BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Karst Karst berasal dari bahasa Slovenia berarti lahan gersang berbatu. Istilah karst di gunakan untuk mendeskripsikan suatu kawasan atau bentang alam dicirikan dengan adanya proses karstifikasi dan proses pelarutan batuan yang diakibatkan oleh aliran permukaan. Karst memiliki karakteristik baik wilayah permukaan (eksokarst) dan bawah permukaan (endokarst) ditandai adanya cekungan-cekungan tertutup atau lembah kering dalam berbagai ukuran, bukitbukit kecil, langkanya atau tidak terdapatnya drainase atau sungai permukaan, sungai-sungai yang nampak dipermukaan hilang dan terputus ke dalam tanah, sungai-sungai di bawah permukaan tanah, terdapatnya gua dari sistem drainase bawah tanah, lereng terjal, dan endapan sedimen lempung berwarna merah hasil dari pelapukan batuan karst (Ford dan William, 2007) Karstifikasi Kawasan karst adalah kawasan yang mempunyai bentang alam, hidrologi dengan ciri khas dibentuk dari batuan karbonat dan dolomit sebagai akibat adanya kombinasi antara batuan yang mudah larut, porositas sekunder, dan pengaruh air alami sebagian agen pelarutannya (Ford dan William, 2007). Proses pembentukan karst pada Gambar 2.1 melibatkan larutnya CO 2 dalam air. Proses pelarutan (dissolution) akan intensif bila kadar CO 2 yang terlarut dalam air relatif banyak, batuan karst keras dan pejal dengan intensitas rekahan yang tinggi sehingga agresivitas air terhadap batuan karst sangat besar. Secara garis besar proses pembentukan karst dimulai dari turunnya hujan melalui atmosfer dengan membawa karbon dioksida terlarut dalam tetesan. Ketika hujan sampai ditanah, air terperkolasi melalui tanah dan menggunakan lebih banyak karbon dioksida. Infiltrasi air secara terus-menerus secara alami membentuk retakan-retakan dan lubang pada batuan. Infiltrasi periode waktu yang lama,

2 9 dengan suplai air terus menerus yang kaya karbon dioksida, lapisan karbonat mulai melarut. Karst dengan dominasi porositas sekunder di mana air lolos melalui rekahan-rekahan (fracture), perlapisan batuan (bedding plane) dan patahan (fault) pada formasi karst. Porositas ruang antar butir (primer) dan permeabilitas pada karst terumbu (non-klastik) sangat rendah sedang porositas primer dan permeabilitas tinggi untuk karst bersifat klastik karena memiliki ruang antar butiran. Aliran air pada aquifer karst mengalir sekaligus melarutkan bidang perlapisan, rekahan dan patahan. Kebanyakan aliran air yang mengalir melalui rekahan dan bidang perlapisan memiliki hydraulic conductivity yang besar. Sifat aquifer karst tidak menerus secara lateral dan tidak seragam dikarenakan aliran air pada aquifer karst mengalir melalui rekahan-rekahan dan bidang perlapisan. Aliran air yang masuk akan segera lolos mengalir hingga ke aliran dasar (base flow). Aliran tersebut terakumulasi membentuk pola aliran di bawah permukaan tanah. Proses pelarutan memperbesar ruang rekahan-rekahan dan bidang perlapisan membentuk sistem lorong gua. Lorong-lorong gua berfungsi sebagai koridor menuju ke sistem sungai bawah tanah (underground river). Karstifikasi adalah proses kerja air terutama secara kimiawi, meskipun secara mekanik yang menghasilkan kenampakan-kenampakan topografi karst. Karstifikasi atau proses pembentukan bentuk lahan karst didominasi oleh proses pelarutan. Proses pelarutan karst diawali oleh larutnya CO 2 di dalam air membentuk H 2 CO 3. Larutan H 2 CO 3 tidak stabil terurai menjadi H dan HCO 3. Ion H inilah yang selanjutnya menguraikan CaCO 3 menjadi Ca 2+ dan HCO 2-3. CaCO 3 + H 2 O + CO 2 Ca HCO 3 2-

3 10 Gambar 2.1. Pembentukan Karst 2.3. Batu Gamping Batu gamping merupakan salah satu golongan batuan sedimen. Batu gamping terdiri dari batu gamping non-klastik dan batu gamping klastik. Batu gamping non-klastik, merupakan koloni dari binatang laut antara lain dari koelentrata, moluska, protozoa dan foraminifera, batu gamping non-klastik sering disebut batu gamping koral. Batu gamping klastik, merupakan hasil rombakan jenis batu gamping non-klastik melalui proses erosi oleh air, transportasi, sortasi, dan tersedimentasi. Proses erosi, transportasi, sortasi, dan sedimentasi banyak mineral-mineral terikut yang merupakan pengotor yang memberi variasi warna dari batu seperti warna putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat, merah bahkan hitam. Batu gamping mengandung kalsium karbonat (CaCO 3 ) dan bila mengandung magnesium tinggi mengubah batu gamping menjadi dolomit (CaCO 3 MgCO 3 ). Batuan karbonat memiliki mineral aragonit (CaCO 3 ) dengan bentuk kristal orthorombik dan merupakan bentuk yang tidak stabil, sering berubah menjadi kalsit. Kalsit (CaCO 3 ) mempunyai bentuk kristal heksagonal, lebih stabil, dan kebanyakan batu gamping terdiri dari mineral kalsit. Dolomit dibedakan dari kalsit karena mengandung ion-ion Mg dan Fe 2+. Klasifikasi batuan

4 11 gamping berdasarkan kandungan mineral diperlihatkan pada Tabel 2.1 (Ford dan William, 2007). Tabel 2.1. Sifat Mineral Batuan Karst Type Mineral Komposisi Kimia Kekerasan Deskripasi Karbonat Kalsit Aragonit Dolomit Magnesit CaCO 3 CaCO 3 CaMg(CO 3 ) 2 MgCO 3 3 3,5 4 3,5 4 3,5 5 Sub sistem Trigonal; rhombohedral, heksagonal Sistem Orthorhombik, dipiramidal Sistem Heksagonal, rhombohedral Sistem Heksagonal, rhombohedral Shulpat Anhidrit Gypsum Polihalit CaSO 4 CaSO 4-2H 2 O K 2 Ca 2 Mg(SO 4 ) 4 2H 2 O 3 3, ,5 Sistem Orthorombik Sistem Monoklinik Sistem Triklinik Halide Silika Halit Sylvit Karnallit Kuarsa Opal NaCl KCl KClMgCl 2.6H 2 O SiO 2 SiO 2 Sumber : Ford dan William ( 2007) 2, ,5-6 Kristal kubik Kuhedral Sistem Kubik Sistem Orthorombik Trigonal Kristalit Pada proses sedimentasi mineral lain dapat hadir sebagai pengotor. Bila pengotor pada batu gamping banyak mengandung magnesit maka disebut dolomit (CaMg(CO 3 ) 2, bila dikotori kuarsa disebut batu gamping kuarsa CaCO 3, bila pengotornnya lempung maka disebut batu gamping lempungan. Batu gamping memiliki warna yang dikontrol oleh persentasi mineral penyusun yang dominan dan pengotornya. Batu gamping yang berwarna putih susu dominan disusun oleh mineral kalsit, berwarna abu-abu muda-tua menunjukkan kehadiran unsur magnesium, warna kemerahan umumnya di sebabkan oleh hadirnya mangan dan warna kehitaman disebabkan hadirnya unsur organik Susunan Batu Gamping Berdasarkan tekstur batuan karbonat, batu gamping dibedakan atas beberapa tipe antara lain tipe gamping kerangka, umumnya disusun oleh butiran kerangka organik. Tipe gamping klastik, umumnya disusun oleh butiran, bioklastik, intraklastik dan kemiklastik. Tipe gamping aphanitik dan mikrokristalin, umumnya disusun oleh mikrit. Tipe gamping kristalin, umumnya

