ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI CAISIN (Brassica rapa cv. caisin) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI CAISIN (Brassica rapa cv. caisin) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI CAISIN (Brassica rapa cv. caisin) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MEIRANTI YUDI PRATIWI H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i

2 RINGKASAN MEIRANTI YUDI PRATIWI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Caisin (Brassica rapa cv. caisin) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI). Sektor pertanian merupakan sektor yang telah berperan cukup signifikan dalam pembangunan perekonomian Indonesia, seperti, menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat, menyediakan bahan pangan serta mendatangkan devisa bagi negara. Salah satu sub sektor pertanian yang telah menghasilkan produk pertanian yang memiliki nilai komersial cukup tinggi adalah sub sektor hortikultura. Sayuran merupakan komoditas hortikultura yang telah mampu berkontribusi bagi pembangunan nasional. Salah satu jenis sayuran yang memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan, yaitu caisin. Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani caisin selalu dihadapkan pada risiko, diantaranya risiko produksi. Indikasi adanya risiko produksi ditunjukkan oleh fluktuasi produktivitas yang diperoleh petani caisin di Desa Citapen yang tergabung dalam Kelompok Tani Pondok Menteng. Risiko produksi dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor terkendali dan faktor tidak terkendali. Faktor terkendali, yaitu penggunaan input atau faktor-faktor produksi, sedangkan faktor tidak terkendali, yaitu hama penyakit dan cuaca yang tidak menentu. Adanya risiko produksi akan mempengaruhi pendapatan usahatani petani caisin. Tujuan penelitian ini adalah : (1) menganalisis pengaruh faktorfaktor produksi terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani caisin di Desa Citapen dan (2) menganalisis pengaruh risiko produksi terhadap pendapatan usahatani caisin di Desa Citapen. Lokasi penelitian di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, yang dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni Sampel yang diambil sebanyak 35 responden petani caisin dengan menggunakan teknik purposive. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara dengan bantuan kuesioner. Data dan informasi yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan melalui pendekatan deskriptif untuk melihat keragaan dan gambaran usahatani caisin di daerah penelitian. Sementara itu, data mengenai input dan output usahatani caisin dianalisis secara kuantitatif dengan model GARCH (1,1) yang dilakukan dengan bantuan alat aplikasi, yakni Eviews 6. Analisis pendapatan usahatani dilakukan dengan bantuan alat aplikasi komputer, yakni Microsoft Excel. Hasil pendugaan persamaan fungsi produksi menunjukkan bahwa variabel benih, kapur, pupuk urea, pestisida padat, dan tenaga kerja mempunyai tanda parameter positif, yakni masing-masing sebesar 0,332313; 0,149424; 0,001976; 0,204067; dan 0, Artinya, semakin banyak penggunaan variabel benih, kapur, pupuk urea, pestisida padat, dan tenaga kerja maka produktivitas caisin semakin meningkat. Sedangkan, variabel pupuk kandang, pestisida cair, dan pupuk daun mempunyai tanda parameter negatif, yakni masing-masing sebesar - 0,047610; -0,466096; dan Artinya, semakin banyak penggunaan variabel pupuk kandang, pestisida cair, dan pupuk daun maka produktivitas caisin ii

3 semakin menurun. Berdasarkan nilai peluangnya, variabel benih, kapur, pestisida cair, pestisida padat, pupuk daun, dan tenaga kerja mempunyai peluang masingmasing sebesar 0,0019; 0,1231; 0,0001; 0,0336; 0,1136; dan 0,0000. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka keenam variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap produktivitas caisin. Sedangkan, variabel pupuk kandang dan pupuk urea mempunyai peluang masing-masing sebesar 0,4622 dan 0,9831. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka kedua variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas caisin. Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi menunjukkan bahwa variabel benih, pupuk kandang, dan pestisida cair mempunyai tanda parameter positif, yakni masing-masing sebesar 0,052855; 0,000228; dan 0, Artinya, semakin banyak penggunaan benih, pupuk kandang, dan pestisida cair maka variasi produktivitas caisin semakin meningkat. Dengan demikian, ketiga variabel tersebut merupakan faktor yang menimbulkan risiko produksi (risk inducing factors). Sedangkan, variabel kapur, pupuk urea, pestisida padat, pupuk daun, dan tenaga kerja mempunyai tanda parameter negatif, yakni masing-masing sebesar - 0,004680; -0,004024; -0,005802; -0,052801; dan -0, Artinya, semakin banyak penggunaan kapur, pupuk urea, pestisida padat, pupuk daun, dan tenaga kerja maka variasi produktivitas caisin semakin menurun. Dengan demikian, kelima variabel tersebut merupakan faktor yang mengurangi risiko produksi (risk reducing factors). Berdasarkan nilai peluangnya, variabel pupuk daun mempunyai peluang sebesar 0,1014. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel pupuk daun berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin. Sedangkan, variabel benih, pupuk kandang, kapur, pupuk urea, pestisida cair, pestisida padat, dan tenaga kerja mempunyai peluang masing-masing sebesar 0,3147; 0,9914; 0,8734; 0,8874; 0,6869; 0,7993; dan 0,9059. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka ketujuh variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin. Selain itu, variabel error kuadrat musim sebelumnya dan variabel variance error musim sebelumnya mempunyai parameter bertanda positif. Artinya, semakin tinggi risiko produksi caisin pada musim sebelumnya, maka semakin tinggi risiko produksi pada musim berikutnya. Rata-rata pendapatan usahatani caisin yang diperoleh pada musim kemarau lebih rendah daripada musim hujan. Hal ini dikarenakan risiko produksi pada musim kemarau lebih tinggi daripada musim hujan, sehingga mempengaruhi jumlah hasil produksi dan biaya yang dikeluarkan petani responden. Secara bisnis, usahatani caisin menarik untuk diusahakan karena telah mendatangkan keuntungan yang cukup besar. Hal ini ditunjukkan dari nilai pendapatan total yang diperoleh, yakni sebesar Rp ,02 per hektar per periode tanam pada musim hujan. Sedangkan pada musim kemarau menghasilkan pendapatan total sebesar Rp ,22 per hektar per periode tanam. Dengan demikian adanya analisis risiko produksi ini diharapkan petani lebih memperhatikan mengenai penggunaan input, seperti penggunaan benih berkualitas yang tahan terhadap kekeringan dan hama serta penyakit, penggunaan pupuk kandang yang kering, dan penggunaan pestisida cair berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP). Petani juga sebaiknya melakukan penyiraman rutin pada musim kemarau dan cermat memperhitungkan perbedaan kebutuhan pada musim kemarau dan musim hujan, sehingga penggunaan input sesuai dengan kebutuhan pada musim tanam tersebut. iii

4 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI CAISIN (Brassica rapa cv. caisin) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR MEIRANTI YUDI PRATIWI H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 iv

5 Judul Proposal : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Caisin (Brassica rapa cv. caisin) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Nama : Meiranti Yudi Pratiwi NIM : H Menyetujui, Pembimbing Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus : v

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Caisin (Brassica rapa cv. caisin) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2011 Meiranti Yudi Pratiwi H vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jayapura 15 Mei Penulis adalah anak ke lima dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Soetarsono dan Ibunda Liliek Marli. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 2 (Teladan) Rawa Laut Bandar Lampung pada tahun 1994 hingga tahun Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 4 Bandar Lampung hingga tahun Pada tahun 2006, penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 10 Bandar Lampung dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai Mahasiswa Program Keahlian Manajemen Agribisnis Direktorat Program Diploma Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selanjutnya, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Sarjana pada Program Studi Agribisnis di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun vii

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Caisin (Brassica rapa cv. caisin) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penggunaan faktorfaktor produksi terhadap risiko produksi caisin. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para petani dan pihak Gapoktan Rukun Tani dalam mengatasi adanya risiko produksi yang dihadapi petani sayuran, khususnya petani caisin serta dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Oktober 2011 Meiranti Yudi Pratiwi viii

9 UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas waktu, bimbingan, arahan, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen evaluator dalam kolokium atas waktu, kritik dan saran dalam rangka perbaikan skripsi ini. 3. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama dan Dra. Yusalina, MSi selaku dosen komisi pendidikan atas waktu, kritik, saran dan arahannya dalam rangka perbaikan skripsi ini. 4. Kedua orangtua tercinta, yakni Bapak Soetarsono dan Ibunda Liliek Marli, keluarga K.Ryan Sanjaya, dan keluarga besar tercinta untuk setiap dukungan, cinta kasih, dan doa yang selalu diberikan kepada penulis. 5. Seluruh pengurus Gapoktan Rukun Tani, khususnya Bapak H. Misbah dan Bapak Jamil atas kesempatan, informasi, dan dukungan selama penulis melakukan penelitian di Desa Citapen. 6. Para petani caisin di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor atas waktu dan informasi yang telah diberikan. 7. Teman-teman satu bimbingan (Deby, Deti, Amri, Rezy) atas semangat dan sharing selama penulisan skripsi ini. 8. Harry Octa Rifki dan keluarga atas kasih sayang, dukungan, perhatian dan doa yang diberikan kepada penulis. 9. Sahabat-sahabat terkasih dan teman-teman Agribisnis angkatan 7 atas semangat dan kebersamaan selama ini serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, penulis ucapkan terima kasih atas bantuannya. Bogor, Oktober 2011 Meiranti Yudi Pratiwi ix

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian II TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Analisis Risiko dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komoditas Pertanian III KERANGKA PEMIKIRAN Teori Risiko Produksi Teori Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Kerangka Pemikiran Operasional IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Data dan Instrumentasi Metode Penentuan Sampel Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data Model GARCH (1,1) Pengujian Hipotesa Analisis Pendapatan Usahatani Caisin Hipotesis Definisi Operasional V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Desa Citapen Gambaran Umum Kelompok Tani Pondok Menteng Karakteristik Petani Responden Keragaan Usahatani Caisin di Desa Citapen VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Caisin Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Variance Produktivitas Caisin VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIN xii xiv xv x

11 VIII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku di Indonesia Tahun Produksi Komoditas Sayuran di Indonesia Tahun (dalam ton) Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Sawi di Pulau Jawa Tahun Produksi Komoditas Sawi di Jawa Barat Tahun Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2009 Hingga Tahun Komponen Pendapatan Usahatani Caisin Luas Wilayah Menurut Penggunaannya di Desa Citapen Tahun Tingkat Pendidikan Warga Desa Citapen Tahun Mata Pencaharian Pokok Warga Desa Citapen Tahun Luas Penggunaan Lahan dan Produksi Komoditas Tanaman Pangan dan Sayuran di Desa Citapen Tahun Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Bertani Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Usahatani Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Klasifikasi Petani Responden Berdasarkan Pola Tanam dan Penggunaan Lahan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Kebutuhan Fisik Input Usahatani Caisin dan Jumlah Output yang Dihasilkan per Hektar per Periode Tanam di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun xii

13 18. Rata-Rata Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Caisin per Periode Tanam di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Produksi pada Usahatani Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Variance Produksi pada Usahatani Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Rata-rata Penerimaan Usahatani Caisin per Hektar per Periode Tanam pada Musim Hujan dan Musim Kemarau di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Rata-Rata Biaya Usahatani Caisin per Hektar per Periode Tanam pada Musim Hujan dan Musim Kemarau di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Analisis Rata-Rata Pendapatan Usahatani Caisin per Hektar per Periode Tanam pada Musim Hujan dan Musim Kemarau di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun xiii

14 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Perkembangan Produktivitas Komoditas Sawi di Kabupaten Bogor Tahun Hubungan Keputusan Penggunaan Input dan Variasi Pendapatan Kurva Biaya Total Hubungan Biaya Total dan Hasil Penjualan Total Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Caisin (Brassica rapa cv. caisin) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Pola Tanam Monokultur Komoditas Sayuran pada Lahan yang Diusahakan oleh Petani Responden di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Pola Tanam Polikultur Komoditas Sayuran pada Lahan yang Diusahakan oleh Petani Responden di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Ukuran Bedengan Usahatani Caisin pada Pola Tanam Monokultur di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Usahatani Caisin dengan Pola Tanam Monokultur di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Usahatani Caisin dengan Pola Tanam Polikultur di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Ukuran Bedengan Usahatani Caisin pada Pola Tanam Polikultur di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Hama Kutu Loncat yang Menyerang Tanaman Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Kerusakan (Berlubang) Daun Caisin Akibat Adanya Serangan Ulat Daun pada Usahatani Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Hasil Panen Usahatani Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Pestisida Cair (Curachron) yang Digunakan Untuk Memberantas Hama pada Tanaman Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Pestisida Padat (Antrakol) yang Digunakan Untuk Mencegah Hama pada Tanaman Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun xiv

15 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dan Fungsi Variance Produksi Usahatani Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Produktivitas Usahatani Caisin Petani Responden per Hektar pada Musim Hujan di Kelompok Tani Pondok Menteng,Desa Citapen Tahun Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Produktivitas Usahatani Caisin Petani Respondenper Hektar pada Musim Kemarau di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Analisis Pendapatan Usahatani Caisin per Hektar per Periode Tanam pada Musim Hujan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Analisis Pendapatan Usahatani Caisin per Hektar per Periode Tanam pada Musim Kemarau di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun xv

16 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan yang vital bagi Indonesia. Peran sektor pertanian bagi pembangunan perekonomian Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung cukup signifikan seperti, menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat, menyediakan bahan pangan dan bahan baku serta mendatangkan devisa bagi negara. Salah satu sub sektor dari sektor petanian yang telah menempati posisi penting sebagai sub sektor yang menghasilkan produk pertanian yang memiliki nilai komersial yang cukup tinggi, yakni sub sektor hortikultura. Komoditas sub sektor hortikultura di Indonesia dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan biofarmaka. Kontribusi sub sektor hortikultura terhadap pendapatan nasional semakin meningkat ditunjukkan dengan adanya peningkatan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) dari total komoditas hortikultura dari tahun 2006 hingga tahun 2009 (Tabel 1). Tabel 1. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Komoditas Hortikultur Berdasarkan Harga Berlaku di Indonesia Tahun No Komoditas Nilai PDB (Dalam Milyar Rupiah) * Pertumbuhan Rata-rata (%) 1 Buah-buahan ,93 2 Sayuran ,52 3 Tanaman hias ,48 4 Biofarmaka ,07 Total Hortikultura ,12 Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 Tabel 1 menunjukkan adanya kecenderungan nilai PDB yang semakin meningkat dari setiap kelompok komoditas, termasuk peningkatan pada 1 Direktorat Jenderal Hortikultura Nilai Produk Domestik Bruto Komoditas Hortikultura di Indonesia Tahun [16 Maret 2011] 1

17 komoditas sayuran dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 5,52 persen. Peningkatan nilai PDB tersebut menunjukkan bahwa komoditas sayuran memiliki potensi untuk dikembangkan di Indonesia karena telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan nasional. Sayuran merupakan komoditas hortikultura yang telah mampu berkontribusi bagi pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, seperti pemenuhan gizi masyarakat sebagai pelengkap makanan empat sehat lima sempurna, komoditas ini juga sangat potensial dan prospektif untuk diusahakan karena metode pembudidayaan cenderung mudah dan sederhana 2. Kegiatan usahatani sayuran memiliki peranan yang besar dalam rangka peningkatan pendapatan masyarakat sebagai komoditas yang memiliki nilai komersial yang cukup tinggi. Menurut Direktur Jenderal Hortikultura (2010), pada tahun 2007, konsumsi sayuran masyarakat Indonesia sebesar 40,90 kilogram per kapita per tahun meningkat pada tahun 2008 menjadi 41,32 kilogram per kapita per tahun. Kemudian pada tahun 2009 konsumsi sayuran semakin mengalami peningkatan hingga 43,5 kilogram per kapita per tahun. Nilai ini masih jauh dibawah standar konsumsi sayur yang direkomendasikan Food and Agriculture Organization (FAO), yaitu sebesar 73 kilogram per kapita per tahun, sedangkan standar kecukupan untuk sehat sebesar 91,25 kilogram per kapita per tahun 3. Namun, peningkatan jumlah konsumsi dari tahun 2007 hingga tahun 2009 tersebut menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar akan kebutuhan sayuran sebagai pemenuhan gizi dan kesehatan. Selain itu, nilai ekspor sayuran Indonesia terus mengalami peningkatan. Berdasarkan Kementerian Perdagangan, nilai ekspor sayuran pada bulan Mei tahun 2010 mengalami kenaikan dibandingkan periode yang sama pada tahun Pada bulan Mei 2009 nilai ekspor sayuran sebesar US$ kemudian mengalami peningkatan pada bulan Mei 2010 mencapai nilai US$ , Selanjutnya dibandingkan realisasi ekspor pada bulan April 2010, ekspor pada 2 [DEPTAN] Departemen Pertanian Kontribusi Komoditas Sayuran. [16 Maret 2011] 3 Tingkat Konsumsi Sayur dan Buah Masyarakat Indonesia Rendah. [16 Maret 2011] 2

18 bulan Mei juga masih tinggi, tercatat ekspor pada bulan April senilai US$ Selain itu, hingga tahun 2010 diketahui bahwa Indonesia berencana meningkatkan ekspor sayuran ke Singapura, mengingat bahwa kebutuhan Singapura terhadap sayuran sekitar ton sayuran setiap hari, terutama kentang dan sayuran daun seperti kubis-kubisan dan sawi-sawian. Singapura membutuhkan pasokan sayuran dari Indonesia karena Singapura mulai melihat harga sayur dari negara ekportir lainnya seperti China akan naik 4. Singapura dan Indonesia telah membuat kontrak kesepakatan pasokan sayur dan buah antara Singapore Food Industry (SFI) PTE LTD dengan Asosiasi Eksportir Sayuran dan Buah-buahan Indonesia (AESBI) dalam rangka mendukung peningkatan produksi sayuran Indonesia. Untuk memenuhi pasokan ini maka kuantitas dan kualitas sayuran menjadi hal utama yang harus diperhatikan 5. Meningkatnya kebutuhan sayuran di dalam negeri (domestik) maupun permintaan ekspor yang semakin tinggi merupakan faktor pendukung bagi peningkatan usaha budidaya sayuran di Indonesia. Terdapat berbagai jenis sayuran yang dapat dibudidayakan di Indonesia. Hal ini ditinjau dari aspek klimatologis Indonesia sangat tepat untuk mengembangkan bisnis sayuran. Gambaran tentang komoditas sayuran di Indonesia dapat dilihat berdasarkan jumlah produksi sayuran pada tahun 2005 hingga tahun 2009 (Tabel 2). Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah produksi komoditas sayuran di Indonesia dari tahun 2005 hingga tahun 2009 tidak stabil atau tidak menentu. Hal tersebut dapat disebabkan oleh berbagai hal, dimana umumnya berkaitan dengan kegiatan produksi. Diantara tanaman yang dapat dibudidayakan di Indonesia maka tanaman yang memiliki potensi untuk terus dikembangkan dan mudah dibudidayakan adalah sawi. Sawi sebagai salah satu jenis sayuran daun yang memiliki nilai komersial yang cukup tinggi karena hingga saat ini komoditas sawi masih digemari masyarakat indonesia. 4 Indonesia akan Tingkatkan Ekspor Sayuran ke Singapura [12 April 2011] 5 Loc.cit 3

19 Tabel 2. Produksi Komoditas Sayuran di Indonesia Tahun (dalam ton) No Komoditas Bawang Daun Bawang Merah Bawang Putih Bayam Bunga Kol Buncis Cabe Cabe Besar Cabe Rawit Jamur Kacang Merah Kacang Panjang Kangkung Kentang Ketimun Kol / Kubis Labu Siam Lobak Melinjo Petai Sawi Terung Tomat Wortel Total Sumber : Departemen Pertanian (2010) 6 Komoditas sawi menjadi komoditas yang layak dikembangkan dan memiliki potensi usaha yang tinggi dengan melihat besarnya peluang ekspor, salah satunya ke Negara Singapura seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Selain itu, dari sisi domestik, tingkat konsumsi per kapita masyarakat Indonesia terhadap sawi-sawian mengalami pertumbuhan rata-rata yang positif dari tahun 6 [DEPTAN] Departemen Pertanian Produksi Sayuran di Indonesia Tahun Deptan.go.id. [16 Maret 2011] 4

