BAB III Perolehan dan Analisis Data

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III Perolehan dan Analisis Data"

Transkripsi

1 BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : , terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa pengamatan terhadap singkapan-singkapan batuan sedimen klastik dan batuan karbonat, dilakukan di daerah Gunung Bende (Padalarang) dan Cileat (Saguling). Singkapan batuan sedimen klastik terdiri atas batupasir konglomeratan, dan perselingan antara batulanau dengan batupasir yang tersingkap secara terbatas di daerah penelitian. Singkapan-singkapan batuan sedimen klastik tertutup oleh batuan karbonat yang menyebar secara luas baik di Gunung Bende maupun di Cileat. Sedangkan singkapan batugamping terdiri atas batugamping konglomeratan. Data yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari data primer berupa data lapangan dan data laboratorium berupa analisis petrografi (Lampiran A) dan analisis granulometri (Lampiran B). Peneliti melakukan analisis mikropaleontologi, namun dari sampel yang dipreparasi tidak ditemukan adanya mikro fosil. Data lapangan diperoleh melalui pemerian litologi, pengukuran penampang stratigrafi, dan pengambilan sampel untuk di analisis di laboratorium. Data lapangan dan data laboratorium tersebut secara komprehensif dianalisis untuk dapat menentukan satuan batuan, siklus sedimentasi, dan lingkungan pengendapannya. Peneliti juga menggunakan data sekunder berupa data literatur. Pengukuran Penampang Stratigrafi dilakukan dengan mengukur ketebalan sebenarnya pada singkapan yang pada peta geologi tersingkap di daerah karbonat (Gambar 3.1). Pengukuran Penampang Stratigrafi secara detail (Lampiran C, Kolom Stratigrafi) dilakukan di Selatan Gunung Bende (Padalarang) pada singkapan di tebing-tebing (PDL3, PDL4) dan di hulu sungai Cibogo (PDL2), serta satu lintasan di sekitar Desa Cileat (Saguling) (SGL1) (Gambar 3.2). III.1

2

3

4 3.1 Lintasan Padalarang 2 (PDL2) Lintasan Padalarang 2 terletak di selatan Gunung Bende tepatnya di hulu Sungai Cibogo dan singkapannya tersingkap secara terbatas. Singkapan pada lintasan ini memiliki kedudukan lapisan yaitu N144 o E/67 o SW dan kemudian berubah menjadi N80 o E/50 o SSE Ciri Litologi Singkapan batuan di Lintasan PDL2 terdiri dari batupasir konglomeratan pada bagian bawah dan perselingan batulanau dengan batupasir di bagian atasnya. Perselingan batulanau batupasir umumnya ditemukan dalam keadaan hancur, hal ini diperkirakan sebagai akibat adanya sesar. Batupasir konglomeratan memiliki ciri litologi antara lain: berwarna coklat hingga abu-abu, berukuran butir pasir kasar sangat kasar dan konglomerat, bentuk butir membundar menyudut tanggung, pemilahan buruk, kemas terbuka, kompak, tidak karbonatan, porositas baik, struktur sedimen yang ditemukan berupa wavy, graded bedding, dan load cast, terlihat adanya sisipan berupa perlapisan batupasir karbonan, terdapat fragmen berukuran kerikil - kerakal berupa mineral kuarsa, batuan volkanik (sedikit), dan setempat ditemukan nodul berupa batulempung. Sayatan tipis pada batupasir konglomeratan dengan kode sampel 2E6 (Lampiran A-1, Analisis Petrografi) menunjukkan batupasir dengan pemilahan buruk, kemas tertutup, kontak antaran butiran berupa point contact, long contact, dan concavo-convex contact, mengandung butiran sebanyak 77%, berukuran mm, butiran terdiri atas kuarsa, plagioklas, K-feldspar, muskovit, hornblenda, mineral opak dan fragmen lithik, dengan matriks 13% berupa mineral berukuran lempung dan serisit, dan semen 5% berupa silika dan oksida besi, porositas 5%. Sayatan tipis memberikan nama batuan, berdasarkan klasifikasi Folk, 1974, berupa Batupasir Arenit Kuarsa (Quartz Arenit Sandstone). Analisis granulometri dengan metoda Visher (1969) op. cit. Friedman dkk. (1992) pada batupasir konglomeratan dengan kode sampel 2E6 (Lampiran B-1, Analisis Granulometri) menunjukkan distribusi penyebaran besar butir dan terdapat tiga populasi, dimana butiran dengan diameter lebih kecil 53 mikron sampai 149 mikron, diendapkan dengan mekanisme arus lemah. Sedangkan III.4