5 12 sparit atau hasil rekristalisasi (Boggs, 2009). Batuan gamping memiliki komponen penyusun yang terdiri dari : Kerangka Kerangka penyusun batu gamping berupa kerangka organik, bioklastik, intraklastik dan kemiklastik. Kerangka organik (scleral atau frame builder) adalah struktur tubuh gamping yang tersusun atas koral, bryozoa dan alga. Bioklastik yang terdiri dari fragmen atau cangkang-cangkang binatang seperti foraminifera, moluska, brachiopoda dan koral. Intraklastik (fragmen non-organik) yang merupakan hasil fragmentasi dari batuan atau sedimen gamping sebelumnya. Kemiklastik merupakan butir-butir terbentuk di tempat sedimentasi karena proses kimiawi seperti koagulasi, akresi dan penggumpalan Matriks Matriks atau mikrit merupakan butiran halus (1 µm -5 µm) yang mengisi rongga-rongga dan terbentuk pada waktu sedimentasi (Folk, 2002). Matriks dibawah mikroskop hampir opak. Matriks dihasilkan dari pengendapan air laut tenang. Pengendapan langsung sebagai jarum aragonit terbentuk secara biokimia atau kimiawi dari prespitasi air laut dengan mengisi rongga antar butir yang kemudian berubah menjadi kalsit, ataupun dari hasil abrasi oleh pukulan-pukulan gelombang Spar Spar (sparry calcite atau semen) adalah butir-butir kalsit bersih dan transparan berukuran (0,02 mm 1 mm) berfungsi sebagai semen. Spar terjadi pada waktu diagenesa pengisian rongga-rongga oleh larutan yang mengendapkan kalsit sebagai hablur yang jelas. Umumnya di bawah mikroskop tampak bersih atau putih.

6 Klasifikasi Batu Gamping Batu gamping merupakan batuan sedimen non-klastik yang terbentuk dari hasil reaksi kimia atau hasil kegiatan organisme. Batuan yang sama diendapkan pada waktu yang sama dikatakan berbeda fasies jika kedua batuan berbeda ciri fisik, kimia atau biologi. Karakteristik litologi, tekstur, kandungan fosil, warna, struktur sedimen menjadi faktor pembeda dalam melakukan identifikasi batu gamping. Penamaan batu gamping dilakukan dengan mengacu dari beberapa klasifikasi pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Klasifikasi Batu Gamping Klasifikasi Batu Gamping Berdasarkan Ukuran Butir Jenis Klasifikasi Berdasarkan Lumpur Karbonat Kerangka Organik Grabau Kalsilutit Kalkarenit Kalsirudit Dunham Packstone Mudstone Grainstone Wackstone Folk Allocemical Allocemical Embry dan Klovan Framestone Bindstone Baffestone Floatstone Rudstone Batu gamping kerangka memiliki bentuk serta jaringan kerangka yang dikontrol oleh jenis organisme yang membentuknya, secara umum terdapat dua komponen penyusun batu gamping kerangka yaitu: 1. Komponen utama, dimana organisme pembentuk kerangka berupa koral madrepora, bryozoa, koral stromaporoiod, radist, algae (ganggang). 2. Komponen lain, biasanya berupa bioklas seperti foraminifera terutama foram besar dan moluska atau fragmen-fragmen lainnya yang ikut terinkorporasi di dalamnya.

7 Klasifikasi Dunham Pengamatan mikroskopis dilakukan dengan menggunakan klasifikasi Dunham op.cit Boggs (2009) dengan melihat secara megaskopis berdasarkan pengendapannya yaitu derajat perubahan tekstur, komponen asli terikat atau tidak terikat selama proses pengendapan, tingkat kelimpahan antara butiran dan lumpur karbonat yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Gambar 2.2. Klasifikasi Dunham Klasifikasi Dunham meliputi : 1. Mudstone Mudstone termasuk jenis batuan sedimen non-klastik berwarna segar putih abu abu dan warna lapuknya putih kecoklatan. Mudstone bertekstur nonklastik dengan komposisi kimia karbonat dan struktur tidak berlapis, mempunyai butiran kurang dari 10% dan tidak ditemukan adanya fosil. Tekstur dari batuan mudstone adalah non-kristalin terbentuk dari pelarutan terumbu karang atau dari pengendapan secara kimia air laut yang kelewat jenuh CaCO 3. Proses litifikasi dari batuan mudstone melibatkan pelarutan mineral-mineral karbonat yang stabil maupun yang tidak stabil, dalam pengertian luas diagnesa meliputi perubahan mineralogi, tekstur kemas dan geokimia sedimen dan temperatur serta tekanan yang rendah. Litifikasi sedimen karbonat dapat terjadi pada sedimen yang tersingkap, maupun yang masih berada di dalam laut, proses terbentuknya batuan

8 15 berlangsung perlahan lahan dan bertingkat dimana batas antara antara tingkatan tidak jelas, bahkan dapat saling melingkup, tingkatan tersebut adalah penyemenan, pelarutan pengendapan, perubahan mineralogi butir dan rekristalisasi. Keterdapatan mudstones dapat ditemukan disekitar pinggiran pantai, asosiasi dari batuan mudstones adalah batu pasir karbonatan dan packtone. Kegunaan dari batuan mudstones sebagai reservoir dalam pencarian minyak bumi. 2. Wackestone Wackstone merupakan lumpur didukung batu kapur yang mengandung butiran karbonat lebih dari 10% (lebih besar dari 20 mikron) "mengambang" dalam matriks lumpur halus-halus kapur. Wackestone adalah matriks yang didukung batuan karbonat yang mengandung lebih dari 10% allochems dalam matriks lumpur karbonat. 3. Boundstone rapat (oolite). Boundstone merupakan hubungan antar komponen yang tertutup dengan 4. Grainstone Grainstone merupakan hubungan antar komponen tanpa lumpur yang sering disebut batuan karbonat bebas lumpur, yang didukung butir. Grainstone terbentuk pada kondisi energi yang tinggi, butiran-produktif lingkungan di mana lumpur tidak dapat terakumulasi. Grainstones mempunyai tekstur berpori dan dikenal sebagai karbonat yang terdapat pada sekitar pantai. 5. Packstone Packstone merupakan lumpur, tetapi yang banyak adalah betolit. Butirbutirnya didukung batuan karbonat berlumpur. Packstone penting dalam memahami kualitas reservoir karena lumpur plugs ruang partikel pori. Packstones menunjukkan berbagai sifat pengendapan. Lumpur menunjukkan proses energi yang lebih rendah, sedangkan kelimpahan butir menunjukkan

