BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota senantiasa mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. Pada perkembangannya, kota dapat mengalami perubahan baik dalam segi fungsi maupun spasial. Transformasi yang terjadi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti jumlah penduduk, adanya infrastruktur, kemajuan teknologi, dan lain-lain. Semakin maju suatu kota, maka semakin banyak penduduk yang ingin tinggal di sana. Hal ini akan berdampak pada semakin terbatasnya ruang di kota karena semakin banyaknya ruang yang digunakan untuk menampung penduduk dan segala kegiatannya yang terus bertambah, terlebih apabila pembangunan kota tidak memperhatikan aspek-aspek keberlanjutan. Saat ini pembangunan berkelanjutan menjadi perhatian dan usaha yang ingin dicapai banyak kota di dunia begitu juga kota-kota di Indonesia. Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan konsep yang paling ideal bagi perencanaan kota dan wilayah saat ini. Pembangunan berkelanjutan berprinsip pada pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kebutuhan generasi mendatang (WCED dalam Yunus, 2008). Salah satu bentuk pembangunan yang berkelanjutan adalah dengan penerapan strategi compact city. Compact city merupakan strategi bagi perkembangan kota yang memiliki prinsip menekankan pada kepadatan penduduk yang tinggi sesuai dengan ukuran ideal sebuah kota, semua kegiatan yang terkonsentrasi, transportasi publik yang terintensifikasi, perwujudan dari kesejahteraan sosial-ekonomi warga kota, yang tujuan akhirnya adalah peningkatan taraf dan kualitas hidup kota (Jenks, dkk, 2000). Jenks, dkk (2000) juga menyatakan bahwa di kota-kota yang lebih kompak, jarak perjalanan menjadi berkurang, sehingga emisi bahan bakar berkurang, lahan pedesaan terhindar dari pembangunan, serta peningkatan fasilitas lokal dan daerah setempat menjadi lebih otonom. Walaupun efek dari banyak manfaat yang diklaim adalah bentuk dari compact city tertentu, akan tetapi untuk 1

2 saat ini, urban compaction adalah arah kebijakan yang sedang banyak diminati (Jenks, dkk dalam Permatasari, dkk, 2013). Compact city dinilai sebagai bentuk perkotaan yang paling berkelanjutan, karena dapat mendorong mobilitas yang berkelanjutan dan paling sesuai dengan prinsip anti-sprawl untuk menanggapi kecenderungan perkembangan kawasan perkotaan yang saat ini mengarah pada ketidakberlanjutan (Permatasari, dkk, 2013). Perkembangan kota saat ini cenderung ekspansif dan menyebar keluar atau ke arah peri urban. Menurut Giyarsih (2001), daerah pinggiran kota atau peri urban adalah daerah pinggiran kota yang berada dalam proses transisi dari daerah perdesaan menjadi perkotaan dan sebagai daerah transisi. Daerah ini berada dalam tekanan kegiatan-kegiatan perkotaan yang meningkat dan berdampak pada perubahan fisikal. Tingginya pemanfaatan ruang kota akan mengakibatkan pencampuran kegiatan dan interaksi yang semakin kuat antara perkotaan dan pedesaan yang pada akhirnya mengkibatkan batas antara kota dan desa menjadi tidak jelas (Kurniadi, 2007). Transformasi spasial di wilayah peri urban secara morfologis akan mengubah bentuk pemanfaatan lahan, karena transformasi secara spasial juga memiliki pengertian berubahnya bentuk penggunaan lahan (Hardati, 2011). Pada umumnya fungsi pertanian dan fungsi ekologi masih menjadi fungsi yang utama di wilayah peri urban, dengan demikian keberadaan lahan pertanian produktif maupun lahan yang mendukung fungsi ekologi tersebut akan terancam dengan adanya penjalaran sifat fisik kekotaan. Di wilayah peri urban lah tempat terjadinya konflik antara mempertahankan lahan pertanian untuk sektor kedesaan atau melepaskan lahan pertanian untuk kepentingan perkembangan fisikal baru sektor kekotaan. Kedua hal tersebut adalah bentuk konflik pemanfaatan lahan yang mencolok dan seolah-olah menjadi ajang pertempuran (battle front) antara sektor kedesaan dan sektor kekotaan, dan pada kondisi empirisnya sektor kedesaan lah yang banyak kalah dalam konflik pemanfaatan lahan ini (Yunus, 2008). Dewasa ini banyak ditemukan kecenderungan kota-kota di Indonesia berkembang ke arah luar karena struktur kota yang tidak kompak, hal itu pula yang terjadi di Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta merupakan kota yang memiliki 2

