KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun
|
|
- Glenna Kartawijaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Pemanfaatan bahan galian sebagai sumber daya alam tak terbarukan umumnya memerlukan tahapan kegiatan usaha pertambangan yang panjang, modal besar, teknologi tinggi, beresiko tinggi dan cenderung merubah lingkungan, oleh sebab itu pengelolaannya harus dilakukan dengan baik dan benar agar diperoleh manfaat yang optimal. Pengelolaan bahan galian untuk mendapatkan manfaat yang optimal pada kenyataannya menemui banyak kendala, antara lain diakibatkan oleh keterbatasan operasional penambangan, pengolahan dan pengangkutan, sehingga dapat menyebabkan bahan galian tertinggal dan bahan galian berpotensi terbuang. Oleh karena itu perlu dilakukan inventarisasi bahan galian tertinggal maupun bahan galian berpotensi terbuang sehingga dapat dipergunakan sebagai dasar evaluasi bahan galian agar tidak ada yang terabaikan dan tersia-siakan. Inventarisasi bahan galian tertinggal dan bahan galian berpotensi terbuang dilakukan dengan cara pendataan bahan galian utama, mineral ikutan dan bahan galian lain yang belum dimanfaatkan, baik yang belum atau sudah ditambang. Data tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan evaluasi untuk mencegah menurun atau hilangnya nilai ekonomi bahan galian dan untuk meminimalkan atau mencegah terbuangnya bahan galian. DASAR PEMIKIRAN a. Dalam usaha pertambangan tidak semua bahan galian tertambang, terolah dan termanfaatkan secara optimal karena faktor teknologi, ekonomi dan sosial. b. Perlunya inventarisasi bahan galian tertinggal dan bahan galian berpotensi terbuang secara sistematis agar potensi bahan galian tidak ada yang terabaikan. c. Diperlukan data potensi bahan galian tertinggal dan bahan galian berpotensi terbuang sebagai dasar penetapan kebijakan dan pemanfaatannya. 3. TUJUAN Pedoman teknis ini merupakan acuan bagi pemerintah atau instansi berwenang dalam melakukan inventarisasi bahan galian tertinggal dan bahan galian berpotensi terbuang, sehingga menghasilkan data yang lengkap, tepat dan akurat untuk dipergunakan sebagai dasar evaluasi bahan galian yang ada agar tidak terabaikan dan tersia-siakan. 4. RUANG LINGKUP Pedoman teknis ini meliputi istilah dan definisi, kondisi bahan galian tertinggal, kondisi bahan galian berpotensi terbuang, lingkup data inventarisasi, tahapan inventarisasi, pelaksanaan kegiatan inventariasi, pelaksana dan penyusunan laporan hasil inventarisasi. 5. ISTILAH DAN DEFINISI a) Inventarisasi bahan galian adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan, penggambaran, perekaman, pengambilan dan manajemen data dan informasi sumber daya mineral baik yang bersifat data primer maupun sekunder yang diperoleh dari hasil kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan konservasi. b) Bahan galian tertinggal adalah bahan galian/endapan berpotensi ekonomi berupa bahan galian utama, mineral ikutan maupun bahan galian lain pada wilayah usaha pertambangan dengan satu sistem penambangan dan pengolahan tertentu karena pertimbangan aspek teknis, ekonomi dan atau sosial belum dimanfaatkan. c) Bahan galian yang berpotensi terbuang adalah bahan galian berupa bahan galian utama, mineral ikutan maupun bahan galian lain pada wilayah usaha pertambangan yang Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA
2 berdasarkan desain tambang dan rencana pengolahan tidak akan diusahakan sehingga diperlakukan sebagai bahan galian yang akan dibuang dan karena pertimbangan aspek teknis dan ekonomi diperlakukan sebagai material buangan (waste) dan ampas (tailing), namun dengan perubahan sistem penambangan dan atau pengolahan tertentu masih berpotensi untuk diusahakan. d) Wilayah bekas tambang adalah daerah dimana kegiatan pertambangan berupa penambangan dan atau pengolahan serta penunjangnya telah diakhiri. e) Data sekunder adalah semua fakta, petunjuk, indikasi yang didapat dari hasil penyelidikan secara tidak langsung. Data tersebut berupa hasil rekaman dalam bentuk tulisan, cetakan maupun digital seperti laporan, peta, hasil analisis laboratorium, yang dapat memberikan gambaran tentang keadaan geologi, sebaran, tipe, keterdapatan, kualitas, kuantitas dan potensi dari suatu bahan galian. Selain itu terdapat juga data eksploitasi dan konservasi seperti data produksi, stripping ratio, cut off grade, sumber daya tertinggal dan tailing. f) Data primer adalah semua fakta, petunjuk, indikasi yang didapat dari hasil penyelidikan secara langsung di lapangan dan hasil analisis laboratorium yang dapat memberikan gambaran tentang keadaan geologi, sebaran, tipe, keterdapatan, kualitas, kuantitas dan potensi dari suatu endapan bahan galian. g) Penambangan adalah kegiatan yang dilakukan baik secara sederhana (manual) maupun mekanis yang meliputi penggalian, pemberaian, pemuatan