BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hernia berasal dari kata latin yang berarti ruptur. Hernia merupakan penonjolan isi rongga abdomen melalui defek atau bagian lemah dinding abdomen. Hernia terdiri atas cincin, kantong dan isi hernia. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi menjadi dua macam yaitu hernia kongenital dan hernia didapat. Dinding abdomen terdiri dari lapisan (dari dalam ke luar) peritoneum, lemak subperitoneal, fascia transversalis, muskulus transversus abdominis, M. Obliqus internus, M. Obliqus eksternus, lemak subkutaneus, kulit. Menurut sifatnya dibagi menjadi hernia reponible dan hernia irreponible. Hernia reponible bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk kembali jika berbaring atau didorong masuk ke perut, bila kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut disebut dengan hernia irreponibel. Dikatakan hernia inkarserata atau hernia starngulata jika isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan passase atau vaskularisasi. Secara klinis, hernia inkarserata yaitu hernia ireponibel dengan gangguan pasase sedangkan hernia strangulata yaitu dengan gangguan vaskularisasi. Pada keadaan sebenarnya telah terjadi pada saat jepitan dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai nekrosis.

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI HERNIA Hernia merupakan penonjolan (protrusi) isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut. hernia dibagi atas hernia bawaan atau congenital dan hernia dapatan atau akuisita. Hernia diberi nama menurut letaknya seperti diafragma, inguinal, umbilical, femoral. Menurut sifatnya, hernia dapat disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat keluar masuk. Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut, hernia disebut hernia ireponibel. Hernia disebut hernia inkarserata atau strangulate bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya, sering terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara klinis hernia inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase, sedangkan gangguan vaskularisasi disebut sebagai hernia strangulata. Hernia eksternal merupakan protrusi abnormal organ intra-abdominal melewati defek fascia pada dinding abdominal. Hernia yang sering terjadi adalah inguinal, femoral, umbilical, dan paraumbilikal. Hernia inguinalis merupakan protrusi viscus (organ) dari kavum peritoneal ke dalam canalis inguinalis. Semua hernia terjadi melalui celah lemah atau kelemahan yang potensial pada dinding abdomen yang dicetuskan oleh peningkatan tekanan intraabdomen yang berulang atau berkelanjutan. 2.2 EPIDEMIOLOGI Tujuh puluh lima persen dari seluruh hernia abdominal terjadi di inguinal (lipat paha). Yang lainnya dapat terjadi di umbilikus (pusar) atau daerah perut lainnya. Hernia inguinalis dibagi menjadi 2, yaitu hernia inguinalis medialis dan hernia inguinalis

3 lateralis. Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum (buah zakar), hernia disebut hernia skrotalis. Hernia inguinalis lateralis terjadi lebih sering dari hernia inguinalis medialis dengan perbandingan 2:1, dan diantara itu ternyata pria lebih sering 7 kali lipat terkena dibandingkan dengan wanita. Semakin bertambahnya usia kita, kemungkinan terjadinya hernia semakin besar. Hal ini dipengaruhi oleh kekuatan otot-otot perut yang sudah mulai melemah. 2.3 ETIOLOGI Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau didapat. Hernia dapat dijumpai pada setiap usia lebih banyak pada pria ketimbang pada wanita. berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Disamping itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar. Faktor yang sangat berperan adalah adanya prosessus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan didalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia. 2.4 EMBRIOLOGI Proses turunnya testis mengikuti prosessus vaginalis. Pada neonatus kurang lebih 90% prosessus vaginalis tetap terbuka sedangkan pada bayi umur satu tahun sekitar 30% prosessus vaginalis belum tertutup. Tetapi kejadian hernia pada umur ini hanya berperan beberapa persen. Tidak sampai 10% anak dengan prosessus vaginalis paten kontralateral lebih dari setengah, sedangkan insiden hernia tidak melebihi 20%. Umumnya disimpulkan bahwa adanya prosessus vaginalis yang paten bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia tapi diperlukan faktor lain seperti anulus inguinalis yang cukup besar. Tekanan intraabdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dan ascites sering disertai hernia inguinalis. Insiden

4 hernia meningkat dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya. Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan ini tekanan intra abdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih ventrikel, sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan n.ilioinguinalis dan n. Iliofemoralis setelah apendektomi. 2.5 ANATOMI Dinding abdomen terdiri dari lapisan (dari dalam ke luar) peritoneum, lemak subperitoneal, fascia transversalis, muskulus transversus abdominis, M. Obliqus internus, M. Obliqus eksternus, lemak subkutaneus, kulit.

5 - Anatomi Kanalis Inguinalis Kanalis inguinalis dibentuk oleh kulit dan peritonium, bagian kulit akan membentuk scrotum pada pria dan labia pada wanita. Kanalis inguinalis berbentuk panjang 4 cm dan terletak 2-4 cm di atas ligamentum inguinalis Batas-batas Kanalis Inguinalis Anterior Aponeurosis M. Obliqus eksteraus abdominis, dibagian lateralnya dibentuk oleh M. Obliqus internus Posterior Dibagian lateral dibentuk oleh aponeurosis M. Transversus abdominis dan fascia transversalis. Di bagian medialnya dibentuk oleh aponeurosis M. Obliqus internus Inferior Dibentuk oleh ligamentum inguinalis poupart serta Ligamentum lacunare Gimbernat

6 Isi Kanalis Inguinalis Pria Berisi funikulus spermatikus yang mengandung matriks jaringan ikat yang berhubungan dengan jaringan ikat peritoneal. Terdiri : 1 Duct (vas) deferens 2 Tiga arteri : Spermatika interna (testikularis), Spermatika eksterna (cremasteric), Arteri deferensial 3 Satu vena : Pleksus pampiniformis 4 Tiga nervus : cabang genital N. Genitofemoralis, N. Ilioinguinalis, serabut simpatis dari pleksus Hypogastrikus 5 Tiga fascia (lapisan) - Fascia spermatica eksterna, lanjutan dari fascia innominata - Lapisan cremaster berlanjut menjadi fascia dan serabut otot M. Obliqus internus - Fascia spermatika interna, perpanjangan dari fascia transversalis - Wanita 1 Ligamentum Rotundum dari uterus 2 Cabang genital dari N. Genitofemorale 3 Vena cremasterica 4 N. Ilioinguinalis

7 Bagian-bagian Hernia Pintu hernia terdiri dari lapisan- lapisan dinding perut dan pangggul, jadi tebentuk dari otot, tendon, jaringan perut dan juga tulang. Penamaan berdasarkan lokasi pintu atau tempat masuknya. Kantung hernia yaitu peritoneum parietalis. Terdiri dari kolum, korpus dan basis. Kantung hernia dapat terdiri dari 2 kantung (bilokularis) dan salah satu kantungnya dapat terletak di dalam atau diantara dinding perut (Zwerchsackform). Kanal hernia, membentang antara cincin interna dan eksterna. Kanal ini dapat berjalan horizontal ataupun miring. Pada hernia inguinalis, kanalnya adalah kanalis inguinalis. Isi hernia, dapat bermacam-macam, misalnya usus halus, omentum, caecum, ovarium. Bila isinya divertikulum meckel maka disebut Hernia Littre, bila isinya sebagian dinding usus disebut Hernia Richler. Selubung hernia, merupakan lapisan-lapisan yang menyelubungi kantung hernia. Pada hernia inguinalis selubung hernia dibentuk oleh kantung peritoneum, lemak

8 preperotoneal, fascia transversalis, m.cremaster, fascia superficialis perineal dan epidermis. Pengetahuan mengenai selubung hernia ini penting untuk pembedahan. 2.6 KLASIFIKASI HERNIA Salah satu klasifikasi yang paling banyak digunakan. Sistem ini membagi hernia menjadi empat jenis, dengan tiga sub-grup untuk tipe III. Sistem Klasifikasi Nyhus Tipe I Tipe II Tipe III A Tipe IIIB Tipe III C Tipe IV Hernia indirek, cincin inguinal interna normal, biasanya pada bayi, anakanak dan remaja. Hernia indirek, cincin inguinal membesar tapi tidak menyentuh lantai canalis inguinalis, tidak meluas ke scrotum Hernia direk, ukuran tidak diperhitungkan Hernia indirek, meluas ke dinding inguinal posterior, hernia indirek yang turun ke scrotum termasuk dalam kategori ini karena biasanya berhubungan dengan perluasan ruang langsung, juga termasuk hernia pantalon, dan hernia yang menyebabkan kelemahan dinding inguinal posterior. Hernia femoralis Hernia rekuren (direk, indirek, femoralis dan kombinasi) Klasifikasi Hernia Inguinalis Hernia Inguinalis Medialis Hernia masuk canalis inguinalis karena kelemahan dinding Hernia Inguinalis Lateralis Hernia melewati cincin interna sampai ke cincin externa