3 daya tarik yang cukup besar mengingat bahwa kota ini dikenal sebagai Kota Pendidikan, Kota Budaya, Kota Wisata, dan lain-lain. Berkembangnya Kota Yogyakarta membuat wilayah peri urbannya atau kecamatan-kecamatan di sekitarnya ikut terpengaruh. Fenomena transformasi spasial di wilayah peri urban ditunjukkan dengan pertambahan luas permukiman yang dilakukan oleh pengembang dalam jumlah banyak (real estate). Di Amerika, sebanyak 62,4% dari total 93 juta unit rumah berada di daerah peri urban. Hal inipun terjadi di area perkotaan besar khususnya di belahan Asia Timur, pembangunan perumahan skala besar juga mendominasi wilayah peri urbannya. Demikian pula yang terjadi di Indonesia, terutama di kawasan metropolitan seperti Jabodetabek dan Bandung. Saat ini wilayah peri urban Jabodetabek, khususnya di Kabupaten Tangerang menjadi tempat berkembangnya perumahan skala besar dengan total ± 60 developer yang memiliki aset pembangunan perumahan real estate. Di wilayah peri urban Kota Bandung seperti Kecamatan Parongpong, Lembang, Cimenyan, Cilengkrang, Cileunyi, Bojongsoang, Dayeuhkolot, Margahayu dan Margaasih juga menjadi tempat berkembangnya perumahan skala besar. Terdapat 51 pembangunan perumahan formal baru dengan 93 izin lokasi dan luas konversi sebesar 2.382,13 Ha (Septanaya, dkk, 2012). Seiring berjalannya waktu, sektor kedesaan di Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta juga mulai bergeser. Adanya peluberan perkembangan kota ke arah luar tersebut memicu terjadinya transformasi spasial di Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta karena sifat fisik kekotaan yang semakin menyebar kemudian beraglomerasi, dan saat ini dikenal dengan Kawasan Perkotaan Yogyakarta. Berdasarkan Perda Provinsi DI Yogyakarta No. 2 Tahun 2010, wilayah Kawasan Perkotaan Yogyakarta meliputi seluruh bagian Kota Yogyakarta dan sebagian wilayah Kabupaten Bantul, yaitu Kecamatan Kasihan, Sewon, dan Banguntapan serta sebagian wilayah Kabupaten Sleman, yaitu Kecamatan Depok, Ngemplak, Ngaglik, Mlati, Godean dan Gamping. Adanya pusat-pusat kegiatan baru ini akan menarik banyak orang untuk datang dan pada akhirnya semakin meningkatkan kebutuhan akan ruang, dan untuk mencukupi kebutuhan ruang tersebut maka akan 3

4 semakin banyak pula lahan di wilayah peri urban yang harus dialihfungsikan untuk mendukung sektor kekotaan. Perkembangan kota yang menyebar dapat diantisipasi dengan optimalisasi urban compactness. Dengan mengoptimalkan urban compactness, maka dapat mencegah pembangunan di wilayah peri urban karena salah satu prinsip dari compact city adalah dengan pembangunan pada ruang-ruang sisa di kota sehingga pertumbuhan kota yang melebar dapat diminimalisir. Oleh karena itu, urban compactness dapat diperhitungkan dan menjadi tolak ukur terhadap keseimbangan kota dan wilayah peri urbannya. Penelitian ini akan membahas bagaimana kecenderungan urban compactness Kota Yogyakarta dan akan dilakukan pengamatan bagaimana pengaruh urban compactness tersebut terhadap transformasi spasial yang terjadi di wilayah peri urbannya yaitu kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul yang termasuk dalam Kawasan Perkotaan Yogyakarta dengan menggunakan data time series tahun 2003 dan tahun Penelitian ini menggunakan data time series karena transformasi adalah suatu bentuk perubahan, sehingga untuk mengamatinya perlu menggunakan data dalam jangka waktu tertentu. Pada penelitian ini akan terlihat bagaimana pola kompaksi Kota Yogyakarta dan kecenderungan transformasi spasial di wilayah peri urbannya. Pada penelitian ini akan diamati apakah pada suatu kota yang compact, maka transformasi spasial di wilayah peri urbannya cenderung lebih rendah karena mendapatkan manfaat dari konsep compact city yang diantaranya perlindungan terhadap wilayah peri urban dan strategi perkembangan anti-sprawl. Sebaliknya, apakah pada kota yang kurang compact, transformasi spasial di wilayah peri urbannya cenderung lebih tinggi dan acak karena penyebaran sifat fisik ruang kekotaan menuju wilayah peri urban yang semakin tinggi pula. Penelitian ini sangat penting dilakukan untuk membuktikan adanya pengaruh urban compactness terhadap transformasi spasial di wilayah peri urban. Dengan demikian konsep compact city dapat dijadikan sebagai alternatif strategi perkembangan perkotaan yang berkelanjutan bagi kota-kota besar di Indonesia. 4

5 Perkembangan Kota Yogyakarta memicu Pertambahan Penduduk memicu Pertambahan Kebutuhan Ruang memicu Perkembangan Spasial Secara Horizontal mengarah ke Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta menyebabkan Transformasi Spasial Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta : 1. Pemanfaatan Lahan 2. Pertambahan luas lahan terbangun 3. Pertambahan jaringan jalan 4. Ketersediaan fasilitas sosial ekonomi karena mempengaruhi/ dapat menekan Kurang Memperhatikan Aspek Keberlanjutan Salah Satu Bentuk Pembangunan Berkelanjutan: Compact city Urban Compactness Gambar 1.1. Diagram Latar Belakang Sumber: Penulis (2015) 1.2 Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Dengan menghitung urban compactness Kota Yogyakarta, maka dapat diketahui seberapa tinggi tingkat kekompakan dari Kota Yogyakarta dan bagaimana pengaruh urban compactness tersebut terhadap transformasi spasial yang terjadi di wilayah peri urbannya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka muncullah pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana kecenderungan urban compactness Kota Yogyakarta? 2. Bagaimana kecenderungan transformasi spasial yang terjadi di Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta khususnya kecamatan-kecamatan di 5

6 Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul yang termasuk dalam Kawasan Perkotaan Yogyakarta? 3. Bagaimana pengaruh urban compactness terhadap transformasi spasial di Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengukur bagaimana kecenderungan urban compactness Kota Yogyakarta pada tahun 2003 dan 2013 dilihat dari indikator compact city. 2. Menggambarkan kecenderungan transformasi spasial yang terjadi di Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta khususnya kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul yang termasuk dalam Kawasan Perkotaan Yogyakarta pada tahun Membuktikan adanya pengaruh urban compactness terhadap transformasi spasial di Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik Penelitian ini dapat berkontribusi dalam pengembangan ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota sehingga dapat dijadikan sebagai referensi dan tinjauan pustaka bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian mengenai urban compactness khususnya pengaruh urban compactness terhadap transformasi spasial di wilayah peri urban. 2. Manfaat Praksis Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menyusun kebijakan terkait perencanaan pengembangan Perkotaan Yogyakarta dengan menggunakan pendekatan dan konsep compact city, sehingga nantinya dapat terwujud Perkotaan Yogyakarta yang berkelanjutan melihat keberhasilan dari kota-kota di negara-negara maju yang telah sukses menerapkam konsep compact city ini. 6

