HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan model faktor ergonomi terhadap produktivitas kerja pengolahan tanah pertama di areal padi sawah dibangun menggunakan bahasa pemrograman Delphi-5 dengan batasan model sebagai berikut : θ Pengolahan tanah dilakukan di areal persawahan dengan kedalaman olah seragam dan kondisi tanah basah tergenang (jenuh) untuk setiap implemen. θ Implemen yang digunakan adalah gelebeg dan rotari. θ Cara pengoperasian traktor berbeda berdasarkan implemen yang digunakan, operator naik di atas papan yang ditarik traktor (implemen gelebeg) dan operator berjalan di sawah selama mengolah tanah (implemen rotari). θ Lebar pengolahan untuk implemen gelebeg dan rotari masing-masing adalah 120 cm dan 66 cm dengan daya traktor yang sama yaitu 8.5 HP. θ Pengolahan tanah yang dilakukan oleh operator traktor tangan mengikuti pola yang ditampilkan pada Gambar 17. Gambar 17. Pola pengolahan tanah yang dilakukan operator traktor tangan Pengolahan Tanah Pengolahan tanah bertujuan untuk memperbaiki dan meninggikan produktivitas tanah dengan mengusahakan kondisi tanah yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman. Pada tanah sawah, pengolahan tanah dimaksudkan untuk membuat tanah menjadi lumpur yang lunak untuk mempermudah penanaman

2 dan mengurangi perkolasi. Pengolahan tanah sawah biasanya dilakukan paling lama 15 hari sebelum pemindahan bibit. Data-data di lapangan yang digunakan dalam pemodelan adalah sebagai berikut : θ Jenis tanah sawah di lokasi penelitian adalah alluvial dengan tekstur liat halus (Lubis 1994) dan berada pada ketinggian 0-5 meter di atas permukaan laut. θ Berpengairan teknis dengan pasokan air dari waduk Jatiluhur. θ Biaya pengolahan tanah meliputi biaya pengolahan tanah sampai kondisi siap tanam (pengolahan tanah pertama dan kedua) dengan nilai bervariasi di setiap lokasi (kecamatan) antara Rp ,- sampai dengan Rp ,-. θ Setiap traktor dijalankan oleh dua orang operator dengan jadwal yang tidak sama disetiap lokasi. Pada penggunaan implemen gelebeg, biasanya operator saling berganti setelah mengolah 2-3 petakan. Sedangkan pada penggunaan implemen rotari pergantian operator dilakukan setelah istirahat siang (sekitar jam 1 siang). θ Luas petakan sawah antara m 2. Implemen yang biasa digunakan di daerah penelitian pada pengolahan tanah pertama ada tiga yaitu bajak singkal, gelebeg dan rotari. Kondisi lahan sangat mempengaruhi jenis implemen yang digunakan (bajak singkal dan gelebeg). Bajak singkal oleh para petani (pengelolah jasa alsintan) hanya digunakan pada saat kondisi tanah kering pada musim kemarau dan pasokan air irigasi terbatas. Hal ini biasanya terjadi pada pengolahan tanah di musim tanam pertama yang biasanya dilakukan pada bulan Oktober (bulan kering/kemarau), sedangkan pada musim tanam kedua menggunakan implemen gelebeg karena tanah sawah masih basah dan lunak dengan air irigasi yang cukup (melimpah) sehingga penggunaan bajak singkal akan menyebabkan bajak singkal terbenam masuk kedalam tanah. Penggunaan rotari oleh petani dilakukan setiap musim tanam tanpa ada pergantian seperti penggunaan bajak singkal dan gelebeg. Gelebeg merupakan alat pengolahan tanah sawah yang dipasang pada alat gandeng traktor yang dapat digunakan baik pada pengolahan tanah sekunder maupun primer terutama pada saat mengejar waktu tanam. Tahanan antara bilah pisau (plat besi) gelebeg dengan permukaan tanah membuat silinder berputar di mana perputaran ini mampu mendorong dan menenggelamkan rumput-rumput dan gulma kedalam lumpur. Pengolah tanah rotari merupakan alat yang efisien karena mampu melakukan pemecahan dan perataan tanah dalam satu proses, di mana pemotongan tanah dan penggaruan dilakukan dalam 1 lintasan (Sakai 1998). Tabel 5. Efek lengas tanah terhadap konsistensi tanah berkadar liat sedang hingga tinggi (Kohnke 1968) Bentuk konsistensi Derajat konsistensi relatif Kering Keras kasar Sangat tinggi Status lengas tanah Lembab Cukup Sangat Basah basah basah Remah, lunak Plastik, lengket Rendah Tinggi Jenuh Encer, mengalir Sangat rendah

3 Gaya-gaya Kohesi Adhesi Kekuatan sangga Cukup Sangat Tinggi Rendah tanah tinggi rendah Draft berat, Draft lebih Gaya Gaya implemen ringan, traksi penarikan penarikan cenderung rendah, Pengolahan tanah alat alat (Draft) masuk ke implemen bisa (Draft) berat dalam tanah ambles ringan dan slip (terbenam) Hasil olahan Bongkahan, Hancuran Tanah Tanah mengalir tanah debu tanah lumpur Jenis lahan Kering Sawah Praktis tidak ada Hampir tidak mungkin bisa dilakukan Jenis implemen yang digunakan oleh petani sangat dipengaruhi oleh konsistensi tanah pada saat pengolahan akan dilakukan. Berdasarkan Tabel 5 di atas, dalam kondisi tanah basah sampai jenuh adhesi semakin kecil sedangkan kohesi tidak ada sehingga pengolahan tanah akan semakin mudah dilakukan. Pada kondisi tanah yang demikian penggunaan bajak singkal akan menyebabkan implemen semakin masuk kedalam tanah, sehingga pada kondisi tanah sawah basah dan sangat basah pengolahan tanah dilakukan dengan gelebeg karena penggunaan bajak singkal tidak memungkinkan. Implemen rotari I mplemen gelebeg Gambar 18. Traktor tangan yang digunakan dalam penelitian Data anthropometri operator yang digunakan dalam model berdasarkan pendekatan nilai persentil ke-5, ke-50 dan ke-95 (Tabel 6), data ini digunakan dalam perancangan untuk menentukan posisi optimum dari lebar kemudi dan tinggi kemudi traktor tangan yang akan menentukan kenyamanan dalam mengoperasikan traktor tangan dan berpengaruh terhadap tingkat beban kerja yang diterima operator. Tabel 6. Data anthropometri operator traktor tangan di Kabupaten Karawang Dimensi Tubuh Persentil ke-5 Persentil ke-50 Persentil ke-95 (cm) (cm) (cm) Tinggi badan

4 Panjang lengan bagian atas Panjang lengan bagian bawah Lebar bahu Tinggi bahu Tinggi siku Panjang tangan Sebaran Data Aplikasi model dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan (JST) sangat dipengaruhi oleh pola sebaran data yang digunakan dalam proses training (pembelajaran), aplikasi model JST tidak akan memberikan hasil yang baik jika fenomena yang diamati berada di luar sebaran data yang digunakan pada proses training (Yang et al. 1998). Ada tujuh parameter yang dijadikan sebagai data input pada model JST dengan sebaran data sebagai berikut : 1. Data usia operator menyebar pada selang tahun (Gambar 19). 2. Data berat badan operator menyebar pada selang kg (Gambar 19). 3. Data lebar jangkauan kemudi menyebar pada selang cm (Gambar 20). 4. Data tinggi kemudi menyebar pada selang cm (Gambar 20). 5. Data suhu lingkungan (Gambar 21) menyebar pada selang 29.5 o 35.5 o C. 6. Data getaran (Gambar 21) menyebar pada selang m/s Data kebisingan (Gambar 21) menyebar pada selang db T a h u n kg N = 50 Gambar USIA 19. Pola sebaran data usia dan berat badan BERAT operator 40 N = 50

5 Cm Cm N = N = 50 Gambar 20. LBRKMD Pola sebaran data lebar jangkauan kemudi dan tinggi kemudi TGGIKMD o C m/dtk 2 db N = 50 N = Gambar 21. Pola sebaran data suhu, VIBRASI getaran (vibrasi) dan kebisingan (noise) SUHU N = NOISE Disamping data input yang digunakan pada proses training (pembelajaran) model JST, digunakan juga data output yang meliputi dua parameter yaitu : 1. Data denyut jantung operator (heart rate) yang digunakan sebagai indikator beban kerja pengolahan tanah dengan sebaran data pada selang denyut per menit (Gambar 22). 2. Data produktivitas kerja operator menyebar pada selang m 2 / jam (Gambar 22). m 2 /jam 4000 denyut/menit am N = 50 KAPSTS 80 N = 50 HR

6 Gambar 22. Pola sebaran data produktivitas kerja dan laju denyut jantung operator Analisis Model Analisis model dilakukan dengan mengkalibrasi dan validasi terhadap model JST pada dua implemen yang berbeda yaitu Model A dengan implemen gelebeg dan Model B dengan implemen rotari. Kalibrasi Model A Model JST yang dibangun diuji coba dengan beberapa variasi jumlah node pada hidden layer (lapisan tersembunyi). Semakin banyak jumlah node pada lapisan tersembunyi akan menyebabkan semakin kecil nilai error, yang mencerminkan tingkat ketelitian model (Gambar 23). Hal ini disebabkan jumlah bobot yang digunakan pada jaringan semakin banyak dengan bertambahnya jumlah node. Pola yang sama terlihat juga dengan banyaknya iterasi, semakin banyak iterasi yang dilakukan pada saat proses training (pembelajaran) maka nilai errornya akan semakin kecil. Nilai error pada variasi jumlah node yang berbeda secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. Pada proses kalibrasi Model A (Gambar 24) terlihat bahwa semakin banyak iterasi yang dilakukan pada saat proses training, nilai r 2 akan semakin besar. Nilai r 2 pada beberapa variasi jumlah node dapat dilihat pada Lampiran node 8 node node node RMSE Gambar 23. Pengaruh jumlah iterasi Iterasi dan jumlah node pada hidden layer terhadap nilai error (tingkat ketelitian) Model A. Kalibrasi model dilakukan untuk melihat kesesuaian antara data output yang digunakan pada proses training dengan data output yang dihasilkan dari keluaran model. Nilai r 2 pada kalibrasi model berkorelasi dengan nilai error model, di mana semakin kecil nilai error model maka kalibrasi model akan semakin baik, hal ini dikarenakan

