4.4.1 Proses dan Produk Diagenesa Proses Mikritisasi Mikrobial
|
|
- Johan Salim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 terangkat ke permukaan. Iklim juga memegang peranan penting dalam proses diagenesa. Pada iklim kering, sementasi di lingkungan air tawar kemungkinan akan terbatas dari porositas primer akan terawetkan. Sebaliknya pada iklim lembab, umumnya hanya sedikit sekali porositas primer yang terhindar dari proses sementasi, tetapi porositas sekunder seperti moldic dan vug berkembang secara signifikan. Proses diagenesa tidak hanya dapat mengubah mineral-mineral karbonat tersebut, tetapi juga dapat mengubah tekstur pengendapan batuan karbonat (seperti butiran karbonat, micrite, semen) Proses dan Produk Diagenesa Dalam diagenesa batuan karbonat terdapat enam proses utama yang meliputi: pelarutan, sementasi, neomorfisme, dolomitisasi, mikritisasi mikrobial dan kompaksi. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam hal ini adalah tekanan, temperatur, stabilitas mineral, kondisi kesetimbangan, rate of water influx, waktu dan kontrol struktur (Tucker & Wright, 1990 dalam Boggs, 1992). Di antara proses-proses diagenesa tersebut terdapat tiga proses diagenesa utama, yaitu pelarutan (dissolution) (foto IV.7), sementasi dan penggantian (replacement). Masing-masing dicirikan oleh kenampakan yang berbeda-beda yang menggambarkan kondisi pembentukan batuan karbonat. Proses diagenesa yang teramati berdasarkan pengamatan dan analisa petrografi pada sayatan tipis conto batuan meliputi : Proses Mikritisasi Mikrobial Proses ini terjadi di lingkungan marine, aktivitas pemboran (boring) dapat dilakukan oleh organisme seperti endolithic fungi, bakteri dan ganggang hijau atau mungkin ganggang merah. Butiran skeletal dibor di sekitar batas skeletal dan lubang yang terbentuk diisi dengan sedimen berbutir halus atau semen. Pemboran (boring) butiran karbonat ini paling intensif terjadi di laut dangkal daerah tropis. 51
2 Kegiatan organisme tersebut menghasilkan micrite envelope, yaitu mikrit yang mengelilingi cangkang. Apabila kegiatan organisme tersebut sangat aktif, maka akan menghasilkan cangkang yang sepenuhnya termikritisasi. Proses mikritisasi butiran ditunjukan dengan adanya proses penggantian sejumlah butiran kerangka oleh mikrit yang berwarna coklat keruh yang melapisi butiran (Gambar 4.5). Mikritisasi merupakan proses yang penting dalam lingkungan stagnant marine phreatic zone dan active marine phreatic zone (Longman, 1980 dalam Koesoemadinata, 1987). Gambar 4.5 Proses mikritisasi mikrobial 52
3 Proses Pelarutan Proses pelarutan memerlukan jumlah volume air yang kelewat jenuh dalam jumlah banyak dan dipengaruhi oleh selektivitas terhadap matriks, bentuk butir, ukuran butir serta sifat kerangka. Tingkatan mudahnya larut mineral-mineral karbonat merupakan fungsi dari mineralogi dan kandungan ion Mg. Urut-urutan Mineral karbonat yang paling mudah larut adalah Very high-mg Calcite, aragonit, Mg Calcite, Low Mg Calcite dan dolomit. Tingkat kelarutan (Solubilities) dari mineral-mineral tersebut merupakan fungsi dari temperatur dan tekanan (water depth). Kelarutan (Solubilities) menurun dengan meningkatnya temperatur, dan kelarutan meningkat dengan meningkatnya tekanan air laut. Proses pelarutan pada batuan karbonat dapat membentuk porositas sekunder seperti porositas moldic dan vuggy (Gambar 4.6). Proses pelarutan dapat terjadi pada lingkungan freshwater vadose maupun freshwater phreatic (Longman, 1980 dalam Koesoemadinata, 1987). (a) (b) Gambar 4.6 Proses Pelarutan dapat membentuk porositas vuggy (a) dan moldic (b) 53
4 Proses Sementasi Proses sementasi dalam sedimen karbonat merupakan proses diagenesa utama dan terjadi ketika pore-fluid supersaturated terhadap fase semen dan tidak ada faktor kinetik yang menghalangi presipitasi semen. Proses ini memerlukan sirkulasi air tawar ataupun air laut yang besar sekali. Dalam air yang stagnant hampir tidak/sedikit sekali terjadi sementasi (Koesoemadinata, 1987). Mineralogi dan fabric semen yang berbeda-beda tergantung pada komposisi pore-fluid, kecepatan supply karbonat dan kecepatan presipitasi, yang dapat menunjukan lingkungan diagenesa yang berbeda pula (gambar 4.7). Gambar 4.7 Beberapa tipe semen pada batuan karbonat (dalam Boggs, 1992) 54
