yang memberikan keleluasaan untuk Yogyakarta mengatur daerahnya secara legal-formal dan diakui oleh negara, termasuk mengatur tanah-tanah dengan
|
|
- Adi Halim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB V PENUTUP Sistem kekuasaan dalam budaya Jawa menempatkan tanah sebagai salah satu tolok ukur status sosial dalam struktur masyarakat Jawa yang bersifat hierarkis. Pada puncak kedudukan, raja sebagai pihak yang menguasai segalagalanya tentu memiliki tanah yang sangat luas agar memperkuat legitimasi dan eksistensinya. Dibawah raja, terdapat kelompok para bangsawan/priyayi yang terdiri dari kerabat raja dan pejabat-pejabat pemerintahan yang seolah betindak sebagai raja-raja kecil di masing-masing wilayahnya. Lalu di tempat terbawah terdapat kawula (masyarakat kebanyakan) yang paling lemah posisinya karena tidak memiliki hak apapun dan yang bernasib paling buruk. Dalam struktur sosial tersebut menimbulkan hubungan yang bersifat paternalistik antar masing-masing kelas. Raja sebagai patron akan memberikan sumber daya berupa tanah kepada bawahannya (bangsawan/priyayi) untuk kepentingan menjaga loyalitas, stabilitas dan penguatan kekuasaannya. Sedangkan pihak bangsawan/priyayi akan mendapat keuntungan berupa perlindungan dari patron. Selain itu juga mendapat nilai dan fungsi tanah, juga legitimasi kekuasaan yang diperoleh dari masyarakat yang berada dibawah pemerintahannya. Sebagai representasi kekuasaan Jawa, Kraton Kasultanan Yogyakarta tetap kukuh bertahan hingga kini, bahkan kepala DIY merupakan Sultan yang bertahta. Hal ini mengindikasikan bahwa kuasa kerajaan masih bertahan, ditambah dengan adanya penerapan kebijakan mengenai pertanahan yang bernama serat kekancingan. Serat kekancingan sesungguhnya sudah dilaksanakan sejak lama, namun kraton baru gencar mengatur tanahnya melalui serat kekancingan sekitar dua tahun lalu, yaitu saat UUK DIY disahkan. Penerapan serat kekancingan ini berdasarkan pada hak atas tanah Kasultanan Yogyakarta yang di dapat dari adanya palihan nagari yang tertuang pada perjanjian Giyanti lalu diatur melalui Rijksblaad Kasultanan No. 16 tahun 1918 yang menjadi dasar hukum awal (old platform) yang jelas yang lalu mengalami berbagai perkembangan dan perubahan hingga yang terakhir berupa UUK DIY pada tahun 2012 (sebagai new platform) 110
2 yang memberikan keleluasaan untuk Yogyakarta mengatur daerahnya secara legal-formal dan diakui oleh negara, termasuk mengatur tanah-tanah dengan status sultan ground (SG). Serat kekancingan merupakan surat keputusan pemberian hak atas tanah yang berstatus tanah bukan keprabon milik Kasultanan kepada masyarakat atau lembaga tertentu yang bertujuan untuk mengontrol pemakaian tanah-tanah Kasultanan agar dapat meminimalisir tindakan-tindakan yang dilakukan berbagai macam pihak atau oknum yang menyalahgunakan ijin pemakaian tanah Kasultanan. Panitikismo merupakan salah satu tepas milik kraton yang berwenang mengeluarkan dan mengelola serat-seratkekancingan beserta tanah-tanah Kasultanan. Serat kekancingan ini ditujukan untuk berbagai macam pihak yang memakai tanah -tanah Kasultanan melalui berbagai macam hak yang telah ditetapkan oleh kraton seperti hak magersari, ngindung, anganggo, dan anggaduh. Dalam konteks operasionalisasi serat kekancingan di Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Kraton, serat kekancingan terbagi dalam hak magersari, hak ngindung, dan juga hak wewengkon yang terbagi dalam tiga subyek hak yaitu para abdi dalem, masyarakat biasa, dan juga para waris ndalem ndalem milik pangeran yang disebut tanah kasentanan. Masa berlaku untuk serat kekancingan adalah 10 tahun terhitung sejak serat kekancingan tersebut jadi. Hak magersari yang berada di berbagai daerah, seluruhnya diatur oleh Panitikismo mengenai peruntukan, perolehan serta pengelolaannya. Tanah magersari ini berada di luar wilayah yang termasuk ndalem ndalem kasentanan. Pada mulanya yang bisa bermukim di tanah magersari haruslah seorang abdi dalem yang karena jasanya diperbolehkan untuk menempati sultan ground yang belum di manfaatkan, meski pada perkembangannya yang bermukim disini banyak justru masyarakat biasa yang tidak berstatus sebagai abdi dalem, terlebih masyarakat luar terbilang sudah banyak. Selain magersari, target serat kekancingan juga untuk pengindung. Pengindung adalah orang-orang yang tinggal di tanah milik Kasultanan yang sudah digunakan sebelumnya, artinya bahwa pengindung ini menempel tinggal 111
