa Individu/subjek dikatakan menempati posisi tertentu tergantung pada wacana apa dirinya dilihat atau ditempatkan. Bekerjanya subjek posisi terbukti ketika Individu yang disebut Sri Sultan HB X tersebut 89

9 memiliki posisi sebagai Gubernur ketika diartikulasikan dalam wacana pemerintahan atau pemerintahan lokal. Posisi Gubernur itu muncul dalam wacana pemerintahan tersebut. Dan Sri Sultan HB X memiliki posisi senagai raja ketika diartikulasikan dalam wacana pemerintahan adat/ kerajaan. Itulah kenapa disebut sebagai konsep subyek posisi karena posisi selalu dalam kerangka diskursus, Sedangkan konsep overdeterminasi dikatakan bekerja secara nyata pada diri Sultan ketika ada banyak struktur dan posisi serentak beroperasi pada dirinya. Bekerjanya struktur dan posisi secara serentak tersebut menghasilkan implikasi yang berbeda. Contoh kongkritnya terjadi pada kasus Tapa Pepe yang dilakukan oleh 5 PKL Gondomanan, mereka meminta Raja Kraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk mencabut izin kekancingan (penggunaan lahan) oleh Eka Aryawan yang telah menggunakan surat kekancingan secara sewenang-wenang. Para PKL tersebut sudah menempuh jalur hukum, telah meminta pertolongan dan perlindungan juga kepada Gubernur DIY yang juga orang yang sama yakni Sri Sultan HB. Namun kasus tersebut tidak juga selesai di level negara, sehingga mereka melanjutkan perjuangan dengan melakukan bertapa diabawah terim matahari yang panas memohon pertolongan kepada Sultan untuk dilindungi hak penghidupan mereka dan meminta pemilik serat kekancingan itu dicabut haknya. Kasus ini setidaknya menunjukkan bahwa warga merujuk pada orang yang sama Sultan, Sri Sultan sebagai satu individu dengan struktur dan posisi yang serentak bekerja pada dirinya. Kalaupun permintaan pada Sultan sebagai raja dan ketika Sultan di kantor Gubernur dikabulkan pasti implikasi atau solusi yang diberikan akan berbeda. Secara keseluruhan rumusan masalah yang diajukan sudah terjawab yakni keberadaan Sultan sebagai Dwi Tunggal, sebagai pemilik aset tanah sekaligus pelaku bisnis dan sekaligus sebagai pengambil keputusan dalam menetapkan regulasi dalam hal ini Peraturan Daerah. Sebagai pemilik aset dan bisnis tanah (player) dan juga sebagai penentu kebijakan (regulator) juga merupakan bukti bekerjanya overdeterminasi. Wacana yang mengkerangkainya masingmasing adalah struktur ekonomi bisnis dan struktur pemrintahan. Ada dua struktur yang bekerja serentak di dalam diri Sultan. Sultan sebagai player dapat dibuktikan dengan kepemilikan tanah Sultan di Yogyakarta dan menggunakannya untuk bisnis. Diketahui dan pernah dibahas dalam media tentang Sultan dan keajaan bisnisnya. Beberapa diantaranya bergerak dibagian pengelolaan dan pemanfaatan tanah/ruang yakni; PT Jogja Magasa Iron bergerak di bidang pertambangan, Jogja City Mall, Ambarrukmo Plaza & Royal Hotel, dan PT Java Messa Sarana, perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengelolaan perparkiran. Nature-nya sebagai 90

