BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai sejarah pembentukan berbeda dengan wilayah provinsi yang lain

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai sejarah pembentukan berbeda dengan wilayah provinsi yang lain"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah wilayah setingkat Provinsi yang mempunyai sejarah pembentukan berbeda dengan wilayah provinsi yang lain di Indonesia. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk dari suatu pemerintahan kerajaan yakni Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman yang sebelumnya merupakan suatu kerajaan yang masih eksis menjalankan suatu pemerintahan sendiri. Sebagai suatu Negara kerajaan, Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman mempunyai sejarah perkembangan yang dimulai sejak terselenggaranya perjanjian Giyanti pada tahun , diikuti dengan berdirinya kerajaan Kasultanan Yogyakarta dan dalam perkembangan waktu pada Tahun 1812 terbentuk Kadipaten Paku Alaman dengan wilayah sebagian dari wilayah Kasultanan. Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman bergabung dengan Negara Republik Indonesia sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia di proklamirkan. Begitu Republik Indonesia merdeka, Sri Sultan HB IX dan Sri Paku Alam VIII menyatakan bergabung sehingga kemudian Presiden Soekarno memberikan Piagam Kedudukan kepada mereka berdua. Sri Sultan HB IX dan Sri 5 Baskoro dan Sunaryo, 2010, Catatan Perjalanan Keistimewaan Yogya Merunut Sejarah, Mencermati Perubahan, Menggagas Masa Depan.,Pustaka Pelajar,Yogyakarta. hlm. 7

2 Paku Alam VIII menyatakan dengan tegas bahwa mereka berdua adalah Kepala Daerah di Yogyakarta. 6 Penggabungan kerajaan Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta menimbulkan konskwensi adanya perubahan di dalam penyelenggaran suatu pemerintahan Negara termasuk didalamnya perubahan dalam pengelolaan dibidang pertanahan. Pengelolaan pertanahan yang semula dilakukan oleh masing-masing pemerintahan kerajaan (Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman) dengan bergabungnya kedua kerajaan tersebut menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta, maka pengelolaan pertanahan (agraria) menjadi urusan pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengelolaan administrasi pertanahan untuk wilayah Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman secara tertib telah dimulai sejak tahun 1918 saat dilakukan reorganisasi hukum pertanahan, yakni sejak diterbitkan Rijksblaad Kasultanan Tahun 1918 Nomor 16 dan Rijksblaad Paku Alaman Tahun 1918 Nomor 18 tentang Domeinverklaring Hak Atas Tanah Pemberian, Hak Anggaduh (bezitsrechten) dan Hak Pakai (gebruiksrechten) Atas Tanah yang menjadi dasar Pengelolaan Administrasi Pertanahan. Pada Pasal 1 dalam kedua peraturan ini dimuat ketentuan yang berbunyi Hingsun hanglestarekake watone, sakabehing bumi kang hora hono tondho yektine kadarbe ing liyo mowo wewenang eigendom, dadi bumi kagungane Kratoningsun Ngayogyakarto. Ketentuan tersebut mempertegas tentang hak menguasai oleh raja/negara Kasultanan atas tanah di dalam wilayahnya, sekaligus sebagai suatu ketentuan 6 Ibid. hlm. 72

3 formal mengenai adanya domain dari Kasultanan dan Kadipaten atas tanah dalam wilayah kekuasaannya. Terbitnya Rijksblad Kasultanan Tahun 1918 Nomor 18 menjadi dasar pemerintah Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman melaksanakan pengelolaan tanah di dalam wilayah Kasultanan dan Kadipaten sekaligus mengawali masa reorganisasi di bidang hukum pertanahan pada kedua wilayah kerajaan, karena setelah itu kemudian disusul terbitnya Rijksblad-Rijksblad yang mengatur mengenai pengelolaan pertanahan. Seperti Rijksblaad Kasultanan Tahun 1925 Nomor 23, Rijksblaad Paku Alaman Tahun 1925 Nomor 25, tentang Bab Wewenang Bumi, Pranatan Bab Maringi Wewenang Andarbe Bumi lan Nganggo Bumi,, dan Rijksblaad Kasultanan Tahun 1926 Nomor 16 tentang Kadaster, Pepacak-Pepacak Tumrap Panindake Kadaster Jawa, dan Rijksblad-Rijksblad yang lainnya. Pada masa sebelum bergabung dengan Pemerintah Republik Indonesia Kasultanan Yogyakarta dalam kedudukannya sebagai suatu lembaga Pemerintahan Kerajaan melaksanakan secara penuh pengelolaan pertanahan di dalam wilayahnya, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pepatih Dalem sebagai pelaksana pemerintahan atas nama Raja. Dalam pengelolaan tanah yang dikuasai oleh / diperuntukan bagi warga pribumi diatur dalam Rijkblad Kasultanan dan Rijkblad Pakualaman, sedangkan bagi tanah yang dikuasai oleh warga yang tunduk pada hukum barat berlaku ketentuan Undang-undang Pemerintah Hindia Belanda.

4 Setelah bergabung dengan Pemerintah Republik Indonesia diterbitkan Undang-undang No. 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai dasar hukum terbentuknya Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta yang otonominya termasuk didalamnya dibidang Agraria, maka kewenangan pengelolaan pertanahan beralih menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam Pasal 4 UU No. 3 Tahun 1950 dimuat mengenai urusan rumah tangga yang menjadi kewenangan bagi Daerah Istimewa Yogyakarta diantaranya adalah urusan Agraria (tanah). Dalam lampiran UU No 3 tahun 1950 dijelaskan bahwa urusan agraria (tanah) meliputi : 1. penerimaan penyerahan hak eigendom atas tanah eigendom kepada negeri (medebewind); 2. penyerahan tanah Negara (feheersoverdracht) kepada jawatan-jawatan atau kementerian lain atau kepada daerah autonom (medebewind); 3. pemberian ijin membalik nama hak eigendom dan opstal atas tanah, jika salah satu fihak atau keduanya masuk golongan bangsa asing (medebewind); 4. pengawasan pekerjaan daerah autonom di bawahnya tentang agraria (sebagian ada yang medebewind) 7 Di dalam rangka melaksanakan kewenangan urusan pertanahan, pemerintah DIY selanjutnya menerbitkan beberapa peraturan daerah yang mengatur mengenai pengelolaan di bidang pertanahan diantaranya Peraturan Daerah No. 4 tahun 1954, Perda No 5 tahun 1954, Perda No. 10 tahun 1954, Perda No. 11 Tahun 1954 dan Perda No. 12 tahun Terbitnya Perda-Perda tersebut maka kewenangan pengelolaan pertanahan yang semula menjadi kewenangan Kasultanan dan Kadipaten beralih menjadi kewenangan pemerintah Daerah Istimewa Yoyakarta, termasuk didalamnya pengelolaan tanah Kasultanan yang Yogyakarta. hlm. 6 7 Kristiyani, dkk,1981, Himpunan Peraturan Peraturan Daerah Dll Perihal Tanah,

