BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG
|
|
- Handoko Lie
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG 5.1 Metode Penelitian Analisis data dilakukan berdasarkan pengamatan lapangan dan pendekatan petrografi menggunakan mikroskop polarisasi terhadap 27 sampel batuan yang berasal dari Bukit Cilumbayan. Seluruh sayatan diberi blue dye untuk menentukan jenis porositas & kelimpahan. Sebanyak 15 sayatan diberi alizarin red-s yang diberi tambahan potasium ferosianida untuk membedakan dolomit non-fe (tidak bewarna), dolomit Fe (biru kehijauan), kalsit non-fe (merah muda) dan kalsit Fe (ungu kebiruan). Analisis yang dilakukan mencakup identifikasi butiran (cangkang fosil, fragmen litik, dll), matriks, bentuk dan jenis semen, penamaan batuan, porositas primer dan sekunder serta identifikasi produk diagenesis yang hadir. Penamaan batuan mengacu pada klasifikasi Dunham (1962) sedangkan identifikasi jenis, bentuk dan ukuran porositas mengacu pada klasifikasi Choquette dan Pray (1970). Semua hasil analisis yang diperoleh dihubungkan dengan lingkungan diagenesis menurut Tucker dan Wright (1990) dan stadium diagenesis menurut Longman (1980). 5.2 Analisis Data Analisis yang dilakukan mencakup analisis litofasies dan analisis produk diagenesis. Analisis litofasies bertujuan untuk mengetahui nama batuan dan analisis produk diagenesis digunakan untuk menentukan lingkungan dan stadium diagenesis (Tabel 5.1, Tabel 5.2, Tabel 5.3 dan Tabel 5.4). Seluruh hasil deksripsi analisis litofasies dapat dilihat pada lampiran A2. 56
2 57 Tabel 5.1 Data pengamatan terhadap 7 sampel sayatan Batugamping stained. No. Sampel Nama Batuan C12.11 Packstone C12.10 Packstone C13.2 Boundstone C13.1 Boundstone C11.4 Boundstone C11.3 Boundstone C11.2 Boundstone Butiran koral, foraminifera dan mineral opak alga dan mineral opak bivalvia dan mineral opak bivalvia dan mineral opak alga dan mineral opak alga dan mineral opak alga, dan mineral opak Bentuk Semen Semen Jenis Semen Stilolit (/T) blocky 1. kalsit non-fe fibrous blocky rhombic fibrous rhombic fibrous 2. kalsit Fe 2. kalsit Fe 2. kalsit Fe, 3. dolomit non-fe 2. kalsit Fe 2. kalsit Fe, 3. dolomit non-fe 2. kalsit Fe T (%); Jenis Porositas (10%); vug dan (15%); dan vug (15%); moldic, dan vug (10%);, moldic dan vug (10%); moldic dan (5%); moldic dan vug (10%); dan vug Proses Diagenesis mikrobial, disolusi, neomorfisme dan kompaksi mikrobial, disolusi, neomorfisme dan kompaksi mikrobial, disolusi, neomorfisme dan kompaksi mikrobial, disolusi, neomorfisme dan dolomitisasi mikrobial, disolusi, neomorfisme dan kompaksi mikrobial, disolusi, neomorfisme, dolomitisasi dan kompaksi mikrobial, disolusi, neomorfisme dan kompaksi 57
3 58 Tabel 5.2 Data pengamatan terhadap 8 sampel sayatan Batugamping stained. No. Sampel Nama Batuan C11.1 Wackestone C11.7 Boundstone C11.9 Packstone C11.10 Boundstone C11.11 Boundstone C11.12 Wackestone C4.4 Wackestone Butiran foraminifera, bivalvia, koral dan mineral opak alga dan mineral opak foraminifera, koral, alga dan mineral opak alga, bivalvia dan mineral opak alga dan mineral opak alga, bivalvia dan mineral opak bivalvia dan mineral opak Bentuk Semen rhombic fibrous blocky, fibrous dan rhombic blocky fibrous fibrous fibrous Semen Stained Jenis Semen 2. kalsit Fe, 3. dolomit non-fe 2. kalsit Fe 2. kalsit Fe, 3. dolomit non-fe 2. kalsit Fe 2. kalsit Fe 2. kalsit Fe 2. kalsit Fe Stilolit (/T) T T T (%); Jenis Porositas (15%);, moldic dan vug (5%); dan moldic (5%); moldic dan (5%); moldic dan (10%); vug, dan moldic (10%); moldic dan (10%); moldic dan Proses Diagenesis disolusi, neomorfisme dan dolomitisasi disolusi, neomorfisme dan kompaksi disolusi, neomorfisme, dolomitisasi dan kompaksi disolusi dan neomorfisme disolusi, neomorfisme dan kompaksi disolusi, neomorfisme dan kompaksi disolusi dan neomorfisme C11.13 Packstone alga, bivalvia dan mineral opak blocky, fibrous dan rhombic 2. kalsit Fe, 3. dolomit non-fe (5%); moldic dan vug disolusi, neomorfisme, dolomitisasi dan kompaksi 58
4 59 Tabel 5.3 Data pengamatan terhadap 5 sampel sayatan Batugamping unstained. No. Sampel Nama Batuan C12.8 Boundstone C12.6 Boundstone C12.5 Boundstone C12.4 Mudstone C11.8 Mudstone Butiran foraminifera, koral dan mineral opak foraminifera, koral dan mineral opak koral, foraminifera dan mineral opak foraminifera dan mineral opak foraminifera dan mineral opak Bentuk Semen Semen Unstained Jenis Semen Stilolit (/T) blocky kalsit blocky kalsit T rhombic kalsit dan dolomit blocky kalsit T rhombic kalsit dan dolomit T T (%); Jenis Porositas Proses Diagenesis (5%); moldicdan (5%) moldic dan (10 %) moldic dan (5%) moldic dan (10%) dan vug mikrobial, disolusi, neomorfisme dan kompaksi mikrobial, disolusi dan neomorfisme mikrobial, disolusi, neomorfisme dan dolomitisasi mikrobial, disolusi dan neomorfisme mikrobial, disolusi, neomorfisme dan dolomitisasi 59
