4. Outlook Perekonomian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. Outlook Perekonomian"

Transkripsi

1 4. Outlook Perekonomian Prospek ekonomi Indonesia tahun mengalami sedikit revisi ke bawah dibandingkan perkiraan triwulan lalu. Berdasarkan asesmen terkini, pertumbuhan ekonomi tahun 2005 diperkirakan mencapai 5,7% dan kemudian menjadi 5,9% pada 2006, masing-masing menurun dibandingkan 5,9% dan 6,1% dari perkiraan yang lalu. Revisi tersebut terutama sebagai dampak dari kenaikan harga BBM, pelemahan nilai tukar rupiah, dan volume perdagangan dunia yang lebih lambat dari perkiraan semula. Walaupun lebih melambat, struktur pertumbuhan ekonomi tetap mengarah pada pertumbuhan yang semakin berimbang dan berkelanjutan, yaitu semakin meningkatnya peran investasi dan ekspor barang dan jasa dalam pertumbuhan ekonomi. Kegiatan investasi yang cukup tinggi sejak triwulan III diperkirakan dapat meningkatkan kapasitas produksi nasional pada tahun 2006 sehingga dapat mengimbangi peningkatan permintaan domestik dan mengurangi kebutuhan akan impor. Penurunan impor ini tentunya akan berpengaruh positif dalam menurunkan tekanan terhadap neraca pembayaran. Namun demikian, besarnya tekanan ini juga sangat dipengaruhi oleh kemampuan dalam mendorong ekspor dan menarik arus modal asing, khususnya dalam bentuk PMA. Ke depan, tekanan inflasi diperkirakan masih cukup kuat. Inflasi IHK pada tahun 2005 menjadi semakin tinggi dari perkiraan semula setelah pemerintah menempuh kebijakan kenaikan harga BBM yang signifikan pada awal Oktober yang lalu. Sebagai dampaknya, laju inflasi IHK dalam beberapa waktu mendatang masih akan tetap tinggi dan diperkirakan baru akan mereda menjelang akhir tahun Pada akhir tahun depan, inflasi IHK diperkirakan akan lebih rendah dibandingkan tahun 2005, walaupun masih akan melebihi sasaran inflasi Pemerintah sebesar 5,5%±1%. Disamping karena berkurangnya kebijakan administered price Pemerintah, volatile food yang pada tahun 2005 memberi tekanan terhadap inflasi, pada tahun 2006 diperkirakan akan kembali ke pola normalnya, sehingga mengurangi tekanan terhadap inflasi yang berasal dari kelompok ini. Sementara itu, inflasi inti diperkirakan masih tetap berada di sekitar 7% pada Belum menurunnya inflasi inti dibandingkan dengan tahun 2005 terutama disebabkan oleh ekspektasi inflasi masyarakat yang masih tinggi dan nilai tukar rupiah yang masih berpotensi untuk melemah. ASUMSI DAN SKENARIO Kondisi Perekonomian Internasional Perkembangan ekonomi global pada tahun 2005 dan 2006 diperkirakan masih cukup baik meskipun melambat dibandingkan tahun Pada tahun 2005, perekonomian global diperkirakan tumbuh sekitar 4,3% 1, lebih rendah 1 World Economic Outlook IMF, September

2 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 2005 Persen % (y-o-y) dibandingkan dengan laju pertumbuhan sebesar 5,1% pada Tabel 4.1 tahun Perekonomian beberapa negara mengalami Indikator Ekonomi Utama Dunia perlambatan pertumbuhan terkait dengan tingginya harga Indikator Utama Aktual Proyeksi minyak dan tekanan inflasi. Namun demikian, cukup tingginya Output Dunia 3,9 5,1 4,3 4,3 pertumbuhan ekonomi Cina dan AS serta lebih cepatnya Negara-negara industri maju 2,1 3,4 2,5 2,7 akselerasi pemulihan ekonomi Jepang diperkirakan mampu Amerika Serikat 3,1 4,4 3,5 3,3 Jepang 2,72,6 2,0 2,0 Kanada 1,6 2,72,9 3,2 Asia industri baru/pasifik 3,1 5,6 4,0 4,7 Kawasan Euro 0,4 1,9 1,2 1,8 Inggris 2,1 3,1 1,9 2,2 menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dunia sehingga tetap pada perkiraan semula. Sejalan dengan perlambatan tersebut, volume perdagangan dunia diperkirakan mengalami penurunan Australia 3,0 3,5 2,2 3,2 dari 9,8% tahun 2004 menjadi 7% ditahun Pada tahun Singapura Hong Kong SAR Asia ex, Japan 1,1 3,2 7,3 8,1 8,4 7,8 3,9 6,3 7,8 4,5 4,5 7,2 Korea Negara-negara Berkembang China 2,6 6,3 9,3 4,6 7,1 9,5 3,8 6,4 9,0 5,0 6,1 8,2 2006, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan relatif sama dibandingkan dengan tahun 2005 yaitu sebesar 4,3%. Meskipun masih dihadapkan pada permasalahan tingginya harga minyak India 7,2 6,9 7,1 6,3 dunia, ketidakseimbangan global, dan siklus pengetatan Harga minyak 15,8 30,743,6 13,9 Harga komoditas primer nonminyak 6,9 18,5 8,6-2,1 Sumber : *IMF, World Economic Outlook, Sept 2005 Malaysia Laju Inflasi Global Negara Berkembang Volume Perdagangan Dunia Negara Maju Ekspor Negara Berkembang Negara-negara dalam transisi Dolar AS 5,3 6 4,8 3,5 10,8 11,1 1,2 7,0 5,8 9,8 8,5 13,5 11,1 1,8 5,5 5,9 7,0 5,4 10,4 3,6 6,0 5,7 7,4 5,8 10,3 4,5 Thailand Negara Maju Impor Negara Berkembang Negara Maju Harga Komoditas Internasional ($) Suku Bunga LIBOR 6 bulan Euro 6,9 1,8 9,0 2,6 2,3 6,1 2,0 14,9 8,1 2,1 3,5 2,2 13,5 5,0 2,1 5,0 2,0 11,9 6,3 2,4 moneter, pertumbuhan ekonomi dunia diwarnai oleh optimisme mulai pulihnya perekonomian beberapa negara, tingginya volume perdagangan dunia dan membaiknya pasar keuangan global. Dengan prospek pertumbuhan ekonomi dan volume perdagangan dunia seperti ini, diperlukan upaya yang lebih kuat lagi untuk meningkatkan ekspor Indonesia, khususnya untuk ekspor nonmigas. Laju inflasi dunia diperkirakan akan sedikit meningkat pada tahun 2005, dan selanjutnya cenderung menurun pada tahun Sejalan dengan kenaikan harga minyak dunia dan properti, pada tahun 2005 laju inflasi di negara maju diperkirakan meningkat hingga mencapai 2,2%. Di negara berkembang, tekanan inflasi di tahun 2005 diperkirakan masih tetap tinggi sebesar 5,9%. Pada tahun 2006, inflasi di negara maju diperkirakan akan menurun menjadi 2,0% dan untuk negara berkembang menurun menjadi 5,7 %. Sementara itu, perkembangan harga-harga komoditas nonmigas di pasar internasional diperkirakan bergerak relatif stabil. Beberapa harga komoditas, seperti tambang dan mineral, bahkan mengalami penurunan walaupun masih dalam level yang cukup tinggi. Penurunan harga komoditas didorong oleh menurunnya permintaan dunia dan bertambahnya pasokan, dan kondisi ini diperkirakan masih akan berlangsung sampai dengan tahun 2006 sehingga mendorong harga komoditas non-migas di tahun 2006 bergerak turun. Perkembangan harga beberapa komoditas tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia khususnya ekspor komoditas primer. Khusus untuk prospek harga minyak, perkembangannya diperkirakan akan berdampak pada kinerja fiskal, neraca pembayaran, nilai tukar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kebijakan moneter ketat di beberapa bank sentral dunia diperkirakan akan berlanjut sampai dengan tahun Bank sentral AS diperkirakan akan meningkatkan tingkat suku bunga Fedfund sampai semester I-2006 hingga mencapai 4,5%. Bank 26