7 1.5 Batasan Penelitian Batasan penelitian dibutuhkan agar penelitian lebih fokus dan tidak meluas. Adapun lokasi dan fokus pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Lokasi Penelitian Penelitian akan dilakukan di Kota Yogyakarta dan Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta yaitu kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul yang termasuk dalam bagian Kawasan Perkotaan Yogyakarta dan berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta, yang meliputi kecamatan: Kasihan, Sewon, Banguntapan, Depok, Ngemplak, Ngaglik, Mlati, Godean dan Gamping. Gambar 1.2. Peta Wilayah Kawasan Perkotaan Yogyakarta Sumber: Penulis, Waktu Penelitian Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pada tahun

8 3. Fokus Penelitian Fokus penelitian adalah membuktikan adanya pengaruh urban compactness Kota Yogyakarta terhadap transformasi spasial yang terjadi di wilayah peri urbannya. 1.6 Keaslian Penelitian Penelitian yang akan dilakukan berjudul Pengaruh Urban Compactness Terhadap Transformasi Spasial di Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta. Penelitian ini berfokus pada membuktikan adanya pengaruh urban compactness terhadap transformasi spasial yang terjadi di wilayah peri urbannya. Berdasarkan studi literatur penulis, penelitian-penelitian lain yang membahas kekompakan kota juga pernah dilakukan di Kota Yogyakarta (dengan fokus yang berbeda), Surabaya, Semarang, dan Bandung. Adapun penjelasan dari penelitian-penelitian terkait yang telah dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut. 1. Pengaruh Urban compactness Terhadap Pola Pergerakan Penduduk Kota Yogyakarta (Lanthika Atianta Skripsi Universitas Gadjah Mada 2014) Penelitian yang dilakukan oleh Atianta (2014) memiliki fokus untuk mengetahui pengaruh urban compactness terhadap pola pergerakan (jarak tempuh pergerakan keluar kecamatan, dan penggunaan moda transportasi) penduduk Kota Yogyakarta. Sedangkan lokus dari penelitian ini berada di Kecamatan Danurejan dan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deduktif kuantitatif. 2. Pengaruh Urban Compaction Terhadap Pola Pergerakan Berkelanjutan di Kota Surabaya (Dhea Permatasari, Agus Dwi Wicaksono, Fauzul Rizal Sutikno Jurnal Universitas Brawijaya 2012) Penelitian yang dilakukan oleh Permatasari, dkk (2013) memiliki fokus untuk mengetahui tingkat keberlanjutan struktur ruang kota berdasarkan konsep compact city serta pengaruhnya terhadap pola pergerakan berkelanjutan di Kota Surabaya. Sedangkan lokus dari penelitian ini adalah Kota Surabaya itu sendiri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deduktif kuantitatif. 8

9 3. Identifikasi Urban Compactness di Wilayah Metropolitan Semarang (Aristiyono Devri Nuryanto Skripsi ITB Tahun 2008) Penelitian yang dilakukan Nuryanto (2008) memiliki fokus untuk mengidentifikasi pola spasial urban compactness di Wilayah Metropolitan Semarang berdasarkan indikator compact city dan melakukan analisis keterkaitan urban compactness dengan transportasi di Wilayah Metropolitan Semarang. Sedangkan lokus dari penilitian ini adalah Wilayah Metropolitan Semarang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deduktif kuantitatif. 4. Pola Spasial Urban Compaction di Wilayah Metropolitan Bandung (Ivan Kurniadi Skripsi Institut Teknologi Bandung 2007) Penelitian yang dilakukan oleh Kurniadi (2007) memiliki fokus untuk mengidentifikasi pola spasial urban compaction di Wilayah Metropolitan Bandung dan menganalisis struktur dan pola ruang Wilayah Metropolitan Bandung dengan menggunakan indikator compact city. Sedangkan lokus dari penelitian ini adalah Wilayah Metropolitan Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deduktif kuantitatif. 5. Bentuk dan Pengembangan Kawasan Perkotaan Berkelanjutan: Kajian Potensi Kompaksi di Kawasan Perkotaan Bandung (Iwan Kustiwan Disertasi Universitas Indonesia 2006) Penelitian yang dilakukan oleh Kustiwan (2006) memiliki fokus untuk mengidentifikasi keterkaitan antara bentuk perkotaan dan keberlanjutan perkotaan sebagai dasar dalam menentukan arahan struktur dan pola ruang di Kawasan Perkotaan Bandung agar terwujud struktur dan pola ruang kawasan perkotaan yang berkelanjutan. Sedangkan lokus dari penelitian ini adalah Kawasan Perkotaan Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deduktif - kuantitatif. 6. Gejala Urban Sprawl Sebagai Pemicu Densifikasi Permukiman di Daerah Pinggir Kota (Urban Fringe Area) Kasus Pinggiran Kota Yogyakarta (Sri Rum Giyarsih Jurnal Universitas Gadjah Mada 2001) 9

