BAB IV FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN
|
|
- Fanny Wibowo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN Menurut Fahrudi (2004), lingkungan pengendapan dari hasil analisis fasies batugamping meliputi Reef Slope, Reef Framework, dan Proximal Talus. Fahrudi (2004) melakukan analisis sedimentasi batugamping Formasi Rajamandala daerah penelitian dengan metode measuring section dengan dua lintasan lateral yang kemudian dibuat profil dan penampang vertikal sehingga sebaran vertikalnya dapat diketahui. Deskripsi litologi fasies batugamping berdasarkan Fahrudi (2004) lebih dominan dilakukan secara megaskopis, sedangkan pembahasannya lebih banyak mengenai analisis sedimentasinya yang meliputi lingkungan, bentuk, dan mekanisme pengendapannya tetapi tidak dilakukan analisis sebaran fasies batugampingnya sehingga tidak terdapat peta sebaran fasies secara lateral. Menurut Antoni (2007), lingkungan pengendapan fasies batugamping berdasarkan analisis mikrofasiesnya meliputi Foreslope, Organic Build up, dan Shelf Lagoon. Antoni (2007) melakukan studi fasies batugamping Formasi Rajamandala daerah penelitian dengan metode sampling dan measuring section dengan lima profil vertikalnya. Deskripsi litologi fasies batugamping berdasarkan Antoni (2007) lebih dominan dilakukan secara mikroskopis karena analisis lingkungan pengendapannya menggunakan standar mikrofasies berdasarkan Wilson (1975). sedangkan pembahasan yang dilakukan meliputi analisis sebaran fasies batugamping secara lateral sehingga dibuat peta sebaran fasiesnya, analisis lingkungan pengendapannya, porositas, dan diagenesis batugamping, tetapi tidak dibuat penampang vertikalnya sehingga kurang diketahui penyebaran vertikalnya. Antoni (2007) dan Fahrudi (2004) merupakan acuan utama sumber bahasan studi khusus mengenai fasies batugamping daerah penelitian. Namun demikian, terdapat beberapa perbedaan metode, deskripsi, dan hasil lingkungan pengendapan fasies batugamping pada penelitian dan pembahasan penulis berikut ini. Selain itu, studi karakterisasi rekahan fasies batugamping daerah penelitian merupakan suatu nilai tambah penulis pada penelitian kali ini yang belum pernah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. 48
2 4.1 Metode Penelitian Fasies Studi fasies batugamping menggunakan metode sampling dan measuring section dengan tiga lintasan lateral yang kemudian dibuat profil dan penampang vertikalnya dan tiga lintasan vertikal. Deskripsi litologi fasies batugamping lebih dominan dilakukan secara megaskopis terutama pada singkapan yang representatif dan juga beberapa secara mikroskopis. Analisis yang dilakukan pada studi fasies batugamping meliputi analisis sebaran fasies secara lateral dan vertikal sehingga dapat dibuat peta sebaran fasies secara lateral, penampang vertikal dan model penyebarannya secara 3D, selain itu dilakukan analisis lingkungan, bentuk, dan model pengendapannya. Selain studi fasies dilakukan studi rekahan berupa karakterisasi rekahan pada beberapa fasies batugamping daerah penelitian sehingga dapat diketahui hubungan antara rekahan dan fasiesnya, serta analisis pola rekahan sehingga dapat diketahui pola rekahan dan struktur geologi setempat. Studi karakterisasi rekahan dilakukan dengan metode scanline terutama pada beberapa fasies batugamping dengan singkapan yang representatif dalam hal ini terdapat pada lingkungan pengendapan dan struktur geologi yang sama tetapi mempunyai komposisi litologi (fasies) batugamping yang berbeda. Studi karakterisasi rekahan akan dibahas lebih lanjut pada bab V. 4.2 Klasifikasi Fasies Batuan Karbonat Batuan karbonat merupakan batuan sedimen yang mengandung mineralmineral karbonat lebih dari 60 %. Batuan karbonat terbagi menjadi dua jenis yaitu batugamping dan dolomite. Batuan karbonat bersifat monomineral yang terdiri dari kalsium karbonat dengan tambahan sedikit magnesium dalam pola geometris kristal. Batuan karbonat diidentifikasi dan dibedakan dari kemas dan teksturnya bukan komposisi mineralnya. Batuan karbonat menunjukkan lingkungan pengendapan yang khusus yaitu lingkungan pengendapan laut dangkal yang hangat, dan jernih. Batuan karbonat umumnya terbentuk pada lingkungan tertentu (Gambar 4.1) antara lain hangat, jernih, kaya nutrisi, kedalaman dangkal, bebas dari klastik halus, dan cahaya 49
3 matahari yang cukup. Batuan karbonat laut dalam yang ada terbatas pada batugamping pelagis. Produksi karbonat terutama dikontrol oleh temperature, salinitas, dan intensitas cahaya serta kadar oksigen, masuknya klastik, predasi, dan suplai nutrisi. Pabrik karbonat terletak pada break, slope, dan elevasi lainnya dengan ciri turbulensi yang tinggi, rendahnya arus turbidit, dan kedalaman dangkal. Sedimentasi karbonat dikontrol oleh persamaan reaksi kimia tunggal, yaitu: H + + HCO3 - + Ca2 + CaCO 3 + H2O + CO2 Meningkatnya konsentrasi CO 2 dalam larutan akan membawa persamaan reaksi bergerak ke kiri, menghasilkan disolusi atau pelarutan kembali kalsium karbonat. Meningkatnya konsentrasi CO 2 mungkin dikarenakan oleh peningkatan kedalaman (PCO 2 ). Masuknya air meteorik atau CO 2 menyebabkan peluruhan material organik. Sedangkan penurunan konsentrasi CO 2 akan membawa persamaan bergerak ke kanan, menghasilkan endapan karbonat. Penurunan CO 2 mungkin disebabkan oleh evaporasi, peningkatan temperatur akibat pemanasan air laut oleh cahaya matahari, khususnya di laut dangkal. CO 2 ditangkap oleh organisme khususnya alga untuk fotosintesis. Pengendapan dan pelarutan kalsium karbonat dikontrol oleh kosentrasi ion Ca ++ - dan konsentrasi ion CO 3. Saturasi atau kejenuhan ion Ca ++ dikontrol oleh - evaporasi dan temperatur. Saturasi ion CO 3 dikontrol oleh tekanan parsial, temperatur, atmosfer, dan aktivitas biogenis khususnya fotosintesis. Mineral karbonat larut pada kedalaman tertentu yang disebut ACD (Aragonite Compensation Depth) dan CCD (Calcite Compensation Depth). Proses pengendapan karbonat antara lain: Sekresi (komponen kerangka organik) Akresi (komponen bukan kerangka organik) Aggregasi (kerangka dan bukan kerangka organic) Partikulasi (bukan kerangka organik) Akumulasi karbonat dikontrol oleh: Perubahan muka laut (eustasi) Penurunan cekungan (subsidence) Produktivitas karbonat 50