5 Berdasarkan analisa petrografi, tipe tipe semen yang teramati berupa granular/equant, bladed dan fibrous cement (gambar 4.8). Granular Bladed Fibrous Gambar 4.8 Beberapa tipe semen karbonat yang teramati pada sayatan petrografi Proses Neomorfisme Proses Neomorfisme (Folk, 1965 dalam Boggs, 1992) terdiri dari inverse, rekristalisasi dan coalescive neomorphism (aggrading/degrading neomorphism). Inversi adalah perubahan satu mineral ke polymorph, misalnya polymorphic transformation aragonite menjadi calcite, alterasi Mg calcite menjadi calcite. Sedangkan rekristalisasi adalah perubahan dalam ukuran kristal tanpa perubahan dalam mineraloginya, misalnya membesar/mengecilnya ukuran kristal kalsit atau penggantian (replacement) kristal kalsit berukuran kecil oleh kristal kalsit berukuran lebih besar. 55
6 Neomorfisme pada batuan karbonat umumnya adalah tipe aggrading (agradasi) yaitu kumpulan proses yang menghasilkan butiran spar yang lebih besar. Proses neomorfisme menyebabkan matrik (mikrit) telah terubah menjadi mikrospar pada sebagian besar conto batuan. Proses ini dapat terjadi pada awal pemendaman freshwater phreatic dan deep burial. Berdasarkan analisa petrografi, neomorfisme yang terjadi di daerah penelitian adalah rekristalisasi yang terutama terjadi pada awal pemendaman meteoric phreatic. Proses Dolomitisasi Dolomitisasi merupakan proses penggantian mineral kalsit menjadi dolomit yang disebabkan oleh meningkatnya kadar Mg dalam batuan karbonat. Faktor-faktor yang mempercepat presipitasi dolomit adalah besarnya rasio Mg/Ca pada mineral, besarnya kandungan CO 2, tingginya temperatur dan ph, rendahnya kandungan sulfat, rendahnya kadar salinitas serta pengaruh material organik. Proses dolomitisasi bisa berupa replacement melalui proses presipitasi atau berupa sementasi, yang dapat terjadi pada lingkungan mixing zone dan deep burial. Proses Kompaksi Proses kompaksi terdiri dari kompaksi mekanik dan kimia, yang terjadi pada lingkungan deep burial setelah batuan terendapkan. Kompaksi mekanik terjadi ketika sedimen karbonat terkubur (buried) di bawah overburden yg meningkat sehingga terjadi grain fracture dan penurunan porositas oleh closer packing, akhirnya butiran mulai larut pada point contact menghasilkan kontak suture dan concave-convex. Kompaksi kimia menghasilkan stylolite dan wispy seam. Kompaksi kimia mulai terjadi setelah kompaksi mekanik membentuk stable grain framework, sehingga load atau tectonic stress dapat diteruskan dari butiran ke butiran. Tektonik stress juga dapat menghasilkan pressure dissolution, fracture ekstensional dan compressional. 56
7 4.4.2 Lingkungan Diagenesa batuan Karbonat Diagenesa dapat terjadi di : Di bawah air laut (submarine) Di bawah udara (subaerial/vadose atau air tanah dangkal) Di bawah permukaan/tanah (subsurface). Lingkungan diagenesa merupakan daerah dimana pola diagenesa yang sama muncul, lingkungan diagenesa ini dapat saja tidak ada kaitannya dengan lingkungan pengendapan dan dapat berubah sepanjang waktu. Mempelajari produk-produk diagenesa yang hadir pada lingkungan tertentu merupakan kunci penting untuk memprediksi kecenderungan porositas pada batuan karbonat. Dari segi lingkungan airnya, Longman (1980) membagi menjadi empat lingkungan diagenesa, yakni : Zona Marine Phreatic Zona Mixing Zona Freshwater Phreatic Zona Vadose Gambar 4.9 Model lingkungan diagenesa Longman (1981 dalam Koesoemadinata, 1987) 57
8 Zona Marine Phreatic Sedimen berada pada lingkungan marine phreatic bila semua rongga porinya terisi oleh air laut yang normal. Umumnya batuan karbonat diendapkan dan memulai sejarah diagenesanya pada lingkungan marine phreatic. Lingkungan ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu: Lingkungan yang berhubungan dengan sirkulasi air sedikit, dicirikan oleh kehadiran mikritisasi dan sementasi setempat. Lingkungan kedua berupa lingkungan yang berhubungan dengan sirkulasi air yang baik dimana tingkat sementasi intergranular dan mengisi rongga lebih intensif. Semen aragonit berserabut dan Mg Kalsit merupakan ciri lain dari lingkungan ini Keberadaan lingkungan ini didukung oleh terdapatnya proses mikritisasi mikrobial dan semen mikrit yang jejaknya banyak dijumpai pada conto sayatan tipis (Gambar 4.5). Zona Mixing Zona mixing merupakan percampuran lingkungan freshwater phreatic dan freshwater vadose, jalur ini agak sempit, tidak permanen, adanya air payau dan bersifat diam. Seluruh rongga yang semula terisi air laut akan mulai tergantikan oleh air tawar. Dolomitisasi merupakan salah satu penciri lingkungan ini jika salinitas air sekitarnya rendah. Jika salinitasnya tinggi akan terbentuk Mg kalsit yang menjarum. Zona Freshwater Phreatic Zona ini terletak di bawah zona vadose dan zona mixing. Semua ruang pori batuan diisi air meteorik yang mengandung material karbonat hasil pelarutan dengan kadar yang bervariasi. Lingkungan ini dicirikan oleh proses pencucian, neomorfisme butir yang diikuti atau tanpa diikuti sementasi kalsit secara intensif. (Gambar 4.8). Ukuran semen kristal kalsit pada zona ini cenderung lebih besar daripada zona vodose. Tipe-tipe semen kalsit yang terjadi pada zona ini umumnya berupa semen isopachous, blocky dan syntaxial overgrowth pada echinoderm. Proses neomorfisme menyebabkan mikrit telah berubah menjadi mikrospar dan pseudospar pada seluruh conto batuan. Proses neomorfisme juga menyebabkan aragonite dan Mg calcite 58