7 nilai error model merupakan selisih dari nilai output dugaan (model) dengan output yang diberikan sebagai data training. Nilai error dihitung dengan menggunakan root mean square error (RMSE). Kalibrasi-training (R 2 ) produktivitas kerja - 9 node HR - 9 node Iterasi Gambar 24. Pengaruh jumlah iterasi terhadap nilai r 2 kalibrasi / training (Model A dengan 9 node pada hidden layer) Kalibrasi Model B Proses training terhadap Model B dilakukan dengan beberapa variasi jumlah node pada hidden layer memberikan hasil yang sama dengan Model A yaitu nilai error semakin kecil dengan semakin banyaknya iterasi yang dilakukan (Gambar 25). Hasil kalibrasi pada Model B tidak berbeda dengan hasil kalibrasi Model A, di mana nilai r 2 semakin besar dengan semakin banyaknya iterasi yang dilakukan (Gambar 26). Nilai r 2 yang semakin besar (mendekati 1) menunjukkan bahwa output yang dihasilkan oleh model semakin mendekati nilai output data. node node node Gambar 25. Pengaruh jumlah iterasi Iterasi dan jumlah node pada hidden layer terhadap nilai error (tingkat ketelitian) Model B. RMSE rasi-training (R 2 ) produktivitas kerja - 9 node HR - 9 node

8 Gambar 26. Pengaruh jumlah iterasi terhadap nilai r 2 kalibrasi / training (Model B dengan 9 node pada hidden layer) Validasi Model A Validasi model dilakukan dengan membandingkan hasil keluaran model dengan data baru diluar data yang digunakan pada proses training, yang bertujuan untuk melihat ketepatan model dalam melakukan pendugaan atau prediksi terhadap parameterparameter yang digunakan dalam model. Hasil validasi yang dilakukan pada beberapa model dengan variasi jumlah node hidden layer, diperoleh hasil terbaik pada model dengan jumlah node hidden layer 9 (Gambar 27). Pada beberapa ulangan proses validasi dengan jumlah iterasi yang berbeda terlihat bahwa pada iterasi model memberikan akurasi terbaik yaitu 0.89 untuk produktivitas kerja dan 0.83 untuk nilai hr (heart rate). Validasi (R 2 ) produktivitas 1 kerja HR Gambar 27. Pengaruh jumlah Iterasi iterasi terhadap nilai r 2 validasi (Model A dengan 9 node pada hidden layer) Berbeda dengan hasil kalibrasi model, pengaruh banyaknya iterasi terhadap validasi model tidak menunjukkan hubungan yang linier terlihat dengan hasil validasi yang semakin membaik hanya sampai dengan iterasi ke 60000, setelah itu hasil validasi

9 menurun dengan semakin banyaknya iterasi yang dilakukan. Perbedaan ini dikarenakan terjadinya overfitting pada saat dilakukannya training data (Patterson, 1996). Overfitting menyebabkan adanya kesalahan dalam pengklasifikasian data karena tidak digunakannya pola pada proses training (pembelajaran) model. Validasi Model B Hasil validasi Model B pada Gambar 28 memperlihatkan hasil terbaik diperoleh pada iterasi dengan nilai validasi 0.87 untuk produktivitas kerja dan 0.85 untuk laju denyut jantung (hr). Pola yang dihasilkan dari proses validasi Model B tidak berbeda dengan Model A, yaitu banyaknya iterasi tidak selalu memperbaiki hasil validasi yang dilakukan. Hasil validasi menunjukkan pola yang meningkat hanya sampai iterasi ke 35000, setelah itu hasil validasinya menurun. Validasi (R 2 ) produktivitas 1 kerja 0.9 HR Iterasi Gambar 28. Pengaruh jumlah iterasi terhadap nilai r 2 validasi (Model B dengan 9 node pada hidden layer) Prediksi Model Model ergonomi dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan (JST) dibangun untuk menduga pengaruh masing-masing parameter input (faktor ergonomi) terhadap output (produktivitas kerja dan laju denyut jantung) pada dua implemen yang berbeda yaitu gelebeg dan rotari serta cara pengoperasian (menjalankan) traktor yang juga berbeda. Pada penggunaan implemen gelebeg operator berdiri pada

10 sebuah balok kayu yang diikatkan dan ditarik oleh traktor (operator tidak berjalan) sedangkan pada penggunaan implemen rotari, operator berjalan selama melakukan pengolahan tanah. Pengaruh parameter-parameter input terhadap parameter output dianalisis dengan cara memasukkan nilai parameter input yang bervariasi ke dalam JST dan kemudian mengamati kecenderungan nilai parameter output. Untuk mempelajari pengaruh suatu parameter input, beberapa tingkatan nilai parameter tersebut dimasukkan ke dalam JST sementara nilai parameter-parameter input yang lain di anggap tetap (ceteris paribus). Nilai input yang digunakan pada prediksi model adalah ; usia operator 31 th, berat badan operator 58 kg, suhu lingkungan 31.5 o C, lebar kemudi cm, tinggi kemudi 106 cm, tingkat kebisingan 86 db (90.7 db Model B) dan percepatan getaran 0.75 m/s 2. Nilai-nilai tersebut merupakan nilai tengah dari sebaran data yang digunakan di dalam JST di mana data-data yang lain mengumpul (analisis box plot). Hasil keluaran model ditampilkan dalam bentuk grafik sedangkan interaksi atau keterkaitan antar komponen input-output dalam sistem pengolahan tanah digambarkan dalam bentuk diagram sebab-akibat (causal loop). Pengaruh masing-masing parameter input terhadap parameter output diprediksi dengan menggunakan dua model JST ( A dan B ) berdasarkan perbedaan penggunaan implemen dan cara pengoperasian traktor tangan. Pengaruh parameter input yang diduga adalah sebagai berikut : a. Usia dan Berat Badan Operator Data hubungan usia (Gambar 29) dan berat badan operator (Gambar 30) terhadap produktivitas kerja pengolahan tanah hasil pengukuran di lapangan mempunyai nilai korelasi linier r 2 yang sangat kecil, begitu juga hubungannya terhadap nilai denyut jantung operator selama melakukan pengolahan tanah (Lampiran 4). Prediksi model terhadap pengaruh usia dan berat badan operator dilakukan pada selang usia antara tahun serta pada lima kondisi berat badan yang berbeda (51 kg, 53 kg, 56 kg, 56 kg dan 61 kg) dengan nilai variabel input lainnya tetap. Produktivitas Kerja (m 2 /jam) Model-A R 2 = Usia Operator (Th) Produktivitas Kerja (m 2 /jam) Model-B R 2 = Usia Operator (Th)

11 Gambar 29. Pola hubungan data nilai produktivitas kerja pengolahan tanah pada beberapa tingkatan usia operator Produktivitas Kerja (m 2 /jam) Model-A R 2 = 7E Produktivitas Kerja (m 2 /jam) Model-B R 2 = Gambar 30. Pola Berat Badan hubungan (kg) data nilai produktivitas Berat Badan kerja (kg) pengolahan tanah pada beberapa tingkatan berat badan operator 3000 Pada pengoperasian traktor tangan dengan menggunakan implemen gelebeg (Model A) menujukkan kecenderungan produktivitas kerja yang menurun dengan bertambahnya usia operator. Penurunan produktivitas kerja ini memiliki pola yang sama pada kelima tingkatan berat badan operator, dari berat badan paling kecil sampai dengan paling besar (Gambar 31). Dari hasil prediksi model terlihat bahwa produktivitas kerja meningkat seiring dengan peningkatan berat badan operator. Pola yang sama terjadi pada laju denyut jantung operator yang semakin menurun dengan bertambahnya usia operator (Gambar 32). Pengaruh usia dan berat badan operator terhadap produktivitas kerja dan laju denyut jantung operator pada model digambarkan melalui interaksi antar komponen pada sistem pengolahan tanah dalam sebuah diagram sebab-akibat. Perbedaan cara mengoperasikan traktor tangan selama pengolahan tanah, menyebabkan perbedaan pengaruh antar komponen pada masingmasing model berdasarkan implemen yang digunakan. as Kerja (m 2 /jam) A- Bb 51 Kg Bb 53 Kg Bb 56 Kg Bb 58 Kg Bb 61 Kg

12 Gambar 31. Pengaruh usia dan berat badan operator terhadap produktivitas kerja pengolahan tanah pada penggunaan implemen gelebeg (Model A) Nilai HR (denyut/menit) -A- Bb 51 Kg 160 Bb 53 Kg Bb 56 Kg Bb 58 Kg Bb 61 Kg Gambar 32. Pengaruh usia Usia dan Operator berat badan (Th) operator terhadap laju denyut jantung pada penggunaan implemen gelebeg (Model A) Diagram sebab-akibat pada Gambar 33 menunjukkan bahwa kekuatan atau stamina operator untuk memegang kemudi dengan menekan kemudi ke bawah agar implemen tidak terangkat dari permukaan sawah sangat menentukan kemampuan mengendalikan traktor selama pengolahan tanah. Semakin baik kemampuan operator dalam mengendalikan traktor menyebabkan kecepatan traktor yang dapat dijalankan juga semakin tinggi sehingga produktivitas kerja pengolahan tanah akan semakin besar. usia operator daya tahan tubuh (stamina) daya dorong untuk menahan posisi kemudi berat badan luas lahan terolah kekuatan/tenaga memegang kemudi lama kerja

