BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Yuliani Sasmita
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Tanaman Purwoceng Purwoceng (Pimpinella alpina Kds) merupakan tanaman obat.seluruh bagian tanaman purwoceng dapat digunakan sebagai obat tradisional, terutama akar. Purwoceng banyak tumbuh secara liar di kawasan Dieng pada ketinggian m dpl. Potensi tanaman purwoceng cukup besar, tetapi masih terkendala oleh langkanya penyediaan benih dan keterbatasan lahan yang sesuai untuk tanaman tersebut (Yuhono 2004). Sampai saat ini yang dikenal sebagai daerah pengembangannya hanya di dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah, dengan luas areal yang terbatas dan termasuk ke dalam 24 tumbuhan langka di Jawa (Pusat Konservasi Tumbuhan 2007). 2.2 Morfologi dan Klasifikasi Purwoceng Morfologi tanaman Purwoceng(Pimpinella alpina): Gambar 1. Purwoceng (Darwati dan Roostika 2006). a = tanaman, b = bunga kuncup, c = bunga mekar, d = buah, dan e = akar dari tanaman berumur 6 bulan.
2 5 Klasifikasi Purwoceng (Rahardjo dan Darwati 2006). Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Famili : Apiaceae/ Umbelliflorae Suku : Umbelliferae Genus : Pimpinella Jenis : Pimpinella pruatjan Molk, sinonim P. alpine KDS Ciri- ciri dari tanaman purwoceng adalah: 1. Daun Daunnya merupakan daun majemuk berpasangan berhadapan, berbentuk jaunting dengan panjang ± 3cm dan lebar 2,5 cm, bentuk anak daun membulat dengan tepi bergerigi, ujung daun tumpul, pangkal daun bertoreh, tangkai daun dengan panjang ± 5 cm berwarna coklat kehijauan, warna permukaan atas daun hijau dan permukaan bawah hijau keputihan (Rahardjo dan Darwati 2006). 2. Batang Batang merupakan batang semu, berbentuk bulat, lunak dan warnanya hijau pucat. 3. Bunga Bunganya merupakan bunga majemuk berbentuk payung, tangkainya silindris, panjangnya ± 2 cm, kelopak bunga berbentuk tabung berwarna hijau. Mulai berbunga antara bulan ke- 5 sampai bulan ke -6 dan dapat dipanen pada umur 7 8 bulan (Yuhono.2004). 4. Biji Bijinya berbentuk lonjong kecil, berwarna coklat. Biji yang sudah masak berwarna hitam, berukuran sangat kecil dengan berat sekitar 0,52 gr per butir biji (Rahardjo dan Darwati 2006) 5. Akar/rimpang Akarnya merupakan akar tunggang yang membesar membentuk struktur seperti umbi pada tanaman gingseng tapi dengan ukuran yang lebih kecil dan
3 6 berwarna putih (Rahardjo dan Darwati 2006). 2.3 Kandungan Bahan Aktif Puwoceng dan Khasiatnya Tanaman Purwoceng (Pimpinella alpina Kds) merupakan tanaman obat karena hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan. Bagian akar dari tanaman ini mempunyai sifat diuretika dan digunakan sebagai afrosidiak (Heyne 1987), yaitu khasiat suatu obat yang dapat meningkatkan atau menambah stamina. Pada umumnya tumbuhan atau tanaman yang berkhasiat sebagai afrosidiak mengandung senyawa-senyawa turunan saponin, alkaloid, tanin, dan senyawasenyawa lain yang berkhasiat sebagai penguat tubuh serta memperlancar peredaran darah. Di Indonesia tumbuhan atau tanaman obat yang digunakan sebagai afrosidiak lebih banyak hanya berdasarkan kepercayaan dan pengalaman (Hernani dan Yuliani 1991). Penelitian yang mempelajari fitokimia purwoceng sudah cukup banyak. Akar purwoceng mengandung bergapten, isobergapten, dan sphondin yang semuanya termasuk ke dalam kelompok furanokumarin. Dalam akar purwoceng mengandung senyawa kumarin, saponin, sterol, alkaloid, dan beberapa macam senyawa gula (Darwati dan Roostika 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Suzery et al. (2004) menunjukkan adanya senyawa stigmasterol dalam akar purwoceng berdasarkan data spektroskopi dengan UV-Vis, FTIR, dan GC-MS. Hernani dan Rostiana (2004) melaporkan pula adanya senyawa kimia yang teridentifikasi secara kualitatif, yaitu bergapten, marmesin, 4- hidroksi kumarin, umbeliferon, dan psoralen. Pada penelitian ini, akar purwoceng yang digunakan berasal dari Dieng dan telah dianalisa kandungan bahan aktifnya seperti yang tertera pada Tabel 1 di bawah ini.