5 60 Tabel 5.4 Data pengamatan terhadap 7 sampel sayatan Batugamping unstained. No. Sampel Nama Batuan C11.15 Wackestone C12.2 Packstone C12.1 Boundstone C13.5 Wackestone C11.17 Packstone C11.14 Boundstone C11.18 Packstone Butiran foraminifera, alga dan mineral opak foraminifera, alga, koral dan mineral opak foraminifera, koral dan mineral opak foraminifera, alga dan mineral opak foraminifera, alga dan mineral opak foraminifera, alga, koral dan mineral opak foraminifera, koral dan mineral opak Bentuk Semen rhombic Unstained Semen Jenis Semen kalsit dan dolomit Stilolit (/T) blocky kalsit blocky kalsit T blocky kalsit T fibrous blocky, fibrous dan rhombic rhombic kalsit kalsit dan dolomit kalsit dan dolomit T T T (%); Jenis Porositas (5%) moldic dan. (10%) moldic dan (5%) moldic dan (5%) moldic dan (10%) moldic dan (10%) moldic dan. (10%) moldic dan vug Proses Diagenesis disolusi, neomorfisme, dolomitisasi dan kompaksi disolusi, neomorfisme dan kompaksi disolusi dan neomorfisme disolusi dan neomorfisme disolusi dan neomorfisme disolusi, neomorfisme dan dolomitisasi disolusi, neomorfisme dan dolomitisasi 60
6 5.2.1 Analisis Litofasies Jenis fasies batuan yang ditemukan di daerah penelitian berdasarkan analisis petrografi dan pengamatan di lapangan yaitu boundstone, packstone, wackestone dan mudstone Boundstone Gambar 5.1 Sayatan tipis boundstone nomor sampel C11.2. Batuan ini (Gambar 5.1) memperlihatkan struktur tumbuh pada koral, mempunyai komposisi yang terdiri dari fragmen fosil (60%) berupa koral (A3, A4), alga, foraminifera dan moluska; detritus yang terdiri dari mineral opak (E7). Matriks (20%) berupa mikrokristalin kalsit yang telah berubah menjadi dolomit, semen (10%) hadir mengisi rongga fosil terutama pada koral dan foraminifera berupa kalsit non-fe (B4) dan kalsit Fe dengan bentuk fibrous dan blocky yang berukuran mikrospar dan spar. Porositas (10%) hadir berupa moldic, vugs, dan. Proses diagenesis yang terjadi yaitu sementasi (B3), mikritisasi mikrobial (C3), neomorfisme, pelarutan, dolomitisasi dan kompaksi. 61
7 Koral, berbentuk utuh, memperlihatkan struktur tumbuh, rongga terisi oleh semen mikrospar-spar, Alga, berbentuk pecahan memanjang, sebagian besar tergantikan oleh kalsit dengan besar kristal seragam, Foraminifera, terdiri dari foraminifera besar (Lepidocyclina sp.) dan foraminifera kecil (Orbulina sp.), utuh dan pecah-pecah, pada umumnya dilingkupi oleh mikrokristalin kalsit, kamar dalam terisi oleh semen kalsit, Moluska, berupa bivalvia berbentuk pecahan, pada umumnya dilingkupi oleh mikrit, kamar dalam terisi oleh semen kalsit, Mineral opak, berupa pirit, membundar halus, umumnya tersebar bersama matriks dan mengisi, Matriks Lumpur Karbonat, hadir mengikat butiran, bewarna coklat keruh, mulai terekristalisasi menjadi mikrokristalin kalsit (mikrit), Semen, berupa kalsit yang berbentuk fibrous dan blocky, berukuran mikrospar dan spar; dan dolomit yang berbentuk rhombic; melingkupi pecahan biota dan mengisi rongga Packstone Batuan ini (Gambar 5.2) memiliki tekstur klastik, terpilah buruk, kemas tertutup, stilolit (E5, E7), mempunyai komposisi yang terdiri dari fragmen fosil (total 75%) berupa foraminifera (B7, A6), koral (B4, C4), alga, moluska; detritus (3%) yang terdiri dari mineral opak. Matriks (total 10%) berupa mikrokristalin kalsit (C1), semen (10%) hadir mengisi rongga fosil terutama pada koral dan foraminifera berupa kalsit non-fe (D4) dan kalsit Fe dengan bentuk fibrous dan blocky yang berukuran mikrospar dan spar serta dolomit. Porositas (5%) berupa moldic, vugs, dan. Proses diagenesis yang hadir yaitu sementasi (C2), kompaksi (D6), mikritisasi mikrobial, disolusi, neomorfisme dan dolomitisasi. 62
8 Gambar 5.2 Sayatan tipis packstone nomor sampel C Foraminifera, terdiri dari foraminifera besar (Lepidocyclina sp.,) dan foraminifera kecil (Praeorbulina sp., Globigerina sp. dan Triloculina sp.), utuh pada umumnya dilingkupi oleh mikrokristalin kalsit, kamar dalam terisi oleh semen kalsit, Koral, berbentuk pecah-pecah, rongga terisi oleh semen mikrospar-spar, Alga, berbentuk pecahan memanjang, sebagian besar tergantikan oleh kalsit dengan besar kristal seragam, Moluska, berupa bivalvia, berbentuk pecahan, pada umumnya dilingkupi oleh mikrit, kamar dalam terisi oleh semen kalsit. Mineral Opak, berupa pirit, berbentuk membutir, berukuran 0,05 mm - 0,1 mm, terdapat di antara matriks dan cangkang dan stilolit, Matriks Lumpur Karbonat, hadir mengikat butiran, bewarna coklat keruh, mulai terekristalisasi menjadi mikrokristalin kalsit, 63
9 Semen, berupa kalsit (kalsit non-fe dan kalsit Fe) yang berbentuk fibrous berukuran mikrospar dan spar; dan dolomit yang berbentuk rhombic; melingkupi pecahan biota dan mengisi rongga Wackestone Gambar 5.3 Sayatan tipis wackestone nomor sampel C11.1. Batuan ini (Gambar 5.3) memiliki tekstur klastik, terpilah buruk, kemas terbuka, mempunyai komposisi yang terdiri dari fragmen fosil (30%) berupa foraminifera (D2, D7), koral, alga (C4) dan moluska (C6). Di beberapa sampel terdapat mineral opak (E8) berupa pirit yang mengisi. Matriks (total 45%) berupa mikrokristalin kalsit (A6), semen (10%) hadir mengisi rongga fosil terutama pada koral dan foraminifera berupa kalsit non-fe (C3) dan kalsit Fe (D2) dengan bentuk fibrous dan blocky yang berukuran mikrospar dan spar serta dolomit. Porositas (15%) berupa moldic, vugs, dan. Proses Diagenesis yang hadir yaitu sementasi (B2), disolusi (B5), mikritisasi mikrobial, neomorfisme, dan dolomitisasi. 64