4 Gambar 4.1 Model pertumbuhan reef modern (James & Bourque, 1992 dengan modifikasi) Fasies adalah suatu tubuh batuan berdasarkan kombinasi litologi, struktur fisik, kimia atau biologi dalam kesamaan waktu. Dua tubuh batuan yang diendapkan pada waktu yang sama dikatakan berbeda fasies jika kedua batuan tersebut berbeda ciri fisik, kimia atau biologinya (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996). Fasies merupakan tubuh batuan yang dicirikan terutama oleh sifat fisik, biologi, dan kimia (Tucker dan Wright, 1990). Fasies dapat didefinisikan suatu satuan khusus dari atribut sedimen; karakteristik litologi, tekstur, rangkaian struktur sedimen, kandungan fosil, warna, dan yang lainnya (Tucker dan Wright, 1990). Tekstur dan komposisi faises batuan karbonat menunjukkan proses dan lingkungan pengendapannya. Dalam batuan karbonat dapat hadir berbagai macam fasies dan diperlukan identifikasi yang cermat dalam pengamatannya. Penentuan fasies pada penelitian ini didasarkan pada pengamatan komponen penyusun (biota, mikrit, semen), tekstur, struktur dan porositas, melalui pengamatan. Penamaan fasies batuan karbonat pada penelitian ini berdasarkan pengamatan secara megaskopis dan mikroskopis menggunakan asosiasi klasifikasi Dunham (1962) dan klasifikasi Embry & Klovan (1971). Klasifikasi Dunham (1962) (Gambar 4.2) berdasarkan tekstur batuan karbonat yaitu proporsi dari butiran terhadap matriks, antara lain mudstone, wackestone, packestone, grainstone, boundstone, dan crystalline carbonate. 51
5 Gambar 4.2 Klasifikasi batuan karbonat berdasarkan teksturnya (Dunham, 1962) Klasifikasi Embry & Klovan (1971) (Gambar 4.3) berdasarkan tekstur secara megaskopis dan terdapatnya lumpur karbonat diantara kerangka atau pecahan-pecahan kerangka, antara lain: framestone (terdiri seluruhnya dari kerangka organik seperti koral, bryozoa, ganggang dengan matriks <10%), bindstone (terdiri dari kerangka/pecahan kerangka organik seperti koral, yang telah diikat kembali oleh kerak lapisan-lapisan (encrusting) gamping yang dikeluarkan oleh ganggang merah), bafflestone (terdiri dari kerangka organik seperti koral dalam posisi tumbuh dan diselimuti oleh lumpur gamping), rudstone (hasil rombakan suatu terumbu dan terkumpul setempat atau ditransport oleh gaya berat, tanpa adanya lumpur gamping diantara fragmen-fragmennya), dan floatstone ( terdiri dari potongan-potongan kerangka organik yang mengambang dalam lumpur gamping). Gambar 4.3 Klasifikasi batuan karbonat berdasarkan tekstur secara megaskopis dan terdapatnya lumpur karbonat (Embry & Klovan, 1971). 52
6 4.3 Fasies Batugamping Daerah Penelitian Penamaan fasies batugamping daerah penelitian ini berdasarkan pengamatan secara megaskopis dan mikroskopis menggunakan asosiasi klasifikasi Dunham (1962) dan klasifikasi Embry & Klovan (1971). Fasies Foto 4.1. Singkapan batugamping berlapis, dip ke selatan, lintasan vertikal paling utara LY-1 Fasies Rudstone Fasies ini mempunyai komponen utama berupa bioklas dari pecahanpecahan moluska, koral, alga, dan foraminifera. Fasies rudstone, berwarna abu abu terang kebiruan, terpilah buruk, kemas terbuka, fragmen > 10 % dengan ukuran > 2mm, terdiri dari material rombakan, bentuk tidak utuh, patah-patah, tidak dalam posisi tumbuh, mempunyai komponen utama berupa pecahan pecahan moluska dan koral (berupa head massive coral, platy coral, branching coral) serta komponen lain berupa foraminifera dan alga, dengan kelimpahan fragmen jauh lebih dominan dibandingkan lumpur karbonatnya. Fasies ini ditemukan di beberapa lokasi antar lain KN-7, KN-11, KN-12, LY-1, LY-3, CK- 3. Beberapa fasies dapat terbagi menjadi subfasies yang ditemukan berdasarkan komponen paling dominan antara lain coral rudstone dan molusca rudstone (Foto 4.2). 53
7 Berdasarkan pengamatan secara mikroskopis, pada fasies rudstone ini diperoleh mikrofasies berupa boundstone dan foraminifera packstone, yang memperlihatkan tekstur grain supported, terpilah buruk, kemas terbuka, terdiri dari fragmen fosil berupa foraminifera, alga, koral, moluska, dan echinodermata; berbentuk utuh dan pecah-pecah; berukuran 0,3 2.5 mm, berbentuk menyudut, tertanam dalam matriks mikrit dan semen umumnya sparry calcite hingga mikrospar yang mengisi rongga-rongga dalam batuan, porositas yang teramati berupa porositas interpartikel, moldic, dan vuggy. Moluska berbentuk utuh hingga pecah-pecah berupa gastropoda dan bivalve. Foraminifera besar yang terlihat pada sayatan antara lain Miogypsina s.p., Lepidocyclina sp., Spiroclypeus sp. Foraminifera kecil yang ditemukan berupa Globigerina, Globigerinoides, dan Milliolidae. Foto 4.2 Singkapan batugamping fasies rudstone (kiri: molusca rudstone, kanan: coral rudstone) Fasies rudstone merupakan material rombakan yang umumnya menunjukkan suatu endapan gravitasi akibat adanya perbedaan lereng. Fasies rudstone biasanya menunjukkan lingkungan berenergi sedang-tinggi seperti pada lingkungan pengendapan slope (fore reef) dan ditemukan pada paparan laut dangkal dekat dengan pertumbuhan reef atau di sekitar patch reef. Apabila memiliki energi yang cukup tinggi fasies ini dapat hadir pada bagian belakang dari platform atau di belakang barrier reef yang dekat dengan reef crest dan umumnya berasosiasi dengan fasies packtone-grainstone. Fasies rudstone ini biasanya ditemukan pada daerah paparan laut dangkal dekat dengan pertumbuhan terumbu dan lingkungan berenergi sedang-tinggi seperti pada lingkungan pengendapan bagian foreslope facies (Antoni, 2007). 54
