BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN"

Transkripsi

1 BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menguraikan kesimpulan dan saran sebagai hasil pengolahan data penelitian dan pembahasan terhadap hasil analisis yang telah disajikan dalam beberapa bab sebelumnya. Pada bagian awal diuraikan mengenai kesimpulan dan kontribusi hasil penelitian, sedangkan pada bagian akhir diuraikan mengenai saran dan rekomendasi hasil penelitian. Penelitian ini berawal dari keinginan menjawab permasalahan kecukupan ruang terbuka hijau kota Banda Aceh agar berperan optimal secara ekologis dengan cara mengkaji dan mengembangkan potensi ruang terbuka hijau di kota Banda Aceh yang rawan bencana dalam konteks kota ekologis tropis lembab dan identitas kota. Untuk itu hasil penelitian ini memberikan kontribusi dalam menyelesaikan masalah ruang terbuka hijau kota Banda Aceh baik saat ini maupun masa yang akan datang. Penelitian ini juga menunjukkan pentingnya peran keberadaan ruang terbuka hijau dalam kota serta perlunya upaya menjadikan ruang terbuka hijau kota sebagai tempat yang dikenal, diakrabi, dicintai dan dibanggakan sebagai identitas kota. 8.1 Kesimpulan Sesuai dengan tujuan dan tahapan penelitian, maka kesimpulan penelitian ini merangkum hasil penelitian menjadi tiga bagian penting yaitu: Ruang Terbuka Hijau Kawasan Pesisir Rawan Bencana Sesuai tujuan pertama penelitian, pengembangan potensi ruang terbuka hijau yang didasari hasil analisis keberadaan ruang terbuka hijau kawasan pesisir kota Banda Aceh yang rawan bencana menghasilkan konsep ruang terbuka hijau berbasis mitigasi bencana. Peran ruang terbuka hijau berbasis mitigasi bencana yang dapat digunakan dalam penataan kawasan pesisir adalah sebagai berikut (a) lokasi yang paling rawan bencana tsunami diperuntukkan sebagai ruang terbuka hijau pelindung atau sabuk hijau, dan (b) lokasi yang relatif aman dari bahaya tsunami diambil alih untuk fungsi ruang terbuka hijau penyelamatan yang dilengkapi bangunan atau bukit penyelamatan. Berikut disajikan skema peran ruang terbuka hijau berbasis mitigasi bencana pada kawasan pesisir pada Gambar

2 RTH KawasanP esisir RTH dengan fungsi Penyelamatan RTH dengan fungsi Pelindung Permukiman Pesisir Lingkungan Alami Kawasan Pesisir Gambar 8.1. Skema Peran RTH Kawasan Pesisir Dalam Mitigasi Bencana Terkait penataan ruang terbuka hijau berbasis mitigasi bencana beberapa rekomendasi yang diajukan antara lain: (a) intensifikasi ruang terbuka hijau sebagai pelindung berupa sabuk hijau di lingkungan alami kawasan pesisir dan permukiman pesisir, dengan melakukan penanaman berlapis sepanjang pantai dengan tujuan untuk mengurangi laju gelombang dan meminimalkan capaian gelombang menuju kawasan permukiman, (b) penataan kembali jalan dan aksesibilitas, yang dilengkapi jalur hijau pepohohan sebagai pengarah dan penyelamatan, khususnya dari kawasan permukiman yang rawan bencana menuju kawasan yang relatif aman yang dilengkapi ruang terbuka hijau untuk penyelamatan dan evakuasi korban. Berikut disajikan diagram model ruang terbuka hijau berbasis mitigasi bencana pada kawasan pesisir pada Gambar 8.2. Jalur Sirkulasi Arah Gelombang Permukiman Pesisir RTH Taman Penyelamatan RTH Sabuk Hijau Pelindung Pesisir / Pantai Gambar 8.2. Diagram Model RTH Kawasan Pesisir Berbasis Mitigasi Bencana 230

3 Gagasan ruang terbuka hijau dengan fungsi pelindung berupa sabuk hijau hutan pantai dan ruang terbuka hijau dengan fungsi penyelamatan berupa taman dan bukit penyelamatan, merupakan bagian dari pemanfaatan potensi ruang terbuka hijau dalam mitigasi bencana khususnya bencana tsunami. Penataan ruang terbuka hijau untuk mitigasi bencana juga dapat menjadi penanda dan pengingat masyarakat untuk tetap waspada sekaligus menjadi identitas kota Banda Aceh. Pengembangan fungsi ruang terbuka hijau dalam mitigasi bencana juga memperkaya fungsi ruang terbuka hijau perkotaan sebagaimana yang diungkapkan dalam DPU (2008) dan Purnomohadi dkk (2006), yaitu terdiri dari fungsi ekologis, sosial budaya, ekonomi dan arsitektural, seperti terlihat pada Tabel 8.1. Tabel 8.1. Pengembangan Fungsi Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Fungsi Ruang Terbuka Hijau Perkotaan DPU (2008) dan Purnomohadi dkk (2006) Penelitian Fuady (2014) Ekologis Mitigasi Bencana Sosial Budaya Ekonomi Arsitektural Selain penekanan pada pengembangan fungsi ruang terbuka hijau dalam mitigasi bencana, penelitian ruang terbuka hijau sebagai identitas kota juga memiliki dampak positif pada peningkatan fungsi ruang terbuka hijau kota (a) secara sosial budaya berupa meningkatkan rasa memiliki, kecintaan, kebanggaan serta kesadaran masyarakat akan peran penting ruang terbuka hijau; (b) secara ekonomi dengan meningkatkan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang berpengaruhi terhadap kunjungan dan kesehatan masyarakat serta timbulnya peluang usaha; (c) secara arsitektural dengan meningkatkan estetika lingkungan ruang terbuka hijau kota. Secara khusus penelitian ini juga mengungkapkan pentingnya kecukupan ruang terbuka hijau mendukung optimalnya fungsi ekologis ruang terbuka hijau mendukung kualitas kehidupan kota Ruang Terbuka Hijau Ekologis Sesuai tujuan kedua penelitian, pengembangan model sistem dinamis ruang terbuka hijau agar berperan optimal secara ekologis mendukung perkembangan dinamis kota Banda Aceh menjadi kota ekologis, didasari fakta keberadaan ruang terbuka hijau kota Banda Aceh yang terus berkurang akibat perubahan penggunaan lahan dan 231