10 Foraminifera, terdiri dari foraminifera besar (Lepidocyclina sp., Operculina sp.dan Miogypsina sp., Amphistegina sp.) dan foraminifera kecil (Praeorbulina sp., Globigerina sp. dan Triloculina sp.), utuh pada umumnya dilingkupi oleh mikrokristalin kalsit, kamar dalam terisi oleh semen kalsit, Koral, berbentuk pecah-pecah, rongga terisi oleh semen mikrospar-spar, Alga, berbentuk pecahan memanjang, sebagian tergantikan oleh kalsit dengan besar kristal seragam, Moluska, berupa bivalvia, berbentuk pecahan, pada umumnya dilingkupi oleh mikrit, kamar dalam terisi oleh semen kalsit. Mineral Opak, berupa pirit, berbentuk membutir, berukuran 0,01 mm - 0,1 mm, terdapat di antara matriks, cangkang dan stilolit, Matriks Lumpur Karbonat, hadir mengikat butiran, bewarna coklat keruh, terekristalisasi menjadi mikrokristalin kalsit, Semen, berupa kalsit yang berbentuk fibrous, berukuran mikrospar; dan dolomit yang berbentuk rhombic; melingkupi pecahan biota dan mengisi rongga Mudstone Gambar 5.4 Sayatan tipis Mudstone nomor sampel C
11 Batuan ini (Gambar 5.4) memiliki tekstur klastik, terpilah buruk, kemas terbuka, mempunyai komposisi yang terdiri dari fragmen fosil (7%) berupa foraminifera (D3); detritus (3%) yang terdiri dari mineral opak (A4, B5). Matriks (70%) berupa mikrokristalin kalsit (C4, D5), semen (15%) hadir mengisi rongga fosil terutama pada foraminifera berupa kalsit (D3) dengan bentuk blocky yang berukuran mikrospar dan spar yang sebagian kecil telah terubah menjadi dolomit. Porositas (5%) berupa vugs dan. Proses diagenesis yang hadir yaitu sementasi (D2), neomorfisme (C4) dan disolusi (D2). Foraminifera, terdiri dari foraminifera besar dan foraminifera kecil, utuh, kamar dalam terisi oleh semen kalsit, Mineral opak, berupa pirit, membundar halus, umumnya tersebar bersama matriks, Matriks Lumpur Karbonat, bewarna coklat keruh, mulai terekristalisasi menjadi mikrokristalin kalsit (mikrit), Semen, berupa kalsit yang berbentuk blocky, berukuran spar dan dolomit yang berbentuk rhombic; melingkupi pecahan biota dan mengisi rongga Analisis Produk Diagenesis Berdasarkan pengamatan petrografi maka diketahui bahwa produk diagenesis yang terjadi adalah mikritisasi mikrobial, dolomitisasi, sementasi, pelarutan, neomorfisme dan kompaksi Mikritisasi mikrobial Mikritisasi mikrobial merupakan hasil dari proses diagenesis yang terjadi pada tahap awal di lingkungan marine phreatic (Longman, 1980). Produk ini terlihat hampir pada semua sayatan. Mikritisasi mikrobial membentuk selaput mikrit (micritic envelopes) akibat organisme pembor yang melubangi bagian pinggir cangkang fosil yang kemudian terisi oleh mikrit (Gambar 5.5). Selaput tersebut lebih resisten terhadap perubahan kondisi lingkungan sehingga pada saat cangkang yang berkomposisi aragonit atau Mg-kalsit terlarutan, selaput tersebut tetap melindungi cangkang. Bagian cangkang yang telah terlarut apabila tidak terisi akan menghasilkan porositas moldic. 66
12 Gambar 5.5 Mikritisasi mikrobial pada Triloculina sp. (D5) nomor sampel C Dolomitisasi Dolomitisasi menghasilkan mineral dolomit yang menggantikan mineral kalsit. Akibat adanya pergantian tersebut menyebabkan pembentukkan porositas interkristalin karena kristal kalsit memiliki volume lebih besar dibanding dolomit menyebabkan terbentuknya rongga-rongga kosong di antara kristal kalsit. Model pembentukkan dolomit yang umum digunakan menurut Morrow (1982) yaitu model mixed-water atau mixing zone yang dicirikan oleh dolomit non-fe dengan besar kristal sedang ( mikron) dan model burial compaction yang dicirikan oleh dolomit Fe dengan besar kristal kasar mencapai ukuran millimeter sampai sentimeter. Pada sebagian sampel sayatan mengalami proses dolomitisasi dengan besar kristal sedang dan bersifat non-fe. Pada Gambar 5.6, proses dolomitisasi terjadi pada nomor sampel C11.10 yang dicirikan oleh mineral berbentuk rhombic dan tidak bewarna. Apabila dihubungkan dengan model pembentukan dolomit 67
13 menurut Morrow (1982) maka diperkirakan bahwa pembentukkan dolomit terjadi di lingkungan diagenesis mixing zone. Gambar 5.6 Proses dolomitisasi (C2) yang terjadi pada nomor sampel C Sementasi Terdapat dua jenis semen yang hadir pada sampel sayatan yang diteliti yaitu: semen fibrous dan semen blocky (Gambar 5.7). Semen fibrous ditemukan dibeberapa sampel sayatan. Jenis semen fibrous terbentuk pada lingkungan diagenesis active marine phreatic (Scholle dan Ulmer-Scholle, 2003). Semen lain yang ditemukan pada sampel sayatan yaitu semen blocky atau disebut juga equant berkomposisi kalsit. Jenis semen blocky dapat terbentuk pada lingkungan diagenesis meteoric phreatic (Longman, 1980) dan lingkungan burial (Tucker dan Wright, 1990). Pada sayatan C11.2 (Gambar 5.7) terlihat adanya dua kali pembentukkan semen blocky. Tahap yang pertama berupa pengisian yang terjadi pada koral dan tahap kedua berupa pengisian pada porositas vug. 68
