BAB I PENGANTAR. tanah juga memiliki fungsi dalam aspek politik, ekonomi, dan kebudayaan yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENGANTAR. tanah juga memiliki fungsi dalam aspek politik, ekonomi, dan kebudayaan yang"

Transkripsi

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang berkaitan dengan banyak aspek dalam pola kepemilikan dan penguasaannya. Tidak hanya dalam aspek sosial saja, tetapi tanah juga memiliki fungsi dalam aspek politik, ekonomi, dan kebudayaan yang menjadi sebuah hubungan kausal antara satu dengan yang lainnya dalam kepentingan umum manusia. 1 Tanah juga berkaitan dengan sistem birokrasi di dalamnya. Adanya sistem birokrasi yang mengatur tentang kepemilikan sebuah tanah, maka memberikan penjelasan mengenai status atas tanah tersebut. Konsep kepemilikan tanah di Jawa sebelum masuknya kolonial, seluruh kebijakannya bersifat tradisional. Konsep tradisional menunjukkan bahwa pemilikan mempunyai pengertian penguasaan dan sebaliknya penguasaan di dalamnya mengandung pengertian pemilikan. 2 Secara umum, pola pemilikan tanah dibagi dalam dua kategori. Pertama, pemilikan secara individu yang dapat diwariskan. Kedua, pemilikan komunal yang diatur dalam sistem rotasi tetap atau 1 Nur Aini Setyawati, Machmoed Effendhie, dan Julianto Ibrahim, Konflik Pemilikan dan Penguasaan Tanah di DIY setelah Reorganisasi Agraria 1960, (Yogyakarta: CV Smartmedia Utama, 2015), hlm.1. 2 Nur Aini Setyawati, Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat: Pola Pemilikan, Penguasaan, dan Sengketa Tanah di Kota Yogyakarta setelah Reorganisasi 1917, (Yogyakarta: STPN Press, 2011), hlm. 2.

2 bergilir di antara masing-masing petani penggarap di desa. 3 Sang penguasa lokal atau penguasa daerah tersebut memiliki hak tunggal atas penguasaan tanah atau daerah kekuasaannya serta memiliki hak pemilikan atas apa yang ada di dalam daerah yang dikuasainya tersebut, seperti yang terjadi pada Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta ditetapkan sebagai salah satu daerah istimewa sesuai dengan Piagam Kedudukan Presiden Republik Indonesia pada 6 September Salah satu kewenangan dari status daerah istimewa tersebut adalah berkaitan dengan sistem pengelolaan tanahnya. Pada mulanya sistem pertanahan di wilayah Yogyakarta menggunakan sistem apanage, yaitu sistem pertanahan yang diatur oleh raja dan dibantu oleh para birokratnya yang didalamnya terdapat patuh dan bekel yang mengatur pemungutan pajak yang sebagian diserahkan kepada raja dan sebagian menjadi gaji atau imbalan atas jasanya. 4 Sultan bersama Paku Alam memiliki hak mutlak atas tanah-tanah di Yogyakarta. Hal itu berdasarkan teori dari Vorstendomein dari Rouffaer yang isinya menjelaskan bahwa raja adalah pemilik tanah seluruh kerajaan, dan dalam pemerintahanya raja dibantu oleh para birokrat yang terdiri atas sentana dan narapraja. 5 Mereka diangkat oleh raja berdasarkan orientasi status yang tinggi dimata kerajaan. 3 Peter Boomgard, Between Sovereign Domain and Servile Tenure: The Development of Rights to Land in Java, , (Amsterdam: Free University Press, 1989), hlm Suhartono, Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta , (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1991), hlm Rouffaer, G. P, Vorstenlanden, Adatrechtbundels, 34, hlm

3 Tanah apanage ini dikuasakan kepada birokrat kraton yang dikenal dengan patuh. Patuh ini yang mengurusi masalah tanah-tanah Sultan dan memantau hasil dari tanah-tanah tersebut. Selain patuh, juga ada bekel yang membantu kerja seorang patuh. Bekel berfungsi sebagai perantara antara patuh dengan para penggarap. Bekel juga berfungsi sebagai penarik pajak dari hasil garapan yang sebagian digunakan sebagai pengganti gaji mereka. Dengan rincian seperlima untuk bekel, dua perlima untuk patuh, dan dua perlima untuk rakyat 6 Kekuasaan dan juga kewenangan yang dimiliki Sultan dan Paku Alam atas tanah-tanah yang dimilikinya, seperti halnya dalam bentuk menggunakan tanah untuk kepentingan pemerintahan Kasultanan dan Kadipaten maupun kepentingan pribadi. Sebagai penguasa dan pemilik atas tanah-tanah di Yogyakarta, Sultan dan Paku Alam pun dapat memberi kuasa kepada para birokrat untuk mengawasi dan memakai tanah-tanahnya tersebut. Selain itu juga terdapat tanah-tanah yang masih milik sultan yang belum diberikan haknya kepada siapa pun untuk dipakai, disewa, atau digarap. 7 Sultan Ground terdiri dari 2 jenis, di antaranya yaitu tanah Keprabon dan non Keprabon. Tanah Keprabon merupakan tanah-tanah Sultan yang tidak dapat diwariskan kepada siapa pun, dikarenakan milik keraton Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat, seperti alun-alun, kepatihan, Masjid Agung, dan sebagainya. Adapun 6 Gatut Murniatmo, dkk, Pola Penguasaan, Pemilikan, dan Penggunaan Tanah Secara Tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta, (Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989), hlm Suyitno, Tanah Sultan Ground Dalam Kajian Hukum Pertanahan Nasional, (Yogyakarta: _, 2007), hlm

4 tanah dede atau non Keprabon merupakan tanah-tanah yang haknya bisa dibebankan kepada rakyat, seperti untuk fasilitas umum (sekolah, rumah sakit, dll), tempat tinggal, tempat usaha, dan sebagainya. 8 Sama halnya dengan tanahtanah bagian dari milik Pakualaman atau disebut Pakualaman Ground (PAG), yang terdiri dari tanah-tanah Keprabon dan dede atau non Keprabon. Luas lahan SG sesuai dengan pengukuran yang telah dilakukan pada tahun 2008, ada sekitar 4000 hektar, sedangkan luas lahan PAG ada sekitar 225,8 hektar. 9 Beberapa di antara tanah-tanah milik Sultan dan Paku Alam, disewakan kepada perusahaan-perusahaan asing milik Eropa serta Tionghoa. Namun, Sultan tetap memegang hak eigendom apabila hak opstal diberikan kepada mereka. Selain itu hak mengenai kepemilikan dan pengaturan tanah adat di Yogyakarta oleh Sultan terdapat pada Domein Verklaring Rijksblaad Kasultanan 1918 No.16. jo 1925 No.23 yang menyatakan bahwa semua hak milik dan pengaturannya tanah-tanah di Yogyakarta menjadi wewenang mutlak Sultan. 10 Tatanan agraria tradisional di Yogyakarta berubah seiring dengan masuknya pengaruh kolonial di Jawa. Perubahan struktur agraria di Yogyakarta terjadi pada pola kepemilikan dan penguasaan atas tanah. Penguasaan tanah dengan model tanah apanage dalam perkembangannya dihapuskan dan digantikan dengan istilah 8 Merlinda Norma Puspita, "Pemetaan Persebaran dan Penggunaan Tanah Sultan Ground di Kotamadya Yogyakarta", Skripsi S1 Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik, (Yogyakarta: UGM, 2013). 9 Kedaulatan Rakyat, Rijksblaad Van Sultanaat Djogjakarta, No.16 tahun

