BAB I PENDAHULUAN. Hasil tambang baik mineral maupun batubara merupakan sumber

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Hasil tambang baik mineral maupun batubara merupakan sumber"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil tambang baik mineral maupun batubara merupakan sumber daya alam yang tidak terbaharukan (non renewable) yang dikuasai negara, oleh karena itu pengelolaannya harus memberi manfaat berupa peningkatan nilai tambah bagi perekonomian nasional guna mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Mineral dan batubara harus dimanfaatkan sebesarbesarnya untuk rakyat yang diwujudkan melalui peningkatan nilai tambah bagi perekonomian nasional dengan cara mendirikan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri. Untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat maka pengelolaan pertambangan mineral dan batubara berazaskan manfaat, keadilan dan keseimbangan, serta keberpihakan kepada kepentingan bangsa. Untuk mewujutkan cita-cita tersebut, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat telah menerbitkan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menggantikan UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dimana salah satunya mengamanatkan wajib dilakukan peningkatkan nilai tambah mineral dan batubara melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri selambat-

2 2 lambatnya 5 (lima) tahun sejak UU No 4/2009 diundangkan, sesuai dengan pasal-pasal berikut ini: 1. Pasal 103 ayat 1 Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan didalam negeri. 2. Pasal 170 Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambatlambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Hasil pertambangan yang dilakukan di Indonesia sebelum jatuh temponya kewajiban melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri kebanyakan di ekspor ke luar negeri dalam bentuk yang bervariasi seperti penjualan ekspor dalam bentuk bijih (bijih bauksit, bijih besi, nikel), dalam bentuk konsentrat dan logam (emas, tembaga). Kondisi pengolahan dan pemurnian mineral saat ini sebagai berikut: a. Beberapa komoditas mineral telah diolah dan dimurnikan di dalam negeri Beberapa komoditas mineral yang telah diolah dan dimurnikan di dalam negeri adalah seluruh bijih mineral emas dan perak telah dimurnikan 100% antara lain: oleh PT Aneka Tambang, PT Nusa Halmahera Minerals, dan PT Natarang Mining. Untuk bijih Timah juga telah seluruhnya 100% diproses dan dimurnikan menjadi logam timah yaitu PT Timah. Sementara untuk bijih Nikel sebagian telah diproses menjadi ferronickel oleh PT Aneka Tambang dan nickel matte oleh PT Vale Indonesia, namun sebagian besar masih diekspor dalam bentuk bijih

3 3 nikel. Untuk bijih Tembaga telah diolah hingga menjadi konsentrat tembaga yaitu: PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara yang terutama mengandung tembaga, emas dan perak. Sekitar 30% konsentrat ini dimurnikan di dalam negeri yaitu di PT. Smelting Gresik menjadi katoda tembaga dan produk sampingnya berupa anoda slime. Pemurnian anoda slime belum dilakukan di dalam negeri. Konsentrat tembaga yang belum dimurnikan di dalam negeri adalah sekitar 70% dari seluruh produksi konsentrat tembaga sehingga masih lebih banyak konsentrat yang diekspor. b. Beberapa mineral hasil penambangan belum diolah dan dimurnikan di dalam negeri dan langsung diekspor Bijih mineral yang belum diolah dan dimurnikan di dalam negeri dan seluruhnya diekspor antara lain: bijih besi, pasir besi, bauksit dan mangan. Bijih mineral hasil penambangan saat ini belum diolah dan dimurnikan di dalam negeri sehingga menyebabkan manfaat yang seharusnya dinikmati oleh Indonesia menjadi terbuang antara lain: penyerapan tenaga kerja, pendapatan pajak, serta multiplier effect berdirinya kegiatan pendukung pengolahan dan pemurnian. Dari sisi industri hilir, ekspor mineral bijih ini mengakibatkan industri hilir pengguna bahanbaku logam harus mengimpor logam sebagai bahanbaku industri. Impor logam ini menyebabkan terkurasnya devisa Indonesia yang menyebabkan defisit neraca perdagangan sehingga terjadi gangguan pada kondisi perekonomian Indonesia. Contoh industri hilir logam Indonesia yang mengimpor bahanbaku logam antara lain: PT Krakatau Steel yang mengimpor besi sponge/pellet untuk industri baja

4 4 dalam negeri dan PT Inalum yang mengimpor alumina untuk menghasilkan aluminium. Dengan pelaksanaan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri maka seluruh bijih mineral yang diproduksi di Indonesia wajib diolah dan dimurnikan di dalam negeri sehingga meningkatkan nilai tambah untuk Indonesia untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk produksi bauksit yang dihasilkan dari berbagai tambang di dalam negeri sebagian besar masih diekspor dalam bentuk bahan mentah. Total ekspor bauksit dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang sangat signifikan khusunya sejak diterbitkannya UU No. 4 tahun Tingginya ekspor ini tidak sebanding dengan nilai harga jualnya yang relatif rendah hal ini karena yang diekspor masih dalam bentuk bahan baku yang belum mengalami proses peningkatan nilai tambah di dalam negeri. Gambar 1.1 Tingkat Ekspor Bauksit Sumber Ditjen Minerba (olah)

