BAB III ANALISIS FASIES PENGENDAPAN FORMASI TALANG AKAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III ANALISIS FASIES PENGENDAPAN FORMASI TALANG AKAR"

Transkripsi

1 BAB III ANALISIS FASIES PENGENDAPAN FORMASI TALANG AKAR 3.1. Litofasies Menurut Walker (1992), fasies merupakan kenampakan suatu tubuh batuan yang dikarekteristikan oleh kombinasi dari litologi, struktur fisik dan biologi yang merupakan aspek pembeda dari tubuh batuan di atas, di bawah, ataupun disampingnya. Analisis litofasies dilakukan dengan menentukan karakteristik, mengelompokkan, dan menamakan litofasies dengan merujuk kepada klasifikasi litofasies oleh Miall dengan modifikasi berdasarkan ciri-ciri yang teramati pada batuan inti bor. Hasil analisis batuan intibor pada sumur Logan 06 memperlihatkan kehadiran 16 jenis litofasies dan tujuh asosiasi fasies yang berbeda. 1. Litofasies Batupasir Lapisan Silang Siur Sejajar (Sp) Litofasies Sp (Gambar 3.1.) berupa batupasir berwarna coklat terang, berukuran butir pasir sedang-kasar, matriks lempung, semen silika, terpilah baik hingga sedang, membundar tanggung hingga menyudut tanggung, kemas tertutup, porositas baik hingga sedang, kompak-getas, struktur sedimen berupa lapisan silang-siur sejajar (Lampiran 2). Litofasies Sp diendapkan dengan melibatkan arus traksi satu arah. Ketebalan litofasies ± 2 kaki. Gambar 3.1. Contoh Litofasies Batupasir Lapisan Silang Siur Sejajar Pada Batuan Intibor di Kedalaman 5284 TVDSS

2 2. Litofasies Batupasir Laminasi Bersilang (Sr) Gambar 3.2. Contoh Litofasies Batupasir Laminasi Bersilang Pada Batuan Intibor di Kedalaman 5126 TVDSS Litofasies Sr (Gambar 3.2.) berupa batupasir berwarna coklat terang, berukuran pasir sangat halus-halus, matriks lempung, semen silika, terpilah baik, membundar tanggung, kemas tertutup, porositas buruk, kompak-getas, struktur sedimen berupa laminasi bersilang (Lampiran 2). Struktur laminasi bersilang dibentuk oleh struktur ripple yang melibatkan arus traksi. Ketebalan litofasies ± 0,5 kaki. 3. Litofasies Batupasir Terbioturbasi (Sb) Litofasies Sb (Gambar 3.3.) berupa batupasir berwarna coklat terang, berukuran pasir sangat halus-halus, matriks lempung, semen silika, terpilah baik, membundar tanggung hingga menyudut tanggung, kemas tertutup, porositas buruk, kompak-getas, bioturbasi. Ketebalan litofasies ± 1 kaki. Gambar 3.3. Contoh Litofasies Batupasir Terbioturbasi Pada Batuan Intibor di Kedalaman 5279 TVDSS

3 4. Litofasies Batupasir Wavy (Sw) Litofasies Sw (Gambar 3.4.) berupa batupasir berwarna coklat terang, berukuran pasir halussedang, matriks lempung, semen silika, terpilah baik, membundar tanggung hingga menyudut tanggung, kemas tertutup, porositas sedang hingga buruk, kompak - getas, struktur sedimen berupa gelombang (wavy) batulanau-batulempung. Ketebalan litofasies ± 0,3 kaki. Gambar 3.4. Contoh Litofasies Batupasir Wavy Pada Batuan Intibor di Kedalaman 5282 TVDSS 5. Litofasies Batupasir Struktur Flaser (Sf) Litofasies Sf (Gambar 3.5.) berupa batupasir berwarna coklat terang, berukuran pasir halussedang, matriks lempung, semen silika, terpilah baik, membundar tanggung hingga menyudut tanggung, kemas tertutup, porositas sedang hingga buruk, kompak - getas, struktur sedimen berupa flaser batulempung. Ketebalan litofasies ± 1 kaki. Gambar 3.5. Contoh Litofasies Batupasir Struktur Flaser Pada Batuan Intibor di Kedalaman 5281 TVDSS

4 6. Litofasies Batupasir Laminasi Sejajar Terbioturbasi (Shb) Litofasies Shb (Gambar 3.6.) berupa batupasir berwarna abu-abu, berukuran pasir sangat halus, matriks lempung, semen silika, terpilah baik, membundar, kemas tertutup, porositas buruk, kompak, struktur sedimen berupa laminasi sejajar, bioturbasi. Litofasies Shb diendapkan dengan melibatkan arus energi relatif tinggi pada saat pengendapannya. Ketebalan litofasies ± 0,8 kaki. Gambar 3.6. Contoh Litofasies Batupasir Laminasi Sejajar Terbioturbasi Pada Batuan Intibor di Kedalaman 5280 TVDSS 7. Litofasies Batupasir Masif (Sm) Litofasies Sm (Gambar 3.7.) berupa batupasir berwarna putih, berukuran pasir sedang-sangat kasar, fragmen kuarsa, matriks lempung, semen silika, terpilah sedang-buruk, membundar tanggung, kemas terbuka, porositas baik, kompak - getas, massif (Lampiran 2). Litofasies ini diendapkan dengan melibatkan arus energi tinggi pada saat pengendapannya. Ketebalan litofasies ± 3 kaki. Gambar 3.7. Contoh Litofasies Batupasir Masif Pada Batuan Intibor di Kedalaman 5351 TVDSS

