LEMBAR DESKRIPSI PETROGRAFI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LEMBAR DESKRIPSI PETROGRAFI"

Transkripsi

1 DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO Lampiran Petrografi 1 KODE SAYATAN : Y1 LINTASAN : TERMINAL MS 3 FORMASI : Steenkool PERBESARAN : 10 X d = 2 mm DESKRIPSI : LEMBAR DESKRIPSI PETROGRAFI Warna Dominan : PPL : Kehijauan cenderung tidak berwarna XPL : Coklat merah kehitaman Ukuran Butir : 0,125 0,062 mm (very fine sand) Wentworth, 1922 Bentuk Butir : Menyudut relatif bundar (sub-rounded) Pemilahan : Terpilah sedang Kemas : Tertutup Kontak Butir : Point contacts beberapa suture contacts Komposisi : Fragmen : 60% No Jenis Material Kelimpahan Ciri Khusus 1 Kuarsa 40 % Berwarna putih susu, prismatik, gelapan bergelombang beberapa gelapan tidak bergelombang, mono-polikristalin 2 Plagioklas 2 % Berwarna putih, prismatic, kembaran karlsbard, sudut kembaran 30 3 Litik Sedimen 7 % Berwarna coklat kehitaman dengan butiran halus (batulanau) 4 Litik Metamorf (sekis, genes) 5 Cangkang Foraminifera tak terpisahkan yang menyusun sebuah fragmen 7 % Berwarna putih hingga coklat, komposisi kuarsa polikristalin, dan ada yang menunjukkan struktur foliasi dengan komposisi mineral mika 2 % Berwarna coklat dengan bentuk melensa, menunjukkan sekat-sekat yang telah digantikan kalsit, kondisi pecah-utuh 6 Glaukonit 2 % Berwarna hijau lumut, komposisi terdiri dari kristal berukuran halus, terlihat sama pada pengamatan PPL dan XPL. Matriks : 20% No Jenis Material Kelimpahan Ciri Khusus 1 Kristalin Kalsit 3 % Tidak berwarna dibawah PPL dengan bentuk prismatik, belahan 2 arah, warna interferensi pink pada orde 5, mengisi antar butir kuarsa, litik, dll 2 Mineral lempung 17 % Berwarna gelap, mineral tidak dapat dipisahkan dan mengisi ruang antar butir

2 Lampiran Petrografi 1 Semen : 5% No Jenis Semen Kelimpahan Ciri Khusus 1 Karbonat 5 % Berwarna coklat-pink dengan bentuk prismatik kecil-kecil di antar butiran Porositas : 15% No Jenis Porositas Kelimpahan Ciri Khusus 1 Intergranular 3 % Berbentuk tidak terorientasi di antara fragmen dan sering terdapat bagian fragmen dan matriks yang terlarutkan 2 Vuggy 10 % Berbentuk tidak terorientasi di daerah sekitar fragmen dan sering terdapat bagian fragmen yang hancur dan meninggalkan rongga 3 Intragranular 2 % Berbentuk mengikuti bentuk fragmen, di dalam tubuh fragmen foraminifera kecil dan litik. Perhitungan Butir Analisis Provenance: SAMPEL Y1 (1) POLIKRISTALIN KUARSA MONOKRISTALIN <3 >3 MNU MU LITHIK LS LV LM FELDSPAR JUMLAH Y1 (2) JUMLAH Y1 (3) JUMLAH JUMLAH TOTAL PERSENTASE 2% 14% 52% 3% 14% 0% 14% 1% 100% Komposisi Jenis Jumlah (butir) Persentase (%) Quartz Monocrystalline Quartz % Polycrystalline Quartz 74 23% Komposisi Jenis Jumlah (butir) Persentase (%) Lithic Volcanic Lithic 0 0% Sedimentary Lithic 64 50% Metamorphic Lithic 63 50%

3 Lampiran Petrografi 1 Foto Sayatan : Medan Pandang 1 0,5 mm 0,5 mm 0,5 mm Medan Pandang 2 0,5 mm 0,5 mm 0,5 mm Medan Pandang 3 0,5 mm 0,5 mm 0,5 mm Nama Batuan : Lithic Graywacke (Pettijohn et al, 1975) Plot Diagram Provenance Dickinson dan Sucszek (1979) :

