BAB III DASAR TEORI. silika dan pasir besi serta gipsum. Karena porsi batu kapur adalah yang paling

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III DASAR TEORI. silika dan pasir besi serta gipsum. Karena porsi batu kapur adalah yang paling"

Transkripsi

1 BAB III DASAR TEORI 3.1. Sekilas Proses Pembuatan Semen Portland Bahan baku yang dibutuhkan sebuah pabrik semen antara lain adalah batuan yang mengandung kapur (seperti batu kapur dan chalk), tanah liat (clay), pasir silika dan pasir besi serta gipsum. Karena porsi batu kapur adalah yang paling banyak dibutuhkan disusul dengan pasir silika dan tanah liat, maka kebanyakan pabrik semen dibangun di dekat tambang ketiga bahan baku tersebut khususnya tambang kapur. Selain pertimbangan bahan baku, pada umumnya pabrik semen dibangun sedekat mungkin dengan pasarnya untuk mengurangi biaya transportasi. Proses pembuatan semen dimulai dari penambangan bahan baku, khususnya batu kapur, tanah liat, dan pasir/batu silika, kemudian diangkut oleh dump truck ke crushing plant untuk dikecilkan ukurannya dengan crusher. Setelah ukurannya cukup kecil, bahan baku ini disimpan di dalam gudang sambil dikeringkan secara alamiah seperti terlihat pada Gambar 3.1. Sedangkan pasir besi biasanya didatangkan dari tempat lain karena jarang sekali dalam suatu wilayah tambang batu kapur juga terdapat pasir besi disekitarnya. Proses berikutnya adalah menggiling bahan baku serta mencampurnya pada proporsi tertentu yang sangat tergantung dari kemurnian masing-masing bahan baku. Hasil penggilingan bahan baku ini berupa serbuk dengan ukuran partikel merata dikisaran µm dengan proporsi sesuai dengan yang dipersyaratkan. Proses penggilingan ini dapat dilakukan dengan ballmil. Kemudian campuran bahan baku dengan proporsi yang benar ini dibakar hingga temperatur 1300 sampai 1500 o C dimana bahan baku akan mengalami proses sintering dan terbentuk terak semen (clinker). Terak panas ini kemudian didinginkan dengan cepat hingga 100 o C untuk menyetabilkan fasa padatan terak 16

2 dalam rangka menjaga mutu terak yang biasanya diukur berdasarkan sifat reaktivitasnya. Terak dingin tersebut kemudian digiling kembali bersama sekitar 3-5% fraksi massa gipsum sebagai bahan retarder (penghambat reaksi pengeringan semen apabila dicampur dengan air) hingga lembut dan disebut sebagai semen Portland. Batukapur Crusher Gudang Batukapur Crusher Gudang Pasir Besi (Iron Sand Storage) Gambar 3.1. Bahan baku dari tambang direduksi ukurannya dan diangkut menuju gudang bahan baku (Duda, 1976) 3.2. Kualitas Batugamping Sebagai Bahan Baku Semen Bahan baku semen adalah mineral yang mengandung komponen-komponen utama semen, yaitu CaO, SiO 2, Al 2 O 3 dan Fe 2 O 3. Komponen-komponen tersebut tersedia di alam dalam komposisi yang dibutuhkan untuk pembuatan semen. Bahan baku dengan kadar CaO yang tinggi disebut komponen gamping, sedangkan bahan baku dengan kadar silika, alumina, dan besi oksida yang tinggi disebut komponen lempung atau serpih. Untuk mendapatkan komposisi yang tepat 17

3 sebagai bahan baku semen, kedua komponen tersebut harus dicampurkan. Pasir silika dan pasir besi hanya perlu ditambahkan sebagai koreksi apabila komponen bahan baku masih belum memenuhi syarat sebagai bahan baku semen (Duda, 1976). Berdasarkan kadar CaCO 3 nya, batukapur yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuat semen, terdiri dari batugamping dengan kadar CaCO 3 minimal 50%, chalk dengan kadar CaCO %, mengandung sedikit SiO 2, Al 2 O 3 dan Mg 2 O 3 serta bersifat lebih lunak sehingga mengurangi biaya operasional karena tidak memerlukan peledakan maupun penghancuran serta napal yang dianggap sebagai bentuk transisi antara batugamping dan lempung, merupakan bahan mentah yang sangat baik karena mengandung CaO dan lempung dalam komponen yang homogen (Duda, 1976). Adapun bahan baku pembuat semen (Duda, 1976) adalah sebagai berikut : 1. Batugamping sebagai sumber CaO 2. Lempung sebagai sumber Al 2 O 3 3. Pasir Silika sebagai sumber SiO 2 4. Pasir besi sebagai sumber Fe 2 O 3 Menurut Duda (1976) komposisi kimia dari batugamping pembentuk bahan baku semen yang sangat dominan berpengaruh adalah enam komponen kimia, yang dapat dilihat dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1. Komposisi senyawa batugamping pembentuk bahan baku semen (Duda, 1976) Komponen Komposisi Ideal (%) Kisaran (%) SiO 2 0,95 0,76 4,75 Al 2 O 3 0,92 0,71 2,00 Fe 2 O 3 0,38 0,36 1,47 MgO 0,95 0,30-1,48 CaO 54,6 49,8 55,6 LOI 42,03 39,65 44,03 18

