1. PERANCANGAN PIT DAN PUSHBACK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1. PERANCANGAN PIT DAN PUSHBACK"

Transkripsi

1 1. PERANCANGAN PIT DAN PUSHBACK 1.1 PENGANTAR 1. Pembahasan akan ditekankan pada perancangan geometri yang dapat ditambang dengan masukan dari geometri pit yang dihasilkan oleh program floating cone. 2. Dinding-dinding lereng dari tambang (pit walls) harus diperhalus, dan jalan masuk ke tambang harus diperhitungkan dalam perancangan. 3. Dalam bab ini kita akan membahas pula sudut lereng dan jalan angkut. 4. Perancangan pentahapan tambang (mining phases / pushbacks) akan dibahas pula 1.2 SUDUT LERENG 1. Geometri Jenjang a. Geometri jenjang terdiri dari tinggi jenjang, sudut lereng jenjang tunggal, dan lebar dari jenjang penangkap (catch bench). Rancangan geoteknik jenjang biasanya dinyatakan dalam bentuk parameter-parameter untuk ketiga aspek ini. b. Tinggi jenjang : Biasanya alat muat yang digunakan harus mampu pula mencapai pucuk atau bagian atas jenjang. Jika tingkat produksi atau faktor lain mengharuskan ketinggian jenjang tertentu, alat muat yang akan digunakan harus disesuaikan pula ukurannya. c. Sudut lereng jenjang : Penggalian oleh alat gali mekanis seperti loader atau shovel di permuka jenjang pada umumnya akan menghasilkan Perencanaan Berdasarkan Waktu - 1

2 sudut lereng antara derajat. Sudut lereng yang lebih curam biasanya memerlukan peledakan pre-splitting. d. Lebar jenjang penangkap : Ditentukan oleh pertimbangan keamanan. Tujuannya adalah menangkap batu-batuan yang jatuh. Perlu bulldozer kecil atau grader untuk membersihkan catch bench ini secara berkala. e. Di beberapa tambang terkadang digunakan konfigurasi multi-jenjang (double / triple bench), pada umumnya untuk jenjang yang tingginya 5-8 meter. Dalam hal ini jenjang penangkap dibuat setiap dua atau tiga jenjang. Tujuannya adalah untuk menerjalkan sudut lereng keseluruhan. Jenjang penangkap ini biasanya dibuat lebih lebar dibandingkan untuk jenjang tunggal. f. Dalam operasi di pit, pengontrolan sudut lereng biasa dilakukan dengan menandai lokasi pucuk jenjang (crest) yang diinginkan menggunakan bendera kecil. Operator shovel diperintahkan untuk menggali sampai mangkuknya mencapai lokasi bendera tersebut. Lokasi lubang-lubang tembak dapat pula menjadi pedoman. 2. Sudut Lereng Inter-ramp vs. Overall a. Sudut lereng antar-jalan (inter-ramp slope angle) adalah sudut lereng gabungan beberapa jenjang di antara dua jalan angkut. Inilah yang dihasilkan oleh ahli-ahli geoteknik sewaktu mereka menetapkan sudut lereng jenjang tunggal (face angle) dan lebar jenjang penangkap (catch bench). b. Sudut lereng keseluruhan (overall slope angle) adalah sudut yang sebenarnya dari dinding pit keseluruhan, dengan memperhitungkan jalan angkut, jenjang penangkap dan semua profil lain di pit wall. 3. Penggambaran Dengan Metoda Garis Tengah (Centerline Drawings) Perencanaan Berdasarkan Waktu - 2

3 a. Ada beberapa cara menggambarkan lokasi jenjang dalam peta tambang. Satu alternatif adalah dengan menggambar garis ketinggian kaki (toe) dan puncak jenjang (crest) menggunakan dua jenis garis, misalnya tipis / tebal, putus-putus / penuh atau dua warna yang berbeda. Gambar peta yang dihasilkan cenderung lebih rumit. b. Alternatif yang lebih sederhana adalah menggunakan ketinggian titik tengah jenjang (bench centerlines) untuk mewakili suatu jenjang. Dengan demikian hanya diperlukan satu garis saja untuk menggambarkan suatu jenjang di peta. Letak kontur ini tepat di tengah-tengah, antara lokasi toe dan crest. c. Di luar pit, garis-garis kontur ditandai dengan elevasi sebenarnya. Di dalam pit, jenjang digambarkan pada lokasi titik tengahnya (mid-bench) tetapi ditandai dengan elevasi kaki jenjang (bench toe). Pada kenyataannya, label ini mengacu kepada dataran (misalnya elevasi catch bench) di antara dua centerlines. d. Garis kontur titik tengah (bench centerlines) ini memotong jalan angkut di tengah-tengah antara dua jenjang (separo jalan antar jenjang). 2.3 JALAN ANGKUT 1. Letak Jalan Keluar Tambang a. Untuk suatu tambang yang baru, penting diperhitungkan dimana letak jalan-jalan keluar dari tambang. Biasanya kita ingin akses yang baik ke lokasi pembuangan tanah penutup (waste dump) dan peremuk bijih (crusher). b. Topografi merupakan faktor yang penting. Akan sulit sekali bagi truk untuk keluar dari pit ke medan yang curam. 2. Lebar Jalan Perencanaan Berdasarkan Waktu - 3

4 a. Tergantung pada lebar alat angkut, biasanya 4 kali lebar truk. b. Lebar jalan seperti di atas memungkinkan lalu lintas dua arah, ruangan untuk truk yang akan menyusul, juga cukup untuk selokan penyaliran dan tanggul pengaman. Untuk truk tambang yang paling besar saat ini (240 ton) lebar jalan biasanya meter. Tabel 1. Minimum Road Design Widths for Various Size Rear Dump Truck Truck Approx 4 x Design width size * width, m width, m m ft 35 ton ton ton ton Kemiringan jalan a. Jalan angkut di dalam tambang biasanya dirancang pada kemiringan 8% atau 10%. b. Untuk tambang-tambang yang besar, kemiringan jalan 8% paling umum. Ini akan memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam pembuatannya, serta memudahkan dalam pengaturan masuk ke jenjang tanpa menjadi terlalu terjal di beberapa tempat. c. Untuk jalan-jalan angkut yang panjang, kemiringan 10% adalah kemiringan maksimum yang masih praktis. Tambang-tambang kecil banyak yang dirancang dengan kemiringan jalan 10%. 4. Rancangan Spiral vs. Switchback a. Pada umumnya switchback ingin dihindari sebisa mungkin, karena cenderung melambatkan lalu lintas. Juga ban akan lebih cepat aus dan perawatan ban akan lebih besar. Faktor lain adalah keamanan. Perencanaan Berdasarkan Waktu - 4

5 b. Tetapi jika ada sisi tambang yang jauh lebih rendah dari dinding lainnya di sekeliling pit, switchback di sisi ini sering lebih murah daripada membuat jalan angkut spiral mengelilingi dinding pit. c. Jika switchback harus dipakai, buatlah cukup panjang sehingga di bagian sebelah dalam dari tikungan kemiringannya tidak terlalu terjal. 5. Pertimbangan Keamanan a. Di lokasi jalan tambang dapat dibuat belokan tanjakan darurat (runaway ramps) untuk menghentikan truk yang tak terkontrol, bila geometri pit memungkinkan. Melakukan pengupasan ekstra yang besar hanya untuk membuat fasilitas ini tidak umum dilakukan. b. Tanggul pemisah di tengah jalan dapat dibuat di beberapa tempat untuk tujuan ini. Straddle berm semacam ini cukup murah biayanya. 6. Dampak Penggalian Untuk Membuat Jalan a. Baik di batuan bijih atau waste, material yang di atasnya menjadi jalan tambang (atau yang harus digali untuk membuat jalan), volumenya luar biasa besarnya. Dampak ekonomik dari pembuatan jalan tambang cukup berarti. b. Sering ada kecenderungan untuk membuat studi kelayakan awal dengan tahap-tahap penambangan tanpa memperhitungkan jumlah material untuk membuat jalan angkut. Kesalahan yang diperoleh biasanya cukup besar. Dampak jalan angkut pada tahap-tahap awal penambangan (yaitu tahap-tahap yang menghasilkan uang untuk mengembalikan modal) biasanya jauh lebih besar daripada dampaknya pada rancangan akhir penambangan. Perencanaan Berdasarkan Waktu - 5