3 kepada orang yang memegang hak yang lebih tinggi. Orang yang memiliki hak lebih tinggi tersebut merupakan para waris ndalem-ndalem kepangeranan (ndalem kasentanan) yang tergolong kaum bangsawan karena masih kerabat dalem. Pengurusan serat kekancingan antara warga magersari dengan pengindung memiliki cara yag berbeda. Warga magersari harus mengajukan permohonan serat kekancingan kepada Panitikismo, sedangkan pengindung mengajukan serat kekancingan bukan lagi ditujukan kepada panitikismo, namun kepada tuan tanahnya yang lalu tuan tanah inilah yang memberikan laporan kepada Panitikismo hingga keluar serat kekancingan yang menyatakan bahwa pengindung menempel tinggal di ndalem tuan tanah tersebut. Tuan tanah yang juga merupakan waris ndalem-ndalem Kasentanan juga merupakan salah satu target seratkekancingan melalui pemberian hak wewengkon. Status hak wewengkon ini berada diatas serat kekancingan milik masyarakat umum karena status pemiliknya juga lebih tinggi. Masa berlaku hak wewengkon tersebut hingga seterusnya, artinya satu surat hak wewengkon berlaku juga hingga anak keturunan dari pangeran pemilik hak tersebut. Sehingga tidak perlu diberbaharui dalam jangka waktu tertentu, sedangkan seratkekancingan milik masyarakat memiliki batas waktu meski pada kenyatannya serat kekancingan masyarakat dapat diperbaharui hingga massa yang tidak terbatas sehingga batas waktu pun bisa dibilang tidak berpengaruh signifikan. Berdasarkan data yang diperoleh operasionalisasi seratkekancingan di Kelurahan Kadipaten dapat dibilang belum efektif karena belum terlaksana secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya subyek hak yang belum mengurus serat kekancingan dengan berbagai macam alasan. Operasionalisasi serat kekancingan yang belum terlaksana secara optimal mengakibatkan berbagai dampak negatif dan juga positif baik yang dirasakan masing-masing subyek hak maupun pihak kraton sebagai pelaksana. Terdapat dua sebab utama dampak negatif dari penerapan serat kekancingan, yaitu peruntukan serat kekancingan yang sudah melenceng jauh dari perjanjian awal. Yang pada mulanya serat kekancingan dibuat untuk para pedagang yang berjualan di kioskios suvenir sebagai bukti memakai tanah Kasultanan secara legal pada 112
4 perkembangannya kios-kios suvenir berubah fungsi menjadi rumah-rumah. Sebab lainnya adalah adanya kesalahpahaman abdi dalem dalam pengartian serat kekancingan. Dua sebab utama tersebut masing-masing menimbulkan perkembangan dampak-dampak negatif. Sebab melencengnya peruntukan serat kekancingan melahirkan perkembangan dampak negatif berupa kepadatan penduduk, kepadatan bangunan-bangunan yang banyak berstatus ilegal, maraknya kasus jual beli dan sewa menyewa secara ilegal, dan juga tersingkirnya abdi dalem kraton sebagai warga asli. Sedangkan kesalahpahaman abdi dalem dalam pengartian serat kekancingan berdampak pada kepadatan penduduk dan kepadatan rumah yang membuat jarak antar rumah sangat sempit. Sedangkan dampak negatif dari operasionalisasi serat kekancingan pada Kasultanan adalah imej yang menjadi buruk karena bagi sebagian masyarakat, serat kekancingan merupakan penghambat proses peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tergolong ekonomi bawah. Meski menuai banyak dampak negatif dari operasionalisasi seratkekancingan, tetap masih terdapat dampak positifnya. Sebagai bukti legal dari pemakaian tanah yang berstatus sultan ground, subyek hak yang memiliki seratkekancingan akan memiliki posisi yang lebih kuat. Serat kekancingan yang dimiliki para subyek hak ini membuat mereka tidak akan bisa digusur seenaknya oleh kraton dari tanah yang telah menjadi haknya, kraton tidak bisa begitu saja mengambil kembali tanahnya. Sedangkan bagi kraton dampak positifnya adalah dengan adanya data mengenai pihak-pihak yang memakai tanah sultan ground yang valid, kraton dapat mengontrol dan mengawasi tanah-tanahnya dengan lebih mudah. Masalah penguasaan tanah bukanlah hal yang sederhana, karena hal tersebut menyangkut bukan hanya hubungan manusia dengan dengan tanah, melainkan juga dan terutama menyangkut hubungan manusia dengan manusia. Dalam konteks penguasaan tanah yang kini dilakukan oleh Kasultanan Yogyakarta melalui serat kekancingan, hubungan antar masing-masing subyek dengan pihak Kasultanan menghasilkan perbedaan. Terdapat hubungan tradisional yang tetap terjaga, namun juga terdapat pergeseran hubungan pada pihak lain. 113