13 Gambar 33. Diagram sebab-akibat usia dan berat badan operator terhadap produktivitas kerja dan laju denyut jantung ( penggunaan implemen gelebeg-model A) Di samping usia yang mempengaruhi stamina operator, berat badan operator dan luas lahan yang sudah diolah pada saat itu, juga mempengaruhi produktivitas kerja yang dapat dicapai. Semakin besar berat badan operator akan membantu memberikan daya dorong yang lebih besar terhadap kemudi ke bawah. Luas petakan yang tidak terlalu besar, baik yang sudah terolah maupun yang akan diolah akan memperpendek total waktu kerja sehingga mengurangi kelelahan yang diterima operator selama mengolah tanah. Tingkat kelelahan operator akan berpengaruh terhadap beban kerja yang diterima sehingga laju denyut jantung operator akan meningkat terhadap peningkatan beban kerja. Penurunan laju denyut jantung seiring dengan peningkatan usia disebabkan oleh operator yang lebih tua cenderung menggunakan tenaga lebih kecil (rendah) daripada yang lebih muda. Hal ini memberikan pengaruh terhadap beban kerja yang lebih ringan serta pengendalian traktor yang lebih lambat, terlihat dari penurunan produktivitas kerja. Cara pengoperasian traktor tangan yang berbeda antara penggunaan implemen gelebeg dan rotari menyebabkan respon usia dan berat badan operator terhadap produktivitas kerja dan beban kerja yang diterima operator selama melakukan pengolahan tanah

14 juga berbeda. Penggunaan implemen rotari pada Model B memiliki pola produktivitas kerja yang menurun seiring dengan peningkatan usia dan berat badan operator (Gambar 34). Sebaliknya laju denyut jantung operator menunjukkan pola yang meningkat (Gambar 35). Produktivitas Kerja (m 2 /jam) -B- -B Bb 51 Kg Bb 53 Kg Bb 56 Kg Bb 58 Kg Bb 61 Kg Gambar 34. Pengaruh usia dan berat badan operator terhadap produktivitas kerja pengolahan tanah pada penggunaan Usia Operator implemen (Th) rotari (Model B) Nilai HR (denyut/menit) Usia Operator (Th) Bb 51 Kg Bb 53 Kg Bb 56 Kg Bb 58 Kg Bb 61 Kg Gambar 35. Pengaruh usia dan berat badan operator terhadap laju denyut jantung pada penggunaan implemen rotari (Model B) Hasil prediksi model menunjukkan bahwa kenaikan berat badan operator berpengaruh terhadap produktivitas kerja pengolahan tanah. Operator dengan berat badan lebih ringan mampu berjalan di sawah lebih baik daripada operator yang

15 memiliki berat badan lebih berat. Hal ini memberikan dampak produktivitas kerja yang lebih tinggi daripada operator yang mempunyai berat badan lebih besar. Semakin besar berat badan operator pada tingkat usia yang sama akan memberikan pengaruh pencapaian produktivitas kerja dan laju denyut jantung yang lebih rendah. Hubungan usia dan berat badan operator terhadap produktivitas kerja dan laju denyut jantung pada pengolahan tanah dengan menggunakan implemen rotari (Model B) sangat ditentukan oleh kecepatan berjalan maksimum yang mampu dilakukan operator di sawah (Gambar 36). Kecepatan berjalan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan (stamina) operator untuk berjalan di sawah. Peningkatan usia operator akan menurunkan kemampuan operator berjalan di lahan sawah (daya tahan), sehingga kecepatan jalan traktor akan disesuaikan dengan kecepatan berjalan operator. Kecepatan berjalan operator di sawah sangat dipengaruhi oleh berat badan dan usia operator terlihat dari pola grafik produktivitas kerja yang menurun pada setiap tingkatan berat badan, sehingga perbedaan nilai produktivitas kerja pada tingkatan usia yang sama lebih dipengaruhi oleh proporsi berat badan yang ideal terhadap postur tubuh, semakin ringan berat badan operator pada selang kg akan semakin leluasa dan nyaman untuk berjalan di sawah. Karena pengolahan tanah menggunakan implemen rotari dilakukan oleh operator dengan berjalan, semakin besar luasan lahan yang sudah terolah maka total waktu kerja pengolahan juga semakin lama yang menyebabkan tingkat kelelahan yang semakin besar. Hal ini menyebabkan beban kerja yang diterima operator juga semakin besar. Tingkat kelelahan ini akan semakin besar dengan bertambahnya usia operator sehingga laju denyut jantung operator akan semakin tinggi. usia operator daya tahan tubuh (stamina) kesesuaian bentuk badan ideal / berat badan luas lahan terolah kemampuan/daya tahan berjalan di sawah lama kerja tingkat kelelahan Kecepatan jalan maksimum kecepatan

16 Gambar 36. Diagram sebab-akibat usia dan berat badan operator terhadap produktivitas kerja dan laju denyut jantung ( penggunaan implemen rotari-model B) b. Getaran Traktor Tangan Data hubungan tingkat getaran traktor terhadap produktivitas kerja (Gambar 37) dan laju denyut jantung operator (Lampiran 4) hasil pengukuran di lapangan mempunyai nilai korelasi linier r 2 yang sangat kecil. Prediksi Model A terhadap pengaruh getaran traktor yang diterima oleh operator dengan percepatan (pada sumbu z) pada selang m/s 2 ternyata tidak memberikan pengaruh terhadap kinerja pengolahan tanah walaupun terdapat peningkatan beban kerja seiring dengan peningkatan getaran terlihat dengan kenaikan laju denyut jantung operator (Gambar 38 ). Produktivitas Kerja (m 2 /jam) Model-A R 2 = Getaran (m/s 2 ) Produktivitas Kerja (m 2 /jam) Model-B R 2 = Getaran (m/s 2 )

17 Gambar 37. Pola hubungan data nilai produktivitas kerja pada beberapa tingkatan getaran traktor tangan di lapangan Nilai HR (denyut/menit) A- Usia 23 th th Usia 31 th th Usia 36 th th Gambar 38. Hubungan pola getaran traktor akibat pengaruh putaran motor (engine) terhadap laju Getaran denyut jantung Traktor operator (m/s 2 ) pada penggunaan implemen gelebeg (Model A) Kenaikan tingkat getaran pada selang tersebut sebagai akibat kenaikan putaran motor, walaupun memberikan dampak peningkatan beban kerja yang diterima, namun tidak mempengaruhi daya tahan operator, di mana operator masih dapat mengendalikan traktor tangan dengan baik sehingga diperoleh peningkatan produktivitas kerja pengolahan tanah. Getaran yang diterima operator sangat berkaitan dengan putaran motor (engine), semakin besar putaran yang digunakan maka kecepatan traktor akan semakin besar, data hubungan antara putaran motor (engine) terhadap produktivitas kerja yang diperoleh di lapangan mempunyai nilai korelasi linier r 2 yang sangat kecil tetapi memiliki pola hubungan yang meningkat (Gambar 39). Dengan semakin cepat traktor berjalan maka produktivitas kerja pengolahan tanah akan semakin meningkat, keterkaitan ini terlihat pada diagram sebab-akibat (Gambar 40) y = x R 2 = Gambar 39. Pengaruh putaran motor (engine) traktor 0 terhadap getaran dan produktivitas kerja pengolahan tanah dengan implemen gelebeg putaran motor/engine (rpm) Getaran (m/s 2 ) y = x R 2 = putaran motor/engine (rpm) Pengaruh yang sama terjadi pada laju denyut jantung operator, semakin besar tingkat getaran yang diterima operator akan memberikan tingkat kelelahan yang semakin besar sehingga

18 beban kerja yang diterima oleh operator juga akan meningkat. Peningkatan beban kerja yang diterima operator akan meningkatkan laju denyut jantung operator selama pengolahan tanah. Tingkat getaran pada selang tersebut tidak berdampak terhadap operator sehingga tidak mengurangi pencapaian produktivitas kerjanya. p u ta ra n m o to r / engine kedalaman roda traktor di sawah g e ta ra n traktor kecepatan ja la n traktor p ro d u k tivitas kerja la m a kerja tin g kat kelelahan lu as lahan te ro la h b e b a n kerja Gambar 40. Diagram sebab-akibat getaran traktor terhadap la ju denyut produktivitas ja n tung kerja dan laju denyut jantung ( penggunaan implemen gelebeg- Model A) Kecepatan jalan operator yang terbatas menyebabkan kenaikan tingkat getaran traktor pada Model B akibat kenaikan putaran motor (engine) tidak berdampak terhadap operator pada saat bekerja sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap pencapaian produktivitas kerja serta beban kerja berdasarkan parameter laju denyut jantung (Gambar 41). Tingkat getaran traktor juga dipengaruhi adanya variasi kedalaman roda traktor di lahan, semakin dalam roda traktor di dalam tanah, kemudi traktor akan semakin stabil (getaran semakin rendah). Penurunan getaran ini tidak mempengaruhi kecepatan jalan traktor yang diakibatkan oleh putaran motor (engine) di lapangan. Walaupun kedalaman roda traktor merupakan parameter di luar sistem, tetapi memberikan pengaruh terhadap tingkat getaran yang ditimbulkan oleh putaran motor. Perbedaan tingkat produktivitas kerja pada ketiga tingkatan usia juga dipengaruhi oleh berat ideal operator, hal ini sangat mempengaruhi kecepatan berjalan maksimum yang dapat dicapai operator di sawah terlihat pada diagram sebabakibat (Gambar 42).

