VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah petani yang disamping mengerjakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah petani yang disamping mengerjakan"

Transkripsi

1 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah petani yang disamping mengerjakan usahatani tanaman juga memelihara ternak domba sebagai salah satu cabang usahanya. Beberapa ciri utama dari responden dalam penelitian ini yaitu meliputi: urnur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pekerjaan pokok, dan pekerjaan sampingan (Tabel 9). Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berada pada tingkat usia tahun dengan usia ratarata tahun. Adapun sebaran usia responden secara keseluruhan adalah tahun. Hal ini menunjukan bahwa mata pencaharian sebagai petani dapat dikerjakan mulai golongan usia muda sampai dengan golongan usia relatif tua. Namun demikian terdapat kecenderungan bahwa sebagian besar responden berada pada tingkat usia yang memungkinkan untuk melakukan pekerjaan secara fisik. Hal ini berkaitan dengan jenis pekerjaan dalam pertanian yang sebagian besar merupakan pekerjaan fisik. Untuk karakteristik pendidikan, diketahui bahwa sekitar 90 persen responden berada pada tingkat pendidikan yang relatif rendah yaitu tidak tamat sekolah dasar dan tamat sekolah dasar. Dengan tingkat pendidikan yang demikian maka kemampuan petani dalam menangkap peluangpeluang ekonomi guna pengembangan usahatani yang dijalankannya menjadi relatif terbatas karena keterbatasan dalam ha1 kemampuan analisisnya. Namun demikian, keterbatasan dalam aspek pendidikan ini bukan merupakan satusatunya faktor yang menentukan keberhasilan dalam berusaha.

2 Pengalaman yang didapatkan oleh petani selama ratarata lebih dari sepuluh tahun menjadi salah satu faktor yang dapat dikembangkan untuk mencapai keberhasilan dalam berusaha. Demikian pula dengan penambahan pengetahuan melalui penyuluhan dan pelatihan akan sangat membantu keberhasilan petani. Tabel 9. Karakteristik Responden Karakteristik Responden Umur (th) > 70 Tingkat Pendidikan Formal Tidak Tarnat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Jumlah Tanggungan (Jiwa) > 6 Mata Pencaharian Pokok Petani Buruh Tani Pedagang Mata Pencaharian Sampingan Petani Peternak Buruh Tani Pedagang Tukang Kayuhatu Tidak ada sampingan Frekuensi 9 2 I I Persentase (%)

3 Ditinjau dari jumlah tanggungan keluarga, sebagian besar responden memiliki tanggungan sebanyak 1 3 orang. Hal ini berkaitan dengan status responden yang selwuhnya merupakan kepala keluarga. Karakteristik lain yang juga diperoleh dalarn penelitian ini adalah mengenai posisi usahatani sebagai mata pencaharian utarna diakui oleh sekitar 90 persen responden. Sementara itu pekerjaan sampingan yang dominan ditekuni disamping sebagai petani adalah menjadi pedagang. Data yang diperoleh juga mengungkapkan bahwa sekitar 31 persen responden mengakui bahwa menjadi petani sebagai satusatunya pekerjaan. Hal ini mengidikasikan bahwa usahatani masih dapat diandalkan sebagai sumber penghasilan rumah tangga Karakteristik Usahatani Salah satu karakteristik pokok yang menentukan tingkat produktivitas dalam usahatani adalah luas lahan garapan. Seluruh responden mengungkapkan bahwa usahatani produktif yang dijalankannya dikerjakan pada lahan sawah. Hanya sebagian kecil responden (13.64 %) yang memiliki lahan kering dan pemanfaatan lahan kering inipun bukan sebagai usahatani yang produktif. Berdasarkan hasil survei diperoleh data bahwa responden umumnya menguasai luas sawah garapan kurang dari m2 dengan sebaran dominan pada luasan m2 dan luasan ratarata m2 (~abel 10). Adapun sebaran luas sawah garapan secara keseluruhan adalah m2. Karakteristik ini memang merupakan ciri dari pertanian di daerah Jawa yaitu memiliki lahan garapan relatif kecil dan tersebar.

4 47 Tabel 10. Karakteristik Usahatani Karakteristik Responden Luas Sawah Garapan (m2) < > 5000 Frekuensi Persentase (%) Status sawah Milik Sendiri Sewa Intensitas Tanam (kalilth) Tiga Kali Dua Kali Satu Kali Pola Tanam Musim Tanam I Padi Pola Tanam Musim Tanam I1 Padi Bawang Merah Ubi Jalar Padi + Bawang Merah Bawang Merah + Ubi Jalar Padi + Ubi Jalar Bera Pola Tanam Musim Tanam I11 Padi Bawang Merah Ubi Jalar Padi + Bawang Merah Bawang Merah + Ubi Jalar Bera

5 Data yang diperoleh juga menunjukan berbagai jenis tanaman yang diusahakan oleh petani pada setiap musim tanam. Untuk musim tanam I (MT I) dan musim tanam I1 (MT 11), padi merupakan komoditas utama yang dibudidayakan oleh petani. Hal ini berkaitan dengan karakteristik pola konsumsi masyarakat Indonesia yang menempatkan padi sebagai sumber makanan pokok utama. Sementara itu, untuk musim tanam I11 (MT 111), padi bukan merupakan tanaman yang dominan diusahakan oleh petani. Dalam ha1 ini yang menjadi salah satu faktor penentu adalah menyangkut ketersediaan air. Jenis tanaman yang diusahakan oleh petani dalam kurun waktu satu tahun meliputi tanaman padi, palawija dan sayuran. Tanaman palawija yang dibudidayakan oleh responden adalah ubi jalar dan untuk sayuran adalah bawang merah. Semua jenis tanaman tersebut dibudidayakan secara monokultur dan merupakan tanaman musiman. Berdasarkan pola tanam yang dilakukan oleh petani pada setiap musim tanamnya terdapat gambaran bahwa untuk MT I pola tanam yang dilakukan oleh petani dilokasi penelitian relatif seragam. Sementara itu untuk MT I1 dan MT I11 pola tanam yang dilakukan petani relatif beragam. Kondisi yang sama juga ditemui dalam ha1 pemanfaatan lahan yaitu terdapat variasi dalam setiap musim tanam. Pada MT I seluruh lahan ditanami, sedangkan pada MT I1 terdapat lahan bera atau lahan yang tidak ditanami bahkan untuk MT I11 lebih dari 50 persen responden tidak dapat memanfaatkan lahan garapan yang dikuasainya. Hal ini berkaitan dengan intensitasa tanam yang dapat dilakukan oleh responden pada lahan garapan tersebut.

6 Dengan mempertimbangkan adanya perbedaan intensitas tanarn untuk lahan yang dikuasai responden maka guna keperluan analisis dalam penelitian ini disusun aktivitas produksi dalam bentuk pola tanam selama satu tahun untuk setiap kategori lahan. Aktivitas pola tanam yang dipertimbangkan masuk dalam model disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Pola Tanam yang Dipertimbangkan Masuk dalam Model Perencanaan Optimal Lahan Sawah 1 x tandtahun PadiBera Pola Tanam Kode Pola Tanam PT 1 Sawah 2x tandtahun Sawah 3x tandtahun PadiPadi PadiUbi Jalar PadiBawang Merah PadiPadiPadi PadiPadiBawang Merah PadiPadiUbi Jalar PadiBawang MerahBawang Merah PadiBawang MerahUbi Jalar Padi(Padi + Bw. Merah)(Padi+ Bw. Merah) Padi(Padi+Ubi JalarFBawang Merah PT2 PT3 PT4 PT5 PT6 PT7 PT8 PT9 PTlO PTl Penggunaan Lahan Berdasarkan kemampuan lahan sawah untuk ditanami dalam satu tahun maka sumber daya lahan yang dikuasai oleh petani dikelompokkan menjadi: (1) lahan sawah lx tandtahun, (2) lahan sawah 2x tandtahun, dan (3) lahan sawah 3x tandtahun. Ketersediaan sumberdaya lahan yang dikuasai oleh responden disajikan pada Tabel 12.

