ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI MENTIMUN (Cucumis sativus L) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI MENTIMUN (Cucumis sativus L) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI MENTIMUN (Cucumis sativus L) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI DEBRINA PUSPITASARI H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i

2 RINGKASAN DEBRINA PUSPITASARI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Mentimun (Cucumis sativus L.) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI) Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi bagi perekonomian di Indonesia. Kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional Indonesia dapat dilihat berdasarkan besarnya peningkatan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) hasil sektor pertanian atas dasar harga berlaku. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam memberikan kontribusi bagi perekonomian di Indonesia. Hortikultura di Indonesia memiliki beragam komoditas diantaranya yaitu tanaman buah-buahan, tanaman sayuran, tanaman biofarmaka, dan tanaman hias. Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu kelompok tani yang ada di Desa Citapen yang memiliki beragam komoditas sayuran, salah satunya yaitu tanaman mentimun. Indikasi adanya risiko produksi dapat dilihat dengan fluktuasi produktivitas. Selain berpengaruh terhadap produktivitas penggunaan input itu sendiri, penggunaan input produksi juga berpengaruh terhadap hasil atau pendapatan yang petani terima. tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Mengidentifikasi pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi mentimun di Desa Citapen, dan (2) Menganalisis pengaruh risiko terhadap pendapatan usahatani mentimun di Desa Citapen. Penelitian ini dilakukan kepada para petani mentimun di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, khususnya kepada petani mentimun anggota Kelompok Tani Pondok Menteng yang dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni Jumlah sampel yang diambil sebanyak 35 responden petani mentimun yang dilakukan dengan cara purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung dengan alat bantu kuisoner. Data dan informasi yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Model yang digunakan adalah model GARCH (1,1) dan analisis pendapatan usahatani serta menggunakan kalkulator, Microsoft Excel dan Eviews 6. Berdasarkan hasil pendugaan parameter fungsi produksi dan variance produksi terdapat nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang relatif kecil yaitu 31,91 persen. Nilai koefisian determinasi (R 2 ) tersebut memiliki arti bahwa 31,91 persen dari variasi produksi dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh model, sedangkan sisanya sebesar 68,09 persen digambarkan oleh komponen error atau faktor-faktor lain diluar model. Selain nilai koefisien determinasi (R 2 ), Uji-F dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. Nilai F- hitung sebesar 1,23, maka nilai tersebut lebih kecil dari nilai F-Tabel. Hal tersebut berarti bahwa semua faktor produksi yang digunakan dalam usahatani mentimun secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap produksi dan variance produksi mentimun petani responden pada taraf nyata lima persen. Hal ii

3 tersebut diduga bahwa sumber-sumber risiko seperti hama dan penyakit, air, cuaca dan alam berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. Hasil pendugaan parameter variance produksi menunjukkan bahwa semakin tinggi risiko produksi mentimun pada musim sebelumnya maka semakin tinggi risiko produksi pada musim berikutnya. Tanda parameter yang menunjukkan bahwa faktor produksi yang dapat meningkatkan rata-rata hasil produktivitas mentimun adalah benih, pupuk kandang, pupuk kimia, pupuk daun dan buah, pestisida padat, dan pestisida cair. Adapun faktor produksi yang dapat menurunkan rata-rata hasil produktivitas mentimun adalah kapur dan tenaga kerja. Variabel benih, kapur, pupuk D&B, pestisida cair dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. untuk variabel pupuk kandang, pupuk kimia, dan pestisida padat tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. Faktor produksi yang dapat meningkatkan variasi hasil produksi dan berpengaruh nyata adalah pupuk daun dan buah. Oleh karena itu, faktor produksi yang dapat menimbulkan risiko produksi adalah pupuk daun dan buah. Input atau faktor produksi yang mengurangi risiko produksi adalah benih, pupuk kandang, kapur, pupuk kimia, pestisida padat, pestisida cair, dan tenaga kerja Berdasarkan analisis pendapatan usahatani mentimun, saat musim hujan pendapatan yang diterima petani responden lebih besar dari pada saat musim kemarau. Pendapatan atas biaya tunai saat musim hujan sebesar Rp ,- per hektar sedangkan pendapatan saat musim kemarau sebesar Rp ,- per hektar dan pendapatan atas biaya total saat musim hujan sebesar Rp ,- per hektar dan saat musim kemarau sebesar Rp ,-. Oleh karena itu, saat musim kemarau penggunaan input produksi atau faktor produksi lebih banyak dibandingkan musim hujan. Dengan demikian, pendapatan yang diperoleh petani saat musim kemarau lebih kecil dibandingkan saat musim hujan. Hal ini dikarenakan pada saat musim kemarau hama dan penyakit yang menyerang tanaman mentimun lebih banyak dibandingkaan saat musim hujan. Hal tersebut yang menyebabkan biaya yang dikeluarkan saat musim kemarau lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkaan saat musim hujan. Hal tersebut dikarenakan biaya yang dikeluarkan untuk pestisida lebih besar saat musim kemarau. Selain itu hasil atau jumlah produksi saat musim kemarau lebih rendah dibandingkan saat musim hujan, hal tersebut berpengaruh terhadap penerimaan yang didapat petani. Berdasarkan hasil, faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi mentimun, maka petani responden dapat mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan atau mengurangi risiko produksi. Oleh karena itu, diharapkan para petani responden dalam penggunaan input lebih baik seperti dalam penggunaan pupuk daun dan buah petani disarankan menggunakan Standard Operasional Prosedur. Pemilihan benih mentimun yang berkualitas, pupuk kandang, pupuk kimia, tenaga kerja, dan pestisida dalam penggunaannya tetap memperhatikan dosis yang diperlukan tanaman mentimun, dan petani diharapkan lebih cermat dalam penggunaan input saat musim kemarau dan saat musim hujan, sehingga penggunaan input produksi sesuai dengan kebutuhan. iii

4 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI MENTIMUN (Cucumis sativus L.) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR DEBRINA PUSPITASARI H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

5 Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Mentimun (Cucumis sativusl.) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor : Debrina Puspitasari : H Menyetujui, Pembimbing Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus : 5

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisi Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Mentimun (Cucumis sativus L. ) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2011 DEBRINA PUSPITASARI H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Desember 1988 di Surabaya, Jawa Timur. Penulis lahir sebagai putri dari pasangan Ir. Eko Winarno dan Dra. Syaodah, dan merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikannya di Taman Kanak-kanak Nurul Jihad Jakarta Selatan. Penulis melanjutkan pendidikannya di SDN 02 Pagi Setia Budi, Jakarta Selatan hingga kelas tiga kemudian dilanjutkan ke SDN Tonjong 02 Bojong Gede, Kabupaten Bogor dan tamat pada tahun 2000, kemudian melanjutkan ke SLTPN 02 Bojong Gede Kabupaten Bogor. Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMA Taruna Andigha Bogor, dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi di Program Keahlian Manajemen Agribisnis Program Diploma Tiga Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selanjutnya, penulis diterima pada Program Agribisnis di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun

8 KATA PENGANTAR Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Mentimun (Cucumis sativus L. ) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap risiko produksi mentimun. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para petani sayuran dalam mengatasi adanya risiko produksi yang dihadapi oleh petani sayuran, khususnya petani mentimun. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi mahasiswa agribisnis, para petani sayuran, dan pihak terkait dalam penelitian, serta bagi para pembaca pada umumnya. Bogor, Oktober 2011 Debrina Puspitasari 8

9 UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Eva Yolynda Aviny, SP, MM selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan 3. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen evaluator dan dosen penguji utama pada sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan banyak masukan, kritik dan saran bagi penulis demi perbaikan skripsi ini. 4. Dra. Yusalina, MS selaku dosen komisi akademik pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan masukan dan saran demi perbaikan skripsi ini 5. Kedua orangtua tercinta, yakni Bapak Eko Winarno dan Ibunda Syaodah, dan kelurga besar tercinta untuk setiap dukungan, cinta kasih, dan doa yang selalu diberikan kepada penulis. Semoga skripsi ini menjadi persembahan terbaik. 6. Seluruh pengurus Gapoktan Rukun Tani atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan selama penulis melakukan penelitian di Desa Citapen 7. Teman-teman seperjuangan yakni Tiwi, Vela, Iman, Rezy, Deti, dan Amri atas semangat dan sharing selama penulisan skripsi. 8. Keluarga Besar Marga, Fawziah, Ka Misbah, si kecil Adit dan Keluarga Besar Ibu Budi terimakasih atas tempat yang nyaman untuk berfikir serta doa dan semangat yang kalian berikan sehingga laporan ini selesai. 9. Keluarga Besar Angela Bragas Putri dan Raswandika Sutman yang telah memberikan doa dan semangat hingga laporan ini selesai ix

10 10. Sahabat-sahabat terkasih dan teman-teman Agribisnis angkatan 7 atas semangat, perhatian, dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, penulis ucapkan terimakasih atas bantuannya. Bogor, Oktober 2011 Debrina Puspitasari x

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA Mentimun Analisis Risiko Produksi dan Pengaruh Faktor-Faktor Produksi Terhadap Risiko Produksi Komoditas Pertanian III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Produksi Teori Risiko Produksi Model Just and Pope Sumber Risiko Teori Pendapatan Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Data dan Sumber Data Metode Pengambilan Sampel Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data Model Just and Pope Pengujian Hipotesis Hipotesis Definisi Operasional Analisis Pendapatan Usahatani Mentimun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Desa Citapen Letak Geografis dan Pembagian Administrasi Keadaan Sosial Ekonomi Keadaan Umum Pertanian Desa Citapen Karakteristik Petani Responden Status Usaha Umur xi

12 VI Tingkat Pendidikan Pengalaman Bertani Luas Lahan Mentimun Status Kepemilikan Lahan Pola Tanam Mentimun Penggunaan Input Produksi Mentimun Gambaran Umum Usahatani Mentimun Di Desa Citapen Persiapan Lahan Penanaman Pemupukan Susulan Pemeliharaan Tanaman Panen Hama dan Penyakit ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI MENTIMUN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Mentimun Analisis Faktor-Faktor pada Produksi Analisis Faktor-Faktor pada Risiko Produksi Analisis Pendapatan Usahatani Penggunaan Input Produksi Penggunaan Peralatan Usahatani Analisis Pendapatan Usahatani Mentimun VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA xii

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Nilai Produk Domestik Bruto Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku pada Tahun di Indonesia Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Pada Tahun Luas Tanam, Produksi dan Produktivitas Mentimun di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan di Desa Citapen Tahun Jenis Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Citapen Tahun Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status Usaha di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Bertani di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas lahan Mentimun di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun Karakteristik Petani Responden Mentimun Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun Penggunaan Input Produksi Mentimun Per Hektar di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Produktivitas Rata-rata Mentimun di Desa Citapen Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Variance Produksi Mentimun di Desa Citapen xiii

14 15. Perbandingan Biaya Rata-Rata Penggunaan Input Usahatani Mentimun per Hektar per Musim Tanam di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun Rata-Rata Biaya Penyusutan Peralatan pada Usahatani Mentimun Per Periode Musim Tanam di Desa Citapen Tahun xiv

15 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Produktivitas Tanaman Mentimun di Indonesia Tahun Produktivitas Tanaman Mentimun di Desa Citapen Tahun Hubungan Keputusan Penggunaan Input dan Variasi Pendapatan Kurva Biaya Total Hubungan Biaya Total dan Hasil Penjualan Total Langkah-Langkah Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Mentimun (Cucumis sativus L.) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Pola Tanam Pertama Komoditas Sayuran Petani Responden di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Pola Tanam Kedua Komoditas Sayuran Petani Responden di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun Pemupukan dan Pengapuran Tanaman Mentimun Pupuk SP-36 (TSP) dan Pupuk NPK Pestisida Padat Mentimun varietas Wulan F1 dan Mentimun Siap Kirim Hama Cacantal dan Penyakit Kresek Daun xv

16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Luas Panen Tanaman Sayuran di Indonesia, Tahun Produktivitas Tanaman Mentimun di Indonesia Pada Tahun Produktivitas Tanaman Mentimun di Kabupaten Bogor Pada Tahun Produktivitas Mentimun di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Fungsi Produksi Rata-Rata dan Variance Produksi Usahatani Mentimun dengan Model GARCH Analisis Pendaptan Usahatani Mentimun Musim Hujan Analisis Pendaptan Usahatani Mentimun Musim Kemarau Perbandingan Analisis Usahatani Mentimun Per Hektar Per Musim Tanam Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Mentimun Musim Hujan yang di Konversi Dalam Hektar Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Mentimun Musim Kemarau yang di Konversi Dalam Hektar xvi

17 I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi bagi perekonomian di Indonesia selain sektor peternakan, perikanan, kehutanan dan perkebunan. Kontribusi yang dapat diberikan bagi perekonomian di Indonesia dapat secara langsung maupun tidak langsung seperti dalam penyerapan tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat, ketersedian bahan baku, hingga dapat menghasilkan devisa negara. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam memberikan kontribusi bagi perekonomian di Indonesia. Hortikultura di Indonesia memiliki beragam komoditas diantaranya yaitu tanaman buah-buahan, tanaman sayuran, tanaman biofarmaka, dan tanaman hias. Berdasarkan nilai Produk Domestik Bruto (PDB), komoditas hortikultura memberikan kontribusi bagi perekonomian di Indonesia, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1. Nilai Produk Domestik Bruto Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku pada Tahun di Indonesia Komoditas Nilai PDB (dalam milyar rupiah) 2006 % 2007 % 2008 % 2009 % Buah-buahan , , , ,60 Sayuran , , , ,78 Tanaman hias , , , ,21 Biofarmaka , , , ,41 Total Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura, 2010 Berdasarkan Tabel 1 perkembangan PDB komoditas hortikultura dari tahun 2006 hingga 2009 menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pada komoditas sayuran menunjukkan setiap tahunnya mengalami peningkatan dimana pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 35,98 persen dari tahun 2006, pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 33,32 persen dari tahun 2007 sedangkan 1

18 pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 34,15 persen dari tahun Komoditas buah-buahan, tanaman hias, dan biofarmaka pada tahun 2006 hingga 2008 mengalami peningkatan, tetapi pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 53,13 persen, 7,59 persen, dan 5,13 persen dari tahun Oleh karena itu dari empat komoditas hortikultura, komoditas sayuran mengalami peningkatan setiap tahunnya dibanding komoditas hortikultura lainnya. Hal ini menandakan komoditas sayuran memiliki peluang usaha yang cukup baik untuk dikembangkan. Ekspor komoditas sayuran selama tahun 2007 diperkirakan sebanyak ,9 ton dengan nilai US$ 141,57 juta, sedangkan impor untuk komoditas sayuran diperkirakan mencapai ,7 ton dengan nilai US$ 285,07 juta 1. Selama tahun 2007 tersebut impor sayur lebih tinggi dibanding ekspor sayuran. Hal tersebut menandakan bahwa produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan nasional. Oleh karena itu Indonesia memiliki peluang usaha bagi para petani dan perusahaan yang bergerak dibidang pertanian untuk meningkatkan produksi sayuran nasional, dimana kekurangan produksi sayuran dalam negeri tidak diimbangi dengan peningkatan kebutuhan produksi sayuran nasional. Sayur-sayuran merupakan sumber utama vitamin dan mineral dalam pangan kita. Masyarakat saat ini sadar akan pola hidup yang baik dapat membuat tubuh menjadi lebih sehat. Oleh karena itu, minat masyarakat terhadap sayuran terus meningkat. Trend masyarakat saat ini yaitu pola hidup sehat berpengaruh terhadap perkembangan produksi sayuran, dimana masyarakat mulai banyak mengkonsumsi sayuran. Adapun perkembangan produksi sayuran di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 perkembangan produksi sayuran mengalami penurunan dan pertumbuhan produksi selama periode Terdapat dua komoditas yang mengalami penurunan produksi pada tahun yaitu wortel dan petsai, tetapi komoditas sayuran lainnya mengalami perkembangan yang positif. Mentimun merupakan salah satu komoditas sayuran yang mengalami perkembangan. 1 ekspor hortikultura 2007 belum mampu imbangi impor. [10 April2011] 2

