BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah konflik berasal dari kata kerja Bahasa Latin configere yang artinya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah konflik berasal dari kata kerja Bahasa Latin configere yang artinya"

Transkripsi

1 13 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Konflik Definisi Konflik Istilah konflik berasal dari kata kerja Bahasa Latin configere yang artinya saling memukul yang kemudian diadopsi ke Bahasa Inggris menjadi conflict dan diadopsi lagi ke Bahasa Indonesia menjadi konflik. Konflik adalah suatu bagian kehidupan yang timbul dan selalu ada karena kompleksitas hubungan manusia dimana tiap-tiap orang unik, memiliki sistem nilai, filosofi, struktur, kepribadian, pilihan dan pola (Huber, 2000). Marquis & Huston (2010), mengartikan konflik sebagai perselisihan internal atau eksternal yang diakibatkan oleh perbedaan nilainilai atau perasaaan antara dua orang atau lebih. Wirawan (2013) mengatakan bahwa konflik diartikan sebagai proses pertentangan yang diekspresikan di antara dua pihak atau lebih yang saling memiliki ketergantungan pada objek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik. Konflik adalah suatu proses yang mulai bila satu pihak lain telah mempengaruhi secara negatif sesuatu yang diperhatikan pihak pertama (Robbins, 2006). Konflik adalah suatu proses interaktif yang ditandai dengan adanya ketidaksesuaian, ketidaksetujuan, perselisihan, di dalam atau di antara entitas sosial (individu, kelompok, organisasi, dan sebagainya). Berdasarkan pendapat para ahli tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan suatu 13

2 14 keadaan atau situasi antara dua kelompok atau lebih dikarenakan adanya perbedaan pendapat, nilai, latar belakang, yang terjadi di lingkungan tempat tinggal, lingkungan kerja, atau tempat-tempat lain yang memungkinkan terjadinya sebuah konflik Penyebab Konflik Salah satu strategi para manajer untuk melakukan perubahan adalah dengan adanya konflik. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan konflik digunakan para manajer untuk menggerakkan perubahan. Namun, menurut Wirawan (2013) konflik dapat terjadi secara alami karena adanya kondisi objektif yang disebabkan oleh keterbatasan sumber, tujuan yang berbeda, saling tergantung atau independensi tugas meliputi ketergantungan pol (pooled interdependence), ketergantungan urutan (sequential interdependence), dan ketergantungan timbal balik (reciprocal interdependence), diferensiasi organisasi, ambiguitas yuridiksi, sistem imbalan yang tidak layak, komunikasi yang tidak baik, perlakuan yang tidak manusiawi, melanggar HAM dan melanggar hukum, beragam karakteristik sistem sosial, pribadi orang, kebutuhan, perasaan dan emosi, pola pikir yang tidak mandiri, serta budaya konflik dan kekerasan. Swanburg (2000) mengemukakan penyebab konflik dalam suatu organisasi rumah sakit khususnya bagi perawat diantaranya perilaku menentang, stres, ruang, kewenangan dokter, keyakinan, nilai, dan sasaran, serta penyebab lainnya. Perilaku menentang memiliki tiga versi yaitu competitive bomber yang mudah menolak untuk bekerja, sering menggerutu dengan bergumam yang dapat diterjemahkan sebagai urus saja sendiri, martyred accomodator yang

3 15 menggunakan kepatuhan palsu. Mereka mampu bekerjasama tetapi sambil juga melakukan ejekan dan hinaan, mengeluh dan mengkritik untuk mendapatkan dukungan dari orang lain, dan avoider yaitu penentang yang menghindari kesepakatan dan partisipasi dan tidak berespon terhadap manajer perawat. Penyebab lainnya adalah stress dimana hasil dari stress adalah kepenatan. Manajer perawat merasa penat karena mencoba mempertahankan sistem pendukung untuk pemberi perawatan. Perawat klinis merasa penat karena mencoba untuk memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi. Konfrontasi, ketidaksetujuan, dan kemarahan adalah bukti dari stress dan konflik. Stress dan konflik disebabkan karena kurangnya hubungan yang dilaksanakan antar manusia, termasuk harapan-harapan yang tidak terpenuhi. Penyebab berikut adalah ruang yaitu ruang yang sempit, dimana perawat harus berinteraksi secara konstan dengan anggota staf lain, pengunjung dan tenaga kesehatan lain dapat menimbulkan stress sehingga beresiko untuk terjadi konflik. Selanjutnya adalah kewenangan dokter dimana perawat masa kini ingin lebih mandiri, mempunyai tanggungjawab profesional dan tanggung gugat untuk perawatan pasien. Para dokter kadang-kadang melalaikan usulan mereka sementara perawat menginginkan feed back, hal ini dapat membuat gagalnya komunikasi dua arah yang mengarah pada konflik. Keyakinan, nilai, dan sasaran yaitu aktivitas atau persepsi-persepsi yang tidak cocok menimbulkan konflik. Hal ini terbukti apabila perawat mempunyai keyakinan, nilai dan sasaran yang berbeda dengan manajer perawat, dokter, pasien, pengunjung, keluarga, bagian administrasi dan lainnya. Penyebab konflik

4 16 lainnya dimana perubahan menimbulkan konflik yang pada gilirannya menghalangi perubahan itu sendiri. Manusia yang tidak dipersiapkan menghadapi perubahan akan menolaknya atau mengalami kegagalan dalam mendukungnya. Suasana organisasi dan gaya kepemimpinan dapat menimbulkan konflik apabila manajer yang berbeda membuat peraturan-peraturan yang dapat menimbulkan konflik. Usia dapat menimbulkan stres dan konflik. Peneliti juga berpendapat bahwa penyebab konflik yang biasa terjadi antara tenaga kesehatan di rumah sakit dapat dikarenakan kurangnya komunukasi, perbedaan pendapat, pengetahuan dan skill dari setiap tenaga kesehatan dalam mencapai tujuan rumah sakit Jenis konflik Di dalam manajemen terdapat dua macam konflik yaitu konflik fungsional yang bermanfaat bagi manajemen dan konflik disfungsional yaitu konflik yang merugikan organisasi. Functional conflict (konflik fungsional) adalah konflik yang mampu dikelola oleh organisasi untuk menuju tujuan organisasi atau kelompok. Konflik ini sebagai pemicu untuk meraih tujuan atau sasaran organisasi dengan menumbuhkan persaingan yang positif berdasarkan target kerja diantara para pekerja, sehingga kinerja meningkat dan produktivitas semakin tinggi. Mereka yang berhasil mencapai target atau melebihi target dalam kurun waktu atau periode tertentu mendapatkan insentif atau bonus berupa uang yang melebihi gajinya. Dengan demikian memicu persaingan di antara para pekerja untuk meraih hasil yang memuaskan. Konflik yang kedua adalah disfunctional conflict (konflik yang merugikan) adalah konflik yang didasari sentimen pribadi

5 17 atau persaingan yang tidak sehat dan tidak jujur sehingga menghambat upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Konflik ini terbagi tiga macam yaitu: (a) dysfungtionally high conflict dimana dalam konflik ini semua pekerja cenderung berpikir ke dalam konflik yang sedang terjadi, sehingga tidak terfokus pada hasil kerja, akibatnya para pekerja hanya memikirkan konflik namun tidak mampu menyelesaikan konflik tersebut; (b) dysfungtionally low conflict (konflik disfungsional rendah) adalah konflik yang timbul karena perbedaan pandangan atau pemikiran yang menimbulkan konflik. Bila tidak ada yang memicu konflik ini biasanya segera padam, namun akan sulit padam bila dipicu oleh mereka yang memiliki tipikal konflik dan (c) levels vary among groups dimana konflik yang terjadi di dalam organisasi terdapat perbedaan yang bervariasi, dari tingkatan konflik yang rendah sampai tingkat konflik yang tertinggi. Demikian pula dari tingkatan yang tidak merugikan sampai tingkatan yang sangat merugikan organisasi. Dengan demikian manajemen harus mewaspadai konflik yang merugikan bagi organisasi dan berupaya mengelola konflik yang terjadi sehingga menjadi konflik yang fungsional. Marquis dan Huston (2010) menjelaskan bahwa ada tiga kategori utama konflik yaitu konflik intergroup (antar kelompok), konflik intrapersonal dan konflik interpersonal. Konflik intergroup (antar kelompok) adalah konflik yang terjadi antara dua atau lebih kelompok orang, departemen, atau organisasi. Kategori konflik kedua yaitu konflik intrapersonal yang terjadi dalam diri seseorang. Termasuk di dalamnya usaha individu untuk menjelaskan nilai-nilai atau keinginan yang berlawanan. Pada seorang manajer, konflik intrapersonal bisa

6 18 diakibatkan karena besarnya rasa tanggungjawab berkaitan dengan peran manajer. Tanggungjawab seorang manajer terhadap organisasi, staf, konsumen, profesi, dan sebagainya, kadang-kadang menyebabkan konflik dan konflik itu diinternalisasi. Menjaga kesadaran diri dan bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menyelesaikan konflik intrapersonal penting dimiliki untuk menjaga kesehatan fisik dan mental seorang pemimpin. Kategori konflik terakhir adalah konflik interpersonal yang terjadi antara 2 (dua) atau lebih orang dengan perbedaan nilai, tujuan, dan keyakinan. Dari studi terbaru, dijelaskan bahwa konflik interpersonal merupakan issue yang penting dalam menghadapi profesi keperawatan, terutama untuk lulusan baru. Karena konflik interpersonal biasanya tidak terselesaikan dengan baik, maka dapat mengakibatkan ketidakhadiran dan turn over (Mc Kenna, 2003) Proses Konflik Proses manajemen konflik bersifat dinamis, sehingga seorang manajer perawat harus mampu mengkaji 5 (lima) tahap konflik (Marquis & Huston, 2010), di antaranya : 1. Konflik laten Secara tidak langsung berisi tentang kondisi yang menyebabkan konflik, misalnya kurangnya tenaga perawat dan perubahan yang cepat. Dalam tahap ini, kondisi tersebut siap berkembang menjadi konflik, walaupun belum ada konflik yang benar-benar terjadi dan mungkin tidak akan pernah terjadi. Akan ada lebih banyak konflik yang tidak perlu terjadi