4 7 Tabel 1. Hasil uji fitokimia akar Purwoceng Uji fitokimia Hasil Pengujian Alkaloid +++ Saponin - Tanin + Fenolik - Flavonoid +++ Triterfenoid + Steroid + Glikosida + Keterangan: - : Negatif, +: Positif Lemah, ++ : Positif, +++ : Positif kuat, ++++ : Positif kuat sekali Sumber : Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (2011). 2.4 Afrodisiak Tumbuhan obat digolongkan sebagai afrodisiak karena mengandung berbagai komponen kimia seperti turunan steroid, saponin, alkaloid, tannin, dan senyawa lain yang mampu melancarkan peredaran darah, menimbulkan efek stimulan baik secara hormonal dan non hormonal sehingga dapat meningkatkan stamina tubuh. Tumbuhan afrodisiak pada umumnya menunjukkan efek peningkatan sirkulasi darah pada genetalia pria dan meningkatkan aktivitas hormon androgenik. Hal ini akan memperbaiki aktivitas jaringan tubuh sehingga secara tidak langsung akan memperbaiki fungsi organ (Gunawan 2002). Purwoceng mengandung komponen kimia berkhasiat antara lain; kelompok at- siri terdiri dari germacrene, β- Besabolene, β-cayophylline, α- Humulene dan Carvacrol, kelompok steroid terdiri dari sitosterol, stigmasterol, stigmasta-7, 16 dien- 3-ol dan stigmasta-7, 25 dien-3-ol, kelompok turunan furanokumarin terdiri dari xanthotoxin dan bergapten, serta mengandung vitamin E. Simplisia purwoceng baik akar maupun batang kaya akan komponen kimia yang berfungsi dapat meningkatkan stamina tubuh, sedangkan kelompok komponen kimia yang berfungsi sebagai afrodisiak adalah steroid (Rahardjo 2010).
5 8 2.5 Biologi umum tikus Tikus putih (Rattus norvegicus) terutama galur Sprague- Dawley (SD) merupakan jenis tikus yang banyak digunakan sebagai hewan model. Penelitian ini menggunakan tikus putih karena memiliki sifat-sifat yang khas yaitu ukuran tubuhnya kecil sehingga memudahkan penanganan dan pemeliharaan, mudah berkembang biak, jumlah anaknya cukup banyak dan siklus reproduksinya cepat (Malole dan Pramono 1989). Galur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sparague- Dawley karena galur ini memiliki pertumbuhan yang cepat, temperamen baik, kemampuan laktasi yang tinggi (Baker et al. 1980) serta mempunyai siklus reproduksi yang cepat (Ballenger 2000). Periode kebuntingan tikus hari dengan jumlah anak rata-rata 6-12 ekor setiap kelahiran, bobot lahir 5-6 gram dengan kondisi tubuh tidak berambut, mata dan telinga tertutup, tidak mempunyai gigi dan tikus sangat aktif. Pada saat umur 2 hari, tubuh berwarna kemerah-merahan, kemudian pada hari ke-4 rambut mulai terlihat. Setelah berumur 10 hari tubuh sudah tertutup rambut, pada saat umur 13 hari mata dan telinga terbuka. Anak tikus disapih pada usia 21 hari (Veterinary Library 1996). Gejala-gejala perubahan siklus birahi dapat diamati pada gambaran jenis sel epitel vagina yang dapat berubah pada masing-masing stadium dengan preparat ulas vagina. Menurut Baker et al. (1980) siklus birahi tikus dapat dibagi dalam 4 fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus dengan gambaran epitel vagina yang berbeda. Hal ini dapat terjadi apabila tikus betina telah mencapai umur 34 dan 109 hari (Kohn dan Barthold 1984). Dewasa kelamin pada hewan betina ditandai oleh birahi pertama yang disertai ovulasi. Tikus termasuk hewan nokturnal yang hampir semua kegiatan dilakukan malam hari termasuk kegiatan reproduksi sehingga perkawinan pun sering terjadi pada malam hari. Pada umumnya tikus betina akan dikawini oleh pejantan apabila berada dalam fase estrus yaitu ketika hormon estrogennya tinggi. Terjadinya perkawinan diindikasikan apabila ada spermatozoa diantara sel-sel kornifikasi vagina. Biasanya ini dianggap sebagai hari pertama kebuntingan (Malole dan Pramono 1989).
