BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan
|
|
- Susanti Gunardi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Judul Penelitian Implementasi Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Provinsi Papua Nomor 23 Tahun 2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga Masyarakat Hukum Adat atas Tanah (Studi Kasus Kota Jayapura dan Kabupaten Biak Numfor) 1.2. Latar Belakang Masalah Semenjak awal pembentukan negara Indonesia muncul berbagai kasus sengketa tanah antara negara (dalam hal ini pemerintah) dan masyarakat adat setempat. Sengketa ini dipengaruhi oleh masa transisi pemerintahan di Indonesia yang berbeda ketika zaman kerajaan hingga pemerintahan Hindia-Belanda. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah berinisiatif mengeluarkan UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) Nomor 5 Tahun 1960 yang didalamnya mengatur mengenai hukum pertanahan, serta mempertajam fungsi dan kewenangan BPN (Badan Pertanahan Nasional) dan lembaga peradilan lainnya. Amidhan, dkk (2005: 140) menyatakan bahwa UUPA adalah sebuah produk hukum yang menjadi dasar politik agraria nasional dan berkehendak melakukan Reforma Agraria guna menata 1
2 ulang struktur agraria warisan kolonial yang telah mengakar ratusan tahun dan menjadi acuan hukum agraria di Indonesia. Sayangnya, eksistensi hak ulayat hanya diakui sebagai hukum konkrit dan bukan sebagai lembaga hukum. Secara substantif tidak dijelaskan mengenai apa saja kriteria yang menggambarkan tanah tersebut berada di wilayah hak ulayat tanah. Hak ulayat tidak bersifat eksklusif, keberadaannya sama dengan hak tanah lainnya yang merupakan hak negara. Maksudnya, menurut Sumardjono (2001: 66), apabila diperlukan untuk kepentingan umum atau kepentingan lain yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka hak ulayat itu dapat diberikan kepada pihak lain. Masyarakat pemegangnya tidak diperbolehkan mempertahankan hak itu melainkan harus bersedia menerima recognite yang akan diserahkan bagi mereka (Ruwiastuti, 2000: 75). Penguasaan tanah tak bertuan dan tak bersertifikat seutuhnya dikembalikan kepada negara. Sementara bagi masyarakat adat, tanah ulayat (tanah adat kolektif) sebagai wilayah leluhur yang kepemilikannya kolektif dan menyeluruh dimana penduduk asli memperhitungkan diri mereka sendiri sebagai penjaga dari wilayah leluhur, bukan pemilik seperti yang biasa diartikan dalam ekonomi pasar modern (Sugandi, 2008: 11). Kasus sengketa tanah semakin meluas dan otonomi daerah pada tahun 1999 yang ditetapkan pemerintah Indonesia mencetuskan terbitnya Peraturan Mentri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 5 tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat pada 24 Juni Dengan begitu, penentuan tentang keberadaan hak ulayat dilakukan oleh Pemerintah Daerah 2
3 (Pemda) dengan mengikutsertakan masyarakat hukum adat yang ada di daerah tersebut, pakar hukum adat, LSM, dan instansi yang terkait dengan sumber daya alam (Sumardjono, 2001: 67-68). Sengketa tanah yang terjadi di Papua sama halnya dengan yang terjadi di daerah lainnya, terutama yang masih mengakui adanya masyarakat adat di wilayahnya. Perluasan pembangunan yang diusung pemerintah terhambat karena masalah legalisasi tanah (ganti rugi) yang menyangkut lahan di dalam wilayah hak ulayat. Dikarenakan permasalahan tersebut dan berdasarkan Permen Nomor 5 tahun 1999 dan mandat kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu mengeluarkan Peraturan Daerah Khusus Provinsi (Perdasus) Papua Nomor 23 Tahun 2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Adat dan Hak Perorangan Warga Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah. Dengan harapan, masyarakat adat di Papua mendapat perlindungan atas hak asli mereka dan menjadi payung hukum penanganan sengketa tanah dan konflik agraria yang terjadi di tanah Papua segera tuntas. Jumlah kasus pertanahan yang masuk ke Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (dalam bpn.go.id) mencapai kasus, yang terdiri dari sisa kasus tahun 2012 yang belum diselesaikan sebanyak kasus serta kasus baru sebanyak kasus. Secara nasional, menurut jaya-tv.com (7 Juli 2014), rata-rata kasus sengketa dan konflik tanah di Papua tiap tahun mencapai empat ribu kasus. 3