6 1.4 TAHAPAN TAMBANG (MINING PHASES / PUSHBACKS) 1. Definisi, Filosofi, Metodologi a. Pushbacks adalah bentuk-bentuk penambangan (minable geometries) yang menunjukkan bagaimana suatu pit akan ditambang, dari titik masuk awal hingga ke bentuk akhir pit. Nama-nama lain adalah phases, slices, stages. b. Tujuan utama dari pentahapan ini adalah untuk membagi seluruh volume yang ada dalam pit ke dalam unit-unit perencanaan yang lebih kecil sehingga lebih mudah ditangani. c. Dengan demikian, problem perancangan tambang 3-dimensi yang amat kompleks ini dapat disederhanakan. Selain itu, elemen waktu dapat mulai diperhitungkan dalam rancangan ini karena urutan penambangan tiap-tiap pushback merupakan pertimbangan penting. d. Pushbacks ini biasanya dirancang mengikuti urutan penambangan dengan algoritma floating cone untuk berbagai skenario harga komoditas. Bentuk pushbacks ini tidak akan persis sama dengan geometri yang dihasilkan floating cone karena kendala operasi seperti lebar pushback minimum dll. e. Tahapan-tahapan penambangan yang dirancang secara baik akan memberikan akses ke semua daerah kerja, dan menyediakan ruang kerja yang cukup untuk operasi peralatan yang efisien. 2. Kriteria Perancangan a. Harus cukup lebar agar peralatan tambang dapat bekerja baik. Untuk truk dan shovel besar yang ada sekarang, lebar pushback minimum adalah meter. Untuk loader dan truk berukuran sedang 60 meter sudah cukup lebar. Jumlah shovel yang diperkirakan akan bekerja bersama-sama pada sebuah pushback juga mempengaruhi lebar minimum ini. Perencanaan Berdasarkan Waktu - 6

7 b. Tak kurang pentingnya untuk memperlihatkan paling tidak satu jalan angkut untuk setiap pushback, untuk memperhitungkan jumlah material yang terlibat dan memungkinkan akses ke luar. Jalan angkut ini harus menunjukkan pula akses ke seluruh permuka kerja. c. Perlu diperhatikan bahwa penambahan jalan pada suatu pushback akan mengurangi lebar daerah kerja (sebanyak lebar jalan) di bawah lokasi jalan tersebut. Jika beberapa jalan atau switchback akan dimasukkan ke suatu pushback, lebar awal di sebelah atas harus ditambah untuk memberi ruangan ekstra. d. Perlu diperhatikan pula bahwa tambang kita tidak akan pernah sama bentuknya dengan rancangan tahap-tahap penambangan (phase design). Ini karena dalam kenyataannya, beberapa pushback akan aktif pada waktu yang sama (dikerjakan secara bersamaan). e. Suatu patokan pengukur jarak (template untuk lebar jalan, panjang segmen jalan antar jenjang, jarak centerlines) yang sederhana amat berguna untuk perancangan secara manual. 3. Penampilan Rancangan Pushback Dalam Laporan a. Peta penampang horisontal tampak atas (plan / level map) memperlihatkan bentuk pit pada akhir tiap tahap. Bila mungkin tandai setiap perubahan. b. Peta penampang horisontal yang menunjukkan batas seluruh pushback pada satu atau dua elevasi jenjang. c. Peta penampang vertikal tampak samping (cross-section) yang menunjukkan geometri seluruh pushback sering berguna pula. Suatu tabel yang memberikan jumlah ton bijih, kadarnya, jumlah material total dan nisbah pengupasan untuk setiap pushback. Tabulasi jumlah dan kadar material per jenjang untuk tiap pushback diperlukan untuk penjadwalan produksi. Perencanaan Berdasarkan Waktu - 7

8 2. PENJADWALAN PRODUKSI 2.1 PENDAHULUAN 1. Suatu penjadwalan produksi tambang menyatakan, dalam periode waktu (misalnya tahun), ton bijih, kadar, dan pemindahan material total yang akan dihasilkan oleh tambang tersebut. 2. Sasarannya adalah menghasilkan suatu jadwal untuk mencapai beberapa sasaran / kriteria ekonomik seperti memaksimumkan Net Present Value (NPV) atau Rate of Return (ROR). Kriteria lain misalnya menghasilkan sejumlah material dengan biaya semurah mungkin, dll. 3. Fokus kita adalah perencanaan jangka panjang. Kita akan menghasilkan suatu jadwal produksi dan kemudian menentukan kebutuhan peralatan untuk mengoperasikan jadwal tersebut. Pada penjadwalan jangka pendek fokusnya mungkin berbeda; dengan kendala jumlah peralatan, kita menentukan jadwal yang terbaik. 4. Selama proses penjadwalan, evaluasi beberapa alternatif sering dlakukan: a. Berbagai tingkat produksi bijih. b. Berbagai jadwal pengupasan tanah penutup. c. Berbagai strategi kadar batas (cutoff grade). 5. Data masukan dasar adalah pernyataan tonase dari tahap-tahap penambangan, yaitu tabulasi ton dan kadar per jenjang dari material yang akan ditambang untuk tiap tahap. Perencanaan Berdasarkan Waktu - 40

9 2.2 ASUMSI AWAL YANG DIPERLUKAN UNTUK MENGEMBANGKAN SUATU JADWAL 1. Tingkat produksi bijih untuk tiap periode waktu a. Dapat ditentukan dengan studi perbandingan tingkat produksi. b. Tingkat produksi dapat berubah / meningkat dengan waktu. 2. Cutoff grade untuk tiap periode waktu Beberapa jadwal sering dibuat untuk mengevaluasi strategi cutoff grade yang berbeda. 3. Dua butir di atas hingga tingkat tertentu akan mempengaruhi jadwal pengupasan tanah / material penutup. 2.3 PENGAMATAN TERHADAP TABULASI TON / KADAR MATERIAL UNTUK TIAP TAHAP 1. Jenjang-jenjang di bagian atas biasanya terdiri dari material penutup (waste) yang harus dikupas. 2. Jenjang-jenjang yang lebih ke bawah umumnya terdiri dari bijih. Inilah sumber bijih yang diandalkan untuk menjaga kelangsungan pabrik pengolahan. 3. Pada elevasi jenjang berapakah akan terjadi peralihan dari material penutup (waste) ke sumber bijih yang dapat diandalkan? 4. Satu kriteria dalah nisbah kupas. Pada elevasi jenjang berapakah nisbah kupas jenjang akan lebih rendah dari nisbah kupas rata-rata? Perencanaan Berdasarkan Waktu - 41