5 Hubungan sosial yang tetap utuh terjaga dapat dilihat melalui sikap yang ditunjukkan antara abdi dalem dengan Kasultanan yang bersifat vertikal dan tegas sebagaimana layaknya hubungan antara abdi dengan tuannya. Hubungan ini tergambarkan dari sikap sendika dhawuh yang tertanam kuat dalam diri masingmasing individu abdi dalem. Hal ini bisa bertahan karena abdi dalem tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional sebagai dasar bersikap sebagaimana abdi dengan tuannya. Sementara itu pergeseran hubungan terjadi antara Kasultanan dengan warga magersari. Hubungan sosial antara masyarakat biasa warga magersari dengan pihak Kasultanan kini berbeda jauh dengan hubungan konsep kekuasaan Jawa antara Kasultanan dengan kawula pada masa dulu yang hierarkis. Tidak lagi bersifat vertikal secara tegas, namun sudah bergeser menjadi vertikal dengan garis putus-putus. Artinya adalah meskipun masyarakat masih mengakui kedudukan Kasultanan, namun jika terdapat hal yang dianggap menghalangi atau bertentangan dengan kepentingan mereka, maka mereka tidak akan segan menentangnya. Ideologi bahwa Sultan merupakan pemilik segalanya dengan kekuasaan yang hebat sudah jauh memudar. Pergeseran inilah yang menjadi salah satu faktor adanya dampak negatif yang banyak terjadi pada warga magersari. Masyarakat sudah tidak lagi segan untuk menabrak aturan-aturan yang ada demi bisa memenuhi kepentingannya. Pilihan rasional masyarakat membuat mereka melakukan hal demikian. Penghambaan yang ditujukan kepada rajanya dari seorang kawula nyatanya tidak terjadi lagi pada masa kini. Seiring dengan berkembangnya jaman, tuntutan akan kebutuhan semakin meningkat, sehingga rasionalitas yang berjalan pada masyarakat adalah tercapainya kepentingankepentingannya. Serat kekancingan yang telah diterapkan oleh Kasultanan untuk menjaga aset-asetnya agar dapat mempertahankan kekuasaannya dapat diibaratkan sebagai dua mata pedang. Di satu sisi serat kekancingan menjamin kemakmuran dengan cara pemberian bukti hak-hak penggunaan tanah Kasultanan secara legal kepada masyarakat. Namun di sisi lain karena perkembangan waktu sehingga kebutuhan dan kepentingan semakin meningkat masyarakat banyak yang menabrak peraturan 114
6 yang sudah ditetapkan oleh Panitikismo. Berbagai pelanggaran-pelanggaran terjadi di sana sini. Panitikismo sebagai pihak yang berwenang nyatanya tidak bersikap apa-apa untuk menindak pihak-pihak yang melanggar dengan alasan yang cenderung aneh, yaitu takut akan mendapat perlawanan dari masyarakat sehingga bukan menjadi hal yang mengagetkan jika masalah-masalah yang timbul akan semakin banyak. Sekarang yang terjadi bukan lagi raja yang tergambarkan sebagai gung binathara, bau dhendha nyakrawati namun sudah bergeser menjadi kawula yang memiliki kekuatan. Serat kekancingan akan menjadi bom waktu yang semakin lama seiring berjalannya waktu sumbu yang masih sangat awal ini perlahan akan semakin mendekati titik ledaknya. 115
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, Menimbang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulisan ini berisi tentang praktek kekuasaan yang dilakukan oleh otoritas kekuasaan dalam budaya Jawa pada masa kehidupan modern terhadap segolongan masyarakat yang
Lebih terperinciNo Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan b
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5339 DAERAH ISTIMEWA. PEMERINTAHAN. Pemerintah Daerah. Yogyakarta. Keistimewaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170) PENJELASAN ATAS
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. tanah juga memiliki fungsi dalam aspek politik, ekonomi, dan kebudayaan yang
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang berkaitan dengan banyak aspek dalam pola kepemilikan dan penguasaannya. Tidak hanya dalam aspek sosial saja, tetapi tanah juga memiliki fungsi
