BAB 9 SIMPULAN Simpulan Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 9 SIMPULAN Simpulan Penelitian"

Transkripsi

1 BAB 9 SIMPULAN Bagian terakhir dari penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu (1) simpulan penelitian sebagai artikulasi dari pembahasan di atas yang dipandu oleh sasaran penelitian; (2) sumbangan terhadap ilmu pengetahuan yang meliputi pengetahuan teoritis dan praksis-metodologis; serta (3) saran dan rekomendasi 9.1. Simpulan Penelitian Sesuai dengan sasaran penelitian, maka simpulan penelitian ini merangkum hasil penelitian menjadi empat bagian penting yaitu: Model teoritis struktur ruang kota berkelanjutan yang berbasis perilaku pergerakan Model yang dihasilkan (baik model teoritis maupun empiris) pada penelitian ini berada pada suatu matriks sebagai arena. Arena tersebut merupakan kisi-kisi kategori variabel. Pada kategori struktur ruang kota berkelanjutan, klasifikasi variabel meliputi kombinasi antara elemen struktur ruang (yang meliputi sistem pusat, sistem jaringan dan pemanfaatan lahan) dengan kriteria struktur ruang kota berkelanjutan (yang meliputi kepadatan, keragaman, kompaksi dan konektivitas). Sedangkan kategori perilaku pergerakan berkelanjutan, arena merupakan makriks kombinasi antara elemen perilaku pergerakan dengan indikator pergerakan (sub bab 4.1) Berdasarkan telaah pustaka pada konsepsualisasi model teoritis (sub bab 4.3), terdapat beberapa kriteria struktur ruang kota berkelanjutan, yaitu kategori kepadatan sistem pusat (meliputi kepadatan penduduk, kepadatan bangunan, kepadatan tempat bekerja), kategori keragaman sistem pusat (berupa keragaman fasilitas), keragaman pemanfaatan lahan (berupa keragaman ruang publik), kompaksi sistem pusat (berupa radius kota), kompaksi pemanfaatan lahan, (berupa efisiensi penggunaan lahan), serta konektivitas sistem jaringan (berupa pola jalan terkoneksi). Secara agregat ataupun individual, kriteria struktur kota berkelanjutan tersebut akan berpengaruh secara positif (+) terhadap persentase berjalan kaki, penggunaan moda tidak bermotor, serta 281

2 berpengaruh secara negatif (-) terhadap penggunaan moda kendaraan bermotor, lama pergerakan, panjang pergerakan Tingkat berkelanjutan (tingkat sustainability) struktur ruang kota dan perilaku pergerakan penduduk kota Surabaya Simpulan terhadap penilaian tingkat berkelanjutan (tingkat sustainability) terhadap struktur ruang kota maupun perilaku pergerakan penduduk kota Surabaya mendapat hasil yang baik (lihat sub bab 6.1. dan sub bab 6.2.1). Secara individual penilaian struktur ruang kota Surabaya dengan menggunakan indikator kepadatan, keragaman, kompakasi (koefisien Gini dan Analisis Tetangga Terdekat), serta tingkat konektivitas jaringan, terdapat nilai yang bervariasi untuk setiap indikator. Hasil artikulasi empiris masing-masing indikator disimpulkan sebagai berikut: Kepadatan penduduk maupun bangunan di kota Surabaya memiliki nilai yang tinggi yaitu rata-rata 130 jiwa/ha (sub bab 6.1.1). Untuk skala kecamatan, Simokerto memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi (412 jiwa/ha) dan kecamatan Benowo merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah (16 jiwa/ha). Indikator keragaman untuk skala kota Surabaya (sub bab 6.1.2) yang menggunakan nilai indeks entropy fasilitas dan guna lahan memperlihatkan nilai yang tinggi atau baik (sebesar 0,63 dan 0,61). Namun jika tingkat keragaman diukur untuk setiap kecamatan, terjadi disparitas antara kecamatan Rungkut yang memiliki indeks entropy fasilitas sebesar 0,71 dengan kecamatan Kenjeran dengan indeks entropy 0,26. Penilaian keberlanjutan berdasarkan aspek keragaman pemanfaatan lahan menunjukan bahwa kecamatan Krembangan memiliki tingkat sustainability yang paling baik (indeks Entropy = 0,66), sedangkan kecamatan Tandes memiliki tingkat sustainability yang paling buruk (indeks Entropy = 0,30). Tingkat kompaksi struktur kota menghasilkan nilai yang sedang (sub bab 6.1.3). Simpulan tersebut ditarik berdasarkan nilai koefisien Gini 282

3 sebesar 0,29 (pada kisaran nilai indeks 0 1,00) serta nilai hasil analisis tetangga terdekat sebesar 1,49. Kepadatan jaringan yang meliputi indikator kepadatan ruas, kepadatan simpul dan indeks Miu (sub bab 6.1.4) menunjukan nilai yang sedang untuk kota Surabaya (kepadatan ruas sebesar 6 ruas/ha, kepadatan simpul sebesar 3 simpul/ha, serta indeks Miu sebesar 19,2). Indikator yang lain adalah rasio ruas simpul dan rasio simpul terhubung yang mencerminkan karakteristik konektivitas (keterhubungan). Pada nilai rasio ruas simpul untuk kota Surabaya dihasilkan nilai 1,7, yang bermakna bahwa pola jalan utama kota Surabaya berbentuk kurvalinier (kategori sedang berdasarkan tingkat berkelanjutan). Kategori sedang juga terdapat pada indikator persentase grid yang memiliki nilai sebesar 0,84. Sedangkan berdasarkan indikator rasio simpul terhubung, kota Surabaya memiliki nilai 0,84 atau termasuk kategori baik secara konektivitas. Nilai yang baik juga terdapat pada indikator indeks Alpha sebesar 0,78 (yang mencerimnkan tingkat konektivitas yang baik) dan indeks Gamma sebesar 0,78 (yang mencerminkan 78 % jalan di kota Surabaya terkoneksi). Penilaian tingkat mobilitas kota Surabaya dengan menggunakan model mobilitas (lihat Gambar 6. 16, sub bab 3.3.3) menunjukan bahwa, sekitar 43,41 % pergerakan penduduk di Surabaya memiliki tingkat mobilitas pergerakan penduduk yang ideal. Dari 43,41 % mobilitas pergerakan yang ideal, 6,59 % nya menggunakan angkutan umum, 3.51 % dengan berjalan kaki, 2,23 % menggunakan sepeda, 28,77 % menggunakan moda sepeda motor serta 2,31 % menggunakan kendaraan roda empat Model empiris struktur ruang kota berkelanjutan yang berbasis perilaku pergerakan Secara empirikal, model yang terbentuk merupakan hasil dari analisis regresi berganda. Model matematis struktur ruang kota yang berbasis perilaku pergerakan untuk kota Surabaya yang dihasilkan dari analisis regresi (sub bab 7.3) tentang Analisis Regresi adalah 283