3 Sentral New Zealand (RBNZ) dan Bank of Thailand (BOT) juga membuka peluang untuk kenaikan tingkat suku bunga lebih lanjut apabila tekanan inflasi masih terus berlangsung. Sementara itu, bank sentral Inggris (BOE) dan Uni Eropa (ECB) diperkirakan masih akan mempertahankan tingkat suku bunga pada saat ini, mengingat cukup tingginya tekanan inflasi. Secara keseluruhan, tingkat suku bunga dunia diperkirakan akan meningkat, seperti tercermin pada kenaikan suku bunga LIBOR denominasi dolar AS untuk jangka waktu 6 bulan yang meningkat dari 1,8% pada tahun 2004 menjadi 3,6% pada tahun 2005 dan 4,5% pada tahun Dengan kecenderungan meningkatnya suku bunga dunia tersebut, di tengah premi resiko investasi di Indonesia yang masih relatif tinggi, maka diperlukan upaya yang lebih kuat lagi untuk menarik arus modal asing masuk ke Indonesia baik untuk investasi portfolio maupun untuk PMA. Skenario Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal tahun 2005 diperkirakan masih ditekankan pada upaya menjaga proses kesinambungan fiskal. Hal tersebut tercermin pada upaya untuk mengarahkan penurunan defisit operasi keuangan pemerintah pada APBN-P II 2005 menjadi di bawah 1% dari PDB, yaitu mencapai 0,9% dari PDB. Rasio defisit tersebut lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai 1,2% dari PDB. Penurunan defisit tersebut diharapkan akan memberikan ruang bagi upaya mengurangi beban utang pemerintah di periode mendatang. Sementara itu, subsidi BBM diperkirakan akan mencapai Rp 89,2 triliun dengan menggunakan asumsi harga minyak internasional yang mencapai USD56,5 per barel dan adanya kenaikan harga BBM per 1 Oktober Langkah-langkah Pemerintah di bidang fiskal yang dilakukan melalui penghematan subsidi BBM dan perubahan asumsi harga minyak memberikan ruang gerak bagi Pemerintah untuk memberikan kompensasi subsidi BBM berupa cash transfer, membayar utang subsidi tahun 2004 serta beberapa tambahan belanja Pemerintah yang menyebabkan meningkatnya transfer Pemerintah pada sektor swasta dan konsumsi Pemerintah dibandingkan perkiraan anggaran sebelum ini. Meskipun demikian, Pemerintah masih menghadapi permasalahan di sisi pembiayaan terkait dengan bagi hasil Surat Utang Negara (SUN) yang relatif tinggi di tengah kebijakan moneter yang cenderung ketat. Untuk tahun 2006, keuangan pemerintah diskenariokan akan mengalami defisit yang sedikit lebih rendah dari tahun Dengan menggunakan asumsi baru dalam APBN untuk tahun 2006 seperti harga minyak diasumsikan USD 57/barrel, nilai tukar rata-rata sebesar Rp dan adanya penghematan subsidi di tahun 2005, diperkirakan defisit di tahun 2006 dapat dipertahankan pada level semula yaitu sekitar 0,7% dari PDB. Skenario Kebijakan Sektor Riil Dalam rangka menggerakkan sektor riil, Pemerintah secara terus menerus akan melakukan perbaikan iklim investasi, mempercepat pembangunan infrastruktur serta 27

4 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 2005 meningkatkan kegiatan perdagangan luar negeri. Dalam kaitan ini, beberapa langkah yang ditempuh Pemerintah diantaranya adalah: (i) menyempurnakan dan mengimplementasikan UU Penanaman Modal, (ii) mengevaluasi dan menghapus berbagai Peraturan Daerah yang menimbulkan ketidakefisienan dan biaya ekonomi tinggi, (iii) mengimplementasikan kebijakan percepatan penyediaan infrastruktur yang telah dimulai pada tahun 2005, serta (iv) mendukung perbaikan kinerja ekspor antara lain dengan membuka kesempatan ekspor bagi produk rotan setengah jadi berbahan baku rotan hutan alam serta ekspor pupuk. Perbaikan investasi diperkirakan dapat terealisir dan mampu memberikan dorongan lebih kuat bagi peningkatan kegiatan ekonomi nasional. Perbaikan iklim investasi akan lebih cepat sehingga semakin mendorong minat investor, khususnya oleh investor asing, untuk menanamkan dananya di Indonesia baik dalam bentuk PMA maupun investasi portfolio. Di samping itu, pelaksanaan Infrastruktur Summit II pada bulan Februari 2006 diharapkan akan meningkatkan kegiatan investasi sekaligus mempercepat penyediaan infrastruktur. Sementara itu, upaya peningkatan daya saing dan penetrasi pasar ekspor akan mendorong pertumbuhan ekspor, khususnya ekspor nonmigas yang lebih kuat. Secara keseluruhan, dengan skenario penguatan kebijakan di bidang investasi dan ekspor tersebut, ekspansi ekonomi nasional akan dapat diperkuat sementara tekanan terhadap kondisi neraca pembayaran dapat dikurangi sehingga mendukung upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan terjaganya stabilitas makroekonomi pada tahun 2005 dan PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2005 dan 2006 diperkirakan akan sedikit lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Di tahun 2005 perekonomian diperkirakan akan tumbuh sebesar 5,7% atau sedikit lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya sebesar 5,9%. Revisi angka pertumbuhan tersebut terkait dengan kinerja kegiatan investasi dan ekspor yang melambat akibat meningkatnya intensitas pelemahan nilai tukar serta lebih rendahnya volume perdagangan dunia dari perkiraan semula. Untuk tahun 2006 pertumbuhan ekonomi diperkirakan sekitar 5,9%, lebih rendah dibandingkan perkiraan semula yaitu 6,1%. Hal ini antara lain terkait dengan dampak kenaikan BBM, pelemahan nilai tukar dan peningkatan suku bunga. Namun demikian, struktur pertumbuhan ekonomi 2006 diperkirakan akan semakin berimbang dengan peranan investasi dan ekspor yang semakin besar sedangkan konsumsi swasta tumbuh moderat. Kegiatan investasi diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi sejalan dengan masih kuatnya permintaan domestik dan ekspor. Pertumbuhan ekspor diperkirakan akan meningkat sejalan dengan kenaikan volume perdagangan dunia dan meningkatnya kapasitas produksi sebagai dampak positif investasi yang cukup tinggi pada periode-periode sebelumnya. Berdasarkan sektor produksi, pertumbuhan ekonomi 2006 tersebut didukung oleh sektor industri pengolahan, sektor perdagangan serta sektor pengangkutan dan komunikasi. 28