19 Tabel 2. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Pada Tahun (Ton) Tahun Rata-Rata No. Jenis Sayuran Perkembangan (%) 1. Bawang Merah ,79 2. Bawang Putih Bawang Daun Kentang ,24 5. Kubis ,32 6. Petsai ,56 7. Wortel ,72 8. Kacang Panjang ,79 9. Cabai , Tomat , Ketimun* Terung , Buncis , Kangkung ,5 15. Bayam ,15 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 Keterangan : *nama lain mentimun Mentimun mengalami perkembangan pada tahun 2009 sebesar 7,96 persen dari tahun Selain itu luas panen mentimun (Lampiran 1) pada tahun 2006 hingga 2009 termasuk 10 terbesar luas panen sayuran di Indonesia. Akan tetapi pada Tabel 2 menunjukan rata-rata perkembangan produksi mentimun mengalami penurunan sebesar 0,69 persen. Walaupun rata-rata perkembangan produksi mentimun di Indonesia masih sangat rendah, mentimun memiliki potensi yang dapat terus ditingkatkan. Hal tersebut dapat dilihat dari kegunaan atau manfaat yang dimiliki mentimun. Mentimun adalah tanaman semusim yang bersifat menjalar. Selain itu, mentimun merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang dapat dimakan baik dalam kondisi segar ataupun diolah lebih lanjut, selain untuk bahan makanan, mentimun juga banyak digunakan sebagai bahan baku pada pada industri 3

20 kecantikan 2. Manfaat mentimun yang beragam merupakan salah satu faktor yang mendorong tingginya peluang budidaya mentimun. Hal tersebut seiring dengan berkembangnya industri kosmetik, ilmu kesehatan dan makanan dengan berbahan mentimun 3. Produksi mentimun terpusat di Asia, tempat dihasilkannya hampir 73 persen produksi dunia. Cina menyumbang hampir 42 persen, selanjutnya adalah Eropa sekitar 17 persen, dan negara seperti Jepang, Spanyol serta Korea yang memproduksi mentimun dalam jumlah besar didalam rumah kaca dan bangunan pelindung lain (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Di Indonesia, tanaman mentimun umumnya diusahakan di dataran rendah dengan berbagai nama, seperti timun (Jawa), bonteng (Jawa Barat), temon atau antemon (Madura), ktimun atau antimun (Bali), hantimun (Lampung), dan timon (Aceh) (Direktorat Jendral Hortikultura, 2006). Menurut Direktorat Jendral Hortikultura (2006) budidaya mentimun di Indonesia pada tahun 2005 memiliki luas panen mentimun secara nasional mencapai ha dengan produksi ton. Mentimun merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mengalami peningkatan beberapa tahun terakhir di Indonesia, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Pada Gambar 1 terdapat fluktuasi produktivitas pada tahun 2006 hingga Pada tahun 2007 mengalami peningkatan produktivitas sebesar 10,26 ton/ha dari tahun 2006 yaitu sebesar 10,21 ton/ha. Pada tahun 2008 mengalami penurunan produktivitas sebesar 9,68 ton/ha. Sedangkan, pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 10,39 ton/ha. Fluktuasi produktivitas yang terjadi pada tanaman mentimun di Indonesia dapat mengindikasikan adanya suatu risiko produksi yang terjadi pada usahatani mentimun. Salah satu risiko yang sering muncul dalam kegiatan usahatani mentimun yaitu risiko produksi. Terjadinya fluktuasi produktivitas dikarenakan adanya beberapa faktor, yaitu kondisi cuaca dan iklim yang sulit untuk diprediksi, serangan hama dan penyakit, serta kesalahan manusia atau yang biasa disebut human error. Faktor alam merupakan suatu ketidakpastian yang menjadi salah satu penyebab terjadiya suatu risiko. Faktor alam merupakan salah satu penyebab terjadinya risiko 2 Peluang Usaha Budidaya Mentimun. [10 April 2011] 3 Mentimun Peluang, Budidaya, Manfaat. [10 april 2011] 4

21 produksi, karena faktor alam tidak dapat diprediksi, dan tidak mudah untuk dikendalikan. Selain faktor alam, faktor-faktor yang mempengaruhi suatu risiko kegiatan produksi dapat berasal dari input produksi. Input dalam kegiatan produksi berkaitan erat dengan output yang dihasilkan dalam produksi 10,6 10,4 10,2 Ton/Ha 10 9,8 9,6 9,4 Produktivitas 9, Gambar 1. Produktivitas Tanaman Mentimun di Indonesia Tahun Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 (diolah) Faktor-faktor produksi perlu diperhatikan seberapa besar pengaruh faktor produksi terhadap produk yang dihasilkan agar efisiensi dalam penggunaan input produksi. Selain itu adanya fluktuasi produktivitas dapat mempengaruhi pendapatan yang diterima petani. Berdasarkan uraian di atas, maka penting untuk dikaji tentang semua faktor-faktor produksi yang ada pada budidaya mentimun, guna untuk mengetahui pengaruh yang terjadi dalam usahatani mentimun. Selain itu risiko produksi yang terjadi juga dapat mempengaruhi pendapatan usahatani yang diterima oleh petani. Oleh karena itu, petani mentimun dapat meminimalkan risiko produksi yang terjadi dalam melakukan usahatani mentimun. Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang baik untuk melakukan kegiatan usahatani sayuran. Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kabupaten Bogor, terdapat 18 komoditas sayuran yang dihasilkan oleh petani di Kabupaten Bogor, salah satunya adalah mentimun. Produksi 5

22 mentimun di kabupaten bogor mengalami perkembangan naik dan turun pada tahun 2007 hingga tahun Selain itu dapat dilihat dari luas panen tanaman mentimun juga mengalami peningkatan dan penurunan. Hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3. (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2010). Kecamatan Ciawi merupakan salah satu kecamatan yang berada di kabupaten Bogor yang baik untuk ditanami mentimun. Kecamatan Ciawi terdiri dari 13 desa. Desa Citapen merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Ciawi. Desa Citapen memiliki potensi untuk terus dikembangkan di bidang pertanian khususnya sayuran. Desa Citapen memiliki petani hortikultura dan tanaman pangan sebanyak 535 petani. 1.2 Perumusan Masalah Desa Citapen terletak di daerah Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah pedesaan yang memiliki potensi untuk pengembangan berbagai usaha agribisnis. Sebagian besar penduduk desa Citapen berprofesi sebagai petani dan buruh tani. Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu kelompok tani yang ada di Desa Citapen yang memiliki beragam komoditas sayuran. Berdasarkan berbagai jenis sayuran yang ditanam, mentimun menjadi salah satu komoditas yang ada di Kelompok Tani Pondok Menteng. Pada tahun 2009 hingga awal tahun 2011 para petani di Kelompok Tani Pondok Menteng secara bersamasama melakukan usahatani mentimun. Petani di Kelompok Tani Pondok Menteng menggunakan total luas lahan tanaman mentimun yaitu lima hektar selama periode tersebut. Produksi yang dihasilkan berbeda-beda setiap periodenya, sehingga terjadi fluktuasi produktivitas mentimun. Selain itu, produktivitas yang terjadi di Desa Citapen belum dapat memenuhi rata-rata produktivitas yang ada di Kabupaten Bogor yaitu sebesar 13,87 ton/ha (Lampiran 3). Fluktuasi produktivitas mentimun di Kelompok Tani Pondok Menteng dapat dilihat pada Gambar 2. Pada Gambar 2 adanya fluktuasi produktivitas yang ada diduga berkaitan dalam penggunaan input produksi. Input produksi yang digunakan seperti penggunaan pupuk atau pestisida dalam jumlah yang tidak sesuai atau waktu 6

23 penanaman yang tidak tepat. Hal tersebut dapat menjadi risiko produksi sehingga berpengaruh buruk dalam menghasilkan output. Selain itu, sumber-sumber risiko lainnya yang terjadi di dalam output yang dihasilkan yaitu serangan hama dan penyakit pada tumbuhan mentimun, kondisi iklim dan cuaca yang sulit untuk diprediksi, serta human error. Hal tersebut membuat hasil atau jumlah produksi yang diharapkan mengalami penurunan. Ton/Ha Sept 09-Nov 09 Jan 10-Mar 10 Okt 10-Des 10 Feb 11-Apr 11 Produktivitas Gambar 2. Produktivitas Tanaman Mentimun di Desa Citapen Tahun 2011 Sumber : Gapoktan Rukun Tani, 2011 (diolah) Faktor-faktor produksi atau input yang biasanya digunakan dalam budidaya mentimun antara lain lahan, benih, pupuk kandang, pupuk ZA, pupuk NPK, pupuk KCL, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk daun & buah, tenaga kerja, dan pestisida. Dari faktor-faktor produksi tersebut, terdapat faktor produksi yang dapat menimbulkan risiko produksi tetapi ada pula faktor produksi yang dapat mengurangi risiko produksi. Oleh karena itu penting untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang ada pada budidaya mentimun. Hal tersebut untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada masing-masing input atau faktor produksi yang akan berpengaruh pada produktivitas mentimun. Dalam melakukan usahatani atau produksi mentimun, penggunaan input seperti benih, pupuk kandang, kapur, pupuk kimia, pupuk daun dan buah, pestisida, dan tenaga kerja sangat diperlukan. Besar kecilnya penggunaan input produksi berpengaruh terhadap output yang 7

24 dihasilkan. Selain itu harga input dan harga output juga dapat mempengaruhi biaya produksi dan penerimaan petani. Oleh karena itu, besar kecilnya biaya produksi serta penerimaan mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh petani. Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijelaskan di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, antara lain : 1. Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi mentimun di Desa Citapen? 2. Apakah dengan adanya risiko produksi usahatani mentimun masih menguntungkan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi mentimun di Desa Citapen. 2. Menganalisis pengaruh risiko terhadap pendapatan usahatani mentimun di Desa Citapen 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dilaksanakan penelitian ini antara lain: 1. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi petani sebagai informasi tentang tingkat risiko produksi yang terjadi dan pengaruh faktorfaktor produksi yang digunakan terhadap risiko produksi sehingga dapat menjadi bahan rujukan dan pertimbangan dalam mengambil keputusan agar dapat mengurangi kerugian yang diperoleh. 2. Memberikan ilmu, pengetahuan, dan informasi bagi pembaca untuk mengetahui lebih banyak tentang risiko produksi. 3. Bagi penulis, diharapkan dapat menjadi sarana untuk peningkatan potensi diri dan sebagai bahan tambahan pengalaman, informasi serta wawasan baru mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi khususnya pada budidaya mentimun 8

25 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Para petani sayuran di Desa Citapen banyak menanam berbagai macam sayuran seperti caisin, mentimun, buncis, cabai, jagung manis, kacang panjang, dan berbagai macam jenis sayuran lainnya. Komoditas dalam penelitian ini yaitu tanaman sayuran khususnya mentimun. Pemilihan komoditas mentimun didasarkan pada bahwa luas tanam mentimun di Desa Citapen merupakan luas tanam tertinggi kedua yaitu 15 Hektar per tahun setelah luas tanam jagung manis. 9

26 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun Mentimun atau ketimun mempunyai nama latin Cucumis Sativus L. Mentimun termasuk dalam keluarga labu-labuan (cucubitaceae). Sejarah mentimun berasal dari Himalaya di benua Asia Utara, dan telah meluas ke seluruh daratan baik tropis atau subtropis, kemudian terus meluas hingga ke Indonesia. Di Indonesia tanaman mentimun umumnya diusahakan di dataran rendah dengan berbagai nama, seperti timun (Jawa), bonteng (Jawa Barat), temon atau antemon (Madura), ktimun atau antimun (Bali), hantimun (Lampung), dan timon (Aceh) (Direktorat Jendral Hortikultura 2006). Mentimun merupakan salah satu sayuran yang dapat dikonsumsi baik dalam bentuk segar maupun olahan, seperti acar, asinan, dan lain-lain. Selain sebagai sayuran konsumsi mentimun mempunyai berbagai manfaat lainnya seiring dengan berkembangnya industri kosmetik, ilmu kesehatan dan makanan dengan berbahan mentimun. Mentimun memiliki kandungan gizi yang cukup baik, karena mentimun merupakan sumber mineral dan vitamin. Kandungan nutrisi per 100 gram mentimun terdiri dari 15 kalori, 0,8 gram protein, 0,1 gram pati, 3 gram karbohidrat, 30 mg fosfor, 0,5 mg besi, 0,02 mg thianine, 0,01 mg nriboflavin, 14 mg asam, 0,45 mg vitamin A, 0,3 mg vitamin B1, dan 0,2 mg vitamin B2 (Sumpena, 2007). Faktor lingkungan menjadi salah satu syarat tumbuh yang perlu diperhatikan dalam melakukan budidaya seperti media, suhu, air, cahaya, dan kelembaban. Menurut Sumpena (2007) kemasamaan tanah yang optimal untuk mentimun adalah antara 5,5-6,5. Tanah yang banyak mengandung air, terutama pada waktu berbunga, merupakan jenis tanah yang baik untuk penanaman mentimun. Jenis tanah yang cocok untuk penanaman mentimun diantaranya aluvial, latosol, dan andosol. Tanaman mentimun dapat tumbuh baik dengan ketinggian meter di atas permukaan laut. Selain itu suhu untuk tanaman mentimun a - C, dengan kelembaban relatif udara untuk pertumbuhan mentimun antara persen. 10

27 Cahaya merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman mentimun. Dimana penyerapan unsur hara akan berlangsung dengan optimal jika pencahayaan berlangsung antara 8-12 jam per hari. Variasi bentuk dan warna buah mentimun disebabkan oleh varietas mentimun yang berbeda. Varietas buah mentimun terus bertambah seiring dengan kemajuan teknologi dan kebutuhan akan benih mentimun yang disesuaikan dengan kondisi geografis suatu tempat. Menurut Wahyudi (2010) Mentimun memiliki beberapa varietas, ada tiga contoh varietas yaitu mayapada F-1, panda, dan venus. Mayapada F-1 memiliki bentuk buah meruncing dan warna buah hijau muda sampai sedang, mayapada F-1 memiliki ukuran panjang 16,0 16,5 cm dan diameter 3,0 3,5 cm serta bobot per buah gram. Varietas ini dapat dipanen ketika tanaman berumur 32 HST dengan potensi produksi sebesar ton per hektar. Panda memiliki bentuk buah lonjong dan berwarna hijau muda, berukuran panjang cm dan diameter sebesar 3,5-4 cm, serta bobot per buah berkisar gram. Varietas ini dapat dipanen ketika tanaman berumur 33 HST dengan potensi produksi sebesar ton per hektar. Lain halnya dengan varietas venus dimana bentuk buah langsing dengan bagian pangkal bulat dimana daging buahnya memiliki rasa yang manis sehingga mentimun dengan varietas ini cocok untuk lalap. Varietas ini memiliki ukuran cm dengan diameter 3,5-4,0 cm serta bobot perbuah berkisar gram. Varietas venus memiliki masa panen lebih cepat dengan dua varietas mayapada F-1 dan panda yaitu pada saat tanaman berumur 32 HST dengan potensi produksi sebesar ton per hektar. Mentimun dapat dibudidayakan di sawah, ladang, kebun, polibag dengan menggunakan lanjaran atau para-para atau dibiarkan merambat ditanah, karena mentimun adalah tanaman semusim yang bersifat menjalar atau merambat dengan perantara alat pemegang seperti ajir. Cara budidaya mentimun pada dasarnya sama dengan budidaya sayuran konvesional lainnya, yaitu Pertama melakukan persiapan persemaian yang mencakup menyediakan kebutuhan benih, menyiapkan media semai dan persemaian. Kedua melakukan persiapan penanaman dimana menyiapkan lahan dan penanaman. Ketiga melakukan pemupukan. Keempat melakukan pemeliharaan tanaman yaitu dengan 11

