HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin Isolat bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan adalah Lactobacillus fermentum 2B2 yang berasal dari daging sapi. Bakteri L. fermentum 2B2 ini berdasarkan penelitian Widiasih (2008) merupakan bakteri Gram positif dengan katalase negatif dan berbentuk batang dengan susunan tunggal maupun rantai pendek. Bakteri ini menghasilkan supernatan antimikroba yang didominasi oleh asam organik yang memiliki zona hambat yang cukup baik terhadap bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Bakteri indikator yang digunakan pada tahap produksi bakteriosin ada 4 spesies berbeda yaitu Staphylococcus aureus ATCC 25923, Eschericia coli ATCC 25922, Salmonella typhimurium ATCC 14028, dan enteropatogenik Escherichia coli lokal. Pemilihan keempat bakteri indikator disebabkan bakteri-bakteri ini yang sering mencemari makanan bahkan menyebabkan penyakit pada manusia. Bell dan Kyriakides (1998) mengungkapkan bahwa E. coli telah menjadi bakteri indikator pencemaran air dan susu pada awalnya dan berkembang menjadi indikator pada berbagai jenis makanan. Mikroorganisme seperti halnya makhluk yang lain juga mengalami pertumbuhan. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme meliputi nutrisi, waktu, suhu, air, ph dan tersedianya oksigen (Buckle et al., 1985). Pertumbuhan yang baik terjadi bila kebutuhan nutrisi tercukupi, demikian pula produksi bakteriosin akan terjadi secara optimum bila nutrisi tersedia dan sesuai dengan kebutuhan untuk mensekresikan zat aktif tersebut oleh L. fermentum 2B2. Bakteriosin merupakan protein sehingga perlu diujikan sumber protein yang berbeda dalam media, yaitu (1) MRSB dan NaCl 1% ; (2) MRSB, YE 3 %, dan NaCl 1%; (3) MRSB dan tripton 1% yang masing-masing media dikondisikan pada ph 5,0 dan ph 6,0. Pemilihan media tersebut berdasarkan tingkat aktivitas penghambatan senyawa antimikroba yang tinggi pada bakteri indikator yang diuji (Ogunbawo et al., 2003). Media yang digunakan seluruhnya menggunakan MRSB sebagai media pokok. MRSB merupakan media yang mengandung nitrogen dan karbon sebagai sumber nutrisi untuk bakteri tumbuh. Hasil penelitian (Makara, 2002) membuktikan

2 bahwa media MRS merupakan media terbaik pada bakteri L. plantarum dan L. mesenteroides. Produksi bakteriosin menurut Matsuaki et al. (1996) dipengaruhi oleh sumber karbon, nitrogen, dan phosfat yang bisa didapat melalui media. Griffin (1991) menyatakan bahwa mikroba dalam pertumbuhannya membutuhkan makronutrien dan mikronutrien. Salah satu makronutrien yang dibutuhkan adalah karbon yang berguna untuk tumbuh, berkembang biak, sumber energi, dan sebagai cadangan makanan. Oleh sebab itu, media MRSB memenuhi persyaratan sebagai sumber nitrogen dan karbon untuk memproduksi bakteriosin. Griffin (1991) menyatakan bahwa jenis dan jumlah sumber karbon sangat mempengaruhi pertumbuhan bakteri yang secara tidak langsung mempengaruhi sintesa metabolit sekunder. Matsuaki et al. (1996) juga menyatakan bahwa sumber karbohidrat yang berbeda menghasilkan bakteriosin yang berbeda. Nisin sebagai contoh dapat diproduksi dari glukosa, sukrosa, dan xylosa oleh Lactococcus lactis Bakteri L. fermentum 2B2 memiliki karakter dapat memfermentasi beberapa gula-gula sederhana yaitu galaktosa, glukosa, laktosa, rafinosa, sukrosa, dan xylosa (Lampiran 8). Adapun gula-gula sederhana tersebut dapat digunakan sebagai sumber karbon dalam pertumbuhannya. Media pertama yaitu MRSB dengan penambahan NaCl. MRSB (media utama) memiliki kandungan nutrisi yang lengkap untuk pertumbuhan bakteri. Penambahan NaCl pada media MRSB karena NaCl merupakan inducer yang mudah didapat dan memiliki harga yang relatif terjangkau dan berdasarkan (Ogunbawo et al., 2003) media MRSB dengan penambahan NaCl menghasilkan aktivitas antimikroba yang tinggi. Konsentrasi larutan NaCl yang digunakan tidak besar hanya sebesar 1%. Mikroorganisme yang ditumbuhkan pada larutan garam dengan konsentrasi tinggi justru dapat mengakibatkan tubuh mikroba tersebut lisis atau hancur Penambahan YE pada media MRSB berguna untuk menambah nilai nutrisi pada media pertama (MRSB + NaCl 1%). Yeast extract merupakan inducer hasil ekstrak khamir yang mengandung nitrogen. Nitrogen merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi mikroorganisme untuk tumbuh. Penambahan YE pada media ini sebesar 3%. Ogunbawo et al. (2003) mendapatkan bahwa media MRSB ditambah dengan YE 3% menghasilkan aktivitas antimikroba yang tinggi. 25

3 Media ke tiga tidak menggunakan NaCl tetapi dengan penambahan tripton. Tripton merupakan media yang juga mengandung nitrogen. MRSB yang juga mengandung nitrogen ditambah dengan tripton menjadi nutrisi yang cukup untuk L. fermentum 2B2 dapat tumbuh subur. Supernatan bebas sel yang dihasilkan dari setiap media mengandung protein dan asam-asam organik. Supernatan bebas sel tersebut dikondisikan pada ph 5,0 dan ph 6,0 dengan penambahan NaOH. Kondisi dengan tingkat keasaman tersebut diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan pengaruh kondisi asam atau ph rendah yang berasal dari asam-asam organik yang juga dihasilkan sebagai metabolit sekunder dari mikroorganisme yang bersifat antimikroba. Asam-asam organik yang terdapat dalam substrat yang ditambahkan dengan basa (NaOH) akan menghasilkan garam dengan air. Reaksi kimia: Asam + Basa Garam + Air Penghambatan Berbagai Bakteri Indikator oleh Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda Tahap pertama ini dinilai berdasarkan diameter zona hambat yang dihasilkan dari konfrontasi antara substrat kasar bakteriosin pada ketiga jenis media dengan keempat bakteri indikator yang berbeda. Jika dilihat dari perhitungan statistik, keseluruhan perlakuan substrat kasar bakteriosin yang diproduksi dalam media yang berbeda tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap seluruh bakteri indikator. Namun, jika dilihat dari segi rataannya maka media terbaik terdapat pada perlakuan media ke tiga yaitu dengan penambahan tripton 1% (ph 5,0 dan ph 6,0) yang dapat dilihat pada (Gambar 1). Rataan diameter zona hambat yang dihasilkan dari ketiga media terhadap keempat bakteri indikator menunjukkan nilai yang kecil bahkan pada media dengan penambahan YE pada ph 6,0 diameternya 5 mm yang merupakan diameter dari lubang itu sendiri. Hal ini disebabkan pembuatan kultur dalam jumlah yang kecil yaitu hanya 20 ml. 26