5 Permintaan Agregat Dari sisi permintaan, pertumbuhan investasi dan ekspor sedikit melambat dibandingkan dengan tahun 2004 namun masih merupakan faktor pendorong utama pertumbuhan. Investasi diperkirakan akan mencapai tingkat pertumbuhan masing-masing sekitar 14,5-15,5% dan 14,8%-15,8 pada tahun 2005 dan 2006, menurun dibandingkan dengan perkiraan awal yaitu 15,4-16,4% untuk tahun 2005 dan 16,5%-17,5% untuk tahun Sementara itu, pertumbuhan ekspor pada tahun 2005 dan 2006 juga akan sedikit mengalami penurunan dan diperkirakan tumbuh dalam kisaran 7,0%-8,0% (yoy) pada tahun 2005 dan 7,8%-8,9% (yoy) pada tahun Dengan perkembangan tersebut, meskipun mengalami sedikit pelambatan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mempunyai prospek yang relatif baik mengingat kontribusi yang besar dari sektor investasi dan ekspor sehingga dapat mengarah kepada struktur pertumbuhan ekonomi yang semakin berimbang dan berkelanjutan. % (y-o-y) Kegiatan investasi dalam tahun Tabel diperkirakan akan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan mengalami sedikit perlambatan Rincian * 2005* 2006* meskipun masih dalam level I II III* IV* pertumbuhan yang cukup tinggi. Konsumsi Swasta 4,94 3,2 3,46 3,6-4,1 4,1-5,1 3,3-4,3 3,7-4,7 Konsumsi Pemerintah 1,95-8,5-5,61 14,1-14,6 15,0-16,0 3,9-4,9 9,9-10,9 Pertumbuhan investasi Total Konsumsi 4,60 2,0 2,48 4,7-5,2 5,4-6,4 3,4-4,4 4,4-5,4 Total Investasi 15,71 14,1 13,21 16,2-16,7 15,4-16,4 14,5-15,5 14,8-15,8 Permintaan Domestik 1) 7,09 4,8 5,02 7,6-8,1 7,9-8,9 6,1-7,1 7,1-8,1 Ekspor Barang dan Jasa 8,47 13,3 7,29 6,3-6,8 3,1-4,1 7,0-8,0 7,9-8,9 diperkirakan tidak setinggi perkiraan semula sebagai Impor Barang dan Jasa 24,95 15,6 10,1 11,7-12,2 9,6-10,6 11,4-12,4 9,3-10,3 dampak dari menurunnya 1) tanpa stok dan diskrepansi statistik PDB 5,13 6,19 5,54 5,2-5,7 5,2-6,2 5,5-6,0 5,5-6,5 * angka proyeksi kemampuan impor akibat pelemahan nilai tukar. Meskipun demikian, kegiatan investasi pada tahun 2005 diperkirakan masih tumbuh cukup tinggi yaitu dalam kisaran 14,5%- 15,5% (yoy). Faktor utama pendorong investasi adalah masih kuatnya permintaan domestik, baik untuk keperluan konsumsi maupun ekspor. Selain itu, kegiatan investasi Pemerintah diperkirakan akan memberikan sumbangan cukup besar, sejalan dengan perkiraan arah kegiatan belanja pemerintah yang ekspansif pada semester II Peningkatan kegiatan investasi juga didukung oleh masih optimisnya pelaku bisnis terhadap prospek usaha ke depan sebagaimana tercermin pada hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (BI) dan Indeks Tendensi Bisnis (BPS). Persepsi positif dari pelaku usaha tersebut sejalan dengan angka realisasi IUT (Izin Usaha Tetap) PMA maupun PMDN sampai dengan Agustus 2005 yang mengalami pertumbuhan positif, baik dari sisi jumlah ijin usaha yang dikeluarkan maupun nilai realisasi investasi. Kegiatan investasi yang meningkat pesat sejak tahun lalu diperkirakan akan meningkatkan kapasitas terpasang sehingga ekonomi diperkirakan masih akan beroperasi dengan kesenjangan output yang negatif meskipun akan semakin mendekati tingkat potensialnya. Kegiatan investasi dalam tahun 2006 diperkirakan akan terus mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2005 dan berada dalam kisaran 14,8-15,8% (yoy). 29

6 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 2005 Beberapa faktor penting seperti masih cukup kuatnya permintaan domestik dan faktor komitmen pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi dinilai dapat membentuk persepsi positif pelaku bisnis. Meskipun demikian, tantangan kegiatan investasi di tahun 2006 diperkirakan akan lebih berat dari tahun sebelumnya. Dampak kenaikan harga BBM di triwulan akhir 2005 dan kenaikan suku bunga BI Rate apabila terus berlangsung, diyakini akan mulai berdampak pada suku bunga kredit. Di samping kedua hal tersebut, faktor nilai tukar yang terus melemah juga berperan dalam menahan laju kegiatan investasi, yang disebabkan oleh turunnya kemampuan impor. Cukup kuatnya pengaruh nilai tukar terhadap investasi disebabkan oleh tingginya kandungan impor barang modal dalam kegiatan investasi. Kegiatan ekspor barang dan jasa pada tahun 2005 dan 2006 diperkirakan akan mengalami perlambatan dari perkiraan awal. Berdasarkan realisasi kinerja ekspor hingga semester I-2005 yang dibawah perkiraan menyebabkan perkiraan ekspor untuk keseluruhan tahun 2005 disesuaikan ke arah yang lebih moderat yaitu 7,0-8,0% (sebelumnya 8,5-9,5%). Realisasi kinerja ekspor yang dibawah perkiraan antara lain disebabkan kondisi permintaan dunia yang lebih melambat dari yang diperkirakan. Disamping itu, sisi penawaran juga belum mampu memberikan dukungan seperti yang diharapkan. Komoditi andalan TPT (tekstil dan produk tekstil) misalnya, yang dinilai berpeluang mengalami peningkatan volume yang cukup besar, hanya mengalami pertumbuhan yang moderat. Untuk tahun 2006, kegiatan ekspor barang dan jasa diperkirakan akan mampu tumbuh lebih tinggi dari tahun 2005, dan berada dalam kisaran 7,9-8,9%. Peningkatan ini sejalan dengan pertumbuhan volume perdagangan dunia yang mengalami peningkatan, serta dukungan sisi penawaran diperkirakan akan mulai mengalami meningkat sebagai hasil dari tingginya kegiatan investasi di tahun-tahun sebelumnya. Faktor nilai tukar yang lebih melemah, diyakini juga akan memberi manfaat untuk peningkatan ekspor, meskipun tidak terlalu signifikan. Perkembangan impor barang dan jasa juga diperkirakan tumbuh dibawah perkiraan awal. Impor riil diperkirakan akan tumbuh dalam kisaran 11,4-12,4% pada tahun Realisasi kinerja impor yang dibawah perkiraan antara lain disebabkan faktor permintaan yang lebih rendah dari yang diperkirakan dan Indeks Indeks Keyakinan Konsumen Kondisi Ekonomi Saat Ini Ekspektasi Konsumen optimis melemahnya nilai tukar Rupiah. Untuk tahun 2006, peningkatan kapasitas produksi nasional diharapkan dapat mulai membantu mengimbangi kuatnya kebutuhan domestik sehingga permintaan akan impor akan terus dapat dikurangi pesimis Grafik 4.1 Indeks Keyakinan Konsumen Sementara itu, konsumsi swasta pada tahun 2005 dan 2006 diperkirakan akan tumbuh dalam kisaran masing-masing antara 3,3-4,3% dan 3,7-4,7%, melambat dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya masing-masing antara 4,0-5,0% dan 4,3-5,3%. Penyesuaian kinerja konsumsi swasta utamanya terkait dengan tingginya laju inflasi sebagai dampak dinaikkannya harga BBM pada triwulan akhir 2005 Meskipun demikian, konsumsi 30