10 Penelitian yang dilakukan oleh Giyarsih (2001) memiliki fokus untuk membuktikan bahwa gejala urban sprawl memicu terjadinya densifikasi permukiman di Pinggiran Kota Yogyakarta. Sedangkan lokus dari penelitian ini adalah Kota Yogyakarta dan Daerah Pinggirannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deduktif kuantitatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan dan memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya baik dalam segi lokus maupun fokus. Dengan melihat adanya perbedaan tersebut, maka penelitian ini relevan untuk dilakukan. 10

11 Tabel 1.1. Daftar Penelitian Terkait No Nama (Tahun) Jenis Penelitian Judul Fokus Lokus 1. Lanthika Atianta (2014) 2. Dhea Permatasari, Agus Dwi Wicaksono, Fauzul Rizal Sutikno (2013) 2. Aristiyono Devri Nuryanto (2008) 4. Ivan Kurniadi (2007) 5. Iwan Kustiwan (2006) bersambung.. bersambung... Skripsi UGM Jurnal Universitas Brawijaya Skripsi ITB Skripsi ITB Disertasi Universitas Indonesia Pengaruh Urban Compactness Terhadap Pola Pergerakan Penduduk Kota Yogyakarta Pengaruh Urban Compaction Terhadap Pola Pergerakan Berkelanjutan di Kota Surabaya Identifikasi Urban Compactness di Wilayah Metropolitan Semarang Pola Spasial Urban Compaction di Wilayah Metropolitan Bandung Bentuk dan Pengembangan Kawasan Perkotaan Berkelanjutan Kajian Potensi Kompaksi di Kawasan Perkotaan Bandung Mengetahui pengaruh urban compactness terhadap pola pergerakan (jarak tempuh pergerakan keluar kecamatan, dan penggunaan moda transportasi) penduduk Kota Yogyakarta Mengetahui tingkat keberlanjutan struktur ruang kota berdasarkan konsep compact city serta pengaruhnya terhadap pola pergerakan berkelanjutan di Kota Surabaya Mengidentifikasi pola spasial Urban Compactness di Wilayah Metropolitan Semarang Mengidentifikasi pola spasial urban compaction di Wilayah Metropolitan Bandung Mengidentikasi keterkaitan antara bentuk perkotaan dan keberlanjutan perkotaan sebagai dasar dalam menentukan arahan struktur dan pola ruang di Kawasan Perkotaan Kecamatan Danurejan dan Umbulharjo, Kota Yogyakarta Metode Penelitian Deduktif - Kuantitatif Kota Surabaya Deduktif Kuantitatif Wilayah Metropolitan Semarang Wilayah Metropolitan Bandung Kawasan Perkotaan Bandung Deduktif - Kuantitatif Deduktif Kuantitatif Deduktif - Kuantitatif 11

12 ...lanjutan 6. Sri Rum Giyarsih (2001) Jurnal UGM Gejala Urban Sprawl Sebagai Pemicu Densifikasi Permukiman di Daerah Pinggir Kota (Urban Fringe Area) Kasus Pinggiran Kota Yogyakarta Sumber: Penulis (2015) Bandung Membuktikan bahwa gejala urban sprawl memicu terjadinya densifikasi permukiman di Pinggiran Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta dan daerah pinggiran kota Deduktif Kuantitatif 12

13 1.7 Sistematika Penulisan 1. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menyampaikan latar belakang dari penelitian Pengaruh Urban Compactness Terhadap Transformasi Spasial di Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, batasan penelitian (fokus, lokus, dan waktu), manfaat penelitian (teoritik dan praksis), dan penelitian-penelitian terkait yang pernah dilakukan sebelumnya. 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis menyampaikan teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian ini beserta kerangka teorinya. Tinjauan pustaka yang dibahas meliputi teori mengenai: kota, compact city, urban compactness, transformasi spasial, wilayah peri urban, serta interaksi kota dan wilayah peri urban. 3. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini penulis menyampaikan metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deduktif kuantitatif, variabel penelitian yang akan digunakan untuk analisis, desain penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian, dan tahapan-tahapan pelaksanaan pada penelitian ini. 4. BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN Pada bab ini penulis menyampaikan deskripsi wilayah penelitian yaitu meliputi Kota Yogyakarta dan Kawasan Perkotaan Yogyakarta untuk menggambarkan wilayah penelitian baik secara administrasi, fisik, kependudukan, ekonomi, maupun sosial-budaya. 5. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyampaikan hasil dari penelitian dan melakukan pembahasan hasil penelitian tersebut sebagai jawaban dari setiap pertanyaan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya. 13

14 6. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini penulis akan menyampaikan kesimpulan dari hasil dan pembahasan penelitian serta saran bagi pemerintah maupun bagi akademik terkait hasil dari penelitian ini. 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini pusat kota masih menjadi daya tarik yang cukup kuat bagi penduduk dalam melakukan aktivitas sehari-harinya. Pusat kota menjadi pusat aktivitas penduduk di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota merupakan perubahan kota yang terjadi dari waktu ke waktu. Indonesia seperti halnya negara-negara lainnya, sedang mengalami pertumbuhan perkotaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Bank Dunia menyatakan bahwa pada awal tahun 2015, 50% penduduk dunia tinggal di perkotaan dan diperkirakan pada tahun 2050 akan meningkat mencapai 70%.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. waktu. Kota tidak bersifat statis, akan tetapi selalu bergerak, berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. waktu. Kota tidak bersifat statis, akan tetapi selalu bergerak, berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota akan selalu mengalami perkembangan fisik seiring dengan perubahan waktu. Kota tidak bersifat statis, akan tetapi selalu bergerak, berkembang dan berubah. Seperti

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. kebutuhan akan perumahan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia. Undangundang