7 50 Tabel 12. Sumberdaya Lahan yang Dikuasai Oleh Responden Uraian Luas Minimum Luas Maksimum Jumlah Rataan lx tandth Lahan Sawah (m2) 2x tandth x tandth Sementara itu, ketersediaan sumberdaya lahan untuk tingkat wilayah adalah 105 hektar lahan sawah lx tandtahun, 653 hektar lahan sawah 2x tandtahun, dan hektar lahan sawah 3x tandtahun. Dengan demikian maka kendala lahan dalam model program linier adalah sebagai berikut: 1. Model tingkat usahatani pada lahan sawah lx tandtahun 2. Model tingkat usahatani pada lahan sawah 2x tandtahun 3. Model tingkat usahatani pada lahan sawah 2x tandtahun Y1: 1X1+1X2+1X3+1X4+1X5+1X6+1X7 I Model tingkat wilayah, skenario I, dan skenario I Penggunaan Tenaga Kerja Dalam melaksanakan aktivitas pola tanam maka kegiatan yang dilakukan petani ditentukan oleh fase pertumbuhan tanaman yang dibudidayakannya. Kegiatan

8 yang umum dilakukan oleh petani pada berbagai jenis tanaman yang dibudidayakan disaj ikan pada Tabel 1 3. Tabel 1 3. Kegiatan Budidaya Tanaman Keterangan: a = Persemaian dan atau pengolahan tanah bc = Penanaman dan pemeliharaan c = pemupukan dan penyemprotan) d = Panen danpascapanen Perbedaan dalam aktivitas yang dijalankan oleh petani pada setiap fase menyebabkan perbedaan dalam ha1 curahan kerja. Demikian pula dengan perbedaan dalam intensitas kerja karena perbedaan jenis tanaman yang diusahakan juga mempengaruhi jumlah curahan kerja. Tabel 14 menguraikan jurnlah curahan kerja untuk setiap pola tanam yang diusahakan oleh petani di lokasi penelitian. Tabel 14. Curahan Kerja pada Setiap Pola Tanam Pola Tanam PT 1 PT2 PT3 PT4 PT5 PT6 PT7 PT8 PT9 PTlO PTll Nov Musim Tanam I (HOWHa) Des Jan Feb Musim Tanam I1 (HOWHa) Mar Apr Mei Jun Musim Tanarn I11 (HOWHa) Jul Ags Sep Okt

9 Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa jumlah anggota keluarga responden berkisar antara 2 8 orang. Namun demikian, tidak semua anggota keluarga terlibat dalam usahatani. Data yang diperoleh menunjukan bahwa ratarata jumlah tenaga kerja keluarga yang tersedia untuk setiap bulannya adalah HOK, HOK, dan HOK masingmasing untuk usahatani pada lahan sawah lx tandtahun, lahan sawah 2x tandtahun dan lahan sawah 3x tandtahun. Sementara itu untuk tingkat wilayah ketersediaan tenaga kerja petani didekati dengan cara menghitung seluruh tenaga kerja yang tersedia pada sektor pertanian di wilayah penelitian. Hasil yang diperoleh adalah HOWbulan (Lampiran 1). Dengan demikian maka kendala tenaga kerja dalam model program linier termasuk tenaga kerja untuk memelihara ternak adalah sebagai berikut: 1. Model tingkat usahatani pada lahan sawah lx tandtahun Y2 : 50.8X X2 1x Y3 : 40.0X X2 1x Y4 : 15.2X1+3.4X2 1x Y5 : 30.5X1+ 3.4X2 1x Y6 : 3.4X2 1x7s Y7 : 3.4X2 1x Y8 : 3.4X2 1x Y9 : 3.4X2 1x YlO: 3.4X2 1x Yll : 3.4X2 1x Y12 : 3.4X2 1x Y13 : 3.4X2 1x

10 2. Model tingkat usahatani pada lahan sawah 2x tanarn/tahun Y2 : 50.8X x X X4 1x5 I Y3 : 40.0X X X X4 1x6 I Y4 : 15.2X X X3+3.4X4 1x7 I Y5 : 30.5X X X X4 1x8 I Y6 : 50.8X x X X4 1x9 I Y7 : 40.0X X x X4 1x10 I Y8 : 152x X X X4 1x11 I Y9 : 30.5X X x X4 1x12 I Y1O : 3.4X4 1x13 I Yll : 3.4X4 1x14 I Y12 : 3.4X4 1x15 I Y13 : 3.4X4 1x16 I Model tingkat usahatani pada lahan sawah 3x tanamltahun

11 4. Model tingkat wilayah, skenario I, dan skenario I1

12 Penggunaan Input Faktor Input faktor utama yang digunakan oleh petani dalam menjalankan aktivitas usahatani meliputi bibit tanaman dan pupuk anorganik. Penggunaan bibit tanaman untuk setiap musim tanam sangat bergantung pada pola tanam yang dijalankan oleh petani. Bibit tanaman yang digunakan oleh petani di lokasi penelitian meliputi bibit padi, ubi jalar dan bawang merah. Cara yang dominan dilakukan oleh petani untuk mendapatkan input bibit ini adalah dengan cara membeli. Namun demikian, untuk jenis tanaman yang yang dibudidayakan dalam dua musim tanam yang bemtan maka bibit untuk musim tanam yang berikutnya diperoleh dari hasil sendiri pada musim tanam sebelumnya. Rataan penggunaan bibit tanaman di lokasi penelitian di sajikan pada Tabel 15 dan untuk ketersediaan bibit tanaman untuk masingmasing jenis tanarnan pada setiap musim tanam disajikan pada Tabel 16. Tabel 15. Rataan Penggunaan Bibit Tanaman Per Hektar Per Musim Tanam di Kecamatan Sukahaji Uraian Bibit Padi (kg) Bibit Ubi Jalar (kg) Bibit Bawang Merah (kg) MT I 48 MT I MT I

13 56 Tabel 16. Ketersediaan Bibit Tanaman Komponen Musim Tanam I : Padi (Kg) Musim Tanam I1 : Padi (Kg) Ubi Jalar (Kg) Bawang Merah (Kg) Musim Tanam I11 : Padi (Kg) Ubi Jalar (Kg) Bawang Merah (Kg) Tingkat Usahatani lxtanam 2xtanam 3xtanarn Tingkat Wilayah Dengan demikian maka kendala bibit tanaman dalam model program linier adalah sebagai berikut: 1. Model tingkat usahatani pada lahan sawah 1 x tandtahun 2. Model tingkat usahatani pada lahan sawah 2x tandtahun 3. Model tingkat usahatani pada lahan 3x tanarnltahun

14 4. Model tingkat wilayah 5. Model skenario I dan skenario 11

15 Sementara itu, untuk pupuk anorganik terdiri atas pupuk urea, TSP, KCl, dan ZA. Keempat jenis pupuk anorganik ini digunakan oleh petani untuk tanaman padi dan bawang merah. Adapun untuk tanaman ubi jalar, jenis pupuk yang digunakan hanya urea dan KCl. Rataan penggunaan pupuk anorganik di lokasi penelitian di sajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Rataan Penggunaan Pupuk Anorganik Per Hektar Per Musim Tanam di Kecamatan Sukahaji Uraian Urea (Kg) TSP (Kg) KC1 (Kg) ZA (Kg) MT I MT I MT I Sementara itu untuk penggunaan pupuk anorganik untuk masingmasing jenis tanaman disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Rataan Penggunaan Pupuk Anorganik Untuk Setiap Jenis Tanaman Per Musim Tanam di Kecamatan Sukahaji Uraian Padi : MT I MT I1 MT I11 Bawang Merah : MT I1 MT I11 Ubi Jalar : MT I1 MT I11 Urea (kg) TSP (kg) KC1 (kg) ZA (kg)

16 Ketersediaan pupuk anorganik baik pada tingkat usahatani maupun tingkat wilayah pada setiap musim tanam disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Ketersediaan Pupuk Anorganik Komponen Pupuk Anorganik Musim Tanam I (Kg) : Urea TSP KC1 ZA Pupuk Anorganik Musim Tanam I1 (Kg) : Urea TSP KC1 ZA Pupuk Anorganik Musim Tanam I11 (Kg) : Urea TSP KC1 ZA lxtanam Tingkat Usahatani 2xtanam xtanarn OO OO Tingkat Wilayah Dengan demikian maka kendala pupuk anorganik dalarn model program linier adalah sebagai berikut: 1. Model tingkat usahatani pada lahan sawah lx tanadtahun

