BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akses jalan merupakan faktor penting dalam ketercapaian volume batuan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akses jalan merupakan faktor penting dalam ketercapaian volume batuan"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akses jalan merupakan faktor penting dalam ketercapaian volume batuan yang dipindahkan. Sebelum menentukan geometri jalan yang akan dibuat maka perlu diketahui alat angkut yang akan melaluinya. Jalan yang baik akan mendukung terpenuhinya target produksi yang diinginkan dan produksi per dump truck juga akan baik. Geometri jalan yang harus diperhatikan yaitu, lebar jalan angkut dan kemiringan jalan. Alat angkut atau truk-truk tambang umumnya berdimensi lebih besar, panjang dan lebih berat dibanding kendaraan angkut yang bergerak di jalan raya. Oleh sebab itu, geometri jalan harus sesuai dengan dimensi alat angkut yang digunakan agar alat angkut tersebut dapat bergerak leluasa pada kecepatan normal dan aman. Geometri jalan angkut selalu didasarkan pada dimensi kendaraan angkut yang digunakan. Dalam proses penambangan terbuka, alat angkut yang digunakan adalah dump truck (Awang suwandhi, 2004: 4). Khususnya dibidang pertambangan yang merupakan salah satu sumber pendapatan Negara yang cukup besar yang memiliki potensi jangka panjang, serta membuka peluang kerja bagi masyarakat untuk ikut serta mengembangkan potensi sumberdaya manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang ada. 1

2 2 Sebagaimana yang telah diketahui bahwa HD785-7 Komatsu merupakan alat angkut yang mempunyai kontribusi besar terhadap total produksi. Kegiatan pengangkutan ini harus diiringi dengan kondisi jalan yang layak digunakan sebagai jalan produksi. Harus sesuai dengan Teori Geometri Jalan Standar agar tidak terjadi kecelakakan kerja. Dengan permasalahan tersebut, maka perlunya mengontrol keadaan jalan yang akan dilaluai agar target produksi dan keselamatan operator di area penambangan dapat dijalankan. Berdasarkan survey yang dilakukan di lapangan masih ada poin-poin geometri jalan yang tidak memenuhi kaedah menurut teori, seperti masih ada area yang tidak memiliki safety berm, grade jalan rata rata masih mencapai 10%, sedangkan grade yang ideal nya 8% dan dumptruck tetap beroperasi dalam keadaan terpaksa karena mengejar target produksi, masih terlihat bagian jalan yang tidak pakai drainase, cross slope jalan angkut tidak jelas dan kurangnya perawatan jalan, sehingga saat hujan air tidak mengalir ke drainase secara maksimal. Berdasarkan hal itu, penulis akan membahas lebih lanjut mengenai Evaluasi Jalan Angkut untuk Produksi Penambangan dari Front Pit Limit ke Crusher IIIA dan IIIB pada Penambangan Batu Kapur Bukit Karang Putih PT Semen Padang.

3 3 B. Identifikasi Masalah Dalam pelaksanaan studi kasus, identifikasi masalah bertujuan untuk mempermudah dalam penyelesain masalah yang akan dibahas, sehingga pada tahap penyelesain masalah tersebut dapat terurut dengan baik. Dalam studi kasus ini masalahnya dapat dikelompokkan: 1. Metode penambangan 2. Alat angkut yang digunakan 3. Geometri jalan tambang (Haulling road) belum memenuhi standar 4. Evaluasi jalan tambang C. Batasan Masalah Untuk lebih fokusnya penelitian ini maka penulis membatasi masalah penelitian ini pada geometri jalan tambang PT Semen Padang yang meliputi: 1. Mengukur geometri jalan tambang PT Semen Padang 2. Menghitung geometri jalan tambang dengan menggunakan rumus berdasarkan teori 3. Membandingkan standar jalan tambang yang ditetapkan menurut teori dengan kondisi jalan di lapangan D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah diuraikan di atas maka untuk lebih terarahnya penelitian ini, maka penulis merumuskan masalah ditinjau dari beberapa aspek diantaranya:

4 4 1. Bagaimana hasil analisis perhitungan geometri jalan tambang di PT Semen Padang? 2. Bagaimana perbandingan antara kondisi jalan tambang di lapangan dengan standar yang seharusnya ditetapkan pada perusahaan pertambangan? 3. Bagaimana hasil evaluasi geometri jalan tambang dan faktor pendukung untuk dapat diterapkan di PT Semen Padang? E. Tujuan Studi Kasus Tujuan studi kasus adalah untuk mengkaji permasalahan yang timbul pada suatu objek pengamatan, sehingga dalam studi kasus pada jalan tambang ini bertujuan untuk: 1. Mengungkapkan teknik geometri jalan tambang dan faktor pendukung kelancaran dan keselamatan kerja pada jalan tambang PT Semen Padang 2. Mengukur perbandingan standar jalan tambang menurut teori dengan keadaan nyata di lapangan. 3. Mengevaluasi geometri jalan tambang dan faktor pendukung kelancaran dan keselamatan kerja pada jalan tambang PT Semen Padang dan memberikan saran. F. Manfaat Studi Kasus 1. Mengaplikasikan pengetahuan yang didapatkan di bangku kuliah, serta menambah pengetahuan praktis mengenai kegiatan penambangan terutama mengenai jalan tambang sebagai bekal didunia kerja nantinya.

5 5 2. Memberikan masukan kepada perusahaan tentang jalan tambang yang baik dan benar, sehingga dapat menghasilkan jalan tambang yang sesuai dengan standar yang berlaku pada perusahaan tambang di Indonesia.

6 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Fungsi Jalan Angkut Pemindahan tanah mekanis merupakan suatu proses penggalian dan pemindahan tanah dengan menggunakan alat-alat mekanis dari front menuju disposal. Dalam proses penambangan, proses ini mutlak dilakukan sebagaimana yang diketahui bahwa cadangan tambang terdapat di bawah permukaan bumi sehingga kita harus melakukan proses penggalian terlebih dahulu untuk mendapatkan cadangan tambang tersebut. Volume tanah yang akan dipindahkan biasanya dinyatakan dalam beberapa satuan volume yaitu BCM (bank cubic meter), LCM (loose cubic meter) dan CCM (compacted cubic meter). Pemindahan tanah mekanis ini berkaitan erat dengan kondisi jalan produksi. Seperti yang diketahui, akses jalan merupakan salah satu faktor penting dalam ketercapaian volume tanah yang dipindahkan. Sebelum menentukan geometri jalan yang akan dibuat maka kita harus mengetahui volume tanah dan produktivitas alat angkut sehingga akan mendukung tercapainya target produksi yang diinginkan dan produktivitas per alat angkut juga akan baik. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan alat yang akan digunakan out put yang diinginkan, material yang akan digali dan kondisi tempat kerja. 6

7 7 Fungsi utama jalan angkut tambang secara umum adalah untuk menunjang kelancaran operasi penambangan terutama dalam kegiatan pengangkutan. Medan berat yang mungkin terdapat di sepanjang rute jalan tambang harus di atasi dengan merubah rancangan jalan untuk meningkatkan aspek manfaat dan keselamatan kerja. Apabila perlu dibuat terowongan (tunnel) atau jembatan, maka cara pembuatan dan kontruksinya harus mengikuti aturan-aturan teknik sipil yang berlaku. Jalur jalan di dalam terowongan atau jembatan umumnya cukup satu dan alat angkut atau kendaraan yang akan melewatinya masuk secara bergantian (Awang Suwandhi, 2004: 1) Jalan angkut tambang mempunyai karakteristik khusus yang membedakan perlakuan terhadap penanganannya dari pada jalan transportasi umum. Karakteristik tersebut yaitu: a. Jalan tambang selalu dilewati oleh alat berat yang mempunyai crawler track (roda rantai) sehingga tidak memungkinkan adanya pengaspalan b. Jalan tambang yang berada di area seam umumnya selalu mengalami perubahan elevasi karena adanya aktivitas pengalian jejang c. Lebar jalan tambang harus diperhatikan sesuai dengan fungsi jalurnya, khususnya untuk jalur ganda atau lebih. Hal ini agar tidak terjadinya gangguan oleh karena sempitnya permukaan jalan Untuk membuat jalan angkut tambang diperlukan bermacam-macam alat diantaranya:

8 8 a. Bulldozer yang berfungsi antara lain untuk pembersihan lahan dan pembabatan, perintisan badan jalan, potong-timbun, perataan dan lain sebagainya b. Alat garuk (roater atau ripper) untuk membantu pembabatan dan mengatasi batuan yang agak keras c. Alat muat untuk memuat hasil galian tanah yang tidak baik diperlukan dan membuangnya di lokasi penimbunan d. Motor grader untuk meratakan dan merawat jalan angkut e. Alat gilas (compactor) untuk memadatkan dan mempertinggi daya dukung jalan 2. Geometri Jalan Tambang Geometri jalan yang harus diperhatikan sama seperti jalan raya pada umumnya, yaitu lebar jalan angkut dan kemiringan jalan. Alat angkut atau truk-truk tambang umumnya berdimensi lebih besar, panjang dan lebih berat dibanding kendaraan angkut yang bergerak di jalan raya. Oleh sebab itu, geometri jalan harus sesuai dengan dimensi alat angkut yang digunakan agar alat angkut tersebut dapat bergerak leluasa pada kecepatan normal dan aman. Geometri jalan angkut selalu didasarkan pada dimensi kendaraan angkut yang digunakan. Dalam proses penambangan terbuka, alat angkut yang digunakan adalah dump truck (Awang suwandhi, 2004: 4). Dari pendapat Awang Suwandhi di atas dapat disimpulkan bahwa geometri jalan harus sesuai dengan dimensi alat angkut yang digunakan.