20 2004 hingga tahun 2008, yaitu sebesar 2,78 persen, dibandingkan komoditi sayuran daun-daunan lainnya seperti bayam dan kangkung yang mengalami penurunan rata-rata konsumsi, yaitu masing-masing sebesar -10,47 persen dan - 3,16 persen (BPS Indonesia 2009). Menurut Badan Pusat Satistik Indonesia (2010), Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling banyak memberikan kontribusi dalam memproduksi sawi di Indonesia dibanding kepulauan lainnya. Dari total produksi sawi di Indonesia, yakni sebanyak ton, Pulau Jawa telah berkontribusi sebanyak ton atau sebesar 55,86 persen dari total produksi tersebut (Tabel 3). Tabel 3. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Sawi di Pulau Jawa Tahun 2009 No Provinsi Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) 1 Jawa Barat ,92 2 Jawa Tengah ,16 3 Jawa Timur ,91 Total ,99 Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia, 2010 (Diolah) Pulau Jawa terdiri dari tiga provinsi, yaitu provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa Jawa Barat menjadi provinsi yang memproduksi sayuran sawi dengan jumlah produksi dan luasan panen terbesar dibanding Jawa Tengah dan Jawa Timur. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa Jawa Barat menjadi sentra utama produksi sawisawian di Indonesia. Provinsi Jawa Barat terdiri dari 17 kabupaten, 16 diantaranya merupakan kabupaten yang memproduksi komoditas sawi Kabupaten Bogor menjadi kabupaten kelima terbesar yang memproduksi sawi dalam jumlah yang tinggi (Tabel 4). Kabupaten Bogor menjadi salah satu daerah yang cocok untuk membudidayakan sawi karena klimatologis Kabupaten Bogor sesuai dengan syarat tumbuh tanaman caisin. Kabupaten Bogor memiliki ketinggian tampat ratarata 15 meter hingga 2500 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar daerahnya memiliki ph tanah dengan tekstur tanah liat. Keadaan ini 5

21 sesuai dengan syarat tumbuh caisin dimana caisin dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah maupun dataran tinggi, mulai dari ketinggian 5 meter sampai dengan meter di atas permukaan laut. Tanah yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah gembur atau jenis latosol 7. Tabel 4. Produksi Komoditas Sawi di Jawa Barat Tahun 2009 No Kabupaten Produksi (kw) 1 Bogor Sukabumi Cianjur Bandung Garut Tasikmalaya Ciamis Kuningan Majalengka Sumedang Indramayu Subang Purwakarta Karawang Bekasi Bandung Barat Total Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat (2010) Terdapat 17 jenis sayuran yang dihasilkan oleh para petani di Kabupaten Bogor, salah satu diantaranya adalah komoditas sawi. Perkembangan komoditas sawi di Kabupaten Bogor dari tahun 2005 hingga tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 1. 7 Margiyanto, Eko Budidaya Tanaman Sawi. [27 Juni 2011] 6

22 Produktivitas Produktivitas (Ton/Ha) Tahun Gambar 1. Perkembangan Produktivitas Komoditas Sawi di Kabupaten Bogor Tahun Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2010) Gambar 1 menunjukkan produktivitas komoditas sawi dari tahun 2005 hingga tahun 2010 mengalami fluktuasi. Fluktuasi produktivitas merupakan indikasi risiko produksi. Fluktuasi produktivitas tersebut dapat disebabkan berbagai hal, antara lain, perlakuan petani pada kegiatan produksi, adanya serangan hama dan penyakit, serta cuaca yang tidak menentu. Untuk mencapai produktivitas yang tinggi, kualitas yang baik, dan kuantitas sesuai dengan lahan yang tersedia, hal ini tergantung dari kegiatan produksi yang dilakukan. Terjadinya fluktuasi produktivitas juga akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh petani, dimana pendapatan yang diperoleh akan berfluktuasi atau tidak menentu. Terdapat beberapa jenis sawi yang sudah banyak dibudidayakan di Indonesia, yaitu sawi putih, sawi hijau, sawi huma, sawi caisin (sawi cina), sawi keriting, dan sawi monumen. Diantara enam jenis sawi tersebut, sawi yang saat ini banyak dipasarkan diberbagai pasar tradisional dan modern adalah sawi caisin. Caisin merupakan komoditas yang memiliki nilai komersial dan digemari masyarakat Indonesia diantara jenis sayuran daun lainnya 8. Berdasarkan penjelasan di atas maka penting untuk mengkaji tentang risiko produksi pada komoditas sawi agar produktivitas sawi dapat lebih stabil. Caisin merupakan jenis sawi yang diproduksi dan telah menjadi salah satu sumber pendapatan bagi petani sayuran yang tergabung menjadi anggota Kelompok Tani 8 Ibid, Hlm 6 7

23 Pondok Menteng. Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu kelompok tani yang tergabung dalam satu wadah pengembangan usaha pertanian di Desa Citapen, yakni Gapoktan Rukun Tani. Desa Citapen merupakan salah satu desa di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor yang berpotensi dan mendukung dalam pengembangan basis pertanian khususnya komoditas sayuran. 1.2 Perumusan Masalah Pada kegiatan usahatani caisin yang dilakukan oleh para petani di Desa Citapen yang merupakan anggota Kelompok Tani Pondok Menteng selalu dihadapkan pada risiko produksi. Indikasi adanya risiko produksi ditunjukkan oleh fluktuasi produktivitas yang diperoleh petani caisin pada beberapa periode atau musim tanam. Adanya risiko produksi menyebabkan produktivitas caisin yang dihasilkan menjadi tidak menentu. Perkembangan komoditas caisin di Desa Citapen dapat dilihat pada Tabel 5 yang merupakan hasil kegiatan program pengembangan usaha agribisnis hortikultura dari Tahun 2009 hingga Tahun Tabel 5. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2009 Hingga Tahun 2011 No Periode Tanam Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) 1 Desember 2009 Januari ,03 7,21 2 April Mei ,30 4,66 3 Oktober November ,25 3,85 4 Januari Februari ,95 6,79 Sumber : Gapoktan Rukun Tani (2011) Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa dalam pelaksanaan usahatani caisin selama empat periode tanam dengan penggunaan luas lahan yang sama, jumlah produksi yang diperoleh petani menunjukkan hasil yang berbeda-beda sehingga produktivitas caisin mengalami fluktuasi dari tahun 2009 hingga tahun Selain itu, produktivitas caisin aktual yang terjadi di Desa Citapen lebih rendah daripada produktivitas potensialnya. Menurut Widiyazid (2008) dan Wahyudi (2010) produktivitas potensial caisin varietas lokal adalah sebesar 10 Ton/Ha. Adapun produktivitas aktual yang diperoleh petani caisin di Desa Citapen 8

24 hanya berkisar 3,8 7,2 Ton/Ha. Penyebab tidak tercapainya produktivitas potensial diantaranya dikarenakan adanya risiko produksi. Sumber utama risiko yang umumnya dirasakan oleh petani, yaitu serangan hama dan penyakit serta ketidakpastian cuaca. Risiko produksi dan fluktuasi produktivitas dapat dijelaskan melalui perubahan cuaca yang tidak menentu dan tingginya serangan hama dan penyakit. Selain itu, sumber risiko produksi dan fluktuasi produktivitas yang terjadi juga dapat disebabkan oleh perlakuan petani terkait penggunaan input atau faktor-faktor produksi caisin. Dalam setiap kegiatan produksi suatu komoditas, termasuk komoditas caisin, penggunaan input seharusnya mempunyai standar jumlah yang dibutuhkan tanaman caisin dan penggunaan input yang tepat waktu. Umumnya, penggunaan suatu input yang berlebih akan menurunkan kualitas dan jumlah produksi yang pada akhirnya menimbulkan risiko produksi. Beberapa fakta di lapangan bahwa para petani caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng menggunakan beberapa input dengan jumlah yang berlebih (overdosis) dari jumlah yang seharusnya dibutuhkan tanaman caisin, seperti input pupuk dan obat (pestisida). Hal ini berkaitan dengan pola pikir para petani yang menganggap bahwa semakin banyak penggunaan input tersebut maka akan meningkatkan kualitas dan produktivitas tanaman caisin. Adanya risiko produksi selain berpengaruh terhadap jumlah produksi juga akan berpengaruh pada pendapatan usahatani. Fluktuasi hasil produksi akan menyebabkan penerimaan berfluktuatif sehingga pendapatan usahatani yang akan diperoleh petani menjadi tidak menentu dan cenderung mengalami penurunan. Selain berkaitan dengan penerimaan, adanya risiko produksi juga berpengaruh pada keputusan petani dalam melakukan penanaman caisin pada kondisi risiko produksi, khususnya dalam memperhitungkan kebutuhan dan biaya usahatani. Berdasarkan kondisi di atas maka penting untuk menilai risiko produksi caisin yang dapat diperhitungkan melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi. Dalam membudidayakan caisin, input yang umumnya digunakan, antara lain benih, pupuk kandang, kapur, pupuk urea, pupuk daun, pestisida cair, pestisida padat, dan tenaga kerja. Diantara faktor-faktor produksi ini, diduga ada faktor produksi yang dapat menyebabkan risiko produksi tetapi ada pula faktor produksi yang dapat mengurangi risiko produksi. 9

25 Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang hendak dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani caisin di Desa Citapen? 2. Bagaimana pengaruh risiko produksi terhadap pendapatan usahatani caisin di Desa Citapen? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani caisin di Desa Citapen. 2. Menganalisis pengaruh risiko produksi terhadap pendapatan usahatani caisin di Desa Citapen. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu : 1. Petani caisin, penelitian ini bermanfaat sebagai informasi mengenai pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan terhadap risiko produksi sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk perencanaan pengambilan keputusan kegiatan produksi caisin agar para petani dapat lebih waspada dalam menghadapi risiko produksi dan dapat mengurangi kerugian yang dapat mempengaruhi pendapatan usahatani. 2. Penulis, penelitian ini bermanfaat untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diterima di perkuliahan terhadap permasalahan yang ada secara nyata. 3. Masyarakat umum, penelitian ini bermanfaat sebagai sarana informasi dan bahan referensi mengenai usaha produksi caisin, khususnya tentang penggunaan faktor-faktor produksi caisin. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian 1. Penetapan variabel atau faktor-faktor produksi yang akan dianalisis dalam penelitian ini berdasarkan tinjauan penelitian terdahulu dan disesuaikan dengan input-input yang digunakan untuk memproduksi caisin di Desa 10

26 Citapen. Faktor-faktor produksi yang diduga mempengaruhi risiko produksi caisin dan ditetapkan sebagai variabel dalam penelitian ini adalah benih, pupuk kandang, kapur, pupuk urea, pestisida cair, pestisida padat, pupuk daun, dan tenaga kerja. Sedangkan faktor produksi lain seperti air, tidak digunakan sebagai variabel dalam penelitian ini karena adanya kesulitan untuk penaksiran jumlah penggunaan air. 2. Penelitian ini dalam pengolahan data tidak membedakan beberapa hal seperti penggunaan benih yang didasarkan dari segi varietas dan petani responden yang menanam caisin dengan teknik monokultur maupun teknik polikultur (tumpangsari). 3. Data mengenai jumlah input dan jumlah output yang dihasilkan pada usahatani caisin merupakan data selama dua periode tanam, dimana satu periode tanam selama dua bulan. Data input dan output yang dianalisis merupakan data pada musim kemarau di tahun 2010 dan data pada musim hujan di tahun Adanya keterbatasan informasi dan daya ingat para petani terhadap jumlah penggunaan input dan jumlah output yang dihasilkan pada kedua musim tersebut memungkinkan akan berpengaruh terhadap hasil output atau hasil olah data yang akan diperoleh penulis. 11

27 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae). Caisin dikenal oleh petani dengan sebutan sawi hijau yang sedang banyak dipasarkan dewasa ini. Caisin memiliki kemampuan adaptasi luas baik di dataran tinggi maupun dataran rendah. Di Pulau Jawa caisin ditanam di berbagai daerah dataran tinggi maupun rendah dan umumnya menggunakan benih produksi lokal (Widiyazid 1998). Menurut Widiyazid (1998) dalam budidaya caisin, varietas benih yang akan ditanam perlu memperhatikan beberapa faktor, yaitu (1) benih harus sesuai dengan permintaan pasar, (2) daya tumbuh benih tinggi atau masa berlaku benih pada label belum habis, dan (3) kebutuhan benih per hektar adalah 1,0-2,0 kilogram. Pada umumnya petani Indonesia menanam benih produksi lokal dengan jumlah produksi sebanyak ± 10 ton per hektar dengan umur panen ± 40 hari. Namun, untuk varietas benih impor seperti, Tosakan (Thailand) mampu menghasilkan produksi yang lebih tinggi, yaitu sebanyak ± 25 ton per hektar dengan rasa lebih enak dan lunak serta dengan umur panen hari. Menurut Wahyudi (2010), penggunaan berbagai jenis pupuk pada tahap persemaian benih dan pengolahan lahan, yaitu pupuk kandang, pupuk Urea, pupuk SP-36 dan pupuk KCL, sedangkan pada saat pemeliharaan diberi pupuk Urea dan dan pupuk KCL. Hal ini berbeda menurut Widiyazid (1998), dimana budidaya caisin diketahui hanya menggunakan pupuk kandang/kompos saat persiapan lahan dan penanaman, sedangkan saat pemeliharaan hanya menggunakan pupuk Urea. Namun menurut keduanya bahwa penggunaan pupuk tersebut disesuaikan dengan jenis dan keadaan tanahnya. Sedangkan untuk penggunaan pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit hanya dilakukan jika benar-benar diperlukan. Menurut Gopur (2009) dalam kegiatan produksi caisin, rendahnya kemampuan produksi yang sering terjadi pada usahatani caisin dipengaruhi oleh penggunaan faktor-faktor produksi dan juga hama penyakit yang sulit dikendalikan, dimana faktor-faktor produksi tersebut adalah benih, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk TSP, pestisida cair, pestisida padat, dan tenaga kerja. 12

28 Menurut Gopur (2009) penggunaan benih dan pestisida padat tidak berpengaruh nyata terhadap produksi caisin. Adanya peningkatan penggunaan faktor produksi benih dan pestisida padat justru akan menurunkan produksi caisin. Hal ini dikarenakan penggunaan kedua input tersebut sudah over dosis sehingga dalam penggunaan kedua input ini belum efisien. Sedangkan peningkatan penggunaan pupuk kimia, pupuk kandang, pestisida cair dan tenaga kerja akan meningkatkan produksi caisin. Sementara itu, penggunaan pestisida cair dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi caisin. Kedua penggunaan faktor produksi ini masih kurang sehingga sangat mempengaruhi turunnya produksi caisin. Mengenai efisiensi, baik penggunaan pupuk kimia, pupuk kandang, pestisida cair, dan tenaga kerja ternyata tidak efisien. Penggunaan faktor-faktor produksi tersebut harus ditingkatkan untuk memperoleh produksi caisin yang optimal. Mengenai penggunaan pupuk kimia menunjukkan hasil yang serupa dengan penelitian Handoyo (2010) yang meneliti tentang pengaruh penggunaan pupuk NPK terhadap tanaman caisin. Penggunaan pupuk NPK dengan dosis yang berbeda-beda pada beberapa tanaman contoh menunjukkan bahwa aplikasi pemupukan NPK tidak berpengaruh nyata terhadap tanaman caisin, seperti pada peubah tinggi tanaman, jumlah daun, warna daun, indeks luas daun, bobot basah, dan akar serta bobot panen umbian. Penggunaan dosis pupuk kimia sebanyak 22,5 kilogram per hektar akan menghasilkan panen tertinggi, yaitu 7,26 ton per hektar. Sedangkan, dosis optimum pupuk NPK yang harus diberikan berdasarkan hasil panen adalah sebanyak 46,75 kilogram per hektar, sedangkan dosis optimum yang dapat memberikan keuntungan secara ekonomi berdasarkan perhitungan B/C Ratio adalah sebanyak 28,125 kilogram per hektar dan dosis minimum pada B/C ratio 1 atau saat Break Event Point (BEP) adalah sebanyak 3,559kg/ha. Penggunaan pupuk NPK sebagai pupuk kimia memang dapat menghasilkan hasil panen lebih tinggi, namun penggunaan pupuk kimia yang terlalu banyak akan menimbulkan kerugian tersendiri bagi pertanian berkelanjutan. Oleh karena itu, saat ini pertanian lebih disarankan untuk menggunakan pupuk organik atau pupuk kandang. Hasil produksi yang diperoleh dengan penggunaan pupuk kandang jauh lebih baik daripada penggunaan pupuk 13

29 kimia. Pernyataan ini diperkuat dengan hasil penelitian Abdurohim (2008) yang menyebutkan bahwa penggunaan pupuk kompos menghasilkan produksi tanaman caisin yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan pupuk NPK. Pertumbuhan dan produksi caisin pada pemberian pupuk kompos nyata lebih baik daripada pemberian pupuk NPK. Selanjutnya, berdasarkan kadar hara tanah diketahui bahwa tanaman caisin yg diberi perlakuan pupuk NPK masih mengalami defisiensi kadar P dan K pada tanah. Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi petani dalam penggunaan pupuk organik dan pupuk kimia agar menghasilkan produksi yang optimal. 2.2 Analisis Risiko dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komoditas Pertanian Risiko produksi adalah kejadian penurunan hasil produksi yang ditunjukkan dengan adanya fluktuasi produksi atau produktivitas dan terjadinya penurunan pendapatan, dimana kejadian penurunan tersebut dapat diperhitungkan. Risiko produksi yang terjadi pada komoditas sayuran disebabkan oleh beberapa sumber risiko, yaitu adanya serangan hama dan penyakit serta perubahan cuaca dan iklim yang sulit diprediksi. Selain itu, risiko produksi pada komoditas sayuran juga dapat terjadi dikarenakan kegagalan penggunaan teknologi dalam penanaman pada lahan terbuka dan greenhouse (Tarigan 2009 dan Sembiring 2010). Risiko produksi dapat diperhitungkan melalui dua alat perhitungan. Untuk mengetahui tingkat risiko produksi dengan menggunakan nilai penerimaan atau pendapatan usaha umumnya menggunakan perhitungan variance, standard deviation, dan coefficient variation. Sedangkan untuk mengetahui risiko produksi yang dilihat berdasarkan penggunaan input atau faktor-faktor produksi umumnya menggunakan model risiko fungsi produksi Just dan Pope, dimana alat ukur risiko yang digunakan, yaitu variance error produksi yang diperoleh dari penggunaan model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH). Masing-masing komoditas sayuran memiliki tingkat risiko produksi yang berbeda-beda. Menurut Tarigan (2009) dari berbagai jenis sayuran, komoditas yang memiliki tingkat risiko tertinggi adalah bayam hijau dibanding sayuran lainnya, yaitu brokoli, tomat, dan cabai keriting. Hal ini dikarenakan bayam hijau sangat rentan terhadap penyakit terutama pada musim hujan. Berbeda menurut 14

30 Sembiring (2010) bahwa sayuran yang memiliki tingkat risiko produksi tinggi adalah komoditas brokoli. Hal ini juga disebabkan karena brokoli sangat rentan terhadap penyakit. Terkait dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, yaitu komoditas caisin, menurut Sembiring (2010) bahwa tanaman caisin memiliki risiko produksi yang lebih rendah dibanding sayuran lainnya, seperti brokoli, sawi putih, dan tomat. Dalam pengusahaan komoditas yang sama, yaitu brokoli menunjukkan tingkat risiko produksi yang dihasilkan berbeda pada masing-masing perusahaan. Hal ini disebabkan karena berbagai hal, diantaranya kegiatan produksi yang diterapkan perusahaan berbeda-beda, mulai dari persiapan lahan, pembibitan, penanaman, perawatan, hingga panen. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan penggunaan lahan penanaman, dimana penanaman sayuran pada penelitian Sembiring (2010) dilakukan dalam green house. Penggunaan green house dapat mengurangi risiko produksi khususnya bagi jenis sayuran daun-daunan seperti caisin yang rentan terhadap hujan dan genangan air, karena penggunaan green house dapat mengatur suhu, kelembaban, tekanan udara, dan menahan hujan yang terus menerus mengguyur. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Tarigan (2009), yaitu penanaman hanya pada lahan terbuka, dimana bayam hijau merupakan komoditas dengan risiko produksi tertinggi karena rentan terhadap penyakit yang disebabkan turunnya hujan. Perbedaan kegiatan produksi tersebut akan mempengaruhi bagaimana tingkat risiko produksi yang terjadi pada masingmasing komoditas. Terkait dengan perhitungan risiko produksi berdasarkan penggunaan faktor-faktor produksi dan penggunaan model risiko fungsi produksi Just dan Pope, menurut Koundouri dan Nauges (2005) dalam estimasi fungsi produksi, mengabaikan adanya risiko dapat menyebabkan estimasi tidak efisien. Terutama dibidang pertanian, variabilitas dalam hasil tidak hanya dijelaskan oleh faktor di luar kendali petani seperti harga input dan output, tetapi juga oleh faktor yang terkendali, seperti tingkat input (Just dan Pope 1978, diacu dalam Fufa dan Hassan 2003). Penggunaan setiap input mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap produksi. Menurut Robison dan Barry (1987) beberapa hasil penelitian 15