28 pemangkasan cabang, pemasangan ajir penompang, pengikatan tanaman, sanitasi lahan, dan pengairan. Kelima melakukan pencegahan atau pembrantasan hama dan penyakit yang ada pada tumbuhan mentimun. Keenam yaitu melakukan panen dan pascapanen (Wahyudi, 2010). Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis mengenai mentimun, diantaranya yaitu Prabowo (2009) dan Rahmawaty (2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Prabowo (2009), mentimun merupakan salah satu sayuran yang rentan terhadap serangan hama serta infeksi patogen tanaman, serangan hama dan penyakit yang terjadi pada tanaman mentimun menimbulkan kerusakan berat dan kehilangan hasil panen pada pertanaman mentimun di lokasi penelitian. Adapun hama yang banyak menyerang tanaman mentimun yaitu lalat pengorok daun dan kutu daun, sedangkan penyakit utama pada pertanaman mentimun adalah layu yang disebabkan oleh nematoda M. Arenaria, dan embun bulu yang disebabkan oleh cendawan P. Cubensis. Dengan adanya hal tersebut membuat pertumbuhan mentimun terhambat sehingga produksi mentimun dapat menurun. Lain halnya dengan penelitian Rahmawaty (2009) tentang varietas dan konsentrasi pada pertumbuhan dan hasil panen mentimun dimana hasil yang didapat bahwa pemberian ethepon pada tanaman varietas Soarer berpengaruh lebih baik terhadap tinggi tanaman, jumlah ruas, jumlah buah dan bobot buah dibandingkan dengan varietas Purbaya. Sedangkan pemberian ethepon pada varietas Purbaya berpengaruh nyata terhadap jumlah ruas tanaman, jumlah bunga betina, dan jumlah bunga betina gugur. 2.2 Analisis Risiko Produksi dan Pengaruh Faktor-Faktor Produksi Terhadap Risiko Produksi Komoditas Pertanian Risiko produksi merupakan peluang penurunan hasil produksi dari hasil yang diharapkan. Dalam melakukan produksi adanya kegagalan dalam melakukan produksi merupakan suatu risiko produksi, berbagai sumber risiko seperti kondisi iklim dan cuaca yang tidak dapat diprediksi, serangan hama dan penyakit yang sulit untuk dikendalikan, dan kesalahan dari manusia (human error). Hal tersebut mengidikasikan terjadinya risiko produksi yaitu adanya senjang produktivitas 12

29 antara produktivitas yang seharusnya dan produktivitas yang dihasilkan oleh petani tersebut. Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis mengenai risiko produksi, diantaranya Ginting (2009), Sembiring (2010), dan Safitri (2009). Komoditas sayuran merupakan objek dari ketiga penelitian tersebut. Dimana menurut ketiga penelitian tersebut adanya risiko produksi berindikasi pada terjadinya fluktuasi produksi atau produktivitas sehingga berpengaruh terhadap penurunan pendapatan. Dari ketiga penelitian tersebut sumber risiko yang banyak menyebabkan terjadinya risiko produksi antara lain iklim dan cuaca yang sulit untuk diprediksi, dan serangan hama dan penyakit yang sulit untuk dikendalikan. Selain sumber risiko tersebut ada risiko produksi lainnya, dimana menurut Ginting (2009) adanya kegagalan dalam penggunaan teknologi pengukusan dan kualitas atau keterampilan tenaga kerja yang kurang baik, Sembiring (2010) adanya kegagalan penggunaan teknologi dalam penanaman lahan terbuka dan greenhouse, sedangkan Safitri (2009) tingkat kesuburan lahan merupakan salah satu risiko produksi yang dihadapi. Berdasarkan ketiga penelitian tersebut, dalam menganalisis risiko produksi menggunakan perhitungan variance, standard deviation, dan coefficient varian. Ginting (2009) dalam usaha spesialisasi jamur tiram putih pada Cempaka Baru menghadapi risiko produksi sebesar 0,32. Artinya untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh Cempaka Baru maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0,32 satuan. Selain itu peneliti memperhitungkan nilai expected return dimana diperoleh hasil sebesar 0,25. Artinya, usaha Cempaka Baru dapat mengharapkan perolehan hasil sebanyak 0,25 kilogram per baglog untuk setiap baglog jamur tiram putih. Menurut Sembiring (2010) dimana risiko produksi tertinggi berdasarkan produktivitasnya pada The Pinewood Organic Farm adalah komoditas brokoli yaitu 0,54, untuk risiko produksi yang terendah yaitu caisin yaitu 0,24. Hal ini disebabkan karena brokoli sangat rentan terhadap penyakit terutama kondisi cuaca yang tidak pasti, sehingga mengakibatkan produktivitas tanaman brokoli mengalami risiko yang tinggi. Sedangkan untuk pendapatan bersih diperoleh risiko yang tinggi adalah komoditas brokoli yaitu sebesar 0,8 dan untuk yang 13

30 paling rendah yaitu tomat sebesar 0,48. Sedangkan penelitian Safitri (2009) pada usaha daun potong di PT Pesona Daun Mas Asri, berdasarkan produktivitasnya philodendron marble mempunyai nilai variance yang lebih tinggi dibandingkan dengan asparagus bintang yaitu sebesar 0,48. Standar deviation pada philodendron marble mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan dengan asparagus bintang yaitu 0,69. Berdasarkan pendapatan bersih bahwa asparagus bintang memiliki risiko produksi paling tinggi dibandingkan philodendron marble. Pada ketiga penelitian analisis risiko produksi yang telah dipaparkan, analisis jamur tiram putih tidak dapat dibandingkan dengan komoditas lain apakah hasil risiko tersebut termasuk berisiko tinggi atau rendah karena hanya memperhitungkan risiko dengan satu komoditas, berbeda dengan Sembiring (2010) dan Safitri (2009) dimana besarnya risiko produksi dapat dibandingkan antara risiko yang lebih tinggi dan risiko yang lebih rendah. Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan yang paling menonjol adalah penelitian ini sama-sama menganalisis risiko produksi dengan menggunakan variance. Dalam penilaian variance ini memiliki perbedaan, dimana penilaian variance pada penelitian ini berdasarkan variance dari fungsi produksi, dimana fungsi produksi dibangun dari beberapa faktor-faktor produksi yang digunakan. Sehingga, risiko produksi dilihat berdasarkan pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi yang akan mempengaruhi jumlah produksi dengan menggunakan model fungsi risiko Just dan Pope. Selain itu, perbedaan lain penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada komoditas yang menjadi objek penelitian, dimana penelitian ini hanya meneliti hortikultura yaitu mentimun, sedangkan Ginting (2009) meneliti tentang jamur tiram putih dan Sembiring (2010) meneliti tentang beberapa jenis sayuran organik, serta Safitri (2009) meneliti tentang daun potong. Faktor produksi sangat menentukan besar-kecilnya produksi yang diperoleh, dimana faktor produksi dikenal dengan istilah input, production factor, dan korbanan produksi. Faktor produksi terpenting diantara faktor yang lainnya adalah faktor produksi lahan, modal, obat-obatan, tenaga kerja, dan aspek manajemen. Hubungan antara faktor produksi (input) dan hasil produksi (output) 14

31 biasanya disebut dengan fungsi produksi atau juga disebut dengan factor relationship (Soekartawi, 1993). Dalam prakteknya, penggunaan faktor produksi juga masih dipengaruhi oleh faktor lain diluar kontrol manusia, seperti serangan hama-penyakit, serta cuaca dan iklim. Faktor-faktor produksi tersebut dikenal dengan istilah risiko. Adapun fungsi produksi yang pada umumnya digunakan adalah fungsi Cobb-Douglass. Terdapat dua penelitian yang menganalisis mengenai faktor-faktor produksi, yaitu Losinger (2006), Koundouri and Nauges (2005), dan Fariyanti et.al. (2007). Ketiga penelitian tersebut menggunakan analisis model fungsi produksi Cobb-Douglass untuk menduga faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi pada masing-masing komoditas. Losinger (2006) menggunakan model fungsi risiko produksi Just and Pope serta untuk fungsi varian menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Variabel pemilihan didasarkan pada seleksi forward-stepwise (Losinger et al. 2000). Pada usaha produksi ikan patin, luasan lahan menunjukkan nilai koefisien negatif, artinya kenaikan luas lahan perikanan menyebabkan berkurangnya variabilitas produksi per hektar. Selain itu, nilai mean menunjukkan bahwa hasil harapan per hektar juga meningkat jika ukuran lahan perikanannya meningkat. Ukuran kolam tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil yang diharapkan per hektar, terutama dibandingkan dengan luas lahan, padat tebar dan pakan. Namun, hasil deskriptif dasar dari data survei yang membentuk dasar penelitian ini menunjukkan bahwa hasil maksimum per hektar terjadi pada perikanan patin dengan tambak rata-rata ukuran 5,3-6,1 hektar, dimana varian produksi menunjukkan tanda-tanda peningkatan ukuran kolam rata-rata di kisaran 5,3-6,1 hektar. Perikanan dengan lebih banyak kolam yang lebih kecil mungkin lebih cenderung memiliki kolam yang bebas penyakit, tetapi mengalami penurunan produksi dalam varian. Dengan demikian, petani patin yang peduli dengan kedua hasil harapan dan varian, mungkin ingin berkonsentrasi pada kolam bangunan yang kira-kira 5,3 ha. Sama halnya dengan Losinger (2006), Koundouri and Nauges (2005) menggunakan model fungsi risiko produksi Just and Pope dengan fungsi Cobbdouglas untuk mengetahui fungsi varian parameter yang digunakan. Hasil yang 15

32 didapat yaitu dalam budidaya sayuran atau sereal dipengaruhi oleh karakteristik kualitatif dari input dan input produksi. Dalam budidaya sayuran atau sereal kemungkinan nilai positif atau negatif dipengaruhi oleh proposi bidang tanah yang irigasi, karena budidaya sayuran membutuhkan air lebih banyak dari sereal. Variabel-variabel sebagai penentu yang dimasukan kedalam setiap fungsi produksi yaitu input variabel pestisida, tenaga kerja, air, pupuk, investasi dalam mesin, curah hujan, luas total irigasi, jarak dan tahun pengalaman dalam pertanian. Estimasi model fungsi produksi dalam setiap kasus menunjukan data cross section 0,8 untuk kelompok produsen sayur dan 0,83 untuk kelompok sereal. Masing-masing laporan parameter dari fungsi risiko diperkirakan dengan dan tanpa koreksi selekktivitas untuk semua input variabel bagi petani sayuran dan petani sereal. Kontribusi setiap masukan untuk varians ditemukan berbeda tergantung pada selektivitas. Lebih tepatnya, meskipun tenaga kerja yang ditemukan memiliki risiko meningkat sedangkan pupuk tidak mempengaruhi risiko produksi secara signifikan ketika selektivitas, tetapi ditemukan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap risiko ketika selektivitas bias. Dalam kasus pestisida, masukan ini ditemukan peningkatan risiko hanya ketika selektivitas diperhitungkan. Tenaga kerja dan air ditemukan menjadi masukan risiko penurunan dalam kedua model (pada tingkat tinggi signifikansi), tetapi besarnya efek bervariasi dari satu model ke model lain. Sedangkan menurut Fariyanti et.al. (2007) faktor-faktor produksi komoditas sayuran kentang dan kubis yang mempengaruhi rata-rata hasil produksi dan variasi hasil produksi yaitu luas lahan garapan, benih, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCL, pestisida, dan tenaga kerja. Pada fungsi produksi komoditas kentang, pupuk TSP dan pupuk KCL memiliki tanda negatif. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan kedua pupuk tersebut dalam jumlah yang besar yang dilakukan petani responden yang dikarenakan tingkat kesuburan lahan yang semakin menurun. Sedangkan, pada komoditas kubis, benih kubis mempunyai tanda negatif hal tersebut berarti penggunaan benih telah melebihi standar normal sehingga dapat menurunkan rata-rata hasil produksi. Berdasarkan persamaan Variance error produksi pada komoditas kentang, faktor yang mengurangi risiko produksi yaitu penggunaan benih, luas garapan, dan pestisida. Sedangkan faktor 16

33 yang menimbulkan risiko produksi pada komoditas kentang yaitu pupuk urea, pupuk TSP, dan pupuk KCL. Pada komoditas kubis yang menjadi pengurang risiko produksi yaitu penggunaan benih, pupuk urea, pupuk NPK, dan tenaga kerja. Dan faktor yang menimbulkan risiko produksi pada komoditas kubis yaitu penggunaan lahan dan pestisida. Berdasarkan hasil analisis dengan model GARCH (1,1) kedua komoditas tersebut, parameter error kuadrat produksi musim sebelumnya dan variance error produksi musim sebelumnya bertanda positif. Hal tersebut berarti semakin tinggi risiko produksi pada musim sebelumnya, maka semakin tinggi risiko produksi pada musim selanjutnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada objek penelitian yang digunakan, lokasi penelitian, dan beberapa faktor produksi yang digunakan. Selain itu, penelitian ini tidak hanya menganalisis faktor-faktor produksi terhadap jumlah produksi mentimun dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglass, dimana faktor-faktor produksi yang di duga mempengaruhi adalah benih, pupuk kandang, kapur, pupuk kimia, Pupuk daun dan buah, pestisida padat dan cair,serta tenaga kerja. Penentuan faktor-faktor produksi ini di dasarkan pada input-input yang memang digunakan petani. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini yaitu perhitungan analisis ini dengan berdasarkan fungsi model risiko Just dan Pope dengan alat analisis model GARCH (1,1). Model fungsi risiko produksi Just and Pope merupakan suatu gabungan antara mean dan variance yang dihasilkan. Oleh karena itu untuk mengetahui pengaruh input atau faktor-faktor produksi apa saja yang dapat mengakibatkan terjadinya risiko, yaitu menggunakan model fungsi risiko produksi Just and Pope. 17

34 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan petani dan faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi. Oleh karena itu analisis mengenai usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi haruslah sesuai dengan teori-teorinya. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini mencakup teori pendapatan, teori produksi, dan teori risiko produksi Teori Produksi Produksi memiliki keterkaitan antara penggunaan berbagai input dengan jumlah dan kualitas output yang dihasilkan. Serangkaian proses dalam penggunaan input yang ada untuk menghasilkan suatu output (barang atau jasa) merupakan suatu kegiatan produksi. Hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan dinamakan fungsi produksi (Lipsey et al.,1995) Menurut Lipsey et al. (1995) ada tiga cara untuk melihat bagaimana output berubah-ubah menurut jumlah faktor variabel yaitu produk total, produk rata-rata, dan produk marjinal. Produk total adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika semua input kecuali satu faktor dijaga konstan, produk total akan berubah menurut banyak sedikitnya faktor variabel yang digunakan. Produk rata-rata adalah produk total dibagi jumlah unit faktor variabel yang digunakan untuk memproduksinya. Tingkat output dimana produk rata-rata mencapai maksimum disebut titik berkurangnya produktivitas rata-rata. Sedangkan untuk Produk marjinal adalah perubahan dalam produk total sebagai akibat satu unit tambahan penggunaan variabel. Tingkat output dimana produk manajerial mencapai maksimum dinamakan titik berkurangnya produktivitas marjinal. 18