4 Tabel 3.2. Persyaratan kualitas bahan baku semen PT Semen Padang Bahan Komposisi Standar Kualitas PT Semen Padang Baku SiO 2 (%) Al 2 O 3 (%) CaO (%) H 2 O (%) Batu Kapur Maks. 5 - Min. 48 Maks. 6 Batu Silika Min Maks. 10 Tanah Liat - Min Maks Komposisi Kimia dan Mineralogi Batugamping Batugamping (Batuan karbonat) adalah batuan sedimen yang mempunyai komposisi dominan (lebih dari 50%) terdiri dari garam-garam karbonat. Batugamping tersusun oleh sebagian besar mineral kalsit (CaCO 3 ), terjadi secara organik, kimiawi, atau detritus. Jenis batugamping yang terbentuk oleh koloni: Algae, Foram, Bryozoa, Brachiopoda, lazim disebut batugamping terumbu/batugamping koral. Batuan sedimen batugamping disusun dari sisa-sisa tumbuhan dan binatang yang menghasilkan kalsium karbonat sebagai bagian dari metabolismenya membentuk bagian utama dari batugamping. Batugamping autokton adalah batugamping yang terbentuk di tempat karena adanya pengumpulan organisme yang hidup dan mati di satu tempat. Bila kelompok tidak luas dan terbatas penyebarannya dapat disebut batugamping bioherm dan bila sifat penyebarannya luas dapat disebut sebagai batugamping biostorm. Batugamping Allokton terdiri dari sisa-sisa dan pecahan-pecahan organisme yang mati dan telah mengalami pengangkutan dan diendapkan di tempat lain. Batugamping bioklastik adalah batugamping yang terdiri dari fragmen-fragmen sisa kehidupan binatang laut. Adapun mineral yang penting dan umum yang terdapat dalam batugamping terlihat dalam Tabel

5 Tabel 3.3 Mineral-mineral Penyusun Batugamping Mineral Keterangan / Diskripsi Kalsit ( CaCO 3 ) - Merupakan mineral karbonat yang lebih stabil, biasanya merupakan hablur kristal yang baik dan jelas. - Dijumpai sebagai semen pengisi ruang antar butir dan rekahan. - Merupakan komponen utama dari batugamping. Aragonit ( CaCO 3 ) - Material strukturnya dari moluska laut; terkadang terendapkan dalam air dangkal yang hangat. - Mengkristal dalam sistem orthorhombic. - Dibandingkan dengan kalsit, kestabilannya lebih rendah dan lebih mudah larut. - Berbentuk jarum atau serabut umumnya diendapkan secara kimiawi langsung dari presipitasi air laut. Dolomit (CaMg(CO 3 ) 2 ) - Merupakan mineral yang hampir serupa dengan mineral kalsit, namun secara petrografis dapat dibedakan dari indeks refraksinya. - Diketahui sebagai mineral sedimen primer, tetapi lazimnya hasil dari replacement sedimen kalsit oleh air asin yang kaya dengan magnesium yang menyebabkan dolomit menggantikan kalsit. Magnesit ( MgCO 3 ) - Merupakan kristal hexagonal - Terjadi akibat penggantian dari kalsit dan dolomit, sering juga terbentuk dari batuan yang mengandung magnesium silikat 20

6 Klasifikasi Batugamping Menurut Folk (1959) Klasifikasi batuan karbonat yang dikemukakan oleh Folk (1959) adalah berdasarkan kepada tiga komponen utama batuan karbonat, yaitu butiran (allochems), sparit, dan mikrit, yang meliputi macam butiran dan ratio ketiga komponen tersebut. a. Allochem merupakan butiran karbonat yang berukuran pasir kerikil yang berasal dari sedimen klastik, termasuk didalamnya adalah oolit, pisolit, onkilit, pellet, dan fosil. b. Microcrystallin Kalsit zone atau Micrite, merupakan agregat halus yang berukuran 1 4 (mikron) sebagai pembentuk mineral kalsit, terjadi secara biokimia atau kimiawi dari presipitasi air laut, terbentuk dalam lingkungan pengendapan dan menunjukkan sedikit atau tidak adanya transportasi yang berarti. c. Sparry Kalsit cements atau Sparit, merupakan semen yang mengisi ruang antara butir dan rekahan, berukuran butir halus (0,02 1 mm), dapat terbentuk langsung dari sedimen secara insitu atau dari rekristalisasi mikrit. Dengan berdasarkan kepada tiga komponen utama tersebut, sehingga penamaan batuan karbonatnya dapat dibagi menjadi beberapa tipe utama, yaitu sebagai berikut: a. Tipe I (Sparry Allochemical Rocks) Batuan karbonat yang termasuk ke dalam tipe I ini, sebagian besar terdiri dari konstitusi allochem yang disemen oleh sparit. Tipe ini biasanya terbentuk pada lingkungan pantai atau laut dangkal, tetapi dapat pula terbentuk pada daerah-daerah yang berenergi gelombang yang rendah tanpa dipengaruhi oleh 21

7 adanya lumpur karbonat (mikrit). Jenis batuan karbonat ini adalah intrasparit, oosparit, biosparit, dan pelsparit. b. Tipe II (Microcrystallin Allochemical Rocks) Batuan karbonat yang termasuk ke dalam tipe I ini, sebagian besar terdiri dari konstitusi allochem dan Microcrystallin Calcite Ooze sebagai matriksnya, terbentuk pada lingkungan pengendapan yang berenergi gelombang lemah. Jenis batuan karbonat ini adalah intramikrit, oomikrit, biomikrit dan pelmikrit. c. Tipe III (Microcrystallin Rocks) Batuan karbonat yang termasuk ke dalam tipe I ini, merupakan kebalikan tipe I, dimana hampir seluruhnya terdiri dari mikrit dan terbentuk pada lingkungan pengendapan yang mempunyai kondisi air laut tenang. Jenis batuan karbonatnya adalah mikrit dan dismikrit. d. Tipe IV Batuan karbonat yang termasuk ke dalam tipe I ini merupakan pembagian khusus, karena mengingat proses atau cara pembentukannya yang sangat khas. Batugamping ini memiliki struktur organik yang terbentuk pada tempat dimana ia tumbuh (insitu). Struktur organik tersebut bersifat saling mengikat dan kuat dalam pertumbuhan. Batuan karbonat ini disebut Biolitit. 22