31 menunjukkan bahwa dalam hubungannya antara pengambilan keputusan input dan risiko produksi ternyata penggunaan pestisida dalam produksi sebagai pengurang risiko (risk reducing factors), sedangkan faktor lain sebagai faktor yang menyebabkan risiko (risk inducing factors) dalam produksi. Berbeda halnya menurut Hutabarat (1985) yang diacu dalam Fariyanti (2008) bahwa input benih, pupuk nitrogen, pupuk pospor, lahan, dan insektisida merupakan faktor yang menyebabkan risiko produksi (risk inducing factors). Sedangkan input tenaga kerja manusia dan ternak merupakan faktor pengurang risiko produksi (risk reducing factors). Pada kegiatan produksi tanaman pangan, seperti jagung dan sorgum, menurut Fufa dan Hassan (2003) bahwa faktor produksi yang mempengaruhi variasi (variance) hasil produksi adalah luasan lahan, benih, tenaga kerja manusia, tenaga kerja hewan (sapi), pupuk dan waktu tanam. Penggunaan benih unggul, luasan lahan, tenaga kerja manusia, tenaga kerja hewan, dan waktu tanam menjadi faktor paling penting yang mempengaruhi tingkat hasil rata-rata (mean) tanaman pangan yang tumbuh di daerah Hararghe Timur Oromiya, dimana peningkatan luas lahan menunjukkan dampak yang besar pada hasil rata-rata tanaman pangan. Mengenai benih, karakteristik varietas tanaman yang tumbuh di daerah tersebut cenderung terlambat matang, sehingga memberikan efek negatif pada hasil produksi. Oleh karena itu, pertanian dan penyuluhan harus fokus pada pengembangan varietas tanaman yang tidak hanya memberikan tingkat hasil tinggi tetapi juga hasil yang stabil. Kemudian alasan utama terjadinya penurunan stabilitas hasil panen terkait dengan tingkat penggunaan pupuk yang tinggi, tidak sesuai dengan yang waktu dan metode yang dibutuhkan, sehingga menyebabkan tingginya tingkat variasi ouput. Penggunaan tenaga kerja sapi ternyata mengurangi efek bagi sebagian besar tanaman pangan. Dengan demikian, pencapaian tingkat hasil tanaman yang stabil diproduksi di daerah tersebut membutuhkan peningkatan akses petani terhadap sapi. Sedangkan menurut Falco et al. (2006) risiko produksi pada komoditas gandum yang dilihat dari penggunaan faktor-faktor produksi (input) menunjukkan pengaruh yang berbeda dari hasil penelitian menurut Fufa dan Hassan (2003) dimana faktor produksi luasan lahan dan waktu tanam akan mempengaruhi rata- 16

32 rata dan variasi hasil produksi gandum. Dalam kegiatan produksi gandum, tenaga kerja manusia, tenaga kerja lembu, penggunaan benih dan pupuk mempengaruhi rata-rata dari hasil gandum. Untuk input benih, jika penggunaan benih ditingkatkan maka akan meningkatkan rata-rata hasil gandum. Oleh karena itu, penggunaan varietas baru akan meningkatkan hasil. Hal ini sama dengan hasil penelitian Fufa dan Hassan (2003), dimana dibutuhkan pengembangan varietas tanaman untuk memberikan tingkat hasil tinggi dan juga hasil yang stabil. Untuk input lembu, jika penggunaan lembu ditingkatkan maka akan menurunkan ratarata hasil gandum atau penurunan marjinal pada hasil gandum. Sedangkan untuk variasi hasil gandum, pada produksi gandum menunjukkan bahwa benih dan pupuk meningkatkan risiko produksi (yang konsisten dengan temuan Just and pope, 1979) dan menimbulkan variasi hasil gandum. Untuk penggunaan tenaga kerja mempengaruhi variasi hasil gandum, dimana jika penggunaan tenaga kerja ditingkatkan maka akan meningkatkan variasi hasil gandum. Sedangkan untuk lembu terdapat hasil yang berbeda dengan penelitian Fufa dan Hassan (2003), dimana pada penelitian ini penggunaan lembu dapat meningkatkan risiko. Pada kegiatan usahatani komoditas sayuran, seperti kentang dan kubis, menurut Fariyanti et.al. (2007) faktor-faktor produksi yang akan mempengaruhi rata-rata hasil produksi dan variasi hasil produksi, yaitu luas lahan garapan, benih, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCL, pestisida, dan tenaga kerja. Analisis mengenai risiko produksi untuk komoditas tersebut menggunakan model GARCH (1,1), dimana hasil model tersebut diketahui persamaan fungsi produksi dan variance error produksi. Pada komoditas kentang, pupuk TSP dan KCL memiliki tanda negatif pada fungsi produksi, hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kedua pupuk tersebut dalam jumlah besar yang dilakukan rumah tangga petani responden dikarenakan tingkat kesuburan lahan yang semakin menurun sehingga penggunaan pupuk semakin meningkat dalam jumlah yang besar. Sedangkan pada komoditas kubis, benih bertanda negatif yang menunjukkan bahwa penggunaan benih kubis telah melebihi standar normal, sehingga akan menurunkan rata-rata hasil produksi. Berdasarkan persamaan variance error produksi, pada komoditas kentang penggunaan benih, luas garapan, dan pestisida merupakan faktor yang dapat mengurangi risiko produksi, sedangkan pupuk urea, TSP, dan KCL 17

33 merupakan faktor yang menimbulkan risiko produksi. Berbeda halnya pada komoditas kubis, penggunaan lahan dan pestisida menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi, sedangkan penggunaan benih, pupuk urea, pupuk NPK, dan tenaga kerja menjadi faktor pengurang risiko produksi. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dilihat bahwa pada komoditas yang berbeda, faktorfaktor yang dapat menyebabkan risiko produksi pun berbeda-beda. Namun, untuk kedua komoditas, parameter error kuadrat produksi periode (musim) sebelumnya dan variance error produksi periode (musim) sebelumnya bertanda positif artinya semakin tinggi risiko produksi pada musim sebelumnya, maka semakin tinggi risiko produksi pada musim berikutnya. Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu. Persamaannya alat analisis yang digunakan pada penelitian ini sama dengan alat analisis yang digunakan pada penelitian Fariyanti et.al. (2007), yakni menganalisis risiko produksi berdasarkan penggunaan faktor-faktor produksi dengan menggunakan variance error produksi sebagai alat ukur risiko. Analisis risiko produksi tersebut dengan menggunakan model risiko fungsi produksi Just dan Pope, dimana nilai variance error produksi tersebut diperoleh melalui model GARCH (1,1). Selain itu, terdapat persamaan variabel atau faktor-faktor produksi yang dianalisis, diantaranya benih, pupuk urea, pestisida, dan tenaga kerja. Sedangkan perbedaannya, meskipun sama-sama menganalisis mengenai risiko produksi, alat analisis yang digunakan Tarigan (2009) dan Sembiring (2010), yakni variance, standard deviation, dan coefficient variation. Hal ini disebabkan kedua penelitian tersebut ingin mengetahui tingkat risiko produksi berdasarkan nilai penerimaan atau pendapatan. Dalam penentuan variabel atau faktor-faktor produksi terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian-penelitian terdahulu. Hal ini dikarenakan dalam penentuan faktor produksi tersebut disesuaikan dengan keputusan faktor apa saja yang paling mempengaruhi produksi masing-masing komoditas. Selain itu, komoditas yang dianalisis mengenai risiko produksi berdasarkan faktor-faktor produksi dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu, dimana pada penelitian ini menganlisis mengenai risiko produksi pada komoditas caisin. 18

34 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Risiko Produksi Dalam teori risiko produksi terlebih dahulu dijelaskan mengenai dasar teori produksi. Menurut Lipsey et al. (1995) produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan disebut sebagai fungsi produksi. Keputusan dalam kegiatan proses produksi terbagi dalam tiga kategori, yaitu jangka pendek, jangka panjang, dan jangka sangat panjang. Jangka pendek dicirikan dengan semua inputnya adalah tetap, sementara jangka panjang semua input variabel. Input tetap adalah input yang tidak berubah atau tidak dapat ditambah, dinamakan sebagai faktor tetap. Sedangkan input variabel adalah input yang dapat berubah dalam jangka waktu tertentu, dinamakan sebagai faktor variabel. Fungsi produksi terdiri dari produk total (TP), produk rata-rata (AP), dan produk marjinal (MP). Produk total adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Produk total akan berubah menurut banyak sedikitnya faktor variabel yang digunakan. Produk rata-rata adalah produk total dibagi jumlah unit faktor variabel yang digunakan untuk memproduksinya. Sementara produk marjinal atau produk fisik marjinal adalah perubahan dalam produk total sebagai akibat satu unit tambahan penggunaan variabel (Lipsey et al. 1995) Dalam kaitannya antara produk marjinal dan proses produksi, seorang produsen dapat menambah hasil produksi dengan menambah semua input produksi atau menambah satu atau beberapa input produksi. Penambahan input produksi mengikuti hukum The law of diminishing marginal returns yang merupakan dasar dalam ekonomi produksi. The law of diminishing marginal returns terjadi jika jumlah input variabel ditambah penggunaannya, maka output yang dihasilkan meningkat, tapi setelah mencapai satu titik tertentu penambahan output semakin lama semakin berkurang (Debertin 1986). Secara umum produksi dalam usahatani ditentukan oleh faktor-faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Hubungan teknis antara input dan output dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi produksi. Fungsi 19

35 produksi menerangkan hubungan teknis yang menstransformasikan input atau sumberdaya menjadi output atau komoditas (Debertin 1986). Dalam suatu proses produksi khususnya usahatani tidak pernah terlepas dari risiko produksi termasuk dalam penggunaan input yang ada di dalam fungsi produksi. Menurut Debertin (1986) risiko adalah suatu kejadian yang kemungkinan muncul dan menyebabkan fluktuasi hasil dimana kemungkinan/probabilitas hasil yang diterima dapat diestimasi. Sedangkan apabila pelaku usaha tidak memiliki data yang bisa dikembangkan untuk menyusun distribusi probabilitas maka akan muncul suatu kejadian yang disebut ketidakpastian (uncertainty). Tidak jauh berbeda menurut Robison dan Barry (1987) risiko adalah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan dan pada umumnya pengambil keputusan mengalami suatu kerugian. Risiko erat kaitannya dengan ketidakpastian, tetapi kedua hal tersebut memiliki makna berbeda. Ketidakpastian (uncertainty) adalah peluang suatu kejadian yang tidak dapat diukur oleh pengambil keputusan. Adanya ketidakpastian dapat menimbulkan risiko. Menurut Ellis (1993), risiko dibatasi oleh kemungkinan-kemungkinan yang dihubungkan dengan kejadian dari suatu peristiwa yang mempengaruhi suatu proses pengambilan keputusan. Sedangkan ketidakpastian mengacu pada situasi dimana tidak memungkinkan untuk mengetahui probabilitas kejadian dari suatu peristiwa. Terdapat beberapa pendekatan yang berbeda dalam melihat mengenai peluang dengan risiko. Pada kegiatan produksi usahatani, risiko merupakan peluang terjadinya suatu peristiwa yang menghasilkan pendapatan di atas atau di bawah rata-rata dari pendapatan yang diharapkan dalam serangkaian musim panen. Setiap pelaku usaha melakukan pengambilan keputusan dalam mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya untuk menghasilkan output yang diharapkan. Namun, seringkali keputusan tersebut dihadapkan pada risiko dan ketidakpastian. Risiko cenderung menurunkan hasil baik produksi maupun pendapatan usaha. Implikasi risiko terhadap variasi pendapatan dapat dilihat pada Gambar 2 yang merupakan fungsi produksi sederhana yang menunjukkan tiga respon yang berbeda dalam output dari penggunaan input. 20

36 Total Value Product Y (Rp) a f TVP 1 c g E(TVP) d h b TC e i j TVP 2 0 X 2 X E X 1 Input X Keterangan : TVP 1 TVP 2 E(TVP) = Total value product in good years = Total value product in bad years = Expected total value product Gambar 2. Hubungan Keputusan Penggunaan Input dan Variasi Pendapatan Sumber : Ellis (1993) Variasi pendapatan dipengaruhi oleh keputusan pengalokasian salah satu sumberdaya yang digunakan untuk produksi. Bentuk kurva dalam fungsi produksi tersebut mencerminkan dampak dari kondisi yang baik dan buruk terhadap respon output untuk berbagai tingkat penggunaan input. Total Value Product (TVP) menggambarkan penerimaan yang didapat dari hasil produksi. Kondisi TVP yang diperlihatkan berbeda-beda yang terdiri dari tiga kondisi, yaitu TVP pada penggunaan sejumlah input saat kondisi baik (TVP 1 ), pada kondisi yang diharapkan (E(TVP)), dan pada kondisi buruk (TVP 2 ). Penambahan kurva Total Cost (TC) bertujuan untuk memperlihatkan biaya pembelian input yang meningkat. Terdapat tiga alternatif penggunaan input yang ditunjukkan oleh X 1, X 2, X E yang terkait risiko : 1. Input yang digunakan sebanyak X 1. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP 1 terjadi dimana pada saat tersebut dalam kondisi yang baik, maka keuntungan terbesar yaitu sebesar ab akan diperoleh. Di sisi lain, jika TVP 2 terjadi maka 21

37 kerugian sebesar bj akan dialami petani. Dalam kondisi ini berarti seorang petani memilih berani terhadap risiko (risk-taking). 2. Input yang digunakan sebanyak X 2. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP 1 terjadi maka keuntungan sebesar ce akan diperoleh dan jika TVP 2 terjadi maka petani tidak akan mengalami kerugian dan tetap mendapatkan keuntungan yang kecil sebesar de. Hal ini disebabkan pada kondisi tersebut petani masih mampu membayar biaya pembelian input tersebut (TVP > TC). Dalam kondisi ini berarti seorang petani memilih takut terhadap risiko (riskaverse). 3. Input yang digunakan sebanyak X E. Nilai E(TVP) yang diperoleh merupakan hasil rata-rata pendapatan pada kondisi baik dan buruk. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP 1 terjadi maka keuntungan sebesar fh akan diperoleh, tetapi bukan merupakan kemungkinan keuntungan terbesar. Di sisi lain, jika TVP 2 terjadi maka kerugian sebesar hi akan dialami petani dan bukan merupakan kemungkinan kerugian terkecil. Dalam kondisi ini berarti seorang petani memilih netral terhadap risiko (risk-neutral). Dalam penentuan risiko produksi terdapat beberapa model yang menyangkut risiko, salah satunya adalah penentuan input yang optimal pada kondisi risiko dalam fungsi produksi. Robison dan Barry (1987) menyebutkan ada satu model yang dikembangkan untuk menganalisis dampak risiko terkait produksi dari penggunaan tingkat input terhadap output, yaitu model risiko fungsi produksi Just dan Pope. Dalam fungsi produksi Just dan Pope melibatkan masuknya kesalahan istilah (error) ke dalam fungsi produksi untuk menggambarkan pengaruh faktor tak terkendali seperti cuaca, inefisiensi teknis, dan lainnya dalam produksi. Kemudian, masuknya kesalahan istilah (error) ke dalam fungsi produksi akan menunjukkan variabilitas bahwa dalam output (hasil) juga dijelaskan oleh faktor endogen dan tingkat input yang digunakan. Model risiko fungsi produksi Just dan Pope terdiri dari fungsi produksi rata-rata (mean production function) dan fungsi produksi variance (variance production function). Kedua fungsi tersebut dipengaruhi oleh penggunaan input dalam kegiatan produksi, sehingga dapat dilakukan evaluasi mengenai input-input yang bersifat pengurang risiko (risk reducing) atau peningkat risiko (risk 22

38 inducing). Secara matematis, persamaan model risiko fungsi produksi Just dan Pope dapat ditulis sebagai berikut (Robison dan Barry 1987) : q = f(x) + h(x)ε dimana : q = Hasil produksi yang dihasilkan (output) f(x) = Fungsi produksi rata-rata h(x) = Fungsi varian (fungsi risiko) x = Input atau faktor-faktor produksi yang digunakan ε = error term atau distribusi ε~(0,σ 2 e) Menurut Just dan Pope pada penggunaan input produksi sebagai pengurang risiko (risk reducing factors), misalnya penggunaan sistim irigasi, penggunaan pestisida, biaya yang dikeluarkan untuk memprediksi kondisi pasar yang akan datang, menyewa jasa konsultan profesional dan pemakaian peralatan/mesin baru merupakan beberapa cara atau faktor dalam merespon adanya risiko yang dihadapi oleh pelaku produksi. Sedangkan faktor lain seperti benih dan pupuk sebagai faktor yang menyebabkan risiko (risk inducing factors) dalam produksi (Robison dan Barry 1987). Pestisida sebagai faktor pengurang risiko dapat diilustrasikan bahwa ketika tidak terdapat hama pada tanaman maka hasil produksi akan normal, sedangkan ketika terdapat hama pada tanaman kemudian diberikan pestisida maka hasil produksi akan normal. Berdasarkan dua kondisi tersebut menunjukkan tidak adanya gap atau penyimpangan untuk pembanding yang sama. Artinya, tidak ada variasi hasil produksi, sehingga bukan merupakan faktor yang dapat menimbulkan risiko. Risiko yang dihadapi petani akan berpengaruh pada pemilihan jenis input yang digunakan. Jika petani bersifat risk averter, maka input yang menyebabkan variasi hasil akan dihindari oleh petani dan petani akan memilih input lain yang diperkirakan tidak menimbulkan variasi hasil yang besar. Variasi hasil akan berakibat pada variasi pendapatan petani. Risiko pada umumnya berhubungan dengan adanya perubahan dalam setiap periode atau waktu, sehingga risiko produksi menggambarkan fluktuasi pada produksi yang dihasilkan petani. Penilaian risiko karena adanya fluktuasi produksi tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan variance produksi periode tertentu. Salah satu model yang dapat menjelaskan mengenai variance 23

39 produksi tersebut, yaitu model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH) (Verbeek 2000). Model GARCH secara khusus di desain untuk model variance yang mana variance sebagai variabel dependent merupakan fungsi dari variabel dependent periode sebelumnya atau variabel independent atau eksogenus. Secara umum model GARCH dapat dirumuskan sebagai berikut (Verbeek 2000) : Y t Y t j e 2 t p q 2 j t j j 1 j 1 j 2 t j Model GARCH yang umumnya digunakan adalah model GARCH (1,1) yang dapat dirumuskan sebagai berikut (Verbeek 2000) : 2 t 2 t 1 2 t 1 dimana : 2 t = variance error pada periode t 2 t 1 = error kuadrat periode sebelumnya 2 t 1 = variance error pada periode sebelumnya,, = parameter estimasi Model GARCH (1,1) mempunyai arti bahwa variance error pada periode t ( 2 t ) 2 ditentukan oleh error kuadrat periode sebelumnya ( t 1 ) dan variance error 2 pada periode sebelumnya ( t 1). Variance error menunjukkan variance dari produksi. Model GARCH (1,1) dapat menggunakan Maximum Likelihood Estimation (MLE) untuk estimasi parameter. 3.2 Teori Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Lipsey et.al. (1995) mendefinisikan biaya total (TC atau total cost) adalah biaya total untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Biaya total dibagi menjadi dua bagian, yaitu biaya tetap total (TFC atau total fixed cost) dan biaya variabel total (TVC atau total variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah meskipun output berubah. Sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya variabel. Menurut Debertin (1986) 24

40 biaya variabel adalah biaya produksi yang bervariasi dengan tingkat output yang dihasilkan oleh petani. Contoh biaya variabel termasuk biaya yang terkait dengan pembelian input seperti bibit, pupuk, herbisida, insektisida, dan sebagainya. Sedangkan biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh petani disaat sedang atau tidak berproduksi. Contoh biaya tetap termasuk pembayaran untuk pembelian tanah dan penyusutan mesin pertanian, bangunan, dan peralatan. Secara matematis biaya total (TC) dapat dirumuskan sebagai berikut (Lipsey et.al. 1995) : TC = TFC + TVC dimana : TC = Total cost atau biaya total (Rp) TFC = Total fixed cost atau biaya tetap total (Rp) TVC = Total variable cost atau biaya variabel total (Rp) Hubungan antara besarnya biaya produksi dengan tingkat produksi disebut dengan fungsi biaya. Grafik fungsi biaya dapat dilihat pada Gambar 3. TC TC TVC TFC 0 Q Keterangan : TC TFC TVC Q = Total cost atau biaya total (Rp) = Total fixed cost atau biaya tetap total (Rp) = Total variable cost atau biaya variabel total (Rp) = Quantity atau hasil produksi (satuan) Gambar 3. Kurva Biaya Total Sumber : Lipsey et.al. (1995) 25