5 dikenal dengan tanah Sultan Grond (SG) dan tanah Kadipaten yang dikenal sebagai tanah Pakualaman Grond (PAG). Dalam Penjelasan Umum angka 4 Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1954 dinyatakan : Setelah Daerah Istimewa Yogyakarta terbentuk menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 tahun 1950, yang telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 tahun 1950, maka kekuasaan (bevoegdheid) mengatur hak atas tanah tersebut di atas berdasar Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun pasal 4 ayat (4) beralih dari Pemerintah- Pemerintah Kasultanan dan Paku Alaman kepada Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai hak asal-usul. 8 Beralihnya kekuasaan/kewenangan mengatur hak atas tanah kepada Daerah Istimewa Yoyakarta peran Kasultanan dan Kadipaten dalam pengelolaan pertanahan menjadi hilang, karena lembaga-lembaga pemerintah Kasultanan yang dulu melakukan pengelolaan di bidang pertanahan bergabung menjadi perangkat yang melaksanakan tugas urusan agraria dalam pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta. Selanjutnya untuk melaksanakan tugas Urusan Agraria dibentuk Lembaga Jawatan Agraria yang dalam perkembangannya sejak tahun 1974 berubah menjadi Direktorat Agraria dan setelah terbentuk Badan Pertanahan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 berubah menjadi Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Daerah Istimewa Yogyakarta. Terbitnya Perda No. 5 Tahun 1954 membawa perubahan yang signifikan terhadap hak menguasai/memiliki (domein) dari Kasultanan atas tanah, karena di dalamnya dimuat ketentuan mengenai pemberian hak milik perseorangan turun 8 Ibid. hlm. 24

6 temurun kepada warga masyarakat yang semula menguasai tanah dengan hak anganggo turun temurun. Ditetapkannya tanah hak masyarakat atas tanah di wilayah luar Kota Yogyakarta dari hak anganggo turun-temurun menjadi hak milik turun-temurun, maka luas tanah Kasultanan yang juga dikenal dengan tanah Sultan Grond tinggal tanah-tanah yang saat ditetapkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1954 tidak tercatat dalam Register Desa (Buku Letter C) sebagai tanah yang dikuasai masyarakat. Tanah yang tidak tercatat dalam Buku Letter C tersebut antara lain : tanah bekas Recht van Opstal (RvO) bekas Pabrik, tanah wedi kengser (tanah yang ada di pinggir sungai), tanah pangonan ( tanah yang disediakan untuk tempat penggembalaan), tanah oro-oro (tanah yang belum dimanfaatkan di daerah pegunungan Gunung Kidul), dan tanah gisik pasir atau tanah yang berada di sepanjang laut selatan, dan lain-lain. Beralihnya kewenangan mengatur tanah dari Kasulanan dan Kadipaten menjadi kewenangan Daerah Istimewa Yogyakarta dimaknai juga sebagai pengalihan domain atas tanah sehingga tanah-tanah yang masih menjadi domain Kasultanan dianggap menjadi domain dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini berlangsung sampai dengan berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 pada tahun Setelah berlakunya UUPA pengelolaan pertanahan menjadi kewenangan pusat termasuk di dalamnya tanah-tanah Kasultanan yang sebelumnya dikelola dan diakui sebagai tanah milik Daerah Istimewa Yogyakarta dipersepsikan sebagai tanah negara karena di dalam UUPA tidak dikenal adanya tanah milik suatu daerah.

7 Anggapan bahwa tanah Kasultanan sebagai tanah negara telah menimbulkan keberatan dari pihak Kasultanan, karena secara kenyataan baik oleh masyarakat maupun oleh pemerintah keberadaan tanah Kasultanan selama ini tetap diakui. Persoalan yang mengemuka terkait dengan tanah Kasultanan tersebut adalah karena tidak adanya ketentuan di dalam UUPA yang mengatur mengenai lembaga Kasultanan sebagai badan hukum yang dapat menjadi subyek hak atas tanah. Hal ini telah menjadi pembicaraan antara pihak Kasultanan bersama pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Pemerintah Pusat diseputar tahun 2000 sehingga pernah diwacanakan terbitnya suatu Keputusan Presiden yang memuat ketetapan lembaga Kasultanan sebagai Badan Hukum yang dapat menjadi subyek hak milik atas tanah. Keputusan Presiden tersebut pada akhirnya tidak jadi diterbitkan dan sebagai gantinya untuk sementara dalam rangka mengakomodasi persoalan pengelolaan Tanah Kasultanan diterbitkan Surat Kepala Badan Pertanahan No tanggal 21 Oktober 2003, sampai dengan selanjutnya persoalan tersebut dibahas dalam Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Di dalam pembahasan Undang-Undang keistimewaan DIY diinventarisasi bahwa salah satu yang menjadi bagian dari keistimewaan adalah masalah pertanahan khususnya tanah Kasultanan dan Pakualaman. Persoalan pertanahan terkait dengan tanah Kasultanan dan Kadipaten Pakualaman masuk dalam materi Bahasan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