7 Indeks 90,0 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 masyarakat dalam semester II-2005 diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi dari semester I Perkiraan tersebut didukung oleh hasil Survei Konsumen yang mengindikasikan masih optimisnya konsumen dalam 6 bulan ke depan. Untuk tahun 2006, konsumsi masyarakat diperkirakan akan membaik. Peningkatan tersebut didorong oleh meningkatnya pendapatan masyarakat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, sementara tekanan terhadap daya beli masyarakat diperkirakan akan relatif berkurang sejalan dengan telah dinaikkannya harga BBM pada triwulan akhir Meskipun demikian, proses Grafik 4.2 disinflasi yang berlangsung lambat serta nilai tukar yang Rencana Konsumsi 6-12 bulan y.a.d diperkirakan masih cenderung melemah, menyebabkan pertumbuhan konsumsi masyarakat diperkirakan akan tumbuh moderat dalam kisaran 3,7-4,7%. Perabotan Rumah Tangga Pembelian/Perbaikan Rumah Peralatan Rumah Tangga 0, Konsumsi Pemerintah dalam tahun 2005 diperkirakan akan tumbuh dalam kisaran 3,9-4,9% (yoy), meningkat dari tahun sebelumnya. Perkiraan tersebut sejalan dengan rencana pengeluaran Pemerintah seperti yang tertuang dalam RUU APBN- P 2005 tahap II. Dengan asumsi defisit APBN-P tahap II sebesar 0,9% dari PDB dapat direalisasikan, arah ekspansif kegiatan konsumsi pemerintah diperkirakan baru akan muncul secara signifikan pada semester II Belanja Pemerintah pada semester II-2005 akan mencakup penyaluran dana kompensasi BBM dalam bentuk pembayaran cash transfer kepada 15,5 juta KK miskin, beberapa tambahan belanja Pemerintah serta pembayaran tunggakan subsidi Pertamina, pupuk dan listrik tahun Meskipun demikian, bila dikaji menggunakan indikator fiscal impulse, ekspansi fiskal keuangan pemerintah secara keseluruhan dalam tahun 2005 masih berada dalam arah yang netral terhadap perekonomian. Untuk tahun 2006, konsumsi Pemerintah diperkirakan akan mencatat pertumbuhan dalam kisaran 9,9-10,9% (yoy), lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Peningkatan konsumsi Pemerintah diperkirakan terutama dalam bentuk belanja pegawai sejalan dengan rencana kenaikan gaji pokok aparatur negara dan pemberian gaji ke-13, serta dana alokasi umum seiring dengan peningkatan target penerimaan pajak dan belanja lain. Investasi Pemerintah diperkirakan akan tumbuh moderat dibandingkan tahun Di sisi transfer ke sektor swasta, Pemerintah akan melanjutkan program bantuan sosial langsung ke masyarakat khususnya melalui program sekolah gratis dan pelayanan kesehatan gratis. Selain itu, pemberian cash transfer dalam rangka kompensasi BBM dan pemberian utang subsidi BBM tahun 2005 diperkirakan akan terus dilanjutkan. Penawaran Agregat Dari sisi penawaran, pada tahun 2005 seluruh sektor ekonomi mengalami ekspansi walaupun sejumlah sektor, seperti bangunan dan pertanian, mengalami pertumbuhan yang melambat, seiring dengan melambatnya permintaan domestik. 31

8 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 2005 Rincian % (y-o-y) Tumpuan pertumbuhan masih berada Tabel 4.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran pada sektor Industri Pengolahan, sektor Pengangkutan dan Komunikasi, serta * 2005* 2006* sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. I II III* IV* Secara keseluruhan, peningkatan kegiatan di berbagai sektor ekonomi tersebut diperkirakan akan mampu meningkatkan produksi nasional dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi dan investasi di dalam negeri. Untuk tahun 5,1 6,2 5,5 5,2-5,7 5,2-6,2 5,5-6,0 5,5-6,5 2006, kondisi PDB sektoral relatif lebih baik, khususnya pada kinerja industri pengolahan dan pertanian, sementara sektor pengangkutan dan perdagangan sedikit melambat. Pertanian 4,1 1,6-1,0 0,6-1,1 2,9-3,9 0,6-1,6 2,1-3,1 Pertambangan & Penggalian -4,6 1-2,9 (-5,3) - (-4,8) (-3,3) - (-2,3) (-3,0) - (-2,0) (-0,7) - 0,3 Industri Pengolahan 6,2 7,1 6,7 6,7-7,2 5,9-6,9 6,3-7,3 6,4-7,4 Listrik, Gas & Air Bersih 5,9 7,8 7,6 7,3-7,8 6,8-7,8 7,1-8,1 7,5-8,5 Bangunan 8,2 7,3 7,4 7,0-7,5 6,5-7,5 6,8-7,8 7,1-8,1 Perdagangan, Hotel & Restoran 5,8 10,0 9,5 7,6-8,1 6,9-7,9 8,2-9,2 7,5-8,5 Pengangkutan & Komunikasi 12,713,1 13,9 12,3-12,8 12,3-13,3 12,6-13,6 11,2-12,2 Keuangan, Persewaan & Jasa 7,7 6,5 10,0 9,0-9,5 7,1-8,1 7,8-8,8 5,3-6,3 Jasa-Jasa 4,9 4,9 4,4 5,4-5,9 4,8-5,8 4,5-5,5 4,7-5,7 PDB 5,1 * Angka proyeksi 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00-2,00-4,00-6,00 Sektor industri pengolahan diperkirakan mencatat kenaikan laju SBT 30,00 pertumbuhan. Selama tahun 2005 sektor industri pengolahan Total 25,00 Industri Pengolahan Bangunan diperkirakan mencatat pertumbuhan sebesar 6,3% 7,3%, dan 20,00 Perdagangan Pertanian 15,00 menunjukkan kenaikan pertumbuhan pada tahun ,00 Tingginya pertumbuhan industri pengolahan sejalan dengan 5,00 meningkatnya permintaan domestik serta kegiatan ekspor. 0,00 Pertumbuhan sektor ini diperkirakan berasal dari kelompok -5,00 industri nonmigas, terutama ditopang oleh pertumbuhan pada -10,00-15,00 industri makanan, industri kimia, dan industri otomotif I II III IV I II III IV I II III IV I II III* diperkirakan tumbuh lebih baik seiring dengan meningkatnya Grafik 4.3 konsumsi domestik. Subsektor Industri Tekstil juga diperkirakan Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) akan meningkat produksinya sebagai dampak dari kebijakan Uni Eropa yang membatasi ekspor TPT Cina, sehingga berpotensi mengembangkan ekspor ke negara Eropa. Sementara itu, subsektor Industri Alat Angkutan diperkirakan akan terus meningkat dengan masih tingginya permintaan kendaraan bermotor di dalam negeri. SBT Sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan akan tetap mencatat pertumbuhan tertinggi dibandingkan sektor lainnya. Pertumbuhan sektor ini diperkirakan akan mencapai sekitar 12%-13% pada tahun 2005 dan Subsektor komunikasi diperkirakan tumbuh cukup tinggi sejalan dengan masih terbukanya peluang pasar di bidang telekomunikasi khususnya telepon. Asosiasi Telepon Seluler Indonesia memperkirakan untuk tahun 2005, jumlah pelanggan selular diperkirakan mencapai 40 juta, meningkat sekitar 50% dari tahun sebelumnya. Angka perkiraan jumlah pelanggan tersebut meningkat menjadi 50,2 juta pada tahun Perkiraan ini juga diperkuat dengan adanya investasi yang cukup besar pada beberapa tahun terakhir untuk memperluas jaringan telepon. Sambungan telepon perusahaan-perusahaan penyedia jasa telekomunikasi juga diperkirakan akan terus meningkat. Sementara itu, subsektor pengangkutan diproyeksikan juga akan tumbuh tinggi sejalan dengan meningkatnya kegiatan 32

