BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Penentuan Dua Waktu Sosoh Terbaik Tahapan penyosohan pada penelitian ini akan memberikan suatu informasi baru terhadap aspek penyosohan dari ketiga jenis komoditi serealia yaitu sorgum, jewawut dan ketan hitam. Penelitian menggunakan sorgum dengan varietas Kawali karena varietas ini banyak digunakan dibeberapa daerah penghasil sorgum. Selain itu, varietas ini mudah dibiakkan dan memiliki potensi hasil yang tinggi (Suprapto & Mudjisihono, 1987). Ketan hitam yang digunakan adalah varietas Setail karena varietas ini dinilai cukup tahan terhadap hama wereng coklat, hawar daun bakteri, sesuai untuk lahan sawah irigasi dan telah banyak dibudidayakan di Indonesia khususnya di daerah Jawa Tengah (Anonymous c, 2008). Sedangkan untuk jewawut, digunakan varietas Pearl dengan pertimbangan varietas ini dinilai cukup produktif dan cukup banyak ditanam di Indonesia. Selain itu varietas ini tidak perlu diairi dan dipupuk secara intensif (Anonymous d, 2008). Pada proses penyosohan, ketiga komoditi serealia disosoh berdasarkan pengamatan secara visual dan waktu, cara tersebut merupakan metode konvensional yang paling mudah, murah dan hingga saat ini paling banyak digunakan di beberapa negara penghasil serealia (Sudaryono et al, 2001). Dalam penelitian ini masing-masing serealia disosoh dengan 3 waktu penyosohan. Untuk sorgum waktu penyosohan yang digunakan adalah 0, 20, 60 dan 100 detik. Untuk jewawut 0, 100, 200 dan 300 detik dan untuk ketan hitam waktu penyosohan adalah 0, 5, 15 dan 25 detik. Waktu sosoh yang berbeda antar serealia disebabkan karakteristik fisik dari setiap serealia berbeda. Penggunaan mesin penyosoh yang sama juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan waktu sosoh antar serealia harus berbeda. Apabila waktu penyosohan disamakan untuk setiap serealia, perbedaan bentuk, ukuran serta berat serealia akan menyebabkan proses penyosohan tidak dapat berjalan optimal. Serealia yang berukuran lebih kecil akan melewati saringan mesin penyosoh dan tidak tersosoh secara sempurna. Pembedaan waktu penyosohan untuk masing-masing serealia dimaksudkan untuk mengetahui tingkat efisiensi penyosohan terhadap aktivitas antioksidan 45

2 setelah disosoh. Mujisihono et al (1991) menyatakan bahwa pada lapisan testa dalam perikarp pada sorgum, banyak terdapat senyawa fenolik. Ditambahkan oleh Rooney et al (1980), yang mengemukakan bahwa ada dua jenis pigmen pada biji sorgum dan jewawut yaitu senyawa karotenoid dan senyawa polifenol yang terdapat pada lapisan testa. Pembedaan waktu penyosohan juga dimaksudkan untuk melihat tingkat penerimaan panelis pada berbagai tingkat penyosohan dan pengaruh penyosohan terhadap aktivitas imunomodulator ketiga komoditi serealia. Berdasarkan hal tersebut, maka dinilai perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan metode penyosohan dan alat penyosohan yang lebih spesifik untuk masing-masing serealia. Untuk mengetahui kondisi awal serealia setelah disosoh, dilakukan analisa meliputi penghitungan rendemen, analisa proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat), fenol total serta aktivitas antioksidan (DPPH) Komposisi Proksimat Serealia pada Berbagai Waktu Sosoh Dilakukannya analisis proksimat bertujuan untuk mengetahui kondisi awal serealia secara kimia baik sebelum disosoh maupun setelah disosoh. Perbandingan hasil analisa proksimat dari ketiga jenis serealia baik yang telah disosoh maupun yang belum disosoh disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil analisa proksimat sorgum, jewawut dan ketan hitam sebelum dan sesudah disosoh Waktu Jenis Komposisi kimia (%) sosoh serealia (detik) Kadar air Kadar abu Protein Lemak Karbohidrat 0 11,42 1,77 6,55 0,99 79,27 Sorgum 20 10,34 1,49 6,23 0,98 80, ,62 1,17 5,91 0,88 83, ,31 0,97 5,39 0,82 85,51 0 8,59 3,02 7,64 2,03 78,71 Jewawut 100 7,61 1,77 7,29 1,63 81, ,93 1,07 7,11 1,46 84,35 Ketan hitam 300 5,12 0,95 7,01 1,39 85, ,14 1,77 5,65 1,28 78, ,53 1,51 5,22 1,23 79, ,70 1,03 5,05 1,09 82, ,14 0,92 4,44 0,98 85,52 Keterangan : Setiap data merupakan rerata dua kali ulangan 46

3 Data pada Tabel 10 menunjukkan bahwa sorgum, dan ketan hitam non sosoh memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan jewawut non sosoh, hal ini mungkin disebabkan jewawut yang dibeli di pasar burung Bogor disimpan di tempat terbuka dan terkena sinar matahari secara langsung. Sedangkan sorgum dan ketan hitam dibeli di daerah Jawa Tengah secara langsung dari petani setelah proses pemanenan. Adanya intensitas panas dari sinar matahari tersebut diduga berpengaruh menguapkan air pada biji jewawut non sosoh. Menurut Viraktamath et al (1991), pengeringan dengan menggunakan sinar matahari selama 6 jam dapat menurunkan kadar air dari biji sorgum sebanyak 2-6 % dengan kadar air awal biji sorgum 18 %. Setelah dilakukan penyosohan terjadi penurunan kadar air pada masingmasing serealia (Tabel 10). Penurunan kadar air disebabkan gesekan antara biji serealia dengan batu gerinda pada mesin penyosoh. Gesekan tersebut akan menimbulkan panas dan menguapkan sebagian kecil air pada biji serealia. Proses penyosohan juga menyebabkan sebagian air yang terdapat pada lapisan kulit ari yang terkikis ikut terbuang sehingga mempengaruhi jumlah air pada biji serealia. Faktor lain yang mempengaruhi persentase kadar air serealia setelah disosoh adalah kadar air awal dari biji serealia. Desroiser (1988) menyatakan bahwa kadar air suatu produk dipengaruhi oleh bentuk dan sifat bahan serta kadar air awal. Walaupun demikian kadar air dari serealia baik sebelum disosoh maupun setelah disosoh tidak melewati batas toleransi SNI untuk biji sorgum yaitu 14%. Ditambahkan oleh Nurmala (1997), yang menyatakan bahwa kadar air serealia tidak boleh melebihi batas toleransi maksimal 14% karena serealia akan cepat rusak dalam proses penyimpanan. Untuk level industri kadar air maksimal dari serealia ditetapkan 14 %. Hasil analisa kadar abu pada Tabel 10 menunjukkan adanya penurunan kadar abu dari serealia setelah disosoh. Proses penyosohan akan menurunkan kadar abu dari serealia karena proses penyosohan mengikis bagian kulit ari dari serealia yang memiliki komponen gizi termasuk mineral seperti Ca, P, Fe dan Zn. Dykes dan Rooney (2006) menyatakan bahwa pada bagian kulit ari dari sorgum dan jewawut terdapat berbagai komponen gizi seperti lemak, protein, vitamin dan mineral. 47

4 Hasil analisa kadar abu (Tabel 10) menunjukkan bahwa jewawut non sosoh memiliki kadar abu tertinggi, diikuti oleh sorgum dan ketan hitam non sosoh. Rao dan Deosthale (1983) menyatakan bahwa jewawut memiliki kandungan mineral yang lebih baik dibanding beberapa serealia lain seperti beras, jagung dan sorgum. Menurut Sudaryono et al (2001) kadar abu dari biji sorgum non sosoh adalah 2,3%, ditambahkan oleh Nurmala (1997) yang menyatakan bahwa kadar abu dari biji jewawut non sosoh adalah 3,86%, sedangkan Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (2000) menyatakan bahwa kadar abu dari ketan hitam non sosoh adalah 2%. Dari data-data tersebut diketahui bahwa jewawut memang memiliki kadar abu lebih tinggi dibanding sorgum dan ketan hitam, tetapi data hasil analisa (Tabel 10) menunjukkan kadar abu pada ketiga jenis serealia sedikit lebih rendah dari literatur. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh perbedaan varietas dari serealia yang digunakan. Sudaryono et al (2001) menyatakan bahwa perbedaan varietas pada serealia dapat menyebabkan perbedaan sifat-sifat fisik maupun komposisi kimianya. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian dari Suarni dan Patong (2002) yang mendapatkan kadar abu dari 10 jenis varietas sorgum yang dianalisa menunjukkan nilai yang berbeda antar setiap varietas. Teow (2005) menambahkan bahwa perbedaan komposisi kimia pada berbagai varietas tanaman dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti: lokasi tanam, iklim, tipe tanah, musim panen, lama tanam dan kondisi genetik. Kadar protein dan lemak serealia juga menunjukkan penurunan setelah disosoh (Tabel 10). Proses penyosohan dinilai akan menurunkan nilai gizi serealia karena mengikis lapisan kulit ari yang mengandung komponen gizi termasuk lemak dan protein. Menurut Li et al (2007), protein dari beras pecah kulit sebagian besar terdapat pada lapisan aleuron dan sebagian kecil tersebar pada lapisan embrio dan endosperm. Ditambahkan oleh Earp et al (2004) yang menyatakan bahwa sebagian besar dari komponen nutrisi dari sorgum berupa vitamin dan mineral berada pada lapisan aleuron dan embrionya. Perlakuan penyosohan dalam intensitas tinggi akan menyebabkan sisa lapisan aleuron dan embrio menjadi sedikit sekali atau bahkan hilang sehingga secara langsung akan menurunkan nilai nutrisi dari serealia. 48