17 2. Model tingkat usahatani pada lahan sawah 2x tandtahun 3. Model tingkat usahatani pada lahan 3x tandtahun

18 4. Model tingkat wilayah

19 5. Model skenario I dan skenario I Modal Usahatani Sumberdaya modal yang tersedia berasal dari dua sumber yaitu modal sendiri dan modal pinjarnan (kredit). Sumberdaya modal sendiri didekati dengan cara menghitung ratarata tingkat pendapatan rumah tangga petani selama satu tahun. Data

20 yang diperoleh menunjukan bahwa ratarata modal yang tersedia untuk usahatani pada lahan sawah lx tandtahun adalah Rp , untuk usahatani pada lahan sawah 2x tandtahun adalah Rp , dan untuk usahatani pada lahan sawah 3x tandtahun adalah Rp Ketersediaan sumberdaya modal ini dialokasikan pada setiap musim tanam sehingga jumlah modal yang tersedia untuk setiap musim tanam adalah sebesar Rp , Rp , dan Rp masingmasing untuk usahatani pada lahan sawah lx tandtahun, lahan sawah 2x tandtahun, dan lahan sawah 3x tandtahun. Untuk tingkat wilayah jumlah modal yang tersedia adalah Rp /tahun (Lampiran 1). Dengan demikian untuk setiap musim tanam jumlah modal yang berasal dari petani yang tersedia pada tingkat wilayah untuk menjalankan usahatani di wilayah Kecamatan Sukahaji adalah sebesar Rp Sementara itu, untuk modal yang berasal dari pinjaman kredit ketersediaanya dipengaruhi oleh luas areal tanam dan ratarata jumlah kredit per hektar luas tanam. Hasil yang diperoleh untuk ketersediaan kredit usahatani pada tingkat usahatani adalah sebesar Rp musim tanam dan untuk tingkat wilayah besarnya adalah Rp , Rp , dan Rp masingmasing untuk musim tanam pertama sampai ketiga. Adapun biaya produksi per hektar lahan untuk setiap jenis tanaman pada setiap musim tanam disajikan pada Tabel 20.

21 64 Tabel 20. Biaya Produksi Setiap Jenis Tanaman Per Musim Tanam Uraian Padi Ubi Jalar Bawang Merah Musim Tanam I (RP) Musim Tanam I1 (RP) Musim Tanam I11 (Rp) Dengan demikian maka model linier untuk kendala modal usahatani adalah: 1. Model tingkat usahatani pada lahan sawah lx tandtahun 2. Model tingkat usahatani pada lahan sawah 2x tanarnltahun 3. Model tingkat usahatani pada lahan 3x tandtahun

22 4. Model tingkat wilayah dan skenario I 5. Model skenario I Produktivitas dan Pendapatan Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa ada sebelas pola tanam yang dipertimbangkan masuk dalam model. Adanya perbedaan pola tanam yang

23 diusahakan petani akan menyebabkan terdapatnya perbedaan jumlah dan pola produksi. Jumlah produksi ratarata per tahun untuk setiap pola tanm disajikan pada Tabel 2 1. Tabel 21. Jumlah Produksi Ratarata Setiap Pola Tansun Pola Tanam PT1 PT2 PT3 PT4 PT5 PT6 PT7 PT8 PT9 PTlO PTl 1 Padi Jumlah Produksi Ratarata (Kg/Ha/th) Bawang Merah Ubi Jalar Perbedaan dalam jumlah produksi ratarata (tingkat produktivitas) masing masing komoditi selama satu tahun juga terjadi karena adanya perbedaan produktivitas untuk setiap musim tanamnya. Tabel 22 menguraikan pencapaian tingkat produktivitas komoditi yang diusahakan oleh responden untuk setiap musim tanm. Tabel 22. Tingkat Produktivitas Setiap Jenis Tanaman Per Musim Tanam Uraian Padi Bawang Merah Ubi Jalar MT I Tingkat Produktivitas (Kg/Ha) MT I MT I

24 Perbedaan dalam pola dan jumlah produksi serta produktivitas akan berimplikasi pada adanya perbedaan dalam tingkat pendapatan (Tabel 23). Dengan demikian fimgsi tujuan dalam model program linier termasuk penerimaan usaha ternak adalah : 1. Model tingkat usahatani pada lahan sawah lx tandtahun Max. Z = Xl X2 8x3 8x4 8x5 8x6 8x7 8x8 8x9 8x10 8x11 8x12 8x13 8x X15 2. Model tingkat usahatani pada lahan sawah 2x tandtahun Max. Z = Xl X X X4 8x5 8X68X78X88X98X108Xll8X128X138X14 8x15 8x X X18 3. Model tingkat usahatani pada lahan sawah 3x tandtahun Max. Z = Xl X X X X X X X8 8x9 8x10 8x11 8x12 X13 8x14 8x15 8x16 8x17 8x18 8x19 8x X X X23 4. Model tingkat wilayah, skenario I, dan skenario I1 Max. Z = Xl X X X4 + (, Model lengkap untuk analisis tingkat usahatani dan tingkat wilayah disajikan pada Lampiran 2 Sampai Lampiran 1 5.

25 Tabel 23. Tingkat Pendapatan Bersih Setiap Pola Tanam PENDAPATAN BERSIH (RpklaRh) KOMPONEN LWN 1X TAMH LAHAN 2X TANAMITH LAHAN 3X TANAMKH PTI PT2 I PT3 I PT4 I I PT5 ] PT6 PT7 PT8 PT9 PTlO I I I I I I PTll 1. Padi 2. Bawang Merah 3. Ubi Jalar TOTAL II. BlAYA 1. Biaya bahan: a. Bibit b. Pupuk Anorganik c. Pupuk Kandang d Obat Sewa lahan Biaya Bunga Kredit Biaya Tenaga Kerja: a. Tenaga manusia b. Tenaga Ternak TOTAL I I I I I I I I I I I I I I Ill. PENDAPATAN 1. Pendapatan Bersih 2. Pendapatan Tanpa Memperhitungkan Biaya TK manusia dan bunga kredit I I

26 6.3. Karakteristik Usahaternak Domba Data yang diperoleh menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki ternak 1 5 ekor dengan ratarata kepemilikan ternak 6.18 ekor atau 0.73 satuan ternak (Tabel 24). Jumlah tersebut ternyata lebih kecil bila dibandingkan dengan ratarata kepemilikan ternak domba pada satu tahun sebelumnya yaitu 8.41 ekor atau 0.89 ST. Tabel 24. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Ternak Domba yang Dipelihara Kepemilikan Ternak (ekor) > 10 Frekuensi Persentase (%) Hal lain yang juga mengalami perubahan disamping ratarata jumlah kepemilikan ternak adalah juga menyangkut komposisi ternak yang dimiliki. Data untuk ha1 ini disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Ratarata Jumlah Ternak yang Dimiliki Oleh Responden Kategori Ternak Pejantan Induk Betina Muda Jantan Muda Betina Anak Jantan Anak Jumlah (ekor) Tahun Lalu (UT) (ekor) Tahun Ini (UT)

27 Untuk pakan seluruh responden mengakui bahwa ternak domba yang dipelihara hanya diberikan pakan hijauan berupa rumput dan limbah hasil pertanian. Pemberian pakan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pagi dan sore hari. Untuk memperoleh pakan tersebut wmurnnya petani atau anggota keluarga (anak petani) mencari sendiri kecuali dalam kondisi tertentu dimana ia berhalangan maka pakan hijauan akan diperoleh dengan cara membeli. Pemberiaan pakan yang hanya bersumber dari lapang atau yang tersedia di alam merupakan ciri dari usaha yang masih bersifat tradisional. Disamping itu, kualitas dan kuantitas pakanpun tidak terjamin. Kualitas pakan yang kurang baik pada akhirnya berakibat pada rendahnya tingkat produktivitas. Demikian pula dengan keterbatasan dari segi kuantitas juga dapat mempengaruhi produksi. Ketersediaan sumberdaya hijauan untuk tingkat usahatani didekati dengan menghitung ratarata jumlah hijauan yang disediakan oleh petani. Rataan jurnlah rurnputlhijauan yang disediakan oleh petani adalah kgltahun, kg/tahun, dan kg/tahun masingmasing untuk petani dengan lahan sawah lx tandtahun, lahan sawah 2x tanamltahun, dan lahan sawah 3x tandtahun. Sementara itu jumlah konsumsi hijauan untuk satu ekor ternak domba dewasa (1 unit ternak) adalah lima kilogram per hari atau kgltahun. Sementara itu, untuk tingkat wilayah kendala yang dipertimbangkan dalam model didasarkan pada daya tampung wilayah untuk ternak domba. Perhitungan kapasitas tampung disajikan pada Lampiran 3. Dengan demikian model program linier yang berkaitan dengan kendala dalam usahaternak adalah: 1. Model tingkat usahatani pada lahan sawah lx tandtahun Y 14 : 1825x