4 Tingkat mobilitas kawasan = 0,28 + 0,001.(kepadatan fasilitas pendididkan) + 0,050.(kepadatan simpul) + 0,001.(kepadatan ruas jalanindeks Miu) + 0,180.(keragaman pemanfaatan lahan) + 0,100 (pengelompokan penduduk/ perumahan) + 0,100.(rasio ruas simpul) Makna dari model empiris tersebut adalah bahwa tingkat mobilitas penduduk kota Surabaya dipengaruhi secara bersama-sama oleh kepadatan fasilitas pendidikan, kepadatan simpul, kepadatan jaringan jalan (ditunjukan dengan indeks Miu), keragaman tata guna lahan, tingkat pengelompokan penduduk (yang ditunjukan dengan koefisien Gini persebaran penduduk), serta perbandingan antara ruas dan simpul. Selain itu, nilai konstanta yang terdapat dalam model empiris memiliki makna sebagai berikiut : Jika kepadatan fasilitas pendidikan, kepadatan simpul jalan, kepadatan jaringan, keragaman tata guna lahan, pengelompokan penduduk dan rasio ruas simpul memiliki nilai nol (0) atau kategori tidak berkelanjutan, maka tingkat mobilitas kota Surabaya memiliki nilai Nilai 0,28 tersebut berada dalam skala 0-1,00 termasuk kategori yang buruk. Setiap penambahan sebesar satu (1) fasilitas pendidikan/ Ha (karena positif) akan meningkatkan nilai mobilitas sebesar 0,001 Setiap penambahan satu (1) buah simpul (persimpangan) dalam satu Ha akan meningkatkan nilai mobilitas sebesar 0,05 Setiap penambahan tingkat kerapatan jalan sebesar satu (1) indeks maka akan meningkatkan nilai mobilitas sebesar 0,001 Setiap penambahan tingkat keragaman tata guna lahan sebesar satu (1) indeks maka akan meningkatkan nilai mobilitas sebesar 0,18 Setiap penambahan tingkat pengelompokan penduduk atau perumahan/ koefisien Gini sebesar satu (1) indeks maka akan meningkatkan nilai mobilitas sebesar 0,10 Formulasi model empiris divisualisasikan pula dalam bentuk model diagramatis maupun geometris seperti yang diuraikan pada Gambar 8.1 di atas. 284

5 Struktur ruang kota yang mampu mendorong perilaku pergerakan yang berkelanjutan Penajaman model teoritis berdasarkan model empiris kota Surabaya menghasilkan model struktur ruang kota berkelanjutan yang lebih kaya dan detail. Berdasarkan pembahasan pada sub 4.3 tentang konsepsualisasi model teortis, sub bab 7.4 tentang generalisasi model empiris, serta sub bab 8.2 tentang komparasi dengan penelitian lain, maka konstrak yang terbentuk sebagai konsep baru adalah: Struktur Ruang Kota Berkelanjutan adalah suatu kesatuan ruang kota yang pergerakan penduduknya memiliki aksesibilitas tinggi dan konsumsi energi yang rendah, melalui pengaturan elemen struktur ruang kota yang berciri: (a) kepadatan penduduk tinggi, (b) kepadatan bangunan tinggi, (c) kepadatan tempat bekerja tinggi, (d) kepadatan fasilitas pendidikan yang tinggi, (e) kepadatan persimpangan yang tinggi, (f) kepadatan ruas jalan yang tinggi, (g) pemanfaatan lahan yang beragam, (h) fasilitas yang beragam, (i) ruang publik yang beragam, (j) radius kota yang kecil, (k) penggunaan lahan yang efisien, (l) pola jalan yang terkoneksi, (m) persebaran perumahan yang berkelompok. Penjelasan secara diagramatis yang memperlihatkan teori yang sekarang (before) dengan teori yang telah dikembangkan (after) melalui penambahan konsep hasil penelitian ini divisualisasikan pada Gambar Sedangkan Gambar 9.2, gambar 9.3 serta gambar 8.8 menjelaskan simpulan utama penelitian ini yaitu struktur ruang kota berkelanjutan berbasis mobilitas. 285