5 Tabel 10 menunjukkan jewawut non sosoh memiliki kadar protein dan lemak lebih tinggi dibanding sorgum dan ketan hitam non sosoh. Menurut Sudaryono et al (2001) kadar protein dan lemak dari biji sorgum non sosoh adalah 9,5% dan 3%, ditambahkan oleh Nurmala (1997) yang menyatakan bahwa kadar protein dan lemak dari biji jewawut non sosoh adalah 11,38% dan 2,53%, sedangkan Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (2000) menyatakan bahwa kadar protein dan lemak dari ketan hitam non sosoh adalah 7% dan 0,70%. Adanya perbedaan data-data tersebut dengan data hasil analisa (Tabel 10) diduga disebabkan adanya perbedaan varietas dari serealia. Penyebab lainnya adalah faktor pra panen seperti teknik penanaman, tingkat kesuburan tanah, faktor lingkungan seperti radiasi matahari dan suhu. Frekuensi dan intensitas pemupukan nitrogen, pengontrolan gulma serta pengelolaan air juga termasuk faktor yang perlu diperhatikan (Arief, 2007). Adanya perubahan kimiawi pada masa penyimpanan juga dinilai memiliki pengaruh terhadap kadar protein dan lemak dari serealia. Menurut Djafaar dan Rahayu (2007), proses penyimpanan yang kurang baik dapat menurunkan nilai gizi suatu bahan pangan termasuk memicu timbulnya radikal bebas yang bisa terbentuk dari lemak. Kadar karbohidrat tertinggi didapat pada sorgum non sosoh yaitu sebesar 79,27%. Setelah sorgum serealia yang memiliki kadar karbohidrat tertinggi adalah jewawut non sosoh yaitu sebesar 78,71%, diikuti oleh ketan hitam non sosoh yaitu sebesar 78,09%. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh Nurmala (1997) yang menyatakan bahwa jumlah karbohidrat pada biji serealia berkisar antara 72% - 80% Rendemen Penyosohan Serealia pada Berbagai Waktu Sosoh Pengukuran rendemen hasil penyosohan pada serealia bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kehilangan pada biji serealia akibat pengaruh proses penyosohan. Rerata rendemen serealia akibat pengaruh perlakuan waktu penyosohan dapat dilihat pada Gambar

6 Rendemen sosoh (%) SNS SS1 SS2 SS3 JNS JS1 JS2 JS3 KNS KS1 KS2 KS3 Perlakuan Gambar 14. Rerata rendemen akibat pengaruh perlakuan waktu penyosohan Keterangan : Setiap data merupakan rerata dua kali ulangan SNS = Sorgum non sosoh JNS = Jewawut non sosoh KNS = Ketan hitam non sosoh SS1 = Sorgum sosoh 20 detik JS1 = Jewawut sosoh 100 detik KS1 = Ketan hitam sosoh 5 detik SS2 = Sorgum sosoh 60 detik JS2 = Jewawut sosoh 200 detik KS2 = Ketan hitam sosoh 15 detik SS3 = Sorgum sosoh 100 detik JS3 = Jewawut sosoh 300 detik KS3 = Ketan hitam sosoh 25 detik Data pada Gambar 14 menunjukkan rerata rendemen sorgum, jewawut dan ketan hitam dengan tiga waktu penyosohan berkisar antara 50,2% hingga 97,9%. Menurut Mudjisihono et al (1991), penyosohan biji sorgum dengan kadar air 13% menggunakan mesin penyosoh Satake Grain Mill akan menghasilkan rendemen giling sebesar 50-70% atau kehilangan bahan 30-50%. Semakin tinggi intensitas penyosohan yang dilakukan, semakin rendah jumlah rendemen dari serealia (Gambar 14). Hal tersebut dinilai wajar karena proses penyosohan akan menghilangkan atau mengurangi lapisan kulit ari yang otomatis akan menurunkan berat akhir dari biji serealia. Mudjisihono et al (1991) menyatakan bahwa penyosohan biji sorgum mempunyai dua aspek, yaitu menghilangkan kulit biji dan memoles daging biji sehingga lapisan bekatulnya terlepas Pengaruh Penyosohan Terhadap Kadar Fenol Total Fenol adalah senyawa yang mempunyai sebuah cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil. Senyawa fenol dapat berperan sebagai antioksidan primer karena mampu menghentikan reaksi rantai radikal bebas pada oksidasi lipid. Aktivitas fenol sebagai antioksidan berhubungan dengan kemampuannya untuk menyumbangkan atom hidrogen (Singh et al, 2002). Pengukuran kadar 50

7 fenol total dimaksudkan untuk menentukan 2 waktu penyosohan dari masingmasing serealia untuk proses pemasakan dan uji organoleptik. Asam tanat digunakan sebagai standar dimana hasil pengujian dibaca sebagai mg TAE/g biji. Nilai tersebut menunjukkan kesetaraan jumlah fenol total 1 gram serealia dengan 1 mg asam tanat yang dinyatakan sebagai TAE yaitu tannic acid equivalent. Kadar fenol total dari ekstrak serealia akibat pengaruh perlakuan waktu penyosohan disajikan pada Gambar 15. Fenol Total (mg TAE/g biji) a 3.38 b 2.26 c 2.13 c 5.12 a 3.51 b 1.78 c 1.56 c a b bc c 0.00 SNS SS1 SS2 SS3 JNS JS1 JS2 JS3 KNS KS1 KS2 KS3 Perlakuan Gambar 15. Rerata kadar fenol total sorgum, jewawut dan ketan hitam akibat pengaruh perlakuan waktu penyosohan Keterangan : Setiap data merupakan rerata dua kali ulangan Angka pada gafik yang mempunyai huruf beda pada masing-masing serealia menyatakan beda nyata (BNT α = 5%) SNS = Sorgum non sosoh JNS = Jewawut non sosoh KNS = Ketan hitam non sosoh SS1 = Sorgum sosoh 20 detik JS1 = Jewawut sosoh 100 detik KS1 = Ketan hitam sosoh 5 detik SS2 = Sorgum sosoh 60 detik JS2 = Jewawut sosoh 200 detik KS2 = Ketan hitam sosoh 15 detik SS3 = Sorgum sosoh 100 detik JS3 = Jewawut sosoh 300 detik KS3 = Ketan hitam sosoh 25 detik a. Sorgum Hasil analisis fenol total menunjukkan bahwa sorgum non sosoh memiliki kandungan fenol total sebesar 6.31 mg TAE/g biji, sedangkan setelah diberi perlakuan penyosohan kisaran fenol total menjadi 2.13 hingga 3.38 mg TAE/g biji (Gambar 15). Kandungan fenol total sorgum non sosoh tersebut lebih tinggi bila dibandingkan fenol total rye, barley, dan gandum hasil penelitian Ragaee et al (2006), yaitu berurutan 1.026, 0.879, dan mg TAE/g biji. Senyawa fenolik 51

