BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Hasil Simulasi NPV Scheduler Skenario (1)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Hasil Simulasi NPV Scheduler Skenario (1)"

Transkripsi

1 BAB V PEMBAHASAN Bab pembahasan ini dibagi menjadi tiga bagian pembahasan. Pembahasan yang pertama ialah hasil simulasi NPV Scheduler, berikutnya akan membahas analisis hasil berupa perbandingan dari simulasi skenario (1), (2), (3) pada NPV Scheduler. Bagian terakhir dari pembahasan akan diakhiri dengan analisis hasil berupa perbandingan simulasi skenario (1), (2), (3) pada NPV Scheduler dengan simulasi skenario (1), (2), (3), (4), (5) pada program sederhana. 5.1 Hasil Simulasi NPV Scheduler Skenario (1) Simulasi skenario (1) diawali dengan simulasi penambangan dimana asumsi harga komoditas dan biaya penjualan baik itu tembaga atau emas yaitu sebesar $ 23,6/gr dan $ 3,31/gr untuk emas dan $ 8.157,09/tonne dan $8,1571/tonne untuk tembaga. Biaya yang digunakan untuk menambang batuan sebesar $ 1,166/tonne batuan, kemudian biaya untuk mengolah dan p roses penggerusanpemurnian untuk SULF1 sebesar $ 2,67/tonne bijih dan $ 176,34/tonne Cu. Biaya yang digunakan untuk pelindian dan proses pengambilan Cu (dalam bentuk katoda) untuk SULF2 sebesar $ 1,29/tonne bijih dan $ 308,65/tonne Cu. Faktor lainnya dari penambangan seperti dilusi tambang digunakan 5% dan perolehan tambang digunakan 95%. Perolehan dari pengolahan SULF1 untuk Au dan Cu sebesar 85% dan 89%, sementara perolehan dari pengolahan SULF2 untuk Au dan CU sebesar 0% dan 63%. Laju produksi penambangan diharapkan sekitar juta tonne batuan/tahun. Pabrik pengolahan ( milling plant) sebagai tujuan bijih SULF1 berada pada jenjang 24 elevasi 2.060m dpl, sementara ( leaching plant) yang merupakan tujuan bijih SULF2 berada pada jenjang 26 elevasi 2.040m dp l, serta tempat tujuan waste yaitu dump berada pada jenjang 20 elevasi 2.0m dpl. Tempat penampungan (s tockpile) yang digunakan untuk simulasi ini berjumlah dua yaitu S1 untuk menerima limpahan bijih SULF1 berkapasitas 25 juta tonne dan S2 untuk menerima limpahan bijih SULF2 dengan kapasitas juta tonne. Simulasi NPV Scheduler dijalankan dengan teknik optimasi Lerchs Grossman. Sudut lereng keseluruhan ratarata ialah 42 0 seperti yang telah ditentukan sebelumnya dan tujuan penggunaan NPV Scheduler ialah untuk memaksimumkan keuntungan 85

2 total dari tambang. Hasil menjalankan simulasi skenario satu menggunakan software NPV Scheduler sbb : (1) Hasil Model Masukkan (Input Model) Model masukkan merupakan model yang menetapkan (blok model) sebagai masukkan pit mulamula kemudian produk keluaran dari pit. Produk keluaran dari simulasi ini ialah bijih dan waste, sementara bijih pada simulasi ini dibagi menjadi dua yaitu SULF1 dan SULF2. Produk berharga yang dapat diekstrak dan diolah dari kedua jenis bijih tersebut untuk dijual sebagai produk berharga berupa tembaga (tonne) dan emas (gram), dengan kadar rata rata tembaga 0,113% dan kadar rata rata emas 0,344 gram/tonne (2) Hasil Model Ekonomi (Economic Model) Model ekonomi merupakan model lanjutan dari model mas ukkan dan bertujuan untuk menghasilkan (membuat data rekapitulasi cadangan pit) yaitu tonase bijih, blok bijih, tonase waste, dan blok waste. Hasil keluaran model ekonomi juga berupa perkiraan ongkos penambangan dan pengolahan, nilai dari bijih yang ada pa da pit, dan tampilan kontur awal pit. Gambar 5.1 Kontur Awal pit 86

3 50 E U A U A A A Gambar 5.2 PlanView Tipe Batuan Gambar 5.3 North South View (50E) Tipe Batuan Data penting lainnya dari hasil keluaran model ekonomi sbb : Total tonase bijih : tonne Total tonase bijih SULF1 : tonnes Total tonase bijih SULF2 : tonnes Total tonase waste : tonnes Perkiraan cadangan produk berharga : Tonase tembaga : tonne Tonase emas : gram Perkiraan nilai bijih keseluruhan : $ (3) Hasil Model Batas Pit Akhir (Ultimate Pit Limit Model) Model batas pit akhir merupakan model yang berperan untuk menentukan ultimate pit limit dari pit masukkan (blok model). Model ini juga memberikan keterangan mengenai jumlah bijih d an waste yang berada di ultimate pit, estimasi biaya penambangan, pengolahan, pendapatan dari penjualan produk berharga, keuntungan bersih dari tambang, umur tambang, dan stripping ratio. Gambar 5.4 berikut merupakan gambar ultimate pit. 87

4 Gambar 5.4 Ultimate Pit Skenario (1) Hasil penting lainnya keluaran dari model batas pit akhir ( ultimate pit limit model) ialah sebagai berikut : Total tonase batuan : Total tonase bijih : tonne Total tonase bijih SULF1 : tonne Total tonase bijih SULF2 : tonne Total tonase waste : tonne Perkiraan cadangan produk berharga : Total tembaga : tonne Total emas : gram Pendapatan dari penjualan Au dan Cu ( Revenue) : $ Biaya Penambangan : $ Biaya Pengolahan : $ Keuntungan bersih (Profit) : $ Perkiraan NPV : $ SR : 0,33 88

5 (4) Hasil Model Pushback (Pushback Generator) Model Pushback bekerja dengan melanjutkan hasil keluaran model ekonomi (harga logam, ongkos produksi, dll) dan hasil keluaran model batas pit akhir ( ultimate pit limit beserta urutan penambangannya). Hasil dari model batas pit akhir yaitu didapat jumlah cadangan bijih sekitar 7 juta tonne dengan laju produksi bijih yang diharapkan untuk tetap dijaga dari tambang sebesar juta tonne/tahun Hasil keluaran model batas pit akhir bersama dengan batasan desain pembuatan pushback seperti lebar jalan pengangkutan minimum yang ditetapkan sebesar 20m. Laju bijih yang diharapkan masuk ke pabrik pen golahan ( millore sebesar 8 juta tonne bijih SULF1/ pushback) akan menjadi target utama pada model penjadualan, selain laju penambangan juta tonne/tahun. Model pushback telah membagi tambang menjadi pushback berdasarkan kesanggupan menyediakan minimum untuk laju penambangan dan laju bijih SULF1 sebesar juta tonne/tahun dan 8 juta tonne/pushback. Keluaran model pushback generator akan menghasilkan pushback. Penjelasan lebih lengkapnya seperti yang telah dirangkum pada tabel dan gambar berikut. 50 E U U A A A A Gambar 5.5 Plan View Pushback Gambar 5.6 North South View (50E) Pushback 89

6 Tabel 5.1 Hasil Keluaran Pushback Generator Pushback Total tonase batuan (tonne) Total tonase bijih (tonne) Total tonase waste (tonne) Total bijih SULF1 (tonne) Total bijih SULF2 (tonne) Laba bersih (Profit) ($) NPV ($) Umur pushback (tahun) , , , , , , , , , ,37 Total (5) Hasil Model Penjadualan (Scheduling Model) Model Penjadualan pada NPV Scheduler memiliki t ujuan untuk menjadualkan pit hasil optimasi ke dalam kurun waktu tertentu agar lebih praktis untuk dilakukan dilapangan serta memaksimalkan hasil NPV. Model penjadualan pada simulasi ini dirancang untuk menjaga jumlah bijih baik itu yang akan masuk ke milling plant tetap terjaga pada tingkat tonase tertentu dengan tetap berusaha mempertahankan laju penambangan dari tambang ( mining rate) yang hasil akhirnya akan diukur dalam kurun waktu tertentu (contoh : dalam tahunan), juga menjadual waktu kerja truk (dal am jam) sebagai komponen yang ikut mendukung kebutuhan peralatan untuk mengoperasikan jadual. Simulasi ini mentargetkan untuk mempertahankan laju bijih SULF1 dari tambang yang masuk ke milling plant yaitu sebesar tonne bijih/tahun. Berikutnya dengan semaksimal mungkin mempertahankan laju penambangan juta tonne/tahun. Konsep tersebut pada NPV Scheduler dinamakan mining ratio. Mining ratio bertujuan untuk menjaga laju bijih yang masuk ke milling plant (pada tingkat tonase tertentu) dengan tetap mempertahankan semaksimal mungkin laju bijih dari tambang tetap tinggi. Berikut ialah formula untuk menentukan serta target dari mining ratio : Rock tonnage Mill ore tonnage Waste tonnage Leach ore tonnage Mining Ratio Mill ore tonnage Mill ore tonnage 90