8 Pada tahun 2012 akhirnya Undang-Undang mengenai Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta telah disahkan dan diterbitkan yaitu Undang- Undang No. 13 tahun Berkenaan dengan bidang pertanahan dalam Pasal 32 ayat (1) dan (2) disebutkan : (1) Dalam penyelenggaraan kewenangan pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d, Kasultanan dan Kadipaten dengan Undang-Undang ini dinyatakan sebagai badan hukum. (2) Kasultanan sebagai badan hukum merupakan subjek hak yang mempunyai hak milik atas tanah Kasultanan Penetapan Kasultanan menjadi badan Hukum yang dapat menjadi subyek hak milik atas tanah tentunya akan membawa konsekuensi perubahan dalam pengelolaan tanah Kasultanan, karena sebelumnya hubungan antara Kasultanan dengan tanah adalah hubungan antara suatu lembaga pemerintahan (lembaga publik/lembaga penguasa) dengan wilayah yang dikuasainya sehingga pengelolaan tanah oleh Kasultanan pada saat itu dilakukan dalam rangka menjalankan tugas pemerintahan. Setelah Kasultanan ditetapkan sebagai Badan Hukum yang dapat menjadi subyek hak milik atas tanah, maka hubungan antara Kasultanan dengan tanah menjadi lebih bersifat privat. Sehingga sejalan dengan ini maka akan terjadi perubahan pola pengelolaan tanah Kasultanan termasuk kemungkinankemungkinan adanya hak-hak yang akan timbul sebagai konsekuensi adanya hak yang diperoleh dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemegang hak milik atas tanah.

9 B. Rumusan Masalah Berdasarkan judul dan uraian Latar Belakang masalah di atas, maka pokok permasalahan yang akan di dalam penelitian adalah : a. Bagaimana pengelolaan Tanah Kasultanan setelah berlakunya UU No. 13 tahun 2012? b. Hal-hal apa saja yang akan timbul berkenaan dengan pengelolaan tanah Kasultanan setelah berlakunya Undang- Undang No. 13 tahun 2012? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan permasalahan sebagaimana tersebut diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk : a. Mendapatkan penjelasan tentang pengelolaan Tanah Kasultanan setelah berlakunya UU No. 13 tahun 2012 b. Mengetahui tentang hal-hal yang akan timbul berkenaan dengan pengelolaan tanah Kasultanan setelah berlakunya Undang- undang No. 13 tahun 2012 D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan 1. Kegunaan Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum khususnya hukum kenotariatan terkait hukum agraria dan tambahan pustaka bagi siapa saja yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai permasalahan ini.

10 2. Kegunaan Secara Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum agraria pada khususnya. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para akademisi dan masyarakat pada umumnya. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian dan penulisan tentang tanah Sultan Grond dan Pakualaman Grond telah dilakukan diantaranya : 1. Penelitian pertama, Tesis dengan judul Status Hukum Tanah-tanah Kraton Yogyakarta Setelah berlaku Keppres Nomor 33 Tahun 1984 di Kotamadya Yogyakarta oleh Sarosa Purnomo Putro tahun Tesis ini mempunyai kesimpulan sebagai berikut : setelah berlakunya Keppres Nomor 33 tahun 1984 maka pihak kraton bertindak sebagai pemilik terhadap tanah-tanah kraton. Namun dalam penggunaan hak atas tanah kraton ini pihak Kraton masih melestarikan status sebagai penguasa yang bertindak demi kepentingan umum dan kesejahteraan rakyat banyak. Sementara dari segi persepsi masyarakat pemakai tanah kraton mereka menyadari dan membenarkan bahwa tanah yang mereka tempati adalah milik kraton. Pengakuan masyarakat ini menurut Sarosa Purnomo Putro membawa permasalahan 9 Putro, Sarosa Purnomo,1996,Status Hukum Tanah-Tanah Kraton Yogyakarta Setelah berlakunya Keppres Nomor 33 Tahun 1984 di Kotamadya Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

11 karena kraton tidak termasuk badan hukum yang dapat mempunyai hak milik berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun Penelitian kedua oleh Rachmat Martanto dengan judul Status Tanah Kraton kaitannya dengan pelaksanaan UUPA di Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta 10 Rahmat Martanto menyimpulkan bahwa berlakunya UUPA telah menimbulkan pengaruh yang cukup besar pada hukum adat secara umum, namun kurang pengaruhnya bagi tanah milik kraton yang seharusnya menjadi tanah negara. 3. Hasil penelitian tentang tanah kasultanan yang pernah ada adalah Kewenangan Kraton Yogyakarta dalam Pengaturan Penggunaan Tanah Kraton di Era Otonomi Daerah 11. oleh Yohanes Supama. Sebuah tesis di Program Studi Magister Hukum Kenegaraan Universitas Gajah Mada tahun Tesis ini mengangkat permasalahan (a) Apakah yang menjadi dasar hukum bagi Kraton Yogyakarta dalam menguasai dan menggunakan tanahtanah kraton? (b) Apakah pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Kewenangan Kraton dalam pengaturan tanah kraton ini masih ada? (c) Dalam bidang apa saja kewenangan pengaturan penggunaan tanah yang masih ada pada Kraton Yogyakarta ini? 4. Penelitian keempat, sebuah makalah oleh Sarjita, S.H., M. Hum dengan judul Kajian Historis dan Yuridis tentang status tanah Swapraja dan Eks Swapraja dalam Hukum Tanah Nasional (Studi Kasus Pemberian Hak Pakai di Atas 10 Martanto, Rachmat,Status Tanah Kraton kaitannya dengan Pelaksanaan UUPA di Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.Yogyakarta:Universitas Gadjah Mada 11 Supama, Yohanes, Kewenangan Kraton Yogyakarta dalam Pengaturan Penggunaan Tanah Kraton di Era Otonomi Daerah, Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.