4 Diameter Zona Hambat (mm) ,69 5,06 5,76 5,00 5,80 5,08 N5 N6 Y5 Y6 T5 T6 Media Produksi Bakteriosin Keterangan : N5 : Media MRSB + NaCl 1% dengan ph 5.0 N6 : Media MRSB + NaCl 1% dengan ph 6.0 Y5 : Media MRSB + NaCl 1% + YE 3% dengan ph 5.0 Y6 : Media MRSB + NaCl 1% + YE 3% dengan ph 6.0 T5 : Media MRSB + Tripton 1% dengan ph 5.0 T6 : Media MRSB + Tripton 1% dengan ph 6.0 Diameter sumur 5 mm Gambar 1. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap Bakteri Indikator Bakteriosin merupakan protein hasil metabolit dari mikroba yang memiliki sifat bakterisidal terhadap bakteri Gram positif atau bakteri yang berkerabat dekat dengan bakteri penghasilnya (Vuyst dan Vandamme, 1994). Jika bakteri L. fermentum yang ditumbuhkan hanya dalam jumlah yang sedikit, maka bakteriosin sebagai hasil metabolit sekundernya juga akan sedikit. Itu sebabnya, bakteriosin yang dihasilkan belum dapat menghambat bakteri indikator secara optimal. Salah satu dari sifat protein adalah mudah terdenaturasi oleh panas. Oleh sebab itu, peranan rantai dingin selama proses sangat besar. Proses dalam tahap produksi bakteriosin yang sangat memerlukan suhu dingin yaitu saat mengkondisikan substrat menjadi ph 5,0 dan ph 6,0 serta saat mensentrifuse substrat dengan kecepatan rpm. Temperatur substrat saat mengkondisikan ph harus tetap dingin. Sentrifuse substrat dilakukan dengan alat sentrifuse yang telah memiliki pengaturan suhu. Suhu saat sentrifuse diatur pada suhu 4 0 C sehingga walaupun substrat mengalami pergerakan yang sangat cepat yang dapat menghasilkan panas, protein tidak mengalami denaturasi. 27

5 Jenis media seperti yang dijelaskan di atas menentukan kandungan gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan L. fermentum yang secara tidak langsung juga mempengaruhi produksi dari bakteriosin itu sendiri. Kondisi ph yang mendekati netral memang bertujuan menghilangkan pengaruh kondisi asam atau ph rendah yang berasal dari asam-asam organik sehingga mengurangi diameter zona hambat jika dibandingkan pada hasil yang didapat oleh Widiasih (2008). Media dengan kondisi ph 6,0 menurunkan rataan diameter zona hambat pada semua media karena pengaruh antimikroba dari asam-asam organik hilang. Kontrol yang digunakan pada tahap produksi bakteriosin yaitu supernatan bebas sel yang tidak dikondisikan menjadi ph 5,0 dan ph 6,0 sehingga terdapat pengaruh dari asam-asam organik. Pengaruh asam-asam organik (kontrol) terhadap bakteri indikator tidak menghasilkan zona hambat yang berbeda dengan perlakuan. Rataan diameter zona hambat hasil konfrontasi antara supernatan antimikroba dengan bakteri indikator dapat dilihat pada Gambar 2. Diameter Zona Hambat (mm ,12 5,62 5,42 5, ,53 5, ,03 5,28 5,13 5,48 5,03 KN5 KN6 KY5 KY6 KT5 KT6 Media Kontrol Produksi Bakteriosin Keterangan* : KN5 : Kontrol pada Media MRSB + NaCl 1% untuk ph 5.0 KN6 : Kontrol pada Media MRSB + NaCl 1% untuk ph 6.0 KY5 : Kontrol pada Media MRSB + NaCl 1% + YE 3% untuk ph 5.0 KY6 : Kontrol pada Media MRSB + NaCl 1% + YE 3% untuk ph 6.0 KT5 : Kontrol pada Media MRSB + Tripton 1% untuk ph 5.0 KT6 : Kontrol pada Media MRSB + Tripton 1% untuk ph 6.0 Gambar 2. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Supernatan Antimikroba (Kontrol) terhadap Bakteri Indikator Diagram batang di atas menunjukkan bahwa rataan diameter zona hambat yang dihasilkan sangat kecil karena hampir sama dengan diameter lubang. Hal ini 28

6 juga disebabkan jumlah substrat yang sedikit sehingga asam-asam organik hasil metabolit dari L. fermentum 2B2 ini juga sedikit sehingga tidak dapat menghambat dengan baik. Namun, jika dibandingkan rataan diameter zona hambat yang dihasilkan antara perlakuan dengan kontrol, maka diameter zona hambat dengan media kontrol lebih besar dibanding perlakuan. Hal ini disebabkan pada metabolisme mikroorganisme jumlah asam organik sebagai hasil metabolit sekunder bakteri lebih banyak dibanding bakteriosin (Vuyst dan Vandamme, 1994). Jika diperhatikan ada beberapa media yang bahkan tidak menghasilkan zona hambat sama sekali. Hal ini dapat disebabkan asam organik yang dihasilkan terlalu sedikit sehingga tidak mampu menghambat bakteri indikator secara optimum. Cara kerja asam organik dalam menghambat pertumbuhan bakteri yaitu dengan menciptakan kondisi dengan ph rendah, maka bakteri yang tidak tahan dengan kondisi ph rendah tersebut akan mati. Asam lipophilik seperti asam laktat dan asam asetat dalam bentuk gabungan melakukan penetrasi terhadap sel mikrobial pada ph intraseluler yang lebih tinggi, memisahkan diri untuk menghasilkan ion hidrogen dan bergabung dengan fungsi metabolis esensial seperti substrat translokasi dan phosphorilasi oksidatif yang mengurangi ph intraseluler (Baird dan Parker, 1980). Asam organik lipofilik lemah (asetat, propionat, sorbat, dan benzoat) melakukan penetrasi terhadap membran sel dalam bentuk nondisosiasi untuk menghambat pertumbuhan atau menyebabkan kematian dengan cara menguraikan atau mengasamkan sitoplasma (Samelis dan Sofos, 2001c). Penghambatan Bakteri Staphyloccocus aureus ATCC oleh Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda Pengaruh perlakuan media yang berbeda pada substrat kasar bakteriosin terhadap bakteri S. aureus ATCC menunjukkan hasil yang tidak nyata (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa respon S. aureus ATCC terhadap susbstrat kasar bakteriosin pada media yang berbeda tidak berbeda secara signifikan. Namun, jika dilihat dari rataannya saja, media yang terbaik adalah media pertama yaitu dengan penambahan NaCl 1% (ph 5,0), sedangkan media terbaik pada ph 6,0 terdapat pada semua media karena memiliki rataan diameter zona hambat yang sama yang dapat dilihat pada Gambar 3. 29