4 Plot Diagram Variasi Kuarsa Basu (2003) dan Tortosa (1991) : Lampiran Petrografi 1

5 DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO Lampiran Petrografi 2 KODE SAYATAN : Y2 LINTASAN : TERMINAL MS 3 FORMASI : Steenkool PERBESARAN : 10 X d = 2mm DESKRIPSI : LEMBAR DESKRIPSI PETROGRAFI Warna Dominan : PPL : Kehijauan cenderung tidak berwarna XPL : Coklat terang kehitaman Ukuran Butir : 0,25 0,125 mm (fine sand) Wenworth, 1922 Bentuk Butir : Relatif menyudut (sub-angular) Pemilahan : Terpilah sedang Kemas : Tertutup Kontak Butir : Point contacts beberapa suture contacts dan concavo-convex contacts Komposisi : Fragmen : 75% No Jenis Material Kelimpahan Ciri Khusus 1 Kuarsa 47 % Berwarna putih-putih susu, prismatik, gelapan bergelombang, mono-polikristalin 2 Plagioklas 2 % Berwarna putih, prismatic, kembaran karlsbard, sudut kembaran 30 3 Litik Sedimen 10 % Berwarna coklat kehitaman dengan butiran halus (batulanau) 4 Litik Metamorf (sekis, genes) tak terpisahkan yang menyusun sebuah fragmen 10 % Berwarna putih hingga coklat, komposisi kuarsa polikristalin, dan ada yang menunjukkan struktur foliasi dengan komposisi mineral mika 5 Pecahan Cangkang 2 % Berwarna coklat dengan bentuk melensa, menunjukkan sekat-sekat yang telah digantikan kalsit, kondisi pecah-utuh 6 Glaukonit 4 % Berwarna hijau lumut, komposisi terdiri dari kristal berukuran halus, terlihat sama pada pengamatan PPL dan XPL. Matriks : 10% No Jenis Material Kelimpahan Ciri Khusus 1 Kristalin Kalsit 2 % Tidak berwarna dibawah PPL dengan bentuk prismatik, belahan 2 arah, warna interferensi pink pada orde 5, mengisi antar butir kuarsa, litik, dll 2 Mineral lempung 8 % Berwarna gelap, mineral tidak dapat dipisahkan dan mengisi ruang antar butir

6 Lampiran Petrografi 2 Semen : 5% No Jenis Semen Kelimpahan Ciri Khusus 1 Karbonat 5 % Berwarna coklat-pink dengan bentuk prismatic kecil-kecil di antar butiran Porositas : 10% No Jenis Porositas Kelimpahan Ciri Khusus 1 Vuggy 8 % Berbentuk tidak terorientasi di daerah sekitar fragmen dan sering terdapat bagian fragmen yang hancur dan meninggalkan rongga 2 Intergranular 2 % Berbentuk tidak terorientasi di antara fragmen dan sering terdapat bagian fragmen dan matriks yang terlarutkan Perhitungan Butir Komposisi : SAMPEL Y1 (1) POLIKRISTALIN KUARSA MONOKRISTALIN <3 >3 MNU MU LITHIK LS LV LM FELDSPAR JUMLAH Y1 (2) JUMLAH Y1 (3) JUMLAH JUMLAH TOTAL PERSENTASE 2% 14% 52% 3% 14% 0% 14% 1% 100% Komposisi Quartz Jenis Jumlah (butir) Persentase (%) Monocrystalline Quartz % Polycrystalline Quartz % Komposisi Jenis Jumlah (butir) Persentase (%) Lithic Volcanic Lithic 0 0% Sedimentary Lithic % Metamorphic Lithic %

7 Lampiran Petrografi 2 Foto Sayatan : Medan Pandang 1 0,5 mm 0,5 mm 0,5 mm Medan Pandang 2 0,5 mm 0,5 mm 0,5 mm Medan Pandang 3 0,5 mm 0,5 mm 0,5 mm Nama Batuan : Sublitharenite (Pettijohn et al, 1975)

8 Plot Diagram Provenance Dickinson dan Sucszek (1979) : Lampiran Petrografi 2 Plot Diagram Variasi Kuarsa Basu (2003) dan Tortosa (1991) :

9 DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO Lampiran Petrografi 3 KODE SAYATAN : Y3 LINTASAN : TERMINAL MS 3 FORMASI : Steenkool PERBESARAN : 10 X d = 2 mm DESKRIPSI : LEMBAR DESKRIPSI PETROGRAFI Warna Dominan : PPL : Coklat hitam cenderung tidak berwarna XPL : Coklat merah kehitaman Ukuran Butir : 0,25 0,125 mm (fine sand) Wenworth, 1922 Bentuk Butir : Relatif menyudut (sub-angular) Pemilahan : Terpilah sedang Kemas : Tertutup Kontak Butir : concavo-convex contacts beberapa suture contacts Komposisi : Fragmen : 65% No Jenis Material Kelimpahan Ciri Khusus 1 Kuarsa 40 % Berwarna putih-putih susu, prismatik, gelapan bergelombang, mono-polikristalin 2 Plagioklas 1 % Berwarna putih, prismatic, kembaran karlsbard, sudut kembaran 30 3 Litik Sedimen 15 % Berwarna coklat kehitaman dengan butiran halus (batulanau) 4 Litik Metamorf (sekis, genes) 5 Cangkang Foraminifera tak terpisahkan yang menyusun sebuah fragmen 6 % Berwarna putih hingga coklat, komposisi kuarsa polikristalin, dan ada yang menunjukkan struktur foliasi dengan komposisi mineral mika 1 % Berwarna coklat dengan bentuk melensa, menunjukkan sekat-sekat yang telah digantikan kalsit, kondisi pecah-utuh 6 Glaukonit 2 % Berwarna hijau lumut, komposisi terdiri dari kristal berukuran halus, terlihat sama pada pengamatan PPL dan XPL. Matriks : 12% No Jenis Material Kelimpahan Ciri Khusus 1 Kristalin Kalsit 2 % Tidak berwarna dibawah PPL dengan bentuk prismatik, belahan 2 arah, warna interferensi pink pada orde 5, mengisi antar butir kuarsa, litik, dll 2 Mineral lempung 10 % Berwarna gelap, mineral tidak dapat dipisahkan dan mengisi ruang antar butir