8 Fasies Floatstone Fasies ini umumnya mempunyai komponen utama yang hampir sama dengan fasies rudstone, tetapi lumpur karbonat yang terdapat dalam fasies ini jauh lebih dominnan sehingga butiran tampak mengambang dalam matriks lumpur karbonat. Fasies ini berwana abu-abu terang, matrix-supported, dengan komponen fragmen > 10% tetapi lebih sedikit dari rudstone dengan ukuran > 2 mm, terdiri dari material rombakan dari berupa dominan fragmen moluska (gastropoda dan bivalve), echinoid, dan foraminifera; disertai pecahan koral dan alga. Pada sayatan tipis diperoleh foraminifera grainstone, packstone, dan wackestone, yang memperlihatkan tekstur mud-grain supported, terpilah buruk, kemas terbuka, terdiri dari fragmen fosil berupa foraminifera, moluska, echinoid, koral, brachiopoda, dan alga; berbentuk utuh dan pecah-pecah; berukuran 0,1 2.5 mm, berbentuk menyudut, tertanam dalam matriks mikrit dan semen umumnya sparry calcite hingga mikrospar yang mengisi rongga-rongga dalam batuan, porositas yang teramati berupa porositas interpartikel, moldic, stylolite, dan vuggy. Moluska berbentuk utuh hingga pecah-pecah berupa gastropoda dan bivalve. Foraminifera besar yang terlihat pada sayatan antara lain Lepidocyclina sp., Spiroclypeus sp.,dan Operculina sp. Fasies floatstone (Foto 4.3) merupakan material rombakan yang umumnya menunjukkan lingkungan berenergi sedang-tinggi seperti dan ditemukan pada paparan laut dangkal dekat dengan pertumbuhan reef. Foto 4.3 Singkapan batugamping fasies floatstone 55
9 Fasies Branching Coral Bafflestone Fasies ini berwarna putih - abu-abu terang, terdiri dari koral pada posisi tumbuh (branching coral) namun ada yang pecah, di antara antar koral terisi oleh matriks lumpur karbonat. Fasies branching coral bafflestone (Foto 4.4) menunjukkan suatu lingkungan berenergi tinggi dengan kedalaman antara m, dengan pencahayaan tebatas, dan mewakili lingkungan reef front. Foto 4.4 Singkapan batugamping fasies branching coral bafflestone Fasies Platy Coral Bindstone Fasies ini berwarna putih kecoklatan hingga keabu-abuan, terdiri dari platy coral, massive coral, dan encrusted algae. berbentuk memanjang hampir sejajar perlapisan, yang diantaranya dilingkupi oleh lumpur karbonat (Foto 4.5). Pada sayatan tipis ditemukan platy-coral wackestone dan boundstone. Fasies ini menunjukkan lingkungan berenergi tinggi dengan kedalaman ± m. Fasies ini menunjukkan lingkungan berenergi tinggi, mewakili lingkungan reef front atau reef crest. 56
10 Foto 4.5 Singkapan batugamping fasies platy coral bindstone Fasies Head-Massive Coral Framestone Fasies ini berwarna abu-abu terang, terdiri dari head-massive coral, boundstone, dan sedikit pecahannya, yang diantaranya terisi oleh matriks lumpur karbonat (Foto 4.6). Fasies framestone menunjukkan lingkungan dengan sirkulasi air baik, berenergi tinggi, mewakili lingkungan reef crest. Foto 4.6 Singkapan batugamping fasies head-massive coral framestone Fasies Wackestone Fasies wackestone (Foto 4.7), mud-supported, terdiri dari fragmen komponen penyusun berupa lumpur karbonat > 15 % lebih banyak dari grainstone, dengan fragmen foraminifera, moluska, pecahan red algae, pecahan koral, echinoderm, brachiopoda, padat, keras, kompak. Pada sayatan tipis diperoleh tekstur klastik, 57
11 terpilah buruk, kemas terbuka, ada urat kalsit, butiran terdiri dari fragmen fosil berupa moluska, koral, alga. utuh dan pecah-pecah, matriks berupa lumpur karbonat, mulai terkristalisasi menjadi mikrit, semen berupa spari kalsit hingga mikrospar, Foraminifera besar berupa Borelis sp., Spiroclypeus sp. Foraminifera kecil, utuh sampai pecah-pecah, kamar mulai terisi oleh kalsit. Foraminifera kecil berupa Globigerina, Catapsydrax, Milliolidae, Nodosari, Bolivina, Uvigerina. Moluska bentuk pecah-pecah, berupa bivalve, kamar mulai terisi oleh kalsit Brachiopoda bentuk utuh pecah-pecah, kamar terisi kalsit. Fasies ini menunjukkan lingkungan berenergi lemah sedang, dan mewakili lingkungan lagoonal (platform interior) dicirikan dengan melimpahnya komponen foraminifera terutama Milliolidae. Foto 4.7 Singkapan batugamping fasies wackestone Fasies Packstone Fasies packestone (Foto 4.8), berwarna putih keabu-abuan, grain-supported, terdiri dari fragmen komponen penyusun berupa lumpur karbonat > 10 %, dengan fragmen foraminifera, moluska, pecahan red algae, pecahan koral, echinoderm, brachiopoda, padat, keras, kompak. Pada sayatan tipis didapatkan Foraminifera Packstone, tekstur klastik, terpilah buruk, kemas terbuka, fragmen terdiri dari pecahan alga, foraminifera, koral, echinodermata, dan moluska. Foraminifera berupa foraminifera besar, utuh sampai pecah-pecah, kamar mulai terisi oleh kalsit. Foraminifera besar berupa Miogypsina sp., Spiroclypeus sp. Alga berbentuk memanjang, pecah-pecah, jenis red algae, koral bentuk utuh sampai pecah-pecah. Echinoderm bentuk utuh hingga pecah-pecah. 58