10 2.4 KEBUTUHAN PENGUPASAN PRA-PRODUKSI 1. Berapa banyak material penutup yang harus dikupas selama masa pra-produksi? 2. Jumlah minimum adalah material penutup yang harus dipindahkan dari tahap penambangan (pushback) pertama sehingga pushback ini akan menjadi sumber bijih yang andal ketika produksi tahun pertama dimulai. 3. Proses penjadwalan produksi ini dapat mengindikasikan jumlah material yang lebih besar daripada yang didiskusikan pada butir 2. Karena itu mungkin perlu dilakukan pengupasan pada pushback kedua, dan seterusnya. 4. Material bijih yang ditambang selama pra-produksi biasanya di tumpuk di dekat crusher dan menjadi bagian dari bijih untuk tahun pertama. 2.5 PENENTUAN / PERKIRAAN JADWAL PENGUPASAN MATERIAL PENUTUP (WASTE) 1. Jadwalkan bijih dari tahap-tahap penambangan (pushback) sesuai urutannya. a. Mulai dengan tahap 1. Lakukan penambangan jenjang per jenjang hingga sasaran produksi bijih untuk tahun itu tercapai. Hitung persentase jenjang terakhir yang harus ditambang untuk mencapai sasaran ini. b. Tabulasikan waste (atau material total) yang digali bersama bijih. c. Lanjutkan untuk jenjang-jenjang dan tahap-tahap penambangan hingga semua bijih habis ditambang. 2. Tabulasikan waste (atau material total) berdasarkan tahun. 3. Puncak pemindahan waste berhubungan dengan pengupasan awal (pre-stripping) yang dibutuhkan pada setiap tahap. Yang diinginkan adalah meratakan jadwal produksi waste dengan cara memindahkan Perencanaan Berdasarkan Waktu - 42

11 material ini jauh-jauh hari sebelumnya. Jadi kita mulai pengupasan jauh sebelum bijih di pushback itu diperlukan. a. Untuk tiap periode waktu, kumulatif waste dibagi dengan jumlah tahun. Hasilnya memberikan tingkat produksi waste rata-rata yang diperlukan untuk memperoleh bijih. b. Hitung nilai kumulatif waste maksimum dibagi dengan jumlah tahun. Hasilnya adalah tingkat produksi waste per tahun untuk penjadwalan yang baik dan rata. c. Pertama kali kita membuat jadwal untuk mengatasi puncak tertinggi, lalu mulai lagi dari nol untuk mengatasi puncak-puncak berikutnya. 2.6 MENYEIMBANGKAN JADWAL 1. Sekarang kita telah mempunyai tingkat produksi bijih dan tingkat pemindahan / pergerakan material total untuk setiap periode waktu. 2. Langkah berikutnya adalah menambang dari pushback sumber bijih utama dan dari pushback yang harus dikupas pada suatu periode waktu untuk mencapai sasaran produksi. a. Persoalannya, akan ada sejumlah waste di dalam material bijih dan sebaliknya, sejumlah bijih dalam material waste. b. Harus membuat jadwal yang seimbang sehingga jumlah bijih dari semua sumber memenuhi sasaran, dan jumlah material total dari semua sumber mencapai sasaran pula. i. Metode coba-coba (trial and error). ii. Menggunakan persamaan serentak (simultaneous equations) 3. Setelah bijih dan waste (atau material total) dari tiap pushback ditentukan untuk suatu periode waktu, kadar untuk tahun itu dapat ditentukan sebagai rata-rata tertimbang (berbobot) ton untuk bijih yang ditambang. Perencanaan Berdasarkan Waktu - 43

12 2.7 KOMENTAR LAIN-LAIN 1. Kebutuhan bijih tahun pertama harus dikurangi sehingga jumlah bijih yang ditimbun selama pra-produksi dan yang ditambang selama tahun pertama sama dengan sasaran pabrik tahun pertama. 2. Untuk pabrik yang besar, sasaran produksi tahun pertama biasanya dikurangi, misalnya membuat jadwal produksi untuk 75% dari kapasitas. 3. Kesalahan numerik sulit dihindari. Lakukan pengecekan sebanyak mungkin, antara lain : a. Bila suatu tahap / pushback selesai, pastikan bahwa material total yang ditargetkan setiap tahun dari pushback tersebut sama dengan jumlah bijih dan waste untuk pushback yang bersangkutan. b. Buat satu tabel untuk setiap tahun yang memperlihatkan jumlah material untuk setiap pushback. 4. Selama proses penjadwalan mungkin terdapat kendala-kendala penambangan lain yang belum diperhitungkan, misalnya: a. Total ton yang dapat ditambang dari pushback selama satu tahun. b. Jumlah jenjang yang dapat ditambang dari satu pushback selama tahun itu. 2.8 PETA-PETA TAMBANG 1. Setelah proses penjadwalan dilakukan, gambaran konseptual tentang bentuk tambang pada akhir setiap tahun akan mudah dibuat. 2. Kita tahu jenjang-jenjang mana yang ditambang dari tiap tahap pada setiap tahun dan kita mempunyai rancangan untuk tiap tahap. 3. Penggambaran peta amat penting agar kita dapat mengetahui apakah jadwal yang telah dibuat dapat dilaksanakan. a. Cek jalan masuk ke daerah yang diperlukan. Perencanaan Berdasarkan Waktu - 44

13 b. Pastikan bahwa suatu jumlah material yang amat besar tidak harus keluar melalui satu jalan angkut STRATEGI KADAR BATAS (CUTOFF GRADE STRATEGY) 1. Untuk tambang-tambang yang mempunyai batas keuntungan yang cukup memadai, jadwal yang terbaik (dalam artian memaksimumkan NPV atau ROI) akan dimulai pada kadar batas yang agak lebih tinggi dari break even cutoff grade selama tahun-tahun awal, kemudian menurun ke internal cutoff grade menjelang akhir umur tambang (lihat Kenneth F. Lane, The Economic Definition of Ore, 1991). 2. Tambang-tambang dengan umur yang pendek dan keuntungan marginal dapat mulai pada internal cutoff grade dan tetap pada kadar batas ini sepanjang umur tambang. 3. Dengan sebuah program komputer yang secara cepat dapat meng-evaluasi jadwal, strategi kadar batas yang terbaik dapat ditentukan dengan metode coba-coba (trial and error). 4. Pedoman lain adalah mencoba mempertahankan penghasilan pada tingkat kurang lebih dua kali biaya operasi untuk empat atau lima tahun pertama dari umur tambang. Hal ini akan menghasilkan pengembalian modal yang cepat. 3. TEMPAT PENIMBUNAN 3.1 PENDAHULUAN Tempat penimbunan dapat dibagi menjadi dua, yaitu waste dump dan stockpile. 1. Suatu waste dump adalah suatu daerah dimana suatu operasi tambang terbuka dapat membuang material kadar rendah dan / atau material bukan bijih yang harus digali dari pit untuk memperoleh bijih / material kadar tinggi. Perencanaan Berdasarkan Waktu - 45

14 2. Stockpile digunakan untuk menyimpan material yang akan digunakan pada saat yang akan datang. a. Bijih kadar rendah yang dapat diproses pada saat yang akan datang. b. Tanah penutup atau tanah pucuk yang dapat digunakan untuk reklamasi. 3. Rancangan waste dump sangat penting untuk perhitungan keekonomian. Lokasi dan bentuk dari waste dump dan stockpile akan berpengaruh terhadap jumlah gilir truk yang diperlukan, demikian pula biaya operasi dan jumlah truk dalam satu armada yang diperlukan. 4. Daerah yang diperlukan untuk waste dump pada umumnya luasnya 2 3 kali dari daerah penambangan (pit). a. Material yang telah dibongkar (loose material) berkembang % dibandingkan dengan material in situ. b. Sudut kemiringan untuk suatu dump umumnya lebih landai dari pit. c. Material pada umumnya tidak dapat ditumpuk setinggi kedalaman dari pit. 5. Berdasarkan alasan politik, banyak perusahaan menjauhi nama waste dumps. Istilah yang disukai adalah waste rock storage area, rock piles, dan lain-lain. 3.2 JENIS DUMP 1. Valley Fill / Crest Dumps a. Dapat diterapkan di daerah yang mempunyai topografi curam. Dumps dibangun pada lereng. b. Elevasi puncak (dump crest) ditetapkan pada awal pembuatan dump. Truk membawa muatannya ke elevasi ini dan membuang muatannya ke lembah di bawahnya. Elevasi crest ini dipertahankan sepanjang umur tambang. c. Dump dibangun pada angle of repose. Perencanaan Berdasarkan Waktu - 46