5 tanah Andarbe dan Anganggo. Pada tahun 1926 tanah-tanah di Yogyakarta mulai beralih ke model swapraja dengan di izinkannya sebagian dari tanah Sultan untuk dimiliki. Tanah-tanah di Yogyakarta mengalami reorganisasi yaitu seperti yang dimiliki oleh para kawula swapraja dengan status hak milik. Tanah-tanah tersebut juga terdaftar dalam Rijksblaad Yogyakarta nomor 13 tahun Berdasarkan empat konsentris kerajaan Jawa, Yogyakarta terdapat empat bagian daerah, di antaranya yaitu Kraton sebagai pusat pemerintahan dan sebagai perantara antara Sultan dengan pemerintah luar. Nagara (ibukota) yang merupakan tempat kediaman para pangeran, patih, abdi dalem, dan pejabat tinggi lainnya yang menjalankan perintah dan tugas dari Sultan sebagai raja. Nagaragung yang merupakan tempat semua tanah jabatan (lungguh) para pangeran dan bangsawan lainnya. Terakhir, Mancanegara daerah yang diperintah oleh bupati, yang ditunjuk oleh Sultan dan bertanggung jawab kepada patih dan tempat tinggal rakyat jelata yang mengabdi kepada raja. 12 Hak atas tanah yang diberikan oleh Sultan dan Paku Alam digunakan sebagai tempat tinggal masyarakat dengan tetap mengakui sebagai tanah Kraton disebut magersari. Tanah magersari secara singkatnya adalah tanah milik Kraton Yogyakarta dan atau Kadipaten Pakualaman yang diberikan oleh Sultan dan Paku Alam kepada sentana dalem, abdi dalem dan juga orang-orang yang dianggap hlm Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2005), 12 Selo Soemardjan, Perubahan Sosial di Yogyakarta, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1981), hlm

6 berjasa kepada Kraton maupun Pakualaman seperti guru, prajurit, dan lainnya sebagai tanda jasa atas pengabdiannya. 13 Tanah magersari tidak hanya terdapat di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta saja, tetapi juga terdapat di Surakarta, Jawa Tengah dan di wilayah Jawa Timur. Pada tahun 2000-an sudah banyak masyarakat umum yang dapat memanfaatkan dan menggunakan tanah magersari. Surat izin atau kekancingan yang dikeluarkan oleh Sultan dan Paku Alam sehingga masyarakat diperbolehkan untuk menggunakan tanah magersari yang mereka gunakan untuk tempat usaha ataupun menjadi tempat tinggal. 14 Pemanfaatan tanah-tanah magersari Sultan dan Paku Alam oleh masyarakat, bukannya tanpa ada masalah. Salah satu contoh konflik atau masalah mengenai tanah magersari di Kota Yogyakarta yaitu terjadi pada tahun Masalah tersebut dikarenakan adanya penggusuran tanah berstatus magersari yang digunakan oleh PKL di wilayah Gondomanan yang dituntut oleh seorang bernama Eka Aryawan yang mempunyai surat kekancingan. Hal itu terjadi karena para PKL tidak mau meninggalkan tanah tempat mereka berjualan sejak tahun Para PKL dituntut gugatan 1 miliar rupiah oleh pemilik surat kekancingan, namun hal itu tidak menjadikan para PKL menyerah. 13 Nur Aini Setyawati, dkk, Konflik Pemilikan dan Penguasaan Tanah di DIY setelah Reorganisasi Agraria 1960, (Yogyakarta: CV Smartmedia Utama, 2015), hlm Achmad Fachrudin, "Hak Atas Tanah dari Surat Kekancingan Keraton Yogyakarta Menurut UUPA dan Hukum Islam", Skripsi S1 Program Studi Ilmu Hukum Islam, (Yogyakarta, UIN: 2012), hlm

7 xpada 16 September 2015 para PKL turun aksi ke jalan guna mengumpulkan koin di wilayah Tugu dan Malioboro. 15 B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian Tanah-tanah Sultan dan Paku Alam menarik untuk dibahas. Namun, belum banyak penelitian yang fokus pada tanah magersari khususnya di Kota Yogyakarta. Dalam penelitian-penelitian yang ada, pembahasan mengenai tanah magersari hanya menjadi bagian kecil dari pembahasan Sultan Ground dan Pakualaman Ground. Oleh karena itu, tidak didapatkan penjelasan mendalam mengenai tanah magersari. Maka, pokok permasalahan penelitian ini adalah sejauh mana pemanfaatan tanah magersari di Kota Yogyakarta pada Agar penelitian ini terfokus dan terarah, terdapat beberapa pertanyaan penelitian antara lain: 1) Bagaimana awal mula munculnya tanah magersari? 2) Siapa sajakah yang dapat menggunakan tanah magersari? 3) Seperti apa peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh pengguna tanah magersari? 4) Apa hubungan status tanah magersari dengan munculnya Keppres No.33 tahun 1984 dan UU Keistimewaan No.13 tahun 2012? 5) Seperti apa pelanggaran dan masalah/konflik yang berkaitan dengan penggunaan tanah magersari dalam periode tersebut? 15 Kedaulatan Rakyat, 17 September 2015, hlm.2. 7

8 Dalam penulisan sejarah, hal yang penting untuk diperhatikan adalah batasan spasial dan temporal, sehingga ketegasan akan pilihan batasan spasial dan temporal itu menjadi penting dan diperlukan. 16 Dengan adanya batasan spasial dan temporal menjadikan tulisan sejarah lebih terfokus terhadap suatu peristiwa tertentu yang akan diteliti. Pada penelitian ini, batasan spasialnya adalah tanahtanah magersari baik milik Sultan maupun Paku Alam yang ada di wilayah Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta diambil sebagai batasan spasial dalam penelitian ini dikarenakan pusat dari Kraton dan Kadipaten berada di kota Yogyakarta. Batasan temporalnya dimulai pada tahun 1984 sampai Batasan awal penelitian ini dipilih sekitar tahun 1984 karena pada tahun itu dikeluarkannya Keppres No.33 tahun 1984, yang menjelaskan bahwa pengaturan tanah-tanah yang berada di DIY berpedoman kepada UUPA tahun 1960, dengan diakuinya tanah-tanah hak milik pribadi dan juga tanah-tanah milik Kasultanan dan Kadipaten. 17 Diberlakukannya Keppres No. 33 tahun 1984 tersebut menyebabkan banyaknya tanah-tanah magersari yang statusnya berganti menjadi hak milik pribadi tanpa sepengetahuan dari Kraton maupun Pakualaman Taufik Abdullah, Ke Arah Penulisan Sejarah Sosial Daerah Dalam Pemikiran Biografi dan Kesejarahan; suatu Kumpulan Prasarana pada Berbagai Lokakarya, (Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Direktorat Sejarah dan Nilai-Nilai Tradisional. 1984), hlm Wawancara dengan Bayudono Adinagoro selaku Penghageng Kawedanan Kaprajan Kadipaten Pakualaman, 30 Juni 2015 pukul 10.30, di Jalan Sultan Agung, Puro Pakualaman, Yogyakarta. 18 Wawancara dengan Kuncoro selaku Staf Panitikismo Kawedanan Kaprajan Kadipaten Pakualaman, 31 Oktober 2015 pukul 12.30, di Jalan Sultan Agung, Puro Pakualaman, Yogyakarta. 8