5 8. Litofasies Batulanau Masif (Fm) Litofasies Fm (Gambar 3.8.) berupa batulanau berwarna abu-abu terang, silikaan, kompak, masif. Ketebalan litofasies ± 2 kaki. Gambar 3.8. Contoh Litofasies Batulanau Masif Pada Batuan Intibor di Kedalaman 5345 TVDSS 9. Litofasies Batulempung Lentikular (Fl) Litofasies Fl (Gambar 3.9.) berupa batulempung berwarna abu-abu terang hingga gelap, silikaan, kompak, struktur sedimen berupa lentikular batupasir halus. Ketebalan litofasies ± 1 kaki. Gambar 3.9. Contoh Litofasies Batulempung Lentikular Pada Batuan Intibor di Kedalaman 5142 TVDSS

6 10. Litofasies Batulempung Terbioturbasi (Fb) Litofasies Fb (Gambar 3.10.) berupa batulempung berwarna abu-abu terang, silikaan, kompak, bioturbasi. Ketebalan litofasies ± 1-2 kaki. Gambar Contoh Litofasies Batulempung Terbioturbasi Pada Batuan Intibor di Kedalaman 5272 TVDSS 11. Litofasies Batulempung Bernodul Siderit (Fns) Litofasies Fns (Gambar 3.11.) berupa batulempung berwarna abu-abu gelap, silikaan, kompak, mengandung nodul siderit yang terbentuk akibat proses presipitasi pada lingkungan laut dangkal. Ketebalan litofasies ± 0,3 kaki. Gambar Contoh Litofasies Batulempung Bernodul Siderit Pada Batuan Intibor di Kedalaman 5307 TVDSS

7 12. Litofasies Batulempung Karbonan (Fc) Litofasies Fc (Gambar 3.12.) berupa batulempung berwarna abu-abu gelap hingga hitam, karbonan, kompak. Ketebalan litofasies ± 2-3 kaki. Gambar Contoh Litofasies Batulempung Karbonan Pada Batuan Intibor di Kedalaman 5268 TVDSS 13. Litofasies Batulempung Masif (Fm) Litofasies Fm (Gambar 3.14.) berupa batulempung berwarna abu-abu terang, silikaan, kompak, masif. Ketebalan litofasies ± 3-4 kaki. Gambar Contoh Litofasies Batulempung Masif Pada Batuan Intibor di Kedalaman 5303 TVDSS

8 14. Litofasies Batulempung Berstruktur Menyerpih (Fs) Litofasies Fs (Gambar 3.15.) berupa batulempung berwarna abu-abu terang, silikaan, kompak - getas, struktur menyerpih. Ketebalan litofasies ± 1 kaki. Gambar Contoh Litofasies Batulempung Berstruktur Menyerpih Pada Batuan Intibor di Kedalaman 5365 TVDSS 15. Litofasies Batubara (C) Litofasies C (Gambar 3.16.) berupa batubara berwarna hitam, sangat getas, conchoidal fracture. Ketebalan litofasies ± 1 kaki. Gambar Contoh Litofasies Batubara Pada Batuan Intibor di Kedalaman 5309 TVDSS

9 16. Litofasies Dolomit (D) Litofasies D (Gambar 3.17.) berupa dolomit berwarna putih, klastik non fragmen, matriks mikrit, semen spar, porositas berupa vuggy dan rekahan, sangat kompak (Lampiran 2). Ketebalan litofasies ± 2 kaki. Gambar Contoh Litofasies Dolomit Pada Batuan Intibor di Kedalaman 5111 TVDSS Berdasarkan hasil analisis batuan intibor pada sumur Logan 06 didapatkan 16 jenis litofasies berbeda yaitu batupasir lapisan silang siur sejajar (Sp), batupasir laminasi bersilang (Sr), batupasir terbioturbasi (Sp), batupasir wavy (Sw), batupasir flaser (Sf), batupasir laminasi sejajar terbioturbasi (Shb), batupasir massif (Sm), batulanau massif (Fm), batulempung lentikuler (Fl), batulempung terbioturbasi (Fb), batulempung bernodul siderite (Fns), batulempung karbonan (Fc), batulempung massif (Fm), batulempung berstruktur menyerpih (Fs), batubara (C), dan dolomite (D) Asosiasi Fasies Suatu fasies akan mencerminkan suatu mekanisme pengendapan tertentu atau berbagai mekanisme yang bekerja serentak pada saat yang bersamaan. Lingkungan pengendapan adalah merupakan bagian dari roman muka bumi yang

10 secara fisika, kimia, dan biologi berbeda dengan roman lainnya, yang berfungsi sebagai tempat diendapkannya sedimen dengan proses dan mekanisme tertentu misalnya gurun, sungai lembah, dan delta (Selley, 1985). Analisis fasies dan lingkungan pengendapan pada daerah penelitian dibantu oleh data biostratigrafi berupa data nannofosil dari sumur Logan 06 yang telah dilakukan oleh perusahaan. Data biostratigrafi berguna untuk menentukan umur relatif dan lingkungan pengendapan Anggota Gita Formasi Talang Akar. Berdasarkan kombinasi dari data biostratigrafi berupa nannofosil menunjukkan bahwa interval batuan intibor yang termasuk ke dalam Formasi Talang Akar diendapkan pada Oligosen Akhir Miosen Awal (NN2 NN6) (Lampiran 1). Berdasarkan hasil analisis batuan intibor didapatkan tujuh asosiasi fasies yang terdiri dari Paparan, Muka Pantai, Laguna, Tidal Mud Flat, Tidal Mixed Sand-Mud Flat, Tidal Distributary Channel, Tidal Sand Bar (Tabel 3.1.). Lingkungan pengendapan terdiri dari Laut Dangkal (Shallow Marine), Laguna (Backbarrier Lagoon/Bay), dan Tide Dominated Estuarine/Coastal (Lampiran 3)