8 yang dominan terdeteksi pada sorgum adalah senyawa golongan tanin yang biasa terdapat pada tanaman jenis serealia. Awika (2003) menyatakan bahwa sorgum mengandung berbagai komponen bioaktif yang salah satunya adalah senyawa fenolik yang biasanya berperan dalam pertahanan alami tanaman melawan hama dan penyakit. Ditambahkan oleh Awika dan Rooney (2004) yang mengemukakan bahwa jenis komponen fenolik yang terdapat pada biji sorgum terdiri dari asam fenolik, flavonoid dan tanin. Menurut Mudjisihono (1990), diantara bahan pangan jenis serealia, sorgum memiliki kandungan tanin tertinggi, dari 24 varietas sorgum kandungan tanin berkisar dari 0,05-3,67 katekin ekivalen. Analisis anova pada Lampiran 9 menunjukan adanya pengaruh waktu penyosohan terhadap kandungan fenol total sorgum. Uji lanjut BNT menunjukkan semua perlakuan waktu sosoh memiiki fenol total yang berbeda nyata pada α=0,05 dengan sorgum tanpa sosoh. Kandungan fenol total terendah adalah pada perlakuan waktu penyosohan 100 detik, dimana nilainya tidak berbeda nyata dengan waktu penyosohan 60 detik, sedangkan fenol total tertinggi pada sorgum sosoh adalah pada waktu penyosohan 20 detik (Gambar 15). Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa semakin lama waktu penyosohan akan menyebabkan penurunan kandungan fenol total pada sorgum. Sorgum diduga memiliki komponen fenolik yang mayoritas merupakan senyawa tanin yang sebagian besar berada pada lapisan testa dari biji sorgum (Earp et al, 2004). Berdasarkan hasil tersebut diduga bahwa komponen fenolik seperti tanin yang dominan terdeteksi pada ekstrak sorgum berada pada bagian kulit luar dari serealia yaitu pada lapisan testa yang terkikis pada proses penyosohan. Menurut Rooney et al (1980) kandungan senyawa fenolik golongan tanin yang terdapat pada lapisan testa dan perikarp biji sorgum kadarnya cukup tinggi yaitu berkisar antara 3,6-5,4%. Adanya senyawa tanin pada biji sorgum juga dilaporkan oleh Awika et al (2003) yang menyatakan bahwa senyawa polifenol yang terdapat pada bagian testa dari biji sorgum terdiri dari antosianidin, leukoantosianidin dan tanin. Dua waktu sosoh terpilih berdasarkan kandungan fenol total pada sorgum adalah 20 dan 100 detik. Hal tersebut berdasarkan pada kandungan fenol total tertinggi sorgum setelah penyosohan adalah 20 detik, sedangkan kandungan fenol total sorgum terendah adalah pada waktu sosoh 100 detik yang tidak berbeda nyata dengan 60 detik. 52

9 b. Jewawut Hasil analisis fenol total menunjukkan bahwa jewawut non sosoh memiliki kandungan fenol total sebesar 5.12 mg TAE/g biji, sedangkan setelah diberi perlakuan penyosohan kisaran fenol total menjadi 3.51 hingga 1.56 mg TAE/g biji (Gambar 15). Kandungan fenol total jewawut non sosoh tersebut lebih tinggi bila dibandingkan kadar fenol total rye, barley, dan gandum hasil penelitian Ragaee et al (2006), yaitu berurutan 1.026, 0.879, dan mg TAE/g biji. Senyawa fenolik yang dominan terdeteksi pada jewawut adalah senyawa golongan tanin yang biasa terdapat pada tanaman jenis serealia. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Rooney et al (1980) bahwa beberapa bahan makanan yang mengandung condensed tanin antara lain adalah biji sorgum, jewawut, lobak, fava bean dan beberapa biji-bijian lain yang mengandung minyak. Pernyataan tersebut dipertegas oleh Rooney dan Serna (2000) yang melaporkan bahwa pada jewawut terdapat senyawa tanin yang merupakan golongan senyawa fenolik. Analisis anova pada Lampiran 9 menunjukan adanya pengaruh perlakuan waktu penyosohan terhadap kandungan fenol total jewawut. Uji lanjut BNT menunjukkan semua perlakuan waktu sosoh memiiki fenol total yang berbeda nyata pada α=0,05 dengan sorgum non sosoh. Kandungan fenol total terendah adalah pada perlakuan waktu penyosohan 300 detik, dimana nilainya tidak berbeda nyata dengan waktu penyosohan 200 detik, sedangkan fenol total tertinggi pada jewawut sosoh adalah pada waktu penyosohan 100 detik (Gambar 15). Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa semakin lama waktu penyosohan akan menyebabkan penurunan kandungan fenol total pada jewawut. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa komponen fenolik seperti tanin yang dominan terdeteksi pada ekstrak jewawut juga berada pada bagian kulit luar dari jewawut yaitu pada lapisan testanya yang terkikis pada proses penyosohan. Hal tersebut dipertegas oleh Dykes dan Rooney (2006) yang melaporkan adanya senyawa flavonoid dan tanin pada jewawut, dimana senyawa tanin dan flavonoid tersebut berada pada bagian testa dari biji jewawut utuh. Senyawa flavonoid pada jewawut yang telah teridentifikasi diantaranya adalah orientin dan vitexin (Hilu et al, 1978), luteolin dan tricin (Watanabe, 1999) serta apigenin (Sartelet et al, 1996). 53

10 Dua waktu sosoh terpilih berdasarkan kandungan fenol total pada jewawut adalah 100 dan 300 detik. Hal tersebut berdasarkan pada kandungan fenol total tertinggi jewawut setelah penyosohan adalah 100 detik, sedangkan kandungan fenol total jewawut terendah adalah pada waktu sosoh 300 detik yang tidak berbeda nyata dengan 200 detik. c. Ketan Hitam Hasil analisis fenol total menunjukkan bahwa ketan hitam non sosoh memiliki kandungan fenol total sebesar mg TAE/g biji, sedangkan setelah diberi perlakuan penyosohan kisaran fenol total menjadi hingga mg TAE/g biji (Gambar 15). Kandungan fenol total ketan hitam non sosoh tersebut lebih tinggi bila dibandingkan fenol total rye, barley, dan gandum hasil penelitian Ragaee et al (2006), yaitu berurutan 1.026, 0.879, dan mg TAE/g biji. Berbeda dari sorgum dan jewawut, untuk ketan hitam komponen fenolik yang dominan terdeteksi adalah senyawa antosianin. Adanya senyawa antosianin pada ketan hitam dibuktikan oleh penelitian dari Aligitha (2007) yang melakukan isolasi antosianin dari ketan hitam dengan cara ekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut metanol yang mengandung 1% asam hidroklorida pekat dan mendapatkan bahwa isolat yang diperoleh dari hasil ekstraksi pada ketan hitam merupakan antosianin terasilasi jenis sianidin 3 glikosida. Analisis anova pada Lampiran 9 menunjukan adanya pengaruh waktu penyosohan terhadap kandungan fenol total ketan hitam. Uji lanjut BNT menunjukkan semua perlakuan waktu sosoh memiiki fenol total yang berbeda nyata pada α=0,05 dengan ketan hitam tanpa sosoh. Kandungan fenol total terendah adalah pada perlakuan waktu penyosohan 25 detik, dimana nilainya tidak berbeda nyata dengan waktu penyosohan 15 detik, sedangkan fenol total tertinggi pada ketan hitam sosoh adalah pada waktu penyosohan 5 detik (Gambar 15). Fenomena yang didapat tidak jauh berbeda dengan sorgum dan jewawut yaitu proses penyosohan pada ketan hitam akan menyebabkan penurunan nilai fenol total dari ekstrak aseton ketan hitam secara nyata, dimana semakin tinggi intensitas waktu penyosohan yang dilakukan pada ketan hitam, semakin rendah nilai fenol total dari ekstak ketan hitam. Data tersebut menunjukkan bahwa 54

11 komponen fenolik golongan antosianin yang dominan terdeteksi pada ekstrak ketan hitam berada pada bagian kulit luar dari ketan hitam yaitu pada lapisan aleuronnya yang terkikis pada proses penyosohan. Adanya antosianin pada lapisan aleuron ketan hitam dibuktikan oleh penelitian dari Hanum (2000) yang melakukan isolasi senyawa antosianin dari bekatul ketan hitam menggunakan metode HPLC dengan pelarut metanol dan mendapatkan dua komponen antosianin pada ketan hitam yang teridentifikasi sebagai apigenidin dan apigenin. Adanya senyawa antosianin pada ketan hitam juga dilaporkan oleh Ryu et al (1998) yang mengidentifikasi senyawa antosianin dari beberapa varietas ketan hitam menggunakan metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dan mendapatkan jenis antosianin pada ketan hitam adalah sianidin 3-glukosida dan peonidin 3-glikosida. Dua waktu sosoh terpilih berdasarkan kandungan fenol total pada ketan hitam adalah 5 dan 25 detik. Hal tersebut berdasarkan pada kandungan fenol total tertinggi ketan hitam setelah penyosohan adalah 5 detik, sedangkan kandungan fenol total ketan hitam terendah adalah pada waktu sosoh 25 detik yang tidak berbeda nyata dengan 15 detik Pengaruh Penyosohan Terhadap Aktivitas Antioksidan Antioksidan didefinisikan sebagai inhibitor yang bekerja menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif stabil (Pokorny et al, 2008). Pengukuran aktivitas antioksidan pada penelitian ini juga dimaksudkan untuk menentukan 2 buah waktu penyosohan dari masing-masing serealia untuk proses pemasakan dan pengujian secara organoleptik. Asam askorbat digunakan sebagai standar dimana hasil pengujian dibaca sebagai mg vitamin C eqivalen/g biji, dimana nilai tersebut menunjukkan kesetaraan aktivitas antioksidan 1 gram biji serealia dengan 1 mg vitamin C. Vitamin C digunakan sebagai pembanding terhadap aktivitas antioksidan dari ekstrak serealia, dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan kemampuan antioksidan ekstrak bila dinyatakan dalam daya peredaman radikal bebas oleh vitamin C. Semakin tinggi konsentrasi dari vitamin C, semakin rendah nilai absorbansinya (Lampiran 2). Menurut Pokorny (2008), vitamin C mudah 55

