Metode Tambang Batubara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Metode Tambang Batubara"

Transkripsi

1 Metode Tambang Batubara 1. SISTEM PENAMBANGAN BATUBARA Sistem penambangan batubara ada 3, yaitu: - Penambangan Terbuka - Penambangan Bawah Tanah - Penambangan dengan Auger 1.1 Penambangan batubara terbuka Kegiatan dalam tambang batubara terbuka Kegiatan-kegiatan dalam tambang batubara terbuka adalah sebagai berikut. a. Persiapan daerah penambangan b. Pengupasan dan penimbunan tanah humus c. Pengupasan tanah penutup d. Pemuatan dan pembuangan tanah penutup (misalnya dengan shovel dan truk, BWE, dan dragline) e. Penggalian batubara f. Pemuatan dan pengangkutan batubara g. Penirisan tambang h. Reklamasi Macam-macam tambang batubara terbuka Pengelompokan jenis-jenis tambang terbuka batubara didasarkan pada letak endapan, dan alat-alat mekanis yang dipergunakan. Teknik penambangan pada umumnya dipengaruhi oleh kondisi geologi dan topografi daerah yang akan ditambang. Jenis-jenis tambang terbuka batubara dibagi menjadi : 1) Contour mining Contour mining cocok diterapkan untuk endapan batubara yang tersingkap di lereng pegunungan atau bukit. Cara penambangannya diawali dengan pengupasan tanah penutup (overburden) di daerah singkapan di sepanjang lereng mengikuti garis ketinggian (kontur), kemudian diikuti dengan penambangan endapan batubaranya. Penambangan dilanjutkan ke arah tebing sampai dicapai batas endapan yang masih ekonomis bila ditambang. a. Conventional contour mining Pada metode ini, penggalian awal dibuat sepanjang sisi bukit pada daerah dimana batubara tersingkap. Pemberaian lapisan tanah penutup dilakukan dengan peledakan dan pemboran atau menggunakan

2 dozer dan ripper serta alat muat front end leader, kemudian langsung didorong dan ditimbun di daerah lereng yang lebih rendah (Gambar 1.1). Pengupasan dengan contour stripping akan menghasilkan jalur operasi yang bergelombang, memanjang dan menerus mengelilingi seluruh sisi bukit. b. Block-cut contour mining Pada cara ini daerah penambangan dibagi menjadi blok-blok penambangan yang bertujuan untuk mengurangi timbunan tanah buangan pada saat pengupasan tanah penutup di sekitar lereng. Pada tahap awal blok 1 digali sampai batas tebing (highwall) yang diijinkan tingginya. Tanah penutup tersebut ditimbun sementara, batubaranya kemudian diambil. Setelah itu lapisan blok 2 digali kira-kira setengahnya dan ditimbun di blok 1. Sementara batubara blok 2 siap digali, maka lapisan tanah penutup blok 3 digali dan berlanjut ke siklus penggalian blok 2 dan menimbun tanah buangan pada blok awal. Pada saat blok 1 sudah ditimbun dan diratakan kembali, maka lapisan tanah penutup blok 4 dipidahkan ke blok 2 setelah batubara pada blok 3 tersingkap semua. Lapisan tanah penutup blok 5 dipindahkan ke blok 3, kemudian lapisan tanah penutup blok 6 dipindahkan ke blok 4 dan seterusnya sampai selesai (Gambar 1.2). Penggalian beruturan ini akan mengurangi jumlah lapisan tanah penutup yang harus diangkut untuk menutup final pit.

3 Gambar 1.1 Conventional Contour Mining (Anon, 1979) Gambar 1.2 Block-Cut Contour Mining (Anon, 1979) c. Haulback contour mining Metode haulback ini (Gambar 1.3 dan 1.4) merupakan modifikasi dari konsep block-cut, yang memerlukan suatu jenis angkutan overburden, bukannya langsung menimbunnya. Jadi metode ini

4 membutuhkan perencanaan dan operasi yang teliti untuk bisa menangani batubara dan overburden secara efektif. Ada tiga jenis perlatan yang sering digunakan, yaitu : a. Truk atau front-end loader b. Scrapers c. Kombinasi dari scrapers dan truk Gambar 1.3 Teknik Haulback Truck dengan menggunakan Front-End Loader (Anon, 1979)

5 Gambar 1.4 Haulback dengan menggunakan kombinasi scraper dan truk (Chioronis, 1987) d. Box-cut contour mining Pada metode box-cut contour mining ini (Gambar 1.5) lapisan tanah penutup yang sudah digali, ditimbun pada daerah yang sudah rata di sepanjang garis singkapan hingga membentuk suatu tanggul-tanggul yang rendah yang akan membantu menyangga porsi terbesar dari tanah timbunan.

6 Gambar 1.5 Metode Box-Cut Contour Mining (Chioronis, 1987) 2) Mountaintop removal method Metode mountaintop removal method ini (Gambar 1.6) dikenal dan berkembang cepat, khususnya di Kentucky Timur (Amerika Serikat). Dengan metode ini lapisan tanah penutup dapat terkupas seluruhnya, sehingga memungkinkan perolehan batubara 100%. Gambar 1.6 Mountaintop Removal Method (Chioronis, 1987) 3) Area mining method Metode ini diterapkan untuk menambang endapan batubara yang dekat permukaan pada daerah mendatar sampai agak landai. Penambangannya dimulai dari singkapan batubara yang mempunyai lapisan dan tanah penutup dangkal dilanjutkan ke yang lebih tebal sampai batas pit.

7 Terdapat tiga cara penambangan area mining method, yaitu : a. Conventional area mining method Pada cara ini, penggalian dimulai pada daerah penambangan awal sehingga penggalian lapisan tanah penutup dan penimbunannya tidak terlalu mengganggu lingkungan. Kemudian lapisan tanah penutup ini ditimbun di belakang daerah yang sudah ditambang (Gambar 1.7). Gambar 1.7 Conventional Area Mining Method (Chioronis, 1987) b. Area mining with stripping shovel Cara ini digunakan untuk batubara yang terletak m di bawah permukaan tanah. Penambangan dimulai dengan membuat bukaan berbentuk segi empat. Lapisan tanah penutup ditimbun sejajar dengan arah penggalian, pada daerah yang sedang ditambang. Penggalian sejajar ini dilakukan sampai seluruh endapan tergali (Gambar 1.8). c. Block area mining Cara ini hampir sama dengan conventional area mining method, tetapi daerah penambangan dibagi menjadi beberapa blok penambangan. Cara ini terbatas untuk endapan batubara dengan tebal lapisan

8 tanah penutup maksimum 12 m. Blok penggalian awal dibuat dengan bulldozer. Tanah hasil penggalian kemudian didorong pada daerah yang berdekatan dengan daerah penggalian (Gambar 1.9). Gambar 1.8 Area Mining With Stripping Shovel (Chioronis, 1987) Gambar 1.9 Block Area Mining (Chioronis, 1987)