9 9 a. Lebar Jalan Lebar jalan angkut pada tambang pada umumnya dibuat untuk pemakaian jalur ganda dengan lalu lintas satu arah atau dua arah. Dalam kenyataanya, semakin lebar jalan angkut maka akan semakin baik proses pengangkutan dan lalu lintas pengangkutan semakin aman dan lancar. Akan tetapi semakin lebar jalan angkut, biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan dan perawatan juga akan semakin besar. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi agar keduanya bisa optimal. 1) Lebar Jalan Angkut pada Kondisi Lurus. Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan jalur ganda atau lebih, menurut AASHTO manual rular hing way design, lebar jalan dikali jumlah jalur dan ditambah dengan setengah lebar alat angkut pada bagian tepi kiri dan kanan jalan. L min = n. Wt + (n + 1) (0,5. Wt) Sumber: Awang Suwandhi, (2004: 2)

10 10 berikut, Lebar jalan angkut dalam keadaan lurus terlihat pada gambar 1 Keterangan: Sumber: Awang Suwandhi, 2004: 3 Gambar 1. Lebar Jalan Angkut dalam Keadaan Lurus L min n Wt = Lebar jalan angkut minimum = Jumlah jalur = Lebar alat angkut 2) Lebar Jalan Angkut pada Tikungan Lebar jalan angkut pada tikungan selalu dibuat lebih besar dari pada jalan lurus. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya penyimpangan lebar alat angkut yang disebabkan oleh sudut yang dibentuk oleh roda depan dengan badan truk saat melintasi tikungan. Untuk jalur ganda, lebar jalan minimum pada tikungan dihitung berdasarkan pada:

11 11 a) Lebar jejak roda b) Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan belakang pada saat membelok c) Jarak antar alat angkut saat bersimpangan d) Jarak jalan angkut terhadap tepi jalan Rumus yang digunakan untuk menghitung lebar jalan angkut minimum pada belokan adalah: W min = 2 ( U + Fa + Fb + Z ) + C C = Z = ½ (U + Fa + Fb) Fa = Ad x sin α Fb = Ab x sin α Lebar jalan angkut pada tikungan untuk dua jalur dapat dilihat pada gambar 2 berikut, Sumber: Awang Suwandhi, (2004) Gambar 2. Lebar Jalan Angkut pada Tikungan untuk 2 Jalur

12 12 Keterangan: W min n U F B Z C = lebar jalan pada belokan = jumlah jalur = lebar jejak roda (centre to centre tyre) = lebar juntai (overhang) depan = lebar juntai belakang = lebar bagian tepi jalan = jarak antar kendaraan Ad = jarak as roda depan dengan bagian depan dump truck n n. Ab =ijarak as roda belakang dengan bagian belakang dump n mtruck = sudut penyimpangan (belok) roda depan ( o ) Pada gambar 3 berikut adalah bentuk sudut penyimpangan kendaraan, α Sumber: Awang Suwandhi (2004 : 5) Gambar 3. Sudut Penyimpangan Kendaraan

13 13 b. Jari jari dan Superelevasi Kemampuan alat angkut dump truck untuk melewati tikungan terbatas, maka dalam pembuatan tikungan harus memperhatikan besarnya jari-jari tikungan jalan. Masing-masing jenis dump truck mempunyai jari-jari lintasan jalan yang berbeda. Perbedaan ini dikarenakan sudut penyimpangan roda depan pada setiap dump truck belum tentu sama. Semakin kecil sudut penyimpangan roda depan maka jari-jari lintasan akan terbentuk semakin besar. Dengan semakin besarnya jari-jari lintasan maka kemampuan truk untuk melintasi tikungan tajam berkurang. Selain itu, jari-jari tikungan sangat tergantung dari kecepatan kendaraan karena semakin tinggi kecepatan maka jari-jari tikungan yang dibuat juga harus besar. Untuk menentukan nilai Jari-jari tikungan minimum dengan mempertimbangkan kecepatan (V), gesekan roda (f) dan superelevasi, maka rumus yang digunakan adalah: ( ) ( ) (Silvia Sukirman, 1999) Keterangan: R = Jari-jari belokan V R = Kecepatan (km/jam)

14 14 e f = superelevasi = gesekan roda (friction factor) Hubungan jari-jari tikungan dengan kecepatan untuk e.max = 10% yang direncanakan dalam keadaan jalan datar terlihat pada tabel 1 berikut: Tabel 1. Jari-jari Tikungan Minimum untuk Kecepatan Rencana 30 km/jam Vr (km/jam) R min (Awang Suwandhi, 2004: 5) Jari-jari tikungan, feet Tabel 2. Anggka Superelevasi yang Direkomendasikan Kecepatan, mph > Sumber: Bima Marga (1990) Dalam pembuatan jalan menikung, jari-jari tikungan harus dibuat lebih besar dari jari-jari lintasan alat angkut atau minimal sama. Jari-jari tikungan jalan angkut juga harus memenuhi keselamatan kerja di tambang atau memenuhi faktor keamanan yang dimaksud adalah jarak pandang bagi pengemudi di tikungan, baik horizontal maupun vertikal terhadap kedudukan suatu penghalang pada jalan tersebut yang diukur dari mata

15 15 pengemudi. Hal lain yang tidak bisa diabaikan dalam pembuatan tikungan adalah superelevasi, yaitu kemiringan melintang jalan pada tikungan. Menurut Sukirman (1999:i74) besarnya angka superelevasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: e f 2 V 127 R Keterangan: e f V R = angka superelevasi = friction factor = kecepatan (km/jam) = jari-jari tikungan Bina marga menganjurkan superelevasi maksimum 10% untuk kecepatan rencana >30 km/jam dan 8% untuk kecepatan rencana 30 km/jam, sedangkan untuk jalan kota dapat dipergunakan superelevasi maksimum 6%. Untuk kecepatan rencana <80 km/jam berlaku f = -0,00065 V + 0,192 dan untuk kecepatan rencana yaitu senilai antara km/jam berlaku f = -0,00125 V + 0,24. Untuk mengatasi gaya sentrifugal yang bekerja pada alat angkut yang sedang melewati tikungan jalan ada dua cara yang dapat dilakukan, yaitu pertama dengan mengurangi kecepatan dan, kedua adalah membuat kemiringan ke arah titik pusat jari-jari tikungan, yaitu dengan membuat elevasi yang lebih rendah ke arah pusat jari-jari tikungan dan membuat

16 16 elevasi yang lebih tinggi ke arah terluar jari-jari tikungan. Kemiringan ini berfungsi untuk menjaga alat angkut tidak terguling saat melewati tikungan dengan kecepatan tertentu. Cara pertama sangat tidak efisien karena waktu hilang yang ditimbulkan akan besar, oleh karena itu cara kedua dianggap lebih baik. Apabila suatu kendaraan bergerak dengan kecepatan tetap pada bidang datar atau miring dengan lintasan berbentuk lengkung seperti lingkaran, maka pada kendaraan tersebut bekerja gaya sentrifugal mendorong kendaraan secara radial keluar dari jalur jalannya, berarah tegak lurus terhadap kecepatan. Untuk dapat mempertahankan kendaraan tersebut tetap pada jalurnya seperti pada gambar 4 berikut ini. Sumber: Silvia Sukirman, (1999: 68) Gambar 4. Gaya Sentrifugal pada Tikungan Maka perlu adanya gaya yang dapat mengimbangi gaya tersebut sehingga terjadi suatu keseimbangan.

17 17 c. Kemiringan Jalan Angkut (Grade) Kemiringan jalan angkut dapat berupa jalan menanjak ataupun jalan menurun, yang disebabkan perbedaan ketinggian pada jalur jalan. Kemiringan jalan berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut, baik dalam pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan seperti pada gambar 5 berikut, B h x A Sumber: Construction planning, equipment,and methods, (1985: 82) Gambar 5. Perhitungan Kemiringan Jalan Kemampuan dalam mengatasi tanjakan untuk setiap alat angkut tidak sama, tergantung pada jenis alat angkut itu sendiri. Sudut kemiringan jalan biasanya dinyatakan dalam persen, yaitu beda tinggi setiap seratus satuan panjang jarak mendatar. Kemiringan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: h Grade (%) x 100% x (Construction planning, equipment,and methods, 1985)

18 18 Keterangan: h : Beda tinggi antara dua titik segmen yang diukur (meter) x : Jarak datar antara dua titik segmen jalan diukur (meter) d. Kemiringan Melintang (Cross Slope) Cross slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan terhadap bidang horizontal. Pada umumnya jalan angkut tambang mempunyai bentuk penampang melintang cembung. Dibuat demikian, dengan tujuan untuk memperlancar penyaliran. Apabila turun hujan atau sebab lain, maka air yang ada pada permukaan jalan akan segera mengalir ke tepi jalan, tidak berhenti dan mengumpul pada permukaan jalan. Hal ini penting karena air yang menggenang pada permukaan jalan angkut tambang akan membahayakan kendaraan yang lewat dan mempercepat kerusakan jalan. Angka cross slope dinyatakan dalam perbandingan jarak vertikal dan horizontal dengan satuan mm/m atau m/m. Nilai yang umum dari kemiringan melintang (crossislope) yang direkomendasikan adalah sebesar mm/m, dan jarak bagian tepi jalan ke bagian tengah atau pusat jalan disesuaikan dengan kondisi yang ada.

19 19 Sumber: Awang Suwandhi Gambar 6. Penampang Melintang Jalan Angkut e. Fasilitas Pendukung Kelancaran dan Keselamatan Kerja Perawatan dan pemeliharaan jalan merupakan suatu pekerjaan yang perlu mendapatkan perhatian khusus, hal ini bertujuan untuk tidak terganggunya kegiatan operasional penambangan yang akhirnya akan mengganggu kelancaran produksi. Pada umumnya pemeliharaan jalan tambang ditekankan pada kondisi jalan dan pemeliharaan saluran air (drainage). Pemeliharaan jalan yang baik, tetapi pemeliharaan drainase yang ada kurang baik, hal tersebut tidak akan berhasil, begitu juga dengan sebaliknya. Pada musim kemarau, lapisan permukaan akan berdebu yang sangat mengganggu kenyamanan dan kesehatan pengemudi. Sedangkan pada musim hujan, debu tersebut akan menjadi lumpur yang mengenangi jalan dan akibatnya jalan menjadi licin. Hal ini juga akan sangat menghambat

20 20 laju dari alat angkut karena pada kondisi tersebut pengemudi akan mengurangi kecepatan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk keamanan dan keselamatan pengangkutan di sepanjang jalur jalan angkut menurut Awang Suwandhi (2004: 20) yaitu: 1) Jarak Berhenti Kendaraan Jarak berhenti kendaraan adalah jarak yang dibutuhkan pengemudi untuk menghentikan kendaraannya pada saat menghadapi bahaya. Jarak mengerem merupakan jarak yang ditempuh alat angkut dari saat menginjak rem sampai kendaraan berhenti. Jarak pengereman ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ban, kondisi muka jalan, kondisi perkerasan jalan dan kecepatan alat angkut. Jarak pandang henti minimum adalah jarak dari saat melihat rintangan sampai menginjak pedal rem ditambah jarak mengerem. Selain kecepatan dan koefisien gesekan, kondisi perkerasan jalan juga mempengaruhi didalam pengereman. 2) Jarak Pandang Pengemudi Jarak pandang aman adalah jarak yang diperlukan oleh pengemudi (operator) untuk melihat kedepan secara bebas pada suatu tikungan, baik pandangan horizontal maupun vertikal. Jarak pandang yang aman adalah minimum sama dengan jarak berhenti dari kendaraan sedang bergerak yang secara tiba-tiba direm.