41 Bentuk kurva TFC adalah horizontal karena nilainya tidak berubah berapapun banyaknya barang yang diproduksi. Sedangkan TVC bermula dari titik nol dan semakin lama semakin bertambah tinggi. Hal ini menggambarkan bahwa ketika tidak ada produksi TVC = 0, dan semakin besar produksi maka semakin besar nilai biaya variabel total (TVC). Kurva TC adalah hasil dari penjumlahan kurva TFC dan TVC. Oleh karena itu, kurva TC bermula dari pangkal TFC dan apabila ditarik garis tegak di antara TVC dan TC panjang garis itu adalah sama dengan jarak diantara TFC dengan sumbu datar. Selanjutnya, menurut Debertin (1986) total penerimaan merupakan nilai produk total yang diterima petani atau pengusaha, dimana penerimaan diperoleh dari jumlah total produk yang dihasilkan dikalikan dengan harga jual atau harga pasar yang konstan. Secara matematis, total penerimaan atau total pendapatan (total revenue) dapat dirumuskan sebagai berikut (Debertin 1986) : TR = p x y dimana : TR = Total pendapatan/penerimaan (Rp) p = Harga pasar (Rp) y = Hasil produksi (satuan) Total penerimaan atau total pendapatan yang dikurangi dengan biaya total yang dikeluarkan disebut sebagai pendapatan bersih atau keuntungan (profit) yang diterima petani atau pengusaha. Pendapatan bersih atau keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut (Debertin 1986) : π = TR TC dimana : π TR TC = Pendapatan bersih/keuntungan (Rp) = Total pendapatan/penerimaan (Rp) = Biaya total (Rp) Untuk lebih menjelaskan mengenai pendapatan, berikut grafik yang menggambarkan biaya total dan hasil penjualan total yang dapat dilihat pada Gambar 4. 26

42 CR TR TC BEP Q Keterangan : CR TR TC Q BEP = Cost dan revenue atau biaya dan pendapatan (Rp) = Total pendapatan/penerimaan (Rp) = Biaya total (Rp) = Quantity atau hasil produksi (satuan) = Break event point atau titik impas Gambar 4. Hubungan Biaya Total dan Hasil Penjualan Total Sumber : Lipsey et.al. (1995) Gambar 4 menunjukkan bahwa kurva TR diasumsikan berada di atas kurva TC. Hal ini menggambarkan bahwa usaha tersebut mengalami keuntungan. Perpotongan antara titik TR dan titik TC pada tingkat produksi statu komoditas merupakan titik impas atau Break Event Point (BEP), dimana produksi tidak mengalami keuntungan atau kerugian. Bila TR > TC (output yang dihasilkan lebih besar dari BEP) maka statu usaha dikatakan menguntungkan dan bila TR< TC maka usaha tersebut mengalami kerugian. 3.3 Kerangka Pemikiran Operasional Perkembangan produktivitas hasil kegiatan usahatani caisin yang dilakukan para petani di Desa Citapen yang merupakan anggota Kelompok Tani Pondok Menteng mengalami fluktuasi atau hasil yang tidak menentu. Fluktuasi produktivitas merupakan indikasi risiko produksi, dimana risiko yang terjadi ini berkaitan dengan kegiatan produksi yang dilakukan para petani. Terjadinya fluktuasi produktivitas dan risiko produksi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik itu faktor yang tidak terkendali maupun faktor yang terkendali. 27

43 Faktor yang tidak terkendali merupakan sumber utama risiko produksi yang umumnya terjadi pada usahatani caisin, yaitu serangan hama dan penyakit serta ketidakpastian cuaca. Ketidakpastian cuaca seperti perubahan antara kondisi hujan dan panas yang tidak menentu akan mempengaruhi pertumbuhan komoditas caisin. Selain itu, cuaca yang tidak menentu juga akan berpengaruh pada meningkatnya populasi hama dan tingkat kerentanan tanaman terhadap penyakit. Sementara itu, risiko produksi yang disebabkan oleh faktor yang terkendali, yaitu berdasarkan penggunaan input atau faktor-faktor produksi dalam menghasilkan output atau hasil produksi. Hasil produksi sangat tergantung dengan bagaimana input atau faktor-faktor produksi yang digunakan. Penggunaan input dalam jumlah dan waktu yang tidak tepat umumnya akan menurunkan hasil produksi. Risiko produksi yang terjadi dapat diperhitungkan melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi yang merupakan faktor yang terkendali. Faktor-faktor produksi yang digunakan, yaitu benih, pupuk kandang, kapur, pupuk urea, pupuk daun, pestisida cair, pestisida padat, dan tenaga kerja. Penggunaan input dalam kegiatan produksi caisin akan dipengaruhi oleh harga input, sehingga besarnya kecilnya input yang digunakan akan berpengaruh terhadap biaya yang dikeluarkan petani. Semakin besar biaya yang dikeluarkan petani maka pendapatan usahatani akan berkurang atau menurun. Sementara itu, besar kecilnya pendapatan usahatani caisin juga dipengaruhi oleh harga jual output dipasaran, semakin tinggi harga output maka pendapatan usahatani caisin akan semakin besar. Fluktuasi produktivitas dan risiko produksi yang terjadi pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pendapatan usahatani, dimana pendapatan usahatani umumnya menjadi tidak menentu seiring dengan jumlah produksi yang berfluktuatif. Untuk itu perlu dilakukan analisis risiko produksi dan analisis pendapatan usahatani atas kondisi yang terjadi di lapangan terkait dengan adanya risiko produksi. Analisis risiko produksi dilakukan dengan menggunakan model GARCH (1,1) sehingga akan diketahui faktor yang bersifat pengurang risiko (risk reducing factor) atau faktor yang bersifat peningkat risiko (risk inducing factor). Sementara itu, untuk mengetahui gambaran pendapatan usahatani caisin dalam 28

44 kondisi risiko produksi maka digunakan analisis pendapatan usahatani. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 5. Kegiatan Usahtani Caisin yang Dilakukan Para Petani di Kelompok Tani Pondok Menteng Terjadinya Fluktuasi Produktivitas Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Risiko Produksi Caisin Sumber Risiko Produksi (Faktor Tidak Terkendali) : 1. Hama dan Penyakit 2. Ketidakpastian cuaca Penggunaan Faktor-faktor Produksi (Faktor Terkendali) : 1. Benih 2. Pupuk kandang 3. Kapur 4. Pupuk urea 5. Pestisida cair 6. Pestisida padat 7. Pupuk daun 8. Tenaga kerja Harga Input Harga Output Pendapatan Usahatani Caisin Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Caisin (Brassica rapa cv. caisin) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor 29

45 IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dan pengambilan data dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni Penetapan Kecamatan Ciawi sebagai daerah penelitian karena kecamatan tersebut memiliki visi berbasis pertanian yang ditujukan sebagai penopang utama peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam rangka memperkuat pembangunan berbasis perdesaan 9. Selain itu, berdasarkan data UPT Pengembangan Teknologi Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan, dan Kehutanan (PTTPHPK) VII Wilayah Ciawi, diantara tiga wilayah kerjanya, yaitu Kecamatan Ciawi, Kecamatan Megamendung, dan Kecamatan Cisarua, kecamatan yang memiliki lahan sawah dan lahan tegalan terluas adalah Kecamatan Ciawi dengan luas total Hektar, sedangkan Kecamatan Megamendung seluas Hektar dan Kecamatan Cisarua seluas 952 Hektar. Pemilihan lokasi Desa Citapen sebagai lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) yang didasarkan pada pertimbangan lokasi tersebut merupakan salah satu desa di Kecamatan Ciawi yang mendominasi usaha dibidang hortikultura khususnya sayuran dibanding 12 desa lainnya, dimana komoditas caisin termasuk komoditas unggulan dan salah satu komoditas yang selalu diproduksi setiap waktu. Desa citapen merupakan desa kedua tertinggi dengan jumlah petani hortikultura dan tanaman pangan sebanyak 535 orang. Salah satu jenis sayuran yang banyak diproduksi petani di Desa Citapen adalah caisin dengan luasan panen tertinggi, yakni seluas 21 hektar. Selain itu, kegiatan pertanian di Desa Citapen termasuk kegiatan yang telah maju dan berjalan secara teratur karena didukung oleh lembaga Gapoktan Rukun Tani sebagai wadah pengembangan pertanian yang sudah dikenal maju dan terus berkembang hingga saat ini. 4.2 Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancar a langsung 9 Profil Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. [12 April 2011] 30

46 dengan responden yang dipilih, yaitu petani caisin di Poktan Pondok Menteng dan juga pihak yang berkepentingan di Poktan Pondok Menteng serta Gapoktan Rukun Tani. Untuk responden petani, wawancara dilakukan dengan panduan kuesioner (daftar pertanyaan) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Adapun daftar pertanyaan yang dipersiapkan antara lain mengenai identitas dan karakteristik petani, seperti nama, umur, pendidikan, dan gambaran umum usahatani yang, gambaran umum kegiatan usahatani caisin dari berbagai tahap kegiatan budidaya hingga penggunaan input atau faktor-faktor produksi dalam memproduksi caisin, jumlah produksi caisin, dan pertanyaan lainnya yang dibutuhkan untuk mendukung penelitian. Data mengenai penggunaan input atau faktor-faktor produksi dan data output atau hasil produksi yang diambil adalah data dari dua musim tanam pada tahun 2010/2011, yaitu musim kemarau tahun 2010 dan musim hujan tahun Data yang digunakan adalah data panel, yaitu yang pertama data cross section selama satu periode tanam, yaitu petani yang menanam caisin pada musim hujan antara bulan Januari hingga April 2011, sedangkan data time series merupakan data deret waktu tanam antara musim kemarau dan musim hujan. Data sekunder diperoleh dari instansi dan dinas terkait, seperti Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Gapoktan Rukun Tani, Kelompok Tani Pondok Menteng, Perpustakaan LSI Institut Pertanian Bogor, Perpustakaan Pertanian Kota Bogor, penelitian terdahulu (skripsi), buku, literatur internet, dan berbagai sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini. 4.3 Metode Penentuan Sampel Kecamatan Ciawi memiliki tiga Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) aktif yang sudah menerima Bantuan Langsung Masyarakat Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (BLM PUAP). Salah satu Gapoktan yang mendominasi usaha di bidang hortikultura khususnya usahatani sayuran adalah Gapoktan Rukun Tani. Gapoktan Rukun Tani memiliki tujuh Kelompok Tani (Poktan), yaitu Poktan Pondok Menteng, Poktan Silih Asih, Poktan Suka Maju, Poktan Bina Mandiri, Poktan Jaya, Poktan Sawah Lega, dan Kelompok Wanita Tani Citapen Berkarya. 31

47 Pemilihan Poktan Pondok Menteng dilakukan dengan menggunakan sampel tidak acak (nonrandom sampling), yaitu teknik purposive karena Poktan Pondok Menteng dianggap sebagai tempat yang paling cocok untuk tempat penelitian. Selain itu, Poktan Pondok Menteng dipilih karena memiliki jumlah anggota terbanyak dibandingkan dengan Poktan lainnya. Anggota Poktan Pondok Menteng sebanyak 104 anggota dari total 232 anggota, sedangkan sisanya sebanyak 128 anggota tersebar di enam poktan lainnya yang bertani di bidang sayuran, ternak, dan juga usaha dagang. Sebanyak 50 persen dari 104 anggota tersebut merupakan petani sayur-sayuran dan tanaman pangan, sehingga akan mudah mendapatkan responden petani sayuran. Responden dalam penelitian yang akan digunakan adalah para petani yang mengusahakan caisin di Poktan Pondok Menteng. Pengambilan sampel dilakukan dengan sampel tidak acak (nonrandom sampling), yaitu teknik purposive karena adanya keterbatasan kondisi di lapangan sehingga penulis dengan dibantu pembimbing lapang memilih responden yang mempunyai waktu dan dapat mudah untuk diwawancarai atau berinteraksi. Pemilihan responden tersebut merupakan pihak yang dianggap paling baik dalam memberikan informasi dan dapat menjelaskan mengenai usahatani caisin. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 35 orang untuk memenuhi aturan umum secara statistik yaitu 30 orang karena sudah terdistribusi normal dan dapat digunakan untuk memprediksi populasi yang diteliti. 4.4 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dalam penelitian ini menggunakan metode observasi (pengamatan langsung) untuk mengamati proses terjadinya beberapa kegiatan budidaya yang berlangsung dilokasi penelitian, metode kuesioner (angket) yang akan diisi langsung oleh peneliti sesuai dengan hasil wawancara diperoleh dari responden, dan wawancara mendalam untuk memperoleh informasi lain yang dibutuhkan diluar pertanyaan yang ada dalam kuesioner. Sedangkan pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini diantaranya dengan berkunjung langsung ke instansi dan dinas terkait kemudian melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang memiliki informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. 32

48 4.5 Metode Pengolahan Data Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan melalui pendekatan deskriptif untuk melihat keragaan dan gambaran usahatani caisin di daerah penelitian dan untuk mendukung data kuantitatif. Sementara itu, data mengenai input dan output usahatani caisin dianalisis secara kuantitatif dengan model GARCH (1,1) yang dilakukan dengan bantuan alat aplikasi, yakni Eviews 6. Sedangkan, analisis pendapatan usahatani dilakukan dengan bantuan alat aplikasi komputer, yakni Microsoft Excel Model GARCH (1,1) Pengukuran risiko produksi dalam penelitian ini menggunakan nilai variance error produksi. Salah satu model yang digunakan untuk mengetahui variance error tersebut adalah model GARCH (1,1). Risiko produksi diperoleh dengan melakukan pendugaan terhadap fungsi produksi dan fungsi variance error produksi. Adapun fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb- Douglas dalam bentuk logaritma natural (Ln). Produktivitas caisin dipengaruhi oleh beberapa faktor produksi, yaitu benih, pupuk kandang, kapur, pupuk urea, pestisida padat, pestisida cair, pupuk daun, dan tenaga kerja. Sedangkan variance error produktivitas caisin dipengaruhi oleh error kuadrat dan variance error produktivitas musim sebelumnya, benih, pupuk kandang, kapur, pupuk urea, pestisida padat, pestisida cair, pupuk daun, dan tenaga kerja. Penelitian ini menggunakan data cross section, yaitu petani responden dan data time series, yaitu periode waktu dua musim tanam atau dengan kata lain kedua data ini disebut sebagai data panel. Model GARCH digunakan karena adanya variasi baik diantara musim tanam maupun diantara petani responden. Adapun persamaan fungsi produksi dan fungsi variance error produksi adalah sebagai berikut : LnY it = β 0 + β 1 LnX 1it + β 2 LnX 2it + β 3 LnX 3it + β 4 LnX 4it + β 5 LnX 5it + β 6 LnX 6it + β 7LnX 7it + β 8 LnX 8it + ε Lnσ 2 y it = θ 0 + θ 1 ε 2 it- 1 + θ 2 Ln σ 2 y it θ 3 LnX 1it-1 + θ 4 LnX 2it-1 + θ 5 LnX 3it-1 + θ 6 LnX 4it-1 +θ 7 LnX 5it-1 + θ 8 LnX 6it-1 + θ 9 LnX 7it-1 + θ 10 LnX 8it-1 + ε 33

49 Tanda dan besaran parameter yang diharapkan berdasarkan teori Just dan Pope adalah sebagai berikut (Robison dan Barry 1987) : β 1, β 2, β 3, β 4, β 5, β 6, β 7, β 8, θ 1, θ 2, θ 3, θ 4, θ 5, θ 6, θ 9, θ 10 > 0 ; θ 7, θ 8 < 0 dimana : Y = Produktivitas caisin (kg/ha) X 1 = Jumlah benih per periode tanam (kg/ha) X 2 = Jumlah pupuk kandang per periode tanam (kg/ha) X 3 = Jumlah kapur per periode tanam (kg/ha) X 4 = Jumlah pupuk urea per periode tanam (kg/ha) X 5 = Jumlah pestisida cair per periode tanam (liter/ha) X 6 = Jumlah pestisida padat per periode tanam (kg/ha) X 7 = Jumlah pupuk daun per periode tanam (kg/ha) X 8 = Jumlah tenaga kerja per periode tanam (HOK/ha) σ 2 y = Variance error produktivitas caisin ε = Error t = Musim (1=musim kemarau, 2=musim hujan) i = Petani Responden (i = 1, 2, 3,..., 35) β 0, θ 0 = Intercept β 1,β 2,,β 8 = Koefisien parameter dugaan X 1, X 2,...,X 8 θ 3,θ 4,,θ 10 = Koefisien parameter dugaan X 1, X 2,...,X Pengujian Hipotesa Pengujian hipotesa yang dilakukan adalah untuk melihat sifat kebaikan dan tingkat kesesuaian model dalam memprediksi variabel dependent maka dilakukan evaluasi model dugaan. Evaluasi model dugaan yang dilakukan, yaitu koefisien determinasi (R 2 ) dan uji signifikansi model dugaan. a. Koefisien determinasi (R 2 ) Untuk memperkuat pengujian, baik fungsi produksi rata-rata maupun fungsi produksi variance maka dihitung besarnya koefisien determinasi (R 2 ). Koefisien determinasi (R 2 ) digunakan untuk mengukur goodness of fit model dugaan dan untuk mengetahui berapa jauh keragaman produksi dapat diterangkan oleh variabel penjelas yang telah dipilih. Nilai R 2 maksimal bernilai 1 minimal bernilai 0. nilai R 2 mengukur besarnya keragaman total data yang dapat dijelaskan oleh model, sisanya (1- R 2 ) dijelaskan oleh komponen error atau faktor-faktor lain di luar model. semakin tinggi nilai R 2 berarti model dugaan yang diperoleh semakin akurat untuk meramalkan variabel dependent. Menurut Gujarati (1993) rumus dari koefisien determinasi adalah sebagai berikut : 34

50 Σ(Ŷ - Ῡ )2 R2 = Σ(Y - Ῡ )2 dimana : Σ(Ŷ - Ῡ )2 Σ(Y - Ῡ )2 b. = Jumlah kuadrat regresi (SSregression) = Jumlah kuadrat total (SStotal) Uji signifikansi model dugaan Pemeriksaan akurasi model dugaan, disamping menggunakan ukuran deskriptif melalui tersebut, juga dibutuhkan pemeriksaan melalui inferensia statistika, yakni melalui uji signifikansi model dugaan. Uji signifikansi model dugaan dilakukan untuk mengetahui apakah faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produktivitas caisin. 1) Pengujian untuk fungsi produksi rata-rata Hipotesis : H0 : βi = 0 ; i = 1,2,3,4,,8 H1 : salah satu dari β ada 0 2) Pengujian untuk fungsi produksi variance Hipotesis : H0 : θi = 0 ; i = 3,4,5,,10 H1 : salah satu dari θ ada 0 Untuk pengujian kedua fungsi produksi diatas maka uji statistik yang digunakan adalah uji F (Gujarati 1993) : F hitung R 2 (k 1) (1 R 2 ) (n k ) dimana : R2 = Koefisien determinasi k = Jumlah variabel (termasuk intercept) n = Jumlah responden Kriteria uji : F-hitung > F-tabel (k, n-k-1) pada taraf nyata α : tolak H0 F-hitung < F-tabel (k, n-k-1) pada taraf nyata α : terima H0 35