19 Nilai HR (denyut/menit) -B- Usia 23 th th 160 Usia 31 th th Usia 36 th th Gambar 41. Hubungan pola getaran traktor akibat pengaruh putaran motor 100 (engine) terhadap laju denyut jantung operator pada penggunaan implemen 0.4 rotari (Model 0.5 B) Getaran Traktor (m/s 2 ) putaran m otor / engine kedalaman roda traktor di sawah kecepatan jalan maksimum operator getaran traktor kecepatan jalan traktor produktivitas kerja lam a kerja tingkat kelelahan luas lahan terolah beban kerja Gambar 42. Diagram sebab-akibat getaran traktor terhadap laju denyut produktivitas jantung kerja dan laju denyut jantung ( penggunaan implemen rotari-model B) Cara operator mengoperasikan traktor selama pengolahan tanah dengan sering melepaskan gengaman tangan di kemudi menyebabkan efek peningkatan getaran tidak banyak dirasakan dampaknya. Penurunan laju denyut jantung pada ketiga tingkatan usia berhubungan dengan kecepatan jalan selama melakukan pengolahan tanah, semakin lambat jalan operator semakin rendah produktivitas kerja dan juga semakin kecil beban kerja yang diterima. Dari data yang diperoleh di lapangan terlihat bahwa kenaikan putaran motor (engine) memberikan pengaruh kenaikan

20 produktivitas kerja dan laju denyut jantung operator (Gambar 43) walaupun nilai hubungan antar parameter tersebut sangat kecil (r 2 ), tetapi kenaikan putaran motor (engine) akan menyebabkan peningkatan kecepatan jalan traktor disawah y = x R 2 = Gambar 43. Pengaruh putaran putaran motor/engine motor (rpm) (engine) traktor terhadap getaran dan produktivitas kerja pengolahan tanah dengan implemen rotari Getaran (m/s 2 ) y = x R 2 = putaran motor/engine (rpm) c. Kebisingan Pola hubungan tingkat kebisingan yang diterima operator selama melakukan pengolahan tanah yang diperoleh di lapangan terhadap produktivitas kerja operator mempunyai nilai korelasi linier r 2 yang sangat kecil (Gambar 44). Hasil prediksi Model A terhadap pengaruh tingkat kebisingan traktor yang ditimbulkan oleh besarnya putaran motor (engine) menunjukkan bahwa kenaikan tingkat kebisingan yang diterima operator tidak menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan kerja pengolahan tanah. Pada selang tingkat kebisingan antara 82 db - 86 db, operator masih menunjukkan peningkatan produktivitas kerja pengolahan tanah. Sebaliknya pada selang tersebut laju denyut jantung operator mengalami penurunan (Gambar 45), hal ini disebabkan faktor lain yang juga berpengaruh terhadap tingkat kelelahan operator seperti luas lahan yang sudah diolah pada hari yang sama. Produktivitas Kerja (m 2 /jam) Model-A R 2 = Produktivitas Kerja (m 2 /jam) Model-B R 2 = Gambar 44. Pola hubungan data nilai produktivitas 1000 kerja pada beberapa tingkatan kebisingan traktor tangan di lapangan Kebisingan (db) Kebisingan (db) 3000

21 Nilai HR (denyut/menit) terolah Gambar 46. Diagram sebab-akibat kebisingan traktor terhadap produktivitas kerja beban kerja dan laju denyut jantung ( penggunaan implemen gelebeg- Model A) -A- Usia 23 th th Usia 31 th th Usia 36 th th Gambar 45. Hubungan pola kebisingan traktor akibat pengaruh putaran motor Kebisingan (db) (engine) terhadap laju denyut jantung operator pada penggunaan implemen gelebeg (Model A) Pengaruh tingkat kebisingan traktor yang diterima oleh operator ditunjukkan oleh diagram sebab-akibat pada Gambar 46. Tingkat kebisingan yang tinggi disebabkan oleh putaran motor yang tinggi, hal ini menyebabkan kecepatan jalan traktor juga akan semakin meningkat. Peningkatan kecepatan jalan traktor akan meningkatkan produktivitas kerja pengolahan tanah. Parameter luas lahan juga memberikan pengaruh terhadap waktu pengolahan, semakin lama waktu yang diperlukan operator untuk bekerja tingkat kelelahannya juga akan semakin meningkat. Tingkat kelelahan yang semakin tinggi akan menyebabkan beban kerja yang diterima semakin besar sehingga meningkatkan laju denyut jantung operator. putaran m otor / engine kecepatan jalan traktor tingkat kebisingan kenyamanan kerja produktivitas kerja luas lahan lam a kerja tingkat kelelahan laju denyut jantung

22 Tingkat kebisingan traktor yang diterima oleh operator di lapangan sangat dipengaruhi oleh putaran motor (engine) traktor pada saat bekerja, semakin besar putaran motor yang digunakan maka kebisingan yang dihasilkan semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan semakin tingginya intensitas suara yang dihasilkan motor (Gambar 47). 92 y = x R 2 = Kebisingan (db) Gambar 47. Pengaruh putaran motor putaran (engine) motor/engine traktor (rpm) terhadap tingkat kebisingan traktor tangan dengan implemen gelebeg Besarnya tingkat kebisingan yang diterima operator pada Model B disamping dipengaruhi oleh suara yang ditimbulkan akibat putaran motor (engine) juga oleh suara yang dihasilkan oleh putaran rotari. Walaupun nilai korelasi linier r 2 sangat kecil, tetapi pola yang ditampilkan menunjukkan bahwa kenaikan putaran motor (engine) menyebabkan kenaikan tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh traktor selama melakukan pengolahan tanah. Hal ini terlihat berdasarkan data lapangan hubungan antara putaran motor (engine) traktor terhadap tingkat kebisingan yang dihasilkan (Gambar 48). 96 y = x R 2 = Kebisingan (db) putaran motor/engine (rpm) Gambar 48. Pengaruh putaran motor (engine) traktor terhadap tingkat kebisingan traktor tangan dengan implemen rotari

23 Hasil prediksi model pada penggunaan implemen rotari (Model B), terlihat bahwa kenaikan tingkat kebisingan yang diterima operator selama pengolahan tanah pada selang 90.5 db - 94 db tidak memberikan pengaruh terhadap kenyamanan kerja. Pada selang tersebut masih terjadi peningkatan produktivitas kerja dengan pola laju denyut jantung yang relatif datar atau tidak mengalami kenaikan, hasil prediksi ini merupakan pengaruh tidak langsung dari peningkatan putaran motor (engine) terhadap tingkat kebisingan yang ditimbulkan (Gambar 49). Besarnya pengaturan putaran motor (engine) traktor oleh operator sangat ditentukan oleh besarnya kecepatan berjalan yang dapat dilakukannya selama pengolahan tanah. Semakin tinggi kecepatan yang dapat dilakukan, pengaturan putaran motor (engine) traktor akan semakin besar yang berdampak pada besarnya tingkat kebisingan yang dihasilkan. Keterkaitan antara putaran motor, tingkat kebisingan serta komponen lainnya dalam sistem dengan produktivitas kerja dan laju denyut jantung operator ditunjukkan dalam diagram sebab-akibat pada Gambar B- Usia 23 th th Usia 31 th th Usia 36 th th Nilai HR(denyut/menit) Gambar 49. Hubungan pola Kebisingan kebisingan (db) traktor akibat pengaruh putaran motor (engine) terhadap laju denyut jantung operator pada penggunaan implemen rotari (Model B) putaran motor / engine kec. jalan maks. operator kecepatan jalan traktor tingkat kebisingan kenyamanan kerja lama kerja produktivitas kerja luas lahan terolah tingkat kelelahan laju denyut jantung beban kerja

24 Gambar 50. Diagram sebab-akibat kebisingan traktor terhadap produktivitas kerja dan laju denyut jantung ( penggunaan implemen rotari- Model B) d. Suhu Lingkungan Data hubungan suhu lingkungan kerja selama pengolahan tanah terhadap produktivitas kerja pada kedua model mempunyai pola dengan nilai korelasi linier r 2 yang sangat kecil (Gambar 51), begitu juga hubungannya dengan laju denyut jantung pada Lampiran 4. Produktivitas Kerja (m 2 /jam) Gambar 51. Pola hubungan data nilai produktivitas kerja pada beberapa tingkatan Suhu Lingkungan (celcius) Suhu Lingkungan (celcius) suhu lingkungan Pada selang suhu lingkungan 31.5 o 33.5 o C, hasil prediksi Model A menunjukkan bahwa kenaikan suhu pada selang tersebut tidak mempengaruhi kerja operator dalam melakukan pengolahan tanah dengan menggunakan implemen gelebeg, terlihat dengan adanya peningkatan produktivitas kerja pada ketiga tingkatan usia operator (Gambar 52). Sedangkan pengaruhnya terhadap beban kerja relatif tidak ada di mana laju denyut jantung operator relatif tetap, penurunan hanya terlihat pada usia termuda (Gambar 53). Model-A R 2 = Produktivitas Kerja (m 2 /jam) 3000 Model-B R 2 = Produktivitas Kerja (m 2 /jam) -A- Usia 23 th th 3000 Usia 31 th th Usia 36 th th Suhu Lingkungan (C)

25 Gambar 52. Pengaruh perubahan suhu lingkungan terhadap produktivitas kerja pada penggunaan implemen gelebeg (Model A) Nilai HR (denyut/menit) A- Usia 23 th th Usia 31 th th Usia 36 th th Gambar 53. Pengaruh perubahan suhu lingkungan terhadap laju denyut jantung Suhu operator pada penggunaan Lingkungan (C) implemen gelebeg (Model A) Adanya peningkatan pola produktivitas kerja pada selang suhu tersebut menunjukkan bahwa dengan cara kerja (pengoperasian traktor) sedemikian rupa (operator tidak berjalan di sawah), operator masih dapat menerima atau beradaptasi terhadap kenaikan suhu lingkungan kerja sehingga tidak memberikan dampak terhadap pengurangan rasa kenyamanan maupun menambah rasa letih selama melakukan pengolahan tanah. Melalui diagram sebab-akibat (Gambar 54) terlihat bahwa produktivitas kerja yang dipengaruhi oleh kecepatan jalan traktor akan ditentukan oleh kemampuan operator untuk mengendalikan traktor, di mana kemampuan operator ini sangat dipengaruhi oleh kenyamanan selama bekerja. Selama peningkatan suhu lingkungan masih dapat diterima oleh operator maka hal ini tidak akan mempengaruhi tingkat kenyamanan yang dirasakan maupun tingkat keletihan yang diterima. Kelembaban udara pada rentang suhu di atas bervariasi antara 57% - 91% dengan kelembaban rata-rata adalah 77%. s uhu lin g k ungan kenyamanan kerja lu as lahan te ro la h u s ia kemampuan m e n g e n d a likan traktor la m a kerja tin g kat kelelahan kecepatan ja la n traktor b e b a n kerja

