IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengamatan Kapang dengan Metode Slide Culture Kapang yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Mucor hiemalis dan Actinomucor elegans. Adapun morfologi kapang diamati di bawah mikroskop dengan menggunakan metode pengamatan slide culture seperti yang terlihat pada Gambar 9,, dan. Metode slide culture merupakan metode yang lebih baik daripada metode pengamatan langsung di bawah mikroskop, karena dengan metode ini kapang dibiarkan tumbuh sampai optimal sehingga morfologinya nampak terlihat jelas dan utuh. Bila menggunakan metode pengamatan langsung, kapang diambil dari kultur stok tanpa menumbuhkannya terlebih dahulu sehingga kemungkinan besar yang terambil hanya bagian tertentu dari kapang saja, tidak secara keseluruhan morfologi kapang tersebut. a. Rhizopus oligosporus rhizoid stolon sporangiofor sporangia pecah mengeluarkan spora spora Gambar 9 Hasil Pengamatan Slide Culture Rhizopus oligosporus pada Perbesaran x dan x Ciri-ciri R. oligosporus nampak seperti pada Gambar 9 yaitu miseliumnya tidak bersekat, stolon yang tumbuh memanjang pada substrat (medium PDA), sporangioforanya selalu tumbuh berkelompok pada satu noda yang sama dan juga terbentuk rhizoid pada noda tersebut. Sporangiofor R. oligosporus tidak bercabang dan di ujungnya terdapat apofisis yang mempunyai sporangia dengan spora berwarna hitam gelap (Pelczar et al, 9; Frazier dan Westhoff, 98).

2 b. Rhizopus oryzae Pada Gambar terlihat R. oryzae mempunyai morfologi yang hampir sama dengan R. oligosporus akan tetapi berbeda warna spora yang dihasilkan. Kapang ini mempunyai spora yang berwarna gelap abu-abu jika sudah tua. sporagia sporangiofora rhizoid stolon Gambar Hasil Pengamatan Slide Culture Rhizopus oryzae pada Perbesaran x dan x c. Mucor hiemalis Mucor hiemalis seperti yang terlihat pada Gambar. Kapang ini terlihat mempunyai morfologi yang hampir sama dengan Rhizopus yaitu hifa tidak bersepta akan tetapi tidak mempunyai rhizoid, tidak membentuk stolon dan sporangia Mucor lebih kecil daripada sporagia Rhizopus. Hifa-hifa nampak seperti bulu yang lembut dengan warna kuning muda dan spora terlihat teratur serta halus dengan warna putih (Frazier dan Westhoff, 98). sporangia hifa tanpa sekat sporangiofor tanpa rhizoid Gambar Hasil Pengamatan Slide Culture Mucor hiemalis pada Perbesaran x dan x d. Actinomucor elegans Actinomucor elegans mempunyai morfologi yang hampir sama dengan Rhizopus yaitu hifa tidak bersepta (tidak bersekat), mempunyai rhizoid dan menghasilkan sporangia akan tetapi berbeda warna hifa dan spora yang dihasilkan yaitu berwarna putih meskipun sudah tua. Di ujung hifa terdapat percabanganpercabangan yang kemudian berakhir dengan sporangium. Spora A. elegans

3 berwarna putih sehingga tidak mempengaruhi warna pizi jika dipanen terlalu tua atau inkubasi terlalu lama. rhizoid stolon terminal hifa membentuk percabangan sporangia Gambar Hasil Pengamatan Slide Culture Actinomucor elegans pada Perbesaran x dan x. Pembuatan Pizi Proses pembuatan sufu meliputi tiga tahap utama yaitu pembuatan tahu, fermentasi tahu oleh kapang menjadi pizi, dan pemeraman pizi. a. Pengaruh Jenis Kapang terhadap Lama Fermentasi Tahu Selama fermentasi, tahu ditumbuhi miselium kapang yang selanjutnya disebut pizi. Pada tahap pendahuluan telah diketahui bahwa lama fermentasi pizi untuk masing-masing kapang berbeda-beda. Rhizopus dengan inkubasi jam sudah menghasilkan miselium yang kompak (tumbuh optimal) dan belum menghasilkan spora tua sehingga pizi tidak berwarna gelap. Pada inkubasi lebih dari jam menghasilkan miselium yang kompak akan tetapi sporanya sudah tua sehingga pizi yang diinokulasi oleh R. oligosporus berwarna gelap hitam, sedangkan pizi yang diinokulasi oleh R. oryzae berwarna gelap abu-abu (Gambar ). Inkubasi Ke- jam jam jam R. oligosporus R. oryzae Gambar Penampakan Pizi R. oligosporus dan R. oryzae Selama Fermentasi

4 Tahu yang difermentasi oleh M. hiemalis dan A. elegans belum menghasilkan miselium yang kompak setelah diinkubasi jam, sehingga inkubasi diperpanjang sampai menghasilkan miselium kompak yaitu sekitar jam. Sebenarnya pada inkubasi lebih dari jam tidak menghasilkan pizi berwarna gelap karena kedua kapang tersebut mempunyai spora dan miselium berwarna cerah yaitu kuning muda pada M. hiemalis dan putih kapas pada A. elegans. Akan tetapi jika terlalu lama dapat menghasilkan pizi dengan rasa asam dan bau yang menyimpang (off flavor) sebagai hasil degradasi lanjut. Oleh karena itu pada penelitian ini ditetapkan lama inkubasi terbaik untuk R. oligosporus dan R. oryzae adalah jam sedangkan M. hiemalis dan A. elegans adalah jam pada suhu kamar ( - C) dan RH -8% (Gambar ). Pizi R. oligosporus Pizi RR. oryzae Derajat 8 Keputihan /Kecerahan Pizi M. hiemalis Gambar Penampakan Pizi Terbaik yang Telah Difermentasi oleh Empat Jenis Kapang b. Pengaruh Jenis Kapang terhadap Derajat Keputihan dan Kecerahan Pizi Hasil pengukuran tingkat keputihan dan kecerahan dengan Chromameters Minolta seperti yang disajikan dalam Gambar. 8 8 Tahu R. oligosporus R. oryzae Jenis Kapang Pizi A. elegans M.hiemalis A. elegans Derajat Keputihan Derajat Kecerahan Gambar Pengaruh Jenis Kapang terhadap Derajat Keputihan dan Kecerahan Pizi Dibanding Tahu