12 Fasies ini menunjukkan lingkungan berenergi lemah sedang, yang terdapat di sekitar pertumbuhan reef. Foto 4.8 Singkapan batugamping fasies Foraminifera Packstone Fasies Grainstone Fasies grainstone (Foto 4.9), berdasarkan pengamatan mikroskopis, grainsupported, terdiri dari fragmen komponen penyusun berupa lumpur karbonat < 10 %, dengan fragmen foraminifera besar, foraminifera kecil, red algae, dan sedikit moluska, padat, keras, kompak. Pada sayatan tipis diperoleh Alga grainstone dan Foraminifera grainstone, tekstur klastik, terpilah sedang, kemas terbuka, ada urat kalsit, fragmen terdiri dari pecahan alga, foraminifera, dan pecahan moluska. Foraminifera berupa foraminifera besar dan kecil, utuh sampai pecah-pecah, kamar mulai terisi oleh kalsit. Foraminifera besar berupa Lepidocyclina sp. Foraminifera kecil berupa foraminifera bentos antara lain Milliolidae. Alga berbentuk memanjang, pecah-pecah, berupa red algae. Moluska bentuk pecahpecah, berupa bivalve kamar terisi kalsit. Fasies ini merupakan material rombakan yang menunjukkan lingkungan berenergi sedang lemah, dengan lingkungan pengendapan di sekitar pertumbuhan reef. 59
13 Foto 4.9 Singkapan batugamping fasies Foraminifera Grainstone Fasies Boundstone Berdasarkan pengamatan mikroskopis, sayatan tipis fasies ini terdapat pada lokasi KN-5, KN-6, KN-7, terdiri dari komponen kerangka terutama koral dan alga dalam posisi tumbuh, terpilah buruk, kemas terbuka, butiran terdiri dari fragmen fosil berupa, alga, koral, foraminifera, bryozoa, brachiopoda, dan echinodermata; utuh dan pecah-pecah, ukuran pasir sedang kasar ( mm), matriks berupa lumpur karbonat yang mulai terkristalisasi menjadi mikrit, semen mikrospari kalsit, porositas vuggy dan interpartikel. Foraminifera berupa foraminifera besar dan kecil, utuh sampai pecah-pecah, kamar mulai terisi oleh kalsit. Foraminifera besar berupa Lepidocyclina sp., Spiroclypeus sp., dan Miogypsina sp. Alga berbentuk memanjang, utuh hingga pecah-pecah, jenis red algae dan green algae. Koral berbentuk pecah-pecah, berupa head coral, pada posisi tumbuh, mulai terisi kalsit, bryozoa berupa koloni. Matriks lumpur karbonat hadir mengikat butiran/fragmen, coklat keruh, terekristalisasi menjadi mikrokristalin kalsit. Semen berupa mikrospari kalsit, mengisi ruang antar butir/fragmen, bentuk kristal subhedral-anhedral. 60
14 4.4 Asosiasi Fasies Penulis menyederhanakan pengelompokan fasies dalam pemetaan penyebarannya menjadi asosiasi fasies karena keterdapatan jenis fasies yang beragam dan kompleks. Penyederhaan menjadi asosiasi fasies tersebut berdasarkan persebaran, asosiasi, ciri fisik, dan lingkungan pengendapannya. Asosiasi fasies tersebut antara lain asosiasi fasies wackstone-packstone, asosiasi fasies boundstone-floatstone, asosiasi fasies framestone-bafflestone-bindstone, asosiasi fasies rudstone-floatstone. Asosiasi fasies wackstone-packstone terdapat di bagian paling selatan dari satuan batugamping yang memanjang NE-SW ditunjukkan dengan warna hijau pada peta sebaran fasies (Lampiran H), terdiri dari dominan fasies wackestone dan packstone, disertai fasies grainstone. Asosiasi fasies boundstone-floatstone terdiri dari fasies boundstone dan floatstone, terdapat di bagian tengah satuan batugamping di sebelah utara fasies wackstone-packstone,yang memanjang NE-SW ditunjukkan dengan warna merah muda pada peta sebaran fasies (Lampiran H). Asosiasi fasies framestone-bafflestone-bindstone terdapat di bagian tengah satuan batugamping di sebelah utara fasies boundstone-floatstone yang memanjang NE-SW, ditandai dengan warna jingga pada peta sebaran fasies (Lampiran H), terdiri dari dominan fasies head-massive coral, fasies branching coral bafflestone dan fasies platy coral bindstone, disertai fasies boundstone, fasies molusca rudstone (molusca dan coral rudstone), fasies floatstone (molusca floatstone), fasies grainstone, fasies foraminifera packstone, fasies coral packstone, alga packstone, wackestone. Asosiasi fasies rudstone-floatstone terdiri dari dominan fasies rudstone dan floatstone, disertai fasies branching coral bafflestone, fasies foraminifera packstone, fasies foraminifera grainstone, dan fasies wackstone. Asosiasi fasies ini terdapat memanjang NE-SW di bagian paling utara satuan batugamping, ditandai dengan warna biru pada peta sebaran fasies daerah penelitian (Lampiran H). 61
15 4.5 Penyebaran Fasies Batugamping Daerah Penelitian Untuk mengetahui penyebaran fasies batugamping daerah penelitian, penulis melakukan measuring section pada tiga lintasan lateral (Gambar 4.4, Gambar 4.6, Gambar 4.8) dan tiga lintasan vertikal (Gambar 4.10, Gambar 4.11, Gambar 4.12). Lintasan lateral akan menunjukkan penyebaran fasies secara lateral (Gambar 4.13) dan penyebaran vertikal melalui penampangnya. Sedangkan lintasan vertikal pada beberapa singkapan dapat menunjukkan penyebaran vertikal dan bentuk pengendapan terutama berdasarkan korelasinya (Gambar 4.14). Lintasan Lateral KN (Karangnangge) (Gb. 4.4, Gb. 4.5) Gambar 4.4 Lintasan Lateral KN (KarangKarangnangge) pada peta (tanpa skala) Lintasan Lateral KG (Karanggantung) (Gb. 4.6, Gb. 4.7) 62
16 Gambar 4.6 Lintasan Lateral KG (KarangKaranggantung) pada peta (tanpa skala) Gambar 4.7 Profil (kiri) dan Penampang (kanan) dari Lintasan Lateral KG Lintasan Lateral GG (Gunungguruh) (Gb. 4.8, Gb. 4.9) Gambar 4.8 Lintasan Lateral GG (Gunungguruh) pada peta 63
17 64
18 65
19 PETA SEBARAN FASIES Gambar 4.13 Peta sebaran fasies batugamping daerah penelitian 66
20 67
21 4.6 Lingkungan Pengendapan Model lingkungan pengendapan fasies batugamping daerah penelitian dapat digambarkan berdasarkan jenis fasies, pola distribusi penyebaran fasies serta asosiasinya secara 3D (Gambar 4.15). Model lingkungan pengendapan yang digunakan dalam studi kali ini adalah model pengendapan shelf carbonate platform reefal (platform karbonat paparan terumbu), model pengendapan berdasarkan distribusi fasies dalam reef margin atau shelf-margin oleh James dan Bourque (1992) maupun Nichols (1999). Menurut model shelf carbonate platform reefal, daerah penelitian terdapat pada lingkungan pengendapan shelf, shelfmargin, dan slope. sedangkan menurut model James dan Bourque (1992) maupun Nichols (1999), daerah penelitian mempunyai empat lingkungan pengendapan antara lain lagoon, back reef, reef core, dan fore reef (Gambar 4.17). Morfologi platform karbonat daerah penelitian berupa morfologi rimmed platform dengan geometri progradasi (Gambar 4.16). Berdasarkan Antoni (2007), lingkungan pengendapan yang ditemukan di daerah penelitian berupa shelf lagoon, organic build up, dan foreslope yang merujuk pada model paparan karbonat Wilson (1975). Sedangkan berdasarkan Fahrudi (2004), lingkungan pengendapan daerah penelitian meliputi Proximal Talus, Reef Framework, dan Reef Slope yang merujuk pada pemodelan Longman (1981). 68