5 butiran dengan diameter 210 mikron sampai 1190 mikron diendapkan dengan mekanisme arus sedang hingga kuat. Perselingan tipis-tipis antara batulanau dengan batupasir pada Lintasan Padalarang 2, memiliki ciri litologi antara lain: Batulanau berwarna coklat hingga hitam, berukuran butir lanau, tidak bersifat karbonatan, getas, terdapat sisipan karbon dan jejak tumbuhan. Batupasir berwarna coklat - abu-abu, berukuran butir pasir halus, bentuk butir membundar, pemilahan baik, kemas tertutup, kompak, porositas sedang, tidak bersifat karbonatan, struktur sedimen yang ditemukan berupa laminasi sejajar, wavy, laminasi bersilang, dan setempat memperlihatkan struktur sedimen graded bedding dan load cast, terdapat sisipan karbon. Analisis granulometri dengan metoda Visher (1969) op. cit. Friedman dkk. (1992) pada perselingan batulanau batupasir dengan kode sampel 2.10 (Lampiran B-2, Analisis Granulometri) menunjukkan distribusi penyebaran besar butir dan terdapat tiga populasi, dimana butiran dengan diameter lebih kecil 53 mikron sampai 210 mikron, diendapkan dengan mekanisme arus lemah. Sayatan tipis pada perselingan batulanau - batupasir dengan kode sampel 2.10 (Lampiran A-5, Analisis Petrografi) menunjukkan batupasir dengan pemilahan baik, kemas tertutup, kontak antar butiran berupa point contact, long contact, dan concavo-convex contact, mengandung butir sebanyak 83%, berukuran 0, mm, butiran terdiri atas kuarsa, K-feldspar, mineral opak, mineral mika, mineral mafik, dan karbon, dengan matriks dan semen 15% berupa mineral berukuran lempung, serisit, dan silika, terlihat struktur sedimen berupa laminasi sejajar karbon, porositas 2%. Sayatan tipis memberikan nama batuan, berdasarkan klasifikasi Folk, 1974, berupa Batupasir Arenit Kuarsa (Quartz Arenit Sandstone). III.5

6 3.1.2 Pengukuran Penampang Stratigrafi Padalarang 2 Singkapan batuan di Lintasan PDL2 terdiri dari batupasir konglomeratan pada bagian bawah dan perselingan batulanau dengan batupasir di bagian atasnya. Ketebalan total dari singkapan yang dapat terukur adalah kurang lebih 20.4 m dan ketebalan total yang dapat diinterpretasi kurang lebih 49.8 m. Berdasarkan data pengukuran penampang stratigrafi, ciri litologi yang diamati di lapangan, dan hasil analisis laboratorium, Lintasan Padalarang 2 (PDL2) terdiri dari Satuan Batupasir. Satuan Batupasir ini terdiri dari dua (2) fasies, yaitu Batupasir Fasies Kasar dan Batupasir Fasies Halus (Foto 3.1). Batupasir Fasies Kasar memperlihatkan struktur sedimen perlapisan, wavy, graded bedding, dan load cast dengan ketebalan yang dapat diinterpretasi kurang lebih 27.6 m, sedangkan Batupasir Fasies Halus memperlihatkan struktur sedimen laminasi sejajar, wavy, laminasi bersilang, dan setempat memperlihatkan struktur sedimen load cast dan graded bedding (Foto 3.1) dengan ketebalan yang dapat diinterpretasi kurang lebih 22.2 m. Suksesi vertikal dan siklus sedimentasi dari Satuan Batupasir dapat diamati pada kolom litologi dari Gambar 3.3. Satuan Batupasir tersebut memperlihatkan suksesi vertikal menghalus dan menipis keatas, didapatkan paling tidak 17 siklus sedimentasi. Keterangan : Gambar 3.3 Penampang Stratigrafi Umum di Lintasan Padalarang 2 (PDL2) III.6

7

8 3.2 Lintasan Padalarang 3 (PDL3) Lintasan Padalarang 3 terletak di tebing - tebing di selatan Gunung Bende tepatnya di selatan Sungai Cibogo bagian hulu dan singkapannya tersingkap secara terbatas. Singkapan pada lintasan ini memiliki kedudukan lapisan yaitu N170 o E/25 o SW dan kemudian berubah menjadi N175 o E/40 o SW Ciri Litologi Singkapan batuan di Lintasan PDL3 terdiri dari batupasir konglomeratan pada bagian bawah dilanjutkan dengan perselingan batulanau dengan batupasir di bagian atasnya. Perselingan batulanau batupasir umumnya ditemukan dalam keadaan hancur, hal ini diperkirakan sebagai akibat adanya sesar. Di bagian atas terdapat singkapan batuan karbonat berupa batugamping konglomeratan (Fasies Rudstone (Embrie dan Klovan, 1972 op. cit. Tucker dan Wright, 1990)) Batupasir konglomeratan memiliki ciri litologi antara lain: berwarna coklat hingga abu-abu, berukuran butir pasir kasar sangat kasar dan konglomerat, bentuk butir membundar menyudut tanggung, pemilahan buruk, kemas terbuka, kompak, tidak karbonatan, porositas baik, struktur sedimen yang ditemukan berupa wavy, graded bedding, dan load cast, terlihat adanya sisipan berupa perlapisan batupasir karbonan, terdapat fragmen berukuran kerikil - kerakal berupa mineral kuarsa, batuan volkanik sedikit, dan setempat ditemukan nodul berupa batulempung. Sayatan tipis pada batupasir konglomeratan dengan kode sampel 3.5 (Lampiran A-2, Analisis Petrografi) menunjukkan batupasir dengan pemilahan sedang, kemas tertutup, kontak antaran butiran berupa point contact, long contact, dan concavo-convex contact, mengandung butiran sebanyak 80%, berukuran mm, butiran terdiri atas kuarsa, plagioklas, K-feldspar, muskovit, hornblenda, mineral opak dan fragmen lithik, dengan matriks 10% berupa mineral berukuran lempung dan serisit, dan semen 3% berupa silika dan oksida besi, porositas 7%. Sayatan tipis memberikan nama batuan, berdasarkan klasifikasi Folk, 1974, berupa Batupasir Arenit Kuarsa (Quartz Arenit Sandstone). III.8