10 regulator dalam hal ini terkait pengelolaaan, pemanfaatan dan status tanah di Yogyakarta tentu saja contohnya disahkannya Undang-Undang Keistimewaan. Dengan dilacak menggunakan teori psikoanalisis Lacan dimulai dari fase nyata, dimana mulai memikirkan tentang kebutuhan, kemudian fase imajiner yang ditandai dengan munculnya ego atau permintaan dalam diri akan sesuatu dan fase simbolik dimana mulai muncul hasrat yang tidak pernah berkesudahan, bisa ditemukan ide dan praktek Sultan dalam menyikapi persoalan tentang tanah di Yogyakarta. Merangkum beragam cerita dari warga terdampak dalam tesis ini, dalam kurun waktu yang sama, pertumbuhan pembangunan hotel, apartemen, dan pusat perbelanjaan mengalami peningkatan yang cukup signigfikan, khususnya di wilayah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, terindikasi juga akan diikuti oleh Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunungkidul. Beragam permasalahan perizinan atas proyek-proyek pembangunan hotel, apartemen, dan pusat perbelanjaan ternyata terkait erat dengan lingkaran kerabat Kasultanan Yogyakarta yang berperan memuluskan proses investasi para pemodal besar, antara lain melalui skema kekancingan. Hal tersebut mendukung bahwa sikap yang dihasilkan oleh Sultan tersebut didukung penuh karena kepentingan beliau dalam bisnis ini dan posisi yang dimainkan oleh Sultan HBX pun bisa dikatakan cendrung menjadi player atau pemain dalam bisnis pertanahan. Tahta dan tanah untuk rakyat akan diwujudkan oleh Sultan HB X bisa dikatakan tidak dengan sesuai wasiat ayahandanya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Beragam cerita dan foto dari warga yang terdampak kasus-kasus yang coba ditampilkan penulis dalam tesis ini menganggap bahwa kebijakan Sultan HB X menyengsarakan rakyat karena menggusur rakyat dari ruang hidupnya dan merampas tanah yang telah menjadi milik rakyat. Melalui UU Keistimewaan DIY dan Perda Keistimewaan sebagai turunannya, Sultan HB X ingin memberlakukan kembali Rijksblad Nomor 16 Tahun 1918 dan Rijksblad Nomor 18 Tahun 1918 yang merupakan alas dasar pengklaiman kembali tanah-tanah yang dianggap milik Kasultanan dan Pakualaman. Manuver hukum ini sendiri bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Keputusan Presiden No 33 Tahun 1984 tentang Pemberlakuan Sepenuhnya UU Nomor 5 Tahun 1960 Provinsi DIY, dan Perda DIY No 3 Tahun 1984 tentang Pelaksanaan berlaku sepenuhnya UU Nomor 5 Tahun 1960 di Propinsi DIY yang menghapuskan Rijksblad-Rijksblad tersebut. Dan akhir dari penelitian ini berkesimpulan bahwa kondisi Sultan yang bisa dibilang istimewa karena memiliki dua nature dalam dirinya, yang membuat Sultan memiliki posisi sebagai Gubernur juga Raja, sebagai pemilik aset tanah sekaligus pengambil keputusan dalam menetapkan regulasi ketika dihadapkan pada kebutuhaan, permintaan dan hasrat menghasilkan 91

11 implikasi bahwa Jogja tidak lagi istimewa, karena kondisi Sultan dengan dua nature tersebut terindikasi melakukan privatisasi aset-aset publik dalam hal ini tanah/ruang menggunakan lembaga adat (Kraton/Kasultanan) yang dimudahkan dengan regulasi keistimewaan (UU Keistimewaan). Jogja tidak lagi istimewa karena mengatasnamakan adat untuk melanggar hak hidup dan penghidupan orang lain. 92

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sistem otonomi yang diberlakukan oleh bangsa Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sistem otonomi yang diberlakukan oleh bangsa Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem otonomi yang diberlakukan oleh bangsa Indonesia merupakan bentuk pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Kewenangan berupa hak otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keraton Yogyakarta menginginkan seluruh tanah Sultan Ground dapat

BAB I PENDAHULUAN. Keraton Yogyakarta menginginkan seluruh tanah Sultan Ground dapat 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keraton Yogyakarta menginginkan seluruh tanah Sultan Ground dapat berstatus hak milik, yang diatur dalam sebuah undang-undang sehingga akan lebih memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan tanah perkebunan. Sedangkan yang digunakan untuk. bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan tanah perkebunan. Sedangkan yang digunakan untuk. bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai pengertian geologis-agronomis, tanah adalah lapisan lepas permukaan bumi yang paling atas. Tanah yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai sejarah pembentukan berbeda dengan wilayah provinsi yang lain