9 4) Open pit Method Metode ini digunakan untuk endapan batubara yang memiliki kemiringan (dip) yang besar dan curam. Endapan batubara harus tebal bila lapisan tanah penutupnya cukup tebal. a. Lapisan miring Cara ini dapat diterapkan pada lapisan batubara yang terdiri dari satu lapisan (single seam) atau lebih (multiple seam). Pada cara ini lapisan tanah penutup yang telah dapat ditimbun di kedua sisi pada masing-masing pengupasan (Gambar 1.10). Gambar 1.10 Open Pit Method pada lapisan miring (Hartman, 1987) b. Lapisan tebal Pada cara ini penambangan dimulai dengan melakukan pengupasan tanah penutup dan penimbunan dilakukan pada daerah yang sudah ditambang. Sebelum dimulai, harus tersedia dahulu daerah singkapan yang cukup untuk dijadikan daerah penimbunan pada operasi berikutnya (Gambar 1.11). Pada cara ini, baik pada pengupasan tanah penutup maupun penggalian batubaranya, digunakan sistem jenjang (benching system).

10 Gambar 1.11 Open Pit Method pada lapisan tebal (Hartman, 1987) 1.2 Penambangan batubara bawah tanah Metode penambangan batubara bawah tanah ada 2 buah yang populer, yaitu: - Room and Pillar - Longwall Room and Pillar Metode penambangan ini dicirikan dengan meninggalkan pilar-pilar batubara sebagai penyangga alamiah. Metode ini biasa diterapkan pada daerah dimana penurunan (subsidence) tidak diijinkan. Layout Metode Room and Pillar dapat dilihat pada Gambar Penambangan ini dapat dilaksanakan secara manual maupun mekanis.

11 Gambar 1.12 Metode Room and Pillar Longwall Metode penambangan ini dicirikan dengan membuat panel-panel penambangan dimana ambrukan batuan atap diijinkan terjadi di belakang daerah penggalian. Layout Metode Longwall dapat dilihat pada Gambar Penambangan ini juga dapat dilaksanakan secara manual maupun mekanis.

12 Gambar 1.13 Metode Longwall 1.3 Penambangan dengan Auger (Auger Mining) Auger mining adalah sebuah metode penambangan untuk permukaan dengan dinding yang tinggi atau penemuan singkapan (outcrop recovery) dari batubara dengan pemboran ataupun penggalian bukaan ke dalam lapisan di antara lapisan penutup. Auger mining dilahirkan sebelum 1940-an adalah metode untuk mendapatkan batubara dari sisi kiri dinding tinggi setelah penambangan permukaan secara konvensional. Penambangan batubara dengan auger bekerja dengan prinsip skala besar drag bit rotary drill. Tanpa merusak batubara, auger mengekstraksi dan menaikkan batubara dari lubang dengan memiringkan konveyor atau pemuatan dengan menggunakan loader ke dalam truk.

13 Pengembangan dan persiapan daerah untuk auger mining adalah tugas yang mudah jika dilakukan bersamaan dengan pemakaian metode open cast atau open pit. Setelah kondisi dinding tinggi, auger drilling dapat ditempatkan pada lokasi. Kondisi endapan yang dapat menggunakan metode ini berdasarkan Pfleider (1973) dan Anon (1979) adalah endapan yang memiliki penyebaran yang baik dan kemiringannya mendekati horisontal, serta kedalamannya dangkal (terbatas sampai ketinggian dinding dimana auger ditempatkan, lihat Gambar 1.14 dan 1.15). Gambar 1.14 Auger Mining pada lapisan batubara dengan kemiringan lapisan rendah (Salem Tool Inc.,1996)

14 Gambar 1.15 Auger Mining pada lapisan batubara dengan kemiringan lapisan curam (Salem Tool Inc.,1996) Rencana Pengolahan Batubara 1. Tujuan proses pengolahan Dikaitannya dengan rencana pemasaran dan operasi penambangan batubara, maka pengadaan proses pengolahan batubara (Coal Processing Plant /CCP) bertujuan untuk mengolah batubara menjadi produk batubara ( product area ) yang sesuai dengan permintaan pasar. Dengan mempertimbangkan beberapa hal, misalnya kualitas atau mutu cadangan batubara, metode penambangan yang terpilih, serta kualitas permintaan pasar, maka proses pengolahan batubara, meliputi ruang lingkup proses sebagai berikut: a. Melakukan reduksi ukuran (size reduction) melalui penggerusan (crushing) b. Melakukan pemisahan (clasification) melalui pengayakan (screening) c. Melakukan pencampuran (blending) batubara d. Melakukan penimbunan/penumpukan batubara (sitockpilling) e. Melakukan penanganan limbah air (water pollution treatment). 2. Desain pengolahan batubara Dalam upaya mengolah batubara menjadi produk akhir yang diminati konsumen perlu rancangan pengolahan yang komprehensif agar pelayanannya memuaskan. Rancang bangun unit pengolahan

15 didasarkan pada faktor-faktor antara lain: target atau permintaan pasar rata-rata, kualitas batubara dari tambang (raw coal), spesifikasi produk akhir yang diminta, ketersediaan lahan untuk area pengolahan termasuk tempat penimbunan (stockpile) dan ketersediaan air disekitar area pengolahan. Semua f aktor tersebut diatas akan menentukan jenis, dimensi dan kapasitas peralatan atau mesin pengolahan yang dibutuhkan serta flowsheet pengolahan yang sesuai dengan memperhatikan unsur keselamatan kerja. 2.1 Kapasitas produksi Kapasitas produksi pengolahan batubara harus mampu mencapai atau memenuhi target produksi optimum yang direncanakan misal, yaitu ton per tahun dengan kapasitas stockpile sebesar ton/2 bulan. Berdasarkan target tahunan tersebut dapat dihitung kapasitas unit pengolahan yang beroperasi 2 shift/hari (8 jam/shift), 28 hari/bulan dan efisiensi kerja 80% sebagai berikut: T = 0,80 x 16 jam/hari x 28 hari/bulan x 12 bulan/tahun = 4300 jam/tahun ton/tahun K = = 465 ton/jam 4300 jam/tahun Loses factor = 8% = 0,08 x 465 = 37 ton/jam Kterpasang = = 502 ton/jam Di mana T dan K masing-masing adalah waktu produksi dan kapasitas produksi. Dengan loses factor sebesar 8% akan diperoleh kapasitas terpasang sekitar 500 ton/jam. 2.2 Kualitas produksi Kualitas produksi hasil proses pengolahan batubara harus dapat me menuhi persyaratan yang diinginkan pasar. Berdasarkan survey pasar dapat disimpulkan bahwa kualitas batubara yang harus dihasilkan proses pengolahan seperti terlihat pada Tabel berikut : 2.3 Prosedur pengolahan batubara Prosedur pengolahan memperlihatkan tahapan proses pengolahan batubara mulai dari penimbunan raw coal di lokasi pabrik pengolahan sampai produk akhir. Gambar 1 adalah diagram alir (flowsheet) proses pengolahan yang merupakan gambaran dari prosedur pengolahan batubara.