26 Gambar 54. Diagram sebab-akibat suhu lingkungan terhadap produktivitas kerja dan laju denyut jantung ( penggunaan implemen gelebeg- Model A) Hasil prediksi pada Model B (Gambar 55 dan 56) menunjukkan bahwa kenaikan suhu lingkungan berdampak pada ketidaknyaman yang mengakibatkan terjadinya peningkatan beban kerja bagi operator. Hal ini terlihat dari laju denyut jantung yang meningkat. Berbeda dengan penggunaan implemen gelebeg di mana operator lebih banyak naik di atas pijakan yang dikaitkan pada traktor (tidak berjalan di sawah). Produktivitas Kerja (m 2 /jam) Gambar 55. Pengaruh perubahan suhu lingkungan terhadap produktivitas kerja pada penggunaan implemen Suhu rotari Lingkungan (Model B) (C) Nilai HR (denyut/menit) -B- Usia 23 th th Usia 31 th th usia 36 th th -B Usia 23 th th Usia 31 th th usia 36 th th Gambar 56. Pengaruh perubahan suhu lingkungan terhadap laju denyut jantung operator pada penggunaan Suhu Lingkungan implemen rotari (C) (Model B)

27 Pada penggunaan implemen rotari, operator melakukan pengolahan tanah dengan berjalan mengikuti jalannya traktor sehingga tenaga yang dikeluarkan oleh operator lebih banyak digunakan untuk berjalan di sawah. Kenaikan suhu pada selang 31.5 o 33.5 o C walaupun meningkatkan beban kerja terutama pada operator yang berusia lebih tua (laju denyut jantung yang semakin meningkat), tetapi masih dalam batas yang dapat diterima oleh operator dalam melakukan pengolahan tanah, terlihat pada pola produktivitas kerja yang mengalami peningkatan. Keterkaitan antar komponen dalam sistem terhadap hubungan antara suhu lingkungan dengan produktivitas kerja dan laju denyut jantung operator ditunjukkan oleh diagram sebab-akibat pada Gambar 57. k e n y a m a n a n k e rja s u hu lingkungan lu a s lahan te ro la h la m a kerja u s ia tin g kat k e le la h a n k e m a m p u a n /d a ya ta h a n berjalan di s a w a h K e c e p a ta n jalan m a ksimum b e b a n kerja k e cepatan ja la n traktor la ju denyut ja n tu ng Gambar 57. Diagram sebab-akibat suhu lingkungan terhadap P ro duktivitas produktivitas kerja k e rja dan laju denyut jantung ( penggunaan implemen rotari- Model B) Peningkatan suhu lingkungan pada pengolahan tanah dengan rotari memberikan tekanan terhadap beban kerja tetapi operator masih mampu berjalan maksimal di sawah sehingga masih mampu meningkatkan produktivitas kerja pengolahan tanah, terutama terhadap operator yang masih berusia muda. Kelembaban udara pada rentang suhu di atas bervariasi antara 56% - 91% dengan kelembaban rata-rata adalah 72%. e. Tinggi dan Lebar Kemudi Traktor Tangan

28 Hubungan tinggi dan lebar kemudi traktor terhadap produktivitas kerja pengolahan tanah hasil pengukuran di lapangan masing-masing ditunjukkan pada Gambar 58 dan 59. Pola hubungan pada kedua variabel tersebut mempunyai nilai korelasi linier r 2 yang sangat kecil baik terhadap produktivitas kerja pengolahan tanah maupun terhadap laju denyut jantung operator (Lampiran 4). Tinggi dan lebar kemudi traktor berhubungan dengan kesesuaiannya terhadap posisi optimum, semakin sesuai tinggi dan lebar kemudi terhadap operator akan memberikan kenyamanan bagi operator dalam mengoperasikan traktor tangan. Prediksi model untuk mengetahui pengaruh tinggi kemudi dilakukan pada beberapa nilai lebar kemudi yang merupakan selisih antara lebar jangkauan kemudi maksimum bagi operator dengan lebar kemudi traktor yang dipakai di lapangan ( LK) Model-A R 2 = Model-B R 2 = Produktivitas Kerja (m 2 /jam) Produktivitas Kerja (m 2 /jam) Gambar Tinggi 58. Kemudi Pola (cm) hubungan data nilai produktivitas kerja Tinggi pada beberapa Kemudi (cm) posisi tinggi kemudi Produktivitas Kerja (m 2 /jam) Model-A R 2 = Produktivitas Kerja (m 2 /jam) Model-B R 2 = Lebar Jangkauan Kemudi (cm) Lebar Gambar Jangkauan 59. Pola Kemudi hubungan (cm) data nilai produktivitas kerja Lebar pada beberapa Kemudi (cm) posisi lebar jangkauan kemudi 3000 Lebar kemudi traktor yang dipakai di lapangan untuk penggunaan implemen gelebeg adalah 70 cm sedangkan lebar kemudi traktor pada penggunaan implemen rotari adalah 67 cm. Dari hasil prediksi terlihat bahwa kenaikan produktivitas kerja pengolahan tanah selain ditentukan oleh kesesuaian posisi tinggi kemudi dengan postur operator juga dipengaruhi oleh kesesuaian lebar kemudi (Gambar 60).

29 Produktivitas Kerja (m 2 /jam) A Gambar 60. Pengaruh perubahan tinggi dan lebar kemudi traktor terhadap Tinggi produktivitas kerja pada penggunaan Kemudi (cm) implemen gelebeg (Model A) LK 5 cm LK 6 cm LK 7 cm LK 8 cm Pada selang LK 6 cm 8 cm, posisi kemudi masih berada pada posisi yang sesuai bagi operator yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan produktivitas kerja pengolahan tanah. Hal ini berarti bahwa lebar kemudi traktor di lapangan (70 cm) masih sesuai dengan ukuran tubuh operator yang mempunyai batas jangkauan lebar kemudi maksimum antara 75 cm - 78 cm. Sedangkan posisi tinggi kemudi pada ketiga nilai LK tersebut masih sesuai bagi operator. Pada LK 5 cm posisi tinggi kemudi yang sesuai hanya pada selang 108 cm cm, sehingga untuk operator yang memiliki ukuran tubuh lebih kecil, lebar kemudi traktor di lapangan (70 cm) hanya sesuai jika tinggi kemudi masih berada pada selang tersebut. 1 / 2 L K 1 / 2 L K l e b a r kem udi l e b a r jangkauan kem udi m aksim um

30 Gambar 61. Posisi lebar jangkauan kemudi maksimum operator terhadap lebar kemudi traktor tangan Pada penggunaan implemen gelebeg, kesesuaian tinggi dan lebar kemudi sangat mempengaruhi operator dalam mengoperasikan traktor karena stang kemudi harus dipegang dengan kuat dan ditahan (dengan gaya tekan ke bawah) untuk mempertahankan posisi traktor agar tidak terangkat ke depan. Posisi yang optimum (ideal) akan memberikan pengaruh terhadap tenaga yang dikeluarkan oleh operator adalah yang paling kecil (ringan) sehingga beban kerja yang terima oleh operator juga semakin kecil terlihat dengan laju denyut jantung yang semakin menurun (Gambar 62). Tinggi kemudi yang sesuai dengan kondisi operator akan memberikan dampak beban kerja yang semakin stabil pada posisi laju denyut jantung rendah serta kenyamanan kerja yang akan memacu produktivitas kerja (Akbar dan Herodian, 2004). Nilai HR (denyut/menit) -A LK 5 cm LK 6 cm LK 7 cm LK 8 cm Gambar 62. Pengaruh perubahan tinggi dan lebar kemudi terhadap laju denyut jantung operator pada penggunaan Tinggi Kemudi implemen (cm) gelebeg (Model A) Keterkaitan antar komponen dalam sistem yang menghasilkan pola hubungan antara tinggi dan lebar kemudi traktor terhadap produktivitas kerja pengolahan tanah dan laju denyut jantung operator digambarkan melalui diagram sebab-akibat pada Gambar 63. Terlihat bahwa besarnya perbedaan antara tinggi dan lebar kemudi traktor terhadap posisi optimum menentukan kenyamanan kerja dan tingkat kelelahan yang diterima operator selama melakukan pengolahan tanah. Kenyamanan dan tingkat kelelahan ini yang akhirnya mempengaruhi besarnya produktivitas kerja serta beban kerja yang diterima operator. lu a s lahan t e r o la h t in g g i k e m u d i le b a r k e m u d i / / p e r b e d a a n dg p o s is i o p tim u m k e m u d i

31 Gambar 63. Diagram sebab-akibat posisi tinggi dan lebar kemudi terhadap produktivitas kerja dan laju denyut jantung ( penggunaan implemen gelebeg Model A) Kesesuaian tinggi dan lebar kemudi traktor terhadap operator mem-berikan pengaruh yang berbeda pada penggunaan implemen rotari (Model B), disebabkan adanya perbedaan cara pengoperasian traktor pada saat melakukan pengolahan tanah. Peningkatan produktivitas kerja pengolahan tanah di samping dipengaruhi oleh kesesuaian tinggi kemudi traktor juga oleh kesesuaian lebar kemudi terhadap postur tubuh operator (Gambar 64). Posisi tinggi dan lebar kemudi yang paling optimum akan memberikan rasa nyaman bagi operator sehingga mampu meningkatkan kecepatan jalan traktor yang berdampak pada peningkatan produktivitas kerja. Peningkatan kenyamanan dalam mengendalikan traktor selama pengolahan tanah tidak berarti mengurangi rasa lelah akibat berjalan di sawah selama waktu pengolahan. Produktivitas Kerja (m 2 /jam) B Tinggi Kemudi (cm) LK 8 cm LK 9 cm LK 10 cm LK 11 cm