dan pengangkutan bahan galian. h) Pertambangan adalah kegiatan, teknologi dan bisnis yang berkaitan dengan industri pertambangan mulai dari prospeksi, eksplorasi, evaluasi, penambangan, pengolahan, pemurnian, pengangkutan sampai pemasaran. i) Bahan Galian adalah aneka ragam unsur kimia, mineral, kumpulan mineral, batuan, bijih, termasuk batubara, gambut, bitumen padat dan mineral radioaktif yang terjadi secara alami dan mempunyai nilai ekonomis. j) Bahan Galian Utama atau Bahan Galian yang Diusahakan adalah jenis bahan galian yang menjadi komoditas utama yang sesuai dengan perizinan pada suatu usaha pertambangan. k) Bahan Galian Lain adalah endapan bahan galian yang berada di wilayah izin usaha pertambangan, namun tidak termasuk bahan galian yang diusahakan. l) Mineral ikutan adalah mineral atau aneka bahan yang sebaran dan genesanya bersamaan dengan bahan galian utama. m) Ampas (Tailing) adalah bagian dari hasil pemrosesan bahan galian dengan sistem pengolahan tertentu yang tidak dikehendaki karena dianggap sudah tidak mengandung mineral berharga lagi. n) Material buangan (waste) adalah tanah/batuan yang berada di atas, diantara atau di sekeliling bahan galian yang digali atau ikut tergali dalam proses kegiatan usaha pertambangan tetapi tidak dimanfaatkan. o) Pit limit adalah batas kegiatan penambangan / batas sumuran penggalian/pertambangan. p) Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan yang ditetapkan pada Undang-Undang No. 32 tahun Kondisi dan Keberadaan Bahan Galian Tertinggal dan Bahan Galian Berpotensi Terbuang Jenis atau kelompok bahan galian tertinggal dan bahan galian berpotensi terbuang dapat berupa bahan galian utama, bahan galian lain dan atau mineral ikutan. Adapun komoditas yang termasuk dalam jenis atau kelompok bahan galian tersebut dapat terdiri dari satu komoditas bahan galian utama, satu atau beberapa komoditas bahan galian lain dan satu atau beberapa mineral ikutan Bahan Galian Tertinggal Bahan galian tertinggal terdiri dari bahan galian yang tidak ditambang, bahan galian tertambang, dan bahan galian yang belum terjual pasca tambang. a. Bahan Galian yang Tidak Ditambang yaitu bahan galian insitu yang dalam perencanaan/desain tambang tidak termasuk yang akan ditambang, dapat berupa bahan galian utama, mineral ikutan dan atau bahan galian lain yang terdapat di luar pit limit. b. Bahan Galian Tertambang yaitu bahan galian berupa bahan galian utama berkadar rendah/marjinal, mineral ikutan maupun bahan galian lain yang dalam perencanaan / desain tambang termasuk yang akan ditambang. Kondisi bahan galian ini dapat berupa bahan galian yang berada di dalam atau di luar pit limit. Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA
3 c. Bahan Galian Belum Terjual Pasca Tambang yaitu produk utama dan atau produk sampingan yang telah ditambang dan atau diolah namun belum dimanfaatkan atau belum terjual sampai saat tutup tambang. 6. Bahan Galian Berpotensi Terbuang Bahan galian berpotensi terbuang terdiri dari bahan galian yang belum tertambang dan bahan galian yang sudah tertambang a. Bahan Galian yang Belum Tertambang Bahan galian yang belum tertambang adalah bahan galian yang belum terganggu keberadaannya namun berdasarkan desain tambang dan rencana pengolahan tidak akan diusahakan sehingga akan diperlakukan sebagai material yang akan dibuang (waste), dengan perubahan sistem penambangan dan atau pengolahan tertentu masih berpotensi untuk diusahakan. Bahan galian yang belum ditambang dapat berupa bahan galian utama, mineral ikutan dan atau bahan galian lain. b. Bahan Galian yang Sudah Tertambang Bahan galian yang sudah tertambang yaitu bahan galian yang telah ikut tergali dan atau terolah dalam proses kegiatan usaha pertambangan tetapi tidak dimanfaatkan dapat berupa waste dan atau tailing. 7. Inventarisasi Bahan Galian Tertinggal dan Bahan Galian Berpotensi Terbuang. 7.1 Lingkup Data Lingkup data inventarisasi bahan galian tertinggal dan bahan galian berpotensi terbuang pada wilayah usaha pertambangan meliputi data sekunder dan data primer Data Sekunder Inventarisasi data sekunder meliputi : a. Wilayah IUP b. Status kegiatan tambang c. Data eksplorasi d. Jenis bahan galian dan komoditas. e. Lokasi keberadaan bahan galian f. Kondisi bahan galian (tipe, sebaran, dimensi) g. Hasil Studi Kelayakan h. Tata letak tambang i. Data penambangan (termasuk teknologi dan peralatan yang digunakan) j. Data pengolahan k. Data produksi l. Data pemasaran 7.1. Data Primer Inventarisasi data primer adalah pengumpulan data secara langsung di lapangan meliputi pencatatan, pengamatan bahan galian, pengukuran, pengambilan perconto dan analisis perconto di laboratorium. Data yang harus diinventarisasi antara lain : a. Status kegiatan tambang. b. Jenis bahan galian dan komoditas. c. Lokasi keberadaan bahan galian. d. Geologi dan kondisi bahan galian. e. Perconto dan log bor. f. Bentuk dan dimensi sebaran bahan galian. g. Kadar, kualitas dan kuantitas (sumber daya) bahan galian. h. Tata guna lahan. i. Latar belakang tertinggal/terbuang. j. Penanganan. 7. Tahapan Inventarisasi Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA
4 Pelaksanaan inventarisasi dilakukan dalam tiga tahapan yaitu persiapan, pelaksanaan kegiatan dan pelaporan Persiapan Pembuatan dan pengiriman surat pemberitahuan/izin kepada pihak pelaku usaha pertambangan dan instansi terkait. Surat yang dikirimkan kepada pihak pelaku usaha pertambangan disertai dengan penjelasan rinci tentang rencana kegiatan dan data yang diperlukan Konfirmasi jadwal kegiatan dengan pihak pelaku usaha pertambangan. Inventarisasi dan evaluasi data sekunder Penyiapan bahan dan peralatan yang diperlukan 7. Pelaksanaan Kegiatan Koordinasi dengan pihak pelaku usaha pertambangan berkaitan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan Diskusi tentang kegiatan usaha pertambangan Pengumpulan data sekunder yang ada pada pihak pelaku usaha pertambangan. Pengambilan data primer dan perconto di lapangan disertai pihak pelaku usaha pertambangan. Analisis perconto di laboratorium 7.3. Penyusunan Laporan Penyusunan laporan berdasarkan data sekunder, data primer dan hasil analisis perconto Pelaksanaan Inventarisasi Pelaksanaan inventarisasi meliputi Inventarisasi bahan galian tertinggal dan bahan galian berpotensi terbuang Inventarisasi Bahan Galian Tertinggal Inventarisasi bahan galian tertinggal pada wilayah usaha pertambangan dilakukan dengan pengumpulan data seluruh bahan galian berpotensi ekonomi yang belum dimanfaatkan. Inventarisasi dikelompokkan ke dalam dua tahapan, yaitu pengumpulan data sekunder dan primer. Data sekunder meliputi data eksplorasi, studi kelayakan dan data operasi produksi. Sedangkan pengumpulan data primer dengan melakukan uji lapangan secara langsung meliputi kondisi geologi, bahan galian, penambangan, pengolahan, lingkungan, tataguna lahan, dengan cara melakukan pengamatan, pengukuran, pengambilan perconto dan analisis laboratorium. Bahan galian tertinggal terdiri dari bahan galian yang tidak ditambang, bahan galian tertambang dan bahan galian yang belum terjual pasca tambang. Inventarisasi bahan galian tertinggal pada wilayah usaha pertambangan meliputi kondisi bahan galian serta keterkaitannya dengan status kegiatan penambangan Inventarisasi Bahan Galian Tertinggal Berdasarkan Kondisi Bahan Galian a. Bahan Galian yang Tidak Tertambang Inventarisasi dilakukan dengan mengacu pada data eksplorasi, desain tambang, perencanaan produksi dan data eksploitasi. Berdasarkan data tersebut dimensi dan sebaran bahan galian dapat diketahui, sehingga sumber daya tertinggal dapat ditentukan. b. Bahan Galian Tertambang Inventarisasi dilakukan dengan mengacu pada data eksplorasi, desain tambang, perencanaan produksi dan data eksploitasi. Inventarisasi bahan galian tertambang dilakukan pada bahan galian yang akan ditambang atau yang berada di dalam pit meliputi jenis, komoditas, lokasi, kuantitas/sumber daya bahan galian, dan kadar/kualitas. Disamping itu, dilakukan juga pada bahan galian yang Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA
5 telah ditambang atau berada di luar pit, meliputi jenis atau kelompok bahan galian, komoditas, lokasi penyimpanan, kuantitas atau sumber daya yang telah tergali, kadar/kualitas, penanganan dan latar belakang tertinggal. c. Bahan Galian Belum Terjual Pasca Tambang Bahan galian jenis ini terdiri dari bahan galian hasil penambangan atau pengolahan yang belum terjual. Inventarisasi dilakukan berdasarkan data penambangan dan pengolahan, meliputi jenis dan komoditi bahan galian, penanganan/penyimpanan, lokasi, latar belakang belum terjual dan tertinggal, estimasi kualitas dan kuantitas, penanganan dan lokasi Inventarisasi Bahan Galian Tertinggal Berdasarkan Status Kegiatan Penambangan. Status kegiatan penambangan sangat menentukan pelaksanaan inventarisasi bahan galian tertinggal. a. Inventarisasi Bahan Galian Tertinggal Pada Blok Aktif. Inventarisasi bahan galian tertinggal pada lokasi penambangan atau pada blok yang masih aktif dapat dilakukan terhadap tiga kondisi bahan galian, yaitu bahan galian yang tidak ditambang, sudah tertambang dan akan tertambang. Inventarisasi dilakukan berdasarkan data eksplorasi, desain tambang, perencanaan produksi dan data eksploitasi, meliputi jenis bahan galian, kadar/kualitas, kuantitas atau sumber daya yang telah tergali, penanganan pada lokasi penyimpanan dan latar belakang tertinggal. b. Inventarisasi Bahan Balian Pada Blok yang Telah Ditinggalkan / Ditutup Inventarisasi bahan galian tertinggal pada blok yang telah ditutup/ditinggalkan terutama pada lahan yang telah direklamasi, sangat tergantung pada data pemegang izin usaha