51 Apabila tidak menggunakan tabel, maka dapat dilihat dari nilai P, dengan kriteria sebagai berikut : P <, maka tolak H 0 P >, maka terima H Analisis Pendapatan Usahatani Caisin 1) Penerimaan Usahatani Caisin Analisis penerimaan dapat dihitung dari perkalian antara jumlah total hasil produksi dan harga jual per satuan caisin. Analisis penerimaan usahatani merupakan penerimaan petani sebelum dikurangi biaya-biaya usahatani. Analisis penerimaan terdiri dari analisis penerimaan tunai, penerimaan tidak tunai (yang diperhitungkan), dan penerimaan total. Penerimaan tunai usahatani diperoleh dari nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, sedangkan penerimaan tidak tunai adalah produk hasil usahatani yang tidak dijual secara tunai, melainkan digunakan untuk konsumsi sendiri. Penerimaan total adalah penjumlahan antara penerimaan tunai dengan penerimaan tidak tunai. 2) Biaya Usahatani Caisin Biaya total dalam usahatani caisin terdiri dari biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang, seperti biaya sarana-sarana produksi yang digunakan untuk usahatani caisin, sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah untuk menghitung berapa besarnya pendapatan kerja petani dan modal. Komponen biaya tunai seperti, benih, pupuk kandang, kapur, pupuk urea, pestisida cair, pestisida padat, pupuk daun, dan tenaga kerja luar keluarga, sedangkan komponen biaya diperhitungkan seperti, sewa lahan milik sendiri (ha), sewa lahan bagi hasil dan penggarap, dan penyusutan peralatan. Komponen-komponen perhitungan biaya secara rinci dapat dilihat pada Tabel 6. 3) Pendapatan Usahatani Caisin Analisis pendapatan merupakan hasil pengurangan antara total penerimaan dan total biaya usahatani yang dikeluarkan. Total penerimaan diperoleh dari perkalian antara hasil produksi (output) dengan harga jual per satuan, sedangkan total biaya usahatani merupakan penjumlahan antara biaya tunai dengan biaya diperhitungkan. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan 36

52 pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai adalah selisih antara penerimaan tunai dengan biaya tunai. Sementara itu, pendapatan atas biaya total adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total. Analisis pendapatan usahatani caisin perlu dilakukan oleh petani responden untuk mengetahui seberapa besar pendapatan yang diperoleh dari usahatani caisin dan mengetahui keuntungan dari kegiatan usahatani yang diusahakan. Secara rinci, komponen pendapatan usahatani caisin dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Komponen Pendapatan Usahatani Caisin No Keterangan Componen A Penerimaan tunai Harga x Hasil panen yang dijual (Kg) B Penerimaan yang diperhitungkan Harga x Hasil panen yang dikonsumsi (Kg) C Total Penerimaan A + B D Biaya tunai a. Biaya sarana produksi : benih, pupuk kandang, kapur, pupuk urea, pestisida cair, pestisida padat, pupuk daun. b. Biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) c. Pajak E Biaya yang diperhitungkan a. Biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) b. Penyusutan peralatan c. Lahan milik sendiri (sewa) F Total Biaya D + E G Pendapatan atas biaya tunai A D H Pendapatan atas biaya total C F Dalam analisis pendapatan usahatani perlu diperhitungkan biaya penyusutan dari peralatan pertanian yang digunakan dalam kegiatan usahatani tersebut. Biaya penyusutan peralatan pertanian diperhitungkan dengan menggunakan metode garis lurus, yaitu membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa kemudian dibagi dengan umur ekonomis barang tersebut. Terdapat asumsi nilai sisa bernilai nol (tidak ada) karena barang habis dipakai hingga umur ekonomisnya berakhir. Biaya penyusutan dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi et.al. 1986) : 37

53 Biaya Penyusutan = Nb Ns n dimana : Nb Ns n = Nilai pembelian (Rp) = Nilai sisa (Rp) = Umur ekonomis (tahun) Hipotesis 1. Hipotesis fungsi produksi rata-rata Hipotesis yang digunakan sebagai dasar pertimbangan adalah bahwa semua faktor produksi berpengaruh positif terhadap rata-rata hasil produksi caisin. Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah : a. Benih (X 1 ) β 1 > 0 artinya semakin banyak benih yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas caisin semakin meningkat. b. Pupuk kandang (X 2 ) β 2 > 0 artinya semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas caisin semakin meningkat.. c. Kapur (X 3 ) β 3 > 0 artinya semakin banyak kapur yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas caisin semakin meningkat. d. Pupuk urea (X 4 ) β 4 > 0 artinya semakin banyak pupuk urea yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas caisin semakin meningkat. e. Pestisida cair (X 5 ) β 5 > 0 artinya semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas caisin semakin meningkat. f. Pestisida padat (X 6 ) β 6 > 0 artinya semakin banyak pestisida padat yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas caisin semakin meningkat. g. Pupuk daun (X 7 ) β 7 > 0 artinya semakin banyak pupuk daun yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas caisin semakin meningkat. 38

54 h. Tenaga kerja (X 8 ) β 8 > 0 artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas caisin semakin meningkat. 2. Hipotesis fungsi produksi variance Hipotesis yang digunakan sebagai dasar pertimbangan adalah bahwa tidak semua faktor produksi berpengaruh positif terhadap variasi hasil produksi caisin. Sesuai tanda dan besaran parameter yang diharapkan didasarkan pada teori Just dan Pope (Robison dan Barry 1987). Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah : a. Benih (X 1 ) θ 3 > 0 artinya semakin banyak benih yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin meningkat, sehingga benih sebagai faktor yang menimbulkan risiko (risk inducing factors). b. Pupuk kandang (X 2 ) θ 4 > 0 artinya semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin meningkat, sehingga pupuk kandang sebagai faktor yang menimbulkan risiko (risk inducing factors). c. Kapur (X 3 ) θ 5 > 0 artinya semakin banyak kapur yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin meningkat, sehingga kapur sebagai faktor yang menimbulkan risiko (risk inducing factors). d. Pupuk urea (X 4 ) θ 6 > 0 artinya semakin banyak pupuk urea yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin meningkat, sehingga pupuk urea sebagai faktor yang menimbulkan risiko (risk inducing factors). e. Pestisida cair (X 5 ) θ 7 < 0 artinya semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin menurun, sehingga pestisida cair sebagai faktor pengurang risiko (risk reducing factors). 39

55 f. Pestisida padat (X 6 ) θ 8 < 0 artinya semakin banyak pestisida padat yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin menurun, sehingga pestisida padat sebagai faktor pengurang risiko (risk reducing factors). g. Pupuk daun (X 7 ) θ 9 > 0 artinya semakin banyak pupuk daun yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin meningkat, sehingga pupuk daun sebagai faktor yang menimbulkan risiko (risk inducing factors). h. Tenaga kerja (X 8 ) θ 10 > 0 artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin meningkat, sehingga tenaga kerja sebagai faktor yang menimbulkan risiko (risk inducing factors). 4.6 Definisi Operasional 1. Produktivitas (Y) adalah jumlah total panen caisin segar yang diukur dalam satuan kilogram per periode tanam per hektar. 2. Benih (X 1 ) adalah jumlah benih caisin yang digunakan untuk memproduksi caisin yang diukur dalam satuan kilogram per periode tanam. 3. Pupuk kandang (X 2 ) adalah jumlah pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang digunakan dalam persiapan lahan yang berguna untuk untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi pada tanah. Pupuk kandang digunakan dalam satuan kilogram per periode tanam. 4. Kapur (X 3 ) adalah jumlah kapur yang digunakan dalam persiapan lahan yang berguna untuk menaikkan ph tanah agar lebih subur dan gembur. Kapur digunakan dalam satuan kilogram per periode tanam. 5. Pupuk urea (X 4 ) adalah jumlah pupuk kimia yang digunakan dalam persiapan lahan dan pemeliharaan yang dibutuhkan pada pertumbuhan awal tanaman untuk mengembalikan unsur hara Nitrogen. Pupuk kimia ini digunakan dalam satuan kilogram per periode tanam. 6. Pestisida cair (X 5 ) adalah jumlah obat yang berjenis insektisida yang berbentuk cair untuk memberantas hama dan penyakit tanaman caisin yang digunakan dalam satuan liter per periode tanam 40

56 7. Pestisida padat (X 6 ) adalah jumlah obat yang berjenis fungisida dan insektisida yang berbentuk padat (bubuk) untuk mencegah hama dan penyakit tanaman caisin yang digunakan dalam satuan kilogram per periode tanam. 8. Pupuk daun (X 7 ) adalah jumlah pupuk yang berbentuk padat (bubuk) yang digunakan untuk menambah dan menyegarkan warna hijau daun caisin serta berfungsi sebagai vitamin yang baik bagi pertumbuahn caisin yang di ukur dalam satuan kilogram per periode tanam. 9. Tenaga kerja (X 8 ) adalah jumlah orang yang digunakan dalam proses budidaya caisin, mulai dari persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, hingga pemanenan, yang diukur dalam satuan hari orang kerja (HOK) per periode tanam. 10. Biaya total adalah jumlah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, yang meliputi biaya tunai dan biaya yang duperhitungkan dan diukur dalam satuan rupiah (Rp). 11. Biaya tunai adalah besaran nilai uang tunai yang dikeluarkan petani dan diukur dalam satuan rupiah (Rp). 12. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya faktor produksi milik sendiri yang digunakan dalam usahatani. Biaya ini tidak dibayarkan secara tunai hanya tetap diperhitungkan dalam analisis pendapatan usahatani untuk melihat pendapatan petani bila faktor produksi milik sendiri tersebut dibayar dan biaya ini dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). 13. Biaya penyusutan adalah biaya yang dikeluarkan karena adanya penyusutan alat-alat pertanian yang dihitung dengan metode garis lurus dan diperoleh dari nilai pembelian dibagi umur ekonomis peralatan dan dihitung dalam satuan rupiah (Rp). 14. Harga produk adalah harga jual rata-rata caisin yang diterima petani dan diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg). 15. Harga input adalah harga rata-rata dari setiap faktor produksi yang digunakan petani. Input-input tersebut antara lain, benih, pupuk kandang, kapur, pupuk urea, pupuk daun, pestisida padat (Rp/kg) dan pestisida cair (Rp/liter). 16. Penerimaan tunai adalah nilai produksi caisin yang dijual petani responden dikalikan dengan harga jual caisin dan dihitung dalam satuan rupiah (Rp). 41

57 17. Penerimaan yang diperhitungkan adalah nilai produksi caisin yang digunakan petani responden tetapi tidak dijual dikalikan dengan harga jual caisin dan dihitung dalam satuan rupiah (Rp). 18. Pendapatan atas biaya tunai adalah selisih antara penerimaan tunai dan biaya tunai usahatani caisin dalam satuan rupiah (Rp). 19. Pendapatan atas biaya total adalah selisih antara penerimaan total dan biaya total usahatani caisin dalam satuan rupiah (Rp). 42

58 V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Citapen Letak Geografis dan Pembagian Administratif Desa Citapen merupakan satu diantara 13 desa yang ada di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini terletak kurang lebih 2 Km dari pusat Kecamatan Ciawi, 30 Km dari Ibukota Kabupaten/Kota Bogor, dan 120 Km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat. Desa Citapen memiliki batas wilayah sebagai berikut (Desa Citapen 2010) : Sebelah Utara : Desa Banjarsari Sebelah Selatan : Desa Cileungsi Sebelah Barat : Desa Cideurum Sebelah Timur : Desa Cibedug Secara topografi Desa Citapen termasuk daerah yang berbukit-bukit dengan ketinggian 600 meter diatas permukaan laut dan tingkat kemiringan tanah 30 derajat. Suhu rata-rata harian di daerah ini 30 o C dengan curah hujan sebesar 291,66 mm, dan jumlah bulan hujan selama enam bulan. Luas wilayah Desa Citapen, yaitu 268,66 hektar, yang terdiri atas pemukiman, persawahan, kuburan, pekarangan, perkantoran, dan prasarana umum lainnya. Secara rinci luas wilayah Desa Citapen yang dilihat menurut penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Luas Wilayah Menurut Penggunaannya di Desa Citapen Tahun 2010 No Jenis Penggunaan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Pemukiman 110,37 41,08 2 Persawahan/Pertanian 140,00 52,11 3 Kuburan 4,50 1,67 4 Pekarangan 10,15 3,78 5 Perkantoran 0,04 0,02 6 Prasarana umum lainnya 3,60 1,34 Jumlah Total 268,66 100,00 Sumber : Desa Citapen (2010) 43

59 Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar luas wilayah Desa Citapen digunakan untuk lahan persawahan atau pertanian, yaitu sebesar 140 hektar atau mencapai 52,11 persen dari total luas wilayah Desa Citapen. Besarnya luas penggunaan ini menunjukkan bahwa daerah ini sangat potensial untuk lahan pertanian, baik itu tanaman pangan maupun hortikultura Kependudukan dan Keadaan Sosial Ekonomi Desa Citapen terdiri dari dua dusun, 26 RT, dan 7 RW dimana terdapat kepala keluarga (KK) dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 338 jiwa/km 2. Penduduk Desa Citapen berjumlah jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak jiwa dan perempuan sebanyak jiwa. Mayoritas penduduk Desa Citapen menganut agama Islam dan merupakan penduduk asli daerah dengan suku sunda. Keadaan umum tingkat pendidikan di Desa Citapen hingga tahun 2010 adalah sebanyak penduduk Desa Citapen telah tamat dari bangku pendidikan (Tabel 8). Kualitas pendidikan di Desa Citapen terus berkembang untuk memperoleh kualitas sumberdaya manusia yang baik. Tabel 8. Tingkat Pendidikan Warga Desa Citapen Tahun 2010 No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 SD/sederajat ,51 2 SLTP/sederajat ,55 3 SLTA/sederajat ,60 4 D-1/D-2/D ,09 5 S-1/S-2/S ,25 Jumlah Total ,00 Sumber : Desa Citapen (2010) Hingga tahun 2010 jumlah penduduk usia tahun yang sedang bekerja sebanyak orang sedangkan jumlah penduduk pada usia tersebut yang belum bekerja sejumlah orang. Untuk kualitas tenaga kerja tersebut bahwa sebagian besar penduduk yang sudah bekerja merupakan tamatan SD, yaitu sebanyak orang. Sisanya merupakan tamatan SMP, SMA, Perguruan Tinggi, dan yang tidak tamat SD (Desa Citapen 2010) 44

60 Mata pencaharian pokok yang dilakukan oleh penduduk Desa Citapen antara lain petani, buruh tani, buruh, pegawai negeri sipil (PNS), pegawai swasta, pedagang, peternak, tukang kayu, tukang batu, dokter, guru, TNI/POLRI, dan mata pencaharian lainnya. Pada Tabel 9 berikut ditunjukkan mata pencaharian pokok yang terdapat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi pada tahun Tabel 9. Mata Pencaharian Pokok Warga Desa Citapen Tahun 2010 No Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 Petani ,81 2 Buruh tani (Petani Penggarap) ,42 3 Buruh Swasta 250 6,98 4 Pegawai Swasta 25 0,70 5 Pegawai Negeri Sipil 76 2,12 6 Pengrajin/Penjahit/Jasa 7 0,20 7 Pedagang Kecil 76 2,12 8 Peternak 8 0,22 9 TNI/POLRI 2 0,05 10 Tukang Kayu 50 1,40 11 Tukang Batu 25 0,70 12 Guru Swasta 7 0,20 13 Buruh Industri Kerajinan 320 8,93 14 Pensiunan PNS 20 0,55 15 Dokter/Bidan/Dukun Bersalin 7 0,20 16 Supir 50 1,40 Jumlah Total ,00 Sumber : Desa Citapen (2010) Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Desa Citapen memiliki mata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Kedua profesi tersebut banyak dilakoni masyarakat mengingat sebagian besar luas wilayah merupakan lahan pertanian, dimana sektor pertanian khususnya komoditas hortikultura dan tanaman pangan menjadi salah satu penopang kehidupan penduduk Desa Citapen. Terkait dengan mata pencaharian atau pekerjaan maka jumlah pendapatan per kepala keluarga adalah sebesar Rp ,- sedangkan jumlah pendapatan 45

61 dari anggota keluarga yang bekerja adalah sebesar Rp ,-. Jadi, total pendapatan per keluarga adalah sebesar Rp ,-, dimana rata-rata pendapatan per anggota keluarga adalah sebesar Rp , Sarana dan Prasarana Perubahan cukup pesat telah dialami oleh Desa Citapen seiring dengan semakin majunya pembangunan dan introduksi berbagai teknologi serta informasi. Perubahan fisik yang terjadi di Desa Citapen adalah suatu hal yang wajar sebagaimana yang terjadi di desa desa lainnya terutama di Pulau Jawa. Sarana yang ada di Desa Citapen, diantaranya berupa sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana keagamaan, sarana pemerintahan, sarana dan prasarana transportasi serta air bersih. Untuk sarana pendidikan baik formal maupun informal, yaitu sekolah Play Group/TK/PAUD sebanyak empat sekolah dan SD sebanyak dua sekolah. Sarana kesehatan terdiri dari 10 unit posyandu, satu klinik, dan tersedia dua dokter umum. Kemudian untuk sarana dan prasarana transportasi terdapat satu terminal angkutan pedesaan dan beberapa pangkalan ojek. Untuk mendukung kesehatan dan kehidupan warga desa akan kebutuhan air bersih sudah terdapat 200 unit sumur galian, 300 unit PAM, 42 unit sumur pompa, dan 4 buah mata air. Selain itu, Desa Citapen juga menyediakan prasarana keagamaan seperti masjid/mushola umum dan prasarana pemerintahan seperti gedung kantor desa dan inventarisinventaris kantor (Desa Citapen 2010). Semakin terbukanya akses, baik berupa transportasi dan komunikasi juga telah membawa dampak yang baik bagi kehidupan sosial pedesaan. Untuk menuju Desa Citapen kini dapat dengan mudah dicapai dengan jalanan yang telah diaspal dan banyaknya angkutan umum yang telah beroperasi. Selain itu, untuk komunikasi dan informasi sudah terdapat prasarana wartel, warnet, dan surat kabar seperti koran dan majalah. Sanitasi lingkungan Desa Citapen juga terjaga dengan dibangunnya saluran drainase/saluran pembuangan air limbah dan tersedianya lima unit MCK umum. 46

62 5.1.4 Keadaan Umum Pertanian Desa Citapen Desa Citapen merupakan desa yang tergolong subur dimana sebesar 140 hektar atau mencapai 52,11 persen dari total luas wilayah Desa Citapen merupakan lahan persawahan atau pertanian yang digunakan untuk bertani tanaman pangan khususnya padi dan bertani tanaman hortikultura khususnya sayur-sayuran. Kemajuan Desa Citapen pada sektor pertanian dapat dilihat dari status kegiatan pertanian di Desa Citapen yang tidak lagi bersifat pertanian subsisten tetapi sistem pertanian saat ini telah bersifat komersial atau dengan kata lain telah menerapkan prinsip agribisnis. Besarnya potensi usaha pertanian di desa ini juga didukung oleh kondisi alam yang sesuai untuk lahan pertanian khususnya untuk tempat tumbuh berbagai jenis sayuran. Komoditas sayuran sebagai komoditas utama yang bersifat komersial karena telah mendatangkan keuntungan dan pendapatan bagi perekonomian masyarakat desa. Desa Citapen telah mampu mengusahakan tanaman pangan, yaitu padi, jagung, kacang merah, kacang tanah, talas, ubi kayu, dan ubi jalar. Sedangkan komoditas sayuran yang sudah dihasilkan adalah cabe, tomat, sawi (caisin), mentimun, buncis, terong, dan wortel. Luas penggunaan lahan untuk komoditaskomoditas tanaman pangan dan sayuran dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Luas Penggunaan Lahan dan Produksi Komoditas Tanaman Pangan dan Sayuran di Desa Citapen Tahun 2010 No Jenis Komoditas Produksi (Ton) Luas Lahan (Ha) Produktivitas (Ton/Ha) 1 Padi Sawah ,5 2 Jagung ,0 3 Ubi Kayu ,0 4 Uni Jalar ,0 5 Kacang Tanah ,0 6 Kacang Merah ,0 7 Cabe 5 5 1,0 8 Tomat ,0 9 Sawi ,0 10 Mentimun ,4 Sumber : Desa Citapen (2010) 47