5 Masing-masing kapang memberikan nilai derajat keputihan dan derajat kecerahan yang berbeda dengan tahu. Dengan uji lanjut DMRT pada taraf uji % menunjukkan berbeda nyata antar perlakuan jenis kapang. Perbedaan ini disebabkan oleh pengaruh miselium dari masing-masing jenis kapang yang berbeda. Kapang M. hiemalis mempunyai miselia dan spora yang berwarna kuning muda dan terlihat pada pizi yang dihasilkan mempunyai derajat keputihan dan kecerahan yang sangat berbeda dengan pizi lainnya. c. Pengaruh Jenis Kapang terhadap Nilai Tekstur, Kekerasan dan Kekuatan Pizi Nilai (g/cm) Nilai Tekstur, Kekerasan dan Kekuatan 8 Tekstur Kekerasan Kekuatan Tahu Pizi R.oligosporus Pizi R.oryzae Pizi M. hiemalis Pizi A. elegans Gambar Pengaruh Jenis Kapang terhadap Nilai Tekstur, Kekerasan dan Kekuatan Pizi Dibanding Tahu Selain tingkat keputihan dan kecerahan yang berbeda juga terjadi perbedaan tekstur antara pizi dengan tahu. Pizi yang dihasilkan mempunyai tekstur yang lebih keras daripada tahu aslinya. Adanya pertumbuhan kapang menyebabkan lapisan luar tahu menjadi lebih keras akibat adanya struktur rigid/kokoh miselium kapang. Di samping itu sebagian air yang terkandung dalam tahu digunakan kapang selama proses pertumbuhannya. Dengan adanya pembentukan miselium pada permukaan tahu juga merupakan alasan untuk tidak terjadi pembusukan tahu akibat pertumbuhan bakteri pembusuk. Seperti yang dijelaskan Wang et al dalam Sumiati (99) bahwa selama fermentasi R. oligosporus dapat menghasilkan senyawa antibakteri yaitu kelompok glikopeptida. Senyawa ini tidak mempunyai spektrum yang luas, akan tetapi mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif yaitu Clostridium botulinum, C. sporogenes, Bacillus subtilis, dan Staphylococcus aureus.

6 d. Pengaruh Jenis Kapang terhadap Tingkat Kesukaan Flavor Pizi Pizi diuji oleh panelis untuk mengetahui peranan masing-masing kapang terhadap flavor pizi yang dihasilkan. Uji yang dilakukan adalah uji pembedaan dengan metode pemeringkatan/ranking berpasangan. Hasil uji (Tabel ) menunjukkan bahwa keempat kapang menghasilkan pizi dengan flavor yang berbeda (T hitung = 8, lebih besar daripada T kritik =,8). Untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap flavor pizi dilakukan uji ranking sederhana dengan menggunakan panelis tidak terlatih dan panelis terlatih. Berdasarkan uji rangking sederhana baik dengan panelis tidak terlatih maupun panelis terlatih menunjukkan kecenderungan hasil yang sama yaitu flavor pizi dari flavor yang disukai sampai flavor yang tidak disukai berturut-turut adalah A. elegans kemudian diikuti oleh R.oligosporus, R. oryzae dan M. hiemalis. Akan tetapi Tabel menunjukkan adanya kedekatan flavor yang dihasilkan antar kapang yaitu flavor pizi dari A. elegans tidak berbeda nyata dengan R. oligosporus sedangkan R. oryzae tidak berbeda nyata dengan M. hiemalis. Tabel Pengaruh Jenis Kapang terhadap Kesukaan Flavor Pizi Sampel Peringkat dengan Peringkat dengan Peringkat Panelis Tidak Terlatih Panelis Terlatih Kesukaan Rhizopus oligosporus 88 Rhizopus oryzae 8 Mucor hiemalis Actinomucor elegans 8 Statistik uji (Friedman s T) dengan panelis terlatih: T = 8. Statistik uji (Friedman s T) dengan panelis tidak terlatih: T =. 8 Nilai kritik χ dengan db = t- () pada taraf % adalah.8 Tabel Hasil Uji Lanjut Sensoris terhadap Flavor Pizi Sampel Panelis Tidak Terlatih Pembedaan HSD =,9 Panelis Terlatih Pembedaan HSD 8 =, Mucor hiemalis a a Rhizopus oryzae 8 a a Rhizopus oligosporus 8 b b Actinomucor elegans 88 b b

7 . Pemeraman Pizi menjadi Sufu.. Pengaruh Jenis Kapang dan Larutan Garam terhadap Mutu Sufu Tahap selanjutnya adalah proses pemeraman yaitu perendaman pizi dalam larutan perendam (dressing mixture). Larutan ini terbuat dari air matang (layak minum), garam dapur dengan berbagai konsentrasi sesuai perlakuan dan ditambah gula % b/v. Selanjutnya ke dalam larutan tersebut dilakukan penambahan bakteri asam laktat (Lb. plantarum kik) dalam media MRS broth sebanyak % v/v. Selain sebagai pemberi cita rasa asin, garam juga dapat bersifat sebagai bahan pengawet sehingga mencegah pertumbuhan mikroba perusak. Menurut Ingram dan Kitchell (9), ion Na dapat bereaksi dengan protoplasma dan mempengaruhi transportasi ion sel. Selain itu adanya garam dapat menurunkan daya larut oksigen sehingga aktivitas mikroba aerobik akan menurun. Hal ini yang memungkinkan terjadinya kerusakan sel dan kematian kapang selama pemeraman. Keberadaan gula juga berperan sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL) dan juga memberikan konstribusi terhadap cita rasa pizi. Pertumbuhan Lb. plantarum kik akan menghasilkan asam laktat yang merupakan suatu senyawa antimikroba. Keberadaan asam laktat dalam media MRSA+ CaCO % b/v ditandai dengan areal bening seperti pada Gambar. Senyawa tersebut bersifat antimikroba yang oleh Lavermicocca et al telah diidentifikasi sebagai fenillaktat dan asam -hidroksi fenillaktat. areal bening A B Gambar (A) Lb. plantarum kik Perbesaran x. (B) Areal Bening sebagai Indikator BAL pada Media MRSA + CaCO % Sufu dipanen setelah diperam selama hari dan dilakukan pasteurisasi sebelum dikemas/dikonsumsi. Gambar 8 menunjukkan proses pemeraman dan hasilnya dari masing-masing perlakuan. Terlihat adanya perbedaan warna larutan pemeram dan sufu yang dihasilkan oleh masing-masing kapang. 8

8 Rhizopus oligosporus % 9% % % 9% % % 9% % Rhizopus oryzae % 9% % % 9% % Mucor hiemalis % 9% % Actinomucoe elegans 9% % 9% % % % Gambar 8 Proses Pemeraman Pizi Menjadi Sufu a. Total Kapang, Bakteri Asam Laktat dan Khamir Jumlah mikroba selama proses perendaman pizi dihitung dengan menggunakan metode Standart Plate Count (AOAC, 999: Fardiaz, 98). Pada Gambar 9 menunjukkan jumlah kapang sedangkan Gambar menunjukkan jumlah khamir dan Gambar menunjukkan jumlah bakteri asam laktat pada masing-masing perlakuan. 9