4 pertumbuhan penduduk yang terus berlangsung secara dinamis. Model sistem dinamis ruang terbuka hijau ekologis dibuat sesuai ambang batas fungsi ekologis ruang terbuka hijau sebagai: (a). penyedia oksigen; (b). penyimpan air; dan (c). penyerap karbon dioksida. Agar ruang terbuka hijau ekologis kota Banda Aceh dapat berfungsi optimal maka dibutuhkan kecukupan besaran ruang terbuka hijau yang mendukung fungsi ekologisnya. Namun dengan keterbatasan ruang kota Banda Aceh dan minimnya alokasi anggaran pengadaaan ruang terbuka hijau baru, maka upaya optimalisasi ruang terbuka hijau dapat dilakukan dengan mengintegrasikannya dengan badan air yang ada dalam kota Banda Aceh. Badan air dengan keanekaragaman hayatinya selain berperan mendukung fungsi ekologis ruang terbuka hijau, juga dapat berperan menjadi indikator alami terhadap gejala perubahan alam yang harus diwaspadai. Begitupula integrasi ruang terbuka hijau dan badan air akan menjadi ciri khas yang dapat mendukung identitas kota ekologis tropis lembab. Berikut disajikan skema hubungan badan air mendukung fungsi ekologis ruang terbuka hijau pada Gambar 8.3. Fungsi Penyedia O2 RTH Fungsi Penyimpan Air Badan Air Fungsi Penyerap CO2 Gambar 8.3. Skema Hubungan Badan Air Mendukung Fungsi Ekologis RTH Dalam penelitian ini, pengembangan model sistem dinamis ruang terbuka hijau dalam konteks kota ekologis juga dilakukan untuk memprediksi kebutuhan ruang terbuka hijau perkotaan dalam beberapa tahun ke depan agar dapat mengimbangi dinamika pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya, sesuai ambang batas fungsi ekologis ruang terbuka hijau. Hasil analisis menunjukkan kebutuhan ruang terbuka hijau ekologis dalam kota selain dipengaruhi oleh perkembangan jumlah penduduk dan ketersediaan lahan kota, juga dipengaruhi oleh pemilihan jenis pohon dalam ruang terbuka hijau perkotaan. Agar fungsi ekologis berlangsung secara optimal pada ruang 232

5 terbuka hijau kota yang ada, perlu pengaturan penanaman jenis pohon yang sesuai seperti pohon Trembesi, Cassia dan Kenanga yang memiliki kemampuan tinggi menyerap karbon dioksida. Selain itu hasil perhitungan dalam penelitian ini menunjukkan kota Banda Aceh membutuhkan ruang terbuka hijau hutan kota seluas 210,99 ha atau dalam proporsi sekitar 3,44% dari luas wilayah kota untuk mendukung berlangsungnya fungsi ekologis ruang terbuka hijau secara optimal dalam kota. Berikut disajikan diagram komponen yang mempengaruhi fungsi ekologis ruang terbuka hijau dalam Gambar 8.4. RTH Fungsi Penyedia O2 Fungsi Penyerap CO2 Fungsi Penyimpan Air Sistem Perkotaan Jenis Pohon Pertumbuhan Penduduk Lahan Kota Gambar 8.4. Diagram Model RTH Ekologis dan Komponen yang Mempengaruhinya Hasil penelitian ini juga menunjukkan temuan pentingnya pemenuhan kecukupan ruang terbuka hijau perkotaan yang tidak hanya dilakukan semata-mata untuk mengikuti ketentuan proporsi tertentu luasan kota, namun juga untuk mencapai berlangsungnya fungsi ekologis secara optimal mendukung kehidupan dalam kota. Gagasan optimalisasi penanaman jenis pohon tertentu serta pemanfaatan badan air dalam mendukung fungsi ekologis ruang terbuka hijau akan memperkaya alternatif pemenuhan kebutuhan lahan ruang terbuka hijau dalam kota dan mengembangkan pemikiran baru dalam meningkatkan kualitas fungsi ekologis ruang terbuka hijau kota mendukung kehidupan yang lebih baik dalam kota. Gagasan tersebut juga memperkaya 233

