BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB III TINJAUAN PUSTAKA Definisi Batuan Karbonat Batuan karbonat adalah batuan yang mempunyai kandungan material karbonat lebih dari 50 % dan tersusun atas partikel karbonat klastik yang tersemenkan atau karbonat kristalin hasil presipitasi langsung (Reijers & Hsu, 1986). Bates & Jackson (1987) mendefinisikan batuan karbonat sebagai batuan yang komponen utamanya adalah mineral karbonat dengan berat keseluruhan lebih dari 50 %. Sedangkan batugamping menurut definisi Reijers & Hsu (1986) adalah batuan yang mengandung kalsium karbonat hingga 95 %, sehingga tidak semua batuan karbonat adalah batugamping Klasifikasi Batuan Karbonat Ada beberapa klasifikasi yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan batuan karbonat antara lain Klasifikasi Dunham (1962), dan Embry & Klovan (1971). 1. Klasifikasi Dunham (1962) Klasifikasi Dunham didasarkan pada tekstur deposisi dari batugamping, karena menurut Dunham dalam sayatan tipis, tekstur deposisional merupakan aspek yang tetap. Kriteria dasar dari tekstur deposisi yang diambil Dunham (1962) berbeda dengan Folk (1959). Kriteria Dunham lebih condong pada fabrik batuan, misalnya mud supported atau grain supported bila dibandingkan dengan komposisi batuan. Variasi kelas-kelas dalam klasifikasi Dunham didasarkan pada perbandingan kandungan lumpur, dan dari perbandingan lumpur tersebut diperoleh 5 klasifikasi batuan yang nama-namanya dapat dikombinasikan dengan jenis butiran dan mineraloginya. Batugamping dengan kandungan beberapa butir (<10%) di dalam matriks lumpur karbonat disebut Mudstone dan bila Mudstone tersebut mengandung butiran yang tidak saling bersinggungan Bambang Suprianto NIM

2 disebut Wackestone. Lain halnya apabila antar butirannya saling bersinggungan disebut Packstone / Grainstone. Packstone mempunyai tekstur grain supported dan punya matriks lumpur. Dunham punya istilah Boundstone untuk batugamping dengan fabrik yang mengindikasikan asal-usul komponen komponennya yang direkatkan bersama selama proses deposisi. Pada klasifikasi Dunham (1962) istilah istilah yang muncul adalah grain dan mud. Nama-nama yang dipakai oleh Dunham berdasarkan atas hubungan antara butir seperti Mudstone, Packstone, Grainstone, Wackestone dan sebagainya. Istilah sparit digunakan dalam Folk (1959) dan Dunham (1962) memiliki arti yang sama yaitu sebagai semen dan sama-sama berasal dari presipitasi kimia tetapi arti waktu pembentukannya berbeda. Sparit pada klasifikasi Folk (1959) terbentuk bersamaan dengan proses deposisi sebagai pengisi poripori. Sparit (semen) menurut Dunham (1962) hadir setelah butiran terendapkan. Bila kehadiran sparit memiliki selang waktu, maka butiran akan ikut tersolusi sehingga dapat mengisi grain. Peristiwa ini disebut post early diagenesis. Dasar yang dipakai oleh Dunham untuk menentukan tingkat energi adalah fabrik batuan. Bila batuan bertekstur mud supported diinterpretasikan terbentuk pada energi rendah karena Dunham beranggapan lumpur karbonat hanya terbentuk pada lingkungan berarus tenang. Sebaliknya grain supported hanya terbentuk pada lingkungan dengan energi gelombang kuat sehingga hanya komponen butiran yang dapat mengendap. Klasifikasi batuan karbonat menurut Dunham (1962) dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut ini: Bambang Suprianto NIM

3 Gambar 3.1 Klasifikasi Batuan Karbonat menurut Dunham (1962) 2. Klasifikasi Embry & Klovan (1971) Klasifikasi batuan karbonat oleh Embry & Klovan (1971) sebenarnya adalah modifikasi dari Klasifikasi Dunham (1962) yang menambahkan pembagian Boundstone ke dalam 3 golongan yakni Bafflestone (organisma berlaku seperti baffles ), Bindstone (organisma encrusting and binding ) dan Framestone (organisma membentuk suatu framework yang rigid), seperti terlihat pada Gambar 3.2 berikut ini: Gambar 3.2 Klasifikasi Batuan Karbonat menurut Embry & Klovan (1971) Bambang Suprianto NIM

4 3. 3. Lingkungan Pengendapan dan Fasies Karbonat Menurut Reijers (1986), sebagian besar (lebih dari 50%) karbonat diendapkan di laut dangkal karena organisme yang menghasilkan karbonat bersifat fotosintetik atau organisme yang memerlukan fotosintetik. Proses fotosintesis memerlukan cahaya matahari yang tidak dapat menembus air yang dalam, sehingga organisme hanya dapat hidup di air yang dangkal. Pengendapan karbonat sulit terjadi di lingkungan yang banyak terdapat endapan silisiklastik yang dapat menghalangi cahaya matahari, selain itu mineral silika yang lebih tajam dari mineral karbonat dapat menyebabkan abrasi. Beberapa karbonat juga memerlukan air yang relatif hangat untuk menaikkan kelimpahan organisme karbonat dan menurunkan tingkat kelarutan kalsium karbonat di air laut, meskipun demikian, pembentukan karbonat di air dalam atau di lingkungan yang dingin tetap dimungkinkan (Reijers, 1986). Menurut Wilson (1975), lingkungan pengedapan batuan karbonat dibagi menjadi 9 bagian yakni basin, open sea shelf (neritic), deep shelf margin, foreslope, platform edge organic buildups, winnowed platform edge, open platform (shelf lagoon), restricted platform, dan evaporite platform (sabkha), seperti terlihat pada Gambar dengan penjelasan sebagai berikut: Basin. Pada basin atau dasar cekungan fasies utamanya adalah serpih dengan sedikit batugamping. Litologi berupa oleh atau batulanau berwarna gelap dengan sisipan tipis batugamping Mudstone yang mengandung fauna laut dalam terutama pada bidang batas lapisan. Open Sea Shelf (neritic). Fasies terdiri dari batugamping fosilan dengan sedikit silisiklastik dengan litologi berupa batugamping (bioklastik dan fosil wackestone) selang seling dengan napal, serpih, atau lanau. Deep Shelf Margin. Fasies utamanya adalah batugamping berbutir sangat halus dengan litologi yang terdiri dari selang-seling batugamping Mudstone dengan Bambang Suprianto NIM