9 ekonomi. Indikasi cerahnya prospek subsektor pengangkutan diantaranya tercermin dari penambahan armada, baik oleh perusahaan angkutan udara domestik maupun oleh perusahaan angkutan laut domestik. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi sejalan dengan perkiraan meningkatnya kegiatan ekonomi nasional. Pada tahun 2005 dan 2006 pertumbuhan sektor ini diperkirakan akan mencapai masing-masing sekitar 8,2%-9,2% dan 7,5%-8,5%. Peningkatan pertumbuhan sektor ini diantaranya diindikasi dari penerbitan 100 izin pembangunan pasar modern sepanjang tahun Sementara itu, tingginya pertumbuhan di subsektor Hotel dan Restoran didorong pula oleh struktur konsumsi masyarakat yang telah mengalami pergeseran dari makanan ke nonmakanan dan jasa, serta terus meningkatnya tingkat hunian kamar hotel khususnya di Jakarta dan Bali. Produksi sektor Pertanian diperkirakan masih akan meningkat walaupun dengan pertumbuhan yang melambat dibandingkan tahun Pada tahun 2005 sektor ini diperkirakan akan tumbuh sekitar 0,6%-1,6%. Melambatnya pertumbuhan sektor ini sejalan dengan prediksi Departemen Pertanian yang memperkirakan produksi beras nasional selama tahun 2005 akan turun sekitar 600 ribu ton dibandingkan tahun sebelumnya, akibat kerusakan infrastruktur pertanian di NAD, serangan hama wereng dibeberapa daerah serta kekeringan hingga padi jadi puso. Di subsektor peternakan, wabah flu burung yang berjangkit pada awal triwulan III diperkirakan akan menurunkan kinerja subsektor tersebut. Sementara itu, produksi tanaman perkebunan, khususnya kelapa sawit, akan mengalami kenaikan produksi, terkait dengan permintaan CPO dari India dan Uni Eropa yang masih meningkat. Pada tahun 2006 sektor pertanian diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi menjadi 2,1%-3,1%. Upaya pemerintah untuk menjamin ketersediaan maupun kenaikan harga yang minimal untuk komoditas pupuk pada musim tanaman 2005/06 diharapkan akan mendukung keberhasilan panen tanaman padi. Akselerasi pertumbuhan sektor ini antara lain didukung pula oleh program pengembangan produksi padi oleh pemerintah dalam rangka swasembada beras berkelanjutan sd tahun 2010 melalui perluasan areal 0,37% per tahun dan peningkatan produktivitas sebesar 0,48% sejak tahun Di sub sektor perkebunan, program pemerintah untuk meningkatkan areal panen kelapa sawit dari 5 juta ha saat ini menjadi 8 juta ha dalam 3 tahun mendatang diharapkan akan mendorong peningkatan produksi komoditi tersebut. Sektor Pertambangan dan Penggalian diperkirakan masih akan tumbuh negatif sekitar 1,5%-2% pada tahun Penurunan kinerja sektor ini disebabkan oleh produksi minyak mentah yang masih menurun, sementara eksplorasi sumur baru masih terbatas. Pertambangan non migas diperkirakan masih tumbuh positif sebagaimana diindikasikan oleh peningkatan produksi batu bara yang diperkirakan mencapai 18% dari tahun lalu. Peningkatan produksi ini antara lain sejalan dengan rencana PLN dan Kementrian Riset dan Teknologi untuk membangun PLTU berbahan baku batu bara di Tanjung Enim. Pada tahun 2006, kinerja sektor ini diperkirakan 33

10 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 2005 akan membaik, yang diantaranya didukung oleh mulai berproduksinya 3 perusahaan KPS di bidang gas bumi. Kinerja subsektor pertambangan nonmigas diperkirakan meningkat terutama ditopang oleh meningkatnya produksi pertambanganbatubara seiring dengan relatif masih menariknya harga batu bara internasional dan adanya upaya pemanfaatan alternatif pengganti BBM. Dengan perkiraan tersebut, kinerja sektor ini diproyeksi akan menunjukkan perbaikan pada tahun 2006 dan mencatat pertumbuhan sebesar 0,7% sd 0,3%. Sektor Listrik, Gas & Air Bersih diperkirakan akan mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Pada tahun 2005 dan 2006 sektor ini diperkirakan akan tumbuh dengan kisaran 7,0-8,0%. Sejumlah proyek infrastruktur di sektor ini yang telah dicanangkan pemerintah diperkirakan akan mulai direalisir untuk mengatasi kendala kapasitas produksi saat ini yang tidak mampu peningkatan konsumsi masyarakat dan kebutuhan sektor industri pengolahan. Sebagai contoh, dengan perkiraan jumlah konsumen yang akan mencapai 36 juta pelanggan maka penjualan energi listrik diperkirakan akan naik 10%. Penambahan pembangkit listrik diperkirakan akan berasal dari PLTGU Sengkang (65 MW), PLTU Cilegon, PLTU Cilacap, PLTU Tanjung Jati B dan PLTA Bili-bili (20 MW) yang diperkirakan selesai pada tahun Sektor Bangunan diperkirakan masih akan mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi selama tahun 2005 dan Pada tahun 2005 sektor ini diperkirakan tumbuh sekitar 6,8%-7,8%. Di segmen properti komersial, pembangunan pusat perbelanjaan seperti department store, hypermarket, diperkirakan mendominasi bisnis properti. Kondisi ini diperkirakan masih akan berlangsung sampai dengan tahun mendatang, dimana pasokan ruang pusat perbelanjaan di Jakarta diperkirakan akan mencatat sebesar 2,82 juta m2, meningkat dari 1,78 juta m2 di September Sementara itu, pembangunan proyek-proyek infrastruktur yang dicanangkan Pemerintah diperkirakan akan mulai direalisir terutama pada tahun 2006 sehingga mampu menyumbang secara signifikan dari peningkatan pertumbuhan sektor ini. Di segmen perumahan, pembentukan lembaga pemberi secondary mortgage facility yang diperkirakan akan beroperasi pada tahun 2006 diharapkan dapat menunjang peningkatan kinerja sektor bangunan. Sektor Keuangan diperkirakan juga akan mengalami pertumbuhan dengan laju yang cenderung melambat. Pada tahun 2005 sektor ini diperkirakan masih akan tumbuh sekitar 7,8%-8,8% dan selanjutnya melambat menjadi sekitar 5,3%-6,3% pada tahun Kenaikan nilai tambah sektor ini pada 2005 tidak terlepas dari meningkatnya kegiatan perekonomian. Ke depan, perlambatan laju pertumbuhan diperkirakan terjadi di subsektor bank sejalan dengan menipisnya net interest margin akibat kecenderungan suku bunga deposito yang meningkat lebih besar daripada suku bunga kredit. Percepatan konsolidasi perbankan dan penerapan beberapa Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang terkait dengan kehati-hatian diperkirakan akan mendorong perbankan lebih berhati-hati dalam ekspansi usahanya. Selain itu, kehatihatian perbankan ini juga didorong oleh kecenderungan meningkatnya kredit bermasalah (NPL). 34