9 Perselingan tipis-tipis antara batulanau dengan batupasir pada Lintasan Padalarang 3 memiliki ciri litologi antara lain: Batulanau berwarna coklat hingga hitam, berukuran butir lanau, tidak bersifat karbonatan, getas, terdapat sisipan karbon dan jejak tumbuhan. Batupasir berwarna coklat - abu-abu, berukuran butir pasir halus, bentuk butir membundar, pemilahan baik, kemas tertutup, kompak, porositas sedang, tidak bersifat karbonatan, struktur sedimen yang ditemukan berupa laminasi sejajar, wavy, laminasi bersilang, dan setempat memperlihatkan struktur sedimen graded bedding dan load cast, terdapat sisipan karbon. Sayatan tipis pada perselingan batulanau - batupasir dengan kode sampel 3.2 (Lampiran A-6, Analisis Petrografi) menunjukkan batupasir dengan pemilahan baik, kemas tertutup, kontak antar butiran berupa point contact, long contact, dan concavo-convex contact, mengandung butir sebanyak 83%, berukuran 0, mm, terdiri atas kuarsa, K-feldspar, mineral opak, mineral mika, mineral mafik, dan karbon, dengan matriks dan semen 14% berupa mineral berukuran lempung, serisit, dan silika, terlihat struktur sedimen berupa laminasi sejajar karbon, porositas 3%. Sayatan tipis memberikan nama batuan, berdasarkan klasifikasi Folk, 1974, berupa Batupasir Arenit Kuarsa (Quartz Arenit Sandstone). Singkapan batuan karbonat berupa batugamping konglomeratan (Rudstone) memiliki ciri litologi antara lain: berwarna abu-abu kecokelatan, butiran berupa pecahan koral, alga, butiran kuarsa, dan fragmen batuan volkanik (sedikit), berukuran 2 10 cm, matriks berupa mikrit, porositas buruk. Sayatan tipis batugamping konglomeratan dengan kode sampel RD1 (Lampiran A-9 Analisis Petrografi) batugamping dengan pemilahan buruk, kemas terbuka setempat tertutup, kontak antar butiran berupa point contact dan long contact, mengandung butiran sebanyak 45%, berukuran mm yang terdiri atas foraminifera besar dan kecil, alga, koral, berbentuk utuh pecah-pecah, terdapat butiran kuarsa dan batuan volkanik, dengan matriks 34% berupa lumpur karbonat yang mulai terekristalisasi menjadi mikrit, semen 20% berupa spari kalsit, porositas 1%. Sayatan tipis memberikan nama batuan berupa Wackstone, berdasarkan klasifikasi Dunham, III.9

10 3.2.2 Pengukuran Penampang Stratigrafi Padalarang 3 Singkapan batuan di Lintasan PDL3 terdiri dari batupasir konglomeratan pada bagian bawah dilanjutkan dengan perselingan batulanau dengan batupasir di bagian atasnya dan batugamping konglomeratan. Ketebalan total dari singakapan yang dapat terukur adalah kurang lebih 17 m dan ketebalan total yang dapat diinterpretasi kurang lebih 39.4 m..berdasarkan data pengukuran penampang stratigrafi, ciri litologi yang diamati di lapangan, dan hasil analisis laboratorium, Stratigrafi Lintasan Padalarang 3 (PDL3) dapat dikelompokkan menjadi dua (2) satuan berdasarkan satuan litostratigrafi tidak resmi, dari tua ke muda yaitu Satuan Batupasir dan Satuan Batugamping. Satuan Batupasir ini terdiri dari dua (2) fasies, yaitu Fasies Kasar dan Fasies Halus (Foto 3.2). Batupasir Fasies Kasar memperlihatkan struktur sedimen perlapisan, wavy, graded bedding, dan load cast dengan ketebalan kurang lebih 1 m, sedangkan Batupasir Fasies Halus memperlihatkan struktur sedimen laminasi sejajar, wavy, laminasi bersilang, setempat memperlihatkan struktur sedimen load cast dan graded bedding dengan ketebalan yang dapat diinterpretasi kurang lebih 37.4 m. Satuan Batugamping dengan ketebalan kurang lebih 1 m, memperlihatkan fragmen berupa pecahan koral, alga, butiran kuarsa, dan fragmen batuan volkanik (Foto 3.3). Suksesi vertikal dan siklus sedimentasi dari Satuan Batupasir dapat diamati pada kolom litologi dari Gambar 3.4. Satuan Batupasir tersebut memperlihatkan suksesi vertikal menghalus dan menipis keatas dan paling tidak terdapat 6 siklus sedimentasi. Gambar 3.4 Penampang Stratigrafi Umum di Lintasan Padalarang 3 (PDL3) III.10