6 Sistem Pusat STRUKTUR RUANG KOTA (Burgess 1925, Hyot 1939,, dll Sistem Jaringan Pemanfaatan Lahan KORELASI INTERAKTIF & KAUSALITAS (Handy 1998 dll) PERILAKU PERGERAKAN (Tamin 1997, Dieleman et al 2002, Rodrigue 2006, Biliung et al 2006, KRITERIA KOTA BERKELANJUTAN (Jabareen 2006 ) KEPADATAN (Kenworthy 2006) KERAGAMAN (Jacobs 2002) KOMPAKSI (Acioly Jr dan Claudio C ) KONEKTIVI- TAS (Handy 2005) Kepadatan Penduduk Kepadatan Banguan Kepadatan Tmpt Bekerja Kepadatan Fas.Pend Keragaman Fasilitas Radius Kota Pola Jalan Terkoneksi Kepadatan Ruas Jalan Rasio Ruas- Simpul Kepadatan Persimpangan Keragaman Ruang Publik Keragaman Pemanfaatan Lahan Efisiensi Pengg Lahan Pengelompok -an Perumahn Crane & Crepeau 1998, (-) Jacobs 1961, Alberti 2000 dll Newman 1997, ITE 1989 Williams, Burton dan Jenks 2000 Rutherford, McCormack & Wilkinson 1996 Jacobs 1961 (-) (-) (-) (+) Alberti 2000 (+) (+) Pengg Moda Kend Bermotor Lama Pegerakan Panjang Perjalanan Prosentase Berjalan Kaki Pengg Moda Tidak Bermotor Mobilitas PANJANG PERGERAKAN AKSESIBILITAS MOBILITAS (Ewing 1994,dll) (Zegras 2005 ) KRITERIA PERGERAKAN BERKELANJUTAN (Rosa 2007 ) Model Teoritis (before) Penambahan Variabel berdasarkan Model Empiris (after) Gambar Konsep Baru Struktur Ruang Kota Berkelanjutan berbasis Perilaku Pergerakan kecil besar KONEKTIVITAS besar kecil sedang KOTA EKOLOGIS (ECO CITY) STRUKTUR RUANG KOTA BERBASIS MOBILITAS KOTA KOMPAK (COMPACT CITY) PENGEMB NEOTRADISI- ONAL (NEO- TRADITIONAL DEVEL.) PEMBATASAN KOTA (URBAN CONTAINMENT) SISTEM PUSAT (PERSEBARAN SARANA PRASARANA) sedang besar kecil sedang PENGGUNAAN LAHAN Gambar Kedudukan Penelitian dalam Teori Kota dan Struktur Ruang Berkelanjutan 286

7 PENGGU- NAAN LAHAN yang beragam dalam satu kawasan FASILITAS PENDIDIKAN yang mencukupi dan tersebar merata STRUKTUR RUANG KOTA BERKELAN- JUTAN AREA TERBANGUN yang mengelompok dan kompak MOBILITAS TINGGI (cepat dan efisien) JARINGAN JALAN yang saling terhubung JARINGAN JALAN yang mencukupi untuk menghubungkan aktivitas yang ada Kriteria Baru Penggunaan Indikator Mobilitas Gambar 9.3. Kriteria Baru Struktur Ruang Kota Berkelanjutan dan Indikator Mobilitas 9.2. Kontribusi terhadap Ilmu Pengetahuan Simpulan suatu penelitian akan merupakan masukan bagi proses penelitian lanjutan, dan juga khasanah ilmu pengetahuan. Selain hasil akhir penelitian yang berupa konsep struktur ruang kota, temuan selama proses penelitian dalam bentuk model dan metode juga diharapkan memberi sumbangan bagi khasanah pengetahuan dalam ilmu kota (urban studies) secara teoritis dan metodologis maupun dalam bidang perencanaan dan manajemen kota atau transportasi Kontribusi Teoritis dan Metodologis Seperti yang telah diungkapkan pada sub bab 4.3 di atas, sampai saat ini telah banyak teori (Jacobs 1961, Freeman 1984, Sherlock 1990, Elkin et al 1991) yang mengidentifikasikan kriteria kota maupun struktur kota berkelanjutan. Namun berdasarkan simpulan penelitian ini, terdapat beberapa kriteria baru yang menjadi pertimbangan struktur ruang kota yang berkelanjutan, yaitu kepadatan fasilitas pendidikan, kepadatan ruas jalan, 287

8 kepadatan persimpangan (simpul jalan), keragaman pemanfaatan lahan, persebaran perumahan yang berkelompok, serta perbandingan antara ruas jalan dengan persimpangan yang besar. Kriteria tersebut juga mengungkapkan keseimbangan kriteria antara pemanfaatan lahan dan sistem jaringan jalan pada unit analisis dengan skala besar (kota atau bagian kota). Kontribusi penting lainnya adalah penggunaan tingkat mobilitas sebagai indikator perilaku pergerakan. Hal ini selain melengkapi indikator perilaku pergerakan yang selama ini sering digunakan, yaitu panjang pergerakan dan aksesibilitas (Handy, 1993; McNally & Ryan, 1993; Ewing, et al, 1994; Cervero & Gorham, 1995; Cervero, 1996 dll), juga telah mempertimbangkan konsumsi bahan bakar (bbm/ energi) sebagai bagian dari indikator berkelanjutan. Dapat disimpulkan bahwa mobilitas merupakan indikator dimensi ketiga dari perilaku pergerakan, setelah panjang pergerakan (sebagai indikator dimensi pertama) dan aksesibilitas (sebagai indikator dimensi kedua). Kontribusi metodologis merupakan pengkayaan terhadap pengetahuan yang dihasilkan dari pengembangan metode dan analisis untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Selama proses penelitian, beberapa transformasi data yang digunakan merupakan metode baru, baik bersifat modifikasi, penggabungan, pendetailan, ataupun pengembangan metode yang telah ada, yaitu: (1) metode kuantifikasi struktur ruang kota, yang merupakan penggabungan beberapa metode secara komprehensif untuk mengkuantifikasikan elemen struktur ruang kota, (2) metode penilaian struktur ruang kota berkelanjutan, dalam bentuk kanvas penilaian, sebagai penggabungan sekaligus pendetailan metode yang ada, (3) metode penilaian tingkat mobilitas kawasan yang merupakan pengembangan metode Hasse dan Kornbluh (2004) dan kriteria dari Zegras (2005) secara diagramatis, (4) metode penilaian tingkat kompaksi kawasan sebagai pengembangan metode Hasse dan Kornbluh (2004). 288