28 2. Model tingkat usahatani pada lahan sawah 2x tanamltahun Y14: 1825x4 I Model tingkat usahatani pada lahan sawah 3x tanamltahun Y14: 1825x8s Model tingkat wilayah, skenario I, dan skenario I1 Y35 : 1x Sementara itu, untuk curahan tenaga kerja dalam menjalankan usahaternak selain untuk mencari rumput adalah memberikan pakan, membersihkan kandang, memandikan ternak, memotong bulu dan kuku. Ratarata jumlah curahan kerja per tahun adalah HOK untuk jumlah pemeliharaan ternak domba ratarata 5.41 UT. Dengan demikian kebutuhan tenaga kerja per unit ternak per bulan adalah 3.40 HOK. Aspek lain yang juga dapat diamati dari usahaternak domba yang dijalankan oleh responden adalah mengenai tipe kandang. Seluruh responden dalam menjalankan usahaternak dombanya menggunakan kandang dengan tipe panggung. Salah satu dasar pertimbangannya adalah berkaitan dengan kemudahan dalam menjaga kebersihan kandang. Posisi usahaternak domba yang dijalankan oleh responden seluruhnya merupakan usaha sarnpingan. Namun demikian, keberadaan usahaternak ini dirasakan cukup memberikan manfaat bagi petani karena umurnnya penerimaan yang diperoleh dari usahaternak domba digunakan untuk memenuhi kebutuhan seharihari keluarga petani, termasuk juga untuk modal usahatani tanaman. Disamping itu, kotoran yang menjadi limbah bagi usaha ternak domba juga dijadikan sebagai pupuk

29 tambahan untuk tanaman yang dibudidayakan oleh petani. Demikian pula dengan limbah hijauan yang dihasilkan dari tanaman dimanfaatkan untuk hijauan pakan. Dengan demikian terdapat keterkaitan yang cukup erat antara usahatani dan usahaternak. Besar pendapatan ratarata yang diperoleh petani dari usaha ternak yang dijalankannya disajikan pada Tabel 26. Tabel 26. Tingkat Pendapatan Usahaternak Domba KOMPONEN PENEFUMAAN a. Penjualan Bersih Domba b. Natura TOTAL PENERIMAAN Tunai NILAI (Rp) Tidak Tunai Total BIAYA PRODUKSI a. Pakan Hijauan b. Penyusutan Ternak b. Penyusutan Kandang c. Perlengkapan TOTAL BIAYA PENDAPATAN (Rplth) 1 PENDAPATAN (R~/sDD/~~)* Ket: *) Jumlah ternak ratarata Setara Domba Dewasa Pola Usahatani Optimal Pola Usahatani Optimal Tingkat Petani Analisis pola optimal pada tingkat petani, sesuai dengan karakteristik lahan yang dikuasai responden, dikelompokkan menjadi: (1) pola usahatani optimal pada lahan sawah lx tandtahun, (2) pola usahatani optimal pada lahan sawah 2x tanarnltahun, dan (3) pola usahatani optimal pada lahan sawah 3x tandtahun.

30 1. Aktivitas Basis pada Pola Usahatmi Optimal Tingkat Petani Hasil analisis pola optimal tingkat petani disajikan pada Tabel 27. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa aktivitas pola tanam yang menjadi aktivitas basis (aktivitas dalam solusi optimal) adalah PT1 mtuk lahan sawah lx tanam/tahun, aktivitas PT2 dan PT4 untuk lahan sawah 2x tanamlth, dan aktivitas PT5, PT8, dan PT9 untuk lahan sawah 3x tanamlth. Tabel 27. Aktivitas Basis pada Pola Usahatani Optimal Tingkat Petani Uraian Lahan lx T d t h Aktivitas Basis Padi Bera (PT 1) Memelihara ternak Pinjaman Kredit MT I Satuan Ha UT Rp, Jmlah Lahan 2x T d t h Padi Padi (PT2) Pad Bawang Merah (PT4) Mernelihara ternak Pinajaman Kredit MT I fijaman Kredit MT II Ha Ha UT Rp Rp LtMn 3x T d t h Padi Padi Padi (PT5) Padi Bw. Merah Bw. Maah (PT8) Padi Bw. Merah Ubi JaIar (PT9) Memelihara T d Pinjaman Kredit MT 11 Pinajman Kredit MT 111 Ha Ha Ha UT Rp Rp Solusi optimal pada lahan sawah 1 x tandtahun menunjukan bahwa aktivitas pola tanam yang dipertimbangkan dalarn model menjadi aktivitas basis. Hal ini terjadi karena relatif terbatasnya aktivitas pola tanam yang dapat diusahakan pada lahan sawah lx tdtahun sehingga surnberdaya yang tersedia (dikuasai oleh petani) memungkinkan untuk menguan seluruh aktivitas pada pola optimal.

31 Sementara itu, pola usahatani optimal untuk lahan sawah 2x tandtahun dan lahan sawah 3x tanarnltahun menunjukan bahwa tidak semua aktivitas pola tanam yang dipertimbangkan dalam model analisis menjadi aktivitas basis. Pada lahan sawah 2x tandtahun, aktivitas pola tanam yang menjadi solusi optimal adalah PT2 dan PT4. Hal ini menunjukkan bahwa kedua pola tanam tersebut dapat memberikan tingkat pendapatan yang maksimal bagi petani yang mengusahakan lahan sawah 2x tand tahun. PT4 merupakan pola tanam dengan tingkat pendapatan dan biaya tertinggi untuk usahatani pada lahan 2x tandtahun. Dengan demikian apabila sumberdaya yang dikuasai oleh petani tersedia untuk menjalankan aktivitas PT4 maka pola tanam tersebut akan menjadi alternatif utama pola tanam yang dijalankan oleh petani karena dapat memberikan pendapatan tertinggi bagi petani dibandingkan pola tanam lainnya. Pada lahan sawah 3x tandtahun, aktivitas pola tanam yang menjadi solusi dalam pola optimal adalah PT5, PT8, dan PT9. Hal ini terjadi karena PT8 dan PT9 merupakan pola tanam dengan tingkat pendapatan tertinggi. Sementara itu, PT5 merupakan pola tanam dengan tingkat biaya relatif kecil dibandingkan pola tanam lainnya. Dengan demikian sumberdaya yang tersedia akan dialokasikan untuk menjalankan ketiga aktivitas pola tanam tersebut. Aktivitas memelihara ternak merupakan aktivitas yang juga menjadi solusi dalam pola optimal pada model analisis usahatani yang dikembangkan. Aktivitas memelihara ternak merupakan aktivitas basis untuk seluruh tipe lahan yang diusahakan oleh responden. Hal ini terjadi karena aktivitas tersebut relatif tidak bersaing dengan aktivitas lain terutama dalam pemanfaatan sumberdaya lahan,

32 dimana untuk aktiviatas memelihara ternak domba umurnnya menggunakan lahan pekarangan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa usaha ternak domba merupakan usaha yang dapat dikembmgkan oleh petani bersamaan dengan usahatani tanaman guna memperoleh pendapatan yang maksimal. Aktivitas lain yang juga menjadi aktivitas basis dalam pola usahatani optimal adalah aktivitas peminjarnan kredit. Pinjarnan kredit merupakan fasilitas yang tersedia untuk setiap musim tanam bagi petani yang menjalankan usahataninya. Masuknya aktivitas ini dalam solusi optimal mengindikasikan bahwa modal merupakan salah satu sumberdaya yang sangat dibutuhkan oleh petani dan cenderung bersifat langka. 2. Aktivitas NonBasis pada Pola Usahatani Optimal Tingkat Petani Aktivitas nonbasis adalah aktivitas yang dipertimbangkan dalam model analisis usahatani yang dikembangkan tetapi tidak menjadi aktivitas yang masuk dalam solusi optimal. Aktivitas nonbasis dan nilai reduce cost untuk masingmasing aktivitas tersebut secara lengkap disajikan pada Tabel 28. Berdasarkan Tabel 28 dapat diketahui bahwa aktivitas pola tanam yang menjadi aktivitas nonbasis adalah PT3 untuk usahatani pada lahan sawah 2x tadtahun, aktivitas PT6, PT7, PT10, dan PT11 untuk usahatani pada lahan sawah 3x tanamitahun. Aktivitas PT3 dan PT11 merupakan pola tanam dengan nilai reduce cost terbesar rnasingmasing untuk usahatani pada lahan sawah 2x tdtahun dan lahan sawah 3x tanamltahun. Dengan demikian rnaka pengwhan kedua pola tanam tersebut pada tingkat petani sangat tidak dianjurkan karena dapat menunrnkan pendapatan bersih usahatani sebesar reduce cost masingmasing pola tanam.