6 9 Bobot badan tikus betina dewasa sekitar gr dan bobot badan tikus jantan dewasa gr, mulai dikawinkan umur hari untuk jantan dan betina. Tikus yang baru lahir memiliki bobot lahir antara 5 6 gr (Harkness dan Wagner 1989). Klasifikasi Tikus putih (Rattus norvegicus) menurut Jasin (1984) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Classis : Mammalia Ordo : Rodentia Famili : Muridae Genus : Rattus Spesies : Rattus norvegicus, L. 2.6 Reproduksi Tikus Proses reproduksi meliputi periode pematangan, dewasa kelamin, perkawinan, kebuntingan, kelahiran, dan laktasi. Penelitian ini menggunakan tikus bunting. Kebuntingan meliputi periode perkawinan, fertilisasi, implantasi, dan plasentasi Perkawinan Sistem perkawinan atau pengembangbiakan yang dapat diterapkan pada tikus yaitu sistem monogami, poligami, dan sistem koloni. Pada sistem monogami, satu jantan dan satu betina dicampur secara permanen. Pada sistem poligami, satu jantan dicampur dengan dua sampai enam ekor betina. Pada sistem koloni, jantan dan betina dicampur seperti sistem poligami, namun jantan bisa lebih dari satu (Malole dan Pramono 1989). Sebagai hewan nokturnal, tikus akan melakukan perkawinan di malam hari. Indikasi adanya perkawinan adalah adanya spermatozoa pada vagina atau terdapatnya sumbat vagina (vaginal plug) (Baker et al. 1979).
7 Fertilisasi Fertilisasi merupakan peristiwa bersatunya sel telur (ovum) dengan sel spermatozoa. Fertilisasi umumnya terjadi di bagian kaudal ampula atau sepertiga atas tuba Fallopii (Sukra et al. 1989). Pada tikus, fertilisasi terjadi di ampula dari oviduk (Baker et al. 1980). Setelah terjadi fertilisasi terbentuk embrio yang akan membelah (mitosis) sampai embrio membentuk morula kemudian embrio akan memasuki uterus. Selama waktu yang tidak panjang, morula akan mengambang di rongga uterus dan berubah menjadi blastosis (Baker et al. 1980), tahap ini biasa disebut tahap blastula (Sukra et al. 1989). Dalam masa peralihannya menjadi blastosis, morula memasuki uterus dan proses ini disebabkan oleh relaksasi otot yang dikendalikan estrogen dan progesteron (Hunter 1995). Pertumbuhan setelah tahap blastula adalah tahap gastrulasi yakni proses pembentukan tiga daun kecambah yaitu ektoderm, mesoderm dan endoderm. Tahap gastrulasi erat kaitannya dengan pembentukan susunan saraf dan penjelmaan bentuk primitif dari embrio. Tahap ini merupakan periode kritis perkembangan mahluk hidup (Sukra et al. 1989). Setelah proses fertilisasi terjadi selanjutnya adalah proses implantasi Implantasi Satyaningtijas (2001) melaporkan bahwa implantasi tikus terjadi pada hari ke 5 kebuntingan yang ditunjukan dengan adanya peningkatan kadar RNA. Proses implantasi merupakan interaksi yang kompleks antara embrio trofoblast dan jaringan maternal uterus dengan perubahan yang terus-menerus. Implantasi pada tikus terjadi pada hari ke-5 dan ke-6 masa kebuntingan dan selesai pada hari ke-7. Sedangkan masa praimplantasi berlangsung mulai hari ke-0 kebuntingan yaitu saat ditemukannya sperma pada saat ulas vagina hingga hari ke-4 kebuntingan. Proses implantasi umumnya sempurna setelah dua hari lamanya (Baker et al. 1980). Masa implantasi tergantung pada kadar hormon. Kadar estrogen yang tinggi menyebabkan uterus tidak dapat menerima implantasi blastosis. Jika terjadi kekurangan progesteron dapat meningkatkan kontraksi uterus secara terus menerus
8 11 sehingga terjadi kegagalan implantasi dan aborsi (Arkaraviehien dan Kendle 1990) sehingga dibutuhkan keseimbangan kadar estrogen dan progesteron. Pada siklus ovulasi normal, estrogen mempengaruhi proliferasi endometrium Plasentasi Masa plasentasi adalah masa ketika plasenta sudah terbentuk yang didefinisikan sebagai masa terbentuknya zona yang berbatasan dan memiliki vaskularisasi yang tinggi yang menghubungkan antara induk dan embrio (Hunter 1995). Pada tikus plasentasi dimulai pada hari ke-9 dan ke-10. Terdapat dua plasenta pada tikus yaitu korio-alantois dan kuning telur yang berfungsi sebagai organ pertukaran dari embrio ke induk dan sebaliknya. Korio-alantois berfungsi untuk transport kalsium, sementara kuning telur berfungsi untuk transpor besi, transport pasif imun dari ibu ke anak dan difusi protein (Baker et al. 1980). Tiga fungsi utama plasenta, yaitu sebagai pengangkutan, penyimpanan dan biosintesa sari makanan dari induk untuk anak (Toelihere 1985). 