7 Diameter Zona Hambat (mm) ,88 5,51 5,11 5,00 5,00 5,00 N5 N6 Y5 Y6 T5 T6 Media Produksi Bakteriosin Gambar 3. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap S.aureus ATCC Ketiga media sebenarnya memiliki kemampuan yang sama dalam mengoptimalkan produksi bakteriosin. Begitu juga dengan kondisi ph yang berbeda tidak menghasilkan perbedaan diameter zona hambat yang signifikan. Konsentrasi bakteriosin yang sangat sedikit dalam substrat kasar dapat menjadi faktor penyebab belum optimumnya penghambatan terhadap bakteri indikator S. aureus ATCC Penghambatan Bakteri Salmonella typhimurium ATCC oleh Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda Substrat kasar bakteriosin pada ketiga media yang diujikan pada S. typhimurium ATCC menunjukkan hasil yang tidak nyata (P>0,05). Artinya secara hitungan statistik respon S. typhimurium ATCC terhadap substrat kasar bakteriosin pada media yang berbeda tidak berpengaruh secara signifikan. Jika diperhatikan dari rataan diameter zona hambat terbesar yang dihasilkan dari konfrontasi substrat kasar bakteriosin pada media yang berbeda terhadap bakteri S. typhimurium ATCC 14028, maka media terbaik adalah pada media ke dua (ph 5,0) dan ke tiga (ph 6,0) dapat dilihat pada Gambar 4. 30

8 Gambar 4. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap S. typhimurium ATCC Penelitian sebelumnya mendapatkan bahwa, senyawa antimikroba yang berasal dari L. fermentum dapat menghambat S. typhimurium ATCC dengan diameter zona hambat yang cukup besar (Widiasih, 2008), namun zona hambat yang dihasilkan didominasi oleh asam-asam organik. Bakteri Gram negatif memiliki dinding sel dengan kandungan lipid yang tinggi yaitu 11-12% (Fardiaz, 1992) mengakibatkan asam yang tidak terdisosiasi dapat menembus dinding sel bakteri tersebut. Namun, substrat yang telah dikondisikan ph 5,0 dan ph 6,0 telah menghilangkan pengaruh dari asam-asam organik sehingga zona hambat yang dihasilkan sangat kecil. Jika diperhatikan pada (Gambar 4.), rataan diameter zona hambat pada media ke tiga dengan ph 6,0 cukup besar dan berbeda dengan media lain pada ph yang sama. Hal ini mungkin terdapat pengaruh dari karakter bakteri S. typhimurium ATCC sehingga dapat dihasilkan zona hambat dengan ukuran yang sangat beragam jika dibandingkan dengan bakteri indikator yang lain. Penghambatan Bakteri Escherichia coli ATCC (ETEC) oleh Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda Bakteri ETEC ATCC yang diujikan dengan substrat kasar bakteriosin dengan media yang berbeda tidak menunjukkan hasil yang tidak nyata (P>0,05). Respon ETEC ATCC ini secara hitungan statistik tidak berbeda secara 31

9 signifikan. Namun, diperhatikan dari rataannya maka media terbaik pada media ke dua (ph 5,0) dan ke tiga (ph 6,0) memiliki zona hambat terbesar yang dapat dilihat pada Gambar 5. Diameter Zona Hambat (mm) ,02 5,00 N5 N6 Y5 Y6 T5 T6 Media Produksi Bakteriosin Gambar 5. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap E. coli (ETEC) ATCC Bakteri ETEC ATCC masuk ke dalam kelompok bakteri Gram negatif sama seperti S. typhimurium ATCC 14028, maka memiliki sifat yang pada dasarnya sama khususnya dalam menyerap substrat antimikroba. Namun, pengaruh dari substrat kasar bakteriosin terhadap S. typhimurium ATCC sangat kecil dibanding bakteri yang lain, bahkan ada yang tidak memiliki zona hambat. Substrat kasar bakteriosin dengan media tripton yang dikonfrontasi dengan S. typhimurium ATCC tetap menghasilkan rataan diameter zona hambat yang terbesar pada ph 6,0. Penghambatan Bakteri Enteropatogenik Escherichia coli (EPEC) Lokal dengan Substrat Kasar Bakteriosin pada Media yang Berbeda Substrat kasar bakteriosin pada media berbeda yang diujikan pada EPEC tidak berpengaruh signifikan (P>0.05). Jika ditinjau dari perhitungan statistik pengaruh konfrontasi antara substrat kasar bakteriosin pada media yang berbeda terhadap bakteri indikator memang tidak berpengaruh nyata. Namun, jika ditinjau dari rataan diameter zona hambat yang dihasilkan media yang menggunakan tripton 32

10 menempati urutan pertama pada kondisi ph 5,0, sedangkan media dengan penambahan YE pada kondisi ph 6,0 yang dapat diperhatikan pada Gambar 6. Diameter Zona Hambat (mm) ,96 5,59 5,31 5,30 5,07 5,00 N5 N6 Y5 Y6 T5 T6 Media Produksi Bakteriosin Gambar 6. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap Enteropatogenik E. coli (EPEC) Lokal Bakteri EPEC yang juga merupakan kelompok bakteri Gram negatif yang memiliki kemampuan yang sama dengan bakteri ETEC ATCC dan S. typhimurium ATCC dalam menyerap senyawa antimikroba. Rataan diameter zona hambat yang dihasilkan kecil, namun lebih besar jika dibandingkan dengan bakteri ETEC ATCC Diameter zona hambat pada kondisi ph 6,0 lebih kecil dibanding dengan ph 5,0. Diameter zona hambat yang dihasilkan pada tiap media (ph 5,0) lebih besar jika dibanding dengan kondisi pada ph 6,0. Hal ini disebabkan meningkatnya ph telah mengurangi atau menghilangkan pengaruh antimikroba asam-asam organik. Purifikasi Parsial Bakteriosin Pengaruh kondisi asam atau ph rendah dari asam-asam organik telah dihilangkan pada produksi bakteriosin dengan menambahkan NaOH sehingga menjadi ph 5,0 dan ph 6,0. Tahap purifikasi parsial bakteriosin ini adalah tahap presipitasi protein sehingga dapat dipisahkan dari sebagian besar medianya. Tahap presipitasi protein dilakukan dengan penambahan amonium sulfat. Penambahan amonium sulfat diberikan sebanyak 40% berdasarkan Savadago et al. (2004). Amonium sulfat berfungsi untuk mengendapkan protein yang terdapat pada 33