16 a. Persiapan pengumpanan (feeding) Sebagai umpan (feed) awal proses pengolahan adalah batubara dari tambang atau ROM atau raw coal yang ditumpuk di stockpile di lokasi pengolahan. Ukuran maksimum umpan awal ini direncanakan 300 mm, sedangkan terhadap umpan yang lebih besar d ari 300 mm akan dilakukan pengecilan secara manual menggunakan hammer breaker. Baik umpan batubara dari tambang maupun hasil pengecilan ulang semuanya dimasukkan ke hopper menggunakan wheel loader untuk dilanjutkan ke proses reduksi dan pengayakan sampai diperoleh produkta akhir yang siap jual. b. Pengay akan dengan Grizzly Grizzly berfungsi memisahkan fraksi batubara berukuran +300 mm dengan -300 mm dan posisinya terletak tepat di bawah hopper. Lubang bukaan (opening) grizzly berukuran 300 mm x 300 mm. Undersize grizzly -300 mm diangkut belt conveyor untuk u mpan crusher primer. Sedangkan fraksi +300 mm di kembalikan ke tumpukan untuk dire duksi ulang menggunakan hammer breaker. Hasil reduksi ulang dikembalikan lagi ke grizzly untuk pemisahan atau pengayakan ulang. Proses ini berlangsung terus menerus selama shift kerja berlangsung. c. Peremukan tahap awal (primary crusher) Proses peremukan awal bertujuan untuk mereduksi ukuran fraksi batubara -300 mm menjadi ukuran rata-rata 150 mm. Dengan demikian nisbah reduksi (reduction ratio) pada tahap primer ini adalah 2. Alat yang digunakan adala h roll crusher yang berkapasitas 50 0 ton/jam. Untuk menaksir power atau energi (hp) crusher digunakan rumus Bond Crusher Work Index Equation seperti terlihat berikut ini. di mana: Wi = Indeks kerja (work index) yang diperoleh dari hasil uji kemampu-gerusan (grindability) di lab, untuk batubara sekitar 11,37 C = konstanta dari pabrik pembuat unit crusher, biasanya di atas 10 tergantung jenis bahan metal pembentuk crusher tersebut. Untuk batubara diambil 10 F = diameter umpan yang 80% lolos (hasil uji analisis ayak di lab), P = diameter produkta yang 80% lolos (hasil uji analisis ayak di lab), Faktor = konstanta jenis crusher, untuk primer = 0,75 dan sekunder = 1 Hasil perhitungan untuk menaksir kebutuhan energi crusher primer dengan menggunakan persamaan (1) dan (2) hasilnya sebagai berikut:

17 F = dijamin konsisten berukuran -300 mm ( ) sebanyak 80% P = dijamin konsisten berukuran -150 mm ( ) sebanyak 80% faktor = 0,75 (crusher primer) d. Pengayakan (screening) tahap-1 Proses pengayakan adalah salah satu proses yang bertujuan untuk mengelompokan ukuran fraksi batubara, sehingga disebut juga dengan proses classification. Alat yang dipakai untuk pengayakan biasanya ayakan getar (vibrating screen). Pada pengolahan batubara ini proses pengayakan tahap awal menggunakan vibrating screen-1 untuk memisahkan fraksi ukuran +150 mm dan -150 mm. Fraksi -150 mm adalah umpan secondary crusher, sedangkan mm diresirkulasi sebagai umpan crusher primer untuk diremuk ulang. Produkta dari proses pengayakan harus selalu dijaga konsistensi laju kapasitasnya sebanyak 500 ton/jam. Untuk itu perlu dilakukan penaksiran dimensi (panjang dan lebar) dari ayakan (screen) yang harus dipasang. Terdapat beberapa metoda untuk menentukan dimensi screen dan cara yang dipakai dalam rancangan unit screen dalam studi ini adalah cara grafis dengan beberapa rangkuman konstanta (faktor) yang diperlukan seperti terlihat pada Tabel 2. Konstanta tersebut merupakan faktor yang telah disesuaikan dengan kondisi di lapangan yang umumnya digunakan untuk pengayakan batubara. Gambar 2.a adalah kurva untuk menghitung produkta hasil pengayakan (ton/jam/ft²) dan Gambar 2.b hubungan antara lebar ayakan dengan laju produkta per inci bed depth (ketebalan lapisan aggregate batubara di atas ayakan) dengan kecepatan 1 ft/sec. Kapasitas screen dirumuskan sebagai berikut: K=PxExDxFxWxTxB (3) di mana: K = kapasitas, ton/jam/sqft P = produksi, ton/jam/sqft E, D, F, W, T dan B adalah faktor seperti terlihat pada Tabel 2

18 Tabel 1. Faktor dan konstanta pengukuran luas screen Gambar 1. Diagram alir proses pengolahan batubara

19

20 Gambar 2. Pengestimasi laju produkta dan bed depth

21 Hubungan Antara Produksi (ton/jam/cuft) dengan ukuran produkta dan Hubungan Antara Lebar Ayakan dengan Bed depth pada Kecepatan Alir 1 ft/sec Berikut adalah tahapan perhitungan dimensi vibrating screen-1 untuk mengayak batubara 150 mm. (1) Asumsi kondisi proses (sesuai konstanta atau scoring pada Tabel 2) Posisi deck paling atas dengan opening 150 mm 6 inci; D = 1,00 Diasumsikan umpan bermuatan 60% berukuran -3 inci; F = 1,40 Spesifikasi oversize hasil pengayakan masih mengandung 10% berukuran -6 inci; E = 1,25 Bentuk lubang bukaan bujursangkar (square) berukuran 6¼ x 6¼ ; T =1,00 Densitas aggregate batubara 60 lbs/cuft (dibandingkan dengan densitas batubara berbasis 60 lbs/cuft, sesuai kurva pada Gambar 2.a); B = = 1,00 Tidak dilakukan penyemprotan di atas screen; W = tidak ada skor Laju pengumpanan 625 ton/jam dengan kandungan -6 = 80%, jadi kemungkinan produkta lolos = 0,8 x 625 = 500 ton/jam. (2) Luas screen yang diperlukan Dari kurva pada Gambar 2.a diperoleh 4 ton/jam per sqft Kapasitas (pers. 3) = 4 x 1,25 x 1 x 1,4 x 1x 1 = 7 ton/jam per sqft Laju produksi = 0,8 x 625 = 500 ton/jam Luas screen yang diperlukan = 500 / 7 = 71,43 sqft (3) Perhitungan bed depth Digunakan kurva pada Gambar 2.b dengan kemiringan screen 18º