9 terubah menjadi kalsit (berubah dalam bentuk dan ukuran kristal). Zona ini dibagi ke dalam : Zona dibawah kejenuhan (Undersaturated Zone) Pada zona ini terjadi pelarutan dan pembentukan porositas cetakan (moldic) dan gerowong-gerowong (vuggy). Zona Jenuh aktif (Active Saturated Zone) Pada zona ini terjadi dua proses, yaitu: neomorfisme butir yaitu pelarutan aragonit dan pengendapan kalsit. Tipe semen yang terbentuk adalah equant mosaic cement. Proses kedua adalah sementasi antar butir yaitu pengisian rongga oleh sparry calcite. Zona Air tawar diam (Stagnant Freshwater Phreatic Zone) Pada zona ini, sangat sedikit terjadi perubahan diagenesa. Porositas primer terawetkan Tekstur aragonit yang telah berubah menjadi kalsit juga terawetkan. Zona Vadose Zona Vadose terletak di bawah permukaan dan di atas muka air tanah yang menyebabkan rongga pada batuan terisi oleh udara dan air meteorik. Proses utama yang terjadi di lingkungan ini berupa pelarutan yang menghasilkan porositas sekunder vuggy dan saturasi yang membentuk semen pendant dan meniskus akibat air yang jenuh kalsit maupun penguapan CO 2. Pada pengamatan megaskopis ditunjukan oleh tingkat pengapuran (chalky appearance) pada batuan inti. Kecenderungan tinggi rendahnya pengapuran menunjukan tingkat resistensi batuan terhadap pelarutan Resume Proses Diagenesa Berdasarkan analisa petrografi dan dihubungkan dengan lingkungan diagenesa, maka dapat disarikan urutan proses diagenesa yang telah berlangsung pada batuan karbonat daerah penelitian, yaitu sebagai berikut: Diagenesis pertama terjadi dalam lingkungan marine phreatic, yang ditandai oleh proses mikritisasi mikrobial dengan terbentuknya semen kalsit bertipe micritic dan fibrous. 59
10 Diagenesis kedua terjadi dalam lingkungan zona vadose, yang ditandai oleh pelarutan yang luas pada aragonite, Mg calcite dan calcite yang membentuk porositas vug, moldic, dan tingkat pengapuran (chalky appearance). Diagenesis ketiga terjadi dalam lingkungan fresh water phreatic, yang ditandai oleh pelarutan butiran, matriks dan semen yang membentuk porositas vuggy dan moldic; pelarutan pada cangkang fosil dan koral yang kemudian diisi oleh sparry calcite; proses sementasi yang membentuk semen kalsit bertipe isopachous, blocky dan syntaxial overgrowth pada echinoderm; proses neomorfisme mikrit menjadi microspar; dan proses dedolomitisasi yang dapat dikenali dari kenampakan bentuk kristal dolomit rombohedral yang ditempati oleh kalsit (pseudomorf) atau kristal kalsit dengan replacement fabric berisi inklusi relic dolomite. 4.5 Perkembangan Porositas Porositas batuan karbonat secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu porositas primer dan sekunder. Porositas primer dapat terbentuk pada saat sedimentasi berlangsung (syn-sedimentary), sedangkan porositas sekunder terbentuk setelah batuan karbonat terbentuk (post-sedimentary) yang diakibatkan oleh proses diagenesa maupun proses tektonik. Choquette & Pray (1970) membagi porositas batuan karbonat ke dalam tiga tipe porositas (Gambar 4.9) yaitu fabric selective (jika terdapat hubungan antara porositas dengan dengan komponen fabric yang meliputi komponen butiran primer seperti ooid, bioclast, dan komponen diagenesa seperti semen kalsit, dolomit), not fabric selective (jika tidak terdapat hubungan antara porositas dengan dengan komponen fabric) dan fabric selective or not (tidak termasuk fabric selective dan not fabric selective). 60
11 Gambar 4.10 Tipe-tipe porositas batuan karbonat (Choquette & Pray, 1970) Berdasarkan hasil analisa petrografi, porositas batuan karbonat Formasi Tendeh Hantu pada daerah penelitian dapat dibagi menjadi 2 tipe porositas sebagai berikut : Fabric selective, umumnya porositas interparticle (0-10%) dan moldic (0-4%) Not fabric selective, umumnya porositas vug (0-13%) dan channel (0-2%) Pada umumnya, porositas batuan karbonat Formasi Tendeh Hantu yang teramati berupa porositas sekunder yang terutama dikontrol oleh proses diagenesa, sedangkan porositas primer umumnya sudah tidak teramati karena sudah diubah/dirusak oleh proses diagenesa seperti sementasi, kompaksi, dolomitisasi dan pelarutan. 61
Foto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis.