5 5 Logam aluminium merupakan salah satu logam dasar yang digunakan secara luas dalam berbagai aspek kehidupan. Berbagai peralatan rumah tangga yang sangat sederhana sampai dengan peralatan berteknologi tinggi seperti pesawat terbang dan peralatan elektronika banyak menggunakan aluminium sebagai komponen di dalamnya sehingga kebutuhan aluminium dan paduannya akan sangat meningkat setiap tahunnya. Sampai saat ini, sebagian besar produksi aluminium dunia masih dipasok oleh sepuluh perusahaan produsen terbesar seperti UC Rusal, Alcoa, Chalco, Rio Tinto Alcan, China Pow, Hydro, Shandong Shinfa, Weiqiao, Dubal, Pasific Aluminium, dll. Konsumsi aluminium ingot dalam negeri pada tahun 2011 mencapai 474 ribu ton, sementara produksi didalam negeri hanya sebesar 240 ribu ton dimana sebagian besar yaitu 135 ribu ton diekspor ke Jepang. Ingot primer sangat dibutuhkan khususnya untuk industri elektronika, konstruksi, otomotif terutama pada pembuatan pelek dan blok mesin. 1.2 Rumusan Permasalahan Dari gambaran di atas terdapat permasalahan apakah pendirian pabrik pengolahan dan pemurnian bijih bauksit (alumina refinery) secara keekonomian layak didirikan di Indonesia sebagai pelaksanaan UU No. 4 Tahun 2009 dan untuk mewujudkan peningkatan nilai tambah di dalam negeri. Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian Analisis Keekonomian Pembangunan Fasilitas Pengolahan Dan Pemurnian Dalam

6 6 Rangka Peningkatan Nilai Tambah Bijih Bauksit (Alumina Refinery) Pada PT XYZ. 1.3 Pertanyaan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih bauksit (alumina refinery) secara keekonomian dapat dilaksanakan di Indonesia sesuai dengan amanat UU No. 4 tahun 2009, sehingga dapat menjelaskan mengenai: 1. Seberapa besar tingkat keekonomian dalam pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih bauksit (alumina refinery)? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keekonomian didalam pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih bauksit (alumina refinery)? 3. Seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut mempengaruhi keekonomian didalam pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih bauksit (alumina refinery)? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih bauksit (alumina refinery) secara keekonomian dapat dilaksanakan di Indonesia sesuai dengan amanat UU No. 4 tahun 2009, sehingga dapat menjawab mengenai: 1. Berapa besar tingkat keekonomian didalam pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih bauksit (alumina refinery).

7 7 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keekonomian didalam pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih bauksit (alumina refinery). 3. Berapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut didalam mempengaruhi keekonomian didalam pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih bauksit (alumina refinery). Disamping itu, karena penulis terlibat didalam pelaksanaan aturan kewajiban pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian hasil penambangan didalam negeri, sehingga dengan tulisan ini penulis dapat memberikan gambaran tingkat keekonomian pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian tersebut dan dapat memberikan masukanmasukan untuk kelancaran dalam pelaksanaan regulasi tersebut. 1.5 Batasan Penelitian Dalam penelitian ini, penulis hanya melakukan kegiatan melakukan analisis aspek-aspek regulasi terkait pengolahan dan pemurnian serta melakukan analisis atas dokumen-dokumen PT XYZ untuk menyusun model analisis keekonomian yang terdiri dari informasi ketersediaan bahan baku, tipe pabrik pengolahan dan pemurnian, jenis investasi awal yang dilakukan, mengetahui pangsa pasar hasil pengolahan dan pemurnian, mengetahui harga pasaran, analisis investasi jangka pendek yang terdiri dari permodalan, biaya produksi, dan tingkat revenue, sehingga dapat disusun model aliran kas sampai dengan umur berakhirnya ijin yaitu sampai dengan 20 tahun, dari model aliran kas tersebut dapat dilakukan analisis jangka panjang berupa Payback Period (PP), Net Present Value (NPV), Internal Rate

8 8 of Return (IRR), Profitability Index (PI), dan Analisis Sensitifitas sehingga dapat disusun suatu kesimpulan. 1.6 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan membawa manfaat dalam hal: 1) Untuk dipakai sebagai acuan dalam perencanaan investasi pabrik pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih bauksit (alumina refinery) di Indinesia. 2) Untuk dipakai dalam perhitungan besarnya biaya produksi pabrik pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih bauksit (alumina refinery) yang baru, sehingga dapat diprediksi keuntungan yang akan dicapai oleh perusahaan di tahun yang akan datang. 3) Dapat menjadi bahan masukan serta informasi bagi Direktorat Pembinaan Pengusahaan Mineral dalam menyusun strategi pembangunan pabrik peleburan bauksit. 4) Sebagai acuan bagi peneliti lain yang tertarik pada tema yang sama. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika atau kerangka penulisan dari penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan.