BAB I PENGANTAR. kebutuhan akan perumahan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia. Undangundang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Urbanisasi yang terjadi di kota-kota mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan perumahan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia. Undangundang No.1 Tahun 2011 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural,

BAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan spasial kota yang tidak terkendali diyakini akan menjadi pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural, ekonomi pada masa yang

Lebih terperinci

yang bervariasi. Dengan demikian penduduk cenderung menggunakan transportasi publik dibandingkan kendaraan pribadi. 2. Pemerintah selayaknya

yang bervariasi. Dengan demikian penduduk cenderung menggunakan transportasi publik dibandingkan kendaraan pribadi. 2. Pemerintah selayaknya yang bervariasi. Dengan demikian penduduk cenderung menggunakan transportasi publik dibandingkan kendaraan pribadi. 2. Pemerintah selayaknya menerapkan kebijakan rayonisasi untuk pendaftaran sekolah baik

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : YUSUP SETIADI L2D 002 447 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stearns dan Montag (1974) dalam Irwan (2005) menjelaskan bahwa kota merupakan suatu areal dimana terdapat atau terjadi pemusatan penduduk dengan kegiatannya dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahun 1960 menjadi sejarah dalam sistem penguasaan dan kepemilikan tanah di Indonesia pasca kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Sistem penguasaan tanah oleh Belanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ruang. penambahan penduduk di kota-kota besar pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ruang. penambahan penduduk di kota-kota besar pada umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu isu yang perlu mendapat perhatian saat ini adalah menyangkut fenomena daerah pinggiran kota dan proses perubahan spasial, serta sosial di daerah ini. Berawal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung dalam beberapa tahun terakhir ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung dalam beberapa tahun terakhir ini telah mengalami 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung dalam beberapa tahun terakhir ini telah mengalami perkembangan yang luar biasa. Perkembangan yang dimaksud terlihat pada aspek ekonomi dan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota berasal dari kata urban yang berarti mengandung makna kekotaan dan perkotaan. Kekotaan berarti sifat-sifat yang melekat pada kota dalam arti fisik, ekonomi dan

Lebih terperinci

Faktor-Faktor Pengaruh Ukuran Urban Compactness di Kota Denpasar, Bali

Faktor-Faktor Pengaruh Ukuran Urban Compactness di Kota Denpasar, Bali C6 Faktor-Faktor Pengaruh Ukuran Urban Compactness di Kota Denpasar, Bali I Putu Praditya Adi Pratama dan Putu Gde Ariastita Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menyandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Hal ini karena beberapa jenis sampah memiliki kandungan material

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Hal ini karena beberapa jenis sampah memiliki kandungan material BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan tentang sampah saat ini telah menjadi isu serius yang berkembang menjadi permasalahan publik. Penumpukan sampah dapat mengakibatkan aroma tidak sedap dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan bagian dari bentang alam ( landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan bahkan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota dan ketersediaan fasilitas menarik terjadinya pergerakan dari daerah pinggiran (hinterland) ke pusat kota. Ketersediaan fasilitas yang lebih lengkap

Lebih terperinci

Model Perkembangan Perumahan di Wilayah Peri Urban Kota Surabaya (Studi Kasus : Kabupaten Sidoarjo)

Model Perkembangan Perumahan di Wilayah Peri Urban Kota Surabaya (Studi Kasus : Kabupaten Sidoarjo) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Model Perkembangan Perumahan di Wilayah Peri Urban Kota Surabaya (Studi Kasus : Kabupaten Sidoarjo) I Dewa Made Frendika Septanaya, Putu Gde Ariastita Program

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: C-27

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: C-27 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 C-27 Model Perkembangan Perumahan di Wilayah Peri Urban Kota Surabaya (Studi Kasus : Kabupaten Sidoarjo) I Dewa Made Frendika Septanaya dan Putu Gde

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan salah satu hak manusia yang paling

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan salah satu hak manusia yang paling I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan salah satu hak manusia yang paling penting. Kekurangan pangan secara meluas di suatu negara akan menyebabkan kerawanan ekonomi, sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Proses pembangunan di Indonesia terus bergulir dan ekspansi pemanfaatan ruang terus berlanjut. Sejalan dengan ini maka pengembangan lahan terus terjadi dan akan berhadapan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. heterogen dan materialistis di bandingkan dengan daerah belakangnya.

BAB I PENDAHULUAN. heterogen dan materialistis di bandingkan dengan daerah belakangnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata ekonomi,sosial

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR Oleh: NUR ASTITI FAHMI HIDAYATI L2D 303 298 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota yang disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk, pembangunan infrastruktur, dan aktivitas ekonomi yang terus meningkat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA 3.1. TINJAUAN UMUM 3.1.1. Kondisi Administrasi Luas dan Batas Wilayah Administrasi Kota Yogyakarta telah terintegrasi dengan sejumlah kawasan di sekitarnya sehingga batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalur Pantai Utara (Pantura) merupakan urat nadi pergerakan transportasi di Pulau Jawa. Jalur Pantura memiliki peran dalam pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa, salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kawasan perkotaan cenderung mengalami pertumbuhan yang dinamis (Muta ali, 2011). Pertumbuhan populasi selalu diikuti dengan pertumbuhan lahan terbangun sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat yang semakin beragam merupakan indikasi dari perkembangan sebuah kota. Berbagai macam kebutuhan masyarakat tersedia dalam bentuk fasilitas pelayanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses penataan ruang. Pemanfaatan ruang dibanyak daerah di Indonesia, dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kawasan yang pesat di perkotaan memberikan tantangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kawasan yang pesat di perkotaan memberikan tantangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kawasan yang pesat di perkotaan memberikan tantangan dan permasalahan bagi perencana maupun pengelola kota, dan akan menjadi lebih semakin berkembang karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk kemakmuran rakyat, memerlukan keseimbangan antar berbagai sektor. Sektor pertanian yang selama ini merupakan aset penting karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja yang cukup tinggi, di Kabupaten Sleman terdapat banyak