7 19 karena dapat dicegah atau dikurangi jika manajer dapat mengkaji lebih seksama adanya kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya konflik. 2. Konflik yang dipersepsikan (substantif) Konflik intelektual dan sering melibatkan isu serta peran. Konflik ini dikenal secara logis dan tidak melibatkan perasaan orang yang terlibat konflik. Kadang konflik dapat diatasi pada tahap ini sebelum diinternalisasi atau dirasakan. 3. Konflik yang dirasakan Terjadi ketika konflik melibatkan emosi. Emosi yang dirasakan antara lain rasa bermusuhan, takut, tidak percaya dan marah. Konflik ini mungkin juga dipersepsikan bukan dirasakan (yaitu tidak ada emosi yang terkait konflik dan orang yang terlibat ganya memandangnya sebagai masalah yang perlu diselesaikan). Orang juga dapat merasakan konflik, tetapi tidak mengetahui masalahnya (yaitu mereka yang tidak mampu mengidentifikasi penyebab konflik yang dirasakan). 4. Konflik yang dimanifestasikan (konflik jelas) Konflik yang memerlukan tindakan berupa menarik diri, berdebat, bersaing, atau mencari penyelesaian konflik. Jika konflik mencapai tahap ini akan sulit mencari penyelesaian tanpa menggunakan sumber lain. 5. Akibat konflik Akibat yang ditimbulkan oleh konflik mungkin lebih terlihat daripada konflik itu sendiri jika konflik itu tidak ditangani secara konstruktif. Konflik akan selalu menimbulkan dampak positif ataupun dampak negatif.

8 20 Jika konflik dikelola secara baik, orang yang terlibat konflik akan percaya bahwa ia akan diperlakukan dengan adil. Jika konflik dikelola secara buruk, isu konflik seringkali tetap ada dan dapat terulang serta menyebabkan lebih banyak konflik. Tahapan konflik tesebut dapat dilihat pada Skema 2.1. Konflik laten (juga disebut kondisi penyebab) Konflik yang dirasakan Konflik yang dipersepsikan Konflik yang dimanifestasikan Penyelesaian konflik atau manajemen konflik Akibat konflik Skema 2.1. Proses Konflik Berdasarkan Marquis & Huston (2010) Dampak Konflik Konflik dapat memberikan dampak konstruktif dan desktrutif. Dampak konstruktif meliputi meredakan konflik lebih lanjut, meningkatkan efektivitas, meningkatkan keterikatan, menghasilkan pemimpin dan menguji basis kekuatan. Dampak desktrutif meliputi menurunkan kinerja, perkelahian dan adanya stereotip negatif (Hubber, 2000).

9 21 Konflik juga dapat memberi dampak positif dan negatif (Brinket, 2010). Dampak positif dari konflik menghasilkan unifikasi, integrasi, kreativitas, perubahan, pemecahan masalah dan pertumbuhan serta kemampuan dalam mengelola konflik. Dampak negatif konflik menghasilkan ketakutan, permusuhan, ancaman dan kurangnya rasa percaya, rasa jenuh, juga biaya langsung dan tidak langsung yang tinggi. Oleh karena itu, seorang manajer perawat diharapkan mampu mengelola dan memanajemen konflik sehingga dapat memberi dampak positif ataupun konstruktif yang dapat meningkatkan kepuasan dan kinerja perawat pelaksana demi tercapainya tujuan organisasi Manajemen Konflik Definisi Manajemen Konflik Irvine (1998) mengatakan bahwa manajemen konflik adalah strategi dalam suatu organisasi dengan karyawan/individu untuk mengidentifikasi dan memanajemen perubahan sehingga mengurangi sumber daya manusia dan biaya keuangan dari konflik yang tidak dikelola, sementara itu memanfaatkan konflik sebagai suatu sumber inovasi dan perbaikan. Wikipedia mengemukakan bahwa manajemen konflik mengaju pada pengelolaan jangka panjang dari suatu konflik yang berat dan tidak terselesaikan. Hal ini merupakan berbagai cara bagaimana seseorang menangani keluhan atau kekecewaan, berada dalam situasi dimana apa yang mereka anggap benar dan melawan apa yang mereka anggap salah. Caracara tersebut meliputi fenomena yang beragam seperti sebuah gosip, ejekan, hukuman, teroris, perang, permusuhan, pembantaian, merendahkan, mediasi, dan penghindaran. Hardjaka (1994) mengatakan bahwa manajemen konflik adalah

10 22 cara yang dilakukan oleh pimpinan saat menghadapi konflik. Wirawan (2013) mendefenisikan manajemen konflik adalah suatu proses pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi yang diinginkan. Suatu organisasi harus mampu belajar dari konflik yang terjadi dalam organisasi karena konflik merupakan sesuatu yang terus terjadi dan tidak dapat dihindari. Konflik dapat berakibat positif maupun negatif terhadap organisasi, karena itu setiap elemen organisasi harus mampu memahami konflik dan memanajemen konflik untuk meningkatkan performa organisasi Tujuan Manajemen Konflik Owens (1991) mengatakan bahwa tujuan manajemen konflik adalah untuk mencapai kinerja yang optimal dengan cara memelihara konflik tetap fungsional dan meminimalkan konflik yang merugikan. Wirawan (2013) mengemukakan bahwa manajemen konflik harus dilakukan secara sistematis untuk mencapai suatu tujuan, di antaranya mencegah gangguan kepada anggota organisasi dalam mencapai visi, misi dan tujuan organisasi, memahami orang lain dan menghargai keberagaman, meningkatkan kreativitas, meningkatkan keputusan melalui pertimbangan-pertimbangan, memfasilitasi pelaksanaan kegiatan melalui peran serta, pemahaman bersama, dan kerja sama, serta menciptakan prosedur dan mekanisme penyelesaian konflik Gaya Manajemen Konflik Wirawan (2013) mengemukakan bahwa gaya manajemen konflik adalah suatu atau beberapa pola yang membentuk suatu perilaku yang digunakan untuk

11 23 menghadapi situasi konflik. Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya manajemen konflik yang digunakan diantaranya asumsi mengenai konflik, persepsi mengenai penyebab konflik, ekspektasi atas reaksi lawan konfliknya, pola komunikasi dalam interaksi konflik, kekuasaan yang dimiliki, pengalaman menghadapi situasi konflik, sumber yang dimiliki, jenis kelamin, kecerdasan emosional, kepribadian, budaya organisasi sistem sosial, prosedur yang mengatur pengambilan keputusan jika terjadi konflik, situasi konflik dan posisi dalam konflik, pengalaman menggunakan salah satu gaya manajemen konflik, dan keterampilan berkomunikasi. Beberapa teori mengenai gaya manajemen konflik telah dikembangkan oleh para ahli, di antaranya: 1. Blake dan Mouton (1964) adalah ahli terdahulu yang menggunakan istilah manajemen konflik yang teorinya dijadikan dasar teori manajemen konflik yang dikembangkan ahli berikutnya. Kerangka teori gaya manajemen konflik disusun berdasarkan dua dimensi yaitu perhatian manajer terhadap orang/bawahan (concern for people) pada sumbu horizontal dan perhatian manajer terhadap produksi (concern for production) pada sumbu vertikal. Berdasarkan dimensi tersebut, maka dikembangkanlah lima jenis gaya manajemen konflik (Skema 2.2).

12 24 c o n c e r Forcing Confrontation n f o r Compromising p r o d u Withdrawl Smoothing c t i o n concern for people Skema 2.2 Gaya Manajemen Konflik R.R. Blake & J. Mouton (1964) Pada Skema 2.2. di atas dapat dijelaskan bahwa gaya manajemen konflik forcing adalah dimana perhatian seorang manajer tinggi terhadap produksi dan perhatian terhadap bawahannya rendah. Manajer berupaya memaksakan kehendaknya untuk meningkatkan produksi dengan mengabaikan bawahan dalam situasi konflik, confrontation dimana perhatian manajer juga tinggi terhadap produksi dan terhadap bawahannya. Manajer berupaya berkonfrontasi untuk meningkatkan produksinya dan berkonfrontasi juga memperhatikan bawahannya, compromising dimana perhatian manajer sedang (tidak tinggi dan tidak rendah) terhadap produksi dan bawahannya. Manajer berupaya berkompromi tentang tingkat produksi

13 25 organisasi demi memenuhi kesejahteraan anggotanya, withdrawl dimana perhatian manajer rendah terhadap produksi dan bawahannya. Manajer lebih sering bersikap pasif, seakan-akan tidak terjadi konflik dan cenderung tidak mau menghadapi konflik, dan smooting dimana perhatian manajer rendah terhadap produksi tetapi memiliki perhatian tinggi terhadap bawahannnya. Manajer cenderung menyerah pada keinginan lawan konfliknya demi hubungan yang baik dan kesejahteraan bawahannya. 2. Teori Thomas dan Kilmann (1974) yang mengembangkan gaya manajemen konflik berdasarkan dua dimensi yaitu kerja sama (cooperativeness) pada sumbu horizontal dan keasertifan (assertiveness) pada sumbu vertikal. Kerja sama merupakan upaya orang untuk memuaskan oranglain ketika menghadapi konflik sedangkan keasertifan adalah upaya seseorang untuk memuaskan diri sendiri ketika menghadapi konflik. Berdasarkan dimensi ini, dikembangkan 5 (lima) gaya manajemen konflik (Skema 2.3). a s s Competing Collaboration e r t Compromising i v e n Avoiding Accomodation e s s cooperation Skema 2.3 Gaya Manajemen Konflik Teori Thomas dan Kilmann (1974)