9 9 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi kumpulan uraian teori yang berkaitan dengan pokok bahasan penelitian ini. Teori-teori ini diperoleh dari kumpulan buku teks, jurnal, dan literatur lainnya. BAB III : METODA PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan tentang metodologi penelitian yang akan digunakan. Metodologi penelitian ini terdiri atas jenis penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan dan analisa data serta teknik pengujian data. BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan diuraikan temuan-temuan hasil penelitian kemudian dirumuskan temuan tersebut sebagai materi analisis atau diskusi hasil penelitian yang akan diuraikan melalui analisa dan pembahasan atas hasil penelitian kemudian dijadikan dasar dalam perumusan kesimpulan dan rekomendasi. BAB V : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini menyajikan kesimpulan dari seluruh bahasan dan hasil penelitian dan rekomendasi penelitian.

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri LATAR BELAKANG 1. Selama ini beberapa komoditas mineral (a.l. Nikel, bauksit, bijih besi dan pasir besi serta mangan) sebagian besar dijual ke luar

Lebih terperinci

Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral

Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral LATAR BELAKANG 1. Selama ini beberapa komoditas mineral (a.l. Nikel, bauksit,

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL Jakarta, 12 Februari 2013 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN Disampaikan pada Diklat Evaluasi RKAB Perusahaan Pertambangan Batam, Juli 2011 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG Disampaikan oleh : Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Jakarta, 16 Februari 2016 1 TOPIK BAHASAN A PENDAHULUAN

Lebih terperinci

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG Disampaikan oleh : Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Jakarta, 16 Februari 2016 1 TOPIK BAHASAN A PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Jakarta, 15 Desember 2015 YANG SAYA HORMATI ;

Jakarta, 15 Desember 2015 YANG SAYA HORMATI ; Sambutan Menteri Perindustrian Pada Acara Pengukuhan Pengurus Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) & Talkshow Realita dan Arah Keberlanjutan Industri Pengolahan dan Pemurnian

Lebih terperinci

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKSPOR PRODUK PERTAMBANGAN HASIL PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN

KEBIJAKAN EKSPOR PRODUK PERTAMBANGAN HASIL PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN KEBIJAKAN EKSPOR PRODUK PERTAMBANGAN HASIL PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN Kementerian Perdagangan Januari 2017 1 Dasar Hukum Peningkatan Nilai Tambah UU 4/2009 Pasal 103: Kewajiban bagi Pemegang IUP dan IUPK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan Indonesia dengan jumlah yang sangat besar seperti emas, perak, nikel,

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan Indonesia dengan jumlah yang sangat besar seperti emas, perak, nikel, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Indonesia memiliki sumber daya mineral yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia dengan jumlah yang sangat besar seperti emas, perak, nikel, timah hitam,

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Repub

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Repub BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2017 KEMEN-ESDM. Nilai Tambah Mineral. Peningkatan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2017 TENTANG PENINGKATAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.35, 2014 KEMENESDM. Peningkatan. Nilai Tambah. Mineral. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENINGKATAN

Lebih terperinci

Kajian SUPPLY DEMAND MINERAL

Kajian SUPPLY DEMAND MINERAL Kajian SUPPLY DEMAND MINERAL KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, hanya karena perkenan-nya Laporan Kajian Supply dan Demand Mineral 2012 ini dapat selesai. Laporan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pemanfaatan cadangan..., Mudi Kasmudi, FT UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pemanfaatan cadangan..., Mudi Kasmudi, FT UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki sumber daya mineral yang tersebar diseluruh kepulauan Indonesia. Jumlah sumber daya mineral yang merupakan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PERTAMBANGAN

ARAH KEBIJAKAN PERTAMBANGAN 1 ARAH KEBIJAKAN PERTAMBANGAN MINERAL Sumber Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi I. PENDAHULUAN 1.1. latar Belakang 1.2. Visi dan Misi II. DAFTAR ISI KONDISI SAAT INI 2.1. Sumber Daya

Lebih terperinci

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2-2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Bahan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Disampaikan Pada Koordinasi dan Sosialisasi Mineral dan Batubara Jakarta, 6 Februari 2014 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER

Lebih terperinci

Oleh Rangga Prakoso. Batasan Ekspor Mineral Diperlonggar

Oleh Rangga Prakoso. Batasan Ekspor Mineral Diperlonggar Oleh Rangga Prakoso JAKARTA. Revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) akan memuat perlakuan khusus bagi perusahaan

Lebih terperinci

Ketentuan ayat (1) Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:

Ketentuan ayat (1) Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut: - 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2-2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri adalah baja tahan karat (stainless steel). Bila kita lihat di sekeliling kita

BAB I PENDAHULUAN. industri adalah baja tahan karat (stainless steel). Bila kita lihat di sekeliling kita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan yang signifikan pada industri dunia, diantaranya industri otomotif, konstruksi, elektronik dan industri lainnya pada beberapa dasawarsa terakhir