9 Adapun batasan akhir penelitian sampai dengan tahun 2012 dikarenakan pada tahun tersebut muncul Undang-Undang No.13 tahun 2012 tentang keistimewaan Yogyakarta. Adanya Undang-Undang keistimewaan Yogyakarta tersebut, maka dilakukan pula pembaharuan mengenai status kepemilikan tanahtanah di D.I Yogyakarta. Tanah-tanah di D.I Yogyakarta sepenuhnya merupakan tanggung jawab dan milik Kasultanan dan Kadipaten. Sesuai dengan peraturan tersebut, menjadikan Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman telah berbadan hukum. 19 Berdasarkan pasal 32 dan 33 menjelaskan bahwa tanah milik Kraton menjadi tanggung jawab Sultan, sedangkan tanah-tanah milik Kadipaten menjadi tanggung jawab dan hak Pakualaman. Pengurusan tanah-tanah baik milik Kraton maupun Pakualaman, dibantu oleh Panitikismo (lembaga yang mengurus tanah-tanah keraton dan juga Pakualaman). C. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai ialah menjelaskan mengenai pemanfaatan dan permasalahan mengenai tanah magersari di Kota Yogyakarta dari tahun 1984 hingga munculnya Undang-Undang No.13 tahun 2012 mengenai keistimewaan DIY tahun Penjelasan mengenai tanah magersari tersebut meliputi pengelolaan tanah magersari serta konflik-konfliknya yang terjadi selama 19 Wawancara dengan Kuncoro selaku Staf Panitikismo Kawedanan Kaprajan Kadipaten Pakualaman, 13 Oktober 2015 pukul 09.30, di Jalan Sultan Agung, Puro Pakualaman, Yogyakarta. 9

10 periode tersebut di Kota Yogyakarta. Selain itu, tujuan historiografi penelitian ini adalah dapat menambah pengetahuan serta pemahaman mengenai tanah magersari khususnya di wilayah Kota Yogyakarta. Kebanyakan penelitian yang ada, hanya menjelaskan tanah-tanah Sultan Ground dan Pakualaman Ground secara umum dan tidak mendetail mengenai magersari. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi kajian sejarah agraria. D. Tinjauan Pustaka Terdapat beberapa pustaka yang ditinjau dalam penelitian ini, yaitu yang berkaitan dengan sejarah agraria. Tinjauan pustaka diperlukan dalam penelitian ini guna melihat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dengan tema penelitian ini. Studi tentang pertanahan yang komprehensif dengan penulis adalah tulisan dari Nur Aini Setiawati, Machmoed Effendhie, dan Julianto Ibrahim 20 yang menitikberatkan kepada masalah-masalah dan konflik di tanah Sultan Ground (SG) secara luas. Kajian itu lebih kepada masalah-masalah yang terjadi di dalam lingkup Sultan Ground (SG). Masalah politik dan sosial yang terdapat dalam tulisan itu adalah penyalahgunaan tanah-tanah SG yang di dalamnya sedikit terdapat permasalahan mengenai tanah magersari yang masuk dalam kategori SG. Selain itu juga periode dan batasan temporal yang digunakan ialah Daerah Istimewa Yogyakarat secara luas setelah reorganisasi agraria Nur Aini Setyawati, Machmoed Effendhie, dan Julianto Ibrahim, Konflik Pemilikan dan Penguasaan Tanah di DIY setelah Reorganisasi Agraria 1960, (Yogyakarta: CV Smartmedia Utama, 2015). 10

11 Karya selanjutnya yang membahas mengenai Yogyakarta adalah tulisan dari Vincent Houben 21 yang berisi mengenai hubungan antara pemerintah kolonial dengan raja-raja di Yogyakarta dan Surakarta. Fokus dari tulisan ini pada aspek politik, sosial, dan ekonomi. Salah satu contohnya adalah pada aspek politik dari karya ini adalah dengan adanya monopoli kolonial dan dalam aspek sosial ekonomi yaitu dengan penjelasan mengenai aktivitas pengusaha perkebunan eropa di Yogyakarta. Karya dari Vincent Houben ini berisi mengenai hubungan antara raja dengan kegiatan agraria di Jawa, khususnya Surakarta dan Yogyakarta. Tulisan selanjutnya yang menunjukan relevansi ialah tulisan dari Abdurrachman Surjomiharjo 22 yang berisi mengenai perkembangan sosial di kota Yogyakarta. Dalam tulisan ini juga terdapat sejarah kota Yogyakarta yang tradisional dengan sistem pertanahan dan pajak yang bersifat tradisional, yaitu masih bergantung pada kekuasaan Raja yang didalamnya adalah Sultan dan Pakualam. Selain itu juga dalam tulisan ini menjelaskan perubahan sosial setelah perang diponegoro tahun 1830, yaitu mulai dengan terbentuknya pemukimanpemukiman bagi orang eropa dan tionghoa yang bermukim dari luar wilayah benteng Kasultanan dan Kadipaten. Sebuah tulisan yang memiliki cakupan yang sama mengenai tanah Sultan di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat dalam karya studi dari Rouffaer. 23 Pokok 21 Vincent Houben, Kraton and Kumpeni: Surakarta and Yogyakarta Leiden: KITLV Press Abdurrachman Surjomiharjo, Kota Yogyakarta : Perkembangan Sosial, (Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2000). 23 Rouffaer, G. P, Vorstenlanden, Adatrechtbundels,

12 penelitian Rouffaer meliputi adanya penetrasi dari tubuh pemerintah kolonial kepada masyarakat vorstenlanden untuk pengembangan modal bagi pemerintah kolonial. Didalam studinya ditunjukan dominasi peran kolonial terhadap kekuasaan raja, struktur birokrasi kerajaan, kondisi agraria, sistem hukum vorstenlanden, dan pergeseran status kepemilikan tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Selanjutnya buku karya Gatut Murniatmo dkk 24 yang berisi mengenai sejarah kraton Yogyakarta dari masa Panembahan Senapati hingga abad ke-20. Dalam buku ini menjelaskan mengenai sejarah kraton dan bagaimana pengelolaan tanah di Yogyakarta sebelum dan setelah kedatangan kolonialisme. Sejarah pengelolaan tanah secara keseluruhan dan jenis-jenis tanah di Yogyakarta menjadi fokus dari buku ini. John Sullivan 25 menulis mengenai masalah tanah perkampungan di Yogyakarta dan hubungannya dengan pemerintahan pada saat itu. Perkembangan masyarakat urban di Yogyakarta berkaitan dengan tanah-tanah milik sultan yang memiliki kebijakan tertentu sehingga menimbulkan suatu perkampungan baru di atas tanah-tanah yang berstatus sengketa tersebut. 24 Gatut Murniatmo, dkk, Pola Penguasaan, Pemilikan, dan Penggunaan Tanah Secara Tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta, (Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989). 25 John Sullivan, Kampung and State The Role of Government in the Development of Urban Community in Yogyakarta, Indonesia, No. 41, April 1986, hlm