9 Kapang (CFU/ml) Pizi dari R. oligosporus Kapang (CFU/ml) Pizi dari R. oryzae Lama Fermentasi Inkubasi Hari (Hari) Ke- Garam % Garam % Lama Fermentasi Inkubasi Hari (Hari) Ke- Garam % Garam % Pizi dari M. hiemalis Pizi dari A. elegans Kapang (CFU/ml) Kapang (CFU/ml) Inkubasi Hari Ke- Garam % Lama Fermentasi (Hari) Garam % Lama Fermentasi Inkubasi Hari (Hari) Ke- Garam % Garam % Gambar 9 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Jumlah Kapang Selama Pemeraman Pizi Jumlah kapang berkurang dengan semakin lama waktu inkubasi yaitu dari CFU/ml pada hari ke- menjadi CFU/ml pada hari ke-. Penurunan jumlah kapang menunjukkan adanya sifat penghambatan terhadap pertumbuhan kapang antara lain akibat adanya garam, asam laktat maupun kondisi fermentasi yang cenderung anaerob karena berada dalam keadaan terendam, sedangkan kapang merupakan mikroba yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya (aerob). Garam dapat menghambat pertumbuhan kapang karena menyebabkan perbedaan tekanan osmosis antara lingkungan dengan isi sel dan juga menyebabkan lisis (plasmolisis) pada kondisi hipertonik. Sedangkan asam laktat merupakan asam lemah yang dapat mengganggu sistem membran dan sitoplasma sel kapang (Jay et al, ). Pada penambahan garam lebih tinggi cenderung menghasilkan kapang dalam jumlah lebih kecil. Hal ini dimungkinkan telah terjadi kerusakan sel kapang pada penambahan garam tinggi (%) seperti R. oligosporus yang tidak resisten terhadap kadar garam tinggi di atas 9% (Situngkir, ). Kerusakan ini bisa disebabkan oleh sifat kapang yang tidak osmotoleran sehingga kemungkinan

10 dapat mengakibatkan kerusakan membran sel yang diikuti oleh pengeluaran/lisis cairan sel. Selain itu Jay, et al () menjelaskan bahwa garam dapat menghambat germinasi spora kapang. Pizi dari R. oligosporus Pizi dari R. oryzae BAL (CFU/ml) 9, 8, 8,,,,,,, Lama Inkubasi Fermentasi Hari Ke- (Hari) Garam % Garam % BAL (CFU/ml) 9, 8, 8,,,,,,, Lama Inkubasi Fermentasi Hari Ke (Hari) Garam % Garam % BAL (CFU/ml) 9, 8, 8,,,,,,, Pizi dari M. hiemalis Lama Inkubasi Fermentasi Hari Ke- (Hari) Garam % Garam % BAL (CFU/ml) 9, 8, 8,,,,,,, Pizi dari A. elegans Lama Inkubasi Fermentasi Hari Ke- (Hari) Garam % Garam % Gambar Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Jumlah Bakteri Asam Laktat Selama Pemeraman Pizi Gambar menunjukkan perlakuan dengan R. oligosporus terjadi pertumbuhan bakteri asam laktat pada awal inkubasi sampai hari ke- kemudian terjadi penurunan tidak nyata (seperti fase stasioner). Pada perlakuan dengan R. oryzae pertumbuhan bakteri asam laktat terjadi sampai pada hari ke- kemudian hari ke- terjadi penurunan jumlah bakteri. Sedangkan pada perlakuan M. hiemalis dan A. elegans mempunyai pola pertumbuhan yang mirip dengan perlakuan kapang R. oligosporus akan tetapi pada inkubasi hari- terjadi penurunan hingga jumlah bakteri asam laktat mencapai kisaran CFU/ml dibandingkan perlakuan kapang R. oligosporus yang masih berada pada kisaran 8 CFU/ml. Pada konsentrasi garam yang rendah (%) menghasilkan pertumbuhan bakteri asam laktat lebih tinggi daripada konsentrasi garam yang tinggi (penambahan garam 9% dan %). Akan tetapi Lb. plantarum kik masih dapat tumbuh dan mencapai kisaran jumlah di atas CFU/ml bahkan sampai

11 mendekati 9 CFU/ml. Hal ini diperkirakan karena beberapa spesies BAL merupakan bakteri halofilik yaitu bersifat tahan terhadap konsentrasi garam tinggi. Lb. plantarum kik merupakan bakteri gram positif yang bersifat dapat tahan terhadap garam karena mempunyai sifat osmotoleran yaitu dengan meningkatkan jumlah prolin dalam sel sehingga meningkatkan padatan dalam sel untuk mencegah osmosis cairan sel ke lingkungan (Jay et al, ). Selain itu BAL juga mampu menghasilkan sifat antimikroba (seperti asam fenil laktat) yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba tertentu seperti kapang dan khamir Lavermicocca et al. Kadar garam yang bervariasi memungkinkan terjadi kontaminasi oleh mikroba lain selama pemeraman, sehingga dihitung pula total khamir. Hasil perhitungan total khamir dimulai pada fermentasi hari ke- dan (Gambar ). Pizi dari R. oligosporus Pizi dari R. oryzae Khamir Khamir Garam % Garam % Penambahan Garam pada Larutan Pemeram Garam % Garam % Penambahan Garam pada Larutan Pemeram Fermentasi Hari Ke- Fermentasi Hari Ke- Fermentasi Hari Ke- Fermentasi Hari Ke- Pizi dari M. hiemalis Pizi dari A. elegans Khamir (CFU/ml) Garam % Garam % Penambahan Garam pada Larutan Pemeram Khamir (CFU/ml), Garam % Garam % Penambahan Garam pada Larutan Pemeram Fermentasi Hari Ke- Fermentasi Hari Ke- Fermentasi Hari Ke- Fermentasi Hari Ke- Gambar Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Jumlah Khamir Selama Pemeraman Pizi Gambar menunjukkan jumlah khamir lebih tinggi pada fermentasi hari ke dibandingkan dengan hari ke-. Jumlah khamir menurun dengan semakin meningkatnya jumlah garam yang digunakan pada larutan pemeram. Jay, et al () menjelaskan sistem pertahanan khamir terhadap konsentrasi garam tinggi

12 yaitu dengan meningkatkan konsentrasi alkohol polihidrat dalam sel sehingga jumlah padatan sel dapat menyeimbangkan terhadap tekanan osmosis ekstraseluler dan mencegah osmosis cairan sel ke luar dari sel. b. Nilai ph Larutan Pemeram Selama Pemeraman Pizi Nilai ph larutan perendam pizi dipengaruhi oleh pertumbuhan mikroba dalam larutan tersebut selama pemeraman. Pertumbuhan bakteri asam laktat menghasilkan senyawa organik asam laktat yang berperan dalam penambahan jumlah ion hidrogen sehingga menyebabkan penurunan nilai ph. Pada inkubasi hari ke- ph larutan meningkat kemudian mengalami penurunan pada hari ke- yang kemudian meningkat pada fermentasi hari ke-. Fenomena ini terkait dengan pertumbuhan bakteri asam laktat. Pada hari ke- merupakan pertumbuhan optimal bakteri asam laktat sehingga pada hari ke- cenderung terjadi peningkatan jumlah ion H (penurunan nilai ph). Akan tetapi pada hari ke- sudah terjadi penurunan pertumbuhan bakteri asam laktat (Gambar ) sehingga pada hari ke- terukur nilai ph meningkat yang berarti telah terjadi penurunan jumlah ion H (Gambar ). Di samping itu, mulai hari ke- terjadi peningkatan pertumbuhan khamir yang menghasilkan alkohol (Gambar ). Peningkatan ph disebabkan oleh hasil metabolit khamir yaitu hasil degradasi komponen gula menjadi alkohol yang bereaksi dengan asam laktat membentuk senyawa ester (etil laktat) dan air. Oleh karena itu ph larutan perendam tidak turun melainkan mengalami kenaikan. Sementara itu kadar asam laktat yang meningkat mungkin disebabkan karena pada saat analisis dititrasi dengan NaOH, eti laktat dapat terurai kembali menjadi asam laktat sehingga tetap terukur.