15 d. Membangun suatu dump ke arah atas (dalam beberapa lift) pada daerah yang topografinya curam biayanya mahal. Dumping akan mulai pada kaki (toe) dari dump final yang berarti pengangkutan truk yang panjang pada awal proyek. e. Diperlukan usaha yang cukup besar untuk pemadatan yang memenuhi persyaratan reklamasi. 2. Terraced Dump / Timbunan yang dibangun ke atas (dalam lift) a. Dapat diterapkan jika topografi tidak begitu curam pada lokasi timbunan. b. Timbunan dibangun dari bawah ke atas. Tiap lift biasanya meter tingginya. c. Ada untung ruginya dari segi ekonomi antara jarak horisontal untuk perluasan lift terhadap kapan memulai suatu lift baru. d. Lift-lift berikutnya terletak lebih ke belakang sehingga sudut lereng keseluruhan (overall slope angle) mendekati yang dibutuhkan untuk reklamasi. 3.3 PEMILIHAN LOKASI 1. Tergantung pada beberapa faktor a. Lokasi dan ukuran pit sebagai fungsi waktu. b. Topografi. c. Volume waste rock sebagai fungsi waktu dan sumber. d. Batas KP / CoW. e. Jalur penirisan yang ada. f. Persyaratan reklamasi. g. Kondisi pondasi. h. Peralatan penanganan material. 2. Selama rancangan detail dapat dipertimbangkan beberapa lokasi yang berbeda untuk perbandingan faktor ekonomik. Perencanaan Berdasarkan Waktu - 47

16 3.4 PARAMETER RANCANGAN 1. Angle of Repose a. Batuan kering run of mine umumnya mempunyai angle of repose antara derajat. b. Sudut ini dipengaruhi oleh tinggi dump, ketidak teraturan bongkah batuan, kecepatan dumping. c. Dapat dibuat pengukuran pada sudut lereng (bongkah-bongkah alami (talus) yang ada di daerah tersebut. 2. Faktor pengembangan (swell factor) a. Pada batuan keras, faktor pengembangan pada umumnya antara 30 dan 45%. Satu meter kubik in situ akan mengembang menjadi meter kubik material lepas (loose). b. Pengukuran bobot isi loose dapat dilakukan. c. Dengan waktu, material dapat dikompakkan 5 15%. Material yang dibuang dengan truk akan menjadi lebih kompak daripada material yang dibuang oleh ban berjalan (belt conveyor stackes) 3. Tinggi lift / jarak setback a. Hanya berlaku untuk dump yang dibangun ke atas (dengan lift). b. Tinggi lift umumnya adalah meter. c. Rancangan jarak setback sedemikian rupa sehingga sudut kemiringan keseluruhan rata-rata (average overall slope angle) adalah 2H : 1V (27 derajat) sampai 2.5H : 1V (22 derajat) untuk memudahkan reklamasi. 4. Jarak dari pit limit a. Jarak minimum adalah ruangan yang cukup untuk suatu jalan antara pit limit dan kaki timbunan (dump toe). Kestabilan pit akibat dump harus diperhitungkan. b. Jarak yang sama atau lebih besar dari kedalaman pit akan mengurangi resiko yang berhubungan dengan kestabilan lereng pit. Perencanaan Berdasarkan Waktu - 48

17 5. Makalah Bohnet / Kunze (Surface Mining Bab 5.6) merekomendasikan sedikit tanjakan ke arah dump crest dengan alasan penirisan dan keamanan. a. Limpasan air hujan menjauhi crest. b. Truk harus menggunakan tenaga mesin untuk menuju ke crest dan bukan meluncur bebas. Juga akan mengurangi resiko alat / kendaraan yang diparkir meluncur jatuh dari puncak waste dump (crest). 3.5 PERHITUNGAN VOLUME 1. Penampang horisontal a. Ukur luas daerah pada kaki (toe) dan puncak (crest) dari setiap lift. Rata-ranya adalah luas lift. b. Tinggi lift memberikan dimensi ke tiga dan volume untuk lift. c. Jumlahkan volume untuk tiap lift untuk memperoleh volume total dump. 2. Penampang vertikal a. Buat beberapa penampang melintang dengan jarak yang sama melalui dump. b. Ukur luas tiap penampang. c. Luas ini dianggap sama hingga separo jalan ke penampang berikutnya pada kedua sisi untuk memperoleh dimensi ke tiga dan volume untuk setiap penampang. d. Jumlahkan volume tiap-tiap penampang untuk memperoleh volume total dump. 3. Rancangan dump adalah dengan cara coba-coba (trial and error). a. Gambar rancangan dump secara coba-coba dan hitung volumenya. Bandingkan dengan volume dump yang diperlukan. b. Sesuaikan rancangan dan ukur kembali sampai volume yang Perencanaan Berdasarkan Waktu - 49

18 diinginkan dicapai. Umumnya 2 3 kali dicoba sudah cukup. Perbedaan antara ukuran yang diperlukan dan rancangan sampai 5% umumnya dapat diterima. 3.6 REKLAMASI 1. Untuk memenuhi syarat lingkungan pada umumnya dump akan dirancang dengan kemiringan 2H : 1V atau 2.5H : 1V. a. Stabilitas jangka panjang. b. Memudahkan penanaman kembali (revegetasi). 2. Mungkin harus ditimbun dengan topsoil atau overburden. 3. Mungkin harus memelihara saluran air dan kolam pengendapan sedimen. 4. Harus memantau air dari dump (masalah air asam tambang, dll.). 2.7 KOMENTAR LAIN 1. Biasanya satu track dozer ditugasi pada waste dump yang aktif. a. Menjaga dump tetap bersih dan memelihara kemiringan. b. Sering truk menimbun dekat dengan crest dan dozer mendorong material melalui crest. c. Membebaskan truk dan peralatan lain yang terperangkap. 2. Dump yang besar memerlukan perhitungan rekayasa geoteknik yang cukup. a. Penentuan kestabilan pondasi. b. Kecepatan maksimum dari kemajuan dump. c. Pengaruh air. Bagaimana membuang material ke jalur penirisan. d. Masalah gempa bumi pada daerah seismik yang aktif. Perencanaan Berdasarkan Waktu - 50

19 3. Jika rencana tambang mengijinkan, penimbunan kembali ke daerah yang sudah habis ditambang banyak memberi keuntungan (dilakukan misalnya di Gn. Muro). a. Umumnya pengangkutan jarak pendek. b. Mengurangi dampak visual dari aktivitas tambang. 4. Menjadwalkan penempatan material pada dump sesuai penjadwalan produksi umum dilakukan. Perencanaan Berdasarkan Waktu - 51

DESAIN TAMBANG PERTEMUAN KE-3

DESAIN TAMBANG PERTEMUAN KE-3 DESAIN TAMBANG PERTEMUAN KE-3 Penambangan dengan sistem tambang terbuka menyebabkan adanya perubahan rona/bentuk dari suatu daerah yang akan ditambang menjadi sebuah front penambangan Setelah penambangan