13 Masalah mengenai sengketa tanah di Yogyakarta pernah ditulis oleh Sejarawan UGM, yaitu Nur Aini Setiawati 26 dalam tesisnya tersebut menjelaskan sengketa tanah di Yogyakarta dari masa reorganisasi agraria tahun 1917 hingga 1940 dari aspek sosial, meliputi bagaimana sengketa masalah tanah di Yogyakarta bermula dan seperti apa reorganisasi agraria berlangsung. Dalam tesis ini menjelaskan pola kepemilikan dan pengelolaan tanah-tanah Sultan di Yogyakarta dari sudut pandang masyarakatnya. Bagaimana masyarakat mendapatkan hak atas tanah di Yogyakarta dan bagaimana reorganisasi agraria terjadi di Yogyakarta. Kajian-kajian yang dijelaskan itu tidak memfokuskan pada tanah magersari, baik dari pemanfaatannya hingga pada permasalahan dan konflik lingkup tanah magersari dikota Yogyakarta. Penelitian skripsi ini memfokuskan kepada masalah mengenai pemanfaatan dan konflik yang berhubungan dengan tanah magersari baik milik Sultan atau Pakualaman yang semakin hari semakin komplek. E. Metode dan Sumber Penelitian Dalam merekonstruksi suatu peristiwa sejarah diperlukan serangkaian proses atau prosedur tertentu yang disebut metode sejarah. Metode sejarah adalah cara-cara, langkah-langkah, atau prosedur di bidang keilmuan sejarah dalam rangka merekonstruksi jejak dan fakta peristiwa sejarah sehingga menghasilkan 26 Nur Aini Setyawati, "Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat: Pola Pemilikan, Penguasaan, dan Sengketa Tanah di Kota Yogyakarta setelah Reorganisasi 1917", Tesis S2 Program Studi Ilmu Sejarah FIB, (Yogyakarta: STPN Press, 2011). 13

14 narasi atau tulisan sejarah. Metode sejarah meliputi pemilihan topik, heuristik, verifikasi, interpretasi, dan sintesis atau rekonstruksi sejarah. Setelah pemilihan topik mengenai tanah magersari di Kota Yogyakarta tahun , tahap selanjutnya adalah pengumpulan sumber sejarah (heuristik) yang sesuai dengan topik yang akan ditulis. Sumber-sumber tersebut dapat berupa sumber tertulis dan tidak tertulis seperti foto atau gambar. Pada penelitian ini, penulis mengumpulkan sumber-sumber tertulis yang berasal dari arsip-arsip, buku, laporan penelitian, skripsi, tesis, jurnal, surat kabar/koran, dan sebagainya. Arsip-arsip tersebut berupa arsip yang berhubungan dengan tanah magersari, misalnya seperti data statistik mengenai jumlah penduduk, jumlah luas tanah magersari, wilayah-wilayah magersari, surat kekancingan, dan sebagainya. Untuk data penduduk yang dipakai adalah data penduduk antara tahun 1980, 1990, 2000, dan Lalu, juga menggunakan sumber koran/surat kabar khususnya yang terbit di Yogyakarta. Koran biasanya memuat berbagai hal permasalahan-permasalahan yang sedang terjadi. Dengan memakai koran tersebut diharap dapat ditemukan hal-hal mengenai tanah magersari yang bisa dijadikan sumber penelitian ini. Selain menggunakan arsip dan koran/surat kabar, penelitian ini juga menggunakan sumber dari literatur-literatur berupa buku, laporan penelitian, skripsi serta jurnal. Sumber-sumber tersebut sangat membantu penelitian ini, karena bisa menjadi sumber referensi bagi penelitian ini. Lalu, untuk sumber tidak 14

15 tertulisnya, penelitian ini menggunakan sumber berupa foto-foto seperti wilayah tanah-tanah magersari, surat kekancingan, dan juga peta. Sumber lisan sangat dibutuhkan dalam penelitian ini. Hal tersebut dibutuhkan, mengingat periode penelitian ini yaitu sekitar tahun 1984 sampai 2012, sehingga diharapkan dapat langsung memperoleh data maupun penjelasan mengenai tanah magersari pada periode tersebut dari narasumber-narasumber yang ada. Arsip-arsip diperoleh di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Badan Arsip Daerah dan Perpustakaan Provinsi DIY, Perpustakaan Sonobudoyo, Perpustakaan Kraton Yogyakarta, Perpustakaan Puro Pakualaman, serta Perpustakaan Panitikismo Kraton maupun Pakualaman. Koran atau surat kabar tahun diperoleh di Perpustakaan Daerah, Perpustakaan Kota Yogyakarta, dan Jogja Library Center (JLC). Sumber berupa literatur-literatur diperoleh di Perpustakaan Sejarah FIB UGM, Perpustakaan FIB UGM, Perpustakaan Pusat UGM, Pusat Studi Kebijakan dan Kependudukan, Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan. Untuk jurnal online dapat dilihat dan diunduh dari Jstor. Sumber lisan tentang tanah magersari di Kota Yogyakarta pada periode tersebut diperoleh dari abdi dalem keraton baik yang mengurusi tanah-tanah keraton maupun yang mengurus di pengadilan keraton. Selain itu juga bisa di dapat dari beberapa warga yang tinggal di tanah-tanah magersari Kota Yogyakarta pada periode tersebut. Setelah semua sumber dikumpulkan proses selanjutnya adalah verifikasi. Tahap verifikasi terdiri dari dua macam, yaitu verifikasi untuk menentukan otentisitas atau keaslian sumber dan verifikasi untuk menentukan kredibilitas 15

16 sumber. 27 Menentukan keaslian sumber dilakukan kritik ekstern yang mencakup terhadap bahan, tinta, huruf, dan gaya bahasa sumber sedangkan untuk menentukan kredibilitas sumber dilakukan kritik terhadap isi sumber yang dibandingkan dengan sumber-sumber lain yang sezaman. Namun, karena untuk melakukan kritik ekstern membutuhkan waktu dan, maka dengan kritik intern dirasa sudah cukup. Langkah berikutnya adalah intepretasi yang melibatkan analisis dan imajinasi sejarawan. Penulisan ini memakai penulisan sejarah yang bersifat deskriptif-naratif. F. Sistematika Penulisan Dalam penulisan laporan penelitian ini, penulis membagi dalam lima bab. Bab I adalah Pengantar yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penulisan dan Sumber, dan Sistematika Penulisan. Pada Bab II mengkaji kondisi Kota Yogyakarta yang terdiri dari geografisekologi Kota Yogyakarta. Lalu, penjelasan mengenai kondisi sosial-ekonomi masyarakat kota Yogyakarta, yang berisi jumlah penduduk dan mata pencaharian penduduk di Kota Yogyakarta pada Hal tersebut berguna untuk memberi pemahaman tentang kondisi gerografis-ekologi Kota Yogyakarta dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat Kota Yogyakarta. Selanjutnya, mengkaji 27 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2001), hlm