pertambangan. Apabila telah dilakukan penanganan misalnya dengan menyimpan pada lokasi tertentu maka dapat dilakukan pengecekan langsung di lapangan. c. Inventarisasi Bahan Galian Pada Pasca Tambang. Inventarisasi bahan galian pada kondisi pasca tambang hampir sama dengan kondisi blok yang telah ditutup/ditinggalkan. Apabila dijumpai bahan galian yang sudah tertambang dan atau terolah tetapi belum terjual pada lokasi tertentu, maka dapat dilakukan pengecekan langsung di lapangan Bahan Galian Berpotensi Terbuang Bahan Galian yang Belum Tertambang Inventarisasi bahan galian berpotensi terbuang dilakukan pada bahan galian yang belum tertambang pada wilayah usaha pertambangan, dengan mendata seluruh bahan galian berpotensi terbuang. Inventarisasi dikelompokkan ke dalam dua tahapan, yaitu pengumpulan data sekunder dan primer. Data sekunder meliputi data eksplorasi, studi kelayakan, eksploitasi dan operasi produksi, terutama desain tambang dan perencanaan produksi. Sedangkan pengumpulan data primer dengan melakukan uji lapangan secara langsung meliputi kondisi geologi, bahan galian, penambangan, pengolahan, lingkungan, tataguna lahan, dengan cara melakukan pengamatan, pengukuran, pengambilan perconto dan analisis perconto di laboratorium Bahan Galian Sudah Tertambang Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA
6 Inventarisasi bahan galian berpotensi terbuang yang sudah tertambang dilakukan dengan cara pengumpulan data sekunder dan data primer terhadap material buangan (waste) dan ampas (tailing). Pengumpulan data sekunder meliputi data eksplorasi, studi kelayakan, eksploitasi dan operasi produksi, terutama tata letak lokasi waste dan tailing serta lahan yang telah direklamasi. Sedangkan pengumpulan data primer dengan melakukan uji lapangan secara langsung meliputi antara lain kondisi geologi, bahan galian, penambangan, pengolahan, lingkungan, tata guna lahan, dengan cara melakukan pengamatan, pengukuran, pengambilan perconto dan analisis perconto di laboratorium. a. Material Buangan (Waste). Inventarisasi bahan galian berpotensi terbuang yang sudah tertambang berupa waste dilakukan dengan cara pengumpulan data sekunder dan data primer Pengumpulan data sekunder meliputi data eksplorasi, studi kelayakan, eksploitasi dan operasi produksi, terutama tata letak lokasi waste serta lahan yang telah direklamasi. Pengumpulan data primer berupa uji lapangan dengan pengumpulan data lokasi waste, jenis, kualitas, kuantitas bahan galian, cara penanganan waste serta melakukan pemercontohan dan analisis perconto di laboratorium. b. Ampas (Tailing). Inventarisasi bahan galian berpotensi terbuang yang sudah tertambang dan terolah berupa tailing dengan cara pengumpulan data sekunder dan data primer. Pengumpulan data sekunder meliputi data eksplorasi, studi kelayakan, eksploitasi dan operasi produksi, terutama operasi pengolahan dan tata letak lokasi tailing. Pengumpulan data primer berupa uji lapangan dengan pengumpulan data lokasi tailing, jenis bahan galian utama dan atau mineral ikutan, kadar/kualitas, kuantitas bahan galian, penanganan tailing yang berkaitan dengan aspek lingkungan, serta pemercontoan dan analisis perconto di laboratorium. 8. Petugas Pelaksana Petugas pelaksana inventarisasi bahan galian tertinggal dan bahan galian berpotensi terbuang terdiri dari tim yang berlatar belakang ahli geologi/tambang, mempunyai kompetensi keahlian dan berpengalaman di bidang inventarisasi bahan galian dan konservasi serta memahami tentang peraturan dan ketentuan yang berlaku di bidang pertambangan. 9. Penyusunan Laporan Hasil Inventarisasi bahan galian tertinggal dan bahan galian berpotensi terbuang dituangkan dalam suatu laporan dengan format seperti terlampir. LAPORAN HASIL INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG DI WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Uraian tentang alasan pemilihan daerah penyelidikan dan komoditas yang diselidiki berdasarkan pertimbangan aspek geologi, pertambangan, konservasi, ekonomi, dan sosial. 1. Maksud dan Tujuan Uraian secara sistematis, singkat dan jelas tentang maksud dan tujuan tentang inventarisasi bahan galian tertinggal dan bahan galian berpotensi terbuang yang akan dilaksanakan Lokasi Daerah Kegiatan Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA
7 Lokasi daerah kegiatan diuraikan secara administratif dan geografis, disertai gambar, peta sekala tertentu dengan keterangan lengkap dan jelas. Luas daerah kegiatan, cara pencapaian lokasi, sarana dan prasana pendukung, Pemegang izin usaha pertambangan Perizinan Menerangkan tentang perizinan yang mendasari kegiatan usaha pertambangan antara lain meliputi luas wilayah izin usaha pertambangan dan masa berlakunya Keadaan Lingkungan Menjelaskan tentang keadaan lingkungan daerah kegiatan antara lain topografi, iklim, vegetasi, tataguna lahan, demografi, sosial budaya, mata pencarian masyarakat sekitarnya Waktu Pelaksanaan Kegiatan Menerangkan tentang waktu dan lamanya kegiatan mulai dari persiapan, kegiatan pengumpulan data, pengolahan data sampai penyusunan laporan Pelaksana Menjelaskan tentang jumlah dan susunan petugas pelaksana kegiatan termasuk kualifikasi atau keahliannya Kendala Menjelaskan tentang kendala teknis dan non teknis yang dihadapi. BAB II. METODOLOGI Menerangkan metodologi/cara pengumpulan data sekunder, primer dan pemercontohan yang dilakukan di lapangan serta peralatan yang digunakan. Menerangkan metode analisis perconto yang digunakan, parameter yang dianalisis dan nama laboratorium pengujian. BAB III. HASIL INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG 3.1. Geologi bahan galian Menjelaskan keadaan geologi endapan bahan galian utama, bahan galian lain dan mineral ikutan dalam wilayah usaha pertambangan. Menjelaskan kondisi dan keberadaan bahan galian tertinggal dan bahan galian berpotensi terbuang. Menguraikan tentang hasil inventarisasi bahan galian tertinggal dan bahan galian berpotensi terbuang antara lain tentang tipe, bentuk dan sebaran, dimensi, kadar, kualitas dan kuantitas bahan galian, penampang dan log bor, serta sumber daya/cadangan bahan galian. 3. Pertambangan Menjelaskan tentang hasil inventarisasi bahan galian tertinggal dan bahan galian berpotensi terbuang antara lain sejarah usaha pertambangan, data kegiatan penambangan dan pengolahan, tata letak tambang, data produksi, data pemasaran, status kegiatan tambang, latar belakang tertinggal/terbuang dan penanganannya Sumber Daya Bahan Galian Tertinggal Menjelaskan jenis, kondisi dan keberadaan bahan galian tertinggal Menjelaskan tentang kerapatan titik pengamatan atau titik bor untuk meyakinkan kesinambungan bahan galian tersebut sebagai dasar melakukan korelasi endapan. Menjelaskan metode estimasi sumber daya bahan galian tertinggal Sumber daya bahan galian tertinggal 3.4. Sumber Daya Bahan Galian Berpotensi Terbuang Menjelaskan jenis, kondisi dan keberadaan bahan galian berpotensi terbuang Menjelaskan tentang kerapatan titik pengamatan atau titik bor untuk meyakinkan kesinambungan bahan galian tersebut sebagai dasar melakukan korelasi endapan. Menjelaskan metode estimasi sumber daya bahan galian berpotensi terbuang. Sumber daya bahan galian berpotensi terbuang. Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA
8 BAB IV. KONSERVASI BAHAN GALIAN Membahas tentang potensi, peluang dan upaya yang dilakukan untuk memanfaatkan bahan galian tertinggal dan bahan galian berpotensi terbuang, termasuk upaya untuk meminimalisasi tertinggal atau terbuangnya bahan galian tersebut. Membahas upaya penanganan bahan galian tertinggal atau bahan galian berpotensi terbuang yang telah, sedang dan akan dilakukan. BAB V. KESIMPULAN Menguraikan tentang hasil inventarisasi, permasalahan dan pemecahannya. Jika dianggap perlu dapat dicantumkan juga saran dan atau rencana tindak lanjut. Kesimpulan merupakan hasil analisis dan sintesis dari inventarisasi yang dilakukan PUSTAKA Memuat daftar pustaka yang digunakan dalam melakukan kegiatan inventarisasi LAMPIRAN Lampiran sebagai informasi pendukung berupa gambar, foto, tabel, peta, profil geologi dan bor Formulir Rekapitulasi Bahan Galian Tertinggal dan Bahan Galian Berpotensi Terbuang. Formulir ini merupakan rangkuman dari hasil inventarisasi bahan galian tertinggal dan bahan galian berpotensi terbuang sebagaimana termuat dalam pembahasan pada BAB III dan diletakkan sebagai lampiran dari laporan hasil inventarisasi. Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA
9 FORMULIR REKAPITULASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG Komoditas Lokasi Kualitas Kondisi dan Keberadaan Bahan Galian Jenis atau Kelompok Sumber daya / Kadar (1) (2) (5) (3) (4) (6) 1. Bahan Galian Tertinggal Bahan Galian Tidak Ditambang Bahan Galian Utama 1. Bahan Galian Lain 1. Mineral Ikutan 1. Bahan Galian Tertambang Bahan Galian Utama dst Bahan Galian Lain 1. Mineral Ikutan 1. Keterangan (7) Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA
10 Kondisi dan Keberadaan Bahan Galian (1) Jenis atau Kelompok (2) Bahan Galian Belum Terjual Pasca Tambang Bahan Galian Utama 1. Komoditas (3) Lokasi (4) Estimasi Sumber daya (5) Kualitas / Kadar (6) Keterangan (7) Bahan Galian Lain 1. Mineral Ikutan 1. Kondisi dan Keberadaan Bahan Galian (1) Bahan Galian Berpotensi Terbuang Jenis atau Kelompok (2) Komoditas (3) Lokasi (4) Estimasi Sumber daya (5) Kualitas / Kadar (6) Keterangan (7) Bahan Galian Belum Tertambang Bahan Galian Utama 1. Bahan Galian Lain 1. Mineral Ikutan 1. Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA
11 Bahan Galian Sudah Tertambang Material Buangan (Waste) Bahan Galian Utama 1. Bahan Galian Lain 1. Mineral Ikutan Ampas (Tailing) Bahan Galian Utama Mineral Ikutan Petunjuk Pengisian : Kolom (1) : Diisi Berdasarkan kondisi dan keberadaan bahan galian sesuai dengan uraian pada Bab.6. Kolom (2) : Diisi Berdasarkan jenis bahan galian sesuai dengan uraian pada Bab.6. Kolom (3) : Diisi Berdasarkan komoditas bahan galian, dengan pengisian dapat terdiri dari satu komoditas bahan galian utama, satu atau beberapa komoditas bahan galian lain dan satu atau beberapa mineral ikutan. Kolom (4) : Diisi menurut lokasi keberadaan bahan galian tersebut. Kolom (5) : Diisi dengan jumlah kuantitas sumberdaya bahan galian berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan atau dari data sekunder, termasuk status/kelas sumber daya (SNI ) Kolom (6) : Diisi berdasarkan hasil analisis perconto atau data sekunder. Kolom (7) : Dapat diisi antara lain metode estimasi sumber daya bahan galian, latar belakang menjadi bahan galian tertinggal atau bahan galian berpotensi terbuang, penangannnya, dan keterangan yang dianggap perlu serta berhubungan dengan kegiatan inventarisasi. Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA
12 10. Acuan Rancangan Undang-Undang tentang Mineral dan Batubara Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No K/29/MEM/2000 tentang Pedoman pengawasan konservasi bahan galian pertambangan umum - Lampiran XI. SNI tentang Klasifikasi sumber daya mineral dan cadangan dan amandemen 1. Konsep Peraturan Pemerintah RI tentang Konservasi bahan galian. SNI tentang Tata Cara Umum Penulisan Laporan Eksplorasi Bahan Galian. Konsep pedoman teknis tata cara penetapan dan pengawasan sumber daya dan cadangan bahan galian. Konsep Pedoman Teknis Kriteria dan Tata Cara Penetapan Bahan Galian Lain dan Mineral Ikutan. Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA
KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun
KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Kegiatan usaha pertambangan harus dilakukan secara optimal, diantaranya termasuk melakukan
Lebih terperinciPENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN
PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN ISTILAH DAN DEFINISI Beberapa istilah dan definisi yang digunakan diambil dari acuan-acuan, yang dimodifikasi sesuai kebutuhan, yaitu : Bahan galian, segala jenis bahan
Lebih terperinciDalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
-2-4. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172); Dengan
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN STUDI KELAYAKAN, EKSPLOITASI DAN PRODUKSI
LAMPIRAN XIII b KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR :1453 K/29/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000 PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN STUDI KELAYAKAN, EKSPLOITASI DAN PRODUKSI A. FORMAT LAPORAN
Lebih terperinciPertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi.
Pengertian Pertambangan Pertambangan adalah : 1. Kegiatan, teknologi, dan bisnis yang berkaitan dengan industri pertambangan mulai dari prospeksi, eksplorasi, evaluasi, penambangan, pengolahan, pemurnian,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG DISUSUN OLEH : BAGIAN HUKUM SETDA KOLAKA UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Hal LEMBAR PENGESAHAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR FOTO...
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ABSTRAK...... KATA PENGANTAR... i ii iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR FOTO... ix x xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar
Lebih terperinciSNI Standar Nasional Indonesia. Pengawasan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional
SNI 13-6675-2002 Standar Nasional Indonesia Pengawasan eksplorasi bahan galian ICS 73.020 Badan Standardisasi Nasional BSN Daftar Isi Daftar Isi... i Prakata... iii Pendahuluan... iv 1 Ruang lingkup...
Lebih terperinciPEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1452 K/10/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000 PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI I. PENDAHULUAN 1. Data dan informasi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi. Perkembangan dan peningkatan teknologi cukup besar, baik dalam
Lebih terperinciBSN. Evaluasi laporan penyelidikan umum dan eksplorasi bahan galian SNI Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional
SNI 13-6676-2002 Standar Nasional Indonesia Evaluasi laporan penyelidikan umum dan eksplorasi bahan galian ICS 73.020 Badan Standardisasi Nasional BSN Evaluasi Laporan penyelidikan umum dan eksplorasi
Lebih terperinciSNI Standar Nasional Indonesia. Tata cara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional
SNI 13-6606-2001 Standar Nasional Indonesia Tata cara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan galian ICS 73.020 Badan Standardisasi Nasional BSN Daftar isi Prakata.. Pendahuluan. 1. Ruang Lingkup 2. Acuan...