13 Pizi dari R. oligosporus Pizi dari R. oryzae Nilai ph 8 Lama fermentasi (Hari)- Garam % Garam % Nilai ph 8 Lama Fermentasi (Hari) Garam % Garam % Pizi dari M. hiemalis Pizi dari A. elegans Nilai ph 8 Lama Fermentasi (Hari) Garam % Garam % Nilai ph 8 Lama Fermentasi (Hari) Garam % Garam % Gambar Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap ph larutan Pemeram Selama Pemeraman Pizi c. Kadar Asam Laktat larutan Pemeram Selama Pemeraman Pizi Asam laktat merupakan suatu asam organik yang dapat berfungsi sebagai senyawa pengawet. Hal ini karena asam laktat berada dalam bentuk terdisosiasi sebagian, sehingga bentuk asam laktat tidak terdisosiasi dapat dengan mudah masuk ke dalam membran sel. Di dalam sel bentuk asam yang tidak terdisosiasi akan terurai melepaskan ion hidrogen sehingga akan meningkatkan jumlah H + dan ph menjadi rendah (asam). Jumlah proton yang berlebihan dapat meningkatkan integritas membran sitoplasma dan adanya peningkatan ion H akan menyebabkan denaturasi protein (Alakomi et al, ). Menurut Ray () terjadinya kerusakan membran sitoplasma dapat menyebabkan gangguan sistem metabolisme seperti penghambatan transport substrat, penghambatan proses produksi energi dan sintesis makromolekul. Kadar asam laktat larutan pemeram pizi disajikan pada Gambar.

14 Pizi dari R. oligosporus Pizi dari R. oryzae % Asam Laktat,,,, Lama Fermentasi (Hari) Garam % Garam % % Asam Laktat,,,, Lama Fermentasi (Hari) Garam % Garam % % Asam Laktat, Pizi dari M. hiemalis % Asam Laktat, Pizi dari A. elegans,,, Garam % Garam %, Garam % Garam %,, Lama Fermentasi (Hari) Lama Fermentasi (Hari) Gambar Pengaruh Konsentrasi Garam tehadap Kadar Asam Laktat Larutan Pemeram Selama Pemeraman Pizi d. Kadar Air Sufu Pizi mempunyai kadar air yang lebih rendah daripada sufu perlakuan garam %. Hal ini menunjukkan terjadi penambahan air ke dalam sufu selama pemeraman. Penambahan garam % masih menyebabkan air lingkungan (larutan pemeram) yang berdifusi ke dalam sufu masih lebih tinggi dibandingkan jumlah air sufu yang tertarik oleh garam, sehingga kadar air sufu lebih tinggi daripada kadar air pizi. Kadar air sufu menurun dengan semakin tinggi persentase jumlah garam yang ditambahkan pada larutan pemeram. Garam mampu menurunkan a w suatu bahan karena garam akan menarik molekul-molekul air keluar dari bahan. Penurunan kadar air ini berkorelasi dengan tekstur sufu serta tingkat kontaminasinya oleh mikroba perusak. Pada perlakuan dengan larutan garam % menghasilkan kadar air tertinggi karena penyerapan garam ke pizi lebih rendah daripada perlakuan garam 9% dan %, sehingga air dalam bahan tidak banyak yang berdifusi keluar. Selain itu selama pemeraman terjadi perubahan tekstur yang dapat memungkinkan terjadinya absorbsi air ke dalam sufu.

15 Sufu dari R. oligosporus Sufu dari R. oryzae % Kadar Air (wb) % 9% % % Kadar Air (wb) % 9% % Sufu dari M. hiemalis Sufu dari A. elegans % Kadar Air (wb) % 9% % % Kadar Air (wb) % 9% % m Gambar Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Kadar Air Sufu Hasil uji lanjut DMRT pada taraf uji % menunjukkan kadar air berbeda nyata antar perlakuan konsentrasi garam pada masing-masing jenis kapang. Kadar air sufu dari R. oryzae dan M. hiemalis berada pada kisaran lebih dari 8% yang menunjukkan nilai lebih tinggi daripada sufu R. oligosporus dan A. elegans yaitu pada kisaran kurang dari 8% ( 9%). Kadar air menurun dengan semakin tinggi perentase penambahan garam larutan pemeram. Han () menjelaskan bahwa kadar air sufu bervariasi tergantung jenis sufu dan kadar garamnya. White sufu mempunyai kadar air dan kadar garam sebesar % dengan kadar garam 8%, % dengan kadar garam % dan 9% dengan kadar garam %. e. Kadar Abu Sufu Kadar abu meningkat dengan semakin tinggi persentase jumlah garam yang ditambahkan pada larutan pemeram. Peningkatan kadar abu berkorelasi positif dengan kadar garam sufu yang dihasilkan. Selama perendaman dalam larutan garam (pemeraman) terjadi difusi ion Na ke dalam sufu sehingga kadar Na + meningkat. Sudarmadji, et al (99) menjelaskan bahwa Na merupakan suatu mineral yang berkontribusi terhadap peningkatan kadar abu suatu bahan. Uji

16 lanjut DMRT pada taraf uji % menunjukkan kadar abu berbeda nyata antar perlakuan konsentrasi garam pada masing-masing jenis kapang. Sufu dari R. oligosporus Sufu dari R. oryza e % Kadar Abu (wb) % Kadar Abu (wb) % 9% % % 9% % Sufu dari M. hiemalis Sufu dari A. elegans % Kadar Abu (wb) % Kadar Abu (wb) % 9% % % 9% % Gambar Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Kadar Abu Sufu f. Kadar Garam Sufu Kadar garam meningkat dengan semakin tinggi persentase garam yang ditambahkan pada larutan pemeram (Gambar ). Hal ini terjadi karena selama perendaman terjadi difusi garam ke dalam pizi dan difusi air keluar dari pizi. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa selama pemeraman terjadi difusi ion Na ke dalam sufu yang berkontribusi terhadap peningkatan kadar garam. Selain itu juga terbentuk senyawa laktat oleh bakteri asam laktat dan dengan ion Na membentuk garam organik (natrium laktat) yang berperan pula terhadap peningkatan kadar garam sufu (Sudarmadji et al, 99). Hasil uji lanjut DMRT pada taraf uji % menunjukkan kadar garam berbeda nyata antar perlakuan konsentrasi garam pada masing-masing jenis kapang.