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja yang cukup tinggi, di Kabupaten Sleman terdapat banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sesuai dengan uraian pemerintah Kabupaten Sleman mengenai luas wilayah, Sleman merupakan satu dari lima kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, fokus, serta lokasi penelitian. Latar belakang menjelaskan alasan atau motif yang mendasari penelitian ini dilakukan. Sementara fokus

Lebih terperinci

IMPLIKASI PERKEMBANGAN PERUMAHAN SEDERHANA PADA URBAN FRINGE AREA (STUDI KASUS : KECAMATAN MENGANTI, GRESIK)

IMPLIKASI PERKEMBANGAN PERUMAHAN SEDERHANA PADA URBAN FRINGE AREA (STUDI KASUS : KECAMATAN MENGANTI, GRESIK) IMPLIKASI PERKEMBANGAN PERUMAHAN SEDERHANA PADA URBAN FRINGE AREA (STUDI KASUS : KECAMATAN MENGANTI, GRESIK) Aprilia Pridaningrum 1), Purwanita Setijanti 2) dan Eko Budi Santoso 3) 1) Program Studi Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan perekonomian Indonesia. Berdasarkan data AC Nielsen tahun 2008,

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan perekonomian Indonesia. Berdasarkan data AC Nielsen tahun 2008, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bisnis ritel modern di Indonesia saat ini berkembang semakin pesat seiring kemajuan perekonomian Indonesia. Berdasarkan data AC Nielsen tahun 2008, diketahui bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Suatu kota akan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu yang menyangkut aspek fisik, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan teknologi. Perkembangan fisik yang dimaksud

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada kota-kota metropolitan, perkembangan sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang diikuti dengan meluasnya kegiatan ekonomi perkotaan. Tingginya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi dan fisik (Yunus, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. dari aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi dan fisik (Yunus, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu kota selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu baik dari aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi dan fisik (Yunus, 2000). Perkembangan (fisik)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Lahan sebagai ruang untuk tempat tinggal manusia dan sebagian orang memanfaatkan lahan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Melihat perkembangan penduduk dan kota, urbanisasi yang tinggi dan tuntutan perumahan dan permukiman serta sarana dan prasarana yang memadai maka pusat

Lebih terperinci

STRATEGI PERWUJUDAN KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PERCEPATAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN PERKOTAAN

STRATEGI PERWUJUDAN KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PERCEPATAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN PERKOTAAN STRATEGI PERWUJUDAN KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PERCEPATAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN PERKOTAAN Pemerintah Daerah DIY Disampaikan dalam Lokakarya Nasional Diseminasi Kebijakan dan Strategi Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pola pertumbuhan kota dan tingkat urbanisasi yang terjadi di Indonesia sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses berkembangnya suatu kota baik dalam aspek keruangan, manusia dan aktifitasnya, tidak terlepas dari fenomena urbanisasi dan industrialisasi. Fenomena seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota sebagai pusat pertumbuhan menyebabkan timbulnya daya tarik yang tinggi terhadap perekonomian sehingga menjadi daerah tujuan untuk migrasi. Dengan daya tarik suatu

Lebih terperinci

POLA PERGERAKAN KOMUTER BERDASARKAN PELAYANAN SARANA ANGKUTAN UMUM DI KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI TUGAS AKHIR

POLA PERGERAKAN KOMUTER BERDASARKAN PELAYANAN SARANA ANGKUTAN UMUM DI KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI TUGAS AKHIR POLA PERGERAKAN KOMUTER BERDASARKAN PELAYANAN SARANA ANGKUTAN UMUM DI KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI TUGAS AKHIR Oleh: NOVI SATRIADI L2D 098 454 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Seiring berjalannya waktu, Kota Semarang yang juga sebagai ibukota Propinsi Jawa Tengah terus mengalami perkembangan fisik kekotaan. Dengan fokus pengembangannya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota selalu menunjukkan suatu keadaan yang dinamis. Kotakota di Indonesia berkembang dengan cepat seiring perkembangan zaman dan teknologi. Namun, beberapa

Lebih terperinci

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG Sepanjang sejarah peradaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar kota di Negara Indonesia tumbuh dan berkembang pada kawasan pesisir. Setiap fenomena kekotaan yang berkembang pada kawasan ini memiliki karakteristik

Lebih terperinci

Transformasi Wilayah Di Koridor Purwokerto-Purbalingga Dalam Perspektif Geospatial

Transformasi Wilayah Di Koridor Purwokerto-Purbalingga Dalam Perspektif Geospatial Transformasi Wilayah Di Koridor Purwokerto-Purbalingga Dalam Perspektif Geospatial Sutomo 1, Sakinah Fathrunnadi Shalihati 2 1,2 Program Studi Pendidikan Geografi FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Lebih terperinci

HUBUNGAN URBAN COMPACTNESS DENGAN POLA PERGERAKAN PENDUDUK KAWASAN KOTA SURAKARTA

HUBUNGAN URBAN COMPACTNESS DENGAN POLA PERGERAKAN PENDUDUK KAWASAN KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR HUBUNGAN URBAN COMPACTNESS DENGAN POLA PERGERAKAN PENDUDUK KAWASAN KOTA SURAKARTA Oleh: TENDRA ISTANABI I0611024 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata-1 Perencanaan

Lebih terperinci

DAMPAK KEBERADAAN PERMUKIMAN SOLO BARU TERHADAP KONDISI EKONOMI, SOSIAL DAN FISIK PERMUKIMAN SEKITARNYA

DAMPAK KEBERADAAN PERMUKIMAN SOLO BARU TERHADAP KONDISI EKONOMI, SOSIAL DAN FISIK PERMUKIMAN SEKITARNYA DAMPAK KEBERADAAN PERMUKIMAN SOLO BARU TERHADAP KONDISI EKONOMI, SOSIAL DAN FISIK PERMUKIMAN SEKITARNYA TUGAS AKHIR Oleh : Hari Adi Agus Setyawan L2D 098 434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH & KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian utama di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pertumbuhan ekonomi Kota Yogyakarta pertahun untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan

I. PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan Jogja merupakan salah satu destinasi pendidikan dan pariwisata di Indonesia. Julukannya sebagai kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan penataan ruang meliputi aspek-aspek pengaturan,

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan penataan ruang meliputi aspek-aspek pengaturan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyelenggaraan penataan ruang meliputi aspek-aspek pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan, dimana untuk masing-masing aspek tersebut merupakan suatu rangkaian

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA 3.1 TINJAUAN UMUM WILAYAH YOGYAKARTA 3.1.1 Kondisi Geografis dan Aministrasi Kota Yogyakarta terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa dengan luas 32,50 km2. Kota

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta)

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta) ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta) TUGAS AKHIR Oleh: SUPRIYANTO L2D 002 435 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D 306 007 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. fungsi yang sangat penting bagi kegiatan pembangunan, demi tercapainya

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. fungsi yang sangat penting bagi kegiatan pembangunan, demi tercapainya 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia merupakan salah satu modal pembangunan yang mempunyai nilai strategis dan fungsi yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi masalah Adanya pencemaran airtanah karena kebocoran tangki timbun di SPBU. Survey Pendahuluan

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi masalah Adanya pencemaran airtanah karena kebocoran tangki timbun di SPBU. Survey Pendahuluan 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Alir penelitian akan ditampilkan dalam bentuk flowchart pada gambar 3.1. Mulai Identifikasi masalah Adanya pencemaran airtanah karena kebocoran

Lebih terperinci

(Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta) TUGAS AKHIR

(Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta) TUGAS AKHIR KAJIAN TINGKAT PERTUMBUHAN DAN TINGKAT PERKEMBANGAN KECAMATAN UMBULHARJO (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta) TUGAS AKHIR Oleh: TESTY TRIANI KARTIKASARI L2D 002 437 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor memiliki posisi strategis karena sebagai salah satu penyangga ibukota. Selain itu, kondisi alam yang relatif lebih nyaman dibanding kota penyangga lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Perkembangan fisik kota merupakan konsekuensi dari peningkatan jumlah

BAB I PENGANTAR. Perkembangan fisik kota merupakan konsekuensi dari peningkatan jumlah 1 BAB I PENGANTAR I.1 Latar Belakang Perkembangan fisik kota merupakan konsekuensi dari peningkatan jumlah penduduk dan segala aktivitasnya di suatu wilayah kota. Peningkatan jumlah penduduk tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya.

BAB I PENDAHULUAN. seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu kawasan (wilayah) akan selalu bertumbuh dan berkembang dinamis seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya. Perubahan(evolusi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Bandung, merupakan sebuah kota metropolitan dimana didalamnya terdapat beragam aktivitas kehidupan masyarakat. Perkembangan kota Bandung sebagai kota metropolitan

Lebih terperinci

KOEKSISTENSI DUALISME EKONOMI DI KAWASAN METROPOLITAN MAMMINASATA

KOEKSISTENSI DUALISME EKONOMI DI KAWASAN METROPOLITAN MAMMINASATA PLANO MADANI VOLUME 6 NOMOR 1, APRIL 2017, 97-107 2017 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973 KOEKSISTENSI DUALISME EKONOMI DI KAWASAN METROPOLITAN MAMMINASATA Yan Radhinal 1, Ariyanto 2 ¹ Perencanaan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat pesat di berbagai bidang, baik sektor pendidikan, ekonomi, budaya, dan pariwisata. Hal tersebut tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Aplikasi teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis semakin meluas sejak dikembangkan di era tahun 1960-an. Sejak itu teknologi penginderaan jauh dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28, bahwa rumah adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (1.4) Kegunaan penelitian; (1.5) Keaslian penelitian dan (1.6) Batasan istilah;

BAB I PENDAHULUAN. (1.4) Kegunaan penelitian; (1.5) Keaslian penelitian dan (1.6) Batasan istilah; BAB I PENDAHULUAN Dalam Bab Pendahuluan ini diuraikan hal-hal pokok yang menjelaskan tentang: (1.1) Latar belakang; (1.2) Rumusan masalah; (1.3) Tujuan penelitian; (1.4) Kegunaan penelitian; (1.5) Keaslian

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Isu Kejahatan di Ruang Publik Tingkat Kejahatan di Kabupaten Sleman

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Isu Kejahatan di Ruang Publik Tingkat Kejahatan di Kabupaten Sleman BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ruang jalan merupakan elemen penting dalam sebuah kota yang berfungsi untuk menghubungkan tempat satu ke tempat yang lain dengan menggunakan berbagai moda transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran pertumbuhan kawasan perkotaan sangat besar dalam persebaran dan pergerakan penduduk. Keberadaan berbagai kegiatan ekonomi sekunder dan tersier di bagian wilayah

Lebih terperinci

PEMODELAN SPASIAL PERKEMBANGAN FISIK KOTA YOGYAKARTA MENGGUNAKAN CELLULAR AUTOMATA DAN MULTI LAYER PERCEPTRON NEURAL NETWORK