besar Lepidocyclina spp., Amphistegina spp., Cycloclypeus spp., sedikit alga, porositas buruk berupa interpartikel, intrapartikel dan moldic, berlapis baik. Pada sayatan tipis (Lampiran A-5: analisis petrografi)
Lebih terperinciBAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING
BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING 4.1 Diagenesis Batugamping Diagenesis merupakan proses yang terjadi setelah proses sedimentasi pada suatu batuan meliputi proses kimiawi maupun fisika, namun perubahan ini
Lebih terperinciBAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT
BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT 4.1 Tinjauan Umum Diagenesis meliputi perubahan fisik atau kimia suatu sedimen atau batuan sedimen yang terjadi setelah pengendapan (tidak termasuk proses-proses
Lebih terperinciBAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG
BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG 5.1 Metode Penelitian Analisis data dilakukan berdasarkan pengamatan lapangan dan pendekatan petrografi menggunakan mikroskop polarisasi terhadap 27 sampel
Lebih terperinciBAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU
BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU 4.1 TINJAUAN UMUM Diagenesis merupakan perubahan fisik atau kimia suatu sedimen atau batuan sedimen yang terjadi setelah pengendapan, tidak termasuk proses-proses
Lebih terperinci// - Nikol X - Nikol 1mm
Sampel lain yang mewakili mikrofasies ini adalah D 34 D, merupakan batugamping packstone, klastik, terpilah buruk, kemas terbuka, disusun oleh butiran (50%), terdiri dari fragmen fosil berupa alga, foraminifera
Lebih terperinciMikrofasies dan Diagenesa Batugamping Formasi Klapanunggal Daerah Cileungsi, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Mikrofasies dan Diagenesa Batugamping Formasi Klapanunggal Daerah Cileungsi, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Reghina Karyadi 1) Abdurrokhim 1) Lili Fauzielly 1) Program Studi
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY
Abstrak HUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY Muhamad Rizki Asy ari 1*, Sarju Winardi 1 1 Jurusan
Lebih terperinciNama : Peridotit Boy Sule Torry NIM : Plug : 1
DIAGENESA BATUAN SEDIMEN Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pemadatan endapan yang berupa bahan lepas. Batuan sedimen juga dapat terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat,
Lebih terperinciBAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT
BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT Satuan batugamping Gunung Sekerat tersingkap dengan baik, dengan penyebaran kurang lebih 10% dari luas daerah penelitian, dalam Peta Geologi (Lampiran G-3) satuan
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN PUSTAKA
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3. 1. Definisi Batuan Karbonat Batuan karbonat adalah batuan yang mempunyai kandungan material karbonat lebih dari 50 % dan tersusun atas partikel karbonat klastik yang tersemenkan
Lebih terperinciStudi Model Reservoir Karbonat Menggunakan Analisa Tipe Batuan
Studi Model Reservoir Karbonat Menggunakan Analisa Tipe Batuan Radyadiarsa Pusat Studi Energi Universitas Padjadjaran Abstrak Lapanqan "W" yang terletak di Cekungan Sumatra Selatan telah terbukti menghasilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuan karbonat menyusun 20-25% batuan sedimen dalam sejarah geologi. Batuan karbonat hadir pada Prakambrium sampai Kuarter. Suksesi batuan karbonat pada Prakambrium
Lebih terperinciBAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING
BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING IV.1 Pendahuluan Batuan Karbonat Klastik Terrigenous Sedimen yang global dan tak terbatas dengan iklim. Suplai sedimen berasal dari kontinen dan laut. Ukuran dari butiran
Lebih terperinciBAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU
BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU 4.1 Pendahuluan Batuan Karbonat adalah batuan sedimen yang terdiri dari garam karbonat. Dalam prakteknya adalah gamping (limestone) dan dolomit (Koesoemadinata,
Lebih terperinciPETROGRAFI BATUAN KARBONAT
PETROGRAFI BATUAN KARBONAT I. PENDAHULUAN Batuan karbonat merupakan batuan yang tersusun dari mineral-mineral garam karbonat yang terbentuk secara kimiawi dalam bentuk larutan, dimana organisme perairan
Lebih terperinci01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat
http://disbudparkbb.id/images/potensi/citatah2.jpg 01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat Kerangka Materi Pengertian Batuan Karbonat Manfaat dan Hubungan dengan ilmu geologi yang lain Klasifikasi batuan
Lebih terperinciLABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA
LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA IV: PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN SILISIKLASTIK Asisten Acara: 1. 2. 3.
Lebih terperinciLABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA
LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA VII: PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN KARBONAT Asisten Acara: 1 2 3 4 Nama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi, batuan karbonat kerap
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi, batuan karbonat kerap menjadi target reservoar potensial selain batuan sedimen silisiklastik. Besarnya cadangan
Lebih terperinciGEOLOGI DAN ANALISIS DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU, DAERAH DESA TINAPAN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BLORA, JAWA TENGAH
GEOLOGI DAN ANALISIS DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU, DAERAH DESA TINAPAN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BLORA, JAWA TENGAH TUGAS AKHIR A Diajukan Sebagai Syarat Dalam Mencapai Kelulusan Strata Satu (S-1)
Lebih terperinciGEOLOGI DAN STUDI FASIES BATUGAMPING DAERAH KALIORANG BARAT, KABUPATEN KUTAI TIMUR, KALIMANTAN TIMUR
GEOLOGI DAN STUDI FASIES BATUGAMPING DAERAH KALIORANG BARAT, KABUPATEN KUTAI TIMUR, KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknik Program Studi Teknik Geologi,
Lebih terperinciBatuan Karbonat adalah batuan yang tersusun dari mineral karbonat, yang terutama batugamping dan dolomit yang berpotensi sebagai reservoar.