11 Indeks Inflasi Leading Indikator Inflasi Grafik 4.4 Leading Indikator Inflasi PRAKIRAAN INFLASI Hingga akhir tahun 2005 tekanan inflasi diperkirakan masih tinggi. Hal tersebut tercermin pada Leading Indikator Inflasi (LII) yang terus menunjukkan kenaikan hingga bulan Oktober Dengan kondisi tersebut, laju inflasi IHK pada akhir tahun diperkirakan diperkirakan mencapai sekitar 12% (yoy), atau jauh berada di atas sasaran inflasi yang ditetapkan Pemerintah sebesar 6%±1%. Tekanan inflasi dapat lebih besar lagi apabila dampak lanjutan kenaikan harga BBM terhadap biaya transportasi dan biaya lainnya tidak dapat terkendali. Beberapa faktor penyebab tingginya perkiraan laju inflasi IHK adalah kenaikan harga administered (BBM), ekspektasi inflasi masyarakat yang masih tinggi, serta kenaikan harga pada kelompok volatile foods. Peningkatan ekspektasi inflasi yang disertai oleh melemahnya nilai tukar rupiah pada gilirannya menyebabkan inflasi inti diperkirakan sedikit berada di atas 7% pada akhir tahun Untuk tahun 2006, didorong oleh tekanan administered price yang berkurang, level depresiasi nilai tukar yang lebih rendah, dan kondisi pasokan bahan pangan yang membaik, maka inflasi di 2006 diperkirakan mencapai 6%-8% Kebijakan pemerintah di bidang harga (administered price) memicu tingginya tekanan inflasi IHK pada Serangkaian kebijakan Pemerintah di bidang harga pada tahun ini berdampak signifikan terhadap inflasi IHK, terutama kenaikan harga BBM yang dilakukan pada Februari rata-rata sebesar 32,41% dan pada 1 Oktober sebesar 81% 2, disamping kenaikan HJE rokok pada Juli sebesar 15%. Kenaikan harga BBM yang terakhir dilakukan Pemerintah meliputi kenaikan harga minyak tanah dari sebesar Rp700/liter menjadi Rp2.000/liter (85,7%), kenaikan harga solar sebesar 104,8% dan premium sebesar 87,5%. Namun demikian, harga minyak tanah yang tercatat di IHK bulan September 2005 telah mencapai Rp1.200/liter sehingga dengan kenaikan tersebut, dan apabila pemerintah dapat menjaga pasokan BBM, maka kenaikan harga minyak tanah diperkirakan hanya akan sebesar 66,7%. Dengan bobot BBM dalam keranjang IHK sekitar 3,74% maka kenaikan harga BBM tersebut menyumbang 3,03% terhadap kenaikan laju inflasi. Sebagai dampak dari kenaikan harga BBM tersebut, tarif angkutan mengalami kenaikan sekitar 17,5% sesuai dengan pernyataan Menteri Perhubungan yang menyatakan bahwa tarif angkutan hanya akan diperbolehkan meningkat 20% dari kenaikan harga BBM. Kenaikan tarif angkutan diperkirakan akan memberi sumbangan sekitar 0,71% terhadap laju inflasi. Dengan mempertimbangkan kenaikan harga BBM tersebut, inflasi kelompok barang administered hingga akhir tahun 2005 diperkirakan menjadi sekitar 32,5% (yoy). Meningkatnya administered price mendorong kenaikan ekspektasi inflasi masyarakat, baik di kalangan pedagang maupun produsen. Hingga saat ini, pembentukan ekspektasi inflasi masyarakat lebih bersifat adaptif, yaitu melihat 2 Rata-rata tertimbang premium dan solar. 35

12 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 2005 Indeks Indeks 6 bulan yad 3 bulan yad 1 bulan yad 6 bulan yad 3 bulan yad Survei Penjualan Eceran, BI Grafik 4.5 Ekspektasi Inflasi SPE Ekspektasi harga 6 bl ke depan Grafik 4.6 Ekspektasi Inflasi Survei Konsumen historis atau realisasi inflasi IHK, ketimbang mendasarkan pada sasaran inflasi yang ditetapkan Pemerintah. Sebagaimana perilaku historisnya, adanya kenaikan harga BBM, kemungkinan kenaikan Tarif Dasar Listrik pada 2006 dan depresiasi nilai tukar Rupiah telah mendorong peningkatan ekspektasi inflasi masyarakat. Survei Penjualan Eceran dan Survei Konsumen yang dilakukan Bank Indonesia mengkonfirmasi tingginya ekspektasi inflasi masyarakat sebagaimana ditunjukkan oleh naiknya indeks ekspektasi harga dalam enam bulan ke depan. Nilai tukar rupiah yang cenderung terdepresiasi memberi tekanan terhadap inflasi IHK. Perkembangan hingga triwulan III-2005 menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah masih mengalami tekanan. Nilai tukar rupiah yang terdepresiasi tersebut berdampak pada meningkatnya tekanan inflasi. Walaupun demikian, fakta sampai dengan periode laporan menunjukkan bahwa pengaruh depresiasi nilai tukar terhadap inflasi inti sangat minimal. Para pelaku usaha ditengarai menahan dampak depresiasi nilai tukar terhadap peningkatan biaya produksi dengan cara mengurangi profit margin. Namun apabila depresiasi nilai tukar terus berlanjut, pelaku usaha diperkirakan akan melakukan penyesuaian harga jual. Sementara itu, tekanan inflasi yang bersumber dari inflasi negara-negara mitra dagang (imported inflation) di tahun 2005 justru diperkirakan sedikit menurun dibandingkan tahun 2004, walau masih dalam level yang relatif tinggi. YoY% 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 4.7 Inflasi Negara Mitra Dagang Perkembangan harga yang bersumber dari interaksi permintaan dan penawaran diperkirakan berpotensi menimbulkan tekanan. Permintaan masyarakat pada periode 6 bulan mendatang diperkirakan masih meningkat. Hal tersebut sejalan dengan hasil Survei Konsumen yang mengindikasikan masih optimisnya keyakinan konsumen dalam 6 bulan ke depan, walaupun dengan kecenderungan optimisme yang semakin menurun. Dari sisi penawaran, produksi domestik tumbuh cukup tinggi sebagaimana tercermin pada peningkatan kegiatan usaha hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha. Namun demikian, sejalan dengan tingginya permintaan, tingkat utilisasi kapasitas terpasang juga meningkat 3 dan cenderung mengarah pada tingkat potensialnya. Kondisi tersebut menyebabkan kesenjangan output mulai menyempit sehingga berpotensi memberikan tekanan terhadap inflasi. Sementara dari sisi pasokan barang relatif masih terjaga. Impor barang, baik barang modal, bahan baku, maupun barang konsumsi, masih menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Walaupun 3 Capacity utilization total industri diperkirakan mencapai 73,2% pada tahun 2005, meningkat dibandingkan tahun 2004 yang mencapai 69,4% (Sumber: Deperindag). 36