5 serpih atau lanau. Terdapat fosil yang berasal dari perairan yang lebih dangkal serta laut dalam. Foreslope. Fasies utamanya adalah batugamping berbutir halus kasar dan breksi. Litologi terdiri dari batugamping Packstone Wackestone dengan pecahan-pecahan cangkang dan sisipan tipis serpih atau lanau. Terdapat fosil dan pecahan-pecahan cangkang yang diendapkan dari daerah Platform Edge Organic Buildups. Platform Edge Organic Buildups. Fasies utamanya adalah batugamping Boundstone (Dunham, 1962) atau Framestone, Bindstone, dan Bafflestone (Embry & Klovan, 1975). Litologi berupa batugamping masif, dolomit, dengan beberapa Grainstone atau Packstone. Winnowed Platform Edge. Fasies utamanya adalan batupasir karbonat yang terpilah baik. Litologi terdiri dari Grainstone yang terpilah dengan baik, dolomit, pasir kuarsa, dengan fosil berupa gastropoda, foraminifera, serta fosilfosil yang berasal dari Foreslope dan Platform Edge Organic Buildups. Open Platform (Shelf Lagoon). Fasies utamanya adalah karbonat Wackestone Mudstone dengan silisiklastik halus. Litologi terdiri dari batugamping mulai Grainstone hingga Mudstone dengan sisipan silisiklastik. Fosil utamanya adalah moluska, sponges, foraminifera, dan algae, serta fauna laut terbuka seperti echinoderm, chepalopoda, brachiopoda, dan sebagainya. Restricted Platform. Fasies utamanya adalah Wackestone bioklastik, pasir litoklastik dan bioklastik, karbonat Mudstone. Litologi terdiri dari dolomit dan batugamping dolomitan, pelet mudstone dan grainstone, intraklastik kasar wackestone. Fosil yang ada terutama gastropoda, algae, foraminifera (miliolids), dan ostrakoda. Bambang Suprianto NIM

6 Evaporite Platform (Sabkha). Fasies utamanya adalah dolomit (nodular dolomite) dan anhidrit yang kadang diselingi evaporit. Litologi terdiri dari dolomit dan anhidrit, caliche, serta silisiklastik, dengan fosil stromatolit. Skema pembagian lingkungan pengendapan dan fasies karbonat menurut Wilson (1975) dapat dilihat pada Gambar 3.3. berikut ini: Gambar 3.3 Lingkungan Pengendapan dan Fasies Karbonat menurut Wilson (1975) yang membagi lingkungan pengendapan batuan karbonat ke dalam 9 bagian. (Wilson, 1975) Diagenesis Diagenesis adalah proses fisika, kimia, dan biologi yang terjadi pada sedimen sesaat setelah sedimen tersebut diendapkan hingga terjadinya proses metamorfisis atau sebelum endapan berubah Bambang Suprianto NIM

7 menjadi batuan metamorf (Reijers, 1986). Perubahan menjadi batuan metamorf tersebut adalah sebagai akibat dari kenaikan tekanan dan temperatur yang dialami oleh batuan (Scoffin, 1987) Tahap tahap Diagenesis Menurut Choquette & Pray (1970), ada 3 tahapan diagenesis yakni tahap Eogenesis, Mesogenesis, dan Telogenesis. Tahap Eogenesis secara geologi bersifat umum terjadi pada tahap awal di dekat permukaan, Mesogenesis berlangsung dalam waktu lama di bawah permukaan dan mengalami penimbunan yang lebih dalam, sedangkan Telogenesis adalah proses tahap lebih lanjut yang terjadi lagi di dekat permukaan setelah batuan yang tertimbun mengalami mesogenesis dan tererosi. Eogenesis atau Singenesis adalah regim sedimentasi di atas permukaan atau dekat permukaan (lebih kurang sampai kedalaman 100 meter) dimana komposisi kimiawi air antar butiran sangat dipengaruhi oleh lingkungan permukaan. Eogenesis ini terjadi pada waktu antara 1000 hingga tahun, termasuk tahap awal oksidasi permukaan dengan bahan organik dan proses bioturbasi serta aktifitas bakteri. Mesogenesis atau anadiagenesis adalah regim diagenesis dibawah permukaan yang terjadi selama effective burial, dan disebut juga fase litifikasi yang mengakibatkan reduksi porositas. Proses Mesogenesis ini terjadi hingga kedalaman meter dengan rentang waktu antara 10 ribu hingga 100 ribu tahun. Telogenesis atau epigenesis mewakili regim diatas permukaan yang terjadi setelah effective burial, yang merupakan proses exhumation dan proses pelapukan secara umum. Perbedaan susunan kimia dari karbonat menyebabkan karakteristik diagenesis yang unik, salah satu hal pokok yang membedakan diagenesis karbonat dengan diagenesis klastik adalah bahwa sementasi merupakan hal yang sangat umum dan ekstensif pada eogenesis. Bambang Suprianto NIM

8 Tahap-tahap diagenesis menurut Choquete & Pray (1980), dapat dilihat pada Gambar 3.6. berikut ini: Gambar 3.4 Tahap-tahap diagenesis (modifikasi dari Choquette dan Pray, 1970) Proses Diagenesis Secara umum terdapat 6 proses diagenesis yakni degradasi biologis (mikritisasi), sementasi, rekristalisasi (neomorfisme), disolusi, kompaksi pemendaman (burial compaction), dan replacement (Tucker, 2001), sedangkan menurut Scoffin (1987) untuk endapan karbonat, proses diagenesis utamanya adalah proses transformasi menjadi batugamping atau dolomit yang stabil. Mikritisasi Proses diagenesis dimulai sesaat setelah sedimen diendapkan. Banyak mikroorganisme, terutama jamur dan bakteri serta ganggang endolithic membor alokem karbonat terutama yang biogenik. Proses Bambang Suprianto NIM

9 pemboran akan mereduksi karbonat menjadi mikrit, dan material organik akan terisi organisme yang membor, baik sebagian ataupun keseluruhan. Material cangkang yang telah termikritisasi mungkin berbeda dengan butiran kotoran (fecal pellets) karena bentuknya yang tidak sama. Proses ini kadang disebut degradasi neomorfisme, walaupun tidak sama dengan pertumbuhan neomorfisme yang umum disebut dengan neomorfisme saja. (williams.edu, 2009). Sementasi Sementasi adalah proses pertumbuhan kristal-kristal pada pori yang mengakibatkan reduksi porositas dari sedimen awal, baik secara partial maupun keseluruhan. Hampir seluruh sementasi pada karbonat terjadi pada awal proses pemendaman (burial). Sedimen karbonat yang diendapkan telah terlitifikasi pada saat masih di permukaan, membentuk lapisan tanah keras (hardground) atau batuan pantai (beach rock). Pada batuan kuno diperkirakan adanya proses sementasi yang lebih awal akibat organisme yang lembut karena fosil yang diperoleh tidak didapati adanya tanda-tanda kompaksi, yang mengindikasikan bahwa batuan tersebut telah tersemen ketika masih di permukaan. Proses sementasi berlanjut ketika pada tahap mesodiagenesis yang mengakibatkan lubang pori atau porositas sekunder terisi. Hampir seluruh karbonat telah tersemen oleh mineral karbonat, terutama kalsit. Batugamping rata-rata mengandung 40-50% semen. (williams.edu, 2009). Neomorfisme Salah satu proses utama yang terjadi pada batuan karbonat adalah rekristalisasi dari mineral karbonat, yang terutama disebabkan oleh ketidakstabilan mineral aragonit, kemudian mineral kalsit dengan kadar magnesium tinggi. Pada proses diagenesis yang umum terjadi adalah rekristalisasi kalsit dengan kadar magnesium rendah yang akan menyebabkan peningkatan ukuran kristal dan hancurnya seluruh tekstur dan ciri-ciri awal. Bambang Suprianto NIM