9 Kontribusi terhadap Perencanaan Kota dan Transportasi Pada aras empiris, pengembangan teori dan metodologi di atas, memberikan kontribusi pula pada bidang perencanaan kota serta perencanaan dan transportasi. Hampir sama dengan tahapan penelitian, proses perencanaan merupakan suatu siklus yang meliputi data-analisis-rencana-pengendalian (Heidemann, 1992). Tahap data dan analisis pada proses perencanaan hampir sama dengan tahap data dan analisis pada proses penelitian. Salah satu tahap yang membedakan kedua proses tersebut adalah pada analisis preskriptif, yang melengkapi analisis deskriptif dan evaluatif pada penelitian (Wicaksono, 2001). Oleh sebab itu, secara prosedural, kontribusi metodologis pada sub bab di atas dapat pula menjadi sumbangan bagi dunia praktek perencanaan kota maupun transportasi, yaitu metode kuantifikasi struktur ruang kota, metode penilaian struktur ruang kota berkelanjutan, metode penilaian tingkat mobilitas kawasan, serta metode penilaian tingkat kompaksi kawasan akan memperkaya metode perencanaan yang telah ada, terutama pada kategori analisis evaluatif. Secara substantif, kontribusi terhadap praktek perencanaan kota dan transportasi nantinya dapat diaplikasikan melalui penggunaan model struktur ruang kota berkelanjutan sebagai: preseden dalam perencanaan kota baru, alat evaluasi dalam perencanaan kota yang telah terbentuk (restrukturisasi ruang kota), kriteria dalam perencanaan persebaran lokasi fasilitas, kriteria dalam perencanaan tata guna lahan, kriteria dalam perencanaan sistem jaringan jalan, serta kriteria mobilitas dalam konsep perilaku pergerakan Saran dan Rekomendasi Saran dan rekomendasi merupakan alternatif preskripsi indikatif yang didasarkan atas simpulan serta kelemahan atau kekurangan penelitian ini. 289

10 Beberapa kelemahan atau kekurangan yang dijumpai selama proses penelitian antara lain: Sifat penelitian ini bersifat kuantitatif, sehingga beberapa informasi kualitatif yang terkait dengan struktur ruang dan perilaku pergerakan tidak diakomodasi dan dianalisis dalam penelitian. Beberapa informasi kualitatif merupakan bagian penting yang dapat mengartikulasikan suatu fenomena secara utuh, seperti misalnya persepsi terhadap moda pergerakan, faktor sosial dalam pemilihan rute, kenyamanan dalam pergerakan, faktor prestise dan nilai sosial dalam pemilihan fasilitas umum dlsb. Secara teoritis, perilaku pergerakan dipengaruhi karakter individu pelaku pergerakan dan lingkungan permukiman atau kota sebagai arena. Penelitian ini membatasi faktor pengaruh perilaku pergerakan pada lingkup struktur ruang kota dan tidak melibatkan karakteristik individu pelaku pergerakan pada analisis berikutnya. Lokus penelitian disertasi untuk mendapatkan model struktur ruang kota ini adalah wilayah administratif kota Surabaya. Hal tersebut mempertimbangkan bahwa unit analisis yang digunakan menyesuaikan dengan pembagian zona dalam studi kota dan transportasi yang telah dilakukan. Konsekuensi pemilihan unit analisis tersebut adalah tidak teridentifikasinya area terbangun disekitar kota Surabaya yang membentuk wilayah kota fungsional. Selanjutnya, berdasarkan simpulan dan juga kelemahan penelitian, diajukan beberapa hal yang disarankan dan direkomendasikan sebagai berikut 1. Saran bagi Obyek Penelitian Tema hubungan struktur ruang kota dan transportasi dan hasil penelitian ini dapat dipertajam lagi dengan memperluas lokus penelitian menjadi wilayah fungsional kota serta lokus penelitian pada kota metropolitan lainnya, atau kota dengan skala besar, sedang ataupun kecil. Adanya keragaman lokasi penelitian akan meningkatkan kualitas hasil penelitian 2. Saran bagi Metodologi Penelitian 290

11 Km Saran metodologi yang dapat menjadi peluang bagi penelitian berikutnya meliputi: (1) penggabungan metode kualitatif untuk mengartikulasi informasi persepsional pelaku pergerakan, serta (2) penggunaan karakteristik individu pelaku pergerakan sebagai faktor penentu pergerakan. 3. Rekomendasi bagi restrukturisasi kota Secara praksis, beberapa rekomendasi yang langsung dapat digunakan sebagai dasar dari restrukturisasi ruang kota adalah: (1) deliniasi pembagian unit pengembangan (UP) kota dengan radius maksimal 3000 m, (2) antar unit pengembangan kota dihubungkan oleh jalan arteri atau kolektor yang saling terkoneksi, (3) setiap UP memiliki kepadatan minimal 200 jiwa/ha dengan pusat UP berupa kumpulan lokasi sarana yang beragam, (4) pola jalan berbentuk grid atau kurvalinier, (5) perumahan yang berkelompok. Gambar 9.4 memperlihatkan restrukturisasi ruang kota Surabaya berdasarkan kriteria yang dihasilkan penelitian ini. Kota memiliki radius maksimal meter. Pada kota besar atau metropolitan, dengan radius lebih dari 3000 meter, kawasan kota dibagi menjadi sub bagian kota dengan radius maksimal sub kawasan meter. Antar sub bagian kota dihubungkan dengan angkutan umum masal (Mass Rapid Transit) Wilayah dan kawasan memiliki kepadatan penduduk dan bangunan yang tinggi, yaitu minimal 200 jiwa/ha atau 40 bangunan/ha Pusat Pelayanan yang memiliki fungsi beragam (pelayanan pendidikan, sosial budaya, ekonomi, pemerintahan, dapat dicapai dari rumah maksimal 1500 m U T A R A Pola jalan berbentuk grid atau kurvalinier dengan dominasi pertemuan jalan berbentuk simpang empat. Kepadatan jalan dan perismpangan mendominasi kawasan. SKALA : Perumahan dan area terbangun menyebar secara berkelompok Gambar Restrukturisasi Ruang Kota Surabaya. Walaupun penelitian ini berbasis data kota Surabaya dengan karakteristik kota Metropolitan yang berbatasan dengan laut, namun kriteria tersebut secara universal juga berlaku pada kota lain seperti kota besar, sedang maupun kecil. Gambar 9.5, serta Gambar 9.6 berikut memvisualisasikan 291