14 26 Pada Skema 2.3 di atas dapat dijelaskan bahwa gaya manajemen konflik competing merupakan gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan tinggi dan tingkat kerja sama rendah. Berorientasi pada kekuasaan yang dimiliki untuk memenangkan konflik dengan lawannya, collaborating merupakan gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan dan kerja sama yang tinggi. Tujuannya adalah untuk mencari alternatif bersama dan sepenuhnya untuk memenuhi harapan dan kepuasan kedua belah pihak yang terlibat dalam konflik, compromising merupakan gaya manajemen konflik menengah dimana tingkat keasertifan tinggi dan kerja sama sedang. Dengan streategi give and take, kedua belah pihak yang terlibat konflik mencari alternatif titik tengah yang memuaskan mereka, avoiding merupakan gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan dan kerja sama rendah, dimana kedua belah pihak yang terlibat konflik berusaha menghindari konflik, dan accomodating merupakan gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan rendah dan tingkat kerja sama tinggi, dimana seseorang mengabaikan keperntingannya sendiri dan berupaya memuaskan kepentingan lawan konfliknya. 3. Teori Rahim (1983) yang mengembangkan gaya manajemen konflik tidak jauh berbeda dengan model yang dikemukakan oleh Thomas dan Kilmann (1974). Gaya manajemen konflik Rahim disusun berdasarkan dua dimensi yaitu memperhatikan oranglain (concern for other) pada sumbu horizontal dan memperhatikan diri sendiri (concern for self) yang dapat dilihat pada Skema 2.4.

15 27 n c c o Competing Collaboration n s e r Compromising f o r s e Avoiding Accomodation l f n concern for other Skema 2.4 Gaya Manajemen Konflik Teori Rahim (1983) Pada Skema 2.4 di atas dapat dijelaskan bahwa gaya manajemen konflik dominating dimana pihak yang terlibat konflik hanya berupaya memenuhi tujuannya sendiri dan tidak memperhatikan kebutuhan lawan konfliknya, integrating dimana pihak yang terlibat konflik berusaha menciptakan resolusi konflik yang secara maksimal memenuhi tujuan dirinya sendiri dan tujuan lawan konfliknya, compromising merupakan gaya manajemen konflik berusaha memenuhi sebagian tujuannya dan tujuan lawan konfliknya tanpa berupaya memaksimalkannya, avoiding dimana pihak yang terlibat konflik menolak untuk berdiskusi mengenai konflik yang terjadi. Kedua belah pihak menolak untuk memenuhi kebutuhan sendiri

16 28 dan lawan konfliknya, dan obliging dimana pihak yang terlibat konflik mengkombinasikan perhatiannya yang tinggi terhadap lawan konfliknya dengan perhatian yang rendah terhadap dirinya sendiri Keterampilan Memanajemen Konflik Marquis & Huston (2010) mengemukakan bahwa penyelesaian konflik memerlukan keterampilan kepemimpinan dan fungsi manajemen yang tepat di seluruh hirarki organisasi. Calon kepala ruangan harus mendapat pelatihan mengenai mengelola konflik dan setelah menjadi kepala ruangan sebaiknya terus mendapat pelatihan dan bimbingan mengelola konflik (Abubakar, 2008). Pelatihan ketahanan para manjer perawat dapat mengurangi stress pada manajer keperawatan dan dapat membantu manajer keperawatan dalam menciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi staf keperawatan (Judkins, Reid & Furlow, 2006). Menurut Marquis & Huston (2010) keterampilan kepemimpinan dan fungsi manajemen tingkat unit yaitu peran kepemimpinan dan fungsi manajemen terkait dengan penyelesaian konflik. Peran kepemimpinan diantaranya adalah sadar diri dan bekerja dengan sungguh-sungguh dalam menyelesaikan konflik intrapersonal, mengatasi konflik segera setelah pertama kali dirasakan dan sebelum termanifestasikan, mencari penyelesaian menang-menang (win-win solution) jika memungkinkan, memperkecil perbedaan persepsi antara pihak yang mengalami konflik dan memperluas pengertian kedua belah pihak tentang masalah, membantu pegawai mengidentifikasi alternatif penyelesaian konflik, mengenali dan menerima perbedaan individual yang dimiliki staf, menggunakan

17 29 keterampilan komunikasi asertif untuk meningkatkan cara persuasif dan membantu komunikasi terbuka, menjadi model peran yang jujur dan mengupayakan negosisasi kolaboratif. Hal yang kedua adalah fungsi manajemen yaitu menciptakan lingkungan kerja yang meminimalkan kondisi pencetus konflik, secara tepat menggunakan wewenang sah jika harus membuat keputusan yang tidak popular atau cepat, jika perlu, secara formal memfasilitasi penyelesaian konflik yang melibatkan pegawai, menerima tanggungjawab secara mutual untuk mencapai tujuan supraordinat yang telah ditentukan sebelumnya, mendapatkan sumber yang dibutuhkan unit melalui strategi negosiasi yang efektif, mengompromikan kebutuhan unit jika kebutuhan tersebut tidak kritis untuk menjalankan fungsi unit dan jika manajemen yang lebih tinggi melepaskan sesuatu yang sama berharganya, mempersiapkan segalanya untuk melakukan negosiasi untuk mendapatkan sumber unit, termasuk penentuan lanjutan total biaya dan kemungkinan pertukaran sumber unit, serta menangani kebutuhan pengakhiran dan tindak lanjut negosiasi. Manajemen konflik dapat dilakukan dengan banyak hal, salah satunya keterampilan khusus yang harus dimiliki oleh seorang manajer perawatan (Swanburg, 2000). Keterampilan khusus manajer perawat dalam mengelola konflik adalah sebagai berikut: 1. Baca aturan dan pedoman yang jelas dan harus diketahui oleh semua 2. Ciptakan suasana yang mendukung dengan banyak pilihan. Hal ini membuat orang senang untuk membuat usulan. Memberikan kekuatan bagi

18 30 mereka meningkatkan pemikiran kreatif dan memungkinkan pemecahan masalah yang lebih baik. 3. Katakan bahwa mereka dihargai. Pujian dan penegasan tentang nilai-nilai adalah penting untuk setiap orang dalam bekerja. 4. Tekankan pemecahan masalah secara damai daripada konfrontasi. Bangun jembatan pengertian. 5. Hadapi bila diperlukan untuk mempersiapkan perdamaian. Berikan pendidikan tentang perilaku. Katakan kepada mereka tentang perilaku yang dirasakan, apa yang salah dan bagaimana cara memperbaikinya. 6. Mainkan peran yang tidak menimbulkan stress dan konflik. Jangan berperan sebagai orang yang bermuka dua dan berperilaku tidak menentu, yang dapat menimbulkan kebingungan di antara pekerja. 7. Pertimbangkan waktu terbaik untuk semuanya. Jangan menunda waktu yang tidak menentu. 8. Fokuskan pada isu dan bukan pada kepribadian. 9. Pertahankan komunikasi dua arah. Penangkapan pesan, perbaikan interpretasi dan tingkat perasaan pekerja. Yakinkan dengan mendengarkan curahan dan limpahan hati mereka sehingga masalah yang sebenarnya dapat diketahui. 10. Tekankan pada persamaan kepentingan. 11. Pisahkan isu-isu dan hadapi hal-hal yang penting untuk kedua kelompok. 12. Periksa semua pemecahan masalah dan bila memilih salah satu harus dapat diterima oleh kedua kelompok.

19 Hindari penolakan yang berlebihan terhadap penilaian, bersikat melawan, menegur individu, memotong pernyataan perasaan dan memonopoli pembicaraan. Respon ini dapat meningkatkan frustasi dan teknik manajemen yang tidak efektif. 14. Bila konflik terjadi pada saat pengambilan keputusan atau tahap pelaksanaan, usahakan untuk mencapai kesepakatan. Persetujuan terhadap jalan yang ditempuh memberikan beberapa minat dari semua pihak. Cari kesepakatan daripada pertentangan. 15. Ketahui hambatan-hambatan untuk kerjasama atau pemecahan, fokuskan terhadap dinamika konflik untuk pemecahannya. 16. Bedakan antara perilaku yang menetang dengan perilaku yang normal dalam kesalahan-kesalahan kerja. Menentang biasanya adalah perilaku individu. Tentukan siapa yang menentang dan siapkan untuk menghadapi secara emosional dan intelektual. Berjanji dengan seorang penentang pada suatu waktu. Bentuk kewibawaan dan kemampuan. Wawancarai secara pribadi : ajari, evaluasi, pecahkan, bimbing, dan buat perjanjian dengan penentang. Kerjakan dengan segera dan tindaklanjuti dalam 1-2 hari. 17. Kuat dalam menghadapi orang marah. 18. Tetapkan siapa yang memiliki masalah. Bertanggungjawab sebagaimana kita memilikinya dan ucapan terimakasih. 19. Tetapkan kebutuhan-kebutuhan yang terlalaikan atau frustasi dan kebutuhan terhadap pengenalan dan pemeliharaan. 20. Bantu membedakan kebutuhan dan mimpi.