12 Tanah Sultan Grond) 12 dalam bukunya yang berjudul Masalah Pelaksanaan Urusan Pertanahan dalam Era Otonomi Daerah. Ada empat hak yang dianalis, yaitu : 1) Apakah pemakaian sebutan tanah swapraja pada saat ini untuk menyebut tanah-tanah yang dahulu merupakan tanah wilayah/daerah Swapraja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Puro Pakualaman masih dapat dibernarkan; 2) Apakah masalah kewenangan pertanahan (agraria) masih merupakan bagian dari subtansi keistimewaan DIY; 3) Bagaimanakah status tanah-tanah Eks Swapradja dengan diberlakukannya UUPA di DIY, khususnya Diktum Keempat huruf A UUPA; 4) Bagaimanakah konstruksi hukum Tanah Kasultanan dan Tanah Puro Pakualaman dalam hukum Tanah Nasional (UUPA). Kajian ini menghasilkan kesimpulan, yaitu : 1) Penggunaan sebutan tanah swapradja untuk saat ini sudah tidak tepat, mengingat berdasarkan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1950 tanah-tanah yang dimaksud telah dijadikan sebagai wilayah/daerah dari DIY; 2) Setelah diberlakukannya UUPA di DIY dengan Keppres RI No. 33 Tahun 1984 jo. Perda DIY tahun 1984, maka substansi pertanahan (agraria) bukan lagi menjadi bagian dari substansi keistimewaan DIY; 3) Status tanah eks swapradja Kasultanan Ngayogjokarto Hadiningrat dan Puro Pakualaman dengan berlakunya UUPA secara penuh di DIY, maka menjadi tanah Negara; 4) Pemberian Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai di atas tanah-tanah Kasultanan dan Puro Pakualaman tidak sesuai 12 Sarjita, 2006, Masalah Pelaksanaan Urusan Pertanahan dalam Era Otonomi Daerah, Tugu Jogya Pustaka, Yogyakarta.

13 dengan konstruksi Hukum Tanah Nasional (UU No. 5 Tahun 1960), bahkan dapat memunculkan dualisme hukum yang selam untuk dihapuskan oleh UUPA. 5. Penelitian kelima, thesis oleh Athanasia Dian Shanti dengan judul Konstruksi Hukum Pemberian Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai diatas Tanah Kasultanan di Daerah Istimewa Yogyakarta (Analisa Surat Kepala BPN No tanggal 21 Oktober 2003). 13 Sebuah thesis di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gajah Mada tahun Mengangkat masalah a) Apa yang melatarbelakangi terbitnya Surat Kepala BPN No tanggal 21 Oktober 2003)?; b) Bagaimana konstruksu hukum pemberian hak-hak atas tanah di atas Tanah Kasultanan kepada pihak ketiga sesudah terbitnya Surat Kepala BPN No tanggal 21 Oktober 2003? (b.1) siapa saja yang berhak mendapatkan hak guna bangunan dan hak pakai di atas tanah kasultanan? b.2) Bagaimana mekanisme pemberian Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai kepada Pihak Ketiga?); c) hal-hal apa saja yang menjadi hambatan dan potensi permasalahan dalam memberikan hakhak atas tanah kepada pihak ketiga di atas Tanah Kasultanan. Dari beberapa penelitian di atas lebih banyak membahas mengenai status hukum tanah Kasultanan dan status lembaga Kasultanan sebagai subyek hak atas tanah setelah berlakunya UUPA di Daerah Istimewa Yogyakarta, yang sebagian 13 Shanti, Athanasia Dian, 2009, Konstruksi Hukum Pemberian Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai diatas Tanah Kasultanan di Daerah Istimewa Yogyakarta (Analisa Surat Kepala BPN No tanggal 21 Oktober 2003), Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

14 berkesimpulan bahwa tanah Kasultanan menjadi tanah negara dan lembaga Kasultanan belum jelas kedudukannya sebagai subyek hak atas tanah. Untuk penelitian yang penulis lakukan kedudukan lembaga Kasultanan sebagai subyek hak atas tanah telah jelas yaitu berdasarkan ketentuan Undang- Undang No. 13 Tahun 2012, lembaga Kasultanan telah ditetapkan sebagai Badan Hukum yang dapat menjadi subyek Hak Milik atas tanah Kasultanan (Sultan Grond). Fokus bahasan dalam penulisan ini adalah mengenai bagaimana pengelolaan tanah Kasultanan setelah ditetapkan sebagai Badan Hukum yang dapat menjadi subyek Hak Milik atas tanah. Dengan perbedaan mengenai status hukum obyek dan subyek dari tanah Kasultanan serta perbedaan pokok bahasannya, maka terdapat perbedaan yang jelas antara penelitian yang sebelumnya dengan yang dilaksanakan oleh penulis.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan

BAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semula seluruh tanah di wilayah Yogyakarta sebelum ditetapkan dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23 Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan

Lebih terperinci

EKSISTENSI TANAH KASULTANAN (SULTAN GROUND) YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA UU No. 5 / 1960

EKSISTENSI TANAH KASULTANAN (SULTAN GROUND) YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA UU No. 5 / 1960 EKSISTENSI TANAH KASULTANAN (SULTAN GROUND) YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA UU No. 5 / 1960 Umar Kusumoharyono Abstract The aim of research is to reveal the land legislation history at Kasultanan Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat berbagai macam hak-hak atas tanah di atas Tanah

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.penggunaan tanah

BAB I PENDAHULUAN. alam yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.penggunaan tanah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kebutuhan manusia akan tanah dimulai ketika manusia hidup sampai dengan meninggal. Di wilayah Republik Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan tanah perkebunan. Sedangkan yang digunakan untuk. bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan tanah perkebunan. Sedangkan yang digunakan untuk. bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai pengertian geologis-agronomis, tanah adalah lapisan lepas permukaan bumi yang paling atas. Tanah yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website : PENGAKUAN HUKUM TANAH NASIONAL TERHADAP TANAH KERATON YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG KEWENANGAN DALAM URUSAN KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki wilayah, pemerintah yang berdaulat, dan warga Negara. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1984 (3/1984) PELAKSANAAN BERLAKU SEPENUHNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

NOMOR 3 TAHUN 1984 (3/1984) PELAKSANAAN BERLAKU SEPENUHNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR: 34 TAHUN 1984 SERI D ----------------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia yang mendasar di Negara Agraris. Tidak dapat dipungkiri fenomena sengketa pertanahan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keraton Yogyakarta menginginkan seluruh tanah Sultan Ground dapat