4 Tetapi, data yang masuk di BPN, di Papua hanya terdapat 13 kasus yang sedang di proses atau masuk ke ranah hukum dengan 11 kasus yang telah diselesaikan dan sisanya 2 kasus. Hal ini karena konflik agraria seperti gunung es, apa yang terlihat tidak seperti apa yang terjadi di lapangan. Belum lagi menurut tabloidjubi.com (16 Juli 2014), dengan laju pertumbuhan 5 (lima) persen, tidak sebanding dengan jumlah sertifikasi yang dimiliki penduduk Papua. Hingga September 2013 tercatat baru bidang tanah yang memiliki sertifikat di Provinsi Papua (bpn.go.id, 15 Juli 2014). Dalam Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus), disebutkan bahwa Pemerintah Provinsi berkewajiban melindungi hak kekayaan intelektual orang asli Papua sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan. Tetapi, menurut sebagian penduduk asli setempat, pembangunan sumber daya manusia di Provinsi Papua tidak merata, sementara pemerintah lebih fokus terhadap pembebasan lahan untuk para investor atau dengan tujuan kepentingan umum. Dikhawatirkan, masyarakat adat yang selama ini sangat bergantung dengan alam (termasuk tanah) aksesnya memanfaatkan hasil alam jadi terbatas. Dalam Pasal 2 dan 3 Perdasus 23 tahun 2008 ditegaskan bahwa keberadaan hak ulayat masyarakat hukum adat dan hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah harus didasarkan pada hasil penelitian. Pasal 2 sampai dengan Pasal 6, Pasal 8 ayat (2) dan Pasal 9 mengharuskan hukum tertulis (sertifikasi) untuk pengakuan, penetapan dan pemeliharaan tanah hak ulayat. Di sisi lain, sama seperti beberapa daerah lainnya, di Provinsi Papua belum efektif karena penetapan batas 4
5 wilayah atau jumlah tanah ulayat yang disebutkan belum jelas. Batas tapal wilayah yang hanya menggunakan unsur alam menyulitkan tugas BPN (Badan Pertanahan Nasional) untuk mendata. Jadi, proses registrasi di BPN untuk mendapatkan penetapan tanah adat atau hak ulayat belum dapat dilanjutkan. Hingga kini, baik institusi pemerintah kabupaten atau pemerintah terkait belum mengeluarkan kebijakan atau program untuk menerapkan peraturan hak ulayat dan hukum adat (Buletin DTE Edisi Khusus No , 2011). Masalah yang berkembang di masyarakat adat setempat karena tanah menurut mereka adalah adalah ibu. Akibatnya, muncul ketidakrelaan mereka memperjual-belikan tanahnya dan tidak semua ingin mendapat ganti rugi dalam bentuk uang karena memang mata pencaharian mereka berasal dari tanah atau lahan yang mereka miliki. Di beberapa kasus, orang asli Papua mengajukan klaim atas tanah dan menuntut kompensasi atas penggunaan tanah yang sudah berjalan puluhan tahun tanpa rekognisi. Kasus ini terjadi di Distrik Nimbokrang dan Distrik Namblong, Kabupaten Jayapura (Tabloidjubi.com, 28 Juli 2013 dalam Savitri, 2014). Padahal di dalam UU Otsus Nomor 21 tahun 2001 di tiap ayat dalam Pasal 42, serta Pasal 43 (3) dan Pasal 43 (5). Disebutkan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi Papua memberi kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat adat dan/atau masyarakat setempat dengan mengakui serta menghormati keberadaan mereka termasuk para penanam modal. Jika terjadi penyerahan tanah antara masyarakat hukum adat dan warga yang bersangkutan termasuk nilai imbalannya, dilakukan melalui musyawarah. Fungsi 5
6 pemerintah sebagai mediator aktif sehingga dapat dicapai kesepakatan yang memuaskan para pihak yang bersangkutan. Kasus lainnya yang terjadi, sertifikasi tanah penduduk yang legal di bawah pemerintah daerah dapat ditolak oknum yang mengakui diri sebagai pemilik tanah adat dengan alasan historikal tanpa bukti yang jelas. Beberapa konflik yang terjadi di Papua seperti konflik yang terjadi di distrik Iwaka terjadi karena klaim atas tanah antara warga trans dan penduduk asli. Hal ini karena kebanyakan warga Trans tidak tetap di tanah mereka. Kemudian, karena tidak digunakan, beberapa tanah diambil, dan terjadi saling klaim (majalahselangkah.com, 2014). Selain mengakibatkan konflik antara kedua belah pihak, proses penempatan lahan akan tertunda lama. Contoh kasus lainnya yang terjadi adalah adat antara daerah satu dan lainnya berbeda satu dan lainnya menyebabkan perbedaan cara pelepasan hak ulayatnya. Misalnya di suatu daerah tidak mengapa jika terjadi proses pelepasan tanah tanpa adanya proses adat, sementara di daerah atau adat lain (misalnya adat Tobatdji Enj ros di Provinsi Papua) yang harus melewati proses adat untuk proses pelepasan tanah. Di antara masyarakat Papua terdapat kolektif-kolektif etnik yang mengatur sistem hak ulatnya melalui klan (merupakan hak komunal). Selain itu terdapat pula kolektif-kolektif lain yang mengatur hak ulayatnya melalui keluarga inti atau hak individu (Djojosoekarto: 2008). Bukan hanya itu, berbagai sengketa tanah yang berhubungan hak ulayat masih dibawah ke ranah peradilan umum (tatanan negara) karena hukum adat belum 6