20 Bangun kepercayaan dengan mendengarkan, mengklarifikasi dan memungkinkan tantangan dikeluarkan secara lengkap. Berilah umpan balik untuk meyakinkan bahwa anda mengerti. Biarkan orang tahu bahwa anda memperhatikan dan mempercayai mereka. Tunjukkan pengenalan terhadap sudut pandang yang lain dan kemauan untuk memperbaiki hubungan. Lihat kenyataan. Minta umpan balik. Bila seorang staf perawat atau petugas lain mempunyai pandangan yang valid, kenali, maafkan bila perlu dan bersikap ikhlas. 22. Rundingkan kembali prosedur pemecahan masalah untuk mencegah kegusaran lebih lanjut, ketidakpercayaan dan sifat melawan Kepuasan Kerja Definisi Kepuasan kerja adalah bagaimana orang merasakan pekerjaan mereka secara umum dan aspek-aspek yang berbeda dan bervariasi dari pekerjaan mereka (Spector, 1997). Kepuasan kerja merupakan sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya yang tercermin dalam moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja (Hasibuan, 2005). Anoraga (2004) mengemukakan bahwa kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerja. Kenyataan menunjukkan bahwa orang mau bekerja bukan hanya mencari dan mendapatkan upah saja, akan tetapi bekerja dengan bekerja ia mengharapkan akan mendapatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja tersebut tentang seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memenuhi kebutuhannya (As ad,

21 ). Kepuasan kerja juga menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan, sehingga kepuasan juga berkaitan dengan teori keadilan, perjanjian psikologis dan motivasi (Robbins, 2006). Wang et. al., (2014) juga mengemukakan bahwa kepuasan kerja mencerminkan sejauh mana keinginan, kebutuhan, atau harapan seseorang terpenuhi di tempat kerja. Kepuasan kerja juga diartikan sebagai ungkapan kepuasan karyawan tentang bagaimana pekerjaan mereka dapat memberikan manfaat bagi organisasi, yang berarti bahwa apa yang diperoleh dalam bekerja sudah memenuhi apa yang dianggap penting (Luthans, 2005). Berdasarkan beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap emosional yang tercermin dari seseorang akan aspek-aspek yang bervariasi dalam pekerjaannya yang juga akan mempengaruhi kinerjanya Teori-teori Kepuasan Kerja Beberapa teori yang berhubungan dengan kepuasan kerja dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Teori Maslow Teori Hierarki Kebutuhan Maslow (hierarcy of needs) menyatakan bahwa kebutuhan manusia dapat disusun berdasarkan hierarki, dimana kebutuhan paling atas akan menjadi motivator utama bila kebutuhan pada tingkat di bawahnya telah terpenuhi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut tersusun mulai kebutuhan yang paling rendah kepada kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu : kebutuhan fisik, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri (Potter & Perry, 2005).

22 34 2. Teori Frederick -Herzberg Ahli psikologi dan konsultan manajemen ini mengembangkan Teori Dua Faktor yang menempatkan faktor-faktor pekerjaan dalam dua kelompok, yaitu faktor pemuas/motivator yang terdiri dari faktor intrinsik pekerjaan, yang meliputi aspek dari pekerjaan itu sendiri, tanggungjawab, penghargaan, pencapaian prestasi, kemanjuan, kemungkinan berkembang, dan konformitas. Bila faktor pemuas terpenuhi maka dapat menimbulkan kepuasan kerja yang akan membentuk motivasi yang kuat untuk menghasilkan kinerja yang baik dan faktor pemelihara/hygienis yaitu merupakan kondisi ekstrinsik dari pekerjaan seperti upah, keamanan kerja, kondisi kerja, status, prosedur, perusahaan, mutu penyelian, dan mutu hubungan interpersonal. Terpenuhinya kebutuhan akan kondisi ekstrinsik kerja tidak menjamin timbulnya kepuasan kerja karyawan, tetapi merupakan faktor yang memelihara kondisi kerja agar tidak terjadi ketidakpuasan kerja. Ketidakberadaan faktor pemelihara ini dapat mengakibatkan timbulnya ketidakpuasan (Wibowo, 2011). 3. Teori Adelfer Disebut dengan Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth). Adelfer setuju dengan Maslow, bahwa kebutuhan individu tersusun secara hirarki, namun hirarki kebutuhan yang diajukannya hanya terdiri dari tiga set kebutuhan, yaitu existence/eksistensi merupakan kebutuhan-kebutuhan yang terpuaskan oleh faktor-faktor seperti gaji dan kondisi pekerjaan, relatedness/hubungan merupakan kebutuhan-kebutuhan yang terpuaskan

23 35 dengan adanya hubungan sosial dan interpersonal yang berarti, dan growth/pertumbuhan merupakan kebutuhan-kebutuhan yang terpuaskan oleh produktivitas dan kreatifitas individu (Kuntoro, 2010). 4. Teori McClelland Dikenal dengan Teori Kebutuhan Yang Dipelajari. McClelland mengemukakan teori kebutuhan motivasi yang dipelajari, yang erat hubungannya dengan konsep belajar. Teori ini mengatakan bahwa seseorang dengan suatu kebutuhan yang kuat akan termotivasi untuk menggunakan tingkah laku yang sesuai untuk memuaskan kebutuhan. Kebutuhan seseorang dipelajari dari kebudayaan masyarakat di lingkungannya. Tiga kebutuhan yang dipelajari tersebut adalah kebutuhan berprestasi, kebutuhan berafiliasi, dan kebutuhan berkuasa (Gomes, 2003). 5. Teori Diskrepensi dan Teori Keadilan Dikemukakan oleh Ilyas (2001) yang menjelaskan hubungan kepuasan dengan penghargaan yang diterima secara ekstrinsik yang terdiri dari teori diskrepansi dan teori ketidakadilan. Teori diskrepansi menjelaskan bahwa keadilan ditentukan oleh keseimbangan antara apa yang dirasakan seseorang sebagai hal yang seharusnya ia terima dengan apa yang secara nyata ia terima. Jika penghargaan yang secara nyata ia terima sebanding dengan apa yang diharapkannya, maka ia akan merasa puas. Setiap diskrepansi atau ketidakseimbangan antara kedua tingkatan tersebut akan menimbulkan perasaan tidak puas. Teori selanjutnya adalah teori ketidakadilan menjelaskan bahwa perilaku individu dipengaruhi oleh rasa

24 36 keadilan dan ketidakadilan. Dalam menilai keadilan tersebut individu memperhatikan faktor-faktor input, output, dan comparison person. Input adalah segala sesuatu yang diserahkan individu dalam menyelenggarakan tugas pekerjaan, seperti pengetahuan, kecerdasan, keterampilan dan pengalaman, sedangkan output adalah segala sesuatu yang diterima dari tempat kerja sebagai imbalan atau tugas yang dikerjakan, seperti gaji, fasilitas kerja, perumahan, jaminan kesehatan. Faktor terakhir yaitu comparison person, dimana individu lain sebagai pembanding bagi karyawan dalam hal input dan outcome Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Menurut Baron dan Byrne (1994) terdapat dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu faktor organisasi dan faktor individual/karakteristik karyawan. Faktor organisasi terdiri dari kebijaksanaan perusahaan dan iklim organisasi sedangkan faktor individual/karakteristik karyawan terdiri dari status dan senioritas. Selain ini Kreitner dan Kinicki dalam Wibowo (2011) mengemukakan lima faktor yang menyebabkan kepuasan yaitu need fulfillment (pemenuhan kebutuhan), discrepancies (perbedaan), value attainment (pencapaian nilai), equity (keadilan), dan dispositional/genetic component (komponen genetik). Harold E Burt (2004) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah faktor hubungan antar karyawan, antara lain hubungan antara manajer dengan karyawan, faktor fisik dan kondisi kerja, hubungan sosial di antara karyawan, sugesti dari teman kerja, emosi dan situasi kerja; faktor

25 37 individual yaitu yang berhubungan dengan sikap orang terhadap pekerjaannya, umur orang sewaktu bekerja, dan jenis kelamin; dan faktor eksternal yang berhubungan dengan keadaan keluarga karyawan, rekreasi, pendidikan, dan sebagainya. Robbins (2006) menjabarkan teori 2 (dua) faktor yang dikemukakan Herxberg (1966) tentang faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yaitu maintenance factors dan motivation factors. Maintenance factors adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus menerus karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Faktor-faktor pemeliharaan ini berupa gaji atau upah (wages of salaries), kondisi kerja (working conditions), kebijakan dan administrasi perusahaan (company policy and administration), hubungan antar pribadi (interpersonal relation), dan kualitas supervisi (quality supervisor). Tidak terpenuhinya faktor-faktor ini dapat menyebabkan ketidakpuasan dan absennya karyawan. Faktor yang kedua adalah motivation factors adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan yang berupa prestasi (achievment), pengakuan (recognition), pekerjaan itu sendiri (the work it self), tanggungjawab (responsibility), pengembangan potensi individu (advancement), dan kemungkinan berkembang (the possibility of growth).