11 substrat. Protein yang terdapat didalam substrat tidak hanya bakteriosin tetapi juga protein yang berasal dari media. Namun, untuk menguji apakah didalam protein tersebut terdapat bakteriosin adalah dengan mengujinya terhadap bakteri indikator. Jika dihasilkan zona hambat maka kemungkinan endapan protein tersebut terdapat juga bakteriosin. Media yang digunakan dalam tahap purifikasi bakteriosin ini adalah tetap sama yaitu ketiga media yang digunakan pada tahap optimasi bakteriosin. Menurut rataan diameter zona hambat yang dihasilkan, media yang menggunakan tripton adalah media yang paling baik. Namun, karena tidak berbeda secara signifikan maka ketiga media tersebut tetap digunakan. Kondisi keasaman yang digunakan adalah ph 6,0 dikarenakan jika digunakan ph 5,0 bisa saja masih terdapat pengaruh dari asamasam organik. Tahap purifikasi bakteriosin ini media yang dibuat ditambah jumlahnya dibandingkan pada tahap produksi bakteriosin dengan tujuan untuk meningkatkan bakteriosin yang dihasilkan. Masing-masing kultur ditumbuhkan dalam setiap media sebanyak 70 ml yang dapat menghasilkan supernatan bebas sel sekitar 60 ml. Tahap ini juga menerapkan rantai dingin pada prosesnya khususnya saat mengkondisikan ph 6,0 agar tidak merusak bakteriosin. Jika diperhatikan saat amonium sulfat dimasukkan kedalam substrat kemudian digoyang pelan-pelan secara manual maka akan menghasilkan butiranbutiran kecil yang mirip gelembung berwarna putih yang langsung melayang ke atas permukaan substrat dapat dilihat pada (Gambar 7.). Jack et al., (1995) dan Savadago et al., (2006) menyatakan bahwa bakteriosin asal bakteri asam laktat memiliki sifat hidrofobik karena merupakan protein yang bermolekul kecil. Lactacin B contoh bakteriosin yang dihasilkan Lactobacillus acidophilus N2 yang memiliki sifat hidrofobik (Barefoot dan Klaenhammer, 1983). Hal itu menunjukkan bahwa bakteriosin yang dihasilkan oleh L. fermentum 2B2 ini bersifat hidrofobik. 34

12 Protein yang mengapung Gambar 7. Protein Hasil Presipitasi Amonium Sulfat Garam yang dihasilkan dari reaksi asam organik dengan NaOH, pada tahap purifikasi parsial bakteriosin ini ditambah lagi dengan garam yang dihasilkan oleh penambahan amonium sulfat. Garam yang ditambah dengan garam lain tidak membentuk senyawa baru. Garam tersebut kemudian bereaksi dengan membentuk endapan protein yang terpresipitasi berada melayang di permukaan substrat kasar bakteriosin. Reaksi kimia: Garam (asam organik + NaOH) + Garam (Amonium sulfat) Garam Garam + Protein (substrat kasar bakteriosin) endapan protein Protein dapat bereaksi dengan amonium sulfat dan menyebabkan protein mengendap disebabkan konsentrasi ion-ion amonium sulfat yang tinggi menyebabkan muatan listrik di sekitar molekul protein meningkat dan menarik mantel air yang ada di sekeliling molekul protein, sehingga kelarutan protein menurun. Air yang tersedia tidak cukup untuk melarutkan protein karena adanya persaingan antara protein dan garam untuk berikatan dengan hidrogen dan air. Pada konsentrasi rendah, ion-ion amonium sulfat akan melindungi molekul protein dan mencegahnya bersatu, sehingga akan meningkatkan kelarutan protein. Amonium sulfat lebih mampu mengendapkan protein enzim dibandingkan dengan etanol dan aseton. Penambahan substrat kasar bakteriosin dengan buffer fosfat (KH 2 PO 4 ) bertujuan agar mengurangi bahan pengekstrak yang terikat pada molekul protein(wijaya, 2002). Hasil rataan diameter zona hambat dari konfrontasi antara substrat kasar bakteriosin pada media yang berbeda terhadap bakteri indikator yang sama secara 35

13 perhitungan statistik tidak berpengaruh signifikan (P>0,05) yang dapat dilihat pada Gambar Diameter Zona Hambat (mm) N6 Y6 T6 Media Purifikasi Parsial Bakteriosin Keterangan: EPEC lokal S. typhimurium ATCC S. aureus ATCC Gambar 8. Rataan Diameter Zona Hambat oleh Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap Bakteri Indikator Jika diperhatikan dari segi media yang berbeda pada bakteri indikator yang berbeda, maka ditunjukkan bahwa diameter zona hambat yang dihasilkan sangat berbeda antara bakteri S. aureus ATCC yang merupakan bakteri Gram positif dengan S. typhimurium ATCC dan EPEC yang merupakan bakteri Gram negatif (Gambar 9). Diameter Zona Hambat (mm) ,87 6,24 EPEC E P E C S. typhimurium ATCC S. Typhimurium ATCC Bakteri Indikator 23,35 S. aureus ATCC S. aureus ATCC Gambar 9. Rataan Diameter Zona Hambat pada Bakteri Indikator yang Berbeda 36

14 Gambar 10. menunjukkan zona hambat yang dihasilkan dari konfrontasi substrat kasar bakteriosin pada media yang sama terhadap bakteri indikator yang berbeda. Zona hambat yang dihasilkan terlihat perbedaan yang signifikan antara bakteri EPEC (bakteri Gram negatif) dan S. aureus ATCC (Bakteri Gram positif). Oleh sebab itu, tahap purifikasi bakteriosin ini akan dibahas berdasarkan kelompok bakteri indikator yaitu kelompok bakteri Gram positif dan kelompok bakteri Gram negatif. (a) (b) Gambar 10. Perbedaan Diameter Zona Hambat EPEC (a) dan S. aureus ATCC (b) pada Media dengan Penambahan Tripton 1% Penghambatan Bakteri Staphyloccocus aureus ATCC (Bakteri Gram Positif) oleh Substrat Kasar Bakteriosin Substrat kasar bakteriosin ini dihasilkan oleh L. fermentum 2B2 yang merupakan kelompok bakteri Gram positif. Bakteriosin memiliki sifat bakteristatik atau bakterisidal lebih kepada bakteri yang memiliki kekerabatan yang dekat dengan penghasil bakteriosin itu sendiri (Vuyst dan Vandamme, 1994). Bakteri indikator S. aureus ATCC merupakan kelompok bakteri Gram positif yang dengan demikian memiliki kekerabatan yang dekat dengan L. fermentum 2B2 sebagai penghasil bakteriosin. Diameter zona hambat yang dihasilkan (Gambar 10) dari konfrontasi antara substrat kasar bakteriosin pada media tripton terhadap bakteri S. aureus ATCC jauh lebih besar dibandingkan dengan bakteri S. typhimurium ATCC dan EPEC yang merupakan bakteri Gram negatif. bahwa substrat yang diujikan merupakan bakteriosin. Hal ini memperkuat dugaan 37