9 posterior dan tidak melewati cincin internal Terdapat di posterior funiculus spermaticus Tidak pernah masuk scrotum Jarang terjadi strangulata Biasanya pada pria dan usia tua Biasanya pada peroko dengan kelemahan jaringan conective Faktor predisposisi : aktifitas berat, batuk, dan ketegangan. Dapat masuk ke scrotum Jika kongenital dapat terjadi karena patent procesuss vaginalis Biasa terjadi pada pria dan wanita Pada semua umur Biasanya hernia inguinalis dextra lebih sering daripada hernia inguinalis sisnistra Dapat mencederai n.illioinguinal 2.7 PATOFISIOLOGI a. Kantong hernia yang telah ada (performed sac) Hernia pada anak-anak terjadi karena kegagalan penutupan processus vaginalis. Processus vaginalis normalnya menutup karena perluasan rongga peritoneal yang melewati cincin interna. Processus vaginalis adalah evaginasi

10 diverticular peritoneum yang membentuk bagian ventral gubernaculums bilateral. Pada pria testis awalnya retroperitoneal dan dengan processus vaginalis testis akan turun melewati canalis inguinalis ke scrotum dikarenakan kontraksi gubernaculum. Pada sisi sebelah kiri terjadi penurunan terlebih dahulu sehingga yang tersering hernia inguinalis lateralis angka kejadiannya lebih banyak pada laki-laki dan yang paling sering adalah yang sebelah kanan. Pada wanita ovarium turun ke pelvis dan gubernaculum bagian inferior menjadi ligamentum rotundum yang mana melewati cincin interna ke labia majus. Pada pria kehilangan sisa ini akan melekatkan testis yang dikenal dengan tunika vaginalis. Jika processus vaginalis tidak menutup maka hidrokel atau hernia inguinalis lateralis akan terjadi. Sedangkan pada wanita akan terbentuk kanal Nuck. b. Peningkatan Tekanan Intra abdominal Bila tekanan intra abdominal meningkat maka dinding abdomen akan meregang dan robek sehingga timbul hernia. Batuk, kehamilan ganda, mengejan, mengangkat beban yang berat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal sehingga dapat menyebabkan kelemahan daerah inguinal. Mekanisme ini terjadi pada saat otot abdomen berkontraksi akibat adanya peningkatan tekanan intra abdominal, yaitu ketika M. Obliqus internus dan transversus abdominis berkontraksi, serabut otot yang paling bawah membentuk atap mioaponeurotik pada kanalis inguinalis. Conjoined tendon yang melengkung meliputi spermatic cord yang berkontraksi mendekati ligamnetum inguinal sehingga melindungi fascia transversalis. Kontraksi ini terus berlangsung sampai ke depan cincin interna dan berfungsi menahan tekanan intra abdomen. Kontraksi M. Transverse abdominis menarik dan meregang crura annulus inteernus, iliopubic tract dan fascia transversalis menebal sehingga cincin menutup seperti spincter sehingga aponeurosisnya membentuk dinding anterior kanalis inguinalis menjadi teregang dan menekan cincin interna pada dinding posterior kanalis

11 yang lemah. Proses ini berperan penting dalam pencegahan terjadi hernia. Bila kompetensi fascia transversalis mencapai batas maksimal dan disertai dengan patensi dari processus vaginalis maka terjadi hernia. c. Kelemahan otot dinding abdomen Kelemahan otot dinding abdomen terjadinya atrofi karena proses penuaan, kurang olah raga, kehamilan multiple, penyakit-penyakit kronis yang menyebabkan kelemahan umum, penyakit kelainan sintesa kolagen. 2.8 MANIFESTASI KLINIK DAN DIAGNOSA - Anamnesis Pasien mengeluh ada tonjolan di lipat paha,pada beberapa orang adanya nyeri dan membengkak pada saat mengangkat atau ketegangan.seringnya hernia ditemukan pada saat pemeriksaan fisik misalnya pemeriksaan kesehatan sebelum masuk kerja. Beberapa pasien mengeluh adanya sensasi nyeri yang menyebar biasanya pada hernia ingunalis lateralis, perasaan nyeri yang menyebar hingga ke scrotum. Dengan bertambah besarnya hernia maka diikuti rasa yang tidak nyaman dan rasa nyeri, sehingga pasien berbaring untuk menguranginya. Pada umumnya hernia direct akan memberikan gejala yang sedikit dibandingkan hernia ingunalis lateralis.dan juga kemungkinannya lebih berkurang untuk menjadi inkarserasi atau strangulasi. - Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan hernia, pasien harus diperiksa dalam keadaan berdiri dan berbaring dan juga diminta untuk batuk pada hernia yang kecil yang masih sulit untuk dilihat kita dapat mengetahui besarnya cincin eksternal dengan

12 cara memasukan jari ke annulus jika cincinnya kecil jari tidak dapat masuk ke kanalis inguinalis dan akan sangat sulit untuk menentukan pulsasi hernia yang sebenarnya pada saat batuk. Lain halnya pada cincin yang lebar hernia dapat dengan jelas terlihat dan jaringan tissue dapat dirasakan pada tonjolan di kanalis ingunalis pada saat batuk dan hernia dapat didiagnosa. - Hernia ingunalis pada masing-masing jenis pada umumnya memberikan gambaran yang sama. hernia yang turun hingga ke skrotum hampir sering merupakan hernia ingunalis lateralis. a Pada inspeksi Pasien saat berdiri dan tegang, pada hernia direct kebanyakan akan terlihat simetris,dengan tonjolan yang sirkuler di cicin eksterna. Tonjolan akan menghilang pada saat pasien berbaring. sedangkan pada hernia ingunalis lateralis akan terlihat tonjolan yang yang bebentuk elip dan susah menghilang padaa saat berbaring. 9 b Pada palpasi Dinding posterior kanalis ingunalis akan terasa dan adanya tahanan pada hernia inguanalis lateralis. Sedangkan pada hernia direct tidak akan terasa dan tidak adanya tahanan pada dinding posterior kanalis ingunalis. Jika pasien diminta untuk batuk pada pemeriksaan jari dimasukan ke annulus dan tonjolan tersa pada sisi jari maka itu hernia direct. Jika terasa pada ujung jari maka itu hernia ingunalis lateralis. Penekanan melalui cincin interna ketika pasien mengedan juga dapat membedakan hernia direct dan hernia inguinalis lateralis. Pada hernia direct benjolan akan terasa pada bagian depan melewati Trigonum Hesselbach s dan kebalikannya pada hernia ingunalis lateralis. Jika hernianya besar maka pembedaanya dan hubungan secara anatomi antara cincin dan kanalis inguinalis sulit dibedakan. Pada kebanyakan pasien, jenis hernia inguinal tidak dapat ditegakkan secara akurat sebelum dilakukan operasi. 6 Pemeriksaan Penunjang a Laboratorium Untuk mendukung ke arah adanya strangulasi, sebagai berikut:

13 Leukocytosis dengan shift to the left yang menandakan strangulasi. Elektrolit, BUN, kadar kreatinine yang tinggi akibat muntah-muntah dan menjadi dehidrasi. Tes Urinalisis untuk menyingkirkan adanya masalah dari traktus genitourinarius yang menyebabkan nyeri lipat paha. b Pemeriksaan Ultrasonografi untuk membedakan adanya massa pada lipat paha atau dinding abdomen dan juga membedakan penyebab pembengkakan testis PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pada hernia inguinalis adalah - Memberikan analgetik untuk mencegah nyeri. - Pasien harus istirahat agar tekanan intraabdominal tidak meningkat. - Menurunkan tegangan otot abdomen. - Posisikan pasien berbaring terlentang dengan bantal di bawah lutut. - Pasien pada posisi Trendelenburg dengan sudut sekitar terhadap hernia inguinalis. - Kompres dengan kantung dingin untuk mengurangi pembengkakan dan menimbulkan proses analgesia. - Posisikan dua jari di ujung cincin hernia untuk mencegah penonjolan yang berlanjut selama proses reduksi penonjolan - Usahakan penekanan yang tetap pada sisi hernia yang bertujuan untuk mengembalikan isi hernia ke atas. Jika dilakukan penekanan ke arah apeks akan menyebabkan isis hernia keluar dari pintu hernia. - Konsul ke ahli bedah jika : - Adanya tanda strangulasi dan keadaan umum pasien yang memburuk - Pada pasien geriatri sebaiknya dilakukan operasi elektif agar kondisi kesehatan saat dilakukan operasi dalam keadaan optimal dan anestesi dapat dilakukan.

14 - Jika pasien menderita hyperplasia prostate akan lebih bijaksana apabila dilakukan penanganan terlebih dahulu terhadap hiperplasianya. Mengingat tingginya resiko infeksi traktus urinarius dan retensi urin pada saat operasi hernia. - Karena kemungkinannya terjadi inkarserasi, strangulasi, dan nyeri pada hernia maka operasi yang cito harus di lakukan. Pelaksanaan non operasi untuk mengurangi hernia inkerserasi dapat dicoba. Pasien di posisikan dengan panggul dielevasikan dan di beri.analgetik dan obat sedasi untuk merelaxkan otot-otot. - Operasi hernia dapat ditunda jika massa hernia dapat dimanipulasi dan tidak ada gejala strangulasi. 2.5 Regional Anastesi-Subarachnoid Block (RA-SAB) Anastesi spinal (intratekal,intradural,subdural,subarachnoid) ialah pemberian obat anastetik local ke dalam ruang subarachnoid. Anastesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Teknik ini sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan Indikasi, kontraindikasi, komplikasi RA-SAB Indikasi dilakukan Regional Anastesi-Subarachnoid Block antara lain; 1. Bedah ekstremitas bawah. 2. Bedah panggul 3. Tindakan sekitar rektum-perineum. 4. Bedah obstetric-gynekologi. 5. Bedah urologi. 6. Bedah abdomen bawah.

15 7. Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri biasanya dikombinasi dengan anestesi umum ringan. Kontraindikasi spinal anastesi terbagi menjadi dua, yaitu kontraindikasi absolute dan kontraindikasi relative; Kontraindikasi absolute; 1. Pasien menolak. 2. Infeksi pada tempat suntikan. 3. Hipovolemik berat, syok. 4. Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan. 5. Tekanan intracranial meninggi. 6. Fasilitas resusitasi minimum. 7. Kurang pengalaman atau didampingi konsultasi anestesi. Kontraindikasi relative: 1. Infeksi Sistemik. 2. Infeksi Sekitar Tempat Suntikan. 3. Kelainan Neurologis. 4. Kelainan Psikis. 5. Bedah Lama. 6. Penyakit Jantung. 7. Hipovolemia Ringan.

16 8. Nyeri Punggung Kronis. Komplikasi Spinal Anastesi Komplikasi Tindakan 1. Hipotensi berat. Akibat blok simpatis, terjadi venous pooling. biasanya dapat dicegah dengan memberikan infuse cairan elektrolit 1000 ml atau 500 ml cairan koloid sebelum tindakan. 2. Bradikardi. Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok sampai T2. 3. Hipoventilasi. Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas. 4. Trauma pembuluh darah. 5. Trauma saraf. 6. Mual-muntah. 7. Blok spinal tinggi atau spinal total. Komplikasi Pasca Tindakan 1. Nyeri pada tempat suntikan. 2. Nyeri punggung. 3. Nyeri kepala karena PDPH. 4. Retensi urin. 5. Meningitis Teknik anastesi spinal (RA-SAB) :

17 Posisi duduk atau lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. biasanya dikerjakan diatas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. 1. Setelah dimonitor tidurkan pasien dalam posisi duduk. Buat pasien membungkuk maksimal agar proc. Spinosus mudah teraba. 2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka dengan tulang punggung ialah L4 atau L4-L5. Jangan melakukan penusukan pada L1-2 karena berisiko trauma terhadap medulla spinalis. 3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alcohol. 4. Beri anastetik lokal pada tempat tusukan misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3 ml. 5. Cara tusukan median atau paramedian. Biasanya jarum yang digunakan adalah berukuran 25 G. tusukan introduser sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit kea rah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum yang tajam (quinckebabcock), irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau kebawah untuk menghindari kebocoran liquor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal anastesi. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar CSF, kemudian masukkan obat secara perlahan-lahan diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Peralatan anastesi spinal. 1. Peralatan monitor. Tekanan darah, nadi, pulse oksimetri dan EKG. 2. Peralatan resusitasi/ anastesi umum. 3. Jarum spinal.

18 Jarum spinal dengan ujung tajam ( ujung bambu runcing, quincke-babcock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil ( pencil point, whitecare) Preoperatif RA-SAB Penilaian Preoperatif Penilaian preoperative merupakan langkah awal dari serangkaian tindakan anesthesia yang dilakukan terhadap pasien yang direncanakan untuk menjalani tindakan operatif. 12 Tujuan: 1. Mengetahui status fisik pasien praoperatif 2. Mengetahui dan menganalisis jenis operasi 3. Memilih jenis atau teknik anesthesia yang sesuai 4. Meramalkan penyulit yang mungkin terjadi selama operasi dan atau pascabedah 5. Mempersiapkan obat atau alat guna menanggulangi penyulit yang diramalkan. 12 Tatalaksana evaluasi 1. Anamnesis. Anamnesis baik autoanamnesis maupun alloanamnesis, yakni meliputi identitas pasien, anamnesis khusus yang berkaitan dengan penyakit bedah yang mungkin menimbulkan kerusakan fungsi organ, dan anamnesis umum

19 yang meliputi riwayat penyakit sistemik, riwayat pemakaian obat-obatan, riwayat operasi/anesthesia terdahulu, kebiasaan buruk, dan riwayat alergi Pemeriksaan fisik. Yakni memeriksa status pasien saat ini yang meliputi kesadaran, frekuensi nafas, tekanan darah, nadi, suhu tubuh, berat dan tinggi badan untuk menilai status gizi/bmi. Disamping itu juga dilakukan pemeriksaan fisik umum yang meliputi pemeriksaan status psikis, saraf, respirasi, hemodinamik, penyakit darah, gastrointestinal, hepato-bilier, urogenital dan saluran kencing, metabolik dan endokrin, otot rangka, integument. Pada anestesi juga diperlukan pemeriksaan skor Mallampati yang digunakan untuk memprediksi kemudahan intubasi. Hal ini dilakukan dengan melihat anatomi cavum oral, terutama didasari terlihatnya dasar uvula, arkus di depan dan belakang tonsil, dan palatum mole. Skoring dilakukan saat pasien duduk dan pandangan ke depan. Skor Mallampati yang tinggi (III atau IV) berhubungan dengan intubasi yang lebih sulit sebanding juga dengan insiden yang lebih tinggi untuk terjadi apneu. Skoring Mallampati Terlihat tonsil, uvula, dan palatum mole secara keseluruhan Terlihat palatum mole dan durum, bagian atas tonsil dan uvula Terlihat palatum mole dan durum, dan dasar uvula Hanya terlihat palatum durum 3. Pemeriksaan laboratorium, radiologi dan yang lainnya. Meliputi pemeriksaan rutin yakni pemeriksaan darah dan urin. Selain itu pada pasien yang akan operasi besar dan pasien yang menderita penyakit sistemik tertentu diperlukan pemeriksaan khusus sesuai indikasi yang meliputi pemeriksaan laboratorium lengkap, pemeriksaan radiologi, evaluasi kardiologi terutama pada pasien berumur diatas 35 tahun, pemeriksaan spirometri pada pasien PPOM. 4. Menentukan prognosis pasien perioperatif.

20 Hal ini dapat menggunakan klasifikasi yang dibuat oleh American Society of Anesthesiologist (ASA). Persiapan anastesi spinal (RA-SAB) Pada dasarnya persiapan untuk anastesi spinal seperti persiapan anastesi umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan proc. Spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal dibawah ini :

21 1. Informed consent. Sebelum dilakukan anastesi wajib meminta izin kepada pasien dan tidak boleh memkasanya. 2. Pemeriksaan fisik. Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung dan lainlainnya. 3. Pemeriksaan laboratorium anjuran. Hemoglobin, hematokrit, PT (protrombin time) dan PTT (partial tromboplastin time). Persiapan Preoperatif a. Masukan oral Reflek laring mengalami penurunan selama anestesi. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan resiko utama pada pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesi harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesi. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesi. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh I jam sebelum induksi anesthesia. b. Terapi Cairan. Pasien yang puasa tanpa intake cairan sebelum operasi akan mengalami defisit cairan karena durasi puasa. Dengan tidak adanya intake oral, defisit cairan dan elektrolit bisa terjadi cepat karena terjadinya pembentukan urin, sekresi gastrointestinal, keringat, dan insensible losses yang terus menerus dari kulit dan paru. Defisit bisa dihitung dengan mengalikan kebutuhan cairan maintenance dengan waktu puasa.

22 2.5.4 Durante Operasi RA-SAB Persiapan Pasien Pasien dengan tindakan appendiktomi dapat terjadi evaporasi. Oleh karena itu, pasien ini diselimuti dan dilakukan monitor balans cairan (keseimbangan cairan). Perlu juga untuk mengatur suhu pendingin ruangan. Pemakaian Obat Anestesi Infiltrasi lokal menggunakan lidokain 5% di area L4-5 dengan menyusuri krista iliaka. Dilanjutkan anestesi dengan bupivacaine 0.5% 12.5 mg. Terapi Cairan Terapi cairan intravena dapat terdiri dari infus kristaloid, koloid, atau kombinasi keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan dengan ion low molecular weight (garam) dengan atau tanpa glukosa, sedangkan cairan koloid juga mengandung zat-zat high molecular weight seperti protein atau glukosa polimer besar. Cairan koloid menjaga tekanan onkotik koloid plasma dan untuk sebagian besar intravaskular, sedangkan cairan kristaloid cepat menyeimbangkan dengan dan mendistribusikan seluruh ruang cairan ekstraseluler. Cairan dipilih sesuai dengan jenis kehilangan cairan yang digantikan. Untuk kehilangan terutama yang melibatkan air, penggantian dengan cairan hipotonik, juga disebut cairan jenis maintenance. Jika kehilangan melibatkan baik air dan elektrolit, penggantian dengan cairan elektrolit isotonik, juga disebut cairan jenis replacement. Karena kebanyakan kehilangan cairan intraoperatif adalah isotonik, cairan jenis replacement yang umumnya digunakan. Cairan yang paling umum digunakan adalah larutan Ringer laktat. Meskipun sedikit hipotonik, menyediakan sekitar 100

23 ml free water per liter dan cenderung untuk menurunkan natrium serum 130 meq/l, Ringer laktat umumnya memiliki efek yang paling sedikit pada komposisi cairan ekstraseluler dan merupakan menjadi cairan yang paling fisiologis ketika volume besar diperlukan. Kehilangan darah durante operasi biasanya digantikan dengan cairan RL sebanyak 3 hingga empat kali jumlah volume darah yang hilang. Metode yang paling umum digunakan untuk memperkirakan kehilangan darah adalah pengukuran darah dalam wadah hisap/suction dan secara visual memperkirakan darah pada spons atau lap yang terendam darah. Untuk 1 spon ukuran 4x4 cm dapat menyerap darah 10 cc sedangkan untuk lap dapat menyerap cc darah. Pengukuran tersebut menjadi lebih akurat jika kassa atau lap tersebut ditimbang sebelum dan sesudah terendam oleh darah Postoperatif RA-SAB Pemindahan Pasien dari Kamar Operasi ke Recovery Room Segera setelah operasi, pasien akan dipindah ke post-anesthesia care unit (PACU), biasa disebut dengan recovery room. Di tempat ini, pasien akan diobservasi dengan ketat, termasuk vital sign dan level nyerinya. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke PACU memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertimbangan ini di antaranya ialah letak insisi bedah, perbuhan vaskular, dan pemajanan. Letak insisi bedah harus selalu dipertimbangkan setiap kali pasien pasca operasi dipindahkan. Banyak luka ditutup dengan tegangan yang cukup tinggi, dan setiap upaya dilakukan untuk mencegah regangan sutura yang lebih lanjut. Selain itu, pasien diposisikan sehingga tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang drainase. Perawatan Post Anestesi di Recovery Room Recovery dari anestesi terjadi ketika efek obat-obatan anestesi hilang dan fungsi tubuh mulai kembali. Perlu beberapa waktu sebelum efek anestesi benar-benar hilang.

24 Setelah anestesi, sejumlah kecil obat masih terdapat dalam tubuh pasien, tetapi efeknya minimal. Waktu recovery dari anestesi bergantung pada jenis anestesi, usia pasien, jenis operasi, durasi operasi, pre-existing disease, dan sensitivitas individu terhadap obatobatan. Perkiraan waktu recovery yang tepat dapat ditentukan jika semua spesifikasi pembedahan, riwayat pasien dan jenis anestesi diketahui. BAB III LAPORAN KASUS 1. IDENTITAS Nama : SOEDIRMAN Jenis Kelamin : laki-laki Umur : 65 thn Agama : Islam Alamat : jalan cinta rakyat dusun II Pendidikan : SMP Status Perkawinan : Menikah No RM : Tgl Masuk :8 Agustus ANAMNESA Keluhan Utama : BENJOLAN DI KANTONG KEMALUAN KANAN Telaah : Pasien datang ke poli bedah RSHM dengan keluhan terdapat benjolan di kantong buah zakar sebelah kanan sejak 1 tahun 2 bulan yag lalu. Awalnya benjolan terdapat dilipat paha sebelah kanan, namun makin lama benjolan makin membesar bahkan sampai masuk ke kantong buah zakar sebelah

25 kanan. Benjolan teraba kenyal sebesar telor ayam dikantong buah zakar sejak 1 bulan sebelum datang ke poli. Benjolan akan terlihat pada saat pasien berdiri, batuk, mengedan, saat sedang bekerja. Benjolan dapat masuk apabila didorong dengan tangan. Benjolan tidak teraba sakit, tidak merah, dan tidak terasa tegang. Pasien tidak mengeluhkan adanya perubahan dalam BAB, BAB tidak berdarah dan tidak pernah keluar benjolan dari dubur.pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan BAK, pada saat BAK pasien selalu merasa tuntas dan tidak merasa nyeri. Pasien tidak mengeluhkan adanya mual dan muntah. RPT : (-) RPO : (-) RPK : (-) 3.PEMERIKSAAN FISIK Status Present Keadaan Umum : Tampak Sakit Vital Sign Sensorium : Compos Mentis Tekanan Darah : 110/70 mmhg Nadi : 70x/menit RR : 22x/menit Suhu : 36,5 0 C Tinggi Badan : 160 cm Berat Badan : 58 kg Pemeriksaan Umum Kulit : Sianosis (-), Ikterik (-), Turgor (-) Kepala : Normocepali

26 Mata : Anemis -/-, Ikterik -/-, Edema palpebra -/- Mulut : Stomatitis (-), Hiperemis pharing (-), Pembesaran tonsil (-) Leher : Pembesaran KGB (-) Thorax Paru Inspeksi : Pergerakan nafas simetris, tipe pernafasan torako abdominal, retraksi costae -/- Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan Perkusi : sonor seluruh lapang paru Auskultasi : vesikuler seluruh lapang paru Jantung Inspeksi : Ictus tidak terlihat Palpasi: Ictus teraba, tidak kuat angkat Perkusi : Batas jantung normal Auskultasi : Bunyi jantung dalam batas normal Abdomen Inspeksi : Palpasi : Soepel Perkusi : Timpani Auskultasi : Peristaltik (+) Normal Ekstremitas : edema -/- Pemeriksaan Penunjang Hasil Laboratorium Darah Rutin Nilai Rujukan

27 Hb :11,5 g/dl g/dl HT : 47 % % Eritrosit : 4,0 x 10 6 /µl Leukosit : 4600 g/dl Trombosit : /µL Metabolik KGDS : 113 mg/dl Asam Urat : Tidak dilakukan pemeriksaan Diagnosis : HERNIA INGUINALIS LATERALIS DEXTRA RENCANA TINDAKAN Tindakan : herniagrafi (8 Agustus 2015) Anesthesi : RA-SAB PS-ASA : 1 Posisi : Supinasi Pernapasan : Spontan dibantu kanul nasal O 2 KEADAAN PRA BEDAH Pre operatif B1 (Breath) Airway RR SP ST (-/-/-) B2 (Blood) : Clear : 20x/menit : Vesikulear ka=ki : Ronchi (-), Wheezing (-/-), snoring/gargling/crowing

28 Akral : Hangat/Merah/Kering TD : 140/80 mmhg HR : 70x/menit B3 (Brain) Sensorium : Compos Mentis Pupil : Isokor, ka=ki 3mm/3mm RC : (+)/(+) B4 (Bladder) Uop : (-) Kateter : terpasang B5 (Bowl) Abdomen : Soepel Peristaltik : Normal (+) Mual/Muntah : (-)/(-) B6 (Bone) Oedem : (-) PERSIAPAN OBAT RA-SAB Intratekal Bupivacaine : 12,5mg Fentanyl : 25 µg Jumlah Cairan PO : RL 200 cc DO : RL 300 = 500 cc Produksi Urin : - Perdarahan Kasa Basah : 8 x 10 = 80 cc

29 Kasa 1/2 basah : 3x 5 = 15 cc Suction : - Jumlah : 80 cc + 15 cc = 95 cc EBV : 70 x 58 kg = 4060 cc EBL 10 % = 406 cc 20 % = 812 cc 30 % = 1218 cc Durasi Operatif Lama Anestesi= WIB Lama Operasi = WIB Teknik Anestesi : RA-SAB Posisi duduk (SITTING) - Identifikasi L3-L4 Desinfektan betadine + alcohol Insersi spinocan 25G + CSF (+), darah (-), injeksi bupivacain posisi supaine atur blok setinggi T4. POST OPERASI Operasi berakhir pukul : WIB Setelah operasi selesai pasien di observasi di Recovery Room. Tekanan darah, nadi dan pernapasan dipantau hingga kembali normal. Pasien boleh pindah ke ruangan bila Alderette score > 9 Pergerakan : 2 Pernapasan : 2 Warna kulit : 2 Tekanan darah : 2 Kesadaran : 2 Dalam hal ini, pasien memiliki score 10 sehingga bisa di pindahkan ke ruang rawat. PERAWATAN POST OPERASI

30 Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang pemulihan setelah dipastikan pasien pulih dari anestesi dan keadaan umum, kesadaran serta vital sign stabil, pasien dipindahkan ke bangsal dengan anjuran untuk bedrest 24 jam, tidur telentang dengan 1 bantal untuk mencegah spinal headache, karena obat anestesi masih ada. TERAPI POST OPERASI Istirahat sampai pengaruh obat anestesi hilang IVFD RL 40gtt/menit Minum sedikit-sedikit bila mual (-), muntah (-) Inj. Ketorolac 30mg/8jam IV Inj. Ranitidine 50mg/12jam IV Inj. Ondansetron 4mg/8 jam IV bila mual/muntah DAFTAR PUSTAKA 1 Sjamsuhidayat.R & Wim de jong. Buku ajar ilmu bedah. Edisi revisi. Jakarta : penerbit buku kedokteran EGC, Robert J, Fitzgibbons, JR, Charles J Filipin, etc. Schwartz s, Principle of surgery 8 th ed, Mc Graw Hill, 2008, pp Mansjoer A, Suprohaita, Wardhini WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. III jilid 2. Jakarta: Media Aescupalis

31 4 Debas, Haile T., MD. Abdominal wall, Peritoneum, and Retroperitoneum. Gastrointestinal Surgery, Pathophysiology and Management. USA : Springer Town, Court M. JR., MD., etc. Hernias. Stabiston Textbook of Surgery, The Biological Basic of Modem Surgical Practice. 18 th ed. USA : 2008

diafragma lembut melalui dinding abdomen yang lemah disekitar 4) Omfalokel : Protrusi visera intra abdominal kedasa korda umbilical

diafragma lembut melalui dinding abdomen yang lemah disekitar 4) Omfalokel : Protrusi visera intra abdominal kedasa korda umbilical II. Konsep Dasar Hernia A. Definisi Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan yang terdiri atas cincin, kantong, dan isi

Lebih terperinci

Anestesi spinal adalah pemberian obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid.

Anestesi spinal adalah pemberian obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal Anestesi spinal adalah pemberian obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid. Teknik anestesi spinal sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan. Indikasi anestesi spinal yaitu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hernia merupakan suatu penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara kongenital yang memberi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hernia merupakan suatu keadaan menonjolnya isi usus suatu rongga melalui lubang (Oswari, 2000). Sedangkan menurut Mutakin (2011), hernia adalah penonjolan sebuah organ,

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. dapat dilewati (Sabiston, 1997: 228). Sedangkan pengertian hernia

BAB I KONSEP DASAR. dapat dilewati (Sabiston, 1997: 228). Sedangkan pengertian hernia 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Kata hernia pada hakekatnya berarti penonjolan suatu peritoneum, suata organ atau lemak praperitoneum melalui cacat kongenital atau akuisita dalam parietas muskuloaponeurotik

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN (Hernia Irreponibilis) Oleh:M. Syaiful Islam, S. Kep.

LAPORAN PENDAHULUAN (Hernia Irreponibilis) Oleh:M. Syaiful Islam, S. Kep. LAPORAN PENDAHULUAN (Hernia Irreponibilis) Oleh:M. Syaiful Islam, S. Kep. A. TINJAUAN TEORI 1. Pengertian Hernia merupakan suatu penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui lubang kongenital atau

Lebih terperinci

Yusuf Hakan Çavusoglu. Acute scrotum : Etiology and Management. Ind J Pediatrics 2005;72(3):201-4

Yusuf Hakan Çavusoglu. Acute scrotum : Etiology and Management. Ind J Pediatrics 2005;72(3):201-4 Akut skrotum merupakan suatu keadaan timbulnya gejala nyeri dan bengkak pada skrotum beserta isinya yang bersifat mendadak dan disertai gejala lokal dan sistemik.1 Gejala nyeri ini dapat semakin menghebat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui struktur yang secara normal berisi (Ester, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. melalui struktur yang secara normal berisi (Ester, 2001). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hernia adalah protrusi abnormal organ, jaringan, atau bagian organ melalui struktur yang secara normal berisi (Ester, 2001). Hernia adalah sebuah tonjolan atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hernia inguinalis 2.1.1. anatomi Lapisan dinding kulit abdomen terdiri dari, lemak subkutan, scarpa s fascia, peritoneum hesselbach s triangle, external oblique, internal oblique,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : POST OP HERNIA INGUINALIS DI BANGSAL ANGGREK RSUD WONOGIRI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : POST OP HERNIA INGUINALIS DI BANGSAL ANGGREK RSUD WONOGIRI 1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : POST OP HERNIA INGUINALIS DI BANGSAL ANGGREK RSUD WONOGIRI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan merupakan bagian yang terpenting dalam menjaga kelangsungan hidup seseorang. Jika seseorang sedang tidak dalam kondisi

Lebih terperinci

HERNIA INGUINOSKROTAL DAN HIDROKEL SKROTALIS

HERNIA INGUINOSKROTAL DAN HIDROKEL SKROTALIS HERNIA INGUINOSKROTAL DAN HIDROKEL SKROTALIS Tujuan 1. Tujuan Umum Setelah menyelesaikan modul ini peserta didik memahami dan mengerti tentang embriologi, anatomi, topografi, serta patologi dan patogenesis

Lebih terperinci

APPENDICITIS (ICD X : K35.0)

APPENDICITIS (ICD X : K35.0) RUMAH SAKIT RISA SENTRA MEDIKA MATARAM PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) SMF ILMU BEDAH TAHUN 2017 APPENDICITIS (ICD X : K35.0) 1. Pengertian (Definisi) 2. Anamnesis 3. Pemeriksaan Fisik 4. Kriteria Diagnosis

Lebih terperinci

MODUL KEPANITERAAN KLINIK BEDAH

MODUL KEPANITERAAN KLINIK BEDAH TOPIK : HERNIA JUDUL: HERNIA MODUL KEPANITERAAN KLINIK BEDAH I. Kognitif: 1. Mengetahui etiologi hernia 2. Mengetahui dasar patofisiologi dan diagnosis hernia 3. Mengetahui penatalaksanaan hernia II. Psikomotorik:

Lebih terperinci

PRESENTASI KASUS HERNIA SKROTALIS

PRESENTASI KASUS HERNIA SKROTALIS PRESENTASI KASUS HERNIA SKROTALIS DISUSUN OLEH: Liana Srisawitri (0906554346) Adityo Budiarso (0906507740) MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA 2014 BAB I ILUSTRASI

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR

LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR Diajukan guna melengkapi tugas Komuda Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Mei 2007 jam : Jl. Menoreh I Sampangan Semarang

BAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Mei 2007 jam : Jl. Menoreh I Sampangan Semarang BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Mei 2007 jam 14.30 1. Identitas klien Nama Umur Jenis kelamin Alamat Agama : An. R : 10 th : Perempuan : Jl. Menoreh I Sampangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anestesi Spinal a. Definisi Anestesi spinal adalah suatu cara memasukan obat anestesi lokal ke ruang intratekal untuk menghasilkan atau menimbulkan hilangnya

Lebih terperinci

LAPORAN JAGA 24 Maret 2013

LAPORAN JAGA 24 Maret 2013 LAPORAN JAGA 24 Maret 2013 Kepaniteraan Klinik Pediatri Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta 2013

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.K DENGAN POST OPERASI HERNIOTOMI DI RUANG ANGGREK RS PANDAN ARANG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.K DENGAN POST OPERASI HERNIOTOMI DI RUANG ANGGREK RS PANDAN ARANG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.K DENGAN POST OPERASI HERNIOTOMI DI RUANG ANGGREK RS PANDAN ARANG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI s Disusun Oleh: LILIK RATRIANTO J 200 120 020 PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

Lebih terperinci

PENGKAJIAN PNC. kelami

PENGKAJIAN PNC. kelami PENGKAJIAN PNC Tgl. Pengkajian : 15-02-2016 Puskesmas : Puskesmas Pattingalloang DATA UMUM Inisial klien : Ny. S (36 Tahun) Nama Suami : Tn. A (35 Tahun) Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh Harian Pendidikan

Lebih terperinci

POLA HERNIA INGUINALIS LATERALIS DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE AGUSTUS 2012 JULI 2014

POLA HERNIA INGUINALIS LATERALIS DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE AGUSTUS 2012 JULI 2014 POLA HERNIA INGUINALIS LATERALIS DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE AGUSTUS 2012 JULI 2014 1 Claudia G. Rawis 2 Hilman P. Limpeleh 2 Paul A. V. Wowiling 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA A. PENGKAJIAN 1. IDENTITAS No. Rekam Medis : 55-13-XX Diagnosa Medis : Congestive Heart Failure

Lebih terperinci

DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : PRE DAN POST HERNIORAPHY LATERALIS (DEKSTRA) DI RUANG FLAMBOYAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDANARANG BOYOLALI

DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : PRE DAN POST HERNIORAPHY LATERALIS (DEKSTRA) DI RUANG FLAMBOYAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDANARANG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : PRE DAN POST HERNIORAPHY LATERALIS (DEKSTRA) DI RUANG FLAMBOYAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDANARANG BOYOLALI Oleh : Septi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap Tanggal : 17 Maret 2015 pukul : 12.30 WIB Pada pemeriksaan didapatkan hasil data

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap. tahun, dan ini merupakan kehamilan ibu yang pertama.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap. tahun, dan ini merupakan kehamilan ibu yang pertama. digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap Dari data subjektif didapatkan hasil, ibu bernama Ny. R umur 17 tahun, dan ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia bersifat irreversibel dan merupakan fenomena fisiologis progressif

BAB I PENDAHULUAN. Usia bersifat irreversibel dan merupakan fenomena fisiologis progressif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Usia bersifat irreversibel dan merupakan fenomena fisiologis progressif ditandai dengan perubahan degeneratif pada struktur organ, jaringan serta cadangan

Lebih terperinci

ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u

ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u m a h S a k i t I s l a m J a k a r t a, P o n d o k

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : Yunita Ekawati J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : Yunita Ekawati J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN PERBANDINGAN ANTARA PEMASANGAN TOURNIQUET UNILATERAL DAN BILATERAL PADA EXTREMITAS INFERIOR UNTUK MENGURANGI PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA ANESTESI SPINAL DI RSO. Prof. Dr. R. SOEHARSO SURAKARTA SKRIPSI

Lebih terperinci

PORTOFOLIO KASUS MEDIK

PORTOFOLIO KASUS MEDIK PORTOFOLIO KASUS MEDIK Oleh: dr. Sukron Nanda Firmansyah PENDAMPING: dr. Moch Jasin, M.Kes Portofolio Kasus No. ID dan Nama Peserta : dr. SukronNanda Firmansyah No. ID dan Nama Wahana: RSU Dr. H. Koesnadi

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2018 Manual Keterampilan Pemeriksaan Apendisitis dan Hernia I. Pendahuluan Manual ini merupakan panduan pelatihan keterampilan klinis pemeriksaan apendisitis

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB III TINJAUAN KASUS BAB III TINJAUAN KASUS Tanggal pengkajian, 11 Maret 2010, jam 16.00. A. Biodata Pada saat dilakukan pengkajian pada Ny. R dari tanggal 11 Maret 2010 di ruang Fatimah, didapatkan data yaitu : umur 21 tahun,

Lebih terperinci

Manual Keterampilan Pemeriksaan Apendisitis dan Hernia

Manual Keterampilan Pemeriksaan Apendisitis dan Hernia Manual Keterampilan Pemeriksaan Apendisitis dan Hernia I. Pendahuluan Manual ini merupakan panduan pelatihan keterampilan klinis pemeriksaan apendisitis dan Hernia bagi Instruktur dan Mahasiswa kalangan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

Topik: Haemorrhoid grade IV Tanggal (kasus) : 04 september 2013 Nama Pasien : Tn. N No. RM :

Topik: Haemorrhoid grade IV Tanggal (kasus) : 04 september 2013 Nama Pasien : Tn. N No. RM : PORTOFOLIO KASUS 1 No. ID dan Nama Peserta : / dr. Muchaimin buntara No. ID dan Nama Wahana: / Perawatan Bedah RSUD HAMS Kisaran Topik: Haemorrhoid grade IV Tanggal (kasus) : 04 september 2013 Nama Pasien

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. Pada bab ini akan penulis paparkan hasil pengelolaan asuhan keperawatan pada klien

BAB III TINJAUAN KASUS. Pada bab ini akan penulis paparkan hasil pengelolaan asuhan keperawatan pada klien BAB III TINJAUAN KASUS Pada bab ini akan penulis paparkan hasil pengelolaan asuhan keperawatan pada klien post Sectio Caesaria dengan indikasi Preeklamsia di Ruang Baitu Nisa RS Sultan Agung pada tanggal

Lebih terperinci

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) SERTA KELUARGA BERENCANA (KB)

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) SERTA KELUARGA BERENCANA (KB) PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) SERTA KELUARGA BERENCANA (KB) ANTENATAL CARE (ANC) IBU HAMIL DI POLIKLINIK KIA PUSKESMAS KALITIDU

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 )

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 ) BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina.

Lebih terperinci

Kebutuhan cairan dan elektrolit

Kebutuhan cairan dan elektrolit Kebutuhan cairan dan elektrolit Cairan adalah suatu kebutuhan pokok dan sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Bila tubuh kehilangan cairan dalam jumlah yang besar maka akan terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. Jenis kelamin : Laki-laki Suku bangsa : Jawa, Indonesia

BAB III TINJAUAN KASUS. Jenis kelamin : Laki-laki Suku bangsa : Jawa, Indonesia BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian Pengkajian ini dilakukan pada tanggal 20 Juni 2011 di Ruang Lukman Rumah Sakit Roemani Semarang. Jam 08.00 WIB 1. Biodata a. Identitas pasien Nama : An. S Umur : 9

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Definisi Hernia Hernia merupakan suatu penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui lubang kongenital atau didapat (Mansjoer, 2000). Hernia atau herniae

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau illeus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada

Lebih terperinci

Anestesi Persiapan Pra Bedah

Anestesi Persiapan Pra Bedah Anestesi Persiapan Pra Bedah Persiapan Diri Anestetis Perawat anestesi harus sehat fisik dan psikis, memiliki pengetahuan dan keterampilan anestesi yang memadai serta memiliki kemauan yang kuat untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selama berabad-abad. Bagaimanapun, kemajuan tehnik anestesi modern. memungkinkan operasi menjadi lebih aman. Ahli anestesi yang

BAB I PENDAHULUAN. selama berabad-abad. Bagaimanapun, kemajuan tehnik anestesi modern. memungkinkan operasi menjadi lebih aman. Ahli anestesi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan anestesi untuk menunjang tindakan operasi telah dilakukan selama berabad-abad. Bagaimanapun, kemajuan tehnik anestesi modern memungkinkan operasi menjadi lebih

Lebih terperinci

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT TEAM BASED LEARNING MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH : Prof. Dr. dr. Syarifuddin Rauf, SpA(K) Prof. dr. Husein Albar, SpA(K) dr.jusli

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini membahas tentang gambaran pengelolaan terapi batuk efektif bersihan jalan nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar sistem kardiovaskular

Lebih terperinci

BED SITE TEACHING. Dani Dania D Siti Fatimah Lisa Valentin S Perceptor dr. Octo Indradjaja, Sp.

BED SITE TEACHING. Dani Dania D Siti Fatimah Lisa Valentin S Perceptor dr. Octo Indradjaja, Sp. BED SITE TEACHING Dani Dania D - 12100113044 Siti Fatimah - 12100113045 Lisa Valentin S - 12100113001 Perceptor dr. Octo Indradjaja, Sp.PD SMF ILMU PENYAKIT DALAM P3D FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA RS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN RM 02.05.04.0114 Dokter Pelaksana Tindakan Penerima Informasi Penerima Informasi / Pemberi Penolakan * SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN PEMBERIAN INFORMASI JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDA ( ) 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan merupakan bagian yang terpenting dalam menjaga kelangsungan hidup seseorang. Jika seseorang sedang tidak dalam kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sub Arachnoid Blok (SAB) atau anestesi spinal adalah salah satu teknik dalam anestesi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnooid

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP Pengumpulan dan penyajian data penulis lakukan pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 15.00 WIB,

Lebih terperinci

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain Demam berdarah dengue 1. Klinis Gejala klinis harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlagsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Setelah menguraikan asuhan keperawatan pada Ny. W dengan post

BAB V PENUTUP. Setelah menguraikan asuhan keperawatan pada Ny. W dengan post BAB V PENUTUP Setelah menguraikan asuhan keperawatan pada Ny. W dengan post ovarektomi dextra atas indikasi kista ovarium yang merupakan hasil pengamatan langsung pada klien yang dirawat di ruang Bougenvile

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. Dalam bab ini penulis akan melaporkan tentang pemberian asuhan

BAB III TINJAUAN KASUS. Dalam bab ini penulis akan melaporkan tentang pemberian asuhan BAB III TINJAUAN KASUS Dalam bab ini penulis akan melaporkan tentang pemberian asuhan keperawatan pada Ny. F dengan diagnosa medis post sectio caesaria indikasi ketuban pecah dini di ruang Bougenville

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK ANASTESI FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK ANASTESI FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK ANASTESI FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG Nama : Goei,Deo Putra Lukmana Tanda Tangan No NIM : 11.2012.124... Topik : Anestesi Spinal Dokter Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hernia merupakan salah satu kasus dibagian bedah yang pada umumnya sering menimbulkan masalah kesehatan dan pada umumnya memerlukan tindakan operasi. Hernia adalah pembukaan

Lebih terperinci

Portofolio Kasus 1 SUBJEKTIF OBJEKTIF

Portofolio Kasus 1 SUBJEKTIF OBJEKTIF Portofolio Kasus 1 SUBJEKTIF Pasien Tn.D, 22 tahun datang dengan keluhan nyeri pinggang kiri sejak 3 hari yang lalu, mual dan muntah sebanyak 3 kali sejak 2 malam yang lalu. Selain itu os juga mengeluhkan

Lebih terperinci

Modul 3. (No. ICOPIM: 5-530)

Modul 3. (No. ICOPIM: 5-530) Modul 3 Bedah Anak HERNIOTOMI (No. ICOPIM: 5-530) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi daerah inguinalis dan dinding depan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian dilakukan pada tanggal 28 April Tanggal lahir : 21 Agustus : 8 bulan 7 hari

BAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian dilakukan pada tanggal 28 April Tanggal lahir : 21 Agustus : 8 bulan 7 hari BAB III TINJAUAN KASUS Pengkajian dilakukan pada tanggal 28 April 2010 A. PENGKAJIAN 1. Identitas Pasien a. Biodata Pasien Nama : An. A Tanggal lahir : 21 Agustus 2009 Umur Jenis kelamin Suku Bangsa Agama

Lebih terperinci

Pathway. Paksaan : Jatuh, benda tumpul, kompresi, dll. Benda tajam : Pisau, peluru, ledakan, dll

Pathway. Paksaan : Jatuh, benda tumpul, kompresi, dll. Benda tajam : Pisau, peluru, ledakan, dll Pathway Paksaan : Jatuh, benda tumpul, kompresi, dll Benda tajam : Pisau, peluru, ledakan, dll Gaya predisposisi trauma > elastisitas & viskositas tubuh Ketahanan jaringan tidak mampu mengkompensasi Kurang

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN POST OPERASI HERNIA INGUINALIS LATERALIS DI RSUD SUKOHARJO

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN POST OPERASI HERNIA INGUINALIS LATERALIS DI RSUD SUKOHARJO ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN POST OPERASI HERNIA INGUINALIS LATERALIS DI RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Menyelesaikan Program

Lebih terperinci

Modul 5. (No. ICOPIM: 5-530)

Modul 5. (No. ICOPIM: 5-530) Modul 5 Bedah Digestif HERNIOTOMI (No. ICOPIM: 5-530) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi topografi bedah di daerah inguinalis

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar darah Hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah normal. (Brunner & Suddarth, 2000:

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS BEDAH PLASTIK

LAPORAN KASUS BEDAH PLASTIK LAPORAN KASUS BEDAH PLASTIK SEORANG LAKI-LAKI 17 TAHUN DENGAN FRAKTUR SEGMENTAL MANDIBULA DEXTRA TERTUTUP NON KOMPLIKATA Pembimbing dr. Benny Issakh, Sp.B, SpB.Onk Disusun Oleh Hj Mutiara DPR 22010111200152

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap Pada pemeriksaan didapatkan hasil data subjektif berupa identitas pasien yaitu

Lebih terperinci

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan

Lebih terperinci

KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA STATUS ANESTESIOLOGI SPINAL SMF ILMU ANASTESI RS BAYUKARTA. NIM : Tanda tangan :

KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA STATUS ANESTESIOLOGI SPINAL SMF ILMU ANASTESI RS BAYUKARTA. NIM : Tanda tangan : FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Jl. Terusan Arjuna No 6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA STATUS ANESTESIOLOGI SPINAL SMF ILMU ANASTESI

Lebih terperinci

PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT)

PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT) PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT) A. Definisi Prosedur dan pemeriksaan khusus dalam keperawatan merupakan bagian dari tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan yang dilaksanakan secara rutin. Perawatan

Lebih terperinci

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Nama : Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen Mata Kuliah Topik : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar : Kep. Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan/Penyajian Data Dasar Secara Lengkap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan/Penyajian Data Dasar Secara Lengkap BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengumpulan/Penyajian Data Dasar Secara Lengkap Tanggal : 22 Maret 2016 Pukul : 10.30 WIB Data subjektif pasien Ny. T umur 50 tahun bekerja

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN I. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN I. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN I. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP Ibu masuk memeriksakan diri ke poli pada tanggal 14 Maret 2014 pukul 09.00 WIB. Ibu mengatakan

Lebih terperinci

1. Pengertian Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh

1. Pengertian Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh 1. Pengertian Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum). Klasifikasi

Lebih terperinci

KONSEP TEORI. 1. Pengertian

KONSEP TEORI. 1. Pengertian KONSEP TEORI 1. Pengertian Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. dari rongga yang normal melalui lubang kongenital atau didapat.

BAB II KONSEP DASAR. dari rongga yang normal melalui lubang kongenital atau didapat. BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Mansjoer (2000) menyatakan, hernia merupakan suatu penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui lubang kongenital atau didapat. Menurut R.Syamsuhidajat, Wim Dejong

Lebih terperinci

A. lisa Data B. Analisa Data. Analisa data yang dilakukan pada tanggal 18 April 2011 adalah sebagai. berikut:

A. lisa Data B. Analisa Data. Analisa data yang dilakukan pada tanggal 18 April 2011 adalah sebagai. berikut: A. lisa Data B. Analisa Data berikut: Analisa data yang dilakukan pada tanggal 18 April 2011 adalah sebagai No. Data Fokus Problem Etiologi DS: a. badan terasa panas b. mengeluh pusing c. demam selama

Lebih terperinci

RANGKUMAN. Varikokel adalah pelebaran abnormal vena-vena di dalam testis maupun

RANGKUMAN. Varikokel adalah pelebaran abnormal vena-vena di dalam testis maupun 1 RANGKUMAN Varikokel adalah pelebaran abnormal vena-vena di dalam testis maupun skrotum yang dapat menyebabkan rasa nyeri, atrofi testis dan menyebabkan infertilitas. 5 Anatomi dan Histologi a. b. Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evaluasi pra anestesi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status fisik (ASA) pasien pra operatif,

Lebih terperinci

BAB III RESUME KEPERAWATAN

BAB III RESUME KEPERAWATAN BAB III RESUME KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Identitas pasien Pengkajian dilakukan pada hari/ tanggal Selasa, 23 Juli 2012 pukul: 10.00 WIB dan Tempat : Ruang Inayah RS PKU Muhamadiyah Gombong. Pengkaji

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau ilieus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. 16 Februari dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang

BAB III TINJAUAN KASUS. 16 Februari dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang BAB III TINJAUAN KASUS Pada bab ini akan penulis paparkan hasil pengelolaan asuhan keperawatan pada klien post SC di Ruang Fatimah RS Roemani dari tanggal 14 sampai dengan 16 Februari 2008. dengan menggunakan

Lebih terperinci

Pengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2.

Pengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2. BLADDER TRAINING BLADDER TRAINING Bladder training biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami perubahan pola eliminasi urin (inkontinensia) yang berhubungan dengan dysfungsi urologik. Pengkajian : Manifestasi

Lebih terperinci

CATATAN PERKEMBANGAN IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

CATATAN PERKEMBANGAN IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN CATATAN PERKEMBANGAN IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN No.Dx Hari/Tanggal Pukul Tindakan Keperawatan Evaluasi (SOAP) I Hari pertama Senin/17 Juni 09.00-10.30 1. Mengkaji kemampuan secara fungsional

Lebih terperinci

M/ WITA/ P4A0

M/ WITA/ P4A0 RESUME 1.Ny. E/35 tahun/mrs 7 Juni 2015 jam 05.15 WITA/ G 3 P 2 A 0 Aterm Inpartu Kala I Fase Aktif, PER 2.Ny. M/17 tahun/mrs 6 Juni 2015 jam 15.30 WITA/ G 1 P 0 A 0 gravid 40 minggu, janin tunggal hidup,

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran I PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I. BIODATA IDENTITAS PASIEN Nama :Tn. G Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 25 tahun Status Perkawinan : Belum menikah Agama : Islam Pendidikan : SMA Pekerjaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mochtar. 2005). Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Mochtar. 2005). Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih (Fadlol & Mochtar. 2005). Penduduk

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI Data Diri DokterMuda NamaPasien Alamsyah JenisKelamin Laki-laki 59 tahun No. CM 1-07-96-69 Soal 1 ReferensiLiteratur Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kanan. Nyeri dada dirasakan sekitar

Lebih terperinci

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI Oleh : Furkon Nurhakim INTERVENSI PASCA OPERASI PASE PASCA ANESTHESI Periode segera setelah anesthesi à gawat MEMPERTAHANKAN VENTILASI PULMONARI Periode

Lebih terperinci

MANAJEMEN NYERI POST OPERASI

MANAJEMEN NYERI POST OPERASI MANAJEMEN NYERI POST OPERASI Ringkasan Manajemen nyeri post operasi bertujuan untuk meminimalisasi rasa tidak nyaman pada pasien, memfasilitasi mobilisasi dini dan pemulihan fungsi, dan mencegah nyeri

Lebih terperinci

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE Laporan Kasus Besar Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE 406117055 IDENTITAS PASIEN PEMERIKSAAN SUBJEKTIF AUTOANAMNESIS Rabu, 25 April jam 09.00 1. Keluhan Utama Benjolan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB III TINJAUAN KASUS BAB III TINJAUAN KASUS A. PENGKAJIAN Pengkajian dilakukan pada tanggal 9 April 2012 jam 08.00 WIB dengan hasil sebagai berikut : 1. Identitas Pasien Pasien bernama Ny. S, berumur 33 tahun, berjenis kelamin

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 0 Desa Lenek Kec. Aikmel EVALUASI LAYANAN KLINIS PUSKESMAS LENEK 06 GASTROENTERITIS AKUT. Konsistensi

Lebih terperinci

Anamnesis (History Taking)

Anamnesis (History Taking) CHECK LIST Anamnesis (History Taking) No 1. 2. 3. Jenis kegiatan Menyapa pasien dengan menyebut nama & senyum serta mempersilahkan duduk (jabat tangan) Menanyakan ulang identitas pasien: nama, usia, tempat

Lebih terperinci

AHMAD SAHRANI ISSA INA JARINI MUHAMMAD WILDANI SRIWATI

AHMAD SAHRANI ISSA INA JARINI MUHAMMAD WILDANI SRIWATI AHMAD SAHRANI ISSA INA JARINI MUHAMMAD WILDANI SRIWATI Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal suatu defek pada fasia dan muskukaponeurotik dinding perut, baik secara kongenital atau

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. R DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN : GAGAL GINJAL KRONIK DI RUANG MELATI 1 RSDM MOEWARDI SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. R DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN : GAGAL GINJAL KRONIK DI RUANG MELATI 1 RSDM MOEWARDI SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. R DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN : GAGAL GINJAL KRONIK DI RUANG MELATI 1 RSDM MOEWARDI SURAKARTA Pengkajian dilakukan pada hari selasa tanggal 10 Juni 2014 pukul 14.00 WIB.

Lebih terperinci

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST PARTUM RETENSIO PLACENTA

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST PARTUM RETENSIO PLACENTA MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST PARTUM RETENSIO PLACENTA ` Di Susun Oleh: Nursyifa Hikmawati (05-511-1111-028) D3 KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI 2014 ASUHAN KEPERAWATAN

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE LAPORAN KASUS / RESUME DIARE A. Identitas pasien Nama lengkap : Ny. G Jenis kelamin : Perempuan Usia : 65 Tahun T.T.L : 01 Januari 1946 Status : Menikah Agama : Islam Suku bangsa : Indonesia Pendidikan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. MS DENGAN SYOK SEPTIK DI IGD RSUD WANGAYA TANGGAL 8 DESEMBER 2015

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. MS DENGAN SYOK SEPTIK DI IGD RSUD WANGAYA TANGGAL 8 DESEMBER 2015 ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. MS DENGAN SYOK SEPTIK DI IGD RSUD WANGAYA TANGGAL 8 DESEMBER 2015 Identitas Pasien Nama : Tn.MS Umur : 80 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Tidak bekerja Agama : Hindu

Lebih terperinci