BAB I PENDAHULUAN. Keraton Yogyakarta menginginkan seluruh tanah Sultan Ground dapat 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keraton Yogyakarta menginginkan seluruh tanah Sultan Ground dapat berstatus hak milik, yang diatur dalam sebuah undang-undang sehingga akan lebih memiliki

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Konsep Kepemilikan Dan Penguasaan Tanah Sultan Ground Di. 1. Asal Usul Sultan Ground Kasultanan Yogyakarta

BAB 3 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Konsep Kepemilikan Dan Penguasaan Tanah Sultan Ground Di. 1. Asal Usul Sultan Ground Kasultanan Yogyakarta BAB 3 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Konsep Kepemilikan Dan Penguasaan Tanah Sultan Ground Di Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Asal Usul Sultan Ground Kasultanan Yogyakarta Berawal dari Perjanjian Gianti

Lebih terperinci

yang meliputi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman telah

yang meliputi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman telah UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA UNDANG- UNDANG NOMOR...TAHUN... TENTANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hlm 1. 1 Richard Edy. Aspek Legal Properti - Teori, Contoh, dan Aplikasi. C.V ANDI OFFSET, Yogyakarta 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Hlm 1. 1 Richard Edy. Aspek Legal Properti - Teori, Contoh, dan Aplikasi. C.V ANDI OFFSET, Yogyakarta 2010. BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL Dalam tatanan Hukum Pertanahan Nasional, hubungan hukum antara orang, baik warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA), serta perbuatan hukumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sistem otonomi yang diberlakukan oleh bangsa Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sistem otonomi yang diberlakukan oleh bangsa Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem otonomi yang diberlakukan oleh bangsa Indonesia merupakan bentuk pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Kewenangan berupa hak otonomi

Lebih terperinci

LAPORAN. Penelitian Individu

LAPORAN. Penelitian Individu LAPORAN Penelitian Individu Aspek Kelembagaan dalam Penyerahan Urusan Pemerintahan Bidang Pertanahan di Daerah Otonomi Khusus Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh: Shanti Dwi Kartika, S.H., M.Kn. PUSAT

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PENGATURAN SULTAN GROUND DALAM UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2013 TENTANG KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA DAN HUKUM TANAH NASIONAL

POLITIK HUKUM PENGATURAN SULTAN GROUND DALAM UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2013 TENTANG KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA DAN HUKUM TANAH NASIONAL POLITIK HUKUM PENGATURAN SULTAN GROUND DALAM UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2013 TENTANG KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA DAN HUKUM TANAH NASIONAL Rangga Alfiandri Hasim Kementrian Agraria dan Tata Ruang/BPN Jl. Mawar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka memajukan

BAB I PENDAHULUAN. lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka memajukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka memajukan kesejahteraan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun rumah dan masih banyak lagi. diundangkannya UUPA, yaitu tanggal 24 September

BAB I PENDAHULUAN. membangun rumah dan masih banyak lagi. diundangkannya UUPA, yaitu tanggal 24 September BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya banyak bergantung pada tanah. Manusia memerlukan tanah untuk berpijak, membangun tempat tinggal, bercocok tanam, dll. Tidak hanya itu,

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. HASIL PENELITIAN 1. Latar Belakang Larangan Pemilikan Hak Milik Atas Tanah Oleh WNI Keturunan Tionghoa di Daerah Istimewa Yogyakarta. a. Pengaturan Tanah Di Daerah

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Sejarah Keistimewaan Yogyakarta Sebagaimana yang telah menjadi pengetahuan bersama bahwa pemerintahan di Yogyakarta sudah ada jauh sebelum lahirnya Republik Indonesia.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 26 TAHUN 1985 SERI D =========================================================== PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOYAKARTA (PERDA DIY)

Lebih terperinci

meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan tanah mempunyai nilai dan arti

meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan tanah mempunyai nilai dan arti 3 yang tersebar jumlahnya. Salah satunya adalah penggunaan lahan pada tanah timbul atau tanah wedi kengser yang biasanya terdapat di sekitar wilayah bantaran sungai. Tanah wedi kengser merupakan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemiliknya kepada pihak lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. pemiliknya kepada pihak lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peralihan hak atas tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang dilakukan dengan tujuan untuk mengalihkan hak kepemilikan atas tanah dari pemiliknya kepada pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat. Hukum alam telah menentukan bahwa keadaan tanah yang statis menjadi tempat tumpuan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MENJADI TEMPAT HUNIAN DAN PERHOTELAN DI YOGYAKARTA YENI WIDOWATY

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MENJADI TEMPAT HUNIAN DAN PERHOTELAN DI YOGYAKARTA YENI WIDOWATY PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MENJADI TEMPAT HUNIAN DAN PERHOTELAN DI YOGYAKARTA YENI WIDOWATY PENDAHULUAN Alih fungsi lahan hampir terjadi di seluruh wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan, maupun dengan pihak ketiga. Pewaris adalah orang yang

BAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan, maupun dengan pihak ketiga. Pewaris adalah orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pewarisan adalah proses peralihan harta kekayaan dari seseorang yang telah meninggal dunia sebagai pemberi kepada para ahli warisnya sebagai penerima. 1 Seiring

Lebih terperinci

DUALISME PENERAPAN HUKUM PERTANAHAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Erma Defiana Putriyanti 1. Abstract

DUALISME PENERAPAN HUKUM PERTANAHAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Erma Defiana Putriyanti 1. Abstract DUALISME PENERAPAN HUKUM PERTANAHAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Erma Defiana Putriyanti 1 Abstract This research is a normative empirical aims to determine what Land Reform Law applied in Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah bekas swapraja Kasultanan Yogyakarta dan Pakualaman. Pengertian

BAB I PENDAHULUAN. daerah bekas swapraja Kasultanan Yogyakarta dan Pakualaman. Pengertian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta berasal dari wilayah yang meliputi daerah bekas swapraja Kasultanan Yogyakarta dan Pakualaman. Pengertian swapraja adalah sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghargaan atas kebhinekaan dan sejarah nusantara. Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. penghargaan atas kebhinekaan dan sejarah nusantara. Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diakui dan dihormatinya satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa di Indonesia merupakan perwujudan penghargaan atas kebhinekaan dan sejarah