26 Karakteristik Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Menurut Davis (2004) berbagai karakteristik yang menentukan kepuasan atas pekerjaan digolongkan menjadi tiga yaitu karakteristik pekerjaan, karakteristik organisasi dan karakteristik individu. Karakteristik pekerjaan adalah karakteristik yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah kejelasan peran, keleluasaan dalam kerja, dan penghargaan intrinsik. Kejelasan peran menyebabkan individu mengerti akan tugas dan tanggung jawabnya. Individu akan lebih berhasil dalam pekerjaan apabila ia mengetahui apa yang diharapkan dan memahami tujuan tugas dengan jelas. Keleluasaan dalam kerja menekankan perhatian pada otonomi, variasi tugas, tanggungjawab, dan umpan balik dari pekerjaan. Penghargaan intrinsik memiliki dampak kuat untuk timbulnya kepuasan kerja. Penghargaan intrinsik berkaitan dengan psikis atau perasaan individu yang merupakan akibat dari kinerjanya. Faktor-faktor karakteristik pekerjaan yang memberi sumbangan terhadap kepuasan kerja diantaranya adalah manajemen, supervisi langsung, lingkungan sosial, komunikasi, keamanan, pekerjaan yang monoton, dan penghasilan. Karakteristik yang kedua adalah karakteristik organisasi dimana terdapat dua variabel yang berhubungan dengan kepuasan kerja yaitu keterlibatan dalam pembuatan keputusan organisasi dan tingkatan pekerjaan. Individu yang dilibatkan dalam pembuatan keputusan organsasi mendapatkan kepuasan kerja lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak terlibat. Karakteristik terakhir adalah karakteristik individu yang berhubungan dengan kepuasan kerja yang terdiri dari usia, pendidikan, dan jabatan yang dipegang.

27 39 Menurut Robbin & Judge (2008), kepuasan kerja juga dipengaruhi oleh karakteristik biografi meliputi umur, masa kerja, pendidikan, jenis kelamin, dan status pegawai. Umur adalah lama hidup seseorang hingga ulang tahunnya yang terakhir. Hubungan umur dengan kepuasan kerja menunjukkan hubungan yang positif artinya makin tua umur karyawan makin tinggi tingkat kepuasan kerjanya, setidak-tidaknya sampai umur karyawan menjelang pensiun pada pekerjaan yang dikuasainya. Sebaliknya mudah menduga bahwa bagi karyawan yang lebih muda usia, keinginan pindah lebih besar. Davis (2004) menyatakan usia >35 tahun dikategorikan usia tua dan usia 35 tahun usia muda. Masa kerja dimana karyawan baru cenderung kurang puas dibandingkan dengan karyawan yang lebih senior. Terdapat berbagai alasan terjadinya hal ini karena karyawan baru datang di tempat kerja dengan harapan tinggi yang tidak memungkinkan untuk dipenuhi atau mungkin untuk pekerjaan tersebut hanya dibutuhkan pendidikan atau kemampuan yang lebih rendah daripada kemampuan yang dimilik karyawan baru tersebut. Karyawan yang lebih berpengalaman lebih tinggi kepuasan kerjanya daripada mereka yang kurang pengalaman kerjanya. Pendidikan yaitu adanya hubungan yang negatif antara tingkat pendidikan dengan kepuasan terhadap gaji disebabkan perbedaan harapan. Klien dan Mahe mengatakan bahwa pekerja dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi berharap dapat berpenghasilan lebih tinggi di suatu organisasi. Jenis kelamin dimana tidak ada pengaruh jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan terhadap kepuasan kerja. Penelitian menurut Suroso (2011) menyatakan bahwa perawat wanita yang merupakan seorang ibu dalam keluarga, kemungkinan akan memiliki naluri keibuan yang bermanfaat

28 40 dalam membentuk perilaku caring dalam proses pemberian asuhan keperawatan dan menciptakan kepuasan kerja. Status kepegawaian dimana karyawan PNS lebih memiliki ketenangan dengan statusnya, mereka mengerti akan peluang pengembangan karier, serta cukup tenang akan jaminan hari tuanya, sebaliknya hal ini tidak dialami oleh karyawan yang berstatus non PNS Efek Kepuasan Kerja Menurut Noe, dkk (2011) kepuasan kerja akan memberi efek/dampak pada beberapa hal diantaranya kinerja, kemangkiran atau keterlambatan, turn over, dan komitmen terhadap organisasi. Dampak pertama adalah kinerja dimana beberapa hasil riset penelitian mendukung hubungan kepuasan kerja dengan kinerja kerja dalam suatu organisasi. Individu yang merasa puas dipastikan akan memiliki produktivitas yang baik. Organisasi yang dapat memberikan kepuasan kerja pada karyawannya cenderung lebih efektif dan memiliki kinerja yang baik dibandingkan dengan yang tidak memberikan kepuasan kerja pada karyawannya. Dampak kedua adalah kemangkiran atau keterlambatan dimana beberapa penelitian menemukan hubungan yang secara konsisten negatif antara kepuasan kerja dan kemangkiran atau keterlambatan. Hal yang ketiga adalah turn over dimana kepuasan kerja memiliki hubungan dengan turn over pegawai dalam suatu organisasi. Para manajer harus memperhatikan dengan serius hal tersebut karena akan mengganggu kelanjutan organisasi dan disarankan untuk meningkatkan kepuasan kerja dalam mengurangi turn over dan yang terakhir adalah komitmen terhadap organisasi yaitu perasaan memiliki oleh setiap individu terhadap organisasi dan komitmennya dalam mencapai tujuan

29 41 organisasi. Beberapa penelitian menunjukkan hubungan positif antara kepuasan dan komitmen organisasi Penilaian/Pengukuran Kepuasan Kerja Salah satu sasaran penting dalam manajemen sumber daya manusia pada suatu organisasi adalah terciptanya kepuasan kerja anggota organisasi tersebut. Tidak ada tolak ukur tingkat kepuasan yang mutlak karena setiap individu berbeda standar kepuasannya. Indikator kepuasan kerja hanya dapat diukur dengan kedisiplinan, moral kerja, dan pergantian staf (turnover) kecil maka secara relatif kepuasan kerja karyawan baik (Hasibuan, 2001). Swanburg (2000) mengemukakan bahwa pengukuran kepuasan kerja dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang memuat komponen penilaian kepuasan, gaji dan tunjangan tambahan, filosofi pengaturan staf, peminjaman dan pertukaran shift, pekerjaan administrasi, hubungan antar disiplin, profesionalisme dan pengembangan staf, serta faktor dukungan administrasi. Pengukuran kepuasan kerja juga dapat dilakukan dengan menggunakan konsep Luthans (2005), yang terdiri dari budaya dan nilai organisasi, peluang karir, kepemimimpinan, aktifitas kerja dan kompensasi. Penilaian kepuasan kerja dapat dilihat dari perasaan umum seseorang akan pekerjaannya (global satisfaction) dan aspek-aspek dari pekerjaannya (facet satisfaction). Pendekatan global merupakan pendekatan secara umum yang menggunakan perspektif yang lebih luas dalam melihat kepuasan kerja. Pendekatan global digunakan ketika ingin melihat secara keseluruhan sikap misalnya melihat dampak suka atau tidak sukanya individu terhadap perusahaan.

30 42 Pertanyaan ini menggunakan satu buah pertanyaan dimana responden hanya perlu menjawab sangat puas, cukup puas, dan tidak puas untuk menggambarkan sikap terhadap pekerjaannya (Vechio, 2006). Pendekatan ini memang dapat membantu melihat kepuasan secara menyeluruh namun memiliki kelemahan yaitu masalah penafsiran individu dari pertanyaan yang diajukan atau perbedaan interpretasi individu dalam menentukan kepuasan kerja dan hal ini tidak diukur (Jewell & Siegel, 1998). Konflik yang timbul akibat hubungan antar karyawan yang kurang baik, konflik dari masing-masing individual dan dari luar (eksternal) merupakan hal yang mempengaruhi kepuasan kerja. Pendekatan berikut adalah pendekatan facet digunakan untuk melihat bagaimana pekerjaan tersebut memberi kepuasan kerja atau tidak. Pendekatan ini memberikan gambaran yang lebih lengkap dibandingkan dengan pendekatan global. Spector (1997) mengindikatorkan kepuasan kerja dari sembilan aspek yang diukur dalam pendekatan ini yang meliputi gaji (global satisfaction) yaitu kepuasan akan pembayaran gaji atau upah, promosi yaitu kepuasan akan kesempatan promosi yang adil, supervisi yakni kepuasan akan supervisi dari atasan langsung, keuntungan tambahan (benefit) yakni kepuasan dengan keuntungan yang diperoleh selain gaji seperti asuransi, liburan dan bentuk fasilitas lain, contingent rewards yaitu sebuah kepuasan akan hadiah (tidak harus berupa uang) yang diberikan untuk perkembangan kerja yang baik seperti rasa hormat, diakui, dan diberi apresiasi, operating conditions yaitu sebuah kepuasan akan kebijakan, peraturan-peraturan dan prosedur, rekan kerja (coworkers) yaitu kepuasan akan rekan kerja dimana memiliki rekan kerja yang menyenangkan dan

31 43 kompeten, nature of work yaitu kepuasan akan tipe pekerjaan yang dilakukan, dan komunikasi yaitu kepuasan akan berkomunikasi dalam sebuah organisasi (verbal maupun non verbal). Siagian (2009) menjelaskan bahwa untuk meningkatkan kepuasan kerja perlu memperhatikan rancang bangun dari suatu pekerjaan yang menghubungkan pekerja dengan organisasi. Faktor penyebab organisasi membutuhkan pekerja adalah pekerjaan yang harus dilakukan sehingga pekerjaan haruslah meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja. Unsur-unsur dalam rancang bangun kepuasan kerja meliputi otonomi dalam pelaksanaan pekerjaan, variasi tugas, identitas tugas, pentingnya pekerjaan seseorang, dan umpan balik. Otonomi adalah pemupukan rasa tanggungjawab atas pekerjaan seseorang beserta hasilnya. Para pekerja diberi kebebasan dalam mengendalikan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya sehingga rasa tanggungjawab dan tingkat kepuasannya menjadi lebih besar. Variasi tugas dibutuhkan dalam meningkatkan kepuasan kerja pekerja. Pemusatan pada satu tugas tertentu dapat meningkatkan keefektifan dan keahlian yang tinggi namun akan sangat membosankan sehingga berdampak negatif dalam hal keletihan, kesalahan dalam pelaksanaan tugas, dan kecelakaan. Unsur berikut adalah identitas tugas, dimana para pekerja akan merasa bangga apabila dapat menunjukkan hasil pekerjaannya secara konkret. Jika hasil pekerjaan tidak mendapat penghargaan akan menurunkan kepuasan kerja. Pentingnya pekerjaan seseorang berkaitan erat dengan identitas tugas dimana seorang pekerja merasa bangga, mempunyai komitmen, motivasi dan kepuasan yang tinggi jika mengetahui bahwa oranglain mengganggap dan bergantung