11

12 3.3 Lintasan Padalarang 4 (PDL4) Lintasan Padalarang 4 terletak di tebing - tebing di selatan Gunung Bende tepatnya di utara Sungai Cibogo bagian hulu dan singkapannya tersingkap secara terbatas. Singkapan pada lintasan ini memiliki kedudukan lapisan yaitu N305 o E/25 o NE Ciri Litologi Singkapan batuan di Lintasan PDL4 terdiri dari batupasir konglomeratan pada bagian bawah dilanjutkan dengan perselingan batulanau dengan batupasir di bagian atasnya. Perselingan batulanau batupasir umumnya ditemukan dalam keadaan hancur, hal ini diperkirakan sebagai akibat adanya sesar. Di bagian atas terdapat singkapan batuan karbonat berupa batugamping konglomeratan (Fasies Rudstone (Embrie dan Klovan, 1972 op. cit. Tucker dan Wright, 1990)) Batupasir konglomeratan memiliki ciri litologi antara lain: berwarna coklat hingga abu-abu, berukuran butir pasir kasar sangat kasar dan konglomerat, bentuk butir membundar menyudut tanggung, pemilahan buruk, kemas terbuka, kompak, tidak karbonatan, porositas baik, struktur sedimen yang ditemukan berupa wavy, graded bedding, dan load cast, terlihat adanya sisipan berupa perlapisan batupasir karbonan, terdapat fragmen berukuran kerikil - kerakal berupa mineral kuarsa, batuan volkanik (sedikit), dan setempat ditemukan nodul berupa batulempung. Sayatan tipis pada batupasir konglomeratan dengan kode sampel 4.1 (Lampiran A-3, Analisis Petrografi) menunjukkan batupasir dengan pemilahan sedang, kemas tertutup, kontak antaran butiran berupa point contact, long contact, dan concavo-convex contact, mengandung butiran sebanyak 85%, berukuran mm, butiran terdiri atas kuarsa, plagioklas, K-feldspar, muskovit, hornblenda, mineral opak dan fragmen lithik, dengan matriks 5% berupa mineral berukuran lempung dan serisit, dan semen (3%) berupa silika dan oksida besi, porositas 7%. Sayatan tipis memberikan nama batuan, berdasarkan klasifikasi Folk, 1974, berupa Batupasir Arenit Kuarsa (Quartz Arenit Sandstone). III.12

13 Perselingan tipis-tipis antara batulanau dengan batupasir pada Lintasan Padalarang 4 memiliki ciri litologi antara lain: Batulanau berwarna coklat hingga hitam, berukuran butir lanau, tidak bersifat karbonatan, getas, terdapat sisipan karbon dan jejak tumbuhan. Batupasir berwarna coklat - abu-abu, berukuran butir pasir halus, bentuk butir membundar, pemilahan baik, kemas tertutup, kompak, porositas sedang, tidak bersifat karbonatan, struktur sedimen yang ditemukan berupa laminasi sejajar, wavy, laminasi bersilang, dan setempat memperlihatkan struktur sedimen graded bedding dan load cast, terdapat sisipan karbon. Sayatan tipis pada perselingan batulanau - batupasir dengan kode sampel 1.4 (Lampiran A-7, Analisis Petrografi) menunjukkan batupasir dengan pemilahan baik, kemas tertutup, kontak antar butiran berupa point contact, long contact, dan concavo-convex contact, mengandung butir sebanyak 85%, berukuran 0, mm yang terdiri atas kuarsa, K-feldspar, mineral opak, mineral mika, mineral mafik, dan karbon, dengan matriks dan semen 12% berupa mineral berukuran lempung, serisit, dan oksida besi, terlihat struktur sedimen berupa laminasi sejajar karbon, porositas 3%. Sayatan tipis memberikan nama batuan, berdasarkan klasifikasi Folk, 1974, berupa Batupasir Arenit Kuarsa (Quartz Arenit Sandstone). Singkapan batuan karbonat berupa batugamping konglomeratan (Rudstone) memiliki ciri litologi antara lain: berwarna abu-abu kecokelatan, butiran berupa pecahan koral, alga, dan butiran kuarsa, berukuran 2 10 cm, matriks berupa mikrit, porositas buruk. Sayatan tipis batugamping konglomeratan dengan kode sampel RD2 (Lampiran A-10 Analisis Petrografi) batugamping dengan pemilahan buruk, kemas terbuka setempat tertutup, kontak antar butiran berupa point contact dan long contact, mengandung butiran sebanyak 40%, berukuran mm yang terdiri atas foraminifera besar dan kecil, alga, koral, berbentuk utuh pecahpecah, terdapat butiran kuarsa, dengan matriks 34% berupa lumpur karbonat yang mulai terekristalisasi menjadi mikrit, semen 25% berupa spari kalsit, porositas 1%. Sayatan tipis memberikan nama batuan berupa Wackstone, berdasarkan klasifikasi Dunham, III.13