15 Hasil penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian-penelitian terdahulu dalam (Helander et al. 1997) yang menyatakan bahwa bakteri Gram negatif resisten terhadap kebanyakan bakteriosin yang disebabkan proteksi dari membran luarnya yang membentuk lapisan yang paling luar dari selubung sel, membuat penghalang yang efisien melawan substrat hidrofobik dan makromolekul. Hasil dari penelitian Savadago et al. (2006) menunjukkan bahwa bakteriosin lebih peka terhadap bakteri Gram positif. Bakteri Gram negatif lebih resisten terhadap bakteriosin disebabkan dari sifat alami dari membran yang menyelubungi sel bakteri tersebut. Bhunia et al. (1991) menunjukkan bahwa pediocin (bakteriosin yang dihasilkan oleh Pediococcus acidilactili) berinteraksi dengan asam lipoteikoat yang tidak ada pada bakteri Gram negatif. Molekul ini yang akan berperan yang diperlukan sebagai tempat penerima spesifik yang menyebabkan efek bakterisidal. Jadi, sensibilitas bakteri terhadap bakteriosin bergantung pada ada atau tidak adanya reseptor spesifik atau immunoprotein. Bomberg et al. (2004) menyatakan zona hambat yang lebih besar pada bakteri Gram positif disebabkan bakteri Gram negatif memiliki lipopolisakarida (LPS) pada membran terluar yang membuat suatu proteksi sehingga melindungi dari musuh. Kontrol yang digunakan pada tahap purifikasi ini adalah substrat yang masih dalam kondisi ph awal yaitu berkisar 3,0-4,0. Kondisi ph tersebut menunjukkan bahwa substrat didominasi dengan asam-asam organik. Diameter zona hambat pada kontrol dibandingkan dengan perlakuan terhadap S. aureus ATCC sangat berbeda. Diameter zona hambat yang disebabkan oleh perlakuan yaitu yang menggunakan amonium sulfat memang lebih luas jika dibanding dengan substrat kontrol yang didominasi asam organik. Namun, zona hambat yang diakibatkan oleh asam organik lebih bening dibanding dengan substrat pada perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa menggunakan substrat bakteriosin menghasilkan diameter zona hambat yang cukup luas terhadap bakteri S. aureus ATCC tetapi hanya bersifat bakteristatik atau menghambat pertumbuhan bakteri. Penghambatan Bakteri Salmonella typhimurium ATCC dan Escherichia coli (EPEC) (Bakteri Gram Negatif) oleh Substrat Kasar Bakteriosin Konfrontasi substrat kasar bakteriosin pada media tripton terhadap bakteri S. typhimurium ATCC dan EPEC sebagai bakteri yang masuk dalam kelompok 38

16 bakteri Gram negatif menghasilkan rataan diameter zona hambat yang lebih kecil dibanding S. aureus ATCC dan diantara keduanya tidak berbeda secara signifikan. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang telah ditulis sebelumnya bahwa bakteri Gram negatif tidak memiliki reseptor antimikroba yang sebaliknya dimiliki oleh bakteri Gram positif Bhunia et al. (1991). Struktur membran terluar dari bakteri Gram negatif juga memiliki penghalang dalam melawan substrat hidrofobik (Helander et al. 1997). Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan bakteri Gram negatif lebih resisten terhadap bakteriosin dibanding dengan bakteri Gram positif. Konfrontasi yang dilakukan oleh substrat kontrol terhadap bakteri indikator S. typhimurium ATCC dan EPEC memiliki diameter zona hambat yang lebih besar daripada yang diakibatkan oleh substrat kasar bakteriosin. Zona hambat yang dihasilkan oleh substrat kontrol juga lebih bening karena asam organik bersifat bakterisidal. Hal ini menguatkan bahwa substrat pada perlakuan didominasi oleh bakteriosin karena sifatnya yang lebih menghambat pada bakteri Gram positif yang memiliki kekerabatan yang dekat dengan L. fermentum 2B2 sebagai bakteri penghasilnya. Konsentrasi Penghambatan Minimum Bakteri Indikator (MIC dan MBC) Konsentrasi penghambatan minimum ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi minimum dari bakteriosin dalam mengurangi jumlah bakteri indikator. Bakteri indikator yang digunakan hanya satu jenis yaitu S. aureus ATCC Pemilihan bakteri ini didasarkan pada hasil dari purifikasi bakteriosin yang menunjukkan bahwa pada bakteri indikator S. aureus ATCC dihasilkan zona hambat terbesar. Faktor lain yang menjadi alasan adalah karena S. aureus ATCC merupakan bakteri Gram positif sehingga memperkuat asumsi bahwa zona hambat yang ada diakibatkan oleh bakteriosin. Media yang digunakan juga hanya satu jenis yaitu media yang menggunakan tripton. Faktor yang menjadi alasan pemilihan media ini juga didasarkan pada hasil tahap-tahap sebelumnya yaitu tahap optimasi dan purifikasi bakteriosin. Substrat bakteriosin yang berasal dari media dengan penambahan tripton menghasilkan rataan diameter zona hambat terbesar. Pengertian Minimum inhibitor concentration (MIC) adalah konsentrasi minimum dari substrat kasar bakteriosin dalam menghambat bakteri S. aureus ATCC 39

17 Hasil MIC yang didapat menunjukkan bahwa konsentrasi minimum yang dapat mengurangi jumlah bakteri S. aureus ATCC terjadi pada konsentrasi substrat kasar bakteriosin sebesar 70% dengan pengurangan sebesar 1,67 log cfu/ml yang dimulai dari konsentrasi 10%. Berdasarkan hasil yang didapat ini bisa dijadikan suatu pernyataan bahwa dengan jumlah substrat bakteriosin 3,5 ml dan bakteri indikator 0,5 ml dapat menghambat bakteri S. aureus ATCC berkisar 1 log cfu/ml dengan media NB yang digunakan sebesar 1 ml. MBC yaitu kemampuan substrat bekteriosin mengurangi bakteri indikator sebesar 3 log cfu/ml. MBC terjadi pada konsentrasi substrat kasar bakteriosin sebesar 90%. Pada konsentrasi substrat bakteriosin 90% terjadi pengurangan bakteri indikator S. aureus ATCC sebesar 3,3 log cfu/ml. Pengurangan sebesar ini bisa juga disebabkan faktor media NB yang tidak tersedia sebagai media tumbuh bakteri indikator selama masa inkubasi. Pada (Gambar 11.) dapat kita lihat penghambatan bakteri indikator oleh substrat kasar bakteriosin , ,65 5,56 5 MIC 4,58 Log cfu/ml ,46 MBC 2, Substrat Kasar Bakteriosin (%) Gambar 11. Penghambatan S.aureus ATCC oleh Substrat Kasar Bakteriosin Uji Kepekaan Substrat Bakteriosin terhadap Enzim Katalase Bakteri L. fermentum 2B2 memiliki sifat uji katalase negatif. Hal itu berarti bakteri L. fermentum 2B2 tidak dapat menghasilkan katalase sendiri yang dapat menguraikan hidrogen peroksida. Ada kemungkinan masih terdapat pengaruh hidrogen peroksida pada hasil konfrontasi sehingga perlu diuji dengan menambahkan enzim katalase kedalam substrat kasar bakteriosin. 40