35 Dalam kaitannya antara produk marjinal dan proses produksi, seorang produsen dapat menambah hasil produksi dengan menambah semua input produksi atau menambah satu atau beberapa input produksi. Penambahan input produksi mengikuti hukum The law of diminishing marginal returns yang merupakan dasar dalam ekonomi produksi. The law of diminishing marginal returns terjadi jika jumlah input variabel ditambah penggunaannya, maka output yang dihasilkan meningkat, tapi setelah mencapai satu titik tertentu penambahan output semakin lama semakin berkurang (Debertin 1986). Menurut Lipsey et al.(1995), hukum hasil lebih yang makin berkurang adalah bahwa jika output naik dalam jangka pendek, makin banyak faktor variabel harus digabungkan dengan sejumlah tertentu faktor tetap. Akibatnya adalah setiap unit faktor variabel memiliki faktor tetap yang makin lama makin berkurang. Bila faktor tetap adalah modal dan faktor variabel adalah tenaga kerja, makin besarnya output membutuhkan tiap unit tenaga kerja yang memperoleh jumlah modal yang makin lama makin turun. Menurut Soekartawi (2002) fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel. Dengan fungsi produksi Cobb-Douglas dapat menjelaskan dua variabel yaitu variabel dependen dan variabel independen. Variabel yang dijelaskan disebut variabel dependen (Y) dan variabel yang menjelaskan disebut variabel independen (X). Dimana variabel dependen berupa output dan variabel independen berupa input. Adapun persamaan mematis dari fungsi Cobb-Douglas secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut : Dimana Y = Variabel Dependen X = Variabel Independen = Besaran yang akan diduga u = Unsur sisa e = Logaritma natural (e = 2,718) 19

36 Perhitungan Cobb-Douglass merupakan metode yang banyak dipakai oleh peneliti dalam menilai risiko produksi. Alasan mengapa menggunakan Cobb-Douglass dikarenakan metode tersebut memiliki kelebihan sebagai berikut : 1. Bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas bersifat sederhana dan mudah penerapannya. 2. Fungsi produksi Cobb-Douglas mampu menggambarkan keadaan skala hasil (return to scale), apakah sedang meningkat, tetap atau menurun. 3. Koefisien-koefisien fungsi produksi Cobb-Douglas secara langsung menggambarkan elastisitas produksi dari setiap input yang digunakan dan dipertimbangkan untuk dikaji dalam fungsi produksi Cobb-Douglas itu. 4. Koefisien intersep dari fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan indeks efisiensi produksi yang secara langsung menggambarkan efisiensi penggunaan input dalam menghasilkan output dari sistem produksi yang dikaji Dari kelebihan tersebut maka alasan peneliti menggunakan metode tersebut adalah penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi produksi, hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb- Douglas akan menghasilkan koefisien regresi Teori Risiko Produksi Dalam melakukan suatu usaha atau kegiatan usahatani pasti memiliki risiko. Menurut Kountur (2008) ada tiga unsur penting dari sesuatu yang dianggap sebagai risiko : (1) merupakan suatu kejadian, (2) kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan (bisa terjadi atau tidak terjadi), (3) jika sampai terjadi, akan menimbulkan kerugian. Kata risiko banyak dipergunakan dalam berbagai pengertian, dimana ada banyak pendapat mengenai pengertian risiko tersebut. beberapa definisi risiko antara lain yaitu merupakan suatu kerugian atau dapat juga diartikan sebagai ketidakpastian (Harwood et al, 1999). Menurut Kountur (2008) risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Ketidakpastian ini terjadi akibat kurangnya atau tidak tersedianya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi. risiko berhubungan dengan suatu kejadian, 20

37 dimana kejadian tersebut memiliki kemungkinan untuk terjadi atau tidak terjadi dan jika terjadi ada akibat berupa kerugian yang ditimbulkan. Menurut Robison dan Barry (1987) risiko adalah peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagi pembuat keputusan dalam bisnis berdasarkan data historis atau pengalaman selama mengelola kegiatan usaha. Menurut Robison dan Barry (1987), Setiap pelaku usaha memiliki perilaku yang berbeda dalam menghadapi risiko, perilaku tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut: a. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (risk aversion). Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan, maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan dan merupakan ukuran tingkat kepuasaan. b. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (risk taker). Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan, maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan yang diharapkan. c. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (risk neutral). Sikap ini menunjukkan jika terjadi kenaikan ragam dari keuntungan, maka pembuat keputusan tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan keuntungan yang diharapkan. Menurut Ellis (1993), risiko dibatasi oleh kemungkinan-kemungkinan yang dihubungkan dengan kejadian dari suatu peristiwa yang mempengaruhi suatu proses pengambilan keputusan. Sedangkan ketidakpastian mengacu pada situasi dimana tidak memungkinkan untuk mengetahui probabilitas kejadian dari suatu peristiwa. Setiap pelaku usaha melakukan pengambilan keputusan dalam mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya untuk menghasilkan output yang diharapkan. Namun, seringkali keputusan tersebut dihadapkan pada risiko dan ketidakpastian. Implikasi risiko terhadap variasi pendapatan dapat dilihat pada Gambar 3 yang menunjukkan tiga respon yang berbeda dalam output dari penggunaan input. 21

38 Total Value Product Y (Rp) f a TVP 1 c g E(TVP) d h b TC e i j TVP 2 0 X 2 X E X 1 Input X Keterangan : TVP 1 TVP 2 E(TVP) = Total value product in good years = Total value product in bad years = Expected total value product Gambar 3. Hubungan Keputusan Penggunaan Input dan Variasi Pendapatan Sumber : Ellis, 1993 Terdapat tiga alternatif penggunaan input yang ditunjukkan oleh X 1, X 2, X E yang terkait risiko : 1. Input yang digunakan sebanyak X 1. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP 1 terjadi dimana pada saat tersebut dalam kondisi yang baik bagi petani, maka keuntungan terbesar yaitu sebesar ab akan diperoleh. Di sisi lain, jika TVP 2 terjadi maka kerugian sebesar bj akan dialami petani. 2. Input yang digunakan sebanyak X 2. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP 1 terjadi maka keuntungan sebesar ce akan diperoleh dan jika TVP 2 terjadi maka petani tidak akan mengalami kerugian dan tetap mendapatkan keuntungan yang kecil sebesar de. Hal ini disebabkan pada kondisi tersebut petani masih mampu membayar biaya pembelian input tersebut (TVP > TC). 3. Input yang digunakan sebanyak X E. Nilai E(TVP) yang diperoleh merupakan hasil rata-rata pendapatan pada kondisi baik dan buruk. Hal ini menunjukkan 22

39 jika kondisi TVP 1 terjadi maka keuntungan sebesar fh akan diperoleh, tetapi bukan merupakan kemungkinan keuntungan terbesar. Di sisi lain, jika TVP 2 terjadi maka kerugian sebesar hi akan dialami petani dan bukan merupakan kemungkinan kerugian terbesar Model Just and Pope Model fungsi risiko produksi Just and Pope merupakan suatu gabungan antara mean dan variance. Oleh karena itu untuk mengetahui input atau faktorfaktor produksi apa saja yang dapat mengakibatkan terjadinya risiko, yaitu menggunakan model fungsi risiko produksi Just and Pope. Model fungsi risiko produksi Just dan Pope (Robison dan Barry, 1987) : Y = f( x, β) + h( x, θ) ε Dimana : Y = Produktivitas f = Fungsi produksi rata-rata. h = Fungsi produksi variance. x = Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi (input) β,θ = Besaran yang akan diduga ε = error Pengukuran risiko produksi dalam penelitian ini menggunakan nilai variance error produksi. Salah satu model yang dapat mengakomodasi hal tersebut yaitu model GARCH (Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity) (Verbeek, 2000). Salah satu kelebihan dengan menggunakan model GARCH yaitu pendugaan parameter fungsi produksi dan persamaan variance error produksi. Dalam prakteknya, model standar GARCH (1,1) sering digunakan dan dituliskan sebagai berikut :...(1)... (2) Persamaan pertama menunjukan variance error produksi pada periode t ( ditentukan oleh error kuadrat periode sebelumnya ( ) dan variance error produksi pada periode sebelumnya ( ). 23

40 3.1.4 Sumber Risiko Menurut Harwood et al. (1999) dan Moschini dan Hennessy (1999), beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani diantaranya adalah Risiko Produksi, Risiko Pasar atau Harga, Risiko Kelembagaan, Risiko Kebijakan, Risiko Finansial. 1. Risiko Produksi Risiko produksi seperti gagal panen, produksi rendah, kualitas kurang baik. Hal ini bisa disebabkan oleh hama dan penyakit, curah hujan, maupun teknologi. 2. Risiko Pasar (harga) Risiko pasar bisa terjadi karena produk tidak dapat terjual. Disebabkan oleh perubahan harga output, permintaan rendah, ataupun banyak produk substitusi. 3. Risiko Kelembagaan Risiko kelembagaan terjadi karena perubahan kebijakan dan peraturan pemerintah, baik dari segi penggunaan pestisida dan obat-obatan, pajak, kredit. 4. Risiko Finansial Risiko finansial terjadi karena tidak mampu membayar hutang jangka pendek, kenaikan tingkat suku bunga pinjaman, piutang tak tertagih sehingga menyebabkan penerimaan produksi menjadi rendah. 5. Risiko Kebijakan Risiko kebijakan merupakan memilih diantara alternatif untuk mengurangi efek risiko. Sumber-sumber penyebab adanya risiko pada budidaya pertanian sebagian besar disebabkan karena faktor-faktor seperti perubahan iklim, suhu, cuaca, hama dan penyakit, penggunaan input serta adanya kesalahan teknis (human error) dari tenaga kerja (SDM). Risiko tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat diminimalkan sekecil mungkin, biasanya dengan melakukan berbagai cara seperti penggunaan teknologi terbaru, usaha penanganan secara intensif, serta pengadaan input yang berkualitas seperti SDM, benih/bibit dan obat-obatan 24

41 3.1.5 Teori Pendapatan a. Teori Biaya Biaya total dan biaya tetap diperlukan dalam memproduksi suatu produk tertentu. Biaya total merupakan hasil penjumlahan dari biaya tetap dengan biaya variabel. Menurut Lipsey et.al (1995) biaya total (TC atau total cost) adalah biaya total untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Biaya total terdiri dari biaya tetap total (TFC atau total fixed cost) dan biaya variabel total (TVC atau total variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah meskipun output berubah. Sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya variabel. Secara matematis biaya total (TC) dapat dirumuskan sebagai berikut (Lipsey et.al, 1995) : TC = TFC + TVC dimana : TC TFC TVC = Total Biaya (Rp/periode tanam) = Total Biaya Tetap (Rp/periode tanam) = Total Biaya Variabel (Rp/periode tanam) Fungsi biaya merupakan suatu hubungan antara besarnya biaya produksi dengan tingkat produksi. Grafik fungsi biaya dapat dilihat pada Gambar 4. TC, TVC, TFC TC TVC TFC 0 Keterangan : Y : Produksi TC : Total Biaya TVC : Total Biaya Tetap TFC : Total Biaya Variabel Gambar 4. Kurva Biaya Total Sumber : Lipsey et.al (1995) Y 25

42 Fungsi biaya merupakan suatu hubungan antara besarnya biaya produksi dengan tingkat produksi. Grafik fungsi biaya dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4, garis TFC adalah horizontal karena nilai TFC tidak berubah dengan berapapun banyaknya barang yang diproduksi. Sedangkan garis TVC bermula dari titik nol dan semakin lama semakin bertambah tinggi. Hal ini menggambarkan bahwa ketika tidak ada produksi atau TVC = 0, semakin besar produksi maka semakin besar nilai biaya variabel total (TVC). Kurva TC adalah hasil dari penjumlahan kurva TFC dan TVC. b. Teori Penerimaan dan Pendapatan Penerimaan terbagi menjadi penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai (diperhitungkan). Penerimaan tunai didefinisikan sebagai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan pendapatan yang bukan dalam bentuk uang. Total penerimaan usahatani adalah jumlah total produksi yang dikalikan dengan harga jual produk (Rahim dan Hastuti, 2008) Menurut Debertin (1986) total penerimaan merupakan nilai produk total yang diterima petani atau pengusaha, dimana penerimaan diperoleh dari jumlah total produk yang dikalikan dengan harga jual atau harga pasar yang konstan. Secara matematis, total penerimaan atau total pendapatan (total revenue) dapat dirumuskan sebagai berikut: TR = p. y dimana : TR p y = Total pendapatan/penerimaan (Rp) = Harga pasar (Rp) = Hasil produksi (satuan) Total penerimaan atau total pendapatan yang dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan disebut pendapatan bersih atau keuntungan (profit) yang diterima petani. Pendapatan bersih atau keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut (Debertin 1986) : 26

43 dimana : π = TR TC π TR TC = Pendapatan bersih/keuntungan (Rp) = Total pendapatan/penerimaan (Rp) = Total Biaya (Rp) Untuk lebih menjelaskan mengenai pendapatan, berikut grafik yang menggambarkan biaya total dan hasil penjualan total yang dapat dilihat pada Gambar 5. Pada Gambar 5 suatu usaha mengalami keuntungan jika kurva TR diatas kurva TC. Antara titik TR dan titik TC mengalammi perpotongan pada tingkat produksi statu komoditas. Perpotongan tersebut merupakan titik impas atau Break Event Point (BEP). CR TR b TC a BEP Y Keterangan : CR : Pendapatan dan Biaya Y : Volume Penjualan TR : Total Pendapatan TC : Total Biaya BEP : Break Event Point atau titik impas a : Daerah Rugi b : Daerah Laba Gambar 5. Hubungan Biaya Total dan Hasil Penjualan Total Sumber : Lipsey et.al (1995) 27

44 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Desa Citapen merupakan salah satu Desa dari 13 Desa yang ada di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Desa Citapen memiliki potensi pengembangaan usahatani mentimun, dilihat dari topografi Desa Citapen yang cocok untuk pengembangan sayuran. Produktivitas mentimun di Desa Citapen mengalami fluktuasi produktivitas, dimana pada tahun 2009 hingga 2010 para petani di kelompok tani pondok menteng Desa Citapen melakukan usahatani selama empat periode dengan luas lahan lima hektar, tetapi hasil atau produksi mentimun yang didapat selama periode tersebut mengalami peningkatan dan penurunan produksi. Hal ini menyebabkan adanya fluktuasi produktivitas (Gambar 2). Adanya fluktuasi produktivitas mentimun di Desa Citapen disebabkan oleh beberapa kendala yang dihadapi petani dalam melakukan usahatani mentimun. adanya fluktuasi produktivitas diduga karena penggunaan input yang tidak sesuai sehingga output yang dihasilkan mengalami penurunan. Oleh karena itu, melalui penggunaan input yang sesuai dapat meningkatkan produktivitas. Penelitian ini melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi mentimun. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi mentimun dengan fungsi risiko produksi Just and Pope, selain itu perlu mengidentifikasi karakteristik petani responden yang diambil. Petani menggunakan beberapa faktor produksi dalam membudidayakan tanaman mentimun, dimana faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam produksi mentimun yaitu luas lahan, benih, pupuk kandang, pupuk ZA, pupuk NPK, pupuk Urea, pupuk KCL, pupuk TSP, Tenaga kerja, dan pestisida. adanya faktor produksi tersebut dapat mempengaruhi hasil produksi, hal tersbut dapat menjadi penyebab risiko produksi tetapi ada pula faktor produksi yang dapat mengurangi risiko produksi. Selain itu, hal tersebut dapat mempengaruhi tentang pendapatan yang diterima petani dalam melakukan usahatani mentimun. Oleh karena itu, penting untuk menganalisis tentang semua nilai faktorfaktor produksi yang ada pada budidaya mentimun, guna untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada masing-masing input atau faktor produksi yang akan berpengaruh pada variasi mentimun. Dalam melakukan usahatani atau produksi 28

45 mentimun, penggunaan input seperti benih, pupuk kandang, kapur, pupuk kimia, pupuk daun dan buah, pestisida, dan tenaga kerja sangat diperlukan. Besar kecilnya penggunaan input produksi berpengaruh terhadap output yang dihasilkan. Selain itu harga input dan harga output juga dapat mempengaruhi biaya produksi dan penerimaan petani. Sehingga, besar kecilnya biaya produksi serta penerimaan mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh petani. Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner yang diberikan kepada petani mentimun pada Kelompok Tani Pondok Menteng di Desa Citapen. Secara umum kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 6. 29