12 dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Dengan demikian maka vitamin C dinilai berperan dalam menghambat reaksi oksidasi yang berlebihan dalam tubuh dengan cara bertindak sebagai antioksidan. Nilai aktivitas antioksidan dari ekstrak serealia akibat pengaruh perlakuan waktu penyosohan disajikan pada Gambar 16. Aktivitas Antioksidan (mg vitamin C eqivalen/ g biji) a b a c a d 6.88 b 4.25 c 5.34 b 3.80 c 4.73 bc 3.90 c SNS SS1 SS2 SS3 JNS JS1 JS2 JS3 KNS KS1 KS2 KS3 Perlakuan Gambar 16. Rerata aktivitas antioksidan sorgum, jewawut dan ketan hitam akibat pengaruh perlakuan waktu penyosohan Keterangan : Setiap data merupakan rerata dua kali ulangan Angka pada gafik yang mempunyai huruf beda pada masing-masing serealia menyatakan beda nyata (BNT α = 5%) SNS = Sorgum non sosoh JNS = Jewawut non sosoh KNS = Ketan hitam non sosoh SS1 = Sorgum sosoh 20 detik JS1 = Jewawut sosoh 100 detik KS1 = Ketan hitam sosoh 5 detik SS2 = Sorgum sosoh 60 detik JS2 = Jewawut sosoh 200 detik KS2 = Ketan hitam sosoh 15 detik SS3 = Sorgum sosoh 100 detik JS3 = Jewawut sosoh 300 detik KS3 = Ketan hitam sosoh 25 detik a. Sorgum Hasil analisis aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa sorgum non sosoh memiliki aktivitas antioksidan sebesar mg vitamin C eq/g biji, sedangkan setelah diberi perlakuan penyosohan kisaran aktivitas antioksidan menjadi 3.80 hingga 6.88 mg vitamin C eq/g biji (Gambar 16). Nilai aktivitas antioksidan sorgum non sosoh tersebut lebih tinggi bila dibandingkan aktivitas antioksidan gandum, oat, dan beras yaitu berurutan 13.57, 13.21, dan 9.87 mg vitamin C eq/g biji (Fardet et al, 2008), tetapi lebih rendah bila dibandingkan dengan jagung yaitu mg vitamin C eq/g biji (Fardet et al, 2008). 56

13 Analisis anova pada Lampiran 10 menunjukan adanya pengaruh waktu penyosohan terhadap nilai aktivitas antioksidan sorgum. Uji lanjut BNT menunjukkan semua perlakuan waktu sosoh memiiki nilai aktivitas antioksidan yang berbeda nyata pada α=0,05 dengan sorgum tanpa sosoh. Aktivitas antioksidan terendah adalah pada perlakuan waktu penyosohan 100 detik, dimana nilanya tidak berbeda nyata dengan waktu penyosohan 60 detik, sedangkan aktivitas antiosidan tertinggi pada sorgum sosoh adalah pada waktu penyosohan 20 detik (Gambar 16). Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa semakin lama waktu penyosohan akan menyebabkan penurunan aktivitas antioksidan pada sorgum. Aktivitas antioksidan dari sorgum diduga berasal dari adanya komponen fenoliknya yang mayoritas merupakan senyawa tanin dan antosianin. Menurut Awika et al (2005) sorgum memiliki aktivitas antioksidan dengan adanya senyawa tanin yang dimilikinya, dimana tanin pada sorgum yang berwarna coklat dan hitam diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi, yaitu sepuluh kali lebih kuat dibanding sorgum yang berwarna putih atau merah. Penurunan aktivitas antioksidan sorgum setelah disosoh tersebut diduga karena ikut terbuangnya komponen fenolik pada bagian kulit, Kesesuaian ditunjukkan dari hasil analisis fenol total (Gambar 15) yaitu terjadinya penurunan fenol total pada sorgum dengan semakin tingginya waktu sosoh. Menurut Suarni (2004) b, Proses penyosohan pada biji sorgum menyebabkan terlepasnya lapisan pericarp, tegmen, sebagian besar lapisan aleuron dan embrio sehingga secara tidak langsung mengikis pula berbagai komponen gizi dan komponen bioaktif sorgum yang menurut Dykes dan Rooney (2007) terdapat pada lapisan kulit luar dari biji sorgum yaitu pada lapisan pericarp dan testa. Pernyataan tersebut dipertegas oleh Earp et al (2004) yang menyatakan bahwa senyawa fenolik golongan tanin pada sorgum yang memiliki aktivitas antioksidan berada pada lapisan testanya. Sehingga semakin tinggi intensitas penyosohan pada biji sorgum akan semakin banyak terjadinya kehilangan komponen bioaktif yang memiliki berbagai fungsi biologis termasuk komponen fenoliknya yang dapat berperan sebagai antioksidan. Dua waktu sosoh terpilih berdasarkan aktivitas antioksidan pada sorgum adalah 20 dan 100 detik. Hal tersebut berdasarkan pada aktivitas antioksidan tertinggi sorgum setelah penyosohan adalah 20 detik, sedangkan nilai aktivitas antioksidan sorgum terendah adalah pada waktu sosoh 100 detik yang tidak berbeda nyata dengan 60 detik. 57

14 b. Jewawut Hasil analisis aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa jewawut non sosoh memiliki aktivitas antioksidan sebesar mg vitamin C eq/g biji, sedangkan setelah diberi perlakuan penyosohan kisaran aktivitas antioksidan menjadi 3.90 hingga 5.34 mg vitamin C eq/g biji (Gambar 16). Nilai aktivitas antioksidan jewawut non sosoh tersebut lebih tinggi bila dibandingkan aktivitas antioksidan beras yaitu 9.87 mg vitamin C eq/g biji (Fardet et al, 2008), tetapi lebih rendah dibandingkan jagung, gandum, dan oat yang nilainya berurutan adalah 31.89, 13.57, dan mg vitamin C eq/g biji (Fardet et al, 2008). Analisis anova pada Lampiran 10 menunjukan adanya pengaruh waktu penyosohan terhadap nilai aktivitas antioksidan jewawut. Uji lanjut BNT menunjukkan semua perlakuan waktu sosoh memiiki nilai aktivitas antioksidan yang berbeda nyata pada α=0,05 dengan jewawut non sosoh. Aktivitas antioksidan terendah adalah pada perlakuan waktu penyosohan 300 detik, dimana nilanya tidak berbeda nyata dengan waktu penyosohan 200 detik, sedangkan waktu penyosohan 200 tidak berbeda nyata dengan 100 detik (Gambar 16). Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa semakin lama waktu penyosohan akan menyebabkan penurunan aktivitas antioksidan pada jewawut. Aktivitas antioksidan dari jewawut berasal dari komponen fenoliknya yang mayoritas merupakan senyawa tanin. Menurut Dykes dan Rooney (2006), jewawut memiliki aktivitas antioksidan dengan adanya senyawa tanin yang dimilikinya, dimana jewawut yang berwarna gelap memiliki kandungan tanin lebih banyak dan memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi dibanding jewawut yang berwarna putih. Dengan demikian penurunan aktivitas antioksidan akibat penyosohan tersebut diduga disebabkan karena ikut terbuangnya komponen fenolik bersama dengan kulit atau dedak. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian Dykes dan Rooney (2006) yang melaporkan bahwa komponen fenolik pada jewawut selain berada pada endosperm juga berada pada bagian kulit, yaitu pada bagian perikarp dan testa. Dua waktu sosoh terpilih berdasarkan aktivitas antioksidan pada jewawut adalah 100 dan 300 detik. Hal tersebut berdasarkan pada aktivitas antioksidan tertinggi jewawut setelah penyosohan adalah 100 detik, sedangkan nilai aktivitas antioksidan jewawut terendah adalah pada waktu sosoh 300 detik yang tidak berbeda nyata dengan 200 detik. 58