32 Gambar 64. Pengaruh perubahan tinggi dan lebar kemudi traktor terhadap produktivitas kerja pada penggunaan implemen rotari (Model B) Peningkatan kecepatan jalan traktor pada pengoperasian traktor dengan rotari harus dilakukan dengan meningkatkan kecepatan berjalan operator di lahan, hal ini memberikan pengaruh terhadap tingkat kelelahan yang diterima operator terlihat dari laju denyut jantung yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan produktivitas kerja (Gambar 65). Pada beberapa posisi LK tertentu, laju denyut jantung operator relatif datar Gambar 65. Pengaruh perubahan tinggi dan lebar kemudi terhadap laju denyut Tinggi jantung operator pada penggunaan Kemudi (cm) implemen rotari (Model B) Peningkatan laju denyut jantung yang tidak terlalu tinggi menunjukkan bahwa beban kerja yang diterima operator masih dalam batas-batas yang dapat ditoleransi oleh tubuh. Hasil prediksi ini menunjukkan bahwa posisi lebar kemudi traktor di lapangan (67 cm) masih sesuai bagi operator dengan ukuran tubuh yang mempunyai batas jangkauan lebar kemudi maksimum antara 75 cm - 78 cm. Nilai HR (denyut/menit) B- Pada diagram sebab-akibat (Gambar 66) terlihat bahwa kenyamanan kerja operator yang disebabkan oleh kesesuaian tinggi kemudi mempengaruhi kecepatan berjalan yang dapat dilakukan sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja pengolahan tanah. Sebaliknya ketidaknyamanan akibat ketidaksesuaian posisi kemudi terhadap operator akan meningkatkan laju denyut jantung operator karena beban kerja yang diterima semakin besar. LK 8 cm LK 9 cm LK 10 cm LK 11 cm / lu as lahan te ro la h la m a kerja tin ggi k e m udi le b a r k e m udi tin g k a t k e le la h a n p e rb e d aan dg posisi optimum kemudi k e n y a m a n a n k e rja / k e m a m p u a n / daya tahan b e rja la n di sawah

33 Gambar 66. Diagram sebab-akibat posisi tinggi dan lebar kemudi terhadap produktivitas kerja dan laju denyut jantung ( penggunaan implemen rotari Model B) Optimasi Model Optimasi model dilakukan untuk mendapatkan bentuk rancangan yang optimum dan pengoperasian traktor tangan yang sesuai dengan kondisi (karakteristik) operator di lapangan. Dari model yang telah dibangun, berdasarkan parameter input output JST, optimasi yang dilakukan sebagai berikut : a. Optimasi Rancangan Berdasarkan parameter input yang digunakan dalam JST, optimasi rancangan dilakukan untuk mendapatkan nilai tinggi dan lebar kemudi yang optimum bagi operator. Posisi tinggi dan lebar kemudi yang optimum akan memberikan kenyamanan bagi operator dalam mengoperasikan traktor yang berdampak pada peningkatan produktivitas kerja pengolahan tanah. Metode optimasi yang dipakai adalah random search, yaitu dengan memasukkan parameter input tinggi dan lebar kemudi yang bervariasi ke dalam JST dan kemudian memilih nilai output terbaik dari variasi input tersebut. Untuk mendapatkan nilai tinggi dan lebar kemudi optimum, parameter input yang lain di dalam JST dianggap tetap (ceteris paribus). Dari hasil prediksi model yang telah dilakukan sebelumnya diketahui bahwa pada penggunaan implemen gelebeg, usia operator yang lebih muda dengan berat badan yang lebih besar akan memberikan nilai produktivitas kerja yang lebih baik. Sedangkan pada penggunaan implemen rotari, operator dengan usia yang lebih mudah dan berat badan yang lebih kecil akan memberikan nilai produktivitas yang lebih baik. Dengan demikian nilai input tetap yang digunakan dalam optimasi adalah : usia operator 23 th, berat badan operator 61 kg (implemen gelebeg) dan 53 kg (implemen rotari), suhu lingkungan 31.5 o C, tingkat kebisingan 86 db untuk traktor dengan implemen gelebeg (90.7 db implemen rotari) dan percepatan getaran 0.75 m/s 2.

34 Hasil optimasi ditunjukkan pada Gambar 67. Pada pengolahan tanah dengan menggunakan gelebeg, tinggi kemudi optimum berada pada selang 110 cm 113 cm dengan lebar kemudi traktor berjarak 7 cm 8 cm dari jangkauan lebar kemudi operator maksimum. Hasil tersebut berdasarkan dari nilai laju denyut jantung yang relatif lebih rendah pada nilai produktivitas yang hampir sama (Gambar 68). Produktivitas Kerja (m 2 /jam) LK LK 5 cm -Implemen Gelebeg- LK LK 6 cm 2900 LK LK 7 cm LK LK 8 cm Gambar Hasil 107 optimasi 108 tinggi 109 dan 110 lebar kemudi 111 traktor 112 pada 113 penggunaan 114 implemen gelebeg Tinggi Kemudi (cm) 170 -Implemen Gelebeg- LK LK 5 cm LK LK 6 cm LK LK 7 cm LK LK 8 cm Nilai HR (denyut/menit) Gambar 68. Pengaruh tinggi dan lebar kemudi optimum pada penggunaan Tinggi implemen gelebeg terhadap Kemudi laju denyut (cm) jantung operator Hasil optimasi terhadap penggunaan rotari pada Gambar 69 dan 70 terlihat bahwa tinggi kemudi optimum traktor tangan berada pada selang 86 cm 93 cm dengan lebar kemudi traktor berjarak 11 cm dari jangkauan lebar kemudi operator maksimum. erja (m 2 /jam) Implemen rotari- LK LK 8 cm LK LK 9 cm LK LK cm LK LK cm

Gambar 1. Bagian-bagian bajak singkal (Smith, 1955)

Gambar 1. Bagian-bagian bajak singkal (Smith, 1955) PERANCANGAN BAJAK SINGKAL PADA LAHAN DENGAN KANDUNGAN LIAT TINGGI A. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam rancangan bajak singkal Sifat tanah liat yang padat, menggumpal dan sulit merembeskan air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu negara yang berbasis pertanian umumnya memiliki usaha tani keluarga skala kecil dengan petakan lahan yang sempit. Usaha pertanian ini terutama

Lebih terperinci

Pertemuan ke-8. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa

Pertemuan ke-8. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa Pertemuan ke-8 A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa akan dapat menentukan jenis tenaga dan mesin peralatan yang layak untuk diterapkan di bidang pertanian. 2. Khusus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN PENDAHULUAN Pengujian ini bertujuan untuk merancang tingkat slip yang terjadi pada traktor tangan dengan cara pembebanan engine brake traktor roda empat. Pengujian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Gauss Untuk dapat melakukan pengolahan data menggunakan ANN, maka terlebih dahulu harus diketahui nilai set data input-output yang akan digunakan. Set data inputnya yaitu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta wilayah Kelurahan Situgede, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor LOKASI PENGAMATAN

Lampiran 1. Peta wilayah Kelurahan Situgede, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor LOKASI PENGAMATAN L A M P I R A N Lampiran 1. Peta wilayah Kelurahan Situgede, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor LOKASI PENGAMATAN 50 Lampiran 2. Struktur Lahan Sawah Menurut Koga (1992), struktur lahan sawah terdiri dari: 1.

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN tersembunyi berkisar dari sampai dengan 4 neuron. 5. Pemilihan laju pembelajaran dan momentum Pemilihan laju pembelajaran dan momentum mempunyai peranan yang penting untuk struktur jaringan yang akan dibangun.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PRODUKTIVITAS KERJA MENGGUNAKAN FAKTOR - FAKTOR ERGONOMI PADA PENGOLAHAN TANAH PERTAMA AREAL PADI SAWAH ARIEF RM AKBAR

PENGEMBANGAN MODEL PRODUKTIVITAS KERJA MENGGUNAKAN FAKTOR - FAKTOR ERGONOMI PADA PENGOLAHAN TANAH PERTAMA AREAL PADI SAWAH ARIEF RM AKBAR PENGEMBANGAN MODEL PRODUKTIVITAS KERJA MENGGUNAKAN FAKTOR FAKTOR ERGONOMI PADA PENGOLAHAN TANAH PERTAMA AREAL PADI SAWAH ARIEF RM AKBAR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan,

TINJAUAN PUSTAKA. pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan, TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Traktor Sejarah traktor dimulai pada abad ke-18, motor uap barhasil diciptakan dan pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan, sementara itu penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pembuatan Alat 3.1.1 Waktu dan Tempat Pembuatan alat dilaksanakan dari bulan Maret 2009 Mei 2009, bertempat di bengkel Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan pertumbuhan sekitar 1,5% tahun, sehingga mendorong permintaan pangan yang terus meningkat. Sementara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TRAKTOR TANGAN Traktor tangan (hand tractor) merupakan sumber penggerak dari implemen (peralatan) pertanian. Traktor tangan ini digerakkan oleh motor penggerak dengan daya yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Spesifikasi Cultivator Mesin pertanian yang digunakan adalah cultivator Yanmar tipe Te 550 n. Daya rata - rata motor penggerak bensin pada cultivator ini sebesar 3.5 hp (putaran

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN 70 BAB V HASIL PENELITIAN Hasil dan analisis hasil pengamatan dan pengukuran terhadap variabel pada penelitian ini disajikan sebagai berikut : 5.1 Kondisi Subjek Penelitian 5.1.1 Analisis deskripsi karakteristik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 39 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Desember tahun 2010 di rumah tanaman (greenhouse) Balai Penelitian Agroklimatologi dan Hidrologi (Balitklimat),

Lebih terperinci

Traktor Tangan TINJAUAN PUSTAKA

Traktor Tangan TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA Traktor Tangan Traktor tangan atau dikenal juga dengan nama traktor roda dua sudah lama dikenal oleh petani di Indonesia, serta semakin banyak digunakan khususnya dalam pengolahan tanah

Lebih terperinci

. II. TINJAUAN PUSTAKA

. II. TINJAUAN PUSTAKA . II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah adalah suatu usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan produktivitas tanah dengan memecah partikel menjadi lebih kecil sehingga memudahkan akar