11 Asosiasi Fasies Litofasies Batulempung berstruktur menyerpih, Batulempung masif, Batulanau masif, Batupasir flaser. Ketebalan asosiasi fasies ± 18 kaki. Batulanau masif, Batupasir laminasi bersilang, Batupasir flaser, Batupasir terbioturbasi, Batupasir masif. Ketebalan asosiasi fasies ± 15 kaki. Batulempung lentikuler, Batulempung karbonan, Batulempung masif. Ketebalan asosiasi fasies ± 22 kaki. Batulanau masif, Batupasir laminasi sejajar terbioturbasi, Batulempung lentikuler, Batulempung terbioturbasi, Batubara, Batulempung karbonan. Ketebalan asosiasi fasies ± 12 kaki. Dolomit, Batulanau masif, Batupasir terbioturbasi, Batupasir flaser, Batulempung masif, Batulempung karbonan, Batulempung bernodul siderit. Ketebalan asosiasi fasies ± 16 kaki. Batupasir terbioturbasi, Batupasir flaser, Batupasir wavy, Batupasir lapisan silang siur sejajar. Ketebalan asosiasi fasies ± 11 kaki. Batupasir laminasi bersilang, Batupasir flaser, Batupasir lapisan silang siur sejajar. Ketebalan asosiasi fasies ± 12 kaki. Interpretasi Paparan Muka Pantai Laguna Tidal Mud Flat Tidal Mixed Sand-Mud Flat Tidal Distributary Channel Tidal Sand Bar Tabel 3.1. Rangkuman Hasil Analisis Litofasies Dan Asosiasi Fasies Berdasarkan Interval Data Batuan Intibor

12 Asosiasi Fasies Paparan (Shelf) Asosiasi fasies ini tersusun oleh litofasies batulempung berstruktur menyerpih, batulempung masif, batulanau masif, dan batupasir flaser dengan ketebalan ± 18 kaki (Gambar 3.18.). Pada bagian atas asosiasi fasies ini terdapat litofasies Ms. Menurut Boggs (1987), litofasies tersebut merupakan penciri lingkungan laut yang berada di dekat kontinen dimana dasar laut yang ada terletak di bawah garis storm wave base sehingga energi arus yang ada relatif sangat lemah sehingga memungkinkan material-material sedimen berukuran halus terendapkan melalui mekanisme arus suspensi. Gambar Kolom Stratigrafi Interval Batuan Intibor Pada Kedalaman 5365 TVDSS Asosiasi fasies tersusun oleh dua bagian yaitu Sandy Shelf dan Muddy Shelf. Endapan Sandy Shelf berupa batupasir berwarna putih abu-abu sisipan batulanau karbonatan, pasir sangat halus hingga halus, matriks lempung, gampingan, terpilah baik, membundar tanggung, kemas tertutup, setempat mengandung glaukonit, porositas buruk, struktur sedimen berupa flaser setempat, kompak getas dan kemudian berubah secara berangsur menjadi batulanau pada bagian atasnya dengan tingkat kekompakan butiran semakin meningkat ke arah atas. Endapan Muddy Shelf berupa batulempung umumnya gampingan dan kemudian berubah secara perlahan-lahan menjadi serpih pada bagian atasnya. Terdapatnya mineral glaukonit diinterpretasi bersifat in situ. Umumnya glaukonit diendapkan pada lingkungan yang tersebar luas yaitu continental shelves dan lereng (slopes) pada kedalaman air 50 hingga 500 meter (Odin,

13 op.cit. Shanmugam, 2000). Terminologi shelf sendiri didefinisikan sebagai lingkungan laut dangkal yang terbuka. Suksesi vertikal pada asosiasi fasies ini adalah menghalus ke atas yang mengindikasikan adanya perubahan energi ke atas yang semakin berkurang pada saat pengendapannya. Kontak dengan litofasies di bawahnya adalah tidak jelas sedangkan kontak dengan litofasies di atasnya ialah erosional Asosiasi Fasies Muka Pantai (Shoreface) Asosiasi fasies ini tersusun oleh litofasies batulanau masif, batupasir laminasi bersilang, batupasir flaser, batupasir terbioturbasi, dan batupasir masif dengan ketebalan ± 15 kaki (Gambar 3.19.). Litofasies batupasir masif terletak di bagian bawah asosiasi dan berangsur berubah menjadi batupasir terbioturbasi, batupasir flaser, dan batupasir laminasi bersilang. Litofasies batulanau masif terletak di bagian atas asosiasi. Gambar Kolom Stratigrafi Interval Batuan Intibor Pada Kedalaman 5345 TVDSS Suksesi vertikal pada asosiasi fasies ini adalah menghalus ke atas yang mengindikasikan adanya perubahan energi ke atas yang semakin berkurang pada saat pengendapannya. Kontak dengan litofasies di bawahnya adalah erosional sedangkan kontak dengan litofasies di atasnya adalah tegas. Litofasies batupasir masif hadir berupa batupasir, fragmen kuarsa, putih, pasir sedang hingga sangat kasar, matriks lempung, non karbonatan, terpilah sedang hingga buruk, membundar tanggung, kemas terbuka, porositas baik, kompak - getas. Struktur flaser dan mud drapes yang ditemukan pada litofasies