21 21 3) Jarak Pandang Vertikal Jarak pandang vertikal adalah jarak bebas pandangan pengemudi untuk mampu melihat kendaraan yang berlawanan arah maupun yang berada didepannya di daerah tanjakan. Jarak pandang yang terlalu pendek akan mengurangi kecepatan dump truck, selain itu juga akan berpengaruh pada masalah keselamatan karena banyak dump truck yang akan terjebak dan kaget saat melihat kendaraan lain dari depan. Dalam perencanaan jarak pandang pengemudi, harus diperhitungkan terhadap kendaraan terkecil yang akan lewat agar faktor keamanan dapat terjamin. 4) Jarak Pandang Horizontal Jarak pandang horizontal adalah jarak bebas pandangan pengemudi untuk mampu melihat kendaraan yang berlawanan arah maupun yang berada didepannya terutama di daerah tikungan. 5) Rambu rambu pada Jalan Angkut Untuk lebih menjamin keamanan sehubungan dengan dioperasikannya jalan angkut tambang, maka perlu dipasang ramburambu lalu lintas, rambu-rambu yang perlu dipasang antara lain: a) Tanda belokan b) Tanda persimpangan jalan c) Peringatan adanya tanjakan maupun jalan menurun

22 22 d) Kecepatan maksimum yang diizinkan e) Tanda peringatan karena ada jalan yang licin, jembatan 6) Lampu Penerangan Lampu penerangan mutlak harus dipasang apabila jalan angkut tambang digunakan pada malam hari. Biasanya pemasangan sarana penerangan dilakukan berdasarkan interval jarak dan tingkat bahayanya. Lampu-lampu tersebut dipasang antara lain pada: a) Belokan b) Persimpangan jalan c) Tanjakan atau turunan tajam d) Jalan yang berbatasan langsung dengan tebing 7) Tanggul Pengaman (Safety Berms) Untuk menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi karena kendaraan selip atau kerusakan rem atau karena sebab lain, maka pada jalan angkut tambang tersebut perlu dibuat tanggul jalan dikedua sisinya. Hal ini terutama bila jalan berbatasan langsung dengan daerah curam, sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan alat angkut tidak terperosok ke daerah yang curam. 8) Parit (Trench) pada Jalan Angkut Jalan angkut tambang harus diberi penirisan maupun gorong-gorong, karena air akan menggenangi permukaan jalan dan menyebabkan becek, berlumpur atau licin pada saat hujan. Ukuran

23 23 sistem penirisan tergantung pada besarnya curah hujan, luas daerah pengaruh hujan, keadaan atau sifat fisik dan mekanik material dan tempat membuang air. Penirisan di kiri-kanan jalan angkut sebaiknya dilengkapi dengan saluran penirisan dengan ukuran yang sesuai dengan jumlah curah hujannya. 3. Drainase Jalan Angkut Sistem drainase merupakan serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan ke badan air (sungai dan danau) atau tempat peresapan buatan. Dalam merencanakan sistem drainase jalan berdasarkan pada keberadaaan air permukaan dan bawah permukaan, sehingga perencanaan drainase jalan dibagi menjadi: a. Drainase permukaan (surface drainage) b. Drainase bawah permukaan (sub surface drainage) Sistem drainase permukaan jalan berfungsi untuk mengendalikan limpasan air hujan di permukaan jalan dan juga dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan akibat air banjir yang melimpas di atas perkerasan jalan atau erosi pada badan jalan. Sistem drainase bawah permukaan bertujuan untuk menurunkan muka air tanah dan mencegah serta membuang air infiltrasi dari daerah sekitar jalan dan permukaan jalan atau air yang naik dari subgrade jalan.

24 24 Gambar 7. Tipikal Sistem Drainase Jalan Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan drainase permukaan antara lain: a. Plot rute jalan pada peta topografi Plot rute ini untuk mengetahui gambaran/kondisi topografi sepanjang trase jalan yang akan direncakanan sehingga dapat membantu dalam menentukan bentuk dan kemiringan yang akan mempengaruhi pola aliran. b. Inventarisasi data bangunan drainase. Data ini digunakan untuk perencanaan sistem drainase jalan tidak menggangu sistem drainase yang sudah ada. c. Panjang segmen saluran Dalam menentukan panjang segmen saluran berdasarkan pada kemiringan rute jalan dan ada tidaknya tempat buangan air seperti sungai, waduk dan lain-lain.

25 25 d. Luas daerah layanan Digunakan untuk memperkirakan daya tampung terhadap curah hujan atau untuk memperkirakan volume limpasan permukaan yang akan ditampung saluran. Luasan ini meliputi luas setengah badan jalan, luas bahu jalan dan luas daerah disekitarnya untuk daerah perkotaan kurang lebih 10 m sedang untuk luar kota tergantung topografi daerah tersebut. e. Koefisien pengaliran Angka ini dipengaruhi oleh kondisi tata guna lahan pada daerah layanan. Koefisien pengaliran akan mempengaruhi debit yang mengalir sehingga dapat diperkirakan daya tampung saluran. Oleh karena itu diperlukan peta topografi dan survey lapangan. f. Faktor limpasan CCC Merupakan faktor/angka yang dikalikan dengan koefisien runoff, biasanya dengan tujuan supaya kinerja saluran tidak melebihi kapasitasnya akibat daerah pengaliran yang terlalu luas. g. Waktu konsentrasi Yaitu waktu terpanjang yang diperlukan untuk seluruh daerah layanan dalam menyalurkan aliran air secara simultan (runoff) setelah melewati titik-titik tertentu. h. Analisa hidrologi dan debit aliran air Menganalisa data curah hujan harian maksimum dalam satu tahun (diperoleh dari BMG) dengan periode ulang sesuai dengan peruntukannya

26 26 (saluran drainase diambil 5 tahun) untuk mengetahui intensitas curah hujan supaya dapat menghitung debit aliran air. B. Kerangka Pikir Adapun kerangka berpikir yang penulis gambarkan untuk mempermudah dalam proses pemecahan masalah studi kasus ini adalah sebagai berikut:

27 Gambar 8. Diagram Kerangka Pikir 27

28 28 A. Jadwal Kegiatan BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Tujuan kegiatan praktek lapangan adalah untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman secara nyata di lapangan. Kegiatan ini meliputi teknis perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan pekerjaan penambangan dalam rangka melengkapi pengetahuan teori yang didapat pada bangku perkuliahan. Adapun kegiatan yang penulis lakukan selama praktek lapangan di PT Semen Padang dari tanggal 10 Februari s/d 10 April 2014 adalah. No Kegiatan 1 Pengenalan lokasi 2 Pengambilan data 3 Pengolahan data Lokasi Penelitian: PT Semen Padang B. Jenis Studi Kasus Tabel 3. Jadwal Kegiatan Minggu Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat evaluasi. Pada penelitian ini dilakukan analisi data primer dan tambahan juga data sekunder, kemudian dari analisi tersebut bisa mendapat singkronisasi antara data real dilapangan dengan beberapa teori yang ada. Setelah itu baru dapat disimpulkan, apakah kondisi real di lapangan sesuai dengan teori yang dikemukakan, jika tidak sesuai, penulis akan mengoreksi dan memberikan saran. 28

29 29 C. Jenis Data 1. Data Primer Data primer merupakan data yang penulis peroleh langsung dari lapangan yaitu data pengukuran lebar jalan angkut tambang pada jalan lurus, lebar jalan tikungan, jari-jari tikungan, superelevasi, cross slope, safety berms, grade dan drainase. 2. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh penulis dari studi literature PT Semen Padang, untuk mendukung data-data penelitian seperti peralatan tambang, data spesifikasi alat angkut, data pendukung geometri jalan angkut tambang, sejarah perusahaan, deskripsi perusahaan dan data pendukung lainnya. D. Metode Pengambilan Data 1. Studi Literatur Dilakukan dengan mengumpulkan berbagai referensi kepustakaan mengenai kajian teknis geometri jalan tambang (hauling road) dan mempelajari laporan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana cara melakukan evaluasi mengenai geometri jalan tambang yang baik dan benar. 2. Observasi Merupakan kegiatan pengamatan secara langsung di lapangan mengenai studi kasus seperti melakukan pengukuran geometri jalan tambang dan aspek

30 30 pendukung kegiatan pengankutan. Alat ukur yang peneliti gunakan adalah alat ukur manual berupa meteran untuk mendapatkan data primer, namun untuk beberapa data yang tidak dapat diukur langsung di lapangan menggunakan alat ukur manual, peneliti dibantu oleh supervisor Surveying dalam pengambilan data penunjang (data sekunder) berupa data survey dan pemetaan yang diambil menggunakan alat ukur theodolit yang telah dikonversi ke dalam bentuk peta kontur menggunakan software datamine. E. Metode Analisis Data Analisis data merupakan kegiatan pencarian solusi dari permasalahan yang ada berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, berikut ini adalah tahapan analisis data: 1. Pengukuran Lebar Jalan Lurus Yaitu pengukuran langsung di lapangan mengenai lebar jalan pada jalan lurus di beberapa titik pengukuran menggunakan alat ukur manual berupa meteran kemudian data hasil pengukuran dianalisa berdasarkan teori. 2. Pengukuran Lebar Jalan pada Tikungan Yaitu pengukuran langsung di lapangan mengenai lebar jalan pada tikungan di beberapa titik pengukuran menggunakan alat ukur manual berupa meteran kemudian data hasil pengukuran dianalisa berdasarkan teori. 3. Pengukuran Jari-jari Tikungan dan Superelevasi Yaitu pengukuran langsung di lapangan mengenai jari jari tikungan pada jalan dan superelevasi pada tikungan menggunakan alat ukur manual

31 31 berupa meteran dan dibantu dengan data sekunder yang peneliti peroleh dari peta topografi hasil pengukuran survey topografi yang di input ke dalam software datamine dibantu supervisor dan kemudian data pengukuran dianalisa berdasarkan teori. 4. Pengukuran Kemiringan Melintang (Cross slope) Yaitu pengukuran langsung di lapangan mengenai kemiringan melintang (cross slope) pada permukaan jalan angkut tambang menggunakan alat ukur manual berupa meteran kemudian data hasil pengukuran dianalisa berdasarkan teori. 5. Pengukuran Safety Berms Yaitu pengukuran langsung di lapangan mengenai lebar dan tinggi tanggul pengaman jalan (safety berms) pada jalan angkut tambang menggunakan alat ukur manual berupa meteran kemudian data hasil pengukuran dianalisa berdasarkan teori. 6. Pengukuran Drainase Yaitu pengukuran langsung di lapangan mengenai lebar dan kedalaman drainase pada jalan angkut tambang menggunakan alat ukur manual berupa meteran kemudian data hasil pengukuran dianalisa berdasarkan teori. 7. Pengukuran Kemiringan Jalan (Grade) Yaitu pengukuran langsung di lapangan mengenai kemiringan jalan (grade) pada jalan angkut tambang menggunakan alat ukur manual berupa meteran dan data jarak mendatar penulis peroleh dari datamine hasil

32 32 pengukuran survey topografi oleh supervisor yang kemudian data hasil pengukuran ini dianalisa berdasarkan teori.