9 16 proses energi yang lebih tinggi. Packstone berasal dari wackestones dipadatkan, yaitu proses akibat dari infiltrasi lumpur awal atau akhir dari sebelum disimpan, lumpur bebas sedimen terbentuk dalam air yang tenang, atau hasil pencampuran dari berbagai lapisan sedimen Klasifikasi Embry dan Klovan Klasifikasi Embry dan Klovan merupakan pengembangan klasifikasi Dunham dengan membagi batu gamping menjadi dua kelompok besar yaitu autochtonus dan allochtonus yang komponen penyusunnya tidak terikat secara organis selama proses sedimentasi (Gambar 2.3). Embry dan Klovan membagi bounstone menjadi tiga kelompok yaitu frame stone, bindstone, dan bafflestone berdasarkan atas komponen utama yang berfungsi sebagai perangkap sedimen serta penambahan nama kelompok batuan yang mengandung komponen berukuran lebih dari 2 mm sebanyak 10% dengan nama batuan rudstone dan floatsone. Gambar 2.3. Klasifikasi Embry dan Klovan Boundstone merupakan batu gamping yang terikat oleh ganggang, karang, atau organisme uniseluler ketika terbentuk. Boundstone ditemukan di daerah sekitar terumbu karang, dan daerah yang terumbu karang 2,5 sampai 3 juta tahun

10 17 lalu. Tergantung bahan organik dalam sedimen ketika batu terbentuk dan jenis bahan organik, boundstone diklasifikasikan sebagai framestone, bindstone, atau bafflestone. 1. Framestone Organisme dari organik fosil, dalam karang laut, yang terjadi berdekatan dengan spons terikat oleh kerak mikroba dan pasir yang mengeras. Ruang antara bertahap diisi dengan pasir, sedimen dan kristal kalsit. Kurun waktu yang lama, air surut dan struktur terus menerus terkena udara dan penyemenan alami dari padat sedimen diawetkan sisa-sisa bahan organik sebagai fosil. 2. Bindstone Hasil organisme yang mengikat sedimen hingga lepas bersama-sama, ditandai dengan adanya dispersi. Bindstone umumnya adalah ganggang yang bersama dengan lapisan lumpur dan kalsit dengan besar pori-pori yang disebabkan oleh gelembung gas yang menjadi terperangkap dalam sedimen selama pembentukan. Stromatolit berupa gundukan fosil alga berlapis dan sedimen yang bentuk paling umum dari bindstone. Bindstone kebanyakan berorientasi secara vertikal. Bindstone merupakan jenis yang paling banyak ditemukan dari boundstone. 3. Bafflestone Bafflestone terikat sedimen berdinding tebal berupa karang berbentuk paralel sehingga hanya sedimen halus yang melewatinya. Akibatnya, komposisi bafflestone, selain karang fosil, sebagian besar pasir alami-semen dan lumpur. Pasir alami-semen terdiri dari kalsit homogen dan lumpur terdiri dari campuran residu tertinggal setelah lumpur karbonat yang disaring. Struktur unik dari bafflestone yaitu terbentuk pada dan di sekitar koloni-vertikal tumbuh karang dan terbatas pada individu kecil.

11 Penggunaan Batu Gamping Batu gamping dalam penggunaannya memiliki persyaratan komposisi atau sifat kimia sesuai dengan peruntukan seperti kadar CaO, kehadiran unsur pengotor (Mg, Al, Fe, P, S, Na, K dan F), mineral pengotor (kuarsa, pirit, dan markasit) dan sifat fisik (kecerahan, ukuran butir, kuat tekan, keausan,). Penggunaan batu gamping dari sifat fisik dan mutu batu gamping sebagai bahan pengerasan jalan di lakukan dengan membuat sampel batu gamping menjadi agregat berukuran kasar, dan halus. Persyaratan batu gamping dijadikan bahan baku semen dengan CaCO 3 dengan kadar 50%-55%, MgO dengan kadar maksimum 2%, Fe 2 O 3 dengan kadar 2,47 % dan Al 2 O 3 dengan kadar 0,95 %. Batu gamping dalam peleburan dan pemurnian logam sebagai bahan imbuh pada tanur tinggi dan pengikat gas dibutuhan batu gamping yang keras. Batu gamping yang dibutuhkan adalah dengan kadar CaO minimum 52%, SiO 2 maksimum 4,00%, Al 2 O 3 + Fe 2 O 3 maksimum 3,00%, MgO maksimum 3,50%, Fe 2 O 5 maksimum 0,65%, P maksimum 0,10% (Badan Penelitian dan Pengembangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, 2011) Metode Geolistrik Metode geolistrik adalah metode geofisika yang didasarkan pada penerapan konsep kelistrikan pada masalah kebumian. Tujuannya adalah untuk memperkirakan sifat listrik medium atau formasi batuan di bawah permukaan terutama kemampuannya untuk menghantarkan atau menghambat arus listrik. Penginjeksikan arus listrik DC dengan tegangan tinggi ke dalam tanah dilakukan melalui dua batang elektroda arus A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Aliran arus listrik akan menimbulkan beda potensial listrik antara dua titik di permukaan tanah. Beda potensial listrik yang terjadi antara elektroda A dan B dengan jarak tertentu diubah menjadi lebih besar maka beda potensial listrik yang timbul pada elektroda M dan N ikut berubah sesuai dengan informasi jenis batuan yang dialiri arus listrik pada kedalaman yang lebih besar. Berdasarkan hukum Ohm, beda