6 upaya pemenuhan kebutuhan ruang terbuka hijau ekologis sebagaimana yang diungkapkan dalam Zhang dkk (2007), seperti terlihat pada Tabel 8.2. Tabel 8.2. Pengembangan Pemenuhan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Ekologis Pemenuhan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Ekologis Zhang dkk (2007) Penelitian Fuady (2014) Penambahan luas lahan untuk memenuhi ambang batas fungsi ekologis ruang terbuka hijau. - Optimalisasi penanaman jenis pohon dan tanaman yang mendukung fungsi ekologis dalam ruang terbuka hijau yang ada. - Gagasan pemanfaatan badan air yang ada untuk mendukung fungsi ekologis ruang terbuka hijau. Penelitian ini menunjukkan pemenuhan ambang batas fungsi ekologis ruang terbuka hijau kota dapat dilakukan dengan mengoptimalkan lahan ruang terbuka hijau dan hutan kota yang ada dengan penanaman jenis pohon yang memiliki kemampuan tinggi dalam penyerapan karbon dioksida, penyediaan oksigen dan penyimpanan air. Dari perhitungan kebutuhan berdasarkan penduduk kota Banda Aceh tahun 2010, diketahui luasan lahan yang diperlukan masih dapat dipenuhi namun seiring perkembangan aktivitas penduduk, maka lahan ruang terbuka hijau tetap harus diupayakan penambahannya. Salah satu cara penambahan ruang terbuka hijau dalam kota Banda Aceh yang terbatas luasannya adalah dengan integrasi ruang terbuka hijau dengan badan air sebagaimana gagasan dalam Gambar Ruang Terbuka Hijau sebagai Identitas Kota Ekologis Tropis Lembab Sesuai tujuan ketiga penelitian, pengembangan model ruang terbuka hijau kota Banda Aceh sebagai identitas kota ekologis tropis lembab didasari hasil analisis potensi ruang terbuka hijau ekologis kota Banda Aceh serta dukungan kekhasan ruang terbuka hijau kawasan pesisir kota Banda Aceh yang rawan bencana. Pengembangan model ruang terbuka hijau dalam penelitian ini dilakukan sebagai upaya menunjukkan pentingnya peran ruang terbuka hijau ekologis sekaligus mengedepankan ruang terbuka hijau sebagai identitas kota. Model ruang terbuka hijau sebagai identitas kota diharapkan dapat mengimbangi laju penurunan luas ruang terbuka kota akibat kebutuhan pembangunan dan perkembangan penduduk, sebagaimana ditunjukkan pada grafik pada Gambar

7 Gambar 8.5. Grafik Pertambahan Luas RTH Identitas Kota Dari Gambar 8.5 dapat diprediksikan bahwa dengan kehadiran ruang terbuka hijau sebagai identitas kota, maka keberadaan ruang terbuka hijau dalam kota tidak hanya meningkatkan kebanggaan masyarakat, namun juga akan berpengaruh mendorong upaya pemenuhan kebutuhan luasan ruang terbuka hijau sehingga optimal mendukung kehidupan kota secara berkelanjutan. Penelitian ini juga mengungkapkan temuan aspek pembentukan ruang terbuka hijau sebagai identitas kota menurut persepsi masyarakat. Adapun aspek pembentuk identitas dalam penelitian ini merujuk pada teori urban related identity yang terdiri dari 5 aspek yaitu keberlanjutan, keakraban, keterikatan, komitmen dan evaluasi eksternal (Lalli, 1992 dan Ernawati 2011). Selanjutnya dari pengolahan data kuesioner persepsi masyarakat yang dilakukan dengan analisis statistik menggunakan metode Structural Equation Modelling (SEM) diperoleh hasil pentingnya aspek keterikatan, keberlanjutan dan keakraban dalam pembentukan ruang terbuka hijau sebagai identitas kota. Berikut disajikan model ruang terbuka hijau sebagai identitas kota ekologis tropis lembab dalam Gambar

8 Ciri Kota Ekologis Luas Fungsi Bentuk RTH Identitas Kota Keberlanjutan Keakraban Keterikatan Komitmen Jenis Karakter Tropis Lembab Evaluasi Eksternal Gambar 8.6. Model RTH sebagai Identitas Kota Ekologis Tropis Lembab Hasil analisis konfirmatori terhadap konstruksi model ruang terbuka hijau sebagai identitas kota ekologis tropis lembab yang terdiri dari tiga variabel eksogen yaitu kota ekologis, ruang terbuka hijau, dan tropis lembab, diketahui berdasarkan kriteria indeks Goodness of Fit merupakan model yang sesuai (fit) artinya memenuhi kriteria yang telah ditetapkan menurut standar. Sehingga selanjutnya dapat dibuktikan hipotesis yang menyatakan bahwa indikator indikator tersebut merupakan dimensi acuan yang sama (underlying dimension) bagi sebuah konstruk yang disebut identitas kota dan hasilnya dapat dikatakan sesuai (fit) atau dapat diterima. Secara empiris, model yang terbentuk merupakan hasil dari analisis regresi berganda. Model matematis ruang terbuka hijau kota sebagai identitas kota ekologis tropis lembab untuk kota Banda Aceh yang dihasilkan dari analisis regresi adalah "identitas kota = -13,949+1,729 (kota ekologis) + 0,617 (ruang terbuka hijau) + 0,587 (tropis lembab)". Makna dari model empiris tersebut adalah bahwa identitas kota Banda Aceh dipengaruhi secara bersama-sama oleh peran ruang terbuka hijau, ciri kota ekologis dan karakter iklim tropis lembab. Gagasan ruang terbuka hijau sebagai identitas kota tidak hanya berperan membangkitkan kesadaran akan kebanggaan dan rasa memiliki pada masyarakat, namun juga meningkatkan upaya pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan luasan agar optimal mendukung kehidupan kota. Gagasan ruang terbuka hijau sebagai identitas kota juga memperkaya alternatif konsep dalam menciptakan ruang terbuka hijau yang lebih bermakna dan akrab dengan masyarakat sekaligus menyumbang pemikiran baru dalam 236