7 Tabel 5.2 Mining ratio (Input) Waktu (tahun) Target Minimum Maximum 0 0 1,25 0,0 1,30 Konsep berikutnya dalam penjadualan ialah untuk membantu pencarian waktu kerja truk (jam) dan jarak angkut. Berikut masukkan untuk alat angkut (truk) : waktu tunggu ratarata di load dan dump point : 13 menit dan 4 menit, kecepatan rata rata truk loaded (8kph) unloaded (k ph), availability 92%. Truk diasumsikan mengangkut 0 tonne untuk bijih dan perhitungan sebagai masukkan untuk NPV Scheduler sbb: waste setiap siklusnya. Maka formula waktu edar = (waktu tunggu total + 2*jarak angkut/kecepatan rata rata) / availability = ((13menit+4menit)/60 + 2*jarak angkut(m) / (8kph+kph)/2) / 0,92 ) = ((13+4)/60*0,92) +(2 * jarak angkut(m) / (20/2)x00mph * 0,92) Waktu edar truk diasumsikan = (0,308) jam + (0,217*jarak angkut(m) / 00) jam mengangkut sebanyak 0tonne biijh dan waste = (0,308/0 ) * tonne + (0,217/0) * meter.ktonne Jarak angkut menjadi meter Waktu kerja truk/0tonne = 0,00308 * tonne + 0,00217 * meter.ktonne meter.ktonne : tonase bijih /waste dikalikan dengan jarak angkut dan dibagi 00. Truk dan batasan waktu kerja alat angkut (truk) yang dibuat berdasarkan asumsi satu buah truk bekerja dengan 6000 jam setiap menjelaskan nilai minimum, target, maksimum dari jam kerja. tahunnya, tabel berikut Tabel 5.3 Waktu Kerja Keseluruhan Alat Angkut/Truk ( Input) Waktu (tahun) Target (jam) Minimum (jam) Maximum (jam)

8 Tabel 5.4 Hasil Model Penjadualan Periode penjadualan (tahun) Tonase batuan (tonne) Tonase bijih (tonne) Tonase waste (tonne) Laba bersih (Profit) ($) NPV ($) Tonase bijih SULF1 (tonne) Tonse Bijih SULF2 (tonne) SR Prestripping , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,027 Total Hasil dari model penjadualan didapatkan umur tambang 19 tahun, dengan target bijih SULF1 yang diharapkan masuk kedalam milling plant sebesar 5,11 juta tonne/tahun. Hal ini berbeda dengan hasil yang didapatkan dari model pushback karena pada model pushback target (bijih SULF1) diukur dalam tonase per pushback, sementara pada model penjadualan target (bijih SULF1) diukur dalam tonase/tahun. Gambar dan tabel pada halaman berikut merupakan hasil penting lainnya dari model penjadualan. 92

9 50 E U U U A A A A Gambar 5.7 Plan View Periode Penjadualan Gambar 5.8 North South View(50E) Periode Penjadualan 1 0 MiningRatio : Tahun Gambar 5.9 Mining Ratio (Output) 93

10 J a m Truck Tahun Gambar 5. Waktu Kerja Truk (Output) Gambar 5.7 diatas merupakan gambar plan view dari periode penjadualan terhadap bagian terdalam pit, sementara Gambar 5.8 merupakan gambar penampang melintang dari utaraselatan periode penjadualan, dengan keterangan untuk gambar periode penjadualan ialah kisaran (range) periode. Grafik pada Gambar 5.9 merupakan grafik mining ratio yang dihasilkan model penjadualan dimana angka s atu berarti keadaan dimana bijih yang masuk milling plant sebesar dan laju penambangan ( mining rate) sekitar juta, angka diatas/dibawah satu menunjukkan tonase batuan ( leach/waste) yang berubah guna menahan bijih SULF1 yang didapat sebesar 5,11 juta tonne. Gambar 5. menunjukkan waktu kerja truk yang dibutuhkan selama umur tambang dan hal ini bergantung terhadap target penjadualan dan mining ratio. (6) Hasil Model Optimasi Kadar Batas Model optimasi stockpile/optimasi kadar batas merupakan mo del yang bertujuan mencari NPV maksimum dari hasil keluaran model penjadualan (NPV maksimum dari pit). Model ini dijalankan dengan terlebih dahulu memberi masukkan yaitu batas kapasitas produksi untuk pabrik pengolahan. Pada simulasi ini ditetapkan untuk mentargetkan produksi milling plant sebesar 9 juta tonne bijih SULF1 dan 94

11 leaching plant sebesar 2,5 juta tonne bijih SULF2, serta menjadikan salah satu mineral/logam sebagai target utama, dalam kasus ini logam Cu dipilih sebagai produk utama dan Au sebagai produk sampingan. Model optimasi yang dipilih pada simulasi ini ialah optimasi kadar batas, optimasi ini bekerja dengan menghitung kembali penjadualan dan menerapkan strategi kadar batas untuk memaksimumkan NPV dari tambang. Hasil dari model optimasi kadar batas didapat umur tambang sebesar 13 periode/13 tahun dimana (1periode = 1 tahun). Hasil dari model optimasi kadar batas yaitu model ini membagi tambang ke dalam 13 tahun dan optimasi ini bekerja dengan cara berusaha menyusun ulang penjadualan dengan mengurutkan atau mencari terlebih dahulu bijih berkadar tinggi disusul pencarian bijih berkadar rendah dengan turut mengubah laju penambangan guna mengejar target produksi (bijih SULF1 dan bijih SULF2), dengan tetap melihat Cu sebagai produk utama tamb ang. Hasilnya terlihat jelas pada Tabel 5.5 yaitu adanya peningkatan jumlah bijih dan penurunan jumlah waste yang didapat dari model optimasi kadar batas dibandingkan dengan hasil model penjadualan. Untuk lebih lengkapnya mengenai hasil model optimasi stockpile/optimasi kadar batas dapat dilihat pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6 Tabel 5.5 Perbandingan Tonase Output Model Hasil keluaranmodel Tonase batuan (tonnex00) Tonase bijih (tonnex00) Tonase waste (tonnex00) Pushback generator Penjadualan Optimasi stockpile/ optimasi kadar batas

12 Tabel 5.6 Model Optimasi Kadar Batas Periode Tonase Tonase Masukkan ke Tonase Hasil keluaran NPV (tahun) batuan bijih pabrik pengolahan waste pabrik pengolahan ($x00) (tonnex00) (tonnex00) Bijih SULF1 Bijih SULF2 (tonnex00) Perolehan Cu (tonnex00) Perolehan Au (gramx00) Total tonase (tonnex00) COG Cu (%) Total tonase (tonnex00) COG Cu (%) Periode , , Periode , , Periode , , Periode , , Periode , , Periode , , Periode , , Periode , , Periode , , Periode , , Periode , , Periode , , Periode , , , Total