10 Lampiran Petrografi 3 Semen : 5% No Jenis Semen Kelimpahan Ciri Khusus 1 Karbonat 2 % Berwarna coklat-pink kebiruan dengan bentuk prismatic kecil-kecil di antar butiran 2 Oksida 3 % Berwarna coklat kemerahan dengan bentuk tidak teratur diantara ruang butiran Porositas : 18% No Jenis Porositas Kelimpahan Ciri Khusus 1 Vuggy 15 % Berbentuk tidak terorientasi di daerah sekitar fragmen dan sering terdapat bagian fragmen yang hancur dan meninggalkan rongga 2 Intergranular 3 % Berbentuk tidak terorientasi di antara fragmen dan sering terdapat bagian fragmen dan matriks yang terlarutkan Perhitungan Butir Komposisi : SAMPEL Y3 (1) POLIKRISTALIN KUARSA MONOKRISTALIN <3 >3 MNU MU LITHIK LS LV LM FELDSPAR JUMLAH Y3 (2) JUMLAH Y3 (3) JUMLAH JUMLAH TOTAL PERSENTASE 2% 12% 37% 3% 33% 0% 13% 0% 100% Komposisi Quartz Jumlah (butir) Persentase (%) Jenis Monocrystalline Quartz % Polycrystalline Quartz 60 27% Komposisi Jenis Jumlah (butir) Persentase (%) Lithic Volcanic Lithic 0 0% Sedimentary Lithic % Metamorphic Lithic 52 27%

11 Lampiran Petrografi 3 Foto Sayatan : Medan Pandang 1 PPL XPL 0,5 mm Medan Pandang 2 PPL KOMPENSATOR 0,5 mm XPL 0,5 mm Medan Pandang 3 PPL KOMPENSATOR 0,5 mm XPL 0,5 mm Nama Batuan : Sublitharenite (Pettijohn et al, 1975) Plot Diagram Provenance Dickinson dan Sucszek (1979) : 0,5 mm 0,5 mm KOMPENSATOR 0,5 mm 0,5 mm

12 Plot Diagram Variasi Kuarsa Basu (2003) dan Tortosa (1991) : Lampiran Petrografi 3

13 DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO Lampiran Petrografi 4 KODE SAYATAN : Y4 LINTASAN : TERMINAL MS 3 FORMASI : Steenkool PERBESARAN : 10 X d = 2 mm DESKRIPSI : LEMBAR DESKRIPSI PETROGRAFI Warna Dominan : PPL : Coklat hitam cenderung tidak berwarna XPL : Coklat merah kehitaman Ukuran Butir : 0,25 0,50 mm (medium sand) Wenworth, 1922 Bentuk Butir : Relatif menyudut (sub-angular) Pemilahan : Terpilah buruk Kemas : Tertutup Kontak Butir : Point contacts beberapa suture contacts Komposisi : Fragmen : 47% No Jenis Material Kelimpahan Ciri Khusus 1 Kuarsa 25 % Berwarna putih-putih susu, prismatik, gelapan bergelombang, mono-polikristalin 2 Plagioklas 2 % Berwarna putih, prismatic, kembaran karlsbard, sudut kembaran 30 3 Litik Sedimen 14 % Berwarna coklat kehitaman dengan butiran halus (batulanau) 4 Litik Metamorf (sekis, genes) tak terpisahkan yang menyusun sebuah fragmen 6 % Berwarna putih hingga coklat, komposisi kuarsa polikristalin, dan ada yang menunjukkan struktur foliasi dengan komposisi mineral mika Matriks : 25% No Jenis Material Kelimpahan Ciri Khusus 1 Mineral lempung 25 % Berwarna gelap, mineral tidak dapat dipisahkan dan mengisi ruang antar butir Semen : 8% No Jenis Semen Kelimpahan Ciri Khusus 1 Oksida 5 % Berwarna coklat kemerahan dengan bentuk tidak teratur diantara ruang butiran 2 Silikat 3 % Berwarna putih melingkupi butiran diantara fragmen dan matriks