9 meningkatkan kualitas ruang kota yang ekologis. Penelitian dengan menggunakan ruang terbuka hijau sebagai identitas kota ini juga memperkaya kajian penerapan konsep identitas suatu tempat dalam kota sebagaimana yang diungkapkan oleh Lalli (1992) dan Ernawati (2011) seperti terlihat pada Tabel 8.3. berikut. Tabel 8.3. Pengembangan Konsep Urban Related Identity Urban Related Identity Lalli (1992) dan Ernawati (2011) Penelitian Fuady (2014) Persepsi masyarakat akan identitas perkotaan dapat dikaji dengan konsep urban related identity yang terdiri dari lima aspek yaitu keberlanjutan, keakraban, keterikatan, komitmen dan evaluasi eksternal. Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai Identitas Kota Ekologis Tropis Lembab. Persepsi masyarakat terhadap ruang terbuka hijau sebagai identitas kota Banda Aceh juga dipengaruhi oleh kultur masyarakat dalam menegakkan syariat Islam. Jika dalam penelitian sebelumnya, Lalli (1992) dan Ernawati (2011) meneliti peran elemen fisik kota terhadap pembentukan identitas tempat dalam kota, maka penelitian ini menunjukkan lima aspek konsep urban related identity yaitu keberlanjutan, keakraban, keterikatan, komitmen dan evaluasi eksternal, dapat digunakan juga dalam menggali persepsi masyarakat terhadap ruang terbuka hijau sebagai identitas kota Banda Aceh. 8.2 Kontribusi Penelitian Hasil penelitian ini dapat memberi masukan bagi proses penelitian lanjutan serta memperkaya khasanah ilmu pengetahuan. Selain hasil akhir penelitian yang berupa model ruang terbuka hijau kota, temuan selama proses penelitian dalam bentuk model dan metode juga diharapkan memberi sumbangan bagi khasanah pengetahuan dalam bidang ilmu perancangan kota (urban design) secara teoritis dan metodologis Kontribusi Teoritis dan Metodologis Berdasarkan simpulan dari temuan sebagaimana telah didiskusikan dan dikaitkan dengan teori-teori sebelumnya, mengenai ruang terbuka hijau (DPU, 2008; Purnomohadi dkk, 2006; Irwan, 2005; dan Dahlan, 1992), karakter iklim tropis lembab yang harus diatasi (Lippsmeier, 1997), ciri-ciri kota ekologis (Register, 1989; Platt, 1994; White, 2002; serta Wong dan Yuen, 2011) dan aspek urban related identity (Ernawati, 2011; Lalli, 1992) maka didapatkan rumusan ruang terbuka hijau sebagai identitas kota ekologis tropis lembab sangat dipengaruhi oleh keterikatan dan keakraban pada lingkungan serta 237

10 keberlanjutan untuk mewujudkan ruang kota yang selaras dengan lingkungan alam tropis lembab. Berikut disajikan diagram struktur pengembangan teori ruang terbuka hijau sebagai identitas kota pada Gambar 8.7. Ruang Terbuka Hijau (RTH) Empat aspek ruang terbuka hijau yaitu: a. Luas (DPU, 2008); b. Fungsi (Purnomohadi dkk, 2006; Irwan, 2005; Dahlan, 1992); c. Bentuk (DPU, 2008; Irwan, 2005); d. Jenisnya (DPU, 2008; Purnomohadi dkk, 2006). Identitas Kota Lima aspek urban related identity (Ernawati, 2011; Lalli, 1992) yaitu: a. Keberlanjutan, b. Keakraban, c. Keterikatan, d. Komitmen, e. Evaluasi eksternal. Iklim Tropis Lembab Aspek karakter iklim tropis lembab yang harus diatasi (Lippsmeier, 1997) yaitu: a. Silau dan terik sinar matahari, b. Suhu udara panas, c. Air hujan, d. Kelembaban udara. Kota Ekologis Ciri-ciri kota ekologis yaitu: a. Kota yang harmonis dengan alam (Register, 1989); b. Kota yang sehat secara ekologis (Platt, 1994); c. Kota yang hijau (White, 2002); d. Kota yang aman dan ramah lingkungan (Wong dan Yuen, 2011). Ruang Terbuka Hijau sebagai Identitas Kota Ekologis Tropis Lembab merupakan suatu kesatuan ruang terbuka hijau kota yang memiliki peran dan karakter yang khas, melalui pengaturan elemen ruang terbuka hijau kota yang dapat mengendalikan masalah iklim tropis lembab, menghadirkan suasana kota yang hijau dan harmonis dengan lingkungan alami serta menguatkan rasa keterikatan dan keakraban pada lingkungan kota (Fuady, 2014). Gambar 8.7. Diagram Struktur Pengembangan Teori RTH sebagai Identitas Kota Ekologis Tropis Lembab Gambar 8.7 menunjukkan pengembangan teori ruang terbuka hijau sebagai identitas kota ekologis tropis lembab didasari atas kajian teori mengenai ruang terbuka hijau, kota ekologis, iklim tropis lembab dan identitas kota. Model teoritis ruang terbuka hijau sebagai identitas kota yang dihasilkan merupakan penekanan terhadap suatu proses hubungan antara tempat dan karakter khas tropis lembab serta persepsi masyarakat dalam lingkup budaya setempat. Hasil penelitian juga menunjukkan model ruang terbuka hijau sebagai identitas kota ekologis tropis lembab dipengaruhi 3 faktor, yaitu: (a) Faktor fisik, meliputi peran dan karakter khas ruang terbuka hijau tropis lembab dengan pohon besar berkanopi luas sebagai peneduh dan keragaman tanaman hijau yang menyerupai ciri khas hutan tropis lembab; (b) Faktor sosial, meliputi persepsi dan keterlibatan masyarakat dalam 238