Lebih terperinci

TEMPAT PENIMBUNAN STOCK PILE AND WASTE DUMP

TEMPAT PENIMBUNAN STOCK PILE AND WASTE DUMP TEMPAT PENIMBUNAN STOCK PILE AND WASTE DUMP Jenis tempat penimbunan STOCK PILE AND WASTE DUMP TEMPAT PENIMBUNAN 1. WASTE DUMP LOKASI PEMBUANGAN OVERBURDEN ATAU MATERIAL KADAR RENDAH DAN ATAU MATERIAL BUKAN

Lebih terperinci

Aplikasi Teknologi Informasi Untuk Perencanaan Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Aplikasi Teknologi Informasi Untuk Perencanaan Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Aplikasi Teknologi Informasi Untuk Perencanaan Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta R. Andy Erwin Wijaya 1, Dianto Isnawan 2 1 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

2-D Dynamic Programming atau PIT LIMIT DESIGN

2-D Dynamic Programming atau PIT LIMIT DESIGN 2-D Dynamic Programming atau metode Lerchs-Grossmann PIT LIMIT DESIGN Data yang digunakan adalah data teknoekonomik (termasuk sudut lereng) dengan metode blok bijih Istilah perancangan tambang (Adisoma,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

Artikel Pendidikan 23

Artikel Pendidikan 23 Artikel Pendidikan 23 RANCANGAN DESAIN TAMBANG BATUBARA DI PT. BUMI BARA KENCANA DI DESA MASAHA KEC. KAPUAS HULU KAB. KAPUAS KALIMANTAN TENGAH Oleh : Alpiana Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Mataram

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Tambang (Mine Plan) Ada berbagai macam perencanaan antara lain : a. Perencanaan jangka panjang, yaitu suatu perencanaan kegiatan yang jangka waktunya lebih dari 5

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Penentuan dan Pemilihan Pit Potensial Penentuan dan pemilihan pit potensial merupakan langkah awal dalam melakukan evaluasi cadangan batubara. Penentuan pit potensial ini diperlukan

Lebih terperinci

Metode Tambang Batubara

Metode Tambang Batubara Metode Tambang Batubara Sistem Penambangan Batubara Sistem penambangan batubara ada 3, yaitu: - Penambangan Terbuka (Open Pit Mining) - Penambangan Bawah Tanah (Underground Mining) - Penambangan dengan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Klasifikasi Sumberdaya Dan Cadangan Batubara Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah menetapkan pembakuan mengenai Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan SNI No. 13-6011-1999.

Lebih terperinci

TAHAP PELAKSANAAN PEKERJAAN TANAH

TAHAP PELAKSANAAN PEKERJAAN TANAH TEKNIK PELAKSANAAN BANGUNAN AIR Pertemuan #3 TAHAP PELAKSANAAN PEKERJAAN TANAH ALAMSYAH PALENGA, ST., M.Eng. RUANG LINGKUP 1. PELAKSANAAN PEKERJAAN TANAH 2. PELAKSANAAN PEKERJAAN GEOTEKNIK (pertemuan selanjutnya).

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB vi vii ix xi xiii I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang.... 1 1.2 Perumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

[TAMBANG TERBUKA ] February 28, Tambang Terbuka

[TAMBANG TERBUKA ] February 28, Tambang Terbuka Tambang Terbuka I. Pengertian Tambang Terbuka Tambang Terbuka (open pit mine) adalah bukaan yang dibuat dipermukaan tanah, betujuan untuk mengambil bijih dan akan dibiarkan tetap terbuka (tidak ditimbun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian... 2 1.3 Ruang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii DAFTAR ISI RINGKASAN... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA Penentuan pit optimal dalam simulasi perencanaan tambang Bab 3 berikut akan dibantu software NPV Scheduler dan datamine studio dengan tujuan akhir yaitu mendapatkan suatu

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan 5.2 Perancangan Tambang Perancangan Batas Awal Penambangan

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan 5.2 Perancangan Tambang Perancangan Batas Awal Penambangan BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan Pemilihan metode penambangan Block Cut Open Pit Mining dikarenakan seam batubara mempunyai kemiringan yang cukup signifikan yaitu sebesar 10-15 sehingga batas akhir

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. perencanaan yang lebih muda dikelola. Unit ini umumnya menghubungkan. dibuat mengenai rancangan tambang, diantaranya yaitu :

BAB V PEMBAHASAN. perencanaan yang lebih muda dikelola. Unit ini umumnya menghubungkan. dibuat mengenai rancangan tambang, diantaranya yaitu : BAB V PEMBAHASAN 5.1 Rancangan Tahapan Penambangan Langkah pertama didalam rancangan tahap penambangan ialah menentukan volume rancangan akhir tambang keseluruhan menjadi unit-unit perencanaan yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya mineral yang ada di alam merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui kembali (non-renewable), dengan kata lain industri pertambangan selalu

Lebih terperinci

Tambang Terbuka (013)

Tambang Terbuka (013) Tambang Terbuka (013) Abdullah 13.31.1.350 Fakultas Teknik Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Pejuang Republik Indonesia Makassar 2013 Pendahuluan Aturan utama dari eksploitasi tambang adalah memilih

Lebih terperinci

BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan 4.2 Perancangan Tambang

BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan 4.2 Perancangan Tambang BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan Cadangan Batubara yang terdapat dalam daerah penambangan Sangasanga mempunyai kemiringan umum sekitar 10-15 dan dengan cropline yang berada di sisi barat daerah

Lebih terperinci

RENCANA TEKNIS PENIMBUNAN MINE OUT PIT C PADA TAMBANG BATUBARA DI PT. AMAN TOEBILLAH PUTRA SITE LAHAT SUMATERA SELATAN

RENCANA TEKNIS PENIMBUNAN MINE OUT PIT C PADA TAMBANG BATUBARA DI PT. AMAN TOEBILLAH PUTRA SITE LAHAT SUMATERA SELATAN RENCANA TEKNIS PENIMBUNAN MINE OUT PIT C PADA TAMBANG BATUBARA DI PT. AMAN TOEBILLAH PUTRA SITE LAHAT SUMATERA SELATAN PLANNING TECHNIC MINE OUT DUMP PIT C IN COAL MINE AT PT. AMAN TOEBILLAH PUTRA SITE

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Perancangan (Design) Pit Ef Pada Penambangan Batubara di PT Milagro Indonesia Mining Desa Sungai Merdeka, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK 98 BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan analisis terhadap lereng, pada kondisi MAT yang sama, nilai FK cenderung menurun seiring dengan semakin dalam dan terjalnya lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk. membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa

BAB I PENDAHULUAN. PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk. membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR 3.1 Penambangan Terbuka Batubara Contour mining

BAB III TEORI DASAR 3.1 Penambangan Terbuka Batubara Contour mining BAB III TEORI DASAR 3.1 Penambangan Terbuka Batubara Pengelompokan jenis-jenis tambang terbuka batubara didasarkan pada letak endapan, dan alat-alat mekanis yang dipergunakan. Teknik penambangan pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geoteknik merupakan suatu ilmu terapan yang peranannya sangat penting, tidak hanya dalam dunia pertambangan akan tetapi dalam berbagai bidang seperti teknik sipil

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Hasil Simulasi NPV Scheduler Skenario (1)

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Hasil Simulasi NPV Scheduler Skenario (1) BAB V PEMBAHASAN Bab pembahasan ini dibagi menjadi tiga bagian pembahasan. Pembahasan yang pertama ialah hasil simulasi NPV Scheduler, berikutnya akan membahas analisis hasil berupa perbandingan dari simulasi

Lebih terperinci

DESIGN OF DISPOSAL AREA FOR MINNING PLAN OF INUL EAST PIT DURING JULI 2013 TO DESEMBER 2014 IN HATARI DEPARTEMENT AT PT KALTIM PRIMA COAL