14 Lampiran Petrografi 4 Porositas : 20% No Jenis Porositas Kelimpahan Ciri Khusus 1 Vuggy 17 % Berbentuk tidak terorientasi di daerah sekitar fragmen dan sering terdapat bagian fragmen yang hancur dan meninggalkan rongga 2 Intergranular 3 % Berbentuk tidak terorientasi di antara fragmen dan sering terdapat bagian fragmen dan matriks yang terlarutkan Perhitungan Butir Komposisi : SAMPEL Y4 (1) POLIKRISTALIN KUARSA MONOKRISTALIN <3 >3 MNU MU LITHIK LS LV LM FELDSPAR JUMLAH Y4 (2) JUMLAH Y4 (3) JUMLAH Y4 (4) JUMLAH JUMLAH TOTAL PERSENTASE 1% 13% 52% 7% 19% 0% 7% 1% 100% Komposisi Quartz Jumlah (butir) Persentase (%) Jenis Monocrystalline Quartz % Polycrystalline Quartz 51 20% Komposisi Jenis Jumlah (butir) Persentase (%) Lithic Volcanic Lithic 0 0% Sedimentary Lithic 68 74% Metamorphic Lithic 24 26%

15 Lampiran Petrografi 4 Foto Sayatan : Medan Pandang 1 0,5 mm 0,5 mm 0,5 mm Medan Pandang 2 0,5 mm 0,5 mm 0,5 mm Medan Pandang 3 0,5 mm 0,5 mm 0,5 mm Medan Pandang 4 0,5 mm 0,5 mm 0,5 mm Nama Batuan : Lithic greywacke (Pettijohn et al, 1975)

16 Plot Diagram Provenance Dickinson dan Sucszek (1979) : Lampiran Petrografi 4 Plot Diagram Variasi Kuarsa Basu (2003) dan Tortosa (1991) :

17 DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO Lampiran Petrografi 5 KODE SAYATAN : Z2 LINTASAN : TERMINAL MS 4 FORMASI : Steenkool PERBESARAN : 10 X d = 2 mm DESKRIPSI : LEMBAR DESKRIPSI PETROGRAFI Warna Dominan : PPL : Coklat hitam kemerahan XPL Hitam coklat kemerahan Ukuran Butir : 0,25 0,50 mm (medium sand) Wenworth, 1922 Bentuk Butir : Menyudut relatif bundar (sub-rounded) Pemilahan : Terpilah sedang Kemas : Tertutup Kontak Butir : Point contacts beberapa suture contacts Komposisi : Fragmen : 65% No Jenis Material Kelimpahan Ciri Khusus 1 Kuarsa 28 % Berwarna putih-putih susu, prismatik, gelapan bergelombang, mono-polikristalin 2 Plagioklas 2 % Berwarna putih, prismatic, kembaran karlsbard, sudut kembaran 30 3 Litik Sedimen 25 % Berwarna coklat kehitaman dengan butiran halus (batulanau) 4 Litik Metamorf (sekis, genes) tak terpisahkan yang menyusun sebuah fragmen 10 % Berwarna putih hingga coklat, komposisi kuarsa polikristalin, dan ada yang menunjukkan struktur foliasi dengan komposisi mineral mika Matriks : 15% No Jenis Material Kelimpahan Ciri Khusus 1 Mineral lempung 15 % Berwarna gelap, mineral tidak dapat dipisahkan dan mengisi ruang antar butir Semen : 7% No Jenis Semen Kelimpahan Ciri Khusus 1 Oksida 5 % Berwarna coklat kemerahan dengan bentuk tidak teratur diantara ruang butiran 2 Silikat 2 % Berwarna putih melingkupi butiran diantara fragmen dan matriks

18 Lampiran Petrografi 5 Porositas : 13% No Jenis Porositas Kelimpahan Ciri Khusus 1 Vuggy 7 % Berbentuk tidak terorientasi di daerah sekitar fragmen dan sering terdapat bagian fragmen yang hancur dan meninggalkan rongga 2 Intergranular 1 % Berbentuk tidak terorientasi di antara fragmen dan sering terdapat bagian fragmen dan matriks yang terlarutkan Perhitungan Butir Komposisi : SAMPEL Z2 (1) POLIKRISTALIN KUARSA MONOKRISTALIN <3 >3 MNU MU LITHIK LS LV LM FELDSPAR JUMLAH Z2 (2) JUMLAH Z2 (3) JUMLAH Z2 (4) JUMLAH JUMLAH TOTAL PERSENTASE 3% 14% 26% 4% 35% 0% 14% 3% 100% Komposisi Quartz Jumlah (butir) Persentase (%) Jenis Monocrystalline Quartz % Polycrystalline Quartz 62 37% Komposisi Jenis Jumlah (butir) Persentase (%) Lithic Volcanic Lithic 0 0% Sedimentary Lithic % Metamorphic Lithic 49 29%

19 Lampiran Petrografi 5 Foto Sayatan : Medan Pandang 1 0,5 mm 0,5 mm 0,5 mm Medan Pandang 2 0,5 mm 0,5 mm 0,5 mm Medan Pandang 3 0,5 mm 0,5 mm 0,5 mm Medan Pandang 4 0,5 mm 0,5 mm 0,5 mm Nama Batuan : Litharenite (Pettijohn et al, 1975)