14 batupasir flaser mengindikasikan adanya pengaruh arus pasang-surut (tidal) pada pengendapannya. Struktur laminasi bersilang pada litofasies batupasir laminasi bersilang diakibatkan oleh arus arus traksi (wave) yang berperan dalam pengendapannya Asosiasi Fasies Laguna (Lagoon) Asosiasi fasies ini tersusun oleh litofasies batulempung lentikuler, batulempung karbonan, dan batulempung masif. Ketebalan asosiasi fasies ± 22 kaki (Gambar 3.20.). Litofasies batulempung masif terletak di bagian bawah asosiasi dan berangsur berubah menjadi batulempung karbonan dan batulempung lentikuler. Asosiasi fasies ini hampir seluruhnya terdiri dari batulempung berwarna abu-abu gelap hingga abu-abu terang dengan tingkat kompaksitas yang sangat kompak, dominan karbonan dan silikaan, setempat sideritik. Gambar Kolom Stratigrafi Interval Batuan Intibor Pada Kedalaman 5332 TVDSS Tingkat porositas yang ada sangat buruk dan tidak ekonomis. Berperan sebagai lapisan penyekat (sealing) di dalam sistem petroleum karena ditemukan pada bagian atas dari asosiasi fasies muka pantai sehingga dapat bertindak sebagai penghambat transportasi vertikal dari fluida yang ada pada lapisan reservoir di bawahnya. Struktur sedimen yang terdapat pada asosiasi fasies ini relatif sulit untuk diamati, tetapi beberapa struktur utama yang masih dapat terlihat seperti struktur lentikuler batupasir halus yang ditemukan melimpah secara setempat kadang

15 terbioturbasi. Kontak dengan litofasies di bawahnya adalah gradasional sedangkan kontak dengan litofasies di atasnya adalah tegas Asosiasi Fasies Tidal Mud Flat Asosiasi fasies ini tersusun oleh litofasies batulanau masif, batupasir laminasi sejajar terbioturbasi, batulempung lentikuler, batulempung terbioturbasi, batubara, dan batulempung karbonan (Gambar 3.21.). Ketebalan asosiasi fasies ± 12 kaki. Litofasies batulempung karbonan terletak di bagian bawah asosiasi dan berangsur berubah menjadi batubara, batulempung terbioturbasi, batulempung lentikuler, dan batupasir laminasi sejajar terbioturbasi. Litofasies batulanau masif terletak di bagian atas asosiasi. Gambar 3.20a. Kolom Stratigrafi Interval Batuan Intibor Pada Kedalaman 5307 TVDSS Gambar 3.20b. Kolom Stratigrafi Interval Batuan Intibor Pada Kedalaman 5268 TVDSS Gambar 3.20c. Kolom Stratigrafi Interval Batuan Intibor Pada Kedalaman 5090 TVDSS Asosiasi fasies ini hampir seluruhnya terdiri dari batulempung berwarna abu-abu gelap hingga abu-abu terang dengan tingkat kompaksitas yang kompak, dominan silikaan dan karbonan, setempat sideritik. Struktur sedimen yang terdapat pada asosiasi fasies ini seperti struktur lentikuler batupasir halus yang ditemukan melimpah secara setempat kadang terbioturbasi

16 Kenampakan struktur sedimen yang terbentuk akibat proses atau siklus pasang-surut muka air laut yaitu berupa struktur lentikular flaser asimetrik yang membentuk suatu ritme yang teratur (Allen dan Chambers, 1998). Kontak dengan litofasies di bawahnya adalah tegas sedangkan kontak dengan litofasies di atasnya juga tegas. Litofasies batupasir laminasi sejajar terbioturbasi hadir berupa batupasir, abu-abu, pasir sangat halus, matriks lempung, semen silika, terpilah sangat baik, membundar, kemas tertutup. porositas buruk, struktur sedimen berupa laminasi sejajar, current ripples, bioturbasi, kompak - getas. Litofasies batubara hadir berupa batubara, hitam, porositas buruk, conchoidal fracture, sangat getas. Pengendapan litofasies batubara dan batulempung karbonan terbentuk dari pengendapan sedimen-sedimen organik yang membutuhkan daerah lembab dan basah dimana terdapat air yang mengenang (tidak mengalir) dengan tumbuhtumbuhan yang terendapkan bersamanya (Pettijohn, 1956) sehingga mekanisme pengendapan arus suspensi dapat berlangsung secara bersamaan dengan diendapkannya material-material organik tersebut Asosiasi Fasies Tidal Mixed Sand-Mud Flat Asosiasi fasies ini tersusun oleh litofasies dolomit, batulanau masif, batupasir terbioturbasi, batupasir flaser, batulempung masif, batulempung karbonan, dan batulempung bernodul siderit. Ketebalan asosiasi fasies ± 16 kaki (Gambar 3.22.). Litofasies batulempung bernodul siderit terletak di bagian bawah asosiasi dan berangsur berubah menjadi batulempung karbonan, batulempung masif, batupasir flaser, batupasir terbioturbasi, dan batulanau masif. Litofasies dolomit terletak di bagian atas asosiasi. Gambar 3.21a. Kolom Stratigrafi Interval Batuan Intibor Pada Kedalaman 5294 TVDSS

17 Gambar 3.21b. Kolom Stratigrafi Interval Batuan Intibor Pada Kedalaman 5258 TVDSS Gambar 3.21c. Kolom Stratigrafi Interval Batuan Intibor Pada Kedalaman 5105 TVDSS Asosiasi fasies ini terdiri dari beberapa litofasies mulai dari batulempung bernodul siderit, batulempung karbonan, batulempung masif, batupasir flaser, batupasir terbioturbasi, dan batulanau masif. Batulempung berwarna abu-abu gelap hingga abu-abu terang dengan tingkat kompaksitas yang kompak, dominan silikaan dan karbonan, setempat karbonatan dan bernodul siderit. Litofasies batupasir flaser hadir berupa batupasir, coklat terang, sisipan karbon, pasir halus hingga sedang, matriks lempung, non karbonatan, terpilah baik, membundar tanggung hingga menyudut tanggung, kemas tertutup, porositas sedang hingga buruk, struktur sedimen berupa flaser, getas. Kenampakan struktur sedimen yang terbentuk akibat proses atau siklus pasang-surut muka air laut yaitu berupa struktur lentikular flaser asimetrik yang membentuk suatu ritme yang teratur (Allen dan Chambers, 1998). Kontak dengan litofasies di bawahnya adalah tegas sedangkan kontak dengan litofasies di atasnya juga tegas Asosiasi Fasies Tidal Distributary Channel Asosiasi fasies ini tersusun oleh litofasies batupasir terbioturbasi, batupasir flaser, batupasir wavy, dan batupasir lapisan silang siur sejajar (Gambar 3.23.). Ketebalan asosiasi fasies ± 11 kaki. Litofasies batupasir lapisan silang siur sejajar terletak di bagian bawah asosiasi dan berangsur berubah menjadi batupasir wavy,