33 76 Tabel 28. Aktivitas NonBasis pada Pola Usahatani OptimalTingkat Petani URAIAN Lahan lx tanadtahun Lahan 2x tanadtahun Lahan 3x tanamltahun AKTIVITAS NONBASIS Sewa Tenaga Kerja Bulan November Sewa Tenaga Kerja Bulan Desember Sewa Tenaga Kerja Bulan Januari Sewa Tenaga Kerja Bulan Februari Sewa Tenaga Kerja Bulan Maret Sewa Tenaga Kerja Bulan April Sewa Tenaga Kerja Bulan Mei Sewa Tenaga Kerja Bulan Juni Sewa Tenaga Kerja Bulan Juli Sewa Tenaga Kerja Bulan Agustus Sewa Tenaga Kerja Bulan September Sewa Tenaga Kerja Bulan Oktober Padi Ubi Jalar (PT3) Sewa Tenaga Kerja Bulan November Sewa Tenaga Kerja Bulan Desember Sewa Tenaga Kerja Bulan Januari Sewa Tenaga Kerja Bulan Februari Sewa Tenaga Kerja Bulan Maret Sewa Tenaga Kerja Bulan April Sewa Tenaga Kerja Bulan Mei Sewa Tenaga Kerja Bulan Juni Sewa Tenaga Kerja Bulan Juli Sewa Tenaga Kerja Bulan Agustus Sewa Tenaga Kerja Bulan September Sewa Tenaga Kerja Bulan Oktober Padi Padi Bawang Merah (PT6) Padi Padi Ubi Jalar (PT7) Padi(Padi+Bw. Merah)(Padi+Bw. Merah) (PT10) Padi (Padi+Ubi Jalar) Bw. Merah (PTl1) Pinjaman Kredit MTI Sewa Tenaga Kerja Bulan November Sewa Tenaga Kerja Bulan Desember Sewa Tenaga Kerja Bulan Januari Sewa Tenaga Kerja Bulan Februari Sewa Tenaga Kerja Bulan Maret Sewa Tenaga Kerja Bulan April Sewa Tenaga Kerja Bulan Mei Sewa Tenaga Kerja Bulan Juni Sewa Tenaga Kerja Bulan Juli Sewa Tenaga Kerja Bulan Agustus Sewa Tenaga Kerja Bulan September Sewa Tenaga Kerja Bulan Oktober REDUCE COST (Rp)

34 3. Alokasi Sumberdaya pada Pola Usahatani Optimal Tingkat Petani Alokasi optimal untuk sumberdaya lahan disajikan pada Gambar 4 sampai Gambar 6. Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa lahan yang tersedia untuk masingmasing jenis lahan seluruhnya dapat dialokasikan pada pola optimal. Berdasarkan gambar tersebut juga dapat diketahui jenis tanaman yang diusahakan untuk setiap musim tanam pada pola optimal. Untuk musim tanam pertama (MT I) tanaman padi merupakan tanaman yang direkomendasikan untuk diusahakan pada pola optimal. Adapun untuk MT I1 adalah tanaman padi dan bawang merah dan untuk MT I11 adalah tanaman padi, bawang merah, dan ubi jalar yang direkomendasikan untuk diusahakan. Padi (0.224 Ha) Bera (0.224 Ha) Bera (0.224 Ha) Gambar 4. Alokasi Lahan pada Pola Optimal Lahan Sawah lx TanamlTahun Padi (0.242 Ha) Padi / Bawang Merah (0.165 / Ha) Bera (0.242 Ha) Gambar 5. Alokasi Lahan pada Pola Optimal Lahan Sawah 2x TanamlTahun Padi (0.233 Ha) Padi / Bawang Merah (0.070 / Ha) Padi/Bw.MeralI/Ubi Jalar (0.070 / / Ha) Gambar 6. Alokasi Lahan pada Pola Optimal Lahan Sawah 3x TanamlTahun

35 Sementara itu, alokasi optimal untuk seluruh sumberdaya yang tersedia akan diuraikan pada bagian berikut: a. Tenaga Kerja Keluarga Penggunaan sumberdaya tenaga kerja pada pola optimal disajikan pada Tabel 29. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa pada pola optimal tidak semua tenaga kerja keluarga yang tersedia dapat dialokasikan dalam usahatani. Dengan demikian maka kelebihan tenaga kerja tersebut dapat dimanfaatkan untuk bekerja di luar usahatani sendiri. Tabel 29. Penggunaan Tenaga Kerja Pada Pola Usahatani Optimal Tingkat Petani Uraian Lahan lx Tanamlth Lahan 2x Tanamlth Lahan 3x Tanamlth Tenaga Kerja Musim Tanam I (HOK) Tenaga Kerj a Musim Tanam I1 (HOK) Tenaga Kerja Musim Tanam I11 (HOK) 205.OO b. Input Faktor Input faktor yang dipertimbangkan meliputi input bibit tanaman dan pupuk anorganik. Untuk bibit tanam terdiri atas bibit padi, bawang merah, dan ubi jalar. Adapun untuk pupuk anorganik terdiri atas pupuk urea, TSP, KCl, dan ZA. Penggunaan pada pola usahatani optimal disajikan pada Tabel 30 dan Tabel 3 1.

36 Tabel 30. Penggunaan Bibit Tanarnan pada Pola Usahatani Optimal Tingkat Petani Uraian Lahan lx Tandth Bibit Padi (Kg) MT I SO MT I1 MT I11 Lahan 2x Tandth Bibit Padi (Kg) Bibit Bawang Merah (Kg) Bibit Ubi Jalar (Kg) Lahan 3x Tandth Bibit Padi (Kg) Bibit Bawang Merah (Kg) Bibit Ubi Jalar (Kg)

37 Tabel 3 1. Penggunaan Pupuk Anorganik pada Pola Usahatani Optimal Tingkat Petani Uraian Lahan 1 x Tanamlth Urea (Kg) TSP (Kg) KC1 (Kg) ZA (Kg) Lahan 2x Tanamlth Urea (Kg) TSP (Kg) KC1 (Kg) ZA (Kg) Lahan 3x Tandth Urea (Kg) TSP (Kg) KC1 (Kg) ZA (Kg) MT I MT I MT I

38 Berdasarkan Tabel 30 dan Tabel 31 maka dapat diketahui bahwa dengan pola usahatani optimal terjadi realokasi penggunaan input faktor. Penggunaan input faktor pada pola optimal cenderung lebih efisien dibandingkan pola aktual yang dijalankan oleh petani. c. Modal Ketersediaan modal dapat berasal dari modal sendiri dan pinjaman kredit. Penggunaan modal dalam pola optimal disajikan pada Tabel 32. Tabel 32. Penggunaan Modal Sendiri dan Pinjaman Kredit pada Pola Usahatani Optimal Tingkat Petani Uraian Lahan lx Tanamlth Modal Sendiri (Rp) Pinjaman Kredit (Rp) Lahan 2x Tanamlth Modal Sendiri (Rp) Pinjaman Kredit (Rp) Lahan 3x Tanamlth Modal Sendiri (Rp) Pinjaman Kredit (Rp) MT I MT I OO OO MT I