13 Hasil dari skenario (1) pada tambang yang akan diambil untuk dibandingkan dengan skenario (2) maupun skenario (3) merupakan hasil yang dikelu arkan hingga model pushback generator. Hasil simulasi skenario (1) tersebut membagi pit kedalam sepuluh pushback dengan perkiraan cadangan ekonomis bijih tambang sekitar 7 juta tonne bijih, hal ini akan menjadi tolak ukur untuk kedua skenario lainnya k arena pada NPV Scheduler untuk membentuk harga logam dan ongkos baru (pada saat tambang berjalan) yang digunakan ialah hasil pushback generator (untuk kemudian dibawa ke datamine studio), dimana keluaran pushback generator tidak dihasilkan untuk kurun waktu tertentu sementara hasil penjadualan dan optimasi stockpile/optimasi kadar batas disusun berdasarkan per kurun waktu tertentu. Hal tersebut menyebabkan hasil yang digunakan untuk perbandingan skenario (2), skenario (3) ialah keluaran hingga model pushback generator Skenario (2) berupa Skenario (2) mempunyai data awal cebakan mineral, parameter ekonomi harga logam, biaya penjualan, ongkos penambangan dan pengolahan, perolehan, dilusi tambang, data geoteknik, dll yang sama dengan skenario (1) sepe rti yang telah dibahas pada Bab3. Simulasi kenaikan untuk pertama kali terjadi ketika tambang telah beroperasi seiktar 3 tahun meliputi harga logam, ongkos menambang dan menjual. Kenaikan kembali terjadi setelah tambang beroperasi sekitar 7 tahun meliputi harga logam, ongkos menambang dan menjual, serta ongkos pengolahan. Tabel berikut merupakan gambaran umum perubahan yang terjadi pada skenario (2). Tabel 5.7 Simulasi NPV Scheduler Skenario (2) Nama komponen Keadaan awal Keadaan setelah perubahan pertama Keadaan setelah perubahan kedua Harga Au $ 23,6/gr $ 29,15/gr $ 53,915/gr Cu $ 8.157,09/tonne $.081,34/tonne $ ,45/tonne Biaya Penjualan Au $ 3,31/gr $ 4,09/gr $ 7,56/gr Biaya Penambangan Biaya Cu $ 8,1571/tonne $,0813/tonne $ 18,6465/tonne $ 1,166/tonne $ 1,2826/tonne $ 1,41/tonne SULF1 $ 2,67/tonne $ 2,67/tonne $ 2,937/tonne Pengolahan SULF2 $ 1,29/tonne $ 1,29/tonne $ 1,419/tonne 97

14 Skenario (2) memiliki masukkan mula mula yaitu cebakan mineral (blok model) yang sama dengan skenario (1) dengan kadar rata rata tembaga 0,113% dan kadar ratarata emas 0,344 gram/tonne. Berikut gambar batas akhir dari pit akhir untuk simulasi skenario (2). Gambar 5.11 Ultimate Pit Skenario (2) Hasil penting lainnya dari optimasi pit simulasi skenario (2) menggunakan NPV Scheduler : Total tonase batuan : tonne Total tonase bijih : tonne Total tonase waste : tonne Pendapatan dari penjualan Au dan Cu ( Revenue) : $ Biaya Penambangan : $ Biaya Pengolahan : $ Keuntungan bersih (Profit) : $ Perkiraan NPV : $

15 5.1.3 Skenario (3) Skenario (3) mempunyai data awal cebakan mineral, parameter ekonomi berupa harga logam, biaya penjualan, ongkos penambangan dan pengolahan, perolehan, dilusi tambang, data geoteknik, dll yang sama dengan s kenario (1) seperti yang telah dibahas pada Bab3. Simulasi perubahan untuk pertama kali terjadi ketika tambang telah beroperasi sekitar 3 tahun meliputi penurunan harga logam dan ongkos menjual disertai kenaikan ongkos penambangan. Perubahan kembali terjad i setelah tambang beroperasi hampir 7 tahun meliputi penurunan harga logam dan ongkos menjual disertai kenaikan ongkos baik penambangan maupun pengolahan. Tabel berikut merupakan gambaran umum perubahan yang terjadi pada skenario (3). Tabel 5.8 Simulasi NPV Scheduler Skenario (3) Nama komponen Keadaan awal Keadaan setelah perubahan pertama Keadaan setelah perubahan kedua Harga Au $ 23,6/gr $ 19,431/gr $ 17,881/gr Cu $ 8.157,09/tonne $ 6715,814/tonne $ 5207,714/tonne Biaya Penjualan Au $ 3,31/gr $ 2,72/gr $ 2,5/gr Biaya Penambangan Biaya Cu $ 8,1571/tonne $ 6,7158/tonne $ 5,2077/tonne $ 1,166/tonne $ 1,2826/tonne $ 1,41/tonne SULF1 $ 2,67/tonne $ 2,67/tonne $ 2,937/tonne Pengolahan SULF2 $ 1,29/tonne $ 1,29/tonne $ 1,419/tonne Skenario (3) memiliki masukkan mula mula yaitu cebakan mineral (blok model) yang sama dengan skenario (1) dengan kadar rata rata tembaga 0,113% dan kadar ratarata emas 0,344 gram/tonne. Berikut merupakan gambar batas akhir dari pit untuk simulasi skenario (3). 99

16 Gambar 5. Ultimate Pit Skenario (3) Hasil penting lainnya dari optimasi pit s imulasi skenario (3) menggunakan NPV Scheduler : Total tonase batuan : tonne Total tonase bijih : tonne Total tonase waste : tonne Pendapatan dari penjualan Au dan Cu ( Revenue) : $ Biaya Penambangan : $ Biaya Pengolahan : $ Keuntungan bersih (Profit) : $ Perkiraan NPV : $ Analisis Hasil Ketiga Skenario Setelah mengetahui skenario (1), skenario (2), skenario (3) seperti keterangan diatas dan melihat hasil Tabel 5.9 dan Gambar 5.13 memperlihatkan penambangan skenario (2) menghasilkan tonase terbesar baik bijih maupun waste, disusul skenario (1) baik untuk bijih maupun waste, dan yang terakhir ialah skenario (3). Hal ini terjadi karena pada skenario (2) pendapatan yang didalamnya terdapat komponen harga jual produk berharga mengalami kenaikan sehingga memungkinkan untuk menjual logam berkadar lebih rendah sekaligus menambang lebih banyak batuan termasuk didalamnya bijih dan waste. 0

17 Tabel 5.9 Perbandingan Antara Total Batuan, Bijih, Waste Tiap Skenario Skenario Tonase batuan (tonne) Total bijih (tonne) Total waste (tonne) Tonne (m illion Total rock Total ore Total w as te Sk e n ar io Gambar 5.13 Perbandingan Antara Total Batuan, Bijih, Waste Yang Diperoleh Tiap Skenario Hasil keluaran model batas pit akhir berupa permukaan ultimate pit limit dari simulasi ketiga skenario (1), (2), (3) setelah dijalankan pada NPV Scheduler, terlihat bahwa skenario (1) dan (2) memiliki gambar permukaan yang relatif mirip, sementara untuk skenario (3) menghasilkan gambar permukaan ultimate pit yang berbeda dari skenario (1) dan (2). Kenaikan harga komoditas logam diikuti meningkatnya ongkos penambangan dan pengolahan yang mengakibatkan naiknya revenue ternyata hanya merubah sedikit desain akhir pit suatu tambang, akan tetapi hal tersebut tidak dialami skenario penurunan harga komoditas logam. Penurunan harga komoditas logam akan lebih berdampak terhadap perubahan pada ultimate pit. Hal ini terlihat jelas seperti pada Gambar 5.14 s/ Gambar 5.16 yaitu penurunan harga logam akan lebih berdampak terhadap ultimate pit daripada adanya kenaikan harga komoditas logam yang pada akhirnya turut mempengaruhi hasil optimasi pit. 1

18 Gambar 5.14 Ultimate Pit Skenario (1) Gambar 5.15 Ultimate Pit Skenario (2) Gambar 5.16 Ultimate Pit Skenario (3) Simulasi ketiga skenario skenario (1), (2), (3) yang turut mengubah ongkos penambangan per tonne bat uan maupun ongkos pengolahan per tonne bijih hanya terjadi untuk skenario (2) dan (3), tetapi tidak terjadi pada skenario (1). Perbedaan pemasukkan dari penjualan logam ( valuable product) untuk ketiga skenario (harga logam skenario (3) < harga logam skenar io (1) < harga logam skenario (2) mengakibatkan skenario (2) merupakan skenario yang menghasilkan pendapatan dari tambang terbesar, disusul skenario (1), dan yang menghasilkan pendapatan dari tambang terkecil yaitu skenario (3). Pendapatan bersih dari ke tiga skenario skenario (1), (2), (3) proyek tambang tersebut yaitu pemasukkan dari penjualan komoditas mineral dikurangi ongkos penambangan dan pengolahan menempatkan skenario (2) sebagai skenario dengan 2