17 Sufu dari R.oligosporus Sufu dari R. oryzae % Kadar Garam (wb) 9 8 % 9% % % Kadar Garam (wb) 9 8 % 9% % Sufu dari M. hiemalis Sufu dari A. elegans % Kadar Garam (wb) 9 8 % 9% % % Kadar Garam (wb) 9 8 % 9% % Gambar Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Kadar Garam Sufu Kadar garam tertinggi dihasilkan oleh sufu dari R. oligosporus dan A elegans pada larutan pemeram % yaitu kisaran mendekati %, sedangkan kadar garam sufu dari R. oryzae dan M. hiemalis pada larutan pemeram % mendekati %. g. Kadar Protein Sufu Kadar protein ditentukan dengan dua metode yaitu metode Kjeldhal untuk menentukan kadar protein kasar/total dan metode formol untuk menentukan kadar nitrogen amino bebas sebagai protein terlarut yang merupakan hasil reaksi hidrolisis protein. Hasil uji lanjut DMRT pada taraf uji % menunjukkan kadar protein berbeda nyata antar perlakuan konsentrasi garam pada masing-masing jenis kapang. Selama pemeraman terjadi hidrolisis protein menjadi asam amino-asam amino sehingga kadar protein sufu berkurang. Han () menjelaskan kadar protein pizi adalah,8 ±,8 % (berat kering) sedangkan kadar protein salted pizi (sufu) adalah, ±,% (berat kering). 8

18 Sufu dari R. oligosporus Sufu dari R. oryzae % Kadar Protein (wb) 9 8 % Kadar Protein (wb) 9 8 % 9% % % 9% % Sufu dari M. hiemalis Sufu dari A. elegans % Kadar Protein (wb) 9 8 % Kadar Protein (wb) 9 8 % 9% % % 9% % Gambar Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Kadar Protein Sufu Gambar 8 menunjukkan kadar nitrogen amino bebas dari sufu. Terjadinya hidrolisis protein dapat ditandai dengan pelepasan nitrogen amino bebas. Kadar nitrogen ini kemudian dapat diukur dengan titrasi NaOH (metode formol). Adapun reaksi yang terjadi adalah pengikatan gugus amin dengan NaOH menjadi senyawa protein (asam amino) yang reaktif (elektrofil). Penambahan larutan formaldehid membentuk dimetiol. Jumlah dimetiol diukur dengan metode titrasi menggunakan NaOH. 9

19 Sufu dari R. oligosporus Sufu dari R. oryzae % N Bebas (wb),, % N Bebas (wb),,,,,, % 9% % Sufu Larutan Pemeram,,,, % 9% % Sufu Larutan pemeram Sufu dari M. hiemalis Sufu dari A. elegans % N Bebas (wb),,,,,, % 9% % isufu Larutan Pemeram % N Bebas (wb),,,,,, % 9% % Sufu Larutan Pemeram Gambar 8 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Kadar Nitrogen Amino Bebas Sufu Jumlah protein terlarut pada sufu tertinggi dihasilkan oleh perlakuan dengan perendaman dalam larutan garam 9%, sedangkan jumlah protein terlarut tertinggi pada larutan pemeram dihasilkan oleh perlakuan dengan perendaman dalam larutan garam %. Uji lanjut DMRT pada taraf uji % menunjukkan kadar protein terlarut berbeda nyata antar perlakuan konsentrasi garam pada masingmasing jenis kapang. Protein terlarut dihitung dari nilai nitrogen amino bebas yang mengindikasikan terjadinya proses hidrolisis protein selama fermentasi oleh kapang dan fermentasi oleh bakteri asam laktat selama pemeraman. Gambar 8 menunjukkan total nitrogen amino bebas (jumlah pada larutan pemeram dan sufu) semakin banyak dengan semakin tinggi persentase penambahan garam dalam larutan pemeram. Akan tetapi pada sufu dengan konsentrasi garam %, kadar nitrogen amino bebas cenderung lebih sedikit jumlahnya dibandingkan konsentrasi garam % dan 9%. Seperti yang dijelaskan Han () bahwa selama pemeraman akan terjadi hidrolisis protein dan keberadaan garam dapat membatasi kerja enzim seperti yang terjadi pada sufu bergaram 8% menghasilkan total nitrogen amino bebas dua kali lebih besar daripada kadar garam %.

20 h. Tekstur, Kekerasan dan Kekuatan Sufu Sufu dari R. oligosporus Sufu dari R. oryzae Nilai (g/cm) Nilai (g/cm) Tekstur Kekerasan Kekuatan Tekstur Kekerasan Kekuatan % 9% % % 9% % Sufu dari M. hiemalis Sufu dari A. elegans Nilai (g/cm) Nilai (g/cm) % 9% % Tekstur Kekerasan Kekuatan % 9% % Tekstur Kekerasan Kekuatan Gambar 9 Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Tekstur, Kekerasan dan Kekuatan Sufu Keempat perlakuan kapang mempunyai keseragaman pola tekstur, kekerasan dan kekuatan dari pizi dan sufu yang dihasilkan. Pizi masing-masing kapang mempunyai nilai tekstur, kekerasan dan kekuatan lebih tinggi daripada sufu yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena perendaman dalam larutan garam selama pemeraman menyebabkan perubahan-perubahan pada pizi baik yang bersifat fisik maupun kimia. Tekstur dan kekerasan semakin meningkat dengan semakin tinggi persentase garam yang ditambahkan pada larutan pemeram. Akan tetapi nilai kekuatan sufu menurun pada persentase garam % karena sufu yang dihasilkan lebih bersifat mudah patah meskipun teskturnya lebih kasar dan keras. Sufu dengan kekuatan optimal tercapai pada persentase penambahan garam 9%. i. Derajat Kecerahan dan Keputihan Sufu Selama pemeraman terjadi perubahan pizi baik perubahan fisik maupun kimia/biokimia. Perubahan tersebut juga mempengaruhi kenampakan sufu yang

21 dihasilkan seperti warna. Oleh karena itu dilakukan pengukuran derajat kecerahan dan keputihan sufu yang hasilnya ditampilkan pada Gambar. Sufu dari R. oligosporus Sufu dari R. oryzae Nilai Kecerahan /Keputihan 9 8 % 9% % Kecerahan Keputihan Nilai Kecerahan /Keputihan 9 8 % 9% % Kecerahan Keputihan Sufu dari M. hiemalis Sufu dari A. elegans Nilai Kecerahan /Keputihan 9 8 % 9% % Kecerahan Keputihan Nilai Kecerahan /Keputihan 9 8 % 9% % Kecerahan Keputihan Gambar Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Derajat Kecerahan dan Keputihan Sufu Gambar menunjukkan bahwa derajat kecerahan sufu meningkat dengan semakin meningkatnya persentase penambahan garam larutan pemeram (kecuali pada perlakuan sufu dari M. hiemalis terjadi penurunan pada garam 9%). Sedangkan derajat keputihan mempunyai dua pola grafik menurun dan optimal. Pada sufu dari R. oligosporus dan R. oryzae menunjukkan penurunan derajat keputihan dengan semakin meningkatnya persentase penambahan garam larutan pemeram. Sufu dari M. hiemalis dan A. elegans mempunyai derajat keputihan yang optimal pada larutan pemeram 9%... Penentuan Sufu Terpilih Sufu diuji berdasarkan tingkat kesukaan panelis terlatih dengan menggunakan metode Balance Incomplete Block (BIB) Rating untuk mendapatkan sufu yang paling disukai panelis dari atribut keseluruhan (rasa asin, tekstur, warna dan flavor). Hasil uji (Tabel ) menunjukkan bahwa sufu yang mempunyai nilai paling disukai di antara kelompok sufu yang disukai adalah sufu