15 c. Ketan Hitam Hasil analisis aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa ketan hitam tanpa sosoh memiliki aktivitas antioksidan sebesar mg vitamin C eq/g biji, sedangkan setelah diberi perlakuan penyosohan kisaran aktivitas antioksidan menjadi hingga mg vitamin C eq/g biji (Gambar 16). Nilai aktivitas antioksidan ketan hitam tanpa sosoh tersebut lebih tinggi bila dibandingkan aktivitas antioksidan jagung, gandum, oat, dan beras berurutan adalah 31.89, 13.57, 13.21, dan 9.87 mg vitamin C eq/g biji (Fardet et al, 2008). Analisis anova pada Lampiran 10 menunjukan adanya pengaruh waktu penyosohan terhadap nilai aktivitas antioksidan ketan hitam. Uji lanjut BNT menunjukkan semua perlakuan waktu sosoh memiiki nilai aktivitas antioksidan yang berbeda nyata pada α=0,05 dengan ketan hitam tanpa sosoh, begitu pula dengan masing-masing waktu penyosohan memiliki nilai aktivitas antioksidan yang saling berbeda nyata. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai aktivitas antioksidan ketan hitam mengalami penurunan yang nyata dengan semakin tingginya intensitas waktu penyosohan (Gambar 16). Adanya aktivitas antioksidan pada ketan hitam berasal dari senyawa antosianin yang dimilikinya. Aktivitas antioksidan dari senyawa antosianin pada ketan hitam dibuktikan oleh Hu et al (2003) yang mengisolasi senyawa antosianin ketan hitam menggunakan metode filtrasi gel dan mendapatkan turunan antosianin ketan hitam yaitu senyawa sianidin 3-glukosida dan peonidin 3-glukosida. Berdasarkan hasil tersebut diduga bahwa penurunan aktivitas antioksidan pada ketan hitam dikarenakan penyosohan menghilangkan antosianin pada lapisan luar ketan hitam yang ikut terbuang akibat penyosohan. Senyawa antosianin yang memiliki aktivitas antioksidan pada lapisan aleuron, dibuktikan oleh penelitian dari Chung dan Woo (2001) yang mengisolasi dan mengidentifikasi aktivitas antioksidan senyawa quinolone alkaloid yang merupakan turunan dari antosianin pada lapisan aleuron dari ketan hitam. Dua waktu sosoh terpilih berdasarkan aktivitas antioksidan pada ketan hitam adalah 5 dan 10 detik. Hasil tersebut didapat berdasarkan dua aktivitas antioksidan tertinggi pada ketan hitam setelah dilakukannya proses penyosohan. 59

16 4.1.5 Korelasi antara Senyawa Fenolik dengan Aktivitas Antioksidan Hasil analisis menunjukkan adanya korelasi (r = 0.89) antara fenol total dan aktivitas antioksidan pada serealia (Gambar 17). Hasil tersebut sesuai dengan Xin et al (2004) yang melaporkan bahwa senyawa fenolik berkonstribusi secara langsung terhadap aktivitas antioksidan. Korelasi positif antara aktivitas antioksidan dan fenol total tanaman berasal dari efektivitas donor hidrogen dalam senyawa fenolik. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Awika et al (2003), yang melaporkan adanya korelasi (r = 0.98) antara nilai fenol total dan aktivitas antioksidan pada sorgum. Grafik korelasi antara fenol total dengan aktivitas antioksidan pada serealia disajikan pada Gambar 17. Aktivitas Antioksidan (mg vitamin C eqivalen/g biji) y = 1.346x R² = Fenol Total (mg TAE/g biji) Gambar 17. Grafik korelasi antara fenol total dengan aktivitas antioksidan pada serealia Gambar 17 menunjukkan semakin tinggi fenol total serealia, semakin tinggi aktivitas antioksidannya, sehingga hubungan antara fenol total dengan aktivitas antioksidan adalah berkorelasi positif. Fenol total memberikan pengaruh sebesar 79,9% terhadap perubahan aktivitas antioksidan, yang ditunjukkan dengan koefisien determinasi R 2 = 0,799. Aktivitas antioksidan dari masing-masing serealia diduga berhubungan dengan ketersediaan senyawa fenolik. 60

17 Menurut Widyawati (2002), hingga saat ini belum diketahui metabolisme senyawa fenol secara pasti, tapi beberapa ilmuan sepakat bahwa jenis fenol flavonoid dapat membantu reaksi redoks terhadap fungsi vitamin C pada dinding pembuluh darah dan sebagai antioksidan yang aktivitasnya tergantung pada bentuk, dosis, sistem enzim atau deoksidasinya. Hal tersebut juga didukung oleh Tahir et al (2003) yang menyatakan bahwa jumlah senyawa fenol berpengaruh secara langsung terhadap aktivitas antioksidan. Dengan teridentifikasinya komponen-komponen kimia yang terdapat pada serealia yang merupakan komponen senyawa dari golongan fenolik dan flavonoid memberi suatu ulasan bahwa pada serealia terdapat senyawa-senyawa fenolik yang dapat memberikan kontribusi sebagai antioksidan potensial. Scalbert et al (2005) a menyatakan bahwa senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Ditambahkan oleh Scalbert et al (2005) b, golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin dan flavonol. Sementara turunan asam fenolik meliputi asam kafeat, asam ferulat dan asam klorogenat. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa senyawa-senyawa antioksidan alami yang telah diketahui sebagian besar merupakan senyawa-senyawa dari golongan fenolik dan flavonoid. Data hasil analisa fenol total dan aktivitas antioksidan mengindikasikan bahwa sebagian besar komponen fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan pada serealia sebagian besar berada pada lapisan aleuron atau lapisan kulit ari yang dikenal juga sebagai lapisan dedak, sehingga dinilai perlu dilakukan penelitian lebih spesifik terhadap lapisan aleuron atau dedak serealia untuk melihat peranannya lebih mendalam berkaitan dengan aktivitas antioksidannya dan pengaruhnya terhadap kesehatan manusia. Hasil Analisis fenol total dan aktivitas antioksidan dipilih dua waktu sosoh terbaik untuk tahap selanjutnya. Waktu sosoh terpilih untuk sorgum adalah 20 dan 100 detik, jewawut waktu sosoh 100 dan 300 detik, serta ketan hitam waktu sosoh 5 dan 15 detik. 61

18 4. 2 Penentuan Satu Waktu Sosoh Terbaik dengan Uji Organoleptik Sebelum dilakukan uji organoleptik, masing-masing serealia dimasak terlebih dahulu hingga menjadi bubur. Proses pemasakan pada penelitian ini dilakukan secara konvensional, bertujuan untuk melakukan pengolahan minimal pada serealia hingga menjadi bubur yang siap untuk dikonsumsi. Proses pembuatan bubur serealia pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan proses pembuatan bubur nasi dari beras, hanya pada pelaksanaannya dilakukan pembedaan terhadap waktu pemasakan dan perbandingan air. Untuk sorgum waktu pemasakan adalah 40 dan 45 menit dengan perbandingan air 1:10 dan 1:11 g/ml. Untuk jewawut, waktu pemasakan adalah 20 dan 25 menit dengan perbandingan air 1:7 dan 1:8 g/ml. Sedangkan untuk ketan hitam waktu pemasakan adalah 25 dan 30 menit dengan perbandingan air 1:7 dan 1:8 g/ml. Waktu pemasakan dan perbandingan air masing-masing serealia berbeda-beda karena bentuk, ukuran, struktur sel, umur serta berbagai sifat fisik dan kimianya berbeda-beda. Menurut Subeki (1998) pada bahan pangan perbedaan jenis, bentuk, ukuran, struktur sel, umur serta sifat fisik dan kimia lainnya akan mempengaruhi cara dan waktu pemasakan dari suatu bahan pangan. Proses pemasakan dilakukan dengan menggunakan panci stainles steel dan kompor gas dengan besaran api yang sama. Hal tersebut dimaksudkan agar difusi panas terjadi secara merata sehingga kontak langsung bahan dengan medium air panas menjadi lebih baik. Menurut Winarno (2004), proses pemasakan yang baik terjadi dengan adanya panas yang merata pada bahan sehingga proses degadasi dinding sel dan kehilangan sifat turgor sel yang menyebabkan air dapat berdifusi kedalam sel akan berlangsung lebih cepat. Uji organoleptik pada penelitian ini merupakan jenis uji deskripsi, bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap suatu produk tertentu. Pada uji organoleptik bubur serealia dibandingkan dengan bubur oatmeal untuk melihat perbedaan karakteristik sensori dari bubur serealia dengan produk bubur oatmeal yang telah dikenal masyarakat. Skor nilai rerata untuk berbagai atribut sensori dari sorgum, jewawut dan ketan hitam disajikan pada Tabel