2.7 Fisiologi Kebuntingan Kebuntingan merupakan suatu proses yang sangat penting dalam siklus reproduksi karena menyangkut pemeliharaan calon anak mulai dari zygot sampai dilahirkan serta pertumbuhan dan perkembangan (Manalu 1996). Proses terjadinya keberhasilan kebuntingan memerlukan kehadiran hormon reproduksi yang secara langsung dan tidak langsung berpartisipasi dalam proses reproduksi (Guyton dan Hall 1997). Hormon reproduksi primer berpengaruh langsung terhadap ovulasi, fertilisasi, pengangkutan sel telur, implantasi, kebuntingan, kelahiran, dan laktasi. Sebagai contoh adalah FSH yang berfungsi untuk mensekresi estrogen yang akan digunakan mempertahankan sistem saluran kelamin betina dan terjadinya proliferasi sel. Sewaktu terjadi kebuntingan ketika sekresi estrogen bertambah maka akan terjadi pertambahan bobot badan (Hardjoprajonto 1995). Hormon reproduksi sekunder berpengaruh secara tidak langsung adalah untuk mempertahankan keadaan dan kesejahteraan umum berupa keadaan metabolik suatu
9 12 organisme yang memungkinkan terjadinya reproduksi. Pada umumnya kelompok hormon ini mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan metabolisme seperti tiroksin, kortikoid adrenal dan insulin sehingga kebuntingan terjadi secara normal. Hormon-hormon tersebut mempertahankan keadaan metabolik individual yang akan mempengaruhi hormon-hormon reproduksi primer (Toelihere 1985).Pengaturan hormon kebuntingan diatur oleh hormon steroid yang berasal dari ovarium.dan sangat berperan dalam fungsi reproduksi adalah estrogen dan progesteron (Re et al. 1995). Estrogen merupakan hormon yang diproduksi oleh ovarium dan plasenta yang berfungsi merangsang perkembangan organ kelamin wanita, payudara dan berbagai sifat kelamin sekunder (Guyton dan Hall 1997). Estrogen merupakan hormon yang menimbulkan estrus atau berahi pada hewan betina (Toelihere 1985). Estrogen memiliki struktur kimia berdasarkan pada inti steroid, yang mirip kolesterol dan sebagian besar berasal dari kolesterol itu sendiri (Guyton dan Hall 1997). Menurut Ellizar (1983) estrogen memiliki inti steroid cyclopentanoperhydrophenanthrene dengan 3 cincin phenanthrene dan satu cincin cyclopentane. Gambar 2. Struktur estrogen (Johnson dan Everitt 1984) Menurut Guyton dan Hall (1997) pada kondisi tidak hamil, estrogen disekresikan dalam jumlah besar hanya oleh ovarium, walaupun juga disekresi dalam jumlah kecil oleh korteks adrenal. Pada metabolisme tubuh, estrogen menambah sintesis dan sekresi hormon pertumbuhan sehingga dapat menstimulir pertumbuhan sel sel dalam tubuh, mempercepat pertambahan bobot badan, merangsang korteks adrenal untuk lebih banyak meningkatkan metabolisme protein karena resistensi
10 13 nitrogen meningkat (Hardjoprajonto 1995). Estrogen berfungsi dalam merangsang pertumbuhan uterus dengan meningkatkan massa endometrium dan miometrium, merangsang kontraktilitas uterus, merangsang pertumbuhan epithelium vagina, merangsang estrus pada hewan betina, merangsang perkembangan duktus kelenjar ambing dan mempengaruhi perkembangan alat kelamin sekunder (Toelihere 1985). Menurut Guyton dan Hall (1997) estrogen mempengaruhi perkembangan fetus dan akan mengontrol pertumbuhan fetus serta differensiasi jaringan (Fowden 1995) Pada kehamilan, estrogen dalam jumlah yang sangat besar juga disekresi oleh plasenta. Tiga estrogen yang ada dalam jumlah bermakna di dalam plasma wanita yaitu -estradiol, estron, dan estriol. Estrogen utama yang disekresi oleh ovarium adalah -estradiol. Sellman (1996) mengatakan bahwa kelebihan estrogen akan menyebabkan percepatan proses penuaan, alergi, penurunan kelamin, depresi, kelelahan, osteoporosis, kanker rahim, disfungsi tiroid, dan pembentukan jaringan ikat pada uterus. Progesteron merupakan hormon steroid yang berasal dari kolesterol. Selama proses sintesis steroid seks, progesteron disintesis terlebih dahulu dan sebagian besar akan diubah menjadi estrogen (Guyton dan Hall 1997). Hormon ini berfungsi untuk mempertahankan kebuntingan dengan menciptakan lingkungan endometrial yang sesuai untuk kelanjutan hidup dan perkembangan embrio (Toelihere 1985). Pada fase luteal akan terjadi peningkatan rasio antara progesteron dan estrogen (Johnson dan Everitt 1984). Pada hewan politokus seperti tikus, korpus luteum merupakan penghasil utama progesteron selama kebuntingan (Taya dan Greenwald 1981). Semakin bertambahnya umur kebuntingan akan terjadi peningkatan sekresi estradiol dan progesteron yang erat kaitannya dengan peningkatan massa plasenta (Manalu et al. 1995). Progesteron yang disekresikan selama kebuntingan juga membantu dalam mempersiapkan ambing untuk laktasi. Perkembangan dari lobules dan alveoli ambing menyebabkan sel-sel alveolar berproliferasi, membesar dan memiliki sifat sekretorik (Knight dan Peaker 1982).
TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1 Data nilai fisiologis tikus putih (Rattus sp.)
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Tikus Putih (Rattus sp.) Tikus putih atau rat (Rattus sp.) sering digunakan sebagai hewan percobaan atau hewan laboratorium karena telah diketahui sifat-sifatnya dan mudah dipelihara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia. Dalam rangka memenuhi kebutuhan sehat tersebut, masyarakat berusaha melakukan upaya kesehatan yang meliputi pencegahan penyakit
Lebih terperinciEFEKTIFITAS EKSTRAK ETANOL PURWOCENG (Pimpinella alpina) TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN TIKUS BETINA BUNTING PADA UMUR KEBUNTINGAN 0 13 HARI
EFEKTIFITAS EKSTRAK ETANOL PURWOCENG (Pimpinella alpina) TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN TIKUS BETINA BUNTING PADA UMUR KEBUNTINGAN 0 13 HARI WISNUGROHO AGUNG PRIBADI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT
Lebih terperinciGambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus
BAB IV HASIL PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap pertambahan bobot badan tikus betina bunting pada umur kebuntingan 0-13 hari dapat dilihat pada Tabel 2.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Organ Reproduksi Betina 2.1.1 Ovarium Organ reproduksi betina terdiri atas dua buah ovari, dua buah tuba falopii, uterus, serviks, vagina, dan vulva. Ovarium bertanggung jawab
Lebih terperinci5 KINERJA REPRODUKSI
5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng terhadap tikus putih betina pada usia kebuntingan 1-13 hari terhadap rata-rata bobot ovarium dan bobot uterus tikus putih dapat dilihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati di Indonesia dikenal sangat tinggi baik untuk flora
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati di Indonesia dikenal sangat tinggi baik untuk flora maupun fauna. Beragam jenis tumbuhan atau tanaman telah lama diketahui dapat digunakan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga sekitar spesies
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia dikenal sebagai megabiodiversity country, yaitu Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang besar. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar 30.000 tumbuhan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Estrogen adalah salah satu hormon yang berperan dalam reproduksi hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting adalah estradiol
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia
BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0;
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL PURWOCENG
EFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL PURWOCENG (Pimpinella alpina) SELAMA 1-13 HARI KEBUNTINGAN TERHADAP BOBOT OVARIUM DAN UTERUS TIKUS PUTIH (Rattus sp.) SANDRA HAPSARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT
Lebih terperinciSMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1
SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 1. Perhatikan gambar berikut! Bagian yang disebut dengan oviduct ditunjukkan oleh huruf... A B C D Bagian yang ditunjukkan oleh gambar
Lebih terperinciPENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL PURWOCENG
EFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL PURWOCENG (Pimpinella alpina) SELAMA 13-21 HARI KEBUNTINGAN TERHADAP BOBOT ORGAN REPRODUKSI DAN ANAK TIKUS PUTIH (Rattus sp.) META LEVI KURNIA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Berat badan dewasa : - jantan - betina g. Konsumsi air minum tikus dewasa
19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Umum Tikus Tikus digolongkan ke dalam kelas Mamalia, bangsa Rodentia, suku Muridae dan marga Rattus (Meehan 1984). Tikus merupakan hewan mamalia yang mempunyai peranan penting
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Superovulasi Superovulasi merupakan suatu teknologi reproduksi yang mampu meningkatkan jumlah korpus luteum yang dihasilkan (Manalu et al. 1996). Jumlah korpus luteum ini memiliki
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Penulis
ii iii iv KATA PENGANTAR Assalamu alaikum warahmatullohi wabarakatuh Alhamdulillahi robbil alamin, segala puji bagi Allah hanya karena rakhmat dan hidayah-nya penulisan buku dengan judul Efektivitas pemberian
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI PENEMUAN Hasil Pengamatan Makroskopis Daun Saga (Abrus precatorius L.)