7 diakui secara utuh. Hambatan lainnya dijabarkan oleh Kepala Kantor BPN Papua Gembira Perangin-Angin, yaitu: Hambatan lain dalam penyelesaian sengketa tanah itu yakni, luas wilayah, sehingga sulit untuk berkoordinasi memanggil para pihak yang bersengketa. Kesadaran masyarakat tentang hukum pertanahan masih rendah, sehingga masyarakat adat tidak mau mengajukan gugatan ke lembaga peradilan, kurang SDM baik kuantitas maupun kualitas penyelesaian sengketa, kurangnya sarana pendukung dan terbatasnya anggaran penyelesaian kasus pertanahan (dpr.go.id, 7 Juli 2014) Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, dirumuskan pertanyaan penelitian Bagaimana Implementasi Perdasus Nomor 23 Tahun 2008 di Provinsi Papua dengan studi Kasus di Kota Jayapura dan Kabupaten Biak Numfor? 1.4. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian adalah untuk mengembangkan dan membuktikan pengetahuan, Sedangkan secara khusus tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menemukan. Menemukan berarti sebelumnya belum pernah ada atau belum diketahui. Dengan metode kualitatif, maka penulis dapat menemukan pemahaman terhadap situasi sosial yang diteliti, hipotesis, pola hubungan yang akhirnya dikembangkan menjadi teori (Sugiyono, 2010: 143). 1) Mengetahui implementasi kerja Pemerintah Kabupaten/Kota serta lembaga dan atau instansi yang bersangkutan dalam pelaksanaan Perdasus 23 tahun
8 2) Mengetahui porsi keterwakilan perwakilan adat setempat dalam urusan hak ulayat (hak adat) dalam Perdasus 23 tahun ) Mengetahui relevansi Perdasus 23 tahun 2008 dengan adat istiadat yang dianut masyarakat asli Papua 4) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Perdasus 23 tahun Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini, penulis berharap para pembaca dapat memperoleh manfaat: 1. Manfaat praktis, sebagai sumber informasi tentang pelaksanaan kebijakan Perdasus 23 tahun 2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah di wilayah Kota Jayapura dan Kabupaten Biak Numfor 2. Manfaat ilmiah, sebagai sumber tambahan ilmu dan pengetahuan mengenai aplikasi kebijakan dan bentuk lingkungan dimana kebijakan itu dibuat. Serta menjadi bahan pertimbangan kebijakan penyelesaian sengketa tanah dikemudian hari Sistematika Penulisan Dalam penulisan Bab I Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang penulisan, rumusan masalah, alasan penulisan, dan manfaat dari penelitian ini. Latar 8
9 belakang menjelaskan tentang banyaknya kasus tenah yang terjadi di Indonesia dan Papua serta alasan terjadinya konflik tanah tersebut. Kemudian menjelaskan latar belakang terbitnya Perdasus 23 tahun 2008, namun konflik tanah masih juga terjadi. Untuk itu, penulis menggunakan kalimat pertanyaan bagaimana dalam rumusan masalah untuk mengetahui sejauh mana berjalannya Perdasu 23 tahun 2008 dan mengetahui secara deskriptif apa yang sebenarnya terjadi di wilayah Papua setelah berlakunya Perdasus 23 tahun Dalam Bab II Studi Literatur dan Kerangka Pemikiran, menjelaskan tentang studi teori yang digunakan untuk mendeskripsikan penelitian ini dan analisis secara kontekstual antara teori yang digunakan dengan kejadian di lapangan. Serta kerangka pemikiran untuk memudahkan definisi variabel-variabel yang mempengaruhi jalannya Perdasus 23 tahun Dalam Bab III Metodelogi Penelitian, menjelaskan tentang metode yang digunakan untuk memudahkan penulis mencari informasi yaitu melalui metode observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan mendeskripsikan fakta-fakta serta kendala-kendala yang terjadi ketika penelitian berlangsung. Dalam Bab IV Pandangan Masyarakat Adat Mengenai Tanah dan Hak Ulayat, penulis mendeskripsikan mengenai peran masyarakat adat dan lembaga perwakilan adat serta pengaturan hak ulayat di dalamnya dan beberapa contoh kasus sengketa tanah ulayat yang terjadi di Kota Jayapura dan Kabupaten Biak Numfor. Bab V Implementasi Perdasus 23 Tahun 2008, merupakan jawaban dari rumusan penelitian. Dalam bab ini menjelaskan bagaimana jalannya Perdasus 23 9
10 tahun 2008 berdasarkan empat substansi pentingnya, yaitu penelitian tanah adat, pemetaan tanah adat, pengelolaan tanah adat, serta ganti kerugian dan penyelesaian konflik tanah di wilayah Kota Jayapura dan Kabupaten Biak Numfor dengan mengkaitakan data dan informasi di lapangan. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa secara normatif terjadi non-implementation Perdasus 23 tahun 2008, tetapi secara empirik berdasarkan program kerja dari Pemkot Jayapura dan Pemkab Biak Numfor keempat substansi Perdasus tersebut terpenuhi. Di selanjutnya, Bab VI Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Perdasus 23 Tahun 2008, menjelaskan tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya non-implementation Perdasus 23 tahun 2008 namun terpenuhinya substansi Perdasus secara empirik. Faktor-faktor pengaruh tersebut yaitu faktor komunikasi, kondisi sosial dan budaya, serta faktor inisiatif pemerintah. Dalam bab tterakhir, Bab VII Penutup menjelaskan kesimpulan dari penelitian ini dan saran-saran yang mendesak kepada Pemerintah Provinsi selaku pembuat kebijakan Perdaus 23 tahun 2008 dan pelaksana kebijakan yaitu Pemerintah Daerah Kota Jayapura dan Kabupaten Biak Numfor. 10