14 3.3.2 Pengukuran Penampang Stratigrafi Padalarang 4 Singkapan batuan di Lintasan PDL4 terdiri dari batupasir konglomeratan pada bagian bawah dilanjutkan dengan perselingan batulanau dengan batupasir di bagian atasnya dan batugamping konglomeratan. Ketebalan total dari singakapan yang dapat terukur adalah kurang lebih 13.5 m dan ketebalan total yang dapat diinterpretasi kurang lebih 43.6 m..berdasarkan data pengukuran penampang stratigrafi, ciri litologi yang diamati di lapangan, dan hasil analisis laboratorium, Stratigrafi Lintasan Padalarang 4 (PDL4) dapat dikelompokkan menjadi dua (2) satuan berdasarkan satuan litostratigrafi tidak resmi, dari tua ke muda yaitu Satuan Batupasir dan Satuan Batugamping Satuan Batupasir ini terdiri dari dua (2) fasies, yaitu Fasies Kasar dan Fasies Halus (Foto 3.4). Batupasir Fasies Kasar memperlihatkan struktur sedimen perlapisan, wavy, graded bedding, dan load cast dengan ketebalan kurang lebih 5.34 m, sedangkan Batupasir Fasies Halus memperlihatkan struktur sedimen laminasi sejajar, wavy, laminasi bersilang, setempat memperlihatkan struktur sedimen load cast dan graded bedding (Foto 3.4) dengan ketebalan kurang lebih 6.33 m. Satuan Batugamping dengan ketebalan kurang lebih 2 m, memperlihatkan fragmen berupa pecahan koral, alga, dan butiran kuarsa (Foto 3.5). Suksesi vertikal dan siklus sedimentasi dari Satuan Batupasir dapat diamati pada kolom litologi dari Gambar 3.5. Satuan Batupasir tersebut memperlihatkan suksesi vertikal menghalus dan menipis keatas dan dapat diamati setidaknya 9 siklus sedimentasi. Gambar 3.5 Penampang Stratigrafi Umum di Lintasan Padalarang 4 (PDL4) III.14

15

16

17 berupa mineral kuarsa, batuan vulkanik (sedikit), dan setempat ditemukan nodul berupa batulempung. Sayatan tipis pada batupasir konglomeratan dengan kode sampel 1.2 (Lampiran A-4, Analisis Petrografi) menunjukkan batupasir dengan pemilahan buruk, kemas tertutup, kontak antaran butiran berupa point contact, long contact, dan concavo-convex contact, mengandung butiran sebanyak 85%, berukuran mm, butiran terdiri atas kuarsa, plagioklas, K-feldspar, muskovit, hornblenda, mineral opak dan fragmen batuan volkanik, dengan matriks 5% berupa mineral berukuran lempung dan serisit, dan semen (3%) berupa silika dan oksida besi, porositas 7%. Sayatan tipis memberikan nama batuan, berdasarkan klasifikasi Folk, 1974, berupa Batupasir Arenit Kuarsa (Quartz Arenit Sandstone). Perselingan tipis-tipis antara batulanau dengan batupasir pada Lintasan Saguling 1 memiliki ciri litologi antara lain: Batulanau berwarna coklat hingga hitam, berukuran butir lanau, tidak bersifat karbonatan, getas, terdapat sisipan karbon dan jejak tumbuhan. Batupasir berwarna coklat - abu-abu, berukuran butir pasir halus, bentuk butir membundar, pemilahan baik, kemas tertutup, kompak, porositas sedang, tidak bersifat karbonatan, struktur sedimen yang ditemukan berupa laminasi sejajar, wavy, laminasi bersilang, dan terdapat sisipan karbon. Sayatan tipis pada perselingan batulanau - batupasir dengan kode sampel 1.1 (Lampiran A-8, Analisis Petrografi) menunjukkan batupasir dengan pemilahan baik, kemas tertutup, kontak antar butiran berupa point contact, long contact, dan concavo-convex contact, mengandung butir sebanyak 85%, berukuran 0, mm yang terdiri atas kuarsa, K-feldspar, mineral opak, mineral mika, mineral mafik, dan karbon, dengan matriks dan semen 12% berupa mineral berukuran lempung, serisit, dan oksida besi, terlihat struktur sedimen berupa laminasi sejajar karbon, porositas 3%. Sayatan tipis memberikan nama batuan, berdasarkan klasifikasi Folk, 1974, berupa Batupasir Arenit Kuarsa (Quartz Arenit Sandstone). III.17

18 Singkapan batuan karbonat berupa batugamping konglomeratan (Rudstone) memiliki ciri litologi antara lain: berwarna abu-abu kecokelatan, butiran berupa pecahan koral, alga, dan butiran kuarsa, berukuran 2 10 cm, matriks berupa mikrit, porositas buruk. Sayatan tipis batugamping konglomeratan dengan kode sampel RD3 (Lampiran A-11 Analisis Petrografi) batugamping dengan pemilahan buruk, kemas terbuka setempat tertutup, kontak antar butiran berupa point contact dan long contact, mengandung butiran sebanyak 42%, berukuran mm yang terdiri atas foraminifera besar dan kecil, alga, koral, berbentuk utuh pecahpecah, dan terdapat butiran kuarsa, dengan matriks 37% berupa lumpur karbonat yang mulai terekristalisasi menjadi mikrit, semen 20% berupa spari kalsit, porositas 1%. Sayatan tipis memberikan nama batuan berupa Wackstone berdasarkan klasifikasi Dunham, III.18