13 Ribu Ton demikian, pada tahun 2005 gangguan pasokan muncul akibat produksi bahan makanan (beras) yang lebih rendah dari tahun lalu dan potensi munculnya masalah distribusi akibat kelangkaan BBM. Masalah pasokan bahan makanan tercermin dari perkembangan harga bahan makanan di tahun 2005 yang terus meningkat Persen 100,00 95,00 90,00 85,00 80,00 75,00 70,00 65,00 60,00 55,00 50,00 Produksi Beras (GKG) Laju inflasi IHK pada tahun 2006 diperkirakan akan menurun Kebutuhan Beras Tahun 2004 dibandingkan tahun Perkiraan ini terutama disebabkan oleh berkurangnya kenaikan administered prices. Setelah Grafik 4.8 Produksi dan Kebutuhan Beras Nasional menaikkan harga BBM secara signifikan pada tahun 2005, Pemerintah diperkirakan tidak akan menempuh kebijakan yang signifikan di bidang administered price. Rencana kebijakan di bidang harga tahun 2006 yang saat ini dapat diidentifikasi adalah kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) sebesar 12%. Selain itu, proses penyesuaian kenaikan harga BBM pada triwulan IV-2005 PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN RTAMBANGAN Makanan, Minuman dan Tembakau diperkirakan masih akan berlanjut hingga triwulan III-2006 dan Tekstil, Brg Kulit & Alas Kaki Pupuk, Kimia & Barang dari Karet LISTRIK, GAS & AIR BERSIH TOTAL baru akan menghilang pada triwulan IV Dengan perkiraan tersebut, laju inflasi administered yang pada akhir tahun 2005 diperkirakan mencapai 32,5% diperkirakan akan menurun menjadi sekitar 6% pada akhir tahun Di sisi volatile foods, dengan asumsi tidak terjadi gangguan pasokan dan distribusi, inflasi kelompok komoditas ini diperkirakan akan kembali normal I II III IV I II III IV I II Grafik 4.9 Utilitas Kapasitas (SKDU) pada tingkat sekitar 7% pada akhir tahun 2006 setelah pada akhir tahun 2005 diperkirakan mencapai sekitar 14% (yoy). Sementara itu, inflasi inti diperkirakan tetap stabil di sekitar 7% pada akhir tahun Perkiraan ini didorong oleh tingginya ekspektasi inflasi masyarakat, semakin menyempitnya kesenjangan output sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan potensi melemahnya nilai tukar rupiah. Dengan perkiraan tersebut, laju inflasi IHK pada akhir tahun 2006 diperkirakan sekitar 6%-8% dan masih tetap berada di atas kisaran inflasi yang ditetapkan Pemerintah sebesar 5,5%±1% FAKTOR RISIKO Ke depan, gambaran akan prospek ekonomi dan laju inflasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko. Faktor-faktor tersebut secara umum berdampak kurang menguntungkan (downside risks) terhadap prospek perekonomian Indonesia ke depan. Harga Minyak yang Masih Tinggi Harga minyak dunia yang tinggi berdampak kurang menguntungkan terhadap pertumbuhan ekonomi. Meskipun diperkirakan akan bergerak turun, namun harga 37

14 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 2005 minyak pada tahun 2006 masih berpotensi untuk bergejolak. Kenaikan harga minyak internasional akan menyebabkan naiknya harga berbagai komoditi internasional karena meningkatnya ongkos produksi dan transportasi. Akibatnya, kemampuan perekonomian domestik untuk melakukan impor bahan baku dan barang modal diperkirakan akan menurun, sehingga akan mempengaruhi kegiatan investasi dan kinerja beberapa sektor ekonomi. Dengan masih tingginya permintaan minyak domestik, meningkatnya harga minyak juga akan memberikan tekanan kepada kondisi neraca pembayaran, dan pada akhirnya ke nilai tukar rupiah. 4 Di sisi lain, dengan kemampuan fiskal yang sangat terbatas, melonjaknya kembali harga minyak akan membuka kemungkinan naiknya kembali harga BBM dalam negeri. Apabila hal ini terjadi, maka akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan diperkirakan akan semakin melambat. Kepastian Implementasi Kebijakan Pemerintah Gambaran prospek perekonomian ke depan yang telah dibangun dengan asumsi bahwa Pemerintah akan terus berupaya memperbaiki iklim investasi, mempercepat pembangunan infrastruktur dan meningkatkan kegiatan ekspor. Komitmen pemerintah untuk terus mengupayakan perbaikan iklim investasi merupakan faktor penting guna menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi ke depan. Keberhasilan dalam Infrastructure Summit 2006, apabila dapat tercapai, akan menjadi sumbangan berharga dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, upaya peningkatan ekspor akan mendatangkan devisa hasil ekspor yang berpotensi menambah pasokan valas domestik. Dalam kaitan dengan penciptaan iklim investasi yang lebih sehat, sejumlah faktor yang diidentifikasi dapat menjadi risiko implementasi kebijakan pemerintah di bidang investasi dan ekspor tersebut tersebut adalah: (i) belum tuntasnya peraturan-peraturan yang mendorong kelancaran program pembangunan infrastruktur; dan (ii) halangan berupa penentangan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan, sehingga mengganggu pelaksanaan UU yang sudah disahkan. Kedua hal tersebut berdampak pada kurangnya rasa aman bagi investor asing untuk menanamkan modalnya, terutama bila terjadi perselisihan hukum. Persepsi Masyarakat Terhadap Kondisi Sosial dan Keamanan Keberhasilan pembangunan ekonomi ke depan juga sangat ditentukan oleh persepsi masyarakat terhadap kemampuan Pemerintah dalam menanggulangi berbagai persoalan domestik, khususnya yang terkait dengan dampak kenaikan harga BBM dan masalah keamanan. Di bidang sosial, keberhasilan Pemerintah dalam menyalurkan dana kompensasi BBM sesuai dengan sasarannya dan kemampuan dalam menanggulangi dampak lanjutan kenaikan harga BBM lainnya sangat dinantinanti agar gejolak sosial yang berpotensi mengganggu kegiatan perekonomian 4 Dampak ke neraca pembayaran dan nilai tukar akan berkurang apabila elastisitas konsumsi BBM domestik terhadap harga BBM cukup besar. 38

15 dapat diatasi. Di bidang keamanan, kerawanan sistem keamanan nasional terhadap serangan teroris diperkirakan dapat memperburuk persepsi investor dan wisatawan asing terhadap Indonesia. Walaupun berdasarkan pengalaman-pengalaman yang lalu gangguan keamanan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jalannya roda perekonomian nasional, namun apabila kejadian tersebut terus berulang di waktu mendatang akan berpotensi untuk menurunkan kepercayaan pelaku ekonomi terhadap kondisi keamanan domestik. Karenanya, langkah-langkah Pemerintah di bidang keamanan perlu tetap menjadi perhatian untuk tetap menjaga rasa aman dan kepastian penegakan hukum di masyarakat. Dengan mempertimbangkan sejumlah faktor risiko tersebut dan beberapa variabel makroekonomi yang berpotensi lebih tinggi dari yang diperkirakan, arah dan probabilitas inflasi IHK dan inflasi inti ke depan diperkirakan cenderung lebih tinggi. Secara teknis, asesmen tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat dan probabilitas terjadinya risiko (balance of risk) yang dapat diidentifikasi. Dalam kaitan ini, potensi risiko penyimpangan ke atas (upward risk) terhadap lebih tingginya perkiraan inflasi ke depan terutama bersumber dari asumsi harga minyak internasional yang lebih tinggi dari $55/barel, kenaikan administered price yang belum teridentifikasi dan atau lebih tinggi dari asumsi (kenaikan TDL sebesar 12% pada 2006), serta asumsi nilai tukar Rupiah yang lebih terdepresiasi, pada gilirannya dapat berdampak pada lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi dibandingkan perkiraan saat ini. Dengan mempertimbangkan penilaian sejumlah faktor risiko tersebut, arah dan probabilitas inflasi IHK dan inflasi inti ke depan mempunyai kecenderungan mengalami tekanan lebih besar dari yang diprakirakan. 39