8 Gambar 3.2. Klasifikasi batugamping menurut Folk (1959) Klasifikasi Batugamping Menurut Dunham (1962) Klasifikasi batuan karbonat menurut Dunham (1962) adalah dengan berdasarkan kepada tekstur pengendapannya. Faktor-faktor penting yang menjadi dasar pembagian batuan karbonat menurut Dunham (1962) adalah sebagai berikut : 23

9 Butiran didukung oleh lumpur Butiran saling menyangga Sebagian butiran didukung oleh lumpur dan sebagian butirannya saling menyangga Dengan berdasarkan faktor-faktor tersebut, Dunham (1962) mengklasifikasikan batuan karbonat sebagai berikut : a. Butiran didukung oleh lumpur : 1. Jika jumlah butiran kurang dari 10% dinamakan Mudstone 2. Jika jumlah butiran lebih banyak dari 10% dinamakan Wackstone b. Butiran saling menyangga : 3. Dengan Matriks dinamakan Packstone 4. Sedikit atau tanpa matriks dinamakan Grainstone c. Komponen yang saling terkait pada pengendapan, dicirikan dengan adanya struktur tumbuh dinamakan Boundstone d. Tekstur pengendapan yang tidak teramati dengan jelas dinamakan Batugamping kristalin Gambar 3.3. Klasifikasi batugamping (Dunham, 1962) 24

10 3.4. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pengendapan Batugamping Pengaruh Sedimen Klastik Asal Darat Pengendapan karbonat memerlukan lingkungan yang praktis bebas dari sedimen klastik asal darat. Adanya partikel-partikel lempung dan lanau (asal darat) akan menyebabkan terhalangnya proses fotosintesis sehingga hal ini akan menghalangi pertumbuhan ganggang gampingan, dimana ganggang gampingan ini merupakan pembentuk unsur CaCO 3, sehingga pembentukan CaCO 3 akan terhambat. Dengan terhambatnya pertumbuhan CaCO 3 maka secara tidak langsung akan menghambat mekanisme kehidupan dan pertumbuhan binatang-binatang bentonik karena cangkang-cangkang binatang bentonik ini kebanyakan terbentuk dari unsur CaCO 3. Dengan demikian untuk dapat terjadinya pengendapan karbonat dengan cepat, maka dibutuhkan daerah dengan kondisi aliran air yang jernih, daerah yang stabil dan daratan sekitarnya yang hampir datar. Bila pada suatu daerah terjadi sedimentasi butiran asal darat, maka akan terbentuk napal atau batupasir gampingan Pengaruh Iklim dan Suhu Pada proses pengendapan batuan karbonat, diperlukan suatu kondisi lingkungan geografis tertentu yang memenuhi persyaratan untuk proses pertumbuhan dan peerkembangan kehidupan organisme. Lingkungan geografis yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan organisme adalah lingkungan yang beriklim Tropis sampai subtropis, dimana pada daerah-daerah tersebut akan cukup dapat menerima sinar matahari dengan baik, sehingga dapat memperlancar proses fotosintesis dan akan mempunyai kondisi lingkungan yang bertemperatur hangat. Dengan demikian pada lingkungan-lingkungan yang berada pada garis lintang diatas 40 o tidak akan dijumpai pengendapan batuan karbonat yang melimpah. 25

11 Pengaruh Kedalaman Pengendapan karbonat memerlukan penguapan yang kelewat jenuh dari airlaut di daerah yang mempunyai kandungan unsur CaCO 3, dimana pada keadaan yang demikian ini hanya dijumpai pada lingkungan laut yang dangkal. Apabila pada lingkungan laut yang dalam makan menyebabkan sebagian tekanan CO 2 akan sangat tinggi, dimana pada keadaan yang demikian menyebabkan unsur CaCO 3 akan terlarut Faktor Mekanik Faktor mekanik yang mempengaruhi kecepatan pengendapan karbonat antara lain adalah adanya aliran laut yang bertekanan tinggi menuju ke daerah-daerah yang bertekanan rendah, adanya percampuran air dengan kandungan CaCO 3 yang berkadar tinggi, penguraian oleh bakteri, proses pembuatan material organik, serta adanya kenaikan PH air laut sehingga pada kondisi yang demikian dapat menyebabkan penambahan konsentrasi karbonat. Gambar 3.4. Klasifikasi batugamping berdasarkan tekstur pengendapan, menurut Embry & Klovan (1971), perluasan dari klasifikasi Dunham (1962). 26

12 3.5. Lingkungan Pengendapan Batugamping (Wilson, 1975) Wilson (1975) mengemukakan suatu penampang yang ideal yang memperlihatkan jalur fasies secara standar dan interpretasi lingkungan pengendapan pada tepi paparan seperti terlihat pada Gambar 3.5. Daerah penelitian dijumpai batugamping dengan butiran berukuran halus sampai sedang dan masif. Dengan dijumpai beberapa lokasi mengandung fosil yang telah tergantikan oleh kalsit (CaCO 3 ). Hal tersebut menggambarkan batugamping terbentuk pada lokasi yang banyak mengandung oksigen, berkadar garam rendah dan sirkulasi air yang baik sehingga memungkinkan organisme plangtonik dapat hidup dan berkembang dengan baik. Lingkungan pengendapan yang terbentuk mempunyai kedalaman dari beberapa puluh meter sampai beberapa ratus meter. Material-material endapannya berasal dari daerah-daerah yang dangkal. Sehingga daerah penelitian diinterpretasikan berada pada lingkungan pengendapan Organic Build-Up.( Wilson, 1975). Gambar 3.5. Penampang ideal memperlihatkan jalur fasies karbonat pada tepi paparan (Wilson, 1975) 27