39 Berdasarkan Tabel 32 diketahui bahwa modal sendiri yang dimiliki oleh petani untuk setiap musim tanam dimana petani tersebut melakukan penanaman seluruhnya dapat dialokasikan pada pola usahatani optimal, kecuali untuk musim tanam pertarna pada usahatani lahan sawah 3x tanarnltahun. Hal ini mengindikasikan bahwa sumberdaya modal cenderung merupakan sumberdaya yang bersifat langka. Hasil analisis terhadap penggunaan sumberdaya pada pola optimal menunjukkan bahwa terdapat beberapa sumberdaya yang bersifat langka. Sumberdaya langka pada pola usahatani optimal beserta harga bayangan (shadow price) disajikan pada Tabel 33. Tabel 33. Sumberdaya Langka pada Pola Usahatani Optimal Tingkat Petani Uraian Lahan lx Tanamlth Lahan 2x Tanamlth Lahan 3x Tanamlth Sumberdaya Langka Lahan Hijauan Makanan Ternak Modal Sendiri MT I Lahan Hijauan Makanan Ternak Pupuk KC1 MT I1 Modal Sendiri MT I Modal Sendiri MT I1 Lahan Hijauan Makanan Ternak Pupuk TSP MT I11 Pupuk ZA MT I11 Modal Sendiri MT I1 Modal Sendiri MT I11 Harga Bayangan (Rp) OO OO Berdasarkan Tabel 33 diketahui bahwa sumberdaya lahan, hijauan/rumput dan modal sendiri merupakan sumberdaya yang bersifat langka pada pengusahaan pola optimal pada setiap tipe lahan. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan sumberdaya

40 tersebut sebesar satu satuan akan menyebabkan penambahan pendapatan sebesar harga bayangannya. Lahan 2x tanaml tahun memiliki harga bayangan yang terbesar dibandingkan tipe lahan lainnya. Hal ini terjadi karena pada lahan 2x tanamltahun pengusahaan pola tanam yang dapat memberikan keuntungan bersih terbesar pada lahan tersebut yaitu PT4 diusahakan dalam luasan yang relatif sempit. Sementara itu, untuk pola optimal pada lahan 3x tanamltahun menunjukkan bahwa pengusahaan pola tanam yang memberikan pendapatan terbesar pada lahan tersebut yaitu PT8 diusahakan dalam luasan yang relatif dominan dibandingkan pola lain. Dengan demikian penambahan sumberdaya lahan 2x tanamltahun memiliki potensi peningkatan pendapatan yang relatif lebih besar dibandingakan tipe lahan lainnya. 4. Tingkat Pendapatan pada Pola Usahatani Optimal Tingkat Petani Besarnya tingkat pendapatan yang dapat diperoleh petani dengan menjalankan solusi optimal disajikan pada Tabel 34. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa dengan menjalankan solusi optimal maka petani memperoleh tingkat pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan apa yang sudah dilakukan selama ini. Hal ini dikarenakan dalam solusi optimal terjadi realokasi sumberdaya sehingga menjadi lebih efisien dan pada akhirnya akan dapat diperoleh tingkat pendapatan yang maksimal dengan tingkat penggunaan sumberdaya yang optimal. Peningkatan jumlah pendapatan pada solusi optimal juga didukung oleh jumlah pemeliharan ternak domba yang meningkat. Apabila dalam kondisi aktual jumlah pemeliharaan ternak domba setara dengan 5 ekor domba dewasa maka pada

41 solusi optimal jumlah pemeliharaan ternak domba dapat ditingkatkan menjadi 7 ekor sampai 8 ekor setara domba dewasa. Tabel 34. Perbandingan Tingkat Penclapatan Petani pada Kondisi Aktual dm Solusi Optimal Kategori Lahan lx tanam/th Lahan 2x tth Lahan 3x tanamlth Solusi Petani (Rp/th) Solusi Optimal (Rplth) Peningkatan jumlah pendapatan petani juga rnasih dimungkinkan dengan melakukan intensifikasi usaha sehingga produktivitas usaha meningkat. Intensifhi ini dapat dilakukan dengan melaksanakan pemupukan yang berimbang dan penggum varietas unggul. Pencapaian produktivitas usahatani di Kecamatan Sukahaji ternyata masih relatih rendah. Hal ini terlihat dari data tingkat produktivtias di Kecafnatan Sukahaji lebih rendah dibandingkan tingkat produkstivitas ratarata untuk Kabupaten Majaiengka. 5. Analisis Postoptimal pada Pola Usahatani Optimal Tigkat Petani Analisis ini menggambarkan kisaran perubahan pada fungsi tujuan dan ketersediaan sumberdaya tanpa menyebabkan perubahan pada solusi optimal. Peningkatan atau penurunan nilai koefisien msi tujuan dan ketersediaan surnberdaya rnelewati kisaran perubahan akan menyebabkan terjadinya perubahan pada solusi optimal. Untuk pembahasan analisa postoptimal pada tingkat petani akan diuraikan secara lebih rinci berdasarkan katakteritik usahatani pada setiap tipe lahan.

42 a. Usahatani lahan sawah lx tanamltahun Kisaran perubahan koefisien fbngsi tujuan pada usahatani lahan sawah lx tanad tahun disajikan pada Tabel 35. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa peningkatan pendapatan dari aktivitas pola tanam dan pemeliharaan ternak domba tidak akan menyebabkan perubahan pada solusi optimal, sedangkan penurunan pendapatan dapat mengubah solusi optimal. Perubahan solusi optimal juga akan terjadi apabila terjadi peningkatan biaya peminjaman kredit melebihi persen per musim tanam akan menyebabkan perubahan solusi optimal. Sementara itu, selang kepekaan perubahan sumberdaya pada pola usahatani optimal untuk lahan sawah lx tanadtahun disajikan pada Tabel 36. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa peningkatan ketersediaan sumberdaya bibit, pupuk, dan kredit serta tenaga kerja tidak akan mempengaruhi solusi optimal. Tabel 35. Kisaran Nilai Perubahan Koefisien Fungsi Tujuan pada Pola Usahatani Optimal Lahan Sawah lx TanamITahun Simbol X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 XI0 XI1 X12 X13 X14 X15 Aktivitas Padi Bera Memelihara Ternak Sewa TK Bulan Oktober Sewa TK Bulan November Sewa TK Bulan Desember Sewa TK Bulan Januari Sewa TK Bulan Februari Sewa TK Bulan Maret Sewa TK Bulan April Sewa TK Bulan Mei Sewa TK Bulan Juni Sewa TK Bulan Juli Sewa TK Bulan Agustus Sewa TK Bulan September Pinjaman Kredit MT I Koefisien Fungsi Tujuan Kisaran Perubahan Koefisien Fungsi Tujuan Maksimum Minimum

43 Tabel 36. Kisaran Nilai Perubahan Sumberdaya pada Pola Usahatani Optimal Lahan Sawah lx TanamITahun Simbol Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10 Y11 Y 12 Y13 Y 14 Y 15 Y 16 Y17 Y18 Y 19 Y20 Y2 1 Y22 Y23 Sumberdaya Lahan TK Keluarga Bln Oktober TK Keluarga Bln November TK Keluarga Bln Desember TK Keluarga Bln Januari TK Keluarga Bln Februari TK Keluarga Bln Maret TK Keluarga Bln April TK Keluarga Bln Mei TK Keluarga Bln Juni TK Keluarga Bln Juli TK Keluarga Bln Agustus TK Keluarga Bln September Hijauan makanan ternak Bibit padi MT I Pupuk Urea MT I Pupuk TSP MT I Pupuk KC1 MT I Pupuk ZA MT I Modal Sendiri MT I Modal Sendiri MT I1 Modal Sendiri MT I11 Pinjaman Kredit MT I Perubahan Nilai Maksimum Minimum b. Usahatani lahan sawah 2x tanamltahun Kisaran perubahan koefisien kngsi tujuan untuk pola usahatani optimal pada lahan sawah 2x tanamltahun disajikan pada Tabel 37. Perubahan tingkat upah menjadi lebih tinggi tidak akan menyebabkan terjadinya perubahan pola optimal. Perubahan dapat terjadi karena perubahan koefisien hngsi tujuan aktivitas pola tanam. Perubahan solusi optimal juga akan terjadi apabila biaya pinjaman kredit melebihi 69.1 persen untuk musim tanam kedua.