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN : Modifikasi Estimasi Curah Hujan Satelit TRMM Dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Studi Kasus Stasiun Klimatologi Siantan Fanni Aditya 1)2)*, Joko Sampurno 2), Andi Ihwan 2) 1)BMKG Stasiun

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kalibrasi Load Cell & Instrumen Hasil kalibrasi yang telah dilakukan untuk pengukuran jarak tempuh dengan roda bantu kelima berjalan baik dan didapatkan data yang sesuai, sedangkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL RANCANGAN DAN KONSTRUKSI 1. Deskripsi Alat Gambar 16. Mesin Pemangkas Tanaman Jarak Pagar a. Sumber Tenaga Penggerak Sumber tenaga pada mesin pemangkas diklasifikasikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 49 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Kondisi Lingkungan Wilayah Kecamatan Bogor Barat Kelurahan Situ Gede memiliki kondisi geografis yang berbatasan dengan wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara berbatasan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian 2010 ISBN :

Prosiding Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian 2010 ISBN : Prosiding Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian 2010 ISBN : 978-979-95196-5-8 PERANCANGAN MODEL FAKTOR ERGONOMI MAKRO TERHADAP PRODUKTIVITAS SISTEM KERJA PADA PABRIK GULA SCHEME MODEL THE MACRO ERGONOMICS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. MODIFIKASI ALAT PENYIANG Alat ini merupakan hasil modifikasi dari alat penyiang gulma yang terdahulu yang didesain oleh Lingga mukti prabowo dan Hirasman tanjung (2005), Perubahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data

MATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama dua

Lebih terperinci

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation 65 Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation Risty Jayanti Yuniar, Didik Rahadi S. dan Onny Setyawati Abstrak - Kecepatan angin dan curah

Lebih terperinci

60 sampai 61 kw memakai bajak tiga buah piringan yang hanya. 13 dan 17 cm. Penggunaan daya tarik traktor tersebut

60 sampai 61 kw memakai bajak tiga buah piringan yang hanya. 13 dan 17 cm. Penggunaan daya tarik traktor tersebut 1. Latar Belakang Traktor beroda ban merupakan salah satu sumber daya utama di bidang pertanian. Traktor beroda ban digunakan pada semua kegiatan budidaya pertanian mulai dari pembukaan dan penyiapan lahan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengukuran Dasar Hasil Kalibrasi Sensor Gaya Data hasil kalibrasi sensor gaya tipe cincin oktagonal disajikan pada Lampiran 9 dan 10. Dari kalibrasi diperoleh hubungan regangan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lingkungan Mengetahui kondisi lingkungan tempat percobaan sangat penting diketahui karena diharapkan faktor-faktor luar yang berpengaruh terhadap percobaan dapat diketahui.

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dalam penelitian ini telah dilakukan suatu rangkaian penelitian yang mencakup analisis pewilayahan hujan, penyusunan model prediksi curah hujan, serta pemanfaatan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Prediksi Tinggi Signifikan Gelombang Laut Di Sebagian Wilayah Perairan Indonesia Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Metode Propagasi Balik Abraham Isahk Bekalani, Yudha Arman, Muhammad Ishak Jumarang Program

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli hingga bulan Oktober 2010 yang berlokasi di areal persawahan Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN ALAT MESIN PERTANIAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN ALAT MESIN PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN ALAT MESIN PERTANIAN BAB IV KLASIFIKASI TRAKTOR DAN PENGELOMPOKAN TRAKTOR RODA DUA DAN RODA EMPAT Drs. Kadirman, MS. KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian. mulai

Lampiran 1. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian. mulai 42 Lampiran 1. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian mulai Mengukur luas lahan sawah Membagi menjadi 9 petakan Waktu pembajakan Pembajakan Kecepatan bajak: -1 m/s -1,4m/s -1,2 m/s Waktu pengglebekan Pengglebekan

Lebih terperinci

Prediksi Curah Hujan Di Kota Pontianak Menggunakan Parameter Cuaca Sebagai Prediktor Pada Skala Bulanan, Dasarian Dan Harian Asri Rachmawati 1)*

Prediksi Curah Hujan Di Kota Pontianak Menggunakan Parameter Cuaca Sebagai Prediktor Pada Skala Bulanan, Dasarian Dan Harian Asri Rachmawati 1)* Prediksi Curah Hujan Di Kota Pontianak Menggunakan Parameter Cuaca Sebagai Prediktor Pada Skala Bulanan, Dasarian Dan Harian Asri Rachmawati 1)* 1)Stasiun Meteorologi Supadio Pontianak Badan Meteorologi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian yang dilakukan adalah sebagai. a. Pengambilan data tahanan penetrasi tanah

METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian yang dilakukan adalah sebagai. a. Pengambilan data tahanan penetrasi tanah METODE PENELITIAN A. Rangkaian kegiatan Kegiatan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Pengambilan data tahanan penetrasi tanah b. Pengolahan tanah c. Pesemaian d. Penanaman dan uji performansi

Lebih terperinci

3.1. Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

3.1. Waktu dan Tempat Bahan dan Alat III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga bulan September 2011 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo dan lahan percobaan Departemen Teknik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengukuran Titik Berat Unit Transplanter Pengukuran dilakukan di bengkel departemen Teknik Pertanian IPB. Implemen asli dari transplanter dilepas, kemudian diukur bobotnya.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. SPESIFIKASI MESIN PELUBANG TANAH Sebelum menguji kinerja mesin pelubang tanah ini, perlu diketahui spesifikasi dan detail dari mesin. Mesin pelubang tanah untuk menanam sengon

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN VISKOSITAS Viskositas merupakan nilai kekentalan suatu fluida. Fluida yang kental menandakan nilai viskositas yang tinggi. Nilai viskositas ini berbanding terbalik

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. perlakuan yaitu melakukan pekerjaan midang dengan alat pemidangan

BAB V HASIL PENELITIAN. perlakuan yaitu melakukan pekerjaan midang dengan alat pemidangan BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Subjek Subjek dalam penelitian ini terdiri atas 20 orang sampel, dengan dua jenis perlakuan yaitu melakukan pekerjaan midang dengan alat pemidangan konvensional

Lebih terperinci

Oleh : Alif Tober Rachmawati

Oleh : Alif Tober Rachmawati Perancangan softsensor steam quality pada steam generator dengan optimasi nilai spesifik volume dengan metode jaringan syaraf tiruan (JST) Oleh : Alif Tober Rachmawati 2410105022 Latar Belakang Steam generator

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Waktu dan Tempat Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Waktu dan Tempat Penelitian III TINJAUAN PUSTAKA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012 November 2012 di laboratorium lapangan Siswadi Supardjo, Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN METODOLOGI

BAB III PERANCANGAN DAN METODOLOGI BAB III PERANCANGAN DAN METODOLOGI Setelah bab sebelumnya membahas tentang teori teori yang mendasari perancangan dalam Tugas Akhir ini, maka pada bab ini akan dijelaskan mengenai bentuk perancangan Jaringan

Lebih terperinci

Ergonomics. Human. Machine. Work Environment

Ergonomics. Human. Machine. Work Environment ERGONOMI Ergonomics Human Machine Work Environment RANCANGAN YANG ERGONOMIS Fokus Perhatian : MANUSIA dalam Perencanaan Man-Made Objects dan Lingkungan Kerja Tujuan Rancang Bangun dalam Menciptakan Produk,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo, Departemen

Lebih terperinci

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat digambarkan dalam suatu bagan alir seperti pada Gambar 8. Gambar 8 Diagram Alir Penelitian Pengumpulan Data

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PENGEPRASAN TANAMAN TEBU (SACCHARUM OFFICINARUM L.) LAHAN KERING DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN ABSTRACT

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PENGEPRASAN TANAMAN TEBU (SACCHARUM OFFICINARUM L.) LAHAN KERING DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN ABSTRACT ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PENGEPRASAN TANAMAN TEBU (SACCHARUM OFFICINARUM L.) LAHAN KERING DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN Andriani Lubis 1), Syafriandi 1), dan Tinton Tonika 2) 1) Prodi Teknik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Mei 2012 di bengkel Apppasco Indonesia, cangkurawo Dramaga Bogor. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian Bengkel Metanium, Leuwikopo, dan lahan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Penelitian

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Penelitian 19 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama sepuluh bulan, dimulai pada bulan Januari 2012 hingga September 2012. Penelitian dilaksanakan di tiga tempat yang berbeda,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2016 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Absorbsi Near Infrared Sampel Tepung Ikan Absorbsi near infrared oleh 50 sampel tepung ikan dengan panjang gelombang 900 sampai 2000 nm berkisar antara 0.1 sampai 0.7. Secara grafik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran Menurut Williams et al. (1993) budidaya sayuran meliputi beberapa kegiatan yaitu pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, dan pemanenan. Budidaya

Lebih terperinci

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1. Analisa dan Kebutuhan Sistem Analisa sistem merupakan penjabaran deskripsi dari sistem yang akan dibangun kali ini. Sistem berfungsi untuk membantu menganalisis

Lebih terperinci

B. Pokok Bahasan : Peralatan Pengolahan Tanah. C. Sub Pokok Bahasan: Jenis-jenis alat pengolahan tanah I

B. Pokok Bahasan : Peralatan Pengolahan Tanah. C. Sub Pokok Bahasan: Jenis-jenis alat pengolahan tanah I Pertemuan ke-6 A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa akan dapat menentukan jenis tenaga dan mesin peralatan yang layak untuk diterapkan di bidang pertanian. 2. Khusus

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011 hingga Agustus 2011 yang berlokasi di kolam petani Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan mist blower merek Yanmar tipe MK 15-B. Sistem yang digunakan pada alat tersebut didasarkan oleh hembusan aliran udara berkecepatan tinggi. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE A. BAHAN BAB III BAHAN DAN METODE Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Besi plat esser dengan ketebalan 2 mm, dan 5 mm, sebagai bahan konstruksi pendorong batang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Budidaya tebu bisa dibedakan dalam lima tahap yaitu pengolahan tanah, penyiapan bibit, penanaman, pemeliharaan, dan panen. Budidaya tebu harus dilaksanakan seefektif dan seefisien