BAB IV ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI PENEMUAN 4.. Analisis Data 4... Hasil Pengamatan Makroskopis Daun Saga (Abrus precatorius L.) Gambar 4.. Makroskopis daun saga (Abrus precatorius L.) Tabel 4.. Hasil
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk. KDS.) merupakan tanaman obat asli Indonesia yang keberadaannya telah langka dan berdasarkan tingkat
Lebih terperinciAnatomi/organ reproduksi wanita
Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Wijen (Sesamum indicum L) 1. Sistematika Tanaman Tanaman wijen mempunyai klasifikasi tanaman sebagai berikut : Philum : Spermatophyta Divisi : Angiospermae Sub-divisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh umat manusia, meliputi lahir, masa kanak-kanak, remaja, dewasa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki fase kehidupan sejak lahir di dunia yang akan dilalui oleh seluruh umat manusia, meliputi lahir, masa kanak-kanak, remaja, dewasa hingga sebelum kematiannya
Lebih terperinciSMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2
SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2 1. Pasangan antara bagian alat reproduksi laki-laki dan fungsinya berikut ini benar, kecuali... Skrotumberfungsi sebagai pembungkus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Infertilitas didefinisikan sebagai kegagalan terjadinya pembuahan selama 12 bulan hubungan seksual yang aktif (Nieschlag et al, 2010). Infertilitas ditemukan pada 15%
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. elektromagnet. Berdasarkan energi yang dimiliki, gelombang elektromagnetik dapat
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Medan Elektromagnetik dan pengaruhnya Medan elektromagnetik adalah medan yang terjadi akibat pergerakan arus listrik. Interaksi antara medan listrik dan medan magnet tersebut menghasilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan di era modern ini semakin beragam bahan yang digunakan, tidak terkecuali bahan yang digunakan adalah biji-bijian. Salah satu jenis biji yang sering digunakan
Lebih terperinciAnatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang
Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus reproduksi adalah perubahan siklus yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
19 HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Ekstrak Metanol Buah Adas terhadap Lama Siklus Siklus estrus terdiri dari proestrus (12 jam), estrus (12 jam), metestrus (12 jam), dan diestrus (57 jam), yang secara total
Lebih terperinciSiklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12
Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka
Lebih terperinci1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.
Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) bagi Provinsi Nusa Tenggara Barat, bahkan telah menjadi lambang bagi provinsi
Lebih terperinciKAJIAN ANDROGENIK EKSTRAK ETANOL AKAR PURWOCENG (Pimpinella alpina KDS) TERHADAP KINERJA REPRODUKSI TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) BETINA DARA
KAJIAN ANDROGENIK EKSTRAK ETANOL AKAR PURWOCENG (Pimpinella alpina KDS) TERHADAP KINERJA REPRODUKSI TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) BETINA DARA PUDJI ACHMADI B. 151070031 / IFO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family Menispermaceae yang mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan untuk mengobati
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II
VAGINAL SMEAR Oleh : Nama : Nur Amalah NIM : B1J011135 Rombongan : IV Kelompok : 2 Asisten : Andri Prajaka Santo LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Lebih terperinciHUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH
HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Uraian Tanaman 1. Sistematika Tanaman Taksonomi tanaman Purwoceng sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta Class : Angiospermae Ordo : Apiales Familia : Apiaceae Genus : Pimpinella
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
11 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah anak, rataan bobot lahir, bobot sapih, total bobot lahir, dan jumlah anak sekelahiran pada kelompok domba kontrol dan superovulasi, baik yang tidak diberi dan diberi
Lebih terperincibio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA
II. TELAAH PUSTAKA Kelenjar mammae merupakan kelenjar kulit khusus (derivat integumen) yang terletak di dalam jaringan bawah kulit (subkutan). Kelenjar mammae merupakan kelenjar eksokrin. Kelenjar eksokrin
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A.