10 Hampir keseluruhan neomorfisme meningkatkan ukuran kristal terutama pada batugamping berbutir halus serta menghasilkan bidang mikrosparit dan lensa-lensa. Neomorfisme spar hampir mirip dengan semen kalsit spar, namun sangat berbeda implikasi lingkungannya. Semen menghasilkan pori dan umumnya menunjukkan kemajuan tekstur, dari porositas kecil menjadi lebih besar. Mineral neomorfisme tidak membatasi pori atau merubah bentuk, karena terbentuk dari materi yang sudah ada di dalam batuan, sehingga ukuran kristal dapat tumbuh lebih besar dibanding semen. Rekristalisasi adalah tipe neomorfisme yang secara umum tidak merubah komposisi kimia. (williams.edu, 2009). Disolusi Pada proses disolusi, zat padat akan larut oleh fluida cair yang terdapat di pori-pori dan menghasilkan lubang pori pada batuan. Disolusi lazim terjadi pada zona yang mengandung air meteorik dan pada mesodiagenesis. Keitka fluida dalam pori telah di bawah saturasi karbonat, maka akan terjadi disolusi. Butiran-butiran akan larut, terutama untuk mineral-mineral yang tidak stabil seperti aragonit. Pada awalnya disolusi akan menimpa endapan yang tidak terkonsolidasi, selanjutnya pada sedimen yang telah terlitifikasi sehingga menghasilkan zat-zat karbonat, dan pada akhirnya akan menghasilkan porositas. (williams.edu, 2009). Kompaksi Proses kompaksi terjadi oleh akibat mekanis yang umumnya pada kedalaman hingga 100 meter (rekahan), atau akibat kimiawi pada kedalaman di atas 100 meter (pressure solution, concave-covex contacts, stylolites, pseudo-stylolites dan sebagainya). Pada sedimen silisiklastik, hilangnya volume dan porositas sebagian besar diakibatkan oleh proses kompaksi dimana sedimen ditekan selama proses pemendaman (burial). Sedangkan pada batuan karbonat hal tersebut tidaklah signifikan karena adanya sementasi Bambang Suprianto NIM

11 sejak awal pengendapan. Kompaksi mekanis pada karbonat biasanya berhubungan dengan pecahnya butiran, dan tekanan pelarutan (pressure solution) menjadi hal yang signifikan pada hilangnya volume. Stylolites meninggalkan materi yang tidak larut sepanjang bentuknya. Perbandingan antara materi yang tidak larut dengan jumlah batuan yang tidak berubah dapat dipakai untuk memperkirakan jumlah materi yang terlarut sepanjang stylolites yang besarnya umumnya melebihi 50%. Kehilangan porositas sebagain besar diakibatkan oleh pengisian semen seperti pada proses pressure solution. (williams.edu, 2009). Replacement Replacement adalah pertumbuhan suatu mineral autigenik yang secara kimiawi berbeda di dalam suatu mineral eksisting dalam batuan. Proses ini berhubungan dengan disolusi destruktif, selain proses presipitasi dari mineral lain. Macam-macam replacement antara lain dolomitisasi, dedolomitisasi (calcitization), silifikasi, fosfatisasi, dan lain sebagainya. Banyak karbonat purba yang sebagian besar terdiri dari dolomit, dan proporsinya naik pada singkapan batuan saat ini. Dolomitisasi mempengaruhi 30-40% dari seluruh batugamping, walaupun begitu hingga kini tidak pernah ditemukan dolomit modern. (williams.edu, 2009) Lingkungan Diagenesis Longman (1981) menguraikan model diagenesis dari batuan karbonat yang membagi tubuh batuan karbonat menjadi 3 bagian yakni zona vadose, fresh water phreatic, dan marine phreatic. Zona vadose adalah zona antara permukaan batuan karbonat yang terekspose ke permukaan hingga batas muka air tanah (water table). Bambang Suprianto NIM

12 Zona fresh water phreatic adalah zona di bawah muka air tanah hingga batas intrusi air laut, dan zona di bawah itu dinamakan zona marine phreatic. Menurut Scoffin (1987), pori-pori antar butir pada zona vadose terisi oleh udara dan air tawar, pada zona fresh water phreatic terisi oleh air tawar saja, sedangkan pada zona marine phreatic terisi oleh air laut. Model diagenesis menurut Longman (1981) dapat dilihat pada Gambar berikut ini: Gambar Model lingkungan diagenesis dari Longman (1981) yang menunjukkan lingkungan diagenesis bawah permukaan dari suatu pulau pasir karbonat yang permeabilitasnya ideal Produk Diagenesis Menurut Scoffin (1987), lingkungan diagenesis akan meninggalkan jejak pada batuan karbonat dan lingkungan tersebut sangat dipengaruhi oleh fluida pori (interstitial water), sehingga Scoffin membagi lingkungan diagenesiis ke dalam 3 bagian yakni marine, meteoric, dan deep burial zones (Scoffin, 1987). Bambang Suprianto NIM