Lebih terperinci

RUANG KAJIAN PEMERINTAH PUSAT BERUSAHA MENGHAPUS KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh : Pitoyo. Abstract

RUANG KAJIAN PEMERINTAH PUSAT BERUSAHA MENGHAPUS KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh : Pitoyo. Abstract RUANG KAJIAN PEMERINTAH PUSAT BERUSAHA MENGHAPUS KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh : Pitoyo Abstract To continue process and describing the existence of Daerah Istimewa Yogyakarta, this writing

Lebih terperinci

SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI II DPR RI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KAMIS, 17 NOVEMBER

SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI II DPR RI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KAMIS, 17 NOVEMBER TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI II DPR RI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KAMIS, 17 NOVEMBER 2011 ------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pengertian sultan grond dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 1. Kroon Sultanaat Grond. kepada perusahaan-perusahaan tertentu.

BAB II KAJIAN TEORI. Pengertian sultan grond dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 1. Kroon Sultanaat Grond. kepada perusahaan-perusahaan tertentu. BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Sultan Grond 1. Pengertian Sultan Grond Pengertian sultan grond dibagi menjadi dua kelompok yaitu: a. Tanah yang termasuk dalam sultanaat grond yaitu kelompok tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk mati pun manusia

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian mengenai problematika perolehan Hak Milik atas Tanah

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian mengenai problematika perolehan Hak Milik atas Tanah 104 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian mengenai problematika perolehan Hak Milik atas Tanah bagi Warga Negara Indonesia non pribumi di Daerah Istimewa Yogyakarta ini dilakukan dengan pendekatan sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan negara dan rakyat yang makin beragam dan. atas tanah tersebut. Menurut A.P. Parlindungan 4

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan negara dan rakyat yang makin beragam dan. atas tanah tersebut. Menurut A.P. Parlindungan 4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah dalam wilayah Negara Republik Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam utama, yang selain mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia,

Lebih terperinci

No Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan b

No Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan b TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5339 DAERAH ISTIMEWA. PEMERINTAHAN. Pemerintah Daerah. Yogyakarta. Keistimewaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KAJIAN HUKUM TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KAJIAN HUKUM TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA I. PENDAHULUAN Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan daerah otonom setingkat provinsi yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa bagian

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. tanah juga memiliki fungsi dalam aspek politik, ekonomi, dan kebudayaan yang

BAB I PENGANTAR. tanah juga memiliki fungsi dalam aspek politik, ekonomi, dan kebudayaan yang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang berkaitan dengan banyak aspek dalam pola kepemilikan dan penguasaannya. Tidak hanya dalam aspek sosial saja, tetapi tanah juga memiliki fungsi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 16

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Istimewa Yogyakarta)

LEMBARAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Istimewa Yogyakarta) No. 3. Tahun 1955. LEMBARAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Istimewa Yogyakarta) PERATURAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA DIY) NOMOR 4 TAHUN 1954 (4/1954) Tentang: Penyelesaian tanah-tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan tanah untuk tempat berpijak, membangun tempat tinggal, dan

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan tanah untuk tempat berpijak, membangun tempat tinggal, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai sisi kehidupan manusia bergantung pada tanah. Semua manusia membutuhkan tanah untuk tempat berpijak, membangun tempat tinggal, dan memanfaatkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pokok permasalahan utama. Instruksi Gubernur tersebut pada

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pokok permasalahan utama. Instruksi Gubernur tersebut pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terbitnya Instruksi Gubernur DIY PA.VIII/No.K.898/I/A 1975 yang berisikan larangan kepemilikan bagi WNI nonpribumi / WNI keturunan menjadi pokok permasalahan utama.

Lebih terperinci

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini PEMANDANGAN UMUM Perubahan yang revolusioner UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September 1960. Undang-undang ini benar-benar memuat hal-hal yang merupakan perubahan yang revolusioner dan drastis terhadap

Lebih terperinci

KEARIFAN LOKAL DALAM PEMANFAATAN SULTANAAT GROUND DI KECAMATAN GAMPING KABUPATEN SLEMAN

KEARIFAN LOKAL DALAM PEMANFAATAN SULTANAAT GROUND DI KECAMATAN GAMPING KABUPATEN SLEMAN Spirit Publik Volume 9, Nomor 1 Halaman: 51-76 ISSN. 1907-0489 Oktober 2014 KEARIFAN LOKAL DALAM PEMANFAATAN SULTANAAT GROUND DI KECAMATAN GAMPING KABUPATEN SLEMAN The Local Wisdom in Utilizing Sultanaat

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH RH

PENDAFTARAN TANAH RH PENDAFTARAN TANAH RH Menurut Boedi Harsono yang dimaksud dengan pendaftaran tanah adalah : Merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara teratur, terus menerus untuk mengumpulkan, menghimpun

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KAJIAN HUKUM TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KAJIAN HUKUM TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA I. PENDAHULUAN Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan daerah otonom setingkat provinsi yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa bagian

Lebih terperinci

Kebangkitan Nasional: Keistimewaan Yogyakarta, Peluang atau Ancaman? Sri Mulyani*

Kebangkitan Nasional: Keistimewaan Yogyakarta, Peluang atau Ancaman? Sri Mulyani* Kebangkitan Nasional: Keistimewaan Yogyakarta, Peluang atau Ancaman? Sri Mulyani* Sekilas Pandang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah juga Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Kebutuhan akan tanah semakin hari semakin meningkat,

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Kebutuhan akan tanah semakin hari semakin meningkat, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena manusia dan tanah memiliki hubungan yang sangat erat, terlebih lagi bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara de facto, Daerah Istimewa Yogyakarta lahir sejak dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. Secara de facto, Daerah Istimewa Yogyakarta lahir sejak dalam kancah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara de facto, Daerah Istimewa Yogyakarta lahir sejak dalam kancah revolusi antara tanggal 5 September 1945 tanggal 18 Mei 1946, 1 secara de jure lahirnya