33 33 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Produksi alat mekanis pada tambang juga berdasarkan kepada jalan tambang yang baik. Jalan angkut tambang yang baik adalah ketika jalan tersebut memberikan rasa aman dan nyaman bagi operator alat angkut ketika melewati jalan tersebut. Untuk mengetahui suatu jalan angkut tambang itu baik, maka perlu dilakukan pengamatan dan analisis terhadap geometri jalan tersebut (Agung Prihandana, 2013: 26). Jalan angkut tambang pada PT Semen Padang dari front pit limit menuju Crusher IIIA dan IIIB menempuh jarak ± meter. Geometri jalan angkut tambang di PT Semen Padang meliputi, lebar jalan, jari jari tikungan, tinggi tanjakan atau kemiringan jalan (grade), kemiringan melintang (cross slope), safety berms dan drainase serta faktor-faktor pendukung kelancaran dan keselamatan kerja pada jalan. Dari hasil penelitian di lapangan, didapatkan data sebagai berikut: 33

34 34 Sumber: PT Semen Padang Gambar 9. Layout dan Situasi Jalan dari Crusher IIIA dan IIIB ke Front Pit Limit

35 35 Sumber: PT Semen Padang Gambar 10. Profil Section Jalan dari Crusher IIIA dan IIIB ke Front Pit Limit 1. Lebar Jalan Tambang Lebar jalan tambang terdiri atas dua macam, yaitu lebar jalan lurus dan lebar jalan pada tikungan. a. Lebar Jalan Lurus Adapun data yang didapatkan pada pengukuran lebar jalan lurus PT Semen Padang adalah sebagai berikut: Tabel 4. Data Pengukuran Jalan Lurus No Segmen 1 V-W 2 W-X 3 X-Y 4 Y-Z 5 Z-A' 6 A'-B' Elevasi (dpl) Jarak Lebar Keterangan Satu Jalur dua jalur dua jalur dua jalur dua jalur dua jalur

36 36 No Segmen 7 B'-C' 8 C'-D' 9 D'-E' 10 E'-F' 11 F'-G' 12 G'-H' 13 H'-I' 14 I'-J' 15 J'-K' 16 K'-L' Elevasi (dpl) Data Lapangan Penulis 2014 Jarak Lebar Keterangan dua jalur dua jalur dua jalur dua jalur dua jalur dua jalur dua jalur dua jalur dua jalur dua jalur b. Lebar Jalan pada Tikungan Adapun data yang didapatkan pada pengukuran lebar jalan pada tikungan di PT Semen Padang adalah sebagai berikut: Tabel 5. Data Pengukuran Jalan pada Tikungan No Segmen 1 Y-Z 2 B'-C' Elevasi (dpl) Beda tinggi (M) Jarak Lebar Sudut tikungan ( )

37 37 No Segmen 3 C'-D' 4 D'-E' Elevasi (dpl) Data Lapangan Penulis 2014 Beda tinggi (M) Jarak Lebar Sudut tikungan ( ) Jari-jari Tikungan dan Superelevasi Adapun data yang didapatkan pada pengukuran jari jari tikungan dan superelevasi di lokasi penambangan PT Semen Padang adalah sebagai berikut Tabel 6. Data Pengukuran Jari jari Tikungan dan Superelevasi Data Lapangan Penulis Kemiringan Jalan Angkut (Grade) Adapun hasil pengukuran kemiringan jalan tambang (grade) PT Semen Padang adalah sebagai berikut:

38 38 Tabel 7. Data Pengukuran Kemiringan Jalan (Grade) No Segmen 1 V-W 2 W-X 3 X-Y 4 Y-Z 5 Z-A' 6 A'-B' 7 B'-C' 8 C'-D' 9 D'-E' 10 E'-F' 11 F'-G' 12 G'-H' 13 H'-I' 14 I'-J' 15 J'-K' 16 K'-L' Elevasi (dpl) Data Lapangan Penulis 2014 Beda tinggi Jarak Lebar Grade (%)

39 39 4. Cross Slope (Kemiringan Melintang Jalan) Berdasarkan pengukuran di lapangan maka didapatkan data cross slope jalan angkut PT Semen Padang sebagai berikut: Tabel 8. Data Pengukuran Cross slope No Segmen 1 V-W 2 W-X 3 X-Y 4 Y-Z 5 Z-A' 6 A'-B' 7 B'-C' 8 C'-D' 9 D'-E' 10 E'-F' 11 F'-G' 12 G'-H' 13 H'-I' 14 I'-J' 15 J'-K' Elevasi (dpl) Beda tinggi Jarak Lebar Cross slope tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas tidak jelas

40 40 No Segmen 16 K'-L' Elevasi (dpl) Data Lapangan Penulis 2014 Beda tinggi Jarak Lebar Cross slope tidak jelas 5. Drainase Berdasarkan pengukuran di lapangan maka didapatkan data drainase jalan angkut PT Semen Padang sebagai berikut: Tabel 9. Data Pengukuran Drainase No Segmen 1 V-W 2 W-X 3 X-Y 4 Y-Z 5 Z-A' 6 A'-B' 7 B'-C' 8 C'-D' 9 D'-E' 10 E'-F' 11 F'-G' 12 G'-H' Elevasi (dpl) Beda tinggi (M) Jarak Lebar Drainase Lebar Dalam ,

41 41 No Segmen 13 H'-I' 14 I'-J' 15 J'-K' 16 K'-L' Elevasi (dpl) Data Lapangan Penulis 2014 Beda tinggi Jarak Lebar Drainase Lebar Dalam B. Pembahasan 1. Lebar Jalan Tambang a. Lebar Jalan Lurus Penentuan lebar jalan angkut tambang didasarkan pada unit alat angkut yang memiliki dimensi paling besar yang sedang beroperasi saat itu pada jalan tambang. Berdasarkan pengukuran aktual, dump truck HD785-7 mempunyai lebar 5,315 meter. Dokumentasi Penulis 2014 Gambar 11. Alat Angkut Dump Truck HD785-7

42 42 Maka lebar jalan lurus minimum untuk 1 (satu) jalur adalah: Lmin = ( 1 x 5,315 meter ) + [ ( ). ( 0,5 x 5,315 meter) ] = 10,63 meter ~ 11 meter Untuk 2 (dua) jalur adalah: Lmin = ( 2 x 5,315 meter ) + [ ( ). ( 0,5 x 5,315 meter ) ] = 18,602 meter ~ 19 meter Maka perbandingan lebar jalan lurus aktual dengan perhitungan lebar jalan minimum adalah sebagai berikut: Tabel 10. Evaluasi Lebar Jalan Lurus No Segmen 1 V-W 2 W-X 3 X-Y 4 Y-Z 5 Z-A' 6 A'-B' 7 B'-C' 8 C'-D' 9 D'-E' 10 E'-F' Elevasi (dpl) Jarak Lebar Keterangan Satu Jalur dua jalur dua jalur dua jalur dua jalur dua jalur dua jalur dua jalur dua jalur dua jalur Lmin 11 dan 19 m < L min > L min > L min > L min > L min > L min > L min > L min > L min < L min Koreksi lebar jalan +3 Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai +1

43 43 No Segmen Elevasi (dpl) 11 F'-G' G'-H' H'-I' I'-J' J'-K' K'-L' Data Lapangan Penulis 2014 Jarak Lebar Keterangan dua jalur dua jalur dua jalur dua jalur dua jalur dua jalur Lmin 11 dan 19 m < L min < L min > L min > L min > L min > L min Koreksi lebar jalan Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Berdasarkan perhitungan titik sampel di atas, maka didapatkan lebar jalan angkut tambang pada PT Semen Padang dari Front pit limit menuju Crusher IIIA dan IIIB pada sepanjang ruas jalan tersebut 25% diantaranya masih belum memenuhi standar jalan angkut tambang yang baik dan benar terutama di lokasi penambangan (Pit). Kondisi ini akan berdampak buruk terhadap safety dan terjadinya antrian alat di lokasi penambangan, memperbesar waktu pengangkutan akibat sering terjadinya pengereman alat angkut yang berpapasan dengan alat angkut lainnya pada ruas jalan yang sempit sehingga pengangkutan menjadi kurang efisien dan apabila terjadi human error oleh operator alat angkut disaat berada pada ruas jalan yang sempit ini akan dapat mengakibatkan kecelakaan kerja. Untuk itu pada ruas jalan yang kurang memenuhi standar lebar jalan lurus minimum perlu untuk dilakukan penambahan lebar jalannya sesuai dengan koreksi.

44 44 b. Lebar Jalan pada Tikungan Lebar jalan pada tikungan selalu dibuat lebih besar dari pada jalan lurus. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya penyimpangan lebar alat angkut yang disebabkan oleh sudut yang dibentuk oleh roda depan dengan badan truk saat melintasi tikungan. Untuk jalur ganda, lebar jalan minimum pada tikungan dihitung berdasarkan pada: 1) Lebar jejak roda 2) Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan belakang pada saat membelok 3) Jarak antar alat angkut saat bersimpangan 4) Jarak jalan angkut terhadap tepi jalan Lebar jalan pada tikungan selalu dibuat lebih besar dari jalan lurus. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya penyimpangan lebar alat angkut yang disebabkan sudut yang dibentuk oleh roda depan dengan badan truck saat melintasi tikungan. Untuk jalur ganda dan tunggal, lebar jalan minimum pada tikungan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: W min Fa Fb C = 2 (U + Fa + Fb + Z) + C = Ad x sin α = Ab x Sin α = Z = ½ (U + Fa + Fb)

45 45 Ket: W min n U F b Z C Ad Ab = Lebar jalan pada belokan = Jumlah jalur = Lebar jejak roda (centre to centre tyre) = Lebar juntai (overhang) depan = Lebar juntai belakang = Lebar bagian tepi jalan = Jarak antar kendaraan = Jarak as roda depan dengan bagian depan dump truck = Jarak as roda belakang dengan bagian belakang dump truck n α = Sudut penyimpangan (belok) roda depan ( o ) Maka: Fa = Ad x sin α = 2,15 sin 41 = 1,41 Fb = Ab x Sin α = 3,19 sin 41 = 2,092 C = Z = ½ (U + Fa + Fb) =Z= 0,5 ( 3,50+1,41+2,092) = 3,501 m W min = 2 (U+ Fa + Fb + Z) + C = 2 (3,50+1,41+2,092+3,501) + 3,501

46 46 = 24,507 m 25 m Berdasarkan data hasil pengukuran di lapangan, dan perhitungan di atas maka dapat dibandingkan lebar ruas jalan pada tikungan masing- masing ruas sebagai berikut: Tabel 11. Evaluasi Lebar Jalan pada Tikungan Data Lapangan Penulis 2014 Untuk tikungan pada 2 (dua) jalur menurut perhitungan teori diperoleh lebar minimum untuk jalan pada tikungan adalah sebesar 25 meter, sedangkan di lapangan pada ruas jalan tikungan dari hasil pengukuran aktual tidak ada yang memenuhi standar perhitungan. Keadaan ini akan mempengaruhi kelancaran alat angkut saat beroperasi. Maka dari itu pada jalan tikungan yang masih kurang memenuhi standar lebar jalan pada tikungan minimum (Wmin) perlu untuk diperlebar lagi sesuai dengan koreksi.