22 yang terbuat dari kapang R. oligosporus % v/b yang diperam dalam larutan garam 9%, gula % b/v dan Lb. plantarum kik %v/v. Tabel Hasil Uji Sensoris Sufu dengan Metode BIB Rating Panelis Sampel t=; k = ; r = ; λ= : p= AB AB AB AB AB AB AB AB AB AB AB AB,8,,,9,,,9,,,,,9,9,,8,,,,,, 8,,,,, 9,,, 8,,,9,,,9,, 8,8,, 8, 8,,,, Jumlah,8,,,,,8,,8,,9, Jumlah Terkoreksi -, -9, -9, -, -, -, -,, -9, -, -, -9,9 LSD =, Keterangan: A = R. oligosporus A = R. oryzae A = M. hiemalis A = A. elegans B = garam %; B = garam 9%; B = garam % Tabel Hasil Uji Lanjut Sensoris Sufu Sampel Keterangan Pembedaan Kelompok Peringkat Kesukaan R. oligosporus garam 9%, a a R. oryzae garam %, a a A. elegans garam %, a a R. oryzae garam 9%, a a A. elegans garam 9%,9 a a R. oligosporus garam %,8 a a M. hiemalis garam %, b b R. oligosporus garam %, b b R. oryzae garam %,8 b b A. elegans garam %, b b M. hiemalis garam %,8 b b M. hiemalis garam 9%, c c HSD =, Berdasarkan uji sensoris BIB Rating i(tabel ) diketahui bahwa di antara kelompok sufu yang paling disukai panelis adalah perlakuan sufu dari R. oligosporus yang direndam pada larutan garam 9% dengan penambahan Lb. plantarum kik % v/v. Oleh karena itu sufu tersebut merupakan sufu terpilih yang akan dilanjutkan dengan perlakuan penyimpanan selama minggu, minggu, minggu dan minggu.

23 . Pengaruh Penambahan Lb. plantarum kik dan Pasteurisasi terhadap Mutu Simpan Sufu Berdasarkan hasil uji BIB Rating maka di antara kelompok sufu yang paling disukai di antaranya yaitu R. oligosporus yang direndam dalam larutan garam 9% yang digunakan sebagai sufu terpilih. Sufu ini digunakan untuk mempelajari pengaruh penambahan Lb. plantarum kik dan pasteurisasi terhadap mutu simpan sufu. Pasteurisasi bertujuan menghentikan proses fermentasi oleh bakteri asam laktat, sedangkan pada sufu yang tidak dipasteurisasi proses fermentasi masih berlangsung dan dilihat pengaruhnya selama penyimpanan. Pada perlakuan tanpa pasteurisasi, sufu yang tidak ditambah BAL menunjukkan tanda-tanda kerusakan/bau busuk pada penyimpanan minggu ke- sedangkan sufu yang ditambah BAL menunjukkan kerusakan pada penyimpanan minggu ke-. Pada perlakuan dengan pasteurisasi, sufu yang tidak ditambah BAL menunjukkan tanda-tanda kerusakan/bau busuk pada penyimpanan minggu ke- sedangkan sufu yang ditambah BAL tidak menunjukkan kerusakan pada penyimpanan minggu ke-. Sedangkan rasa asam yang disukai dapat terdeteksi pada sufu yang ditambahkan Lb. plantarum kik, baik yang tanpa dipasteurisasi maupun yang dipasteurisasi (Tabel 8). Tabel 8 Pengaruh Pasteurisasi dan Lb. plantarum kik terhadap Nilai Sensori Bau (off flavor) dan Rasa Asam Sufu Perlakuan Bau (off flavor) Minggu Ke- Kontrol Pasteurisasi Lb. plantarum kik % v/v Lb. plantarum kik % v/v + pasteurisasi Komersial Perlakuan Rasa Asam Minggu Ke- Kontrol Pasteurisasi Lb. plantarum kik % v/v Lb. plantarum kik % v/v + pasteurisasi Komersial Keterangan: semakin banyak jumlah + maka intensitas semakin tinggi Parameter lain yaitu total asam dan ph yang menunjukkan terjadi penurunan total asam dan kenaikan ph selama penyimpanan. ph sangat berperan dalam membatasi pertumbuhan mikroba lain, begitu juga dengan total asam

24 (Gambar ). Kenaikan ph dan penurunan total asam mengindikasikan terjadi pengurangan jumlah ion hidrogen (H + ) selama penyimpanan. Hal ini dimungkinkan karena pertumbuhan khamir yang menghasilkan senyawa alkohol menyebabkan terjadi reaksi esterifikasi antara alkohol dengan asam laktat membentuk etil laktat dan air. Nilai ph Total Asam Laktat (%),8,,,,,,, Penyimpanan Minggu ke- Penyimpanan Minggu Ke- Kontrol Pasteurisasi Kontrol Pasteurisasi Lb. plantarum kik % v/v Lb. plantarum kik % v/v + pasteurisasi Komersial Lb. plantarum kik % v/v Lb. plantarum kik % v/v + pasteurisasi Komersial Gambar Pengaruh Pasteurisasi dan Lb. plantarum kik terhadap ph dan Total Asam Sufu Selama Penyimpanan Gambar juga menunjukkan terjadinya penurunan sifat fisik selama penyimpanan yaitu tekstur yang semakin lembek dan mudah hancur, akan tetapi pada perlakuan dengan penambahan Lb. plantarum kik dan pasteurisasi masih dapat diterima sampai minggu ke-. Pada sufu yang dipasteurisasi sebelum disimpan cenderung mempunyai tekstur lebih kasar daripada sufu yang tidak dipasteurisasi. Hal ini dikarenakan pada sufu yang dipasteurisasi pertumbuhan mikroba dapat dikendalikan sehingga tidak mengalami degradasi lanjut yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri, khamir dan kapang jika ada (data terlampir).