22 Dipertimbangkan pengurangan lebar screen total akibat diameter kawat ayakan sekitar 6. Kemudian dicoba lebar screen 5 ft (lebar bersih 4 ft-6 ) Dari Gambar 2.b diestimasi laju produksi terbaca 40 ton/jam per inci ketebalan aggregate batubara pada kecepatan 1 ft/sec = 60 ft/men (densitas aa ggregat 60 lbs/cuft dan lebar efektif screen 4 ft-6 ) Bila kecepatan aliran batubara pada kemiringan 18º = 55 ft/men, maka laju aggregate per inci bed depth = 40 x 55 / 60 = 37 ton/jam per inci bed depth Oversize = (0,20 x 625) + (0,10 x 500) = 175 ton/jam Jadi bed depth = 175 / 37 = 5 Bila dibandingkan bed depth (5 ) dengan ukuran fraksi batubara yang diayak rata-rata 6, maka akan terbentuk hanya satu layer di atas permukaan screen. Untuk memperoleh efisiensi pengayakan yang tinggi perlu dilaku kan simulasi dengan mengubah sudut screen. Dari perhitungan luas screen diatas, yaitu 71,43 sqft, kemudian disesuaikan dengan spesifikasi unit screen dari pabrik pembuatnya. Sebagai contoh screen buatan NORDBERG seri RS yang berukuran 5 x 16 ft, yaitu TY516RS dapat digunakan. Luas screen TY516RS adalah 80 sqft berarti lebih besar dari perhitungan dan power yang diperlukan antara HP (11 15 kw). Pemilihan screen tersebut didasari oleh tidak adanya di mensi screen yang sesuai persis dengan hitungan dan screen dengan seri tersebut yang paling mendekati. Disamping itu screen jenis ini dimanfaatkan untuk pemisahan partikel kasar maupun halus serta material yang bersifat lembab dan lengket, jadi cocok untuk pengayakan batubara. Keuntungan lainnya adalah kapasitas pengayakan dapat ditambah. e. Peremukan sekunder (secondary crushing) Proses peremukan sekunder bertujuan untuk mereduksi ukuran fraksi batubara -150 mm menjadi ukuran rata-rata 50 mm, dengan demikian nisbah reduksi pada tahap sekunder ini adalah 3. Alat yang digunakan sama seperti peremuk primer, yaitu roll crusher berkapasitas 500 ton/jam. Dilihat dari besarnya nisbah reduksi, yang lebih besar dibanding peremuk primer, maka dapat diperkirakan bahwa energi yang diperlukan akan lebih besar pula. Taksiran energi tersebut dihitung sebagai berikut: F = dijamin konsisten berukuran -150 mm ( ) sebanyak 80% P = dijamin konsisten berukuran -50 mm ( ) sebanyak 80% faktor = 1,00 (crusher sekunder)

23 e. Pengayakan tahap-2 Jenis alat yang dipakai adalah vibrating screen yang digunakan untuk memisahkan fraksi berukuran -50 mm. Umpan yang masuk adalah hasil peremukan dari crusher sekunder berukuran -150 mm. Agar memperoleh kapasitas sesuai dengan target, maka perhitungan dimensi ayakan pada tahap-2 ini sama seperti yang telah diuraikan pada perhitungan dimensi ayakan tahap-1.

Metode Tambang Batubara

Metode Tambang Batubara Metode Tambang Batubara Sistem Penambangan Batubara Sistem penambangan batubara ada 3, yaitu: - Penambangan Terbuka (Open Pit Mining) - Penambangan Bawah Tanah (Underground Mining) - Penambangan dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. RINGKASAN... v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. RINGKASAN... v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI RINGKASAN... v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I II III PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

PROSES PENAMBANGAN BATUBARA

PROSES PENAMBANGAN BATUBARA PROSES PENAMBANGAN BATUBARA 1. Pembersihan lahan (land clearing). Kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan daerah yang akan ditambang mulai dari semak belukar hingga pepohonan yang berukuran besar. Alat

Lebih terperinci

[TAMBANG TERBUKA ] February 28, Tambang Terbuka

[TAMBANG TERBUKA ] February 28, Tambang Terbuka Tambang Terbuka I. Pengertian Tambang Terbuka Tambang Terbuka (open pit mine) adalah bukaan yang dibuat dipermukaan tanah, betujuan untuk mengambil bijih dan akan dibiarkan tetap terbuka (tidak ditimbun

Lebih terperinci

Studi Kualitas Batubara Secara Umum

Studi Kualitas Batubara Secara Umum Rencana Pengolahan Studi Kualitas Batubara Secara Umum Hasil analisis batubara PT JFL-X dengan menitik beratkan pada parameter nilai panas dan carbon tertambat didaerah Kungkilan (Blok 1) memiliki nilai

Lebih terperinci

Proposal Kerja Praktek Teknik Pertambangan Universitas Halu Oleo

Proposal Kerja Praktek Teknik Pertambangan Universitas Halu Oleo A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi sumber daya alam khususnya sumber daya mineral. Dalam pekembangannya, telah berbagai macam teknik dan teknologi yang dipergunakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB vi vii ix xi xiii I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang.... 1 1.2 Perumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan atau sasaran kegiatan serta urutan

BAB I PENDAHULUAN. yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan atau sasaran kegiatan serta urutan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rancangan adalah penentuan persyaratan, spesifikasi dan kriteria teknik yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan atau sasaran kegiatan serta urutan teknis pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang penting dilakukan oleh suatu perusahaan, karena untuk

BAB I PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang penting dilakukan oleh suatu perusahaan, karena untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pertambangan memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu dimulai dari tahapan eksplorasi, kajian kelayakan, pengembangan dan perencanaan tambang, penambangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Maksud dantujuan Adapun maksud dan tujuan dari kegiatan pembuatan perencanaan peremuk andesit adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN Maksud dantujuan Adapun maksud dan tujuan dari kegiatan pembuatan perencanaan peremuk andesit adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambahan kebutuhan transportsi di dunia saat ini yang semakin tinggi menyebabkan terjadinya peningkatan kendaraan bermotor, yang menyebabkan pembangunan jalan raya

Lebih terperinci

BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan 4.2 Perancangan Tambang

BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan 4.2 Perancangan Tambang BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan Cadangan Batubara yang terdapat dalam daerah penambangan Sangasanga mempunyai kemiringan umum sekitar 10-15 dan dengan cropline yang berada di sisi barat daerah

Lebih terperinci

Artikel Pendidikan 23

Artikel Pendidikan 23 Artikel Pendidikan 23 RANCANGAN DESAIN TAMBANG BATUBARA DI PT. BUMI BARA KENCANA DI DESA MASAHA KEC. KAPUAS HULU KAB. KAPUAS KALIMANTAN TENGAH Oleh : Alpiana Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Mataram

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan 5.2 Perancangan Tambang Perancangan Batas Awal Penambangan