Ringkasan Batuan Karbonat Batuan Karbonat adalah batuan yang tersusun dari mineral karbonat, yang terutama batugamping dan dolomit yang berpotensi sebagai reservoar. Jenis-jenis mineral karbonat, yaitu:
Lebih terperinciACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN
ACARA IX MINERALOGI OPTIK I. Pendahuluan Ilmu geologi adalah studi tentang bumi dan terbuat dari apa itu bumi, termasuk sejarah pembentukannya. Sejarah ini dicatat dalam batuan dan menjelaskan bagaimana
Lebih terperinciGambar 1. Chert dalam Ukuran Hand Spicemen. Gambar 2. Chert yang terlipat. Gambar 3. Bedded Chert dan Sayatan Radiolarian Chert
Chert Dasar Penamaan (Klasifikasi) Chert Chert adalah penamaan umum yang digunakan untuk batuan siliceous sebagai sebuah kelompok (grup), namun ada yang mengaplikasikannya untuk tipe spesifik dari chert
Lebih terperinciBAB IV UBAHAN HIDROTERMAL
BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan
Lebih terperinci(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.
` BAB IV ALTERASI HIDROTHERMAL 4.1 Pendahuluan Mineral alterasi hidrotermal terbentuk oleh adanya interaksi antara fluida panas dan batuan pada suatu sistem hidrotermal. Oleh karena itu, mineral alterasi
Lebih terperinci6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel
BAB VI KARAKTERISTIK RESERVOIR Bab VI. Karakteristik Reservoir 6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel Dari hasil analisa LEMIGAS (lihat Tabel 6.1 dan 6.2) diketahui bahwa porositas yang ada
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Adinegoro, U. dan Hartoyo, P., 1974, Paleogeography of Northeast Sumatera, Proceedings Indonesian Petroleum Association, hal 45.
DAFTAR PUSTAKA Adinegoro, U. dan Hartoyo, P., 1974, Paleogeography of Northeast Sumatera, Proceedings Indonesian Petroleum Association, hal 45. Barliana, A, 1999, Prospect and Leads of Matang Area North
Lebih terperinciBAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN
BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN Fasies adalah suatu tubuh batuan yang dicirikan oleh kombinasi ciri litologi, ciri fisik dan biologi yang membedakannya dengan tubuh batuan yang berdekatan (Walker,
Lebih terperinciBAB IV FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN
BAB IV FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN Menurut Fahrudi (2004), lingkungan pengendapan dari hasil analisis fasies batugamping meliputi Reef Slope, Reef Framework, dan Proximal Talus. Fahrudi (2004)
Lebih terperinciGambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).
Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Barat. 18 3. Breksi Tuf Breksi tuf secara megaskopis (Foto 2.9a dan Foto 2.9b) berwarna abu-abu
Lebih terperinciTUGAS AKHIR A. Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
GEOLOGI DAN STUDI DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI TENDENHANTU DAERAH GUNUNG ANTU DAN SEKITARNYA, DESA TANJUNG MANGKALIHAT, KECAMATAN SANDARAN, KABUPATEN KUTAI TIMUR, KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR A Disusun
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang
BAB. I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Batuan karbonat adalah semua batuan yang terdiri dari garam karbonat, dalam hal ini CaCO 3 dan MgCO 3. Batuan karbonat memiliki keistimewaan dalam cara terbentuknya,
Lebih terperinciMETODE PENDISKRIPSIAN BATUGAMPING UNTUK KARAKTERISASI RESERVOAR HIDROKARBON
METODE PENDISKRIPSIAN BATUGAMPING UNTUK KARAKTERISASI RESERVOAR HIDROKARBON Premonowati Program Studi Teknik Geologi-FTM, UPN Veteran Yogyakarta premonowati@gmail.com ABSTRACT The core/swc and ditch cuttings
Lebih terperinciLEMBAR DESKRIPSI PETROGRAFI
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO Lampiran Petrografi 1 KODE SAYATAN : Y1 LINTASAN : TERMINAL MS 3 FORMASI : Steenkool PERBESARAN : 10 X d = 2 mm DESKRIPSI : LEMBAR DESKRIPSI
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara
BAB V PEMBAHASAN Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara horizontal dan vertikal akibat intrusi basalt maka perlu dikorelasikan antara hasil analisis kimia, tekstur (ukuran
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan
Lebih terperinciBAB III ALTERASI HIDROTERMAL
BAB III ALTERASI HIDROTERMAL 3.1 Tinjauan Umum White (1996) mendefinisikan alterasi hidrotermal adalah perubahan mineralogi dan komposisi yang terjadi pada batuan ketika batuan berinteraksi dengan larutan
Lebih terperinciBAB III Perolehan dan Analisis Data
BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa
Lebih terperinciBab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal
Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal III.1 Dasar Teori Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat interaksi antara fluida panas dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk
Lebih terperinciProses Sedimentasi. Oleh : Muhammad Yusuf Awaluddin
Proses Sedimentasi Oleh : Muhammad Yusuf Awaluddin outline Sedimentasi Batuan Sedimen Proses sedimentasi : 1. Fisik/Mekanik 2. Kimia 3. Organik/Biologi Metodologi Sedimentasi Suatu proses pengendapan material
Lebih terperinciBATUAN SEDIMEN : BATUAN YANG TERBENTUK. (PELAPUKAN TRANSPORTASI SEDIMENTASI DIAGENESA) KOMPOSISI SEDIMEN :