32 44 padanya dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Unsur terakhir adalah umpan balik akan cara seseorang menyelesaikan pekerjaannya yang sangat penting baginya, sebab jika tidak diperoleh maka dalam dirinya tidak akan ada motivasi yang kuat untuk berprestasi lebih tinggi. Pada penelitian ini penulis menggunakan penilaian kepuasan kerja dengan menggunakan dengan menggunakan unsur penilaian kepuasan kerja menurut Siagian (2009) yang meliputi otonomi dalam pelaksanaan pekerjaan, variasi tugas, identitas tugas, pentingnya pekerjaan seseorang, dan umpan balik Manajemen Konflik Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai yang memiliki kepuasan kerja yang baik mendorong pekerja tersebut bekerja lebih giat, memiliki gaya manajemen konflik yang efektif, loyalitas terhadap organisasi yang tinggi, menguntungkan bagi organisasi (Guttman, 2009). Disposisi personal, tanggungjawab kerja, supervisi, rekan kerja, gaji, adalah beberapa pendukung untuk membangun kepuasan kerja menjadi lebih meningkat (Miller, 2007). Para karyawan percaya bahwa mereka memiliki sebuah tim yang dapat mengelola konflik dengan efektif akan menghasilkan produktivitas kerja dan kepuasan kerja yang tinggi (Noe, 2007). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin efektif kita mengendalikan, mengelola, dan manajemen konflik, pada suatu organisasi maka akan menciptakan sebuah kerjasama tim, kepemimpinan yang efektif, moral yang tinggi, meningkatkan produktifitas, kepuasan pelanggan dan kepuasan karyawan (Williams, 2011). Pada dasarnya, konflik dapat terjadi karna setiap tim atau pihak tertentu memiliki peraturan sendiri. Penyelesaian konflik tergantung dari bagaimana organisasi

33 45 tersebut mengatur dan memanajemen konflik tersebut hingga selesai. Jika konflik dapat diselesaikan dengan baik maka akan berdampak pula pada kepuasan kerja yang tinggi Kinerja Kerja Definisi Kinerja merupakan penampilan kerja individu atau kelompok kerja baik secara kuantitas maupun secara kualitas dalam suatu organisasi (Ilyas, 2002). Mangkunegara (2009) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan padanya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan gaya strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi (Wibowo, 2007). Kinerja merupakan penampilan hasil karya personal baik kualitas maupun kuantitas. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan (fungsional maupun struktural), tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi (Ilyas, 2002). Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok. Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi. Wirawan (2013) mengemukakan bahwa kinerja pegawai merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor yaitu faktor internal pegawai, faktor-faktor lingkungan internal pegawai, dan faktor lingkungan eksternal pegawai. Penilaian kinerja perawat merupakan salah satu upaya manajemen rumah sakit yang bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan

34 46 kualitas pelayanan keperawatan (Ginting & Setiawan, 2012) dan merupakan suatu ukuran pengawasan yang digunakan oleh manajer perawat untuk mencapai tujuan organisasi (Gillies, 1996). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil yang dicapai oleh seseorang atau kelompok sesuai dengan tugas dan tanggungjawab dalam suatu organisasi Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Wirawan (2013) mengemukakan bahwa kinerja pegawai merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor yaitu faktor internal pegawai, faktor lingkungan internal pegawai, dan faktor eksternal pegawai. Faktor internal pegawai adalah faktor-faktor dari dalam diri pegawai yang merupakan faktor bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika pegawai tersebut berkembang. Faktor-faktor bawaan misalnya bakat, sifat pribadi, keadaan fisik dan kejiwaan (stres). Faktor berikutnya adalah faktor-faktor lingkungan internal pegawai dimana dalam melaksanakan tugas pegawai memerlukan dukungan organisasi. Dukungan tersebut sangat mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja pegawai. Sistem kompensasi, iklim kerja organisasi, strategi organisasi, serta dukungan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan merupakan fakor lingkungan internal organisasi yang mendukung pelaksanaan tugas. Faktor yang terakhir adalah faktor lingkungan eksternal pegawai yaitu keadaan, situasi, kejadian, yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi yang mempengaruhi kinerja karyawan, misalnya krisis ekonomi dan budaya masyarakat. Ilyas (2002) mengatakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh faktor demografi dan supervisi yaitu usia, lama kerja, dan supervisi. Semakin tua umur seseorang maka kebutuhan aktualisasi diri akan

35 47 semakin tinggi bila dibandingkan dengan kebutuhan fisiologinya, demikian halnya dengan lama kerja, dimana pengalaman kerja akan mempengaruhi seseorang dalam berinteraksi dengan pekerjaan yang dilaksanakannya. Pada faktor supervisi berlangsung proses yang memacu anggota organisasi untuk berkontribusi secara positif agar tujuan organisasi dapat tercapai. Ilyas (2002) juga mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja personil secara teoritis ada tiga kelompok variabel yaitu variabel individu, variabel organisasi, dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja personil. Diagram skematis variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja dapat dilihat pada Skema 2.5. Variabel individu : 1. Kemampuan dan keterampilan : mental dan fisik 2. Latar belakang : keluarga, tingkat sosial, pengalaman 3. Demografis : umur, etnis, jenis kelamin Variabel perilaku (apa yang dikerjakan) dan Kinerja (hasil yang diharapkan) Variabel organisasi : 1.Sumber daya 2.Kepemimpinan 3.Imbalan 4.Struktur 5.Desain pekerjaan 6.Supervisi 7.Control Variabel psikologis : 1. Persepsi 2. Sikap 3. Kepribadian 4. Belajar 5. Motivasi Skema 2.5 Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja (Gibson, 1987)

MANAJEMEN KONFLIK ENI WIDIASTUTI

MANAJEMEN KONFLIK ENI WIDIASTUTI MANAJEMEN KONFLIK ENI WIDIASTUTI Definisi: Perselisihan internal maupun eksternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai atau perasaan antar 2 orang atau lebih. (Marquis dan Huston, 2010) Konflik merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan Kerja 2.1.1 Defenisi Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan sikap positif terhadap pekerjaan pada diri seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas yang menjadi tanggung jawab guru tersebut secara tepat waktu, disamping

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Kepuasan Kerja Guru Robbins & Judge (2012) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi Terbentuknya persepsi positif pekerja terhadap organisasi, secara teoritis merupakan determinan penting terbentuknya motivasi kerja yang tinggi. Para pekerja adalah manusia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Motivasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Kerja Motivasi adalah tindakan yang dilakukan orang untuk memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi. Hal ini adalah keinginan untuk melakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA.1

II. TINJAUAN PUSTAKA.1 16 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Bab ini berisi uraian berbagai teori tentang kepuasan kerja yang menjadi dasar dalam penelitian ini. Pertama-tama akan dibahas tentang kepuasan kerja, kemudian diikuti

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang artinya menggerakkan (Steers

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang artinya menggerakkan (Steers BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Motivasi Kerja 1.1 Definisi Motivasi Kerja Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang artinya menggerakkan (Steers & Porter, 1975 dalam Wijono, 2010). Motivasi juga sering

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatankegiatan

BAB II URAIAN TEORITIS. pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatankegiatan BAB II URAIAN TEORITIS A. PENELITIAN TERDAHULU Menurut Febya (2008) Motivasi dapat diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatankegiatan tertentu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) 1.1.1 Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dan tujuan atau akhir daripada gerakan atau perbuatan. Motivasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dan tujuan atau akhir daripada gerakan atau perbuatan. Motivasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Motivasi Perawat 1. Definisi Sarwono (2000) dalam Sunaryo (2004) mengemukakan, motivasi menunjuk pada proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong yang timbul dalam

Lebih terperinci

BAB XIII TEKNIK MOTIVASI

BAB XIII TEKNIK MOTIVASI BAB XIII TEKNIK MOTIVASI Tim LPTP FIA - UB 13.1 Pendahuluan Tantangan : 1. Volume kerja yang meningkat 2. Interaksi manusia yang lebih kompleks 3. Tuntutan pengembangan kemampuan sumber daya insani 4.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2000). Sedangkan pengertian kinerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2000). Sedangkan pengertian kinerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja 1. Pengertian kinerja Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional 2.1.1 Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional Menurut Bass dalam Robbins & Judge (2009:90) gaya kepemimpinan transaksional adalah model kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada diri seseorang. Pada dasarnya kepuasaan kerja merupakan hal. kepuasan yang berbeda-beda seseuai dengan sistem nilai yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada diri seseorang. Pada dasarnya kepuasaan kerja merupakan hal. kepuasan yang berbeda-beda seseuai dengan sistem nilai yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan kerja 2.1.1 kepuasan kerja Kepuasaan kerja merupakan sikap positif terhadap pekerjaan pada diri seseorang. Pada dasarnya kepuasaan kerja merupakan hal yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982; BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi dapat didefenisikan dengan dua cara yang amat berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. Penelitan terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat. Analisis