13 3.6. INTRUSI Di lokasi penelitian dijumpai intrusi basalt yang menerobos Satuan Batugamping Bukit Karang Putih. Intrusi basalt terdapat di bagian tengah dan utara lokasi penelitian. Intrusi pertama yang dijumpai pada lokasi pengamatan berada di daerah Blok M, koordinat X : , Y : - 2, dengan panjang lebih kurang 100 meter dan lebar 20 meter. Intrusi kedua berada di daerah Blok J, koordinat X : 80.00, Y : -2, dengan panjang kurang lebih 150 meter dan lebar 30 meter. Di lokasi pengamatan intrusi basalt ini menerobos batugamping yang berumur pratersier. Diperkirakan intrusi basalt berumur Tersier (Miosen, menurut Kastowo, dkk 1973) karena menerobos batuan berumur pratersier (batugamping) dan ditutupi oleh batuan sedimen tersier (silika dan batuan vulkanik). Pengamatan secara makroskopis batuan ini berwarna gelap, berbutir halus, tersingkap dalam keadaan segar dan sangat kompak. Sill adalah intrusi konkordan, berbentuk tabular sejajar dengan foliasi atau perlapisan batuan yang diterobos oleh intrusi. Sill tersebut pada umumnya tipis (beberapa meter sampai beberapa ratus meter), dangkal dan terbentuknya pada batuan yang tidak terlipat. Kebanyakan sill berkomposisi basaltik, hal ini disebabkan oleh keenceran magma yang memungkinkan bentuk melebar dan sering kali terjadi karena beberapa kali injeksi. Pada sill yang tebal, sering terjadi diferensiasi sehingga komposisi mineralnya berbeda antara bagian bawah dan bagian atasnya. Dike adalah intrusi yang bentuknya tabular (seperti sill) dan mempunyai hubungan diskordan dengan batuan sekitarnya. Intrusi ini pada umumnya menempati pola rekahan yang sudah ada. Pada beberapa daerah dike berasosiasi dengan intrusi dangkal dan kadang-kadang mempunyai pola radial. Vein adalah pengisian rekahan pada batuan samping oleh mineral. 28

14 Gambar 3.6. Beberapa tipe intrusi (Ernest G Ehlers, 1980) Laccolith adalah intrusi konkordan yang berbentuk seperti jamur (mushroom), dengan diameter 1 sampai 8 Km, dengan ketebalan mancapai 1000 m, terbentuk pada kedalaman kecil pada batuan sedimen yang relatif belum terganggu. Laccolith terbentuk oleh magma yang membumbung (ke atas) pada batuan sedimen yang perlapisannya masih horizontal, apabila gerakan naik tertahan oleh lapisan yang resisten, maka magma akan membumbung dan menyebar ke samping dan membentuk dome. Apabila penyebaran lateralnya lebih dominan maka kan berangsur-angsur menjadi sill. Kebanyakan intrusi jenis ini berkomposisi asam hingga intermediet. Batuan beku intrusif membeku di bawah batuan yang sudah ada (pre-existing rock) di bawah permukaan bumi. Kontak intrusif terhadap batuan sekitarnya bisa diskordan atau konkordan. Pada intrusi dangkal, apabila batuan samping bersifat getas/mudah pecah, pada saat intrusi disertai oleh terjadinya banyak pecahan, patahan atau sebagian dari batuan samping terbawa/terseret oleh intrusi. Pada tempat yang lebih dalam (beberapa kilometer), temperatur dan tekanan memberikan sifat plastis atau ductile pada batuan samping, magma akan bergerak dengan tekanan dan akan memberikan struktur foliasi sejajar dengan permukaan 29

15 pluton. Intrusi jenis ini disebut diaper yang tentu saja konkordan terhadap batuan sampingnya. Banyak intrusi yang kelihatannya konkordan pada sebuah singkapan, tetapi secara umum mereka diskordan bila dipetakan secara regional. Memotong atau sejajar dengan batuan samping sering terlihat sebagai fungsi skala pengamatan. Batuan beku yang semenjak terbentuknya belum pernah mengalami perubahan selama orogenesis, tetapi karena pengaruh penambahan tekanan dan temperatur (batuan metamorf) menyebabkan batuan tersebut melebur/meleleh sebagian atau semuanya. Proses ini disebut anateksis. Magma yang terbentuk mungkin meninggalkan tempat itu atau tetap ada di tempat. Bila magma mendingin disitu, maka batas antara batuan beku dan metamorf akan terlihat mempunyai kontak konkordan dibeberapa tempat dan lainnya diskordan, tergantung dari jauh/dekatnya pergerakan material yang terlelehkan. Kontak antara batuan beku dan batuan samping ada yang tegas dan tidak tegas. Kontak tegas berarti tidak ada reaksi antara magma dengan batuan samping, mungkin karena batuan sampingnya tidak reaktif (kwarsit), atau pendinginan sangat cepat karena batuan sampingnya dingin. Perbedaan temperatur yang besar akan menyebabkan besarnya kristal semakin berkurang kearah kontak seperti pada tubuh intrusi dangkal atau aliran lava. Xenoliths juga harus diperhatikan dengan cermat. Biasanya mereka terkonsentrasi pada ujung tubuh intrusi. Benda-benda asing tersebut mencerminkan batuan samping yang dilalui magma atau hanya batuan samping dimana magma terakhir membeku. Batuan intrusi yang magmanya berasal dari kedalaman yang tinggi (> 100 Km), akan membawa material-material dari sumbernya atau dari batuan samping yang dilewati sewaktu magma membumbung. Fragmen-fragmen bisa jadi sudah lebur dalam magma, dan bila masih ada tentu akan mempengaruhi 30