BATUAN SEDIMEN : BATUAN YANG TERBENTUK. (PELAPUKAN TRANSPORTASI SEDIMENTASI DIAGENESA) KOMPOSISI SEDIMEN : BATUAN SEDIMEN Batuan sedimen : batuan yang terbentuk dalam suatu siklus sedimentasi (pelapukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Batu gamping adalah batuan sedimen yang sebagian besar disusun oleh kalsium karbonat yang berasal dari sisa- sisa organisme laut seperti kerang, siput laut, dan koral
Lebih terperinciBesar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth
3. Batuan Sedimen 3.1 Kejadian Batuan Sedimen Batuan sedimen terbentuk dari bahan yang pernah lepas dan bahan terlarut hasil dari proses mekanis dan kimia dari batuan yang telah ada sebelumnya, dari cangkang
Lebih terperinciDinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur
Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur Farida Alkatiri 1, Harmansyah 1 Mahasiswa, 1 Abstrak Daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan merupakan lokasi
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTERISTIK RESERVOAR KARBONAT. 1. Lingkungan Pengendapan 2. Proses Diagenesa
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTERISTIK RESERVOAR KARBONAT 1. Lingkungan Pengendapan 2. Proses Diagenesa 1. LINGKUNGAN PENGENDAPAN - Mempengaruhi : distribusi dan ukuran pori inisial serta geometri
Lebih terperinciBatuan sedimen : batuan yang terbentuk. (pelapukan transportasi sedimentasi diagenesa) Komposisi sedimen :
BATUAN SEDIMEN Batuan sedimen : batuan yang terbentuk dalam suatu siklus sedimentasi (pelapukan transportasi sedimentasi diagenesa) Komposisi sedimen : - Fragmen mineral/batuan hasil rombakan (terigen)
Lebih terperinciANALISIS FASIES KARBONAT DAN DIAGENESIS FORMASI PEUTU LAPANGAN ABC CEKUNGAN SUMATERA UTARA TESIS BAMBANG SUPRIANTO NIM
ANALISIS FASIES KARBONAT DAN DIAGENESIS FORMASI PEUTU LAPANGAN ABC CEKUNGAN SUMATERA UTARA TESIS Oleh BAMBANG SUPRIANTO NIM 22006035 INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2009 ANALISIS FASIES KARBONAT DAN DIAGENESIS
Lebih terperinci: Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit
: 09AS117 : Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit Sayatan batugamping Mudstone, butiran 8%) terdiri dari komponen cangkang biota (85%) berupa foraminifera
Lebih terperinciKARAKTERISTIK BATUPASIR SEBAGAI BATUAN RESERVOIR PADA SUMUR ABC-1 DAN ABC-2, DI CEKUNGAN SUMATERA SELATAN
KARAKTERISTIK BATUPASIR SEBAGAI BATUAN RESERVOIR PADA SUMUR ABC-1 DAN ABC-2, DI CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Tatya Putri S 1, Ildrem Syafri 2, Aton Patonah 2 Agus Priyantoro 3 1 Student at the Dept Of Geological
Lebih terperinciBab IV Sistem Panas Bumi
Bab IV Sistem Panas Bumi IV.1 Dasar Teori Berdasarkan fluida yang mengisi reservoir, sistem panas bumi dibedakan menjadi 2, yaitu sistem panas bumi dominasi air dan sistem panasbumi dominasi uap. 1. Sistem
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERNYATAAN... SURAT PERNYATAAN... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... SARI... ABSTRACT... viii DAFTAR ISI...
DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERNYATAAN... SURAT PERNYATAAN... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... SARI... i ii iii iv v vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... ix xii DAFTAR
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA
BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA Lapangan ini berada beberapa kilometer ke arah pantai utara Madura dan merupakan bagian dari North Madura Platform yang membentuk paparan karbonat selama
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan
Lebih terperinciBAB IV ALTERASI HIDROTERMAL
BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL 4.1. Tinjauan umum Ubahan Hidrothermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal
Lebih terperinciKEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI TUGAS BATUAN KARBONAT Makalah Batuan Karbonat Di Susun Oleh : WA ODE SUWARDI
Lebih terperinciANALISIS TAHAPAN DIAGENESIS INTERVAL BATUPASIRPADA SUMUR DAR-24 FORMASI GABUS LAPANGAN ANOA CEKUNGAN NATUNA BARAT
KURVATEK Vol.2. No. 2, November 2017, pp. 67-76 ISSN: 2477-7870 67 ANALISIS TAHAPAN DIAGENESIS INTERVAL BATUPASIRPADA SUMUR DAR-24 FORMASI GABUS LAPANGAN ANOA CEKUNGAN NATUNA BARAT Hanindya Ramadhani Jurusan
Lebih terperinciLINGKUNGAN PEMBENTUKAN DAN DIAGENESIS BATUGAMPING DAERAH KEMANG BARU DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SIJUNJUNG
LINGKUNGAN PEMBENTUKAN DAN DIAGENESIS BATUGAMPING DAERAH KEMANG BARU DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SIJUNJUNG Aton patonah 1), Vijaya Isnaniawardhani 2) 1) Laboratorium Petrologi dan Mineralogi, Fakultas Teknik
Lebih terperinciBAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN
BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN 5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang
Lebih terperinciCiri Litologi
Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi
Lebih terperinciDIAGENESIS BATUPASIR AIR BENAKAT, DAERAH PENDOPO, KABUPATEN MUARA ENIM, PROPINSI SUMATERA SELATAN BERDASARKAN DATA PERMUKAAN
DIAGENESIS BATUPASIR AIR BENAKAT, DAERAH PENDOPO, KABUPATEN MUARA ENIM, PROPINSI SUMATERA SELATAN BERDASARKAN DATA PERMUKAAN Sugeng S Surjono*, Ratri E Rahayu Departemen Teknik Geologi FT UGM. Jl. Grafika
Lebih terperinciKARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO
KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO Sifat Umum Lumpur Sidoarjo merupakan lumpur yang keluar dari perut bumi, berasal dari bagian sedimentasi formasi Kujung, formasi Kalibeng dan formasi Pucangan. Sedimen formasi
Lebih terperinciOptimalisasi Metode Pendiskripsian Batugamping untuk Karakterisasi Reservoar Hidrokarbon dalam Pemodelan Geologi
Optimalisasi Metode Pendiskripsian Batugamping untuk Karakterisasi Reservoar Hidrokarbon dalam Pemodelan Geologi Premonowati Jurusan Teknik Geologi FTM UPN Veteran Yogyakarta Abstract Core/SWC and cuttings
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. reservoar, batuan tudung, trap dan migrasi. Reservoar pada daerah penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Syarat terdapatnya hidrokarbon pada suatu daerah eksplorasi adalah adanya petroleum system yang terdiri dari 5 komponen yaitu: batuan induk, batuan reservoar,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan suatu bahan bangunan yang bahan penyusunnya terdiri dari bahan semen hidrolik (Portland Cement), air, agregar kasar, agregat halus, dan bahan tambah.
Lebih terperinciBAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG
BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG 5.1 Dasar Teori Secara umum batu gamping merupakan batuan sedimen yang tersusun oleh satu mineral yaitu Kalsium Karbonat (CaCO 3 ), namun terdapat pula sedikit
Lebih terperinciAdanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides
Lebih terperinciBab II Tinjauan Pustaka
Bab II Tinjauan Pustaka Memahami variasi yang kompleks pada geometri pori dengan lithofacies yang berbeda merupakan kunci untuk memperbaiki deskripsi dan ekploitasi reservoir. Data core yang menyediakan
Lebih terperinciBAB IV PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU
BAB IV PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU 4.1 Pendahuluan Kata provenan berasal dari bahasa Perancis, provenir yang berarti asal muasal (Pettijohn et al., 1987 dalam Boggs, 1992). Dalam geologi, istilah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland. dan air dengan perbandingan 1 semen : 7 pasir.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batako 2.1.1 Pengertian Batako Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland
Lebih terperinciBAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG
BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG 4. 1 Latar Belakang Studi Ngrayong merupakan Formasi pada Cekungan Jawa Timur yang masih mengundang perdebatan di kalangan ahli geologi. Perdebatan tersebut menyangkut lingkungan
Lebih terperinciBAB IV STUDI PASIR NGRAYONG
BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG 4.2 Latar belakang Studi Ngrayong telah lama mengundang perdebatan bagi para geolog yang pernah bekerja di Cekungan Jawa Timur. Perbedaan tersebut adalah mengenai lingkungan
Lebih terperinciPROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
STUDI PETROGRAFI TRAVERTIN DI SUNGAI WIDURI, DESA KEMADOHBATUR KECAMATAN TAWANGHARJO, KABUPATEN GROBOGAN, PROVINSI JAWA TENGAH Roni Cahya Ciputra 1* M Ilyasa Satyadharma 1 Srijono 2 1 Program S1 Departemen
Lebih terperinciLampiran 1. Hasil analisis irisan tipis sampel tanah ultisol dari laboratorium HASIL ANALISIS PETROGRAFI 3 CONTOH TANAH NO. LAB.
1 Lampiran 1. Hasil analisis irisan tipis sampel tanah ultisol dari laboratorium HASIL ANALISIS PETROGRAFI 3 CONTOH TANAH NO. LAB.: 1153 1155/2013 No. : 01 No.Lab. : 1153/2013 Kode contoh : BA-II Jenis
Lebih terperinciPENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data Sekunder Data sekunder yang diperoleh dari PT Semen Padang Untuk menunjang dan melengkapi penelitian ini antara lain berupa : 1. Peta topografi skala 1
Lebih terperinciTjahyo Nugroho Adji KARST RESEARCH GROUP GADJAH MADA UNIVERSITY INDONESIA
Karst Hydrogeochemistry HIDROGEOKIMIA KARST Tjahyo Nugroho Adji KARST RESEARCH GROUP FAC. OF GEOGRAPHY GADJAH MADA UNIVERSITY INDONESIA Interaksi udara-batu gamping-air air air hujan dari udara dan jatuh
Lebih terperinciSISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA. [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir]
SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir] III.1. Komponen Sistem Panasbumi Menurut Goff & Janik (2000) komponen sistem panasbumi yang lengkap terdiri dari
Lebih terperinciGEOLOGI DAN FASIES BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG, DAERAH PASIR SALAM DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CILOGRANG, KABUPATEN LEBAK, BANTEN
GEOLOGI DAN FASIES BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG, DAERAH PASIR SALAM DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CILOGRANG, KABUPATEN LEBAK, BANTEN TUGAS AKHIR Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata
Lebih terperinciBAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN
BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar belakang penelitian ini secara umum adalah pengintegrasian ilmu dan keterampilan dalam bidang geologi yang didapatkan selama menjadi mahasiswa dan sebagai syarat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Karst Karst berasal dari bahasa Slovenia berarti lahan gersang berbatu. Istilah karst di gunakan untuk mendeskripsikan suatu kawasan atau bentang alam dicirikan dengan
Lebih terperinciTUGAS AKHIR A. Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