18 Uji kepekaan bakteriosin dengan penggabungan enzim katalase bertujuan untuk memastikan kemurnian bakteriosin khususnya dari senyawa antimkroba lain yaitu hidrogen peroksida. Hasil rataan diameter zona hambat pada ketiga bakteri indikator dapat dilihat pada Gambar 12. Diameter Zona Hambat (mm) S. aureus ATCC S. aureus ATCC EPEC S.Typhimurium ATCC E P E C Bakteri Indikator Bakteri Indikator Gambar 12. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin pada Media Tripton dengan Penambahan Enzim Katalase terhadap Bakteri Indikator 7.46 S. typhimurium ATCC Diameter zona hambat yang terbentuk membuktikan bahwa zona hambat tersebut hanya berasal dari bakteriosin, bukan pengaruh dari hidrogen peroksida. Konfrontasi substrat kasar bakteriosin terhadap bakteri indikator S. aureus ATCC menghasilkan diameter zona hambat yang terbesar. Hal ini semakin menguatkan bahwa zona hambat yang dihasilkan berasal dari bakteriosin. Rataan diameter zona hambat pada bakteri indikator EPEC dan S. typhimurium ATCC memiliki rataan yang juga cukup besar, walaupun nilainya masih lebih rendah dari S. aureus ATCC Cara kerja enzim katalase dalam menghilangkan pengaruh antimikroba dari hidrogen peroksida yaitu dengan cara menguraikannya menjadi air (H 2 O) dan oksigen (O 2 ) (Moss, 1987). Reaksi kimia: H 2 O 2 H 2 O + O 2 Uji Kepekaan Substrat Kasar Bakteriosin terhadap Enzim Proteolitik Karakterisasi substrat kasar bakteriosin dilakukan melalui uji kepekaan terhadap enzim proteolitik. Hasil penelitian Savadago et al. (2004) menunjukkan bahwa senyawa antibakterial yang dihasilkan inaktif dengan semua enzim proteolitik 41

19 (pepsin, tripsin, dan α-chymotripsin) yang membuktikan bahwa senyawa antibakterial tersebut merupakan protein yang adalah karakteristik umum bakteriosin. Enzim mempunyai selektivitas dan spesifitas yang tinggi terhadap reaktan yang direaksikan dan jenis reaksi yang dikatalisasi (Sumarsih, 2007). Substrat bakteriosin yang masih perlu dibuktikan kemurnian sebagai protein diuji dengan penambahan enzim proteolitik dengan tujuan untuk menghidrolisis ikatan polipeptida pada bakteriosin. Enzim tripsin merupakan enzim yang terdiri dari protein saja. Enzim pepsin dan enzim tripsin merupakan enzim yang termasuk dalam golongan enzim permease. Enzim permease adalah enzim yang berperan dalam menentukan sifat selektif permeabel dari suatu membran sel. Hal itu berarti bahwa enzim tripsin dapat mengetahui sifat permeable dari suatu membran. Zona hambat yang terjadi saat konfrontasi substrat bakteriosin bersamaan dengan enzim tripsin terhadap bakteri indikator S. typhimurium menunjukkan bahwa membran yang dimiliki oleh bakteri ini dapat dengan mudah dimasuki oleh substrat yang telah ditambah enzim tripsin (Sumarsih, 2007). Reaksi enzimatik antara enzim proteolitik sangat dipengaruhi dengan kadar substratnya dalam hal ini substrat kasar bakteriosin. Kadar substrat bisa mempercepat reaksi dari enzim tersebut (Sumarsih, 2007). Kadar susbtrat kasar bakteriosin dengan enzim yang digunakan adalah 1: 1 (Savadago et al., 2004). Begitu juga dengan faktor suhu dan kondisi ph, suhu yang optimum dapat meningkatkan reaksi tersebut begitu juga kondisi ph yang tidak boleh terlalu rendah maupun terlalu tinggi karena akan memperlambat reaksi (Sumarsih, 2007). Suhu inkubasi yang digunakan untuk reaksi antara substrat kasar bakteriosin adalah 37 o C (enzim pepsin) dan 25 o C (enzim tripsin), sedangkan ph yang dikondisikan netral (Savadago et al., 2004). Berdasarkan cara pemotongan ikatan peptida, enzim peptidase dapat dibagi menjadi eksopeptidase dan endopeptidase yang bekerja bersama-sama dalam memotong ikatan peptida pada suatu molekul protein. Eksopeptidase bekerja pada kedua ujung molekul protein, yang terdiri dari dua jenis enzim yaitu karbosipeptidase dan amino peptidase. Karboksipeptidase dapat melepaskan asam amino yang memiliki gugus COOH bebas pada ujung molekul protein, sedangkan amino peptidase dapat melepaskan asam amino pada ujung lainnya yang memiliki gugus 42

20 NH 2 bebas. Enzim eksopeptidase dapat langsung melepaskan asam amino dari molekul protein sehingga akan menghasilkan peptida-peptida kecil terlebih dahulu, kemudian peptida-peptida kecil ini akan diuraikan menjadi asam amino oleh enzim eksopeptidase (Moss, 1987). Hasil yang didapat dari konfrontasi substrat kasar bakteriosin pada media tripton dengan penambahan enzim pepsin terhadap bakteri indikator menunjukkan bahwa masih ditemukannya zona hambat. Diameter zona hambat yang dihasilkan cukup besar pada setiap bakteri indikator dapat dilihat rataan diameter zona hambatnya pada Gambar 13. Diameter Zona Hambat (mm) S. aureus ATCC S. aureus ATCC EPEC S.Typhimurium ATCC E P E C Bakteri Indikator S. typhimurium ATCC Gambar 13. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin pada Media Tripton dengan Penambahan Enzim Pepsin terhadap Bakteri Indikator Terdapatnya zona hambat pada bakteri indikator tidak menyimpulkan bahwa substrat tersebut bukan bakteriosin karena bakteriosin yang merupakan protein yang ikatan polipeptidanya dapat terpotong di tempat yang berbeda-beda oleh enzim proteolitik yang berbeda. Zona hambat yang dihasilkan bisa diakibatkan oleh pengaruh ph buffer enzim yang digunakan yang mencapai ph 3,0 sehingga menciptakan kondisi asam yang dapat menghambat dan membunuh bakteri S. aureus ATCC Dugaan ini diperkuat dengan diameter zona hambat yang dihasilkan pada ketiga bakteri indikator cukup besar dan tidak berbeda signifikan pada bakteri 43

21 S. aureus ATCC (bakteri Gram positif) serta EPEC dan S. typhimurium ATCC (bakteri Gram negatif). Bakteriosin yang dicampur dengan enzim tripsin tidak menghasilkan zona bening pada dua jenis bakteri indikator yaitu S. aureus ATCC dan EPEC lokal. Namun, konfrontasi yang dilakukan pada bakteri S. typhimurium ATCC justru didapatkan zona bening dapat dilihat pada (Gambar 14). Diameter Zona Hambat (mm) S. aureus ATCC E P E C S. aureus ATCC EPEC S.Typhimurium ATCC Bakteri Indikator 6.3 S. typhimurium ATCC Gambar 14. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin pada Media Tripton dengan Penambahan Enzim Tripsin terhadap Bakteri Indikator Berbeda dengan kedua bakteri indikator yang lain, S. typhimurium ATCC dapat dihambat oleh substrat kasar bakteriosin dengan penambahan enzim tripsin. Hal tersebut kemungkinan dapat disebabkan oleh masih terdapatnya sisi aktif bakteriosin yang mampu menghambat S. typhimurium ATCC meskipun ikatan peptida protein dari bakteriosin 2B2 telah berhasil dihidrolisis oleh enzim tripsin. 44