22 Lagoon Secara umum tipe endapan lagoon dicirikan oleh adanya endapan bioklastik halus yang diwakili oleh asosiasi fasies wackstone- packstone (Foto 4.10) pada daerah penelitian dan melimpahnya komponen foraminifera terutama Milliolidae. Lagoon memiliki ukuran yang bervariasi dari yang kecil hingga area yang luas di belakang barrier reef (Tucker dan Wright, 1990). Lagoon merupakan bagian dari platform interior (shelf), berada di bagian belakang back reef dan reef crest yang mempunyai sistem energi lemah sedang. Foto 4.10 Singkapan batuan asosiasi fasies wackstone- packstone Lingkungan pengendapan lagoon diwakili asosiasi litofasies SMF-9, SMF-10 menurut Antoni (2007) yang merujuk pada klasifikasi mikrofasies Wilson (1975) dengan fasies Lepidocyclina packstone sebagai penciri lingkungan pengendapannya. 69
23 Back Reef Back reef diwakili oleh asosiasi fasies boundstone-floatstone (Foto 4.11) pada daerah penelitian. Back reef masih merupakan bagian dari platform interior atau shelf-margin, berada di bagian belakang reef crest, yang mempunyai sistem energi sedang, terlindung dari sistem energi tinggi. Foto 4.11 Singkapan batuan asosiasi fasies boundstone-floatstone Reef Core Reef core merupakan bagian dari reef margin atau shelf margin yang terdiri dari reef crest dan reef front. Pada daerah penelitian, reef core diwakili oleh asosiasi fasies framestone-bafflestone-bindstone (Foto 4.12). Fasies reef core terdiri dari boundstone terutama framestone, bindstone, dan bafflestone; sedangkan rudstone dan floatstone merupakan hasil rombakannya. Foto 4.12 Singkapan batuan asosiasi fasies framestone-bafflestone-bindstone 70
24 Lingkungan pengendapan Reef core sebanding dengan lingkungan pengendapan Organic build up yang mengacu pada lingkungan pengendapan berdasarkan Antoni (2007). Menurut Antoni (2007), lingkungan organic build up merupakan asosiasi mikrofasies dari SMF-7 dengan SMF-11, dan SMF-12 berdasarkan Wilson (1975) dengan fasies berupa coral boudstone seperti massive framestone, platy coral boundstone, dan bafflestone. Lingkungan pengendapan Reef core dapat disebandingkan juga dengan lingkungan Reef framework pada lingkungan pengendapan berdasarkan Fahrudi (2004) yang merujuk pada model pengendapan Longman (1981). Menurut Fahrudi (2007), lingkungan Reef framework terdiri dari asosiasi fasies Framestone dan Packstone. Fore Reef Pada daerah penelitian, lingkungan pengendapan Fore reef diwakili oleh asosiasi fasies rudstone floatstone (Foto 4.13). Fore reef merupakan suatu lingkungan tempat akumulasi runtuhan atau jatuhan dari material reef core, berupa karbonat breksi yang secara umum dicirikan oleh fasies rudstone. Fasies rudstone merupakan endapan hasil rombakan yang membentuk endapan talus akibat adanya perbedaan lereng atau pengaruh gravitasi. Fore reef menunjukkan lingkungan slope, yang terletak di depan reef core. Foto 4.13 Singkapan batuan asosiasi fasies rudstone floatstone Lingkungan pengendapan Fore reef sebanding dengan lingkungan pengendapan Foreslope yang mengacu pada lingkungan pengendapan berdasarkan Antoni (2007). Menurut Antoni (2007), lingkungan pengendapan foreslope umumnya terdiri dari asosiasi litofasies SMF-4, SMF-5, SMF-6, SMF-9 71
25 berdasarkan klasifikasi mikrofasies Wilson (1975), yang diwakili juga oleh lapisan massive coral rudstone debris. Lingkungan pengendapan Fore reef dapat disebandingkan juga dengan lingkungan Reef Slope pada lingkungan pengendapan berdasarkan Fahrudi (2004) yang merujuk pada model pengendapan Longman (1981). Menurut Fahrudi (2007), lingkungan Reef Slope terdiri dari asosiasi fasies Rudstone, Packstone, dan Grainstone. 72
BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN
BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN Fasies adalah suatu tubuh batuan yang dicirikan oleh kombinasi ciri litologi, ciri fisik dan biologi yang membedakannya dengan tubuh batuan yang berdekatan (Walker,
Lebih terperinciBAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT
BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT Satuan batugamping Gunung Sekerat tersingkap dengan baik, dengan penyebaran kurang lebih 10% dari luas daerah penelitian, dalam Peta Geologi (Lampiran G-3) satuan
Lebih terperinciBAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING
BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING IV.1 Pendahuluan Batuan Karbonat Klastik Terrigenous Sedimen yang global dan tak terbatas dengan iklim. Suplai sedimen berasal dari kontinen dan laut. Ukuran dari butiran
Lebih terperinciBAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU
BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU 4.1 Pendahuluan Batuan Karbonat adalah batuan sedimen yang terdiri dari garam karbonat. Dalam prakteknya adalah gamping (limestone) dan dolomit (Koesoemadinata,
Lebih terperinciBAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG
BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG 5.1 Dasar Teori Secara umum batu gamping merupakan batuan sedimen yang tersusun oleh satu mineral yaitu Kalsium Karbonat (CaCO 3 ), namun terdapat pula sedikit
Lebih terperinciFoto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis.