16 protogenesisnya. Oleh karenanya harus selalu diamati dalam penelitian di lapangan. Proses intrusi akan mengakibatkan perubahan kimia, mineralogi, dan tekstur. Efek ini menyebabkan interaksi antara batuan samping dengan intrusinya. Faktor yang berpengaruh pada intrusi adalah temperatur, kimia fluida, konsentrasi, komposisii batuan samping, permeabilitas serta durasi aktifitas hidrotermal (Pirajno, 1992). Walaupun semua faktor saling mengkait, namun faktor temperatur dan kimia fluida merupakan faktor yang paling dominan (Browne, 1991 dalam Corbett dan Leach, 1996). Salah satu efek dari adanya intrusi adalah terjadinya metamorf kontak (termal). Metamorf kontak disebabkan oleh adanya kenaikan temperatur pada batuan tertentu. Panas tubuh intrusi yang diteruskan pada batuan sekitarnya mengakibatkan metamorf kontak. Zona metamorf kontak disekitar tubuh batuan tersebut dinamakan daerah kontak (contact aureole) yang efeknya terutama terlihat pada batuan sekitarnya. Lebar daerah penyebaran panas tersebut berkisar dari beberapa meter sampai beberapa kilometer. Lebar zona pengaruh dari intrusi biasanya tidak jauh dari tebal tubuh intrusi. Intrusi kecil dapat menghasilkan zona kontak yang disebut backing effect, biasanya akan nampak berbeda dengan batuan yang tidak terkena intrusi, atau sering juga dengan terdapatnya perbedaaan warna dengan batuan yang tidak terkena proses metamorfism. Perbedaan ini disebabkan oleh hasil oksidasi. Metamorfosa kontak pada batu lempung akan membentuk hornfels, sedangkan pada batugamping, akan menghasilkan batumarmer. Seperti pada Gambar 3.7. Zona kontak akan dicirikan dengan adanya mineral-mineral yang berbeda yang dapat dihubungkan dengan jarak dari intrusi. Efek dari intrusi juga dapat menggantikan sebagian komposisi batuan samping dengan terjadinya pertukaran ion-ion dari larutan sisa magma membentuk kesetimbangan komposisi kimia baru. Proses penggantian komposisi 31

17 ini disebut metasomatisme. Penggantian komposisi dapat disebabkan oleh fluida asal dari batuan beku intrusi atau dari perpindahan fluida aktif pada batuan samping dengan kehadiran intrusi. Efek metasomatism sering terjadi pada intrusi batuan karbonat (batugamping) tergantikan dengan silika. Di dalam batugamping akan menghasilkan calsium kaya akan silika, epidot atau wolastonit. Kalo intrusi terjadi pada dolomit akan menyebabkan kehadiran serpentin, diopsit dan kelompok mineral khondrit. Gambar 3.7 Kontak intrusi monzonit di batugamping menyebabkan terbentuknya marmer. Tebal kontak tersebut 17 m dengan 3 zona mineral. (Burnham, 1959). 32

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI TUGAS BATUAN KARBONAT Makalah Batuan Karbonat Di Susun Oleh : WA ODE SUWARDI

Lebih terperinci

BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT

BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT Satuan batugamping Gunung Sekerat tersingkap dengan baik, dengan penyebaran kurang lebih 10% dari luas daerah penelitian, dalam Peta Geologi (Lampiran G-3) satuan

Lebih terperinci

BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING

BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING IV.1 Pendahuluan Batuan Karbonat Klastik Terrigenous Sedimen yang global dan tak terbatas dengan iklim. Suplai sedimen berasal dari kontinen dan laut. Ukuran dari butiran

Lebih terperinci

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN ACARA IX MINERALOGI OPTIK I. Pendahuluan Ilmu geologi adalah studi tentang bumi dan terbuat dari apa itu bumi, termasuk sejarah pembentukannya. Sejarah ini dicatat dalam batuan dan menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN Fasies adalah suatu tubuh batuan yang dicirikan oleh kombinasi ciri litologi, ciri fisik dan biologi yang membedakannya dengan tubuh batuan yang berdekatan (Walker,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO Sifat Umum Lumpur Sidoarjo merupakan lumpur yang keluar dari perut bumi, berasal dari bagian sedimentasi formasi Kujung, formasi Kalibeng dan formasi Pucangan. Sedimen formasi

Lebih terperinci

PETROGRAFI BATUAN KARBONAT

PETROGRAFI BATUAN KARBONAT PETROGRAFI BATUAN KARBONAT I. PENDAHULUAN Batuan karbonat merupakan batuan yang tersusun dari mineral-mineral garam karbonat yang terbentuk secara kimiawi dalam bentuk larutan, dimana organisme perairan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara BAB V PEMBAHASAN Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara horizontal dan vertikal akibat intrusi basalt maka perlu dikorelasikan antara hasil analisis kimia, tekstur (ukuran

Lebih terperinci

IV. BATUAN METAMORF Faktor lingkungan yang mempengaruhi

IV. BATUAN METAMORF Faktor lingkungan yang mempengaruhi IV. BATUAN METAMRF Faktor lingkungan yang mempengaruhi Batuan metamorf adalah batuan yang telah mengalami perubahan dari bentuk asalnya dari batuan yang sudah ada, baik batuan beku, sedimen maupun sebagian

Lebih terperinci

01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat

01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat http://disbudparkbb.id/images/potensi/citatah2.jpg 01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat Kerangka Materi Pengertian Batuan Karbonat Manfaat dan Hubungan dengan ilmu geologi yang lain Klasifikasi batuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan suatu bahan bangunan yang bahan penyusunnya terdiri dari bahan semen hidrolik (Portland Cement), air, agregar kasar, agregat halus, dan bahan tambah.

Lebih terperinci

Proses Pembentukan dan Jenis Batuan

Proses Pembentukan dan Jenis Batuan Proses Pembentukan dan Jenis Batuan Penulis Rizki Puji Diterbitkan 23:27 TAGS GEOGRAFI Kali ini kita membahas tentang batuan pembentuk litosfer yaitu batuan beku, batuan sedimen, batuan metamorf serta

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 03: Batuan & Tanah

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 03: Batuan & Tanah Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 03: Batuan & Tanah Tanah Profil tanah Tanah yang kita ambil terasa mengandung partikel pasir, debu dan liat dan bahan organik terdekomposisi

Lebih terperinci

Gambar 6. Daur Batuan Beku, Sedimen, dan Metamorf

Gambar 6. Daur Batuan Beku, Sedimen, dan Metamorf Definisi Batuan Batuan adaiah kompleks/kumpulan dari mineral sejenis atau tak sejenis yang terikat secara gembur ataupun padat. Bedanya dengan mineral, batuan tidak memiliki susunan kimiawi yang tetap,

Lebih terperinci

Foto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis.