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Tata cara perolehan hak pinjam pakai atas sultan grond tahapannya. a. Mengajukan surat permohonan kepada Panitikismo
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Tata cara perolehan hak pinjam pakai atas sultan grond tahapannya sebagai berikut:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah bekas swapraja Kasultanan Yogyakarta dan Pakualaman. Pengertian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta berasal dari wilayah yang meliputi daerah bekas swapraja Kasultanan Yogyakarta dan Pakualaman. Pengertian swapraja adalah sebagai berikut:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat berbagai macam hak-hak atas tanah di atas Tanah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sistem otonomi yang diberlakukan oleh bangsa Indonesia merupakan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem otonomi yang diberlakukan oleh bangsa Indonesia merupakan bentuk pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Kewenangan berupa hak otonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keraton Yogyakarta menginginkan seluruh tanah Sultan Ground dapat
11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keraton Yogyakarta menginginkan seluruh tanah Sultan Ground dapat berstatus hak milik, yang diatur dalam sebuah undang-undang sehingga akan lebih memiliki
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. data yang berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka (Lexy J.
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian dengan mengumpulkan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran dari. Pelaksanaan Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
184 BAB V PENUTUP Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran dari Pelaksanaan Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta PA.VIII/No.K.898/I/A 1975 tentang larangan kepemilikan tanah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alam yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.penggunaan tanah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kebutuhan manusia akan tanah dimulai ketika manusia hidup sampai dengan meninggal. Di wilayah Republik Indonesia,
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIV/2016 Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubenur Daerah Istimewa Yogyakarta
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIV/2016 Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubenur Daerah Istimewa Yogyakarta I. PEMOHON Muhammad Sholeh, S.H...... selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Imam Syafii,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Daya tarik kepariwisataan di kota Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya tarik kepariwisataan di kota Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari pengaruh saat Keraton Yogyakarta mulai dibuka sebagai salah satu obyek kunjungan pariwisata
Lebih terperinciLAMPIRAN 85 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA
Lebih terperinciEKSISTENSI TANAH KASULTANAN (SULTAN GROUND) YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA UU No. 5 / 1960
EKSISTENSI TANAH KASULTANAN (SULTAN GROUND) YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA UU No. 5 / 1960 Umar Kusumoharyono Abstract The aim of research is to reveal the land legislation history at Kasultanan Yogyakarta
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KASULTANAN DAN TANAH KADIPATEN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk mati pun manusia
Lebih terperinciGEOSPATIAL IMPLEMENTATION IN APLICATION FOR SPECIALITY LAWS OF DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (MANAGEMENT AND SULTAN GROUND-KADIPATEN GROUND) Abstract
IMPLEMENTASI GEOSPATIAL DALAM PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SULTAN GROUND-KADIPATEN GROUND) GEOSPATIAL IMPLEMENTATION IN APLICATION FOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai sejarah pembentukan berbeda dengan wilayah provinsi yang lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah wilayah setingkat Provinsi yang mempunyai sejarah pembentukan berbeda dengan wilayah provinsi yang lain di Indonesia. Propinsi
Lebih terperinciyang meliputi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman telah