besar Lepidocyclina spp., Amphistegina spp., Cycloclypeus spp., sedikit alga, porositas buruk berupa interpartikel, intrapartikel dan moldic, berlapis baik. Pada sayatan tipis (Lampiran A-5: analisis petrografi)
Lebih terperinciKEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI TUGAS BATUAN KARBONAT Makalah Batuan Karbonat Di Susun Oleh : WA ODE SUWARDI
Lebih terperinciBAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG
BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG 5.1 Metode Penelitian Analisis data dilakukan berdasarkan pengamatan lapangan dan pendekatan petrografi menggunakan mikroskop polarisasi terhadap 27 sampel
Lebih terperinci// - Nikol X - Nikol 1mm
Sampel lain yang mewakili mikrofasies ini adalah D 34 D, merupakan batugamping packstone, klastik, terpilah buruk, kemas terbuka, disusun oleh butiran (50%), terdiri dari fragmen fosil berupa alga, foraminifera
Lebih terperinci01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat
http://disbudparkbb.id/images/potensi/citatah2.jpg 01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat Kerangka Materi Pengertian Batuan Karbonat Manfaat dan Hubungan dengan ilmu geologi yang lain Klasifikasi batuan
Lebih terperinciAdanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA
BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA Lapangan ini berada beberapa kilometer ke arah pantai utara Madura dan merupakan bagian dari North Madura Platform yang membentuk paparan karbonat selama
Lebih terperinciGeologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan
Lebih terperinciSubsatuan Punggungan Homoklin
Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan
Lebih terperinciBAB III Perolehan dan Analisis Data
BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa
Lebih terperinciGeologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (sarjana) sebagai syarat yang harus ditempuh supaya mahasiswa dinyatakan lulus
BAB I PENDAHULUAN Skripsi merupakan tugas akhir mahasiswa program pendidikan strata-1 (sarjana) sebagai syarat yang harus ditempuh supaya mahasiswa dinyatakan lulus dari Jurusan Teknik Geologi Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan sumber daya alam yang terdapat di bumi salah satunya adalah batuan. Menurut Pusat Bahasa Kemdiknas (2008), batuan merupakan mineral atau paduan mineral yang
Lebih terperinciDinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur
Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur Farida Alkatiri 1, Harmansyah 1 Mahasiswa, 1 Abstrak Daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan merupakan lokasi
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah penelitian secara umum tersusun atas bentang alam yang cukup kompleks yaitu, perbukitan, lembah dan dataran rendah. Interval ketinggian
Lebih terperinciBAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS
BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang
Lebih terperinciPENELITIAN PENDAHULUAN BATUAN KARBONAT DI DAERAH BOGOR
ABSTRAK PENELITIAN PENDAHULUAN BATUAN KARBONAT DI DAERAH BOGOR Praptisih 1 dan Kamtono 1 1 Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135 Email: praptie3103@yahoo.com Formasi Bojongmanik
Lebih terperinciBAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG
BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG 4. 1 Latar Belakang Studi Ngrayong merupakan Formasi pada Cekungan Jawa Timur yang masih mengundang perdebatan di kalangan ahli geologi. Perdebatan tersebut menyangkut lingkungan
Lebih terperinciBAB IV FASIES BATUGAMPING
BAB IV FASIES BATUGAMPING 4.1. Pola Fasies Dasar Pola fasies yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan Wilson (1975). Dasar pembagian fasies ini memperhatikan beberapa faktor antara lain:
Lebih terperinciCiri Litologi
Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi
Lebih terperinciBAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN
BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan
Lebih terperinciBAB IV STUDI PASIR NGRAYONG
BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG 4.2 Latar belakang Studi Ngrayong telah lama mengundang perdebatan bagi para geolog yang pernah bekerja di Cekungan Jawa Timur. Perbedaan tersebut adalah mengenai lingkungan
Lebih terperinciStudi Model Reservoir Karbonat Menggunakan Analisa Tipe Batuan
Studi Model Reservoir Karbonat Menggunakan Analisa Tipe Batuan Radyadiarsa Pusat Studi Energi Universitas Padjadjaran Abstrak Lapanqan "W" yang terletak di Cekungan Sumatra Selatan telah terbukti menghasilkan
Lebih terperinciBAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING
BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING 4.1 Diagenesis Batugamping Diagenesis merupakan proses yang terjadi setelah proses sedimentasi pada suatu batuan meliputi proses kimiawi maupun fisika, namun perubahan ini
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar
Lebih terperincibatupasir batulempung Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten.