46 Kegiatan Produksi Mentimun yang dilakukan para petani di Kelompok Tani Pondok Menteng, Desa Cipaten Adanya Fluktuasi Produktivitas Mentimun Di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Cipaten Sumber Risiko Produksi 1. Cuaca dan Iklim 2. Hama dan Penyakit 3. Human Error Penggunaan Faktor-Faktor Produksi 1. Benih 2. Pupuk Kandang 3. Kapur 4. Pupuk Kimia 5. Pupuk D & B 6. Pestisida Padat 7. Pestisida Cair 8. Tenaga Kerja Risiko Produksi Mentimun Harga Output Harga Input Pendapatan Petani di Kelompok Tani Pondok Menteng Gambar 6. Langkah-Langkah Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Mentimun (Cucumis sativus L.) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor 30

47 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan kepada para petani mentimun di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, khususnya kepada petani mentimun anggota Kelompok Tani Pondok Menteng. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga Juni Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Ciawi merupakan salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Bogor yang mengalami perkembangan produktivitas mentimun. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Luas Tanam, Produksi dan Produktivitas Mentimun di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun No Kecamatan Luas Tanam (Ha) Produksi (Ku) Produk tivitas (Ku/Ha) Luas Tanam (Ha) Produksi (Ku) Produk tivitas (Ku/Ha) 1. Cijeruk , ,34 2 Cigombong , ,67 3 Caringin , ,6 4 Ciawi , ,18 5 Megamendung , ,17 6 Cisarua , ,37 7 Sukaraja , ,47 8 Citeureup , ,9 9 Babakan Madang , ,5 10 Cibinong , ,64 Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008 (diolah) Dari sepuluh kecamatan di Kebaputan Bogor, Kecamatan Ciawi memiliki luas tanam mentimun terbesar dibanding kecamatan lainnya. Selain itu berdasarkan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2008) Kecamatan Ciawi memiliki kelompok pelaku usahatani sayuran yang sedang berkembang yaitu Gapoktan Rukun Tani di Desa Citapen. 31

48 Selain itu Desa Citapen memiliki topografi yang baik untuk tanaman sayuran, penelitian dilakukan di Gapoktan Rukun Tani pada Kelompok Tani Pondok Menteng di Desa Citapen berdasarkan jumlah anggota petani yang dimiliki kelompok Tani Pondok Menteng lebih banyak dibanding Kelompok Tani lainnya, serta mentimun merupakan salah satu komoditas unggulan di Desa Citapen. 4.2 Data dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dilapangan dan wawancara dengan pihak petani yang dipilih sebagai responden meliputi tentang gambaran umum petani di Desa Citapen, dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi produksi budidaya mentimun, maka diajukan pertanyaan-pertanyaan seperti luas lahan yang digunakan, jumlah tanaman yang dimiliki, input yang digunakan, jumlah penggunaan input dalam proses produksi, penggunaan tenaga kerja dalam budidaya mentimun. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu instansi-instansi terkait baik pada tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten, penyuluhan pertanian serta tingkat pusat seperti Dinas Pertanian, Kantor Pemerintahan Daerah, serta Dinas yang terkait, data sekunder lainnya yang digunakan diperoleh dari buku, artikel, dan literatur-literatur yang terkait dengan penelitian ini. 4.3 Metode Pengambilan Sampel Kecamatan Ciawi merupakan salah satu daerah dimana sebagian masyarakatnya berprofesi sebagai petani, khususnya di bidang hortikultura. Para petani bernaung dibawah Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN). Gapoktan Rukun Tani memiliki enam kelompok tani yang bergerak dibidang budidaya sayuran dan satu Kelompok Wanita Tani bergerak di bidang hasil olahan usahatani. Enam kelompk tani tersebut yaitu Kelompok Tani Pondok Menteng, Kelompok Tani Silih Asih, Kelompok Tani Suka Maju, Kelompok Tani Bina 32

49 Mandiri, Kelompok Tani Jaya, dan Kelompok Tani Sawah Lega, dan satu Kelompok Wanita Tani Citapen Berkarya. Pemilihan kelompok tani dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu Kelompok Tani Pondok Menteng sebagai sampel. Kelompok Tani Pondok Menteng dipilih karena memiliki jumlah anggota terbanyak dari poktan lain yang tergabung pada Gapoktan Rukun Tani. Jumlah petani yang ada di Kelompok Tani Pondok Menteng sebanyak 104 dari 232 anggota yang tergabung dalam Gapoktan Rukun Tani. Pengambilan responden juga dilakukan secara sengaja (purposive) dimana mendapatkan kemudahan memperoleh informasi. Responden yang diambil adalah para petani mentimun yang tergabung dalam Kelompok Tani Pondok Menteng dimana informasi tersebut didapat dari wakil Gapoktan Rukun Tani. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 35 orang untuk memenuhi aturan umum secara statistik yaitu 30 orang karena sudah terdistribusi normal dan dapat digunakan untuk memprediksi populasi yang diteliti. Adapun cara yang diambil dalam mengambil sampel yaitu dipilih langsung. 4.4 Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan diskusi dengan petani responden yang ada di daerah penelitian. Teknik observasi dilakukan untuk melakukan pengamatan langsung tentang gambaran umum petani di Desa Citapen. Sedangkan teknik wawancara dan diskusi dengan para petani responden menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu yang dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor produksi yang mempengaruhi dalam budidaya mentimun 4.5 Metode Pengolahan Data Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis kualitif dan kuantitatif, analisis kualitatif bertujuan untuk melihat keragaan atau mendeskriptifkan kegiatan usahatani mentimun di daerah penelitian. Sedangkan untuk analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi pendapatan usahatani mentimun. Pengolahan data 33

50 secara kuantitatif menggunakan alat bantu model fungsi risiko produksi Just and Pope, Microsoft Excel 2007, dan Eviews versi Model Just and Pope Fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu fungsi produksi Cobb-Douglas dalam bentuk logaritma natural. Adapun persamaan fungsi produktivitas mentimun dan fungsi variance produktivitas adalah: LnY it = β 0 + β 1 LnX 1it + β 2 LnX 2it + β 3 LnX 3it + β 4 LnX 4it + β 5 LnX 5it + β 6 LnX 6it + β 7LnX 7it + β 8 LnX 8it + ε Lnσ 2 Y it = θ 0 + θ 1 ε 2 it- 1 + θ 2 Ln σ 2 Y it θ 3 LnX 1it-1 + θ 4 LnX 2it-1 + θ 5 LnX 3it-1 + θ 6 LnX 4it-1 +θ 7 LnX 5it-1 + θ 8 LnX 6it-1 + θ 9 LnX 7it-1 + θ 10 LnX 8it-1 + ε dimana : Y X 1, X 2,.., X 8 = Produktivitas Mentimun (kg/ha) = Faktor-faktor produksi = Jumlah benih per musim tanam (gram/ha) = Jumlah pupuk kandang per musim tanam (kg/ha) = Jumlah kapur per musim tanam (kg/ha) = Jumlah pupuk kimia per musim tanam (kg/ha) = Jumlah pupuk daun dan buah per musim tanam (kg/ha) = Jumlah pestisida padat per musim tanam (kg/ha) = Jumlah pestisida cair per musim tanam (liter/ha) = Jumlah tenaga kerja (HOK/Ha) = Variance error produktivitas = error = Musim = Petani Responden σ 2 Y ε t i β, θ = Konstanta β 1,β 2,,β 8 = Koefisin parameter dugaan X 1, X 2,...,X 8 θ 3,θ 4,,θ 10 = Koefisin parameter dugaan X 1, X 2,...,X 8 Hipotesis : β 1,β 2,,β 8 > 0, θ 3,θ 4,,θ 10 > 0, 34

51 4.5.3 Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan untuk hasil dari model fungsi produksi yang dihasilkan dari pengolahan data. Salah satu pengujian hipotesa yaitu Koefisien determinasi dan uji-f. 1) Koefisien determinasi Koefisien determinasi dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesesuaian (goodness of fit) model dugaan, yang merupakan ukuran deskriptif tingkat kesesuaian antara data aktual dengan ramalannya. Koefisien determinasi mengukur besarnya keragaman total data yang dapat dijelaskan oleh model, sisanya (1- ) dijelaskan oleh komponen error. Semakin tinggi nilai berarti model dugaan yang diperoleh semakin akurat untuk meramalkan variabel dependent, atau dengan kata lain tingkat kesesuaian antara data aktual dengan ramalannya semakin tinggi. Koefisien determinasi melihat sampai sejauh mana besar keragaman yang diterangkan oleh parameter bebas (X) terhadap parameter tidak bebas (Y). Menurut Gujarati (1993) Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut : Dimana : Σet² = Jumlah kuadrat unsur sisa (galat) Σyt² = Jumlah kuadrat total 2) Pengujian Parameter Model (Uji F) Tujuan pengujian ini adalah untuk melihat apakan variabel bebas yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata pada variabel tak bebas (independent). Menurut Gujarati (1993) Uji statistic yang digunakan adalah uji F - Uji F untuk fungsi produksi rata-rata Hipotesis : H 0 : β 0 = 0 ; i = 1,2,3,...,8 35

52 H 1 : salah satu dari β ada - Uji F untuk fungsi produksi variance Hipotesis : H 0 : θ 0 = 0 ; i = 1,2,3,...,8 H 1 : salah satu dari θ ada Untuk pengujian kedua fungsi produksi tersebut maka uji statistic yang digunakan adalah uji F, sebagai berikut : Dimana : R 2 K n = Koefisien determinasi = Jumlah variabel bebas = Jumlah sampel Kriteria uji F-hitung > F-tabel (k-1, n-k), maka tolak H 0 F-hitung < F-tabel (k-1, n-k), maka terima H 0 Jika tidak menggunakan tabel maka dapat dilihat nilai P dengan criteria uji sebagai berikut : P-value < α, maka tolak H 0 P-value > α, maka terima H 0 Apabila F-hitung > F-tabel atau P-value < α maka secara bersama-sama variabel bebas dalam proses produksi mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi. Sedangkan apabila F-hitung < F-tabel atau P-value > α maka secara bersama-sama variabel bebas dalam proses produksi tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi. 36

53 4.5.4 Hipotesis 1. Hipotesis untuk fungsi produksi rata-rata Hipotesis yang digunakan sebagai dasar pertimbangan adalah bahwa semua faktor produksi berpengaruh positif terhadap rata-rata hasil produksi mentimun. Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah : a. Benih ( ) > 0, artinya semakin banyak benih yang digunakan dalam proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin meningkat b. Pupuk Kandang ( ) > 0, artinya semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin meningkat c. Kapur ( ) > 0, artinya semakin banyak kapur yang digunakan dalam proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin meningkat d. Pupuk Kimia ( ) > 0, artinya semakin banyak pupuk kimia yang digunakan dalam proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin meningkat e. Pupuk Daun dan Buah ( ) > 0, artinya semakin banyak pupuk daun dan buah yang digunakan dalam proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin meningkat f. Pestisida Padat ( ) > 0, artinya semakin banyak pestisida padat yang digunakan dalam proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin meningkat g. Pestisida Cair ( ) > 0, artinya semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin meningkat 37

54 h. Tenaga Kerja ( ) > 0, artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin meningkat 2. Hipotesis fungsi produksi variance Hipotesis yang digunakan sebagai dasar pertimbangan adalah bahwa semua faktor produksi berpengaruh positif terhadap variance hasil produksi mentimun. Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah : a. Benih ( ) > 0, artinya semakin banyak benih yang digunakan dalam proses produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin meningkat. Hal ini berarti benih merupakan faktor yang menimbulkan risiko b. Pupuk Kandang ( ) > 0, artinya semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam proses produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin meningkat. Hal ini berarti pupuk kandang merupakan faktor yang menimbulkan risiko c. Kapur ( ) > 0, artinya semakin banyak kapur yang digunakan dalam proses produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin meningkat. Hal ini berarti kapur merupakan faktor yang menimbulkan risiko. d. Pupuk kimia ( ) > 0, artinya semakin banyak pupuk kimiayang digunakan dalam proses produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin meningkat. Hal ini berarti pupuk kimia merupakan faktor yang menimbulkan risiko. e. Pupuk Daun dan Buah ( ) > 0, artinya semakin banyak pupuk daun dan buah yang digunakan dalam proses produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin meningkat. Hal ini berarti pupuk daun dan buah merupakan faktor yang menimbulkan risiko. 38

55 f. Pestisida Padat ( ) < 0, artinya semakin banyak pestisida padat yang digunakan dalam proses produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin menurun. Hal ini berarti pestisida padat merupakan faktor yang mengurangi risiko. g. Pestisida Cair ( ) < 0, artinya semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam proses produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin menurun. Hal ini berarti pestisida cair merupakan faktor yang mengurangi risiko. h. Tenaga Kerja ( ) < 0, artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin menurun. Hal ini berarti tenaga kerja merupakan faktor yang mengurangi risiko Definisi Operasional 1. Produktivitas (Y), adalah total panen mentimun yang diukur dalam satuan kilogram per musim tanam dikonversi ke dalam hektar. 2. Benih ( ), adalah jumlah benih mentimun yang ditanam yang diukur dalam satuan gram per musim tanam dikonversi ke dalam hektar. 3. Pupuk Kandang ( ), pupuk kandang digunakan dalam persiapan lahan dan campuran dalam pengecoran tanaman mentimun. Pupuk kandang yang digunakan dalam proses produksi mentimun yang diukur dalam satuan kilogram per musim tanam dikonversi ke dalam hektar. 4. Kapur ( ), adalah jumlah kapur yang digunakan dalam proses produksi mentimun untuk menaikan ph tanah. Kapur diukur dalam satuan kilogram per musim tanam dikonversi ke dalam hektar. 5. Pupuk Kimia ( ), pupuk kimia yang digunakan terdiri dari pupuk ZA, NPK, urea, KCL, dan TSP, pupuk kimia tersebut digunakan saat pemeliharaan. Pupuk kimia yang digunakan dalam proses produksi 39

56 mentimun yang diukur dalam satuan kilogram per musim tanam dikonversi ke dalam hektar 6. Pupuk Daun dan Buah ( ), adalah jumlah pupuk daun dan buah yang digunakan dalam proses produksi mentimun diukur dalam satuan kilogram per musim tanam dikonversi ke dalam hektar 7. Pestisida Padat ( ), adalah jumlah pestisida padat yang digunakan dalam proses produksi mentimun yang diukur dalam satuan kilogram per musim tanam dikonversi ke dalam hektar. 8. Pestisida Cair ( ), adalah jumlah pestisida padat yang digunakan dalam proses produksi mentimun yang diukur dalam satuan liter per musim tanam dikonversi ke dalam hektar 9. Tenaga Kerja ( ), adalah jumlah orang yang digunakan dalam melakukan kegiatan proses budidaya mentimun yang diukur dalam hari orang kerja (HOK) per musim tanam dikonversi ke dalam hektar Analisis Pendapatan Usahatani Mentimun Ada dua pendapatan, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai didapat dari penerimaan tunai dikurangi oleh total biaya tunai. Sedangkan pendapatan atas biaya total didapat dari total penerimaan dikurang total biaya. Dimana total biaya merupakan jumlah dari biaya tunai dengan biaya yang diperhitungkan. Oleh karena itu, dalam analisis usahatani perlu diketahui tenntang penerimaan usahatanin, biaya usahatani, dan pendapatan usahatani. a. Penerimaan Usahatani Mentimun Analisis penerimaan usahatani terdiri dari analisis penerimaan tunai, penerimaan tidak tunai, dan penerimaan total. Penerimaan tunai usahatani mentimun didapat dari hasil penjualaan produksi usahatani mentimun, sedangkan peneriman tidak tunai merupakan hasil produk usahatani yang tidak dijual secara tunai melainkan digunakan atau dikonsumsi secara pribadi, dan untuk penerimaan total merupakan hasil penjumlahan antara penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. 40