44 Tabel 37. Kisaran Nilai Perubahan Koefisien Fungsi Tujuan pada Pola Usahatani Optimal Lahan Sawah 2x Tanam/Tahun Simbol X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 XI5 X16 X17 X18 Aktivitas Padi Padi Padi Ubi Jalar Padi Bawang Merah Memelihara Ternak Sewa TK Bulan Oktober Sewa TK Bulan November Sewa TK Bulan Desember Sewa TK Bulan Januari Sewa TK Bulan Februari Sewa TK Bulan Maret Sewa TK Bulan April Sewa TK Bulan Mei Sewa TK Bulan Juni Sewa TK Bulan Juli Sewa TK Bulan Agustus Sewa TK Bulan September Pinjaman Kredit MT I Pinjaman Kredit MT I1 Koefisien Fungsi Tujuan Kisaran Perubahan Koefisien Fungsi Tujuan Maksimurn Minimum Nolimit Kisaran perubahan sumberdaya pada pola usahatani optimal di lahan 2x tdtahun disajikan pada Tabel 38. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa ketersedian input *or bibit tanarnan dan pupuk cenderung berlebih sehingga penambahan ketersediaan input tersebut tidak aka merubah solusi optimal, kecuali untuk pupuk KC1 musim tanam kedua. Hal yang sama juga terjadi untuk sumberdaya tenaga kerja dan pinjaman kredit. Sementara itu, untuk sumberdaya lahan, hijauan pakan ternak, dan modal sendiri pada musim tanam pertama dan kedua serta pupuk KC1 musim tanam kedua penambahan atau pengurangan ketersediaan sumberdaya tersebut dapat menyebabkan perubahan solusi optimal bila melebihi batas minimum dan maksimum kisaran perubahan pada Tabel 38.

45 Tabel 38. Kisaran Nilai Perubahan Sumberdaya Pada Pola Usahatani Optimal Lahan Sawah 2x TanarnITahun v Sumberdaya Lahan TK Keluarga Bln Oktober TK Keluarga Bln November TK Keluarga Bln Desember TK Keluarga Bln Januari TK Keluarga Bln Februari TK Keluarga Bln Maret TK Keluarga Bln April TK Keluarga Bln Mei TK Keluarga Bln Juni TK Keluarga Bln Juli TK Keluarga Bln Agustus TK Keluarga Bln September Hi. auan makanan ternak Bibit Padi MT I Bibit Padi MT I1 Bibit Ubi Jalar MT I1 Bibit Bawang Merah MT I1 Pupuk Urea MT I Pupuk TSP MT I Pupuk KC1 MT I Pupuk ZA MT I Pupuk Urea MT I1 Pupuk TSP MT I1 Pupuk KC1 MT I1 Pupuk ZA MT I1 Modal Sendiri MT I Modal Sendiri MT I1 Modal Sendiri MT I11 Pinjaman Kredit MT I Pinjaman Kredit MT I Perubahan Nilai Maksimum Minimum I (

46 c. Usahatani lahan sawah 3x tanam/tahun Kisaran perubahan koefisien hgsi tujuan untuk usahatani lahan sawah 3x tanam/tahun disajikan pada Tabel 39. Perubahan nilai koefisien hgsi tujuan untuk pola tanam yang menjadi aktivitas basis menyebabkan terjadinya perubahan solusi optimal. Sementara itu, penurunan nilai koefisien fbngsi tujuan untuk aktivitas pola tamm yang tidak menjadi aktivitas basis tidak berpengaruh terhadap solusi optimal. Kisaran perubahan ketersediaan sumberdaya di lahan sawah 3x tdtahun menunjukan bahwa penambahan ketersediaan tenaga kerja, pinjaman kredit dan input &or kecuali pupuk TSP dan ZA mush tanam ketiga tidak mempengaruhi solusi optimal. Kisaran perubahan sumberdaya secara lengkap disajikan pada Tabel 40. Tabel 39. Kisaran Nilai Perubahan Koefisien Fungsi Tujuan pada Pola Usahatani Optimal Lahan Sawah 3x Tanam/Tahun Simbol X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 XI1 XI2 XI 3 X14 XI5 X16 X17 XI8 XI9 X20 X21 X22 X23 Aktivitas PaPadiPadi Padi Padi Bawang Merah PadiPadiUbi Jalar Padi Bw Merah Bw Merah Padi Bw Merah Ubi Jalar Padi (P&+Bw.Merah) (Pa&+BwMaah) Padi (Padi+Ubi Jalar) Bw. Merah hkne1ihara Ternak Sew TKBulan Oktober Sewa TK Bulan November SewaTKBulanIksember Sewa TK Bulan Januari Sewa TKBulanFebmri Sewa TK Bulan Maret SewaTKBulanAgril Sewa TK Bulan Mei Sewa TK Bulan Juni Sewa TK Bulan Juli Sewa TK Bulan Agustus Sewa TKBulan September Pinjaman Kredit MT I Pinjaman Kredit MT 11 Pinjaman Kredit MT 111 Koefisien Fungsi Tujuan Kisaran Perubahan Koefisien Fungsi Tujuan Minimum Maksimum g NO limit No Sit

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka. IV. METODOLOGI 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Sukahaji merupakan salah satu

Lebih terperinci

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK 7.1. Pola Usahatani Pola usahatani yang dimasukkan dalam program linier sesuai kebiasaan petani adalah pola tanam padi-bera untuk lahan sawah satu

Lebih terperinci

OPTlMALlSASl POLA USAHATANI TANAMAN PANGAN PADA MHAN SAWAH DAN TERNAK DOMBA Dl KECAMATAN SUKAHAJI, MAJALENGKA. Oleh : ALLA ASMARA

OPTlMALlSASl POLA USAHATANI TANAMAN PANGAN PADA MHAN SAWAH DAN TERNAK DOMBA Dl KECAMATAN SUKAHAJI, MAJALENGKA. Oleh : ALLA ASMARA OPTlMALlSASl POLA USAHATANI TANAMAN PANGAN PADA MHAN SAWAH DAN TERNAK DOMBA Dl KECAMATAN SUKAHAJI, MAJALENGKA Oleh : ALLA ASMARA PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 ABSTRAK ALLA ASMARA.

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan pengalaman dalam usahatani.

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan pengalaman dalam usahatani. BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Petani Sampel Berdasarkan data primer yang diperoleh dari 84 orang petani sampel, maka dapat dikemukakan karakteristik petani sampel, khususnya

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Agrawal, R.G. and E.O. Heady Operations Research for Agricultural Decision. The Iowa State University Press, Iowa.

DAFTAR PUSTAKA. Agrawal, R.G. and E.O. Heady Operations Research for Agricultural Decision. The Iowa State University Press, Iowa. DAFTAR PUSTAKA Agrawal, R.G. and E.O. Heady. 1972. Operations Research for Agricultural Decision. The Iowa State University Press, Iowa. Cooke, G.W. 1982. Fertilizing for Maximum Yield. Macmillan Publishing

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang 50 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 kiranya dapat

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 kiranya dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 kiranya dapat menjadi suatu koreksi akan strategi pembangunan yang selama ini dilaksanakan. Krisis tersebut ternyata

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN 6.3. Gambaran Umum Petani Responden Gambaran umum petani sampel diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan para petani yang menerapkan usahatani padi sehat dan usahatani

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR 8.1 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM Gambaran Umum Karakter Demografi Petani Kedelai. mencakup jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan.