20 Plot Diagram Provenance Dickinson dan Sucszek (1979) : Lampiran Petrografi 5 Plot Diagram Variasi Kuarsa Basu (2003) dan Tortosa (1991) :

21

22

23

24

25

26

27

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

BAB IV PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU

BAB IV PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU BAB IV PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU 4.1 Pendahuluan Kata provenan berasal dari bahasa Perancis, provenir yang berarti asal muasal (Pettijohn et al., 1987 dalam Boggs, 1992). Dalam geologi, istilah

Lebih terperinci

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA IV: PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN SILISIKLASTIK Asisten Acara: 1. 2. 3.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar

Lebih terperinci

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm No conto : Napal hulu Zona ubahan: sub propilitik Lokasi : Alur S. Napal Nama batuan: lava andesit 0 0.5 mm P1 0 0.5 mm Sayatan andesit terubah dengan intensitas sedang, bertekstur hipokristalin, porfiritik,

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

STUDI PROVENANCE BATUPASIR FORMASI WALANAE DAERAH LALEBATA KECAMATAN LAMURU KABUPATEN BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN

STUDI PROVENANCE BATUPASIR FORMASI WALANAE DAERAH LALEBATA KECAMATAN LAMURU KABUPATEN BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN STUDI PROVENANCE BATUPASIR FORMASI WALANAE DAERAH LALEBATA KECAMATAN LAMURU KABUPATEN BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN Muhammad Ardiansyah*, Meutia Farida *, Ulva Ria Irfan * *) Teknik Geologi Universitas

Lebih terperinci

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG 4. 1 Latar Belakang Studi Ngrayong merupakan Formasi pada Cekungan Jawa Timur yang masih mengundang perdebatan di kalangan ahli geologi. Perdebatan tersebut menyangkut lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis irisan tipis sampel tanah ultisol dari laboratorium HASIL ANALISIS PETROGRAFI 3 CONTOH TANAH NO. LAB.

Lampiran 1. Hasil analisis irisan tipis sampel tanah ultisol dari laboratorium HASIL ANALISIS PETROGRAFI 3 CONTOH TANAH NO. LAB. 1 Lampiran 1. Hasil analisis irisan tipis sampel tanah ultisol dari laboratorium HASIL ANALISIS PETROGRAFI 3 CONTOH TANAH NO. LAB.: 1153 1155/2013 No. : 01 No.Lab. : 1153/2013 Kode contoh : BA-II Jenis

Lebih terperinci

Lokasi : G.Walang Nama Batuan : Tuf Gelas

Lokasi : G.Walang Nama Batuan : Tuf Gelas LAMPIRAN A ANALISIS PETROGRAFI No. Conto : WLG 03 Satuan Batuan : Tuf Lokasi : G.Walang Nama Batuan : Tuf Gelas Tekstur Butiran Matriks : Terpilah baik, kemas terbuka, menyudut tanggung menyudut, : 22%;

Lebih terperinci

DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU

DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU Warna : Hitam bintik-bintik putih / hijau gelap dll (warna yang representatif) Struktur : Masif/vesikuler/amigdaloidal/kekar akibat pendinginan, dll. Tekstur Granulitas/Besar

Lebih terperinci

: Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit

: Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit : 09AS117 : Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit Sayatan batugamping Mudstone, butiran 8%) terdiri dari komponen cangkang biota (85%) berupa foraminifera

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth 3. Batuan Sedimen 3.1 Kejadian Batuan Sedimen Batuan sedimen terbentuk dari bahan yang pernah lepas dan bahan terlarut hasil dari proses mekanis dan kimia dari batuan yang telah ada sebelumnya, dari cangkang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO PROVENANS DAN DIAGENESIS BATUPASIR BERDASARKAN DATA PETROGRAFI PADA FORMASI STEENKOOL, KABUPATEN TELUK BINTUNI, PAPUA BARAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO PROVENANS DAN DIAGENESIS BATUPASIR BERDASARKAN DATA PETROGRAFI PADA FORMASI STEENKOOL, KABUPATEN TELUK BINTUNI, PAPUA BARAT UNIVERSITAS DIPONEGORO PROVENANS DAN DIAGENESIS BATUPASIR BERDASARKAN DATA PETROGRAFI PADA FORMASI STEENKOOL, KABUPATEN TELUK BINTUNI, PAPUA BARAT TUGAS AKHIR Setyo Mardani 21100112130072 FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Barat. 18 3. Breksi Tuf Breksi tuf secara megaskopis (Foto 2.9a dan Foto 2.9b) berwarna abu-abu

Lebih terperinci

Subsatuan Punggungan Homoklin

Subsatuan Punggungan Homoklin Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan

Lebih terperinci

ASAL SEDIMEN BATUPASIR FORMASI JATILUHUR DAN FORMASI CANTAYAN DAERAH TANJUNGSARI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CARIU, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