Foto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis. besar Lepidocyclina spp., Amphistegina spp., Cycloclypeus spp., sedikit alga, porositas buruk berupa interpartikel, intrapartikel dan moldic, berlapis baik. Pada sayatan tipis (Lampiran A-5: analisis petrografi)

Lebih terperinci

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada. DESKRIPSI BATUAN Deskripsi batuan yang lengkap biasanya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Deskripsi material batuan (atau batuan secara utuh); 2. Deskripsi diskontinuitas; dan 3. Deskripsi massa batuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batugamping Bukit Karang Putih merupakan bahan baku semen PT Semen

BAB I PENDAHULUAN. Batugamping Bukit Karang Putih merupakan bahan baku semen PT Semen BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Batugamping Bukit Karang Putih merupakan bahan baku semen PT Semen Padang. Kandungan SiO 2 yang tinggi ditemukan pada batugamping yang berdekatan dengan

Lebih terperinci

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data Sekunder Data sekunder yang diperoleh dari PT Semen Padang Untuk menunjang dan melengkapi penelitian ini antara lain berupa : 1. Peta topografi skala 1

Lebih terperinci

// - Nikol X - Nikol 1mm

// - Nikol X - Nikol 1mm Sampel lain yang mewakili mikrofasies ini adalah D 34 D, merupakan batugamping packstone, klastik, terpilah buruk, kemas terbuka, disusun oleh butiran (50%), terdiri dari fragmen fosil berupa alga, foraminifera

Lebih terperinci

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975) STRATIGRAFI CEKUNGAN JAWA BARAT BAGIAN UTARA Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara mempunyai kisaran umur dari kala Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen Tengah, yaitu pada Formasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland. dan air dengan perbandingan 1 semen : 7 pasir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland. dan air dengan perbandingan 1 semen : 7 pasir. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batako 2.1.1 Pengertian Batako Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang

BAB. I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang BAB. I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Batuan karbonat adalah semua batuan yang terdiri dari garam karbonat, dalam hal ini CaCO 3 dan MgCO 3. Batuan karbonat memiliki keistimewaan dalam cara terbentuknya,

Lebih terperinci

BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT

BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT 4.1 Tinjauan Umum Diagenesis meliputi perubahan fisik atau kimia suatu sedimen atau batuan sedimen yang terjadi setelah pengendapan (tidak termasuk proses-proses

Lebih terperinci

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai. BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides

Lebih terperinci

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, api) adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan

Lebih terperinci

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN 5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang

Lebih terperinci

BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU

BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU 4.1 Pendahuluan Batuan Karbonat adalah batuan sedimen yang terdiri dari garam karbonat. Dalam prakteknya adalah gamping (limestone) dan dolomit (Koesoemadinata,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Umum. Beton non pasir atau sering disebut juga dengan no fines concrete merupakan merupakan bentuk sederhana dari jenis beton ringan, yang dalam pembuatannya tidak menggunakan

Lebih terperinci

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36 PENGERTIAN BATUAN BEKU Batuan beku atau sering disebut igneous rocks adalah batuan yang terbentuk dari satu atau beberapa mineral dan terbentuk akibat pembekuan dari magma. Berdasarkan teksturnya batuan

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL 4.1. Tinjauan umum Ubahan Hidrothermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Beton Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik (Portland Cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah. Nawy (1995), dalam

Lebih terperinci

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth 3. Batuan Sedimen 3.1 Kejadian Batuan Sedimen Batuan sedimen terbentuk dari bahan yang pernah lepas dan bahan terlarut hasil dari proses mekanis dan kimia dari batuan yang telah ada sebelumnya, dari cangkang

Lebih terperinci

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

Gambar 1. Chert dalam Ukuran Hand Spicemen. Gambar 2. Chert yang terlipat. Gambar 3. Bedded Chert dan Sayatan Radiolarian Chert

Gambar 1. Chert dalam Ukuran Hand Spicemen. Gambar 2. Chert yang terlipat. Gambar 3. Bedded Chert dan Sayatan Radiolarian Chert Chert Dasar Penamaan (Klasifikasi) Chert Chert adalah penamaan umum yang digunakan untuk batuan siliceous sebagai sebuah kelompok (grup), namun ada yang mengaplikasikannya untuk tipe spesifik dari chert

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah Padang dan sekitarnya terdiri dari batuan Pratersier, Tersier dan Kwarter. Batuan

Lebih terperinci

MINERAL DAN BATUAN. Yuli Ifana Sari

MINERAL DAN BATUAN. Yuli Ifana Sari MINERAL DAN BATUAN Yuli Ifana Sari Tugas Kelompok 1. Jelaskan macam2 jenis batuan berdasarkan proses terjadinya dan berikan contohnya! 2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan siklus batuan! Batuan Bahan padat

Lebih terperinci

BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING

BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING 4.1 Diagenesis Batugamping Diagenesis merupakan proses yang terjadi setelah proses sedimentasi pada suatu batuan meliputi proses kimiawi maupun fisika, namun perubahan ini

Lebih terperinci

BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG

BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG 5.1 Metode Penelitian Analisis data dilakukan berdasarkan pengamatan lapangan dan pendekatan petrografi menggunakan mikroskop polarisasi terhadap 27 sampel

Lebih terperinci

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada. ` BAB IV ALTERASI HIDROTHERMAL 4.1 Pendahuluan Mineral alterasi hidrotermal terbentuk oleh adanya interaksi antara fluida panas dan batuan pada suatu sistem hidrotermal. Oleh karena itu, mineral alterasi