12 19 potensial yang timbul berbanding lurus dengan besar arus yang diinjeksikan, dan berbanding lurus dengan hambatan listrik medium yang dialiri oleh arus listrik. Besar hambatan listrik medium berbanding lurus dengan resistivitas listrik medium yang dilalui. Beda potensial yang timbul berbanding lurus dengan besar resistivitas listrik medium yang dialiri oleh arus listrik. Asumsi yang dibuat bahwa kedalaman lapisan batuan yang ditembus oleh arus listrik sama dengan separuh dari jarak antara A dan B (AB/2), maka diperkirakan pengaruh dari injeksi aliran arus listrik berbentuk setengah bola dengan jari-jari AB/2. Metode geolistrik sering menggunakan 4 batang elektroda yang terletak dalam satu garis lurus serta simetris terhadap titik tengah, yaitu dua batang elektroda arus (AB) di bagian luar dan dua batang elektroda tegangan (MN) di bagian dalam. Pengukuran resistivitas metode geolistrik dapat dilakukan untuk tujuan berbeda sesuai dengan metode geolistrik dan konfigurasi elektroda yang digunakan. Metode geolistrik memiliki tiga teknik pengukuran yaitu, profiling atau mapping, sounding, dan imaging (Telford, dkk, 1990). Model dimensi yang ingin diperoleh dalam interpretasi bawah permukaan, dikenal ada tiga jenis teknik pengukuran resistivitas listrik yaitu 1D, 2D dan 3D (Loke, 2000). Pengukuran resistivitas listrik 1D diasumsikan arus listrik mengalir dalam medium homogen isotropi di bawah permukaan bumi yang terdiri atas medium yang berlapis-lapis secara horisontal. Pengukuran 1D dikenal dua teknik yaitu teknik Vertical Sounding dan teknik Lateral Profiling. Teknik pengukuran Vertical Sounding atau Vertical Electrical Sounding (VES) bertujuan untuk memperkirakan variasi resistivitas listrik sebagai fungsi kedalaman pada suatu titik pengukuran. Teknik pengukuran 1D titik tengah konfigurasi elektroda diatur tetap, untuk memperoleh penetrasi lebih dalam maka jarak antara elektrodaelektroda diperlebar (Loke, 2000; Attwa, dkk, 2014). Teknik sounding diasumsikan resistivitas listrik medium hanya berubah pada arah vertikal dan tidak berubah pada arah lateral. Konfigurasi elektroda yang sering digunakan dalam teknik pengukuran sounding adalah konfigurasi Schlumberger.

13 20 Teknik pengukuran lateral profiling dilakukan untuk mengetahui variasi resistivitas listrik secara lateral. Pada teknik lateral biasanya menggunakan konfigurasi Wenner, dengan jarak antara elektroda tetap. Teknik profiling dikenal sebagai constant separation tranversing (CST) atau teknik mapping. Teknik mapping menggunakan spasi antara elektroda-elektroda dibuat tetap, kemudian seluruh konfigurasi elektroda dipindahkan sepanjang garis lurus untuk memperoleh informasi perubahan resistivitas listrik secara lateral (Loke, 2000). Interpretasi data yang diambil dengan teknik profiling, diasumsikan resistivitas listrik medium tidak berubah dalam arah vertikal. Keadaan sebenarnya di alam, kondisi geologi bawah permukaan sangat kompleks dimana resistivitas listrik dapat berubah dengan cepat dalam jarak yang pendek. Studi resistivitas listrik 2D dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan resistivitas listrik bawah permukaan baik ke arah lateral maupun vertikal sepanjang lintasan survey (Metwaly dan Alfauzan, 2013). Interpretasi data hasil pengukuran diasumsikan resistivitas listrik tidak berubah pada arah tegak lurus lintasan survey. Model interpretasi menghasilkan profil dua dimensi (pseudosection) yang menggambarkan perubahan resistivitas listrik semu medium di bawah permukaan ke arah lateral dan vertikal dalam bentuk kontur sepanjang lintasan survey. Teknologi peralatan geolistrik digital yang dikontrol mikroprosesor serta dilengkapi dengan sistim multi-elektroda dan multi-core cable, sehingga pengukuran resistivitas listrik 2D dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Konfigurasi elektroda pengukuran resistivitas listrik 2D dengan jarak antara elektroda yang berbeda-beda dapat dilakukan secara cepat, sehingga diperoleh informasi variasi resistivitas listrik secara lateral dan vertikal. Istilah studi resistivitas listrik 2D disebut 2D Electrical Imaging Survey (Loke, 2000). Studi 2D digunakan untuk memperoleh profil dua dimensi bawah permukaan yang baik, pengukuran dilaksanakan secara sistimatik dan dibuat seluruh kemungkinan pengukuran. Aliran listrik pada suatu formasi batuan dapat terjadi terutama karena adanya fluida elektrolit pada pori-pori atau rekahan batuan. Oleh karenanya resistivitas listrik suatu formasi batuan bergantung pada porositas batuan serta

14 21 jenis fluida pengisi pori-pori batuan. Batuan berpori yang berisi air atau air asin akan lebih konduktif (resistivitas listrik-nya rendah) dibanding batuan yang sama dengan pori-pori yang hanya berisi udara. Resistivitas dipengaruhi temperatur tinggi yang menurunkan resistivitas listrik batuan secara keseluruhan akibat meningkatnya mobilitas ion-ion penghantar muatan listrik pada fluida yang bersifat elektrolit. Metode geolistrik untuk arus yang masuk diasumsikan melewati medium bumi. Besar resistivitas listrik suatu batuan tergantung pada kondisi medium bumi seperti kering, basah, retak-retak, padat, cair, dan jenis material seperti densitas, porositas, ukuran dan bentuk pori-pori batuan, kandungan air, kualitas dan suhu. Faktor geologi yang menentukan resistivitas listrik batuan seperti umur batuan, tekstur batuan dan proses geologi seperti alterasi, pelapukan, pelarutan dan metamorfisme (Loke, 2000). Nilai resistivitas listrik suatu batuan merupakan kisaran besaran. Namun demikian metode geolistrik sudah berhasil digunakan untuk penyelidikan hidrologi seperti penentuan akuifer, adanya kontaminasi, penyelidikan mineral, dan studi arkeologi. Survey geolistrik untuk mengetahui resistivitas bawah permukaan bumi dengan melakukan pengukuran di permukaan bumi dengan menggunakan dua elektroda potensial dan dua elektroda arus untuk setiap jarak elektroda yang berbeda dapat digunakan untuk menurunkan variasi harga resistivitas lapisan di bawah titik ukur (sounding point) untuk kawasan karst memiliki nilai tahanan jenis tinggi 50 Ωm 1x10 7 Ωm sehingga dapat dibedakan daerah lempung dan karbonat (Farooq, dkk, 2012). Pencarian sungai bawah tanah di daerah karst dengan indikasi resistivitas rendah untuk aliran air bawah permukaan (Andriyani, dkk, 2010). Asumsi dapat memberikan gambaran bahwa pada saat melakukan pengukuran, besar resistivitas listrik yang diperoleh akan menunjukkan besar resistivitas listrik sejati yang tidak bergantung pada jarak elektroda potensial yang digunakan. Pengukuran tidak berlaku pada kondisi bumi yang sesungguhnya. Pada kondisi bumi yang sesungguhnya bumi terdiri atas lapisan-lapisan dengan resistivitas listrik yang berbeda. Perbedaan lapisan bumi menyebabkan resistivitas listrik yang terukur bergantung pada jarak elektroda potensial, sehingga