11 memanfaatkan ruang terbuka hijau yang menunjukkan rasa memiliki dan kebanggaan; dan (c) Faktor budaya, meliputi pelaksanaan syariat Islam dalam kehidupan masyarakat serta pelestarian sejarah masa lalu yang tercermin dalam tata letak ruang terbuka hijau kota Banda Aceh saat ini. Berikut disajikan model faktor yang mempengaruhi ruang terbuka hijau sebagai identitas kota ekologis tropis lembab pada Gambar 8.8. Faktor Fisik RTH Tropis Lembab Kota Ekologis RTH sbg Identitas Kota Identitas Kota Faktor Sosial Faktor Budaya Gambar 8.8. Model faktor yang mempengaruhi RTH sebagai Identitas Kota Ekologis Tropis Lembab Dari ketiga faktor tersebut, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat kota Banda Aceh terhadap ruang terbuka hijau sebagai identitas kota secara faktor budaya dipengaruhi oleh kekhasan pelaksanaan syariat Islam dalam kehidupan masyarakat kota Banda Aceh. Sebagai contoh, meskipun menyadari dan memahami pentingnya keberadaan pohon dalam jumlah dan kerapatan tertentu sebagai pelindung kawasan pesisir, responden umumnya mengungkapkan agar dalam penataan pohon tidak menciptakan tempat bersembunyi untuk berbuat yang melanggar syariat Islam. Kontribusi penting lainnya adalah penggunaan tingkat ambang batas ekologis 239

12 sebagai indikator ekologis kota. Adapun kontribusi metodologis sebagai pengayaan terhadap pengetahuan telah dihasilkan dari pengembangan metode dan analisis untuk menjawab masalah penelitian. Selama proses penelitian, beberapa metode pengolahan data yang digunakan merupakan pengembangan metode yang telah ada yaitu: a. metode kuantifikasi ekologis ruang terbuka hijau kota, yang merupakan penggabungan beberapa metode secara komprehensif untuk mengkuantifikasikan ambang batas fungsi ekologis ruang terbuka hijau dalam kota (Zhang, 2007; DPU, 2008); b. metode sistem dinamis ruang terbuka hijau ekologis, dengan penekanan pada pencapaian ambang batas fungsi ekologis ruang terbuka hijau kota dalam bentuk model simulasi sebagai penggabungan sekaligus pendetailan metode yang ada (Achsan, 2009; Suwarli, 2011) yang sebelumnya lebih fokus pada pemenuhan ketersediaan lahan ruang terbuka hijau dan ketersediaan anggaran untuk ruang terbuka hijau; c. metode penilaian persepsi masyarakat mengenai ruang terbuka hijau sebagai identitas kota yang merupakan pengembangan metode dari konsep urban related identity (Lalli, 1992; Ernawati, 2011) yang sebelumnya menekankan pada elemen fisik kota sebagai identitas suatu tempat dalam kota Kontribusi Praktis dalam Perencanaan dan Perancangan Kota Hasil penelitian ini, sebagaimana pengembangan teori dan metodologi di atas, juga memberikan kontribusi praktis pada bidang perencanaan dan perancangan kota. Adapun kontribusi metodologis yang juga dapat menjadi sumbangan secara praktis dalam perencanaan dan perancangan kota adalah sebagai berikut: a. metode penilaian kecukupan ruang terbuka hijau kota ekologis, b. metode permodelan sistem dinamis ruang terbuka hijau kota, serta c. metode permodelan ruang terbuka hijau sebagai identitas kota. Secara substantif, kontribusi terhadap praktek perencanaan dan perancangan kota nantinya dapat diaplikasikan melalui penggunaan permodelan sistem dinamis ruang terbuka hijau kota dan model ruang terbuka hijau sebagai identitas kota sebagai: a. alat evaluasi dalam perencanaan kota yang telah ada, b. preseden dalam perencanaan kota baru, c. kriteria dalam perencanaan persebaran ruang terbuka hijau kota, 240

13 d. kriteria lingkungan alami dalam konsep identitas kota. 8.3 Saran dan Rekomendasi Saran dan rekomendasi mengungkapkan alternatif pengembangan penelitian yang didasarkan atas simpulan serta kelemahan atau kekurangan penelitian ini. Beberapa kelemahan atau kekurangan yang dijumpai selama proses penelitian antara lain: a. Meskipun penelitian ini bersifat gabungan kulitatif dan kuantitatif, namun beberapa informasi kualitatif yang terkait dengan perkembangan ruang kota dan aspek budaya setempat belum sepenuhnya diakomodasi dan dianalisis dalam penelitian ini. Beberapa informasi kualitatif disadari merupakan bagian penting yang dapat mengartikulasikan suatu fenomena secara utuh, seperti misalnya persepsi terhadap sejarah kota, kenyamanan dalam pemanfaatan ruang kota serta nilai sosial budaya dalam masyarakat. b. Secara teoritis, persepsi dipengaruhi oleh karakter individu dan lingkungan kota sebagai wadah. Penelitian ini membatasi faktor persepsi masyarakat pada lingkup ruang terbuka hijau dan identitas kota, dan tidak melibatkan karakteristik individu responden pada analisis berikutnya. c. Lokasi penelitian disertasi untuk mendapatkan model ruang terbuka hijau sebagai identitas kota adalah wilayah kota Banda Aceh. Konsekuensi pemilihan lokasi tersebut adalah terbatasnya identifikasi ruang terbangun dan ruang terbuka hijau hanya pada wilayah kota Banda Aceh yang termasuk kota berukuran sedang sesuai perkembangan jumlah penduduknya. Selanjutnya, berdasarkan simpulan dan juga kelemahan penelitian, diajukan beberapa hal yang disarankan dan direkomendasikan. Penelitian ini bukan akhir dari pencarian hal-hal baru dalam lingkup ruang terbuka hijau dan identitas kota, untuk itu masih perlu dilakukan penelitian-penelitian lanjutan. Berikut disampaikan beberapa saran terkait dengan penelitian ruang terbuka hijau dan identitas kota, antara lain: Saran untuk Pengkayaan Teori Konsep hubungan ruang terbuka hijau dan identitas kota dari penelitian ini dapat diperkaya dengan menggali lebih dalam aspek kualitatif yang terkait dengan perkembangan ruang kota dan aspek budaya setempat. Sehingga dapat diungkapkan secara lebih luas dasar persepsi masyarakat mengenai identitas kota yang 241