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan 5.2 Perancangan Tambang Perancangan Batas Awal Penambangan BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan Pemilihan metode penambangan Block Cut Open Pit Mining dikarenakan seam batubara mempunyai kemiringan yang cukup signifikan yaitu sebesar 10-15 sehingga batas akhir

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA ALAT CRUSHING PLANT DAN ALAT MUAT DALAM RANGKA PENINGKATAN TARGET PRODUKSI BATUBARA PADA PT MANDIRI CITRA BERSAMA

EVALUASI KINERJA ALAT CRUSHING PLANT DAN ALAT MUAT DALAM RANGKA PENINGKATAN TARGET PRODUKSI BATUBARA PADA PT MANDIRI CITRA BERSAMA EVALUASI KINERJA ALAT CRUSHING PLANT DAN ALAT MUAT DALAM RANGKA PENINGKATAN TARGET PRODUKSI BATUBARA PADA PT MANDIRI CITRA BERSAMA Dahni 1*, Uyu Saismana 2, Romla Noor Hakim 2, Andre 3 1 Mahasiswa Program

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 23 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Proses Pengolahan Batu Andesit Pengolahan andesit adalah mereduksi ukuran yang sesuai dengan berbagai kebutuhan. Untuk kegiatan ini dilaksanakan melalui unit peremukan (crushing

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 23 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Proses Pengolahan Batu Andesit Pengolahan andesit adalah mereduksi ukuran yang sesuai dengan berbagai kebutuhan. Untuk kegiatan ini dilaksanakan melalui

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

EVALUASI CRUSHING PLANT DAN ALAT SUPPORT UNTUK PENGOPTIMALAN HASIL PRODUKSI DI PT BINUANG MITRA BERSAMA DESA PUALAM SARI, KECAMATAN BINUANG

EVALUASI CRUSHING PLANT DAN ALAT SUPPORT UNTUK PENGOPTIMALAN HASIL PRODUKSI DI PT BINUANG MITRA BERSAMA DESA PUALAM SARI, KECAMATAN BINUANG EVALUASI CRUSHING PLANT DAN ALAT SUPPORT UNTUK PENGOPTIMALAN HASIL PRODUKSI DI PT BINUANG MITRA BERSAMA DESA PUALAM SARI, KECAMATAN BINUANG Imam 1, Agus Triantoro 2*, Riswan 2, Deddy J. Sitio 3 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi. Perkembangan dan peningkatan teknologi cukup besar, baik dalam

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR 3.1 Penambangan Terbuka Batubara Contour mining

BAB III TEORI DASAR 3.1 Penambangan Terbuka Batubara Contour mining BAB III TEORI DASAR 3.1 Penambangan Terbuka Batubara Pengelompokan jenis-jenis tambang terbuka batubara didasarkan pada letak endapan, dan alat-alat mekanis yang dipergunakan. Teknik penambangan pada umumnya

Lebih terperinci

Aplikasi Teknologi Informasi Untuk Perencanaan Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Aplikasi Teknologi Informasi Untuk Perencanaan Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Aplikasi Teknologi Informasi Untuk Perencanaan Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta R. Andy Erwin Wijaya 1, Dianto Isnawan 2 1 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

DESAIN TAMBANG PERTEMUAN KE-3

DESAIN TAMBANG PERTEMUAN KE-3 DESAIN TAMBANG PERTEMUAN KE-3 Penambangan dengan sistem tambang terbuka menyebabkan adanya perubahan rona/bentuk dari suatu daerah yang akan ditambang menjadi sebuah front penambangan Setelah penambangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii DAFTAR ISI RINGKASAN... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai

Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai sedang-tinggi Bijih dan batuan samping cukup kuat,

Lebih terperinci

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA 2.1. Peningkatan Kualitas Batubara Berdasarkan peringkatnya, batubara dapat diklasifikasikan menjadi batubara peringkat rendah (low rank coal) dan batubara

Lebih terperinci

1. Tambang terbuka. Untuk

1. Tambang terbuka. Untuk 1. Tambang terbuka Untuk menganalisa apakah suatu endapan mineral atau batubara akan ditambang dengan metoda tambang terbuka atau tambang dalam, beberapa faktor yang menjadi pertimbangan yaitu : 1. Ketebalan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI PABRIK PEREMUK BATU ANDESIT PT. PERWITA KARYA DI DESA BEBER KECAMATAN SUMBER CIREBON JAWA BARAT SKRIPSI

PENINGKATAN PRODUKSI PABRIK PEREMUK BATU ANDESIT PT. PERWITA KARYA DI DESA BEBER KECAMATAN SUMBER CIREBON JAWA BARAT SKRIPSI PENINGKATAN PRODUKSI PABRIK PEREMUK BATU ANDESIT PT. PERWITA KARYA DI DESA BEBER KECAMATAN SUMBER CIREBON JAWA BARAT SKRIPSI Oleh ASTYA ARADEA AJI SAPUTRA NIM. 112.020.029 JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

EVALUASI CRUSHING PLANT UNTUK PENINGKATAN TARGET PRODUKSI PADA PT INDONESIAN MINERALS AND COAL MINING KECAMATAN KINTAP KABUPATEN TANAH LAUT

EVALUASI CRUSHING PLANT UNTUK PENINGKATAN TARGET PRODUKSI PADA PT INDONESIAN MINERALS AND COAL MINING KECAMATAN KINTAP KABUPATEN TANAH LAUT EVALUASI CRUSHING PLANT UNTUK PENINGKATAN TARGET PRODUKSI PADA PT INDONESIAN MINERALS AND COAL MINING KECAMATAN KINTAP KABUPATEN TANAH LAUT M. Mugeni 1*, Uyu Saismana 1, Riswan 1, Kumaini 2 1 Program Studi

Lebih terperinci

SISTEM TAMBANG TERBUKA

SISTEM TAMBANG TERBUKA SISTEM TAMBANG TERBUKA A. JENIS-JENIS METODE PENAMBANGAN Secara garis besar metode penambangan dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu : 1) Tambang terbuka (surface mining). 2) Tambang dalam/tambang bawah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN PEMBAHASAN START. Identifikasi masalah. Pengolahan data stockpile hingga menjadi model. Analisa pengadaan alat berat

BAB III METODOLOGI DAN PEMBAHASAN START. Identifikasi masalah. Pengolahan data stockpile hingga menjadi model. Analisa pengadaan alat berat BAB III METODOLOGI DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis menjelaskan tentang alur kegiatan analisa pengadaan alat berat di terminal curah batubara. Diagram alir kegiatan dapat dilihat pada gambar 3.1. START

Lebih terperinci

Tambang Terbuka (013)

Tambang Terbuka (013) Tambang Terbuka (013) Abdullah 13.31.1.350 Fakultas Teknik Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Pejuang Republik Indonesia Makassar 2013 Pendahuluan Aturan utama dari eksploitasi tambang adalah memilih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahap tahap pekerjaan pemecahan pada crusher dapat dilihat pada diagram alir sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahap tahap pekerjaan pemecahan pada crusher dapat dilihat pada diagram alir sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin Pemecah Batu (stone crusher) Agregat yang digunakan dalam campuran aspal dapat diambil dari alam (quarry) yang berupa pasir, kerikil atau batuan. Kadang batuan dari alam