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai sejarah pembentukan berbeda dengan wilayah provinsi yang lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah wilayah setingkat Provinsi yang mempunyai sejarah pembentukan berbeda dengan wilayah provinsi yang lain di Indonesia. Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghargaan atas kebhinekaan dan sejarah nusantara. Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. penghargaan atas kebhinekaan dan sejarah nusantara. Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diakui dan dihormatinya satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa di Indonesia merupakan perwujudan penghargaan atas kebhinekaan dan sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan

BAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semula seluruh tanah di wilayah Yogyakarta sebelum ditetapkan dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23 Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

LAPORAN. Penelitian Individu

LAPORAN. Penelitian Individu LAPORAN Penelitian Individu Aspek Kelembagaan dalam Penyerahan Urusan Pemerintahan Bidang Pertanahan di Daerah Otonomi Khusus Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh: Shanti Dwi Kartika, S.H., M.Kn. PUSAT

Lebih terperinci

yang memberikan keleluasaan untuk Yogyakarta mengatur daerahnya secara legal-formal dan diakui oleh negara, termasuk mengatur tanah-tanah dengan

yang memberikan keleluasaan untuk Yogyakarta mengatur daerahnya secara legal-formal dan diakui oleh negara, termasuk mengatur tanah-tanah dengan BAB V PENUTUP Sistem kekuasaan dalam budaya Jawa menempatkan tanah sebagai salah satu tolok ukur status sosial dalam struktur masyarakat Jawa yang bersifat hierarkis. Pada puncak kedudukan, raja sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat berbagai macam hak-hak atas tanah di atas Tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hlm 1. 1 Richard Edy. Aspek Legal Properti - Teori, Contoh, dan Aplikasi. C.V ANDI OFFSET, Yogyakarta 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Hlm 1. 1 Richard Edy. Aspek Legal Properti - Teori, Contoh, dan Aplikasi. C.V ANDI OFFSET, Yogyakarta 2010. BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL Dalam tatanan Hukum Pertanahan Nasional, hubungan hukum antara orang, baik warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA), serta perbuatan hukumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.penggunaan tanah

BAB I PENDAHULUAN. alam yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.penggunaan tanah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kebutuhan manusia akan tanah dimulai ketika manusia hidup sampai dengan meninggal. Di wilayah Republik Indonesia,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Tata cara perolehan hak pinjam pakai atas sultan grond tahapannya. a. Mengajukan surat permohonan kepada Panitikismo

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Tata cara perolehan hak pinjam pakai atas sultan grond tahapannya. a. Mengajukan surat permohonan kepada Panitikismo BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Tata cara perolehan hak pinjam pakai atas sultan grond tahapannya sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Kota Baru Bandar Kemayoran atau lebih dikenal sebagai Kemayoran adalah suatu kawasan yang terletak di pusat kota Jakarta yang semula dikenal karena fungsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan yang Maha Esa mempunyai fungsi

BAB I PENDAHULUAN. ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan yang Maha Esa mempunyai fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya, masih bercorak agraris, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai karunia

Lebih terperinci

PENGISIAN GUB & WAGUB

PENGISIAN GUB & WAGUB PENGISIAN GUB & WAGUB PRINSIP-PRINSIP PENGISIAN GUB & WAGUB (kesepakatan KOPO) 1. HB & PA ditetapkan sekali lagi sbg GUB & WAGUB selama 5 (lima) Thn oleh Presiden melalui usulan DPRD kpd Presiden melalui

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dengan berbagai cara. Bidang industri dan pertambangan dipercaya cukup efektif

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dengan berbagai cara. Bidang industri dan pertambangan dipercaya cukup efektif 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Persaingan di bidang perekonomian di dunia semakin ketat, tidak terkecuali dengan Indonesia yang berupaya meningkatkan kemampuan di bidang ekonomi dengan berbagai cara.