17 perkembangan Kota Yogyakarta, dan yang terakhir sejarah tanah magersari di Kota Yogyakarta sebelum tahun Bab III mengkaji perkembangan dan pengelolaan tanah magersari di Kota Yogyakarta Pembahasan bab ini diawali dengan membahas tanah magersari selama periode tahun 1984 sampai dengan tahun Selanjutnya membahas wilayah-wilayah yang masuk ke dalam kategori tanah magersari di Kota Yogyakarta. Pada bagian akhir bab ini, membahas kebijakan-kebijakan mengenai tanah magersari seperti lembaga pertanahan (Panitikismo) Kraton dan Pakualaman, pihak-pihak yang dapat memohon, persyaratan untuk memohon, jangka waktu, perpanjangan, Liyeran, Lintiran, dan biaya Pisungsung. Pada Bab IV mengkaji mengenai konflik tanah magersari di Kota Yogyakarta pada Pembahasan pada bab ini meliputi aturan-aturan yang terdapat di dalam surat kekancingan maupun peraturan yang tidak tertulis. Kemudian membahas konflik-konflik tanah magersari, yang mana berkaitan dengan penyalahgunaan aturan-aturan tentang tanah magersari. Terakhir adalah Bab V, yaitu penutup berisi kesimpulan yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. 17

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat berbagai macam hak-hak atas tanah di atas Tanah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Tata cara perolehan hak pinjam pakai atas sultan grond tahapannya. a. Mengajukan surat permohonan kepada Panitikismo

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Tata cara perolehan hak pinjam pakai atas sultan grond tahapannya. a. Mengajukan surat permohonan kepada Panitikismo BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Tata cara perolehan hak pinjam pakai atas sultan grond tahapannya sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.penggunaan tanah

BAB I PENDAHULUAN. alam yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.penggunaan tanah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kebutuhan manusia akan tanah dimulai ketika manusia hidup sampai dengan meninggal. Di wilayah Republik Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai sejarah pembentukan berbeda dengan wilayah provinsi yang lain

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai sejarah pembentukan berbeda dengan wilayah provinsi yang lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah wilayah setingkat Provinsi yang mempunyai sejarah pembentukan berbeda dengan wilayah provinsi yang lain di Indonesia. Propinsi

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

EKSISTENSI TANAH KASULTANAN (SULTAN GROUND) YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA UU No. 5 / 1960

EKSISTENSI TANAH KASULTANAN (SULTAN GROUND) YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA UU No. 5 / 1960 EKSISTENSI TANAH KASULTANAN (SULTAN GROUND) YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA UU No. 5 / 1960 Umar Kusumoharyono Abstract The aim of research is to reveal the land legislation history at Kasultanan Yogyakarta

Lebih terperinci

yang memberikan keleluasaan untuk Yogyakarta mengatur daerahnya secara legal-formal dan diakui oleh negara, termasuk mengatur tanah-tanah dengan

yang memberikan keleluasaan untuk Yogyakarta mengatur daerahnya secara legal-formal dan diakui oleh negara, termasuk mengatur tanah-tanah dengan BAB V PENUTUP Sistem kekuasaan dalam budaya Jawa menempatkan tanah sebagai salah satu tolok ukur status sosial dalam struktur masyarakat Jawa yang bersifat hierarkis. Pada puncak kedudukan, raja sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan tanah perkebunan. Sedangkan yang digunakan untuk. bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan tanah perkebunan. Sedangkan yang digunakan untuk. bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai pengertian geologis-agronomis, tanah adalah lapisan lepas permukaan bumi yang paling atas. Tanah yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keraton Yogyakarta dibangun pada tahun 1756 M. Sebelum keraton

BAB I PENDAHULUAN. Keraton Yogyakarta dibangun pada tahun 1756 M. Sebelum keraton 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keraton Yogyakarta dibangun pada tahun 1756 M. Sebelum keraton Yogyakarta selesai dibangun, Sri Sultan Hamengku Buwono I bersama keluarganya untuk sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keraton Yogyakarta menginginkan seluruh tanah Sultan Ground dapat

BAB I PENDAHULUAN. Keraton Yogyakarta menginginkan seluruh tanah Sultan Ground dapat 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keraton Yogyakarta menginginkan seluruh tanah Sultan Ground dapat berstatus hak milik, yang diatur dalam sebuah undang-undang sehingga akan lebih memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerima baik bangsa asing yang datang ke Indonesia. Belanda

BAB I PENDAHULUAN. menerima baik bangsa asing yang datang ke Indonesia. Belanda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya Belanda datang ke Indonesia hanya untuk berdagang dan hal itu dapat membantu perekonomian masyarakat Indonesia dari segi perdagangan. Masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah bekas swapraja Kasultanan Yogyakarta dan Pakualaman. Pengertian

BAB I PENDAHULUAN. daerah bekas swapraja Kasultanan Yogyakarta dan Pakualaman. Pengertian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta berasal dari wilayah yang meliputi daerah bekas swapraja Kasultanan Yogyakarta dan Pakualaman. Pengertian swapraja adalah sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sistem otonomi yang diberlakukan oleh bangsa Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sistem otonomi yang diberlakukan oleh bangsa Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem otonomi yang diberlakukan oleh bangsa Indonesia merupakan bentuk pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Kewenangan berupa hak otonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK MAGERSARI DAN TANAH SULTANAAT GROUND. pribumi dengan jangka waktu selama mereka menghuni.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK MAGERSARI DAN TANAH SULTANAAT GROUND. pribumi dengan jangka waktu selama mereka menghuni. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK MAGERSARI DAN TANAH SULTANAAT GROUND A. Hak Magersari 1. Pengertian Hak Magersari Hak magersari adalah hak yang diberikan kepada yang berkepentingan sebagai penghuni Sultan

Lebih terperinci

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati Yogyakarta memiliki peninggalan-peninggalan karya arsitektur yang bernilai tinggi dari segi kesejarahan maupun arsitekturalnya, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan

BAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semula seluruh tanah di wilayah Yogyakarta sebelum ditetapkan dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23 Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website : PENGAKUAN HUKUM TANAH NASIONAL TERHADAP TANAH KERATON YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG KEWENANGAN DALAM URUSAN KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia yang mendasar di Negara Agraris. Tidak dapat dipungkiri fenomena sengketa pertanahan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan. hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan. hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat dan dijadikan milik diri manusia dengan belajar. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hlm 1. 1 Richard Edy. Aspek Legal Properti - Teori, Contoh, dan Aplikasi. C.V ANDI OFFSET, Yogyakarta 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Hlm 1. 1 Richard Edy. Aspek Legal Properti - Teori, Contoh, dan Aplikasi. C.V ANDI OFFSET, Yogyakarta 2010. BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL Dalam tatanan Hukum Pertanahan Nasional, hubungan hukum antara orang, baik warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA), serta perbuatan hukumnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pengertian sultan grond dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 1. Kroon Sultanaat Grond. kepada perusahaan-perusahaan tertentu.