47 47 2. Jari-jari dan Superelevasi Permasalahan Superelevasi erat kaitannya dengan jari-jari tikungan. Suatu tikungan akan dapat dilalui dengan baik oleh alat angkut apabila radius tikungannya lebih besar atau minimal sama dengan jari-jari lintasan yang dimiliki oleh alat angkut yang digunakan. Jari-jari Lintasan yang dimiliki oleh masing-masing alat angkut yaitu Dump Truck Komatsu HD dapat dilihat pada tabel 12. Dump Truck Tabel 12. Jari-jari Lintasan Alat Angkut Sudut Penyimpangan Roda Depan Jari-Jari Lintasan, ( m) Komatsu HD o 7,545 Sumber: Handbook and Brosur Komatsu (2014) Kecepatan yang digunakan adalah 15 km/jam. Sedangkan koefisien gesekan secara matematis dapat dihitumg dengan: a. Untuk V < 80 km/jam. f = 0,00065 V 0, 192 b. Untuk V antara km/jam f = 0,00125 V 0, 24 Dengan demikian harga koefisien gesekan dengan V 15 km/jam adalah: f = 0, , 192 = - 9,75 x ,192 = 0,182

48 48 e f 2 v 127. R Dimana: e = nilai super elevasi (mm/m) V R = kecepatan yang digunakan = Jari-jari tikungan f = faktor gesek ( 0) Jadi nilai super elevasi tikungan adalah: ( R= 7,545) 15 2 e = 0, ,545 = 0,053 m/m Setelah angka super elevasi diketahui maka dapat diketahui perbedaan tinggi yang harus dibuat antara sisi dalam dan luar tikungan. Superelevasi Nilai superlevasi Lebar jalan pada tikungan Superlevasi = 0,053 m/m = 25 m = 0,053 m/m x 25 m = 1,325 m = 132,5 cm Jari-Jari Tikungan. R = V 2 / [127(e + f)] Dimana: R = jari-jari tikungan, m

49 49 V e f = kecepatan yang digunakan, 15 km/jam = superelevasi, 0,053 m/m = koefisien gesekan Untuk kecepatan rencana <80 km/jam f = -0,00065 V + 0,192 = -0,00065 (15) + 0,192 = 0,182 R = 15 2 / [127(0, ,182)] = Atau dapat juga dengan cara berkut: a. Jari-jari Tikungan Dump Truck Diketahui jarak antara poros depan dengan poros belakang ( Wb ), sedangkan sudut penyimpangan roda depan ( ), maka jari-jari minimum tikungan jalan angkut adalah: R = Wb Sin 1) Dump Truck Komatsu HD Wb 4,95 R = 7, 545 meter o Sin Sin 41 Beda tinggi = R Super elevasi = 7,545 1,325 = 6,22 m

50 50 Jadi beda tinggi yang harus dibuat antara sisi dalam dan sisi luar tikungan adalah 6,22 m untuk jalan dua jalur pada tikungan. Kecepatan alat angkut saat melewati tiap tikungan dengan superelevasi 6,22 m: V = e f 127 R V =,053 0, ,545 = 15,006 km/jam = 15,006 : 1,610 = 9,32 mph Superelevasi untuk masing-masing tikungan adalah: Y-Z : ( R= 17,3) e = , (17,3) B -C : ( R= 23,5) = - 0,079 m/m, tidak memerlukan penambahan tinggi (-) e = , (23,5) = - 0,106 m/m, tidak memerlukan penambahan tinggi (-)

51 51 C -D : ( R= 18,6) e = , (18,6) = - 0,086 m/m, tidak memerlukan penambahan tinggi (-) B -C : ( R= 11,4) e = , (11,4) = - 0,026 m/m, tidak memerlukan penambahan tinggi (-) Kecepatan alat angkut saat melewati tikungan dengan superelevasi 0,04 akan lebih rendah dari kecepatan rencana. Kecepatan alat angkut saat melewati tiap tikungan dengan superelevasi 0,04: V = e f 127 R Y-Z = V =,04 0, ,3 = 22,085 km/jam = 22,085 : 1,610 = 13,717 mph B -C = V =,04 0, ,5 = 25,740 km/jam = 25,740 : 1,610 = 15,987 mph

52 52 C -D : V =,04 0, ,6 = 22,899 km/jam = 22,899 : 1,610 = 14,222 mph D -E : V =,04 0, ,4 = 17,927 km/jam = 17,927 : 1,610 = 11,134 mph Dari hasil pengukuran di lapangan, dan berdasarkan hasil perhitungan maka didapatkan superelevasi dan jari-jari tikungan sebagai berikut: Tabel 13. Evaluasi Jari jari dan Superelevasi Data Lapangan Penulis 2014 Dari angka ini dapat dilihat bahwa tikungan yang ada di lokasi pengamatan sudah dapat dilalui dengan baik oleh alat angkut, karena jari-jari tikungannya sudah lebih besar dari jari-jari lintasan alat angkut. Pengambilan jari-jari tikungan tertajam dan jari-jari lintasan dump truck terbesar sebagai perbandingan adalah untuk mengetahui kemampuan alat angkut untuk melintasi seluruh tikungan yang ada di lokasi penambangan batu gamping PT Semen Padang. Apabila alat angkut mampu melintasi tikungan yang mempunyai jari-jari terkecil, maka secara otomatis alat angkut

53 53 akan mampu melintasi tikungan yang lain yang memiliki jari-jari tikungan lebih besar. Saat ini disemua segmen tikungan jalan angkut di lokasi penambangan batu gamping PT Semen Padang sudah masu ke dalam standar geometri jalan. Perhitungan angka superelevasi dapat dilakukan dengan perhitungan menggunakan rumus, diketahui perhitungan superelevasi untuk tikungan adalah sebesar 0,053 m/m dengan jari-jari 7,545 m. Agar tidak mempersulit pembuatan superelevasi ditetapkan alternatif lain, alternatif tersebut adalah penentuan superelevasi dengan menggunakan tabel. Tabel yang digunakan adalah tabel 2. Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat angka superelevasi 0,04 lebih variatif untuk untuk berbagai tingkat kecepatan dan jari-jari tikungan. Dengan penggunaan angka superelevasi 0,04 ini akan berdampak terhadap kecepatan alat angkut saat melintasi tikungan. Alat angkut harus menurunkan kecepatan di bawah kecepatan rencana. Kecepatan yang harus digunakan saat melintasi masing-masing tikungan tiap segmen adalah sebagai berikut: a. Y-Z = 22,805 km/jam b. B -C = 25,740 km/jam c. C -D = 22,899 km/jam d. D -C = 17,927 km/jam

54 54 Dengan pembuatan superelevasi diharapkan alat angkut dapat melaju dengan aman pada kecepatan yang lebih tinggi saat melintasi tikungan. 3. Kemiringan Jalan Angkut Tambang (Grade) Kemiringan jalan angkut tambang berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut baik dalam mengatasi tanjakan maupun melakukan pengereman. Kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik oleh alat angkut/truk berkisar antara 10% sampai 18% atau 6 0 sampai 8,5 0, akan tetapi untuk jalan naik atau turun pada lereng bukit lebih aman bila kemiringan jalan kurang dari 8%. Kemampuan dalam mengatasi tanjakan untuk setiap alat angkut tidak sama, tergantung pada jenis alat angkut itu sendiri. Sudut kemiringan jalan biasanya dinyatakan dalam persen, yaitu beda tinggi setiap seratus satuan panjang jarak mendatar. (Yanto Indonesianto 2007). Kemiringan jalan di PT Semen Padang sangat bervariasi salah satunya yang terbesar pada segmen jalan F -G yang akan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: h Grade (%) x 100% x Keterangan: h : Beda tinggi antara dua titik segmen yang diukur (meter) x : Jarak datar antara dua titik segmen jalan diukur (meter) Perhitungan pada segmen:

55 55 V-W = 10,3 x 100% = 5,15% 200 W-X = 13,6 x 100% = 6,8% 200 X-Y = 25,7 x 100% = 12,75% 200 Y-Z = 24 x 100% = 12% 200 Z-A = 26,7 x 100% = 13,35% 200 A -B = 15 x 100% = 7,5% 200 B -C = 25,2 x 100% = 12,75% 200 C -D = 10,5 x 100% = 5,25% 200 D -E = 10,9 x 100% = 5,45% 200 E -F = 12,2 x 100% = 6,1% 200 F -G = 13,6 x 100% = 6,8% 200 G -H = 25,5 x 100% = 12,75% 200 H -I = 23,4 x 100% = 11,7% 200 I -J = 27 x 100% = 13,5% 200

56 56 J -K = 23,9 x 100% = 11,95% 200 K -L = 17,3 x 100% = 8,65% 200 Adapun data kemiringan segmen jalan dan perbandingannya dengan Grade minimum jalan tambang terlihat seperti pada tabel 14. Berikut ini dengan rumus yang sama seperti di atas. Tabel 14. Evaluasi Kemiringan Jalan (Grade) No Segmen 1 V-W 2 W-X 3 X-Y 4 Y-Z 5 Z-A' 6 A'-B' 7 B'-C' 8 C'-D' 9 D'-E' 10 E'-F' 11 F'-G' Elevasi (dpl) Beda tinggi Jarak Lebar Grade (%) Koreksi Grade Ok Ok Ok ,25 Ok Ok Ok

57 57 No Segmen 12 G'-H' 13 H'-I' 14 I'-J' 15 J'-K' 16 K'-L' Elevasi (dpl) Data Lapangan Penulis 2014 Beda tinggi Jarak Lebar Grade (%) Koreksi Grade Kemiringan pada jalan angkut tambang tidak boleh luput dari perhatian, karena pada saat kondisi jalan menurun operator akan kesulitan melakukan pengereman kendaraan apalagi pada kondisi jalan yang sempit, ini akan berpengaruh pada masa pakai rem dan ban, begitu sebaliknya ketika kondisi jalan yang menanjak akan membutuhkan power yang cukup besar dan pembakaran yang cepat dimana kebutuhan solar juga akan besar. Hal fatal lainnya yang dapat terjadi yaitu ketidakmampuan alat angkut saat melakukan pendakian yang terlalu menanjak sehingga dapat menyebabkan mesin alat angkut mati mendadak dan fungsi rem mesin diesel dalam keadaan mati otomatis tidak akan berfungsi, maka alat angkut akan mundur dengan sendirinya dan akan akibatnya akan terjadi kecelakaan kerja. Kemiringan jalan angkut maksimum yang dianjurkan berdasarkan teori adalah sebesar 8%. Dan berdasarkan perolehan data di lapangan, kemiringan jalan angkut pada PT Semen Padang masih banyak terdapat contoh ruas jalan