19 3.4.2 Pengukuran Penampang Stratigrafi Saguling 1 Singkapan batuan di Lintasan SGL1 terdiri dari batupasir konglomeratan pada bagian bawah dilanjutkan dengan perselingan batulanau dengan batupasir di bagian atasnya dan batugamping konglomeratan. Ketebalan total dari singakapan yang dapat terukur adalah kurang lebih 3.3 m dan ketebalan total yang dapat diinterpretasi kurang lebih 71.2 m (Gambar 3.6). Berdasarkan data pengukuran penampang stratigrafi, ciri litologi yang diamati di lapangan, dan hasil analisis laboratorium, Stratigrafi Lintasan Saguling 1 (SGL1) dapat dikelompokkan menjadi dua (2) satuan berdasarkan satuan litostratigrafi tidak resmi, dari tua ke muda yaitu Satuan Batupasir dan Satuan Batugamping Satuan Batupasir ini terdiri dari dua (2) fasies, yaitu Fasies Kasar dan Fasies Halus (Foto 3.6). Batupasir Fasies Kasar memperlihatkan struktur sedimen perlapisan, wavy, graded bedding, dan load cast dengan ketebalan kurang lebih 1.5 m, sedangkan Batupasir Fasies Halus memperlihatkan struktur sedimen laminasi sejajar, wavy, dan laminasi bersilang (Foto 3.6) dengan ketebalan yang dapat diinterpretasi kurang lebih m. Satuan Batugamping dengan ketebalan kurang lebih 1 m, memperlihatkan fragmen berupa pecahan koral, alga, dan butiran kuarsa (Foto 3.7). Suksesi vertikal dan siklus sedimentasi dari Satuan Batupasir kurang dapat diamati dengan baik pada lokasi SGL1, hal ini disebabkan oleh singkapan yang ada sangat terbatas, sehingga tidak dapat diamati adanya perkembangan siklus sedimentasinya. Keterangan : Gambar 3.6 Penampang Stratigrafi Umum di Lintasan Saguling 1 (SGL1) III.19

20

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar

Lebih terperinci

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

Raden Ario Wicaksono/

Raden Ario Wicaksono/ Foto 3.15 Fragmen Koral Pada Satuan Breksi-Batupasir. Lokasi selanjutnya perselingan breksi-batupasir adalah lokasi Bp-20 terdapat pada Sungai Ci Manuk dibagian utara dari muara antara Sungai Ci Cacaban

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG 4. 1 Latar Belakang Studi Ngrayong merupakan Formasi pada Cekungan Jawa Timur yang masih mengundang perdebatan di kalangan ahli geologi. Perdebatan tersebut menyangkut lingkungan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli Lokasi pengamatan singkapan atupasir sisipan batulempung karbonan adalah pada lokasi GD-4 ( Foto 3.21) di daerah Gandasoli. Singkapan ini tersingkap pada salah satu sisi sungai. Kondisi singkapan segar.

Lebih terperinci

Subsatuan Punggungan Homoklin

Subsatuan Punggungan Homoklin Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR 4.1 Pendahuluan Kajian terhadap siklus sedimentasi pada Satuan Batupasir dilakukan dengan analisis urutan secara vertikal terhadap singkapan yang mewakili

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang

Lebih terperinci

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir).

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir). Apabila diperhatikan, hasil analisis petrografi dari sayatan batupasir kasar dan sayatan matriks breksi diperoleh penamaan yang sama. Hal ini diperkirakan terjadi karena yang menjadi matriks pada breksi

Lebih terperinci

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai. BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

3.3 Stratigrafi Daerah Penelitian

3.3 Stratigrafi Daerah Penelitian 3.3 Stratigrafi Daerah Penelitian Umur Formasi Satuan Batuan Tebal (m) Simbol Litologi Deskripsi Litologi Lingkungan Pengendapan Breksi Volkanik, coklat terang, matriks berukuran Kwarter Kuarter Endapan

Lebih terperinci

Batupasir. Batulanau. Foto 3.15 Bagian dari Singkapan Peselingan Batulanau dengan Batupasir pada Lokasi Sdm.5 di Desa Sungapan

Batupasir. Batulanau. Foto 3.15 Bagian dari Singkapan Peselingan Batulanau dengan Batupasir pada Lokasi Sdm.5 di Desa Sungapan B T Batupasir Batulanau Foto 3.15 Bagian dari Singkapan Peselingan Batulanau dengan Batupasir pada Lokasi Sdm.5 di Desa Sungapan Lokasi pengamatan untuk singkapan breksi volkanik berada pada lokasi Sdm.1

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas

4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis perkembangan urutan vertikal lapisan batuan berdasarkan data singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978). (Satuan Breksi-Batupasir) adalah hubungan selaras dilihat dari kemenerusan umur satuan dan kesamaan kedudukan lapisan batuannya. Gambar 3.5 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (Bouma, A. H., 1962). Gambar

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Singkapan Stadion baru PON Samarinda Singkapan batuan pada torehan bukit yang dikerjakan untuk jalan baru menuju stadion baru PON XVI Samarinda. Singkapan tersebut

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG

BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG 4.2 Latar belakang Studi Ngrayong telah lama mengundang perdebatan bagi para geolog yang pernah bekerja di Cekungan Jawa Timur. Perbedaan tersebut adalah mengenai lingkungan

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir merupakan persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana strata satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