Y ij = µ + B i + ε ij

Y ij = µ + B i + ε ij METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2008 sampai bulan September 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak Perah dan Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Karakteristik morfologi L. plantarum yang telah didapat adalah positif, berbentuk batang tunggal dan koloni berantai pendek. Karakteristik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis zat antibakteri isolat NS(9) dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap pertama adalah karakterisasi isolat NS(9) yang bertujuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen Penelitian diawali dengan tahap persiapan dan pemurnian kembali dari keempat kultur bakteri asam laktat (BAL) yaitu Lactobacillus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan antibakteri perlu dilakukan untuk mengetahui potensi senyawa antibakteri dari bakteri asam laktat dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji. Daya hambat suatu senyawa antibakteri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam saluran pencernaan unggas khususnya sekum dan tembolok, terdapat populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri tersebut umumnya bersifat fermentatif.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lactobacillus merupakan salah satu mikroorganisme yang aman jika ditambahkan dalam bahan pangan karena sifatnya tidak tosik dan tidak menghasilkan toksik. Bahkan, Lactobacillus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator Karakterisasi isolat L. plantarum dan bakteri indikator dilakukan untuk mengetahui karakteristik baik sifat maupun morfologi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini berlangsung selama tujuh bulan, yakni mulai dari bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2011. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Ilmu

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus fermentum 2B2 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus fermentum 2B2 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus fermentum 2B2 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN SKRIPSI LAMRIA MAGDALENA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempoyak durian yang menjadi makanan khas daerah Lampung, merupakan aset daerah yang ternyata memiliki keunikan.

I. PENDAHULUAN. Tempoyak durian yang menjadi makanan khas daerah Lampung, merupakan aset daerah yang ternyata memiliki keunikan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempoyak durian yang menjadi makanan khas daerah Lampung, merupakan aset daerah yang ternyata memiliki keunikan. Pembuatan tempoyak durian hanya dengan menambahkan garam

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Kubis putih termasuk ke dalam kategori bahan pangan yang mudah rusak. Kandungan air dalam kubis putih cukup tinggi yaitu mencapai 92%

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih (Brassica oleracea) merupakan salah satu komoditi pertanian yang banyak dibudidayakan di Indonesia, dapat dipasarkan tanpa terpengaruh musim. Di Jawa Tengah,

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator Pemeriksaan terhadap kultur starter sebelum diolah menjadi suatu produk sangatlah penting. Hal ini bertujuan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih Fermentasi merupakan salah satu metode untuk memperpanjang umur simpan suatu bahan pangan. Ketika fermentasi berlangsung, kandungan gula sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN.. HALAMAN PENGESAHAN.. RIWAYAT HIDUP.. i ABSTRAK... ii ABSTRACT.. iii UCAPAN TERIMAKASIH. iv DAFTAR ISI....... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Fermentasi Asinan Rebung Rebung yang digunakan untuk asinan rebung ialah rebung jenis rebung kuning bambu betung (Dendrocalamus asper) dengan kualitas yang baik (Gambar 5a). Fermentasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteri asam laktat yang digunakan merupakan hasil isolasi dari susu sapi segar dan produk olahannya. Bakteri asam laktat indigenous susu sapi segar dan produk olahannya ini berpotensi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Bakteri Asam dan Bakteri Patogen Pemeriksaan terhadap kultur bakteri meliputi Bakteri Asam Laktat (BAL) dan bakteri patogen dilakukan diawal penelitian untuk memastikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Kelompok yang telah diketahui sebagai bakteri asam laktat saat ini adalah termasuk kedalam genus Lactococcus, Streptococcus (hanya satu spesies saja), Enterococcus,

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN SKRIPSI THEO MAHISETA SYAHNIAR DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur pada media susu skim. Pembiakan kultur starter pada susu skim dilakukan untuk meningkatkan populasi kultur yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih merupakan bahan pangan yang banyak ditemukan di Indonesia dan sudah tidak asing bagi masyarakat. Kubis putih dapat hidup pada dataran tinggi salah satunya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie basah merupakan produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. panjang serta bersifat anaerob fakultatif dan katalase negatif (Prescott et al.,

I. PENDAHULUAN. panjang serta bersifat anaerob fakultatif dan katalase negatif (Prescott et al., 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lactobacillus merupakan genus terbesar dalam kelompok bakteri asam laktat (BAL) dengan hampir 80 spesies berbeda. Bakteri ini berbentuk batang panjang serta bersifat

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL PEMBAHASAN 5.1. Sukrosa Perubahan kualitas yang langsung berkaitan dengan kerusakan nira tebu adalah penurunan kadar sukrosa. Sukrosa merupakan komponen utama dalam nira tebu yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri yang memiliki beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini dikarenakan asam - asam organik yang dihasilkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Mikrobiologi Daging

TINJAUAN PUSTAKA Mikrobiologi Daging TINJAUAN PUSTAKA Mikrobiologi Daging Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa mutu mikrobiologi suatu produk makanan ditentukan oleh jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan. Hal ini

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Pendahuluan Preparasi Kultur Starter.

METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Pendahuluan Preparasi Kultur Starter. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak dan Laboratorium Terpadu, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor serta Laboratorium

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam famili Brassicaceae, tumbuh di daerah yang berhawa sejuk, yaitu pada ketinggian 800-2000 m di atas permukaan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) sering disebut tanaman kehidupan karena bermanfaat bagi kehidupan manusia diseluruh dunia. Hampir semua bagian tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase negatif yang dapat memproduksi asam laktat dengan cara memfermentasi karbohidrat, selnya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan bakteri asam laktat di dunia pangan dan kesehatan sudah banyak diaplikasikan. Dalam pengolahan pangan, bakteri ini telah lama dikenal dan digunakan, yaitu

Lebih terperinci

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Uji Identifikasi Fitokimia Hasil uji identifikasi fitokimia yang tersaji pada tabel 5.1 membuktikan bahwa dalam ekstrak maserasi n-heksan dan etil asetat lidah buaya campur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang skrining dan uji aktivitas enzim protease bakteri hasil isolasi dari limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pacar Keling Surabaya menghasilkan data-data sebagai

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Kefir adalah susu yang difermentasi dengan Kefir Grains yang terdiri dari berbagai jenis bakteri asam laktat dan ragi. Kefir, sejenis susu fermentasi yang terbuat dari bakteri hidup.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Ketahanan Lactobacillus plantarum Terhadap Asam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Ketahanan Lactobacillus plantarum Terhadap Asam 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Ketahanan Lactobacillus plantarum Terhadap Asam Bakteri asam laktat yang digunakan sebagai kultur probiotik umumnya diberikan melalui sistem pangan. Untuk itu bakteri

Lebih terperinci

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009 26 BAB V. PEMBAHASAN 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Hasil foto SEM dengan perbesaran 50 kali memperlihatkan perbedaan bentuk permukaan butiran yang sudah mengandung sel Lactobacillus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri ekstrak etanol daun ciplukan (Physalis angulata L.) dalam bentuk sediaan obat kumur terhadap bakteri