DESIGN OF DISPOSAL AREA FOR MINNING PLAN OF INUL EAST PIT DURING JULI 2013 TO DESEMBER 2014 IN HATARI DEPARTEMENT AT PT KALTIM PRIMA COAL RANCANGAN LOKASI DISPOSAL UNTUK RENCANA PENAMBANGAN PIT INUL EAST SELAMA BULAN JULI 2013 SAMPAI DESEMBER 2014 DI DEPARTEMEN HATARI PT KALTIM PRIMA COAL DESIGN OF DISPOSAL AREA FOR MINNING PLAN OF INUL

Lebih terperinci

RANCANGAN BUKAAN TAMBANG BATUBARA PADA PIT JKG PT. BBE SITE KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, MENGGUNAKAN APLIKASI MINESCAPE 4.118

RANCANGAN BUKAAN TAMBANG BATUBARA PADA PIT JKG PT. BBE SITE KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, MENGGUNAKAN APLIKASI MINESCAPE 4.118 RANCANGAN BUKAAN TAMBANG BATUBARA PADA PIT JKG PT. BBE SITE KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, MENGGUNAKAN APLIKASI MINESCAPE 4.118 Asan Pasintik, Thresna Adeliana Lassa, Risanto Panjaitan Magister Pertambangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi. Perkembangan dan peningkatan teknologi cukup besar, baik dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN TEKNIS DESAIN PUSH BACK PADA PENAMBANGAN BATUBARA PIT 10 DAN PIT 13 PT. KAYAN PUTRA UTAMA COAL KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR

RANCANGAN TEKNIS DESAIN PUSH BACK PADA PENAMBANGAN BATUBARA PIT 10 DAN PIT 13 PT. KAYAN PUTRA UTAMA COAL KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN TEKNIS DESAIN PUSH BACK PADA PENAMBANGAN BATUBARA PIT 10 DAN PIT 13 PT. KAYAN PUTRA UTAMA COAL KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR Oleh : Diyah Ayu Purwaningsih 1 dan Mamas 2 ABSTRACT

Lebih terperinci

Proposal Kerja Praktek Teknik Pertambangan Universitas Halu Oleo

Proposal Kerja Praktek Teknik Pertambangan Universitas Halu Oleo A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi sumber daya alam khususnya sumber daya mineral. Dalam pekembangannya, telah berbagai macam teknik dan teknologi yang dipergunakan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 93

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 93 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... v ABSTRAK... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1

Lebih terperinci

PERANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN BATUBARA UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BULANAN (Studi Kasus: Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur)

PERANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN BATUBARA UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BULANAN (Studi Kasus: Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur) PERANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN BATUBARA UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BULANAN (Studi Kasus: Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur) Dadang Aryanda*, Muhammad Ramli*, H. Djamaluddin* *)

Lebih terperinci

TERHADAP RANCANGAN PUSH BACK

TERHADAP RANCANGAN PUSH BACK PENGARUH LOSSES TERHADAP RANCANGAN PUSH BACK 3 BULAN DI FRONT SUWOTA SITE TANJUNGBULI PT. ANEKA TAMBANG UBP NIKEL MALUKU UTARA KABUPATEN HALMAHERA TIMUR PROVINSI MALUKU UTARA Oleh : Recky Fernando L. Tobing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan atau sasaran kegiatan serta urutan

BAB I PENDAHULUAN. yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan atau sasaran kegiatan serta urutan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rancangan adalah penentuan persyaratan, spesifikasi dan kriteria teknik yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan atau sasaran kegiatan serta urutan teknis pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Alat Berat Alat berat adalah peralatan mesin berukuran besar yang didesain untuk melaksanakan fungsi konstruksi seperti pengerjaan tanah (earthworking) dan memindahkan

Lebih terperinci

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN 4.1.1 UMUM 1) Uraian a) Pekerjaan ini harus mencakup penambahan lebar perkerasan lama sampai lebar jalur lalu lintas yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang penting dilakukan oleh suatu perusahaan, karena untuk

BAB I PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang penting dilakukan oleh suatu perusahaan, karena untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pertambangan memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu dimulai dari tahapan eksplorasi, kajian kelayakan, pengembangan dan perencanaan tambang, penambangan,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengertian Batubara Batubara adalah akumulasi material organik yang berasal dari sisasisa tumbuhan yang telah melalui proses kompaksi, ubahan kimia dan proses metamorfosis oleh

Lebih terperinci

ejournal Teknik sipil, 2012, 1 (1) ISSN ,ejurnal.untag-smd.ac.id Copyright 2012

ejournal Teknik sipil, 2012, 1 (1) ISSN ,ejurnal.untag-smd.ac.id Copyright 2012 ejournal Teknik sipil, 2012, 1 (1) ISSN 0000-0000,ejurnal.untag-smd.ac.id Copyright 2012 ANALISA TEKNIS PRODUKSI ALAT BERAT UNTUK PENGUPASAN BATUAN PENUTUP PADA PENAMBANGAN BATUBARA PIT X PT. BINTANG SYAHID

Lebih terperinci

BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE)

BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE) BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE) MAKSUD Yang dimaksud dengan lapis tanah dasar (sub grade) adalah bagian badna jalan yang terletak di bawah lapis pondasi (sub base) yang merupakan landasan atau dasar konstruksi

Lebih terperinci

Prodi Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung Jl. Tamansari No. 1 Bandung

Prodi Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung Jl. Tamansari No. 1 Bandung Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Penjadwalan Tambang (Mine Scheduling) untuk Mencapai Target Produksi Batubara 25.000 Ton/Bulan di PT Milagro Indonesia Mining Desa Bukit Merdeka Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Alat Berat Alat berat adalah peralatan mesin berukuran besar yang didesain untuk melaksanakan fungsi konstruksi seperti pengerjaan tanah (earthworking) dan memindahkan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kajian Geoteknik Analisis kemantapan lereng keseluruhan bertujuan untuk menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada sudut dan tinggi tertentu. Hasil dari analisis

Lebih terperinci

Kestabilan Geometri Lereng Bukaan Tambang Batubara di PT. Pasifik Global Utama Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan

Kestabilan Geometri Lereng Bukaan Tambang Batubara di PT. Pasifik Global Utama Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Kestabilan Geometri Lereng Bukaan Tambang Batubara di PT. Pasifik Global Utama Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan 1 Zulkifli Yadi 1 Prodi Pertambangan,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pendahuluan

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pendahuluan BAB II DASAR TEORI 2.1 Pendahuluan Optimasi merupakan proses menjadikan sesuatu keluaran lebih efektif/lebih sempurna dengan melakukan penyesuaian pada masukkan. Jika optimasi itu merupakan proses, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di sektor pertambangan batubara dengan skala menengah - besar.

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di sektor pertambangan batubara dengan skala menengah - besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Milagro Indonesia Mining adalah salah satu perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan batubara dengan skala menengah - besar. Lokasi penelitian secara administratif

Lebih terperinci

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 1 Periode: Maret-Agustus 2015

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 1 Periode: Maret-Agustus 2015 Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 mor. 1 Periode: Maret-Agustus 2015 KAJIAN TEKNIS ALAT MUAT DAN ALAT ANGKUT UNTUK MENGOPTIMALKAN PRODUKSI PENGUPASAN LAPISAN TANAH PENUTUP DI PIT UW PT.BORNEO ALAM

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI PERALATAN MEKANIS SEBAGAI UPAYA PENCAPAIAN SASARAN PRODUKSI PENGUPASAN LAPISAN TANAH PENUTUP DI PT

OPTIMALISASI PRODUKSI PERALATAN MEKANIS SEBAGAI UPAYA PENCAPAIAN SASARAN PRODUKSI PENGUPASAN LAPISAN TANAH PENUTUP DI PT OPTIMALISASI PRODUKSI PERALATAN MEKANIS SEBAGAI UPAYA PENCAPAIAN SASARAN PRODUKSI PENGUPASAN LAPISAN TANAH PENUTUP DI PT. PUTERA BARAMITRA BATULICIN KALIMANTAN SELATAN Oleh Riezki Andaru Munthoha (112070049)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... Bab

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... Bab DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... Bab vii I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Masalah... 1 1.2 Tujuan Penelitian... 1 1.3 Identifikasi Masalah...