25 NIlai Tekstur (g/cm) Penyimpanan Minggu Ke- Kontrol Pasteurisasi Lb. plantarum kik % v/v Lb. plantarum kik % v/v + pasteurisasi Komersial Gambar Pengaruh Pasteurisasi dan Lb. plantarum kik terhadap Tekstur Sufu Selama Penyimpanan Selama penyimpanan terjadi peningkatan kadar protein sufu (Gambar ). Peningkatan ini disebabkan oleh hidrolisis protein oleh mikroba selama pemeraman. Han () juga menjelaskan bahwa degradasi protein mengakibatkan pelepasan sejumlah asam amino bebas. Asam amino dalam bentuk volatil seperti dekarboksilasi, deaminasi, transaminasi dan bentuk transformasi lainnya sangat berperan dalam pembentukan flavor sufu. % Kadar Protein Terlarut (wb),8,,,,,,, Penyimpanan Minggu Ke- Kontrol Lb. plantarum kik % v/v Komersial Pasteurisasi Lb. plantarum kik % v/v + pasteurisasi Gambar Pengaruh Pasteurisasi dan Lb. plantarum kik terhadap Kadar Protein Terlarut Sufu Selama Penyimpanan

26

27 Yeast Yeast (CFU/ml) Jumlah Yeast Selama Proses Pematangan/Aging Pehtze dari Rhizopus oligosporus Jumlah Yeast Selama Proses Pematangan/Aging Pehtze dari Mucor hiemalis Garam % Garam % Penambahan Garam pada Larutan Aging Garam % Garam % Penambahan Garam pada Larutan Aging Inkubasi Hari Ke- Inkubasi Hari Ke- Inkubasi Hari ke- Inkubasi Hari ke- Yeast Jumlah Yeast Selama Proses Pematangan/Aging Pehtze dari Rhizopus oryzae Garam % Garam % Penambahan Garam pada Larutan Aging Garam % Garam % Penambahan Garam pada Larutan Aging Inkubasi hari ke- Inkubasi Hari Ke- Jumlah Yeast Selama Proses Pematangan/Aging Pehtze dari Actinomucor elegans Yeast (CFU/ml) Inkubasi Hari Ke- Inkubasi Hari Ke- 9

FERMENTASI SUFU RENDAH GARAM DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA KAPANG INDIGENUS DAN LACTOBACILLUS PLANTARUM KIK

FERMENTASI SUFU RENDAH GARAM DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA KAPANG INDIGENUS DAN LACTOBACILLUS PLANTARUM KIK Hasil Penelitian J.Teknol. dan Industri Pangan, Vol. XXI No. 1 Th. 21 FERMENTASI SUFU RENDAH GARAM DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA KAPANG INDIGENUS DAN LACTOBACILLUS PLANTARUM KIK [Fermentation of Low Salt

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker & Moore (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan Jumlah jamur yang terdapat pada dendeng daging sapi giling dengan perlakuan dan

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mikroorganisme tersebar luas di alam seperti di udara, air, tanah, dalam saluran pencernaan hewan, pada permukaan tubuh dan dapat dijumpai pula pada pangan. Mikroorganisme

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL PEMBAHASAN 5.1. Sukrosa Perubahan kualitas yang langsung berkaitan dengan kerusakan nira tebu adalah penurunan kadar sukrosa. Sukrosa merupakan komponen utama dalam nira tebu yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecap Kedelai 1. Definisi Kecap Kedelai Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diinkubasi dengan pembungkus daun Jati (Tectona grandis L.). Koji lamtoro yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diinkubasi dengan pembungkus daun Jati (Tectona grandis L.). Koji lamtoro yang digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan kecap melalui 2 tahap fermentasi, yaitu fermentasi koji dan moromi. Pada tahap fermentasi koji, koji dengan variasi inokulum ragi tempe dan usar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah merupakan bahan pangan yang bersifat mudah rusak (perishable) sehingga perlu diolah untuk memperpanjang umur simpannya. Buah memiliki kandungan vitamin yang tinggi

Lebih terperinci

Pertumbuhan Kapang Tempe pada Fermentasi Tempe Bergaram (Growth of Tempe Moulds in Salt Tempe Fermentation)

Pertumbuhan Kapang Tempe pada Fermentasi Tempe Bergaram (Growth of Tempe Moulds in Salt Tempe Fermentation) Pertumbuhan Kapang Tempe pada Fermentasi Tempe Bergaram (Growth of Tempe Moulds in Salt Tempe Fermentation) Oleh, Dessy Haryani NIM 412009001 SKRIPSI Diajukan kepada Program Studi: Biologi, Fakultas Biologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu merupakan sumber protein nabati yang banyak dikonsumsi masyarakat dan hampir setiap hari dijumpai dalam makanan sehari hari. Di Cina, tahu sudah menjadi daging

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin berkembang dengan pesat, terutama perkembangan antibiotik yang dihasilkan oleh mikrobia. Penisilin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan bakteri asam laktat di dunia pangan dan kesehatan sudah banyak diaplikasikan. Dalam pengolahan pangan, bakteri ini telah lama dikenal dan digunakan, yaitu

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) Peremajaan dan purifikasi terhadap kedelapan kultur koleksi isolat bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk Nipis Terhadap Kadar Protein Analisis protein dilakukan untuk mengetahui kualitas protein tahu putih hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN 2402000003 VI. PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 20 ini mengenai pemeliharaan kultur mikroorganisme yang bertujuan agar praktikan dapat mengerjakan proses pengenceran dan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap pangan asal hewan terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Fermentasi Asinan Rebung Rebung yang digunakan untuk asinan rebung ialah rebung jenis rebung kuning bambu betung (Dendrocalamus asper) dengan kualitas yang baik (Gambar 5a). Fermentasi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis zat antibakteri isolat NS(9) dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap pertama adalah karakterisasi isolat NS(9) yang bertujuan

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 6. NUTRISI DAN MEDIA Kebutuhan dan syarat untuk pertumbuhan, ada 2 macam: fisik suhu, ph, dan tekanan osmosis. kimia

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian bertempat di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian bertempat di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian Penelitian bertempat di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Bahan dan Alat

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan

IV. Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan sayuran yang

Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan sayuran yang TEKNIK PELAKSANAAN PERCOBAAN PENGARUH KONSENTRASI GARAM DAN BLANCHING TERHADAP MUTU ACAR BUNCIS Sri Mulia Astuti 1 Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan sayuran yang berpotensi ekonomi tinggi karena

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih Fermentasi merupakan salah satu metode untuk memperpanjang umur simpan suatu bahan pangan. Ketika fermentasi berlangsung, kandungan gula sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan sebanyak dua kali. Penelitian pendahuluan yang pertama dimaksudkan untuk menentukan jenis bahan tambahan pengental yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS Sifat-sifat fisis-mekanis kemasan yang digunakan untuk mengemas yogurt kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian diperoleh hasil kadar ikan kembung yang diawetkan dengan garam dan khitosan ditunjukkan pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KULTUR UJI 4.1.1 Kemurnian kultur Kemurnian kultur uji merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam melakukan validasi metode analisis karena dapat mempengaruhi hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Utama dan (3) Tepung yang Terpilih Setelah Fermentasi

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Utama dan (3) Tepung yang Terpilih Setelah Fermentasi IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Penelitian Pendahuluan, (2) Penelitian Utama dan (3) Tepung yang Terpilih Setelah Fermentasi 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin Isolat bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan adalah Lactobacillus fermentum 2B2 yang berasal dari daging sapi. Bakteri L. fermentum 2B2 ini berdasarkan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan yang cepat mengalami proses

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada pellet calf starter dengan penambahan bakteri asam laktat dari limbah kubis terfermentasi telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahu, merupakan salah satu makanan yang digemari oleh hampir semua kalangan masyarakat di Indonesia, selain rasanya yang enak, harganya pun terjangkau oleh

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih (Brassica oleracea) merupakan salah satu komoditi pertanian yang banyak dibudidayakan di Indonesia, dapat dipasarkan tanpa terpengaruh musim. Di Jawa Tengah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempoyak durian yang menjadi makanan khas daerah Lampung, merupakan aset daerah yang ternyata memiliki keunikan.