14 dihubungkan dengan sejarah perkembangan kota, kenyamanan dalam pemanfaatan ruang kota serta nilai sosial budaya dalam masyarakat. Selain itu penelitian selanjutnya dapat juga dilakukan dengan memperhatikan karakteristik individu responden dalam analisisnya Saran bagi Lokasi Penelitian Banda Aceh sebagai lokasi penelitian merupakan kota lama yang berada di wilayah pesisir yang memiliki kekhasan karakter wilayah pesisir. Kajian hubungan ruang terbuka hijau dan identitas kota dari penelitian ini dapat dipertajam lagi dengan memperluas lokasi penelitian menjadi wilayah kota di pedalaman yang memiliki karakter berbeda dengan kota pesisir. Selain itu dapat juga dilakukan penelitian selanjutnya pada kota baru dengan skala besar, sedang ataupun kecil. Adanya keragaman lokasi penelitian akan meningkatkan kualitas hasil penelitian. Penelitian lanjutan dapat dilakukan untuk menguji, mengoreksi, melengkapi bahkan membantah model hasil penelitian ini Saran bagi Metodologi Penelitian Metode yang dipilih pada penelitian ini belum tentu merupakan metode terbaik untuk meneliti ruang terbuka hijau sebagai identitas kota. Disarankan mengembangkan cara mengungkapkan persepsi masyarakat dengan wawancara mendalam agar dapat lebih memahami dasar penilaian masyarakat akan identitas kota. Dengan memahami lebih dalam latar belakang budaya masyarakat diharapkan akan tergambarkan perbedaan cara pandang terhadap identitas lingkungan sesuai karakteristik tempat tinggal Rekomendasi dalam Penataan Kota Pada tataran praktis, beberapa rekomendasi yang langsung dapat digunakan sebagai dasar penataan ruang terbuka hijau sebagai identitas kota adalah: (a) pengaturan sebaran ruang terbuka hijau ekologis baik hutan kota dan taman yang merata di seluruh wilayah kecamatan kota, (b) antar ruang terbuka hijau publik kota dihubungkan oleh jaringan jalan yang saling terkoneksi dan memiliki jalur hijau yang menjadi peneduh sehingga masyarakat akan dapat lebih menikmati keberadaan ruang terbuka hijau dan nyaman dalam menjelajah kota, (c) setiap ruang terbuka hijau khususnya di wilayah yang berpotensi bencana harus dapat berfungsi sebagai ruang 242

15 mitigasi bencana, (d) ruang terbuka hijau dikembangkan terintegrasi dengan badan air sehingga selain berfungsi dalam penyerapan dan penyimpanan air dapat juga menjadi indikator gejala perubahan alam yang harus diwaspadai, (e) ruang terbuka hijau dikembangkan terintegrasi dengan lingkungan permukiman agar manfaat ekologis dapat optimal diperoleh masyarakat, (f) kecukupan ketersediaan ruang terbuka hijau ekologis dapat menjadi acuan perizinan pembangunan baru suatu kawasan dalam kota. 243

16 Halaman ini sengaja dikosongkan 244

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada PENDAHULUAN Latar Belakang Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas.dalam kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat kedudukan

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

RUANG TERBUKA SEBAGAI RUANG EVAKUASI BENCANA TSUNAMI (Studi Kasus: Daerah Rawan Tsunami Kabupaten Kulonprogo) TUGAS AKHIR

RUANG TERBUKA SEBAGAI RUANG EVAKUASI BENCANA TSUNAMI (Studi Kasus: Daerah Rawan Tsunami Kabupaten Kulonprogo) TUGAS AKHIR RUANG TERBUKA SEBAGAI RUANG EVAKUASI BENCANA TSUNAMI (Studi Kasus: Daerah Rawan Tsunami Kabupaten Kulonprogo) TUGAS AKHIR Oleh : BIMA SAKTI L2D005352 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Momentum, Vol. 11, No. 2, Okt 2015, Hal ISSN , e-issn KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN

Momentum, Vol. 11, No. 2, Okt 2015, Hal ISSN , e-issn KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN Wiwik Handayani 1*, Gagoek Hardiman 1 dan Imam Buchari 1 1 Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro Semarang Jalan Imam Bardjo,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo)

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo) BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Ruang terbuka merupakan ruang publik yang digunakan masyarakat untuk berinteraksi, berolahraga, dan sebagai sarana rekreatif. Keberadaan ruang terbuka juga bermanfaat