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

UMKM & Prospek Ekonomi 2006 UMKM & Prospek Ekonomi 2006 Oleh : B.S. Kusmuljono Ketua Komite Nasional Pemberdayaan Keuangan Mikro Indonesia (Komnas PKMI) Komisaris BRI Disampaikan pada : Dialog Ekonomi 2005 & Prospek Ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2008 4. Outlook Perekonomian Di tengah gejolak yang mewarnai perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 diprakirakan mencapai 6,2% atau melambat

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian 2006

4. Outlook Perekonomian 2006 Outlook Perekonomian 2006 4. Outlook Perekonomian 2006 Peluang perekonomian Indonesia untuk mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi pada tahun 2006 tetap terbuka, meskipun dihadapkan pada tantangan yang

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan masih akan terus berlangsung pada 2008, melanjutkan perkembangan yang membaik selama 2007. Pertumbuhan ekonomi 2008 diprakirakan mencapai

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Secara umum, proses pemulihan ekonomi terus berlanjut yang disertai dengan stabilitas makroekonomi yang relatif terjaga. Dalam tahun 2007, pertumbuhan ekonomi diprakirakan masih

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA TRIWULAN IV-2004 Kegiatan usaha pada triwulan IV-2004 ekspansif, didorong oleh daya serap pasar domestik Indikasi ekspansi, diperkirakan berlanjut pada triwulan I-2005 Kegiatan

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian 2006

4. Outlook Perekonomian 2006 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2006 4. Outlook Perekonomian 2006 Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2006 diperkirakan bergerak kearah bawah dari proyeksi 5,0-5,7%. Perkiraan ini didorong oleh

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA TRIWULAN IV-2008 Sebagai dampak dari krisis keuangan global, kegiatan dunia usaha pada triwulan IV-2008 mengalami penurunan yang tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT)

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2007 2. Perkembangan Makroekonomi Terkini Penguatan pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan terus berlanjut pada triwulan IV-2007. PDB triwulan IV-2007 diprakirakan

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian 2006

4. Outlook Perekonomian 2006 Outlook Perekonomian 2006 4. Outlook Perekonomian 2006 Prospek perekonomian Indonesia pada tahun 2006 diperkirakan semakin baik. Pembaikan ini didukung oleh perkiraan kondisi perekonomian global yang lebih

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Perkembangan Terkini, Tantangan, dan Prospek Ekonomi Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Disampaikan pada MUSRENBANG RKPD 2017 KOTA BALIKPAPAN OUTLINE 2 Perekonomian Nasional Perekonomian

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2003, Bank Indonesia Sampai dengan triwulan III-2003, kondisi perekonomian Indonesia masih mengindikasikan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 Posisi uang primer pada akhir Januari 2002 menurun menjadi Rp 116,5 triliun atau 8,8% lebih rendah dibandingkan akhir bulan

Lebih terperinci

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 I. Pendahuluan Setelah melalui perdebatan, pemerintah dan Komisi XI DPR RI akhirnya menyetujui asumsi makro dalam RAPBN 2012 yang terkait

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 25 2. Perkembangan Makroekonomi Terkini Secara keseluruhan, kinerja ekonomi Indonesia pada triwulan III-25 tidak sebaik dibandingkan perkiraan sebelumnya. Pertumbuhan

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian 2007

4. Outlook Perekonomian 2007 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006 4. Outlook Perekonomian 2007 Dengan memperhatikan seluruh kondisi dan dinamika perekonomian tahun 2006 serta kecenderungannya ke depan,kondisi makroekonomi

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Dinamika perkembangan sektoral pada triwulan III-2011 menunjukkan arah yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Keseluruhan sektor mengalami perlambatan yang cukup signifikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur 1 Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur ALUR PIKIR 2 PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini 2. Perkembangan Makroekonomi Terkini Penguatan pertumbuhan ekonomi diprakirakan berlanjut pada triwulan II-2007. Setelah mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi pada triwulan I-2007, PDB diprakirakan tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. No. 064/11/63/Th.XVIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2014 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,19 persen, lebih lambat dibandingkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo pada triwulan II-2013 tumbuh 7,74% (y.o.y) relatif lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,63% (y.o.y). Angka tersebut

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA gf TRIWULAN IV-2017 Hasil Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) mengindikasikan bahwa kegiatan usaha pada triwulan IV-2017 masih tumbuh, meski tidak setinggi triwulan III- 2017 sesuai

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 World Economic Report, September 2001, memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2001 hanya mencapai 2,6% antara lain

Lebih terperinci

PROYEKSI MAKROEKONOMI INDONESIA

PROYEKSI MAKROEKONOMI INDONESIA PROYEKSI MAKROEKONOMI INDONESIA 2009-2013 Biro Riset LMFEUI Gejolak makroekonomi mulai terjadi sejalan dengan fluktuasi harga energi dan komoditas sejak semester kedua 2007. Fluktuasi tersebut disusul

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 Prospek ekonomi tahun 2007 lebih baik dari tahun 2006. Stabilitas ekonomi diperkirakan tetap terjaga dengan nilai tukar rupiah yang stabil, serta laju inflasi dan suku

Lebih terperinci

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini 2. Perkembangan Makroekonomi Terkini Secara umum, perekonomian nasional pada triwulan I-2006 menunjukkan kinerja yang membaik. Kondisi tersebut tercermin pada terjaganya kestabilan makroekonomi dengan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Boks I Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan

Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan Ringkasan Laporan Nusantara Februari 2014 *) Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan PERKEMBANGAN TERKINI EKONOMI DAERAH Setelah mengalami perlambatan pada beberapa triwulan sebelumnya, realisasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan I 2010 Inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5%. Mayoritas responden (58,8%) optimis bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi pada awal tahun 2016 mengalami perlambatan dibandingkan dengan bulan lalu. Pada Januari 2016, inflasi IHK tercatat sebesar 0,51% (mtm), lebih rendah

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan IV 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan IV 2003, Bank Indonesia Sampai

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA gf TRIWULAN IV-2016 Hasil Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) mengindikasikan bahwa kegiatan usaha pada triwulan IV-2016 tumbuh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sesuai

Lebih terperinci

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 53/08/35/Th. X, 6 Agustus 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Semester I Tahun 2012 mencapai 7,20 persen Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 No. 06/02/62/Th. VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan IV-2012 terhadap triwulan III-2012 (Q to Q) secara siklikal

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA gf TRIWULAN III-2017 Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) mengindikasikan berlanjutnya ekspansi kegiatan usaha pada triwulan III-2017, meski tidak setinggi triwulan sebelumnya. Hal ini

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang akan dicapai dalam tahun 2004 2009, berdasarkan

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 sampai dengan bulan Juli 2006 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi membaik dari

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Pertumbuhan melambat; risiko tinggi

Ringkasan eksekutif: Pertumbuhan melambat; risiko tinggi Ringkasan eksekutif: Pertumbuhan melambat; risiko tinggi Melihat ke tahun 2014, Indonesia menghadapi perlambatan pertumbuhan dan risiko-risiko ekonomi yang signifikan yang membutuhkan fokus kebijakan tidak

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED 29-Jan-16 NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29 - Pasar Uang 0-90% - Deposito Syariah - Efek Pendapatan Tetap 10-90% - Syariah - Efek Ekuitas 10-90% - Ekuitas Syariah 12.37% 48.71% 38.92%

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011 No. 43/08/63/Th XV, 05 Agustus 20 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-20 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-20 tumbuh sebesar 5,74 persen jika dibandingkan triwulan I-20 (q to q)

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 24 Kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 24 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, sejak memasuki tahun 22 stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan

Lebih terperinci