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan kota dengan lintasan sejarah yang cukup panjang, dimulai pada tanggal 13 Februari 1755 dengan dilatari oleh Perjanjian Giyanti yang membagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki wilayah, pemerintah yang berdaulat, dan warga Negara. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran dari. Pelaksanaan Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB V PENUTUP. Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran dari. Pelaksanaan Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta 184 BAB V PENUTUP Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran dari Pelaksanaan Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta PA.VIII/No.K.898/I/A 1975 tentang larangan kepemilikan tanah

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KAJIAN HUKUM TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KAJIAN HUKUM TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA I. PENDAHULUAN Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan daerah otonom setingkat provinsi yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa bagian

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria)

Lebih terperinci

yang meliputi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman telah

yang meliputi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman telah UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA UNDANG- UNDANG NOMOR...TAHUN... TENTANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka memajukan

BAB I PENDAHULUAN. lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka memajukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka memajukan kesejahteraan umum

Lebih terperinci

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Penulis: Suryo Sakti Hadiwijoyo Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

RANCANGAN RKPD DINAS PERTANAHAN DAN TATA RUANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2018

RANCANGAN RKPD DINAS PERTANAHAN DAN TATA RUANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2018 RANCANGAN RKPD DINAS PERTANAHAN DAN TATA RUANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2018 Disampaikan Dalam Rangka MUSRENBANG FORUM SKPD 2018 Yogyakarta, 31 Maret 2017 KONTRIBUSI FORUM TEMATIK Tema

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya pembangunan dapat diketahui suatu daerah mengalami kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya pembangunan dapat diketahui suatu daerah mengalami kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu daerah, dengan adanya pembangunan dapat diketahui suatu daerah mengalami kemajuan atau kemunduran.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG -UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN.. TENTANG KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

RANCANGAN UNDANG -UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN.. TENTANG KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN UNDANG -UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN.. TENTANG KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN BERCIRI KHAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kemakmuran masyarakat telah menempuh berbagai cara diantaranya dengan membangun perekonomian yang kuat, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis konflik

BAB I PENDAHULUAN. bahasa latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis konflik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konflik hukum berasal dari kata konflik dan hukum. Konflik berasal dari bahasa latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis konflik diartikan

Lebih terperinci

DIY DALAM KONTEKS NKRI, OTDA DAN DEMOKRASI

DIY DALAM KONTEKS NKRI, OTDA DAN DEMOKRASI DIY DALAM KONTEKS NKRI, OTDA DAN DEMOKRASI R. Siti Zuhro, PhD (Peneliti Utama LIPI) Materi disampaikan dalam acara Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi 2 DPR RI, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri yang dinamakan dengan daerah otonom. 1

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri yang dinamakan dengan daerah otonom. 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 telah banyak membawa perubahan bagi bangsa Indonesia terhadap beberapa hal. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal - usul, dan/atau

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal - usul, dan/atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

No Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan b

No Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan b TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5339 DAERAH ISTIMEWA. PEMERINTAHAN. Pemerintah Daerah. Yogyakarta. Keistimewaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

BAB III URGENSI PASAL 16 DAN 18 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DIY DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

BAB III URGENSI PASAL 16 DAN 18 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DIY DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA 56 BAB III URGENSI PASAL 16 DAN 18 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DIY DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA A. Gubernur dan Wakil Gubernur DIY Dilarang Turut Serta Dalam Perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. tanah juga memiliki fungsi dalam aspek politik, ekonomi, dan kebudayaan yang

BAB I PENGANTAR. tanah juga memiliki fungsi dalam aspek politik, ekonomi, dan kebudayaan yang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang berkaitan dengan banyak aspek dalam pola kepemilikan dan penguasaannya. Tidak hanya dalam aspek sosial saja, tetapi tanah juga memiliki fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun rumah dan masih banyak lagi. diundangkannya UUPA, yaitu tanggal 24 September