18 batupasir flaser, dan batupasir terbioturbasi. Asosiasi fasies ini tersusun oleh batupasir sedang - kasar berwarna coklat terang - coklat gelap pada bagian bawah dan kemudian berubah secara berangsur menjadi batupasir sangat halus - halus berwarna coklat terang - coklat gelap pada bagian atasnya, dengan tingkat kekompakan butiran semakin meningkat ke arah atas. Gambar Kolom Stratigrafi Interval Batuan Intibor Pada Kedalaman 5279 TVDSS Suksesi vertikal adalah menghalus ke atas yang merupakan karakteristik suatu endapan tidal distributary channel yang mengindikasikan adanya perubahan energi ke atas yang semakin berkurang pada saat pengendapannya. Kontak dengan litofasies di bawahnya tidak jelas sedangkan kontak dengan litofasies di atasnya adalah tegas. Litofasies batupasir flaser diinterpretasikan akibat pengaruh pasangsurut muka air laut yang terdapat pada bagian atas dari asosiasi fasies ini. Litofasies batupasir lapisan silang siur sejajar mengindikasikan pengendapan pada kondisi arus tinggi berupa arus arus traksi dengan satu arah aliran. Berdasarkan analisis nannofosil yang dilakukan oleh PT Robertson Utama Indonesia pada tahun 2001, pada kedalaman 5354,5 MD ditemukan sebelas spesies nannofosil yang masing-masing memiliki kisaran umur tertentu sebagai berikut : Sphenolithus sp., Sphenolithus moriformis, Reticulofenestra spp. (medium), Reticulofenestra pseudoumbilica (tidak lebih tua dari intra-nn1), Helicosphaera kamptneri (tidak lebih tua dari intra-nn1), Helicosphaera europhratis (Intra-NN6 dan lebih tua), Helicosphaera ampliaperta (NN4-NN2), Discoaster druggii (tidak lebih tua dari NN2), Dictyococcites spp. (kecil), Dictyococcites sp. (medium), Cyclicargolithus floridanus (Intra-NN6 dan lebih tua)

19 Asosiasi Fasies Tidal Sand Bar Asosiasi fasies ini tersusun oleh litofasies batupasir laminasi bersilang, batupasir flaser, dan batupasir lapisan silang siur sejajar. Ketebalan asosiasi fasies ± 12 kaki (Gambar 3.24.). Litofasies batupasir lapisan silang siur sejajar terletak di bagian bawah asosiasi dan berangsur berubah menjadi batupasir flaser dan batupasir laminasi bersilang. Asosiasi fasies ini tersusun oleh batupasir sedang - kasar berwarna coklat terang pada bagian bawah dan kemudian berubah secara berangsur menjadi batupasir halus berwarna coklat terang pada bagian atasnya, dengan tingkat kekompakan butiran semakin meningkat ke arah atas. Gambar Kolom Stratigrafi Interval Batuan Intibor Pada Kedalaman 5126 TVDSS Suksesi vertikal adalah relatif menghalus ke atas yang mengindikasikan adanya perubahan energi ke atas yang semakin berkurang pada saat pengendapannya. Kontak dengan litofasies di bawahnya tidak jelas sedangkan kontak dengan litofasies di atasnya adalah tegas. Litofasies batupasir lapisan silang siur sejajar mengindikasikan pengendapan pada kondisi arus tinggi berupa arus arus traksi dengan satu arah aliran. Litofasies batupasir flaser diinterpretasikan akibat pengaruh pasang-surut muka air laut yang terdapat pada bagian atas dari asosiasi fasies ini. Absennya bioturbasi pada asosiasi fasies ini mengindikasikan laju sedimentasi yang relatif tinggi. Berdasarkan analisis nannofosil yang dilakukan oleh PT Robertson Utama Indonesia pada tahun 2001, pada kedalaman 5202,1 MD ditemukan 12 spesies nannofosil yang masing-masing memiliki kisaran umur tertentu sebagai berikut : Thoracosphaera sp., Sphenolithus sp., Reticulofenestra sp., Pontosphaera sp., Helicosphaera euphratis (Intra-NN6 dan lebih tua), Discoaster deflandrei (NN7 dan lebih tua), Dictyococcites sp. (kecil), Dictyococcites sp. (medium),

20 Cyclicargolithus floridanus (Intra-NN6 dan lebih tua), Cyclicargolithus abisectus (Intra-NN1 dan lebih tua), Coccolithus eopelagicus, Calcidiscus sp. Berdasarkan analisis nannofosil yang dilakukan oleh PT Robertson Utama Indonesia pada tahun 2001, pada kedalaman 5190,7 MD ditemukan tujuh spesies nannofosil yang masing-masing memiliki kisaran umur tertentu sebagai berikut : Triguetrorhabdulus spp., Sphenolithus sp. Sphenolithus cf. belemnos (tidak lebih tua dari NN1), Discoaster sp. (enam lengan), Discoaster cf. druggii (tidak lebih tua dari NN2), Dictyococcites bisectus (NP25 dan lebih tua) dan Dictyococcites sp. (medium)

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN

BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN IV.1 Litofasies Suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen terlihat padanya karateristik fisik, kimia, biologi tertentu. Analisis rekaman tersebut digunakan untuk