58 58 yang melebihi standar yang dianjurkan. Secara teoritis kemiringan maksimum jalan angkut yang mampu di atasi dump truck dapat diketahui berdasarkan jumlah rimpull yang tersedia dan jumlah rimpull yang dibutuhkan untuk mengatasi tahanan guling (rolling resistance) dan tanjakan (grade resistance). Maka dari itu perusahaan perlu mengkoreksi lagi mengenai perencanaan pembuatan kemiringan jalan tambang yang tidak melebihi standar grade maksimum untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan alat, konsumsi bahan bakar yang menjadi tinggi bahkan dapat menyebabkan kecelakaan kerja. 4. Kemiringan Melintang Jalan Angkut Tambang Kemiringan melintang (cross slope) adalah beda tinggi antara titik tengah jalan dengan sisi-sisi pinggir jalan. Kemiringan melintang digunakan untuk mengatasi masalah drainase di atas permukaan jalan. Jalan tambang yang baik memiliki kemiringan melintang maksimum 40 mm/m, artinya setiap satu meter lebar jalan angkut ideal dibuat kemiringan melintang sebesar 40 mm atau 4%. Nilai cross slope yang di rekomendasikan adalah sebesar mm/m jarak dari bagian tepi ke bagian tengah jalan. Maka: in i ( ) ( ) = 180 mm ~ 18 cm

USULAN JUDUL. tugas akhir yang akan saya laksanakan, maka dengan ini saya mengajukan. 1. Rancangan Jalan Tambang Pada PT INCO Tbk, Sorowako

USULAN JUDUL. tugas akhir yang akan saya laksanakan, maka dengan ini saya mengajukan. 1. Rancangan Jalan Tambang Pada PT INCO Tbk, Sorowako USULAN JUDUL Kepada Yth Bapak Ketua Jurusan Teknik Petambangan Di,- Makassar Dengan Hormat, Dengan ini saya sampaikan kepada Bapak bahwa kiranya dengan tugas akhir yang akan saya laksanakan, maka dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian... 2 1.3 Ruang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan 3.1.1 Klasifikasi Menurut Fungsi Jalan Menurut Bina Marga (1997), fungsi jalan terdiri dari : a. jalan arteri : jalan yang melayani angkutan utama

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. tanah adalah tidak rata. Tujuannya adalah menciptakan sesuatu hubungan yang

BAB III LANDASAN TEORI. tanah adalah tidak rata. Tujuannya adalah menciptakan sesuatu hubungan yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengertian Geometrik Jalan Raya Geometrik merupakan membangun badan jalan raya diatas permukaan tanah baik secara vertikal maupun horizontal dengan asumsi bahwa permukaan tanah

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI PERALATAN MEKANIS SEBAGAI UPAYA PENCAPAIAN SASARAN PRODUKSI PENGUPASAN LAPISAN TANAH PENUTUP DI PT

OPTIMALISASI PRODUKSI PERALATAN MEKANIS SEBAGAI UPAYA PENCAPAIAN SASARAN PRODUKSI PENGUPASAN LAPISAN TANAH PENUTUP DI PT OPTIMALISASI PRODUKSI PERALATAN MEKANIS SEBAGAI UPAYA PENCAPAIAN SASARAN PRODUKSI PENGUPASAN LAPISAN TANAH PENUTUP DI PT. PUTERA BARAMITRA BATULICIN KALIMANTAN SELATAN Oleh Riezki Andaru Munthoha (112070049)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perkerasan jalan secara umum dibedakan atas dua macam yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Pada dasarnya perkerasan lentur

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNIS GEOMETRI JALAN HAULING PADA PT. GURUH PUTRA BERSAMA SITE DESA GUNUNG SARI KECAMATAN TABANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

KAJIAN TEKNIS GEOMETRI JALAN HAULING PADA PT. GURUH PUTRA BERSAMA SITE DESA GUNUNG SARI KECAMATAN TABANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA JGP (Jurnal Geologi Pertambangan 12 KAJIAN TEKNIS GEOMETRI JALAN HAULING PADA PT. GURUH PUTRA BERSAMA SITE DESA GUNUNG SARI KECAMATAN TABANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Oleh : Akhmad Rifandy 1 dan Hefni

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN Dalam perencanaan geometrik jalan terdapat beberapa parameter perencanaan yang akan dibicarakan dalam bab ini, seperti kendaraan rencana, kecepatan rencana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan semakin banyak berdirinya perusahaan perusahaan. pertambangan Batubara di Indonesia termasuk di Propinsi Jambi, salah

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan semakin banyak berdirinya perusahaan perusahaan. pertambangan Batubara di Indonesia termasuk di Propinsi Jambi, salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan permintaan pasar akan Batubara yang semakin meningkat mengakibatkan semakin banyak berdirinya perusahaan perusahaan pertambangan Batubara di Indonesia

Lebih terperinci

Evaluasi Jalan Angkut dari Front Tambang Andesit ke Crusher II pada Penambangan Batu Andesit di PT Gunung Kecapi, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa

Evaluasi Jalan Angkut dari Front Tambang Andesit ke Crusher II pada Penambangan Batu Andesit di PT Gunung Kecapi, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Evaluasi Jalan Angkut dari Front Tambang Andesit ke Crusher II pada Penambangan Batu Andesit di PT Gunung Kecapi, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Road

Lebih terperinci

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016 Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept. 2015 Feb. 2016 KAJIAN TEKNIS PRODUKSI ALAT GALI-MUAT DAN ALAT ANGKUT UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI PENGUPASAN OVERBURDEN PENAMBANGAN BATUBARA

Lebih terperinci

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN Penampang melintang jalan adalah potongan melintang tegak lurus sumbu jalan, yang memperlihatkan bagian bagian jalan. Penampang melintang jalan yang akan digunakan harus

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 161 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN Berdasarkan keseluruhan hasil perencanaan yang telah dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

Lebih terperinci

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. Kendaraan Rencana Kendaraan rencana adalah kendaraan yang merupakan wakil dari kelompoknya. Dalam perencanaan geometrik jalan, ukuran lebar kendaraan rencana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Jalan Menurut Arthur Wignall (2003 : 12) secara sederhana jalan didefinisikan sebagai jalur dimana masyarakat mempunyai hak untuk melewatinya tanpa diperlakukannya izin khusus

Lebih terperinci

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000 Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Gambar Situasi Skala 1:1000 Penentuan Trace Jalan Penentuan Koordinat PI & PV Perencanaan Alinyemen Vertikal

Lebih terperinci

I Dewa Made Alit Karyawan*, Desi Widianty*, Ida Ayu Oka Suwati Sideman*

I Dewa Made Alit Karyawan*, Desi Widianty*, Ida Ayu Oka Suwati Sideman* 12 Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 Vol. 2, No. 1 : 12-21, Maret 2015 ANALISIS KELANDAIAN MELINTANG SEBAGAI ELEMEN GEOMETRIK PADA BEBERAPA TIKUNGAN RUAS JALAN MATARAM-LEMBAR Analysis Superelevation on Alignment

Lebih terperinci

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN SISTEM DRAINASE PERMUKAAN Tujuan pekerjaan drainase permukaan jalan raya adalah : a. Mengalirkan air hujan dari permukaan jalan agar tidak terjadi genangan. b. Mengalirkan air permukaan yang terhambat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP I FC 30 20, '1" II FC 50 17, '7" III FC 50 66, '1" IV FC 50 39, '6" V FC 50 43, '8"

BAB V PENUTUP I FC 30 20, '1 II FC 50 17, '7 III FC 50 66, '1 IV FC 50 39, '6 V FC 50 43, '8 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa Superelevasi pada tikungan Jalan Adi Sucipto, segmen Unkris Undana. STA 0+000 sampai STA 0+850, sepanjang ± 850 meter maka dapat disimpulkan bahwa

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Lingkar Barat Metropolitan Surabaya Jawa Timur

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Lingkar Barat Metropolitan Surabaya Jawa Timur Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Lingkar Barat Metropolitan Surabaya Jawa Timur Ferdiansyah Septyanto, dan Wahju Herijanto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Evaluasi teknis adalah mengevaluasi rute dari suatu ruas jalan secara umum meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan kelengkapan data yang ada atau tersedia

Lebih terperinci

EVALUASI JALAN TAMBANG BERDASARKAN GEOMETRI DAN DAYA DUKUNG PADA LAPISAN TANAH DASAR PIT TUTUPAN AREA HIGHWALL

EVALUASI JALAN TAMBANG BERDASARKAN GEOMETRI DAN DAYA DUKUNG PADA LAPISAN TANAH DASAR PIT TUTUPAN AREA HIGHWALL EVALUASI JALAN TAMBANG BERDASARKAN GEOMETRI DAN DAYA DUKUNG PADA LAPISAN TANAH DASAR PIT TUTUPAN AREA HIGHWALL Thoni Riyanto 1*, Agus Triantoro 2, Riswan 2, Yosua Dinata Olla 3 1 Mahasiswa Program Studi

Lebih terperinci

254x. JPH = 0.278H x 80 x 2.5 +

254x. JPH = 0.278H x 80 x 2.5 + 4.3. Perhitungan Daerah Kebebasan Samping Dalam memperhitungkan daerah kebebasan samping, kita harus dapat memastikan bahwa daerah samping/bagian lereng jalan tidak menghalangi pandangan pengemudi. Dalam

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK PADA RUAS JALAN TANJUNG MANIS NILAS KECAMATAN SANGKULIRANG

PERENCANAAN GEOMETRIK PADA RUAS JALAN TANJUNG MANIS NILAS KECAMATAN SANGKULIRANG PERENCANAAN GEOMETRIK PADA RUAS JALAN TANJUNG MANIS NILAS KECAMATAN SANGKULIRANG Oleh : AGUS BUDI SANTOSO JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SAMARINDA ABSTRAK Perencanaan

Lebih terperinci

ANALISIS GEOMETRI JALAN DI TAMBANG UTARA PADA PT. IFISHDECO KECAMATAN TINANGGEA KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS GEOMETRI JALAN DI TAMBANG UTARA PADA PT. IFISHDECO KECAMATAN TINANGGEA KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ANALISIS GEOMETRI JALAN DI TAMBANG UTARA PADA PT. IFISHDECO KECAMATAN TINANGGEA KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA Aldiyansyah¹, Jamal Rauf Husain², Arif Nurwaskito 1* 1. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan BAB V MEDIAN JALAN 5.1 Macam-macam Median Jalan 1. Pemisah adalah suatu jalur bagian jalan yang memisahkan jalur lalulintas. Tergantung pada fungsinya, terdapat dua jenis Pemisah yaitu Pemisah Tengah dan