BAB I PENDAHULUAN. membangun rumah dan masih banyak lagi. diundangkannya UUPA, yaitu tanggal 24 September BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya banyak bergantung pada tanah. Manusia memerlukan tanah untuk berpijak, membangun tempat tinggal, bercocok tanam, dll. Tidak hanya itu,

Lebih terperinci

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA Oleh: CUT LINA MUTIA Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Tanah merupakan salah satu elemen penting dalam kehidupan manusia. Tidak hanya

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Proyek Tambang Pasir Besi di Kulon Progo

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Proyek Tambang Pasir Besi di Kulon Progo BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Proyek Tambang Pasir Besi di Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo memiliki banyak potensi kekayaan sumber daya alam. Oleh sebab itu, pemerintah Kabupaten Kulon Progo melakukan

Lebih terperinci

Konferensi Pers Presiden RI tentang RUU Keistimewaan DIY, di Istana Negara, Jakarta, Kamis, 02 Desember 2010

Konferensi Pers Presiden RI tentang RUU Keistimewaan DIY, di Istana Negara, Jakarta, Kamis, 02 Desember 2010 Konferensi Pers Presiden RI tentang RUU Keistimewaan DIY, di Istana Negara, Jakarta, 2-12-2010 Kamis, 02 Desember 2010 KONFERENSI PERS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG RUU KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA. Istiana Heriani*

IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.64 No.2 April 2015 halaman 14-20 14 IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA Istiana Heriani* ABSTRAK Kepemilikan hak atas tanah merupakan hak dasar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang dilakukan oleh pemerintah, baik. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dilaksanakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang dilakukan oleh pemerintah, baik. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dilaksanakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dilaksanakan untuk menyesuaikan kebutuhan masyarakat akan fasilitas-fasilitas

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata saat ini menjadi sebuah kebutuhan bagi berbagai elemen masyarakat. Pariwisata dalam UU NOMOR

Lebih terperinci

LAMPIRAN 85 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogyakarta merupakan salah satu daerah otonom di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selain Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogyakarta merupakan salah satu daerah otonom di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selain Kabupaten 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogyakarta merupakan salah satu daerah otonom di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selain Kabupaten Sleman, Bantul, Gunung Kidul dan Kulon Progo. Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pokok permasalahan utama. Instruksi Gubernur tersebut pada

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pokok permasalahan utama. Instruksi Gubernur tersebut pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terbitnya Instruksi Gubernur DIY PA.VIII/No.K.898/I/A 1975 yang berisikan larangan kepemilikan bagi WNI nonpribumi / WNI keturunan menjadi pokok permasalahan utama.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Temuan

BAB V PENUTUP A. Temuan BAB V PENUTUP A. Temuan Harian Jogja merupakan media lokal yang cukup aktif dalam memantau berbagai perkembangan mengenai pembangunan bandara di Kulon Progo. Arah pemberitaan (September 2014 - Oktober

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air, ruang angkasa dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air, ruang angkasa dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena

Lebih terperinci

BUPATI KULONPROGO Sambutan Pada Acara PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI DI KABUPATEN KULONPROGO. Wates, 11 Maret 2011

BUPATI KULONPROGO Sambutan Pada Acara PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI DI KABUPATEN KULONPROGO. Wates, 11 Maret 2011 BUPATI KULONPROGO Sambutan Pada Acara PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI DI KABUPATEN KULONPROGO Wates, 11 Maret 2011 Assalamu alaikum Wr. Wb. Selamat siang, salam sejahtera bagi kita semua. Yang