15 22 potensialnya merupakan pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut. Besar resistivitas listrik yang didapat pada saat pengukuran adalah resistivitas listrik semu (apparent resistivity) Konfigurasi Wenner-Schlumberger Pengukuran sounding adalah pengukuran bawah permukaan dengan tujuan untuk mengetahui perubahan resistivitas listrik secara vertikal ke bawah dengan kedalaman yang cukup dalam, konfigurasi yang cocok digunakan adalah konfigurasi Schlumberger, seperti pada Gambar 2.4. Konfigurasi Schlumberger pemindahan elekroda tidak perlu semuanya dipindahkan, cukup elektroda arus (A dan B) yang dipindahkan sedangkan elektroda potensial (M dan N) tetap. Konfigurasi Schlumberger jarak ideal antara elektroda M dan N dibuat sekecil mungkin, sehingga jarak antara elektroda M dan N secara teoritis tidak berubah, tetapi karena keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika jarak antara elektroda A dan B sudah relatif besar maka jarak antara elektroda M dan N dirubah. Perubahan jarak antara elektroda M dan N tidak lebih besar dari 1/5 jarak antara elektroda A dan B (Loke, 2000). Penggunaan konfigurasi Schlumberger pemindahan elektroda tidak terlalu sulit dan tidak terlalu jauh untuk mengetahui sampai ke kedalaman tertentu. Konfigurasi Schlumberger pada Gambar 2.4. memberi keunggulan mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas listrik ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2. Agar pembacaan tegangan pada elektroda MN dapat dipercaya, maka ketika jarak AB relatif besar maka jarak elektroda MN diperbesar. Konfigurasi Schlumberger untuk resistivitas listrik semu medium paruh ruang ditentukan dengan persamaan: (2.1) dengan: ( )

16 23 dan AB = jarak elektroda arus (m) MN = jarak elektroda potensial (m) K = faktor geometrik sebagai fungsi a dan b Gambar 2.4. Konfigurasi Schlumberger Konfigurasi Wenner menggunakan jarak antara elektroda A dan M, jarak antara elektroda M dan N dan jarak antara elektroda N dan A dibuat sama, lalu semua elektroda A, M, N dan A dipindahkan secara bersama sama dengan jarak antara elektroda dibuat tetap. Dengan demikian dengan konfigurasi Wenner akan diperoleh informasi perubahan resistivitas listrik secara horizontal, dan teknik pengukuran ini dikenal sebagai profiling. Susunan elektroda dalam konfigurasi Wenner dan Schlumberger diberikan pada Gambar 2.5.

17 24 Gambar 2.5. Susunan Elektroda pada konfigurasi Wenner dan Schlumberger Konfigurasi Wenner Schlumberger merupakan hybrid antara konfigurasi Wenner dan konfigurasi Schlumberger, dan termasuk konfigurasi yang relative baru dalam studi pencitraan. Konfigurasi Sclumberger merupakan konfigurasi yang paling sering digunakan dalam studi sounding. Bentuk susunan elektroda Schlumberger dapat digunakan pada system dengan jarak elektroda yang tetap. Faktor n untuk susunan elektroda ini merupakan nilai banding antara jarak antara elektroda A dan M (atau elektroda B dan N) dengan jarak antara elektroda potensial M dan N. Sedangkan dalam konfigurasi Wenner nilai n merupakan keadaan khusus dengan faktor n = 1. Konfigurasi Wenner Schlumberger memiliki cakupan data horizontal yang lebih luas dibandingkan konfigurasi Wenner. Untuk konfigurasi Wenner dalam setiap pertambahan kedalaman akan berkurang 3 titik data, sedangkan dalam konfigurasi Wenner Schlumberger hanya berkurang 2 titik data. Perbandingan antara cakupan data pada konfigurasi Wenner dan konfigurasi Wenner Schlumberger diberikan pada Gambar 2.6.

18 25 Gambar 2.6. Perbandingan Cakupan Data antara Konfigurasi Wenner dan Wenner Schlumberger Resistivitas Batuan Sifat fisika batuan dan mineral memiliki resistivitas bervariasi. Nilai reisitivitas batuan tergantung dari macam-macam materialnya, densitas, porositas, ukuran dan bentuk pori-pori batuan, kandungan air, kualitas dan suhu. Jenis setiap batuan pada akuifer yang terdiri atas material lepas mempunyai harga tahanan jenis yang berkurang apabila makin besar kandungan air atau makin besar kandungan garamnya. Mineral lempung bersifat menghantarkan arus listrik sehingga harga tahanan jenis akan kecil. Variasi resistivitas bahan menurut (Milsom, 2003; Telford, dkk,1990; Raynold, 1997) ditunjukkan pada Lampiran E Mekanika Batuan Mekanik batu dibutuhkan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik batuan dan massa batuan yang menyebabkan batuan memiliki peran yang dominan dalam operasi penambangan seperti pekerjaan penerowongan, pemboran, penggalian, dan peledakan. Sifat mekanik batuan dilakukan dengan uji kuat tekan uniaksial.

19 26 Tujuan utama uji kuat tekan unaksial adalah untuk mendapatkan nilai kuat tekan dari batuan. Harga tegangan pada saat batuan hancur didefenisikan sebagai kuat tekan uniaksial batuan dan diberikan oleh hubungan: (2.2) Dimana σ = Kuat tekan uniaksial (MPa) F = Gaya yang bekerja pada saat contoh batuan hancur (kn) A = Luas penampang awal batuan yang tegak lurus arah gaya (m 2 )

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa Sulkam berada di kecamatan Kutambaru kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara dengan posisi 419125 me-423125 me dan 366000 mn 368125 mn. Desa Sulkam memiliki

Lebih terperinci

BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING

BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING IV.1 Pendahuluan Batuan Karbonat Klastik Terrigenous Sedimen yang global dan tak terbatas dengan iklim. Suplai sedimen berasal dari kontinen dan laut. Ukuran dari butiran

Lebih terperinci

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI TUGAS BATUAN KARBONAT Makalah Batuan Karbonat Di Susun Oleh : WA ODE SUWARDI

Lebih terperinci

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN Fasies adalah suatu tubuh batuan yang dicirikan oleh kombinasi ciri litologi, ciri fisik dan biologi yang membedakannya dengan tubuh batuan yang berdekatan (Walker,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan sumber daya alam yang terdapat di bumi salah satunya adalah batuan. Menurut Pusat Bahasa Kemdiknas (2008), batuan merupakan mineral atau paduan mineral yang

Lebih terperinci

BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT

BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT Satuan batugamping Gunung Sekerat tersingkap dengan baik, dengan penyebaran kurang lebih 10% dari luas daerah penelitian, dalam Peta Geologi (Lampiran G-3) satuan

Lebih terperinci

BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU

BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU 4.1 Pendahuluan Batuan Karbonat adalah batuan sedimen yang terdiri dari garam karbonat. Dalam prakteknya adalah gamping (limestone) dan dolomit (Koesoemadinata,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan suatu bahan bangunan yang bahan penyusunnya terdiri dari bahan semen hidrolik (Portland Cement), air, agregar kasar, agregat halus, dan bahan tambah.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

// - Nikol X - Nikol 1mm

// - Nikol X - Nikol 1mm Sampel lain yang mewakili mikrofasies ini adalah D 34 D, merupakan batugamping packstone, klastik, terpilah buruk, kemas terbuka, disusun oleh butiran (50%), terdiri dari fragmen fosil berupa alga, foraminifera

Lebih terperinci

GEOFISIKA EKSPLORASI. [Metode Geolistrik] Anggota kelompok : Maya Vergentina Budi Atmadhi Andi Sutriawan Wiranata

GEOFISIKA EKSPLORASI. [Metode Geolistrik] Anggota kelompok : Maya Vergentina Budi Atmadhi Andi Sutriawan Wiranata GEOFISIKA EKSPLORASI [Metode Geolistrik] Anggota kelompok : Maya Vergentina Budi Atmadhi Andi Sutriawan Wiranata PENDAHULUAN Metoda geofisika merupakan salah satu metoda yang umum digunakan dalam eksplorasi

Lebih terperinci

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS Metode resistivitas atau metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui sifat fisik batuan, yaitu dengan melakukan

Lebih terperinci

Foto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis.