19 Tabel 11. Skor nilai rerata berbagai atribut sensori pada sorgum, jewawut dan ketan hitam Sorgum Jewawut Ketan Hitam Atribut Sensori Atribut Sensori Atribut Sensori Perlakuan Perlakuan Perlakuan Rasa Warna Aroma Tekstur Rasa Warna Aroma Tekstur Rasa Warna Aroma Tekstur S a 5.50 c 5.24 c 4.54 b J a 9.61 a 6.32 b 6.64 ab K a 5.53 b 5.47 b 6.39 a S a 5.65 bc 5.30 c 4.69 b J a 9.12 a 6.07 b 6.48 abc K a 5.77 b 5.41 b 5.97 a S a 7.33 a 5.91 bc 4.83 ab J a 8.86 a 6.45 b 5.78 bc K a 5.92 b 4.95 b 5.71 a S a 5.97 abc 5.80 bc 4.73 b J a 8.63 a 6.33 b 5.30 c K a 6.00 b 4.95 b 6.20 a S a 5.93 abc 5.50 c 5.59 ab J a 9.57 a 6.51 b 7.10 ab K a 4.85 b 4.36 b 5.40 a S a 7.13 ab 5.74 c 5.41 ab J a 9.19 a 6.30 b 7.30 a K a 4.74 b 4.56 b 5.31 a S a 6.86 abc 6.20 bc 5.22 ab J a 9.60 a 6.60 ab a K a 5.19 b 4.47 b 5.31 a S a 6.99 abc 6.21 bc 5.60 ab J a 9.45 a 6.81 ab 7.04 ab K a 4.88 b 4.74 b 5.56 a Oatmeal 5.96 a 7.44 a 7.13 a 6.28 a Oatmeal 6.78 a 7.28 b 7.87 a 6.49 abc Oatmeal 4.92 a 7.63 a 7.74 a 5.74 a Keterangan : Perlakuan untuk sorgum - S1 = waktu sosoh 20 detik, waktu pemasakan 40 menit, perbandingan air 1:10 - S2 = waktu sosoh 20 detik, waktu pemasakan 40 menit, perbandingan air 1:11 - S3 = waktu sosoh 20 detik, waktu pemasakan 45 menit, perbandingan air 1:10 - S4 = waktu sosoh 20 detik, waktu pemasakan 45 menit, perbandingan air 1:11 - S5 = waktu sosoh 100 detik, waktu pemasakan 40 menit, perbandingan air 1:10 - S6 = waktu sosoh 100 detik, waktu pemasakan 40 menit, perbandingan air 1:11 - S7 = waktu sosoh 100 detik, waktu pemasakan 45 menit, perbandingan air 1:10 - S8 = waktu sosoh 100 detik, waktu pemasakan 45 menit, perbandingan air 1:11 Perlakuan untuk Jewawut - J1 = waktu sosoh 100 detik, waktu pemasakan 20 menit, perbandingan air 1:7 - J2 = waktu sosoh 100 detik, waktu pemasakan 20 menit, perbandingan air 1:8 - J3 = waktu sosoh 100 detik, waktu pemasakan 25 menit, perbandingan air 1:7 - J4 = waktu sosoh 100 detik, waktu pemasakan 25 menit, perbandingan air 1:8 - J5 = waktu sosoh 300 detik, waktu pemasakan 20 menit, perbandingan air 1:7 - J6 = waktu sosoh 300 detik, waktu pemasakan 20 menit, perbandingan air 1:8 - J7 = waktu sosoh 300 detik, waktu pemasakan 25 menit, perbandingan air 1:7 - J8 = waktu sosoh 300 detik, waktu pemasakan 25 menit, perbandingan air 1:8 Perlakuan untuk ketan hitam - K1 = waktu sosoh 5 detik, waktu pemasakan 25 menit, perbandingan air 1:7 - K2 = waktu sosoh 5 detik, waktu pemasakan 25 menit, perbandingan air 1:8 - K3 = waktu sosoh 5 detik, waktu pemasakan 30 menit, perbandingan air 1:7 - K4 = waktu sosoh 5 detik, waktu pemasakan 30 menit, perbandingan air 1:8 - K5 = waktu sosoh 15 detik, waktu pemasakan 25 menit, perbandingan air 1:7 - K6 = waktu sosoh 15 detik, waktu pemasakan 25 menit, perbandingan air 1:8 - K7 = waktu sosoh 15 detik, waktu pemasakan 30 menit, perbandingan air 1:7 - K8 = waktu sosoh 15 detik, waktu pemasakan 30 menit, perbandingan air 1:8 63

20 Rasa Rasa merupakan komponen penting yang timbul pada perasaan seseorang setelah mencicipi suatu makanan. Umumnya makanan tidak terdiri dari satu rasa tetapi merupakan gabungan berbagai macam rasa secara terpadu sehingga menimbulkan rasa yang utuh (Kartika, 1989). Rasa dinilai dengan adanya tanggapan rangsangan kimiawi oleh indra pencicip (lidah) dan merupakan faktor yang paling penting dalam keputusan terakhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Walaupun warna, aroma dan tekstur baik, namun jika rasanya kurang disukai maka konsumen akan menolak makanan tersebut. Rerata nilai rasa terbaik didapat pada bubur sorgum perlakuan S3 dengan skor 5,25 (Tabel 11). Data tersebut menunjukkan bahwa panelis menyukai rasa bubur sorgum dengan waktu sosoh lebih cepat, waktu pemasakan lebih lama dengan perbandingan air lebih rendah. Hasil analisis ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa pada semua perlakuan untuk atribut sensori rasa bubur sorgum tidak terdapat perbedaan yang nyata pada α=0,05 dengan kontrol oatmeal. Jadi diketahui bahwa panelis menilai bubur sorgum memiliki rasa yang tidak berbeda dengan oatmeal untuk semua perlakuan. Untuk bubur jewawut rerata nilai rasa terbaik didapat pada perlakuan J1 dengan skor 6,64 (Tabel 11). Data tersebut menunjukkan bahwa panelis menyukai rasa bubur jewawut dengan waktu sosoh lebih cepat, waktu pemasakan sebentar dengan perbandingan air yang rendah. Hasil analisis ragam pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa pada semua perlakuan untuk atribut sensori rasa jewawut tidak terdapat perbedaan yang nyata pada α=0,05 dengan kontrol oatmeal. Jadi diketahui bahwa panelis menilai jewawut memiliki rasa yang tidak berbeda dengan oatmeal untuk semua perlakuan. Pada bubur ketan hitam perlakuan terbaik didapat pada K1 dengan skor sebesar 4,81 (Tabel 11). Data tersebut menunjukkan bahwa panelis menyukai bubur ketan hitam dengan waktu sosoh lebih cepat, waktu pemasakan sebentar dengan perbandingan air yang rendah. Seperti pada bubur sorgum dan jewawut, bubur ketan hitam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada α=0,05 dengan kontrol oatmeal pada semua perlakuan (Lampiran 13). Jadi dapat disimpulkan bahwa panelis menilai ketan hitam memiliki rasa yang tidak berbeda dengan bubur oatmeal untuk semua perlakuan. 64

21 Warna Warna memegang peranan penting dalam penerimaan suatu makanan, karena warna dapat memberikan petunjuk perubahan kimia dalam makanan (Kartika, 1988). Kesan pertama yang didapat dari bahan pangan adalah parameter warna. Terkadang warna akan menentukan diterima atau tidaknya suatu produk oleh konsumen. Rerata skor warna terbaik didapat pada bubur sorgum perlakuan S3 dengan skor 7,33 (Tabel 11). Data tersebut menunjukkan bahwa panelis menyukai warna bubur sorgum dengan waktu sosoh lebih cepat, waktu pemasakan lebih lama dengan perbandingan air lebih rendah. Hasil analisis ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa pada perlakuan S3, S4, S5, S6, S7 dan S8 untuk atribut sensori warna pada bubur sorgum tidak terdapat perbedaan yang nyata pada α=0,05 dengan bubur oatmeal. Jadi diketahui bahwa panelis menilai bubur sorgum memiliki rasa yang tidak berbeda dengan bubur oatmeal untuk perlakuan S3, S4, S5, S6, S7 dan S8. Perbedaan yang nyata (α=0,05) dengan bubur oatmeal didapat pada bubur sorgum perlakuan S1 dan S2 (Lampiran 11). Data tersebut menunjukkan bahwa bubur sorgum pada perlakuan S1 dan S2 memiliki warna yang berbeda dari bubur oatmeal. Dimana warna bubur oatmeal lebih disukai oleh panelis dibanding bubur sorgum perlakuan S1 dan S2. Untuk bubur jewawut, rerata skor warna terbaik didapat perlakuan J1 dengan rerata skor warna sebesar 9,61 (Tabel 11). Dari data tersebut diketahui bahwa panelis menyukai warna bubur jewawut dengan waktu sosoh lebih cepat, waktu pemasakan lebih singkat dengan perbandingan air lebih rendah. Hasil analisa data untuk bubur jewawut pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa semua perlakuan bubur jewawut memiliki perbedaan yang nyata pada α=0,05 dengan bubur oatmeal. Data tersebut menunjukkan bahwa bubur jewawut pada semua perlakuan memiliki warna yang berbeda dan lebih disukai dibanding bubur oatmeal. Hal tersebut diduga karena panelis cenderung lebih menyukai warna kuning cerah yang merata pada jewawut. Untuk bubur ketan hitam, rerata skor warna terbaik didapat pada perlakuan K4 dengan skor 6,00 (Tabel 11). Data tersebut menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai warna bubur ketan hitam dengan waktu sosoh lebih singkat, waktu pemasakan lebih lama dengan perbandingan air lebih banyak. Semua perlakuan 65