BAB II KAJIAN TEORI. Pengertian sultan grond dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 1. Kroon Sultanaat Grond. kepada perusahaan-perusahaan tertentu. BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Sultan Grond 1. Pengertian Sultan Grond Pengertian sultan grond dibagi menjadi dua kelompok yaitu: a. Tanah yang termasuk dalam sultanaat grond yaitu kelompok tanah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pemilihan lokasi penelitian adalah: (usaha perintis) oleh pemerintah. tersebut dipilih atas pertimbangan:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pemilihan lokasi penelitian adalah: (usaha perintis) oleh pemerintah. tersebut dipilih atas pertimbangan: BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di kota Salatiga. Pertimbangan pemilihan lokasi penelitian adalah: 1. Sekolah Guru B di Salatiga menjadi salah satu pilot

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KASULTANAN DAN TANAH KADIPATEN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki wilayah, pemerintah yang berdaulat, dan warga Negara. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan salah satu jenis kain yang memiliki corak tertentu. Corak

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan salah satu jenis kain yang memiliki corak tertentu. Corak 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Batik merupakan salah satu jenis kain yang memiliki corak tertentu. Corak pada batik dibuat menggunakan lilin dan digambarkan diatas kain mori. Pembuatan batik dilakukan

Lebih terperinci

No Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan b

No Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan b TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5339 DAERAH ISTIMEWA. PEMERINTAHAN. Pemerintah Daerah. Yogyakarta. Keistimewaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Konsep Kepemilikan Dan Penguasaan Tanah Sultan Ground Di. 1. Asal Usul Sultan Ground Kasultanan Yogyakarta

BAB 3 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Konsep Kepemilikan Dan Penguasaan Tanah Sultan Ground Di. 1. Asal Usul Sultan Ground Kasultanan Yogyakarta BAB 3 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Konsep Kepemilikan Dan Penguasaan Tanah Sultan Ground Di Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Asal Usul Sultan Ground Kasultanan Yogyakarta Berawal dari Perjanjian Gianti

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL A. Ketentuan Konversi Hak-Hak Lama Menjadi Hak-Hak Baru Sesuai Undang-Undang Pokok Agraria 1. Sejarah Munculnya Hak Atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban yang. diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah untuk mengurus,

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban yang. diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah untuk mengurus, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah untuk mengurus, mengatur, mengembangkan, dan menyelesaikan urusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan, maupun dengan pihak ketiga. Pewaris adalah orang yang

BAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan, maupun dengan pihak ketiga. Pewaris adalah orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pewarisan adalah proses peralihan harta kekayaan dari seseorang yang telah meninggal dunia sebagai pemberi kepada para ahli warisnya sebagai penerima. 1 Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Para anggota persekutuan hukum berhak untuk mengambil hasil tumbuhtumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Para anggota persekutuan hukum berhak untuk mengambil hasil tumbuhtumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada garis besarnya pada masyarakat hukum adat terdapat 2 (dua) jenis hak atas tanah yaitu hak perseorangan dan hak persekutuan hukum atas tanah. Para anggota

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian mengenai problematika perolehan Hak Milik atas Tanah

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian mengenai problematika perolehan Hak Milik atas Tanah 104 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian mengenai problematika perolehan Hak Milik atas Tanah bagi Warga Negara Indonesia non pribumi di Daerah Istimewa Yogyakarta ini dilakukan dengan pendekatan sejarah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Mangkubumi, yang terdiri dari Pangeran Mangkubumi, Pangeran Wijil, Pangeran

BAB V KESIMPULAN. Mangkubumi, yang terdiri dari Pangeran Mangkubumi, Pangeran Wijil, Pangeran BAB V KESIMPULAN Pakualaman terbentuk dari adanya perjanjian Giyanti antara pihak Mataram yang diwakili oleh Sunan Pakubuwana III dengan kelompok Pangeran Mangkubumi, yang terdiri dari Pangeran Mangkubumi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk mati pun manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara yang corak kehidupan serta perekonomian rakyatnya masih bercorak agraris, sebagian besar kehidupan rakyatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Agraria Isi dan Pelaksanaannya Jilid I Hukum Tanah Nasional, (Jakarta : Djambatan, 2005), hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Agraria Isi dan Pelaksanaannya Jilid I Hukum Tanah Nasional, (Jakarta : Djambatan, 2005), hal 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah dalam wilayah Negara Republik Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam utama, yang selain mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Pada tahun 2013 telah disahkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012 tentang keistimewaan Yogyakarta dimana salah satu pokok bahasannya adalah mengenai pertanahan, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlindung dan melanjutkan kehidupannya. Sejalan dengan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. berlindung dan melanjutkan kehidupannya. Sejalan dengan bertambahnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kemakmuran yang adil dan merata hanya dapat dicapai melalui pembangunan. Setiap kegiatan pembangunan selalu memerlukan tanah. Dalam kehidupan manusia, tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu daerah istimewa di Indonesia. Pada tanggal 30 Agustus 2012 telah disahkan Undang-Undang Keistimewaan DIY (UU

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIV/2016 Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubenur Daerah Istimewa Yogyakarta

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIV/2016 Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubenur Daerah Istimewa Yogyakarta RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIV/2016 Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubenur Daerah Istimewa Yogyakarta I. PEMOHON Muhammad Sholeh, S.H...... selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Imam Syafii,

Lebih terperinci

rakyat yang makin beragam dan meningkat. 2 Kebutuhan tanah yang semakin

rakyat yang makin beragam dan meningkat. 2 Kebutuhan tanah yang semakin 1 Perkembangan masyarakat di Indonesia terjadi begitu pesat pada era globalisasi saat ini. Hal ini tidak hanya terjadi di perkotaan saja, di desa-desa juga banyak dijumpai hal tersebut. Semakin berkembangnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang akan digunakan oleh penulis adalah di Desa Delanggu, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten. Sedangkan datanya dikumpulkan dari berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman manusia Indonesia hidup bertani dan menetap, dimulai pola penguasaan tanah secara adat dan berlangsung turun temurun tanpa memiliki tanda bukti kepemilikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai sarana utama dalam proses pembangunan. 1 Pembangunan. dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai sarana utama dalam proses pembangunan. 1 Pembangunan. dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Sejak lahir sampai meninggal dunia manusia membutuhkan tanah untuk tempat tinggal dan sumber kehidupan. Manusia

Lebih terperinci

yang meliputi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman telah

yang meliputi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman telah UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA UNDANG- UNDANG NOMOR...TAHUN... TENTANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah. bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah. bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan dari bernegara sebagaimana yang diatur dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara de facto, Daerah Istimewa Yogyakarta lahir sejak dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. Secara de facto, Daerah Istimewa Yogyakarta lahir sejak dalam kancah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara de facto, Daerah Istimewa Yogyakarta lahir sejak dalam kancah revolusi antara tanggal 5 September 1945 tanggal 18 Mei 1946, 1 secara de jure lahirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moral dan juga nasionalisme. Hal tersebut melatarbelakangi pendirian Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. moral dan juga nasionalisme. Hal tersebut melatarbelakangi pendirian Sekolah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan salah satu faktor pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Pendidikan memberikan ilmu pengetahuan serta menanamkan ajaran moral dan juga nasionalisme.