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA UNDANG- UNDANG NOMOR...TAHUN... TENTANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Propinsi Daerah istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah destinasi pariwisata di Indonesia yang memiliki beragam produk wisata andalan seperti wisata sejarah,
Lebih terperinciDi samping itu, Sultan HB VII juga menggunakan taktik dengan mengulur waktu dan mencegah penyerahan secara total semua yang diminta oleh pemerintah
BAB VI KESIMPULAN Dari pengungkapan sejumlah fakta dan rekonstruksi yang dilakukan, penelitian ini menarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut ini : Sultan Hamengku Buwono VII adalah seorang raja yang
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian mengenai problematika perolehan Hak Milik atas Tanah
104 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian mengenai problematika perolehan Hak Milik atas Tanah bagi Warga Negara Indonesia non pribumi di Daerah Istimewa Yogyakarta ini dilakukan dengan pendekatan sejarah
Lebih terperinciKebangkitan Nasional: Keistimewaan Yogyakarta, Peluang atau Ancaman? Sri Mulyani*
Kebangkitan Nasional: Keistimewaan Yogyakarta, Peluang atau Ancaman? Sri Mulyani* Sekilas Pandang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah juga Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, merupakan
Lebih terperinciLAPORAN. Penelitian Individu
LAPORAN Penelitian Individu Aspek Kelembagaan dalam Penyerahan Urusan Pemerintahan Bidang Pertanahan di Daerah Otonomi Khusus Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh: Shanti Dwi Kartika, S.H., M.Kn. PUSAT
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KASULTANAN DAN TANAH KADIPATEN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciINTISARI. Kata Kunci : Kewarganegaraan, pertanahan di DIY, Pembatasan perolehan hak. ABSTRACT
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana sejarah warga Yogyakarta dapat memperoleh hak atas tanah di wilayah Provinsi DIY, serta untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana
Lebih terperinciBab V Kesimpulan Dan Saran. kabupaten Maluku Tenggara Barat provinsi Maluku. Ijin pengelolaan disahkan
Bab V Kesimpulan Dan Saran A. Kesimpulan PT Karya Jaya Berdikari merupakan salah satu perusahaan representasi negara untuk mengelola sumber daya hutan model HPH (Hak Pengusahaan Hutan) di kabupaten Maluku
Lebih terperinciDUALISME PENERAPAN HUKUM PERTANAHAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Erma Defiana Putriyanti 1. Abstract
DUALISME PENERAPAN HUKUM PERTANAHAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Erma Defiana Putriyanti 1 Abstract This research is a normative empirical aims to determine what Land Reform Law applied in Yogyakarta
Lebih terperinciBAB V. Kesimpulan. Perubahan sosial di Yogyakarta dipengaruhi oleh perubahan-perubahan pola
BAB V Kesimpulan Perubahan sosial di Yogyakarta dipengaruhi oleh perubahan-perubahan pola kelembagaan yang ada. Lembaga-lembaga yang berperan dalam perubahan di Yogyakarta saat ini dapat dikategorikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka memajukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka memajukan kesejahteraan umum
Lebih terperinciBAB IV. Surat Keputusan Pemkot Surabaya tentang Ijin Pemakaian Tanah (IPT/ berwarna ijo/surat ijo) dengan cara sewa tanah negara yang dikuasai Pemkot
74 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA NO.5 TAHUN 1960 PASAL 44 AYAT 3 TERHADAP TANAH HIJAU (Studi Kasus Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Bersertifikat Ijo Antara Pemkot Surabaya Dengan
Lebih terperinciLURAH DESA PLERET KECAMATAN PLERET KABUPATEN BANTUL PERATURAN DESA PLERET NOMOR 04 TAHUN 2017 TENTANG
LURAH DESA PLERET KECAMATAN PLERET KABUPATEN BANTUL PERATURAN DESA PLERET NOMOR 04 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN TANAH KAS DESA PLERET UNTUK PEMBUATAN LAHAN PARKIR DAN PEMBANGUNAN KIOS DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertanian dan tanah perkebunan. Sedangkan yang digunakan untuk. bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai pengertian geologis-agronomis, tanah adalah lapisan lepas permukaan bumi yang paling atas. Tanah yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan
Lebih terperinciPENGISIAN GUB & WAGUB