22 bubur ketan hitam memiliki perbedaan yang nyata pada α=0,05 dengan bubur oatmeal (Lampiran 13), dimana secara keseluruhan bubur ketan hitam memiliki skor warna lebih rendah dibanding bubur oatmeal. Data tersebut menunjukkan bahwa bubur oatmeal pada semua perlakuan memiliki warna yang berbeda dan lebih disukai dibanding bubur ketan hitam. Lebih disukainya warna bubur oatmeal dibanding ketan hitam diduga karena panelis cenderung lebih menyukai warna putih cerah pada oatmeal dibanding warna hitam pada ketan hitam yang terkesan buram Aroma Bau atau aroma merupakan suatu senyawa yang dapat menimbulkan kesan tertentu bila dicium (Kartika, 1988). Menurut Winarno (2004), syarat terjadinya bau atau senyawa yang menghasilkan bau harus dapat menguap dan mengadakan kontak dengan penerima berupa reseptor pada sel olfaktori didalam rongga hidung. Aroma atau bau bahan makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut. Tabel 11 menunjukkan rerata skor aroma terbaik bubur sorgum didapat pada perlakuan S8 dengan skor 6,21. Data tersebut menunjukkan bahwa panelis cenderung menyukai aroma bubur sorgum dengan waktu sosoh lama, waktu pemasakan lama dan perbandingan air lebih banyak. Hasil analisis ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa pada semua perlakuan untuk atribut sensori aroma bubur sorgum berbeda nyata pada α=0,05 dengan bubur oatmeal. Data tersebut menunjukkan bahwa panelis menilai bubur sorgum berbeda dengan bubur oatmeal, dimana aroma bubur oatmeal lebih disukai oleh panelis dibanding aroma bubur sorgum. Untuk bubur jewawut rerata skor aroma terbaik didapat pada perlakuan J8 dengan skor 6,81 (Tabel 11). Data tersebut menunjukkan bahwa panelis cenderung lebih menyukai bubur jewawut dengan waktu sosoh lama, waktu pemasakan lebih lama dan perbandingan air lebih banyak. Hasil analisis ragam pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa pada perlakuan J7 untuk atribut sensori aroma bubur sorgum tidak terdapat perbedaan yang nyata pada α=0,05 dengan kontrol oatmeal. Jadi diketahui bahwa pada perlakuan J7 panelis menilai bubur sorgum memiliki rasa yang tidak berbeda dengan bubur oatmeal. Perbedaan yang 66

23 nyata (α=0,05) didapat pada perlakuan J1, J2, J3, J4, J5 dan J6 (Lampiran 12). Pada perlakuan-perlakuan tersebut panelis menilai bahwa bubur jewawut memiliki aroma yang berbeda dengan bubur oatmeal, dimana aroma bubur oatmeal lebih disukai oleh panelis dibanding aroma bubur jewawut. Tabel 11 menunjukkan pada ketan hitam rerata skor aroma terbaik didapat pada perlakuan K1 dengan skor 5,47. Data tersebut menunjukkan bahwa panelis menyukai warna bubur ketan hitam dengan waktu sosoh singkat, waktu pemasakan singkat dengan perbandingan air yang rendah. Semua perlakuan bubur ketan hitam memiliki perbedaan yang nyata pada α=0,05 dengan bubur oatmeal (Lampiran 13). Data tersebut menunjukkan bahwa panelis menilai aroma bubur ketan berbeda dengan bubur oatmeal, dimana aroma bubur oatmeal lebih disukai oleh panelis dibanding aroma bubur ketan hitam Tekstur Tekstur merupakan parameter yang penting dari tingkat mutu suatu makanan. Tekstur mempengaruhi citra makanan karena dapat menilai makanan yang lunak dan renyah (Kartika, 1988). Penilaian terhadap tekstur dapat berupa kekerasan, elastisitas dan kerenyahan. Tabel 11 menunjukkan rerata nilai tekstur terbaik didapat pada sorgum perlakuan S8 dengan skor 5,60. Data tersebut menunjukkan bahwa panelis cenderung menyukai bubur sorgum dengan waktu sosoh lama, waktu pemasakan lama dan perbandingan air lebih banyak. Hasil analisis data pada bubur sorgum (Lampiran 11) menunjukkan bahwa pada perlakuan S3, S5, S6, S7 dan S8 bubur sorgum tidak berbeda nyata pada α=0,05 dengan bubur oatmeal. Tetapi pada perlakuan S1, S2 dan S4 bubur sorgum berbeda nyata (α=0,05) dengan bubur oatmeal. Data tersebut menunjukkan bahwa bubur sorgum perlakuan S1, S2 dan S4, bubur sorgum memiliki tekstur berbeda dengan bubur oatmeal, dimana tekstur bubur oatmeal lebih disukai panelis dibanding tekstur bubur sorgum pada perlakuan S1, S2 dan S4. Untuk jewawut rerata skor tekstur terbaik didapat pada perlakuan J6 dengan skor 7,30 (Tabel 11). Data tersebut menunjukkan bahwa panelis menyukai tekstur bubur jewawut yang disosoh lebih lama, waktu pemasakan yang singkat dengan perbandingan air lebih banyak. Hasil analisa ragam pada lampiran 12 untuk tekstur bubur jewawut menunjukkan bahwa pada bubur jewawut perlakuan 67

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) Pohon api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) merupakan tumbuhan sejati yang hidup di kawasan mangrove. Morfologi

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN Bambang Sigit A 1), Windi Atmaka 1), Tina Apriliyanti 2) 1) Program Studi Ilmu dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk dunia. Negara-negara di Asia termasuk Indonesia, China, India, Bangladesh, Vietnam, Jepang, Thailand,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan bahwa belum makan kalau belum mengkonsumsi nasi. Adanya kebiasaan ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan bahwa belum makan kalau belum mengkonsumsi nasi. Adanya kebiasaan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan bahwa belum makan kalau belum mengkonsumsi nasi. Adanya kebiasaan ini menyebabkan konsumsi beras di Indonesia sangat tinggi dengan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan

4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan 4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan Antioksidan berperan untuk menetralkan radikal bebas dengan cara menambah atau menyumbang atom pada radikal bebas (Pokorny et al., 2001). Didukung dengan pernyataan

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenang adalah salah satu hasil olahan dari tepung ketan. Selain tepung ketan, dalam pembuatan jenang diperlukan bahan tambahan berupa gula merah dan santan kelapa. Kedua bahan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010 ANTIOKSIDAN DAN IMUNOMODULATOR PADA SEREALIA Rinto Herry Mambrasar 1), Budhi Prasetyo 2), dan Martanto Martosupono 2) 1) Mahasiswa Program Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana 2) Dosen Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah berkembang dengan cepat. Pangan fungsional yang merupakan konvergensi antara industri, farmasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya di era modern ini banyak hasil pengolahan ikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya di era modern ini banyak hasil pengolahan ikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai banyak kekayaan alamnya terutama laut. Berbagai macam spesies sudah teridentifikasi dan bahkan terdapat beberapa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI Penelitian tentang umbi bawang dayak ini dilakukan tidak hanya dalam bentuk umbi segarnya (Gambar 2) yang mengandung berbagai macam komponen bioaktif,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lahan pertanian mengakibatkan impor beras semakin tinggi, atau bahkan krisis

I. PENDAHULUAN. lahan pertanian mengakibatkan impor beras semakin tinggi, atau bahkan krisis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan makanan pokok yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan yang semakin meningkat dan menyempitnya lahan pertanian mengakibatkan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Kadar Lemak dan Kadar Air

4. PEMBAHASAN Kadar Lemak dan Kadar Air 4. PEMBAHASAN Fermentasi spontan merupakan fermentasi bahan pangan dimana dalam pembuatannya dibantu oleh mikroorganisme yang terdapat di dalam proses fermentasi (Suprihatin, 2010). Pengolahan biji kakao

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang. Beras merupakan makanan yang penting bagi masyarakat negara Asia.

BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang. Beras merupakan makanan yang penting bagi masyarakat negara Asia. BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Beras merupakan makanan yang penting bagi masyarakat negara Asia. Beras memiliki manfaat bagi kesehatan karena terkandung serat, protein, dan mikronutrien yang penting

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis pelarut terhadap kemampuan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica Less.) dalam menghambat oksidasi gula. Parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tempe merupakan makanan tradisional khas Indonesia, sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Tempe merupakan makanan tradisional khas Indonesia, sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempe merupakan makanan tradisional khas Indonesia, sebagian besar masyarakat Indonesia menjadikan tempe sebagai lauk pauk pendamping makanan pokok. Menurut data dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka perlu untuk segera dilakukan diversifikasi pangan. Upaya ini dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. maka perlu untuk segera dilakukan diversifikasi pangan. Upaya ini dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia setiap tahun mendorong terjadinya peningkatan kebutuhan akan komoditas pangan. Namun, hal ini tidak diikuti dengan peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rendah sampai 700 meter di atas permukaan laut. Suhu optimum yang diperlukan

TINJAUAN PUSTAKA. rendah sampai 700 meter di atas permukaan laut. Suhu optimum yang diperlukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sorgum Manis Sorgum dapat tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis, dari dataran rendah sampai 700 meter di atas permukaan laut. Suhu optimum yang diperlukan untuk tumbuh berkisar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Aktivitas Air Kadar air dendeng hasil penelitian adalah 19,33%-23,82% dengan rataan 21,49±1,17%. Aktivitas air dendeng hasil penelitian sebesar 0,53-0,84 dengan nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dihambat (Suhartono, 2002). Berdasarkan sumber. perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dihambat (Suhartono, 2002). Berdasarkan sumber. perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antioksidan merupakan senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat dihambat (Suhartono,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di dalam tubuh dan terlibat hampir pada semua proses biologis mahluk hidup. Senyawa radikal bebas mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras kencur dikenal sebagai minuman tradisional khas Indonesia yang terbuat dari bahan-bahan herbal segar. Komposisi utamanya ialah beras dan rimpang kencur yang memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Hasil 4... Penelitian Pendahuluan Sebelum dilakukan penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan permen cokelat dengan penambahan daging ikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. xvii

DAFTAR LAMPIRAN. xvii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Ubi jalar ungu... 4 Gambar 2. Struktur DPPH... 8 Gambar 3. Reaksi penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan... 10 Gambar 4. Formulasi lipstik ubi jalar ungu... 21 Gambar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam), merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar butir beras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerupuk adalah salah satu produk olahan tradisional yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Makanan tersebut dikenal baik di segala usia maupun tingkat sosial masyarakat.