Lebih terperinci

Gambar 3.5 Klasifikasi Batugamping berdasarkan Dunham, 1964 ( Loucks et. Al, 2003)

Gambar 3.5 Klasifikasi Batugamping berdasarkan Dunham, 1964 ( Loucks et. Al, 2003) Gambar 3.5 Klasifikasi Batugamping berdasarkan Dunham, 1964 ( Loucks et. Al, 2003) Foto 3.5 Singkapan batugamping di lapangan pada titik pengamatan: A.GH-10, B. GHB - 2 C. SCT -3 D. GHB-4 20 3.2.3 Satuan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah penelitian secara umum tersusun atas bentang alam yang cukup kompleks yaitu, perbukitan, lembah dan dataran rendah. Interval ketinggian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT

BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT 4.1 Fasies Turbidit adalah suatu sedimen yang diendapkan oleh mekanisme arus turbid (turbidity current), sedangkan arus turbid itu sendiri adalah suatu arus yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan 3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Analisis morfologi yang dilakukan pada daerah penelitian berdasarkan pengamatan tekstur yang tercermin dalam perbedaan ketinggian,

Lebih terperinci

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki Fasies Pengendapan Reservoir Z Berdasarkan komposisi dan susunan litofasies, maka unit reservoir Z merupakan fasies tidal

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN

BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN IV.1 Litofasies Suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen terlihat padanya karateristik fisik, kimia, biologi tertentu. Analisis rekaman tersebut digunakan untuk

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG 3.1 GEOMORFOLOGI Metode yang dilakukan dalam analisis geomorfologi ini adalah dengan analisa peta topografi dan citra satelit, sehingga didapatkan kelurusan lereng,

Lebih terperinci

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB IV UNIT RESERVOIR BAB IV UNIT RESERVOIR 4.1. Batasan Zona Reservoir Dengan Non-Reservoir Batasan yang dipakai untuk menentukan zona reservoir adalah perpotongan (cross over) antara kurva Log Bulk Density (RHOB) dengan Log

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir adalah matakuliah wajib dalam kurikulum pendidikan Tingkat Sarjana (S1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

Lebih terperinci

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada

Lebih terperinci

: Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit

: Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit : 09AS117 : Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit Sayatan batugamping Mudstone, butiran 8%) terdiri dari komponen cangkang biota (85%) berupa foraminifera

Lebih terperinci

LEMBAR DESKRIPSI PETROGRAFI

LEMBAR DESKRIPSI PETROGRAFI DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO Lampiran Petrografi 1 KODE SAYATAN : Y1 LINTASAN : TERMINAL MS 3 FORMASI : Steenkool PERBESARAN : 10 X d = 2 mm DESKRIPSI : LEMBAR DESKRIPSI

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Geomorfologi daerah penelitian dapat dianalisis dengan menggunakan beberapa media, yaitu peta kontur, citra satelit, dan citra Digital Elevation Model

Lebih terperinci

dalam Zonasi Bolli & Saunders (1985), berdasarkan kandungan plangton tersebut maka kisaran umur satuan batuan ini adalah N21 atau Pliosen Atas.

dalam Zonasi Bolli & Saunders (1985), berdasarkan kandungan plangton tersebut maka kisaran umur satuan batuan ini adalah N21 atau Pliosen Atas. dalam Zonasi Bolli & Saunders (1985), berdasarkan kandungan plangton tersebut maka kisaran umur satuan batuan ini adalah N21 atau Pliosen Atas. III.2.1.5 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Hubungan

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Formasi Latih tersusun dari perselang-selingan antara batupasir kuarsa, batulempung, batulanau dan batubara dibagian atas, dan bersisipan dengan serpih pasiran dan

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis urutan vertikal ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Proses geomorfik adalah seluruh perubahan fisika dan kimiawi yang mempengaruhi bentuk dari suatu permukaan bumi (Thornbury, 1969). Terbentuknya

Lebih terperinci

Foto 4.9 Singkapan batupasir sisipan batulempung

Foto 4.9 Singkapan batupasir sisipan batulempung sebagai endapan delta mouth bar pada sistem delta. 4.3.3 Lintasan C Delta Front Pada bagian bawah dari kolom stratigrafi lintasan ini, didapatkan litologi batupasir dan batulempung dengan suksesi vertikal

Lebih terperinci

// - Nikol X - Nikol 1mm

// - Nikol X - Nikol 1mm S S A B B C Foto 3.14 Satuan breksi vulkanik dengan sisipan batupasir-batulempung. Breksi polimik ( B), Monomik (A) dan litologi batupasir-batulempung (bawah,c) Pengambilan sampel untuk sisipan batupasir

Lebih terperinci

Batulempung (Gambar 3.20), abu abu kehijauan, lapuk, karbonan, setempat terdapat sisipan karbon yang berwarna hitam, tebal ± 5 30 cm.