Lebih terperinci

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH 2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Banda Aceh dirumuskan untuk mengatasi permasalahan tata ruang dan sekaligus memanfaatkan potensi yang dimiliki, serta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan di daerah tropis dengan luas laut dua pertiga dari luas negara secara keseluruhan. Keberadaan Indonesia di antara dua benua dan

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 5 TAHUN 2010 Menimbang : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN BUNDARAN MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) pengertian Penataan bangunan dan lingkungan : adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki,mengembangkan atau melestarikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang berkembang sangat pesat dengan ciri utama pembangunan fisik namun di lain sisi, pemerintah Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pembangunan perkotaan cenderung meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan terbuka hijau dialih fungsikan menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, kawasan industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut

Lebih terperinci

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR Oleh: NUR HIDAYAH L2D 005 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena pemanasan bumi, degradasi kualitas lingkungan dan bencana lingkungan telah membangkitkan kesadaran dan tindakan bersama akan pentingnya menjaga keberlanjutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk daerah yang

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi t'r - PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 09 TAHUN 2OO5 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang

Lebih terperinci

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara C193 Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan, Jakarta Utara Shella Anastasia dan Haryo Sulistyarso Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota Jakarta pada akhirnya menuntut tersedianya wadah fisik untuk menampung

BAB I PENDAHULUAN. kota Jakarta pada akhirnya menuntut tersedianya wadah fisik untuk menampung BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Latar Belakang Proyek Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang pertumbuhan kotanya cenderung pesat. Sebagai ibukota negara, Jakarta menjadi pusat dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota-kota di Indonesia kini tengah mengalami degradasi lingkungan menuju berkurangnya ekologis, akibat pembangunan kota yang lebih menekankan dimensi ekonomi

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH ILMU HUTAN KOTA LANJUTAN

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH ILMU HUTAN KOTA LANJUTAN JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH ILMU HUTAN KOTA LANJUTAN REVIEW : PP NO. 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UU NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG PERMENDAGRI NO. 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya kawasan bisnis maupun kawasan niaga. Gejala menjamurnya pembangunan fisik yang berlebihan dipastikan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini pemanfaatan ruang masih belum sesuai dengan harapan yakni terwujudnya ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan. Menurunnya kualitas permukiman

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà - 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 3 METODA PERANCANGAN. Lingkup metoda penyusunan rencana Pembangunan Pusat Sains dan Teknologi di

BAB 3 METODA PERANCANGAN. Lingkup metoda penyusunan rencana Pembangunan Pusat Sains dan Teknologi di BAB 3 METODA PERANCANGAN Lingkup metoda penyusunan rencana Pembangunan Pusat Sains dan Teknologi di kawasan Pantai Panjang Kota Bengkulu ini secara umum mencakup hal-hal sebagai berikut: 3.1 Ide Perancangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI)

BAB 1 PENDAHULUAN Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. Pembangunan pada sebuah kawasan membawa perubahan terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI)

Lebih terperinci

MUSEUM TSUNAMI ACEH PENGERTIAN

MUSEUM TSUNAMI ACEH PENGERTIAN MUSEUM TSUNAMI ACEH PENGERTIAN Pengertian umumnya adalah sebuah konsep desain yang beradaptasi dengan lingkungan yang tropis Tetapi bukan berarti melupakan sisi estetika. Hanya disini hal yang paling utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah perkotaan pada umumnya tidak memiliki perencanaan kawasan yang memadai. Tidak terencananya penataan kawasan tersebut ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik

Lebih terperinci

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI Saat ini banyak kota besar yang kekurangan ruang terbuka hijau atau yang sering disingkat sebagai RTH. Padahal, RTH ini memiliki beberapa manfaat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota adalah daerah terbangun yang memiliki jumlah penduduk dan intensitas penggunaan ruang yang cenderung tinggi sehingga kota senantiasa menjadi pusat aktivitas bagi

Lebih terperinci

KONSEP dan TEKNIK PENYAJIAN GAMBAR PADA PROYEK ARSITEKTUR KOTA (URBAN DESIGN)

KONSEP dan TEKNIK PENYAJIAN GAMBAR PADA PROYEK ARSITEKTUR KOTA (URBAN DESIGN) KONSEP dan TEKNIK PENYAJIAN GAMBAR PADA PROYEK ARSITEKTUR KOTA (URBAN DESIGN) Pembahasan Poin-poin yang akan dibahas pada kuliah ini: 1 KONSEP 2 PRESENTASI GAMBAR 3 CONTOH PROYEK 1. Berisi KONSEP pengertian,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5794. KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 326). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya

Lebih terperinci

BAB IV : KONSEP. 4.1 Konsep Dasar. Permasalahan & Kebutuhan. Laporan Perancangan Arsitektur Akhir

BAB IV : KONSEP. 4.1 Konsep Dasar.  Permasalahan & Kebutuhan. Laporan Perancangan Arsitektur Akhir BAB IV : KONSEP 4.1 Konsep Dasar Table 5. Konsep Dasar Perancangan Permasalahan & Kebutuhan Konsep Selama ini banyak bangunan atau gedung kantor pemerintah dibangun dengan hanya mempertimbangkan fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Tahura Wan Abdul Rachman di Propinsi Lampung adalah salah satu kawasan yang amat vital sebagai penyangga kehidupan ekonomi, sosial dan ekologis bagi masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berbicara tentang tempat tinggal, kota Jakarta menyediakan lahan yang