BAB IV GAMBARAN UMUM Gambaran Umum Karakter Demografi Petani Kedelai. mencakup jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan. BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Karakter Demografi Petani Kedelai Karakter demografi petani kedelai yang dibahas dalam penelitian ini mencakup jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan. Berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH 8.1. Penerimaan Usahatani Bawang Merah Penerimaan usahatani bawang merah terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Petir, sebelah Selatan berbatasan dengan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi 153 V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi rumahtangga pertanian yang menjadi objek penelitian ini. Variabel-variabel yang

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari total produksi usahatani sayuran per hektar yang dikelola oleh petani di Kelompok Tani

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN

VII ANALISIS PENDAPATAN VII ANALISIS PENDAPATAN Analisis pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan dari usahatani padi sawah pada decision making unit di Desa Kertawinangun pada musim

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis

Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis Sektor pertanian memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi daerah, walaupun saat ini kontribusinya terus menurun dalam pembentukan Produk Domestik

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang menurut bentuk dan coraknya tergolong ke dalam usahatani perorangan dimana pengelolaannya dilakukan

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 7.1. Penerimaan Usahatani Kedelai Edamame Analisis terhadap penerimaan usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Keadaan Geografis Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu dari tujuh anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Rukun Tani yang sebagian besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

ANGKA RAMALAN 2 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA

ANGKA RAMALAN 2 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA No. 72/11/71/Th. IX, 2 November 2015 ANGKA RAMALAN 2 TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA A. PADI Angka Ramalan 2 (Aram 2) produksi padi tahun 2015 diperhitungkan sebesar 673.712 ton Gabah Kering

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Petani 1) Umur Umur petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Padi Petani padi dalam menghadapi kelangkaan pupuk dibedakan berdasarkan pengaruh kelangkaan pupuk terhadap produktivitas dan pendapatan dalam usahatani padi. Pengaruh

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani adalah pelaku usahatani yang mengatur segala faktor produksi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kualitas

Lebih terperinci

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR Penelitian dilakukan di Propinsi Jawa Timur selama bulan Juni 2011 dengan melihat hasil produksi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

ANGKA TETAP TAHUN 2014 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA

ANGKA TETAP TAHUN 2014 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA No. 47/07/71/Th. XI, 1 Juli 2015 ANGKA TETAP TAHUN 2014 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA A. PADI Angka Tetap (ATAP) produksi padi tahun 2014 diperhitungkan sebesar 637.927 ton Gabah Kering Giling (GKG).

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGARA

V. GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGARA V. GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGARA 5.1. Karakteristik Petani Padi Padi masih merupakan komoditas utama yang diusahakan oleh petani tanaman pangan di Kabupaten Konawe dan Konawe

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya adalah komoditas padi, karena komoditas padi sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok berupa

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU. Umumnya petani ubi kayu Desa Pasirlaja menggunakan seluruh lahan

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU. Umumnya petani ubi kayu Desa Pasirlaja menggunakan seluruh lahan VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU 7.1. Analisis Penggunaan Sarana Produksi Budidaya ubi kayu tidak terlalu sulit. Ubi kayu tidak mengenal musim, kapan saja dapat ditanam. Karena itulah waktu

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN. peningkatan produksi pangan dan menjaga ketersediaan pangan yang cukup dan

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN. peningkatan produksi pangan dan menjaga ketersediaan pangan yang cukup dan BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN Program ketahanan pangan diarahkan pada kemandirian masyarakat/petani yang berbasis sumberdaya lokal yang secara operasional dilakukan melalui program peningkatan produksi

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH o. 04/04/62/Th. I, 2 April 2007 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 03 / 11 / 62 /Th.VI, 1 November 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Pada Oktober 2012, Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Tengah tercatat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 87/Permentan/SR.130/12/2011 /Permentan/SR.130/8/2010 man/ot. /.../2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 045/11/11/Th.V. 01 November 2011 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA RAMALAN III TAHUN 2011) Sampai dengan Subrorund II (Januari-Agustus) tahun 2011,

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI JAGUNG DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI JAGUNG DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) No. 16/03/71/Th. X, 1 Maret 2016 PRODUKSI PADI JAGUNG DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) A. PADI Angka Sementara (Asem) produksi padi di Sulawesi Utara tahun 2015 diperkirakan sebesar 674.169 ton

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

ANGKA TETAP TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA

ANGKA TETAP TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA No. 44/07/71/Th. XVI, 1 Juli 2016 ANGKA TETAP TAHUN 2015 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA A. PADI Angka Tetap (Atap) produksi padi tahun 2015 mencapai 674.169 ton Gabah Kering Giling (GKG). Dibandingkan

Lebih terperinci

Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung. perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian

Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung. perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian 11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian merupakan salah satu

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Keadaan Umum Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai ratio jumlah rumahtangga petani

Lebih terperinci

ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA

ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA No. 21/03/71/Th. IX, 2 Maret 2015 ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014 PADI DAN PALAWIJA SULAWESI UTARA A. PADI Angka Sementara (Asem) produksi padi tahun 2014 diperhitungkan sebesar 640.162 ton Gabah Kering Giling

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

ANALISIS TITIK IMPAS USAHATANI KEDELAI

ANALISIS TITIK IMPAS USAHATANI KEDELAI ANALISIS TITIK IMPAS USAHATANI KEDELAI (Glycine max L.) VARIETAS ORBA (Suatu Kasus pada Kelompoktani Cikalong di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Oleh: Apang Haris 1, Dini Rochdiani

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi

METODE PENELITIAN. merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi III. METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengembangan usahatani mina padi dengan sistem jajar legowo ini dilakukan di Desa Mrgodadi, Kecamatan sayegan, Kabupaten Sleman. Penelitian ini menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 07/02/32/Th XIX, 1 Februari 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI JANUARI 2017 SEBESAR 103,25 (2012=100)

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014 PROVINSI SULAWESI SELATAN

STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014 PROVINSI SULAWESI SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 73/12/73/Th. II, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014 PROVINSI SULAWESI SELATAN TOTAL BIAYA PRODUKSI UNTUK USAHA SAPI POTONG

Lebih terperinci

1. JUMLAH RTUP MENURUT GOL. LUAS LAHAN

1. JUMLAH RTUP MENURUT GOL. LUAS LAHAN GOL. LUAS LAHAN (m 2 ) 1. JUMLAH RTUP MENURUT GOL. LUAS LAHAN ST.2003 ST.2013 PERUBAHAN RTUP RTUP (juta) (%) (juta) (juta) < 1000 9.38 4.34-5.04-53.75 1000-1999 3.60 3.55-0.05-1.45 2000-4999 6.82 6.73-0.08-1.23

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 18/04/32/Th XIX, 3 April 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI MARET 2017 SEBESAR 102,37 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Perumusan Fungsi Tujuan Berdasarkan metode penelitian, perumusan model program linear didahului dengan penentuan variabel keputusan, fungsi tujuan, dan kendala. Fungsi tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pupuk Kompos Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara 30 sampai lebih dari 60 tahun. Umur petani berpengaruh langsung terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU

ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU 30 ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU (Manihot esculenta) DI DESA PUNGGELAN KECAMATAN PUNGGELAN KABUPATEN BANJARNEGARA Supriyatno 1), Pujiharto 2), dan Sulistyani

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 23/05/32/Th XIX, 2 Mei PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI APRIL SEBESAR 102,87 (2012=100) Nilai Tukar Petani

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 27/04/51/Th. IX, 1 April 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. MARET 2015, NTP BALI TURUN SEBESAR 0,47 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali bulan Maret 2015 mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pada dasarnya perilaku petani sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, kecakapan, dan sikap mental

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN Karakteristik umum dari responden pada penelitian ini diidentifikasi berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, pendapatan di luar usahatani

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 32/06/32/Th XIX, 2 Juni PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI MEI SEBESAR 103,94 (2012=100) Nilai Tukar Petani

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2013)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2013) BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th XI.,1 November PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun ) A. PADI B. JAGUNG Angka Ramalan (ARAM) II produksi Padi Provinsi Jawa Timur tahun sebesar

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Umur petani merupakan salah satu faktor penting dalam melakukan usahatani. Umur berpengaruh terhadap kemampuan fisik petani dalam mengelola usahataninya.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Jatitujuh berada di wilayah Utara Kabupaten Majalengka dan berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah 1. Persiapan kolam Di Desa Sendangtirto, seluruh petani pembudidaya ikan menggunakan kolam tanah biasa. Jenis kolam ini memiliki

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI SAWAH DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN SEMIDANG ALAS MARAS KABUPATEN SELUMA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI SAWAH DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN SEMIDANG ALAS MARAS KABUPATEN SELUMA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI SAWAH DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN SEMIDANG ALAS MARAS KABUPATEN SELUMA Eddy Makruf, Yulie Oktavia, Wawan Eka Putra, dan Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG Oleh: Muchjidin Rachmat*) Abstrak Tulisan ini melihat potensi lahan, pengusahaan dan kendala pengembangan palawija di propinsi Lampung. Potensi

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN 8.1. Kesimpulan Iuran irigasi berbasis komoditas dapat dirumuskan dengan memanfaatkan harga bayangan air irigasi. Dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar mengembangkan sektor pertanian. Sektor pertanian tetap menjadi tumpuan harapan tidak hanya dalam

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis 30 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI 1 POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus H. Adul Desa Situ Daun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Ach. Firman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci