PETUNJUK TEKNIS EVALUASI KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PERKOTAAN
|
|
- Sucianty Gunawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1
2 2
3 PETUNJUK TEKNIS EVALUASI KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PERKOTAAN Tata cara ini merupakan rangkaian kegiatan yang harus dilaksanakan tahap demi tahap oleh tim lapangan dalam rangka pemantauan dan pengamatan terhadap kriteria kualitas udara perkotaan dari sumber bergerak di jalan raya. Penyusunan tata cara ini bertujuan agar diperoleh keseragaman, kesepahaman dan kesamaan persepsi antar tim lapangan dan antar anggota tim. Skala penilaian pada kriteria kualitas udara perkotaan dari sumber bergerak di jalan raya mempunyai 5 kategori, meliputi - Skala penilaian Sangat Jelek dengan range nilai Skala penilaian Jelek dengan range nilai Skala penilaian Sedang dengan range nilai Skala penilaian Baik dengan range nilai Skala penilaian Sangat Baik dengan range nilai Jika kriteria mempunyai sifat kualitatif maka untuk menentukan nilai ditentukan dari nilai tengah range nilai pada skala penilaian tertentu. Dan jika kriteria mempunyai sifat kuantitatif (terukur) maka untuk menentukan nilai ditentukan dengan cara perbandingan interpolasi. Sebagai contoh: Suatu Kota dalam kriteria Tingkat Kesadaran (Awarness) dan Upaya Mengurangi Tingkat Pencemaran Udara dengan indikator penilaian diseminasi hasil pengamatan memperoleh skala penilaian sedang dengan range nilai 61-70, maka nilai untuk indikator tersebut adalah nilai tengah dari range nilai sedang yaitu 65. Berikut ini dijelaskan pedoman pelaksanaan kriteria kualitas udara perkotaan dari sumber bergerak di jalan raya. I. Tingkat Kesadaran (Awarness) dan Upaya Mengurangi Tingkat Pencemaran Udara 1. Apakah pemerintah daerah melakukan pemantauan kualitas udara yang bersumber dari transportasi Catatan: kriteria ini bukan kriteria penilaian, hanya bersifat informasi untuk penilaian selanjutnya. Jika Pemerintah daerah melakukan pemantauan kualitas udara yang bersumber dari transportasi maka kriteria Tingkat Kesadaran (Awarness) dan Upaya Mengurangi Tingkat Pencemaran Udara mendapatkan penilaian. Tetapi jika Pemerintah daerah tidak melakukan pemantauan kualitas udara yang bersumber dari transportasi maka tidak memperoleh penilaian dari kriteria Tingkat Kesadaran (Awarness) dan Upaya Mengurangi Tingkat Pencemaran Udara dan penilaian berlanjut pada kriteria berikutnya. 3
4 Jika Pemerintah Daerah melakukan pemantauan kualitas udara, maka penilaian kriteria Tingkat Kesadaran (Awarness) dan Upaya Mengurangi Tingkat Pencemaran Udara meliputi : 2. Alokasi Anggaran untuk pemantauan kualitas udara Penilaian dilakukan dengan melihat alokasi anggaran untuk setiap tahun. Alokasi anggaran setiap tahun dihitung berdasarkan persentase alokasi anggaran untuk pemantauan kualitas udara terhadap APBD Dinas Lingkungan Hidup Kota setempat. - Alokasi Anggaran % : Sangat Jelek - Alokasi Anggaran % : Jelek - Alokasi Anggaran % : Sedang - Alokasi Anggaran % : Baik - Alokasi Anggaran > 2 % : Sangat Baik 3. Kegiatan pemantauan kualitas udara a. Jumlah titik pengamatan Penilaian ini dilakukan berdasarkan persentase jumlah titik pengamatan terhadap jumlah penduduk setiap tahun pada kondisi ideal. Semakin banyak titik pengamatan maka semakin baik penilaian indikator ini. - Jumlah titik pengamatan 0 : Sangat Jelek - Jumlah titik pengamatan 1-5 : Jelek - Jumlah titik pengamatan 5-10 : Sedang - Jumlah titik pengamatan : Baik - Jumlah titik pengamatan >15 : Sangat Baik b. Lokasi pengamatan Penilaian ini dilakukan berdasarkan jumlah total lokasi pengamatan baik di pinggir jalan maupun lokasi lainnya. - Pernah ada, tetapi tidak melanjutkan program : Sangat Jelek - Tidak pernah ada program pengamatan pemantauan kualitas udara : Jelek - Dilakukan pengamatan tetapi tidak di jalan, melainkan di lokasi lain seperti dekat pabrik : Sedang - Jika mempunyai titik lokasi pengamatan di jalan sebanyak 1-5 lokasi : Baik - Jika mempunyai titik lokasi pengamatan di jalan sebanyak > 5 lokasi : Sangat Baik c. Road site monitoring 4
5 Penilaian ini dilakukan berdasarkan jumlah lokasi pengamatan yang dilakukan hanya di pinggir jalan. Lokasi pengamatan selain di pinggir jalan tidak dihitung sebagai road site monitoring. - Pernah ada, tetapi tidak melanjutkan program : Sangat Jelek - Tidak pernah ada program pengamatan pemantauan kualitas udara : Jelek - Jika mempunyai satu titik lokasi pengamatan di jalan : Sedang - Jika mempunyai titik lokasi pengamatan di jalan sebanyak 2-3 lokasi : Baik - Jika mempunyai titik lokasi pengamatan di jalan sebanyak > 3 lokasi : Sangat Baik d. Frekuensi pengukuran Penilaian dilakukan berdasarkan frekuensi kegiatan pengukuran pencemaran udara setiap tahunnya. - Jika frekuensi pengukuran < 6 setiap tahun : Sangat Jelek - Jika frekuensi pengukuran 6-12 setiap tahun : Jelek - Jika frekuensi pengukuran setiap tahun : Sedang - Jika frekuensi pengukuran setiap tahun : Baik - Jika frekuensi pengukuran >24 setiap tahun : Sangat Baik e. Jumlah parameter kualitas udara akibat emisi kendaraan yang dipantau Penilaian berdasarkan dengan semakin banyak parameter yang dipantau maka semakin besar penilaian. Catatan: parameter kualitas udara harus sesuai dengan parameter yang tercantum dalam peraturan perundangan. - Jika jumlah parameter 0 : Sangat Jelek - Jika jumlah parameter 1 : Jelek - Jika jumlah parameter 1-3 : Sedang - Jika jumlah parameter 3-4 : Baik - Jika jumlah parameter 4-5 : Sangat Baik f. Pengarsipan data Pengarsipan data ini berupa arsip data parameter kualitas udara hasil pengamatan. Penilaian dilakukan berdasarkan persentase data yang hilang. Catatan: Apabila terdapat beberapa titik pengamatan maka persentase data yang hilang dirata-ratakan. - Jika hilang >80% : Sangat Jelek - Jika hilang 60% : Jelek - Jika hilang 40% : Sedang - Jika hilang 20% : Baik - Jika lengkap : Sangat Baik 5
6 g. Diseminasi hasil pengamatan Penilaian ini dilakukan jika adanya diseminasi hasil pengamatan ke publik. Catatan : Apabila tidak terdapat kegiatan diseminasi hasil pengamatan ke publik maka tidak dapat penilaian dari variabel ini. - Belum/tidak terdata : Sangat Jelek - Belum/tidak dipublikasikan : Jelek - Dipublikasikan tetapi belum/tidak dimanfaatkan : Sedang - Dimanfaatkan sebagai pengetahuan publik saja (public awarness) : Baik - Digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan : Sangat Baik 4. Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara akibat lalu lintas a. Jenis kegitan dalam mengurangi tingkat pencemaran udara akibat lalu lintas, meliputi: - Manajemen lalu lintas, Laboratorium Rekayasa Lalu Lintas, ITB, 1996 mendefinisikan manajemen lalu lintas adalah istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan suatu proses pengaturan sistem lalu lintas dan sistem prasarana jalan dengan menggunakan beberapa metoda ataupun teknik rekayasa tertentu, tanpa menggandakan pembangunan jalan baru, dalam usaha untuk mencapai tujuan-tujuan ataupun sasaran sasaran tertentu yang berhubungan dengan masalah lalu lintas. Penjelasan di atas diembel-embeli dengan perkataan tanpa membangun jalan baru maksudnya adalah pengaturan yang dilakukan tanpa melibatkan usaha-usaha yang sifatnya pengadaan ataupun pembangunan prasarana secara besar-besaran, tapi lebih pada pengaturan lalu lintas dengan sistem prasarana yang yang ada. Jadi sifatnya lebih mengarahkan pada optimalisasi prasarana jalan yang ada. Selanjutnya, dapat dikatakan disini bahwa manajemen lalu lintas dapat dilakukan dengan skala kecil ataupun besar. Yang dimaksudkan dengan skala kecil adalah jika lingkup kajiannya terbatas pada beberapa ruas jalan tertentu saja ataupun terbatas pada beberapa prasarana transport tertentu saja. Sedangkan skala besar meliputi suatu wilayah yang cukup luas, misalnya suatu jaringan jalan tertentu, dimana didalamnya sudah termasuk seluruh fasilitas/prasarana transport lainnya yang relevan (misalnya, terminal, areal parkir dan lain-lain). Jika ditinjau dari skala waktu penanganan, maka dapat dikatakan bahwa orientasi penanganan manajemen lalu lintas adalah jangka pendek, yaitu dalam skala waktu di bawah lima tahun. Dalam skala waktu yang pendek ini perubahan sistem prasarana transportasi tidak terjadi, sedangkan pola ataupun orientasi pergerakan secara dinamis akan selalu berkembang. Jadi, orientasi penanganan manajemen lalu lintas adalah berusaha mengantisipasi ataupun mengakomodasi perubahan orientasi ataupun pola pergerakan jangka pendek secara temporer selama perubahan prasarana 6
7 belum dilakukan. Selain itu, manajemen lalu lintas juga dapat dilakukan untuk mengatisipasi adanya perubahan pola ataupun orientasi pergerakan sebagai konsekuensi dari suatu perubahan sistem prasarana, misalnya pembangunan jalan baru. Meskipun kebijakan yang dapat diusulkan bagi suatu pelaksanaan manajemen lalu lintas sangatlah bervariasi, tergantung pada sasaran, situasi dan kondisi setempat, tetapi kita dapat mengelompokkan kebijakankebijakan tersebut dalam 4 (empat) kebijakan dasar, yaitu: a. Kebijakan yang berkaitan volume lalu lintas dan pengaturan rute Mengatur sirkulasi lalu lintas pada suatu jaringan jalan tertentu. Meminimumkan waktu tempuh total dalam suatau jaringan jalan tertentu. Mengurangi volume kendaraan yang bersifat through traffic. Mengurangi ataupun meniadakan kendaraan-kendaraan berat pada suatu ruas jalan ataupun jaringan jalan tertentu. Mereview ataupun meningkatkan kondisi operasional traffic pada jaringan jalan dimana manajemen lalu lintas dilaksanakan, misalnya dengan : kanalisasi, pemarkaan, perambuan dll. b. Kebijakan yang berkaitan dengan perilaku pengemudi Memperbaiki/meningkatkan disiplin pengendara. Memperkecil/mengurangi bervariasi kecepatan (karena terlalu berfluktuasi), terutama terhadap kecepatan tinggi, baik pada suatu ruas jalan tertentu ataupun pada suatu jaringan jalan. Mengurangi kecepatan rata-rata (mean speed), pada suatu titik tertentu, atau pada suatu ruas jalan tertentu ataupun pada suatu jaringan jalan. Menciptakan suatu lingkungan berlalu lintas yang lebih teratur dan tertib (yaitu, meningkatkan kepedulian pengendara terhadap pengendara lainnya ataupun terhadap pejalan kaki). c. Kebijakan yang berkaitan dengan traffic safety Mengurangi banyaknya titik konflik pada persimpangan jalan. Mengurangi perbedaan kecepatan relatif antara beberapa jenis kendaraan, misalnya perbedaan kecepatan antara kendaraan pribadi (sedan) dengan kendaraan umum (bis). Mengurangi titik konflik antar kendaraan yang terjadi di luar persimpangan (misalnya terbentuk karena adanya weaving area ). Meningkatkan keterkaitan fungsional antara rute pejalan kaki dengan sistem jaringan jalan bagi pengendara (misalnya, akses ke sekolah, toko ataupun fasilitas umum lainnya). d. Kebijakan non-traffic Tingkatkan /perbaiki kondisi lansekap jalan. Sediakan fasilitas pejalan kaki ataupun fasilitas pengendara sepeda, baik yang berpotongan dengan ruas jalan ataupun yang sejajar. 7
8 - Pengembangan angkutan umum Pengembangan angkutan umum ini sesuai dengan tahapann kegiatan mulai dari studi pengembangan angkutan umum, perencanaan DED dan implementasi pengembangan angkutan umum. Penilaian ini berdasarkan jumlah kegiatan manajemen lalu lintas dalam 5 tahun terakhir. Jenis kegiatan ini diantaranya busway, busline, monorail, subway, trem (ilustrasi gambar dapat di lihat di halaman terakhir) - Kendaraan tanpa bermotor (unmotorize) Penilaian ini berdasarkan pengembangan kendaran tanpa bermotor (unmotorize) baik mulai dari studi sampai implementasi. - Fasilitas Pedestrian (pejalan kaki) Penilaian ini berdasarkan adanya pengembangan fasilitas pejalan kaki baik mulai dari studi sampai pembangunan fisik sarana pejalan kaki. (ilustrasi gambar dapat dilihat pada lampiran) - Bahan bakar ramah lingkungan Bahan bakar ramah lingkungan, seperti bahan bakar gas (BBG), bio disel. Penilaian ini berdasarkan persentase penggunaan bahan bakar ramah lingkungan terhadap total konsumsi bahan bakar di kota pengamatan. - Tidak ada kegiatan dalam 10 tahun terakhir : Sangat Jelek - Tidak ada kegiatan dalam 5 tahun terakhir : Jelek - Adanya kegiatan pada tahap perencanaan atau masih berupa studi/kajian : Sedang - Kegiatan skala kecil : Baik - Kegiatan skala besar : Sangat Baik b. Jumlah rencana program/kegiatan Penilaian ini berdasarkan jumlah rencana kegiatan yang akan dikembangkan dalam 5 tahun ke depan yang berkaitan dengan pemantauan kualitas udara akibat transportasi. II. Karakteristik Kota - Tidak ada kegiatan : Sangat Jelek - Ada 1-2 kegiatan : Jelek - Ada 3-5 kegiatan : Sedang - Ada 6-8 kegiatan : Baik - Ada > 8 kegiatan : Sangat Baik 1. Ukuran (Pencemaran Udara) Pengukuran pencemaran udara ini dilakukan hanya yang disebabkan oleh lalu lintas. Indikator/variabel yang diukur adalah: CO (Carbon monoksida), NO2 (Nitrogen dioksida), HC (Hydrocarbon), PM10 (Particulate < 10 μm). Lokasi pengukuran dilakukan pada jalan arteri dan kolektor (lokasi pengukuran pencemaran udara sama dengan pemantauan jalan pada penilaian Adipura). 8
9 Catatan : Baku mutu pencemaran udara harus sesuai dengan standar seperti yang diatur pada PP No. 41/1999. Skala penilaian kriteria ini hanya 2 yaitu yaitu: penilaian Jelek jika > baku mutu dan penilaian baik jika < baku mutu. 2. Kinerja Lalu Lintas Perkotaan Lokasi pemantauan disesuaikan dengan lokasi Adipura, yaitu pada sampel jalan arteri dan jalan kolektor (masing-masing 3 ruas). Kinerja lalu lintas perkotaan yang diukur meliputi: a. Kecepatan operasi Ruas jalan yang akan diamati kecepatan operasinya merupakan ruas jalan arteri dan kolektor (lokasi pengukuran kecepatan operasi sama dengan lokasi pengukuran pencemaran udara). Data kecepatan operasi diperolah dari dinas instasi terkait (data sekunder dari Dinas Perhubungan) dan harus di tinjau ulang (cross cek) ke lapangan dengan metoda pelaksanaan pengukuran kecepatan yang sesuai dengan metoda yang ada. Metoda pengukuran kecepatan yang umum dilakukan adalah spot speed. Terdapat dua jenis pengukuran untuk mendapatkan data kecepatan sesaat yaitu: 1. Pengukuran tak langsung. Dikatakan pengukuran tak langsung karena sebenarnya kecepatan dapat diperkirakan dari waktu tempuh hasil pengamatan. Salah satu pengukuran tak langsung adalah metoda dua pengamat. Metoda dua pengamat (manual), yaitu dengan cara menghitung waktu yang ditempuh oleh suatu kendaraan melewati dua titik yang mempunyai jarak sekitar m. Pada titik pertama, Ketika kendaraan berjalan, pengamat ke-1 menurunkan tangan dan pengamat ke-2 menjalankan stopwatch serta menghentikan stopwatch ketika kendaraan melewati titik kedua. Untuk mendapatkan kecepatan dihitung dengan membagi jarak dengan waktu tempuh kendaraan. Ilustrasi pengukuran dua pengamat dapat dilihat pada Gambar 1. Titik 1 Titik m Gambar 1. Ilustrasi Pengukuran Kecepatan Dengan Metoda 2 Pengamat 2. Pengukuran langsung, yaitu pengukuran kecepatan dilakukan secara langsung di lapangan. Salah satu jenis pengukuran kecepatan secara langsung adalah radar speed gun meter. Alat ini memungkinkan untuk dipegang dengan tangan, dipasang pada kendaraan atau diletakan pada tripod. Alat ini menghantarkan gelombang mikro 9
10 frekuensi tinggi ke arah kendaraan bergerak yang dituju. Gelombang tersebut dipantulkan kembali oleh kendaraan ke alat tersebut. Perubahan frekuensi antara gelombang hantar dan gelombang pancar adalah sebanding dengan kecepatan kendaraan relatif terhadap radar meter. Ilustrasi pengukuran dengan radar speed gun meter dapat dilihat pada Gambar 2. kendaraan 30º Titik radar speed gun meter Gambar 2. Ilustrasi Pengukuran Kecepatan Dengan Radar Speed Gun Meter Catatan : - Perioda waktu pengamatan kecepatan operasi harus dilakukan pada saat jam sibuk di ruas jalan yang diamati. - Apabila diperoleh nilai kecepatan operasi berada dalan range skala penilaian maka untuk memperoleh skala penilaian yang tepat dapat dilakukan dengan interpolasi. Catatan : - Perioda waktu pengamatan kecepatan operasi harus dilakukan pada saat jam sibuk di ruas jalan yang diamati. - Apabila diperoleh nilai kecepatan operasi berada dalan range skala penilaian maka untuk memperoleh skala penilaian yang tepat dapat dilakukan dengan interpolasi. - Jika kecepatan rata-rata <10 km/jam : Sangat Jelek - Jika kecepatan rata-rata km/jam : Jelek - Jika kecepatan rata-rata km/jam : Sedang - Jika kecepatan rata-rata km/jam : Baik - Jika kecepatan rata-rata km/jam : Sangat Baik b. Kepadatan Lalu Lintas (Rasio Volume Lalu lintas terhadap Kapasitas jalan/ VCR) Ruas jalan yang akan diamati kepadatan lalu lintas merupakan ruas jalan arteri dan kolektor (lokasi pengukuran kecepatan operasi sama dengan lokasi pengukuran pencemaran udara). Data kepadatan lalu lintas diperolah dari dinas instasi terkait (data sekunder dari Dinas Perhubungan) dan harus di tinjau ulang (cross cek) ke lapangan dengan metoda pelaksanaan pengukuran kepadatan lalu lintas yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. 10
11 Catatan : - Perioda waktu pengamatan kecepatan operasi harus dilakukan pada saat jam sibuk di ruas jalan yang diamati. - Apabila diperoleh nilai kecepatan operasi berada dalan range skala penilaian maka untuk memperoleh skala penilaian yang tepat dapat dilakukan dengan interpolasi. - Jika VCR > 1 : Sangat Jelek - Jika VCR : Jelek - Jika VCR : Sedang - Jika VCR : Baik - Jika VCR < 0.40 : Sangat Baik c. Rata-rata jarak perjalanan harian Indikator ini berdasarkan pergerakan asal-tujuan di wilayah perkotaan. Penilaian kriteria ini dari rata-rata jarak perjalanan harian, semakin pendek rata-rata jarak perjalanan harian maka penilaian semakin baik. Data ini dapat diperoleh dengan melakukan survey wawancara asal tujuan. Apabila memungkinkan dapat diperoleh dari data sekunder. d. Penggunaan angkutan umum. Penilaian penggunaan angkutan umum ini berdasarkan dari persentase penggunaan angkutan umum terhadap total penggunaan kendaraan. Data sekunder ini dapat diperoleh dari dinas terkait di daerah (Dinas Perhubungan). Jika data sekunder yang dimaksud tidak tersedia, penggunaan angkutan umum dapat dihitung berdasarkan proporsi angkutan umum terhadap total kendaraan (atau lalu lintas) pada ruas jalan yang ditinjau. 11
12 Monorail Subway Busway Fasilitas Pejalan Kaki 12
13 Formulir Hasil Evaluasi Daerah No Kegiatan Hasil Keterangan 1 Pemantauan Road Side (μg/m3) a. SO2 (sulfur dioksida) (μg/m3) b. CO (Carbon monoksida) (μg/m3) c. NO2 (Nitrogen dioksida) (μg/m3) d. O3 (Oksidan) (μg/m3) Tdk perlu diukur e. HC (Hydrocarbon) (μg/m3) f. PM10 (particulate < 10 μm) (μg/m3) g. TSP (ash) (μg/m3) Tdk perlu diukur h. Pb (lead) (μg/m3) Tdk perlu diukur 2 Pemantauan Ambient a. SO2 (sulfur dioksida) (μg/m3) b. CO (Carbon monoksida) (μg/m3) c. NO2 (Nitrogen dioksida) (μg/m3) d. O3 (Oksidan) (μg/m3) e. HC (Hydrocarbon) (μg/m3) Tdk perlu diukur f. PM10 (particulate < 10 μm) (μg/m3) g. TSP (ash) (μg/m3) Tdk perlu diukur h. Pb (lead) (μg/m3) Tdk perlu diukur 3 Penghitungan Kerapatan Km/jam 4 Penghitungan Kecepatan VCR 5 Spot Chek Bensin Lulus: Tidak Lulus: 6 Spot Chek Solar Lulus: Tidak Lulus: 7 Non Teknis Isikan di kriteria 13
14 Formulir Hasil Evaluasi Daerah No Kegiatan Data Jam 1 Data Jam 2 Data Jam 3 Data Jam 4 Hasil Akhir Keterangan 1 Pemantauan Road Side (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) Manual sampling a. SO2 (sulfur dioksida) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) " b. CO (Carbon monoksida) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) " c. NO2 (Nitrogen dioksida) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) " d. O3 (Oksidan) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) Tdk perlu diukur e. HC (Hydrocarbon) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) " f. PM10 (particulate < 10 μm) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) " g. TSP (ash) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) Tdk perlu diukur h. Pb (lead) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) Tdk perlu diukur 2 Pemantauan Ambient a. SO2 (sulfur dioksida) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) " b. CO (Carbon monoksida) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) " c. NO2 (Nitrogen dioksida) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) " d. O3 (Oksidan) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) " e. HC (Hydrocarbon) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) Tdk perlu diukur f. PM10 (particulate < 10 μm) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) " g. TSP (ash) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) Tdk perlu diukur h. Pb (lead) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) Tdk perlu diukur 14
15 15
16 Kapasitas Ruas Jalan No. 1 2 Nama Ruas Jalan Kapasitas Dasar (smp/jam) Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Faktor Penyesuaian Pemisahan Arah Faktor Penyesuaian Hambatan Samping Faktor Penyesuaian Ukuran Kota Kapasitas (smp/jam) 3 Rekapitulasi Volume Lalu Lintas Pada Jalan Kolektor No. Nama Ruas Jalan Perioda Volume Kapasitas VCR Pagi 1 Siang Sore Pagi 2 Siang Sore Pagi Siang Sore 3 Pagi Siang Sore 16
17 17
18 18
DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORI
BAB 2 TINJAUAN TEORI Dalam bab ini akan membahas mengenai teori-teori yang berhubungan dengan studi yang dilakukan, yaitu mengenai pebgertian tundaan, jalan kolektor primer, sistem pergerakan dan aktivitas
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume kendaraan, kecepatan kendaraan dan analisis kualitas udara disekitar kemacetan jalan Balaraja Serang. Hal
Lebih terperinci4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011
4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai
Lebih terperinciTINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)
TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) Gustina Fitri *) ABSTRAK Simpang Empat Bersinyal Kota
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. udara di sekitarnya di jalan Balaraja Serang tepatnya antara pertigaan pasar
BAB III METODE PENELITIAN III. 1 Pendahuluan Dalam melakukan analisis dampak kemacetan lalu lintas terhadap kualitas udara di sekitarnya di jalan Balaraja Serang tepatnya antara pertigaan pasar Balaraja
Lebih terperinciEVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I
EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan Karangmenjangan Jalan Raya Nginden jika dilihat berdasarkan Dinas PU
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...
DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii vi iv xi xiii xiv BAB I PENDAHULUAN...
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dengan luas wilayah 32,50 km 2, sekitar 1,02% luas DIY, jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Menurut Kamala (1993), transportasi merupakan fasilitas yang sangat penting dalam pergerakan manusia dan barang. Jalan sebagai prasarana transportasi darat memiliki
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hambatan Samping Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas akibat kegiatan di sisi jalan. Aktivitas samping
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya
Lebih terperinciPENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KECEPATAN DAN KAPASITAS JALAN H.E.A MOKODOMPIT KOTA KENDARI
PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KECEPATAN DAN KAPASITAS JALAN H.E.A MOKODOMPIT KOTA KENDARI Ridwansyah Nuhun Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Haluoleo Jl. HEA.Mokodompit
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi Lampung, Indonesia. Berdasarkan Profil Penataan Ruang Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun
Lebih terperinciGREEN TRANSPORTATION
GREEN TRANSPORTATION DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DIRJEN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Jakarta 2016 - 23 % emisi GRK dari fossil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Udara merupakan zat yang penting dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi. Selain memberikan oksigen, udara juga berfungsi sebagai alat penghantar suara dan bunyi-bunyian,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Volume Lalu-lintas Menurut Hobbs (1995), volume adalah sebuah perubah (variabel) yang paling penting pada teknik Lalu-lintas, dan pada dasarnya merupakan proses perhitungan
Lebih terperinciGREEN TRANSPORT: TRANSPORTASI RAMAH LINGKUNGAN DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENGURANGI POLUSI UDARA
Berita Dirgantara Vol. 11 No. 2 Juni 2010:66-71 GREEN TRANSPORT: TRANSPORTASI RAMAH LINGKUNGAN DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENGURANGI POLUSI UDARA Dessy Gusnita Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi,
18 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Menurut Miro (2002), seiring dengan perkembangan jaman, objek yang diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, produksi ekonomi, pendapatan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORITIS
15 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Transportasi Transportasi merupakan suatu proses pergerakan memindahkan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya pada suatu waktu. Pergerakan manusia
Lebih terperinciANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA)
ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA) RAHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di daerah kota-kota besar di Indonesia contohnya kota Medan. Hal seperti ini sering terjadi pada
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Menurut Miro (2002), seiring dengan perkembangan jaman, objek yang diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, produksi ekonomi, pendapatan
Lebih terperinciAlternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan
Peningkatan Prasarana Transportasi Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan Pembangunan Jalan Baru Jalan bebas hambatan didalam kota Jalan lingkar luar Jalan penghubung baru (arteri) Peningkatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Gambaran Umum U-Turn Secara harfiah gerakan u-turn adalah suatu putaran di dalam suatu sarana (angkut/kendaraan) yang dilaksanakan dengan cara mengemudi setengah lingkaran
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi darat memiliki fungsi sangat mendasar yaitu : 1. membantu pertumbuhan ekonomi nasional,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Menurut Kamala (1993), transportasi merupakan fasilitas yang sangat penting dalam pergerakan manusia dan barang. Jalan sebagai prasarana transportasi darat memiliki
Lebih terperinciKAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi)
KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi) TUGAS AKHIR Oleh: SYAMSUDDIN L2D 301 517 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 7 (tujuh) bulan, yaitu pada awal bulan Mei 2008 hingga bulan Nopember 2008. Lokasi penelitian ini dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan
Lebih terperinciVI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN. Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang
VI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN 6.1 Peningkatan Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang berhubungan dengan jumlah gerakan per
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Ahmad a.k muda dalam kamus saku bahasa Indonesia edisi terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 14 Tahun
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 JALAN Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum U-Turn Menurut Tata Cara Perencanaan Pemisah (1990), median atau pemisah tengah didefinisikan sebagai suatu jalur bagian jalan yang terletak di tengah, tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi saat ini menjadi masalah yang sangat penting karena dapat mengindikasikan kemajuan suatu daerah. Transportasi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. pencemaran udara, serta pemodelan dari volume lalu lintas dan kecepatan lalu
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, data yang akan dianalisis dan dibahas terdiri dari empat bagian yaitu analisis kinerja ruas jalan, analisis tingkat kebisingan, analisis tingkat pencemaran
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Jalan Jalan merupakan prasarana darat yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa distribusi (PKJI,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. hanya melibatkan satu kendaraan tetapi beberapa kendaraan bahkan sering sampai
19 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi pasti akan menimbulkan korban jiwa dan juga kerugian secara materil. Kasus inilah juga yang sering terjadi di Jalan Tanjakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemacetan Lalu Lintas Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan
Lebih terperinciBAB IV PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA 4.1 DASAR-DASAR PENGUMPULAN DATA Perancangan simpang yang individual atau tidak terkoordinasi dengan simpang lainnya pada prinsipnya hanya dipengaruhi oleh kendaraan
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. Jalan Wonosari, Piyungan, Bantul, banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi pasti akan menimbulkan korban jiwa dan juga kerugian secara materil. Kasus inilah yang juga sering terjadi di Jalan Wonosari,
Lebih terperinciBAB III METODA PENELITIAN
BAB III METODA PENELITIAN 3.1 Alur Kerja Gambar 3.1 Bagan Alir Tahapan Kegiatan III - 1 3.2 Pelaksanaan Survey Lalu Lintas 3.2.1 Definisi Survey Lalu Lintas Survey lalu lintas merupakan kegiatan pokok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya suatu sistem transportasi yang baik dan bermanfaat.
BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Jalan raya yang merupakan prasarana darat yang memegang peranan yang sangat penting dalam sektor perhubungan terutama untuk kesinambungan distribusi barang dan jasa, baik dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berpenduduk di atas 1-2 juta jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa
BAB I PENDAHULUAN I.1. Uraian Permasalahan transportasi berupa kemacetan, tundaan, serta polusi suara dan udara yang sering kita jumpai setiap hari di beberapa kota besar di Indonesia ada yang sudah berada
Lebih terperinciRINGKASAN SKRIPSI ANALISIS TINGKAT PELAYANAN JALAN SISINGAMANGARAJA (KOTA PALANGKA RAYA)
RINGKASAN SKRIPSI ANALISIS TINGKAT PELAYANAN JALAN SISINGAMANGARAJA (KOTA PALANGKA RAYA) Oleh: HENDRA NPM.11.51.13018 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA 2016
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Perkotaan Menurut MKJI 1997, segmen jalan perkotaan/semi perkotaan mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut kamus Inggris-Indonesia karangan Echlos dan Shadily (1983), kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran.
Lebih terperinciKata kunci: Bangkitan Pergerakan, Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan.
ABSTRAK Rumah sakit dengan segala fasilitas serta pelayanan kesehatan yang dimiliki cenderung menimbulkan bangkitan pergerakan sehingga berpengaruh terhadap tingkat pelayanan jalan raya di sekitar lokasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. Bagan alir dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari :
BAB III METODOLOGI 3.1. Bagan Alir Bagan alir dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari : START PENGUMPULAN DATA DATA PRIMER Geometrik Volume Lalu Lintas Kecepatan Kendaraan Hambatan Samping Volume
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Raya Jalan merupakan suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut MKJI 1997, jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Simpang Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), simpang adalah tempat berbelok atau bercabang dari yang lurus. Persimpangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bergerak bersamaan. Persimpangan pun menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan persimpangan tidak dapat dihindari pada sistem transportasi perkotaan. Hal ini pula yang terjadi pada kota Medan. Sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Karateristik Jalan Perkotaan Menurut MKJI 1997, jalan perkotaan adalah jalan yang terdapat perkembangan secara permanen dan menerus di sepanjang atau hampir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu pergerakan orang dan barang. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehariharinya, sehingga transportasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruas Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Perkotaan Menurut MKJI 1997, segmen jalan perkotaan/semi perkotaan mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. mengemukakan secara teknis tentang metoda-metoda yang digunakan dalam
III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian dapat diartikan sebagai konsep teoritik (pengetahuan) yang mengemukakan secara teknis tentang metoda-metoda yang digunakan dalam penelitian.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang
Lebih terperinciSTUDI BIAYA EMISI CO AKIBAT ADANYA RENCANA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI MASSAL CEPAT (TREM) DI SURABAYA
STUDI BIAYA EMISI CO AKIBAT ADANYA RENCANA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI MASSAL CEPAT (TREM) DI SURABAYA Fitri Hardiyanti* 1, Mochammad Choirul Rizal 2 1,2,3 Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya Kontak Person
Lebih terperinciKeputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara Menteri Negara Lingkungan Hidup, Menimbang : 1. bahwa pencemaran udara dapat menimbulkan gangguan terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata, budaya, dan pendidikan. Hal ini menjadikan perkembangan kota ini menjadi pesat, salah satunya ditunjukkan dengan
Lebih terperinciAditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember
ANALISA KAPASITAS RUAS JALAN DAN SIMPANG UNTUK PERSIAPAN BUS RAPID TRANSIT (BRT) KORIDOR TIMUR - BARAT SURABAYA (STUDI KASUS JL.KERTAJAYA INDAH S/D JL.KERTAJAYA) Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM
I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. TINJAUAN UMUM Sistem transportasi merupakan suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara penumpang, barang, prasarana dan sarana yang berinteraksi dalam rangka perpindahan
Lebih terperinciANALISIS KINERJA RUAS JALAN DAN MOBILITAS KENDARAAN PADA JALAN PERKOTAAN (STUDI KASUS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN)
PRO S ID IN G 20 11 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK ANALISIS KINERJA RUAS JALAN DAN MOBILITAS KENDARAAN PADA JALAN PERKOTAAN (STUDI KASUS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Lebih terperinciPROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA
PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA Taty Alfiah 1, Evi Yuliawati 2, Yoseph F. Bota 1, Enggar Afriyandi 1 1) Jurusan Teknik Lingkungan, 2) Jurusan Teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM
BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan pemerintah Republik Indonesia merupakan usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi. Pembangunan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Latar belakang kebutuhan akan perpindahan dalam suatu masyarakat, baik orang maupun barang menimbulkan pengangkutan. Untuk itu diperlukan alat-alat angkut, dan
Lebih terperinciElaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO)
PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR CO, NO₂, DAN SO₂ PADA PERSIMPANGAN JALAN KOTA SEMARANG (STUDI KASUS JALAN KARANGREJO
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Lalu Lintas Jalan R.A Kartini Jalan R.A Kartini adalah jalan satu arah di wilayah Bandar Lampung yang berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk di Kota Padang setiap tahun terus meningkat, meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan jumlah transportasi di Kota Padang. Jumlah kendaraan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Transportasi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Transportasi adalah suatu proses pemindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat asal menuju tempat tujuan yang dipisahkan oleh jarak geografis (Departemen Perhubungan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 tahun 2009 dan menurut Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006, sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan
Lebih terperinciIin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang
PENGARUH PERGERAKAN PEJALAN KAKI TERHADAP KINERJA RUAS JALAN YANG DISEBABKAN OLEH KURANG OPTIMALNYA PEMANFAATAN JEMBATAN PENYEBERANGAN (KAJIAN WILAYAH : JALAN MERDEKA UTARA MALANG) Iin Irawati 1 dan Supoyo
Lebih terperinciSATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat)
A. Tujuan Instruksional 1. Umum SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat) Mahasiswa dapat memahami tentang
Lebih terperinciPerencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN
PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan sasaran. Selain itu dibahas pula ruang lingkup penelitian yang meliputi ruang lingkup wilayah, dan ruang lingkup materi,
Lebih terperinciBERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP. Emisi Gas. Baku Mutu. Kategori L3. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA
No.788, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP. Emisi Gas. Baku Mutu. Kategori L3. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG
Lebih terperinciV. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh beberapa kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kemacetan lalu lintas
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Umum Untuk menganalisa lalu lintas pada ruas jalan Ir. H. Djuanda (Dago) diperlukan data lalu lintas pada lajur jalan tersebut. Dalam bab ini akan dibahas hasil
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Jaringan Jalan Berdasarkan Undang-undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana ditempat lain ini objek tersebut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kian meningkat dalam aktivitas sehari-harinya. Pertumbuhan sektor politik,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Ambon merupakan ibu kota Provinsi Maluku di Negara Republik Indonesia yang semakin berkembang, dikarenakan pertumbuhan penduduk di kota Ambon semakin hari semakin
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kendaraan bermotor sudah menjadi kebutuhan mutlak pada saat ini. Kendaraan yang berfungsi sebagai sarana transportasi masyarakat adalah salah satu faktor penting
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997), jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang
Lebih terperinciModel Persamaan Tingkat Kebisingan Lalu Lintas Di Jalan Dr. Djunjunan Kota Bandung
Model Persamaan Tingkat Kebisingan Lalu Lintas Di Jalan Dr. Djunjunan Kota Bandung A. M. S. SUFANIR Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Bandung Jl. Gegerkalong Hilir, Ds. Ciwaruga, Bandung 40012 E-mail:
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. melewati suatu ruas jalan berhenti dalam waktu yang singkat maupun lama. Kemacetan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kemacetan lalu lintas Kemacetan adalah keadaan dimana pada saat tertentu kendaraan yang sedang berjalan melewati suatu ruas jalan berhenti dalam waktu yang singkat maupun lama.
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN. mengenai rekapitulasi untuk total semua jenis kendaraan, volume lalulintas harian
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Untuk menganalisa lalulintas pada ruas jalan Jatiwaringin diperlukan data lalulintas pada lajur jalan tersebut. Dalam bab ini dibahas hasil dari penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Transportasi memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Transportasi memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan perekonomian daerah yang sedang bertumbuh dan memberikan akses kepadadaerah-daerah yang mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan bagian yang sangat bernilai dan diperlukan saat ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun pada sisi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Istilah Jalan 1. Jalan Luar Kota Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan merupakan semua bagian dari jalur gerak (termasuk perkerasan),
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Makro Perencanaan sistem transportasi pada dasarnya memperkirakan kebutuhan transportasi dimasa yang akan datang. Dalam perencanaan sistem transportasi makro
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN
digilib.uns.ac.id BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini lokasi penelitian dipilih oleh penulis pada Jalan Ringroad Utara Surakarta yaitu dari Simpang Sroyo (Karanganyar) sampai
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Temuan Studi Temuan studi ini merupakan beberapa hal yang ditemukan saat melakukan studi, terlepas dari dari sasaran dan tujuan yang ingin dicapai. Temuan studi tersebut
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya
1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.
Lebih terperinciPENGARUH KEBERADAAN PARKIR DAN PEDAGANG KAKI LIMA TERHADAP BIAYA KEMACETAN DAN POLUSI UDARA DI JALAN KOLONEL SUGIONO MALANG
PENGARUH KEBERADAAN PARKIR DAN PEDAGANG KAKI LIMA TERHADAP BIAYA KEMACETAN DAN POLUSI UDARA DI JALAN KOLONEL SUGIONO MALANG Anna Aga Pertiwi, Achmad Wicaksono, Mustika Anggraeni Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Lebih terperinci