57 Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual (Soekartawi, 2006). Secara matematik, pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut : Dimana : TR = Total Penerimaan Y = Produksi Py = Harga b. Biaya Usahatani Mentimun Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani (Soekartawi, 2006). Biaya usahatani mentimun dibagi menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya sarana-sarana produksi dalam usahatani mentimun seperti benih, pupuk kandang, kapur, pupuk kimia, pestisida, pupuk daun dan buah, serta tenaga kerja luar kelurga yang dibayar secara tunai. Besarnya pendapatan kerja dan modal petani seperti sewa lahan milik sendiri, sewa lahan bagi hasil, biaya tenaga kerja dalam kelurga serta penyusutan peralatan merupakan biaya yang diperhitungkan. c. Pendapatan Usahatani Mentimun Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya (Soekartawi, 2006). Secara sistematik, analisis pendapatan usahatani mentimun yaitu : Pd = TR TC Dimana : Pd = Pendapatan Usahatani TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya 41

58 Total penerimaan diperoleh dari perkalian hasil produksi dengan harga jual per satuan, sedangkan total biaya diperoleh dari penjumlahan antara biaya tunai dengan biaya yang diperhitungkan. Peralatan yang digunakan dalam kegiatan usahatani mempunyai nilai penyusutan sehingga dalam analisis pendapatan perlu dilakukannya perhitungan biaya penyusutan peralatan. Biaya penyusutan peralatan diperhitungkan menggunakan metode garis lurus, yaitu membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang bernilai nol yang dikarenakan barang telah habis dipakai sehingga umur ekonomisnya berakhir. Biaya penyusutan dapat dirumuskan, sebagai berikut (Soekartawi, 1986): Dimana : Nb = Nilai Pembelian (Rp) Ns = Nilai Sisa (Rp) n = Umur Ekonomis (tahun) 42

59 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Citapen Letak Geografis dan Pembagian Administrasi Desa Citapen terletak di wilayah Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa Citapen adalah salah satu dari 13 desa yang ada di Kecamatan Ciawi yang berpotensi di bidang pertanian. Desa Citapen terletak kurang lebih 30 km dari Ibukota Kabupaten Bogor, 120 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat, dan 70 km dari Ibukota Negara Republik Inonesia. Berdasarkan keadaan topografinya, Desa Citapen merupakan dataran tinggi dimana ketinggian tempatnya yaitu mencapai 800 meter - - Celcius (Desa Citapen, 2010). Batas wilayah Desa Citapen adalah sebagai berikut : Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Timur Sebelah Barat : Desa Banjarsari : Desa Cileungsi : Desa Cibedug : Desa Cideurum Luas wilayah Desa Citapen adalah ha, dimana Desa Citapen terbagi atas dua Dusun yang terdiri dari tujuh Rukun Warga (RW), dan 26 Rukun Tangga (RT). Luas wilayah Desa Citapen menurut penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan data pada Tabel 4 wilayah persawahan memiliki nilai presentasi yang terbesar dibanding wilayah lainnya yaitu 52,11 persen dari total luas wilayah Desa Citapen. Besarnya angka dalam penggunaan lahan persawahan mengindikasikan atau menunjukan bahwa usaha pertanian di Desa Citapen berpotensi untuk dikembangkan, termasuk usahatani sayuran. Salah satu sayuran yang dapat berkembang di Desa Citapen yaitu Mentimun. 43

60 Tabel 4. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan di Desa Citapen Tahun 2010 Wilayah Luas (ha/m²) Presentase (%) Luas Tanah Sawah ,9 Permukiman 110,366 43,3 Perkantoran 0,040 0,03 Pasar - - Kawasan Industri - - Sarana Pendidikan 0,250 0,10 Sarana Olahraga 1,2 0,47 Lahan Sawah 0,25 0,10 Kebun 2,804 1,10 Total Luas 254,91 100,00 Sumber : Desa Citapen, Keadaan Sosial Ekonomi Perkembangan dan pembangunan suatu wilayah dapat dilihat salah satunya dari pertumbuhan penduduk, sehingga pertumbuhan penduduk perlu diperhatikan dengan baik. selain itu pembangunan suatu wilayah juga perlu diperhatikan dengan melihat pertumbuhan ekonomi dan sumberdaya manusianya. Desa Citapen pada tahun 2010 berjumlah jiwa yang terdiri dari jiwa berjenis kelamin laki-laki dan yang berjenis kelamin perempuan terdiri dari jiwa. Jumlah kepala kelurga (KK) di Desa Citapen yaitu KK dengan tingkat kepadatan penduduk 338 jiwa per km. Banyaknya jumlah Jumlah keluarga yang memiliki lahan pertanian tanaman pangan dan sayuran di Desa Citapen terdiri dari keluarga yang memiliki lahan kurang dari satu hektar dan 183 keluarga yang memiliki lahan seluas 1-5 hektar (Desa Citapen, 2010). Hal ini juga menunjukan bahwa Desa Citapen berpotensi dalam bidang pertanian, baik dalam mengusahakan tanaman pangan atau sayuran, khususnya mentimun. Penduduk Desa Citapen merupakan penduduk asli daerah. dan agama yang dianut penduduk Desa Citapen hampir secara keseluruhan beragama Islam. dari total jumlah penduduk Desa Citapen sebesar jiwa, jumlah penduduk yang pernah mengenyam bangku pendidikan sebesar 4336 jiwa (48,75 %) dan untuk lulusan sekolah dasar sebesar 1899 jiwa (43,79 %). Tingkat Pendidikan penduduk Desa Citapen dengan mayoritas petani dapat mempengaruhi tingkat pemahaman dalam menjalankan usahatani mentimun. 44

61 Ditinjau dari jenis mata pencaharian pokok masyarakat Desa Citapen, secara umum kegiatan ekonomi bergerak di sektor pertanian dengan profesi utama sebagai petani dan buruh tani. Selain itu, profesi masyarakat Desa Citapen adalah sebagai pegawai negeri dan swasta, pengrajin, pedagang, peternak, guru dan lainlain. Secara rinci jenis mata pencaharian pokok penduduk Desa Citapen dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jenis Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Citapen Tahun 2010 No Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang) Presentase (%) 1 Petani ,25 2 Buruh Tani ,62 3 Buruh 250 7,13 4 Pegawai Swasta 25 0,71 5 Pegawai Negeri 76 2,17 6 Pengrajin/Penjahit/Jasa 7 0,2 7 Pedagang 76 2,17 8 Peternak 8 0,23 9 TNI/POLRI 2 0,06 10 Tukang Kayu 50 1,43 11 Tukang Batu 25 0,71 12 Guru Swasta 7 0,2 13 Buruh Industri Kerajinan 320 9,13 TOTAL Sumber : Desa Citapen, 2010 Tabel 5 menunjukan bahwa presentase terbesar dari berbagai jenis mata pencaharian pokok yang ada di Desa Citapen yang bergerak di bidang pertanian yaitu sebesar 75,87 persen dari jumlah penduduk yang bekerja. Dimana mata pencaharian tersebut adalah sebagai petani dan buruh petani. sedangkan mata pencaharian yang memiliki presentase terkecil adalah TNI/POLRI yaitu 0,06 persen setiap jenis pekerjaannya dari total penduduk yang bekerja. 45

62 5.1.3 Gapoktan Rukun Tani Kehidupan bertani merupakan kegiatan turun temurun sebagian besar penduduk Desa Citapen. Teknik budidaya yang diterapkan dalam pengolahan lahannya secara umum menggunakan jasa ternak kerbau dan traktor. Selain itu para petani sudah mengenal adanya pergantian musim tanam. Desa Citapen merupakan desa yang kaya akan potensi pertaniannya seperti tanaman pangan, sayuran dan buah-buahan. Berdasarkan ketiga komoditas tersebut umumnya petani di Desa Citapen bergerak di bidang tanaman pangan dan sayuran. Komoditas unggulan yang ada di Desa Citapen yaitu Padi dan Cabai Keriting tetapi tidak menutup kemungkinan untuk komoditas mentimun terus berkembang dan menjadi komoditas unggulan. Pada tahun 2001, berawal dari adanya persamaan kepentingan diantara petani-petani yang ada di wilayah desa Citapen Kecamatan Ciawi dalam hal komoditi hortikultura yang ditanam terutama komoditi sayuran dan juga dalam hal pemasaran hasil panen. Saat itu, atas prakarsa petugas lapangan dari PT. TANINDO, dibentuklah satu kelompok tani yang bernama Kelompok Tani Pondok Menteng yang beranggotakan 25 orang. Dalam rangka menyatukan kepentingan yang sama ke arah usaha Agribisnis terpadu terutama dalam mengakses pasar dan permodalan, petani petani lainnya yang tergabung dalam kelompok tani tanaman pangan, kelompoktani ternak dan kelompoktani pengrajin olahan hasil pertanian, bergabung manjadi satu membentuk satu himpunan kelompok tani yang bernama Himpunan Rukun Tani Pada tanggal 29 Juni 2007 melalui bimbingan Petugas Penyuluh Pertanian, Himpunan Rukun Tani dikukuhkan melalui rapat pengukuhan Gapoktan yang disahkan oleh Kepala desa dan Camat menjadi Gapoktan Rukun Tani dengan anggota 236 orang. Sebagai legalitas Gapoktan, tanggal 26 November 2008, Gapoktan Rukun Tani telah dikukuhkan dihadapan Notaris. Para petani yang ada di Desa Citapen menjual atau memasarkan sayurannya kepada Gapoktan Rukun Tani. Melalui Gapoktan Rukun Tani Petani tidak mengalami kesulitan untuk memasarkan produknya, karena Gapoktan Rukun Tani yang akan memasarkannya di pasar-pasar daerah Bogor. 46

63 Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Rukun Tani tidak hanya sebagai wadah menyalurkan hasil panen para petani, tetapi merupakan juga suatu wadah dalam mengumpulkan dan membina petani untuk saling berbagi informasi dalam bidang usahatani sayuran khususnya mentimun dan pertanian atau komoditas lainnya. Gapoktan Rukun Tani juga menyediakan berbagai macam input atau saprodi yang diperlukan petani dalam melakukan budidaya sayurannya, mulai dari benih, obat-obatan, pupuk, vitamin daun, serta tenaga kerja. Gapoktan Rukun Tani memiliki tujuh kelompok tani yaitu Kelompok Tani Pondok Menteng, Kelompok Tani Silih Asih, Kelompok Tani Sukamaju, Kelompok Tani Bina Mandiri, Kelompok Tani Tani Jaya, Kelompok Tani Sawah Lega, dan Kelompok Tani Wanita Citapen Berkarya. Berdasarkan ketujuh kelompok tani, enam diantaranya merupakan kelompok tani yang bergerak dibidang pertanian dan perternakan. Selain itu, satu kelompok tani yaitu kelompok tani wanita citapen berkarya merupakan kelompok tani yang bergerak di pengolahan hasil. Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu dari tujuh kelompok tani yang ada di Gapoktan Rukun Tani yang memiliki jumlah anggota terbanyak yaitu 104 anggota. Kelompok Tani Pondok Menteng juga merupakan pelopor terbentuknya Gapoktan Rukun Tani serta kelompok tani lainnya. Kelompok Tani Pondok Menteng berdiri sejak tahun 2001 yang diketuai oleh bapak H. Misbah hingga sekarang. Sekretariat Kelompok Tani Pondok Menteng beralamat di jl. Raya Tapos Pondok Menteng Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Terbentuknya Kelompok Tani Pondok Menteng dapat mendorong dan menumbuhkan usaha produktif dalam rangka meningkatkan produktivitas dan pendapatan para petani anggotanya, menggalang persatuan dan kesatuan masyarakat, dan memperkuat perekonomian di pedesaan. Kelompok Tani Pondok Menteng memberikan juga pembinaan dan penyuluhan kepada para petani anggotanya yang berkaitan dengan pertanian seperti pola tanam, kegiatan budidaya hingga dalam penanganan pasca panen. Struktur kepengurusan organisasi Kelompok Tani Pondok Menteng cukup sederhana, dimana hanya terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara. 47

64 5.2 Karakteristik Petani Responden Petani responden dalam penelitian ini adalah petani yang peranah mengusahakan mentimun dan tergabung dalam kelompok tani pondok menteng. Karakteristik petani yang dianggap penting mencakup Status usaha, umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani mentimun, luas lahan yang digunakan dalam bertani mentimun, dan status kepemilikan lahan. Karakteristik tersebut dipilih karena dianggap mempengaruhi dalam pelaksanaan usahatani mentimun terutama dalam pelaksanan teknik budidaya yang dapat berpengaruh terhadap produksi mentimun Status Usaha Pada umumnya pekerjaan utama petani responden dalam penelitian ini adalah sebagai petani dan buruh tani yaitu sebanyak 32 orang (91,4%) dari total responden sebanyak 35 orang dan sisanya memilih pekerjaan lain. Pekerjaan utama responden mayoritas sebagai petani dan buruh tani dengan usahatani mentimun, caisin, cabai, buncis, kacang panjang dan sayuran lainnya. adapun pekerjaan sampingan yang diusahakan petani responden antara lain buruh bangunan, tukang ojek, pedagang dan peternak. Karakteristik petani responden berdasarkan status usaha dapat di lihat pada Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status Usaha di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2010 Status Usaha Jumlah Responden (Orang) Presentase (%) Utama 32 91,43 Sampingan 3 8,57 Jumlah Umur Petani responden mentimun didaerah penelitian yaitu Desa Citapen memiliki umur yang berkisar antara tahun, sehingga berdasarkan tingkat umurnya dapat dikelompokan menjadi empat kelompok, yaitu petani responden 48

65 berkisar antara tahun, tahun, tahun, dan kelompok usiah diatas 55 tahun. Gambaran kelompok usia tersebut memperlihatkan kegiatan bertani banyak dilakukan oleh penduduk yang berusia produktif. Dimana usia produktif memiliki kekuatan fisik yang baik dan semangat yang tinggi untuk terus bekerja dimana mereka mempunyai tanggungan kelurga yang perlu mereka hidupi. lain halnya untuk kelompok usia di atas 55 tahun, kemampuan fisiknya kurang baik atau dengan kata lain kekuatan fisik yang dimiliki terbatas sehingga dalam melakukan pekerjaannya akan mudah lelah. Rincian sebaran umur responden dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2010 Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) , ,14 Total Pada Tabel 7 dapat dilihat jumlah umur tertinggi berada pada kelompok umur produktif yaitu tahun, tahun, dan tahun, dimana presentasenya sebesar 20 persen, 42,86 persen, dan 20 persen. Sedangkan untuk jumlah umur terendah atau berada pada kelompok umur lebih besar dari 55 tahun yang berjumlah enam orang dari total petani responden dengan presentase sebesar 17,14 persen Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan memiliki pengaruh dalam melaksanakan kegiatan usahatani, karena dengan tingkat pendidikan diharapkan para petani dapat atau mampu menjalankan usahataninya dengan lebih baik, dimana didukung dengan pengetahuan wawasan yang semakun luas. Pada umumnya petani yang memiliki 49

66 tingkat pendidikan yang terbatas masih menggunakan teknologi secara sederhana dan turun temurun dalam kegiatan usahanya. Oleh karena tingkat pendidikan juga cukup berpengaruh dalam tingkat penyerapan teknologi baru selain dalam pelaksanaan usahatani mentimun. Tingkat pendidikan petani responden terdiri dari Sekolah Dasar (SD) hingga perguruan tinggi, tetapi ada pula petani yang tidak tamat sekolah dasar. Pada Tabel 8 tingkat pendidikan yang paling banyak dimiliki petani responden yaitu tingkat pendidikan sekolah dasar sebanyak 17 petani responden yang lulus sekolah dasar dengan presentase sebesar 48,57 persen. Karakteristik dari petani mentimun yang menjadi responden dapat dilihat pada Tabel 8 Tabel 8. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2010 Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang) Presentase (%) Tidak Tamat SD 8 22,86 Tamat SD 17 48,57 SMP/Sederajat 3 8,57 SMA/Sederajat 6 17,14 Perguruan Tinggi 1 2,86 Total Pengalaman Bertani Pengalaman dalam usahatani dapat menentukan suatu keberhasilan usahatani mentimun dan dapat mempengaruhi pada tingkat produktivitas usahatani mentimun. Petani responden dengan pengalaman yang cukup lama mempunyai pemahaman yang lebih baik dalam menangani masalah yang ada. Kemampuan tersebut dapat seperti kemampuan menentukan dalam faktor produksi yang digunakan dalam usahatani. Oleh karena itu tingkat pengalaman petani dapat dilihat dari berapa lama petani terjun dalam usahatani. Pada umumnya petani responden memiliki pengalaman dalam usahatani mentimun cukup lama, karena profesi sebagai petani merupakan mata pencarian yang dilakukan secara turun temurun. Dengan demikian petani responden tahu 50