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN Penampang melintang jalan adalah potongan suatu jalan tegak lurus pada as jalannya yang menggambarkan bentuk serta susunan bagian-bagian jalan yang bersangkutan pada arah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. harus memiliki jarak pandang yang memadai untuk menghindari terjadinya

BAB II DASAR TEORI. harus memiliki jarak pandang yang memadai untuk menghindari terjadinya BAB II DASAR TEORI Pada jalan luar kota dengan kecepatan yang rencana yang telah ditentukan harus memiliki jarak pandang yang memadai untuk menghindari terjadinya kecelakaan akibat terhalangnya penglihatan

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA Sabar P. T. Pakpahan 3105 100 005 Dosen Pembimbing Catur Arief Prastyanto, ST, M.Eng, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Mulai. Persiapan. Identifikasi Masalah dan Kebutuhan Data. Pengumpulan Data. 1. Kondisi Data Primer eksisting : jalan, meliputi :

BAB III METODOLOGI. Mulai. Persiapan. Identifikasi Masalah dan Kebutuhan Data. Pengumpulan Data. 1. Kondisi Data Primer eksisting : jalan, meliputi : III - 1 BAB III METODOLOGI 3.1. TINJAUAN UMUM. Untuk melakukan suatu perencanaan jalan perlu dilakukan proses analisa dari informasi data-data mengenai obyek yang akan kita rencanakan. Hal ini perlu dilakukan

Lebih terperinci

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik - Universitas Gadjah Mada PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN MODUL - 6 JARAK PANDANG HENTI DAN MENYIAP Disusun oleh: Tim Ajar Mata Kuliah Perancangan Geometrik

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 4 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 UMUM Studi pustaka memuat uraian tentang informasi yang relevan dengan masalah yang dibahas. Informasi ini dapat diperoleh dari buku-buku, laporan penelitian, karangan ilmiah,

Lebih terperinci

ELEMEN PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN

ELEMEN PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN ELEMEN PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN Alinemen Horizontal Alinemen Horizontal adalah proyeksi dari sumbu jalan pada bidang yang horizontal (Denah). Alinemen Horizontal terdiri dari bagian lurus dan lengkung.

Lebih terperinci

Jl. Raya Palembang Prabumulih KM.32 Indralaya, Sumatera Selatan, Indonesia ABSTRAK ABSTRACT

Jl. Raya Palembang Prabumulih KM.32 Indralaya, Sumatera Selatan, Indonesia   ABSTRAK ABSTRACT EVALUASI TEKNIS GEOMETRI JALAN ANGKUT OVERBURDEN UNTUK MENCAPAI TARGET PRODUKSI 240.000 BCM / BULAN DI SITE PROJECT MAS LAHAT PT. ULIMA NITRA SUMATERA SELATAN TECHNICAL EVALUATION OF GEOMETRIC OVERBURDEN

Lebih terperinci

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator); POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Pengertian Umum Potongan melintang jalan (cross section) adalah suatu potongan arah melintang yang tegak lurus terhadap sumbu jalan, sehingga dengan potongan melintang

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN GEOMETRI JALAN PADA RUAS JALAN SANGGAU - SEKADAU

STUDI KELAYAKAN GEOMETRI JALAN PADA RUAS JALAN SANGGAU - SEKADAU STUDI KELAYAKAN GEOMETRI JALAN PADA RUAS JALAN SANGGAU - SEKADAU M.Azmi Maulana 1),Komala Erwan 2),Eti Sulandari 2) D11109050@gmail.com ABSTRAK Jalan raya adalah salah satu prasarana transportasi yang

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Evaluasi Jalan Angkut dari Front Tambang Batubara menuju Stockpile Block B pada Penambangan Batubara di PT Minemex Indonesia, Desa Talang Serdang Kecamatan

Lebih terperinci

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air. 4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 460-6499 Evaluasi Geometri Angkut dari Lokasi Pengupasan Overburden ke Disposal pada Sektor Penambangan Bijih Besi Blok D di PT. Adidaya Tangguh, Desa Tolong, Kecamatan

Lebih terperinci

EVALUASI GEOMETRIK JALAN PADA JENIS TIKUNGAN SPIRAL- CIRCLE-SPIRAL DAN SPIRAL-SPIRAL (Studi Kasus Jalan Tembus Tawangmangu Sta Sta

EVALUASI GEOMETRIK JALAN PADA JENIS TIKUNGAN SPIRAL- CIRCLE-SPIRAL DAN SPIRAL-SPIRAL (Studi Kasus Jalan Tembus Tawangmangu Sta Sta EVALUASI GEOMETRIK JALAN PADA JENIS TIKUNGAN SPIRAL- CIRCLE-SPIRAL DAN SPIRAL-SPIRAL (Studi Kasus Jalan Tembus Tawangmangu Sta 2+223.92 Sta 3+391.88) JURNAL PROYEK AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Teknik

Lebih terperinci

ANALISA ALINYEMEN HORIZONTAL PADA JALAN LINGKAR PASIR PENGARAIAN

ANALISA ALINYEMEN HORIZONTAL PADA JALAN LINGKAR PASIR PENGARAIAN ANALISA ALINYEMEN HORIZONTAL PADA JALAN LINGKAR PASIR PENGARAIAN Ahmadi : 1213023 (1) Bambang Edison, S.Pd, MT (2) Anton Ariyanto, M.Eng (2) (1)Mahasiswa Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Pasir

Lebih terperinci

ANALISIS GEOMETRI JALAN DI TAMBANG UTARA PADA PT. IFISHDECO KECAMATAN TINANGGEA KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS GEOMETRI JALAN DI TAMBANG UTARA PADA PT. IFISHDECO KECAMATAN TINANGGEA KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ANALISIS GEOMETRI JALAN DI TAMBANG UTARA PADA PT. IFISHDECO KECAMATAN TINANGGEA KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA Aldiyansyah¹, Jamal Rauf Husain², Arif Nurwaskito 1* 1. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 37 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 TAHAPAN PENELITIAN Penelitian ini di bagi menjadi 2 tahap: 1. Pengukuran kondisi geometri pada ruas jalan Ring Road Selatan Yogyakarta Km. 36,7-37,4 untuk mengkorfirmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di zaman yang semakin maju ini, transportasi menjadi hal vital dalam kehidupan manusia. Kesuksesan bertransportasi sangatlah dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA Sudarman Bahrudin, Rulhendri, Perencanaan Geometrik Jalan dan Tebal Perkerasan Lentur pada Ruas Jalan Garendong-Janala PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Fungsi utama dari sistem jalan adalah memberikan pelayanan untuk pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman, nyaman, dan cara pengoperasian

Lebih terperinci

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1)

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) 1. Fungsi Marka jalan adalah : a. Untuk memberi batas jalan agar jalan terlihat jelas oleh pemakai jalan Yang sedang berlalu lintas dijalan. b. Untuk menambah dan mengurangi

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN BATAS KABUPATEN TAPANULI UTARA SIPIROK (SECTION 2)

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN BATAS KABUPATEN TAPANULI UTARA SIPIROK (SECTION 2) PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN BATAS KABUPATEN TAPANULI UTARA SIPIROK (SECTION 2) LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 93

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 93 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... v ABSTRAK... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1

Lebih terperinci

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. KENDARAAN RENCANA Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi (termasuk radius putarnya) dipilih sebagai acuan dalam perencanaan geometrik jalan raya.

Lebih terperinci

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar Penampang melintang merupakan bentuk tipikal Potongan jalan yang menggambarkan ukuran bagian bagian jalan seperti perkerasan jalan, bahu jalan dan bagian-bagian lainnya. BAGIAN-BAGIAN DARI PENAMPANG MELINTANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan BAB 1 PENDAHULUAN Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap jalan, dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 15 BAB III LANDASAN TEORI A. Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan 1. Klasifikasi Fungsional Untuk dapat mewujudkan peranan penting jalan sesuai Undang Undang No. 22/2009 tentang lalu lintas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Lalu Lintas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Klasifikasi Fungsi Jalan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 tahun 2006 tentang jalan, klasifikasi jalan menurut fungsinya terbagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor : 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor : 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kecelakaan Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor : 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas, yang merupakan penjabaran UU No 14 tahun 1992 tentang lalu lintas

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PERHITUNGAN

BAB IV DATA DAN PERHITUNGAN BAB IV DATA DAN PERHITUNGAN 4.1. Data Situasi Lapangan Pada kegiatan penambangan material lapisan batuan penutup, prioritas pekerjaan berada pada daerah utara pit Tanah Putih (lihat Gambar 4.1). N LP 1

Lebih terperinci

terjadi, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan (kios kecil dan kedai

terjadi, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan (kios kecil dan kedai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Operasional dan Perencanaan Jalan Luar Kota Analisis operasional merupakan analisis pelayanan suatu segmen jalan akibat kebutuhan lalu-lintas sekarang atau yang diperkirakan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perhitungan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perhitungan BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Perhitungan 1. Data Spesifikasi Jalan Ruas jalan Yogyakarta-Wates Km 15-22 termasuk jalan nasional berdasarkan Keputusan Meteri Pekerjaan Umum No. 631/KPTS/M/2009

Lebih terperinci

PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN BANGKALAN BATAS KABUPATEN SAMPANG STA KABUPATEN BANGKALAN PROPINSI JAWA TIMUR

PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN BANGKALAN BATAS KABUPATEN SAMPANG STA KABUPATEN BANGKALAN PROPINSI JAWA TIMUR PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN BANGKALAN BATAS KABUPATEN SAMPANG STA 14+650 18+100 KABUPATEN BANGKALAN PROPINSI JAWA TIMUR Dosen Pembimbing : Ir. CHOMAEDHI. CES, Geo 19550319 198403 1 001 Disusun

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG Memperhatikan penampang melintang jalan sebagaimana Bab I (gambar 1.6 dan gambar 1.7), maka akan tampak bagian-bagian jalan yang lazim disebut sebagai komponen penampang

Lebih terperinci

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH Diklat Perencanaan dan Persiapan Pengadaan Tanah KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelompokan Jalan Menurut Undang Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan, ditinjau dari peruntukannya jalan dibedakan menjadi : a. Jalan khusus b. Jalan Umum 2.1.1. Jalan

Lebih terperinci

Artikel Pendidikan 23

Artikel Pendidikan 23 Artikel Pendidikan 23 RANCANGAN DESAIN TAMBANG BATUBARA DI PT. BUMI BARA KENCANA DI DESA MASAHA KEC. KAPUAS HULU KAB. KAPUAS KALIMANTAN TENGAH Oleh : Alpiana Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Mataram