Batulempung hadir bersama batupasir di bagian atas membentuk struktur perlapisan. Batulempung berwarna abu-abu gelap, bersifat karbonatan. Pada singkapan memiliki tebal 10 50 cm. batupasir batulempung
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari
Lebih terperinciFASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT FORMASI PARIGI DI DAERAH PALIMANAN, CIREBON
FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT FORMASI PARIGI DI DAERAH PALIMANAN, CIREBON Praptisih, M. Safei Siregar, Kamtono, Marfasran Hendrizan dan Purna Sulastya Putra ABSTRAK Batuan karbonat
Lebih terperinci// - Nikol X - Nikol 1mm
S S A B B C Foto 3.14 Satuan breksi vulkanik dengan sisipan batupasir-batulempung. Breksi polimik ( B), Monomik (A) dan litologi batupasir-batulempung (bawah,c) Pengambilan sampel untuk sisipan batupasir
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang
BAB. I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Batuan karbonat adalah semua batuan yang terdiri dari garam karbonat, dalam hal ini CaCO 3 dan MgCO 3. Batuan karbonat memiliki keistimewaan dalam cara terbentuknya,
Lebih terperinciIII.1 Morfologi Daerah Penelitian
TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan
Lebih terperinciFASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT FORMASI PARIGI DI DAERAH PALIMANAN, CIREBON
ISSN 0125-9849, e-issn 2354-6638 Ris.Geo.Tam Vol. 22, No.1, Juni 2012 (33-43) Praptisih., dkk / Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 22 No.1 (2012), 33-43. DOI: /10.14203/risetgeotam2012.v22.56 FASIES DAN
Lebih terperinciBAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU
BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU 4.1 TINJAUAN UMUM Diagenesis merupakan perubahan fisik atau kimia suatu sedimen atau batuan sedimen yang terjadi setelah pengendapan, tidak termasuk proses-proses
Lebih terperinciBatuan Karbonat adalah batuan yang tersusun dari mineral karbonat, yang terutama batugamping dan dolomit yang berpotensi sebagai reservoar.
Ringkasan Batuan Karbonat Batuan Karbonat adalah batuan yang tersusun dari mineral karbonat, yang terutama batugamping dan dolomit yang berpotensi sebagai reservoar. Jenis-jenis mineral karbonat, yaitu:
Lebih terperinciFasies dan Lingkungan Pengendapan Formasi Campurdarat di Daerah Trenggalek-Tulungagung, Jawa Timur
Fasies dan Lingkungan Pengendapan Formasi Campurdarat di Daerah Trenggalek-Tulungagung, Jawa Timur M. Safei Siregar a dan Praptisih a a Pusat Penelitian Geoteknologi, LIPI, Jl. Sangkuriang Bandung 40135
Lebih terperinciBAB 4 Fasies Batugamping Formasi Citarate
BAB 4 Fasies Batugamping Formasi Citarate 4.1 Teori Dasar Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang terususun oleh mineral karbonat sebagai mineral primer. Terbentuknya batuan ini umumnya hasil dari proses
Lebih terperinci: Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit
: 09AS117 : Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit Sayatan batugamping Mudstone, butiran 8%) terdiri dari komponen cangkang biota (85%) berupa foraminifera
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY
Abstrak HUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY Muhamad Rizki Asy ari 1*, Sarju Winardi 1 1 Jurusan
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTERISTIK RESERVOAR KARBONAT. 1. Lingkungan Pengendapan 2. Proses Diagenesa
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTERISTIK RESERVOAR KARBONAT 1. Lingkungan Pengendapan 2. Proses Diagenesa 1. LINGKUNGAN PENGENDAPAN - Mempengaruhi : distribusi dan ukuran pori inisial serta geometri
Lebih terperinciFASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUGAMPING FORMASI PARIGI DI DAERAH PANGKALAN, KARAWANG, JAWA BARAT
Fasies dan lingkungan pengendapan batugamping Formasi Parigi di daerah Pangkalan, Karawang, Jawa Barat (Yogi Fernando, Ildrem Syafri, Moh. Ali Jambak) FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUGAMPING FORMASI
Lebih terperinciLokasi : G.Walang Nama Batuan : Tuf Gelas
LAMPIRAN A ANALISIS PETROGRAFI No. Conto : WLG 03 Satuan Batuan : Tuf Lokasi : G.Walang Nama Batuan : Tuf Gelas Tekstur Butiran Matriks : Terpilah baik, kemas terbuka, menyudut tanggung menyudut, : 22%;
Lebih terperinciBAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian
BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Analisis morfologi yang dilakukan pada daerah penelitian berdasarkan pengamatan tekstur yang tercermin dalam perbedaan ketinggian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karakterisasi Reservoar Batuan Karbonat Formasi Kujung II, Sumur FEP, Lapangan Camar, Cekungan Jawa Timur Utara 1
BAB I PENDAHULUAN Karakterisasi reservoar adalah bentuk usaha dalam menentukan kualitas reservoar (Sudomo, 1998). Kualitas reservoar dikontrol oleh faktor pembentukan batuan karbonat, yaitu tekstur dan
Lebih terperinciBAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT
BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT 4.1 Tinjauan Umum Diagenesis meliputi perubahan fisik atau kimia suatu sedimen atau batuan sedimen yang terjadi setelah pengendapan (tidak termasuk proses-proses
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur
Lebih terperinciUmur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi
3.2.3.3 Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan data analisis mikrofosil pada batupasir (lampiran B), maka diperoleh umur dari Satuan Breksi yaitu N8 (Akhir Miosen Awal) dengan ditemukannya
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung
Lebih terperinciFoto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)
Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Karst Karst berasal dari bahasa Slovenia berarti lahan gersang berbatu. Istilah karst di gunakan untuk mendeskripsikan suatu kawasan atau bentang alam dicirikan dengan
Lebih terperinciLABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA
LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA VII: PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN KARBONAT Asisten Acara: 1 2 3 4 Nama
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,
Lebih terperinciPETROGRAFI BATUAN KARBONAT
PETROGRAFI BATUAN KARBONAT I. PENDAHULUAN Batuan karbonat merupakan batuan yang tersusun dari mineral-mineral garam karbonat yang terbentuk secara kimiawi dalam bentuk larutan, dimana organisme perairan
Lebih terperinciGeologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan
Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Analisa geomorfologi merupakan sebuah tahapan penting dalam penyusunan peta geologi. Hasil dari analisa geomorfologi dapat memudahkan dalam pengerjaan
Lebih terperinciGambar 1.1. Lokasi Penelitian di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Penelitian ini dilakukan di daerah Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Lokasi ini dipilih karena secara geologi lokasi ini sangat menarik. Pada lokasi ini banyak dijumpainya
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT
BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT 4.1 Fasies Turbidit adalah suatu sedimen yang diendapkan oleh mekanisme arus turbid (turbidity current), sedangkan arus turbid itu sendiri adalah suatu arus yang
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA
BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu geologi daerah Ngampel dan sekitarnya. Pembahasan meliputi kondisi geomorfologi, urutan stratigrafi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuan karbonat menyusun 20-25% batuan sedimen dalam sejarah geologi. Batuan karbonat hadir pada Prakambrium sampai Kuarter. Suksesi batuan karbonat pada Prakambrium
Lebih terperinciBAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan
BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis
Lebih terperinciMetamorfisme dan Lingkungan Pengendapan
3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS SEDIMENTASI
BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis urutan vertikal ini dilakukan
Lebih terperinciGeologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /
Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG
BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG 3.1 GEOMORFOLOGI Metode yang dilakukan dalam analisis geomorfologi ini adalah dengan analisa peta topografi dan citra satelit, sehingga didapatkan kelurusan lereng,
Lebih terperinciBatulempung (Gambar 3.20), abu abu kehijauan, lapuk, karbonan, setempat terdapat sisipan karbon yang berwarna hitam, tebal ± 5 30 cm.