67 kapan harus menanam mentimun dan dapat mengatasi masalah yang terjadi dalam kegiatan usahatani secara teknisnya. Presentase terbesar pada pengalaman usahatani yaitu lebih dari 10 tahun yaitu sebanyak 23 orang dengan presentase sebesar 65,71 persen dari total petani responden. Sedangkan jumlah terkecil ada pada rentan pengalaman kurang dari lima tahun yaitu sebanyak lima orang dengan presentase sebesar 14,29 persen. karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman bertani dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Bertani di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2010 Pengalaman Bertani (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Presentase (%) < 4,9 tahun 5 14,29 5,1-9,9 tahun Tahun 23 65,71 Total Luas Lahan Mentimun Petani responden di Kelompok Tani Pondok Menteng memiliki luas lahan yang digunakan dalam usahatanu cukup beragam yaitu antara 0,03-2 hektar. Sedangkan untuk luas lahan yang digunakan dalam bertani mentimun berkisar antara 0,03-1 hektar. Luas lahan tertinggi berada pada katagori luas lahan lebih dari 1 hektar yaitu sebanyak 11 petani responden dengan presentase sebesar 31,43 persen, sedangkan tiga petani dari total petani responden menggunaan luas lahan dengan katagori yang terendah berada di luas lahan antara 0,7-0,99 hektar atau 8,57 persen. Secara rinci jumlah penguasaan lahan dapat dilihat pada Tabel

68 Tabel 10. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas lahan Mentimun di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2010 Luas Lahan (Ha) Jumlah Responden (Orang) Presentase (%) < 0,1 6 17,14 0,1-0, ,86 0,4-0, ,7-0,99 3 8, ,43 Total Status Kepemilikan Lahan Status kepemilikan lahan petani responden terdiri dari milik sendiri, sewa, pengelola, dan bagi hasil. Jumlah petani responden yang memiliki status lahannya sebagai lahan milik sendiri sebanyak 12 orang dengan presentase 34,28 persen, untuk petani responden yang melakukan usahatani dengan menyewa lahan yaitu sebanyak 14 orang petani responden dengan presentase sebesar 40 persen, sedangkan untuk lima orang petani responden menggunakan lahan untuk usahatani dengan status lahan yaitu sebagai penggarap atau pengelola dengan presentase sebesar 14,29 persen, sedangkan ada empat orang atau 11,43 persen dari total keseluruhan petani responden yang mempunyai sistem bagi hasil dalam melakukan usahatani. Status kepemilikan lahan petani responden secara rinci dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Karakteristik Petani Responden Mentimun Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2010 Status Kepemilikan lahan Jumlah Responden (Orang) Presentase (%) Sendiri 13 37,14 Sewa Pengelola 4 11,43 Bagi Hasil 4 11,43 Jumlah

69 5.2.7 Pola Tanam Mentimun Pola tanam perlu dilakukan oleh petani dalam memanfaatkan luas lahan yang dimilikinya. Pada tahun 2010, petani responden yang ada di daerah penelitian memiliki pola tanam dalam satu tahun dengan komoditas yang berbedabeda. Para petani responden atau petani mentimun dalam melakukan usahatani mentimun menggunakan pola tanam monokultur. Sebanyak 35 petani responden menanam mentimun dengan pola tanam monokultur yaitu menanam satu jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama. Pola tanam terkait dengan penggunaan lahan tanam yang ditanami, yaitu penggunaan lahan secara total keseluruhan lahan dan penggunaan sebagian lahan dari total lahan. Sebanyak 35 petani responden, dimana enam petani responden menggunakan lahan tanam secara menyeluruh untuk tanaman mentimun. Sedangkan 29 petani responden lainnya menggunakan sebagian lahan tanam dari total lahan untuk mentimun. Setiap musimnya 29 petani responden tersebut melakukan usahatani lebih dari satu jenis tanaman sayuran secara monokultur, yang sisa lahan tanam lainnya di tanami sayuran lainnya. Tujuan dilakukan penanaman dengan komoditas yang berbeda pada persil yang berbeda atau sama oleh petani responden yaitu untuk mengatasi adanya kegagalan selama produksi. Umumnya pola tanam yang dilakukan oleh petani responden pada musim tanam pada tahun 2010 dari bulan januari hingga bulan desember secara monokultur dapat dilihat pada Gambar 7. 1,5 1 0, Bulan Keterangan : = Caisin = Cabai/Tomat = Mentimun Gambar 7. Pola Tanam Pertama Komoditas Sayuran Petani Responden di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun

70 Pada Gambar 7 umumnya pola tanam yang dilakukan para petani yaitu pada bulan januari hingga bulan april menanam mentimun. Pada bulan april hingga juni menanam sayuran caisin dan pada bulan berikutnya dilanjutkan dengan menanam tanaman cabai atau tomat atau dapat ditanam dengan sayuran lainnya. Selain itu, petani mentimun ada yang dalam satu tahun dapat menanam mentimun dua kali. Adapun pola tanam yang kedua dapat dilihat pada Gambar 8. 1,5 1 Ha 0, Bulan Keterangan : = Caisin = Padi = Mentimun Gambar 8. Pola Tanam Kedua Komoditas Sayuran Petani Responden di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2010 Berdasarkan Gambar 7 dan Gambar 8 bahwa tanaman mentimun umumnya ditanam saat musim hujan yaitu pada bulan desember hingga bulan mei. Pertumbuhan tanaman mentimun lebih baik saat musim hujan dibandingkan musim kemarau. Hal ini dikarenakan tanaman mentimun membutuhkan banyak air bagi pertumbuhannya sama halnya dengan tanaman caisin yang juga memrlukan banyak air dalam pertumbuhannya. Tanaman mentimun salah satu tanaman sayuran yang memiliki masa tanam yang singkat yaitu memiliki masa tanam selama tiga bulan hingga panen habis. Pola tanam yang telah diterapkan oleh petani responden telah mengikuti prinsip dalam melakukan teknik budidaya tanaman, yaitu lahan yang telah digunakan atau ditanami satu jenis tanaman, maka untuk musim tanam selanjutnya dengan lahan yang sama tidak dapat ditanami kembali dengan jenis tanaman yang sama atau dalam famili yang sama. Hal tersebut dikarenakan bahwa lahan yang sudah ditanami oleh tanaman yang sama berulang kali secara berturutturut setiap musimnya maka siklus atau rantai hama dan penyakit yang ada tidak dapat terputus. Oleh karena itu, petani responden melakukan penanaman tanaman 54

71 sayuran yang berbeda setiap musimnya untuk memutus rantai hama dan penyakit pada satu tanaman sayuran Penggunaan Input Produksi Mentimun Faktor-faktor produksi atau input produksi yang digunakan dalam budidaya mentimun yaitu benih mentimun dengan varietas wulan F1, pupuk kandang, kapur, pupuk kimia (pupuk ZA, pupuk NPK, pupuk urea, pupuk KCL, dan Pupuk TSP), pupuk daun dan buah, pestisida padat, pestisida cair, serta tenaga kerja. Petani responden dalam penggunaan input produksi berbeda-beda. Adapun rata-rata penggunaan input produksi mentimun dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Rata-Rata Penggunaan Input Produksi Mentimun Per Hektar di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2010 No Input Produksi Satuan Musim Hujan Musim Kemarau 1. Benih Gram 1.139, ,33 2. Pupuk Kandang Kilogram , ,21 3. Kapur Kilogram 1.601, ,92 Pupuk Kimia Pupuk ZA Kilogram 295, ,96 4. Pupuk NPK Kilogram 329, ,381 Pupuk urea Kilogram 279, ,839 Pupuk KCL Pupuk TSP Kilogram Kilogram 239,32 163,4 239,32 163,4 5. Pupuk Daun & Buah Kilogram 3,46 3,46 6. Pestisida Padat Antrakol Sevin Khardan Lanet Kilogram Kilogram Kilogram Kilogram 4,56 2,21 1 1,98 4,53 2,27 1 2,23 Pestisida Cair 7. Winder Liter 1,97 1,96 Churacon Liter 2,79 2,95 Plengket Liter 1,13 0,81 8. Tenaga Kerja HOK 216,11 216,11 55

72 5.3 Gambaran Umum Usahatani Mentimun Di Desa Citapen Berdasarkan hasil penelitian dilapangan,sebagain besar penduduk di Desa Citapen berprofesi sebagai petani dan buruh tani (Tabel 5). Para petani tersebut melakukan berbagai macam usahatani mulai dari tanaman pangan, buah-buahan dan sayuran. Banyak jenis sayuran yang diusahakan oleh para petani di Desa Citapen, yaitu caisin, mentimun, cabai, tomat, buncis dan masih banyak sayuran lainnya. Sebagian besar petani responden membudidayakan mentimun secara monokultur. Berdasarkan wawancara kepada petani responden di lokasi penelitian usahatani mentimun yang di lakukan di Kelompok Tani Pondok Menteng dimulai dari persiapan lahan (pemupukan), penanaman, pemupukan susulan, pemeliharaan tanaman, pengecoran, pengendalian hama dan penyakit, serta panen dan pascapanen Persiapan Lahan a. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah menjadi gembur serta aerasi dan drainase tanah menjadi lebih baik. Menurut Wahyudi (2010) pembajakan atau mencangkul lahan untuk membalik tanah dan memperbaiki struktur tanah. Pengolahan tanah untuk tanaman mentimun yang dilakukan petani responden berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara di lokasi penelitian yaitu dengan cara tanah diolah terlebih dahulu hingga gembur. Pengolahan tanah tersebut dilakukan dengan menggunakan cangkul, dengan menggemburkan tanah hal itu juga berarti dapat memusnahkan hama dan penyakit yang ada di dalam tanah. b. Pembuatan Bedengan Tanah yang telah di gemburkan telah siap untuk di buat bedangan. Di Desa Citapen rata-rata petani responden membuat bedengan yang sederhana dimana lebar bedengan 120 cm, lebar selokan 50 cm dan tinggi bedengan 40 cm saat musim hujan berbeda tinggi bedengan saat musim kemarau yaitu 30 cm. Perbedaan tinggi bedengan saat musim hujan lebih tinggi dibandingkan bedengan saat musim kemarau dikarenakan agar pupuk yang ada di dalam lubang bedengan tidak keluar. Menurut Wahyudi (2010) bedengan yang sederhana memiliki ukuran 56

73 untuk lebar bedengan 110 cm, lebar selokan cm, dan tinggi bedengan cm. Bedengan yang digunakan oleh petani responden berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan langsung di lapangan mendekati ukuran yang telah dijelaskan oleh Wahyudi (2010). c. Pemupukan dan Pengapuran Berdasarkan wawancara terhadap petani responden di tempat penelitian penggunaan kapur dan pemupukan dasar dilakukan dengan cara diberikan disetiap lubang tanam lalu pupuk dan kapur di campur dengan tanah dan tanah tersebut diistirahtkan selama tujuh hari, hal ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan ph tanah dan menyuburkan tanah dan menetralkan ph agar siap untuk ditanami. Dalam pemupukan dasar dan pengapuran lubang tanam yang ada pada bedengan berkisar antara 8-10 cm, dan petani responden dalam pemupukan dasar menggunakan pupuk kandang. Di bawah ini dapat dilihat gambar mengenai setiap lubang tanam yang telah dilakukan pemupukan dasar dan pengapuran. Gambar 9. Pemupukan dan Pengapuran Penanaman Penanaman mentimun perlu memperhatikan pengaturan waktu tanam, pengaturan jarak tanam, dan cara tanam. Berdasarkan hasil wawancara penanaman mentimun baik dilakukan di lahan bekas sawah. Bulan yang baik untuk mentimum saat musim hujan (oktober-maret). Selain pengaturan waktu yang baik dalam penanaman mentimun berdasarkan musim, penentuan penanaman mentimun dapat dilakukan berdasarkan harga dipasar. 57

74 Jarak tanam yang digunakan petani responden yaitu 60 x 50 cm. Jarak tanam yang terlalu rapat menyebabkan tanaman mudah diserang hama penyakit. Jarak tanaman yang terlalu jauh dalam pemanfaatan lahan kurang efektif sehingga berdampak pada hasil produksi yang kurang maksimal. Para petani responden di tempat penelitian pada umumnya melakukan penanaman secara monokultur atau tunggal. Menurut Wahyudi (2010) sebelum penanaman di lahan, siram bibit dipersemaian sampai media benar-benar lembab hingga kebagian dasarnya, tetapi berdasarkan wawancara di tempat penelitian para petani responden dalam cara menanam mentimun tidak dilakukan persemaian terlebih dahulu dikarenakan benih mentimun yang digunakan memiliki mutu yang baik sehingga hasil yang didapatkan pun cukup baik. Penanaman dilakukan setelah lahan yang dipersiapkan di istirahatkan selama kurang lebih tujuh hari. Dalam satu lubang tanam diberi dua benih mentimun dengan diberi jarak dua centimeter dimana dimaksudkan agar setiap benih mendapat nutrisinya masing-masing. Benih tersebut ditaruh dilubang tanam dengan kedalaman antara 3-5 cm, jika terlalu dalam dikhawatirkan titik tumbuhnya tergangu oleh percikan air dan tanah. Jika terlalu dangkal dikhawatirkan benih yang telah tumbuh akan patah, mengingat batang bibit mentimun bersifat sukulen (tidak berkayu). Gambar 10. Tanaman Mentimun 58

75 5.3.3 Pemupukan Susulan Tujuan pemupukan adalah meningkatkan pertumbuhan dan mutu hasil tanaman. Pemupukan diberikan pada saat tanaman menunjukkan sejumlah kebutuhan unsur hara agar diperoleh keefisienan yang maksimal. Pemberian pupuk padat dilakukan dengan cara ditugal, disebar di atas tanah atau di sebelah tanaman, sedangkan pemberian pupuk daun atau vitamin tumbuh dengan cara menyemprotkan pada daun, bersama air disemprotkan sebagai perlakuan tambahan. Berdasarkan hasil wawancara, para petani responden melakukan pemupukan lanjutan dengan dua cara. Pemupukan tahap pertama dilakukan secara ditugal dan pemupukan kedua dilakukan dengan cara pengecoran. Pemupukan lanjutan pertama yang dilakukan secara tugal dilakukan setelah tanaman berumur tujuh hari setelah tanam dengan pemberian pupuk kimia. Pupuk kimia yang biasa digunakan yaitu pupuk ZA, pupuk NPK, pupuk Urea, pupuk KCL, dan pupuk TSP. Pemupukan selanjutnya yaitu dengan cara pengecoran dimana pupuk yang digunakan terdiri dari pupuk kandang yang telah dimatangkan terlebih dahulu lalu ditambahkan dengan pupuk ZA dan pupuk NPK, ketiga pupuk tersebut dicampur jadi satu menggunakan air. Pengecoran dilakukan pada saat tanaman 10 HST dan pengecoran dilakukan sebanyak lima kali hingga panen habis dengan jarak setiap 10 hari. Adapun beberapa pupuk kimia yang digunakan dalam budidaya mentimun dapat dilihat pada Gambar 11 Gambar 11. Pupuk SP-36 (TSP) dan Pupuk NPK 59