12 Km Km restrukturisasi ruang kota Malang (mewakili kota besar) dan kota Probolinggo (mewakili kota sedang) yang berbasis mobilitas (perilaku pergerakan berkelanjutan) Kota memiliki radius maksimal meter. Pada kota besar atau metropolitan, dengan radius lebih dari 3000 meter, kawasan kota dibagi menjadi sub bagian kota dengan radius maksimal sub kawasan meter. Antar sub bagian kota dihubungkan dengan angkutan umum masal (Mass Rapid Transit) Wilayah dan kawasan memiliki kepadatan penduduk dan bangunan yang tinggi, yaitu minimal 200 jiwa/ha atau 40 bangunan/ha U T A R A SKALA : Pusat Pelayanan yang memiliki fungsi beragam (pelayanan pendidikan, sosial budaya, ekonomi, pemerintahan, dapat dicapai dari rumah maksimal 1500 m Pola jalan berbentuk grid atau kurvalinier dengan dominasi pertemuan jalan berbentuk simpang empat. Kepadatan jalan dan perismpangan mendominasi kawasan. Gambar Restrukturisasi Ruang Kota Malang. U T A R A SKALA : Kota memiliki radius maksimal meter. Pada kota besar atau metropolitan, dengan radius lebih dari 3000 meter, kawasan kota dibagi menjadi sub bagian kota dengan radius maksimal sub kawasan meter. Wilayah dan kawasan memiliki kepadatan penduduk dan bangunan yang tinggi, yaitu minimal 200 jiwa/ha atau 40 bangunan/ha Pusat Pelayanan yang memiliki fungsi beragam (pelayanan pendidikan, sosial budaya, ekonomi, pemerintahan, dapat dicapai dari rumah maksimal 1500 m Pola jalan berbentuk grid atau kurvalinier dengan dominasi pertemuan jalan berbentuk simpang empat. Kepadatan jalan dan perismpangan mendominasi kawasan. Gambar Restrukturisasi Ruang Kota Probolinggo. 292

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menguraikan kesimpulan dan saran sebagai hasil pengolahan data penelitian dan pembahasan terhadap hasil analisis yang telah disajikan dalam beberapa bab sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini pusat kota masih menjadi daya tarik yang cukup kuat bagi penduduk dalam melakukan aktivitas sehari-harinya. Pusat kota menjadi pusat aktivitas penduduk di

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 163 BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Kesimpulan 8.1.1 Menjawab Pertanyaan Penelitian dan Sasaran Penelitian Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini dihasilkan pengetahuan yang dapat menjawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota sebagai pusat pertumbuhan menyebabkan timbulnya daya tarik yang tinggi terhadap perekonomian sehingga menjadi daerah tujuan untuk migrasi. Dengan daya tarik suatu

Lebih terperinci

EVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

EVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR EVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR Oleh: ANGGA NURSITA SARI L2D 004 298 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development C481 Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development Virta Safitri Ramadhani dan Sardjito Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Jaringan Kereta Api di Surakarta dan Kota-Kota Sekitarnya

BAB I PENDAHULUAN Jaringan Kereta Api di Surakarta dan Kota-Kota Sekitarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Jaringan Kereta Api di Surakarta dan Kota-Kota Sekitarnya Kota Surakarta merupakan pusat Wilayah Pengembangan VIII Propinsi Jawa Tengah yang mempunyai peran

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pemilihan Moda Menurut Tamin (2003), pemilihan moda sangat sulit dimodelkan, walaupun hanya dua buah moda yang akan digunakan (pribadi atau umum). Hal tersebut disebabkan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota senantiasa mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. Pada perkembangannya, kota dapat mengalami perubahan baik dalam segi fungsi maupun spasial. Transformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pola pertumbuhan kota dan tingkat urbanisasi yang terjadi di Indonesia sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia

Lebih terperinci

Jurnal Sabua Vol.3, No.3: 9-19, November 2011 ISSN HASIL PENELITIAN TARIKAN PENGUNJUNG KAWASAN MATAHARI JALAN SAMRATULANGI MANADO

Jurnal Sabua Vol.3, No.3: 9-19, November 2011 ISSN HASIL PENELITIAN TARIKAN PENGUNJUNG KAWASAN MATAHARI JALAN SAMRATULANGI MANADO Jurnal Sabua Vol.3, No.3: 9-19, November 2011 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN TARIKAN PENGUNJUNG KAWASAN MATAHARI JALAN SAMRATULANGI MANADO James A. Timboeleng Staf Pengajar Jurusan Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan temuan penelitian mengenai elemen ROD pada kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: -

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terkenal dengan kepadatan penduduknya dengan berada ditingkat keempat. Angka kepadatan penduduk yang terus

Lebih terperinci

Muhammad Hidayat Isa, Mewujudkan Transportasi yang Berkelanjutan Melalui Seminar Nasional Cities 2014

Muhammad Hidayat Isa, Mewujudkan Transportasi yang Berkelanjutan Melalui Seminar Nasional Cities 2014 MEWUJUDKAN TRANSPORTASI YANG BERKELANJUTAN MELALUI PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSIT BERBASIS TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT (TOD) PADA KORIDOR SURABAYA- SIDOARJO Muhammad Hidayat Isa Ketut Dewi Martha Erli Handayeni,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI MENUJU KOTA TOMOHON SEBAGAI COMPACT CITY ABSTRAK

EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI MENUJU KOTA TOMOHON SEBAGAI COMPACT CITY ABSTRAK EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI MENUJU KOTA TOMOHON SEBAGAI COMPACT CITY Kindly A. I. Pangauw 1, Sonny Tilaar, 2 & Amanda S. Sembel,c 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG bidang TEKNIK ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG MOHAMAD DONIE AULIA, ST., MT Program Studi Teknik Sipil FTIK Universitas Komputer Indonesia Pembangunan pada suatu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Perkembangan Transportasi Kota Pertumbuhan penduduk khususnya di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya pertumbuhan penduduk ini disertai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORI BAB 2 TINJAUAN TEORI Dalam bab ini akan membahas mengenai teori-teori yang berhubungan dengan studi yang dilakukan, yaitu mengenai pebgertian tundaan, jalan kolektor primer, sistem pergerakan dan aktivitas