63 Mengenai kepemilikan lahan untuk tanaman pangan dan sayur-sayuran, yaitu masyarakat yang memiliki lahan pertanian kurang dari satu hektar adalah sebanyak keluarga petani dan sebanyak 183 keluarga petani memiliki satu hingga lima hektar lahan pertanian. Mengenai sarana yang mendukung usaha pertanian seperti tersedianya prasarana irigasi dengan panjang saluran primer meter dengan jumlah pintu pembagi air sebanyak dua unit. Kegiatan pertanian di Desa Citapen sudah terintegrasi cukup baik, dimana kegiatan usahatani tersebut menerapkan pola tanam yang baik atau rotasi tanaman antara komoditas tanaman pangan dengan komoditas sayuran sehingga keduanya dapat ditanam setiap tahun secara bergantian dan disesuaikan dengan keadaan cuaca yang ada. Selain itu, umumnya para petani di Desa Citapen menerapkan teknik polikultur dengan memanfaatkan lahan secara maksimal dengan mengusahakan beberapa jenis komoditas di lahan dan waktu yang bersamaan. Permasalahan di sektor pertanian pada umumnya adalah adanya hama dan penyakit yang seringkali menyerang dan menyebabkan kerusakan pada tanaman khususnya pada komoditas sayuran, sehingga menimbulkan kerugian bagi para petani. Selain itu, kurangnya permodalan usaha juga merupakan salah satu permasalahan yang seringkali dihadapi petani. Namun, saat ini permasalahan tersebut sudah dapat ditanggulangi dengan adanya kelembagaan, seperti Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Rukun Tani. Gapoktan Rukun Tani sudah terbentuk sejak tahun Pada tanggal 29 Juni 2007, Gapoktan Rukun Tani dikukuhkan menjadi sebuah wadah bagi petani kemudian disahkan sebagai lembaga yang berbadan hukum pada 26 November Gapoktan Rukun Tani merupakan wadah bagi para petani yang menjadi anggotanya dalam membina, membantu, dan mengembangkan usaha para petani. Bantuan dari Gapoktan berupa modal usaha bagi petani dalam bentuk saprodi yang nantinya akan dibayarkan petani saat panen, dimana hasil panen dikirim ke Gapoktan untuk dipasarkan ke pasar tradisional. Bantuan dari Gapoktan merupakan bantuan dari pemerintah berupa bantuan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), yang disalurkan melalui Gapoktan untuk membantu para petani. Jadi, selain kemudahan permodalan, petani juga mendapat kemudahan pemasaran. Petani telah mempunyai tempat pemasaran yang pasti. 48

64 Selain bantuan modal, petani juga mendapat pembinaan dari Gapoktan berupa penyediaan dan pertukaran informasi antara pihak pemerintah, Gapoktan, dan petani mengenai bidang usaha pertanian. Petani diajarkan tentang budidaya tanaman pangan dan sayuran dengan mengikuti Standar Operasional Prosedur budidaya yang baik dan benar. Dalam bidang pertanian selain komoditas tanaman pangan dan hortikultura, Gapoktan Rukun Tani juga mengelola komoditas peternakan. 5.2 Gambaran Umum Kelompok Tani Pondok Menteng Kelompok Tani (Poktan) Pondok Menteng adalah kelompok tani yang bergerak dibidang usaha pertanian yang mengusahakan komoditas padi, palawija, dan hortikultura, khususnya sayur-sayuran. Awal mula terbentuknya Poktan ini adalah adanya gagasan dan pemikiran dari H. Misbah yang hingga kini menjadi Ketua Poktan Pondok Menteng untuk membentuk suatu kelompok yang memiliki tujuan yang sama dalam bidang petanian sayuran dan tanaman pangan, yaitu agar dapat berbagi informasi dan mengembangkan usaha bersama. Poktan ini sudah terbentuk sejak tahun 2001 di wilayah Desa Citapen, namun baru dikukuhkan pada tahun 2007 atas kesepakatan anggota dan pengurus bersama. Selain itu, pengukuhan ini juga telah diketahui oleh Kepala UPTD Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan Wilayah Ciawi, Kepala Kecamatan Ciawi, dan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Pada tahun 2008 Kelompok ini resmi terdaftar menjadi salah satu Kelompok Tani di Gapoktan Rukun Tani dan telah diakui oleh pemerintah, yaitu oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Sekretariat Poktan Pondok Menteng beralamat di Kampung Pondok Menteng RT 03/02, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Anggota Poktan Pondok Menteng saat ini bukan hanya para petani sayuran dan tanaman pangan tetapi juga para peternak, dan pengusaha olahan makanan. Hingga tahun 2011 ini jumlah anggota Poktan Pondok Menteng adalah sebanyak 104 anggota, dimana ± 50 persen dari total tersebut merupakan petani sayuran dan tanaman pangan. Anggota Poktan ini bukan hanya para warga Desa Citapen tetapi warga desa lain yang memilih untuk bergabung di Poktan ini, seperti Desa Cileungsi dan Desa Cibedug. 49

65 Berdasarkan kelas kemampuannya Poktan Pondok Menteng termasuk ke dalam kelompok tani tingkat lanjut dan sudah terdaftar di Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Poktan Pondok Menteng sudah beberapa kali menerima bantuan dari pemerintah yang disalurkan melalui Gapoktan Rukun Tani, seperti bantuan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), dimana bantuan untuk para petani sayuran dan tanaman pangan berupa penyediaan saprodi dengan harga lebih murah daripada di pasaran dan dapat dibayarakan setelah hasil panen terjual. Selain itu, untuk upaya peningkatan pendapatan petani, Poktan Pondok Menteng juga pernah ikut serta dalam kegiatan pengembangan usaha agribisnis hortikultura, tanaman pangan, dan peternakan terpadu melalui pemanfaatan dana Counterpart Fund Second Kennedy Round (CF-SKR) pada tahun Selain menerima bantuan-bantuan tersebut, Poktan Pondok Menteng juga sering menerima kunjungan dari luar kota maupun luar negeri, baik dalam rangka studi banding ataupun hanya sekedar belajar dan penelitian. Poktan Pondok Menteng sebagai salah satu kelompok tani di Gapoktan Rukun Tani sudah dapat menunjukkan eksistensinya dengan terus berjalannya kelompok tani ini hingga saat ini. Sehingga Poktan Pondok Menteng bukan hanya sekedar nama tetapi merupakan wadah bagi pengembangan usaha para petani pedesaan. 5.3 Karakteristik Petani Responden Responden dalam penelitian ini adalah petani yang mengusahakan caisin dan tergabung dalam Kelompok Tani Pondok Menteng. Beberapa karakteristik responden yang dianggap penting meliputi umur, tingkat pendidikan, status usaha, luas lahan garapan, pengalaman bertani dan status kepemilikan lahan. Karakteristik tersebut dianggap penting karena mempengaruhi pelaksanaan usahatani caisin terutama dalam melakukan teknik budidaya caisin yang nantinya akan berpengaruh pada produksi yang dihasilkan oleh petani tersebut Umur Umur petani responden di daerah penelitian ini berkisar antara tahun. Persentase umur tertinggi, yaitu sebesar 51,43 persen berada pada kelompok umur tahun yang berjumlah 18 orang. Persentase umur 50

66 terendah sebesar 5,71 persen berada pada kelompok umur yang kurang dari 30 tahun dan pada kelompok umur yang lebih dari 61 tahun yang berjumlah masingmasing dua orang. Rincian sebaran umur responden dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) 1 < , , , ,15 5 > ,71 Total ,00 Apabila ditinjau berdasarkan umur responden dapat dilihat pada Tabel 11 tersebut bahwa sebagian besar petani responden berada pada usia produktif, yaitu umur tahun. Umumnya, orang-orang yang masih berusia produktif memiliki semangat yang tinggi untuk mengembangkan usahanya karena pada usia tersebut terdapat dorongan kebutuhan yang tinggi. Selain itu, petani responden pada usia produktif tersebut lebih memilih untuk bertani dengan tujuan untuk mengembangkan sektor pertanian di Desa Citapen dan menjadikan profesi bertani sebagai pekerjaan utama untuk mencari penghasilan. Untuk responden yang berusia di atas 41 tahun hingga petani yang telah berusia lanjut (lebih dari 50 tahun) masih tetap berusahatani. Petani responden tersebut menganggap bertani merupakan mata pencaharian pokok yang telah turun temurun. Termasuk responden yang berumur dibawah 30 tahun tahun memilih untuk bertani caisin karena pekerjaan tersebut merupakan profesi turun temurun dari orangtuanya yang telah mampu mendatangkan penghasilan bagi keluarganya Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan petani yang dijadikan responden akan berpengaruh pada tingkat penyerapan teknologi dan ilmu pengetahuan. Seluruh responden yang diwawancarai pernah mengikuti pendidikan formal. Namun tingkat pendidikan 51

67 yang diikuti oleh petani tersebut masih rendah. Ditinjau dari tingkat pendidikan yang pernah diikuti oleh responden maka dapat digolongkan atas beberapa kategori. Berdasarkan tingkat pendidikan yang diperoleh maka proporsi terbesar adalah petani caisin yang tamat dari Sekolah Dasar (SD), yaitu sebesar 71,43 persen. Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 No Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) 1 Tamat SD/sederajat 25 71,43 2 Tamat SLTP/sederajat 4 11,43 3 Tamat SLTA/sederajat 5 14,28 4 Perguruan Tinggi (D2) 1 2,86 Total ,00 Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa mayoritas petani responden merupakan tamatan dari SD, hal ini dikarenakan keluarga petani tidak memiliki banyak biaya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, umumnya pada saat masih bersekolah dasar dan berusia diatas delapan tahun, mereka sudah membantu orangtuanya bertani. Hal ini yang mendorong para petani tamatan SD untuk tidak melanjutkan pendidikan dan memilih bekerja membantu orangtua untuk bertani. Jadi, kemampuan petani responden yang tamatan SD untuk bertani sebagian besar merupakan pengalaman yang telah dilakukan langsung dilapangan. Berbeda dengan petani responden yang berasal dari tamatan SLTA dan perguruan tinggi, dimana ilmu usahatani dan manajemen usahatani tidak hanya berdasarkan pengalaman tetapi juga ilmu pengetahuan yang diperoleh dibangku pendidikan tersebut Status Usaha Responden dalam penelitian ini adalah petani yang menjadikan bertani sebagai pekerjaan atau mata pencaharian utama,yaitu sebanyak 31 orang atau 88,57 persen dan sisanya sebanyak tiga orang atau 8,57 persen menjadikan 52

68 berdagang sebagai pekerjaan utama dan satu orang atau 2,86 persen menjadikan PNS (Pegawai Negeri Sipil) sebagai pekerjaan utamanya. Adapun mata pencaharian sampingan yang dimiliki oleh sebagian besar petani responden yang berprofesi utama sebagai petani adalah berdagang, beternak, tukang ojek, wirausaha, dan buruh bangunan Petani responden yang berprofesi sebagai petani tersebut, baik berupa pekerjaan utama ataupun sampingan dapat dikategorikan lagi ke dalam empat kategori, yaitu petani pemilik, petani penyewa, petani pengelola, dan petani penyakap. Pertama, petani pemilik adalah petani yang menggarap lahan miliknya sendiri, sehingga hasil panen dan biaya usahatani sepenuhnya menjadi tanggungannya. Kedua, petani penyewa merupakan petani yang menggarap lahan milik orang lain dengan melakukan sewa lahan milik orang tersebut, dimana harga sewa tergantung kesepakatan dari kedua belah pihak. Ketiga, petani pengelola merupakan petani yang menggarap lahan milik orang lain, yaitu lahan milik Pak. Suharto mantan presiden Indonesia yang mana lahan tersebut adalah lahan di daerah pegunungan yang tidak dimanfaatkan oleh pemilik. Petani pengelola dapat menggunakan lahan tersebut secara cuma-cuma tanpa dipungut bayaran sehingga hanya mengeluarkan biaya usahatani, namun telah mendapat izin yang sah dari keluarga pemilik dengan tujuan untuk mensejahterahkan warga Desa Citapen. Keempat, petani penyakap merupakan petani yang menggarap lahan milik orang lain dengan cara melakukan bagi hasil dari hasil panennya nanti. Besarnya persentasi bagi hasil atau total penerimaan tersebut adalah sebesar 40 persen untuk penggarap (petani) dan 60 pesen untuk pemilik lahan Pengamalan Bertani Pengalaman bertani dapat menentukan keberhasilan usahatani caisin dan juga dapat mempengaruhi tingkat produktivitas usahatani caisin. Petani yang telah lama bertani umumnya lebih memiliki banyak pengalaman dalam usahatani caisin sehingga lebih mampu dalam memperoleh produktivitas yang tinggi dibandingkan petani yang baru bertani dan kurang pengalaman. Pengalaman petani responden pada usahatani caisin di Poktan Pondok Menteng berkisar antara 1-41 tahun terakhir. Pada umumya petani responden melakukan usahatani caisin secara turun temurun, sehingga mempunyai 53

69 pengalaman yang cukup lama. Persentase terbesar pada pengalaman bertani caisin antara 1-15 tahun, yaitu sebanyak 22 orang atau 62,86 persen dari total petani responden. Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman bertani caisin dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Bertani Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 No Pengalaman Bertani (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) , , ,29 Total , Luas Lahan Usahatani Caisin Petani responden di Kelompok Tani Pondok Menteng memiliki luas total lahan yang diusahakan untuk bertani cukup beragam, yaitu antara 0,06-5,00 hektar dengan rata-rata luas lahan sebesar 1,57 hektar. Adapun luas lahan yang pernah diusahakan untuk bertani caisin, yaitu antara 0,02-1,50 hektar dengan rata-rata luas lahan sebesar 0,53 hektar. Persentase tertinggi, yaitu sebesar 68,57 persen merupakan responden yang telah mengusahakan caisin di lahan seluas kurang dari 0,5 hektar sebanyak 24 orang. Sedangkan persentase terendah adalah petani responden yang telah mengusahakan caisin dilahan seluas lebih dari satu hektar sebanyak satu orang. Secara rinci karakteristik petani caisin yang dilihat berdasarkan luasan lahan garapan dapat dilihat pada Tabel 14. Luas lahan usahatani caisin juga dapat terkait dengan tanaman utama yang sering ditanam. Keadaan yang terjadi di lapangan bahwa sebanyak 20 orang atau sebesar 57,14 persen menjadikan caisin sebagai komoditas utama yang ditanam. Sedangkan 15 orang lainnya atau sebesar 42,86 persen menjadikan caisin sebagai komoditas sampingan, sedangkan komoditas utamanya adalah cabai, buncis, padi, kacang panjang ataupun komoditas lainnya. Petani yang menjadikan caisin sebagai komoditas utama disebabkan karena biaya usahatani caisin lebih rendah daripada komoditas lainnya. Selain itu, caisin dapat ditanam secara tumpangsari 54

70 dimana biaya keuntungan caisin sudah dapat menutupi biaya operasional komoditas lain yang ditanam secara bersamaan, khususnya biaya operasional cabai yang tinggi. Tabel 14. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Usahatani Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 No Luas Lahan Usahatani Caisin (Ha) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) 1 0, ,57 2 0,51-1, ,57 3 >1,00 1 2,86 Total Status Kepemilikan Lahan Status kepemilikan lahan petani responden dikategorikan menjadi tiga, yaitu lahan milik sendiri, lahan bukan milik sendiri, dan lahan campuran, yaitu dari seluruh total lahan yang diusahakan sebagian milik sendiri dan sebagian lagi bukan milik sendiri. Jumlah petani responden yang memiliki status lahan milik sendiri sebanyak 8 orang atau 22,86 persen dari total responden. Status lahan milik sendiri ini terdiri dari lahan pembelian sendiri ataupun warisan turun temurun milik keluarga/orangtua. Status lahan bukan milik sendiri, yaitu sebanyak 16 orang atau 45,71 persen dari total responden. Status lahan bukan milik sendiri ini terdiri dari lahan sewa, bagi hasil, dan pengelola. Kemudian jumlah petani responden yang memiliki status lahan campuran ada sebanyak 11 orang atau 31,43 persen dari total respoden. Status lahan campuran ini terdiri dari gabungan antara lahan milik sendiri dan bagi hasil, lahan milik sendiri dan sewa, lahan sewa dan pengelola, serta lahan sewa dan bagi hasil. Status kepemilikan lahan petani responden di Kelompok Tani Pondok Menteng dapat dilihat pada Tabel 15. Berdasarkan Tabel 15 tersebut bahwa petani responden yang menggarap lahan bukan milik sendiri lebih tinggi daripada yang menggarap lahan milik sendiri, khususnya penggarapan lahan sewaan paling banyak dilakukan petani responden, yaitu sebanyak sembilan orang atau sebesar 25,71 persen. 55

71 Penggarapan lahan bukan milik sendiri ini disebabkan karena sebagian besar petani responden tersebut tidak mempunyai banyak modal untuk membeli lahan ataupun tidak memiliki lahan pribadi keluarga. Adapun biaya sewa lahan dari berbagai kepemilikan tersebut sangat beragam. Harga sewa lahan per hektar per tahun mulai dari Rp ,- hingga Rp ,-. Perbedaan harga ini disesuaikan dengan lokasi lahan dan penentuan harga antara pemilik lahan dengan petani responden. Tabel 15. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 No Status Kepemilikan Lahan Jumah Responden (orang) Persentase (%) 1 Milik Sendiri 8 22,86 Sub Total 8 22,86 2 Bukan Milik Sendiri a. Sewa 9 25,71 b. Bagi Hasil 3 8,57 c. Pengelola 4 11,43 Sub Total 16 45,71 3 Campuran a. Milik Sendiri dan Bagi Hasil 2 5,71 b. Milik Sendiri dan Sewa 6 17,15 c. Sewa dan Pengelola 2 5,71 d. Sewa dan Bagi Hasil 1 2,86 Sub Total 11 31,43 Total Pola Tanam Usahatani Terkait dengan pola tanam selama satu tahun pada tahun 2010 menunjukkan bahwa petani responden mengusahakan lahannya dengan pola tanam yang berbeda-beda tetapi masih tetap menanam komoditas caisin sebagai salah satu komoditas unggulan. Komoditas caisin yang ditanam oleh petani responden dapat dilakukan dengan pola tanam monokultur ataupun polikultur (tumpangsari). Pola tanam monokultur, yaitu menanam satu jenis tanaman pada 56

72 lahan dan pada waktu yang sama. Petani responden yang menanam secara monokultur sebanyak 15 orang atau sebanyak 42,86 persen dari total petani responden. Sedangkan pola tanam polikultur, yaitu menanam lebih dari satu jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama. Pola tanam polikultur yang biasa diterapkan adalah sistem tumpangsari dengan komoditas lain, seperti cabai, buncis, kacang panjang, jagung, ataupun tanaman lainnya. Petani responden yang menanam secara polikultur sebanyak 20 orang atau sebanyak 57,14 persen dari total petani responden. Berdasarkan kategori pola tanam antara polikultur dan monokultur tersebut dapat diklasifikasikan lagi dalam dua kategori berdasarkan penggunaan lahan, yaitu penggunaan seluruh total lahan dan penggunaan sebagian dari total lahan. Klasifikasi petani responden berdasarkan pola tanam dan penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Klasifikasi Petani Responden Berdasarkan Pola Tanam dan Penggunaan Lahan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 Klasifikasi Pola Tanam Seluruh Total Lahan Jumlah (orang) Penggunaan lahan Persentase (%) Sebagian dari Total Lahan Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Jumlah Total Persentase (%) Monokultur 2 13, , Polikultur Dalam penelitian ini kondisi tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 33 orang dari total petani responden telah melakukan diversifikasi cabang usahatani, dalam arti setiap musim diusahakan lebih dari satu tanaman sayuran, baik itu secara polikultur (tumpangsari) pada seluruh total lahan yang dimiliki, polikultur (tumpangsari) pada sebagian dari total lahan yang dimiliki, maupun secara monokultur pada sebagian dari total lahan yang dimiliki, dimana sisa lahannya ditanam jenis sayuran lainnya. Salah satu tujuan petani responden melakukan penanaman dengan komoditas yang berbeda pada persil yang sama maupun pada persil yang berbeda adalah untuk mengatasi adanya kegagalan, seperti risiko 57

73 produksi. Selain itu, diversifikasi tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi ataupun menutupi biaya operasional yang tinggi pada satu jenis sayuran dengan keuntungan yang diperoleh jenis sayuran lainnya. Pola tanam yang diterapkan oleh petani responden di Desa Citapen terdiri dari beberapa jenis pola tanam. Berikut ini dua jenis pola tanam yang umumnya diterapkan oleh petani responden pada musim tanam tahun Pertama, pola tanam secara monokultur yang dilakukan pada lahan seluas satu hektar dari bulan Januari hingga bulan Desember (Gambar 6). Luas 1 Ha Timun Caisin Cabai Bulan Gambar 6. Pola Tanam Monokultur Komoditas Sayuran pada Lahan yang Diusahakan oleh Petani Responden di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2010 Gambar 6 menunjukan bahwa pada umumnya komoditas caisin ditanam pada bulan April hingga Mei. Pada bulan tersebut intensitas hujan masih tergolong tinggi. Komoditas caisin lebih baik pertumbuhannya pada saat tingkat hujan relatif lebih tinggi atau lebih sering daripada tingkat kekeringannya. Hal ini disebabkan tanaman caisin membutuhkan cukup banyak air bagi pertumbuhannya, meskipun air yang terus menggenang juga tidak akan baik bagi pertumbuhan caisin. Waktu penanaman komoditas caisin umumnya dilakukan setelah penanaman komoditas mentimun. Hal ini dikarenakan tanaman mentimun juga merupakan tanaman musim penghujan yang membutuhkan banyak air bagi pertumbuhannya. Penerapan pola tanam yang umum dilakukan oleh petani responden sudah mengikuti prinsip teknik budidaya tanaman, yaitu lahan yang sudah ditanami satu jenis tanaman maka untuk musim tanam berikutnya sebaiknya lahan bekas satu jenis tanaman tersebut tidak boleh ditanami kembali oleh tanaman yang sama 58