BAB II KERANGKA TEORETIS. Penelitan terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat. Analisis BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitan terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.1 : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama Judul Penelitian Peneliti (Tahun)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelayanan keperawatan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelayanan keperawatan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan keperawatan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari pelayanan kesehatan. Pelayanan keperawatan mencakup pelayanan yang holistik karena kerja

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 INSTRUMEN PENELITIAN

LAMPIRAN 1 INSTRUMEN PENELITIAN 121 LAMPIRAN 1 INSTRUMEN PENELITIAN 122 PENJELASAN MENJADI RESPONDEN Teman sejawat yang terhormat, Saya, Adventy Riang Bevy Gulo, NIM 147046002, Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Keperawatan, Peminatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Proyek Konstruksi Manajemen proyek adalah suatu perencanaan dan pengendalian proyek yang telah ditekankan pada pola kepemimpinan, pembinaan kerja sama, serta mendasarkan

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak

II. KAJIAN PUSTAKA. Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak 12 II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Motivasi Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak atau menggerakkan. Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan sumber daya yang menggerakan

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya

KAJIAN PUSTAKA. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Manajemen Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006:3), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah rancangan sistem-sistem formal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Tugas utama pihak manajerial adalah memberikan motivasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Tugas utama pihak manajerial adalah memberikan motivasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Inisiatif manajerial Tugas utama pihak manajerial adalah memberikan motivasi kepada tenaga kerja perusahaan untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi (Arthur, 1994). Menurut Samad (2006) bahwa karakteristik pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. organisasi (Arthur, 1994). Menurut Samad (2006) bahwa karakteristik pekerjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perspektif manajemen sumber daya manusia strategis yang paling mendasar adalah asumsi keberhasilan sebuah kinerja organisasi dipengaruhi oleh tindakan dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja didefinisikan dengan sejauh mana individu merasakan secara positif atau negatif berbagai macam faktor atau dimensi dari tugas-tugas dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN KARYAWAN TERHADAP ORGANISASI 1. Defenisi Komitmen Karyawan terhadap Organisasi Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara individu karyawan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbulnya tuntutan efisiensi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbulnya tuntutan efisiensi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Menambah pengetahuan dengan menghubungkan teori yang didapat dalam perkuliahan dengan kenyataan serta dapat memperdalam pengetahuan penulis dalam bidang manajemen sumber daya manusia. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Pengertian Kinerja Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah perusahaan. Ketika kinerja dari karyawan meningkat maka bisa dipastikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai the way an

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai the way an BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan Kerja Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai the way an employee feels about his or her job. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan

Lebih terperinci

2.1.2 Tipe-Tipe Kepemimpinan Menurut Hasibuan (2009: ) ada tiga tipe kepemimpinan masing-masing dengan ciri-cirinya, yaitu:

2.1.2 Tipe-Tipe Kepemimpinan Menurut Hasibuan (2009: ) ada tiga tipe kepemimpinan masing-masing dengan ciri-cirinya, yaitu: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan Menurut Wukir (2013:134), kepemimpinan merupakan seni memotivasi dan mempengaruhi sekelompok orang untuk bertindak mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Turnover Intention Keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan yakni mengenai pergerakan tenaga kerja keluar dari organisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Setiap manusia mempunyai potensi untuk bertindak dalam berbagai bentuk ativitas. Brahmasari (2004) mengemukakan bahwa kinerja adalah pencapaian atas tujuan organisasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. kegiatan-kegiatan kelompok yang terorganisir dalam usaha-usaha menentukan

BAB II LANDASAN TEORITIS. kegiatan-kegiatan kelompok yang terorganisir dalam usaha-usaha menentukan BAB II LANDASAN TEORITIS A. Kepemimpinan 1. Definisi Kepemimpinan atau Leadership adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan kelompok yang terorganisir dalam usaha-usaha menentukan tujuan dan mencapainya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Menurut Veithzal Rivai (2004:309) mendefinisikan penilaian kinerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Menurut Veithzal Rivai (2004:309) mendefinisikan penilaian kinerja BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penilaian Kinerja 2.1.1.1 Pengertian Penilaian Kinerja Menurut Veithzal Rivai (2004:309) mendefinisikan penilaian kinerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Tenaga Kerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tenaga kerja adalah salah satu komponen dari perusahaan dan mempunyai peranan yang sangat penting di dalam operasional perusahaan. Menurut Biro Pusat Statistik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perilaku seseorang untuk berbuat. Sedangkan motif dapat dikatakan suatu driving force yang

BAB II LANDASAN TEORI. perilaku seseorang untuk berbuat. Sedangkan motif dapat dikatakan suatu driving force yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian motivasi Motivasi didefinisikan sebagai dorongan. Dorongan merupakan suatu gerak jiwa dan perilaku seseorang untuk berbuat. Sedangkan motif dapat dikatakan suatu driving

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori motivasi Vroom (1964) Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Motivasi Dalam menghadapi kehidupan serba modern dengan teknologi yang canggih, peranan karyawan sebagai sumber tenaga kerja dalam suatu unit organisasi sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Johnson ( Supraktiknya, 1995) konflik merupakan situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konflik Kerja 1. Pengertian Konflik Kerja Dalam setiap organisasi, agar setiap organisasi berfungsi secara efektif, maka individu dan kelompok yang saling bergantungan harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu aspek pembangunan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu aspek pembangunan sekaligus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek pembangunan sekaligus merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan pambangunan nasional. Oleh karena itu, pendidikan memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap perusahaan didirikan dengan tujuan tertentu untuk dapat memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap perusahaan didirikan dengan tujuan tertentu untuk dapat memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap perusahaan didirikan dengan tujuan tertentu untuk dapat memberikan manfaat bagi lingkungan internal dan eksternal. Dalam menjalankan setiap aktivitasnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan Kerja 2.1.1. Pengertian Kepuasan Kerja Menurut Sunyoto (2012), kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan di mana para karyawan

Lebih terperinci

KONFLIK DALAM KELOMPOK. Sepanjang individu berinteraksi dengan individu lain, konflik tidak mungkin terhindarkan. Konflik dapat terjadi dalam

KONFLIK DALAM KELOMPOK. Sepanjang individu berinteraksi dengan individu lain, konflik tidak mungkin terhindarkan. Konflik dapat terjadi dalam KONFLIK DALAM KELOMPOK. Sepanjang individu berinteraksi dengan individu lain, konflik tidak mungkin terhindarkan. Konflik dapat terjadi dalam menentukan suatu tujuan atau dalam menentukan metode yang akan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. agara diperoleh tenaga kerja yang puas akan pekerjaannya. Fungsi MSDM. dikelompokkan atas tiga fungsi, yaitu (Husein, 2002) :

II. TINJAUAN PUSTAKA. agara diperoleh tenaga kerja yang puas akan pekerjaannya. Fungsi MSDM. dikelompokkan atas tiga fungsi, yaitu (Husein, 2002) : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan bagian dari manajemen keorganisasian yang memfokuskan diri pada unsur Sumber Daya Manusia, dimana tugas

Lebih terperinci

2015 PENGARUH KOMPENSASI DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (PUSDIKLAT) GEOLOGI BANDUNG

2015 PENGARUH KOMPENSASI DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (PUSDIKLAT) GEOLOGI BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Organisasi merupakan wadah bagi orang-orang yang memiliki pandangan dan visi dengan tujuan untuk menampung aktivitas dan interaksi yang dilakukan oleh beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan suatu organisasi yang mempunyai berbagai macam tujuan. Aktifitas di dalam suatu perusahaan selalu diarahkan untuk mencapai tujuan yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. adanya dorongan dalam diri manusia sebagai usaha untuk memenuhi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. adanya dorongan dalam diri manusia sebagai usaha untuk memenuhi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Kepemimpinan Efektif 2.1.1 Perilaku Purwanto (1998) mendefinisikan perilaku sebagai penyesuaian diri dari adanya dorongan dalam diri manusia sebagai usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Konstruksi Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek dengan sumber daya tertentu untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Definisi Kepuasan Kerja Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efektifitas pengelolaan sumber daya manusia. Organisasi yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. efektifitas pengelolaan sumber daya manusia. Organisasi yang berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi saat ini mengalami kelangkaan sumber daya berkualitas dan persaingan yang terus meningkat. Efektifitas organisasi tidak terlepas dari efektifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), karena secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2003), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja

Lebih terperinci

Pokok Bahasan : Motivasi Sub Pokok Bahasan : Pengertian, Teori Motivasi,Bentuk Motivasi, Jenis Motivasi, Tantangan dan Alat2 Motivasi

Pokok Bahasan : Motivasi Sub Pokok Bahasan : Pengertian, Teori Motivasi,Bentuk Motivasi, Jenis Motivasi, Tantangan dan Alat2 Motivasi Pengantar Manajemen Umum Pokok Bahasan : Motivasi Sub Pokok Bahasan : Pengertian, Teori Motivasi,Bentuk Motivasi, Jenis Motivasi, Tantangan dan Alat2 Motivasi By Erma Sulistyo Rini Asumsi dasar Mengenai