Batulempung (Gambar 3.20), abu abu kehijauan, lapuk, karbonan, setempat terdapat sisipan karbon yang berwarna hitam, tebal ± 5 30 cm. Gambar 3.17. Foto singkapan konglomerat, lokasi GGR-9 Gambar 3.18. Foto singkapan konglomerat, menunjukkan fragmen kuarsa dan litik, lokasi GGR-9 Secara megaskopis, ciri litologi batupasir berwarna putih

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA Proses ini merupakan tahap pasca pengolahan contoh yang dibawa dari lapangan. Dari beberapa contoh yang dianggap mewakili, selanjutnya dilakukan analisis mikropaleontologi, analisis

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Geomorfologi adalah ilmu tentang bentang alam, proses-proses yang terjadi dan pembentukannya, baik dari dalam (endogen) maupun di luar (eksogen). Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN Fasies adalah suatu tubuh batuan yang dicirikan oleh kombinasi ciri litologi, ciri fisik dan biologi yang membedakannya dengan tubuh batuan yang berdekatan (Walker,

Lebih terperinci

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi mum Daerah Penelitian ecara umum morfologi daerah penelitian merupakan dataran dengan punggungan di bagian tengah daerah

Lebih terperinci

hancuran yang muncul sebagai breksiasi. Tebal batulempung dalam perselingan sangat bervariasi, dari 20 cm hingga 30 cm.

hancuran yang muncul sebagai breksiasi. Tebal batulempung dalam perselingan sangat bervariasi, dari 20 cm hingga 30 cm. hancuran yang muncul sebagai breksiasi. Tebal batulempung dalam perselingan sangat bervariasi, dari 20 cm hingga 30 cm. Adapun sisipan tebal konglomerat dicirikan dengan warna abu-abu kecoklatan, fragmen

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

Lokasi : G.Walang Nama Batuan : Tuf Gelas

Lokasi : G.Walang Nama Batuan : Tuf Gelas LAMPIRAN A ANALISIS PETROGRAFI No. Conto : WLG 03 Satuan Batuan : Tuf Lokasi : G.Walang Nama Batuan : Tuf Gelas Tekstur Butiran Matriks : Terpilah baik, kemas terbuka, menyudut tanggung menyudut, : 22%;

Lebih terperinci

BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR

BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR Pada interval Formasi Talangakar Bawah didapat 2 interval reservoir yaitu reservoir 1 dan reservoir 2 yang ditunjukan oleh adanya separasi antara log neutron dan densitas.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27 memiliki ciri-ciri berwarna abu-abu gelap, struktur vesikuler, tekstur afanitik porfiritik, holokristalin, dengan mineral terdiri dari plagioklas (25%) dan piroksen (5%) yang berbentuk subhedral hingga

Lebih terperinci

Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi 3.2.3.5 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi pada satuan batuan ini, maka satuan batulempung disetarakan dengan Formasi Sangkarewang (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Hubungan

Lebih terperinci

batupasir batulempung Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten.

batupasir batulempung Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. Batulempung hadir bersama batupasir di bagian atas membentuk struktur perlapisan. Batulempung berwarna abu-abu gelap, bersifat karbonatan. Pada singkapan memiliki tebal 10 50 cm. batupasir batulempung

Lebih terperinci

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth 3. Batuan Sedimen 3.1 Kejadian Batuan Sedimen Batuan sedimen terbentuk dari bahan yang pernah lepas dan bahan terlarut hasil dari proses mekanis dan kimia dari batuan yang telah ada sebelumnya, dari cangkang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses eksogen dan proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen merupakan

Lebih terperinci

Foto Singkapan batulempung-batupasir, batulempung dalam kondisi menyerpih. Lintasan Kali Bluncong (KB-3). Affan Arif Nurfarhan /

Foto Singkapan batulempung-batupasir, batulempung dalam kondisi menyerpih. Lintasan Kali Bluncong (KB-3). Affan Arif Nurfarhan / batas tegas dan sekuen relatif seragam (Foto 3. 6),batulempung berlapis sedang dengan ketebalan 20-25 cm, bersemen karbonatan, bersifat getas dan relatif menyerpih (Foto 3. 7). Batupasir berlapis sedang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Metoda yang dilakukan dalam analisis geomorfologi adalah dengan analisis citra SRTM dan analisis peta topografi, sehingga didapatkan kelurusan lereng,

Lebih terperinci

S U KE 06. Gambar 3.8 Sketsa Penampang Lintasan E

S U KE 06. Gambar 3.8 Sketsa Penampang Lintasan E Batupasir, berwarna coklat kusam, kondisi agak lapuk ukuran butir pasir sedang, sub rounded, pemilahan baik, kemas tertutup, porositas baik, non karbonatan. Batulempung, abu abu gelap, karbonatan. 3.2.5

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai

Lebih terperinci

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Barat. 18 3. Breksi Tuf Breksi tuf secara megaskopis (Foto 2.9a dan Foto 2.9b) berwarna abu-abu

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan proses

Lebih terperinci

STUDI SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN ENDAPAN KLASTIK DAERAH GUNUNG BENDE (PADALARANG) DAN CILEAT (SAGULING)

STUDI SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN ENDAPAN KLASTIK DAERAH GUNUNG BENDE (PADALARANG) DAN CILEAT (SAGULING) STUDI SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN ENDAPAN KLASTIK DAERAH GUNUNG BENDE (PADALARANG) DAN CILEAT (SAGULING) KABUPATEN BANDUNG BARAT, JAWA BARAT SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan dalam

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses eksogen dan proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen adalah prosesproses yang

Lebih terperinci