Lebih terperinciKONSEP PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KONSERVASI BAHAN GALIAN
KONSEP PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KONSERVASI BAHAN GALIAN Oleh Teuku Ishlah dan Mangara P.Pohan Subdit Konservasi Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral Pendahuluan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Investasi di bidang pertambangan memerlukan jumlah dana yang sangat besar. Agar investasi yang akan dikeluarkan tersebut menguntungkan, maka komoditas endapan bahan
Lebih terperinciKONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PENETAPAN DAN PENGAWASAN SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN. Oleh : Tim Penyusun
KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PENETAPAN DAN PENGAWASAN SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN Oleh : Tim Penyusun 1. Latar Belakang Seiring dengan bergulirnya reorganisasi dari Direktorat Sumber Daya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang
Lebih terperinciPENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER. Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi
PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi Latar Belakang Besi. merupakan bahan logam penting yang banyak memberikan sumbangan pada perkembangan peradaban
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciDATA SUMBER DAYA SEBAGAI DASAR PENERAPAN DAN PERENCANAAN KONSERVASI
DATA SUMBER DAYA SEBAGAI DASAR PENERAPAN DAN PERENCANAAN KONSERVASI Sabtanto Joko Suprapto 1 1 Kelompok Program Penelitian Konservasi SARI Konservasi sumber daya mineral merupakan upaya untuk mendapatkan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.138, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. Reklamasi. Pasca Tambang. Prosedur. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinci- 3 - MEMUTUSKAN: : KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENETAPAN WILAYAH PERTAMBANGAN PULAU JAWA DAN BALI.
- 2 - d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Penetapan Wilayah Pertambangan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi di bidang pertambangan memerlukan jumlah dana yang sangat besar agar investasi yang akan dikeluarkan tersebut menguntungkan. Komoditas endapan mineral yang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinci~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa kegiatan usaha
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Estimasi Sumber Daya Bijih Besi Eksplorasi adalah suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mencari sumberdaya bahan galian atau endapan mineral berharga dengan meliputi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciKONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL PADA WILAYAH BEKAS TAMBANG EMAS ALUVIAL. Oleh : Tim Penyusun
KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL PADA WILAYAH BEKAS TAMBANG EMAS ALUVIAL Oleh : Tim Penyusun 1. Pendahuluan Endapan emas aluvial umumnya sudah diusahakan oleh masyarakat menggunakan
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa potensi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA UTARA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara merupakan
Lebih terperinciRINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG
RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG UMUM Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai prinsip-prinsip dan tata laksana reklamasi dan pascatambang.
Lebih terperinciBab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang mempunyai sumber daya alam yang sangat besar, Indonesia mempunyai kesempatan untuk mengembangkan segala potensi yang ada yang seyogyanya
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENETAPAN WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN DAN SISTEM INFORMASI WILAYAH PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam bahan galian, yang kemudian bahan galian tersebut dimanfaatkan oleh industry pertambangan untuk memnuhi kebutuhan
Lebih terperinciBUPATI BANDUNG BARAT
BUPATI BANDUNG BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
h GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT
Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa Jawa Barat memiliki endapan pasir besi yang berpotensi
Lebih terperinciKERANGKA ACUAN KERJA KEGIATAN PENYUSUNAN POTENSI SERTA NERACA SUMBERDAYA DAN CADANGAN MINERAL DI JAWA TENGAH
KERANGKA ACUAN KERJA KEGIATAN PENYUSUNAN POTENSI SERTA NERACA SUMBERDAYA DAN CADANGAN MINERAL DI JAWA TENGAH A. LATAR BELAKANG Dasar Hukum Regulasi yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan Penyusunan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciDINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 186
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI KABUPATEN KUPANG Bagian Pertama Dinas Pasal 186 Dinas Pertambangan Dan Energi mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan sebagian urusan pilihan yang menjadi
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DI INDONESIA. pemanfaatan sumber daya alam tambang (bahan galian) yang terdapat dalam bumi
BAB II PENGATURAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DI INDONESIA A. Pengertian Kegiatan Usaha Pertambangan Usaha pertambangan merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam tambang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii
DAFTAR ISI RINGKASAN... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian...