76 5.3.4 Pemeliharaan Tanaman Tanaman yang telah ditanam perlu mendapatkan perhatian yang baik yaitu dengan cara pemeliharaan tanaman. Pemeliharaan tanaman bertujuan untuk menjaga tanaman agar pertumbuhan tanaman normal dan sehat, sehingga produksi yang dihasilkan pun maksimal. Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan kepada petani responden di Desa Citapen, pemeliharaan tanaman mentimun yang dilakukan oleh petani responden meliputi penyulaman, pemasangan ajir, penyiangan, dan perlindungan dari hama dan penyakit. a. Penyulaman Penyulaman dilakukan dengan tujuan untuk menggantikan tanaman yang mati, rusak atau kurang dalam pertumbuhannya (kerdil) kemudian ditanam kembali benih baru. Pada umumnya petani responden melakukan Penyulaman tersebut saat tanaman berumur 5-7 HST dan hanya dilakukan satu kali penyulaman. b. Pemasangan Ajir Menurut Wahyudi (2010) fitrah tanaman mentimun sebenarnya menjalar dipermukaan tanah. Namun, karena menginginkan permukaan kulit buahnya mulus dengan warna yang tidak belang, maka diperlukan ajir penopang agar buah mentimun menggantung. Pemasangan ajir berfungsi untuk membantu tanaman tumbuh tegak. Berdasarkan wawancara kepada petani responden, pada umumnya para petani memakai turus yang terbuat dari bambu yang memiliki panjang kurang lebih 1,5-2,5 meter. Menancapkan ajir disamping tanaman, sekitar 7-10 cm dari pangkal tanaman, dengan posisi miring kedalam bedengan hingga bersilang di bagian ujung ajir tanaman didepannya lalu ikat menggunakan tali rafia pada pertemuan ajir. Bagian bawah dibuat runcing agar mudah untuk ditancapkan didalam tanah. Satu tanaman mentimun menggunakan satu turus. Pemasangan ajir dilakukan saat tanaman berumur 10 HST dimana saat tanaman mentimun masih berukuran kecil. 60

77 c. Penyiangan Salah satu penghambat produksi mentimun adalah adanya penyakit yang lebih dominan dari pada hama (Wahyudi, 2010), Oleh karena itu perlu dilakukan penyiangan. Penyiangan perlu dilakukan untuk membersihkan tanaman mentimun dari tanaman gulma (tanaman penggangu) seperti rumput liar dan tanaman lain yang berada disekitar tanaman mentimun. Penyiangan dilakukan pada saat tanaman telah berumur 10 HST. Alat yang biasa digunakan untuk melakukan penyiangan adalah cangkul kecil atau kored. d. Penyiraman Penyiraman dilakukan oleh petani responden ketika musim kemarau atapun saat hujan jarang terjadi, hal tersebut dilakukan guna membantu tanaman mentimun untuk tumbuh. Penyiraman dilakukan saat tanaman mentimum masih kecil hingga 7-14 HST selanjutnya penyiraman tersebut dapat digantikan oleh pengecoran dimana pengecoran tersebut sudah mengandung air. Penyiraman pada umumnya dilakukan oleh petani responden seminggu tiga kali dikarenakan susahnya memperoleh sumber air. Sumber air yang digunakan oleh petani responden yaitu berasal dari parit yang dialirkan ke dalam selokan bedengan sehingga air dapat terserap oleh tanah. Petani responden yang memiliki lahan di daerah pegunungan membutuhkan kegiatan penyiraman lebih banyak atau intens dibandingkan dengan petani responden yang memiliki lahan di sawah atau dekat dengan persawahan, dikarenakan lahan di daerah pegunungan memiliki tanah yang lebih kering saat musim panas. e. Perlindungan Hama dan Penyakit Pencegahan dan pemberantasan hama penyakit dilakukan secara intensif, dengan selang waktu tujuh hari setelah tanam dan selanjutnya selang waktu 10 hari dilakukan penyemprotan. Penyemprotan pestisida yang baik yaitu dalam penggunaanpupuk daun dan buah, Insektisida, dan fungisida tidak dilakukan bersamaan. Seperti penggunaan pertama yaitu penyemprotan insektisida dilakukan lalu dua hari kemudian dilakukan penyemprotan fungisida, setelah itu dua hari kemudian dilakukan penyemprotan pupuk daun dan buah. Tetapi 61

78 berdasarkan wawancara dilapangan, para petani responden kebanyak mencampur jadi satu pupuk daun dan buah, Insektisida, dan fungisida dengan alasan meminimalkan penggunaan tenaga kerja. Adapun Pestisida yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 12 a dan b Gambar 12. a. Pestisida Padat Gambar 12. b Pestisida Cair Panen Mentimun memiliki banyak varietas sehingga umur panennya pun berbeda-beda seperti varietas mayapanda F1dan Venus dapat dipanen saat umur 32 HST, Panda dapat dipanen pada umur 33 HST (Wahyudi,2011). Mentimun yang ditanam para petani responden di kelompok tani pondok menteng sebagian besar varietas Wulan F1 cap panah merah sehingga tanaman mentimun dapat 62

79 dipanen ketika tanaman berumur HST. Pemanenan dilakukan setiap dua hari atau tiga hari sekali dengan depalan hingga 15 kali pemanenan dikarenakan perkembangan buah mentimun termasuk cepat. Satu tanaman mentimun yang baik pada umumnyamenghasilkan dua kilogram mulai dari awal pemanenan hingga panen habis. Waktu panen biasa dilakukan pada pagi hari. Gambar 13. Mentimun varietas Wulan F1 dan Mentimun Siap Kirim Hama dan Penyakit Seperti pada tanaman lainnya, keberadaan hama dan penyakit pada tanaman mentimun dapat merugikan para petaninya. Masalah tersebut pada umumnya dapat diatasi dengan mengetahui secara baik hama dan penyakit yang menyerang tanaman mentimun, sehingga dalam pemilihan pestisida yang akan digunakan sesuai untuk diaplikasikan. Kesalahan yang sering dilakukan para petani terjadi dalam pemberian pestisida yaitu dosis yang tidak tepat dimana para petani kurang memperhatikan cara pemakaian yang telah ditentukan sehingga penggunaan atau pemakaian pestisida melebih dari aturan yang telah ditetapkan. Selain itu sebagaian besar petani dalam memberikan pestisida juga hanya berdasarkan pengalamannya. Menurut Wahyudi (2010) hama dan penyakit yang sering menyerang dalam usahatani mentimun adalah Thrips dan Aphids, Mites, Downy Mildew, dan Powdery Mildew. Berdasarkan wawancara kepada petani responden kelompok tani pondok menteng hama dan penyakit yang sering menyerang mentimun yaitu cacantal, ulat daun, kutu daun, thrips, kresek daun dan embun tepung. 63

80 Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman mentimun dapat dilakukan dengan cara pemberian pestisida Pengendalian hama dengan pengendalian penyakit dilakukan berbeda, dimana untuk pengendalian penyakit dapat dicegah dengan penyiangan secara rutin dan pergantian tanaman karena jika setelah panen tetap ditanami mentimun atau tanaman yang sama secara terus menerus makan penyakit sebelumnya akan berpindah ke tanaman yang baru. Sedangkan untuk pengendalian hama yaitu dengan Pemberian fungisida bertujuan untuk mencegah hama sedangkan pemberian insektisida bertujuan untuk memberantas hama. Hama dan penyakit disebebkan oleh cuaca yang berubah-ubah seperti dalam satu hari terjadi hujan dan panas atau bisa dari cipatran obat pestisida yang mengenai tanaman mentimun saat hujan ditandai dengan adanya bintik-bintik hitam. Petani responden di Kelompok Tani Pondok Menteng dalam membrantas hama menggunakan insektisida dan fungisida. Insektisida yang biasa digunakan petani dalam usahatani mentimun yaitu lanet, sevin, winder, khardan, curachron sedangkan untuk fungisida, petani responden menggunakan antrakol atau dittane. Setiap kali penyemprotan pada umumnya para petani responden menggabungkan fungisida dan insektisida serta di tambah penggunaan pupuk daun dan buah. Pemberian pupuk daun dilakukan satu atau dua kali dalam penyemprotan untuk merangsang tumbuhnya bunga, setelah tumbuh bunga pupuk daun lalu digantikan pupuk buah agar buah cepat tumbuh. Untuk pestisida padat para petani responden menggunakan satu sendok makan untuk dosisnya sedangkan untuk pestisida cair ukuran yang digunakan yaitu satu tutup botol. Pestisida dan pupuk tersebut lalu dicampur 14 liter air. Pada umumnya petani responden melakukan penyemprotan secara massal, dalam satu periode musim tanam penyemprotan dilakukan sebanyak 4-5 penyemprotan. Gambar 14. Hama Cacantal dan Penyakit Kresek Daun 64

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun Mentimun atau ketimun mempunyai nama latin Cucumis Sativus L. Mentimun termasuk dalam keluarga labu-labuan (cucubitaceae). Sejarah mentimun berasal dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI CAISIN (Brassica rapa cv. caisin) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI CAISIN (Brassica rapa cv. caisin) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI CAISIN (Brassica rapa cv. caisin) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MEIRANTI YUDI PRATIWI H34096061 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon Melon (Cucumis melo L.) berasal dari daerah Mediterania kemudian menyebar luas ke Timur Tengah dan Asia. Akhirnya, tanaman melon menyebar ke segala

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry 2.2 Penelitian Terdahulu

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry 2.2 Penelitian Terdahulu II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry Tomat (Lycopersicon esculentum) termasuk dalam famili Solanaceae. Tomat varietas cerasiforme (Dun) Alef sering disebut tomat cherry yang didapati tumbuh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Keadaan Geografis Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu dari tujuh anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Rukun Tani yang sebagian besar

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) SKRIPSI PUSPA HERAWATI NASUTION H 34076122 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian adalah sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Beberapa peran penting sektor pertanian yaitu menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat,

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari total produksi usahatani sayuran per hektar yang dikelola oleh petani di Kelompok Tani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah ROZFAULINA. ' Analisis Pendapatan dan Produksi Usahatani Cabai Merah Keriting, kasus Tiga Desa di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI). Salah satu tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian Pada dasarnya kegiatan produksi pada pertanian mengandung berbagai risiko dan ketidakpastian dalam pengusahaannya. Dalam kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karbohidrat. Produk hortikultura terbesar adalah buah-buahan dan sayuran.

I. PENDAHULUAN. karbohidrat. Produk hortikultura terbesar adalah buah-buahan dan sayuran. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produk hortikultura

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Citapen 5.1.1 Letak Geografis dan Pembagian Administrasi Desa Citapen terletak di wilayah Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) Oleh : AKBAR ZAMANI A. 14105507 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi dan memegang peranan penting

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

RISIKO PRODUKSI DAN HARGA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN PETERNAKAN AYAM BROILER CV AB FARM KECAMATAN BOJONGGENTENG - SUKABUMI

RISIKO PRODUKSI DAN HARGA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN PETERNAKAN AYAM BROILER CV AB FARM KECAMATAN BOJONGGENTENG - SUKABUMI RISIKO PRODUKSI DAN HARGA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN PETERNAKAN AYAM BROILER CV AB FARM KECAMATAN BOJONGGENTENG - SUKABUMI SKRIPSI MUHAMAD SOLIHIN H34067016 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Cabai Merah Keriting Cabai merah keriting atau lombok merah (Capsicum annum, L) merupakan tanaman hortikultura sayur sayuran semusim untuk rempah-rempah yang diperlukan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Oleh: VERRA ANGGREINI A14101021 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin, dan mineral serta bernilai ekonomi tinggi. Sayuran memiliki keragaman yang sangat banyak baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap pembangunan di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis Jagung sudah sejak lama diperkenalkan di Indonesia. Menurut Sarono et al. (2001) jagung telah diperkenalkan di Indonesia pada abad ke 16 oleh

Lebih terperinci

Lampiran 2. Impor Komoditi Pertanian (Dalam Volume Impor) Sub Sektor Jan-Nov 2007 Jan-Nov 2008 % 2008 Thd 2007

Lampiran 2. Impor Komoditi Pertanian (Dalam Volume Impor) Sub Sektor Jan-Nov 2007 Jan-Nov 2008 % 2008 Thd 2007 Lampiran 1. Ekspor Komoditi Pertanian (Dalam Volume Ekspor) Sub Sektor Jan-Nov 2007 Jan-Nov 2008 % 2008 Thd 2007 Volume (Kg) Nilai (US$) Volume (Kg) Nilai (US$) Volum Nilai (US$) e (Kg) Tanaman pangan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI MENTIMUN DI DESA LALADON, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR MUHAMMAD TAUFIQ HIDAYAT

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI MENTIMUN DI DESA LALADON, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR MUHAMMAD TAUFIQ HIDAYAT ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI MENTIMUN DI DESA LALADON, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR MUHAMMAD TAUFIQ HIDAYAT DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan yang bidang pekerjaannya berhubungan dengan pemanfaatan alam sekitar dengan menghasilkan produk pertanian yang diperlukan

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam upaya peningkatan perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI

PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI (Kasus: Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat) OLEH:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN *

I. PENDAHULUAN * I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat Tanaman tomat merupakan salah satu komoditas yang potensial untuk di kembangkan. Tomat merupakan tanaman yang bisa dijumpai diseluruh dunia. Daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor terpenting dalam pembangunan Indonesia, terutama dalam pembangunan ekonomi. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 18 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman herbal atau tanaman obat sekarang ini sudah diterima masyarakat sebagai obat alternatif dan pemelihara kesehatan yang

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kombinasi Produk Optimum Penentuan kombinasi produksi dilakukan untuk memperoleh lebih dari satu output dengan menggunakan satu input. Hal ini

Lebih terperinci

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT OLEH: ARYANI PRAMESTI A 14301019 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang merupakan komoditi hortikultura yang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan oleh petani di Indonesia sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan

I. PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang merupakan komoditi hortikultura yang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan oleh petani di Indonesia sebagian besar

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wortel merupakan salah satu tanaman sayuran yang digemari masyarakat. Komoditas ini terkenal karena rasanya yang manis dan aromanya yang khas 1. Selain itu wortel juga

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor)

ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) Oleh FAISHAL ABDUL AZIZ H34066044 PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibutuhkan secara berkesinambungan, karena merupakan bahan pangan yang

I. PENDAHULUAN. dibutuhkan secara berkesinambungan, karena merupakan bahan pangan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu produk pertanian hortikultura yang banyak diusahakan oleh petani. Hal ini dikarenakan cabai merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomi dan

Lebih terperinci

Oleh : TEUKU WOYLY BRAJAMUSTI A

Oleh : TEUKU WOYLY BRAJAMUSTI A ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR (Studi Kasus pada Ben s Fish Farm, Desa Cigola, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : TEUKU WOYLY BRAJAMUSTI A14101704

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sangat luas dan juga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Komoditas pertanian merupakan bagian dari sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar yang memberikan kontribusi sebesar 22,74 persen dibandingkan sektor-sektor lainnya, walaupun terjadi sedikit penurunan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) SKRIPSI MADA PRADANA H34051579 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Jambu biji disebut juga Jambu Klutuk (Bahasa Jawa), Jambu Siki, atau Jambu Batu yang dalam bahasa Latin disebut Psidium Guajava. Tanaman jambu biji merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN David Hismanta Depari *), Salmiah **) dan Sinar Indra Kesuma **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan tanaman semusim yang bersifat

I. PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan tanaman semusim yang bersifat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan tanaman semusim yang bersifat menjalar atau memanjat dengan perantaraan alat pemegang berbentuk pilin atau spiral.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian (agraris) yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani atau bergerak di bidang pertanian. Tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Tanaman Hias dan Tanaman Buah

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Tanaman Hias dan Tanaman Buah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Tanaman Hias dan Tanaman Buah Indonesia memiliki iklim dan wilayah tropis yang menyebabkan banyak tanaman dapat tumbuh dengan baik di Indonesia, sehingga wilayah dan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci