BAB. I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang
|
|
- Yohanes Tanudjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB. I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Batuan karbonat adalah semua batuan yang terdiri dari garam karbonat, dalam hal ini CaCO 3 dan MgCO 3. Batuan karbonat memiliki keistimewaan dalam cara terbentuknya, praktis tak ada sebagai dedritus daratan. Proses pembentukan batuan ini yakni secara kimia/melalui proses-proses kimia, namun uniknya turut sertanya organisme dalam batuan ini. Ada 5 mekanisme penting yang dapat menerangkan bagaimana terjadinya pengendapan CaCO 3 dan bertambahnya CO 2 yang dapat terlarut dalam air (Blatt, 1982) yaitu : 1. Bertambahnya suhu dan penguapan 2. Pergerakan air 3. Penambahan salinitas 4. Aktivitas organic 5. Perubahan tekanan I.2. Maksud dan Tujuan Maksud dam tujuan mempelajari batuan karbonat yaitu : 1. Agar mhasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan batuan karbonat. 2. Agar mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi batuan karbonat. 1
2 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Pengertian Batuan Karbonat Batuan Kabonat adalah salah satu kelas batuan sedimen yang penyusun utamanya adalah mineral karbonat. Rejers & Hsu, (1986) mendifinisikan Batuan karbonat adalah batuan dengan kandungan material karbonat lebih dari 50 % yang tersusun atas partikel karbonat klastik yang tersemenkan atau karbonat kristalin hasil presipitasi langsung. Bates & Jackson (1987) mendefinisikan batuan karbonat sebagai batuan yang komponen utamanya adalah mineral karbonat dengan berat keseluruhan lebih dari 50 %. Sedangkan batugamping menurut definisi Reijers &Hsu (1986) adalah batuan yang mengandung kalsium karbonat hingga 95 %. Sehingga tidak semua batuan karbonat adalah batugamping. Batuan ini terbentuk baik oleh proses kimia maupun oleh proses biokimia. Batuan karbonat menyusun 10 sampai 15 persen batuan sedimen dan pada umumnya tersusun atas dua jenis batuan, yaitu: 1. Limestone / Batu Kapur/ Gamping, yang terdiri atas mineral calcite (CaCO3) atau Mg Calcite (MgCO3). Gambar. 1. Limestone 2. Dolostone, yang sebagian besar terdiri atas mineral dolomite [CaMg(CO3)2]. Mineral karbonat sangat mudah larut dalam air asam, sehingga mereka 2
3 kebanyakan memiliki porositas dan permeabilitas tinggi yang membuat batuan ini sangat baik untuk terjadinya reservoir minyak. Gambar.2. Dolostone Limestone mudah diamati karena sifatnya yang sangat mudah bereaksi dengan HCl dan jika melapuk akan berwarna putih atau abu-abu. Sedangkan Dolostone tidak akan ngecoss (bereaksi) kecuali berupa serbuk dan akan berwarna coklat jika melapuk, warna coklat ini adalah warna Fe yang sedikit terbentuk untuk menggantikan Mg. Komponen penyusun batu gamping Menurut Tucker (1991), komponen penyusun batugamping dibedakan atas non skeletal grain, skeletal grain, matrix dan semen. 1. Non Skeletal grain, terdiri dari : a. Ooid dan Pisoid Ooid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat atau elips yang punya satu atau lebih struktur lamina yang konsentris dan mengelilingi inti. Inti penyusun biasanya partikel karbonat atau butiran kuarsa (Tucker, 1991). Ooid memiliki ukuran butir < 2 mm dan apabila memiliki ukuran > 2 mm maka disebut pisoid. b. Peloid Peloid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat, elipsoid atau merincing yang tersusun oleh mikrit dan tanpa struktur internal. Ukuran peloid antara 0,1 0,5 3
4 mm. Kebanyakan peloid ini berasala dari kotoran (faecal origin) sehingga disebut pellet (Tucker 1991). c. Agregat dan Intraklas Agregat merupakan kumpulan dari beberapa macam butiran karbonat yang tersemenkan bersama-sama oleh semen mikrokristalin atau tergabung akibat material organik. Sedangkan intraklas adalah fragmen dari sedimen yang sudah terlitifikasi atau setengah terlitifikasi yang terjadi akibat pelepasan air lumpur pada daerah pasang surut atau tidal flat (Tucker,1991). 2. Skeletal Grain Skeletal grain adalah butiran cangkang penyusun batuan karbonat yang terdiri dari seluruh mikrofosil, butiran fosil, maupun pecahan dari fosil-fosil makro. Cangkang ini merupakan allochem yang paling umum dijumpai dalam batugamping (Boggs, 1987). Komponen cangkang pada batugamping juga merupakan penunjuk pada distribusi invertebrata penghasil karbonat sepanjang waktu geologi (Tucker, 1991). 3. Lumpur Karbonat atau Mikrit Mikrit merupakan matriks yang biasanyaberwarna gelap. Pada batugamping hadir sebagai butir yang sangat halus. Mikrit memiliki ukuran butir kurang dari 4 mikrometer. Pada studi mikroskop elektron menunjukkan bahwa mikrit tidak homogen dan menunjukkan adanya ukuran kasar sampai halus dengan batas antara kristal yang berbentuk planar, melengkung, bergerigi ataupun tidak teratur. Mikrit dapat mengalami alterasi dan dapat tergantikan oleh mozaik mikrospar yang kasar (Tucker, 1991). 4. Semen Semen terdiri dari material halus yang menjadi pengikat antar butiran dan mengisi rongga pori yang diendapkan setelah fragmen dan matriks. Semen dapat berupa kalsit, silika, oksida besi ataupun sulfat. 4
5 II.2. Klasifikasi Batuan Karbonat klasifikasi yang dikeluarkan oleh Leighton & Pendexter (1962) telah membedakan batuan karbonat berdasarkan kandungan kalsit, dolomit dan mineral pengotornya (non-karbonat). Klasifikasi tersebut menyebutkan bahwa batuan karbonat (dolostone dan limestone) jika batuan tersebut berkomposisi mineral karbonat di atas 50%. Sedangkan Tucker dan Wright (1990) mendefenisikan bahwa batuan karbonat harus mempunyai mineral karbonat di atas 50%. Sementara batuan yang memiliki kandungan karbonat kecil dari 50% dan signifikan dipertimbangkan dapat menjadi awalan yang menunjukkan sifat karbonatan. Berdasarkan pengertian batuan karbonat tersebut di atas kemudian mengelompokkannya berdasarkan klasifikasi batuan pada buku AAPG Memoir 1 (1962). Secara umum dijelaskan klasifikasi batuan karbonat berdasarkan Dunham (1962) dan penyempurnaannya dan klasifikasi oleh Folk (1962). Perbedaan kedua klasifikasi tersebut terletak dari cara pandangnya. Folk membuat klasifikasi berdasarkan apa yang dilihatnya melalui mikroskop atau lebih bersifat deskriptif, sedangkan Dunham lebih melihat batuan karbonat dari aspek deskriptif dan genesis, sehingga dalam klasifikasinya tidak hanya mempertimbangkan kenampakan dibawah mikroskop tetapi juga kenampakan lapangan (field observation). a. Klasifikasi Folk (berhubungan dengan Matrix) Klasifikasi Folk menuntun kita untuk mendeskripsi batuan karbonat tentang apa yang dilihat dan hanya sedikit untuk dapat menginterpretasikan apa yang dideskripsi tersebut. Sebenarnya batuan karbonat merupakan batuan yang mudah mengalami perubahan (diagenesis) oleh karena itu studi tentang batuan karbonat tidak akan memberikan hasil yang maksimal jika tidak mengetahui proses-proses yang terjadi pada saat dan setelah batuan tersebut terbentuk. Kelemahan klasifikasi Folk tersebut diperbaiki oleh Dunham dan membuat klasifikasi baru dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Klasifikasi ini membagi batuan karbonat menjadi dua grup yaitu Allochemicals dan Orthocemicals. 5
6 Allochemicals merupakan batuan karbonat yang membawa butiran-butiran dari tempat lain selama pengendapannya. Butiran-butiran tersebut bisa berupa material fossiliferous, ooids, peloids, intraclasts. Butiran-butiran tersebut menancap pada matrix, baik matrix micrite maupun sparite. Micrite, berupa butiran-butiran padat atau lumpur karbonat. Sparite, berupa butiran kalsit yang lebih keras yang terbentuk selama diagenesis. Orthocemicals merupakan batuan karbonat yang mineralnya terkristalisasi langsung di tempat pengendapan, sehingga tidak memiliki butiran-butiran bawaan. b. Klasifikasi Dunham (berhubungan dengan Kemas) Kelebihan klasifikasi Dunham (1962) adalah adanya perpaduan antara deskriptif dan genetik dalam pengklasifikasian batuan karbonat. Selanjutnya klasifikasi ini disempurnakan oleh Embry dan Klovan (1971) yang lebih mempertimbangkan kepada genetik batuannya. Dengan menggunkan klasifikasi tersebut maka secara implisit akan menggambarkan proses yang terjadi selama terbentuknya batuan tersebut demikian pula dengan lingkungan pengendapannya. Oleh karena itu klasifikasi tersebut menjadi lebih populer dibanding dengan klasifikasi Folk. Menurut Dunham 1962 bahwa tekstur batugamping atau batuan karbonat dapat menggambarkan genesa pembentukannya, sehingga klasifikasi ini dianggap mempunyai tipe genetik dan bukan deskriptif seperti yang dikemukakan oleh Folk (1962). Terdapat empat dasar klasifikasi batuan karbonat menurut Dunham 1962 yaitu kandungan lumpur karbonat (mud), kandungan butiran, keterikatan komponen, dan kenampakan tekstur hasil diagenesis. Tekstur batuan karbonat yang didominasi oleh kehadiran mud (mikrit) atau mud supported terbagi dua yaitu batuan yang mengandung butiran lebih dari 10% dan dimasukkan kedalam mudstone, sedangkan batuan yang kandungan butirannya lebih besar dari 10% dimasukkan kedalam wackestone. Grain supported atau batuan yang didominasi oleh butiran adalah tekstur batuan karbonat yang terendapkan pada lingkungan berenergi sedang tinggi. Tekstur ini terbagi dua yaitu yang masih mengandung matriks digolongkan menjadi packstone dan yang tidak mengandung matriks sama sekali atau grainstone. 6
7 Tabel Klasifikasi batuan karbonat berdasarkan Dunham 1962 yang didasarkan pada kehadiran mud (mikrit) dan butiran (grain). Kelompok ketiga dalam klasifikasi Dunham adalah batuan dimana komponennya saling terikat satu sama lainnya atau tersusun oleh organisme. Dalam klasifikasi tersebut tekstur seperti ini dimasukkan kedalam boundstone. Selain ketiga kelompok tekstur di atas, maka batuan karbonat juga dikelompokkan berdasarkan diagenetiknya, yaitu jika komponen penyusunnya tidak lagi memperlihatkan tekstur asalnya. Kelompok batuan ini dikenal sebagai kristallin karbonat (calcite crystalline rocks dan dolomite crystalline rocks). Tekstur ini oleh Embry & Klovan 1971 menyempurnakannya klasifikasi Dunham (1962) dengan mempertimbangkan pengaruh energi dan sedimen-sedimen yang terbawa dan terakumulasi pada batuan tersebut. Embry & Klovan melihat pentingnya ukuran fragmen (butiran) yang terakumulasi pada batuan yang didominasi oleh matriks. Batuan dengan tekstur wackestone dengan kandungan butiran lebih besar dari 2 mm, maka menurut Embry & Klovan bahwa batuan ini erat hubungannya dengan sumber butiran (fragmen) sehingga perlu memberikan nama khusus yaitu floatstone untuk menggambarkan lingkungan pengendapannya. Sedangkan pada tekstur grainstone Embry & Klovan menamakannya sebagai rudstone untuk batuan dengan butiran lebih besar dari 2 mm. 7
8 Klasifikasi batuan karbonat yang dibedakan berdasarkan tekstur pengendapannya, tipe butiran, dan faktor lainnya seperti yang diperkenalkan oleh Dunham Klasifikasi ini dimodifikasi oleh Embry dan Klovan (1971) yang mempertimbangkan ukuran butir dan bentuk perkembangan organisme pembentuk batuan Selain berdasarkan pada ukuran fragmen dalam batuan, Embry & Klovan juga memberikan perhatian pada organisme yang menyusun batuan karbonat yang dalam klasifikasi Dunham (1962) menamakan boundstone. Menurutnya bahwa cara sedimen terperangkap pada organisme penyusun boundstone perlu dibedakan menjadi tiga yaitu bindstone, bafflestone dan framestone. Seperti yang terlihat pada illustrasi di atas bahwa masing-masing tekstur mempunyai kekhasan tersendiri. Bindstone adalah orgnisme yang menyusun batuan karbonat dimana cara hidupnya dengan mengikat sedimen yang terakumulasi pada organisme tersebut. Organisme yang seperti ini biasanya hidup dan berkembang didaerah berenrgi sedang tinggi. Batuan ini umumnya terdiri dari kerangka ataupun pecahan-pecahan kerangka organik, seperti koral, bryozoa dll, tetapi telah diikat kembali oleh kerak lapisan-lapisan (encrustation) gamping yang dikeluarkan oleh ganggang merah. 8
9 Penyempurnaan klasifikasi Dunham oleh Embry dan Klovan yang membagi boundstone menjadi tiga yaitu bafflestone, bindstone dan framestone. Selain itu wackestone menjadi floatstone dan grainstone manjadi rudstone jika butiran lebih besar dari 2 mm. Bafflestone adalah tekstur batuan karbonat yang terdiri dari organisme penyusun yang cara hidupnya menadah sedimen yang jatuh pada organisme tersebut. Tekstur ini umumnya dijumpai pada daerah berenergi sedang. Bafflestone terdiri dari kerangka organik seperti koral (branching coral) dalam posisi tumbuh (growth position) dan diselimuti oleh lumpur gamping. Kerangka organik bertindak sebagai baffle yang menjebak lumpur gamping. Tekstur yang ketiga adalah framestone. Batuan ini tersusun oleh organisme yang hidupnya pada daerah yang berenergi tinggi sehingga tahan terhadap gelombang dan arus. Penyusun batuan ini seluruhnya dari kerangka organik seperti koral, bryozoa, ganggang, sedangkan matriksnya < 10% dan semen mungkin kosong. Secara umum pembagian zona energi dan batuan penyusun meurut Embry & Klovan (1971) diperlihatkan pada gambar berikut. 9
10 Penampang melintang komplek terumbu yang menggambarkan perbedaan zona dan batuan penyusun setiap zona menurut Embry & Klovan (1971). Selain klasifikasi Dunham, maka klasifikasi batuan karbonat yang sering digunakan adalah klasifikasi Folk (1959/1962). Klasifikasi ini lebih menekankan kepada pendekatan deskriptif dan tidak mempertimbangkan masalah genetiknya. Dasar pembagiannya adalah kehadiran sparit (semen) dan mikrit (matriks). Selain itu klasifikasi ini juga melihat volume butiran (allochem) dalam batuan yang diurut seperti intraklas, ooid, fosil/pellet. Kehadiran sparit dan mikrit menjadi komposisi utama dimana jika sparitnya lebih besar daripada mikrit maka nama batuannya akan berakhiran sparit, demikian pula jika mikrit yang lebih dominan maka nama batuannya akan berakhiran mikrit. Awalan dalam penamaan batuan karbonat menurut Folk tergantung pada komposisi intraklas, jika intraklas di atas 25% maka nama batuannya menjadi intasparit atau intramikrit. Namun jika butiran ini tidak mencapai 25% maka butiran kedua menjadi pertimbangan yaitu ooid, sehingga batuan dapat berupa oosparit atau oomikrit. Pertimbangan lainnya adalah jika kandungan ooid kurang dari 25%, maka perbandingan pellet dan fosil menjadi penentu nama batuan. Terdapat tiga model perbandingan (fosil : pellet) yaitu 3:1, 1:3, dan antara 3:1 1:3. Jika fosil lebih besar atau 3 : 1 maka nama batuannya biosparit atau biomikrit demikian pula sebaliknya akan menjadi pelsparit atau pelmikrit. Jika oerbandingan ini ada pada komposisi 3:1 1:3 maka menjadi biopelsparit atau biopelmikrit. Klasifikasi ini juga masih menganut paham Grabau dengan menambahkan akhiran rudit jika allochemnya mempunyai ukuran yang lebih besar dari 2 mm dengan prosentase lebih dari 10%. Dengan demikian penamaan batuan karbonat menurut klasifikasi ini akan menjadi rudit (misalnya biosparudit, oomikrudit dst). 10
11 Klasifikasi batuan karbonat menurut Folk (1959) yang membagi batuan karbonat secara deskriptif. Kehadiran sparit dan mikrit menjadi pertimbangan utama dalam klasifikasi ini. Klasifikasi Dunham (1962) didasarkan pada tekstur deposisi dari batugamping, karena menurut Dunham dalam sayatan tipis, tekstur deposisional merupakan aspek yang tetap. Kriteria dasar dari tekstur deposisi yang diambil Dunham (1962) berbeda dengan Folk (1959). Kriteria Dunham lebih condong pada fabrik batuan, misal mud supported atau grain supported bila ibandingkan dengan komposisi batuan. Variasi kelas-kelas dalam klasifikasi didasarkan pada perbandingan kandungan lumpur. Dari perbandingan lumpur tersebut dijumpai 5 klasifikasi Dunham (1962). Nama nama tersebut dapat dikombinasikan dengan jenis butiran dan mineraloginya. Batugamping dengan kandungan beberapa butir (<10%) di dalam matriks lumpur karbonat disebut mudstone dan bila mudstone tersebut mengandung butiran yang tidak saling bersinggungan disebut wackestone. Lain halnya apabila antar butirannya saling bersinggungan disebut packstone / grainstone. Packstone mempunyai tekstur grain supported dan punya matriks mud. Dunham punya istilah Boundstone untuk batugamping dengan fabrik yang mengindikasikan asal-usul komponenkomponennya yang direkatkan bersama selama proses deposisi. Klasifikasi Dunham (1962) punya kemudahan dan kesulitan. Kemudahannya tidak perlu menentukan jenis butiran dengan detail karena tidak menentukan dasar 11
12 nama batuan. Kesulitannya adalah di dalam sayatan petrografi, fabrik yang jadi dasar klasifikasi kadang tidak selalu terlihat jelas karena di dalam sayatan hanya memberi kenampakan 2 dimensi, oleh karena itu harus dibayangkan bagaimana bentuk 3 dimensi batuannya agar tidak salah tafsir. Pada klasifikasi Dunham (1962) istilahistilah yang muncul adalah grain dan mud. Nama-nama yang dipakai oleh Dunham berdasarkan atas hubungan antara butir seperti mudstone, packstone, grainstone, wackestone dan sebagainya. Istilah sparit digunakan dalam Folk (1959) dan Dunham (1962) memiliki arti yang sama yaitu sebagai semen dan sama-sama berasal dari presipitasi kimia tetapi arti waktu pembentukannya berbeda. Sparit pada klasifikasi Folk (1959) terbentuk bersamaan dengan proses deposisi sebagai pengisi pori-pori. Sparit (semen) menurut Dunham (1962) hadir setelah butiran ternedapkan. Bila kehadiran sparit memiliki selang waktu, maka butiran akan ikut tersolusi sehingga dapat mengisi grain. Peristiwa ini disebut post early diagenesis. Dasar yang dipakai oleh Dunham untuk menentukan tingkat energi adalah fabrik batuan. Bila batuan bertekstur mud supporteddiinterpretasikan terbentuk pada energi rendah karena Dunham beranggapan lumpur karbonat hanya terbentuk pada lingkungan berarus tenang. Sebaliknya grain supported hanya terbentuk pada lingkungan dengan energi gelombang kuat sehingga hanya komponen butiran yang dapat mengendap. c. Klasifikasi Mount (1985) Klasifikasi Mount (1985) Proses pencampuran batuan campuran silisiklastik dan karbonat melibatkan proses sedimentologi dan biologi yang variatif. Proses tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori : a. Punctuated Mixing. Pencampuran di dalam lagoon antara sedimen dan silisiklastik di dalam lagoon yangberasal dari darat dengan sedimen karbonat laut. Proses pencampuran ini terjadi hanya bila ada energi yang kuat melemparkan material karbonat ke arah lagoon. Energi yang besar ini dapat terjadi padaa saat badai. Proses ini dicirikan oleh adanya shell bed yang merupakan lapisan yang mebngandung intraklas-intraklas cangkang dalam jumlah yang melimpah. b. Facies Mixing. Percampuran yang terjadi pada batasbatas facies antara darat dan laut. Suatu kondisi fasies darat berangsur-angsur berubah menjadi fasies laut memungkinkan untuk terjadinya pencampuran silisiklastik dan karbonat. 12
13 c. Insitu Mixing. Percampiran terjadi di daerah sub tidal yaitu suatu tempat yang banyak mengandung lumpur terrigenous. Kondisi yang memungkinkan terjadinya percampuran ini adalah bila lingkungan tersebut terdapat organisme perintis seperti algae. Apabila algae mati maka akan menjadi suplai material karbonat. d. Source Mixing. Proses percampuran ini terjadi karena adanya pengangkatan batuan ke permukaan sehingga batuan tersebut dapat tererosi. Hasil erosi batuan karbonat tersebut kemudian bercampur dengan material silisiklastik. Klasifikasi Mount (1985) merupakan klasifikasi deskriptif. Menurutnya sedimen campuran memiliki 4 komponen, yaitu :- Silisiklastik sand (kuarsa, feldspar dengan ukuran butir pasir).- Mud, yaitu campuran silt dan clay. Allochem, batuan karbonat seperti pelloid, ooid dengan ukuran butir > 20 mikrometer.- Lumpur karbonat / mikrit, berukuran < 20 mikrometer. II.3. Klasifikasi Batuan Sedimen Karbonat Secara umum batuan sedimen karbonat dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori utama, yaitu : 1. Organik 2. Presipitasi 3. Klastik 4. Dolomitik Twenhofel, 1950 dalam Petrology Sedimentary Rocks membagi batuan karbonat menjadi 3 bagian yaitu : 1. Kimia - Organik - Inorganik 2. Mekanik 3. Dolomitik 13
14 Pettijohn, 1957 dalam Petrology Sedimentary Rocks mengklasifikasikan batuan karbonat berdasarkan genetiknya menjadi 3 bagian utama yakni : 1. Autochothonous - Biohermal - Biostromal - Pelagic 2. Allochthounos (detrital) - Calcirudites - Calcarenites - Calcilutites 3. Metasomatik Dolomite Limestone Dunham, 1962 dalam Petrology Sedimentary Rocks mengklasifikasikan batuan karbonat menjadi 3 kelompok utama yang dicirikan sebagai berikut : 1. Komponen asal terikat satu sama lain selama proses pengendapan. 2. Komponen asal tidak terikat satu sama lain selama proses pengendapan. Folk, 1962 dalam Petrology Sedimentary Rocks mengklasifikasikan batuan karbonat berdasarkan 3 komponen utama pembentuk batuan karbonat yakni : 1. Allochem serupa dengan butiran atau partikel pada batuan sedimen klastik. Yang tergolong allochem antara lain fosil, intraklast, oolith dan pellet. 2. Microcrystalline Calcite (Micrite) yaitu Kristal halus berukuran 1-4 mikron. Batuan yang dominan mikrit biasanya berwarna keruh. 14
15 3. Spary Calcite Cement yaitu Kristal kalsit yang berukuran 10 mikron, biasanya mengisi rongga antar batuan. Dibedakan dengan mikrit karena butirannya lebih besar dan berwarna terang. Klasifikasi yang umum digunakan adalah klasifikasi menurut Koesoedinata, Alasan pemakaian klasifikasi ini adalah penekanan terhadap penamaan batuan sedimen karbonat dilapangan. Berdasarkan klasifikasi ini batuan sedimen karbonat di bagi menjadi 4 tipe utama yaitu: 1. Tipe batugamping kerangka atau batugamping terumbu Tipe batuan ini sering juga disebut Boundstone (Dunham, 1962). Sedangkan berdasarkan terdapatnya lumpur karbonat diantara kerangka atau pecahan kerangka dalam batuan sedimen karbonat, Gambar1.3. Batu gamping terumbu batuan ini dapat dikelompokkan menjadi : a. Framestone : batuan ini sebagian besar terdiri dari kerangka organik, matriks < 10% dan semennya berupa sparry calcite sangat sedikit bahkan tidak ada. b. Bindstone : batuan ini terdiri dari kerangka organik tetapi telah terikat oleh kerak-kerak lapisan gamping yang dikeluarkan oleh ganggang merah dan sebagainya. c. Bafflestone : batuan ini terdiri dari kerangka organic seperti koral dalm posisi tubuh (growth position) dan diselimuti lumpur gamping. 15
16 d. Floatstone : batuan ini terdiri dari potongan-potongan kerangka organic yang mengambang dalam lumpur gamping. e. Rudstone : batuan ini sudah termasuk dalam batugamping klastik yang sangat kasar (calcirudite dalam klasifikasi Grabau, 1959 dan biusparudoite dalam klasifikasi Folk,1961), sebagai hasil rombakan suatu terumbu/batugamping kerangka dan terkumpul setempat. 2. Tipe batugamping klastik a. Bioklastik Tipe batuan ini terdiri dari cangkang-cangkang yang dicirikan fragmen/kerangka pernah lepas. Besar butir > 2mm. b. Chemiklastik Tipe batuan ini terdiri dari fragmen yang berasal dari proses kimiawi seperti koagulasi, agresi, nodul dan lain-lain. Contoh oolith dan pisolith. c. Intraklast/fragmental Tipe batuan ini terdiri dari fragmen-fragmen yang asalnya tidak jelas dan dapat merupakan campuran. 3. Tipe batugamping afanitik Batugamping ini terdiri dari butir-butir < 0,005mm, tidak dapt diketahui apakah terdiri dari fragmen-fragmen halus. Batuan ini terbentuk dari penggerusan batugamping yang telah ada, penghancuran terumbu oleh gelombang atau dari pengendapan langsung secara kimiawi dari ar laut yang lewat jenuh akan CaCO 3 sebagai jarum-jarum aragonite. 4. Tipe batugamping kristalin dan Dolomit Batugamping kristalin tidak terbentuk langsung dari pengendapan, tetapi hasil ddari rekristalisai dari batugamping yang telah ada sebelumnya (batugamping klastik, batugamping terumbu dan batugamping afanitik). 16
17 Proses kristalisasi ini umumnya terjadi melalui proses metamorfisme atau diagenesis. Batuagamping kristalin mungkin juga dapat diendapkan secara langsung dalam asosiasi dengan batuan evaporit. Dolomite umumnya dijumpai dalam bentuk kristalin, proses pembentukannya dapat secara langsung dalam kondisi supratidal melalui proses evaporasi dengan syarat perbandingan konsentrasi Mg : Ca adalah 5 : 1 dan diperlukan penguapan yang intensif dalam skala besar. Tipe-tipe di atas hanyalah merupakan tipe-tipe utama saja. Semua unsurunsur butir/ kerangka dan unsur lain dapat bercampur dalam suatu batuan, terutama mikrit dan sparit. Klasifikasi Folk, 1961 sangat memperinci proporsi antar butir, matriks dan semen, akan tetapi harus bedasarkan pengamatan mikroskopik. 17
18 BAB. III PENUTUP III.1. Kesimpulan Dapat disimpulkan bahwa : a. Batuan karbonat adalah semua batuan yang terdiri dari garam karbonat, dalam hal ini CaCO 3 dan MgCO 3. b. Secara umum dijelaskan klasifikasi batuan karbonat berdasarkan Dunham (1962) dan penyempurnaannya dan klasifikasi oleh Folk (1962). Perbedaan kedua klasifikasi tersebut terletak dari cara pandangnya. Folk membuat klasifikasi berdasarkan apa yang dilihatnya melalui mikroskop atau lebih bersifat deskriptif, sedangkan Dunham lebih melihat batuan karbonat dari aspek deskriptif dan genesis, sehingga dalam klasifikasinya tidak hanya mempertimbangkan kenampakan dibawah mikroskop tetapi juga kenampakan lapangan (field observation). c. Secara umum batuan sedimen karbonat dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori utama, yaitu : Organik Presipitasi Klastik Dolomitik 18
19 DAFTAR PUSTAKA
01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat
http://disbudparkbb.id/images/potensi/citatah2.jpg 01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat Kerangka Materi Pengertian Batuan Karbonat Manfaat dan Hubungan dengan ilmu geologi yang lain Klasifikasi batuan
Lebih terperinciKEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI TUGAS BATUAN KARBONAT Makalah Batuan Karbonat Di Susun Oleh : WA ODE SUWARDI
Lebih terperinciBAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING
BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING IV.1 Pendahuluan Batuan Karbonat Klastik Terrigenous Sedimen yang global dan tak terbatas dengan iklim. Suplai sedimen berasal dari kontinen dan laut. Ukuran dari butiran
Lebih terperinciBAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT
BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT Satuan batugamping Gunung Sekerat tersingkap dengan baik, dengan penyebaran kurang lebih 10% dari luas daerah penelitian, dalam Peta Geologi (Lampiran G-3) satuan
Lebih terperinciPETROGRAFI BATUAN KARBONAT
PETROGRAFI BATUAN KARBONAT I. PENDAHULUAN Batuan karbonat merupakan batuan yang tersusun dari mineral-mineral garam karbonat yang terbentuk secara kimiawi dalam bentuk larutan, dimana organisme perairan
Lebih terperinciBAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU
BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU 4.1 Pendahuluan Batuan Karbonat adalah batuan sedimen yang terdiri dari garam karbonat. Dalam prakteknya adalah gamping (limestone) dan dolomit (Koesoemadinata,
Lebih terperinciBAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN
BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN Fasies adalah suatu tubuh batuan yang dicirikan oleh kombinasi ciri litologi, ciri fisik dan biologi yang membedakannya dengan tubuh batuan yang berdekatan (Walker,
Lebih terperinciFoto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis.