Lebih terperinci

GEOSPATIAL IMPLEMENTATION IN APLICATION FOR SPECIALITY LAWS OF DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (MANAGEMENT AND SULTAN GROUND-KADIPATEN GROUND) Abstract

GEOSPATIAL IMPLEMENTATION IN APLICATION FOR SPECIALITY LAWS OF DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (MANAGEMENT AND SULTAN GROUND-KADIPATEN GROUND) Abstract IMPLEMENTASI GEOSPATIAL DALAM PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SULTAN GROUND-KADIPATEN GROUND) GEOSPATIAL IMPLEMENTATION IN APLICATION FOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka memajukan

BAB I PENDAHULUAN. lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka memajukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka memajukan kesejahteraan umum

Lebih terperinci

LAPORAN. Penelitian Individu

LAPORAN. Penelitian Individu LAPORAN Penelitian Individu Aspek Kelembagaan dalam Penyerahan Urusan Pemerintahan Bidang Pertanahan di Daerah Otonomi Khusus Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh: Shanti Dwi Kartika, S.H., M.Kn. PUSAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun rumah dan masih banyak lagi. diundangkannya UUPA, yaitu tanggal 24 September

BAB I PENDAHULUAN. membangun rumah dan masih banyak lagi. diundangkannya UUPA, yaitu tanggal 24 September BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya banyak bergantung pada tanah. Manusia memerlukan tanah untuk berpijak, membangun tempat tinggal, bercocok tanam, dll. Tidak hanya itu,

Lebih terperinci

KOMPARASI ANTARA SISTEM HUKUM TANAH NASIONAL DENGAN SISTEM HUKUM TANAH KERATON YOGYAKARTA

KOMPARASI ANTARA SISTEM HUKUM TANAH NASIONAL DENGAN SISTEM HUKUM TANAH KERATON YOGYAKARTA KOMPARASI ANTARA SISTEM HUKUM TANAH NASIONAL DENGAN SISTEM HUKUM TANAH KERATON YOGYAKARTA Lego Karjoko Eventhough there are differences concerning concept, hierarchy and authority between national land

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peran yang sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia dan memiliki nilai yang tak terbatas dalam melengkapi berbagai kebutuhan hidup manusia,

Lebih terperinci

DUALISME PENERAPAN HUKUM PERTANAHAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Erma Defiana Putriyanti 1. Abstract

DUALISME PENERAPAN HUKUM PERTANAHAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Erma Defiana Putriyanti 1. Abstract DUALISME PENERAPAN HUKUM PERTANAHAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Erma Defiana Putriyanti 1 Abstract This research is a normative empirical aims to determine what Land Reform Law applied in Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Politik Etis membuka era baru dalam perpolitikan kolonial di. Hindia Belanda sejak tahun Pada masa ini diterapkan suatu

BAB I PENGANTAR. Politik Etis membuka era baru dalam perpolitikan kolonial di. Hindia Belanda sejak tahun Pada masa ini diterapkan suatu BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Politik Etis membuka era baru dalam perpolitikan kolonial di Hindia Belanda sejak tahun 1900. Pada masa ini diterapkan suatu politik yang bertujuan untuk melunasi hutang

Lebih terperinci

Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA. Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn

Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA. Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn SEJARAH HUKUM TANAH DI INDONESIA A. SEBELUM BERLAKUNYA HUKUM TANAH NASIONAL Pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting baik untuk kehidupan maupun untuk tempat peristirahatan

Lebih terperinci

PERSAMAAN DENGAN EROPA

PERSAMAAN DENGAN EROPA KONSEP KITAB MANAWA: KONSEP KEPEMILIKAN SALUMAHING BUMI LAN SAKUREBING LANGIT: KAGUNGANING NATA TANAH MERUPAKAN MILIK RAJA TERMASUK TENAGA KERJA YANG ADA DI DALAMNYA SISTEM PENGUASAAN TANAH FEODAL TRADISIONAL

Lebih terperinci

KEARIFAN LOKAL DALAM PEMANFAATAN SULTANAAT GROUND DI KECAMATAN GAMPING KABUPATEN SLEMAN

KEARIFAN LOKAL DALAM PEMANFAATAN SULTANAAT GROUND DI KECAMATAN GAMPING KABUPATEN SLEMAN Spirit Publik Volume 9, Nomor 1 Halaman: 51-76 ISSN. 1907-0489 Oktober 2014 KEARIFAN LOKAL DALAM PEMANFAATAN SULTANAAT GROUND DI KECAMATAN GAMPING KABUPATEN SLEMAN The Local Wisdom in Utilizing Sultanaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku bangsa yang tersebar di seluruh nusantara. Setiap daerah memiliki suku asli dengan adatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Sultan Ground merupakan tanah adat dimana tanah tersebut peninggalan yang dimiliki lembaga Kraton. Menurut Hamengkubuwono X (2007) yang disebut Sultan Ground adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. data yang berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka (Lexy J.

BAB III METODE PENELITIAN. data yang berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka (Lexy J. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian dengan mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghargaan atas kebhinekaan dan sejarah nusantara. Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. penghargaan atas kebhinekaan dan sejarah nusantara. Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diakui dan dihormatinya satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa di Indonesia merupakan perwujudan penghargaan atas kebhinekaan dan sejarah

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan kota dengan lintasan sejarah yang cukup panjang, dimulai pada tanggal 13 Februari 1755 dengan dilatari oleh Perjanjian Giyanti yang membagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan,

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan (pendukung mata

Lebih terperinci

STATUS KEPEMILIKAN TANAH HASIL KONVERSI HAK BARAT BERDASARKAN UU NO. 5 TAHUN 1960

STATUS KEPEMILIKAN TANAH HASIL KONVERSI HAK BARAT BERDASARKAN UU NO. 5 TAHUN 1960 JURNAL ILMU HUKUM 201 STATUS KEPEMILIKAN TANAH HASIL KONVERSI HAK BARAT BERDASARKAN UU NO. 5 TAHUN 1960 ULFIA HASANAH Jalan Garuda Tangkerang Tengah Marpoyan Damai Pekanbaru Abstrak Dengan berlakunya UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan sebagian besar kehidupan masyarakatnya masih bercorak agraris karena sesuai dengan iklim Indonesia

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERTANIAN DAN AGRARIA JAKARTA

DEPARTEMEN PERTANIAN DAN AGRARIA JAKARTA DEPARTEMEN PERTANIAN DAN AGRARIA JAKARTA No : Unda.4/2/16. Lampiran : 1 (P.M.P.A. No. 2/1962). Perihal : Penjelasan Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 2/1962. Tanggal 14 Agustus 1962 Kepada :

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. yang terjadi di kawasan pelabuhan Muara Angke pada pertengahan tahun 1990an,

BAB I PENGANTAR. yang terjadi di kawasan pelabuhan Muara Angke pada pertengahan tahun 1990an, BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pendaratan ikan berlangsung selama 24 jam dan tidak ada waktu khusus kapal mendarat. Kegiatan pendaratan ikan pada pagi hari, kebanyakan orang adalah nelayan, buruh nelayan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Tanah yang luas serta kekayaan alam yang melimpah merupakan bagian dari negara Indonesia. Baik tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa untuk mahkluk. ciptaannya, oleh karena itu tanah mempunyai arti yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa untuk mahkluk. ciptaannya, oleh karena itu tanah mempunyai arti yang sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa untuk mahkluk ciptaannya, oleh karena itu tanah mempunyai arti yang sangat penting bagi setiap individu maupun masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena dapat menentukan keberadaan, kelangsungan hubungan dan perbuatan

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. pada masa Orde Baru , (Yogyakarta: FIB UGM, 2013), hlm. 1.