19 laba bersih yang dihasilkan tertinggi, disusul skena rio (1), dan yang terendah menghasilkan laba bersih ialah skenario (3). Pendapatan bersih tersebut turut mempengaruhi NPV ketiga skenario. Hal ini terlihat dari NPV tertinggi yang diraih skenario (2), disusul skenario (1), dan skenario (3) sebagai skenario yang menghasilkan NPV terendah. Pada Gambar 5.17 dan Tabel 5. dibawah berikut terlihat bahwa meskipun profit skenario (1) cukup berbeda dengan skenario (3) tetapi untuk NPV baik skenario (1) maupun skenario (3) berada pada level kurang lebih sama. Hal ini dapat dijelaskan karena umur proyek tambang skenario (3) lebih singkat daripada skenario (1), sementara NPV sangat bergantung pada faktor umur/tahun yaitu NPV pada suatu proyek akan lebih besar nilainya pada umur proyek yang lebih singkat. Perubahan harga komoditas logam diikuti meningkatnya ongkos penambangan dan pengolahan di tingkat produksi yang sama pada suatu proyek tambang (seperti pada Gambar 5.17 dan Tabel 5.) dari awal tambang berdiri hingga tambang tersebut berakhir menyebabkan berubahnya skenario seperti Cost, Revenue, Profit, dan NPV. kondisi keekonomian untuk ketiga Tabel 5. Kondisi Keekonomian Untuk Ketiga Skenario Skenario Revenue ($) Total Cost ($) Profit ($) NPV ($) Gambar 5.17 Kondisi Keekonomian Untuk Ketiga Skenario 3

20 Berubahnya harga komoditas logam diikuti meningkatnya ongkos penambangan dan pengolahan yang terjadi pada ketiga skenario penambangan diatas akan sangat mempengaruhi berakhirnya umur tamb ang umur tambang dan kadar batas ratarata dari logam yang dapat ditambang. Hal ini terlihat jelas dari Gambar 5.18, dimana menurunnya harga komoditas logam akan lebih berdampak pada umur tambang. Skenario (1) dan skenario (2) menghasilkan umur tambang y ang relatif sama,78 tahun, sementara skenario (3) yang merupakan simulasi skenario disertai dengan penurunan harga logam menjadi skenario dengan umur tambang tersingkat 9,74 tahun. Semakin singkatnya umur tambang tersebut diakibatkan berkurangnya bijih yang dapat diperhitungakan menjadi cadangan yang kadarnya diatas kadar batas minimum (dapat menghasilkan keuntungan apabila ditambang) dikarenakan asumsi harga penerimaan dari penjualan logam rendah. Hasil simulasi ketiga skenario pada NPV Scheduler memper lihatkan bahwa perubahan harga komoditas logam dan ongkos produksi dapat mempengaruhi umur tambang terutama dengan adanya penurunan harga logam yang akan lebih mempengaruhi umur tambang daripada adanya kenaikan harga logam. Kenaikan harga logam (mengakibat kan naiknya revenue) akan memberikan efek semakin rendahnya kadar logam ratarata yang masih menguntungkan apabila diambil daripada adanya penurunan harga logam (mengakibatkan turunnya revenue). Tabel dan gambar berikut disajikan untuk menambah penjelasan diatas. Tabel 5.11 Umur Pushback Untuk Ketiga Skenario Skenario Umur tambang (tahun) 1,78 2,78 3 9,74 4

21 Tahun Lifetime of Mine (Tahun) Skenario Gambar 5.18 Umur Pushback Untuk Ketiga Skenario (gr/tonne) Kadar SULF1Au (gr/tonne) Skenario Gambar 5.19 Perkiraan Kadar SULF1Au Recovered (%) Skenario Kadar SULF1Cu (%) Kadar SULF2Cu (%) Gambar 5.20 Perkiraan Kadar SULF1/SULF2Cu Recovered 5

22 Pada Tabel 5. dibawah ini akan ditampilkan tabulasi dari hasil ketiga skenario : Tabel 5. Tabulasi ketiga skenario (estimasi) Nama komponen Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Tonase Batuan (tonne) mulamula Bijih (tonne) Waste (tonne) Tonase Batuan (tonne) setelah optimasi Bijih (tonne) Pit (LG method) Waste (tonne) SR 0,33 0,36 0,34 Umur pushback tambang (tahun),78,78 9,75 Studi Revenue ($) Keekonomian Cost ($) Perolehan Profit ($) NPV ($) SULF1Au (gr/tonne) 0,402 0,389 0,427 kadar SULF1Cu (%) 0,162 0,153 0,178 SULF2Cu (%) 0,086 0,083 0,3 5.3 Analisis Hasil Simulasi NPV Scheduler Vs Program Sederhana Gambaran simulasi dan hasil baik itu simulasi NPV Scheduler yang dijalankan dengan teknik optimasi Lerchs Grossman terhadap ketiga sk enario skenario (1), (2), (3) serta hasil simulasi program sederhana dengan teknik optimasi Lerchs Grossman terhadap lima skenario skenario (1), (2), (3), (4), (5) yaitu sbb Simulasi Kenaikan Revenue (Harga Komoditas Logam) Disertai Kenaikan Ongkos Produksi Menggunakan Program Sederhana 6

23 Skenario (1) x 3 x x 4 x x x x x x x x x x x x 7 x x x x x x 8 x x x x x x x Skenario (3) x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x 3 x x 4 x x x Skenario (2) x x x x x x x x x 7 x x x x x x 8 x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x 1 2 x x 3 x x x x 4 x x x x x x 5 x x x x x x x x 6 x x x x x 7 x x x x x x 8 x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x Catatan Blok bijih : blok berwarna kuning bertanda positif Blok waste : blok berwarna abuabu bertanda negatif Blok yang disilang (crossed) :batas maksimum pit yang mungkin terbentuk. Semua satuan dalam ($x00) Gambar 5.21 Ultimate Pit Simulasi Kenaikan Net Revenue (Program Sederhana) 7

24 Hasil simulasi kenaikan net revenue (harga komoditas logam) menggunakan program sederhana dengan metoda optimasi Lerchs Grossman menunjukkan bahwa kenaikan net revenue tidak berpengaruh terhadap ben tuk desain akhir pit ( ultimate pit). Hasil yang hampir sama terjadi pada bentuk pit optimal simulasi kenaikan revenue NPV Scheduler. Tabel 5.13 Kondisi Keekonomian Simulasi Kenaikan Revenue Skenario Jumlah bijih Jumlah waste Profit ($) Perkiraan umur tambang skenario1=skenario2=skenario 3 Keuntungan bersih ( net profit) yang didapat dari simulasi program sederhana untuk skenario (1), skenario (2), dan skenario (3) yaitu kenaikan. Hasil Tabel 5.13 ini mengindikasikan semakin besar kenaikan revenue akan lebih berdampak terhadap profit. Umur tambang yang didapat dari menjalankan program sederhana dipastikan sama, baik untuk skenario (1), skenario (2), dan skenario (3) karena jumlah bijih dan waste hasil optimasi sama. Hasil ini seolah menunjukkan adanya k ecenderungan umur tambang yang relatif stabil meskipun terjadi kenaikan revenue (harga komoditas logam), hal yang sama terjadi pada simulasi kenaikan revenue NPV Scheduler Simulasi Penurunan Revenue ( Harga Komoditas Logam) Disertai Kenaikan Ongkos Produksi Menggunakan Program Sederhana 8

25 Skenario (1) x 3 x x 4 x x x x x x x x x x x x 7 x x x x x x 8 x x x x x x x Skenario (5) x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x 3 x x 4 x x x Skenario (4) x x x x x x x x x 7 x x x x x x 8 x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x 3 x x x x 4 x x x x x x 5 x x x x x x x x 6 x x x x x 7 x x x x x x 8 x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x Catatan Blok bijih : blok berwarna kuning bertanda positif Blok waste : blok berwarna abuabu bertanda negatif Blok yang disilang (crossed) :batas maksimum pit yang mungkin terbentuk. Semua satuan dalam ($x00) Gambar 5.22 Ultimate Pit Simulasi Penurunan Net Revenue (Program Sederhana) 9