PENGISIAN GUB & WAGUB PRINSIP-PRINSIP PENGISIAN GUB & WAGUB (kesepakatan KOPO) 1. HB & PA ditetapkan sekali lagi sbg GUB & WAGUB selama 5 (lima) Thn oleh Presiden melalui usulan DPRD kpd Presiden melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang pemanfaatan tanah sangat penting. sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. Berdasarkan pasal tersebut, seluruh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang berperan penting bagi kehidupan manusia baik sebagai tempat melakukan segala aktivitas dipermukaan bumi. Tanah adalah ciptaan
Lebih terperinciBahwa sebelum berlakunya UUPA terdapat dualisme hukum agraria di Indonesia yakni hukum agraria adat dan hukum agraria barat. Dualisme hukum agraria ini baru berakhir setelah berlakunya UUPA yakni sejak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harus dilandasi dengan nilai-nilai ketuhanan. Segala sesuatu yang dilakukan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1. Alasan Pemilihan Judul Dalam kehidupan masyarakat Jawa terdapat sebuah refleksi kehidupan dan kepercayaan bahwa bila saat hidup di dunia, seseorang melakukan perbuatan harus dilandasi
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN
BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Sejarah Keistimewaan Yogyakarta Sebagaimana yang telah menjadi pengetahuan bersama bahwa pemerintahan di Yogyakarta sudah ada jauh sebelum lahirnya Republik Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membutuhkan tanah untuk tempat berpijak, membangun tempat tinggal, dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai sisi kehidupan manusia bergantung pada tanah. Semua manusia membutuhkan tanah untuk tempat berpijak, membangun tempat tinggal, dan memanfaatkannya
Lebih terperinciKEARIFAN LOKAL DALAM PEMANFAATAN SULTANAAT GROUND DI KECAMATAN GAMPING KABUPATEN SLEMAN
Spirit Publik Volume 9, Nomor 1 Halaman: 51-76 ISSN. 1907-0489 Oktober 2014 KEARIFAN LOKAL DALAM PEMANFAATAN SULTANAAT GROUND DI KECAMATAN GAMPING KABUPATEN SLEMAN The Local Wisdom in Utilizing Sultanaat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK MAGERSARI DAN TANAH SULTANAAT GROUND. pribumi dengan jangka waktu selama mereka menghuni.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK MAGERSARI DAN TANAH SULTANAAT GROUND A. Hak Magersari 1. Pengertian Hak Magersari Hak magersari adalah hak yang diberikan kepada yang berkepentingan sebagai penghuni Sultan
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,
Lebih terperinciPERBANDINGAN ANTARA HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT KETENTUAN KUHPerdata Dan UUPA
PERBANDINGAN ANTARA HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT KETENTUAN KUHPerdata Dan UUPA Disusun Oleh Wahyuni Ari Safitri, Riani Herniawati, Reza Pramana Pasal 520 KUHPer atau BW (Burgerlijk Wetboek) menyebutkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang dengan gugusan ribuan pulau dan jutaan manusia yang ada di dalamnya. Secara wilayah daratan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki wilayah, pemerintah yang berdaulat, dan warga Negara. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang
Lebih terperinciLAHAN KOSONG Wacana Elitis Pendudukan dan Eksploitasi Ruang Urban
LAHAN KOSONG Wacana Elitis Pendudukan dan Eksploitasi Ruang Urban Oleh: Yoshi Fajar Kresno Murti Tips dari Tipo ini untuk menunjukkan bagaimana orang mencari tanah itu berangkat dari asumsi kekosongan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cipta. hlm Salim HS Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan di Indonesia. Bandung: Pustaka Reka
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, baik sumber daya alam yang dapat di perbaharui maupun yang tidak dapat di perbaharui. Potensi yang sangat
Lebih terperinciWALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG
WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN BARANG MILIK DAERAH OLEH PIHAK LAIN DAN PEMAKAIAN BARANG MILIK DAERAH OLEH MASYARAKAT
Lebih terperinciBab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas
Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerugian harta benda dan dampak psikologis (IDEP, 2007)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam maupun
Lebih terperinciPANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.
PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PANCASILA DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM 1. Penegakan Hukum Penegakan hukum mengandung makna formil sebagai prosedur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting untuk membedakan pendefinisian kata rumah menjadi tidak sekedar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia sebagai makhluk sosial membtuhkan rumah sebagai tempat tinggal dan sebagai sarana melangsungkan kehidupannya.rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi pokok permasalahan utama. Instruksi Gubernur tersebut pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terbitnya Instruksi Gubernur DIY PA.VIII/No.K.898/I/A 1975 yang berisikan larangan kepemilikan bagi WNI nonpribumi / WNI keturunan menjadi pokok permasalahan utama.
Lebih terperinciPELAKSANAAN PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH HAK GUNA BANGUNAN YANG DITERLANTARKAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
PELAKSANAAN PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH HAK GUNA BANGUNAN YANG DITERLANTARKAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN
Lebih terperinciPENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,
LAMPIRAN: 1 Persandingan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Menurut Undang-Undang Pertanahan Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. antara Permendagri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan
102 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan masalah, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Persamaan dan perbedaan pengaturan tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai
Lebih terperinciBUPATI KULONPROGO Sambutan Pada Acara PERINGATAN EMPAT PULUH TAHUN IKATAN WARGA WATES (IWWT) KULONPROGO, YOGYAKARTA DI BANDUNG
BUPATI KULONPROGO Sambutan Pada Acara PERINGATAN EMPAT PULUH TAHUN IKATAN WARGA WATES (IWWT) KULONPROGO, YOGYAKARTA DI BANDUNG Wates, 5 Mei 2013 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta, Indonesia, dikenal sebagai bangunan bersejarah yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia, dikenal sebagai bangunan bersejarah yang merupakan istana
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara mengakui dan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara mengakui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga manusia akan meninggalkan dunia ini tanpa membawa suatu apapun juga. Dia lahir ke dunia dengan
Lebih terperinciIMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA. Istiana Heriani*
Al Ulum Vol.64 No.2 April 2015 halaman 14-20 14 IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA Istiana Heriani* ABSTRAK Kepemilikan hak atas tanah merupakan hak dasar yang
Lebih terperinciBAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta
BAB V Kesimpulan A. Pengantar Bab V merupakan bab terakhir dari seluruh narasi tulisan ini. Sebagai sebuah kesatuan tulisan yang utuh, ide pokok yang disajikan pada bab ini tidak dapat dipisahkan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Pada tahun 2013 telah disahkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012 tentang keistimewaan Yogyakarta dimana salah satu pokok bahasannya adalah mengenai pertanahan, terutama
Lebih terperinciPENDAHULUAN. atau gabungan antara sumber daya alam hayati (mikro flora dan mikro fauna
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam hayati, sumber daya alam non hayati, dan sumber daya buatan.