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konsep Penambangan Dalam merencanakan suatu tambang batubara perlu pemahaman mengenai Konsep Penambangan dan Perancangan Penambangan yang benar untuk suatu tambang terbuka batubara.

Lebih terperinci

SISTEM TAMBANG TERBUKA

SISTEM TAMBANG TERBUKA SISTEM TAMBANG TERBUKA A. JENIS-JENIS METODE PENAMBANGAN Secara garis besar metode penambangan dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu : 1) Tambang terbuka (surface mining). 2) Tambang dalam/tambang bawah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Commision on Environment and Development (1987) dalam Jaya (2004) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Perancangan Desain Pit Tambang Bijih Besi di PT. Juya Aceh Mining di Desa Ie Mierah dan Alue Dawah, Kecamatan Bahbarot, Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi

Lebih terperinci

Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST. Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah

Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST. Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah Ditinjau dari sistem penyanggaannya, maka metode penambangan bawah tanah (Underground mining)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... BAB

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... BAB DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan Penelitian... 2 1.3.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 785 TKPH Site vs TKPH Rating. Gambar 5.1. Grafik TKPH site vs TKPH rating HD-785

BAB V PEMBAHASAN. 785 TKPH Site vs TKPH Rating. Gambar 5.1. Grafik TKPH site vs TKPH rating HD-785 BAB V PEMBAHASAN 5.1. Ton Kilometer Per Hour 5.1.1. Ban Ukuran 27.00-49 Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan pada bab III, dapat dibuat grafik perbandingan nilai Ton Kilometer Per Hour (TKPH)

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI OPTIMASI PIT MENGGUNAKAN PROGRAM FORTRAN

BAB IV SIMULASI OPTIMASI PIT MENGGUNAKAN PROGRAM FORTRAN BAB IV SIMULASI OPTIMASI PIT MENGGUNAKAN PROGRAM FORTRAN Penentuan batas terluar pit ( ultimate pit) merupakan faktor penting dalam perencanaan tambang, dan ketepatan dalam menentukan ultimate pit akan

Lebih terperinci

Disampaikan pada acara:

Disampaikan pada acara: GOOD MINING PRACTICE Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Evaluasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Perhitungan Kontribusi Penurunan Beban Pencemaran Lingkungan Sektor Pertambangan DIREKTORAT TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan yang baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik dari segi materi maupun waktu.

Lebih terperinci

RANCANGAN PENANGANAN MATERIAL OVERBURDEN YANG BERPOTENSI MENIMBULKAN AIR ASAM TAMBANG DI BLOK 5D CB PT TANITO HARUM KALIMANTAN TIMUR

RANCANGAN PENANGANAN MATERIAL OVERBURDEN YANG BERPOTENSI MENIMBULKAN AIR ASAM TAMBANG DI BLOK 5D CB PT TANITO HARUM KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PENANGANAN MATERIAL OVERBURDEN YANG BERPOTENSI MENIMBULKAN AIR ASAM TAMBANG DI BLOK 5D CB PT TANITO HARUM KALIMANTAN TIMUR Aditya Denny Prabawa, Aris Herdiansyah, Rudi Hartono Magister Teknik

Lebih terperinci

PROSES PENAMBANGAN BATUBARA

PROSES PENAMBANGAN BATUBARA PROSES PENAMBANGAN BATUBARA 1. Pembersihan lahan (land clearing). Kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan daerah yang akan ditambang mulai dari semak belukar hingga pepohonan yang berukuran besar. Alat

Lebih terperinci

PENGANTAR PERENCANAAN JALAN RAYA SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006

PENGANTAR PERENCANAAN JALAN RAYA SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006 PENGANTAR PERENCANAAN JALAN RAYA SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006 PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN STANDARD PERENCANAAN Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No. 13/1970 Direktorat

Lebih terperinci

Metode Tambang Batubara

Metode Tambang Batubara Metode Tambang Batubara 1. SISTEM PENAMBANGAN BATUBARA Sistem penambangan batubara ada 3, yaitu: - Penambangan Terbuka - Penambangan Bawah Tanah - Penambangan dengan Auger 1.1 Penambangan batubara terbuka

Lebih terperinci

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016 Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept. 2015 Feb. 2016 KAJIAN TEKNIS PENINGKATAN PRODUKSI ALAT GALI-MUAT & ALAT ANGKUT PADA KEGIATAN PENGUPASAN TOPSOIL DI STOCKPILE PT. KALTIM PRIMA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan terbuka di Kalimantan Timur Indonesia yang resmi berdiri pada tanggal 5 April

Lebih terperinci

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN RISWAN 1, UYU SAISMANA 2 1,2 Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Perencanaan Sequence Penambangan Batubara pada Seam 16 Phase 2 di PT. KTC Coal Mining & Energy, Kec. Palaran, Samarinda, Kalimantan Timur

Perencanaan Sequence Penambangan Batubara pada Seam 16 Phase 2 di PT. KTC Coal Mining & Energy, Kec. Palaran, Samarinda, Kalimantan Timur Perencanaan Sequence Penambangan Batubara pada Seam 16 Phase 2 di PT. KTC Coal Mining & Energy, Kec. Palaran, Samarinda, Kalimantan Timur Ahmad Fauzan Haryono, Ariyanto, I Putu Eka Dimi Aprilianta Prodi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN PEMBAHASAN START. Identifikasi masalah. Pengolahan data stockpile hingga menjadi model. Analisa pengadaan alat berat

BAB III METODOLOGI DAN PEMBAHASAN START. Identifikasi masalah. Pengolahan data stockpile hingga menjadi model. Analisa pengadaan alat berat BAB III METODOLOGI DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis menjelaskan tentang alur kegiatan analisa pengadaan alat berat di terminal curah batubara. Diagram alir kegiatan dapat dilihat pada gambar 3.1. START

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 24 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Rancangan Tambang Perancangan tambang biasanya dimaksudkan sebagai bagian dari proses perencanaan tambang yang berkaitan dengan masalah-masalah geometrik. Di dalamnya termasuk

Lebih terperinci

Metode Perhitungan Cadangan. Konsep Dasar

Metode Perhitungan Cadangan. Konsep Dasar Metode Perhitungan Cadangan Konsep Dasar Konversi Unit 1 inch = 2,54 cm 1 karat = 200 mgram 1 m = 3,281 feet 1 mile = 1.609 km 1 ha = 10.000 m 2 1 acre = 0,404686 ha 1 cc = 0,061 cinch 1 kg = 2,2046 pound

Lebih terperinci

TECHNICAL PLAN HOARDING IN POST-MINING AREAS WITH BACKFILLING DIGGING SYSTEM IN PIT KELUANG COAL MINE IN SOUTH SUMATRA, PT BATURONA ADIMULYA

TECHNICAL PLAN HOARDING IN POST-MINING AREAS WITH BACKFILLING DIGGING SYSTEM IN PIT KELUANG COAL MINE IN SOUTH SUMATRA, PT BATURONA ADIMULYA RENCANA TEKNIS PENIMBUNAN PADA AREAL PASCA TAMBANG DENGAN METODE BACKFILLING DIGGING SYSTEM DI PIT KELUANG PADA TAMBANG BATUBARA PT BATURONA ADIMULYA SUMATERA SELATAN TECHNICAL PLAN HOARDING IN POST-MINING

Lebih terperinci

MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA

MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE PERMUKAAN UNTUK JALAN RAYA a) Mengalirkan air hujan dari permukaan jalan agar tidak terjadi genangan. b) Mengalirkan air permukaan yang terhambat oleh

Lebih terperinci

BAB II I S I Kecepatan pemboran suatu alat bor juga dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain :

BAB II I S I Kecepatan pemboran suatu alat bor juga dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain : BAB I PENDAHULUAN Pemboran produksi (eksploitasi) merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan peledakan, karena dengan melakukan kegiatan peledakan tersebut terlebih dahulu batuan

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERENCANAAN TAMBANG 3.1 PENGERTIAN

KONSEP DASAR PERENCANAAN TAMBANG 3.1 PENGERTIAN KONSEP DASAR PERENCANAAN TAMBANG 3.1 PENGERTIAN Perencanaan adalah penentuan persyaratan dalan mencapai sasaran,kegiatan serta urutan teknik pelaksanaan berbagai macam kegiatan untuk mencapai suatu tujuan

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN 4.1.1 UMUM DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN 1) Uraian a) Yang dimaksud dengan Pelebaran Perkerasan adalah pekerjaan menambah lebar perkerasan pada jalan lama

Lebih terperinci

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016 Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept. 2015 Feb. 2016 KAJIAN TEKNIS PRODUKSI ALAT GALI-MUAT DAN ALAT ANGKUT UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI PENGUPASAN OVERBURDEN PENAMBANGAN BATUBARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan modal yang maksimal. Kebutuhan modal yang maksimal. menyebabkan perusahaan tambang berusaha agar kegiatan penambangan

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan modal yang maksimal. Kebutuhan modal yang maksimal. menyebabkan perusahaan tambang berusaha agar kegiatan penambangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang pertambangan merupakan salah satu bidang usaha yang membutuhkan modal yang maksimal. Kebutuhan modal yang maksimal menyebabkan perusahaan tambang berusaha agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akses jalan merupakan faktor penting dalam ketercapaian volume batuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akses jalan merupakan faktor penting dalam ketercapaian volume batuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akses jalan merupakan faktor penting dalam ketercapaian volume batuan yang dipindahkan. Sebelum menentukan geometri jalan yang akan dibuat maka perlu diketahui

Lebih terperinci

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016 Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept. 2015 Feb. 2016 RANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN BATUBARA UNTUK MENCAPAI TARGET PRODUKSI PIT 3000 BLOCK 1A NORTH BLOCK QUARTER II TAHUN 2015 DI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Longsoran Pengertian gerakan tanah (mass movement) dengan longsoran (Landslide) mempunyai kesamaan. Gerakan tanah adalah perpindahan massa tanah atau batu pada arah tegak, mendatar

Lebih terperinci

RANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN BATUBARA DI BLOK SELATAN PT. DIZAMATRA POWERINDO LAHAT SUMATERA SELATAN

RANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN BATUBARA DI BLOK SELATAN PT. DIZAMATRA POWERINDO LAHAT SUMATERA SELATAN RANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN BATUBARA DI BLOK SELATAN PT. DIZAMATRA POWERINDO LAHAT SUMATERA SELATAN TECHNICAL DESIGN OF COAL MINING AT SOUTH BLOCK PT. DIZAMATRA POWERINDO LAHAT SOUTH SUMATERA Dedi Saputra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG Gunungpati merupakan daerah berbukit di sisi utara Gunung Ungaran dengan kemiringan dan panjang yang bervariasi. Sungai utama yang melintas dan mengalir melalui

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROCEDURE

STANDART OPERASIONAL PROCEDURE STANDART OPERASIONAL PROCEDURE I. TUJUAN 1. Memberikan panduan standar operasional penambangan bagi kontraktor 2. Menghilangkan atau mencegah terjadinya kecelakaan kerja II. SASARAN Memastikan operasional

Lebih terperinci

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016 Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. Nomor. 2 Periode: Sept. 205 Feb. 206 KAJIAN TEKNIS PRODUKSI ALAT GALI-MUAT DAN ALAT ANGKUT PADA PENGUPASAN OVERBURDEN DI TAMBANG BATUBARA PT. RIAN PRATAMA MANDIRI

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi penambangan batubara PT Milagro Indonesia Mining secara administratif terletak di Desa Merdeka Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Statistik Univarian

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Statistik Univarian BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Statistik Univarian Analisis statistik yang dilakukan yaitu analisis statistik univarian untuk ketebalan batubara. Analisis statistik ini dilakukan untuk melihat variasi ketebalan

Lebih terperinci

Penambangan Bijih Nikel di Pomalaa

Penambangan Bijih Nikel di Pomalaa Penambangan Bijih Nikel di Pomalaa Segmen usaha nikel ANTAM terdiri dari komoditas feronikel dan bijih nikel, yang dihasilkan dari tambang-tambang nikel di Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara serta pabrikpabrik

Lebih terperinci

PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT

PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT Oleh Eddy Winarno; Wawong Dwi Ratminah Program Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta Abstrak Optimalisasi Keberhasilanan Penambangan Terbuka

Lebih terperinci

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) BAB V LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) 5.1. UMUM a. Lapis Pondasi Agregat Semen (Cement Treated Base / CTB) adalah Lapis Pondasi Agregat Kelas A atau Kelas B atau Kelas C yang diberi

Lebih terperinci

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA.

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA. SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA. GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK September 2011 SUPANDI, ST, MT supandisttnas@gmail.com GEOTEKNIK TAMBANG Jurusan : Teknik Geologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan semakin banyak berdirinya perusahaan perusahaan. pertambangan Batubara di Indonesia termasuk di Propinsi Jambi, salah

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan semakin banyak berdirinya perusahaan perusahaan. pertambangan Batubara di Indonesia termasuk di Propinsi Jambi, salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan permintaan pasar akan Batubara yang semakin meningkat mengakibatkan semakin banyak berdirinya perusahaan perusahaan pertambangan Batubara di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perencanaan sistem tambang terbuka, analisis kestabilan lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain tambang yang aman dan ekonomis.

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Perancangan dan Pentahapan Triwulan Penambangan Batubara berdasarkan Rencana Produksi Tahun 2016 Pit A PT. Firman Ketaun di Desa Tanjung Dalam, Kecamatan Ulok

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PERHITUNGAN

BAB IV DATA DAN PERHITUNGAN BAB IV DATA DAN PERHITUNGAN 4.1. Data Situasi Lapangan Pada kegiatan penambangan material lapisan batuan penutup, prioritas pekerjaan berada pada daerah utara pit Tanah Putih (lihat Gambar 4.1). N LP 1

Lebih terperinci

USULAN JUDUL. tugas akhir yang akan saya laksanakan, maka dengan ini saya mengajukan. 1. Rancangan Jalan Tambang Pada PT INCO Tbk, Sorowako

USULAN JUDUL. tugas akhir yang akan saya laksanakan, maka dengan ini saya mengajukan. 1. Rancangan Jalan Tambang Pada PT INCO Tbk, Sorowako USULAN JUDUL Kepada Yth Bapak Ketua Jurusan Teknik Petambangan Di,- Makassar Dengan Hormat, Dengan ini saya sampaikan kepada Bapak bahwa kiranya dengan tugas akhir yang akan saya laksanakan, maka dengan

Lebih terperinci