Gambar 3.17. Foto singkapan konglomerat, lokasi GGR-9 Gambar 3.18. Foto singkapan konglomerat, menunjukkan fragmen kuarsa dan litik, lokasi GGR-9 Secara megaskopis, ciri litologi batupasir berwarna putih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar belakang penelitian ini secara umum adalah pengintegrasian ilmu dan keterampilan dalam bidang geologi yang didapatkan selama menjadi mahasiswa dan sebagai syarat
Lebih terperinciASSOSIASI FOSIL DAN PALEOEKOLOGI BATUAN KARBONAT FORMASI RAJAMANDALA, PADALARANG, JAWA BARAT
MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014 ASSOSIASI FOSIL DAN PALEOEKOLOGI BATUAN KARBONAT FORMASI RAJAMANDALA, PADALARANG, JAWA BARAT oleh : Moehammad Ali Jambak, Ovinda, Ulam P. Nababan *) *) Dosen Tetap, Prodi
Lebih terperinciBesar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth
3. Batuan Sedimen 3.1 Kejadian Batuan Sedimen Batuan sedimen terbentuk dari bahan yang pernah lepas dan bahan terlarut hasil dari proses mekanis dan kimia dari batuan yang telah ada sebelumnya, dari cangkang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Disebutkan oleh Surono, dkk (1992), penyusun Formasi Wonosari-Punung berupa
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Formasi Wonosari-Punung secara umum tersusun oleh batugamping. Disebutkan oleh Surono, dkk (1992), penyusun Formasi Wonosari-Punung berupa batugamping, batugamping
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi di daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi peta topografi, citra SRTM, citra DEM,
Lebih terperinciBAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG
BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG 4.1 Teori Dasar Batuan karbonat merupakan batuan yang komponen penyusunan mineralnya berupa mineral karbonat. Pembentukan mineral karbonat ditentukan oleh beberapa
Lebih terperinciKARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO
KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO Sifat Umum Lumpur Sidoarjo merupakan lumpur yang keluar dari perut bumi, berasal dari bagian sedimentasi formasi Kujung, formasi Kalibeng dan formasi Pucangan. Sedimen formasi
Lebih terperinciUmur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)
Lebih terperinciBAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan
BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Metoda yang dilakukan dalam analisis geomorfologi adalah dengan analisis citra SRTM dan analisis peta topografi, sehingga didapatkan kelurusan lereng,
Lebih terperinciGambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)
STRATIGRAFI CEKUNGAN JAWA BARAT BAGIAN UTARA Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara mempunyai kisaran umur dari kala Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen Tengah, yaitu pada Formasi
Lebih terperinciBAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR
BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR 4.1 Pendahuluan Kajian terhadap siklus sedimentasi pada Satuan Batupasir dilakukan dengan analisis urutan secara vertikal terhadap singkapan yang mewakili
Lebih terperincidan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).
dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut
Lebih terperinciFoto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli
Lokasi pengamatan singkapan atupasir sisipan batulempung karbonan adalah pada lokasi GD-4 ( Foto 3.21) di daerah Gandasoli. Singkapan ini tersingkap pada salah satu sisi sungai. Kondisi singkapan segar.
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN PUSTAKA
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3. 1. Definisi Batuan Karbonat Batuan karbonat adalah batuan yang mempunyai kandungan material karbonat lebih dari 50 % dan tersusun atas partikel karbonat klastik yang tersemenkan
Lebih terperinciBAB V KARAKTERISASI REKAHAN DI FASIES BATUGAMPING
BAB V KARAKTERISASI REKAHAN DI FASIES BATUGAMPING 5.1 Pendahuluan Rekahan dapat menjadi faktor utama dalam penyebaran porositas dalam batugamping. Rekahan di batugamping dapat ditemui dalam jenjang skala
Lebih terperinciMikrofasies dan Diagenesa Batugamping Formasi Klapanunggal Daerah Cileungsi, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Mikrofasies dan Diagenesa Batugamping Formasi Klapanunggal Daerah Cileungsi, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Reghina Karyadi 1) Abdurrokhim 1) Lili Fauzielly 1) Program Studi
Lebih terperinciFoto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir).
Apabila diperhatikan, hasil analisis petrografi dari sayatan batupasir kasar dan sayatan matriks breksi diperoleh penamaan yang sama. Hal ini diperkirakan terjadi karena yang menjadi matriks pada breksi
Lebih terperinciANALISIS FACIES DAN SEJARAH DIAGENESA BATUAN KARBONAT FORMASI RAJAMANDALA, PADALARANG, JAWA BARAT
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014 ANALISIS FACIES DAN SEJARAH DIAGENESA BATUAN KARBONAT FORMASI RAJAMANDALA, PADALARANG, JAWA BARAT Oleh : Moehammad Ali Jambak Teknik Geologi
Lebih terperinciGeologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /
BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi pada peta topografi, citra
Lebih terperinciBAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN
BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN 5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses
Lebih terperinciOleh : Sigit Maryanto. Pusat Survei Geologi, Badan Geologi Jl. Diponegoro No. 57 Bandung,
SEDIMENTOLOGI BATUGAMPING FORMASI JONGGRANGAN DI SEPANJANG LINTASAN GUA KISKENDO, GIRIMULYO, KULONPROGO THE SEDIMENTOLOGY OF LIMESTONE FROM THE JONGGRANGAN FORMATION ALONG THE KISKENDO CAVE SECTION, GIRIMULYO,
Lebih terperinci