Foto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis. besar Lepidocyclina spp., Amphistegina spp., Cycloclypeus spp., sedikit alga, porositas buruk berupa interpartikel, intrapartikel dan moldic, berlapis baik. Pada sayatan tipis (Lampiran A-5: analisis petrografi)

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO Sifat Umum Lumpur Sidoarjo merupakan lumpur yang keluar dari perut bumi, berasal dari bagian sedimentasi formasi Kujung, formasi Kalibeng dan formasi Pucangan. Sedimen formasi

Lebih terperinci

01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat

01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat http://disbudparkbb.id/images/potensi/citatah2.jpg 01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat Kerangka Materi Pengertian Batuan Karbonat Manfaat dan Hubungan dengan ilmu geologi yang lain Klasifikasi batuan

Lebih terperinci

Nama : Peridotit Boy Sule Torry NIM : Plug : 1

Nama : Peridotit Boy Sule Torry NIM : Plug : 1 DIAGENESA BATUAN SEDIMEN Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pemadatan endapan yang berupa bahan lepas. Batuan sedimen juga dapat terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat,

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth 3. Batuan Sedimen 3.1 Kejadian Batuan Sedimen Batuan sedimen terbentuk dari bahan yang pernah lepas dan bahan terlarut hasil dari proses mekanis dan kimia dari batuan yang telah ada sebelumnya, dari cangkang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemodelan tahanan jenis dilakukan dengan cara mencatat nilai kuat arus yang diinjeksikan dan perubahan beda potensial yang terukur dengan menggunakan konfigurasi wenner. Pengukuran

Lebih terperinci

BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG

BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG 5.1 Metode Penelitian Analisis data dilakukan berdasarkan pengamatan lapangan dan pendekatan petrografi menggunakan mikroskop polarisasi terhadap 27 sampel

Lebih terperinci

PENGUKURAN TAHANAN JENIS (RESISTIVITY) UNTUK PEMETAAN POTENSI AIR TANAH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRAYA. Oleh:

PENGUKURAN TAHANAN JENIS (RESISTIVITY) UNTUK PEMETAAN POTENSI AIR TANAH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRAYA. Oleh: 66 Jurnal Sangkareang Mataram PENGUKURAN TAHANAN JENIS (RESISTIVITY) UNTUK PEMETAAN POTENSI AIR TANAH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRAYA Oleh: Sukandi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Nusa

Lebih terperinci

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN ACARA IX MINERALOGI OPTIK I. Pendahuluan Ilmu geologi adalah studi tentang bumi dan terbuat dari apa itu bumi, termasuk sejarah pembentukannya. Sejarah ini dicatat dalam batuan dan menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa

Lebih terperinci

BAB IV FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

BAB IV FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN BAB IV FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN Menurut Fahrudi (2004), lingkungan pengendapan dari hasil analisis fasies batugamping meliputi Reef Slope, Reef Framework, dan Proximal Talus. Fahrudi (2004)

Lebih terperinci

senyawa alkali, pembasmi hama, industri kaca, bata silica, bahan tahan api dan penjernihan air. Berdasarkan cara terbentuknya batuan dapat dibedakan

senyawa alkali, pembasmi hama, industri kaca, bata silica, bahan tahan api dan penjernihan air. Berdasarkan cara terbentuknya batuan dapat dibedakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang sangat melimpah baik di dalam maupun permukaan bumi ataupun diluar permukaan bumi karena tanahnya yang subur dan fenomena struktur

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada. DESKRIPSI BATUAN Deskripsi batuan yang lengkap biasanya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Deskripsi material batuan (atau batuan secara utuh); 2. Deskripsi diskontinuitas; dan 3. Deskripsi massa batuan.

Lebih terperinci

Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1)

Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1) Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1) 1) Program Studi Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

PETROGRAFI BATUAN KARBONAT

PETROGRAFI BATUAN KARBONAT PETROGRAFI BATUAN KARBONAT I. PENDAHULUAN Batuan karbonat merupakan batuan yang tersusun dari mineral-mineral garam karbonat yang terbentuk secara kimiawi dalam bentuk larutan, dimana organisme perairan

Lebih terperinci

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan

Lebih terperinci

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai. BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides

Lebih terperinci

BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT

BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT 4.1 Tinjauan Umum Diagenesis meliputi perubahan fisik atau kimia suatu sedimen atau batuan sedimen yang terjadi setelah pengendapan (tidak termasuk proses-proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari

Lebih terperinci

BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING

BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING 4.1 Diagenesis Batugamping Diagenesis merupakan proses yang terjadi setelah proses sedimentasi pada suatu batuan meliputi proses kimiawi maupun fisika, namun perubahan ini

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan detail. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut, sedangkan

Lebih terperinci

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 01 (2016), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 01 (2016), Hal ISSN : Identifikasi Intrusi Air Laut Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas 2D Konfigurasi Wenner-Schlumberger di Pantai Tanjung Gondol Kabupaten Bengkayang Victor Hutabarat a, Yudha Arman a*, Andi Ihwan

Lebih terperinci

Pengaruh Kadar Air Tanah Lempung Terhadap Nilai Resistivitas/Tahanan Jenis pada Model Fisik dengan Metode ERT (Electrical Resistivity Tomography)

Pengaruh Kadar Air Tanah Lempung Terhadap Nilai Resistivitas/Tahanan Jenis pada Model Fisik dengan Metode ERT (Electrical Resistivity Tomography) Pengaruh Kadar Air Tanah Lempung Terhadap Nilai Resistivitas/Tahanan Jenis pada Model Fisik dengan Metode ERT (Electrical Resistivity Tomography) Heni Dewi Saidah, Eko Andi Suryo, Suroso Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang

BAB. I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang BAB. I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Batuan karbonat adalah semua batuan yang terdiri dari garam karbonat, dalam hal ini CaCO 3 dan MgCO 3. Batuan karbonat memiliki keistimewaan dalam cara terbentuknya,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

Subsatuan Punggungan Homoklin

Subsatuan Punggungan Homoklin Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan

Lebih terperinci

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG 5.1 Dasar Teori Secara umum batu gamping merupakan batuan sedimen yang tersusun oleh satu mineral yaitu Kalsium Karbonat (CaCO 3 ), namun terdapat pula sedikit