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja
8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental dengan nama SIMPO. Sapi SIMPO merupakan hasil
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Sel Darah Merah Pemeriksaan darah dilakukan selama tiga puluh hari dari awal kebuntingan, yaitu hari ke-1, 3, 6, 9, 12, 15, dan 30. Pemilihan waktu pemeriksaan dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
40 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Senyawa Isoflavon Tepung Kedelai dan Tepung Tempe Hasil analisis tepung kedelai dan tepung tempe menunjukkan 3 macam senyawa isoflavon utama seperti yang tertera pada
Lebih terperinciF I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc.
F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. Kebuntingan dan Kelahiran Kebuntingan Fertilisasi: Proses bersatunya/fusi antara sel kelamin betina (oosit)
Lebih terperinciLEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3
LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3 MEMPELAJARI PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MANUSIA MELALUI BIOTEKNOLOGI Bioteknologi berkebang sangat pesat. Produk-produk bioteknologi telah dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda
3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Rumus bangun nikotin (Hukkanen et al. 2005)
6 TINJAUAN PUSTAKA Kandungan Asap Rokok Asap rokok merupakan aerosol heterogen dari pembakaran tembakau, komponen dalam rokok dan pembungkusnya. Komposisi kimia asap rokok tergantung pada jenis tembakau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Merak Hijau (Pavo muticus) Merak hijau (Pavo muticus) termasuk dalam filum chordata dengan subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
DAFTARISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMP
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tumbuhan Bunga Matahari (Helianthus annuus L.)
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tumbuhan Bunga Matahari (Helianthus annuus L.) Klasifikasi dari tumbuhan bunga matahari yaitu: Kingdom : Plantae (tumbuhan) Super divisi : Spermatophyta (mengahsilkan biji)
Lebih terperinciBOBOT BADAN ANAK TIKUS DARI INDUK TIKUS YANG DIBERI EKSTRAK AKAR PURWOCENG PADA USIA KEBUNTINGAN 1 13 DAN HARI MAULANA SYDIK
BOBOT BADAN ANAK TIKUS DARI INDUK TIKUS YANG DIBERI EKSTRAK AKAR PURWOCENG PADA USIA KEBUNTINGAN 1 13 DAN 13 21 HARI MAULANA SYDIK DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
Lebih terperinciSMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.3. igotik. Embrionik. Pasca lahir
1. Metamorfosis merupakan tahap pada fase... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.3 igotik Embrionik Pasca embrionik Pasca lahir Fase Pasca Embrionik Yaitu pertumbuhan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ikan Nila ( Oreochromis niloticus
5 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Ikan nila berasal dari benua Afrika dan telah masuk untuk dibuidayakan ke negara-negara sub-tropis dan tropis sejak tahun 1960-an (Phillay dan Kutty,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi potong. Namun kondisi sapi potong di usaha peternakan rakyat masih dijumpai adanya kasus
Lebih terperinci... Tugas Milik kelompok 8...
... Tugas Milik kelompok 8... 6. Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata. Sedang pada mamalia lain terjadi siklus estrus. Bedanya, pada siklus menstruasi, jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan
Lebih terperinciJenis hormon berdasarkan pembentuknya 1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh : kortisol, aldosteron, estrogen,
SISTEM ENDOKRIN Hormon adalah bahan kimia yang dihasilkan oleh sebuah sel atau sekelompok sel dan disekresikan ke dalam pembuluh darah serta dapat mempengaruhi pengaturan fisiologi sel-sel tubuh lain.