ASAL SEDIMEN BATUPASIR FORMASI JATILUHUR DAN FORMASI CANTAYAN DAERAH TANJUNGSARI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CARIU, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT ASAL SEDIMEN BATUPASIR FORMASI JATILUHUR DAN FORMASI CANTAYAN DAERAH TANJUNGSARI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CARIU, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT Sari Widyastuti 1*, Abdurrokhim 2, Yoga A Sendjaja

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN V.1. Lokasi Pengambilan Sampel Lokasi pengambilan sampel terdiri dari delapan lokasi pengamatan, yakni lokasi pengamatan ST 1 hingga lokasi pengamatan ST 8 yang berada di sepanjang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG

BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG 4.2 Latar belakang Studi Ngrayong telah lama mengundang perdebatan bagi para geolog yang pernah bekerja di Cekungan Jawa Timur. Perbedaan tersebut adalah mengenai lingkungan

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

// - Nikol X - Nikol 1mm

// - Nikol X - Nikol 1mm S S A B B C Foto 3.14 Satuan breksi vulkanik dengan sisipan batupasir-batulempung. Breksi polimik ( B), Monomik (A) dan litologi batupasir-batulempung (bawah,c) Pengambilan sampel untuk sisipan batupasir

Lebih terperinci

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat ) Gambar 3.12 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang, dibeberapa tempat terdapat sisipan dengan tuf kasar (lokasi dlk-12 di kaki G Pagerkandang). Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit

Lebih terperinci

PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN

PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN Kegiatan : Praktikum Kuliah lapangan ( PLK) Jurusan Pendidikan Geografi UPI untuk sub kegiatan : Pengamatan singkapan batuan Tujuan : agar mahasiswa mengenali

Lebih terperinci

REKAMAN DATA LAPANGAN

REKAMAN DATA LAPANGAN REKAMAN DATA LAPANGAN Lokasi 01 : M-01 Morfologi : Granit : Bongkah granit warna putih, berukuran 80 cm, bentuk menyudut, faneritik kasar (2 6 mm), bentuk butir subhedral, penyebaran merata, masif, komposisi

Lebih terperinci

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai

Lebih terperinci

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli Lokasi pengamatan singkapan atupasir sisipan batulempung karbonan adalah pada lokasi GD-4 ( Foto 3.21) di daerah Gandasoli. Singkapan ini tersingkap pada salah satu sisi sungai. Kondisi singkapan segar.

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung

Lebih terperinci

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978). (Satuan Breksi-Batupasir) adalah hubungan selaras dilihat dari kemenerusan umur satuan dan kesamaan kedudukan lapisan batuannya. Gambar 3.5 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (Bouma, A. H., 1962). Gambar

Lebih terperinci

// - Nikol X - Nikol 1mm

// - Nikol X - Nikol 1mm Sampel lain yang mewakili mikrofasies ini adalah D 34 D, merupakan batugamping packstone, klastik, terpilah buruk, kemas terbuka, disusun oleh butiran (50%), terdiri dari fragmen fosil berupa alga, foraminifera

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai. BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides

Lebih terperinci

STUDI PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU, DAERAH NANGA KANTU, CEKUNGAN KETUNGAU, KALIMANTAN BARAT

STUDI PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU, DAERAH NANGA KANTU, CEKUNGAN KETUNGAU, KALIMANTAN BARAT LEMBAR PENGESAHAN STUDI PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU, DAERAH NANGA KANTU, CEKUNGAN KETUNGAU, KALIMANTAN BARAT Diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan tugas akhir sarjana strata satu pada Program

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BATUAN SEDIMEN BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI PADA FORMASI KALIBENG ANGGOTA BANYAK

KARAKTERISTIK BATUAN SEDIMEN BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI PADA FORMASI KALIBENG ANGGOTA BANYAK KARAKTERISTIK BATUAN SEDIMEN BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI PADA FORMASI KALIBENG ANGGOTA BANYAK Novianti Wahyuni Purasongka 1), Ildrem Syafri 2), Lia Jurnaliah 2) 1) Mahasiswa Fakultas Teknik Geologi,

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada. DESKRIPSI BATUAN Deskripsi batuan yang lengkap biasanya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Deskripsi material batuan (atau batuan secara utuh); 2. Deskripsi diskontinuitas; dan 3. Deskripsi massa batuan.