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KASULTANAN DAN TANAH KADIPATEN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERTANAHAN BAGI WNI KETURUNAN TIONGHOA DI YOGYAKARTA: DISKRIMASI ATAU DISKRIMINASI POSITIF. Ratih Lestarini*

KEBIJAKAN PERTANAHAN BAGI WNI KETURUNAN TIONGHOA DI YOGYAKARTA: DISKRIMASI ATAU DISKRIMINASI POSITIF. Ratih Lestarini* Jurnal Hukum & Pembangunan 48 No. 1 (2018): 48-69 ISSN: 0125-9687 (Cetak) E-ISSN: 2503-1465 (Online) KEBIJAKAN PERTANAHAN BAGI WNI KETURUNAN TIONGHOA DI YOGYAKARTA: DISKRIMASI ATAU DISKRIMINASI POSITIF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri yang dinamakan dengan daerah otonom. 1

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri yang dinamakan dengan daerah otonom. 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 telah banyak membawa perubahan bagi bangsa Indonesia terhadap beberapa hal. Salah

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL A. Ketentuan Konversi Hak-Hak Lama Menjadi Hak-Hak Baru Sesuai Undang-Undang Pokok Agraria 1. Sejarah Munculnya Hak Atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan akan tanah sebagai sumber kehidupan sehingga dapat dicermati

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan akan tanah sebagai sumber kehidupan sehingga dapat dicermati 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada sebagian orang, tanah dianggap sesuatu yang sakral karena adanya keyakinan akan tanah sebagai sumber kehidupan sehingga dapat dicermati pula tanah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional (HTN), memberikan ruang yang

BAB I PENDAHULUAN. Hak atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional (HTN), memberikan ruang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional (HTN), memberikan ruang yang cukup luas dan bertanggung jawab dalam arti untuk keperluan pribadi maupun untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran dari. Pelaksanaan Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB V PENUTUP. Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran dari. Pelaksanaan Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta 184 BAB V PENUTUP Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran dari Pelaksanaan Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta PA.VIII/No.K.898/I/A 1975 tentang larangan kepemilikan tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasar, karena hampir sebagian besar aktivitas dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasar, karena hampir sebagian besar aktivitas dari kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah memiliki posisi yang sangat strategis dan sebagai kebutuhan yang mendasar, karena hampir sebagian besar aktivitas dari kehidupan manusia bersentuhan dengan tanah.

Lebih terperinci

PENGISIAN GUB & WAGUB

PENGISIAN GUB & WAGUB PENGISIAN GUB & WAGUB PRINSIP-PRINSIP PENGISIAN GUB & WAGUB (kesepakatan KOPO) 1. HB & PA ditetapkan sekali lagi sbg GUB & WAGUB selama 5 (lima) Thn oleh Presiden melalui usulan DPRD kpd Presiden melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hak Guna Bangunan 1. Pengertian Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan adalah salah satu hak atas tanah lainnya yang diatur dalam Undang Undang Pokok Agraria.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena tanah mempunyai nilai ekonomi, ekologi, dan nilai sosial dalam kehidupan. Kenyataan sejarah menunjukkan

Lebih terperinci

1. Menghapuskan dualisme hukum tanah yang lama dan menciptakan

1. Menghapuskan dualisme hukum tanah yang lama dan menciptakan PEMBENTUKKAN UUPA DAN PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA Hukum Tanah Nasional Hukum tanah yang baru atau hukum tanah nasional mulai berlaku sejak 24 September 1960, dimuat dalam Undang Undang Republik

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 3 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 8 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 3 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 8 TAHUN 2009 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 3 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 8 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 15

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan mengenai waris merupakan persoalan yang tidak dapat dilepaskan dari masalah yang terkait dengan bukti sebagai ahli waris. Bukti sebagai ahli waris

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perlindungan Hukum Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya sesuai dengan yang tercantum dalam

Lebih terperinci

Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional. Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA

Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional. Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA FUNGSI UUPA 1. Menghapuskan dualisme, menciptakan unifikasi serta kodifikasi pada hukum (tanah)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Tanah yang luas serta kekayaan alam yang melimpah merupakan bagian dari negara Indonesia. Baik tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis konflik

BAB I PENDAHULUAN. bahasa latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis konflik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konflik hukum berasal dari kata konflik dan hukum. Konflik berasal dari bahasa latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis konflik diartikan

Lebih terperinci

No Perbedaan Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai atas Tanah Negara. perusahaan, pertanian, diperpanjang untuk. peternakan.

No Perbedaan Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai atas Tanah Negara. perusahaan, pertanian, diperpanjang untuk. peternakan. Tabel Hak-hak atas Tanah yang ada di Indonesia No Perbedaan Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai atas Tanah Negara 1. Definisi Hak turun-temurun, Hak mengusahakan Hak untuk mendirikan Hak

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. 1.1 Profil Daerah Istimewa Yogyakarta. Peta 2.1

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. 1.1 Profil Daerah Istimewa Yogyakarta. Peta 2.1 BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN 1.1 Profil Daerah Istimewa Yogyakarta Peta 2.1 1. Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta keberadaannya dalam konteks historis dimulai dari sejarah berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH DAN BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

LEMBARAN DAERAH DAN BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA LEMBARAN DAERAH DAN BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PROVINSI DAERAH

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-mail: urip_sts@yahoo.com Abstract Tenure of land that can be controlled by local government

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikuasai atau dimiliki oleh orang perorangan, kelompok orang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. dikuasai atau dimiliki oleh orang perorangan, kelompok orang termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi bangsa Indonesia yang dikuasai oleh negara untuk kepentingan hajat hidup orang banyak baik yang telah dikuasai atau

Lebih terperinci

Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA. Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn

Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA. Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn SEJARAH HUKUM TANAH DI INDONESIA A. SEBELUM BERLAKUNYA HUKUM TANAH NASIONAL Pengaturan