Lebih terperinci

MOTIVASI, PENGELOLAAN INDIVIDU DAN KELOMPOK DALAM ORGANISASI BISNIS. Minggu ke tujuh

MOTIVASI, PENGELOLAAN INDIVIDU DAN KELOMPOK DALAM ORGANISASI BISNIS. Minggu ke tujuh MOTIVASI, PENGELOLAAN INDIVIDU DAN KELOMPOK DALAM ORGANISASI BISNIS Minggu ke tujuh MOTIVASI Dalam melaksanakan fungsi penggerakan (actuating) seorang manajer harus memotivasi para bawahannya agar mau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan institusi yang kompleks. Kompleksitas tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan institusi yang kompleks. Kompleksitas tersebut, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan institusi yang kompleks. Kompleksitas tersebut, bukan saja dari masukannya yang bervariasi, melainkan dari proses pembelajaran yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang di kemukakan oleh Martoyo (2000), bahwa kepuasan kerja adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang di kemukakan oleh Martoyo (2000), bahwa kepuasan kerja adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang penting dalam setiap pekerjaan. Kepuasan kerja merupakan sisi afektif atau emosi. Seperti yang di kemukakan oleh Martoyo

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas tentang teori dari kepuasan kerja dan komitmen organisasi yang akan mendasari penelitian ini. Pemabahasan ini akan menjadi panduan dalam memahami secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Achievement Motivation Theory atau Teori Motivasi Berprestasi dikemukakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Achievement Motivation Theory atau Teori Motivasi Berprestasi dikemukakan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Achievement Motivation Theory Achievement Motivation Theory atau Teori Motivasi Berprestasi dikemukakan oleh David C.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tenaga kerja Menurut Darwis (1991) dalam Wahyuni (2008), tenaga kerja kehutanan dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu tenaga kerja hutan dan tenaga kerja industri kehutanan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen organisasi 1. Pengertian Komitmen merupakan perilaku seseorang terhadap organisasi atau perusahaan dimana individu tersebut bisa bersikap tegas dan berpegang teguh pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Motivasi Motivasi berasal dari kata Latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup organisasi. Sumber daya manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup organisasi. Sumber daya manusia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat penting dalam mempertahankan kelangsungan hidup organisasi. Sumber daya manusia memiliki arti penting karena manusia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap orang yang bekerja mengharapkan untuk memperoleh kepuasan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap orang yang bekerja mengharapkan untuk memperoleh kepuasan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Definisi Kepuasan Kerja Setiap orang yang bekerja mengharapkan untuk memperoleh kepuasan dari tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi perusahaan dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi perusahaan dituntut untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi perusahaan dituntut untuk bekerja lebih efisien dan efektif. Persaingan yang semakin ketat menyebabkan perusahaan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena pendidikan merupakan wahana untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penghargaan Organisasi memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab kepada karyawan dan masyarakat. Seiring pemenuhan kewajiban tersebut, hubungan antara organisasi

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 7 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia sebagai salah satu unsur dalam organisasi dapat diartikan sebagai manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau lebih. Konflik terjadi secara alami dan merupakan fenomena yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau lebih. Konflik terjadi secara alami dan merupakan fenomena yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konflik secara umum didefinisikan sebagai perselisihan internal atau eksternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai, atau perasaan antara dua orang atau lebih. Konflik

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka. Setiap orang pada dasarnya orang yang bekerja mempunyai tujuan untuk

BAB 2. Tinjauan Pustaka. Setiap orang pada dasarnya orang yang bekerja mempunyai tujuan untuk BAB 2 Tinjauan Pustaka 2. Tinjauan Pustaka 2. 1 Kepuasan Kerja Setiap orang pada dasarnya orang yang bekerja mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Apabila kebutuhan tersebut terpenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin kompleksnya permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh

BAB I PENDAHULUAN. semakin kompleksnya permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di era modernisasi dan perkembangan IPTEK yang sangat cepat, perkembangan dalam bidang SDM berkembang cepat pula, hal ini mengakibatkan semakin kompleksnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. untuk melakukan atau bertindak sesuatu. Keberadaan pegawai tentunya

BAB II KAJIAN TEORI. untuk melakukan atau bertindak sesuatu. Keberadaan pegawai tentunya BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pengertian Motivasi Kerja Motivasi adalah proses seseorang untuk mendorong mereka melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Sedangkan motivasi kerja adalah keinginan yang timbul

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1 Kepuasan kerja 2.1.1. Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari dan digunakan sebagai konstruk pengukuran dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang karyawan agar karyawan tersebut dapat tergerak untuk melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang karyawan agar karyawan tersebut dapat tergerak untuk melakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Kerja 2.1.1 Pengertian Motivasi Kerja Motivasi merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam diri seorang karyawan agar karyawan tersebut dapat tergerak untuk

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Menurut Lussier (2005: 486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi

II. LANDASAN TEORI. Menurut Lussier (2005: 486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi 16 II. LANDASAN TEORI A. Definisi Iklim Organisasi Menurut Lussier (2005: 486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi pegawai mengenai kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompensasi Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka (Handoko, 2001:155). Masalah kompensasi merupakan fungsi manajemen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Two Factor Theory Prinsip teori ini mengemukakan bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinamis, sangat memerlukan adanya sistem manajemen yang efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. dinamis, sangat memerlukan adanya sistem manajemen yang efektif dan efisien BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan bisnis dewasa ini yang tumbuh dan berkembang dengan sangat dinamis, sangat memerlukan adanya sistem manajemen yang efektif dan efisien artinya dapat dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kepemimpinan Menurut Veithzal Rivai (2006:2) mendefinisikan kepemimpinan adalah seni mempengaruhi dan mengarahkan orang lain dengan cara kepatuhan, kepercayaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Tujuan Motivasi. proses sebagai langkah awal seseorang melakukan tindakan akibat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Tujuan Motivasi. proses sebagai langkah awal seseorang melakukan tindakan akibat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Motivasi 2.1.1.1 Pengertian dan Tujuan Motivasi Istilah motivasi berasal dari bahasa latin, yakni movere, yang berarti dorongan atau menggerakkan. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Komitmen Organisasi 1.1 Definisi Komitmen Organisasi Kata komitmen berasal dari kata latin yang berarti to connect. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Kinerja di Balai Ternak Embrio Bogor. Hasil penelitian ini menunjukkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kolaborasi 2.1.1 Defenisi Kolaborasi Kolaborasi adalah hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. SEMANGAT KERJA 1. Pengertian semangat kerja Semangat kerja merupakan konsep multidimensional yang merefleksikan tingkat kesejahteraan fisik dan emosi yang dialami oleh individu

Lebih terperinci

KEPUASAN KERJA. Tugas Mata Kuliah Perilaku Organisasi. DISUSUN OLEH : 1. Ulfa Qorrirotun Nafis ( ) 2. Dede Hidayat ( )

KEPUASAN KERJA. Tugas Mata Kuliah Perilaku Organisasi. DISUSUN OLEH : 1. Ulfa Qorrirotun Nafis ( ) 2. Dede Hidayat ( ) KEPUASAN KERJA Tugas Mata Kuliah Perilaku Organisasi DISUSUN OLEH : 1. Ulfa Qorrirotun Nafis (2016 804 059) 2. Dede Hidayat (2016 804 049) KEPUASAN KERJA 1. Pengertian Kepuasan Kerja Menurut Hasibuan (2007)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalansecara berkesinambungan, maka sangat dibutuhkan karyawan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalansecara berkesinambungan, maka sangat dibutuhkan karyawan yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam berjalannya suatu perusahaan untuk mencapai visi, misi, strategi serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia bisnis di Indonesia sekarang ini, perusahaan dituntut untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas kerja dan kuantitas kerja pelayanannya.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja 2.1.1. Pengertian Kinerja Menurut Ilyas (2012) kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan

Lebih terperinci

pengaruh variabel bebas (X1, dan X2) adalah besar terhadap adalah kecil terhadap variabel terikat (Y). BAB II URAIAN TEORITIS

pengaruh variabel bebas (X1, dan X2) adalah besar terhadap adalah kecil terhadap variabel terikat (Y). BAB II URAIAN TEORITIS 3). Koefisien determinasi (R²) Koefisen determinasi digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan model dalam menerangkan variabel terikat. Jika R² semakin besar (mendekati satu), maka dapat dikatakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2. Pengertian Motivasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2. Pengertian Motivasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Sedarmayanti (2010) mengatakan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yaitu suatu kebijakan dan praktik menentukan aspek "manusia"

Lebih terperinci

Motivasi penting dikarenakan :

Motivasi penting dikarenakan : Motivasi Bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan Pemberian daya penggerak yg menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peran sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peran sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang sangat penting bagi keefektifan dan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori Two Factor Theory yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg mengusulkan bahwa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori Two Factor Theory yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg mengusulkan bahwa 2.1 Landasan Teori BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Teori Two Factor Theory yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg mengusulkan bahwa faktor-faktor intrinsik terkait dengan kepuasan kerja,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Sebelum kita lebih jauh mengupas masalah kompensasi dan motivasi, ada perlunya kita mengetahui terlebih dahulu pengertian dari

Lebih terperinci

UA P E P MB M E B LA L J A A J R A A R N A KH K USUS

UA P E P MB M E B LA L J A A J R A A R N A KH K USUS HAKEKAT PENGARAHAN (DIRECTING) DAN LEADERSHIP (KEPEMIMPINAN) OLEH: NETI JUNIARTI TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS Setelah mengikuti kuliah, mahasiswa akan dapat menjelaskan: 1. Batasan dan prinsip Directing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kepuasan Kerja Kepuasan kerja (job satisfaction) menurut Handoko (1996) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagaimana para pekerja memandang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. perusahaan yang penting seperti pabrik, atau suatu organisasi secara keseluruhan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. perusahaan yang penting seperti pabrik, atau suatu organisasi secara keseluruhan. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Iklim organisasi (Organizational climate) Menurut Davis dan Newstrom (1985) iklim organisasi adalah lingkungan didalam mana para pegawai

Lebih terperinci