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konteks Indonesia, salah satu isu yang menarik untuk dibicarakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam konteks Indonesia, salah satu isu yang menarik untuk dibicarakan adalah mengenai pengakuan dan perlindungan hukum terhadap hak hak masyarakat hukum adat
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI PAPUA
PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DAN HAK PERORANGAN WARGA MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciHAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT PAPUA
HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT PAPUA Sumber: www.survivalinternational.org I. PENDAHULUAN Konsep hukum tanah nasional bersumber pada hukum adat, sehingga mengakui adanya hak ulayat masyarakat hukum adat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hukum adat telah ada di Indonesia jauh sebelum hukum nasional dibentuk. Aturan dan hukum yang dilaksanakan oleh masyarakat adat, baik itu di bidang pertanahan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI PAPUA
PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PAPUA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PERADILAN ADAT DI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang : a. bahwa pemberian Otonomi
Lebih terperinciLANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012
LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 disampaikan oleh: MENTERI KEHUTANAN Jakarta, 29 Agustus 2013 1. Pemohon KERANGKA PAPARAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang tidak seimbang. Dari ketidakseimbangan antara jumlah luas tanah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan tanah adalah dua unsur yang tak dapat di pisahkan. Bahkan saat manusia mati pun tanah masih sangat diperlukan oleh manusia. Dari pernyataan itu dapat
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI PAPUA
PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Bentuk Pendaftaran Hak Ulayat Masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah. Tanah sangat penting bagi manusia sebagi tempat
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup, serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 57, 2008 OTONOMI KHUSUS. PEMERINTAHAN. PEMERINTAH DAERAH. Papua. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4842) PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang biak,
Lebih terperinciKEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh)
KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh) Latar Belakang Tak sekali terjadi konflik horizontal di tengah masyarakat
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciDAFTAR INVENTARISASI MASALAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT (VERSI KEMENDAGRI)
DAFTAR INVENTARISASI MASALAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT (VERSI KEMENDAGRI) NO 1. RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT
PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT I. Pendahuluan Badan Legislasi telah menerima surat tertanggal 27 Juli 2017 perihal usulan Rancangan
Lebih terperinciKONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) alam memiliki nilai sosial
KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) 1. Tanah sebagai salah satu sumberdaya alam memiliki nilai ekonomis serta memiliki nilai sosial politik dan pertahanan keamanan yang tinggi. 2. Kebijakan pembangunan pertanahan
Lebih terperinciPERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT
PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DR. Wahiduddin Adams, SH., MA ** Pembentukkan Negara Kesatuan Republik Indonesia berawal dari bersatunya komunitas adat yang ada di seluruh
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN MASYARAKAT ADAT
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa sebagai bagian dari bangsa
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.34/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2017 TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciGUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 120 TAHUN 2010 T E N T A N G
GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 120 TAHUN 2010 T E N T A N G PEMBERIAN IJIN LOKASI UNTUK KEPERLUAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA) URUMUKA KEPADA PT. PAPUA POWER INDONESIA GUBERNUR PAPUA,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N
PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 NOMOR 1 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bumi, air, ruang angkasa, dan segala kekayaan alam yang terkandung di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bumi, air, ruang angkasa, dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah merupakan suatu karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, dan oleh karena itu sudah semestinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara hukum yang ditentukan dalam Pasal 1 ayat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang ditentukan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen keempat. Sebagai negara hukum,
Lebih terperinciBAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai
14 BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA 3.1. Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai Pentingnya kegiatan pendaftaran tanah telah dijelaskan
Lebih terperinci[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara
Menghadirkan Negara Agenda prioritas Nawacita yang kelima mengamanatkan negara untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mendorong reforma agraria (landreform) dan program kepemilikan tanah 9 juta hektar.
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI PAPUA
PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN MAJELIS RAKYAT PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR PROVINSI PAPUA,
Lebih terperinciPembuatan Surat Keterangan Tanah Adat (SKT-A) dan Hak-hak Adat di Atas Tanah
Panduan Pembuatan Surat Keterangan Tanah Adat (SKT-A) dan Hak-hak Adat di Atas Tanah Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah Dewan Adat Dayak Kalimantan Tengah 2 Daftar Isi Pengantar Sekretaris Daerah Provinsi
Lebih terperinci- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA
- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat. Hukum alam telah menentukan bahwa keadaan tanah yang statis menjadi tempat tumpuan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI PAPUA
PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa layanan jasa konstruksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai
Lebih terperinciLAPORAN. Penelitian Individu
LAPORAN Penelitian Individu Aspek Kelembagaan dalam Penyerahan Urusan Pemerintahan Bidang Pertanahan di Daerah Otonomi Khusus Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh: Shanti Dwi Kartika, S.H., M.Kn. PUSAT
Lebih terperinciBUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia yang telah dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ayat (2) UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk
Lebih terperinciAssalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua. Omswastiastu (untuk Provinsi Bali)
MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PADA UPACARA PERINGATAN HARI AGRARIA NASIONAL TAHUN 2017 Assalamu
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN ALOR
PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang: a. bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Hak ulayat adalah hak penguasaan tertinggi masyarakat hukum adat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Hak ulayat adalah hak penguasaan tertinggi masyarakat hukum adat meliputi semua tanah serta yang termasuk dalam lingkungan wilayah tertentu. Tingginya tingkat
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH
BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciGUBERNUR PAPUA. Sambutan Gubernur Papua Pada Seminar Efektivitas Pengunaan dan Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat
GUBERNUR PAPUA Sambutan Gubernur Papua Pada Seminar Efektivitas Pengunaan dan Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat Sorong, 27 Agustus 2015 Yth. Bpk Ketua Badan Pemeriksa Keuangan R.I;
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah pertanahan di Indonesia telah muncul dengan beragam wujud
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertanahan di Indonesia telah muncul dengan beragam wujud dalam banyak aspek. Pangkal suatu sengketa tanah tidak selamanya berasal dari tuntutan warga
Lebih terperinciGUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG DANA RENCANA STRATEGIS PEMBANGUNAN KAMPUNG (RESPEK)
GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG DANA RENCANA STRATEGIS PEMBANGUNAN KAMPUNG (RESPEK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa Pasal 14 huruf
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengakui dan menghormati satu-kesatuan pemerintahan daerah
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. penulis jabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan serta analisis yang telah penulis jabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban dari
Lebih terperinci- 1 - KABUPATEN LANNY JAYA PROVINSI PAPUA PERATURAN BUPATI LANNY JAYA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGHASILAN BAGI KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA
- 1 - KABUPATEN LANNY JAYA PROVINSI PAPUA PERATURAN BUPATI LANNY JAYA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGHASILAN BAGI KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANNY JAYA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bumi, air, ruang angkasa dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena
Lebih terperinciGUBERNUR PROVINSI PAPUA
GUBERNUR PROVINSI PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 184 TAHUN 2004 T E N T A N G STANDAR PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI MASYARAKAT ADAT ATAS KAYU YANG DIPUNGUT PADA AREAL HAK ULAYAT DI PROVINSI
Lebih terperinciPENYUSUNAN STRATEGI PERCEPATAN PENGAKUAN HUTAN ADAT PASCA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012
PENYUSUNAN STRATEGI PERCEPATAN PENGAKUAN HUTAN ADAT PASCA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 2013 Ketentuan yang dimohonkan Pengujian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang dengan gugusan ribuan pulau dan jutaan manusia yang ada di dalamnya. Secara wilayah daratan,
Lebih terperinciBUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG,
BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa desa sebagai satuan wilayah otonomi
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara mengakui dan menghormati
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT KAMPUNG KUTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan bahwa Negara Indonesia merupakan negara agraris, sehingga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai arti penting bagi kehidupan bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa Negara Indonesia merupakan negara agraris, sehingga setiap kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanah dapat menimbulkan persengketaan yang dahsyat karena manusia-manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia ialah karena kehidupan manusia itu sama sekali tidak dapat di pisahkan dari tanah. Mereka hidup di atas tanah dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menyejahterakan masyarakatnya, salah satu dari kekayaan yang dimiliki
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kaya, menyimpan banyak kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kekayaan tersebut diharapkan dapat menyejahterakan masyarakatnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting. dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan kehidupannya pada manfaat tanah dan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 00 TAHUN tentang MASYARAKAT HUKUM ADAT DAN PEMANFATAN SUMBER DAYA ALAM
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 00 TAHUN 0000 tentang MASYARAKAT HUKUM ADAT DAN PEMANFATAN SUMBER DAYA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DESA
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bidang perkebunan merupakan salah satu bidang yang termasuk ke dalam sumber daya alam di Indonesia yang memiliki peranan strategis dan berkontribusi besar
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI PAPUA
PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PERTAMBANGAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa Peraturan Daerah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar dan penting dalam kehidupan manusia, sehingga dalam melaksanakan aktivitas dan kegiatannya manusia
Lebih terperinci11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 16/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG KERJASAMA DESA
11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 16/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang
Lebih terperinciPERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK
PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN - Supardy Marbun - ABSTRAK Persoalan areal perkebunan pada kawasan kehutanan dihadapkan pada masalah status tanah yang menjadi basis usaha perkebunan,
Lebih terperinciANALISIS KONFLIK AGRARIA DI PEDESAAN (Suatu studi di Desa Lemoh Barat kecamatan Tombariri)
ANALISIS KONFLIK AGRARIA DI PEDESAAN (Suatu studi di Desa Lemoh Barat kecamatan Tombariri) Oleh MARTINE MARTA MANTIRI Akar konflik pertanahan merupakan faktor mendasar yang menyebabkan timbulnya konflik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undagan dalam sistem dan prinsip Negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aceh adalah Daerah Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Secara konstitusional Undang-undang Dasar 1945 dalam Pasal 33 ayat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bumi, air dan ruang angkasa demikian pula segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah merupakan suatu karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA KERJASAMA KAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN. A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 disebutkan pengertian desa
Lebih terperinciPROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at
PROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at Latar Belakang dan Tujuan Otonomi Khusus Otonomi khusus baru dikenal dalam sistem pemerintahan Negara Indonesia di era reformasi. Sebelumnya, hanya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pendaftaran Tanah Pasal 19 ayat (1) UUPA menetapkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah diadakan pendaftaran tanah di seluruh Wilayah Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, hal ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya ditulis UUD
Lebih terperinciKEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG
KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG KEPEMILIKAN DAN PENGELOLAAN ASET SARANA PRASARANA HASIL KEGIATAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN
Lebih terperinciSuku Yerisiam Gua Gugat PT.Nabire Baru Dengan Cara Adat dan Hukum Negara
Siaran Pers Suku Yerisiam Gua Gugat PT.Nabire Baru Dengan Cara Adat dan Hukum Negara Suku Besar Yerisiam Gua di Nabire (utara) Pulau Papua, kembali melakukan aksi merebut kembali hak leluhur mereka. Salah
Lebih terperinciBERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 38 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG BALE MEDIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, :
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK
Lebih terperinciBahwa sebelum berlakunya UUPA terdapat dualisme hukum agraria di Indonesia yakni hukum agraria adat dan hukum agraria barat. Dualisme hukum agraria ini baru berakhir setelah berlakunya UUPA yakni sejak
Lebih terperinciRoad Map Pembaruan Agraria di Indonesia
Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Agraria di Indonesia merupakan persoalan yang cukup pelik. Penyebabnya adalah karena pembaruan agraria lebih merupakan kesepakatan politik daripada kebenaran ilmiah,
Lebih terperinciKeterlibatan Peran Adat & Letigasi (Proses Hukum) Dalam Penyelesaian Konflik Pertanahan Biak Numfor
Keterlibatan Peran Adat & Letigasi (Proses Hukum) Dalam Penyelesaian Konflik Pertanahan Biak Numfor Nama Inovasi Keterlibatan Peran Adat & Letigasi (Proses Hukum) Dalam Penyelesaian Konflik Pertanahan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N
PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 NOMOR 5 TAHUN 2013 Menimbang LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. empat untuk menyuplai pasokan barang kebutuhan dalam jumlah yang banyak.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zaman yang semakin berkembang membuat pola hidup masyarakat semakin modern. Adanya dampak dari globalisasi membuat pola hidup khususnya kebutuhan primer manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan isi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. rakyat Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang nomor
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengadaan tanah di Indonesia untuk pemenuhan kebutuhan pembangunan semakin meningkat, sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Dengan hal itu meningkat
Lebih terperinci2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.
No.261, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pelaksanaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5958) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN
ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN 2015-2019 DEPUTI MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH Jakarta, 21 November 2013 Kerangka Paparan 1. PENDAHULUAN
Lebih terperinciBUPATI KEPULAUAN ANAMBAS
BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA, PEMBENTUKAN DESA DARI WILAYAH KELURAHAN DAN PERUBAHAN
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. administrasi Pemerintahan di Indonesia berdasarkan Pasal 18 Undang-undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin maraknya upaya Desentralisasi Pemerintah Indonesia dalam pembangunan Bangsa ini berimplikasi pada Dasar Hukum pembagian wilayah administrasi Pemerintahan di
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan
Lebih terperinciTINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan
TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan Desa Caturharjo Kecamatan Pandak) Oleh : M. ADI WIBOWO No. Mhs : 04410590 Program
Lebih terperinci