Lebih terperinci

EKSISTENSI TANAH KASULTANAN (SULTAN GROUND) YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA UU No. 5 / 1960

EKSISTENSI TANAH KASULTANAN (SULTAN GROUND) YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA UU No. 5 / 1960 EKSISTENSI TANAH KASULTANAN (SULTAN GROUND) YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA UU No. 5 / 1960 Umar Kusumoharyono Abstract The aim of research is to reveal the land legislation history at Kasultanan Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat. Hukum alam telah menentukan bahwa keadaan tanah yang statis menjadi tempat tumpuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan Desa Caturharjo Kecamatan Pandak) Oleh : M. ADI WIBOWO No. Mhs : 04410590 Program

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. 1. Surat Keputusan Bupati Magelang Nomor : 188.4/001/KEP/01/2006 tentang

DAFTAR LAMPIRAN. 1. Surat Keputusan Bupati Magelang Nomor : 188.4/001/KEP/01/2006 tentang DAFTAR LAMPIRAN 1. Surat Keputusan Bupati Magelang Nomor : 188.4/001/KEP/01/2006 tentang Penetapan Lokasi Untuk Rute Pembebasan Tanah Ruas Magelang Keprekan 2. Surat Keputusan Bupati Magelang Nomor : 188.4/317/KEP/01/2005

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KAJIAN HUKUM TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KAJIAN HUKUM TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA I. PENDAHULUAN Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan daerah otonom setingkat provinsi yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah adalah permukaan bumi yang merupakan suatu kebutuhan fundamental bagi setiap warga Negara Republik Indonesia, keberadaan tanah dalam kehidupan manusia mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

Arsip Puro Pakualaman Simpul Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta : Arsip Puro Perlu Perawatan Serius

Arsip Puro Pakualaman Simpul Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta : Arsip Puro Perlu Perawatan Serius Arsip Puro Pakualaman Simpul Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta : Arsip Puro Perlu Perawatan Serius Oleh : Drs. M. Qosim *) 1. Pendahuluan Keberadaan sebuah kerajaan kecil seperti Kadipaten Pakualaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka pergi. Dalam sejarah peradaban umat manusia, tanah merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. mereka pergi. Dalam sejarah peradaban umat manusia, tanah merupakan faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah adalah karunia dari Tuhan yang Maha Esa kepada umat manusia dimuka bumi. Tanah menjadi kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir sampai meninggal dunia, manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara de facto, Daerah Istimewa Yogyakarta lahir sejak dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. Secara de facto, Daerah Istimewa Yogyakarta lahir sejak dalam kancah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara de facto, Daerah Istimewa Yogyakarta lahir sejak dalam kancah revolusi antara tanggal 5 September 1945 tanggal 18 Mei 1946, 1 secara de jure lahirnya

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. Perubahan sosial di Yogyakarta dipengaruhi oleh perubahan-perubahan pola

BAB V. Kesimpulan. Perubahan sosial di Yogyakarta dipengaruhi oleh perubahan-perubahan pola BAB V Kesimpulan Perubahan sosial di Yogyakarta dipengaruhi oleh perubahan-perubahan pola kelembagaan yang ada. Lembaga-lembaga yang berperan dalam perubahan di Yogyakarta saat ini dapat dikategorikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat

BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat Penyebutan masyarakat dapat ditemukan dalam berbagai peraturan. Masyarakat yang dimaksud tersebut bukan berarti menunjuk pada kerumunan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. upaya pemerintah dalam meningkatkan transportasi penerbangan untuk kawasan Jawa

BAB V PENUTUP. upaya pemerintah dalam meningkatkan transportasi penerbangan untuk kawasan Jawa BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berawal dari kebijakan pemerintah terkait dengan relokasi pembangunan bandara baru Internasional di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan

Lebih terperinci

Kebangkitan Nasional: Keistimewaan Yogyakarta, Peluang atau Ancaman? Sri Mulyani*

Kebangkitan Nasional: Keistimewaan Yogyakarta, Peluang atau Ancaman? Sri Mulyani* Kebangkitan Nasional: Keistimewaan Yogyakarta, Peluang atau Ancaman? Sri Mulyani* Sekilas Pandang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah juga Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH DAN BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