PENDAHULUAN. Berbicara tentang tempat tinggal, kota Jakarta menyediakan lahan yang PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Berbicara tentang tempat tinggal, kota Jakarta menyediakan lahan yang diperuntukan sebagai lahan untuk tempat tinggal yaitu seluas 45964,88 Ha, dengan keterbatasan lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi dengan alam sekelilingnya atau lingkungannya. Seiring dengan perkembangan zaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.506 pulau besar dan kecil, dengan total garis pantai yang diperkirakan mencapai 81.000 Km, Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Pada bab sebelumnya telah diuraikan gambaran umum Kabupaten Kebumen sebagai hasil pembangunan jangka menengah 5 (lima) tahun periode yang lalu. Dari kondisi yang telah

Lebih terperinci

KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR

KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR Oleh : Elfin Rusliansyah L2D000416 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pohon pohon atau tumbuhan berkayu yang menempati suatu wilayah yang luas dan mampu menciptakan iklim yang berbeda dengan luarnya sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan kota dari tahun ke tahun turut memengaruhi suhu perkotaan. Laporan United Nation tahun 2005 menyebutkan bahwa lebih dari setengah populasi dunia tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat perbankan dan pusat perindustrian menuntut adanya kemajuan teknologi melalui pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan dan pengembangan suatu kota berjalan sangat cepat, sehingga apabila proses ini tidak diimbangi dengan pengelolaan lingkungan hidup dikhawatirkan akan

Lebih terperinci

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang Desti Rahmiati destirahmiati@gmail.com Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas

Lebih terperinci

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

Oleh : ERINA WULANSARI [ ] MATA KULIAH TUGAS AKHIR [PW 09-1333] PENELITIAN TUGAS AKHIR Oleh : ERINA WULANSARI [3607100008] PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) PENGADAAN TANAH UNTUK RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PERKOTAAN Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) Sekilas RTH Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kota Yogyakarta sebagai ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun perekonomian. Laju

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota adalah sebuah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomis yang heterogen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah TINJAUAN PUSTAKA 1. Lanskap Sekolah Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang di sekeliling manusia mencakup segala hal yang dapat dilihat dan dirasakan. Menurut Hubbard dan Kimball (1917) dalam Laurie

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa perkembangan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang mempunyai 13.466 pulau dan mempunyai panjang garis pantai sebesar 99.093 km. Luasan daratan di Indonesia sebesar 1,91 juta

Lebih terperinci

, 2016 KAJIAN RUANG TERBUKA HIJAU D AN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGEN D I KAMPUS UNIVERSITAS PEND IDIKAN INDONESIA (UPI) BAND UNG

, 2016 KAJIAN RUANG TERBUKA HIJAU D AN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGEN D I KAMPUS UNIVERSITAS PEND IDIKAN INDONESIA (UPI) BAND UNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Oksigen merupakan unsur yang sangat penting dalam tata kehidupan makhluk hidup. Oksigen diperlukan oleh makhluk hidup sebagai salah satu ciri makhluk hidup

Lebih terperinci

ARAHAN PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU PADA KORIDOR JALAN JENDRAL SUDIRMAN KOTA SINGKAWANG TUGAS AKHIR

ARAHAN PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU PADA KORIDOR JALAN JENDRAL SUDIRMAN KOTA SINGKAWANG TUGAS AKHIR 120 ARAHAN PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU PADA KORIDOR JALAN JENDRAL SUDIRMAN KOTA SINGKAWANG TUGAS AKHIR Oleh : DWI FITRI SASMITA L2D 605 190 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa Taman Pintar telah

BAB VI KESIMPULAN. Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa Taman Pintar telah BAB VI KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan, pembahasan dan temuan yang dihasilkan dalam kasus ruang publik anak di Kota Yogyakarta ini dapat dirumuskan bab kesimpulan dan saran meliputi ringkasan temuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

Penataan Kota dan Permukiman

Penataan Kota dan Permukiman Penataan Kota dan Permukiman untuk Mengurangi Resiko Bencana Pembelajaran dari Transformasi Pasca Bencana Oleh: Wiwik D Pratiwi dan M Donny Koerniawan Staf Pengajar Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang disebabkan oleh konversi lahan. Menurut Budiman (2009), konversi lahan disebabkan oleh alasan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA

PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA Suryo Tri Harjanto 1), Sigmawan Tri Pamungkas 2), Bambang Joko Wiji Utomo 3) 1),3 ) Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA) ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA) Juliana Maria Tontou 1, Ingerid L. Moniaga ST. M.Si 2, Michael M.Rengkung, ST. MT 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars. Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa dapat mengkritisi issue issue aktual tentang penataan

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain

Lebih terperinci

BAB III INTERPRETASI DAN ELABORASI TEMA. Tema yang digunakan pada perencanaan Hotel Forest ini adalah Green

BAB III INTERPRETASI DAN ELABORASI TEMA. Tema yang digunakan pada perencanaan Hotel Forest ini adalah Green BAB III INTERPRETASI DAN ELABORASI TEMA 3.1 Tinjauan Pustaka Tema Tema yang digunakan pada perencanaan Hotel Forest ini adalah Green Architecture atau yang lebih dikenal dengan Arsitektur Hijau. Pada bagian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan menjelaskan mengenai hasil kesimpulan studi dari hasil penelitian. Selain itu akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai hasil temuan studi yang menjelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Wilayah pesisir dan lautan merupakan salah satu wilayah yang kaya akan sumberdaya alam hayati dan non hayati. Salah satu sumberdaya alam hayati tersebut adalah hutan mangrove.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu: mengetahui karakteristik

Lebih terperinci