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 6. NUTRISI DAN MEDIA Kebutuhan dan syarat untuk pertumbuhan, ada 2 macam: fisik suhu, ph, dan tekanan osmosis. kimia

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mikroorganisme tersebar luas di alam seperti di udara, air, tanah, dalam saluran pencernaan hewan, pada permukaan tubuh dan dapat dijumpai pula pada pangan. Mikroorganisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V. 27 PEMBAHASAN Dari tiga isolat sp. penghasil antimikrob yang diseleksi, isolat sp. Lts 40 memiliki aktivitas penghambatan paling besar terhadap E. coli dan V. harveyi dengan indeks penghambatan masing-masing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan bahan pangan hewani bernilai ekonomis tinggi dan banyak dikonsumsi masyarakat karena kandungan gizinya yang tinggi, baik ikan air laut maupun ikan air

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat (BAL) Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat (BAL) Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat (BAL) Buckle et al. (1987) menyatakan bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri yang menghasilkan sejumlah besar asam laktat sebagai hasil akhir dari metabolisme

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan selama 4 bulan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Laboratorium Terpadu Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan

IV. Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Uji Identifikasi Fitokimia Uji identifikasi fitokimia hasil ekstraksi lidah buaya dengan berbagai metode yang berbeda dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif kandungan senyawa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Isolat Karakterisasi isolat BP (8) untuk verifikasi meliputi pewarnaan Gram, pewarnaan spora, uji motilitas, uji katalase, uji oksidase, uji fermentasi glukosa,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Toleransi Isolat Bakteri Asam Laktat asal Daging pada ph Lambung dan ph Usus

HASIL DAN PEMBAHASAN Toleransi Isolat Bakteri Asam Laktat asal Daging pada ph Lambung dan ph Usus HASIL DAN PEMBAHASAN Toleransi Isolat Bakteri Asam Laktat asal Daging pada ph Lambung dan ph Usus Menurut Havenaar et al. (1992), dalam pengembangan galur probiotik baru, perlu dilakukan seleksi secara

Lebih terperinci

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME Metabolisme adalah seluruh reaksi kimia yang dilakukan oleh organisme. Metabolisme juga dapat dikatakan sebagai proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Susu Kuda Sumbawa Kuda Sumbawa dikenal sebagai ternak penghasil susu yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Orang-orang mengenalnya dengan sebutan susu kuda. Susu kuda

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) Peremajaan dan purifikasi terhadap kedelapan kultur koleksi isolat bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. selulosa dan lignin yang terdapat pada dinding sel tumbuhan. Oleh karena

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. selulosa dan lignin yang terdapat pada dinding sel tumbuhan. Oleh karena 27 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyiapan Tepung Xilan Alami Bagas tebu, sekam padi dan tongkol jagung merupakan limbah pertanian yang memiliki kandungan xilan yang potensial untuk dijadikan media

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Kegiatan Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan nama sapi Grati. Bentuk dan sifat sapi PFH sebagian besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan nama sapi Grati. Bentuk dan sifat sapi PFH sebagian besar 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan antara bangsa-bangsa sapi asli Indonesia (Jawa dan Madura)

Lebih terperinci

SUTOYO. Penapisan Bakteri Asam Laktat (BAL) Asal Berbagai Sumber Bahan. IDWAN SUDIRMAN sebagai ketua, SRI BUDIARTI POERWANTO dm

SUTOYO. Penapisan Bakteri Asam Laktat (BAL) Asal Berbagai Sumber Bahan. IDWAN SUDIRMAN sebagai ketua, SRI BUDIARTI POERWANTO dm SUTOYO. Penapisan Bakteri Asam Laktat (BAL) Asal Berbagai Sumber Bahan Hewani dan Nabati dalam Menghasilkan Bakteriosin ( Di bawah bimbiigan LISDAR IDWAN SUDIRMAN sebagai ketua, SRI BUDIARTI POERWANTO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb.

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Anabolisme = (biosintesis) Proses pembentukan senyawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian utama dan

I. PENDAHULUAN. Minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian utama dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian utama dan unggulan di Indonesia, serta sebagai pendorong tumbuh dan berkembangnya industri hilir berbasis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatif dan oksidase positif, dengan asam laktat sebagai produk utama

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatif dan oksidase positif, dengan asam laktat sebagai produk utama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BAKTERI ASAM LAKTAT Bakteri asam laktat (BAL) adalah bakteri gram positif berbentuk batang, tidak membentuk spora, bersifat anaerob, pada umumnya tidak motil, katalase negatif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan melalui 3 kali pengulangan perlakuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktivitas biokimia sebagai katalis suatu reaksi. Enzim sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecap Kedelai 1. Definisi Kecap Kedelai Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, dengan

Lebih terperinci

Kehidupan. Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi. 7 karakteristik kehidupan. Aspek kimia dalam tubuh - 2

Kehidupan. Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi. 7 karakteristik kehidupan. Aspek kimia dalam tubuh - 2 Kehidupan 7 karakteristik kehidupan Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi Aspek kimia dalam tubuh - 2 Aspek kimia dalam tubuh - 3 REPRODUKSI: Penting untuk kelangsungan hidup spesies.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi ketiga dari negara-negara penghasil nanas olahan dan segar setelah negara Thailand dan Philippines.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produksi buah tropis di Indonesia cukup beragam, salah satu buah yang dibudidayakan adalah buah nanas yang cukup banyak terdapat di daerah Lampung, Subang, Bogor,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin berkembang dengan pesat, terutama perkembangan antibiotik yang dihasilkan oleh mikrobia. Penisilin

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium sulfat dalam menghasilkan enzim bromelin dan aplikasinya sebagai koagulan pada produksi keju. 3.1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu unggas penting yang diternakkan di Indonesia. Ternak ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dengan produk yang dihasilkannya. Produk yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rata-Rata Jumlah Bakteri yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome Hasil perhitungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6)

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Danau Kakaban menyimpan berbagai organisme yang langka dan unik. Danau ini terbentuk dari air laut yang terperangkap oleh terumbu karang di sekelilingnya akibat adanya aktivitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN SKRIPSI THEO MAHISETA SYAHNIAR DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK 1. Widodo, S.P., M.Sc., Ph.D. 2. Prof. drh. Widya Asmara, S.U., Ph.D. 3. Tiyas Tono Taufiq, S.Pt, M.Biotech

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Ekstrak Bakteriosin Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Ekstrak Bakteriosin Kasar HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Ekstrak Bakteriosin Kasar Bakteriosin merupakan senyawa peptida antimikroba yang dapat dimanfaatkan sebagai pengawet alami. Bakteriosin dapat diproduksi oleh Lactobacillus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan pada saat proses fermentasi. ph produk fermentasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan suatu protein yang berfungsi sebagai biokatalisator. Katalisator didefinisikan sebagai percepatan reaksi kimia oleh beberapa senyawa dimana senyawanya

Lebih terperinci