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu: mengetahui karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada dasarnya sebuah kota terbentuk dan berkembang secara bertahap dan tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di dalamnya, di mana

Lebih terperinci

KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA

KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA MODEL JALUR PEDESTRIAN KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA Studi Kasus : Kawasan Alun - Alun Bandung ABSTRAK Perkembangan kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moda transportasi (jarak pendek antara 1 2 km) maupun dengan moda

BAB I PENDAHULUAN. moda transportasi (jarak pendek antara 1 2 km) maupun dengan moda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pemilihan moda dapat dikatakan sebagai tahapan terpenting dalam berbagai perencanaan dan kebijakan transportasi. Sebab hal ini menyangkut efisiensi pergerakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pemindahan atau pergerakan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota yang cukup besar, ada kota sedang dan ada kota kecil. Kota Medan merupakan salah satu kota di Indonesia

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PROYEK

BAB III DESKRIPSI PROYEK 38 3.1 Gambaran Umum BAB III DESKRIPSI PROYEK Gambar 3. 1 Potongan Koridor Utara-Selatan Jalur Monorel (Sumber : Studi Pra Kelayakan Koridor 1 Dinas Perhubungan Kota Bandung Tahun 2014) Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Aktivitas kota menjadi daya tarik bagi masyarakat sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo)

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo) BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Ruang terbuka merupakan ruang publik yang digunakan masyarakat untuk berinteraksi, berolahraga, dan sebagai sarana rekreatif. Keberadaan ruang terbuka juga bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah kependudukan yang saat ini banyak dihadapi oleh banyak negara berkembang termasuk Indonesia adalah pertambahan penduduk yang relatif cepat.

Lebih terperinci

Kesesuaian Kawasan Transit Tramstop Surabaya Mass Rapid Transit dengan Konsep Transit Oriented Development (Studi Kasus: Koridor Embong Malang)

Kesesuaian Kawasan Transit Tramstop Surabaya Mass Rapid Transit dengan Konsep Transit Oriented Development (Studi Kasus: Koridor Embong Malang) C23 Kesesuaian Transit Tramstop Surabaya Mass Rapid Transit dengan Konsep Transit Oriented Development (Studi Kasus: Koridor Embong Malang) R.M. Bagus Prakoso, dan Sardjito Perencanaan Wilayah dan Kota,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat yang semakin beragam merupakan indikasi dari perkembangan sebuah kota. Berbagai macam kebutuhan masyarakat tersedia dalam bentuk fasilitas pelayanan,

Lebih terperinci

Perilaku Pergerakan Masyarakat Perkotaan Dalam Proses Urbanisasi Wilayah di Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR. Oleh: TITI RATA L2D

Perilaku Pergerakan Masyarakat Perkotaan Dalam Proses Urbanisasi Wilayah di Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR. Oleh: TITI RATA L2D Perilaku Pergerakan Masyarakat Perkotaan Dalam Proses Urbanisasi Wilayah di Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR Oleh: TITI RATA L2D 004 357 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

PENGARUH PERKEMBANGAN PERMUKIMAN TERHADAP EMISI CO 2 DI KOTA SURABAYA

PENGARUH PERKEMBANGAN PERMUKIMAN TERHADAP EMISI CO 2 DI KOTA SURABAYA PENGARUH PERKEMBANGAN PERMUKIMAN TERHADAP EMISI CO 2 DI KOTA SURABAYA Oleh: Ummi Fadlilah Kurniawati 3608100027 Dosen Pembimbing: Rulli Pratiwi Setiawan,S.T.,M.Sc. BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Surabaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perkembangan Pemukiman dan Bangkitan Perjalanan Pada awalnya manusia hidup secara nomad, berpindah-pindah dari suatu tempat ketempat lain untuk bertahan hidup dan mencari makanan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii SURAT PERNYATAAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii INTISARI... xvi ABSTRACT... xvii KATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu keberlanjutan (sustainability) merupakan isu yang kian melekat dengan proses perencanaan dan perancangan lingkungan binaan. Dengan semakin rumitnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Transportasi adalah suatu pergerakan manusia dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat penunjang yang digerakan dengan tenaga manusia, hewan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota merupakan perubahan kota yang terjadi dari waktu ke waktu. Indonesia seperti halnya negara-negara lainnya, sedang mengalami pertumbuhan perkotaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Transportasi merupakan sebuah proses, yakni proses pindah, proses gerak, proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk menjamin lancarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki 17.000 pulau sehingga membuat Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan 17.000 pulau ini maka Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

POLA PERGERAKAN KOMUTER BERDASARKAN PELAYANAN SARANA ANGKUTAN UMUM DI KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI TUGAS AKHIR

POLA PERGERAKAN KOMUTER BERDASARKAN PELAYANAN SARANA ANGKUTAN UMUM DI KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI TUGAS AKHIR POLA PERGERAKAN KOMUTER BERDASARKAN PELAYANAN SARANA ANGKUTAN UMUM DI KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI TUGAS AKHIR Oleh: NOVI SATRIADI L2D 098 454 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan tinggi sekalipun tetap terdapat orang yang membutuhkan dan menggunakan angkutan umum penumpang. Pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia untuk menunjang kehidupan perekonomian di masyarakat, baik dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Aksesibilitas dan Mobilitas Sistem tata guna lahan yang ditentukan polanya oleh kebijakan pemerintah suatu wilayah dan bagaimana system transportasinya melayani, akan memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena yang dialami oleh kota-kota besar di Indonesia khususnya. Urbanisasi tersebut terjadi karena belum meratanya pertumbuhan wilayah terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota dan ketersediaan fasilitas menarik terjadinya pergerakan dari daerah pinggiran (hinterland) ke pusat kota. Ketersediaan fasilitas yang lebih lengkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan transportasi di daerah Yogyakarta terjadi sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan transportasi di daerah Yogyakarta terjadi sebagai salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan transportasi di daerah Yogyakarta terjadi sebagai salah satu akibat dari laju pertumbuhan penduduk yang relatif sangat pesat, peningkatan daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Bandung, merupakan sebuah kota metropolitan dimana didalamnya terdapat beragam aktivitas kehidupan masyarakat. Perkembangan kota Bandung sebagai kota metropolitan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan kebutuhan turunan dari kegiatan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah tercermin pada peningkatan intensitas