besar Lepidocyclina spp., Amphistegina spp., Cycloclypeus spp., sedikit alga, porositas buruk berupa interpartikel, intrapartikel dan moldic, berlapis baik. Pada sayatan tipis (Lampiran A-5: analisis petrografi)
Lebih terperinciLABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA
LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA VII: PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN KARBONAT Asisten Acara: 1 2 3 4 Nama
Lebih terperinci// - Nikol X - Nikol 1mm
Sampel lain yang mewakili mikrofasies ini adalah D 34 D, merupakan batugamping packstone, klastik, terpilah buruk, kemas terbuka, disusun oleh butiran (50%), terdiri dari fragmen fosil berupa alga, foraminifera
Lebih terperinciBAB IV FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN
BAB IV FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN Menurut Fahrudi (2004), lingkungan pengendapan dari hasil analisis fasies batugamping meliputi Reef Slope, Reef Framework, dan Proximal Talus. Fahrudi (2004)
Lebih terperinciACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN
ACARA IX MINERALOGI OPTIK I. Pendahuluan Ilmu geologi adalah studi tentang bumi dan terbuat dari apa itu bumi, termasuk sejarah pembentukannya. Sejarah ini dicatat dalam batuan dan menjelaskan bagaimana
Lebih terperinciBesar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth
3. Batuan Sedimen 3.1 Kejadian Batuan Sedimen Batuan sedimen terbentuk dari bahan yang pernah lepas dan bahan terlarut hasil dari proses mekanis dan kimia dari batuan yang telah ada sebelumnya, dari cangkang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan sumber daya alam yang terdapat di bumi salah satunya adalah batuan. Menurut Pusat Bahasa Kemdiknas (2008), batuan merupakan mineral atau paduan mineral yang
Lebih terperinciBAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING
BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING 4.1 Diagenesis Batugamping Diagenesis merupakan proses yang terjadi setelah proses sedimentasi pada suatu batuan meliputi proses kimiawi maupun fisika, namun perubahan ini
Lebih terperinciBAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG
BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG 5.1 Metode Penelitian Analisis data dilakukan berdasarkan pengamatan lapangan dan pendekatan petrografi menggunakan mikroskop polarisasi terhadap 27 sampel
Lebih terperinciNama : Peridotit Boy Sule Torry NIM : Plug : 1
DIAGENESA BATUAN SEDIMEN Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pemadatan endapan yang berupa bahan lepas. Batuan sedimen juga dapat terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat,
Lebih terperinciBAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG
BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG 5.1 Dasar Teori Secara umum batu gamping merupakan batuan sedimen yang tersusun oleh satu mineral yaitu Kalsium Karbonat (CaCO 3 ), namun terdapat pula sedikit
Lebih terperinciGeologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan
Lebih terperinciBAB III DASAR TEORI. silika dan pasir besi serta gipsum. Karena porsi batu kapur adalah yang paling
BAB III DASAR TEORI 3.1. Sekilas Proses Pembuatan Semen Portland Bahan baku yang dibutuhkan sebuah pabrik semen antara lain adalah batuan yang mengandung kapur (seperti batu kapur dan chalk), tanah liat
Lebih terperinciBAB III Perolehan dan Analisis Data
BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan suatu bahan bangunan yang bahan penyusunnya terdiri dari bahan semen hidrolik (Portland Cement), air, agregar kasar, agregat halus, dan bahan tambah.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Karst Karst berasal dari bahasa Slovenia berarti lahan gersang berbatu. Istilah karst di gunakan untuk mendeskripsikan suatu kawasan atau bentang alam dicirikan dengan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan
Lebih terperincibatuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.
DESKRIPSI BATUAN Deskripsi batuan yang lengkap biasanya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Deskripsi material batuan (atau batuan secara utuh); 2. Deskripsi diskontinuitas; dan 3. Deskripsi massa batuan.
Lebih terperinciLABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA
LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA IV: PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN SILISIKLASTIK Asisten Acara: 1. 2. 3.
Lebih terperinciBAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN
BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan
Lebih terperinciBAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT
BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT 4.1 Tinjauan Umum Diagenesis meliputi perubahan fisik atau kimia suatu sedimen atau batuan sedimen yang terjadi setelah pengendapan (tidak termasuk proses-proses
Lebih terperinciGambar 1. Chert dalam Ukuran Hand Spicemen. Gambar 2. Chert yang terlipat. Gambar 3. Bedded Chert dan Sayatan Radiolarian Chert
Chert Dasar Penamaan (Klasifikasi) Chert Chert adalah penamaan umum yang digunakan untuk batuan siliceous sebagai sebuah kelompok (grup), namun ada yang mengaplikasikannya untuk tipe spesifik dari chert
Lebih terperinciDinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur
Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur Farida Alkatiri 1, Harmansyah 1 Mahasiswa, 1 Abstrak Daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan merupakan lokasi
Lebih terperinciA. Pembentukan Batu Gamping
A. Pembentukan Batu Gamping Batu kapur (Gamping) merupakan salah satu mineral industri yang banyak digunakan oleh sektor industri ataupun konstruksi dan pertanian, antara lain untuk bahan bangunan, batu
Lebih terperinciBAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU
BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU 4.1 TINJAUAN UMUM Diagenesis merupakan perubahan fisik atau kimia suatu sedimen atau batuan sedimen yang terjadi setelah pengendapan, tidak termasuk proses-proses
Lebih terperinciIII.1 Morfologi Daerah Penelitian
TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur
Lebih terperinciBatuan Karbonat adalah batuan yang tersusun dari mineral karbonat, yang terutama batugamping dan dolomit yang berpotensi sebagai reservoar.
Ringkasan Batuan Karbonat Batuan Karbonat adalah batuan yang tersusun dari mineral karbonat, yang terutama batugamping dan dolomit yang berpotensi sebagai reservoar. Jenis-jenis mineral karbonat, yaitu:
Lebih terperinciBAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG
BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG 4. 1 Latar Belakang Studi Ngrayong merupakan Formasi pada Cekungan Jawa Timur yang masih mengundang perdebatan di kalangan ahli geologi. Perdebatan tersebut menyangkut lingkungan
Lebih terperinci4.4.1 Proses dan Produk Diagenesa Proses Mikritisasi Mikrobial
terangkat ke permukaan. Iklim juga memegang peranan penting dalam proses diagenesa. Pada iklim kering, sementasi di lingkungan air tawar kemungkinan akan terbatas dari porositas primer akan terawetkan.