74 ataupun dengan tanaman yang masuk dalam famili yang sama. Hal tersebut didasarkan pada alasan bahwa lahan yang sudah ditanami oleh tanaman yang sama atau dalam kelas yang sama secara berturut-turut setiap musim tanam maka siklus hidup hama dan penyakit tidak akan terputus. Oleh karena itu, satu cara para petani menekan serangan hama dan penyakit adalah dengan menanam tanaman yang berbeda pada setiap musimnya. Tanaman caisin selain dapat ditanam secara monokultur, juga dapat ditanam dengan pola tanam polikultur. Adapun pola tanam polikultur yang dilakukan pada lahan seluas satu hektar dari bulan Januari hingga bulan Desembar tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 7. Luas 1 Ha Timun Caisin + Cabai Caisin Bulan Gambar 7. Pola Tanam Polikultur Komoditas Sayuran pada Lahan yang Diusahakan oleh Petani Responden di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2010 Gambar 7 menunjukan bahwa komoditas caisin dapat ditanam dengan cara tumpangsari dengan komoditas lain. Sebagian besar petani menanam caisin yang ditumpangsarikan dengan komoditas cabai. Sistem tumpangsari tersebut dilakukan pada saat tanaman caisin telah ditanam dan berumur 10 hingga 14 hari, kemudian tanaman yang akan ditumpangsarikan dapat ditanam dilahan. Hal ini dilakukan karena biaya operasional cabai yang tinggi sehingga untuk mengurangi beban biaya tersebut akan ditutupi dengan adanya keuntungan dari penjualan tanaman caisin yang mana biaya operasional caisin tersebut tergolong rendah. Untuk satu musim tanam cabai sekitar 5-7 bulan hanya dapat melakukan tumpangsari dengan caisin sebanyak satu kali meskipun masa tanam caisin hanya selama dua bulan. Hal ini selain untuk memutus siklus hama dan penyakit juga untuk mengistirahatkan tanah agar tidak terlalu berlebihan dalam penggunaannya. 59

75 5.4 Keragaan Usahatani Caisin di Desa Citapen Proses Kegiatan Usahatani Caisin Usahatani caisin yang dilakukan oleh para petani responden di Kelompok Tani Pondok Menteng menurut hasil wawancara dan kondisi di lokasi penelitian terdiri dari beberapa tahapan budidaya, yaitu persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman (penyulaman, penyiangan, penyiraman/pengairan, pengendalian hama dan penyakit), dan panen. 1. Persiapan Lahan Lahan untuk tanam caisin yang digunakan petani responden dapat berupa lahan tegalan ataupun lahan sawah bekas tanaman padi. Penggunaan lahan sawah akan lebih menguntungkan karena kandungan air dan kegemburan tanah masih tinggi, sehingga seringkali tanaman caisin tidak membutuhkan proses penyiraman. Persiapan lahan untuk caisin dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: a. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah untuk menanam caisin dapat dilakukan dengan cara mencangkul dan mengaduk tanah dengan tujuan agar tanah menjadi gembur sehingga dapat menjadi media tumbuh yang baik bagi tanaman caisin. Pengolahan tanah dibarengi dengan pemberian pupuk kandang, kemudian tanah diaduk dengan cangkul dan digemburkan dengan menggunakan garpu lalu didiamkan atau diistirahatkan selama tujuh hari agar tanah tersebut matang. Tujuan dari pengadukan dan pembalikan tanah adalah untuk memperbaiki sirkulasi udara dalam tanah. Setelah tanah diistirahatkan selama tujuh hari maka selanjutnya tahap pembuatan bedengan. b. Pembuatan Bedengan Setelah tanah dicampur dengan pupuk kandang dan diitirahatkan, maka selanjutnya adalah pembuatan bedengan. Menurut Wahyudi (2010), ukuran bedengan yang seharusnya digunakan untuk menanam caisin memiliki lebar centimeter, lebar selokan centimeter, dan tinggi bedengan centimeter. Berdasarkan wawancara dan kondisi di lapangan, rata-rata ukuran bedengan yang digunakan petani responden adalah lebar centimeter, lebar selokan centimeter, sedangkan tinggi pada musim hujan adalah

76 centimeter dan tinggi pada musim kemarau adalah centimeter. Jika dilihat terdapat perbedaan ukuran tinggi menurut Wahyudi (2010) dengan kondisi di lapangan. Hal ini dikarenakan umumnya ukuran tinggi bedengan yang digunakan petani tersebut juga akan digunakan untuk menanam tanaman lain seperti cabai, buncis, ketimun, dan tanaman lainnya yang membutuhkan ukuran bedengan yang lebih tinggi untuk penggunaan turus dan perakaran tanaman. Selain itu, adanya perbedaan tinggi bedengan antara musim hujan dan kemarau tersebut adalah untuk menghindari pengikisan tanah pada saat musim hujan, karena tanah akan tersapu oleh air hujan. Oleh karena itu, tinggi bedengan saat musim hujan umumnya akan lebih tinggi dibanding musim kemarau. Namun, terdapat beberapa petani responden yang membuat tinggi bedengan sebesar centimeter dan lebar selokan sebesar centimeter. Tinggi bedengan ini biasanya digunakan oleh petani responden yang menanam caisin secara monokultur. Ketika petani ingin menanam tanaman lain seperti cabai, ketimun, dan buncis maka tinggi bedengan akan ditambah dengan cara mencangkul selokan dan menimbun tanahnya ke atas permukaan bedengan sehingga tinggi bedengan semula akan lebih tinggi. Secara lebih jelas, bentuk dan ukuran bedengan serta pengaturan lubang tanam dengan pola tanam monokultur dapat dilihat pada Gambar cm Disesuaikan luasan lahan O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O Jarak antar lubang 20 x 20 cm cm cm Gambar 8. Ukuran Bedengan Usahatani Caisin pada Pola Tanam Monokultur di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 Untuk petani responden yang menggunakan pola tanam monokultur, setelah tahap pembuatan bedengan langsung dilanjutkan dengan proses pengapuran terlebih dahulu sebelum proses tanam benih. Sehingga pada pola 61

77 tanam monokultur biasanya tidak terdapat proses pembuatan lubang tanaman utama sehingga seluruh bedengan dapat dimanfaatkan untuk menanam caisin (Gambar 9). Gambar 9. Usahatani Caisin dengan Pola Tanam Monokultur di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 Sedangkan, untuk petani responden yang menggunakan pola tanam polikultur, setelah pembentukan bedengan selanjutnya pembuatan lubang tanam bagi tanaman utama, seperti cabai, mentimun, dan buncis. Lubang utama memiliki diameter 30 x 30 centimeter dengan kedalaman sekitar 6-10 centimeter (Gambar 10). Gambar 10. Usahatani Caisin dengan Pola Tanam Polikultur di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 Jarak antara lubang tanaman utama sekitar 60 x 80 centimeter. Jarak tanam antar lubang ini akan dimanfaatkan untuk menanam caisin, dimana jarak antara lubang tanam caisin sekitar 20 x 20 centimeter. Jarak antar lubang tanam yang berlaku bagi tanaman utama dan tanaman caisin ini berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang direkomendasikan oleh Dinas Pertanian dan 62

78 Kehutanan Kabupaten Bogor. Namun pada pelaksanaan di lapangan petani tidak terpaku pada jarak tanam tersebut, khususnya bagi tanaman caisin umumnya ditanam pada jarak yang lebih rapat, yakni 10 x 20 centimeter. Secara lebih jelas, bentuk dan ukuran bedengan serta pengaturan lubang tanam dengan pola tanam polikultur dapat dilihat pada Gambar cm Disesuaikan luasan lahan o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o Jarak antar lubang 20 x 20 cm cm cm Gambar 11. Ukuran Bedengan Usahatani Caisin pada Pola Tanam Polikultur di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 c. Pengapuran Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada pola polikultur setelah pembuatan bedengan dan pembuatan lubang tanam bagi tanaman utama, maka dilakukan proses pengapuran dengan menabur kapur pertanian pada lubang tanam) dan menabur pada sela-sela lubang tanam (pada jarak antar lubang tanaman) untuk media tumbuh caisin. Sedangkan pada pola monokultur pemberian kapur disebar diseluruh luasan bedengan. Pada saat pemberian kapur untuk area tanam caisin umumnya tanah sedikit diaduk atau dibalik untuk memecah agregat tanah. Setelah pemberian kapur, tanah didiamkan selama 7-14 hari agar kapur tersebut meresap dan ph tanah sudah mencapai keseimbangan sehingga siap untuk menjadi media tanam. Penggunaan kapur bertujuan untuk meningkatkan derajat keasaman atau ph tanah yang rendah. Pemberian jumlah kapur disesuaikan dengan kondisi tanah masing-masing responden. 2. Penanaman Penanaman caisin dapat ditanam dengan dua cara. Pertama, penanaman menggunakan bibit caisin yang diperoleh dari kegiatan penyemaian benih di 63

79 polibag yang kemudian akan dipindah ke lahan ketika bibit berumur hari (Wahyudi 2010). Cara kedua, penanaman caisin dilakukan dengan menanam langsung benih caisin pada lubang tanam ataupun penebaran benih pada lahan dengan membuat larikan (garis tebar). Kegiatan penanaman yang dilakukan oleh para petani responden di Kelompok Tani Pondok Menteng dilakukan melalui cara kedua, yaitu menanam langsung benih caisin pada lahan tanpa dilakukan persemaian terlebih dahulu. Hal ini dilakukan karena pertimbangan penghematan waktu dan penghematan biaya tenaga kerja karena akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak untuk melakukan kegiatan persemaian. Menurut hasil wawancara langsung dengan para petani responden, sebagian besar petani responden mengatakan bahwa penanaman menggunakan benih langsung akan menghasilkan output dengan kualitas dan kuantitas yang sama dengan menanam benih yang disemai terlebih dahulu. Namun, terdapat pula beberapa petani responden yang menyebutkan bahwa penanaman menggunakan benih yang disemai terlebih dahulu pada dasarnya akan menghasilkan output yang lebih berkualitas dengan pertumbuhan yang seragam antar tanaman serta pengaturan jarak tanam yang baik sehingga pertumbuhan antar tanaman tidak akan terganggu. Namun, seluruh petani responden tetap menggunakan cara kedua menanam benih langsung dengan alasan pertimbangan yang telah disebutkan sebelumnya. Penanaman menggunakan benih langsung yang dilakukan oleh para petani responden dapat dilakukan dua sistem tanam, yaitu sistem tanam tugal dan sistem tanam larik. Sistem tanam tugal adalah menanam benih caisin pada lubang tanam yang berukuran lebar 1-2 centimeter dan kedalaman lubang tanam 2-4 centimeter. Pembuatan lubang tanam ini biasanya hanya menggunakan bambu atau kayu kecil. Jarak antar lubang berkisar antara centimeter antar tanaman. Setiap satu lubang biasanya diisi 3-5 biji benih, dimana tidak semua benih yang ditanam pada satu lubang tersebut dapat tumbuh menjadi tanaman. Jadi, pada saat kegiatan penanaman, pekerja membuat lubang dengan bambu kemudian langsung meletakkan beberapa benih pada lubang kemudian lubang langsung ditutup menggunakan pupuk kandang dan dicampur dengan tanah. 64

80 Sedangkan sistem tanam larik adalah menanam benih caisin pada garis larikan yang berukuran centimeter atau disesuaikan dengan ukuran lebar bedengan. Pembuatan garis larikan biasanya menggunakan cangkul dengan kedalaman 4-5 centimeter. Jadi, pada saat kegiatan penanaman, pekerja membuat garis larikan kemudian langsung menebar benih pada garis larikan tersebut dengan jumlah yang tidak menentu selanjutnya larikan ditutup dengan pupuk kandang yang dicampur dengan tanah. 3. Pemupukan Susulan Pemupukan susulan adalah kegiatan pemberian pupuk kimia ketika tanaman berumur hari setelah tanam (HST). Jenis pupuk kimia yang diberikan untuk tanaman caisin adalah pupuk urea. Pupuk Urea adalah pupuk kimia yang mengandung Nitrogen (N) berkadar tinggi yang sangat diperlukan tanaman jenis daun-daunan. Nitrogen termasuk unsur yang paling banyak dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk urea merupakan jenis pupuk kimia yang memiliki kandungan N tertinggi dibanding jenis pupuk lainnya, yaitu sebesar 46-47% nitrogen. Tanaman caisin memerlukan kandungan unsur hara N yang lebih banyak pada musim kemarau karena pada musim ini pertumbuhan tanaman caisin rentan terhadap cuaca panas yang akan menimbulkan penyakit pada daun. Pemberian pupuk urea dengan cara disebar pada setiap tanaman caisin atau di sela-sela tempat tumbuhnya tanaman caisin. Berdasarkan kondisi di lapangan dan hasil wawancara dengan para petani responden alasan petani hanya menggunakan pupuk urea karena tanaman caisin cukup hanya diberikan pupuk urea saja untuk pertumbuhan tanaman daun, jika diberikan terlalu banyak jenis pupuk lain maka hasil yang diperoleh akan berkualitas buruk. Contohnya, pemberian pupuk KCL pada tanaman caisin menurut petani akan menghasilkan batang caisin yang terlalu rapuh dan renyah sehingga kurang diminati konsumen, sedangkan pupuk TSP ataupun pupuk SP-36 tidak diberikan pada tanaman caisin karena kedua pupuk ini berfungsi besar untuk pertumbuhan buah, sedangkan tanaman caisin tidak memiliki buah. Oleh karena itu, bagi pertumbuhan tanaman caisin cukup dengan pemberian pupuk urea. Fungsi pupuk urea bagi tanaman caisin, antara lain : 65

81 a. Membuat daun tanaman lebih hijau, rimbun, dan segar. Unsur nitrogen pada pupuk urea juga membantu tanaman memiliki banyak zat hijau daun (chlorophyl) sehingga tanaman akan lebih mudah melakukan proses fotosintesis. b. Mempercepat pertumbuhan tanaman, seperti tinggi tanaman, jumlah anakan, dan cabang tanaman. c. Menambah kandungan protein didalam tanaman 10. Berdasarkan fungsi urea tersebut menunjukkan bahwa pupuk urea merupakan pupuk terbaik bagi tanaman caisin yang mengutamakan pertumbuhan batang dan daun. Sama halnya menurut penelitian yang dilakukan oleh Widiyazid (1998), bahwa tanaman caisin cukup diberikan pupuk urea untuk pertumbuhannya karena unsur N sebagai unsur makro yang banyak dibutuhkan untuk tanaman caisin, sedangkan unsur lainnya dapat dipenuhi dari unsur hara yang terdapat pada tanah dan pupuk kandang. Pemupukan susulan menggunakan pupuk urea dilakukan rata-rata 3-4 kali per periode tanam dengan jeda waktu dalam setiap pemberian sekitar hari. Banyaknya pemberian ini disesuaikan dengan berapa hari masa panen caisin hingga habis dalam satu periode tanam, karena masing-masing petani memiliki perbedaan jumlah periode potong/panen tanaman caisin. 4. Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman caisin dilakukan setelah tanaman caisin sudah berumur HST. Pemeliharaan dilakukan selama masa pertumbuhan hingga masa panen habis. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lokasi penelitian, pemeliharaan tanaman caisin meliputi, penyulaman, penyiangan, penyiraman/pengairan, dan pengendalian hama dan penyakit tanaman. a. Penyulaman Kegiatan penyulaman dilakukan melalui pengamatan pada pertumbuhan setiap tanaman yang rusak ataupun mati. Tidak semua benih yang ditanam pada lubang tanam atau larikan tersebut dapat tumbuh menjadi tanaman. Sehingga 10 Mas Pary. Mengapa Petani Kita Selalu Menggunakan Urea Pada Tanaman. [26 Juli 2011] 66

82 terdapat kegiatan penyulaman pada tanaman yang tidak tumbuh ataupun mati dengan memilih dan memindahkan satu pohon caisin pada lubang tanam yang memiliki lebih dari satu pohon yang tumbuh ke lubang tanam yang kosong. Pemindahan atau penyulaman ini dilakukan ketika tanaman caisin sudah berumur 20 HST. b. Penyiangan Kegiatan penyiangan dilakukan dengan membersihkan lahan sekitar tumbuhnya tanaman caisin, yaitu dengan memotong dan mencabut rumput atau tanaman liar yang akan menyerap unsur hara tanah dan menjadi tempat berkembang biaknya hama ulat (Wahyudi 2010). Umumnya kegiatan penyiangan dilakukan bersamaan dengan kegiatan penyulaman dengan tujuan agar dapat menghemat biaya tenaga kerja. Jadi, penyiangan dapat dilakukan ketika tanaman sudah berumur 20 HST. c. Penyiraman/pengairan Kegiatan penyiraman atau pengairan umumnya dilakukan para petani responden ketika musim kemarau ataupun intensitas hujan yang jarang terjadi, sekitar hanya 1-2 minggu sekali. Petani responden yang menanam pada lahan sawah atau dekat dengan lahan persawahan biasanya lebih jarang melakukan penyiraman karena adanya resapan air pada tanah sehingga tanah menjadi lebih lembab. Sedangkan pada lahan tanam di daerah pegunungan lebih membutuhkan kegiatan penyiraman karena letaknya yang tinggi dan keadaan tanah yang lebih kering ketika terkena sinar matahari. Intensitas penyiraman yang dilakukan petani responden umumnya seminggu tiga kali. Sumber air yang digunakan petani untuk kegitan penyiraman ini berasal dari selokan air atau parit yang dialirkan menggunakan selang ke selokan bedengan sehingga air akan mudah meresap ke tanah. d. Pengendalian Hama dan Penyakit Menurut Wahyudi (2010), hama dan penyakit yang umumnya menyerang tanaman caisin, yaitu hama ulat tanah, berbagai jenis ulat daun, penyakit busuk daun, dan penyakit akar gada. Pengendalian hama ulat dapat dilakukan dengan menggunakan fungisida untuk mencegah hama dan menggunakan insektisida untuk memberantas hama. Sedangkan penyakit pada caisin dapat dicegah dengan 67

83 cara melakukan penyiangan secara teratur dan melakukan pergiliran tanaman untuk memutus rantai hidup fungi. Sama halnya dengan kondisi yang terjadi di lapangan bahwa hama yang sering menyerang tanaman caisin adalah ulat tanah, ulat daun, dan kutu loncat. Gambar 12. Hama Kutu Loncat yang Menyerang Tanaman Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 Sementara itu, penyakit yang sering menyerang adalah penyakit busuk daun yang disebabkan cuaca antara hujan dan panas yang terjadi secara bergantian dalam satu hari serta terjadinya penyakit akar gada yang ditunjukkan dengan perakaran yang membengkak seperti benjolan sehingga menghambat pertumbuhan tanaman. Sedangkan adanya serangan ulat daun umumnya mengakibatkan daun menjadi berlubang (Gambar 13). Jika populasi ulat daun semakin meningkat maka daun tidak hanya akan berlubang, tetapi akan habis dan hanya tersisa batang caisin. Gambar 13. Kerusakan (Berlubang) Daun Caisin Akibat Adanya Serangan Ulat Daun pada Usahatani Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 Untuk memberantas hama ulat dan kutu loncat, para petani responden menggunakan insektisida, seperti curachron, kardan, lanet, ataupun decis. 68