26 Hasil simulasi pada Gambar 5.24 memperlihatkan keadaan turunnya net revenue (turunnya harga komoditas logam) akan lebih berdampak pada batas akhir pit (lebih sensitifnya perubahan pada batas akhir pit) daripa da adanya kondisi kenaikan net revenue. Hasil ini sama seperti simulasi penurunan revenue NPV Scheduler yaitu perubahan bentuk pit lebih terlihat daripada adanya simulasi kenaikan revenue. Tabel 5.14 Kondisi Keekonomian Simulasi Penurunan Revenue Skenario Jumlah bijih Jumlah waste Profit ($) Perkiraan umur tambang : skenario5<skenario4<skenario1 Keuntungan bersih yang didapat dari simulasi program sederhana untuk simulasi penurunan Hasil Tabel 5.14 ini memberi gambaran bagaimana pengaruh penurunan revenue (harga komoditas logam) terhadap profit. Umur tambang yang didapat dari menjalankan program sederhana ialah skenario (1) < skenario (4) < skenario (5). Hal ini dapat dilihat dari jumlah bijih dan waste hasil optimasi. Informasi yang didapat ialah bahwa p enurunan revenue (harga komoditas logam) akan sangat memberi pengaruh pada umur tambang, hal yang sama terjadi pada simulasi penurunan revenue menggunakan NPV Scheduler Simulasi Perubahan Revenue Lerchs Grossman Vs Floating Cone Tabel 5.15 Lerchs Grossman Vs Floating Cone Pada Tabel 5.15 optimasi menggunakan teknik Lerchs Grossman vs Floating Cone menunjukkan perbedaan keduanya terdapat pada desain pit skenario (4) penurunan revenue yang menunjukkan Lerchs Grossman menghasilkan pit yang sedikit lebih sensitif dengan profit sama, meskipun ketika revenue kembali diturunkan keduanya kembali sama.

27 Lerchs Grossman : Floating Cone : Skenario 1 Skenario 2 Gambar 5.23 Simulasi Perubahan Revenue : Lerchs Grossman Vs Floating Cone

28 Lerchs Grossman : Floating Cone : Skenario 3 Skenario 4 Gambar 5.24 Simulasi Perubahan Revenue : Lerchs Grossman Vs Floating Cone

29 Lerchs Grossman : Floating Cone : Skenario 5 Gambar 5.25 Simulasi Perubahan Revenue : Lerchs Grossman Vs Floating Cone

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA Penentuan pit optimal dalam simulasi perencanaan tambang Bab 3 berikut akan dibantu software NPV Scheduler dan datamine studio dengan tujuan akhir yaitu mendapatkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya mineral yang ada di alam merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui kembali (non-renewable), dengan kata lain industri pertambangan selalu

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI OPTIMASI PIT MENGGUNAKAN PROGRAM FORTRAN

BAB IV SIMULASI OPTIMASI PIT MENGGUNAKAN PROGRAM FORTRAN BAB IV SIMULASI OPTIMASI PIT MENGGUNAKAN PROGRAM FORTRAN Penentuan batas terluar pit ( ultimate pit) merupakan faktor penting dalam perencanaan tambang, dan ketepatan dalam menentukan ultimate pit akan

Lebih terperinci

2-D Dynamic Programming atau PIT LIMIT DESIGN

2-D Dynamic Programming atau PIT LIMIT DESIGN 2-D Dynamic Programming atau metode Lerchs-Grossmann PIT LIMIT DESIGN Data yang digunakan adalah data teknoekonomik (termasuk sudut lereng) dengan metode blok bijih Istilah perancangan tambang (Adisoma,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pendahuluan

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pendahuluan BAB II DASAR TEORI 2.1 Pendahuluan Optimasi merupakan proses menjadikan sesuatu keluaran lebih efektif/lebih sempurna dengan melakukan penyesuaian pada masukkan. Jika optimasi itu merupakan proses, maka

Lebih terperinci

Perencanaan Produksi Tambang Terbuka Pada Bijih Menggunakan Optimasi Pit

Perencanaan Produksi Tambang Terbuka Pada Bijih Menggunakan Optimasi Pit Perencanaan Produksi Tambang Terbuka Pada Bijih Menggunakan Optimasi Pit TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan tahap Sarjana S-1 Di Program Studi Teknik Pertambangan Institut

Lebih terperinci

DEFINISI RUMUS - APLIKASI NISBAH KUPAS COG BECOG - ICOG

DEFINISI RUMUS - APLIKASI NISBAH KUPAS COG BECOG - ICOG DEFINISI RUMUS - APLIKASI NISBAH KUPAS COG BECOG - ICOG CUTOFF GRADE, CUT-OFF GRADE (KADAR BATAS) STRIPPING RATIO (NISBAH KUPAS) KADAR EKIVALEN BREAK EVEN CUTOFF GRADE (BECOG) INTERNAL CUTOFF GRADE (ICOG)

Lebih terperinci

Metode Perhitungan Cadangan. Konsep Dasar

Metode Perhitungan Cadangan. Konsep Dasar Metode Perhitungan Cadangan Konsep Dasar Konversi Unit 1 inch = 2,54 cm 1 karat = 200 mgram 1 m = 3,281 feet 1 mile = 1.609 km 1 ha = 10.000 m 2 1 acre = 0,404686 ha 1 cc = 0,061 cinch 1 kg = 2,2046 pound

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia pada batuan ultramafik. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang penting dilakukan oleh suatu perusahaan, karena untuk

BAB I PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang penting dilakukan oleh suatu perusahaan, karena untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pertambangan memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu dimulai dari tahapan eksplorasi, kajian kelayakan, pengembangan dan perencanaan tambang, penambangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di sektor pertambangan batubara dengan skala menengah - besar.

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di sektor pertambangan batubara dengan skala menengah - besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Milagro Indonesia Mining adalah salah satu perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan batubara dengan skala menengah - besar. Lokasi penelitian secara administratif

Lebih terperinci

1. PERANCANGAN PIT DAN PUSHBACK

1. PERANCANGAN PIT DAN PUSHBACK 1. PERANCANGAN PIT DAN PUSHBACK 1.1 PENGANTAR 1. Pembahasan akan ditekankan pada perancangan geometri yang dapat ditambang dengan masukan dari geometri pit yang dihasilkan oleh program floating cone. 2.

Lebih terperinci

Artikel Pendidikan 23

Artikel Pendidikan 23 Artikel Pendidikan 23 RANCANGAN DESAIN TAMBANG BATUBARA DI PT. BUMI BARA KENCANA DI DESA MASAHA KEC. KAPUAS HULU KAB. KAPUAS KALIMANTAN TENGAH Oleh : Alpiana Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Mataram

Lebih terperinci

BAB IX EVALUASI FINANSIAL

BAB IX EVALUASI FINANSIAL BAB IX EVALUASI FINANSIAL 9.1. PENDAHULUAN 1) Tujuan dari suatu usaha bisnis dalam ekonomi pasar bebas adalah memberikan pengembalian finansial (financial return) kepada para pemilk usaha, konsisten dengan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Klasifikasi Sumberdaya Dan Cadangan Batubara Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah menetapkan pembakuan mengenai Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan SNI No. 13-6011-1999.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay BAB V PEMBAHASAN 5.1 Penyusunan Basis Data Assay Basis data Assay dan data informasi geologi adalah data data dasar di dalam proses permodelan dan estimasi sumberdaya bijih. Prosedur awal setelah data

Lebih terperinci

PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT

PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT Oleh Eddy Winarno; Wawong Dwi Ratminah Program Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta Abstrak Optimalisasi Keberhasilanan Penambangan Terbuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi. Perkembangan dan peningkatan teknologi cukup besar, baik dalam

Lebih terperinci

Tambang Terbuka (013)

Tambang Terbuka (013) Tambang Terbuka (013) Abdullah 13.31.1.350 Fakultas Teknik Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Pejuang Republik Indonesia Makassar 2013 Pendahuluan Aturan utama dari eksploitasi tambang adalah memilih

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Penentuan dan Pemilihan Pit Potensial Penentuan dan pemilihan pit potensial merupakan langkah awal dalam melakukan evaluasi cadangan batubara. Penentuan pit potensial ini diperlukan

Lebih terperinci

Prodi Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung Jl. Tamansari No. 1 Bandung