Lebih terperinci

;:: :~~~~~~~- /". . /- -:;...~ "' 1: :~~~;~. --~ -._ - ;:~~\~i~ -.::--;:;;-

;:: :~~~~~~~- /. . /- -:;...~ ' 1: :~~~;~. --~ -._ - ;:~~\~i~ -.::--;:;;- ;:: :~~~~~~~- /".. /- -:;...~.. --~ -._ - "' 1: :~~~;~. ;:~~\~i~ -.::--;:;;- 'i BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Senyawa antioksidan adalah senyawa yang dapat mencegah reaksi pembentukan radikal bebas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. Kedelai adalah salah satu tanaman jenis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sumber protein hewani selain daging. Telur tidak hanya dijual dalam keadaan. sekarang banyak olahan telur yang menggunakan telur puyuh.

PENDAHULUAN. sumber protein hewani selain daging. Telur tidak hanya dijual dalam keadaan. sekarang banyak olahan telur yang menggunakan telur puyuh. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telur adalah bahan pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat dunia. Telur yang dikonsumsi dapat berasal dari berbagai unggas, umumnya yaitu ayam, itik dan puyuh. Telur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata 4. PEMBAHASAN Nata merupakan senyawa selulosa yang dihasilkan dari fermentasi substrat dengan bantuan mikroba yaitu Acetobacter xylinum. Selama proses fermentasi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dari A.

Lebih terperinci

bahwa ternyata zat warna sintetis banyak mengandung azodyes (aromatic

bahwa ternyata zat warna sintetis banyak mengandung azodyes (aromatic 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut sejarah, penggunaan zat warna, telah dimulai sejak berabad abad seiring dengan perkembangan peradaban manusia yaitu sejak masa prasejarah hingga kini. Jenis zat

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

39 Universitas Indonesia

39 Universitas Indonesia BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ekstraksi Buah Mengkudu Untuk ekstraksi, buah mengkudu sebanyak kurang lebih 500 g dipilih yang matang dan segar serta tidak perlu dikupas terlebih dahulu. Selanjutnya bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Teh adalah jenis minuman non alkohol yang terbuat dari daun teh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Teh adalah jenis minuman non alkohol yang terbuat dari daun teh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan minuman yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Teh adalah jenis minuman non alkohol yang terbuat dari daun teh yang mengalami proses pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara alamiah. Proses tua disebut sebagai siklus hidup yang normal bila

BAB I PENDAHULUAN. secara alamiah. Proses tua disebut sebagai siklus hidup yang normal bila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makhluk hidup atau organisme akan sampai pada proses menjadi tua secara alamiah. Proses tua disebut sebagai siklus hidup yang normal bila datangnya tepat waktu. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman herbal merupakan minuman yang berasal dari bahan alami yang bermanfaat bagi tubuh. Minuman herbal biasanya dibuat dari rempah-rempah atau bagian dari tanaman,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber bahan pangan yang berpotensi untuk. diolah menjadi produk pangan, namun banyak sumberdaya pangan lokal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber bahan pangan yang berpotensi untuk. diolah menjadi produk pangan, namun banyak sumberdaya pangan lokal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia kaya akan sumber bahan pangan yang berpotensi untuk diolah menjadi produk pangan, namun banyak sumberdaya pangan lokal tersebut yang belum termanfaatkan hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi di kalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang

Lebih terperinci

Company LOGO ZAT WARNA /PIGMEN

Company LOGO ZAT WARNA /PIGMEN Company LOGO ZAT WARNA /PIGMEN Banyak sekali faktor yang menentukan kualitas produk akhir. Kualitas bahan pangan juga ditentukan oleh faktor sensoris (warna, kenampakan, citarasa, dan tekstur) dan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH WINAWANTI S. AMRULLAH NIM. 632 410 030 UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggumpal, serta kombinasi dari perlakuan-perlakuan tersebut, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggumpal, serta kombinasi dari perlakuan-perlakuan tersebut, sehingga 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keju Mozzarella Keju adalah protein susu yang diendapkan atau dikoagulasikan dengan menggunakan rennet atau enzim lain, fermentasi laktat, dan penggunaan bahan penggumpal,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Organoleptik 1. Aroma Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar, agar menghasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN IMUNOMODULATOR SEREALIA NON-BERAS WILLY YANUWAR

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN IMUNOMODULATOR SEREALIA NON-BERAS WILLY YANUWAR AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN IMUNOMODULATOR SEREALIA NON-BERAS WILLY YANUWAR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KUALITAS FRUITGHURT KULIT PISANG (Musa paradisiaca) DENGAN PENAMBAHAN SARI TEBU DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KUALITAS FRUITGHURT KULIT PISANG (Musa paradisiaca) DENGAN PENAMBAHAN SARI TEBU DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KUALITAS FRUITGHURT KULIT PISANG (Musa paradisiaca) DENGAN PENAMBAHAN SARI TEBU DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: EMY PRIYANA A 420 100 079 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan buah-buahan dengan jenis yang banyak di Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok dan masih banyak lagi. Menurut Kementrian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan, seperti bagian biji yang dibuang begitu saja.

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan, seperti bagian biji yang dibuang begitu saja. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rambutan merupakan tanaman tropis yang mudah ditanam dan dikembangkan. Rambutan banyak ditanam di sekitar rumah penduduk. Buah yang identik dengan rambut-rambut ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya genetik pertanian yang dimiliki Provinsi D.I. Yogyakarta. Beras hitam

BAB I PENDAHULUAN. daya genetik pertanian yang dimiliki Provinsi D.I. Yogyakarta. Beras hitam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi hitam Yogyakarta ( Cempo Ireng ) merupakan salah satu sumber daya genetik pertanian yang dimiliki Provinsi D.I. Yogyakarta. Beras hitam dengan olahan dari padi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Ekstraksi Tomat Bahan tomat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tomat dari varietas tomat apel (Lycopersicum esculentum var. pyriforme) yang diperoleh dari sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat beberapa jenis beras yang dikembangkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat beberapa jenis beras yang dikembangkan oleh 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Di Indonesia, terdapat beberapa jenis beras yang dikembangkan oleh petani, diantaranya; beras putih, beras merah, dan beras hitam. Akan tetapi, beras hitam

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini rimpang jahe merah dan buah mengkudu yang diekstraksi menggunakan pelarut etanol menghasilkan rendemen ekstrak masing-masing 9,44 % dan 17,02 %.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Mindi Kadar ekstrak pohon mindi beragam berdasarkan bagian pohon dan jenis pelarut. Berdasarkan bagian, daun menghasilkan kadar ekstrak tertinggi yaitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Riska Rosdiana, 2014 Fortifikasi Tahu Menggunakan Antioksidan Dari Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa Bluggoe)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Riska Rosdiana, 2014 Fortifikasi Tahu Menggunakan Antioksidan Dari Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa Bluggoe) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, penyakit degeneratif merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Menurut World Health Organization (WHO), badan lembaga kesehatan dari PBB,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum 2.1.1. Klasifikasi Tanaman Sorgum Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA

LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar Kuesioner Penelitian LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA Berikut ini akan disajikan beberapa pertanyaan mengenai susu UHT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut 4. PEMBAHASAN Pembuatan minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah merupakan sebuah penelitian pengembangan produk yang bertujuan untuk memanfaatkan nilai fungsional pada bahan alami dengan lebih mudah

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id 21 I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perkecambahan Biji 1. Kecepatan Kecambah Viabilitas atau daya hidup biji biasanya dicerminkan oleh dua faktor yaitu daya kecambah dan kekuatan tumbuh. Hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musaceae yang berasal dari Asia Tenggara. Di Indonesia, pisang merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. Musaceae yang berasal dari Asia Tenggara. Di Indonesia, pisang merupakan buah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pisang merupakan tumbuhan monokotil yang termasuk dalam familia Musaceae yang berasal dari Asia Tenggara. Di Indonesia, pisang merupakan buah yang paling

Lebih terperinci