84 Sedangkan untuk fungisida, petani responden menggunakan jenis fungisida antrakol. Penyemprotan pestisida ini dilakukan ketika tanaman caisin sudah berumur 5-10 HST. Banyaknya kegiatan penyemprotan tergantung banyaknya hama yang menyerang, namun rata-rata petani responden melakukan penyemprotan sebanyak 4-6 kali dalam satu periode tanam dengan waktu penyemprotan seminggu sekali. Namun, jika kondisi populasi hama tinggi maka penyemprotan dilakukan 3-4 hari sekali. Dalam satu kali penyemprotan petani responden menggunakan sprayer yang berukuran 14 liter, dengan takaran untuk pestisida cair seperti curachron dan decis, yaitu satu tutup botol obat tersebut, sedangkan untuk pestisida padat seperti antrakol, kardan, dan lanet umumnya petani responden menggunakan takaran satu sendok makan per jenis obat tersebut. Obat-obat yang sudah ditakar ini kemudian dicampur dengan air sebanyak 14 liter serta ditambahkan pupuk daun, yaitu gandasil D, dengan takaran satu sendok makan. Pupuk daun ini berfungsi untuk menambah warna hijau daun pada tanaman sehingga daun akan lebih terlihat segar. 5. Panen Waktu panen yang dilakukan oleh petani responden umumnya berkisar HST. Pada kondisi petani responden di lapangan dalam satu periode tanam, petani akan melakukan 2-3 kali panen atau pemotongan tanaman di setiap satu pohon tanaman caisin, dalam jeda waktu antara panen sekitar hari. Waktu panen biasanya dilakukan petani responden pada pagi hari, sekitar pukul Hasil panen rata-rata para petani responden per periode tanam per hektar pada musim hujan adalah sebanyak ,50 kilogram, sedangkan pada musim kemarau adalah sebanyak ,51 kilogram. Perbedaan jumlah panen ini tentunya disebabkan perbedaan musim. Tanaman caisin akan lebih baik pertumbuhannya pada musim hujan sehingga akan menghasilkan output yang lebih tinggi, sedangkan pada musim kemarau tanaman akan mudah terserang hama dan penyakit sehingga cenderung akan mengurangi hasil panen sekitar persen dari panen optimalnya. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan pisau atau sabit dengan memotong batang bagian bawah sekitar 3-5 centimeter diatas batang terbawahnya, sehingga tetap meninggalkan sisa untuk pertumbuhan 69

85 selanjutnya. Hasil panen usahatani caisin petani responden di Desa Citapen dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Hasil Panen Usahatani Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Penggunaan Sarana Produksi Caisin Sarana produksi merupakan hal yang dibutuhkan untuk menjalankan suatu kegiatan usahatani untuk menghasilkan suatu keluaran (output). Sarana produksi yang digunakan petani caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng terdiri dari lahan, benih, pupuk kandang, kapur, pupuk urea, pestisida cair, pestisida padat, pupuk daun, tenaga kerja, dan peralatan usahatani. 1. Penggunaan Lahan Lahan merupakan sarana produksi yang harus dimiliki untuk dapat menjalankan usahatani caisin, karena lahan adalah tempat dimana petani dapat menjalankan kegiatan usahatani. Kepemilikan lahan yang digunakan oleh para petani responden untuk menggarap caisin berbeda-beda, yaitu lahan milik sendiri, lahan sewa, lahan bagi hasil, serta lahan milik orang lain dimana petani hanya sebagai penggarap saja. Rata-rata penggunaan lahan garapan untuk caisin, yaitu sebesar 0,528 hektar, hal ini berarti rata-rata petani responden mengelola caisin di tanah berlahan sempit yakni dibawah atau sama dengan 0,5 hektar. 2. Penggunaan Benih Benih yang baik adalah salah satu faktor yang sangat menentukan produksi caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng. Benih yang digunakan petani responden berbentuk butiran-butiran kecil berwarna coklat kehitaman. Tanaman caisin pada dasarnya dapat ditanam langsung dari benih ataupun dapat ditanam 70

86 melalui bibit yang sudah berumur ± 12 hari, dimana bibit tersebut diperoleh melalui proses penyemaian benih di media polibag. Namun, untuk menghemat waktu dan biaya, khususnya biaya tenaga kerja maka para petani responden memilih untuk menanam langsung benih di lahan garapan daripada harus melakukan pembibitan terlebih dahulu. Varietas benih caisin yang digunakan petani responden di Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan benih lokal yang tidak bermerek dan dijual dalam bentuk kiloan. Harga beli benih caisin rata-rata sebesar Rp ,57 per kilogram. Umumnya para petani responden membeli benih dari Gapoktan Rukun Tani denga harga yang lebih murah dibandingkan harga di pasaran/toko. Benih caisin lokal yang dijual Gapoktan Rukun Tani tersebut diperoleh dari salah satu sentra produksi benih caisin di Jawa Barat, yaitu Cipanas. Alasan para petani menggunakan benih caisin lokal daripada benih bermerek, seperti varietas Tosakan merek Panah Merah, karena harga benih lokal lebih terjangkau dan hasil produksi caisin dari benih lokal lebih dapat diterima dan digemari oleh pasar/konsumen. Varietas Tosakan kurang diminati pasar/konsumen karena produksi bunganya berlebihan dan batangnya yang terlalu panjang dan besar sehingga beratnya bobot caisin tersebut dikarenakan besarnya bobot batang. Berbeda dengan benih lokal yang memiliki lebar daun yang cukup, panjang daun yang tidak terlalu panjang, dan bunga tanaman yang tidak mudah berbunga. Menurut Widiyazid (1998) kebutuhan benih caisin per hektar sebanyak dua kilogram dengan jarak tanam 10 x 15 centimeter, sedangkan menurut Wahyudi (2010) kebutuhan benih caisin per hektar hanya sebanyak 0,5 kilogram dengan jarak tanam 25 x 25 centimeter, dimana dalam satu lubang hanya berisi satu bibit. Pada kondisi dilapangan rata-rata penggunaan benih yang dipakai petani responden per periode tanam setelah dikonversi per hektar adalah sebanyak 2,5 kilogram dengan jarak tanam rata-rata 10 x 20 centimeter, dimana pada satu lubang tanam diisi dengan 3-5 biji benih. 3. Penggunaan Pupuk Kandang Pupuk kandang digunakan oleh petani responden untuk menjaga kesuburan tanah karena banyak mengandung bahan organik sebagai unsur hara yang dibutuhkan tanah. Pupuk kandang berfungsi antara lain untuk memperbaiki 71

87 struktur tanah sehingga menyebabkan tanah menjadi ringan untuk diolah dan mudah ditembus akar, memperbaiki kehidupan biologi tanah menjadi lebih baik karena ketersediaan makan lebih terjamin, dan mengandung mikroba dalam jumlah cukup yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik. Pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang dilakukan dua kali dalam satu periode tanam. Proses pemupukan pupuk kandang untuk tanaman caisin yang pertama diberikan pada tanah ketika pengolahan lahan awal dengan cara disebar kemudian diaduk dengan tanah atau tanah dibalikkan. Untuk pemberian kedua adalah ketika proses penanaman yang digunakan untuk menutup lubang tanaman yang hanya berdiameter 1-2 centimeter yang telah diisi dengan benih caisin. Pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi, kambing, dan ayam. Petani responden dapat memperoleh pupuk kandang yang sudah kering dan berbentuk kompos di Gapoktan Rukun Tani. Namun, umumnya untuk menghemat biaya usahatani, petani responden langsung membeli kotoran kandang yang masih mentah/basah di peternakan terdekat dengan harga yang relatif murah. Rata-rata penggunaan pupuk kandang per periode tanam setelah dikonversi per hektar adalah sebanyak 6.662,20 kilogram. 4. Penggunaan Kapur Kapur pertanian atau dolomit berguna untuk menaikkan ph tanah atau meningkatkan derajat keasaman tanah. Penggunaan kapur bagi tiap petani responden beragam, disesuaikan dengan keadaan tanahnya. Kondisi tanah petani responden di Desa Citapen memiliki ph 4,5-7,0, sedangkan kondisi ph tanah yang optimum untuk tanaman caisin menurut Wahyudi (2010) adalah ph 6,0-6,8. Oleh karena itu, bagi petani yang memiliki tanah dengan ph rendah, maka penggunaan kapur akan lebih banyak. Menurut Wahyudi (2010), untuk menaikkan satu point ph tanah diperlukan dua ton kapur pertanian (dolomit). Kebutuhan kapur pertanian menurutnya pada lahan seluas satu hektar adalah sebanyak kg. Pada kondisi di lapangan, rata-rata penggunaan kapur untuk luasan lahan satu hektar baik pada musim kemaru ataupun musim hujan adalah sebanyak 963,17 kg. Aplikasi penggunaan kapur dilakukan saat penyiapan lahan awal sekitar 7-14 hari sebelum benih ditanam di lahan garapan. Adanya senggang waktu antara 72

88 pemberian kapur dengan penanaman benih dilakukan agar tanah yang diberi kapur tersebut matang terlebih dahulu dan tanah sudah mencapai ph yang sesuai. 5. Penggunaan Pupuk Urea Pupuk urea merupakan jenis pupuk kima yang mengandung Nitrogen (N) berkadar tinggi yang sangat diperlukan tanaman jenis daun-daunan. Dari sejumlah 35 petani responden tersebut, seluruh petani menggunakan jenis pupuk urea ini untuk menanam caisin. Menurut para petani responden, penggunaan pupuk urea sudah mencukupi untuk kebutuhan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman caisin. Penggunaan jenis pupuk kimia lain seperti TSP dan KCL tidak akan menambah pertumbuhan caisin menjadi lebih baik. Berdasarkan pengalaman-pengalaman para petani responden jika terlalu banyak menggunakan jenis pupuk kimia, seperti pemberian pupuk KCL pada tanaman caisin menurut petani akan menghasilkan batang caisin yang terlalu rapuh dan renyah sehingga kurang diminati konsumen, sedangkan pupuk TSP ataupun pupuk SP-36 tidak diberikan pada tanaman caisin karena kedua pupuk ini berfungsi besar untuk pertumbuhan buah, sedangkan tanaman caisin tidak memiliki buah. Rata-rata kebutuhan pupuk urea pada musim hujan per periode tanam setelah dikonversi per hektar adalah sebanyak 533,95 kilogram, sedangkan pada musim kemarau kebutuhannya sebanyak 563,24 kilogram. Perbedaan jumlah penggunaan pupuk urea ini menurut beberapa petani responden dikarenakan tanaman caisin memerlukan kandungan unsur hara N yang lebih banyak pada musim kemarau, karena pada musim ini pertumbuhan tanaman caisin rentan terhadap cuaca panas yang akan menimbulkan penyakit pada daun. Menurut Wahyudi (2010), kebutuhan pupuk urea untuk luas lahan satu hektar adalah sebanyak 300 kg. Selain pupuk urea, budidaya tanaman caisin menurutnya juga membutuhkan pupuk lainnya seperti pupuk SP-36 dengan kebutuhan per hektar sebanyak 150 kg dan pupuk KCL dengan kebutuhan per hektar sebanyak 150 kg. 6. Penggunaan Pestisida Cair Pestisida cair yang digunakan adalah jenis insektisida. Terdapat dua jenis pestisida cair yang sering digunakan petani responden, yaitu curachron dan decis, yang kedunya ini berfungsi untuk memberantas adanya hama kutu loncat. Masing- 73

89 masing petani responden menggunakan pestisida cair dengan jenis yang berbedabeda sesuai kebutuhan dan keinginan petani untuk membeli, namun diketahui bahwa sebanyak 34 petani responden memilih untuk menggunakan curachron daripada decis. Pestisida cair dijual dalam bentuk cairan dalam botolan yang bermerek. Perbedaan penggunaan input antara musim kemarau dan musim hujan sebagian besar terletak pada perbedaan jumlah penggunaan pestisida. Rata-rata pada musim kemarau kebutuhan akan pestisida akan meningkat, hal ini dikarenakan pada musim kemarau populasi hama akan meningkat dan penyakit pada tanaman pun akan mudah menyerang. Kebutuhan rata-rata pestisida cair pada musim hujan per periode tanam setelah dikonversi per hektar adalah sebanyak 3,66 liter, yang terdiri dari curachron sebanyak 2,91 liter, sedangkan decis sebanyak 0,75 liter. Sedangkan pada musim kemarau kebutuhan rata-rata pestisida cair setelah dikonversi per hektar adalah sebanyak 4,64 liter, yang terdiri dari curachron sebanyak 3,39 liter dan decis 1,25 sebanyak liter. Pestisida cair jenis curachron yang umumnya digunakan oleh petani responden adalah curachron yang berukuran 500 mililiter (Gambar 15). Gambar 15. Pestisida Cair (Curachron) yang Digunakan Untuk Memberantas Hama pada Tanaman Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Penggunaan Pestisida Padat Pestisida padat yang digunakan adalah jenis fungisida dan percampuran antara insektisida dan fungisida. Terdapat tiga jenis pestisida padat yang sering digunakan petani responden, yaitu kardan dan lanet yang berfungsi sebagai fungisida dan insektisida pemberantas hama, sedangkan antrakol sebagai 74

90 fungisida pencegah hama dan mengandung vitamin bagi pertumbuhan caisin. Pestisida padat jenis antrakol yang umumnya digunakan oleh petani responden adalah antrakol yang berukuran 500 mililiter (Gambar 16). Gambar 16. Pestisida Padat (Antrakol) yang Digunakan Untuk Mencegah Hama pada Tanaman Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 Masing-masing petani responden menggunakan pestisida dengan jenis yang berbeda-beda sesuai kebutuhan dan keinginan petani untuk membeli. Pestisida padat umumnya berfungsi untuk mencegah dan memberantas adanya hama ulat daun dan ulat tanah. Pestisida padat dijual dalam bentuk bubuk dan bungkusan yang bermerek. Sama halnya seperti pestisida cair, kebutuhan pestisida padat pada musim kemarau juga lebih banyak daripada musim hujan. Hal ini dikarenakan pada musim kemarau populasi hama akan meningkat dan penyakit pada tanaman pun akan mudah menyerang. Kebutuhan rata-rata pestisida padat pada musim hujan per periode tanam setelah dikonversi per hektar adalah sebanyak 6,95 kilogram, yang terdiri dari kardan sebanyak 1,20 kilogram, lanet sebanyak 1,78 kilogram, dan antrakol sebanyak 3,97 kilogram. Sedangkan ratarata kebutuhan pestisida padat ada musim kemarau per periode tanam setelah dikonversi per hektar adalah sebanyak 8,33 kilogram, yang terdiri dari kardan sebanyak 1,38 kilogram, lanet sebanyak 2,07 kilogram, dan antrakol sebanyak 4,88 kilogram. 8. Penggunaan Pupuk Daun Kandungan unsur hara pada pupuk daun identik dengan kandungan unsur hara pada pupuk majemuk. Bahkan pupuk daun sering lebih lengkap karena 75

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor terpenting dalam pembangunan Indonesia, terutama dalam pembangunan ekonomi. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari total produksi usahatani sayuran per hektar yang dikelola oleh petani di Kelompok Tani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan

I. PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang merupakan komoditi hortikultura yang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan oleh petani di Indonesia sebagian besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian adalah sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Beberapa peran penting sektor pertanian yaitu menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang merupakan komoditi hortikultura yang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan oleh petani di Indonesia sebagian besar

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi dan memegang peranan penting

Lebih terperinci

30% Pertanian 0% TAHUN

30% Pertanian 0% TAHUN PERANAN SEKTOR TERHADAP PDB TOTAL I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Julukan negara agraris yang kerap kali disematkan pada Indonesia dirasa memang benar adanya. Pertanian merupakan salah satu sumber kehidupan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI MENTIMUN (Cucumis sativus L) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI MENTIMUN (Cucumis sativus L) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI MENTIMUN (Cucumis sativus L) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI DEBRINA PUSPITASARI H34096014 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Keadaan Geografis Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu dari tujuh anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Rukun Tani yang sebagian besar

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN *

I. PENDAHULUAN * I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai risiko produksi wortel dan bawang daun dilakukan di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih karena merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

FLORENT ROSTRINA IDANI H

FLORENT ROSTRINA IDANI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN OPTIMALISASI POLA TANAM SAYURAN DI KELOMPOK TANI PONDOK MENTENG DESA CITAPEN, KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT SKRIPSI FLORENT ROSTRINA IDANI H34104026 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun Mentimun atau ketimun mempunyai nama latin Cucumis Sativus L. Mentimun termasuk dalam keluarga labu-labuan (cucubitaceae). Sejarah mentimun berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jasmani yang normal membutuhkan pangan yang cukup bergizi. Pangan yang bergizi terdiri dari zat pembakar seperti karbohidrat, zat pembangun misalnya protein,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

RESPON TANAMAN CAISIM (Brassica chinensis) TERHADAP PUPUK NPK ( ) DI DATARAN TINGGI. Oleh GANI CAHYO HANDOYO A

RESPON TANAMAN CAISIM (Brassica chinensis) TERHADAP PUPUK NPK ( ) DI DATARAN TINGGI. Oleh GANI CAHYO HANDOYO A RESPON TANAMAN CAISIM (Brassica chinensis) TERHADAP PUPUK NPK (16 20 29) DI DATARAN TINGGI Oleh GANI CAHYO HANDOYO A34102064 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki tanaman pangan maupun hortikultura yang beraneka ragam. Komoditas hortikultura merupakan komoditas pertanian yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di daerah tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Tanah yang subur dan beriklim tropis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wortel merupakan salah satu tanaman sayuran yang digemari masyarakat. Komoditas ini terkenal karena rasanya yang manis dan aromanya yang khas 1. Selain itu wortel juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon Melon (Cucumis melo L.) berasal dari daerah Mediterania kemudian menyebar luas ke Timur Tengah dan Asia. Akhirnya, tanaman melon menyebar ke segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan yang bidang pekerjaannya berhubungan dengan pemanfaatan alam sekitar dengan menghasilkan produk pertanian yang diperlukan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry 2.2 Penelitian Terdahulu

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry 2.2 Penelitian Terdahulu II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry Tomat (Lycopersicon esculentum) termasuk dalam famili Solanaceae. Tomat varietas cerasiforme (Dun) Alef sering disebut tomat cherry yang didapati tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 46/08/32/Th. XVII, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014 TAHUN 2014, PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 253.296 TON, CABAI

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

Lampiran 2. Impor Komoditi Pertanian (Dalam Volume Impor) Sub Sektor Jan-Nov 2007 Jan-Nov 2008 % 2008 Thd 2007

Lampiran 2. Impor Komoditi Pertanian (Dalam Volume Impor) Sub Sektor Jan-Nov 2007 Jan-Nov 2008 % 2008 Thd 2007 Lampiran 1. Ekspor Komoditi Pertanian (Dalam Volume Ekspor) Sub Sektor Jan-Nov 2007 Jan-Nov 2008 % 2008 Thd 2007 Volume (Kg) Nilai (US$) Volume (Kg) Nilai (US$) Volum Nilai (US$) e (Kg) Tanaman pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Oleh : AYU LESTARI A14102659 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis Jagung sudah sejak lama diperkenalkan di Indonesia. Menurut Sarono et al. (2001) jagung telah diperkenalkan di Indonesia pada abad ke 16 oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kombinasi Produk Optimum Penentuan kombinasi produksi dilakukan untuk memperoleh lebih dari satu output dengan menggunakan satu input. Hal ini

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gaya hidup sehat atau kembali ke alam (Back to nature) telah menjadi trend baru masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin tinggi, hal tersebut diwujudkan dengan mengkonsumsi asupan-asupan makanan yang rendah zat kimiawi sebagai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Citapen 5.1.1 Letak Geografis dan Pembagian Administrasi Desa Citapen terletak di wilayah Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI CABAI MERAH KERITING PADA KELOMPOKTANI PONDOK MENTENG DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI BOGOR

ANALISIS RISIKO PRODUKSI CABAI MERAH KERITING PADA KELOMPOKTANI PONDOK MENTENG DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI BOGOR ANALISIS RISIKO PRODUKSI CABAI MERAH KERITING PADA KELOMPOKTANI PONDOK MENTENG DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI BOGOR SKRIPSI HELENTINA SITUMEANG H34096040 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) Oleh : AKBAR ZAMANI A. 14105507 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin, dan mineral serta bernilai ekonomi tinggi. Sayuran memiliki keragaman yang sangat banyak baik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berkawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI IRIANA WAHYUNINGSIH H34080045 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya kandungan karotin, Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. adanya kandungan karotin, Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran sangat erat hubungannya dengan kesehatan, sebab sayuran banyak mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh terutama adanya kandungan karotin,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

ANALISIS VOLATILITAS HARGA SAYURAN DI PASAR INDUK KRAMAT JATI OLEH ACHMAD WIHONO H

ANALISIS VOLATILITAS HARGA SAYURAN DI PASAR INDUK KRAMAT JATI OLEH ACHMAD WIHONO H ANALISIS VOLATILITAS HARGA SAYURAN DI PASAR INDUK KRAMAT JATI OLEH ACHMAD WIHONO H14053966 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN ACHMAD WIHONO.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap pembangunan di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berpengaruh terhadap pembangunan negara. Pertanian merupakan salah satu bagian dari bidang agribisnis. Saragih dan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KACANG TANAH DI INDONESIA. Oleh : TIAS ARUM NARISWARI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KACANG TANAH DI INDONESIA. Oleh : TIAS ARUM NARISWARI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KACANG TANAH DI INDONESIA Oleh : TIAS ARUM NARISWARI H14053612 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg) I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang

Lebih terperinci