LEMBARAN DAERAH DAN BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA LEMBARAN DAERAH DAN BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PROVINSI DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan, maupun dengan pihak ketiga. Pewaris adalah orang yang

BAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan, maupun dengan pihak ketiga. Pewaris adalah orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pewarisan adalah proses peralihan harta kekayaan dari seseorang yang telah meninggal dunia sebagai pemberi kepada para ahli warisnya sebagai penerima. 1 Seiring

Lebih terperinci

SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI II DPR RI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KAMIS, 17 NOVEMBER

SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI II DPR RI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KAMIS, 17 NOVEMBER TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI II DPR RI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KAMIS, 17 NOVEMBER 2011 ------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

Bab VI. KESIMPULAN dan SARAN

Bab VI. KESIMPULAN dan SARAN Bab VI KESIMPULAN dan SARAN 6.1 Kesimpulan Karakter suatu tempat berkaitan dengan adanya identitas, dimana didalamnya terdapat tiga aspek yang meliputi : aspek fisik, aspek fungsi dan aspek makna tempat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 Jumlah Akomodasi, Kamar dan Tempat Tidur Hotel di Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun Bantul Gunung Kidul

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 Jumlah Akomodasi, Kamar dan Tempat Tidur Hotel di Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun Bantul Gunung Kidul BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Pertumbuhan Hotel di Yogyakarta yang Pesat dan Terpusat Pertumbuhan hotel di Provinsi Yogyakarta sangat pesat, seiring dengan bertambahnya jumlah wisatawan ke Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, oleh karenanya manusia tidak bisa terlepas dari tanah. Tanah sangat dibutuhkan oleh setiap

Lebih terperinci

Manajemen Konflik dan Negosiasi Wajah Dalam Budaya. Kolektivistik (Konflik Pembangunan Bandara di Kulon Progo)

Manajemen Konflik dan Negosiasi Wajah Dalam Budaya. Kolektivistik (Konflik Pembangunan Bandara di Kulon Progo) 1 Manajemen Konflik dan Negosiasi Wajah Dalam Budaya Kolektivistik (Konflik Pembangunan Bandara di Kulon Progo) Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata I Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Propinsi Daerah istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah destinasi pariwisata di Indonesia yang memiliki beragam produk wisata andalan seperti wisata sejarah,

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. HASIL PENELITIAN 1. Latar Belakang Larangan Pemilikan Hak Milik Atas Tanah Oleh WNI Keturunan Tionghoa di Daerah Istimewa Yogyakarta. a. Pengaturan Tanah Di Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Tanah adalah anugerah Allah S.W.T. yang diberikan kepada kita semua untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dudih Sutrisman, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dudih Sutrisman, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat telah melalui perjalanan sejarah panjang dalam kepemimpinan nasional sejak kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang dengan gugusan ribuan pulau dan jutaan manusia yang ada di dalamnya. Secara wilayah daratan,

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANAHAN DAN TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Tanah yang luas serta kekayaan alam yang melimpah merupakan bagian dari negara Indonesia. Baik tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya sangat pesat. Hal ini ditandai dengan bertambahnya pelanggan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya sangat pesat. Hal ini ditandai dengan bertambahnya pelanggan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Teknologi telekomunikasi merupakan salah satu teknologi yang pertumbuhannya sangat pesat. Hal ini ditandai dengan bertambahnya pelanggan selular di setiap tahunnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan sebagian besar kehidupan masyarakatnya masih bercorak agraris karena sesuai dengan iklim Indonesia

Lebih terperinci

dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur

dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dari pembangunan nasional Indonesia yang juga sejalan dengan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ruang lingkup bumi menurut UUPA adalah permukaan bumi dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukan bumi sebagai dari bumi disebut tanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang tidak seimbang. Dari ketidakseimbangan antara jumlah luas tanah

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang tidak seimbang. Dari ketidakseimbangan antara jumlah luas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan tanah adalah dua unsur yang tak dapat di pisahkan. Bahkan saat manusia mati pun tanah masih sangat diperlukan oleh manusia. Dari pernyataan itu dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan tanah untuk tempat berpijak, membangun tempat tinggal, dan