Lebih terperinci

Rancangan Sirkulasi Pada Terminal Intermoda Bekasi Timur

Rancangan Sirkulasi Pada Terminal Intermoda Bekasi Timur JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 6, No.2, (2017) 2337-3520 (2301-928X Print) G 368 Rancangan Sirkulasi Pada Terminal Intermoda Bekasi Timur Fahrani Widya Iswara dan Hari Purnomo Departemen Arsitektur,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Konsep 3.1.1. Konsep partisipasi Kegiatan Perencanaan Angkutan Pemadu Moda New Yogyakarta International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk masyarakat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KOTA BEKASI

BAB III TINJAUAN KOTA BEKASI BAB III TINJAUAN KOTA BEKASI 3.1 TINJAUAN UMUM KOTA BEKASI Kota Bekasi merupakan salah satu kota dari 5 kota dengan populasi terbesar di Indonesia. Dengan jumlah penduduk lebih dari 2 juta jiwa, Kota Bekasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sanitasi. Infrastruktur memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. maupun sanitasi. Infrastruktur memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infrastruktur merupakan prasyarat agar berbagai aktivitas masyarakat dapat berlangsung. Infrastruktur yang sering disebut sebagai prasarana dan sarana fisik dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi barang kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi barang kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi yang terjadi di dalam masyarakat yang memiliki angka tingkat mobilitas yang tinggi, kebutuhan transportasi menjadi hal yang penting bagi kelangsungan

Lebih terperinci

V. PENILAIAN KINERJA POLA TRAYEK/RUTE EKSISTING

V. PENILAIAN KINERJA POLA TRAYEK/RUTE EKSISTING V. PENILAIAN KINERJA POLA TRAYEK/RUTE EKSISTING 5.1. Permintaan Pergerakan Penduduk Kebutuhan akan jasa angkutan umum penumpang di Kota Makassar tidak dapat dipisahkan dengan kebutuhan transportasi kota

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan berisi pembahasan tentang posisi hasil penelitian terhadap teori yang digunakan sehingga mampu menjawab permasalahan penelitian. Pembahasan akan secara kritis dilakukan

Lebih terperinci

Pengelompokkan Kategori Berdasarkan Karakteristik Ruas Jalan

Pengelompokkan Kategori Berdasarkan Karakteristik Ruas Jalan Pengelompokkan Kategori Berdasarkan Karakteristik Ruas Jalan Ruas Penggunaan Lahan Hambatan Samping On street Parking Through traffic Kategori Jalan Veteran Jalan Kartini Jalan Dr Wahidin Jalan Gresik-

Lebih terperinci

Kebijakan Perencanaan Tata Ruang dan Transportasi

Kebijakan Perencanaan Tata Ruang dan Transportasi Kebijakan Perencanaan Tata Ruang dan Transportasi Tren Perencanaan Tata Ruang Untuk Transportasi Peningkatan mobilitas memerlukan lahan yang lebih luas untuk transportasi Pemilikan kendaraan bermotor yang

Lebih terperinci

: Analisis Pengukuran Kinerja Trans Sarbagita dalam Metode Balanced Scorecard Nama : I Gde Eggy Prasutha Wiguna NIM :

: Analisis Pengukuran Kinerja Trans Sarbagita dalam Metode Balanced Scorecard Nama : I Gde Eggy Prasutha Wiguna NIM : Judul : Analisis Pengukuran Kinerja Trans Sarbagita dalam Metode Balanced Scorecard Nama : I Gde Eggy Prasutha Wiguna NIM : 1306305182 Abstrak Perkotaan sebagai wilayah pusat bisnis dan kepadatan penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perencanaan Kota Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Ciri pokok dari sebuah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSEP MULTI FUNGSI LAHAN DI KAWASAN SUB-URBAN MAKASSAR

PENGEMBANGAN KONSEP MULTI FUNGSI LAHAN DI KAWASAN SUB-URBAN MAKASSAR PROS ID I NG 2 0 1 1 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK PENGEMBANGAN KONSEP MULTI FUNGSI LAHAN DI KAWASAN SUB-URBAN MAKASSAR Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Halte/ Shelter Penelitian yang telah dilakukan oleh Bambang Triratma (1998), pakar arsitektur dari Universitas Sebelas Maret, berkaitan dengan optimalisasi fungsi halte di kota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai saat ini - yang paling populer adalah Model Perencanaan Transportasi Empat. 1. Bangkitan dan tarikan perjalanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai saat ini - yang paling populer adalah Model Perencanaan Transportasi Empat. 1. Bangkitan dan tarikan perjalanan BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Perencanaan Transportasi Terdapat beberapa konsep perencanaan transportasi yang telah berkembang sampai saat ini - yang paling populer adalah Model Perencanaan Transportasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum U-Turn Menurut Tata Cara Perencanaan Pemisah (1990), median atau pemisah tengah didefinisikan sebagai suatu jalur bagian jalan yang terletak di tengah, tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan daerah perkotaan pada dasarnya ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor manusia, faktor aktivitas manusia, dan faktor pergerakan manusia

Lebih terperinci

Identifikasi Panjang Perjalanan Siswa Sekolah Dasar di Kota Surabaya

Identifikasi Panjang Perjalanan Siswa Sekolah Dasar di Kota Surabaya E47 Identifikasi Panjang Siswa Sekolah Dasar di Kota Surabaya Ayu Tarviana Dewi, Ketut Dewi Martha Erli Handayeni Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL TIPE C KENDUNG BENOWO SURABAYA

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL TIPE C KENDUNG BENOWO SURABAYA MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL TIPE C KENDUNG BENOWO SURABAYA Ratih Widyastuti Nugraha 3108 100 611 Abstrak Pemerintah kota Surabaya membangun beberapa terminal baru. Salah satu terminal