Lebih terperinci

Ruang Lingkup Hukum Agraria

Ruang Lingkup Hukum Agraria RH Pendahuluan Definisi Hukum Agraria Dalam bahasa latin ager berarti tanah atau sebidang tanah. Agrarius - berladangan, persawahan, pertanian. KBBI Agraria- urusan pertanian atau pertanahan juga urusan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Tata cara perolehan hak pinjam pakai atas sultan grond tahapannya. a. Mengajukan surat permohonan kepada Panitikismo

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Tata cara perolehan hak pinjam pakai atas sultan grond tahapannya. a. Mengajukan surat permohonan kepada Panitikismo BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Tata cara perolehan hak pinjam pakai atas sultan grond tahapannya sebagai berikut:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara yang corak kehidupan serta perekonomian rakyatnya masih bercorak agraris, sebagian besar kehidupan rakyatnya

Lebih terperinci

QUO VADIS OTONOMI PERTANAHAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh : Sugiarto 1 Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta

QUO VADIS OTONOMI PERTANAHAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh : Sugiarto 1 Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta QUO VADIS OTONOMI PERTANAHAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh : Sugiarto 1 Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta Abstrak Terbitnya Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses pencatatan secara sistematis atas setiap bidang tanah baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses pencatatan secara sistematis atas setiap bidang tanah baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pencatatan secara sistematis atas setiap bidang tanah baik mengenai data fisik maupun data yuridis dikenal dengan sebutan pendaftaran tanah. 1 Ketentuan Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia merupakan negara yang agraris. Suasana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia merupakan negara yang agraris. Suasana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia merupakan negara yang agraris. Suasana agraris menjadi bagian tidak terpisahkan bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Kondisi kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan Daerah Istimewaan yang berbeda dengan Provinsi yang lainnya,

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan Daerah Istimewaan yang berbeda dengan Provinsi yang lainnya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogyakarta merupakan Daerah Istimewaan yang berbeda dengan Provinsi yang lainnya, dimana Gurbenur dan Wakil Gurbenur tidak dipilih secara demokrasi tetapi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan yang Maha Esa mempunyai fungsi

BAB I PENDAHULUAN. ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan yang Maha Esa mempunyai fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya, masih bercorak agraris, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai karunia

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN Rangga Dwi Prasetya Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Narotama Surabaya

Lebih terperinci

KOMPARASI ANTARA SISTEM HUKUM TANAH NASIONAL DENGAN SISTEM HUKUM TANAH KERATON YOGYAKARTA

KOMPARASI ANTARA SISTEM HUKUM TANAH NASIONAL DENGAN SISTEM HUKUM TANAH KERATON YOGYAKARTA KOMPARASI ANTARA SISTEM HUKUM TANAH NASIONAL DENGAN SISTEM HUKUM TANAH KERATON YOGYAKARTA Lego Karjoko Eventhough there are differences concerning concept, hierarchy and authority between national land

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting, karena tanah mempunyai nilai ekonomi, ekologi dan nilai sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting, karena tanah mempunyai nilai ekonomi, ekologi dan nilai sosial dalam BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tanah bagi kehidupan manusia mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena tanah mempunyai nilai ekonomi, ekologi dan nilai sosial dalam kehidupan dan penghidupannya.

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Basri, Hasan dan Sarjita, Pembatalan dan Kebatalan Hak Atas Tanah, Yogyakarta, Tigu Jogja Pustaka, Cetakan kedua, 2005

DAFTAR PUSTAKA. Basri, Hasan dan Sarjita, Pembatalan dan Kebatalan Hak Atas Tanah, Yogyakarta, Tigu Jogja Pustaka, Cetakan kedua, 2005 DAFTAR PUSTAKA 1. Buku Buku Basri, Hasan dan Sarjita, Pembatalan dan Kebatalan Hak Atas Tanah, Yogyakarta, Tigu Jogja Pustaka, Cetakan kedua, 2005 Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional dalam melaksanakan politik pertanahan bahwa negara. Tujuan Undang-undang Pokok Agraria adalah :

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional dalam melaksanakan politik pertanahan bahwa negara. Tujuan Undang-undang Pokok Agraria adalah : 0 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) dan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Dasar Pokok- Pokok Agraria yang singkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

Lebih terperinci

rakyat yang makin beragam dan meningkat. 2 Kebutuhan tanah yang semakin

rakyat yang makin beragam dan meningkat. 2 Kebutuhan tanah yang semakin 1 Perkembangan masyarakat di Indonesia terjadi begitu pesat pada era globalisasi saat ini. Hal ini tidak hanya terjadi di perkotaan saja, di desa-desa juga banyak dijumpai hal tersebut. Semakin berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga manusia akan meninggalkan dunia ini tanpa membawa suatu apapun juga. Dia lahir ke dunia dengan

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH. Abstraksi

PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH. Abstraksi PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH Abstraksi Pertanahan di Indonesia sangat menarik untuk selalu dikaji. Sehingga tidak heran ketika dikatakan bahwa masalah tanah adalah masalah klasik

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pemilikan tanah merupakan hak asasi dari setiap warga negara Indonesia yang diatur dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M PUTUSAN Nomor 13 P/HUM/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG Memeriksa dan mengadili perkara permohonan keberatan hak uji materiil terhadap Instruksi

Lebih terperinci

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah HUKUM AGRARIA LUAS SEMPIT PENGERTIAN Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Tanah OBYEK RUANG LINGKUP Hak Penguasaan atas Sumbersumber

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 1987 SERI D ================================================================

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 1987 SERI D ================================================================ LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 1987 SERI D ================================================================ PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang dengan gugusan ribuan pulau dan jutaan manusia yang ada di dalamnya. Secara wilayah daratan,

Lebih terperinci

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KAJIAN HISTORIS, SOSIOLOGIS, YURIDIS FORUM MASYARAKAT YOGYAKARTA DI JAKARTA DAN SEKITARNYA (FORMAYA) 2011 Tim Penyusun : 1. Drs. H. Tukiman, Ws. SH. MM. MH 2. Prof. Dr. dr. Daldiyono

Lebih terperinci