13 Marine Setting Air laut mengandung 300 kali lebih banyak padatan terlarut jika dibandingkan dengan air sungai, dan sangat jenuh dengan mineralmineral karbonat, kalsit, aragonit, dan dolomit (Scoffin, 1987). Semen marin Di lingkungan marin, terdapat 2 mineral yang secara kuantitatif penting yaitu aragonit dan Mg calcite (mengandung 12-20% MgCO 3 ). Aragonit umumnya berbentuk jarum yang kadang-kadang ujungnya datar dengan panjang beberapa puluhan mikron yang terdapat secara individu atau dalam agregat dari splays, botryoids, atau kulit serabut (fibrous crusts) dengan bentuk-bentuk jarum yang tersusun secara radial dari substrat. Mg calcite berpretisipasi di laut sebagai bentuk-bentuk jarum atau kepingan-kepingan yang halus, umumnya dengan ujung-ujung berbentuk piramida tiga sisi atau belah ketupat kecil berdiameter beberapa mikron. Kristal-kristal Mg calcite ini membentuk kulit serabut (fibrous crust), kelompok (spherulitic clusters) atau equant mozaic yang sangat halus (mikrit). Mikrit-mikrit ini umumnya mempunyai tekstur peloidal yang terdiri dari bentuk-bentuk sub spherical berdiameter mikron dan tersusun atas suatu mosaik kristal-kristal Mg calcite yang equant dengan diameter 1 mikron serta dipisahkan oleh kristal-kristal Mg calcite yang lebih besar dengan diameter 5-10 mikron (Scoffin, 1987). Gambar 3.6 menunjukkan macam-macam semen yang terdapat di lngkungan marin, masing-masing yang berasal dari aragonit dan Mg calcite. Bambang Suprianto NIM

14 Gambar 3. 6 Macam-macam semen di lingkungan marin yang terutama terdiri dari mineral-mineral aragonit dan Mg calcite (Scoffin, 1987) Endapan pantai dan daerah pasang surut. Sementasi diperkirakan terjadi in situ dengan semen berupa kristalkristal serabut aragonit yang kadang isopachous dan pada titik singgung butiran terdapat suatu meniskus cairan. Saturasi air yang berubah-ubah pada zona vadose ini akan membentuk karakterkarakter: a. Semen meniskus yang terkonsentrasi pada titik singgung butiran. b. Lubang-lubang pori di antara butiran. c. Semen pendants (gravitational) di antara butiran. d. Semen drapestone yang terdapat di permukaan butiran akibat tetesan air dari butiran di atasnya selama proses pengeringan (Scoffin, 1987). Gambar 3.7 menunjukkan macam-macam semen yang ditemukan di zona vadose. Bambang Suprianto NIM

15 Gambar Macam-macam semen di lingkungan zona vadose yang meliputi semen meniskus dan pendant (Scoffin, 1987) Meteoric setting Zona vadose Di permukaan, proses pelarutan pertama-tama terjadi pada mineral aragonit yang kurang stabil, selanjutnya pada kalsit. Dalam suatu endapan karbonat marin kadang terjadi lepasnya butir-butir aragonit dan presipitasi kristal-kristal kecil dari semen sparry calcite, terutama pada titik singgung butiran, di mana cairan berada pada posisi meniskus. Karakteristik semen di sini sama dengan di vadose marine setting seperti ai atas tetapi dengan ukuran kristal kalsit yang lebih kecil akibat kadar Mg yang lebih sedikit (Scoffin, 1987). Zona phreatic Zona phreatic adalah zona tempat terjadinya perubahan mineralogi dan tekstur yang besar atas endapan marin. Kalsit berpretisipasi dan butiran yang tidak stabil mengalami neomorfisme menjadi kalsit, yakni suatu proses yang dinamakan kalsitisasi. Semen kalsit menjadi berbentuk lempengan-lempengan (bladed) yang tepinya isopachous dan mosaik-mosaik yang equant. Secara umum ukuran kristal semakin ke tengah pori akan semakin besar. Bambang Suprianto NIM

16 Fragmen-fragmen echinoderm membentuk syntaxial overgrowth kalsit. Semakin ke dalam zona phreatic akan semakin banyak terjadi sementasi walaupun neomorfisme aragonit dan Mg calcite masih berlangsung, khususnya akibat kenaikan temperatur (Scoffin, 1987). Zona percampuran (mixing zone) Di bawah zona yang mengandung air tawar (fresh water phreatic) terdapat suatu zona tipis tempat air tawar bercampur dengan air asin yang dinamakan zona percampuran (mixing zone). Semen berpretisipasi di daerah ini dan rentangnya dari sparry calcite (pada batas daerah air tawar) hingga Mg calcite (pada batas daerah marin). Air di sini relatif stagnan dan akibat kecilnya fluktuasi salinitas akan menyebabkan pembentukan dolomit (Scoffin, 1987). Di bawah zona ini adalah zona dimana terdapat air asin (connate water) di antara butiran yang dinamakan zona marine phreatic. Pada zona marine phreatic ini hampir tidak terjadi proses diagenesis sampai terjadinya peningkatan suhu dan tekanan akibat pemendaman (burial). Deep burial setting Di sini terjadi kenaikan tekanan yang menyebabkan kompaksi dan pecahnya butiran atau retakan antar butiran (suture). Kompaksi kimiawi mulai terjadi pada kedalaman 200 meter yang menyebabkan butiran terbebas dari semen. Disolusi tekanan cenderung terjadi di sepanjang batas lapisan batuan terutama pada sisipan-sisipan serpih yang disebut stylolit (Scoffin, 1987) Karst Karst adalah suatu dataran yang secara umum dibawahnya terdapat batugamping atau dolomit dan topografinya terutama dibentuk oleh pelarutan batuan, serta dicirikan dengan adanya lubang air (sinkholes), sungai, cekungan air, pengairan bawah tanah, dan guagua (Monroe, 1970). Bambang Suprianto NIM

17 Menurut Jennings (1986), Karst adalah suatu bentang alam (landscape) yang terbentuk oleh air permukaan di daerah yang batuannya mudah larut, dicirikan oleh adanya gua-gua, pengairan bawah tanah, dan lubang-lubang air (sinkholes). Karst difahami sebagai hasil dari proses alam di dalam lapisan bumi yang diakibatkan oleh pelarutan (solution) dan peluruhan (leaching) dari batugamping, dolomit, gipsum, halit, dan batuan-batuan lain yang mudah larut (Karst Waters Institute, 2002) James dan Choquerle (1984) menguraikan tentang batuan karbonat yang terekspose ke permukaan dan hubungannya dengan tingkat kebasahan lingkungannya. Untuk karbonat yang terkespose ke permukaan dan berada di lingkungan yang kering (arid), maka di zona vadose akan terdapat banyak Kalsit Magnesium dan Aragonit, sedangkan di zona phreatic akan mengandung Aragonit dan Kalsit. Gambar Batuan Karbonat yang terekspose ke permukaan dan hubungannya dengan tingkat kebasahan lingkungan (James dan Choquette, 1984) Moore (1989) membagi Karst kedalam beberapa zona yang urutannya dari lapisan paling atas hingga lapisan paling bawah adalah sebagai berikut: Zona paling atas yang berada tepat di bawah permukaan tanah (soil) dinamakan hardpan, yakni suatu zona yang jenuh dengan air tawar Bambang Suprianto NIM

18 sehingga menyebabkan proses sementasi dan menghasilkan lapisan tanah yang keras. Di bawah hardpan dinamakan platy zone yang ditandai oleh struktur yang larut oleh air dan hancur (colapse). Selanjutnya dinamakan nodular zone yakni zona yang banyak terdapat pecahan-pecahan karbonat karena sebagian karbonat telah terlarut. Di bawahnya adalah chalky zone yang banyak terdapat interkristalin, biomoldic, dan vuggy. Selanjutnya adalan zona transisi yang merupakan zona yang tidak larut di zona ini banyak ditemukan breksi. Dan yang paling bawah adalah Host Limestone yang merupakan lapisan yang keras. Zona ini merupakan Fresh Water Phreatic. Gambar 3.9. Pembagian Zona Karst menurut Moore (1989) Ringkasan Cara penamaan fasies adalah berdasarkan kandungan biota terbesar (>15%), selanjutnya kandungan bioklastik (5-10%) dan tekstur. Dengan mengetahui penyebaran fasies batuan karbonat yang merupakan Bambang Suprianto NIM

19 gabungan dari biota, tekstur, dan facies association kita dapat menentukan lingkungan pengendapan dari batuan karbonat tersebut yang kemudian diikuti dengan proses diagenesis yang terjadi selama / pasca pembentukan batuan karbonat. Batuan karst mempunyai porositas yang sangat bagus di zona chalky yang diakibatkan oleh pelarutan mineral-mineral yang kurang stabil misalnya Aragonit dan dikenal dengan proses leaching, bahkan di lingkungan basah proses pelarutan ini dapat membentuk gua-gua serta sungai bawah tanah. Bambang Suprianto NIM

BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT

BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT 4.1 Tinjauan Umum Diagenesis meliputi perubahan fisik atau kimia suatu sedimen atau batuan sedimen yang terjadi setelah pengendapan (tidak termasuk proses-proses

Lebih terperinci

Foto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis.

Foto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis. besar Lepidocyclina spp., Amphistegina spp., Cycloclypeus spp., sedikit alga, porositas buruk berupa interpartikel, intrapartikel dan moldic, berlapis baik. Pada sayatan tipis (Lampiran A-5: analisis petrografi)

Lebih terperinci

BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING

BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING 4.1 Diagenesis Batugamping Diagenesis merupakan proses yang terjadi setelah proses sedimentasi pada suatu batuan meliputi proses kimiawi maupun fisika, namun perubahan ini

Lebih terperinci

BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG

BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG 5.1 Metode Penelitian Analisis data dilakukan berdasarkan pengamatan lapangan dan pendekatan petrografi menggunakan mikroskop polarisasi terhadap 27 sampel

Lebih terperinci

// - Nikol X - Nikol 1mm

// - Nikol X - Nikol 1mm Sampel lain yang mewakili mikrofasies ini adalah D 34 D, merupakan batugamping packstone, klastik, terpilah buruk, kemas terbuka, disusun oleh butiran (50%), terdiri dari fragmen fosil berupa alga, foraminifera

Lebih terperinci

4.4.1 Proses dan Produk Diagenesa Proses Mikritisasi Mikrobial

4.4.1 Proses dan Produk Diagenesa Proses Mikritisasi Mikrobial terangkat ke permukaan. Iklim juga memegang peranan penting dalam proses diagenesa. Pada iklim kering, sementasi di lingkungan air tawar kemungkinan akan terbatas dari porositas primer akan terawetkan.

Lebih terperinci

BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT

BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT Satuan batugamping Gunung Sekerat tersingkap dengan baik, dengan penyebaran kurang lebih 10% dari luas daerah penelitian, dalam Peta Geologi (Lampiran G-3) satuan

Lebih terperinci

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN Fasies adalah suatu tubuh batuan yang dicirikan oleh kombinasi ciri litologi, ciri fisik dan biologi yang membedakannya dengan tubuh batuan yang berdekatan (Walker,

Lebih terperinci

BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING

BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING IV.1 Pendahuluan Batuan Karbonat Klastik Terrigenous Sedimen yang global dan tak terbatas dengan iklim. Suplai sedimen berasal dari kontinen dan laut. Ukuran dari butiran

Lebih terperinci

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI TUGAS BATUAN KARBONAT Makalah Batuan Karbonat Di Susun Oleh : WA ODE SUWARDI

Lebih terperinci

BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU

BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU 4.1 TINJAUAN UMUM Diagenesis merupakan perubahan fisik atau kimia suatu sedimen atau batuan sedimen yang terjadi setelah pengendapan, tidak termasuk proses-proses

Lebih terperinci

BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU

BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU 4.1 Pendahuluan Batuan Karbonat adalah batuan sedimen yang terdiri dari garam karbonat. Dalam prakteknya adalah gamping (limestone) dan dolomit (Koesoemadinata,

Lebih terperinci

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA VII: PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN KARBONAT Asisten Acara: 1 2 3 4 Nama

Lebih terperinci

01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat

01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat http://disbudparkbb.id/images/potensi/citatah2.jpg 01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat Kerangka Materi Pengertian Batuan Karbonat Manfaat dan Hubungan dengan ilmu geologi yang lain Klasifikasi batuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuan karbonat menyusun 20-25% batuan sedimen dalam sejarah geologi. Batuan karbonat hadir pada Prakambrium sampai Kuarter. Suksesi batuan karbonat pada Prakambrium

Lebih terperinci

PETROGRAFI BATUAN KARBONAT

PETROGRAFI BATUAN KARBONAT PETROGRAFI BATUAN KARBONAT I. PENDAHULUAN Batuan karbonat merupakan batuan yang tersusun dari mineral-mineral garam karbonat yang terbentuk secara kimiawi dalam bentuk larutan, dimana organisme perairan

Lebih terperinci

Nama : Peridotit Boy Sule Torry NIM : Plug : 1

Nama : Peridotit Boy Sule Torry NIM : Plug : 1 DIAGENESA BATUAN SEDIMEN Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pemadatan endapan yang berupa bahan lepas. Batuan sedimen juga dapat terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat,

Lebih terperinci

BAB IV FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

BAB IV FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN BAB IV FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN Menurut Fahrudi (2004), lingkungan pengendapan dari hasil analisis fasies batugamping meliputi Reef Slope, Reef Framework, dan Proximal Talus. Fahrudi (2004)

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY

HUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY Abstrak HUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY Muhamad Rizki Asy ari 1*, Sarju Winardi 1 1 Jurusan

Lebih terperinci

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth 3. Batuan Sedimen 3.1 Kejadian Batuan Sedimen Batuan sedimen terbentuk dari bahan yang pernah lepas dan bahan terlarut hasil dari proses mekanis dan kimia dari batuan yang telah ada sebelumnya, dari cangkang

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang

BAB. I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang BAB. I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Batuan karbonat adalah semua batuan yang terdiri dari garam karbonat, dalam hal ini CaCO 3 dan MgCO 3. Batuan karbonat memiliki keistimewaan dalam cara terbentuknya,

Lebih terperinci

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN ACARA IX MINERALOGI OPTIK I. Pendahuluan Ilmu geologi adalah studi tentang bumi dan terbuat dari apa itu bumi, termasuk sejarah pembentukannya. Sejarah ini dicatat dalam batuan dan menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA

BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA Lapangan ini berada beberapa kilometer ke arah pantai utara Madura dan merupakan bagian dari North Madura Platform yang membentuk paparan karbonat selama

Lebih terperinci

Batuan Karbonat adalah batuan yang tersusun dari mineral karbonat, yang terutama batugamping dan dolomit yang berpotensi sebagai reservoar.

Batuan Karbonat adalah batuan yang tersusun dari mineral karbonat, yang terutama batugamping dan dolomit yang berpotensi sebagai reservoar. Ringkasan Batuan Karbonat Batuan Karbonat adalah batuan yang tersusun dari mineral karbonat, yang terutama batugamping dan dolomit yang berpotensi sebagai reservoar. Jenis-jenis mineral karbonat, yaitu:

Lebih terperinci

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan

Lebih terperinci

Studi Model Reservoir Karbonat Menggunakan Analisa Tipe Batuan

Studi Model Reservoir Karbonat Menggunakan Analisa Tipe Batuan Studi Model Reservoir Karbonat Menggunakan Analisa Tipe Batuan Radyadiarsa Pusat Studi Energi Universitas Padjadjaran Abstrak Lapanqan "W" yang terletak di Cekungan Sumatra Selatan telah terbukti menghasilkan

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTERISTIK RESERVOAR KARBONAT. 1. Lingkungan Pengendapan 2. Proses Diagenesa

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTERISTIK RESERVOAR KARBONAT. 1. Lingkungan Pengendapan 2. Proses Diagenesa FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTERISTIK RESERVOAR KARBONAT 1. Lingkungan Pengendapan 2. Proses Diagenesa 1. LINGKUNGAN PENGENDAPAN - Mempengaruhi : distribusi dan ukuran pori inisial serta geometri

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG 5.1 Dasar Teori Secara umum batu gamping merupakan batuan sedimen yang tersusun oleh satu mineral yaitu Kalsium Karbonat (CaCO 3 ), namun terdapat pula sedikit

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

Mikrofasies dan Diagenesa Batugamping Formasi Klapanunggal Daerah Cileungsi, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Mikrofasies dan Diagenesa Batugamping Formasi Klapanunggal Daerah Cileungsi, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Mikrofasies dan Diagenesa Batugamping Formasi Klapanunggal Daerah Cileungsi, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Reghina Karyadi 1) Abdurrokhim 1) Lili Fauzielly 1) Program Studi

Lebih terperinci

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai. BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides

Lebih terperinci

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA IV: PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN SILISIKLASTIK Asisten Acara: 1. 2. 3.

Lebih terperinci

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang

Lebih terperinci

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG 4. 1 Latar Belakang Studi Ngrayong merupakan Formasi pada Cekungan Jawa Timur yang masih mengundang perdebatan di kalangan ahli geologi. Perdebatan tersebut menyangkut lingkungan

Lebih terperinci

Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur

Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur Farida Alkatiri 1, Harmansyah 1 Mahasiswa, 1 Abstrak Daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan merupakan lokasi

Lebih terperinci

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada. DESKRIPSI BATUAN Deskripsi batuan yang lengkap biasanya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Deskripsi material batuan (atau batuan secara utuh); 2. Deskripsi diskontinuitas; dan 3. Deskripsi massa batuan.

Lebih terperinci

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Karst Karst berasal dari bahasa Slovenia berarti lahan gersang berbatu. Istilah karst di gunakan untuk mendeskripsikan suatu kawasan atau bentang alam dicirikan dengan

Lebih terperinci

Gambar 1. Chert dalam Ukuran Hand Spicemen. Gambar 2. Chert yang terlipat. Gambar 3. Bedded Chert dan Sayatan Radiolarian Chert

Gambar 1. Chert dalam Ukuran Hand Spicemen. Gambar 2. Chert yang terlipat. Gambar 3. Bedded Chert dan Sayatan Radiolarian Chert Chert Dasar Penamaan (Klasifikasi) Chert Chert adalah penamaan umum yang digunakan untuk batuan siliceous sebagai sebuah kelompok (grup), namun ada yang mengaplikasikannya untuk tipe spesifik dari chert

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI. silika dan pasir besi serta gipsum. Karena porsi batu kapur adalah yang paling

BAB III DASAR TEORI. silika dan pasir besi serta gipsum. Karena porsi batu kapur adalah yang paling BAB III DASAR TEORI 3.1. Sekilas Proses Pembuatan Semen Portland Bahan baku yang dibutuhkan sebuah pabrik semen antara lain adalah batuan yang mengandung kapur (seperti batu kapur dan chalk), tanah liat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi, batuan karbonat kerap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi, batuan karbonat kerap BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi, batuan karbonat kerap menjadi target reservoar potensial selain batuan sedimen silisiklastik. Besarnya cadangan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO Sifat Umum Lumpur Sidoarjo merupakan lumpur yang keluar dari perut bumi, berasal dari bagian sedimentasi formasi Kujung, formasi Kalibeng dan formasi Pucangan. Sedimen formasi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 03: Batuan & Tanah

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 03: Batuan & Tanah Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 03: Batuan & Tanah Tanah Profil tanah Tanah yang kita ambil terasa mengandung partikel pasir, debu dan liat dan bahan organik terdekomposisi

Lebih terperinci

: Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit

: Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit : 09AS117 : Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit Sayatan batugamping Mudstone, butiran 8%) terdiri dari komponen cangkang biota (85%) berupa foraminifera

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adinegoro, U. dan Hartoyo, P., 1974, Paleogeography of Northeast Sumatera, Proceedings Indonesian Petroleum Association, hal 45.

DAFTAR PUSTAKA. Adinegoro, U. dan Hartoyo, P., 1974, Paleogeography of Northeast Sumatera, Proceedings Indonesian Petroleum Association, hal 45. DAFTAR PUSTAKA Adinegoro, U. dan Hartoyo, P., 1974, Paleogeography of Northeast Sumatera, Proceedings Indonesian Petroleum Association, hal 45. Barliana, A, 1999, Prospect and Leads of Matang Area North

Lebih terperinci

ANALISIS FASIES KARBONAT DAN DIAGENESIS FORMASI PEUTU LAPANGAN ABC CEKUNGAN SUMATERA UTARA TESIS BAMBANG SUPRIANTO NIM

ANALISIS FASIES KARBONAT DAN DIAGENESIS FORMASI PEUTU LAPANGAN ABC CEKUNGAN SUMATERA UTARA TESIS BAMBANG SUPRIANTO NIM ANALISIS FASIES KARBONAT DAN DIAGENESIS FORMASI PEUTU LAPANGAN ABC CEKUNGAN SUMATERA UTARA TESIS Oleh BAMBANG SUPRIANTO NIM 22006035 INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2009 ANALISIS FASIES KARBONAT DAN DIAGENESIS

Lebih terperinci

BAB IV FASIES BATUGAMPING

BAB IV FASIES BATUGAMPING BAB IV FASIES BATUGAMPING 4.1. Pola Fasies Dasar Pola fasies yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan Wilson (1975). Dasar pembagian fasies ini memperhatikan beberapa faktor antara lain:

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

A. Pembentukan Batu Gamping

A. Pembentukan Batu Gamping A. Pembentukan Batu Gamping Batu kapur (Gamping) merupakan salah satu mineral industri yang banyak digunakan oleh sektor industri ataupun konstruksi dan pertanian, antara lain untuk bahan bangunan, batu

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN ANALISIS DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU, DAERAH DESA TINAPAN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BLORA, JAWA TENGAH

GEOLOGI DAN ANALISIS DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU, DAERAH DESA TINAPAN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BLORA, JAWA TENGAH GEOLOGI DAN ANALISIS DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU, DAERAH DESA TINAPAN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BLORA, JAWA TENGAH TUGAS AKHIR A Diajukan Sebagai Syarat Dalam Mencapai Kelulusan Strata Satu (S-1)

Lebih terperinci

// - Nikol X - Nikol 1mm

// - Nikol X - Nikol 1mm S S A B B C Foto 3.14 Satuan breksi vulkanik dengan sisipan batupasir-batulempung. Breksi polimik ( B), Monomik (A) dan litologi batupasir-batulempung (bawah,c) Pengambilan sampel untuk sisipan batupasir

Lebih terperinci

Subsatuan Punggungan Homoklin

Subsatuan Punggungan Homoklin Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan sumber daya alam yang terdapat di bumi salah satunya adalah batuan. Menurut Pusat Bahasa Kemdiknas (2008), batuan merupakan mineral atau paduan mineral yang

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN RESERVOIR DAERAH KARST PEGUNUNGAN SEWU, PEGUNUNGAN SELATAN JAWA. Oleh : Salatun Said Hendaryono

PEMBENTUKAN RESERVOIR DAERAH KARST PEGUNUNGAN SEWU, PEGUNUNGAN SELATAN JAWA. Oleh : Salatun Said Hendaryono PEMBENTUKAN RESERVOIR DAERAH KARST PEGUNUNGAN SEWU, PEGUNUNGAN SELATAN JAWA Oleh : Salatun Said Hendaryono PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI UPN VETERAN YOGYAKARTA 1 POKOK BAHASAN : PENDAHULUAN GEOLOGI DAERAH

Lebih terperinci

Proses Pembentukan dan Jenis Batuan

Proses Pembentukan dan Jenis Batuan Proses Pembentukan dan Jenis Batuan Penulis Rizki Puji Diterbitkan 23:27 TAGS GEOGRAFI Kali ini kita membahas tentang batuan pembentuk litosfer yaitu batuan beku, batuan sedimen, batuan metamorf serta

Lebih terperinci

6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel

6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel BAB VI KARAKTERISTIK RESERVOIR Bab VI. Karakteristik Reservoir 6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel Dari hasil analisa LEMIGAS (lihat Tabel 6.1 dan 6.2) diketahui bahwa porositas yang ada

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG

BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG 4.2 Latar belakang Studi Ngrayong telah lama mengundang perdebatan bagi para geolog yang pernah bekerja di Cekungan Jawa Timur. Perbedaan tersebut adalah mengenai lingkungan

Lebih terperinci

Batuan sedimen : batuan yang terbentuk. (pelapukan transportasi sedimentasi diagenesa) Komposisi sedimen :

Batuan sedimen : batuan yang terbentuk. (pelapukan transportasi sedimentasi diagenesa) Komposisi sedimen : BATUAN SEDIMEN Batuan sedimen : batuan yang terbentuk dalam suatu siklus sedimentasi (pelapukan transportasi sedimentasi diagenesa) Komposisi sedimen : - Fragmen mineral/batuan hasil rombakan (terigen)

Lebih terperinci

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975) STRATIGRAFI CEKUNGAN JAWA BARAT BAGIAN UTARA Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara mempunyai kisaran umur dari kala Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen Tengah, yaitu pada Formasi

Lebih terperinci

BATUAN SEDIMEN : BATUAN YANG TERBENTUK. (PELAPUKAN TRANSPORTASI SEDIMENTASI DIAGENESA) KOMPOSISI SEDIMEN :

BATUAN SEDIMEN : BATUAN YANG TERBENTUK. (PELAPUKAN TRANSPORTASI SEDIMENTASI DIAGENESA) KOMPOSISI SEDIMEN : BATUAN SEDIMEN : BATUAN YANG TERBENTUK. (PELAPUKAN TRANSPORTASI SEDIMENTASI DIAGENESA) KOMPOSISI SEDIMEN : BATUAN SEDIMEN Batuan sedimen : batuan yang terbentuk dalam suatu siklus sedimentasi (pelapukan

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR 4.1 Pendahuluan Kajian terhadap siklus sedimentasi pada Satuan Batupasir dilakukan dengan analisis urutan secara vertikal terhadap singkapan yang mewakili

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis urutan vertikal ini dilakukan

Lebih terperinci

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA STUDI DIAGENESA DAN FASIES BATUAN KARBONAT TERHADAP PERKOLASI AIR TANAH UNTUK PENENTUAN AKUIFER DAERAH PACEREJO, SEMANU, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Zaenuri Umam 1 Miftah Mukifin Ali 1 Muhammad

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah penelitian secara umum tersusun atas bentang alam yang cukup kompleks yaitu, perbukitan, lembah dan dataran rendah. Interval ketinggian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan suatu bahan bangunan yang bahan penyusunnya terdiri dari bahan semen hidrolik (Portland Cement), air, agregar kasar, agregat halus, dan bahan tambah.

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Lokasi Penelitian di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah

Gambar 1.1. Lokasi Penelitian di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Penelitian ini dilakukan di daerah Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Lokasi ini dipilih karena secara geologi lokasi ini sangat menarik. Pada lokasi ini banyak dijumpainya

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN FASIES BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG, DAERAH PASIR SALAM DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CILOGRANG, KABUPATEN LEBAK, BANTEN

GEOLOGI DAN FASIES BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG, DAERAH PASIR SALAM DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CILOGRANG, KABUPATEN LEBAK, BANTEN GEOLOGI DAN FASIES BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG, DAERAH PASIR SALAM DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CILOGRANG, KABUPATEN LEBAK, BANTEN TUGAS AKHIR Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata

Lebih terperinci

Gambar 6. Daur Batuan Beku, Sedimen, dan Metamorf

Gambar 6. Daur Batuan Beku, Sedimen, dan Metamorf Definisi Batuan Batuan adaiah kompleks/kumpulan dari mineral sejenis atau tak sejenis yang terikat secara gembur ataupun padat. Bedanya dengan mineral, batuan tidak memiliki susunan kimiawi yang tetap,

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Formasi Latih tersusun dari perselang-selingan antara batupasir kuarsa, batulempung, batulanau dan batubara dibagian atas, dan bersisipan dengan serpih pasiran dan

Lebih terperinci

Arus Traksi dan Arus Turbidit

Arus Traksi dan Arus Turbidit Arus Traksi dan Arus Turbidit Transportasi dan Deposisi Sedimen Media transportasi dari sedimen pada umumnya dapat dibagi menjadi berikut ini : Air - Gelombang - Pasang Surut - Arus Laut Udara Es Gravitasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN

BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN IV.1 Litofasies Suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen terlihat padanya karateristik fisik, kimia, biologi tertentu. Analisis rekaman tersebut digunakan untuk

Lebih terperinci

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Oleh : Edlin Shia Tjandra (07211033) Fanny Kartika (07211038) Theodora Epyphania (07211115) TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti, M.Sc. Teknik Geologi

Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti, M.Sc. Teknik Geologi Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti, M.Sc. Sistem Hidrogeologi disusun oleh: Sistem Akifer Sistem Airtanah SISTEM AKUIFER, Terdiri dari: - LAPISAN PEMBAWA AIR LAPISAN ALAS KEDAP AIR LAPISAN PENYEKAT (TIDAK HARUS

Lebih terperinci

BENTANG ALAM KARST. By : Asri Oktaviani

BENTANG ALAM KARST. By : Asri Oktaviani http://pelatihan-osn.blogspot.com Lembaga Pelatihan OSN BENTANG ALAM KARST By : Asri Oktaviani Pengertian tentang topografi kars yaitu : suatu topografi yang terbentuk pada daerah dengan litologi berupa

Lebih terperinci

IV. BATUAN METAMORF Faktor lingkungan yang mempengaruhi

IV. BATUAN METAMORF Faktor lingkungan yang mempengaruhi IV. BATUAN METAMRF Faktor lingkungan yang mempengaruhi Batuan metamorf adalah batuan yang telah mengalami perubahan dari bentuk asalnya dari batuan yang sudah ada, baik batuan beku, sedimen maupun sebagian

Lebih terperinci

BAB 4 Fasies Batugamping Formasi Citarate

BAB 4 Fasies Batugamping Formasi Citarate BAB 4 Fasies Batugamping Formasi Citarate 4.1 Teori Dasar Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang terususun oleh mineral karbonat sebagai mineral primer. Terbentuknya batuan ini umumnya hasil dari proses

Lebih terperinci

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH ASAL USUL TERBENTUKNYA TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH ASAL USUL TERBENTUKNYA TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH ASAL USUL TERBENTUKNYA TANAH UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENGERTIAN TANAH Apa itu tanah? Material yang terdiri dari

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

TANAH. Oleh : Dr. Sri Anggraeni, M,Si.

TANAH. Oleh : Dr. Sri Anggraeni, M,Si. TANAH Oleh : Dr. Sri Anggraeni, M,Si. Tanah memberikan dukungan fisik bagi tumbuhan karena merupakan tempat terbenamnya/ mencengkeramnya akar sejumlah tumbuhan. Selain itu tanah merupakan sumber nutrien

Lebih terperinci

PENELITIAN PENDAHULUAN BATUAN KARBONAT DI DAERAH BOGOR

PENELITIAN PENDAHULUAN BATUAN KARBONAT DI DAERAH BOGOR ABSTRAK PENELITIAN PENDAHULUAN BATUAN KARBONAT DI DAERAH BOGOR Praptisih 1 dan Kamtono 1 1 Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135 Email: praptie3103@yahoo.com Formasi Bojongmanik

Lebih terperinci

STAG3012 Petrologi batuan endapan

STAG3012 Petrologi batuan endapan STAG3012 Petrologi batuan endapan Kuliah 3 Diagenesis Batuan Klastik DIAGENESIS BATUAN KLASTIK Sedimen yang baru terbentuk biasanya mempunyai susunan sedimen yang longgar, tiada simen yang mengikat butiran,

Lebih terperinci

Bab II Geologi Regional

Bab II Geologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Geologi Regional Kalimantan Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi konvergen antara 3 lempeng utama, yakni

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pantai 2.1.1. Pengertian Pantai Pengertian pantai berbeda dengan pesisir. Tidak sedikit yang mengira bahwa kedua istilah tersebut memiliki arti yang sama, karena banyak

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB KARAKTERISTIK TANAH Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB Pendahuluan Geosfer atau bumi yang padat adalah bagian atau tempat dimana manusia hidup dan mendapatkan makanan,, mineral-mineral

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara BAB V PEMBAHASAN Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara horizontal dan vertikal akibat intrusi basalt maka perlu dikorelasikan antara hasil analisis kimia, tekstur (ukuran

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SISTEM HIDROLOGI KARST DI KARST PIDIE, ACEH. Karst Research Group Fak. Geografi UGM

PERKEMBANGAN SISTEM HIDROLOGI KARST DI KARST PIDIE, ACEH. Karst Research Group Fak. Geografi UGM PERKEMBANGAN SISTEM HIDROLOGI KARST DI KARST PIDIE, ACEH Karst Research Group Fak. Geografi UGM PERTANYAAN?? Apakah karst di daerah penelitian telah berkembang secara hidrologi dan mempunyai simpanan air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (sarjana) sebagai syarat yang harus ditempuh supaya mahasiswa dinyatakan lulus

BAB I PENDAHULUAN. (sarjana) sebagai syarat yang harus ditempuh supaya mahasiswa dinyatakan lulus BAB I PENDAHULUAN Skripsi merupakan tugas akhir mahasiswa program pendidikan strata-1 (sarjana) sebagai syarat yang harus ditempuh supaya mahasiswa dinyatakan lulus dari Jurusan Teknik Geologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses eksogen dan endogen yang membentuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batuan Sedimen Batuan Sedimen adalah salah satu kelompok utama dari batuan di muka bumi. Batuan ini sering membentuk reservoir berpori dan permeabel pada cekungan sedimen dengan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN Geomorfologi pada daerah penelitian diamati dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan yang kemudian diintegrasikan dengan interpretasi

Lebih terperinci