Lebih terperinci

ejournal Teknik sipil, 2012, 1 (1) ISSN ,ejurnal.untag-smd.ac.id Copyright 2012

ejournal Teknik sipil, 2012, 1 (1) ISSN ,ejurnal.untag-smd.ac.id Copyright 2012 ejournal Teknik sipil, 2012, 1 (1) ISSN 0000-0000,ejurnal.untag-smd.ac.id Copyright 2012 ANALISA TEKNIS PRODUKSI ALAT BERAT UNTUK PENGUPASAN BATUAN PENUTUP PADA PENAMBANGAN BATUBARA PIT X PT. BINTANG SYAHID

Lebih terperinci

DISAIN TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH DENGAN CAD

DISAIN TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH DENGAN CAD DISAIN TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH DENGAN CAD Ketut Gunawan Jurusan T. Pertambangan, FTM, UPN Veteran Yogyakarta, Email : ketutgunawan@yahoo.com Abstract Over time the amount of coal reserves in Indonesia

Lebih terperinci

Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST. Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah

Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST. Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah Ditinjau dari sistem penyanggaannya, maka metode penambangan bawah tanah (Underground mining)

Lebih terperinci

SISTEM PENAMBANGAN BAWAH TANAH (Edisi II) Rochsyid Anggara, ST. Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah

SISTEM PENAMBANGAN BAWAH TANAH (Edisi II) Rochsyid Anggara, ST. Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah SISTEM PENAMBANGAN BAWAH TANAH (Edisi II) Rochsyid Anggara, ST Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah B. SUPORTED STOPE METHOD 1. Cut and Fill Adalah suatu metode penambangan dengan jalan mengambil

Lebih terperinci

1. PERANCANGAN PIT DAN PUSHBACK

1. PERANCANGAN PIT DAN PUSHBACK 1. PERANCANGAN PIT DAN PUSHBACK 1.1 PENGANTAR 1. Pembahasan akan ditekankan pada perancangan geometri yang dapat ditambang dengan masukan dari geometri pit yang dihasilkan oleh program floating cone. 2.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Penentuan dan Pemilihan Pit Potensial Penentuan dan pemilihan pit potensial merupakan langkah awal dalam melakukan evaluasi cadangan batubara. Penentuan pit potensial ini diperlukan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Klasifikasi Sumberdaya Dan Cadangan Batubara Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah menetapkan pembakuan mengenai Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan SNI No. 13-6011-1999.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PERLAKUAN MEKANIK GRINDING & SIZING

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PERLAKUAN MEKANIK GRINDING & SIZING LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PERLAKUAN MEKANIK GRINDING & SIZING Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Laporan Praktikum Proses Pemisahan & Pemurnian Dosen Pembimbing : Ir. Ahmad Rifandi, MSc 2 A TKPB Kelompok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 7 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah Singkat Perusahaan PT Lotus SG Lestari resmi berdiri sejak tahun 2011. Sebelum beralih kepemilikan PT Lotus SG Lestari bernama PT KML pada tahun yang sama. Adapun bisnis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Alat Berat Alat berat adalah peralatan mesin berukuran besar yang didesain untuk melaksanakan fungsi konstruksi seperti pengerjaan tanah (earthworking) dan memindahkan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. perkecil ukurannya sebesar ton per bulan. Sedangkan kemampuan

BAB V PEMBAHASAN. perkecil ukurannya sebesar ton per bulan. Sedangkan kemampuan BAB V PEMBAHASAN PT Nan Riang mempunyai target produksi batubara yang akan di perkecil ukurannya sebesar 25000 ton per bulan. Sedangkan kemampuan produksi yang ada pada saat ini pada site ampelu adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Keadaan Umum 2.1.1 Lokasi Kesampaian Daerah Lokasi CV JBP secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak. Provinsi Banten. Secara geografis lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar berwarna gelap vesicular batuan vulkanik yang bisanya porfiritik (berisi

BAB I PENDAHULUAN. besar berwarna gelap vesicular batuan vulkanik yang bisanya porfiritik (berisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuan andesit berasal dari pembekuan magma di dekat atau di atas permukaan bumi, karena itu sering disebut batuan beku luar. Andesit sebagian besar berwarna gelap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia pada batuan ultramafik. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Aluminium Oksida dari Bauksit dengan Proses Bayer Kapasitas Ton / Tahun BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES

Prarancangan Pabrik Aluminium Oksida dari Bauksit dengan Proses Bayer Kapasitas Ton / Tahun BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES 74 3.1. Size Reduction 1. Crusher 01 BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES Kode : SR-01 : Mengecilkan ukuran partikel 50 mm menjadi 6,25 mm : Cone Crusher Nordberg HP 500 : 2 alat (m) : 2,73 Tinggi (m)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di sektor pertambangan batubara dengan skala menengah - besar.

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di sektor pertambangan batubara dengan skala menengah - besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Milagro Indonesia Mining adalah salah satu perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan batubara dengan skala menengah - besar. Lokasi penelitian secara administratif

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Tambang (Mine Plan) Ada berbagai macam perencanaan antara lain : a. Perencanaan jangka panjang, yaitu suatu perencanaan kegiatan yang jangka waktunya lebih dari 5

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Alat Berat Alat berat adalah peralatan mesin berukuran besar yang didesain untuk melaksanakan fungsi konstruksi seperti pengerjaan tanah (earthworking) dan memindahkan

Lebih terperinci

PERANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN BATUBARA UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BULANAN (Studi Kasus: Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur)

PERANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN BATUBARA UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BULANAN (Studi Kasus: Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur) PERANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN BATUBARA UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BULANAN (Studi Kasus: Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur) Dadang Aryanda*, Muhammad Ramli*, H. Djamaluddin* *)

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II KEADAAN UMUM PERUSAHAAN BAB II KEADAAN UMUM PERUSAHAAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai keadaan umum perusahaan sebagai tempat penelitian dan sumber data, yang meliputi gambaran umum perusahaan, potensi bahan galian, visi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi penambangan batubara PT Milagro Indonesia Mining secara administratif terletak di Desa Merdeka Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara,

Lebih terperinci

BAB II. HAMMER MILL. 2.1 Landasan Teori

BAB II. HAMMER MILL. 2.1 Landasan Teori BAB II. HAMMER MILL 2.1 Landasan Teori Untuk dapat memisahkan mineral berharga dari mineral pengganggunya, material hasil penambangan harus direduksi / digerus hingga berukuran halus. Proses pengecilan

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERENCANAAN TAMBANG 3.1 PENGERTIAN