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 5 C.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas sosial ekonomi. Hal ini tercermin dengan semakin meningkatnya penggunaan lahan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Berdasarkan fungsinya, jalan dibagi lagi menjadi jalan arteri primer yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Klaten merupakan Kabupaten yang terletak di antara dua kota besar,yaitu Yogyakarta dan Surakarta. Hal ini menjadikan Klaten menjadi persimpangan jalur transportasi

Lebih terperinci

SEMARANG. Ngaliyan) Oleh : L2D FAKULTAS

SEMARANG. Ngaliyan) Oleh : L2D FAKULTAS PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM PADA BIAYA PERJALANAN TERHADAP PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI MASYARAKAT DI DAERAH PINGGIRAN KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Kecamatan Banyumanik, Kecamatan Pedurungan dan Kecamatan

Lebih terperinci

GREEN TRANSPORTATION

GREEN TRANSPORTATION GREEN TRANSPORTATION DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DIRJEN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Jakarta 2016 - 23 % emisi GRK dari fossil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengurangan tingkat..., Arini Yunita, FE UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengurangan tingkat..., Arini Yunita, FE UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN Salah satu permasalahan kota Jakarta yang hingga kini masih belum terpecahkan adalah kemacetan lalu lintas yang belakangan makin parah kondisinya. Ini terlihat dari sebaran lokasi kemacetan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian awal dari penelitian. Pendahuluan adalah awal suatu cara untuk mengetahui suatu masalah dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota selalu menunjukkan suatu keadaan yang dinamis. Kotakota di Indonesia berkembang dengan cepat seiring perkembangan zaman dan teknologi. Namun, beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PKL muncul sebagai salah satu bentuk sektor informal perkotaan. Rachbini dan Hamid (1994) menyebutkan bahwa sektor informal secara struktural menyokong sektor formal.

Lebih terperinci

Redistribusi Lokasi Minimarket di Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya

Redistribusi Lokasi Minimarket di Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya Sidang Preview 4 Tugas Akhir Redistribusi Lokasi Minimarket di Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya Oleh RIANDITA DWI ARTIKASARI 3607 100 021 Dosen Pembimbing: Dr. Ing. Ir. Haryo Sulistyarso Tahun 2011 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu bagian penting di dalam kehidupan manusia dimana terjadi pergerakan untuk menjangkau berbagai keperluan dan kebutuhan hidup manusia.

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS EVALUASI KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PERKOTAAN

PETUNJUK TEKNIS EVALUASI KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PERKOTAAN 1 2 PETUNJUK TEKNIS EVALUASI KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PERKOTAAN Tata cara ini merupakan rangkaian kegiatan yang harus dilaksanakan tahap demi tahap oleh tim lapangan dalam rangka pemantauan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Jalan Jalan merupakan prasarana darat yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa distribusi (PKJI,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. (Tamin, 2000). Dalam penelitian Analisis Model Bangkitan Pergerakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. (Tamin, 2000). Dalam penelitian Analisis Model Bangkitan Pergerakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 4.1. Tinjauan pustaka Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan

Lebih terperinci

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar 1.1. Latar Belakang Makassar merupakan kota yang strategis dimana terletak ditengah-tengah wilayah Republik Indonesia atau sebagai Center Point of Indonesia. Hal ini mendukung posisi Makassar sebagai barometer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan dan pertumbuhan jumlah penduduk, industri dan perdagangan merupakan unsur utama dalam perkembangan kota Pematangsiantar. Keadaan ini juga

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : YUSUP SETIADI L2D 002 447 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan 3. Perspektif Wilayah dan Permintaan Perjalanan Masa Mendatang 3.1 Perspektif Wilayah Jabodetabek Masa Mendatang Jabodetabekpunjur 2018 merupakan konsolidasi rencana pengembangan tata ruang yang memberikan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE

BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE 3.1. SUSTAINABLE ARCHITECTURE Sustainable Architecture (arsitektur berkelanjutan) memiliki tujuan untuk mencapai kesadaran lingkungan dan memanfaatkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks dibanding daerah sekitarnya (Bintarto, 1977). perekonomian, atau sebagai pusat pemerintahan (Darmendra, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kompleks dibanding daerah sekitarnya (Bintarto, 1977). perekonomian, atau sebagai pusat pemerintahan (Darmendra, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkotaan merupakan bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan corak kehidupan

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN SISTEM TRANSPORTASI KOTA TERHADAP KONSUMSI BBM (KOTA: METROPOLITAN, BESAR, DAN SEDANG DI JAWA)

ANALISIS HUBUNGAN SISTEM TRANSPORTASI KOTA TERHADAP KONSUMSI BBM (KOTA: METROPOLITAN, BESAR, DAN SEDANG DI JAWA) F.. Analisis Hubungan Sistem Transportasi Kota terhadap Konsumsi BBM... ANALISIS HUBUNGAN SISTEM TRANSPORTASI KOTA TERHADAP KONSUMSI BBM (KOTA: METROPOLITAN, BESAR, DAN SEDANG DI JAWA) Mudjiastuti Handajani

Lebih terperinci

selatan Ringroad dan sebagian Sleman yang berada di sebelah utara Ringroad. Meskipun demikian, kondisi wilayah perkotaan yang berada di dalam jalan

selatan Ringroad dan sebagian Sleman yang berada di sebelah utara Ringroad. Meskipun demikian, kondisi wilayah perkotaan yang berada di dalam jalan BAB I PENDAHULUAN Perkotaan merupakan suatu daerah yang memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi disertai dengan segala macam permasalahannya. Banyak permasalahan yang dapat dikaji dan diteliti mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota adalah daerah terbangun yang memiliki jumlah penduduk dan intensitas penggunaan ruang yang cenderung tinggi sehingga kota senantiasa menjadi pusat aktivitas bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi memiliki peran yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pergerakan manusia, seperti pergerakan dari rumah (asal) sekolah, tempat kerja, dan lain-lain

Lebih terperinci