Lebih terperinci

Bab IV. Analisa Fasies Pengendapan. 4.1 Data Sampel Intibor

Bab IV. Analisa Fasies Pengendapan. 4.1 Data Sampel Intibor BAB IV ANALISA FASIES PENGENDAPAN 4.1 Data Sampel Intibor Data utama yang digunakan dalam penfasiran lingkungan pengendapan dan analisa fasies ialah data intibor (Foto 4.1), data intibor merupakan data

Lebih terperinci

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang

Lebih terperinci

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki Fasies Pengendapan Reservoir Z Berdasarkan komposisi dan susunan litofasies, maka unit reservoir Z merupakan fasies tidal

Lebih terperinci

IV-15. Bab IV Analisis Asosiasi Fasies

IV-15. Bab IV Analisis Asosiasi Fasies pengaruh laut. Litofasies Sf, di bagian atas asosiasi, mengindikasikan adanya pengaruh arus pasang surut. Suksesi vertikal menghalus ke atas dan perubahan litofasies dari Sp dan Spb menjadi Sf. mengindikasikan

Lebih terperinci

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB IV UNIT RESERVOIR BAB IV UNIT RESERVOIR 4.1. Batasan Zona Reservoir Dengan Non-Reservoir Batasan yang dipakai untuk menentukan zona reservoir adalah perpotongan (cross over) antara kurva Log Bulk Density (RHOB) dengan Log

Lebih terperinci

4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas

4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis perkembangan urutan vertikal lapisan batuan berdasarkan data singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili.

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C

BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C 4.1. Analisis Litofasies dan Fasies Sedimentasi 4.1.1. Analisis Litofasies berdasarkan Data Batuan inti Litofasies adalah suatu tubuh batuan

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR 4.1 Pendahuluan Kajian terhadap siklus sedimentasi pada Satuan Batupasir dilakukan dengan analisis urutan secara vertikal terhadap singkapan yang mewakili

Lebih terperinci

ANALISIS FASIES PENGENDAPAN DAN GEOMETRI RESERVOIR X, Y, DAN Z PADA ANGGOTA GITA FORMASI TALANG AKAR, LAPANGAN LOGAN, CEKUNGAN SUNDA

ANALISIS FASIES PENGENDAPAN DAN GEOMETRI RESERVOIR X, Y, DAN Z PADA ANGGOTA GITA FORMASI TALANG AKAR, LAPANGAN LOGAN, CEKUNGAN SUNDA ANALISIS FASIES PENGENDAPAN DAN GEOMETRI RESERVOIR X, Y, DAN Z PADA ANGGOTA GITA FORMASI TALANG AKAR, LAPANGAN LOGAN, CEKUNGAN SUNDA TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh kelulusan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis urutan vertikal ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Singkapan Stadion baru PON Samarinda Singkapan batuan pada torehan bukit yang dikerjakan untuk jalan baru menuju stadion baru PON XVI Samarinda. Singkapan tersebut

Lebih terperinci

BAB III GEOMETRI DAN KARAKTERISASI UNIT RESERVOIR

BAB III GEOMETRI DAN KARAKTERISASI UNIT RESERVOIR BAB III GEOMETRI DAN KARAKTERISASI UNIT RESERVOIR III.1. Analisis Biostratigrafi Pada penelitian ini, analisis biostratigrafi dilakukan oleh PT Geoservices berdasarkan data yang diambil dari sumur PL-01

Lebih terperinci

Foto 4.9 Singkapan batupasir sisipan batulempung

Foto 4.9 Singkapan batupasir sisipan batulempung sebagai endapan delta mouth bar pada sistem delta. 4.3.3 Lintasan C Delta Front Pada bagian bawah dari kolom stratigrafi lintasan ini, didapatkan litologi batupasir dan batulempung dengan suksesi vertikal

Lebih terperinci

BAB III KARAKTERISASI RESERVOIR

BAB III KARAKTERISASI RESERVOIR BAB III KARAKTERISASI RESERVOIR Karakterisasi reservoir merupakan suatu proses untuk mengetahui sifat suatu batuan. Untuk mendapatkan karakteristik suatu reservoir secara lebih baik maka diperlukan beberapa

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Bab III Pengolahan dan Analisis Data Bab III Pengolahan dan Analisis Data Dalam bab pengolahan dan analisis data akan diuraikan berbagai hal yang dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang ditetapkan. Data yang diolah dan dianalisis

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II GEOLOGI REGIONAL... 9 II.1. Tektonik... 9 II.2. Struktur Geologi II.3. Stratigrafi II.4. Sistem Perminyakan...

DAFTAR ISI. BAB II GEOLOGI REGIONAL... 9 II.1. Tektonik... 9 II.2. Struktur Geologi II.3. Stratigrafi II.4. Sistem Perminyakan... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.... i HALAMAN PENGESAHAN.... ii HALAMAN PERNYATAAN.... iii IJIN PENGGUNAAN DATA.... iv KATA PENGANTAR.... v SARI........ vii ABSTRACT....... viii DAFTAR ISI............ ix DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS GEOMETRI DAN KUALITAS RESERVOIR

BAB III ANALISIS GEOMETRI DAN KUALITAS RESERVOIR BAB III ANALISIS GEOMETRI DAN KUALITAS RESERVOIR 3.1 Metodologi Penelitian Analisis geometri dan kualitas reservoir dilakukan untuk memberikan informasi geologi yang realistis dari suatu reservoir. Informasi

Lebih terperinci

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG 4. 1 Latar Belakang Studi Ngrayong merupakan Formasi pada Cekungan Jawa Timur yang masih mengundang perdebatan di kalangan ahli geologi. Perdebatan tersebut menyangkut lingkungan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR

BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR Pada interval Formasi Talangakar Bawah didapat 2 interval reservoir yaitu reservoir 1 dan reservoir 2 yang ditunjukan oleh adanya separasi antara log neutron dan densitas.

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

STUDI FASIES PENGENDAPAN FORMASI BAYAH DAN FORMASI BATUASIH DAERAH PASIR BENDE, PADALARANG, KABUPATEN BANDUNG BARAT, JAWA BARAT

STUDI FASIES PENGENDAPAN FORMASI BAYAH DAN FORMASI BATUASIH DAERAH PASIR BENDE, PADALARANG, KABUPATEN BANDUNG BARAT, JAWA BARAT STUDI FASIES PENGENDAPAN FORMASI BAYAH DAN FORMASI BATUASIH DAERAH PASIR BENDE, PADALARANG, KABUPATEN BANDUNG BARAT, JAWA BARAT TUGAS AKHIR Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata

Lebih terperinci

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya

Lebih terperinci

6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel

6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel BAB VI KARAKTERISTIK RESERVOIR Bab VI. Karakteristik Reservoir 6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel Dari hasil analisa LEMIGAS (lihat Tabel 6.1 dan 6.2) diketahui bahwa porositas yang ada

Lebih terperinci

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975) STRATIGRAFI CEKUNGAN JAWA BARAT BAGIAN UTARA Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara mempunyai kisaran umur dari kala Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen Tengah, yaitu pada Formasi

Lebih terperinci

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Formasi Latih tersusun dari perselang-selingan antara batupasir kuarsa, batulempung, batulanau dan batubara dibagian atas, dan bersisipan dengan serpih pasiran dan

Lebih terperinci

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai. BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides

Lebih terperinci

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli Lokasi pengamatan singkapan atupasir sisipan batulempung karbonan adalah pada lokasi GD-4 ( Foto 3.21) di daerah Gandasoli. Singkapan ini tersingkap pada salah satu sisi sungai. Kondisi singkapan segar.

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB 3 STRATIGRAFI SEKUEN

BAB 3 STRATIGRAFI SEKUEN BAB 3 STRATIGRAFI SEKUEN Korelasi merupakan suatu metoda untuk menghubungkan interval stratigrafi berdasarkan kesamaan tertentu. Kesamaan tersebut antara lain : waktu (kronostratigrafi), lithologi (lithostratigrafi),

Lebih terperinci

Subsatuan Punggungan Homoklin

Subsatuan Punggungan Homoklin Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan

Lebih terperinci

Walker, R. G. dan James, N. P., 1992 : Facies Models Response to Sea Level Change, Geological Association of Canada. Weber, K. J.

Walker, R. G. dan James, N. P., 1992 : Facies Models Response to Sea Level Change, Geological Association of Canada. Weber, K. J. DAFTAR PUSTAKA Bahar, A., 200 : Geostatistic for Reservoir Characterization and Integrated Reservoir Modeling, Course Material. BATM USAKTI, 200 : The determination of Pungut field s Bekasap Formation

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIOSTRATIGRAFI DAN STRATIGRAFI SEKUEN

BAB IV ANALISIS BIOSTRATIGRAFI DAN STRATIGRAFI SEKUEN BAB IV ANALISIS BIOSTRATIGRAFI DAN STRATIGRAFI SEKUEN IV.1. Metode Analisis Pada penelitian kali ini data yang digunakan berupa data batuan inti Sumur RST-1887, Sumur RST-3686, dan Sumur RST-3697. Sumur

Lebih terperinci

Bab II Geologi Regional

Bab II Geologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Geologi Regional Kalimantan Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi konvergen antara 3 lempeng utama, yakni

Lebih terperinci

Raden Ario Wicaksono/

Raden Ario Wicaksono/ Foto 3.15 Fragmen Koral Pada Satuan Breksi-Batupasir. Lokasi selanjutnya perselingan breksi-batupasir adalah lokasi Bp-20 terdapat pada Sungai Ci Manuk dibagian utara dari muara antara Sungai Ci Cacaban

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi mum Daerah Penelitian ecara umum morfologi daerah penelitian merupakan dataran dengan punggungan di bagian tengah daerah

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Daerah penelitian ini telah banyak dikaji oleh peneliti-peneliti pendahulu, baik meneliti secara regional maupun skala lokal. Berikut ini adalah adalah ringkasan tinjauan literatur

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Cekungan Kutai Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang menutupi daerah seluas ±60.000 km 2 dan mengandung endapan berumur Tersier dengan ketebalan

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah penelitian secara umum tersusun atas bentang alam yang cukup kompleks yaitu, perbukitan, lembah dan dataran rendah. Interval ketinggian

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

Bab III Analisis Stratigrafi Sikuen

Bab III Analisis Stratigrafi Sikuen Bab III Analisis Stratigrafi Sikuen Reservoir batupasir Duri B2 merupakan bagian dari Formasi Duri dalam Kelompok Sihapas yang diperkirakan diendapkan pada Miosen Awal. Di bagian utara lapangan RantauBais,

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR Pemodelan reservoir berguna untuk memberikan informasi geologi dalam kaitannya dengan data-data produksi. Studi geologi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui geometri

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SEDIMENTASI

BAB IV ANALISA SEDIMENTASI BAB IV ANALISA SEDIMENTASI Lingkungan pengendapan menurut Krumbein (1958, dalam Koesoemadinata, 1985) adalah keadaan yang kompleks yang disebabkan interaksi antara faktor-faktor fisika, kimia dan biologi,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Kerangka Tektonik Sub-cekungan Jatibarang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara. Konfigurasi batuan dasar saat ini di daerah penelitian, yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG

BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG 4.2 Latar belakang Studi Ngrayong telah lama mengundang perdebatan bagi para geolog yang pernah bekerja di Cekungan Jawa Timur. Perbedaan tersebut adalah mengenai lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Cekungan Kutai pada bagian utara dibatasi oleh tinggian Mangkalihat dengan arah barat laut tenggara, di bagian barat dibatasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di

I. PENDAHULUAN. Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di utara lepas pantai Sumatra Tenggara, Indonesia bagian barat. Kegiatan eksplorasi pada Cekungan

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan 3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Barito merupakan salah satu cekungan tersier yang memiliki potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara dan sumber daya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT

BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT 4.1 Fasies Turbidit adalah suatu sedimen yang diendapkan oleh mekanisme arus turbid (turbidity current), sedangkan arus turbid itu sendiri adalah suatu arus yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978). (Satuan Breksi-Batupasir) adalah hubungan selaras dilihat dari kemenerusan umur satuan dan kesamaan kedudukan lapisan batuannya. Gambar 3.5 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (Bouma, A. H., 1962). Gambar

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN RESERVOAR

BAB IV PEMODELAN RESERVOAR BAB IV PEMODELAN RESERVOAR Daerah penelitian, Lapangan Yapin, merupakan lapangan yang sudah dikembangkan. Salah satu masalah yang harus dipecahkan dalam pengembangan lapangan adalah mendefinisikan geometri

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR

HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI S K R I P S I... I HALAMAN PENGESAHAN... II KATA PENGANTAR...... III HALAMAN PERSEMBAHAN... V SARI......... VI DAFTAR ISI... VII DAFTAR GAMBAR.... IX BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang.........

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

Geologi Daerah Penelitian. III Hubungan Stratigrafi

Geologi Daerah Penelitian. III Hubungan Stratigrafi 30 Geologi Daerah Penelitian III.2.2.3. Hubungan Stratigrafi Dilihat dari arah kemiringan lapisan yang sama yaitu berarah ke timur dan pengendapan yang menerus, maka diperkirakan hubungan stratigrafi dengan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA III.1 Stratigrafi dan Fasies Lapangan Bekasap Secara garis besar karakter fasies pengendapan di Formasi Bekasap, Bangko dan Menggala memperlihatkan lingkungan shallow water of

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

S U KE 06. Gambar 3.8 Sketsa Penampang Lintasan E

S U KE 06. Gambar 3.8 Sketsa Penampang Lintasan E Batupasir, berwarna coklat kusam, kondisi agak lapuk ukuran butir pasir sedang, sub rounded, pemilahan baik, kemas tertutup, porositas baik, non karbonatan. Batulempung, abu abu gelap, karbonatan. 3.2.5

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA

BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA Lapangan ini berada beberapa kilometer ke arah pantai utara Madura dan merupakan bagian dari North Madura Platform yang membentuk paparan karbonat selama

Lebih terperinci

Daftar Isi Bab I Pendahuluan Bab II Geologi Regional Bab III Dasar Teori

Daftar Isi Bab I Pendahuluan Bab II Geologi Regional Bab III Dasar Teori Daftar Isi Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... ii Halaman Pernyataan... iii Kata Pengantar... iv Sari... v Abstract... vi Daftar Isi... vii Daftar Gambar... ix Daftar Tabel... xi Daftar Lampiran...

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA Proses ini merupakan tahap pasca pengolahan contoh yang dibawa dari lapangan. Dari beberapa contoh yang dianggap mewakili, selanjutnya dilakukan analisis mikropaleontologi, analisis

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERNYATAAN... SURAT PERNYATAAN... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... SARI... ABSTRACT... viii DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERNYATAAN... SURAT PERNYATAAN... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... SARI... ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERNYATAAN... SURAT PERNYATAAN... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... SARI... i ii iii iv v vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... ix xii DAFTAR

Lebih terperinci

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir).

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir). Apabila diperhatikan, hasil analisis petrografi dari sayatan batupasir kasar dan sayatan matriks breksi diperoleh penamaan yang sama. Hal ini diperkirakan terjadi karena yang menjadi matriks pada breksi

Lebih terperinci

Arus Traksi dan Arus Turbidit

Arus Traksi dan Arus Turbidit Arus Traksi dan Arus Turbidit Transportasi dan Deposisi Sedimen Media transportasi dari sedimen pada umumnya dapat dibagi menjadi berikut ini : Air - Gelombang - Pasang Surut - Arus Laut Udara Es Gravitasi

Lebih terperinci

Gambar 3.21 Peta Lintasan Penampang

Gambar 3.21 Peta Lintasan Penampang Gambar 3.21 Peta Lintasan Penampang Korelasi tahap awal dilakukan pada setiap sumur di daerah penelitian yang meliputi interval Formasi Daram-Waripi Bawah. Korelasi pada tahap ini sangat penting untuk

Lebih terperinci

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Oleh : Edlin Shia Tjandra (07211033) Fanny Kartika (07211038) Theodora Epyphania (07211115) TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Karangsambung merupakan lokasi tempat tersingkapnya batuan-batuan campuran hasil dari proses subduksi yang terjadi pada umur Kapur Akhir sampai Paleosen. Batuan tertua

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMAKASIH... iv KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xvii

Lebih terperinci

Tekstur dan Struktur Pada Batuan Sedimen

Tekstur dan Struktur Pada Batuan Sedimen Tekstur dan Struktur Pada Batuan Sedimen Tekstur Batuan Sedimen a. Ukuran butir Dalam pemerian ukuran butir digunakan pedoman ukuran dari Skala Wentworth yaitu b. Sortasi atau Derajat Pemilahan Derajat

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN 2.1 Tinjauan Umum Daerah penelitian secara regional terletak pada Cekungan Tarakan. Cekungan Tarakan merupakan cekungan sedimentasi berumur Tersier yang terletak di bagian

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN RESERVOIR

BAB III PEMODELAN RESERVOIR BAB III PEMODELAN RESERVOIR Penelitian yang dilakukan pada Lapangan Rindang dilakukan dalam rangka mendefinisikan reservoir Batupasir A baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Beberapa hal yang dilakukan

Lebih terperinci