Lebih terperinci

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG

BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG 5.1 Metode Penelitian Analisis data dilakukan berdasarkan pengamatan lapangan dan pendekatan petrografi menggunakan mikroskop polarisasi terhadap 27 sampel

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses eksogen dan proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen adalah prosesproses yang

Lebih terperinci

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN ACARA IX MINERALOGI OPTIK I. Pendahuluan Ilmu geologi adalah studi tentang bumi dan terbuat dari apa itu bumi, termasuk sejarah pembentukannya. Sejarah ini dicatat dalam batuan dan menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Geomorfologi adalah ilmu tentang bentang alam, proses-proses yang terjadi dan pembentukannya, baik dari dalam (endogen) maupun di luar (eksogen). Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT

BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT Satuan batugamping Gunung Sekerat tersingkap dengan baik, dengan penyebaran kurang lebih 10% dari luas daerah penelitian, dalam Peta Geologi (Lampiran G-3) satuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA Proses ini merupakan tahap pasca pengolahan contoh yang dibawa dari lapangan. Dari beberapa contoh yang dianggap mewakili, selanjutnya dilakukan analisis mikropaleontologi, analisis

Lebih terperinci

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya

Lebih terperinci

DIAGENESIS BATUPASIR AIR BENAKAT, DAERAH PENDOPO, KABUPATEN MUARA ENIM, PROPINSI SUMATERA SELATAN BERDASARKAN DATA PERMUKAAN

DIAGENESIS BATUPASIR AIR BENAKAT, DAERAH PENDOPO, KABUPATEN MUARA ENIM, PROPINSI SUMATERA SELATAN BERDASARKAN DATA PERMUKAAN DIAGENESIS BATUPASIR AIR BENAKAT, DAERAH PENDOPO, KABUPATEN MUARA ENIM, PROPINSI SUMATERA SELATAN BERDASARKAN DATA PERMUKAAN Sugeng S Surjono*, Ratri E Rahayu Departemen Teknik Geologi FT UGM. Jl. Grafika

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERNYATAAN... SURAT PERNYATAAN... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... SARI... ABSTRACT... viii DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERNYATAAN... SURAT PERNYATAAN... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... SARI... ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERNYATAAN... SURAT PERNYATAAN... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... SARI... i ii iii iv v vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... ix xii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN 5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang

Lebih terperinci

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN Fasies adalah suatu tubuh batuan yang dicirikan oleh kombinasi ciri litologi, ciri fisik dan biologi yang membedakannya dengan tubuh batuan yang berdekatan (Walker,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi parameter-parameter seperti komposisi batuan asal, iklim, tatanan

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi parameter-parameter seperti komposisi batuan asal, iklim, tatanan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Interaksi parameter-parameter seperti komposisi batuan asal, iklim, tatanan tektonik dan relief dapat mempengaruhi komposisi batuan sedimen selama proses transportasi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BATUAN SEDIMEN BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI PADA FORMASI KALIBENG ANGGOTA BANYAK

KARAKTERISTIK BATUAN SEDIMEN BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI PADA FORMASI KALIBENG ANGGOTA BANYAK Karakteristik batuan sedimen berdasarkan analisis petrografi pada Formasi Kalibeng Anggota Banyak (Novianti Wahyuni Purasongka, Ildrem Syafri, Lia Jurnaliah) KARAKTERISTIK BATUAN SEDIMEN BERDASARKAN ANALISIS

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN TEKNIK KOLEKSI, PREPARASI DAN ANALISIS LABORATORIUM

PEMBAHASAN TEKNIK KOLEKSI, PREPARASI DAN ANALISIS LABORATORIUM PEMBAHASAN TEKNIK KOLEKSI, PREPARASI DAN ANALISIS LABORATORIUM Oleh: Hill. Gendoet Hartono Teknik Geologi STTNAS Yogyakarta E-mail: hilghartono@yahoo.co.id Disampaikan pada : FGD Pusat Survei Geologi,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, 18 Januari Penyusun

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, 18 Januari Penyusun KATA PENGANTAR Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan nikmat serta karunia-nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tugas Akhir jenis skripsi dengan judul

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MINERAL SEPANJANG SUNGAI OPAK, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. oleh : Ricky Christian Sitinjak 03/164666/TK/28139

KARAKTERISTIK MINERAL SEPANJANG SUNGAI OPAK, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. oleh : Ricky Christian Sitinjak 03/164666/TK/28139 KARAKTERISTIK MINERAL SEPANJANG SUNGAI OPAK, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA oleh : Ricky Christian Sitinjak 03/164666/TK/28139 Pokok Bahasan Pokok Bahasan Pendahuluan Landasan Teori Geologi Daerah Penelitian

Lebih terperinci

Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi 3.2.3.5 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi pada satuan batuan ini, maka satuan batulempung disetarakan dengan Formasi Sangkarewang (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Hubungan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa terbagi menjadi beberapa fisiografi, dan Jawa Bagian Tengah memiliki 2 fisiografi yaitu lajur Pegunungan Serayu, dan Pegunungan Kendeng (van Bemmelen, 1948).

Lebih terperinci

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir).

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir). Apabila diperhatikan, hasil analisis petrografi dari sayatan batupasir kasar dan sayatan matriks breksi diperoleh penamaan yang sama. Hal ini diperkirakan terjadi karena yang menjadi matriks pada breksi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi mum Daerah Penelitian ecara umum morfologi daerah penelitian merupakan dataran dengan punggungan di bagian tengah daerah

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan 3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,

Lebih terperinci

Foto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis.