Lebih terperinciAdanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY
Abstrak HUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY Muhamad Rizki Asy ari 1*, Sarju Winardi 1 1 Jurusan
Lebih terperinciStudi Model Reservoir Karbonat Menggunakan Analisa Tipe Batuan
Studi Model Reservoir Karbonat Menggunakan Analisa Tipe Batuan Radyadiarsa Pusat Studi Energi Universitas Padjadjaran Abstrak Lapanqan "W" yang terletak di Cekungan Sumatra Selatan telah terbukti menghasilkan
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTERISTIK RESERVOAR KARBONAT. 1. Lingkungan Pengendapan 2. Proses Diagenesa
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTERISTIK RESERVOAR KARBONAT 1. Lingkungan Pengendapan 2. Proses Diagenesa 1. LINGKUNGAN PENGENDAPAN - Mempengaruhi : distribusi dan ukuran pori inisial serta geometri
Lebih terperinciGambar 6. Daur Batuan Beku, Sedimen, dan Metamorf
Definisi Batuan Batuan adaiah kompleks/kumpulan dari mineral sejenis atau tak sejenis yang terikat secara gembur ataupun padat. Bedanya dengan mineral, batuan tidak memiliki susunan kimiawi yang tetap,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batuan Sedimen Batuan Sedimen adalah salah satu kelompok utama dari batuan di muka bumi. Batuan ini sering membentuk reservoir berpori dan permeabel pada cekungan sedimen dengan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA
BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA Lapangan ini berada beberapa kilometer ke arah pantai utara Madura dan merupakan bagian dari North Madura Platform yang membentuk paparan karbonat selama
Lebih terperinciSubsatuan Punggungan Homoklin
Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan
Lebih terperinci// - Nikol X - Nikol 1mm
S S A B B C Foto 3.14 Satuan breksi vulkanik dengan sisipan batupasir-batulempung. Breksi polimik ( B), Monomik (A) dan litologi batupasir-batulempung (bawah,c) Pengambilan sampel untuk sisipan batupasir
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN PUSTAKA
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3. 1. Definisi Batuan Karbonat Batuan karbonat adalah batuan yang mempunyai kandungan material karbonat lebih dari 50 % dan tersusun atas partikel karbonat klastik yang tersemenkan
Lebih terperinci: Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit
: 09AS117 : Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit Sayatan batugamping Mudstone, butiran 8%) terdiri dari komponen cangkang biota (85%) berupa foraminifera
Lebih terperinciKARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO
KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO Sifat Umum Lumpur Sidoarjo merupakan lumpur yang keluar dari perut bumi, berasal dari bagian sedimentasi formasi Kujung, formasi Kalibeng dan formasi Pucangan. Sedimen formasi
Lebih terperinciBAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN
BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN 5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang
Lebih terperinciCiri Litologi
Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Bemmelen, R.W., van, 1949, The Geology of Indonesia, Vol. I-A, Gov. Printed
DAFTAR PUSTAKA Bemmelen, R.W., van, 949, The Geology of Indonesia, Vol. I-A, Gov. Printed Office, The Hague, 7 p. Duda, W. H, 976, Cement Data Book, ed- Mc. Donald dan Evans, London, 60 hal. Dunham, R.J.,
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar
Lebih terperinciMetamorfisme dan Lingkungan Pengendapan
3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah penelitian secara umum tersusun atas bentang alam yang cukup kompleks yaitu, perbukitan, lembah dan dataran rendah. Interval ketinggian
Lebih terperinciGeologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh
Lebih terperinciProses Pembentukan dan Jenis Batuan
Proses Pembentukan dan Jenis Batuan Penulis Rizki Puji Diterbitkan 23:27 TAGS GEOGRAFI Kali ini kita membahas tentang batuan pembentuk litosfer yaitu batuan beku, batuan sedimen, batuan metamorf serta
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN
BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN IV.1 Litofasies Suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen terlihat padanya karateristik fisik, kimia, biologi tertentu. Analisis rekaman tersebut digunakan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semenanjung Mangkalihat dikenal sebagai wilayah tektonik kompleks karbonat tersier di Pulau Kalimantan (Harman dan Sidi, 2000). Tinggian ini juga bertindak sebagai
Lebih terperinciPENELITIAN PENDAHULUAN BATUAN KARBONAT DI DAERAH BOGOR
ABSTRAK PENELITIAN PENDAHULUAN BATUAN KARBONAT DI DAERAH BOGOR Praptisih 1 dan Kamtono 1 1 Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135 Email: praptie3103@yahoo.com Formasi Bojongmanik
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari
Lebih terperinciLEMBAR DESKRIPSI PETROGRAFI
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO Lampiran Petrografi 1 KODE SAYATAN : Y1 LINTASAN : TERMINAL MS 3 FORMASI : Steenkool PERBESARAN : 10 X d = 2 mm DESKRIPSI : LEMBAR DESKRIPSI
Lebih terperinciBAB 4 Fasies Batugamping Formasi Citarate
BAB 4 Fasies Batugamping Formasi Citarate 4.1 Teori Dasar Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang terususun oleh mineral karbonat sebagai mineral primer. Terbentuknya batuan ini umumnya hasil dari proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan sejarahnya (termasuk perkembangan kehidupan), serta proses-proses yang telah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang penelitian Geologi adalah ilmu pengetahuan bumi mengenai asal, struktur, komposisi, dan sejarahnya (termasuk perkembangan kehidupan), serta proses-proses yang telah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland. dan air dengan perbandingan 1 semen : 7 pasir.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batako 2.1.1 Pengertian Batako Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland
Lebih terperinciFASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUGAMPING FORMASI PARIGI DI DAERAH PANGKALAN, KARAWANG, JAWA BARAT
Fasies dan lingkungan pengendapan batugamping Formasi Parigi di daerah Pangkalan, Karawang, Jawa Barat (Yogi Fernando, Ildrem Syafri, Moh. Ali Jambak) FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUGAMPING FORMASI
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian
11 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian direkatkan dengan semen Portland yang direaksikan dengan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA. Buton Sulawesi Tenggara skala 1: keadaan umum daerah penelitian
4 II TINJAUAN PUSTAKA A. Geologi Regional Geologi regional daerah penelitian termasuk dalam Geologi Lembar: Buton Sulawesi Tenggara skala 1:250.000. keadaan umum daerah penelitian sebagian besar merupakan
Lebih terperinciGeologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /
Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.