Prodi Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung Jl. Tamansari No. 1 Bandung Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Penjadwalan Tambang (Mine Scheduling) untuk Mencapai Target Produksi Batubara 25.000 Ton/Bulan di PT Milagro Indonesia Mining Desa Bukit Merdeka Kecamatan

Lebih terperinci

Aplikasi Teknologi Informasi Untuk Perencanaan Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Aplikasi Teknologi Informasi Untuk Perencanaan Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Aplikasi Teknologi Informasi Untuk Perencanaan Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta R. Andy Erwin Wijaya 1, Dianto Isnawan 2 1 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Investasi di bidang pertambangan memerlukan jumlah dana yang sangat besar. Agar investasi yang akan dikeluarkan tersebut menguntungkan, maka komoditas endapan bahan

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PERHITUNGAN

BAB IV DATA DAN PERHITUNGAN BAB IV DATA DAN PERHITUNGAN 4.1. Data Situasi Lapangan Pada kegiatan penambangan material lapisan batuan penutup, prioritas pekerjaan berada pada daerah utara pit Tanah Putih (lihat Gambar 4.1). N LP 1

Lebih terperinci

DESAIN TAMBANG PERTEMUAN KE-3

DESAIN TAMBANG PERTEMUAN KE-3 DESAIN TAMBANG PERTEMUAN KE-3 Penambangan dengan sistem tambang terbuka menyebabkan adanya perubahan rona/bentuk dari suatu daerah yang akan ditambang menjadi sebuah front penambangan Setelah penambangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi di bidang pertambangan memerlukan jumlah dana yang sangat besar agar investasi yang akan dikeluarkan tersebut menguntungkan. Komoditas endapan mineral yang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan 5.2 Perancangan Tambang Perancangan Batas Awal Penambangan

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan 5.2 Perancangan Tambang Perancangan Batas Awal Penambangan BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan Pemilihan metode penambangan Block Cut Open Pit Mining dikarenakan seam batubara mempunyai kemiringan yang cukup signifikan yaitu sebesar 10-15 sehingga batas akhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan yang baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik dari segi materi maupun waktu. Maka dari

Lebih terperinci

BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan 4.2 Perancangan Tambang

BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan 4.2 Perancangan Tambang BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan Cadangan Batubara yang terdapat dalam daerah penambangan Sangasanga mempunyai kemiringan umum sekitar 10-15 dan dengan cropline yang berada di sisi barat daerah

Lebih terperinci

PERANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN BATUBARA UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BULANAN (Studi Kasus: Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur)

PERANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN BATUBARA UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BULANAN (Studi Kasus: Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur) PERANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN BATUBARA UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BULANAN (Studi Kasus: Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur) Dadang Aryanda*, Muhammad Ramli*, H. Djamaluddin* *)

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK 98 BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan analisis terhadap lereng, pada kondisi MAT yang sama, nilai FK cenderung menurun seiring dengan semakin dalam dan terjalnya lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tailing yang dihasilkan dari industri pertambangan menjadi perdebatan karena volume

BAB 1 PENDAHULUAN. Tailing yang dihasilkan dari industri pertambangan menjadi perdebatan karena volume BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambangan adalah industri ekstraktif yang mengambil mineral berharga dari batuan bijih kemudian diolah untuk menghasilkan produk konsentrat, suatu produk yang ekonomis

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Tambang (Mine Plan) Ada berbagai macam perencanaan antara lain : a. Perencanaan jangka panjang, yaitu suatu perencanaan kegiatan yang jangka waktunya lebih dari 5

Lebih terperinci

Jurnal Cartenz, Vol.4, No. 6, Desember 2013 ISSN

Jurnal Cartenz, Vol.4, No. 6, Desember 2013 ISSN PERMODELAN KEMAJUAN TAMBANG BATU GAMPING MENGGUNAKAN APLIKASI SURPAC 6.1.2 Studi Kasus : Kegiatan Penambangan Batu Gamping Distrik Arso 1 Kabupaten Keerom Oleh, Bevie Marcho Nahumury Dosen Teknik Pertambangan,

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA Data yang digunakan merupakan data dari PT. XYZ, berupa peta topografi dan data pemboran 86 titik. Dari data tersebut dilakukan pengolahan sebagai berikut : 4.1 Analisis Statistik

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Perancangan Desain Pit Tambang Bijih Besi di PT. Juya Aceh Mining di Desa Ie Mierah dan Alue Dawah, Kecamatan Bahbarot, Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan yang baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik dari segi materi maupun waktu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan modal yang maksimal. Kebutuhan modal yang maksimal. menyebabkan perusahaan tambang berusaha agar kegiatan penambangan

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan modal yang maksimal. Kebutuhan modal yang maksimal. menyebabkan perusahaan tambang berusaha agar kegiatan penambangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang pertambangan merupakan salah satu bidang usaha yang membutuhkan modal yang maksimal. Kebutuhan modal yang maksimal menyebabkan perusahaan tambang berusaha agar

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kajian Geoteknik Analisis kemantapan lereng keseluruhan bertujuan untuk menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada sudut dan tinggi tertentu. Hasil dari analisis

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Analisis Investasi Tambang Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan endapan bahan galian yang meliputi

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAJUAN PENAMBANGAN BATUBARA MENGGUNAKAN SOFTWARE DAN PRISMOIDAL DI KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS KEMAJUAN PENAMBANGAN BATUBARA MENGGUNAKAN SOFTWARE DAN PRISMOIDAL DI KALIMANTAN TIMUR ANALISIS KEMAJUAN PENAMBANGAN BATUBARA MENGGUNAKAN SOFTWARE DAN PRISMOIDAL DI KALIMANTAN TIMUR Arifuddin Ramli 1, Sri Widodo 2 *, Arif Nurwaskito 1 1. Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Muslim Indonesia

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Cadangan, Perancangan dan Geometri Penambangan.

ABSTRAK. Kata Kunci : Cadangan, Perancangan dan Geometri Penambangan. RANCANGAN TAHAPAN (PUSHBACK) PENAMBANGAN ENDAPAN BIJIH NIKEL PADA PT. HENGJAYA MINERALINDO (HM) KECAMATAN BUNGKU PESISIR KABUPATEN MOROWALI PROVINSI SULAWESI TENGAH Sahrul 1, Musnajam 1, Asnun 2 Teknik

Lebih terperinci

[TAMBANG TERBUKA ] February 28, Tambang Terbuka

[TAMBANG TERBUKA ] February 28, Tambang Terbuka Tambang Terbuka I. Pengertian Tambang Terbuka Tambang Terbuka (open pit mine) adalah bukaan yang dibuat dipermukaan tanah, betujuan untuk mengambil bijih dan akan dibiarkan tetap terbuka (tidak ditimbun

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Pemanfaatan bahan galian sebagai sumber

Lebih terperinci

TERHADAP RANCANGAN PUSH BACK

TERHADAP RANCANGAN PUSH BACK PENGARUH LOSSES TERHADAP RANCANGAN PUSH BACK 3 BULAN DI FRONT SUWOTA SITE TANJUNGBULI PT. ANEKA TAMBANG UBP NIKEL MALUKU UTARA KABUPATEN HALMAHERA TIMUR PROVINSI MALUKU UTARA Oleh : Recky Fernando L. Tobing

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Perancangan (Design) Pit Ef Pada Penambangan Batubara di PT Milagro Indonesia Mining Desa Sungai Merdeka, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK PENELITIAN

BAB 3 OBJEK PENELITIAN BAB 3 OBJEK PENELITIAN 3.1 Sejarah Pertambangan di Indonesia Pertambangan di Indonesia sudah ada dari zaman kesultanan, raja hindu, dan budha di Indonesia di masa lampau. Namun sejarah pencatatan akuntansi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan di Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan

Lebih terperinci

Penentuan Pit Limit Penambangan Batubara Dengan Metode Lerchs-Grossmann Menggunakan 3DMine Software

Penentuan Pit Limit Penambangan Batubara Dengan Metode Lerchs-Grossmann Menggunakan 3DMine Software KURVATEK Vol.1. No. 2, November 2016, pp. 67-72 ISSN: 2477-7870 67 Penentuan Pit Limit Penambangan Batubara Dengan Metode Lerchs-Grossmann Menggunakan 3DMine Software Hidayatullah Sidiq 1,a, Idra Pusvito

Lebih terperinci

Berdasarkan hasil penyelidikan awal, pit Batu Hijau berpotensi dikembangkan ke fase 7

Berdasarkan hasil penyelidikan awal, pit Batu Hijau berpotensi dikembangkan ke fase 7 Oleh: Ignasius Laya Berdasarkan hasil penyelidikan awal, pit Batu Hijau berpotensi dikembangkan ke fase 7 JAKARTA. PT Newmont Nusa Tenggara, anak usaha Newmont Mining Corporation, salah satu dari lima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini tentu akan meningkatkan resiko dari industri pertambangan.

BAB I PENDAHULUAN. ini tentu akan meningkatkan resiko dari industri pertambangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang membutuhkan investasi besar, teknologi yang memadai serta beresiko tinggi terutama pada tahap eksplorasi. Untuk

Lebih terperinci

PERENCANAAN TAMBANG (MINE PLANNING)

PERENCANAAN TAMBANG (MINE PLANNING) PERENCANAAN TAMBANG (MINE PLANNING) PERENCANAAN TAMBANG MERUPAKAN BAGIAN DARI TAHAPAN PERTAMBANGAN, (MULAI DR PROSPEKSI S.D PEMASARAN BHN GALIAN). TUJUAN MINE PLANNING AGAR KEGIATAN MINING (TAMKA, TBT,

Lebih terperinci

KCMI ( Kode Cadangan Mineral Indonesia )

KCMI ( Kode Cadangan Mineral Indonesia ) KCMI ( Kode Cadangan Mineral Indonesia ) Perkembangan dunia menuntut adanya transparansi, standarisasi dan accountability termasuk di dalam dunia eksplorasi dan pertambangan mineral dan batubara di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengertian Batubara Batubara adalah akumulasi material organik yang berasal dari sisasisa tumbuhan yang telah melalui proses kompaksi, ubahan kimia dan proses metamorfosis oleh

Lebih terperinci

SISTEM TAMBANG TERBUKA

SISTEM TAMBANG TERBUKA SISTEM TAMBANG TERBUKA A. JENIS-JENIS METODE PENAMBANGAN Secara garis besar metode penambangan dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu : 1) Tambang terbuka (surface mining). 2) Tambang dalam/tambang bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhitungan cadangan merupakan sebuah langkah kuantifikasi terhadap suatu sumberdaya alam. Perhitungan dilakukan dengan berbagai prosedur/metode yang didasarkan pada

Lebih terperinci

Kestabilan Geometri Lereng Bukaan Tambang Batubara di PT. Pasifik Global Utama Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan

Kestabilan Geometri Lereng Bukaan Tambang Batubara di PT. Pasifik Global Utama Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Kestabilan Geometri Lereng Bukaan Tambang Batubara di PT. Pasifik Global Utama Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan 1 Zulkifli Yadi 1 Prodi Pertambangan,

Lebih terperinci

BAB I I. PENDAHULUAN. a. Extraction, meliputi Drilling, Blasting, Loading, Hauling dan Dumping. b. Refining, Crushing, Milling dan Processing

BAB I I. PENDAHULUAN. a. Extraction, meliputi Drilling, Blasting, Loading, Hauling dan Dumping. b. Refining, Crushing, Milling dan Processing BAB I I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perusahaan kontraktor tambang International memiliki target produksi yang sangatlah besar. Seluruh kegiatan perusahaan difokuskan terutama pada kegiatan penambangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan terbuka di Kalimantan Timur Indonesia yang resmi berdiri pada tanggal 5 April

Lebih terperinci

KONSEP PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KONSERVASI BAHAN GALIAN

KONSEP PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KONSERVASI BAHAN GALIAN KONSEP PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KONSERVASI BAHAN GALIAN Oleh Teuku Ishlah dan Mangara P.Pohan Subdit Konservasi Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral Pendahuluan

Lebih terperinci

BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA ( ) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI

BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA ( ) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA (12 02 0034) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI Proses terjadinya cebakan bahan galian bijih besi berhubungan erat dengan adanya peristiwa tektonik pra-mineralisasi.

Lebih terperinci

TEMPAT PENIMBUNAN STOCK PILE AND WASTE DUMP

TEMPAT PENIMBUNAN STOCK PILE AND WASTE DUMP TEMPAT PENIMBUNAN STOCK PILE AND WASTE DUMP Jenis tempat penimbunan STOCK PILE AND WASTE DUMP TEMPAT PENIMBUNAN 1. WASTE DUMP LOKASI PEMBUANGAN OVERBURDEN ATAU MATERIAL KADAR RENDAH DAN ATAU MATERIAL BUKAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

PEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM INVENTORI UNTUK MENDAPATKAN ALTERNATIF DESAIN PERGUDANGAN (STUDI KASUS DI PT. PETROKIMIA GRESIK)

PEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM INVENTORI UNTUK MENDAPATKAN ALTERNATIF DESAIN PERGUDANGAN (STUDI KASUS DI PT. PETROKIMIA GRESIK) TM. 091486 - Manufaktur TUGAS AKHIR PEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM INVENTORI UNTUK MENDAPATKAN ALTERNATIF DESAIN PERGUDANGAN (STUDI KASUS DI PT. PETROKIMIA GRESIK) Cipto Adi Pringgodigdo 2104.100.026 Dosen

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB vi vii ix xi xiii I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang.... 1 1.2 Perumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

KEASLIAN KARYA ILMIAH...

KEASLIAN KARYA ILMIAH... HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERUNTUKAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vi RINGKASAN... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Genesa Batubara Dua tahap penting yang dapat di bedakan untuk mempelajari genesa batubara adalah gambut dan batubara. Dua tahap ini merupakan hasil dari suatu proses yang berurutan

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Evaluasi Sensitivitas Harga Batubara terhadap Pemilihan Stripping RatioEkonomis Serta Biaya Penambangan Batubara di PTPutra Hulu Lematang,Kabupaten Lahat,

Lebih terperinci

Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai

Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai sedang-tinggi Bijih dan batuan samping cukup kuat,

Lebih terperinci

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016 Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. Nomor. 2 Periode: Sept. 205 Feb. 206 KAJIAN TEKNIS PRODUKSI ALAT GALI-MUAT DAN ALAT ANGKUT PADA PENGUPASAN OVERBURDEN DI TAMBANG BATUBARA PT. RIAN PRATAMA MANDIRI

Lebih terperinci

BAB IV PENYUSUNAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENYUSUNAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENYUSUNAN DAN PENGOLAHAN DATA Dalam studi penelitian Permodelan dan Estimasi Sumberdaya Nikel Laterit di Pulau Gee, Halmahera Timur Propinsi Maluku Utara ini data awal yang digunakan berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlimpah. Didalamnya terkandung kekayaan migas dan non-migas.

BAB I PENDAHULUAN. yang berlimpah. Didalamnya terkandung kekayaan migas dan non-migas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang memliki sumber daya alam yang berlimpah. Didalamnya terkandung kekayaan migas dan non-migas. Sumberdaya non-migas sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan industri pertambangan batu andesit penting sekali di sektor konstruksi,

BAB I PENDAHULUAN. Peranan industri pertambangan batu andesit penting sekali di sektor konstruksi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk yang semakin pesat berdampak pada pembangunan. Peranan industri pertambangan batu andesit penting sekali di sektor konstruksi, terutama dalam pembangunan

Lebih terperinci

Perencanaan Produksi dan Pentahapan Pengupasan Lapisan Penutup pada Bulan Maret - Desember 2015 di PT Cipta Kridatama Site Cakra Bumi Pertiwi

Perencanaan Produksi dan Pentahapan Pengupasan Lapisan Penutup pada Bulan Maret - Desember 2015 di PT Cipta Kridatama Site Cakra Bumi Pertiwi Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Perencanaan Produksi dan Pentahapan Pengupasan Lapisan Penutup pada Bulan Maret - Desember 2015 di PT Cipta Kridatama Site Cakra Bumi Pertiwi 1 Lusitania 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk. membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa

BAB I PENDAHULUAN. PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk. membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERENCANAAN TAMBANG 3.1 PENGERTIAN

KONSEP DASAR PERENCANAAN TAMBANG 3.1 PENGERTIAN KONSEP DASAR PERENCANAAN TAMBANG 3.1 PENGERTIAN Perencanaan adalah penentuan persyaratan dalan mencapai sasaran,kegiatan serta urutan teknik pelaksanaan berbagai macam kegiatan untuk mencapai suatu tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil tambang baik mineral maupun batubara merupakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Hasil tambang baik mineral maupun batubara merupakan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil tambang baik mineral maupun batubara merupakan sumber daya alam yang tidak terbaharukan (non renewable) yang dikuasai negara, oleh karena itu pengelolaannya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan dengan penambangan bawah tanah yang meliputi kegiatan berupa

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan dengan penambangan bawah tanah yang meliputi kegiatan berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penambangan emas di PT Cibaliung Sumberdaya (PT CSD) dilakukan dengan penambangan bawah tanah yang meliputi kegiatan berupa pemberaian, pemuatan, dan pengangkutan

Lebih terperinci

Draft Bahan Kuliah Perencanaan dan permodelan Tambang

Draft Bahan Kuliah Perencanaan dan permodelan Tambang Draft Bahan Kuliah Perencanaan dan permodelan Tambang Versi : 00.2008 Oleh : NURHAKIM, ST, MT PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2008 PRAKATA Alhamdulillah, La haula

Lebih terperinci

KONSEP BIAYA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

KONSEP BIAYA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSEP BIAYA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN A. Jenis Biaya yang Perlu Diketahui Oleh Decision Maker 1. Biaya Eksplisit (Explisiy Cost) Biaya yang dikeluarkan guna mendapatkan input yang dibutuhkan dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang di D.I. Yogyakarta pada

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang di D.I. Yogyakarta pada BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota wisata di Indonesia. Permintaan akan fasilitas yang memadai seperti tempat tinggal sementara atau hotel untuk para wisatawan

Lebih terperinci

Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST. Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah

Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST. Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah Ditinjau dari sistem penyanggaannya, maka metode penambangan bawah tanah (Underground mining)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Nusa Tenggara Barat, mulai berproduksi pada tahun 2000 dan masih

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Nusa Tenggara Barat, mulai berproduksi pada tahun 2000 dan masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penambangan PT. Newmont Nusa Tenggara di Batu Hijau, Propinsi Nusa Tenggara Barat, mulai berproduksi pada tahun 2000 dan masih berlangsung hingga saat ini.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. Tempat Pengambilan sampel harga pokok produksi kopi luwak dilakukan di usaha agroindustri

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN ANTARA METODE POLIGON DAN INVERSE DISTANCE PADA PERHITUNGAN CADANGAN Ni PT. CIPTA MANDIRI PUTRA PERKASA KABUPATEN MOROWALI

STUDI PERBANDINGAN ANTARA METODE POLIGON DAN INVERSE DISTANCE PADA PERHITUNGAN CADANGAN Ni PT. CIPTA MANDIRI PUTRA PERKASA KABUPATEN MOROWALI STUDI PERBANDINGAN ANTARA METODE POLIGON DAN INVERSE DISTANCE PADA PERHITUNGAN CADANGAN Ni PT. CIPTA MANDIRI PUTRA PERKASA KABUPATEN MOROWALI Sri Widodo 1, Anshariah 2, Fajar Astaman Masulili 2 1. P ro

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Korelasi Laju Penembusan antara Dispatch dan Aktual. Tabel 5.1 Korelasi Laju Penembusan antara data Dispatch dan data Aktual

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Korelasi Laju Penembusan antara Dispatch dan Aktual. Tabel 5.1 Korelasi Laju Penembusan antara data Dispatch dan data Aktual BAB V PEMBAHASAN 5.1 Korelasi Laju Penembusan antara Dispatch dan Aktual Dalam pengambilan data laju penembusan di lapangan diperoleh adanya perbedaan hasil pencatatan antara Dispatch dan aktual. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Aneka Tambang Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor (PT Antam Tbk. UBPE Pongkor) merupakan perusahaan pertambangan yang memiliki beberapa unit bisnis dan anak

Lebih terperinci

RENCANA TEKNIS PENIMBUNAN MINE OUT PIT C PADA TAMBANG BATUBARA DI PT. AMAN TOEBILLAH PUTRA SITE LAHAT SUMATERA SELATAN

RENCANA TEKNIS PENIMBUNAN MINE OUT PIT C PADA TAMBANG BATUBARA DI PT. AMAN TOEBILLAH PUTRA SITE LAHAT SUMATERA SELATAN RENCANA TEKNIS PENIMBUNAN MINE OUT PIT C PADA TAMBANG BATUBARA DI PT. AMAN TOEBILLAH PUTRA SITE LAHAT SUMATERA SELATAN PLANNING TECHNIC MINE OUT DUMP PIT C IN COAL MINE AT PT. AMAN TOEBILLAH PUTRA SITE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Harga komoditi untuk mineral-mineral saat ini telah mendekati rekor harga tertingginya, seperti Logam-logam industri (bijih besi, tembaga, alumunium, timbal, nikel

Lebih terperinci

SOLUSI TAMBANG INDONESIA. Pro l Perusahaan PT. SOLUSI TAMBANG INDONESIA

SOLUSI TAMBANG INDONESIA. Pro l Perusahaan PT. SOLUSI TAMBANG INDONESIA SOLUSI TAMBANG INDONESIA Pro l Perusahaan PT. SOLUSI TAMBANG INDONESIA NPWP: 03.329.329.1-444.000 SIUP: 00753/10-12/PK/VII/2014 ABOUT PT. SOLUSI TAMBANG INDONESIA SOLUSI TAMBANG INDONESIA Solusi Tambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan atau sasaran kegiatan serta urutan

BAB I PENDAHULUAN. yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan atau sasaran kegiatan serta urutan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rancangan adalah penentuan persyaratan, spesifikasi dan kriteria teknik yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan atau sasaran kegiatan serta urutan teknis pelaksanaannya

Lebih terperinci

POTENSI DAN PEMANFAATAN BATUGAMPING DI PT. SUGIH ALAMNUGROHO KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

POTENSI DAN PEMANFAATAN BATUGAMPING DI PT. SUGIH ALAMNUGROHO KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA POTENSI DAN PEMANFAATAN BATUGAMPING DI PT. SUGIH ALAMNUGROHO KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh MHD MULTAZAM Program Studi Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta No Hp 085233739329

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Potensi ketidakstabilan yang terjadi pada batuan di sekitar lubang bukaan tambang bawah tanah biasanya akan selalu membutuhkan penanganan khusus terutama atas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii DAFTAR ISI RINGKASAN... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

PERANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN BATUGAMPING UNTUK KEBUTUHAN PABRIK SEMEN DI PT. SINAR TAMBANG ARTHALESTARI KABUPATEN BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH

PERANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN BATUGAMPING UNTUK KEBUTUHAN PABRIK SEMEN DI PT. SINAR TAMBANG ARTHALESTARI KABUPATEN BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN BATUGAMPING UNTUK KEBUTUHAN PABRIK SEMEN DI PT. SINAR TAMBANG ARTHALESTARI KABUPATEN BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH SKRIPSI Oleh ZULKARNAEN 112090144 PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

SARI ABSTRACT PENDAHULUAN

SARI ABSTRACT PENDAHULUAN ESTIMASI SUMBERDAYA NIKEL LATERIT DENGAN METODE INVERSE DISTANCE WEIGHTING (IDW) PADA PT. VALE INDONESIA, Tbk. KECAMATAN NUHA PROVINSI SULAWESI SELATAN Rima Mustika 1, Sri Widodo 2, Nurliah Jafar 1 1.

Lebih terperinci

RANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN BATUBARA DI BLOK SELATAN PT. DIZAMATRA POWERINDO LAHAT SUMATERA SELATAN

RANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN BATUBARA DI BLOK SELATAN PT. DIZAMATRA POWERINDO LAHAT SUMATERA SELATAN RANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN BATUBARA DI BLOK SELATAN PT. DIZAMATRA POWERINDO LAHAT SUMATERA SELATAN TECHNICAL DESIGN OF COAL MINING AT SOUTH BLOCK PT. DIZAMATRA POWERINDO LAHAT SOUTH SUMATERA Dedi Saputra

Lebih terperinci

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN RISWAN 1, UYU SAISMANA 2 1,2 Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meilani Magdalena/

BAB I PENDAHULUAN. Meilani Magdalena/ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem porfiri merupakan suatu endapan hipotermal yang dicirikan oleh stockwork yang tersebar (disseminated) dalam massa batuan yang besar yang berhubungan

Lebih terperinci