Lebih terperinci

Pemerintah Memastikan Larangan Ekspor Mineral Mentah

Pemerintah Memastikan Larangan Ekspor Mineral Mentah JAKARTA, KOMPAS. Pemerintah memastikan tetap konsisten melarang ekspor mineral mentah pada 12 Januari 2014. Pelarangan itu merupakan langkah untuk meningkatkan nilai tambah mineral. Wakil Menteri Energi

Lebih terperinci

RENCANA AKSI HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG

RENCANA AKSI HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG RENCANA AKSI HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG Disampaikan oleh : Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Jakarta, 17 Februari 2016 1 TOPIK BAHASAN

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

KEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG KEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG Yogyakarta, 19 Juni 2012 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DAFTAR ISI I. KEBIJAKAN SUBSEKTOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Kondisi umum Tujuan dan Sasaran Strategi 1 Rencana Strategis Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara

BAB I PENDAHULUAN Kondisi umum Tujuan dan Sasaran Strategi 1 Rencana Strategis Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara BAB I PENDAHULUAN Sesuai dengan tema RPJMN Tahun 2015-2019 atau RPJM ke-3, yaitu: Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN ALOKASI SUMBERDAYA MINERAL & BATUBARA UNTUK KEBUTUHAN BAHAN BAKU SEBAGAI SUBSTITUSI IMPOR

ARAH KEBIJAKAN ALOKASI SUMBERDAYA MINERAL & BATUBARA UNTUK KEBUTUHAN BAHAN BAKU SEBAGAI SUBSTITUSI IMPOR ARAH KEBIJAKAN ALOKASI SUMBERDAYA MINERAL & BATUBARA UNTUK KEBUTUHAN BAHAN BAKU SEBAGAI SUBSTITUSI IMPOR DISAMPAIKAN PADA RAPAT KERJA KEMENTRIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2014 DIREKTUR PEMBINAAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan yang baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik dari segi materi maupun waktu. Maka dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisa kelayakan..., Muhamad Gadhavai Fatony, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisa kelayakan..., Muhamad Gadhavai Fatony, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Premium merupakan jenis bahan bakar minyak yang digunakan pada sektor transportasi, khususnya transportasi darat baik itu digunakan pada kendaraan pribadi maupun kendaraan

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBUKAAN CABANG BARU KONVEKSI GIAS MULTI KREASI

STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBUKAAN CABANG BARU KONVEKSI GIAS MULTI KREASI STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBUKAAN CABANG BARU KONVEKSI GIAS MULTI KREASI Nama : Afriwan Sinaga NPM : 16209661 Jurusan : Manajemen ( S-1 ) Pembimbing : Sri Kurniasih Agustin, SE., MM. Latar Belakang Penulis

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xii ABSTRAK Penelitian ini membahas mengenai perusahaan yang bergerak di bidang makloon konveksi. Karena kapasitas produksi yang tidak mencukupi, maka perusahaan bermaksud untuk melakukan ekspansi berupa penambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prasarana jalan merupakan salah satu infrastruktur yang vital yang menghubungkan

BAB I PENDAHULUAN. Prasarana jalan merupakan salah satu infrastruktur yang vital yang menghubungkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prasarana jalan merupakan salah satu infrastruktur yang vital yang menghubungkan satu daerah dengan daerah lain. Jalan raya merupakan potret sebuah negara. Negara makmur

Lebih terperinci

Penyusunan Matriks PMTB Tahun 2015

Penyusunan Matriks PMTB Tahun 2015 RAHASIA MI-04 Eksplorasi REPUBLIK INDONESIA Penyusunan Matriks PMTB Tahun 2015 Survei ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai: 1. Data nilai investasi kegiatan eksplorasi dan evaluasi menurut

Lebih terperinci

Aspek Ekonomi dan Keuangan. Pertemuan 11

Aspek Ekonomi dan Keuangan. Pertemuan 11 Aspek Ekonomi dan Keuangan Pertemuan 11 Aspek Ekonomi dan Keuangan Aspek ekonomi dan keuangan membahas tentang kebutuhan modal dan investasi yang diperlukan dalam pendirian dan pengembangan usaha yang

Lebih terperinci

2017, No tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 06 Tahun 2017 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pemberia

2017, No tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 06 Tahun 2017 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pemberia No.687, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Penjualan Mineral ke Luar Negeri. Pensyaratan dan Pemberian Rekomendasi. Perubahan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting terhadap tercapainya target APBN yang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting terhadap tercapainya target APBN yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan salah satu unsur penerimaan negara yang masuk di dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil análisis dan pembahasan terhadap kelayakan investasi PT. ABC

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil análisis dan pembahasan terhadap kelayakan investasi PT. ABC BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasarkan hasil análisis dan pembahasan terhadap kelayakan investasi PT. ABC maka dapat disimpulkan : 1. Berdasarkan instrument-instrument kelayakan investasi menunjukkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.512, 2014 KEMEN ESDM. Rekomendasi. Penjualan Mineral. Luar Negeri. Hasil Pengolahan. Pemurnian. Tata Cara. Persyaratan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

Kontribusi Ekonomi Nasional Industri Ekstraktif *) Sekretariat EITI

Kontribusi Ekonomi Nasional Industri Ekstraktif *) Sekretariat EITI Kontribusi Ekonomi Nasional Industri Ekstraktif *) Sekretariat EITI *) Bahan disusun berdasarkan paparan Bappenas dan Kemen ESDM dalam Acara Sosialisasi EITI di Jogjakarta, Agustus 2015 2000 2001 2002

Lebih terperinci

Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung, Maret 2015

Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung, Maret 2015 Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bandung, Maret 2015 MINERAL LOGAM Terdapat 24 komoditi mineral yang memiliki nilai sumber daya dan cadangan yang sesuai

Lebih terperinci

Permen ESDM No 11 Tahun 2012

Permen ESDM No 11 Tahun 2012 Kebijakan Hilirisasi Mineral, Siapa Untung? Oleh : Triyono Basuki[1] Polemik publik dan khususnya masyarakat pertambangan mengenai kebijakan hilirisasi mineral semakin memanas. Polemik setidaknya mengemuka

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab V Kesimpulan dan Saran BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil perhitungan analisis Capital Budgeting dan analisis sensitivitas pada perusahaan Dian

Lebih terperinci

Oleh: Hendra Sinadia/Resources

Oleh: Hendra Sinadia/Resources Oleh: Hendra Sinadia/Resources Bambang Setiawan (62) adalah tokoh yang tidak asing lagi di sektor pertambangan mineral dan batubara. Beliau merupakan salah satu tokoh penting yang turut membidani lahirnya

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan Dan Saran

BAB V. Kesimpulan Dan Saran BAB V Kesimpulan Dan Saran 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis, maka dapat diperoleh kesimpulan antara lain: 1. Kebutuhan dana untuk investasi awal untuk proyek

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... Halaman ABSTRAKSI.. KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR Latar Belakang Penelitian 1

DAFTAR ISI... Halaman ABSTRAKSI.. KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR Latar Belakang Penelitian 1 ABSTRAKSI Dalam menghadapi persaingan dunia usaha yang semakin ketat, maka perusahaan memerlukan strategi yang tepat untuk selalu dapat unggul dalam persaingan. Karena bila salah dalam menerapkan strategi

Lebih terperinci

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2-2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN BISNIS PADA USAHA RUMAH MAKAN AYAM BAKAR TERASSAMBEL

STUDI KELAYAKAN BISNIS PADA USAHA RUMAH MAKAN AYAM BAKAR TERASSAMBEL STUDI KELAYAKAN BISNIS PADA USAHA RUMAH MAKAN AYAM BAKAR TERASSAMBEL Nama : Marlina Fitri Annisa Npm : 15213303 Kelas : 4EA33 Fakultas : Ekonomi Jurusan : Manajemen Pembimbing : Christera Kuswahyu Indira,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi berkembang dengan pesat. Dunia bisnis pun terpengaruh dengan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi berkembang dengan pesat. Dunia bisnis pun terpengaruh dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada abad ini seperti yang kita ketahui dunia ekonomi dan teknologi berkembang dengan pesat. Dunia bisnis pun terpengaruh dengan adanya perkembangan teknologi itu

Lebih terperinci

n.a n.a

n.a n.a 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan suatu bangsa memerlukan aspek pokok yang disebut dengan sumberdaya (resources) baik sumberdaya alam atau natural resources maupun sumberdaya manusia atau

Lebih terperinci

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN Bab V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Analisa kelayakan untuk rencana ekspansi yang akan dilaksanakan oleh perusahaan X menggunakan lima metode Capital Budgeting yaitu Payback Period, Accounting Rate

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada akhirnya setelah penulis melakukan penelitian langsung ke perusahaan serta melakukan perhitungan untuk masing-masing rumus dan mencari serta mengumpulkan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI AKTIVA TETAP DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAPITAL BUDGETING PADA CV. SURYA SEJAHTERA BERSAMA

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI AKTIVA TETAP DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAPITAL BUDGETING PADA CV. SURYA SEJAHTERA BERSAMA ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI AKTIVA TETAP DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAPITAL BUDGETING PADA CV. SURYA SEJAHTERA BERSAMA Nama : Restia Arenisca Wulandari NPM : 26212149 Kelas : 3EB27 Jurusan : S1 Akuntansi

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN NECIS LAUNDRY

STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN NECIS LAUNDRY STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA NECIS LAUNDRY LATAR BELAKANG Saat ini perubahan ekonomi mempengaruhi gerak laju kegiatan kegiatan perekonomian yang berlangsung. Persaingan yang ketat, perkembangan ilmu

Lebih terperinci

Studi Kelayakan Bisnis Pembukaan Cabang Baru Pada Usaha Ayam Bakar dan Madu Sumber Jaya NINDYA KLARASINTA STEVIANUS, SE.

Studi Kelayakan Bisnis Pembukaan Cabang Baru Pada Usaha Ayam Bakar dan Madu Sumber Jaya NINDYA KLARASINTA STEVIANUS, SE. Studi Kelayakan Bisnis Pembukaan Cabang Baru Pada Usaha Ayam Bakar dan Madu Sumber Jaya NINDYA KLARASINTA 15212337 STEVIANUS, SE., MM PENDAHULUAN Latar Belakang Persaingan Bisnis Strategi Pemasaran Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor terhadap Perekonomian Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor terhadap Perekonomian Provinsi BAB I PENDAHULUAN Penelitian ini akan membahas tentang analisis peran PT Aneka Tambang Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Barat. Bab ini menguraikan tentang

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Analisis Kelayakan Ekonomi pada Pengolahan Ferro Nickel dengan Menggunakan Teknologi Blast Furnance (Studi Kasus PT Macika Mineral Industri di Desa Lalowua,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan perekonomian Indonesia mengalami peningkatan dalam berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2012 sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus setiap bulannya. Produksi unit tungku kompor dengan harga

BAB I PENDAHULUAN. menerus setiap bulannya. Produksi unit tungku kompor dengan harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Elang Jagad adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur logam yang memproduksi tungku kompor. Dalam pembuatan tungku kompor dilakukan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang semakin berkembang saat ini, di mana ditunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang semakin berkembang saat ini, di mana ditunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia usaha yang semakin berkembang saat ini, di mana ditunjukkan dengan meningkatnya persaingan yang ketat di berbagai sektor industri baik dalam industri yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi kelayakan pengembangan pabrik lampu neon electronic (Ne) Sukoharjo Solo. Disusun oleh : NIM. I

BAB I PENDAHULUAN. Studi kelayakan pengembangan pabrik lampu neon electronic (Ne) Sukoharjo Solo. Disusun oleh : NIM. I Studi kelayakan pengembangan pabrik lampu neon electronic (Ne) Sukoharjo Solo Disusun oleh : Nina Lutfia NIM. I0398041 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tarif Dasar Listrik (TDL) di Indonesia

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Identifikasi Permasalahan Potensial Dalam Proses Hilirisasi Industri Manufaktur

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Identifikasi Permasalahan Potensial Dalam Proses Hilirisasi Industri Manufaktur Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Identifikasi Permasalahan Potensial Dalam Proses Hilirisasi Industri Manufaktur DEPUTI MENKO PEREKONOMIAN BIDANG KOORDINASI INDUSTRI DAN PERDAGANGAN Jakarta,

Lebih terperinci

Bambang Yunianto. SARI

Bambang Yunianto. SARI Implementasi Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah Mineral di Indonesia Topik Utama Bambang Yunianto yunianto@tekmira.esdm.go.id SARI Sesuai jiwa Pasal 33 ayat (3) UUD 45, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar yang ditargetkan, mempertahankan eksistensi perusahaan, dan lain lain.

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar yang ditargetkan, mempertahankan eksistensi perusahaan, dan lain lain. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ada beberapa alasan mengapa perusahaan mengembangkan bisnisnya. Beberapa di antaranya adalah maksimalisasi penjualan dan profit, minimisasi beban, mencapai pangsa pasar

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.15, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Letter of Credit. Ekspor Barang Tertentu. Ketentuan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04/M-DAG/PER/1/2015 TENTANG KETENTUAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA

KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA Jakarta, 25 Januari 2017 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERI DAN SUMBER DAYA MINERAL DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN II. KEBIJAKAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini, jumlah penduduk Indonesia berkembang pesat. Kondisi perkembangan ini akan memberikan dampak pada berbagai bidang kehidupan. Salah satunya adalah dampak

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PADA CV RIZA SEJAHTERA NAMA : KUSPANDI KELAS : 4EB08 NPM : FAKULTAS : EKONOMI JURUSAN : AKUNTANSI

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PADA CV RIZA SEJAHTERA NAMA : KUSPANDI KELAS : 4EB08 NPM : FAKULTAS : EKONOMI JURUSAN : AKUNTANSI ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PADA CV RIZA SEJAHTERA NAMA : KUSPANDI KELAS : 4EB08 NPM : 29210196 FAKULTAS : EKONOMI JURUSAN : AKUNTANSI LATAR BELAKANG Ada banyak cara berinvestasi dalam perusahaan, salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini tentu akan meningkatkan resiko dari industri pertambangan.

BAB I PENDAHULUAN. ini tentu akan meningkatkan resiko dari industri pertambangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang membutuhkan investasi besar, teknologi yang memadai serta beresiko tinggi terutama pada tahap eksplorasi. Untuk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal Kementerian Perindustrian

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal Kementerian Perindustrian KATA PENGANTAR Dalam rangka mendukung upaya penciptaan nilai tambah melalui pengolahan bahan mineral nasional maka kajian berjudul Analisis Biaya Manfaat Pelarangan Ekspor Bahan Mentah Minerba Kasus Nikel

Lebih terperinci

SOSIALISASI DAN SEMINAR EITI PERBAIKAN TATA KELOLA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERBA

SOSIALISASI DAN SEMINAR EITI PERBAIKAN TATA KELOLA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERBA SOSIALISASI DAN SEMINAR EITI PERBAIKAN TATA KELOLA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERBA Oleh : Direktur Pembinaan Program Minerba Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM Denpasar, 25

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 32 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Proses penelitian ini dilakukan selama periode Agustus Desember 2012 dan bertempat di PT Panarub Industry. 3.2 Materi Penelitian Subyek

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN BISNIS PADA USAHA TOKO BIN AGIL DI JALAN RAYA CONDET, JAKARTA TIMUR : MUAMMAL IRZAD NPM :

STUDI KELAYAKAN BISNIS PADA USAHA TOKO BIN AGIL DI JALAN RAYA CONDET, JAKARTA TIMUR : MUAMMAL IRZAD NPM : STUDI KELAYAKAN BISNIS PADA USAHA TOKO BIN AGIL DI JALAN RAYA CONDET, JAKARTA TIMUR NAMA : MUAMMAL IRZAD NPM : 14212737 JURUSAN : MANAJEMEN DOSEN PEMBIMBING : BUDI UTAMI, SE., MM Latar Belakang Perdagangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1 ABSTRAK Seorang investor pemilik PT X menilai permintaan dan pangsa pasar di kota Bandung terlihat masih menjanjikan untuk bisnis Depot air Minum isi ulang AMIRA. Tetapi sebelum investor menanamkan modalnya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Gula merah tebu merupakan komoditas alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Gula merah tebu dapat menjadi pilihan bagi rumah tangga maupun industri

Lebih terperinci

Sumber Daya Alam. Yang Tidak Dapat Diperbaharui dan Yang Dapat di Daur Ulang. Minggu 1

Sumber Daya Alam. Yang Tidak Dapat Diperbaharui dan Yang Dapat di Daur Ulang. Minggu 1 Sumber Daya Alam Yang Tidak Dapat Diperbaharui dan Yang Dapat di Daur Ulang Minggu 1 Materi Pembelajaran PENDAHULUAN SUMBERDAYA ALAM HABIS TERPAKAI SUMBERDAYA ALAM YANG DAPAT DI DAUR ULANG DEFINISI SUMBERDAYA

Lebih terperinci

ANALISA STUDY KELAYAKAN KELANGSUNGAN USAHA JASA FOTO COPY CAHAYA GIRI

ANALISA STUDY KELAYAKAN KELANGSUNGAN USAHA JASA FOTO COPY CAHAYA GIRI ANALISA STUDY KELAYAKAN KELANGSUNGAN USAHA JASA FOTO COPY CAHAYA GIRI Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam bidang tekhnologi juga sudah berkembang pesat. Dimana - mana terdapat usaha - usaha jasa yang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Penggunaan mesin Auto cutter Metoda Analisa Kelayakan Investasi Proyek 1. Proyek 2 (Jaket)

ABSTRAK. Penggunaan mesin Auto cutter Metoda Analisa Kelayakan Investasi Proyek 1. Proyek 2 (Jaket) ABSTRAK Untuk meningkatkan dan mengoptimalkan laba dalam persaingan yang semakin ketat pada industri manufacturing di Indonesia maupun terhadap luar negeri, terutama dalam bidang industri garment, dapat

Lebih terperinci

CAPAIAN SUB SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA SEMESTER I/2017

CAPAIAN SUB SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA SEMESTER I/2017 CAPAIAN SUB SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA SEMESTER I/2017 #energiberkeadilan Jakarta, 9 Agustus 2017 LANDMARK PENGELOLAAN MINERBA 1 No Indikator Kinerja Target 2017 1 Produksi Batubara 477Juta Ton 2 DMO

Lebih terperinci

RASIONALITAS DAN EVALUASI PENETAPAN BEA KELUAR DALAM RANGKA MENDUKUNG KEBIJAKAN PENGELOLAAN MINERAL

RASIONALITAS DAN EVALUASI PENETAPAN BEA KELUAR DALAM RANGKA MENDUKUNG KEBIJAKAN PENGELOLAAN MINERAL RASIONALITAS DAN EVALUASI PENETAPAN BEA KELUAR DALAM RANGKA MENDUKUNG KEBIJAKAN PENGELOLAAN MINERAL The Rationale And Evaluation Of Export Tax To Promote Mineral Management Policy M. Zainul Abidin Kementerian

Lebih terperinci

Menimbang Manfaat PT Freeport bagi Indonesia. Indonesia Corruption Watch (ICW) Jakarta, 1 November 2011

Menimbang Manfaat PT Freeport bagi Indonesia. Indonesia Corruption Watch (ICW)  Jakarta, 1 November 2011 Menimbang Manfaat PT Freeport bagi Indonesia Indonesia Corruption Watch (ICW) www.antikorupsi.org Jakarta, 1 November 2011 PT Freeport Indonesia (PTFI) Tahun 1967 Kontrak Karya antara Pemerintah dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Agustus 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia 2.1.1 Bursa Efek Indonesia (BEI) Pasar modal merupakan sarana pembiayaan usaha melalui penerbitan saham dan obligasi. Perusahaan dapat

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A 14105665 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

Ekspor Bulan Juni 2014 Menguat. Kementerian Perdagangan

Ekspor Bulan Juni 2014 Menguat. Kementerian Perdagangan Ekspor Bulan Juni 2014 Menguat Kementerian Perdagangan 5 Agustus 2014 1 Neraca perdagangan non migas bulan Juni 2014 masih surplus Neraca perdagangan Juni 2014 mengalami defisit USD 305,1 juta, dipicu

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 39 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian pada skripsi ini yaitu tujuan studi/penelitian adalah studi deskriptif. Lingkungan/setting adalah lingkungan natural yaitu PT Patent Process,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Setiap perusahaan akan melakukan berbagai aktivitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Setiap perusahaan akan melakukan berbagai aktivitas untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap perusahaan akan melakukan berbagai aktivitas untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Semua aktivitas yang dilakukan perusahaan akan memerlukan

Lebih terperinci

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja Selanjutnya indikator-indikator dan target kinerja dari setiap sasaran strategis tahun 2011 adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja Sasaran Indikator Target 2011 1. Meningkatnya

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 13 TAHUN 2000 (13/2000) TENTANG DI BIDANG PERTAMBANGAN UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa ketentuan mengenai besarnya tarif atas jenis

Lebih terperinci

- 4 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

- 4 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA. - 2 - Perubahan Kelima atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis

Lebih terperinci

(TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG SUMBER DAYA MINERAL TAHUN ANGGARAN

(TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG SUMBER DAYA MINERAL TAHUN ANGGARAN 1 TERMS OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG SUMBER DAYA MINERAL TAHUN ANGGARAN 2012 I. PENDAHULUAN Indonesia memiliki kekayaan sumber

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN UMUM

PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN UMUM PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN UMUM KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT PEMBINAAN PROGRAM MINERAL DAN

Lebih terperinci

BAB IV UPAYA PT NEWMONT DALAM MEMPENGARUHI KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA. Dalam penerapan kebijakan pemerintah terkait dalam UU minerba no 4

BAB IV UPAYA PT NEWMONT DALAM MEMPENGARUHI KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA. Dalam penerapan kebijakan pemerintah terkait dalam UU minerba no 4 BAB IV UPAYA PT NEWMONT DALAM MEMPENGARUHI KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA Dalam penerapan kebijakan pemerintah terkait dalam UU minerba no 4 tahun 2009, yang mewajibkan kepada setiap perusahaan tambang

Lebih terperinci

12/23/2016. Studi Kelayakan Bisnis/ RZ / UNIRA

12/23/2016. Studi Kelayakan Bisnis/ RZ / UNIRA Studi Kelayakan Bisnis/ RZ / UNIRA Bagaimana kesiapan permodalan yang akan digunakan untuk menjalankan bisnis dan apakah bisnis yang akan dijalankan dapat memberikan tingkat pengembalian yang menguntungkan?

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis pada PT X, mengenai Peranan Capital Budgeting Dalam Pengambilan Keputusan Investasi Untuk Pembelian Mesin

Lebih terperinci

Makalah Analisis Bisnis dan Studi Kelayakan Usaha

Makalah Analisis Bisnis dan Studi Kelayakan Usaha Makalah Analisis Bisnis dan Studi Kelayakan Usaha ANALISIS BISNIS DAN STUDI KELAYAKAN USAHA MAKALAH ARTI PENTING DAN ANALISIS DALAM STUDI KELAYAKAN BISNIS OLEH ALI SUDIRMAN KELAS REGULER 3 SEMESTER 5 KATA

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian ini, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut:

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian ini, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut: BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan permasalahan serta maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut: 1. Estimasi incremental

Lebih terperinci

Neraca Perdagangan Januari-Oktober 2015 Surplus USD 8,2 M, Lebih Baik dari Tahun Lalu yang Defisit USD 1,7 M. Kementerian Perdagangan

Neraca Perdagangan Januari-Oktober 2015 Surplus USD 8,2 M, Lebih Baik dari Tahun Lalu yang Defisit USD 1,7 M. Kementerian Perdagangan Neraca Perdagangan Januari-Oktober 2015 Surplus USD 8,2 M, Lebih Baik dari Tahun Lalu yang Defisit USD 1,7 M Kementerian Perdagangan 17 Oktober 2015 1 Neraca perdagangan Oktober 2015 kembali surplus Neraca

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 58 TAHUN 1998

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 58 TAHUN 1998 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 58 TAHUN 1998 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 58 TAHUN 1998 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Kebutuhan dan Penyediaan Energi di Industri Smelter Aluminium

Kebutuhan dan Penyediaan Energi di Industri Smelter Aluminium Kebutuhan dan Penyediaan Energi di Industri Smelter Aluminium Irawan Rahardjo Pusat Teknologi Konversi dan Konservasi Energi, BPPT, Jakarta Email: irawanrahardjo@yahoo.com Abstract Increasing the value-added

Lebih terperinci

V E R S I P U B L I K

V E R S I P U B L I K PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A14111 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT GUNUNG KENDAIK OLEH PT MEGA CITRA UTAMA LATAR BELAKANG 1. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun

Lebih terperinci