14 Gambar 5.7 Semen fibrous (B4) pada nomor sampel C11.17 (kiri) dan semen blocky (D3) pada nomor sampel C11.2 (kanan) Pelarutan Pelarutan terjadi apabila terjadi perbedaan lingkungan diagenesis menyebabkan mineral yang tidak stabil larut dan membentuk mineral lain yang stabil pada kondisi lingkungan yang baru. Pada sampel sayatan yang dianalisis terjadi dua kali proses pelarutan (Gambar 5.8). Proses pelarutan pertama menghasilkan porositas moldic yang terjadi pada lingkungan diagenesis marine phreatic-meteoric phreatic. Pelarutan kedua ditandai oleh pelarutan lanjut membentuk rongga yang lebih besar (vug). Porositas ini memotong butiran dan semen yang ada. Pelarutan ini terjadi pada lingkungan meteoric vadose. 69
15 Gambar 5.8 Pelarutan pertama menghasilkan porositas moldic (D2) pada sampel C4.4 (kiri) dan pelarutan kedua berupa vug (B7) yang memotong butiran dan semen terdapat pada sampel C11.3 (kanan) Neomorfisme Proses ini menghasilkan neomorfisme beragradasi yaitu rekristalisasi mikrit menjadi kristal-kristal yang lebih besar yaitu mikrospar dan spar (Gambar 5.9). Kristal-kristal yang terbentuk memiliki kenampakkan yang lebih keruh daripada semen mikrospar dan spar biasa. Hal ini disebabkan kristal-kristal tersebut berasal dari rekristalisasi mikrit yang berasal dari lumpur karbonat. Proses ini terdapat diseluruh sampel sayatan. Proses neomorfisme terjadi pada lingkungan meteoric phreatic sebagai akibat dari dissolution-reprecipitation yang disebut proses basah (Longman, 1980). Tucker dan Wright (1980) menyatakan bahwa neomorfisme terjadi pada lingkungan diagenesis meteoric phreatic dan dapat pula lingkungan burial. 70
16 Gambar 5.9 Neomorfisme (D6) pada nomor sampel C11.15 yaitu terjadi rekristalisasi dari mikrit menjadi spari kalsit Kompaksi Gambar 5.10 Kompaksi mekanik (C4, E5) terjadi pada nomor sampel (C4.4) (kiri) dan kompaksi kimia (B5, A3) yang terjadi pada nomor sampel C11.3 (kanan). 71
17 Pada sebagian besar contoh sayatan terlihat adanya gejala kompaksi mekanik dan kompaksi kimia (Gambar 5.10). Kompaksi mekanik menyebabkan terjadinya perubahan bentuk butir, retakan di dalam butir, cangkang yang terpecah-pecah serta penurunan porositas. Kompaksi kimia disebabkan oleh peningkatan tekanan pembebanan menyebabkan antarbutir bersentuhan dan larut (pressure dissolution) menghasilkan stilolit. Struktur kompaksi ini membutuhkan penimbunan sedalam ratusan hingga ribuan meter. 5.3 Analisis Diagenesis Batugamping Formasi Cimapag Fasies Batugamping Formasi Cimapag Fasies yang ditemukan pada batugamping Formasi Cimapag berdasarkan pengamatan petrografi dan lapangan yaitu boundstone, packstone, wackestone dan mudstone. Fasies boundstone diendapkan pada inti terumbu yang dibangun oleh koral. Bagian terumbu ini memiliki morfologi yang lebih tinggi diakibatkan oleh pertumbuhan koral menyebabkan bagian ini rentan terhadap pengaruh air meteorik yang merupakan faktor utama penyebab pelarutan. Proses ini dapat menghasilkan terbentuknya porositas vug. Packstone, wackestone dan mudstone diperkirakan sebagai kantung-kantung dari fasies boundstone sehingga masih bagian dari inti terumbu. Hal ini disebabkan kehadiran porositas vug pada sayatan packstone, wackestone dan mudstone serta hadirnya fragmen koral yang hampir dominan pada sayatan tersebut Lingkungan Diagenesis Batugamping Formasi Cimapag Berdasarkan pengamatan terhadap produk diagenesis yang hadir maka dapat ditentukan lingkungan diagenesis pada batugamping Formasi Cimapag, meliputi lingkungan marine phreatic, mixing zone, meteoric phreatic, meteoric vadose dan burial. Lingkungan diagenesis marine phreatic ditandai dengan adanya selaput mikrit (micritic envelope) akibat aktivitas organisme pembor dan semen fibrous pada foraminera planktonik. Proses dolomitisasi yang menghasilkan mineral dolomit non-ferroan sebagai pengganti mineral kalsit terjadi pada lingkungan 72
18 mixing zone. Lingkungan diagenesis meteoric phreatic ditandai oleh sementasi kalsit blocky pada rongga koral, foraminifera dan bivalvia; neomorfisme mikrit menjadi mikrospar dan spar serta terbentuknya porositas moldic akibat pelarutan dari cangkang koral, alga, foraminifera dan moluska. Hadirnya porositas vug mengindikasikan lingkungan meteoric vadose. Lingkungan diagenesis burial ditunjukkan oleh adanya stilolit yang merupakan hasil dari kompaksi kimia Tahapan Diagenesis Batugamping Formasi Cimapag. Tahapan diagenesis suatu batuan karbonat dapat ditentukan apabila produk diagenesis yang hadir dapat dikenali dan dibedakan secara jelas. Tahapan ini digunakan untuk menentukan kecenderungan porositas suatu batuan karbonat. Tahapan diagenesis (Longman, 1980) pada daerah penelitian berdasarkan hasil analisis petrografi yaitu Tahap 1, 2, 3, 5, 6, 7 dan 8. Tahap 4 tidak terjadi karena tidak ditemukannya kalsit berbentuk bladed yang merupakan penciri dari tahap ini. - Tahap 1 Tahap 1 merupakan tahap pengendapan awal dari sedimen karbonat di lingkungan laut dangkal. - Tahap 2 Tahap 2 mewakili tahap awal dari diagenesis yang terjadi setelah pengendapan pada lingkungan stagnant marine phreatic. Tahap ini ditandai oleh mikritisasi mikrobial menghasilkan selaput mikrit (micritic envelope) oleh organisme pembor. - Tahap 3 Tahap 3 terjadi pada lingkungan active marine phreatic yang dicirikan oleh adanya sementasi intergranular oleh aragonit berserabut (fibrous). Semen yang terjadi berbentuk isopachous rims pada foraminifera planktonik. 73
19 - Tahap 5 Tahap 5 merupakan tahap diagenesis yang terjadi pada lingkungan meteoric phreatic. Tahap ini ditandai dengan hadirnya porositas moldic akibat proses pencucian menyebabkan porositas meningkat. - Tahap 6 Tahap ini ditandai oleh proses sementasi porositas moldic dan rekristalisasi mikrit menjadi mikrospar. Porositas berkurang akibat proses sementasi dan neomorfisme yang berlangsung intensif. - Tahap 7 Tahap 7 terjadi ketika batuan karbonat terangkat menuju lingkungan freshwater vadose. Tahap ini ditandai dengan porositas vug yang memotong butiran dan semen. - Tahap 8 Tahap ini ditandai oleh porositas vug yang terbentuk terisi oleh semen kalsit equant/blocky menyebabkan porositas yang dihasilkan berkurang. 5.4 Sejarah Diagenesis Batugamping Formasi Cimapag Urutan perubahan lingkungan diagenesis yang terjadi pada batugamping Formasi Cimapag di daerah penelitian yaitu lingkungan diagenesis marine phreatic, burial, mixing zone, meteoric phreatic, meteoric vadose dan meteoric phreatic. Sejarah lingkungan diagenesis diawali pada lingkungan marine phreatic. Hal ini ditandai dengan kehadiran produk diagenesis tahap 1 dan 2 yaitu proses mikritisasi mikrobial yang menghasilkan selaput mikrit (micritic envelope) dan tahap 3 yang ditandai oleh sementasi intergranular pada cangkang foraminifera planktonik oleh semen aragonit yang berbentuk fibrous. Kemudian terjadi pengendapan satuan batuan yang lebih muda menyebabkan Satuan Batugamping memasuki lingkungan burial yang ditandai dengan kehadiran stilolit. 74
20 Setelah itu batugamping pada daerah penelitian mengalami proses pengangkatan sampai ke lingkungan mixing zone. Hal ini ditandai oleh adanya mineral dolomit non-ferroan dengan ukuran kristal halus-sedang. Jumlah dolomit yang tidak begitu dominan menunjukkan bahwa proses diagenesis tidak berlangsung lama pada lingkungan ini. Proses tektonik terus berlangsung menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan diagenesis menjadi meteoric phreatic. Hal ini ditandai oleh terbentuknya porositas moldic, terisinya porositas moldic oleh semen kalsit blocky, dan neomorfisme mikrit menjadi mikrospar yang merupakan ciri dari stadium 5 dan 6. Proses pengangkatan yang terjadi diperkirakan berlangsung pada pasca Miosen Awal atau selama Pliosen Awal (Sujatmiko dan Santosa, 1992). Akibat proses tektonik kompresi yang intensif menyebabkan terangkatnya Batugamping Formasi Cimapag di daerah penelitian menuju lingkungan meteoric vadose yang merupakan penciri dari tahap 7. Perubahan lingkungan diagenesis dimana terjadi kontak langsung dengan air hujan yang tidak jenuh CaCO 3 menyebabkan proses pelarutan berlangsung intensif menghasilkan porositas sekunder yaitu vug. Setelah itu terjadi perubahan lingkungan diagenesis dari meteoric vadose menjadi meteoric phreatic yang dicirikan oleh terisinya porositas vug oleh semen kalsit blocky yang merupakan ciri dari tahap 7 menjadi tahap 8. Menurut Choquette dan Pray (1970) berdasarkan waktu terjadinya diagenesis maka proses diagenesis pada daerah penelitian yaitu (a) tahap eogenetik yang terjadi dekat permukaan, (b) tahap mesogenetik yaitu diagenesis pada lingkungan burial, dan (c) tahap telogenetik yang terjadi setelah pengangkatan. 75
21 Skema perjalanan diagenesis Batugamping Formasi Cimapag di daerah penelitian dapat diamati pada gambar di bawah ini: Gambar 5.11 Skema sejarah diagenesis yang terjadi pada daerah penelitian (modifikasi dari Tucker, 1991). 76
BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING
BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING 4.1 Diagenesis Batugamping Diagenesis merupakan proses yang terjadi setelah proses sedimentasi pada suatu batuan meliputi proses kimiawi maupun fisika, namun perubahan ini
Lebih terperinciBAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT
BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT 4.1 Tinjauan Umum Diagenesis meliputi perubahan fisik atau kimia suatu sedimen atau batuan sedimen yang terjadi setelah pengendapan (tidak termasuk proses-proses
Lebih terperinciBAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU
BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU 4.1 TINJAUAN UMUM Diagenesis merupakan perubahan fisik atau kimia suatu sedimen atau batuan sedimen yang terjadi setelah pengendapan, tidak termasuk proses-proses
Lebih terperinci// - Nikol X - Nikol 1mm
Sampel lain yang mewakili mikrofasies ini adalah D 34 D, merupakan batugamping packstone, klastik, terpilah buruk, kemas terbuka, disusun oleh butiran (50%), terdiri dari fragmen fosil berupa alga, foraminifera
Lebih terperinciFoto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis.
besar Lepidocyclina spp., Amphistegina spp., Cycloclypeus spp., sedikit alga, porositas buruk berupa interpartikel, intrapartikel dan moldic, berlapis baik. Pada sayatan tipis (Lampiran A-5: analisis petrografi)
Lebih terperinci4.4.1 Proses dan Produk Diagenesa Proses Mikritisasi Mikrobial
terangkat ke permukaan. Iklim juga memegang peranan penting dalam proses diagenesa. Pada iklim kering, sementasi di lingkungan air tawar kemungkinan akan terbatas dari porositas primer akan terawetkan.
Lebih terperinciBAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT
BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT Satuan batugamping Gunung Sekerat tersingkap dengan baik, dengan penyebaran kurang lebih 10% dari luas daerah penelitian, dalam Peta Geologi (Lampiran G-3) satuan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY
Abstrak HUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY Muhamad Rizki Asy ari 1*, Sarju Winardi 1 1 Jurusan
Lebih terperinciAdanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides
Lebih terperinciUmur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi
3.2.3.3 Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan data analisis mikrofosil pada batupasir (lampiran B), maka diperoleh umur dari Satuan Breksi yaitu N8 (Akhir Miosen Awal) dengan ditemukannya
Lebih terperinciBAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN
BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN Fasies adalah suatu tubuh batuan yang dicirikan oleh kombinasi ciri litologi, ciri fisik dan biologi yang membedakannya dengan tubuh batuan yang berdekatan (Walker,
Lebih terperinci: Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit
: 09AS117 : Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit Sayatan batugamping Mudstone, butiran 8%) terdiri dari komponen cangkang biota (85%) berupa foraminifera
Lebih terperinciBAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING
BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING IV.1 Pendahuluan Batuan Karbonat Klastik Terrigenous Sedimen yang global dan tak terbatas dengan iklim. Suplai sedimen berasal dari kontinen dan laut. Ukuran dari butiran
Lebih terperinciBAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG
BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG 5.1 Dasar Teori Secara umum batu gamping merupakan batuan sedimen yang tersusun oleh satu mineral yaitu Kalsium Karbonat (CaCO 3 ), namun terdapat pula sedikit
Lebih terperinciSubsatuan Punggungan Homoklin
Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan
Lebih terperinciStudi Model Reservoir Karbonat Menggunakan Analisa Tipe Batuan
Studi Model Reservoir Karbonat Menggunakan Analisa Tipe Batuan Radyadiarsa Pusat Studi Energi Universitas Padjadjaran Abstrak Lapanqan "W" yang terletak di Cekungan Sumatra Selatan telah terbukti menghasilkan
Lebih terperinci// - Nikol X - Nikol 1mm
S S A B B C Foto 3.14 Satuan breksi vulkanik dengan sisipan batupasir-batulempung. Breksi polimik ( B), Monomik (A) dan litologi batupasir-batulempung (bawah,c) Pengambilan sampel untuk sisipan batupasir
Lebih terperinciMikrofasies dan Diagenesa Batugamping Formasi Klapanunggal Daerah Cileungsi, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Mikrofasies dan Diagenesa Batugamping Formasi Klapanunggal Daerah Cileungsi, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Reghina Karyadi 1) Abdurrokhim 1) Lili Fauzielly 1) Program Studi
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan
Lebih terperinciLokasi : G.Walang Nama Batuan : Tuf Gelas
LAMPIRAN A ANALISIS PETROGRAFI No. Conto : WLG 03 Satuan Batuan : Tuf Lokasi : G.Walang Nama Batuan : Tuf Gelas Tekstur Butiran Matriks : Terpilah baik, kemas terbuka, menyudut tanggung menyudut, : 22%;
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar
Lebih terperinciCiri Litologi
Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi
Lebih terperinciBAB IV FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN
BAB IV FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN Menurut Fahrudi (2004), lingkungan pengendapan dari hasil analisis fasies batugamping meliputi Reef Slope, Reef Framework, dan Proximal Talus. Fahrudi (2004)
Lebih terperinciBAB III Perolehan dan Analisis Data
BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA
BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA Lapangan ini berada beberapa kilometer ke arah pantai utara Madura dan merupakan bagian dari North Madura Platform yang membentuk paparan karbonat selama
Lebih terperinciBAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN
BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan
Lebih terperinciBAB IV STUDI PASIR NGRAYONG
BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG 4.2 Latar belakang Studi Ngrayong telah lama mengundang perdebatan bagi para geolog yang pernah bekerja di Cekungan Jawa Timur. Perbedaan tersebut adalah mengenai lingkungan
Lebih terperinciBAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG
BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG 4. 1 Latar Belakang Studi Ngrayong merupakan Formasi pada Cekungan Jawa Timur yang masih mengundang perdebatan di kalangan ahli geologi. Perdebatan tersebut menyangkut lingkungan
Lebih terperinciBAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU
BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU 4.1 Pendahuluan Batuan Karbonat adalah batuan sedimen yang terdiri dari garam karbonat. Dalam prakteknya adalah gamping (limestone) dan dolomit (Koesoemadinata,
Lebih terperinciGEOLOGI DAN ANALISIS DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU, DAERAH DESA TINAPAN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BLORA, JAWA TENGAH
GEOLOGI DAN ANALISIS DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU, DAERAH DESA TINAPAN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BLORA, JAWA TENGAH TUGAS AKHIR A Diajukan Sebagai Syarat Dalam Mencapai Kelulusan Strata Satu (S-1)
Lebih terperinciBatuan Karbonat adalah batuan yang tersusun dari mineral karbonat, yang terutama batugamping dan dolomit yang berpotensi sebagai reservoar.
Ringkasan Batuan Karbonat Batuan Karbonat adalah batuan yang tersusun dari mineral karbonat, yang terutama batugamping dan dolomit yang berpotensi sebagai reservoar. Jenis-jenis mineral karbonat, yaitu:
Lebih terperinciLABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA
LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA VII: PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN KARBONAT Asisten Acara: 1 2 3 4 Nama
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN PUSTAKA
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3. 1. Definisi Batuan Karbonat Batuan karbonat adalah batuan yang mempunyai kandungan material karbonat lebih dari 50 % dan tersusun atas partikel karbonat klastik yang tersemenkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuan karbonat menyusun 20-25% batuan sedimen dalam sejarah geologi. Batuan karbonat hadir pada Prakambrium sampai Kuarter. Suksesi batuan karbonat pada Prakambrium
Lebih terperinciLABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA
LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA IV: PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN SILISIKLASTIK Asisten Acara: 1. 2. 3.
Lebih terperinciPETROGRAFI BATUAN KARBONAT
PETROGRAFI BATUAN KARBONAT I. PENDAHULUAN Batuan karbonat merupakan batuan yang tersusun dari mineral-mineral garam karbonat yang terbentuk secara kimiawi dalam bentuk larutan, dimana organisme perairan
Lebih terperinciGeologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan
Lebih terperinciDinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur
Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur Farida Alkatiri 1, Harmansyah 1 Mahasiswa, 1 Abstrak Daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan merupakan lokasi
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari
Lebih terperinciTUGAS AKHIR A. Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
GEOLOGI DAN STUDI DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI LEMBAK DAERAH GUNUNG MANGKALIHAT DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SANDARAN, KABUPATEN KUTAI TIMUR, KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk
Lebih terperinciGeologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan
Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada
Lebih terperinciGEOLOGI DAN FASIES BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG, DAERAH PASIR SALAM DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CILOGRANG, KABUPATEN LEBAK, BANTEN
GEOLOGI DAN FASIES BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG, DAERAH PASIR SALAM DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CILOGRANG, KABUPATEN LEBAK, BANTEN TUGAS AKHIR Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata
Lebih terperinciIII.1 Morfologi Daerah Penelitian
TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi, batuan karbonat kerap
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi, batuan karbonat kerap menjadi target reservoar potensial selain batuan sedimen silisiklastik. Besarnya cadangan
Lebih terperinciGeologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /
Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.
Lebih terperinciBAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian
BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Analisis morfologi yang dilakukan pada daerah penelitian berdasarkan pengamatan tekstur yang tercermin dalam perbedaan ketinggian,
Lebih terperinciLEMBAR DESKRIPSI PETROGRAFI
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO Lampiran Petrografi 1 KODE SAYATAN : Y1 LINTASAN : TERMINAL MS 3 FORMASI : Steenkool PERBESARAN : 10 X d = 2 mm DESKRIPSI : LEMBAR DESKRIPSI
Lebih terperincibatupasir batulempung Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten.
Batulempung hadir bersama batupasir di bagian atas membentuk struktur perlapisan. Batulempung berwarna abu-abu gelap, bersifat karbonatan. Pada singkapan memiliki tebal 10 50 cm. batupasir batulempung
Lebih terperinciBAB IV FASIES BATUGAMPING
BAB IV FASIES BATUGAMPING 4.1. Pola Fasies Dasar Pola fasies yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan Wilson (1975). Dasar pembagian fasies ini memperhatikan beberapa faktor antara lain:
Lebih terperinciTUGAS AKHIR A. Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
GEOLOGI DAN STUDI DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI TENDENHANTU DAERAH GUNUNG ANTU DAN SEKITARNYA, DESA TANJUNG MANGKALIHAT, KECAMATAN SANDARAN, KABUPATEN KUTAI TIMUR, KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR A Disusun
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA
BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu geologi daerah Ngampel dan sekitarnya. Pembahasan meliputi kondisi geomorfologi, urutan stratigrafi,
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung
Lebih terperinciBAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS
BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah penelitian secara umum tersusun atas bentang alam yang cukup kompleks yaitu, perbukitan, lembah dan dataran rendah. Interval ketinggian
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat
Lebih terperinciLongman, M. W., 1980, Carbonate diagenetic textures from nearsurface diagenetic carbonates: Am. Assoc. Petroleum Geologist Bull., v. 64, p.
DAFTAR PUSTAKA Allen, G.P dan Chambers, J.L.C., 1998, Deltaic Sediment in The Modern and Miocene Mahakam Delta, IPA, Jakarta Asikin, S., 1987, Kumpulan Kuliah Tektonika, ITB. Biantoro, E., Muritno B.P.,
Lebih terperinciNama : Peridotit Boy Sule Torry NIM : Plug : 1
DIAGENESA BATUAN SEDIMEN Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pemadatan endapan yang berupa bahan lepas. Batuan sedimen juga dapat terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat,
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI 3.1.1 Geomorfologi Umum Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi, pengamatan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan sumber daya alam yang terdapat di bumi salah satunya adalah batuan. Menurut Pusat Bahasa Kemdiknas (2008), batuan merupakan mineral atau paduan mineral yang
Lebih terperinciFoto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)
Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah
Lebih terperinciBAB 4 Fasies Batugamping Formasi Citarate
BAB 4 Fasies Batugamping Formasi Citarate 4.1 Teori Dasar Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang terususun oleh mineral karbonat sebagai mineral primer. Terbentuknya batuan ini umumnya hasil dari proses
Lebih terperinciMetamorfisme dan Lingkungan Pengendapan
3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras
Lebih terperinciMENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO
MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung
Lebih terperinciKEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI TUGAS BATUAN KARBONAT Makalah Batuan Karbonat Di Susun Oleh : WA ODE SUWARDI
Lebih terperinciANALISIS FACIES DAN SEJARAH DIAGENESA BATUAN KARBONAT FORMASI RAJAMANDALA, PADALARANG, JAWA BARAT
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014 ANALISIS FACIES DAN SEJARAH DIAGENESA BATUAN KARBONAT FORMASI RAJAMANDALA, PADALARANG, JAWA BARAT Oleh : Moehammad Ali Jambak Teknik Geologi
Lebih terperinciGEOLOGI DAN STUDI FASIES BATUGAMPING DAERAH KALIORANG BARAT, KABUPATEN KUTAI TIMUR, KALIMANTAN TIMUR
GEOLOGI DAN STUDI FASIES BATUGAMPING DAERAH KALIORANG BARAT, KABUPATEN KUTAI TIMUR, KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknik Program Studi Teknik Geologi,
Lebih terperinci01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat
http://disbudparkbb.id/images/potensi/citatah2.jpg 01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat Kerangka Materi Pengertian Batuan Karbonat Manfaat dan Hubungan dengan ilmu geologi yang lain Klasifikasi batuan
Lebih terperinciLampiran 1. Hasil analisis irisan tipis sampel tanah ultisol dari laboratorium HASIL ANALISIS PETROGRAFI 3 CONTOH TANAH NO. LAB.
1 Lampiran 1. Hasil analisis irisan tipis sampel tanah ultisol dari laboratorium HASIL ANALISIS PETROGRAFI 3 CONTOH TANAH NO. LAB.: 1153 1155/2013 No. : 01 No.Lab. : 1153/2013 Kode contoh : BA-II Jenis
Lebih terperinciGeologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai
Lebih terperinciBAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan
BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan
Lebih terperinciBesar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth
3. Batuan Sedimen 3.1 Kejadian Batuan Sedimen Batuan sedimen terbentuk dari bahan yang pernah lepas dan bahan terlarut hasil dari proses mekanis dan kimia dari batuan yang telah ada sebelumnya, dari cangkang
Lebih terperinciBatupasir. Batugamping. Batupasir. Batugamping. Batupasir
nama Anggota Tawun Formasi Tuban. Van Bemmelen (1949 dalam Kadar dan Sudijono, 1994) menggunakan nama Lower Orbitoiden-Kalk (Lower OK) dan dimasukkan dalam apa yang disebut Rembang Beds. Selanjutnya, oleh
Lebih terperinciGambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).
Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Barat. 18 3. Breksi Tuf Breksi tuf secara megaskopis (Foto 2.9a dan Foto 2.9b) berwarna abu-abu
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses eksogen dan endogen yang membentuk
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang
BAB. I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Batuan karbonat adalah semua batuan yang terdiri dari garam karbonat, dalam hal ini CaCO 3 dan MgCO 3. Batuan karbonat memiliki keistimewaan dalam cara terbentuknya,
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Adinegoro, U. dan Hartoyo, P., 1974, Paleogeography of Northeast Sumatera, Proceedings Indonesian Petroleum Association, hal 45.
DAFTAR PUSTAKA Adinegoro, U. dan Hartoyo, P., 1974, Paleogeography of Northeast Sumatera, Proceedings Indonesian Petroleum Association, hal 45. Barliana, A, 1999, Prospect and Leads of Matang Area North
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Asikin S., 1987, Geologi Struktur Indonesia, Jurusan teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
DAFTAR PUSTAKA Allen, G.P., dan Chambers, J.L.C., 1998, Sedimentation In The Modern Mahakam Delta, Indonesian Petroleum Association, 253.p. Asikin S., 1987, Geologi Struktur Indonesia, Jurusan teknik Geologi,
Lebih terperinciberukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.
berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan
Lebih terperinciGambar 1. Chert dalam Ukuran Hand Spicemen. Gambar 2. Chert yang terlipat. Gambar 3. Bedded Chert dan Sayatan Radiolarian Chert
Chert Dasar Penamaan (Klasifikasi) Chert Chert adalah penamaan umum yang digunakan untuk batuan siliceous sebagai sebuah kelompok (grup), namun ada yang mengaplikasikannya untuk tipe spesifik dari chert
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG
BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG 3.1 GEOMORFOLOGI Metode yang dilakukan dalam analisis geomorfologi ini adalah dengan analisa peta topografi dan citra satelit, sehingga didapatkan kelurusan lereng,
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses
Lebih terperinciBAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN
BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN 5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang
Lebih terperinciUmur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi
3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan
Lebih terperinciKARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO
KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO Sifat Umum Lumpur Sidoarjo merupakan lumpur yang keluar dari perut bumi, berasal dari bagian sedimentasi formasi Kujung, formasi Kalibeng dan formasi Pucangan. Sedimen formasi
Lebih terperincidan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).
dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Metoda yang dilakukan dalam analisis geomorfologi adalah dengan analisis citra SRTM dan analisis peta topografi, sehingga didapatkan kelurusan lereng,
Lebih terperinciGambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)
STRATIGRAFI CEKUNGAN JAWA BARAT BAGIAN UTARA Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara mempunyai kisaran umur dari kala Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen Tengah, yaitu pada Formasi
Lebih terperinciFoto Singkapan batulempung-batupasir, batulempung dalam kondisi menyerpih. Lintasan Kali Bluncong (KB-3). Affan Arif Nurfarhan /
batas tegas dan sekuen relatif seragam (Foto 3. 6),batulempung berlapis sedang dengan ketebalan 20-25 cm, bersemen karbonatan, bersifat getas dan relatif menyerpih (Foto 3. 7). Batupasir berlapis sedang
Lebih terperinciFASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUGAMPING FORMASI PARIGI DI DAERAH PANGKALAN, KARAWANG, JAWA BARAT
Fasies dan lingkungan pengendapan batugamping Formasi Parigi di daerah Pangkalan, Karawang, Jawa Barat (Yogi Fernando, Ildrem Syafri, Moh. Ali Jambak) FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUGAMPING FORMASI
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Pulau Buton yang terdapat di kawasan timur Indonesia terletak di batas bagian barat Laut Banda, Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara geografis, Pulau Buton terletak
Lebih terperinciA B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm
No conto : Napal hulu Zona ubahan: sub propilitik Lokasi : Alur S. Napal Nama batuan: lava andesit 0 0.5 mm P1 0 0.5 mm Sayatan andesit terubah dengan intensitas sedang, bertekstur hipokristalin, porfiritik,
Lebih terperinciGambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).
(Satuan Breksi-Batupasir) adalah hubungan selaras dilihat dari kemenerusan umur satuan dan kesamaan kedudukan lapisan batuannya. Gambar 3.5 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (Bouma, A. H., 1962). Gambar
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang
Lebih terperinciPENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data Sekunder Data sekunder yang diperoleh dari PT Semen Padang Untuk menunjang dan melengkapi penelitian ini antara lain berupa : 1. Peta topografi skala 1
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Karst Karst berasal dari bahasa Slovenia berarti lahan gersang berbatu. Istilah karst di gunakan untuk mendeskripsikan suatu kawasan atau bentang alam dicirikan dengan
Lebih terperinci