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TATA RUANG TANAH KASULTANAN DAN TANAH KADIPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pertumbuhan penduduk yang pesat, menyebabkan semakin terbatasnya ketersediaan tanah. Hal ini
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG -UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN.. TENTANG KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
RANCANGAN UNDANG -UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN.. TENTANG KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembangunan sarana kepentingan umum. Hak-hak atas tanah mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia yang memiliki daratan (tanah) yang sangat luas telah menjadikan persoalan tanah sebagai salah satu persoalan yang paling urgen di antara persoalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman budaya, suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang pencipta. Tak heran negara
Lebih terperinciPT. MEGA GLORYOUNG INTERNATIONAL
KODE ETIK KEMEMBERAN PT. MEGA GLORYOUNG INTERNATIONAL BAB I KETENTUAN UMUM Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Perusahaan adalah PT. MEGA GLORYOUNG INTERNATIONAL didirikan berdasarkan Hukum Republik
Lebih terperinciWALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG SEWA MENYEWA PASAR PAHING BARU KOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR,
1 WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG SEWA MENYEWA PASAR PAHING BARU KOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR, Menimbang : a. bahwa dengan telah dibangunnya Pasar Pahing Baru, maka
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BANDUNG NOMOR : 16 TAHUN 1998 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 1999 TAHUN : 1999 NOMOR : 27 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BANDUNG NOMOR : 16 TAHUN 1998 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN TANAH/BANGUNAN MILIK/DIKUASAI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penghargaan atas kebhinekaan dan sejarah nusantara. Daerah Istimewa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diakui dan dihormatinya satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa di Indonesia merupakan perwujudan penghargaan atas kebhinekaan dan sejarah
Lebih terperinciPENGUASAAN TANAH DAN STRUKTUR SOSIAL DI PEDESAAN JAWA
PENGUASAAN TANAH DAN STRUKTUR SOSIAL DI PEDESAAN JAWA Indonesia lahir sebagai sebuah negara republik kesatuan setelah Perang Dunia II berakhir. Masalah utama yang dihadapai setelah berakhirnya Perang Dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semula seluruh tanah di wilayah Yogyakarta sebelum ditetapkan dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23 Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan adanya transaksi baik berupa barang atupun jasa. Menurut Mankiw (2003: 82),
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli yang disertai dengan adanya transaksi baik berupa barang atupun jasa. Menurut Mankiw (2003: 82),
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciV. KESIMPULAN DAN SARAN. Dari uraian hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, penulis
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari uraian hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaturan hukum terhadap lisensi creative commons
Lebih terperinci2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
No.1411, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEJAGUNG. Rumah Susun Sewa Kejaksaan. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-010/A/JA/09/2016 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SUSUN SEWA KEJAKSAAN REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran yang
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. penelitian yang dilakukan mengenai respons Etnis Tionghoa dalam menghadapi eksklusi
BAB V PENUTUP A. Pengantar Pada bab ini saya akan menyimpulkan dengan menjawab rumusan masalah dari penelitian yang dilakukan mengenai respons Etnis Tionghoa dalam menghadapi eksklusi pertanahan melalui
Lebih terperinciKEWENANGAN DIY (UU 13/2012)
DASAR HUKUM 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Keistimewaan DIY; 2. Perdais Nomor 1 Tahun 2013 tentang Kewenangan dalam urusan Keistimewaan DIY sebagaimana telah diubah dengan Perdais Nomor 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara menduduki
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Tanah Terlantar Sebagaimana diketahui bahwa negara Republik Indonesia memiliki susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya bercorak agraris, bumi,
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA
SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEMAKAIAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam usaha untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui efektivitas dampak kesejahteraan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui efektivitas dampak kesejahteraan investasi yang dilakukan pemerintah daerah dengan mengeluarkan kebijakan pembangunan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali I. PEMOHON Abd. Rahman C. DG Tompo Kuasa Hukum DR. Saharuddin Daming. SH.MH., berdasarkan surat kuasa khusus
Lebih terperinciPERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA
PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN LANDREFORM Perkataan Landreform berasal dari kata: land yang artinya tanah, dan reform yang artinya
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANAHAN DAN TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH.
1 of 16 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa tanah memilik peran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kerajaan yang masih berjaya hingga saat ini, yaitu Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kerajaan yang masih berjaya hingga saat ini, yaitu Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN SEWA MENYEWA PETAK PASAR TRADISIONAL TANGGA ARUNG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 6 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 TINJAUAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN SEWA MENYEWA PETAK PASAR TRADISIONAL TANGGA
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Miskin Menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Miskin Menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo. Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Undang-Undang
Lebih terperinci