Lebih terperinciBAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS
BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang
Lebih terperinciFoto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)
Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah
Lebih terperinciTerbentuknya Batuan Sedimen
Partikel Sedimen Terbentuknya Batuan Sedimen Proses terbentuknya batuan sedimen dari batuan yang telah ada sebelumnya. Material yang berasal dari proses pelapukan kimiawi dan mekanis, ditransportasikan
Lebih terperinciMikrofasies dan Diagenesa Batugamping Formasi Klapanunggal Daerah Cileungsi, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Mikrofasies dan Diagenesa Batugamping Formasi Klapanunggal Daerah Cileungsi, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Reghina Karyadi 1) Abdurrokhim 1) Lili Fauzielly 1) Program Studi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (sarjana) sebagai syarat yang harus ditempuh supaya mahasiswa dinyatakan lulus
BAB I PENDAHULUAN Skripsi merupakan tugas akhir mahasiswa program pendidikan strata-1 (sarjana) sebagai syarat yang harus ditempuh supaya mahasiswa dinyatakan lulus dari Jurusan Teknik Geologi Fakultas
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA
BAB IV ANALISIS DATA Proses ini merupakan tahap pasca pengolahan contoh yang dibawa dari lapangan. Dari beberapa contoh yang dianggap mewakili, selanjutnya dilakukan analisis mikropaleontologi, analisis
Lebih terperinciPROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Oktober 2014
M4P-03 HUBUNGAN STRATIGRAFI ANTARA SATUAN BATUAN VULKANIK DENGAN SATUAN BATUAN KARBONAT DI DAERAH BANGUNJIWO DAN SEKITARNYA, KECAMATAN KASIHAN, KABUPATEN BANTUL, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Sri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karakterisasi Reservoar Batuan Karbonat Formasi Kujung II, Sumur FEP, Lapangan Camar, Cekungan Jawa Timur Utara 1
BAB I PENDAHULUAN Karakterisasi reservoar adalah bentuk usaha dalam menentukan kualitas reservoar (Sudomo, 1998). Kualitas reservoar dikontrol oleh faktor pembentukan batuan karbonat, yaitu tekstur dan
Lebih terperinciPEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN
PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN Kegiatan : Praktikum Kuliah lapangan ( PLK) Jurusan Pendidikan Geografi UPI untuk sub kegiatan : Pengamatan singkapan batuan Tujuan : agar mahasiswa mengenali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Batu gamping adalah batuan sedimen yang sebagian besar disusun oleh kalsium karbonat yang berasal dari sisa- sisa organisme laut seperti kerang, siput laut, dan koral
Lebih terperinciPROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Oktober 2014
M3O-04 STUDI AWAL TINGKAT PELAPUKAN PADA BATUGAMPING PADA ANGGOTA KAPUNG, FORMASI KALIBENG BERDASARKAN KENAMPAKAN FISIK BATUAN: STUDI KASUS KAVLING DAERAH PEMETAAN GEOLOGI 2014 Arif Zainudin 1*, Lucas
Lebih terperinciDasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 03: Batuan & Tanah
Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 03: Batuan & Tanah Tanah Profil tanah Tanah yang kita ambil terasa mengandung partikel pasir, debu dan liat dan bahan organik terdekomposisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menggambarkan diagenesa batuan sedimen. Memberikan nama batuan sedimen berdasarkan klasifikasi After Dott (1964).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud Mengetahui komposisi penyusun batuan sedimen secara mikroskopis. Menggambarkan diagenesa batuan sedimen. Memberikan nama batuan sedimen berdasarkan klasifikasi After Dott (1964).
Lebih terperinciDasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 05: Sifat Fisika (1)-Tekstur Tanah
Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 05: Sifat Fisika (1)-Tekstur Tanah Tektur Tanah = %pasir, debu & liat dalam tanah Tektur tanah adalah sifat fisika tanah yang sangat penting
Lebih terperinciPENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data Sekunder Data sekunder yang diperoleh dari PT Semen Padang Untuk menunjang dan melengkapi penelitian ini antara lain berupa : 1. Peta topografi skala 1
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Singkapan Stadion baru PON Samarinda Singkapan batuan pada torehan bukit yang dikerjakan untuk jalan baru menuju stadion baru PON XVI Samarinda. Singkapan tersebut
Lebih terperinciFoto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli
Lokasi pengamatan singkapan atupasir sisipan batulempung karbonan adalah pada lokasi GD-4 ( Foto 3.21) di daerah Gandasoli. Singkapan ini tersingkap pada salah satu sisi sungai. Kondisi singkapan segar.
Lebih terperinciBAB IV FASIES BATUGAMPING
BAB IV FASIES BATUGAMPING 4.1. Pola Fasies Dasar Pola fasies yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan Wilson (1975). Dasar pembagian fasies ini memperhatikan beberapa faktor antara lain:
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG
BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG 3.1 GEOMORFOLOGI Metode yang dilakukan dalam analisis geomorfologi ini adalah dengan analisa peta topografi dan citra satelit, sehingga didapatkan kelurusan lereng,
Lebih terperinciBab IV. Analisa Fasies Pengendapan. 4.1 Data Sampel Intibor
BAB IV ANALISA FASIES PENGENDAPAN 4.1 Data Sampel Intibor Data utama yang digunakan dalam penfasiran lingkungan pengendapan dan analisa fasies ialah data intibor (Foto 4.1), data intibor merupakan data
Lebih terperinciBab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal
Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal III.1 Dasar Teori Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat interaksi antara fluida panas dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C
BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C 4.1. Analisis Litofasies dan Fasies Sedimentasi 4.1.1. Analisis Litofasies berdasarkan Data Batuan inti Litofasies adalah suatu tubuh batuan
Lebih terperinciFasies dan Lingkungan Pengendapan Formasi Campurdarat di Daerah Trenggalek-Tulungagung, Jawa Timur
Fasies dan Lingkungan Pengendapan Formasi Campurdarat di Daerah Trenggalek-Tulungagung, Jawa Timur M. Safei Siregar a dan Praptisih a a Pusat Penelitian Geoteknologi, LIPI, Jl. Sangkuriang Bandung 40135
Lebih terperinciSigit Maryanto Pusat Survei Geologi, Badan Geologi Jl. Diponegoro No. 57 Bandung 40122, ABSTRACT
Hubungan antar komponen mikrofasies lereng terumbu dan cekungan lokal belakang terumbu pada batugamping bioklastika Formasi Baturaja di daerah sekitar Muaradua, Sumatera Selatan (Sigit Maryanto) HUBUNGAN
Lebih terperinciBatuan beku Batuan sediment Batuan metamorf
Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan dimana bagian dari lautan lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi karena daratan adalah bagian dari kulit bumi yang dapat kita amati langsung
Lebih terperinciBAB III ANALISIS FASIES PENGENDAPAN FORMASI TALANG AKAR
BAB III ANALISIS FASIES PENGENDAPAN FORMASI TALANG AKAR 3.1. Litofasies Menurut Walker (1992), fasies merupakan kenampakan suatu tubuh batuan yang dikarekteristikan oleh kombinasi dari litologi, struktur
Lebih terperinciBAB IV UBAHAN HIDROTERMAL
BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan
Lebih terperinciMENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO
MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung
Lebih terperinciberukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.
berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan
Lebih terperinciANALISIS PETROGRAFI DALAM PENENTUAN JENIS BATUGAMPING FORMASI WAPULAKA, DAERAH PASARWAJO, DESA DONGKALA, KABUPATEN BUTON, PROPINSI SULAWESI TENGGARA
ANALISIS PETROGRAFI DALAM PENENTUAN JENIS BATUGAMPING FORMASI WAPULAKA, DAERAH PASARWAJO, DESA DONGKALA, KABUPATEN BUTON, PROPINSI SULAWESI TENGGARA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Lebih terperinci