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan tanah untuk tempat berpijak, membangun tempat tinggal, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai sisi kehidupan manusia bergantung pada tanah. Semua manusia membutuhkan tanah untuk tempat berpijak, membangun tempat tinggal, dan memanfaatkannya

Lebih terperinci

Masalah pertanahan mendapat perhatian yang serius dari para pendiri negara. Perhatian

Masalah pertanahan mendapat perhatian yang serius dari para pendiri negara. Perhatian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Tanah diciptakan oleh Tuhan sebagai tempat makhluk-makhluk yang diciptakannya beraktifitas, termasuk manusia.

Lebih terperinci

BUPATI KULONPROGO SAMBUTAN PADA ACARA MALAM RENUNGAN MENYONGSONG PERINGATAN HARI JADI KE 61 KABUPATEN KULONPROGO Wates, 14 Oktober 2012

BUPATI KULONPROGO SAMBUTAN PADA ACARA MALAM RENUNGAN MENYONGSONG PERINGATAN HARI JADI KE 61 KABUPATEN KULONPROGO Wates, 14 Oktober 2012 BUPATI KULONPROGO SAMBUTAN PADA ACARA MALAM RENUNGAN MENYONGSONG PERINGATAN HARI JADI KE 61 KABUPATEN KULONPROGO Wates, 14 Oktober 2012 Assalamu alaikum Wr. Wb. Selamat malam, salam sejahtera bagi kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website : PENGAKUAN HUKUM TANAH NASIONAL TERHADAP TANAH KERATON YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG KEWENANGAN DALAM URUSAN KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta yang dikenal sebagai kota batik dengan julukan keindahan Asia yang tiada akhir pernah menjadi destinasi dunia yang harus dikunjungi menurut New York

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan tanah mempunyai nilai dan arti

meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan tanah mempunyai nilai dan arti 3 yang tersebar jumlahnya. Salah satunya adalah penggunaan lahan pada tanah timbul atau tanah wedi kengser yang biasanya terdapat di sekitar wilayah bantaran sungai. Tanah wedi kengser merupakan sumber

Lebih terperinci

RANCANGAN RKPD DINAS PERTANAHAN DAN TATA RUANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2017

RANCANGAN RKPD DINAS PERTANAHAN DAN TATA RUANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2017 RANCANGAN RKPD DINAS PERTANAHAN DAN TATA RUANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2017 Disampaikan Dalam Rangka MUSRENBANG FORUM SKPD 2017 Yogyakarta, 23 Maret 2016 KONTRIBUSI FORUM TEMATIK Tema

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. Kurangnya Jumlah Hotel di Kabupaten Kulon Progo Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang belum memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja

BAB I PENDAHULUAN. yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerja Praktik merupakan suatu proses penerapan disiplin ilmu yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja praktik dilaksanakan. Dalam kerja praktik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena dapat menentukan keberadaan, kelangsungan hubungan dan perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk yang semakin meningkat setiap waktunya menuntut sarana dan prasarana yang semakin memadahi pula, pembangunan adalah suatu bentuk pemenuh kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV BENTUK PENGATURAN PENYELENGGARAAN INVESTASI SEMI KELOLA DALAM BIDANG JASA AKOMODASI WISATA

BAB IV BENTUK PENGATURAN PENYELENGGARAAN INVESTASI SEMI KELOLA DALAM BIDANG JASA AKOMODASI WISATA BAB IV BENTUK PENGATURAN PENYELENGGARAAN INVESTASI SEMI KELOLA DALAM BIDANG JASA AKOMODASI WISATA 4.1 Karakteristik Kebutuhan Hukum yang Timbul dari Akibat Penerapan Model Invetasi Semi Kelola dalam Bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang biak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi yang terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan berhadapan langsung dengan

Lebih terperinci