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
No. 4959 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia pada batuan ultramafik. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik
Lebih terperinciKCMI ( Kode Cadangan Mineral Indonesia )
KCMI ( Kode Cadangan Mineral Indonesia ) Perkembangan dunia menuntut adanya transparansi, standarisasi dan accountability termasuk di dalam dunia eksplorasi dan pertambangan mineral dan batubara di Indonesia.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa mineral
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG
PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN TANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciKewenangan Pengelolaan FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Kewenangan Pengelolaan 21 kewenangan berada di tangan Pusat 1. penetapan kebijakan nasional; 2. pembuatan peraturan perundang-undangan; 3. penetapan standar nasional, pedoman, dan kriteria; 4. penetapan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT
No. Urut: 03, 2012 LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPeraturan Reklamasi dan Pascatambang
Peraturan Reklamasi dan Pascatambang Ir. Bambang Susigit, MT KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA Contents
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kebutuhan hidup manusia. Jumlah semua komponen material dan lingkungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya adalah semua potensi dan lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia. Jumlah semua komponen material dan lingkungan yang meliputi massa
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT
Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengusahaan mineral
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan salah satu sumber energi yang telah lama digunakan dan memegang peranan penting saat ini. Peranannya semakin meningkat seiring dengan perkembangan
Lebih terperinciNOMOR 11 TAHUN 2OO9 TENTANG
/).' PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 11 TAHUN 2OO9 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Meng ingat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,
PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin kepastian hukum
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa dengan adanya perubahan kewenangan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Mengingat : a. bahwa mineral dan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 42 TAHUN : 2011 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG REKLAMASI TAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang :
Lebih terperinciUndang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646); 3.
GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bergerak di sektor pertambangan batubara dengan skala menengah - besar.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Milagro Indonesia Mining adalah salah satu perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan batubara dengan skala menengah - besar. Lokasi penelitian secara administratif
Lebih terperinciPeraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
- 2 - Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a.
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang :
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MUARA ENIM
1 PEMERINTAH KABUPATEN MUARA ENIM PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1453 K/29/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000
LAMPIRAN IX KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1453 K/29/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000 PEDOMAN TATA CARA PENGAWASAN LINGKUNGAN SERTA KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA BIDANG PERTAMBANGAN
Lebih terperinciBAB 3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI
BAB 3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undangundang Nomor 24 tahun 1992 tentang Tata Ruang Wilayah dan Undang-undang No.
Lebih terperinciSTANDAR PELAYANAN PUBLIK DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TIMUR A. PENDAHULUAN Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi
STANDAR PELAYANAN PUBLIK DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TIMUR A. PENDAHULUAN Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Timur dibentuk dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan
Lebih terperinciTENTANG LAHAN DENGAN. dan dan. hidup yang. memuat. dengan. pembukaan. indikator. huruf a dan. Menimbang : Tahun Swatantra. Tingkat.
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCAA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang
Lebih terperinciEVALUASI SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI KABUPATEN BIMA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
EVALUASI SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI KABUPATEN BIMA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Latar Belakang Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi Daerah Kabupaten instansi
Lebih terperinciDEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL B A D A N G E O L O G I PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL B A D A N G E O L O G I PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI JALAN SOEKARNO-HATTA NO. 444, BANDUNG 40254 TLP. 5202698, FAX. 5226263, E-Mail =dim@esdm.go.id= Website =http://www.dim.esdm.go.id
Lebih terperinciDIY. 3. Dinas 1) 2) 3) 4) B. Permohonan 1)
1 2 4 3 KETERANGAN : 1. Pemohon mengajukan permohonan izin kepada Gerai Pelayanan Perizinan Terpadu (GP2T) BKPM DIY 2. Gerai Pelayanan Perizinan Terpadu (GP2T) BKPM DIY meminta rekomendasi teknis penerbitan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERIZINAN PERTAMBANGAN MINERAL, DAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK PETA INFORMASI PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciKEBIJAKAN KONSERVASI BAHAN GALIAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA MINERAL DI INDONESIA
KEBIJAKAN KONSERVASI BAHAN GALIAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA MINERAL DI INDONESIA Oleh : Bambang T. Setiabudi dan R. Hutamadi SUBDIT. KONSERVASI ABSTRACT Mineral conservation basically is an effort
Lebih terperinciTambang Terbuka (013)
Tambang Terbuka (013) Abdullah 13.31.1.350 Fakultas Teknik Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Pejuang Republik Indonesia Makassar 2013 Pendahuluan Aturan utama dari eksploitasi tambang adalah memilih
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSII JAWA TENGH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG
1 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSII JAWA TENGH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciDAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB vi vii ix xi xiii I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang.... 1 1.2 Perumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian...
Lebih terperinciBUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,
BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa pengaturan Air Tanah dimaksudkan untuk memelihara kelestarian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk. membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten
Lebih terperinciBISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA ACEH
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT
Lebih terperinci- 4 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.
- 2 - Perubahan Kelima atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar
Lebih terperinciBERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERIZINAN PENGEBORAN DAN PENGAMBILAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 6 TAHUN 2010
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 6 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang penting dilakukan oleh suatu perusahaan, karena untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pertambangan memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu dimulai dari tahapan eksplorasi, kajian kelayakan, pengembangan dan perencanaan tambang, penambangan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukan dengan penambangan bawah tanah yang meliputi kegiatan berupa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penambangan emas di PT Cibaliung Sumberdaya (PT CSD) dilakukan dengan penambangan bawah tanah yang meliputi kegiatan berupa pemberaian, pemuatan, dan pengangkutan
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata
Lebih terperinci