Lebih terperinciSISTEM REPRODUKSI MANUSIA 2 : MENSTRUASI PARTUS
1 SISTEM REPRODUKSI MANUSIA 2 : MENSTRUASI PARTUS SMA REGINA PACIS JAKARTA Ms. Evy Anggraeny Proses Menstruasi 2 Ada empat fase 1. Fase menstruasi 2. Fase folikel/proliferasi 3. Fase luteal/ovulasi 4.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reproduksi merupakan salah satu kemampuan hewan yang sangat penting. Tanpa kemampuan tersebut, suatu jenis hewan akan punah. Oleh karena itu, perlu dihasilkan sejumlah
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus
A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai pengruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih diambil
Lebih terperinciSistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;
Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin
Lebih terperincidrh. Herlina Pratiwi
drh. Herlina Pratiwi Fase Folikuler: Oosit primer => folikel primer => foliker sedunder => folikel tertier => folikel degraaf => ovulasi => folikel haemoraghicum Fase Luteal: corpus luteum => corpus spurium
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan
PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat
Lebih terperinciSMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.1
SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.1 1. Berikut ini yang termasuk fase-fase perkembangan manusia 1. Morula 2. Brastula 3. Grastula Dari pernyataan diatas yang menunjukkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sel Darah Merah Jumlah sel darah merah yang didapatkan dalam penelitian ini sangat beragam antarkelompok perlakuan meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Pola kenaikan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sistem Reproduksi Sapi Betina Superovulasi
TINJAUAN PUSTAKA Sistem Reproduksi Sapi Betina Sistem reproduksi sapi betina lebih kompleks daripada sapi jantan, dimana terdiri dari beberapa organ yang memiliki peran dan fungsi masing-masing. Ovarium
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut :
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap jumlah kelenjar endometrium, jumlah eritrosit dan lekosit tikus putih (Rattus
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk
PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing
Lebih terperinciGENITALIA EKSTERNA GENITALIA INTERNA
GENITALIA EKSTERNA..... GENITALIA INTERNA..... Proses Konsepsi Ovum yang dilepaskan dalam proses ovulasi, diliputi korona radiata mengandung persediaan nutrisi Pada ovum dijumpai inti dalam bentuk metafase
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Purwoceng
4 TINJAUAN PUSTAKA Purwoceng Purwoceng (Gambar 1) adalah tumbuhan endemik Indonesia yang sudah lama dikenal berkhasiat obat. Purwoceng merupakan tanaman berumah satu tetapi dapat juga menyerbuk silang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla
8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Domba Lokal Domba merupakan hewan ternak yang pertama kali di domestikasi. Bukti arkeologi menyatakan bahwa 7000 tahun sebelum masehi domestik domba dan kambing telah menjadi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai
17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba merupakan ruminansia kecil yang relatif mudah dibudidayakan oleh masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai pakan berupa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Berenuk (Crescentia cujete L). a. Sistematika Tumbuhan Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionata Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Gambar 1
TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Secara taksonomi domba termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mamalia, ordo Artiodactyla, family Bovidae, genus Ovis dan spesies Ovis aries. Dari sisi genetik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal atau muda merupakan salah satu tahap dari siklus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa dewasa awal atau muda merupakan salah satu tahap dari siklus kehidupan dengan rentang usia 19-40 tahun. Pada tahap ini terjadi proses pematangan pertumbuhan dan
Lebih terperinciSMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLATIHAN SOAL. Pernyataan yang merupakan ciri dari pertumbuhan ditunjukkan oleh nomor...
1. Perhatikan pernyataan di bawah ini 1). Bersifatreversible 2). Bersifat irreversible 3). Menuju ke arah dewasa 4). Jumlah dan ukuran sel semakinmeningkat 5). Perubahan dari kecil jadi besar SMP kelas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut etil asetat. Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang volatil (mudah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Tikus
5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus
Lebih terperinciMENANGANI ANJING BETINA PADA MASA BIRAHI (HEAT)
MENANGANI ANJING BETINA PADA MASA BIRAHI (HEAT) (19 May 2017) Menangani Anjing Betina pada Masa Birahi (Heat) Tidak hanya anjing jantan, anjing betina juga mengalamibirahi. Siklus birahi pada anjing merupakan
Lebih terperinci1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan
1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan Pengertian pertumbuhan adalah Proses pertambahan volume dan jumlah sel sehingga ukuran tubuh makhluk hidup tersebut bertambah besar. Pertumbuhan bersifat irreversible
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keadaan liar, efisiensi reproduksi pada kuda yang mencapai 90% atau lebih.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kuda adalah hewan yang bersifat nomadik dan bersemangat tinggi. Keadaan liar, efisiensi reproduksi pada kuda yang mencapai 90% atau lebih. Kondisi domestik dengan campur
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Monosodium glutamate (MSG) adalah garam sodium L-glutamic acid
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Monosodium glutamate (MSG) adalah garam sodium L-glutamic acid yang digunakan sebagai bahan penyedap makanan untuk merangsang selera. MSG adalah hasil dari purifikasi
Lebih terperinciPERUBAHAN SELAMA KEHAMILAN
PERUBAHAN SELAMA KEHAMILAN 1. Perubahan Fungsi Perubahan Hormonal Perubahan Mekanikal Pembesaran uterus yang menyebabkan tekanan organ, payudara menyebabkan perubahan postur dan posisi tubuh 2. Perubahan
Lebih terperinciIDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)
IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. (Gallus gallus gallus) dan Ayam Hutan Merah Jawa ( Gallus gallus javanicus).
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Menurut Mansjoer (1985) bahwa ayam kampung mempunyai jarak genetik yang paling dekat dengan Ayam Hutan Merah yaitu Ayam Hutan Merah Sumatra (Gallus gallus gallus)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kambing Pada mulanya domestikasi kambing terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 8000-7000 SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) berasal
Lebih terperinci