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga bulan September 2012 di Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN RANCANGAN

IV. PENDEKATAN RANCANGAN IV. PENDEKATAN RANCANGAN 4.1. Rancang Bangun Furrower Pembuat Guludan Rancang bangun furrower yang digunakan untuk Traktor Cultivator Te 550n dilakukan dengan merubah pisau dan sayap furrower. Pada furrower

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk Prototipe yang dibuat merupakan pengembangan dari prototipe pada penelitian sebelumnya (Azis 211) sebanyak satu unit. Untuk penelitian ini prototipe

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu B. Peralatan dan Perlengkapan

III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu B. Peralatan dan Perlengkapan III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan di lahan kering Leuwikopo, Bogor. Pengambilan data penelitian dimulai tanggal 29 April 2009 sampai 10 Juni 2009. B. Peralatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan satu definisi variabel operasional yaitu ratarata temperatur bumi periode tahun 1880 sampai dengan tahun 2012. 3.2 Jenis dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman tebu untuk keperluan industri gula dibudidayakan melalui tanaman pertama atau plant cane crop (PC) dan tanaman keprasan atau ratoon crop (R). Tanaman keprasan merupakan

Lebih terperinci

Jumlah serasah di lapangan

Jumlah serasah di lapangan Lampiran 1 Perhitungan jumlah serasah di lapangan. Jumlah serasah di lapangan Dengan ketinggian serasah tebu di lapangan 40 cm, lebar alur 60 cm, bulk density 7.7 kg/m 3 dan kecepatan maju traktor 0.3

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Kondisi Subjek Kondisi subjek yang diukur dalam penelitian ini meliputi karakteristik subjek dan antropometri subjek. Analisis kemaknaan terhadap karakteristik subjek dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia dihasilkan dan disiapkan dengan menggunakan tenaga otot-otot manusia.

TINJAUAN PUSTAKA. manusia dihasilkan dan disiapkan dengan menggunakan tenaga otot-otot manusia. TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Traktor Pada mulanya, semua tanaman budidaya untuk kebutuhan pangan manusia dihasilkan dan disiapkan dengan menggunakan tenaga otot-otot manusia. Berabad-abad kemudian tenaga otot

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESAIN PENGGETAR MOLE PLOW Prototip mole plow mempunyai empat bagian utama, yaitu rangka three hitch point, beam, blade, dan mole. Rangka three hitch point merupakan struktur

Lebih terperinci

DRAFT SPESIFIK PENGOLAHAN TANAH : TERMINOLOGI DAN KEGUNAANNYA. Santosa 1

DRAFT SPESIFIK PENGOLAHAN TANAH : TERMINOLOGI DAN KEGUNAANNYA. Santosa 1 1 DRAFT SPESIFIK PENGOLAHAN TANAH : TERMINOLOGI DAN KEGUNAANNYA Santosa 1 PENDAHULUAN Draft spesifik tanah merupakan sifat mekanik tanah yang sangat terkait dengan besarnya gaya untuk mengolah tanah tersebut,

Lebih terperinci

MEMPELAJARI TINGKAT PELUMPURAN TANAH SA WAH GERAK BERPEGAS DENGAN IMPLEMEN GLEBEG DAN GA U SISIR. OIeb: WARTONO F

MEMPELAJARI TINGKAT PELUMPURAN TANAH SA WAH GERAK BERPEGAS DENGAN IMPLEMEN GLEBEG DAN GA U SISIR. OIeb: WARTONO F MEMPELAJARI TINGKAT PELUMPURAN TANAH SA WAH MENGGUNAKAN TRAI{TOR DUA RODA DENGAN RODA SIRIP GERAK BERPEGAS DENGAN IMPLEMEN GLEBEG DAN GA U SISIR OIeb: WARTONO F01499005 2003 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA DATA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA DATA 4.1 Training JST BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA DATA Dalam penelitian ini menggunakan metode penentuan bobot pada training jaringan syaraf tiruan yaitu Levenberg Marquad dengan struktur JST menggunakan MLP

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai dengan Oktober 2010. Perancangan alat dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai Agustus 2010 di Bengkel Departemen

Lebih terperinci

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat akan perkiraan cuaca terutama curah hujan ini menjadi sangat penting untuk merencanakan segala aktifivitas mereka. Curah hujan juga memiliki

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 68 BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN Bab ini membahas tentang program yang telah dianalisis dan dirancang atau realisasi program yang telah dibuat. Pada bab ini juga akan dilakukan pengujian program. 4.1

Lebih terperinci

Pengambilan Data dan Analisis

Pengambilan Data dan Analisis METODOLOGI PENELITIAN Watu dan Loasi Penelitian Penelitian dilasanaan mulai bulan November 2003 sampai dengan Juni 2004 di Kecamatan Rengasdenglo, Telagasari dan Cilamaya Kabupaten Karawang Jawa Barat

Lebih terperinci

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng 124 Bab VI Kesimpulan Lokasi penelitian, berupa lahan pertanian dengan kondisi baru diolah, tanah memiliki struktur tanah yang remah lepas dan jenis tanah lempung berlanau dengan persentase partikel tanah

Lebih terperinci

Pemodelan dan Pemetaan Potensi Energi Angin Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) di Bendungan Karangkates Kabupaten Malang

Pemodelan dan Pemetaan Potensi Energi Angin Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) di Bendungan Karangkates Kabupaten Malang Pemodelan dan Pemetaan Potensi Energi Angin Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) di Bendungan Karangkates Kabupaten Malang O L E H : A H M A D Z A K I Z A K A R I A ( 2 4 0 6 1 0 0 0 5 7 ) Pembimbing

Lebih terperinci

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

V.HASIL DAN PEMBAHASAN V.HASIL DAN PEMBAHASAN A.KONDISI SERASAH TEBU DI LAHAN Sampel lahan pada perkebunan tebu PT Rajawali II Unit PG Subang yang digunakan dalam pengukuran profil guludan disajikan dalam Gambar 38. Profil guludan

Lebih terperinci

Masa berlaku: Alamat : Situgadung, Tromol Pos 2 Serpong, Tangerang Februari 2010 Telp. (021) /87 Faks.

Masa berlaku: Alamat : Situgadung, Tromol Pos 2 Serpong, Tangerang Februari 2010 Telp. (021) /87 Faks. Nama Laboratorium : Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian ; Ir. H. Koes Sulistiadji, M.S. Mekanik Traktor roda empat Pengukuran dimensi : - Dimensi unit traktor IK-SP TR4: 2007 butir 1 - Dimensi

Lebih terperinci

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-30 Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier Ahmad Wahyudi, Nadjadji Anwar

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI VOLUME PEMAKAIAN AIR BERSIH DI KOTA PONTIANAK

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI VOLUME PEMAKAIAN AIR BERSIH DI KOTA PONTIANAK APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI VOLUME PEMAKAIAN AIR BERSIH DI KOTA PONTIANAK [1] Meishytah Eka Aprilianti, [2] Dedi Triyanto, [3] Ilhamsyah [1] [2] [3] Jurusan Sistem Komputer, Fakultas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium lapangan Leuwikopo jurusan Teknik Pertanian IPB. Analisa tanah dilakukan di Laboratorium Mekanika dan Fisika

Lebih terperinci

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN. 1. Data Uji Kinerja Alat Penepung dengan Sampel Ubi Jalar Ungu

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN. 1. Data Uji Kinerja Alat Penepung dengan Sampel Ubi Jalar Ungu LAMPIRAN I ATA PENGAMATAN. ata Uji Kinerja Alat Penepung dengan Sampel Ubi Jalar Ungu Berikut merupakan tabel data hasil penepungan selama pengeringan jam, 4 jam, dan 6 jam. Tabel 8. ata hasil tepung selama

Lebih terperinci

IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN

IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN 4.1. Kriteria Perancangan Pada prinsipnya suatu proses perancangan terdiri dari beberapa tahap atau proses sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

4.1. Pengumpulan data Gambar 4.1. Contoh Peng b untuk Mean imputation

4.1. Pengumpulan data Gambar 4.1. Contoh Peng b untuk Mean imputation 4.1. Pengumpulan data Data trafik jaringan yang diunduh dari http://www.cacti.mipa.uns.ac.id:90 dapat diklasifikasikan berdasar download rata-rata, download maksimum, download minimum, upload rata-rata,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan dan Praproses Data Kegiatan pertama dalam penelitian tahap ini adalah melakukan pengumpulan data untuk bahan penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder

Lebih terperinci

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 Oleh : Galisto A. Widen F14101121 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penanganan Awal Kacang Tanah Proses pengupasan kulit merupakan salah satu proses penting dalam dalam rangkaian proses penanganan kacang tanah dan dilakukan dengan maksud untuk

Lebih terperinci

KAPASITAS KERJA PENGOLAHAN TANAH Oleh: Zulfikar, S.P., M.P

KAPASITAS KERJA PENGOLAHAN TANAH Oleh: Zulfikar, S.P., M.P Mata Kuliah: Mekanisasi Pertanian KAPASITAS KERJA PENGOLAHAN TANAH Oleh: Zulfikar, S.P., M.P Yang dimaksud dengan kapasitas kerja adalah kemampuan kerja suatu alat atau mesin memperbaiki hasil (hektar,

Lebih terperinci

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian 1, Erlinda Ningsih 2 1 Dosen Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama 2 Mahasiswa Sistem Informasi, STMIK

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN DAN INFORMASI (DISPLAY) KELAS 2ID05

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN DAN INFORMASI (DISPLAY) KELAS 2ID05 PENGINDERAAN DAN INFORMASI (DISPLAY) 1. Sebutkan hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan display! (min 6) 2. Jelaskan kelebihan dan kekurangan dari analog display dan digital display! 3. Apa yang

Lebih terperinci