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk mengangkut hasil tambang batu bara dari (Pit) di Balau melalui

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk mengangkut hasil tambang batu bara dari (Pit) di Balau melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas. Ruas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. situasi dimana seorang atau lebih pemakai jalan telah gagal mengatasi lingkungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. situasi dimana seorang atau lebih pemakai jalan telah gagal mengatasi lingkungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kecelakaan Kecelakaan dapat didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang jarang dan tidak tentu kapan terjadi dan bersifat multi faktor yang selalu didahului oleh situasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii DAFTAR ISI RINGKASAN... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

DESAIN TAMBANG PERTEMUAN KE-3

DESAIN TAMBANG PERTEMUAN KE-3 DESAIN TAMBANG PERTEMUAN KE-3 Penambangan dengan sistem tambang terbuka menyebabkan adanya perubahan rona/bentuk dari suatu daerah yang akan ditambang menjadi sebuah front penambangan Setelah penambangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas umum,yang berada pada permukaan tanah, diatas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kendaraan rencana dikelompokan kedalam 3 kategori, yaitu: 1. kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang,

BAB III LANDASAN TEORI. Kendaraan rencana dikelompokan kedalam 3 kategori, yaitu: 1. kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang, BAB III LANDASAN TEORI 3.1.Kendaraan Rencana Menurut Dirjen Bina Marga (1997), kendaraan rencana adalah yang dimensi dan radius putarnya digunakan sebagai acuan dalam perencanaan geometric jalan. Kendaraan

Lebih terperinci

Sesuai Peruntukannya Jalan Umum Jalan Khusus

Sesuai Peruntukannya Jalan Umum Jalan Khusus Sesuai Peruntukannya Jalan Umum Jalan Khusus Jalan umum dikelompokan berdasarkan (ada 5) Sistem: Jaringan Jalan Primer; Jaringan Jalan Sekunder Status: Nasional; Provinsi; Kabupaten/kota; Jalan desa Fungsi:

Lebih terperinci

BAB 4 JARAK PANDANG 4.1. Pengertian

BAB 4 JARAK PANDANG 4.1. Pengertian BAB 4 JARAK PANDANG 4.1. Pengertian Jarak pandang adalah panjang bagian jalan di depan pengemudi yang dapat dilihat dengan jelas, diukur dari tempat kedudukan mata pengemudi. Kemampuan untuk dapat melihat

Lebih terperinci

FINAL KNKT

FINAL KNKT FINAL KNKT-08-09-04-01 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN TRUK KAYU PADI MAS NOMOR KENDARAAN EB 2144 AC MASUK JURANG DI JALAN JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Bukit Makmur Mandiri Utama (PT BUMA) adalah sebuah perusahaan kontraktor pertambangan yang memiliki kerjasama operasional pertambangan dengan PT Bahari Cakrawala

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Tol Pandaan-Malang dengan Jenis Perkerasan Lentur

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Tol Pandaan-Malang dengan Jenis Perkerasan Lentur E69 Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Tol Pandaan-Malang dengan Jenis Perkerasan Lentur Muhammad Bergas Wicaksono, Istiar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

ALINEMEN HORISONTAL. WILLY KRISWARDHANA Jurusan Teknik Sipil FT Unej. Jurusan Teknik Sipil Universitas Jember

ALINEMEN HORISONTAL. WILLY KRISWARDHANA Jurusan Teknik Sipil FT Unej. Jurusan Teknik Sipil Universitas Jember ALINEMEN HORISONTAL WILLY KRISWARDHANA Jurusan Teknik Sipil FT Unej Jurusan Teknik Sipil Universitas Jember GAYA-GAYA YANG BEKERJA PADA ALINEMEN HORISONTAL WILLY KRISWARDHANA Jurusan Teknik Sipil FT Unej

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3. 1 TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI 3. 1 TINJAUAN UMUM BAB III METODOLOGI 3. 1 TINJAUAN UMUM Di dalam pembangunan suatu jalan diperlukan perencanaan yang dimaksudkan untuk merencanakan fungsi struktur secara tepat, dan bentuk bentuk yang sesuai serta mempunyai

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Interaksi Sistem Kegiatan Dan Jaringan Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para perencana transportasi adalah sebagai berikut: 1. Memahami cara kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek

Lebih terperinci

Oleh : ARIF SETIYAFUDIN ( )

Oleh : ARIF SETIYAFUDIN ( ) Oleh : ARIF SETIYAFUDIN (3107 100 515) 1 LATAR BELAKANG Pemerintah Propinsi Bali berinisiatif mengembangkan potensi pariwisata di Bali bagian timur. Untuk itu memerlukan jalan raya alteri yang memadai.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM III - 1 BAB III 3.1 TINJAUAN UMUM Di dalam suatu pekerjaan konstruksi diperlukan suatu rancangan yang dimaksudkan untuk menentukan fungsi struktur secara tepat dan bentuk yang sesuai serta mempunyai fungsi

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik Jalan

Perencanaan Geometrik Jalan MODUL PERKULIAHAN Perencanaan Geometrik Jalan Pengantar Perencanaan Geometrik Jalan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Teknik Sipil Tatap Muka Kode MK 02 Disusun Oleh Reni Karno Kinasih, S.T., M.T Abstract

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KENDARAAN

KARAKTERISTIK KENDARAAN 1 KARAKTERISTIK KENDARAAN Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. Materi Kuliah PPI MSTT PENDAHULUAN 2 Kriteria untuk desain geometrik jalan dan tebal perkerasan didasarkan pada: 1. Karakteristik statis

Lebih terperinci

3.2 TAHAP PENYUSUNAN TUGAS AKHIR

3.2 TAHAP PENYUSUNAN TUGAS AKHIR BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Untuk membantu dalam proses penyelesaian Tugas Akhir maka perlu dibuat suatu pedoman kerja yang matang, sehingga waktu untuk menyelesaikan laporan Tugas Akhir dapat

Lebih terperinci

Spesifikasi geometri teluk bus

Spesifikasi geometri teluk bus Standar Nasional Indonesia Spesifikasi geometri teluk bus ICS : 93.080.01 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. Mesin Diesel. Diferensial Kontrol Kemudi Drive Shaft. Gambar 3.1 Powertrain (Ipscorpusa.com, 2008)

BAB III TEORI DASAR. Mesin Diesel. Diferensial Kontrol Kemudi Drive Shaft. Gambar 3.1 Powertrain (Ipscorpusa.com, 2008) BAB III TEORI DASAR 3.1. Penggunaan Bahan Bakar pada Mesin Kendaraan 3.1.1 Sistem Penggerak Daya mesin dan gigi pengoperasian merupakan faktor utama yang menentukan besar tenaga yang tersedia untuk drawbar

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-15-2004-B Perencanaan Separator Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 1 Periode: Maret-Agustus 2015

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 1 Periode: Maret-Agustus 2015 Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 mor. 1 Periode: Maret-Agustus 2015 KAJIAN TEKNIS ALAT MUAT DAN ALAT ANGKUT UNTUK MENGOPTIMALKAN PRODUKSI PENGUPASAN LAPISAN TANAH PENUTUP DI PIT UW PT.BORNEO ALAM

Lebih terperinci

EVALUASI ALINEMEN HORIZONTAL PADA RUAS JALAN SEMBAHE SIBOLANGIT

EVALUASI ALINEMEN HORIZONTAL PADA RUAS JALAN SEMBAHE SIBOLANGIT EVALUASI ALINEMEN HORIZONTAL PADA RUAS JALAN SEMBAHE SIBOLANGIT TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Oleh: DARWIN LEONARDO PANDIANGAN

Lebih terperinci

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL TUGAS PERENCANAAN JALAN REL Pebriani Safitri 21010113120049 Ridho Fauzan Aziz 210101131200050 Niken Suci Untari 21010113120104 Aryo Bimantoro 21010113120115 BAB I Pendahuluan Latar Belakang Maksud Tujuan

Lebih terperinci

No Dokumen Revisi Ke: Dokumen Level: 3 PANDUAN Tanggal Berlaku: RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Halaman 1

No Dokumen Revisi Ke: Dokumen Level: 3 PANDUAN Tanggal Berlaku: RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Halaman 1 RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Halaman 1 Identitas Mata Kuliah Course Identity Kode mata kuliah Course code : TKS22227 Bobot satuan kredit semester (sks) :4 Course credit unit : 4 Semester : Semester

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kecelakaan Lalu Lintas

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kecelakaan Lalu Lintas 13 BAB III LANDASAN TEORI A. Kecelakaan Lalu Lintas kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa dijalan yang tidak terduga dan tidak disengaja yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN BATAS DELI SERDANG DOLOK MASIHUL-BATAS TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN BATAS DELI SERDANG DOLOK MASIHUL-BATAS TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN BATAS DELI SERDANG DOLOK MASIHUL-BATAS TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan oleh:

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNIS KEGIATAN PENGURANGAN DURASI SLIPPERY PADA JALAN ANGKUT OVERBURDENBLOK BARAT PT. MUARA ALAM SEJAHTERA LAHAT SUMATERA SELATAN

KAJIAN TEKNIS KEGIATAN PENGURANGAN DURASI SLIPPERY PADA JALAN ANGKUT OVERBURDENBLOK BARAT PT. MUARA ALAM SEJAHTERA LAHAT SUMATERA SELATAN KAJIAN TEKNIS KEGIATAN PENGURANGAN DURASI SLIPPERY PADA JALAN ANGKUT OVERBURDENBLOK BARAT PT. MUARA ALAM SEJAHTERA LAHAT SUMATERA SELATAN TECHNICAL STUDY OF REDUCTION OF THE SLIPPERYDURATION ACTIVITIES

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27 PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Perencanaan Trotoar DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN 1-27 Daftar Isi Daftar Isi Daftar Tabel

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN BATAS KOTA MEDAN TANAH KARO KM KM TUGAS AKHIR

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN BATAS KOTA MEDAN TANAH KARO KM KM TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN BATAS KOTA MEDAN TANAH KARO KM 51+500 KM 52+500 TUGAS AKHIR Ditulis sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan oleh FABER SILVESTER SIMBOLON NIM.

Lebih terperinci

BAB IV : Dalam bab ini diuraikan tentang dasar pertanggungjawaban pidana pada kasus. kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kerugian materil.

BAB IV : Dalam bab ini diuraikan tentang dasar pertanggungjawaban pidana pada kasus. kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kerugian materil. BAB IV : Dalam bab ini diuraikan tentang dasar pertanggungjawaban pidana pada kasus pengemudi kendaraan yang mengakibatkan kematian dalam kecelakaan lalu lintas yaitu berkaitan dengan dasar hukum dan pengaturan

Lebih terperinci