PEMODELAN SPASIAL PERKEMBANGAN FISIK KOTA YOGYAKARTA MENGGUNAKAN CELLULAR AUTOMATA DAN MULTI LAYER PERCEPTRON NEURAL NETWORK PEMODELAN SPASIAL PERKEMBANGAN FISIK KOTA YOGYAKARTA MENGGUNAKAN CELLULAR AUTOMATA DAN MULTI LAYER PERCEPTRON NEURAL NETWORK Nuril Umam nurilgeo@gmail.com Bowo Susilo bowos@gmail.com Abstrak Perkembangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu kota pada mulanya berawal dari suatu pemukiman kecil, yang secara spasial mempunyai lokasi strategis bagi kegiatan perdagangan (Sandy,1978). Seiring dengan perjalanan

Lebih terperinci

TRANSFORMASI WILAYAH PERI URBAN. KASUS DI KABUPATEN SEMARANG. Abstrak

TRANSFORMASI WILAYAH PERI URBAN. KASUS DI KABUPATEN SEMARANG. Abstrak TRANSFORMASI WILAYAH PERI URBAN. KASUS DI KABUPATEN SEMARANG Puji Hardati Jurusan Geografi - FIS Unnes Abstrak Artikel ini menyajikan tentang transformasi wilayah peri urban, studi kasus di Kabupaten Semarang.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kota-kota besar di Indonesia secara umum memiliki ciri-ciri yaitu tingginya intensitas aktivitas dan kegiatan di dalamnya, hal ini dapat terlihat pula dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk khususnya di wilayah perkotaan dipengaruhi dari berbagai faktor-faktor yang menyebabkan suatu daerah menjadi padat penduduknya. Hal ini akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STATISTIK LOGISTIK BINER DALAM UPAYA PENGENDALIAN EKSPANSI LAHAN TERBANGUN KOTA YOGYAKARTA

ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STATISTIK LOGISTIK BINER DALAM UPAYA PENGENDALIAN EKSPANSI LAHAN TERBANGUN KOTA YOGYAKARTA ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STATISTIK LOGISTIK BINER DALAM UPAYA PENGENDALIAN EKSPANSI LAHAN TERBANGUN KOTA YOGYAKARTA Robiatul Udkhiyah 1), Gerry Kristian 2), Chaidir Arsyan Adlan 3) 1,2,3) Program

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK POLA PERJALANAN DI KOTA YOGYAKARTA

KARAKTERISTIK POLA PERJALANAN DI KOTA YOGYAKARTA KARAKTERISTIK POLA PERJALANAN DI KOTA YOGYAKARTA J. Dwijoko Ansusanto Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No. 2, Yogyakarta dwiyoko@mail.uajy.ac.id Sigit Priyanto Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yaitu bahwa bumi dan air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu hal yang menjadi fokus perhatian di berbagai bidang saat ini adalah berkaitan dengan upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Definisi berkelanjutan

Lebih terperinci

Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN

Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah, mulailah era baru dalam sistem pembangunan di daerah. Pada intinya otonomi daerah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

PENGARUH PENYEDIAAN PRASARANA LISTRIK TERHADAP PERKEMBANGAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SLEMAN

PENGARUH PENYEDIAAN PRASARANA LISTRIK TERHADAP PERKEMBANGAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SLEMAN PENGARUH PENYEDIAAN PRASARANA LISTRIK TERHADAP PERKEMBANGAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SLEMAN Solikhah Retno Hidayati Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota STTNAS Yogyakarta Jalan Babarsari, Caturtunggal,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bandung dengan luas wilayah 16.730 ha semula dirancang hanya untuk berpenduduk 500.000 jiwa. Namun kenyataannya, kini berpenduduk 3 juta jiwa (siang hari) dan 2,5

Lebih terperinci

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. III.1.3. Kondisi Ekonomi Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik, perhitungan PDRB atas harga

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi BAB VI PENUTUP Pada bab terakhir ini dipaparkan beberapa hal sebagai bagian penutup, yakni mengenai temuan studi, kesimpulan, rekomendasi, kelemahan studi serta saran studi lanjutan. VI.1. Temuan Studi

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan sebuah kota sangat erat kaitannya dengan jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang banyak dan berkualitas

Lebih terperinci

KONDISI PELAYANAN FASILITAS SOSIAL KECAMATAN BANYUMANIK-SEMARANG BERDASARKAN PERSEPSI PENDUDUK TUGAS AKHIR

KONDISI PELAYANAN FASILITAS SOSIAL KECAMATAN BANYUMANIK-SEMARANG BERDASARKAN PERSEPSI PENDUDUK TUGAS AKHIR KONDISI PELAYANAN FASILITAS SOSIAL KECAMATAN BANYUMANIK-SEMARANG BERDASARKAN PERSEPSI PENDUDUK TUGAS AKHIR Oleh: ADHITA KUSUMA DWI CAHYANI L 2D 098 402 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 163 BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Kesimpulan 8.1.1 Menjawab Pertanyaan Penelitian dan Sasaran Penelitian Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini dihasilkan pengetahuan yang dapat menjawab

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK URBAN SPRAWL DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK URBAN SPRAWL DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK URBAN SPRAWL DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : ROSITA VITRI ARYANI L2D 099 449 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2005 ABSTRAKSI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN Latar belakang PENDAHULUAN Latar belakang Pertumbuhan ekonomi yang pesat di ibukota berdampak pada peningkatan jumlah penduduk dan dinamika penggunaan lahan. Pertumbuhan sektor perdagangan, jasa dan industri mendominasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di suatu wilayah mengalami peningkatan setiap tahunnya yang dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari kelahiran-kematian, migrasi dan urbanisasi.

Lebih terperinci