BAB I Pendahuluan. pada masa Orde Baru , (Yogyakarta: FIB UGM, 2013), hlm. 1. 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Rojolele merupakan salah satu varietas lokal yang terkenal di wilayah Jawa Tengah. Varietas tersebut diakui masyarakat berasal dari Delanggu. Pemberian nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan satu dari dua pabrik gula yang saat ini dimiliki oleh PT. Perkebunan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan satu dari dua pabrik gula yang saat ini dimiliki oleh PT. Perkebunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pabrik Gula Kwala Madu atau sering disebut orang dengan istilah PGKM merupakan satu dari dua pabrik gula yang saat ini dimiliki oleh PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. A. Arsip, Laporan dan Terbitan Resmi Pemerintah Kotamadya Yogyakarta Dalam Angka Kantor Statistik Kotamadya Yogyakarta, 1981.

DAFTAR PUSTAKA. A. Arsip, Laporan dan Terbitan Resmi Pemerintah Kotamadya Yogyakarta Dalam Angka Kantor Statistik Kotamadya Yogyakarta, 1981. 117 DAFTAR PUSTAKA A. Arsip, Laporan dan Terbitan Resmi Pemerintah Kotamadya Yogyakarta Dalam Angka 1980. Kantor Statistik Kotamadya Yogyakarta, 1981. Kotamadya Yogyakarta Dalam Angka 1981. Kantor Statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu pada permasalahan yang dirumuskan, maka bentuk penelitian ini adalah deskriptif naratif. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 63 Tahun : 2016

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 63 Tahun : 2016 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 63 Tahun : 2016 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada program studi S1 Ilmu Perpustakaan Peminatan Kearsipan.

SKRIPSI. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada program studi S1 Ilmu Perpustakaan Peminatan Kearsipan. PENGARUH PENGELOLAAN ARSIP SERAT KEKANCINGAN TERHADAP PENGATURAN HAK ATAS TANAH BERSTATUS MAGERSARI PASKA PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG PERTANAHAN DAN AGRARIA (UUPA) 1960 (STUDI KASUS ARSIP SERAT KEKANCINGAN

Lebih terperinci

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh :

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh : PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian yang dipakai oleh penulis dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta yang berkaitan dengan judul

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Bencana alam yang terjadi di Indonesia terbagi menjadi dua. yaitu bencana yang berasal dari alam dan bencana alam dengan

BAB I PENGANTAR. Bencana alam yang terjadi di Indonesia terbagi menjadi dua. yaitu bencana yang berasal dari alam dan bencana alam dengan BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Bencana alam yang terjadi di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu bencana yang berasal dari alam dan bencana alam dengan adanya campur tangan manusia. Contoh bencana alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Salah satu tujuan pembentukan UUPA adalah untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Salah satu tujuan pembentukan UUPA adalah untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Salah satu tujuan pembentukan UUPA adalah untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum mengenai hak atas tanah bagi rakyat Indonesia seluruhnya. Pasal 19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda antara tahun 1830 hingga akhir abad ke-19 dinamakan Culturstelsel (Tanam Paksa).

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Penelitian tentang Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Salatiga Masa

BAB III METODOLOGI. Penelitian tentang Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Salatiga Masa BAB III METODOLOGI A. Lokasi Penelitian Penelitian tentang Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Salatiga Masa Pendudukan Jepang Tahun 1942-1945 mengambil lokasi di Salatiga. B. Bentuk dan Strategi Penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Basri, Hasan dan Sarjita, Pembatalan dan Kebatalan Hak Atas Tanah, Yogyakarta, Tigu Jogja Pustaka, Cetakan kedua, 2005

DAFTAR PUSTAKA. Basri, Hasan dan Sarjita, Pembatalan dan Kebatalan Hak Atas Tanah, Yogyakarta, Tigu Jogja Pustaka, Cetakan kedua, 2005 DAFTAR PUSTAKA 1. Buku Buku Basri, Hasan dan Sarjita, Pembatalan dan Kebatalan Hak Atas Tanah, Yogyakarta, Tigu Jogja Pustaka, Cetakan kedua, 2005 Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh Bangsa Indonesia pada hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, secara adil

Lebih terperinci

Bahwa sebelum berlakunya UUPA terdapat dualisme hukum agraria di Indonesia yakni hukum agraria adat dan hukum agraria barat. Dualisme hukum agraria ini baru berakhir setelah berlakunya UUPA yakni sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penertiban tanah..., Biromo Nayarko, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Penertiban tanah..., Biromo Nayarko, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Tanah dalam wilayah Negara Republik Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Peran Kyai Ibrahim Tunggul Wulung Dalam Penyebaran Agama Kristen Di Desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Peran Kyai Ibrahim Tunggul Wulung Dalam Penyebaran Agama Kristen Di Desa BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu pada permasalahan yang dirumuskan, maka skripsi yang berjudul Peran Kyai Ibrahim Tunggul Wulung Dalam Penyebaran Agama Kristen Di

Lebih terperinci

PERANAN PEMOEDA ANGKATAN SAMOEDERA OEMBARAN (PAS O) DALAM PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II TAHUN 1948 DI YOGYAKARTA

PERANAN PEMOEDA ANGKATAN SAMOEDERA OEMBARAN (PAS O) DALAM PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II TAHUN 1948 DI YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan sebuah negara maritim karena memiliki wilayah laut yang lebih luas dibandingkan dengan wilayah daratan. Hal ini menjadikan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

Arsip Puro Pakualaman Simpul Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta : Arsip Puro Perlu Perawatan Serius

Arsip Puro Pakualaman Simpul Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta : Arsip Puro Perlu Perawatan Serius Arsip Puro Pakualaman Simpul Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta : Arsip Puro Perlu Perawatan Serius Oleh : Drs. M. Qosim *) 1. Pendahuluan Keberadaan sebuah kerajaan kecil seperti Kadipaten Pakualaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang biak,

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1960 (2/1960) Tanggal: 7 JANUARI 1960 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1960 (2/1960) Tanggal: 7 JANUARI 1960 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 2 TAHUN 1960 (2/1960) Tanggal: 7 JANUARI 1960 (JAKARTA) Sumber: LN 1960/2; TLN NO. 1924 Tentang: PERJANJIAN BAGI HASIL Indeks: HASIL.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi yang paling atas. Yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan disebut

BAB I PENDAHULUAN. bumi yang paling atas. Yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai pengertian geologis-agronomis, tanah ialah lapisan lepas permukaan bumi yang paling atas. Yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan disebut tanah garapan,

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM AGRARIA HAK PAKAI

MAKALAH HUKUM AGRARIA HAK PAKAI MAKALAH HUKUM AGRARIA HAK PAKAI Disusun oleh : AYU WANDIRA PURBA ELPAKHRI AKMAL RAHMATIKA LINGGAR M RIDHO FURQAN BAKAS A RIZKI IMAN SARI SEKENDI ANDRIAJI SIDIK DWI PAMUNGKAS 08/268853/TK/34109 12/333383/TK/39751

Lebih terperinci