KONSEP DASAR PERENCANAAN TAMBANG 3.1 PENGERTIAN KONSEP DASAR PERENCANAAN TAMBANG 3.1 PENGERTIAN Perencanaan adalah penentuan persyaratan dalan mencapai sasaran,kegiatan serta urutan teknik pelaksanaan berbagai macam kegiatan untuk mencapai suatu tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil PT Mandiri Sejahtera Sentra (MSS) PT MSS didirikan pada November 2008, dimana perusahaan ini merupakan anak perusahaan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, yang memproduksi

Lebih terperinci

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN RISWAN 1, UYU SAISMANA 2 1,2 Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara yang sangat kaya sumber daya alam, diantaranya sumber daya energi yang tersimpan diberbagai wilayah. Salah satu jenis sumber daya energi

Lebih terperinci

Prabumulih Km.32 Inderalaya Kabupaten Ogan Ilir-Sumatera Selatan, 30662, Indonesia Telp/fax. (0711) ;

Prabumulih Km.32 Inderalaya Kabupaten Ogan Ilir-Sumatera Selatan, 30662, Indonesia Telp/fax. (0711) ; ANALISIS PENGENDALIAN MUTU HASIL REDUKSI BATU KAPUR MENGGUNAKAN HAMMER CRUSHER SEBAGAI BAHAN UTAMA PEMBUATAN SEMEN DI PT. SEMEN BATURAJA (PERSERO), TBK ANALYSIS OF THE QUALITY CONTROL OF LIMESTONE REDUCTION

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Evaluasi Kinerja Crushing Plan Batuan Andesit dalam Upaya Meningkatkan Kapasitas Produksi di PT. Ansar Terang Crushindo Performance Analysis of Crushing Plant

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan yang baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik dari segi materi maupun waktu.

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR 3.1 Pengertian Coal Processing Plant 3.2 Run Of Mine (ROM ) Stockpile

BAB III TEORI DASAR 3.1 Pengertian Coal Processing Plant 3.2 Run Of Mine (ROM ) Stockpile BAB III TEORI DASAR Operasi crushing system yang dilakukan di Coal Processing Plant 3 (CPP3) merupakan proses pengecilan ukuran batubara hasil penambangan sehingga akan diperoleh ukuran batubara sesuai

Lebih terperinci

PENANGANAN BAHAN PADAT S1 TEKNIK KIMIA Sperisa Distantina

PENANGANAN BAHAN PADAT S1 TEKNIK KIMIA Sperisa Distantina PENANGANAN BAHAN PADAT S1 TEKNIK KIMIA Sperisa Distantina SIZE REDUCTION Isi kuliah : a. Tujuan b. Variable operasi c. Pemilihan alat dan alat-alat SR d. Kebutuhan energi dan efisiensi alat SR a. TUJUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Peledakan merupakan kegiatan lanjutan kegiatan pemboran Kegiatan peledakan sangatlah penting dalam kegiatan pertambangan, dikarenakan terkadang terdapat bahan galian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Bukit Makmur Mandiri Utama (PT BUMA) adalah sebuah perusahaan kontraktor pertambangan yang memiliki kerjasama operasional pertambangan dengan PT Bahari Cakrawala

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNIS BELT CONVEYOR DAN BULLDOZER DALAM UPAYA MEMENUHI TARGET PRODUKSI BARGING PADA PT ARUTMIN INDONESIA SITE ASAM-ASAM

KAJIAN TEKNIS BELT CONVEYOR DAN BULLDOZER DALAM UPAYA MEMENUHI TARGET PRODUKSI BARGING PADA PT ARUTMIN INDONESIA SITE ASAM-ASAM KAJIAN TEKNIS BELT CONVEYOR DAN BULLDOZER DALAM UPAYA MEMENUHI TARGET PRODUKSI BARGING PADA PT ARUTMIN INDONESIA SITE ASAM-ASAM M. Zaini Arief 1*, Uyu Saismana 2, Ahmad Juaeni 3 1 Mahasiswa Program Studi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Pendahuluan Indonesia sebagai negara berkembang dimana pembangunan di setiap wilayah di indonesia yang semakin berkembang yang semakin berkekembang pesat-nya bangunanbangunan

Lebih terperinci

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Kementerian Pekerjaan Umum 1 KERUSAKAN 501 Pengendapan/Pendangkalan Pengendapan atau pendangkalan : Alur sungai menjadi sempit maka dapat mengakibatkan terjadinya afflux

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Statistik Univarian

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Statistik Univarian BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Statistik Univarian Analisis statistik yang dilakukan yaitu analisis statistik univarian untuk ketebalan batubara. Analisis statistik ini dilakukan untuk melihat variasi ketebalan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 93

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 93 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... v ABSTRAK... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... Bab

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... Bab DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... Bab vii I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Masalah... 1 1.2 Tujuan Penelitian... 1 1.3 Identifikasi Masalah...

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PRODUKTIVITAS BULLDOZER PADA AKTIVITAS DOZING DI PT. PAMAPERSADA NUSANTARA TABALONG KALIMANTAN SELATAN

PERHITUNGAN PRODUKTIVITAS BULLDOZER PADA AKTIVITAS DOZING DI PT. PAMAPERSADA NUSANTARA TABALONG KALIMANTAN SELATAN PERHITUNGAN PRODUKTIVITAS BULLDOZER PADA AKTIVITAS DOZING DI PT. PAMAPERSADA NUSANTARA TABALONG KALIMANTAN SELATAN Hj. Rezky Anisari rezky_anisari@poliban.ac.id Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik

Lebih terperinci

Oleh : Sujiman 1 dan Nuryanto 2 ABSTRAK

Oleh : Sujiman 1 dan Nuryanto 2 ABSTRAK JGP (Jurnal Geologi Pertambangan 1 KAJIAN PENENTUAN BATASAN PENAMBANGAN BERDASARKAN CADANGAN TERTAMBANG IN SITU DENGAN MENGGUNAKAN METODE BLOK MODEL PADA CV. PRIMA MANDIRI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh

Lebih terperinci

TAHAP PELAKSANAAN PEKERJAAN TANAH

TAHAP PELAKSANAAN PEKERJAAN TANAH TEKNIK PELAKSANAAN BANGUNAN AIR Pertemuan #3 TAHAP PELAKSANAAN PEKERJAAN TANAH ALAMSYAH PALENGA, ST., M.Eng. RUANG LINGKUP 1. PELAKSANAAN PEKERJAAN TANAH 2. PELAKSANAAN PEKERJAAN GEOTEKNIK (pertemuan selanjutnya).