I. PENDAHULUAN. Tempoyak durian yang menjadi makanan khas daerah Lampung, merupakan aset daerah yang ternyata memiliki keunikan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempoyak durian yang menjadi makanan khas daerah Lampung, merupakan aset daerah yang ternyata memiliki keunikan. Pembuatan tempoyak durian hanya dengan menambahkan garam

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara dengan ciri khas masing-masing. Makanan fermentasi tersebut diolah

I. PENDAHULUAN. negara dengan ciri khas masing-masing. Makanan fermentasi tersebut diolah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Makanan hasil fermentasi sudah dikenal sejak lama dan terdapat di berbagai negara dengan ciri khas masing-masing. Makanan fermentasi tersebut diolah berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Kubis putih termasuk ke dalam kategori bahan pangan yang mudah rusak. Kandungan air dalam kubis putih cukup tinggi yaitu mencapai 92%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik tahu merupakan industri kecil (rumah tangga) yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih merupakan bahan pangan yang banyak ditemukan di Indonesia dan sudah tidak asing bagi masyarakat. Kubis putih dapat hidup pada dataran tinggi salah satunya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Dalam SNI tempe didefinisikan sebagai produk makanan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Dalam SNI tempe didefinisikan sebagai produk makanan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tempe merupakan makanan tradisional khas dan telah dikenal lama di Indonesia. Dalam SNI 3144-2009 tempe didefinisikan sebagai produk makanan hasil fermentasi biji

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam famili Brassicaceae, tumbuh di daerah yang berhawa sejuk, yaitu pada ketinggian 800-2000 m di atas permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie basah merupakan produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan

Lebih terperinci

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan Jumlah dan jenis populasi mikroorganisme yang terdapat pada berbagai produk perikanan sangat spesifik. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Ikan Layang Data hasil penelitian pengaruh konsentrasi belimbing terhadap nilai organoleptik ikan layang dapat dilihat pada Lampiran 2. Histogram hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu adalah salah satu jenis makanan yang banyak digemari masyarakat Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan protein. Karena itu, tahu

Lebih terperinci

FERMENTASI SUFU RENDAH GARAM MENGGUNAKAN KAPANG INDIGENES DAN Lactobacillus plantarum kik NURHAYATI

FERMENTASI SUFU RENDAH GARAM MENGGUNAKAN KAPANG INDIGENES DAN Lactobacillus plantarum kik NURHAYATI FERMENTASI SUFU RENDAH GARAM MENGGUNAKAN KAPANG INDIGENES DAN Lactobacillus plantarum kik NURHAYATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 xvi RINGKASAN NURHAYATI. Fermentasi Sufu Rendah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Calf Starter Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke pedet untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya (Winarti et al., 2011). Kebutuhan pedet dari

Lebih terperinci

Pengawetan bahan pangan

Pengawetan bahan pangan Pengawetan bahan pangan SMA Negeri 5 Mataram Dhita Fajriastiti Sativa, S.Pd. Prinsip pengawetan pangan Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan Mencegah kerusakan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6)

Lebih terperinci

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase Abstrak Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR C (KARBON) DAN KADAR N (NITROGEN) MEDIA KULTIVASI Hasil analisis molases dan urea sebagai sumber karbon dan nitrogen menggunakan metode Walkley-Black dan Kjeldahl,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. PREPARASI SUBSTRAT DAN ISOLAT UNTUK PRODUKSI ENZIM PEKTINASE Tahap pengumpulan, pengeringan, penggilingan, dan homogenisasi kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, kulit durian,

Lebih terperinci

Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content

Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content NAMA : FATMALIKA FIKRIA H KELAS : THP-B NIM : 121710101049 Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content 1. Jenis dan sifat Mikroba Dalam fermentasi

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimiawi Susu Kambing Segar

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimiawi Susu Kambing Segar 17 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimiawi Susu Kambing Segar Analisis sifat fisik dan kimiawi susu kambing segar sebagai bahan baku untuk pembuatan yogurt pada penelitian ini

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PEMBUATAN FORMULA YOGURT SINBIOTIK DAN PENGUKURAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGURT SINBIOTIK Pembuatan yogurt sinbiotik dilakukan terhadap 4 formula berdasarkan kombinasi kultur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Penentuan ph optimum untuk pertumbuhan T. asperellum TNJ63 pada media produksi enzim selulase. Optimalisasi pertumbuhan T. asperellum TNJ63 dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009 26 BAB V. PEMBAHASAN 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Hasil foto SEM dengan perbesaran 50 kali memperlihatkan perbedaan bentuk permukaan butiran yang sudah mengandung sel Lactobacillus

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

Gambar 1.2: reproduksi Seksual

Gambar 1.2: reproduksi Seksual Jamur Roti (Rhizopus nigricans) Jika roti lembab disimpan di tempat yang hangat dan gelap, beberapa hari kemudian akan tampak jamur tumbuh diatasnya. Spora yang berkecambah pada permukaan roti akan membentuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase negatif yang dapat memproduksi asam laktat dengan cara memfermentasi karbohidrat, selnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan antibakteri perlu dilakukan untuk mengetahui potensi senyawa antibakteri dari bakteri asam laktat dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji. Daya hambat suatu senyawa antibakteri

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Deskripsi data merupakan pemaparan dan penggambaran data yang dihasilkan selama proses penelitian. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu sumber protein yang dikonsumsi oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu sumber protein yang dikonsumsi oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telur adalah salah satu sumber protein yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat dan merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya

Lebih terperinci

4.1. Hasil Analisa Kuantitatif spora Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, dan Rhizopus oligosporus serta Rhizopus oryzae (2:1) (2:1)

4.1. Hasil Analisa Kuantitatif spora Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, dan Rhizopus oligosporus serta Rhizopus oryzae (2:1) (2:1) 28 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Hasil Analisa Kuantitatif spora Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, dan Rhizopus oligosporus serta Rhizopus oryzae (2:1) Hasil analisa kuantitatif spora Rhizopus oligosporus

Lebih terperinci

Bakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90

Bakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90 Firman Jaya Bakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90 Khamir memerlukan Aw minimal lebih rendah daripada bakteri ±0,88 KECUALI yang bersifat osmofilik Kapang memerlukan Aw minimal

Lebih terperinci

Respirasi Anaerob (Fermentasi Alkohol)

Respirasi Anaerob (Fermentasi Alkohol) Respirasi Anaerob (Fermentasi Alkohol) I. TUJUAN Mengamati hasil dari peristiwa fermentasi alkohol II. LANDASAN TEORI Respirasi anaerob merupakan salah satu proses katabolisme yang tidak menggunakan oksigen

Lebih terperinci