Foto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis. besar Lepidocyclina spp., Amphistegina spp., Cycloclypeus spp., sedikit alga, porositas buruk berupa interpartikel, intrapartikel dan moldic, berlapis baik. Pada sayatan tipis (Lampiran A-5: analisis petrografi)

Lebih terperinci

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1: RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:250.000 OLEH: Dr.Ir. Muhammad Wafid A.N, M.Sc. Ir. Sugiyanto Tulus Pramudyo, ST, MT Sarwondo, ST, MT PUSAT SUMBER DAYA AIR TANAH DAN

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Analisis morfologi yang dilakukan pada daerah penelitian berdasarkan pengamatan tekstur yang tercermin dalam perbedaan ketinggian,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Geomorfologi daerah penelitian dapat dianalisis dengan menggunakan beberapa media, yaitu peta kontur, citra satelit, dan citra Digital Elevation Model

Lebih terperinci

BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT

BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT 4.1 Tinjauan Umum Diagenesis meliputi perubahan fisik atau kimia suatu sedimen atau batuan sedimen yang terjadi setelah pengendapan (tidak termasuk proses-proses

Lebih terperinci

BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR

BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR Pada interval Formasi Talangakar Bawah didapat 2 interval reservoir yaitu reservoir 1 dan reservoir 2 yang ditunjukan oleh adanya separasi antara log neutron dan densitas.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menggambarkan diagenesa batuan sedimen. Memberikan nama batuan sedimen berdasarkan klasifikasi After Dott (1964).

BAB I PENDAHULUAN. Menggambarkan diagenesa batuan sedimen. Memberikan nama batuan sedimen berdasarkan klasifikasi After Dott (1964). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud Mengetahui komposisi penyusun batuan sedimen secara mikroskopis. Menggambarkan diagenesa batuan sedimen. Memberikan nama batuan sedimen berdasarkan klasifikasi After Dott (1964).

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

Batuan Asal (Provenance) Batupasir LSI Formasi Menggala Daerah Barumun Tengah, Cekungan Sumatera Tengah, Berdasarkan Data Petrografi

Batuan Asal (Provenance) Batupasir LSI Formasi Menggala Daerah Barumun Tengah, Cekungan Sumatera Tengah, Berdasarkan Data Petrografi Batuan Asal (Provenance) Batupasir LSI Formasi Menggala Daerah Barumun Tengah, Cekungan Sumatera Tengah, Berdasarkan Data Petrografi Nanda Natasia 1, Ildrem Syafri 1, Ika Merdekawati 1, Heri Setiawan 2,

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL 4.1. Tinjauan umum Ubahan Hidrothermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN

BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN IV.1 Litofasies Suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen terlihat padanya karateristik fisik, kimia, biologi tertentu. Analisis rekaman tersebut digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU

BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU 4.1 TINJAUAN UMUM Diagenesis merupakan perubahan fisik atau kimia suatu sedimen atau batuan sedimen yang terjadi setelah pengendapan, tidak termasuk proses-proses

Lebih terperinci

Raden Ario Wicaksono/

Raden Ario Wicaksono/ Foto 3.15 Fragmen Koral Pada Satuan Breksi-Batupasir. Lokasi selanjutnya perselingan breksi-batupasir adalah lokasi Bp-20 terdapat pada Sungai Ci Manuk dibagian utara dari muara antara Sungai Ci Cacaban

Lebih terperinci

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki Fasies Pengendapan Reservoir Z Berdasarkan komposisi dan susunan litofasies, maka unit reservoir Z merupakan fasies tidal

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keyword: Reservoir quality, provenance, diagenetic process, depositional environment

ABSTRACT. Keyword: Reservoir quality, provenance, diagenetic process, depositional environment ANALISIS PROVENANCE, DIAGENESIS DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN SERTA PENGARUH TERHADAP KUALITAS RESERVOIR BATUPASIR FORMASI TALANG AKAR, SUMUR -21, CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA Fahmi Abdillah*, Hadi Nugroho*,

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal III.1 Dasar Teori Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat interaksi antara fluida panas dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

Geologi Teknik. Ilmu Geologi, Teknik Geologi,

Geologi Teknik. Ilmu Geologi, Teknik Geologi, Geologi Teknik Mineral, Batuan Norma Puspita, ST. MT. Ilmu Geologi, Teknik Geologi, Geologi Teknik Ilmu Geologi Ilmu yang mempelajari tentang sejarah pembentukan bumi dan batuan, sifat sifat fisik dan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS FASIES PENGENDAPAN FORMASI TALANG AKAR

BAB III ANALISIS FASIES PENGENDAPAN FORMASI TALANG AKAR BAB III ANALISIS FASIES PENGENDAPAN FORMASI TALANG AKAR 3.1. Litofasies Menurut Walker (1992), fasies merupakan kenampakan suatu tubuh batuan yang dikarekteristikan oleh kombinasi dari litologi, struktur

Lebih terperinci