Lebih terperinci

PENANGANAN BAHAN PADAT S1 TEKNIK KIMIA FT UNS Sperisa Distantina

PENANGANAN BAHAN PADAT S1 TEKNIK KIMIA FT UNS Sperisa Distantina PENANGANAN BAHAN PADAT S1 TEKNIK KIMIA FT UNS Sperisa Distantina 2. SCREENING: (lanjutan) SCREEN di industri Tujuan kuliah : 1. dapat memilih alat dan merancang sistem screening di industri. 2. dapat mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI. sudah pasti melakukan proses reduksi ukuran butir (Comminution) sebagai bagian

BAB III DASAR TEORI. sudah pasti melakukan proses reduksi ukuran butir (Comminution) sebagai bagian BAB III DASAR TEORI 3.1. Umum Setiap proses pengolahan bahan galian baik bijih maupun mineral industri sudah pasti melakukan proses reduksi ukuran butir (Comminution) sebagai bagian yang penting dari keseluruhan

Lebih terperinci

BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE)

BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE) BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE) MAKSUD Yang dimaksud dengan lapis tanah dasar (sub grade) adalah bagian badna jalan yang terletak di bawah lapis pondasi (sub base) yang merupakan landasan atau dasar konstruksi

Lebih terperinci

Bab III CUT Pilot Plant

Bab III CUT Pilot Plant Bab III CUT Pilot Plant 3.1 Sistem CUT Pilot Plant Skema proses CUT Pilot Plant secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.1. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa sistem CUT dibagi menjadi beberapa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA KERUSAKAN LAHAN PENAMBANGAN SISTEM TAMBANG TERBUKA DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem tambang terbuka (open pit mining) dengan teknik back filling. Sistem ini merupakan metode konvensional

Lebih terperinci

BAB III. PENGAYAKAN (SCREENING) DAN ANALISIS AYAK

BAB III. PENGAYAKAN (SCREENING) DAN ANALISIS AYAK A III. PENGAYAKAN (SCREENING) AN ANALISIS AYAK Pengayakan merupakan metode pemisahan dan klasifikasi partikel semata-mata hanya berdasarkan ukurannya. Untuk pengayakan menggunakan ayakan ukuran tunggal,

Lebih terperinci

II. TUJUAN DAN MANFAAT

II. TUJUAN DAN MANFAAT I. PENDAHULUAN Semakin majunya dunia perindustrian dan teknologi membuat kebutuhan sumber daya alam akan semakin meningkat, hal tersebut mengharuskan suatu perusahaan untuk mengolah atau memperoduksi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggalian, muat dan pengangkutan material. Semua kegiatan ini selalu berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. penggalian, muat dan pengangkutan material. Semua kegiatan ini selalu berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu kegiatan penambangan tidak akan terlepas dari suatu kegiatan penggalian, muat dan pengangkutan material. Semua kegiatan ini selalu berkaitan dengan masalah

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JUNI 2012

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JUNI 2012 LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JUNI 2012 Laporan Bulanan Aktivitas Eksplorasi PT ADARO ENERGY, Tbk KATA PENGANTAR PT Adaro Indonesia adalah perusahaan pertambangan batubara yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 2 1.3. Tujuan

Lebih terperinci

4.1. Pengolahan Data BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pengumpulan data merupakan kegiatan mencari data-data yang diperlukan sebagai bahan penulis untuk melakukan analisa untuk melakukan analisa sesuai

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Perancangan (Design) Pit Ef Pada Penambangan Batubara di PT Milagro Indonesia Mining Desa Sungai Merdeka, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT Antam (Persero) Tbk. UBPE (Unit Bisnis Pertambangan Emas) Pongkor

BAB I PENDAHULUAN. PT Antam (Persero) Tbk. UBPE (Unit Bisnis Pertambangan Emas) Pongkor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Antam (Persero) Tbk. UBPE (Unit Bisnis Pertambangan Emas) Pongkor merupakan salah satu tambang emas bawah tanah (underground) yang terdapat di Indonesia yang terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh produsen batubara untuk dapat memenuhi permintaan

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh produsen batubara untuk dapat memenuhi permintaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas dan kuantitas batubara merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh produsen batubara untuk dapat memenuhi permintaan konsumen. Untuk menjaga kualitas

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. perencanaan yang lebih muda dikelola. Unit ini umumnya menghubungkan. dibuat mengenai rancangan tambang, diantaranya yaitu :

BAB V PEMBAHASAN. perencanaan yang lebih muda dikelola. Unit ini umumnya menghubungkan. dibuat mengenai rancangan tambang, diantaranya yaitu : BAB V PEMBAHASAN 5.1 Rancangan Tahapan Penambangan Langkah pertama didalam rancangan tahap penambangan ialah menentukan volume rancangan akhir tambang keseluruhan menjadi unit-unit perencanaan yang lebih

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Kajian Pengaruh Cone Crusher Tertiary terhadap Persentase Hasil si dengan Menggunakan Uji Beltcut untuk Mendapatkan Hasil yang Optimal pada Tambang Quarry

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian... 2 1.3 Ruang

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Perancangan dan Pentahapan Triwulan Penambangan Batubara berdasarkan Rencana Produksi Tahun 2016 Pit A PT. Firman Ketaun di Desa Tanjung Dalam, Kecamatan Ulok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemasaran. Pada kegiatan usaha pertambangan, terdapat suatu kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemasaran. Pada kegiatan usaha pertambangan, terdapat suatu kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan usaha pertambangan merupakan suatu rangkaian kegiatan usaha yang memiliki alur yang panjang, mulai dari kegiatan survei tinjau sampai dengan kegiatan pemasaran.

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Optimalisasi Alat Crushing Plant untuk Memenuhi Target Produksi Andesit di PT. Ansar Terang Crushindo, Kecamatan Pangkalan Kota Baru Kabupaten Lima Puluh Kota

Lebih terperinci

Variabel yang mempengaruhi pekerjaan land clearing yaitu :

Variabel yang mempengaruhi pekerjaan land clearing yaitu : TAHAPAN KEGIATAN PERTAMBANGAN BATU BARA Dalam proses penambangan batubara ada banyak proses yang perlu dilakukan. dalam penambangan batubara juga tidak boleh ditinggalkan aspek lingkungan, agar setelah

Lebih terperinci

4) Metode 1.1. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN TAMBANG TERBUKA Pemilihan metode penambangan dilakukan berdasarkan pada metode yang dapat member ikan

4) Metode 1.1. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN TAMBANG TERBUKA Pemilihan metode penambangan dilakukan berdasarkan pada metode yang dapat member ikan BAB I PENDAHULUAN Sumber daya mineral merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui kembali (wasting assets atau non renewable), dengan kata lain industri pertambangan meru pakan industri tanpa daur.

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI Tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan merupakan suatu petunjuk yang sangat penting dalam menilai keberhasilan dari suatu kegiatan peledakan, dimana

Lebih terperinci

METODA-METODA DALAM PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA

METODA-METODA DALAM PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA METODA-METODA DALAM PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA Cadangan batubara (coal reserves) merupakan hal penting dalam menentukan penambangan endapan dengan ekonomis. Tingkat kepastian cadangan terestimasi menentukan

Lebih terperinci