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

Kriteria Agregat Berdasarkan PUBI Construction s Materials Technology

Kriteria Agregat Berdasarkan PUBI Construction s Materials Technology Kriteria Agregat Berdasarkan PUBI 1987 Construction s Materials Technology Pasir Beton Pengertian Pasir beton adalah butiranbutiran mineral keras yang bentuknya mendekati bulat dan ukuran butirnya sebagian

Lebih terperinci

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG 4. 1 Latar Belakang Studi Ngrayong merupakan Formasi pada Cekungan Jawa Timur yang masih mengundang perdebatan di kalangan ahli geologi. Perdebatan tersebut menyangkut lingkungan

Lebih terperinci

Nama : Peridotit Boy Sule Torry NIM : Plug : 1

Nama : Peridotit Boy Sule Torry NIM : Plug : 1 DIAGENESA BATUAN SEDIMEN Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pemadatan endapan yang berupa bahan lepas. Batuan sedimen juga dapat terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton menggunakan kapur alam dan menggunakan pasir laut pada campuran beton

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN III.1 Teori Dasar III.1.1 Sistem Panasbumi Sistem geotermal merupakan sistem perpindahan panas dari sumber panas ke permukaan melalui proses konveksi air meteorik

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

Subsatuan Punggungan Homoklin

Subsatuan Punggungan Homoklin Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang sudah pernah dilakukan dan dapat di jadikan literatur untuk penyusunan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ishaq Maulana

Lebih terperinci

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung

Lebih terperinci

Bab IV Sistem Panas Bumi

Bab IV Sistem Panas Bumi Bab IV Sistem Panas Bumi IV.1 Dasar Teori Berdasarkan fluida yang mengisi reservoir, sistem panas bumi dibedakan menjadi 2, yaitu sistem panas bumi dominasi air dan sistem panasbumi dominasi uap. 1. Sistem

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 2.1 Penggolongan Batuan Menurut Lingkungan Pembentukan : 1. Batuan Beku (Batuan Magmatik) 2. Batuan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA

BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA Lapangan ini berada beberapa kilometer ke arah pantai utara Madura dan merupakan bagian dari North Madura Platform yang membentuk paparan karbonat selama

Lebih terperinci

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal III.1 Dasar Teori Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat interaksi antara fluida panas dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk

Lebih terperinci

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

CHAPTER 15 Metamorphism, Metamorphic Rocks, and Hydrothermal Rocks

CHAPTER 15 Metamorphism, Metamorphic Rocks, and Hydrothermal Rocks CHAPTER 15 Metamorphism, Metamorphic Rocks, and Hydrothermal Rocks Nama Kelompok : NORBAYAH A1A513227 YOGA PURWANINGTIYAS A1A513210 SAFARIAH A1A513223 DOSEN PEMBIMBING: Drs. H. SIDHARTA ADYATMA, Msi. Dr.

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 PEMBENTUKAN TANAH 2.1 Penggolongan Batuan Menurut Lingkungan Pembentukan : 1. Batuan Beku (Batuan Magmatik)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Batu gamping adalah batuan sedimen yang sebagian besar disusun oleh kalsium karbonat yang berasal dari sisa- sisa organisme laut seperti kerang, siput laut, dan koral

Lebih terperinci

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan sumber daya alam yang terdapat di bumi salah satunya adalah batuan. Menurut Pusat Bahasa Kemdiknas (2008), batuan merupakan mineral atau paduan mineral yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Produk keramik adalah suatu produk industri yang sangat penting dan berkembang pesat pada masa sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Karst Karst berasal dari bahasa Slovenia berarti lahan gersang berbatu. Istilah karst di gunakan untuk mendeskripsikan suatu kawasan atau bentang alam dicirikan dengan

Lebih terperinci

BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH

BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH Proses Pembentukan Tanah. Tanah merupakan lapisan paling atas pada permukaan bumi. Manusia, hewan, dan tumbuhan memerlukan tanah untuk tempat hidup. Tumbuh-tumbuhan tidak

Lebih terperinci

BAB VI AGREGAT. Yang dimaksud agregat dalam hal ini adalah berupa batu pecah, krikil, pasir ataupun

BAB VI AGREGAT. Yang dimaksud agregat dalam hal ini adalah berupa batu pecah, krikil, pasir ataupun BAB VI AGREGAT Yang dimaksud agregat dalam hal ini adalah berupa batu pecah, krikil, pasir ataupun komposisi lainnya, baik hasil alam (natural aggregate), hasil pengolahan (manufactured aggregate) maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Upaya peningkatan kualitas beton terus dilakukan dari waktu ke waktu, untuk mencapai kekuatan yang paling maksimal. Upaya ini terbukti dari munculnya berbagai penelitian

Lebih terperinci

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT 5.1. Genesa Lateritisasi Proses lateritisasi mineral nikel disebabkan karena adanya proses pelapukan. Pengertian pelapukan menurut Geological Society Engineering Group Working

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian 11 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian direkatkan dengan semen Portland yang direaksikan dengan

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan bahan bangunan yang dihasilkan dari campuran atas semen Portland, pasir, kerikil dan air. Beton ini biasanya di dalam praktek dipasang bersama-sama

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Daerah penelitian ini telah banyak dikaji oleh peneliti-peneliti pendahulu, baik meneliti secara regional maupun skala lokal. Berikut ini adalah adalah ringkasan tinjauan literatur

Lebih terperinci

senyawa alkali, pembasmi hama, industri kaca, bata silica, bahan tahan api dan penjernihan air. Berdasarkan cara terbentuknya batuan dapat dibedakan

senyawa alkali, pembasmi hama, industri kaca, bata silica, bahan tahan api dan penjernihan air. Berdasarkan cara terbentuknya batuan dapat dibedakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang sangat melimpah baik di dalam maupun permukaan bumi ataupun diluar permukaan bumi karena tanahnya yang subur dan fenomena struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah kebutuhan akan bangunan meningkat dari waktu ke waktu.ini mengakibat kebutuhan akan beton meningkat. Beton umumnya tersusun dari empat bahan penyusun utama

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari

Lebih terperinci

// - Nikol X - Nikol 1mm

// - Nikol X - Nikol 1mm S S A B B C Foto 3.14 Satuan breksi vulkanik dengan sisipan batupasir-batulempung. Breksi polimik ( B), Monomik (A) dan litologi batupasir-batulempung (bawah,c) Pengambilan sampel untuk sisipan batupasir

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

Proses metamorfosis meliputi : - Rekristalisasi. - Reorientasi - pembentukan mineral baru dari unsur yang telah ada sebelumnya.