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

: Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit

: Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit : 09AS117 : Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit Sayatan batugamping Mudstone, butiran 8%) terdiri dari komponen cangkang biota (85%) berupa foraminifera

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah penelitian secara umum tersusun atas bentang alam yang cukup kompleks yaitu, perbukitan, lembah dan dataran rendah. Interval ketinggian

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup di muka bumi. Makhluk hidup khususnya manusia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup di muka bumi. Makhluk hidup khususnya manusia melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air tanah merupakan sumber daya yang sangat bermanfaat bagi semua makhluk hidup di muka bumi. Makhluk hidup khususnya manusia melakukan berbagai cara untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA

BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA Lapangan ini berada beberapa kilometer ke arah pantai utara Madura dan merupakan bagian dari North Madura Platform yang membentuk paparan karbonat selama

Lebih terperinci

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG 4. 1 Latar Belakang Studi Ngrayong merupakan Formasi pada Cekungan Jawa Timur yang masih mengundang perdebatan di kalangan ahli geologi. Perdebatan tersebut menyangkut lingkungan

Lebih terperinci

SOIL COMPONENT EKOSARI R. 2011

SOIL COMPONENT EKOSARI R. 2011 SOIL COMPONENT EKOSARI R. 2011 Tanah = Pedosfer Merupakan hasil perpaduan antara: 1. lithosfer 2. biosfer 3. hidrosfer 4. atmosfer Perpaduan/hubungan tsb digambarkan oleh Patrick, F. (1974) Komponen

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SISTEM HIDROLOGI KARST DI KARST PIDIE, ACEH. Karst Research Group Fak. Geografi UGM

PERKEMBANGAN SISTEM HIDROLOGI KARST DI KARST PIDIE, ACEH. Karst Research Group Fak. Geografi UGM PERKEMBANGAN SISTEM HIDROLOGI KARST DI KARST PIDIE, ACEH Karst Research Group Fak. Geografi UGM PERTANYAAN?? Apakah karst di daerah penelitian telah berkembang secara hidrologi dan mempunyai simpanan air

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI. silika dan pasir besi serta gipsum. Karena porsi batu kapur adalah yang paling

BAB III DASAR TEORI. silika dan pasir besi serta gipsum. Karena porsi batu kapur adalah yang paling BAB III DASAR TEORI 3.1. Sekilas Proses Pembuatan Semen Portland Bahan baku yang dibutuhkan sebuah pabrik semen antara lain adalah batuan yang mengandung kapur (seperti batu kapur dan chalk), tanah liat

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 IDENTIFIKASI ZONA BIDANG GELINCIR DAERAH RAWAN LONGSOR HASIL PROSES TEKTONISME KOMPLEKS DI DISTRIK NAMROLE, KABUPATEN BURRU SELATAN, PULAU BURRU, MALUKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE RESISTIVITAS KONFIGURASI

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 05: Sifat Fisika (1)-Tekstur Tanah

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 05: Sifat Fisika (1)-Tekstur Tanah Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 05: Sifat Fisika (1)-Tekstur Tanah Tektur Tanah = %pasir, debu & liat dalam tanah Tektur tanah adalah sifat fisika tanah yang sangat penting

Lebih terperinci

Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur

Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur Farida Alkatiri 1, Harmansyah 1 Mahasiswa, 1 Abstrak Daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan merupakan lokasi

Lebih terperinci

Batuan Karbonat adalah batuan yang tersusun dari mineral karbonat, yang terutama batugamping dan dolomit yang berpotensi sebagai reservoar.

Batuan Karbonat adalah batuan yang tersusun dari mineral karbonat, yang terutama batugamping dan dolomit yang berpotensi sebagai reservoar. Ringkasan Batuan Karbonat Batuan Karbonat adalah batuan yang tersusun dari mineral karbonat, yang terutama batugamping dan dolomit yang berpotensi sebagai reservoar. Jenis-jenis mineral karbonat, yaitu:

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

Jurnal Einstein 3 (2) (2015): Jurnal Einstein. Available online

Jurnal Einstein 3 (2) (2015): Jurnal Einstein. Available online Jurnal Einstein Available online http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/einstein DETERMINATION SUBSURFACE ROCKS USING RESISTIVITY GEOELECTRICITY IN PAMAH PAKU KUTAMBARU LANGKAT REGENCY Rita Juliani

Lebih terperinci

Riad Syech, Juandi,M, M.Edizar Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau Kampus Bina Widya Km 12,5 Pekanbaru ABSTRAK

Riad Syech, Juandi,M, M.Edizar Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau Kampus Bina Widya Km 12,5 Pekanbaru ABSTRAK MENENTUKAN LAPISAN AKUIFER DAS (DAERAH ALIRAN SUNGAI) SIAK DENGAN MEMBANDINGKAN HASIL UKUR METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI WENNER DAN KONFIGURASI SCHLUMBERGER Riad Syech, Juandi,M, M.Edizar

Lebih terperinci

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pengolahan dan interpretasi data geofisika untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi pengolahan data gravitasi (gaya berat) dan data resistivitas (geolistrik)

Lebih terperinci

Pendugaan Akuifer serta Pola Alirannya dengan Metode Geolistrik Daerah Pondok Pesantren Gontor 11 Solok Sumatera Barat

Pendugaan Akuifer serta Pola Alirannya dengan Metode Geolistrik Daerah Pondok Pesantren Gontor 11 Solok Sumatera Barat Pendugaan Akuifer serta Pola Alirannya dengan Metode Geolistrik Daerah Pondok Pesantren Gontor 11 Solok Sumatera Dwi Ajeng Enggarwati 1, Adi Susilo 1, Dadan Dani Wardhana 2 1) Jurusan Fisika FMIPA Univ.

Lebih terperinci

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya energi yang melimpah dan beraneka ragam, diantaranya minyak bumi, gas bumi, batubara, gas alam, geotermal, dll.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Batu gamping adalah batuan sedimen yang sebagian besar disusun oleh kalsium karbonat yang berasal dari sisa- sisa organisme laut seperti kerang, siput laut, dan koral

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY

HUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY Abstrak HUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY Muhamad Rizki Asy ari 1*, Sarju Winardi 1 1 Jurusan

Lebih terperinci

POTENSI AIR TANAH DAERAH KAMPUS UNDIP TEMBALANG. Dian Agus Widiarso, Henarno Pudjihardjo *), Wahyu Prabowo**)

POTENSI AIR TANAH DAERAH KAMPUS UNDIP TEMBALANG. Dian Agus Widiarso, Henarno Pudjihardjo *), Wahyu Prabowo**) POTENSI AIR TANAH DAERAH KAMPUS UNDIP TEMBALANG Dian Agus Widiarso, Henarno Pudjihardjo *), Wahyu Prabowo**) Abstract Provision of clean water in an area need both now and future dating. Provision of clean