GEOLOGI DAN STUDI DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI LEMBAK DAERAH GUNUNG MANGKALIHAT DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SANDARAN, KABUPATEN KUTAI TIMUR, KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk
Lebih terperinciBAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT
BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT 5.1. Genesa Lateritisasi Proses lateritisasi mineral nikel disebabkan karena adanya proses pelapukan. Pengertian pelapukan menurut Geological Society Engineering Group Working
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C
BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C 4.1. Analisis Litofasies dan Fasies Sedimentasi 4.1.1. Analisis Litofasies berdasarkan Data Batuan inti Litofasies adalah suatu tubuh batuan
Lebih terperinciGEOLOGI DAN STUDI FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT KECAMATAN KALIORANG, KABUPATEN KUTAI TIMUR KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR A
GEOLOGI DAN STUDI FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT KECAMATAN KALIORANG, KABUPATEN KUTAI TIMUR KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi
Lebih terperinciPENGARUH PENGGUNAAN BATU DOLOMIT SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KUAT TEKAN BETON NORMAL
PENGARUH PENGGUNAAN BATU DOLOMIT SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KUAT TEKAN BETON NORMAL Oleh: Mulyati 1), Bonny Saputra 2) dan Sepni Nardon 3) 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil 2 Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil
Lebih terperinciANALISIS PETROGRAFI DALAM PENENTUAN JENIS BATUGAMPING FORMASI WAPULAKA, DAERAH PASARWAJO, DESA DONGKALA, KABUPATEN BUTON, PROPINSI SULAWESI TENGGARA
ANALISIS PETROGRAFI DALAM PENENTUAN JENIS BATUGAMPING FORMASI WAPULAKA, DAERAH PASARWAJO, DESA DONGKALA, KABUPATEN BUTON, PROPINSI SULAWESI TENGGARA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Lebih terperinciTANAH. Oleh : Dr. Sri Anggraeni, M,Si.
TANAH Oleh : Dr. Sri Anggraeni, M,Si. Tanah memberikan dukungan fisik bagi tumbuhan karena merupakan tempat terbenamnya/ mencengkeramnya akar sejumlah tumbuhan. Selain itu tanah merupakan sumber nutrien
Lebih terperincibatuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.
DESKRIPSI BATUAN Deskripsi batuan yang lengkap biasanya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Deskripsi material batuan (atau batuan secara utuh); 2. Deskripsi diskontinuitas; dan 3. Deskripsi massa batuan.
Lebih terperinciBAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT
BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT 4.1 Tinjauan Umum Manifestasi permukaan panas bumi adalah segala bentuk gejala sebagai hasil dari proses sistem panasbumi
Lebih terperinciA B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm
No conto : Napal hulu Zona ubahan: sub propilitik Lokasi : Alur S. Napal Nama batuan: lava andesit 0 0.5 mm P1 0 0.5 mm Sayatan andesit terubah dengan intensitas sedang, bertekstur hipokristalin, porfiritik,
Lebih terperinciHUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN
MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2012) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami proses-proses aliran
Lebih terperinciUNIVERSITAS DIPONEGORO PROVENANS DAN DIAGENESIS BATUPASIR BERDASARKAN DATA PETROGRAFI PADA FORMASI STEENKOOL, KABUPATEN TELUK BINTUNI, PAPUA BARAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO PROVENANS DAN DIAGENESIS BATUPASIR BERDASARKAN DATA PETROGRAFI PADA FORMASI STEENKOOL, KABUPATEN TELUK BINTUNI, PAPUA BARAT TUGAS AKHIR Setyo Mardani 21100112130072 FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciSTUDI UBAHAN HIDROTERMAL
BAB IV STUDI UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 TEORI DASAR Ubahan hidrotermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal
Lebih terperinciGeologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /
Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karakterisasi Reservoar Batuan Karbonat Formasi Kujung II, Sumur FEP, Lapangan Camar, Cekungan Jawa Timur Utara 1
BAB I PENDAHULUAN Karakterisasi reservoar adalah bentuk usaha dalam menentukan kualitas reservoar (Sudomo, 1998). Kualitas reservoar dikontrol oleh faktor pembentukan batuan karbonat, yaitu tekstur dan
Lebih terperinciBAB III DASAR TEORI Semen. Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur
BAB III DASAR TEORI 3.1. Semen Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur dengan air. Semen dihasilkan dari pembakaran kapur dan bahan campuran lainnya seperti pasir silika dan tanah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perbandingan tertentu. Kelebihan beton yang lain adalah. adanya inovasi penggunaan material baru, misalnya bakteri.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beton merupakan bahan konstruksi yang sangat penting dan paling dominan digunaknan pada struktur bangunan. Beton sangat diminati karena bahan ini merupakan bahan konstruksi
Lebih terperinciBAB IV FASIES BATUGAMPING
BAB IV FASIES BATUGAMPING 4.1. Pola Fasies Dasar Pola fasies yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan Wilson (1975). Dasar pembagian fasies ini memperhatikan beberapa faktor antara lain:
Lebih terperinci