Proses metamorfosis meliputi : - Rekristalisasi. - Reorientasi - pembentukan mineral baru dari unsur yang telah ada sebelumnya. 4. Batuan Metamorfik 4.1 Kejadian Batuan Metamorf Batuan metamorf adalah batuan ubahan yang terbentuk dari batuan asalnya, berlangsung dalam keadaan padat, akibat pengaruh peningkatan suhu (T) dan tekanan

Lebih terperinci

PRIYAMBODO, M.SC. FOSIL DAN BATUAN

PRIYAMBODO, M.SC. FOSIL DAN BATUAN PRIYAMBODO, M.S C. FOSIL DAN BATUAN FOSIL Bahasa Latin, fossilis: menggali FOSIL Segala macam petunjuk atau bukti kehidupan masa lalu yang terdapat di berbagai lapisan tanah atau batuan Bagian tubuh yang

Lebih terperinci

hiasan rumah). Batuan beku korok

hiasan rumah). Batuan beku korok Granit kebanyakan besar, keras dan kuat, Kepadatan rata-rata granit adalah 2,75 gr/cm³ dengan jangkauan antara 1,74 dan 2,80. Kata granit berasal dari bahasa Latingranum. (yang sering dijadikan Granit

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari bebatuan yang sudah mengalami pelapukan oleh gaya gaya alam.

BAB I PENDAHULUAN. dari bebatuan yang sudah mengalami pelapukan oleh gaya gaya alam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Salah satu tahapan paling awal dalam perencanaan pondasi pada bangunan adalah penyelidikan tanah. Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR 4.1 Sistem Panas Bumi Secara Umum Menurut Hochstein dan Browne (2000), sistem panas bumi adalah istilah umum yang menggambarkan transfer panas alami pada volume

Lebih terperinci

Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur

Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur Farida Alkatiri 1, Harmansyah 1 Mahasiswa, 1 Abstrak Daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan merupakan lokasi

Lebih terperinci

TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR ABSTRAKSI

TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR ABSTRAKSI TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR Heru Dwi Jatmoko Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAKSI Tanah merupakan material

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Lumpur Sidoarjo

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Lumpur Sidoarjo BAB IV PEMBAHASAN Pada bagian ini penulis akan membahas hasil percobaan serta beberapa parameter yang mempengaruhi hasil percobaan. Parameter-parameter yang berpengaruh pada penelitian ini antara lain

Lebih terperinci

: Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit

: Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit : 09AS117 : Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit Sayatan batugamping Mudstone, butiran 8%) terdiri dari komponen cangkang biota (85%) berupa foraminifera

Lebih terperinci

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan BAB I I TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu-batuan yang direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan kasar) dan ditambah dengan

Lebih terperinci

Semen (Portland) padatan berbentuk bubuk, tanpa memandang proses

Semen (Portland) padatan berbentuk bubuk, tanpa memandang proses Semen (Portland) Semen didefinisikan sebagai campuran antara batu kapur/gamping (bahan utama) dan lempung / tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk, tanpa

Lebih terperinci

PENAMBAHAN CaCO 3, CaO DAN CaOH 2 PADA LUMPUR LAPINDO AGAR BERFUNGSI SEBAGAI BAHAN PENGIKAT

PENAMBAHAN CaCO 3, CaO DAN CaOH 2 PADA LUMPUR LAPINDO AGAR BERFUNGSI SEBAGAI BAHAN PENGIKAT PENAMBAHAN CaCO 3, CaO DAN CaOH 2 PADA LUMPUR LAPINDO AGAR BERFUNGSI SEBAGAI BAHAN PENGIKAT Abdul Halim, M. Cakrawala dan Naif Fuhaid Jurusan Teknik Sipil 1,2), Jurusan Teknik Mesin 3), Fak. Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Beton Konvensional Beton adalah sebuah bahan bangunan komposit yang terbuat dari kombinasi agregat dan pengikat (semen). Beton mempunyai karakteristik tegangan hancur tekan yang

Lebih terperinci

Batuan Karbonat adalah batuan yang tersusun dari mineral karbonat, yang terutama batugamping dan dolomit yang berpotensi sebagai reservoar.

Batuan Karbonat adalah batuan yang tersusun dari mineral karbonat, yang terutama batugamping dan dolomit yang berpotensi sebagai reservoar. Ringkasan Batuan Karbonat Batuan Karbonat adalah batuan yang tersusun dari mineral karbonat, yang terutama batugamping dan dolomit yang berpotensi sebagai reservoar. Jenis-jenis mineral karbonat, yaitu:

Lebih terperinci

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuan karbonat menyusun 20-25% batuan sedimen dalam sejarah geologi. Batuan karbonat hadir pada Prakambrium sampai Kuarter. Suksesi batuan karbonat pada Prakambrium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak memadai, dan kadar air tanah yang melebihi, Permasalahan umum yang sering dijumpai dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. tidak memadai, dan kadar air tanah yang melebihi, Permasalahan umum yang sering dijumpai dalam pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang sering terjadi pada proyek pembangunan jalan adalah terjadinya penurunan tanah timbunan jalan, sehingga terjadi kerusakan pada aspal. Terjadinya penurunan

Lebih terperinci