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga

Lebih terperinci

Rustan Efendi 1, Hartito Panggoe 1, Sandra 1 1 Program Studi Fisika Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia

Rustan Efendi 1, Hartito Panggoe 1, Sandra 1 1 Program Studi Fisika Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia IDENTIFIKASI AKUIFER AIRTANAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK DI DESA OU KECAMATAN SOJOL IDENTIFICATION GROUNDWATER AQUIFERS METHOD USING GEOELECTRIC DISTRICT IN THE VILLAGE OU SOJOL Rustan Efendi

Lebih terperinci

PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO. Abstrak

PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO. Abstrak PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO Eko Minarto* * Laboratorium Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berada pada iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batuan Sedimen Batuan Sedimen adalah salah satu kelompok utama dari batuan di muka bumi. Batuan ini sering membentuk reservoir berpori dan permeabel pada cekungan sedimen dengan

Lebih terperinci

// - Nikol X - Nikol 1mm

// - Nikol X - Nikol 1mm S S A B B C Foto 3.14 Satuan breksi vulkanik dengan sisipan batupasir-batulempung. Breksi polimik ( B), Monomik (A) dan litologi batupasir-batulempung (bawah,c) Pengambilan sampel untuk sisipan batupasir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuan karbonat menyusun 20-25% batuan sedimen dalam sejarah geologi. Batuan karbonat hadir pada Prakambrium sampai Kuarter. Suksesi batuan karbonat pada Prakambrium

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 1. Komponen tanah yang baik yang dibutuhkan tanaman adalah.... bahan mineral, air, dan udara bahan mineral dan bahan organik

Lebih terperinci

PEMODELAN AKUIFER AIR TANAH UNTUK MASYARAKAT PESISIR LINGKUNGAN BAHER KABUPATEN BANGKA SELATAN. Mardiah 1, Franto 2

PEMODELAN AKUIFER AIR TANAH UNTUK MASYARAKAT PESISIR LINGKUNGAN BAHER KABUPATEN BANGKA SELATAN. Mardiah 1, Franto 2 PEMODELAN AKUIFER AIR TANAH UNTUK MASYARAKAT PESISIR LINGKUNGAN BAHER KABUPATEN BANGKA SELATAN Mardiah 1, Franto 2 Staf Pengajar Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Bangka Belitung Abstrak Keterbatasan

Lebih terperinci

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA IV: PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN SILISIKLASTIK Asisten Acara: 1. 2. 3.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. VI, No. 2 (2016), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. VI, No. 2 (2016), Hal ISSN : Identifikasi Sebaran Batuan Beku Di Bukit Koci Desa Sempalai Kabupaten Sambas Kalimantan Barat Dengan Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Mimin Setiadi a), Apriansyah b), Joko Sampurno a)* a Jurusan

Lebih terperinci

A. Pembentukan Batu Gamping

A. Pembentukan Batu Gamping A. Pembentukan Batu Gamping Batu kapur (Gamping) merupakan salah satu mineral industri yang banyak digunakan oleh sektor industri ataupun konstruksi dan pertanian, antara lain untuk bahan bangunan, batu

Lebih terperinci

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK IDENTIFIKASI AKUIFER DI KECAMATAN PLUPUH, KABUPATEN SRAGEN

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK IDENTIFIKASI AKUIFER DI KECAMATAN PLUPUH, KABUPATEN SRAGEN APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK IDENTIFIKASI AKUIFER DI KECAMATAN PLUPUH, KABUPATEN SRAGEN Eka Ayu Tyas Winarni 1, Darsono 1, Budi Legowo 1 ABSTRAK. Identifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland. dan air dengan perbandingan 1 semen : 7 pasir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland. dan air dengan perbandingan 1 semen : 7 pasir. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batako 2.1.1 Pengertian Batako Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN

TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB III TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1 Tambang Zeolit di Desa Cikancra Tasikmalaya Indonesia berada dalam wilayah rangkaian gunung api mulai dari Sumatera, Jawa, Nusatenggara, Maluku sampai Sulawesi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Kelistrikan Suatu Batuan Sifat kelistrikan yang terdapat di bumi dapat dimanfaatkan untuk membantu penelitian geolistrik. Aliran arus listrik di dalam

Lebih terperinci

Interpretasi Kondisi Geologi Bawah Permukaan Dengan Metode Geolistrik

Interpretasi Kondisi Geologi Bawah Permukaan Dengan Metode Geolistrik Interpretasi Kondisi Geologi Bawah Permukaan Dengan Metode Geolistrik Geolistrik merupakan salah satu metoda geofisika yang mempelajari sifat daya hantar listrik di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya

Lebih terperinci

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Barat, Jalan Jhoni Anwar No. 85 Lapai, Padang 25142, Telp : (0751)

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Barat, Jalan Jhoni Anwar No. 85 Lapai, Padang 25142, Telp : (0751) PENDUGAAN POTENSI AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS KONFIGURASI SCHLUMBERGER (Jorong Tampus Kanagarian Ujung Gading Kecamatan Lembah Malintang Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat) Arif

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Interaksi antara air tanah dengan struktur geologi

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Interaksi antara air tanah dengan struktur geologi 5 BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Hidrogeologi Ilmu yang mempelajari interaksi antar struktur batuan dan air tanah adalah hidrogeologi. Dalam prosesnya ilmu ini juga berkaitan dengan disiplin ilmu fisika dan kimia

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 Bahan Penyusun Tanah Mineral 25% 5% 45% 25% Bhn Organik Bhn Mineral Udara Air 3.1 Bahan Mineral (Anorganik)

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEDALAMAN AQUIFER DI KECAMATAN BANGGAE TIMUR DENGAN METODA GEOLISTRIK TAHANAN JENIS

IDENTIFIKASI KEDALAMAN AQUIFER DI KECAMATAN BANGGAE TIMUR DENGAN METODA GEOLISTRIK TAHANAN JENIS IDENTIFIKASI KEDALAMAN AQUIFER DI KECAMATAN BANGGAE TIMUR DENGAN METODA GEOLISTRIK TAHANAN JENIS Salwah, Syamsuddin, Maria*) *) Program Studi Geofisika FMIPA Unhas salwahasruddin@yahoo.com SARI BACAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi serta bagaimana cara mendeteksinya di dalam bumi dan di permukaan

Lebih terperinci

Gambar 6. Daur Batuan Beku, Sedimen, dan Metamorf

Gambar 6. Daur Batuan Beku, Sedimen, dan Metamorf Definisi Batuan Batuan adaiah kompleks/kumpulan dari mineral sejenis atau tak sejenis yang terikat secara gembur ataupun padat. Bedanya dengan mineral, batuan tidak memiliki susunan kimiawi yang tetap,

Lebih terperinci

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data Sekunder Data sekunder yang diperoleh dari PT Semen Padang Untuk menunjang dan melengkapi penelitian ini antara lain berupa : 1. Peta topografi skala 1

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu geologi daerah Ngampel dan sekitarnya. Pembahasan meliputi kondisi geomorfologi, urutan stratigrafi,

Lebih terperinci