BAB V SIMPULAN. penerapan Service Level Agreement (SLA) proses kredit ritel komersial di BRI. tersebut disebabkan oleh beberapa masalah, antara lain :

Transkripsi

1 BAB V SIMPULAN 5.1 SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan pada Bab IV dapat ditarik simpulan dari data proses kredit yang diolah dengan sederhana. Hasil yang diperoleh dalam penerapan Service Level Agreement (SLA) proses kredit ritel komersial di BRI Kantor Cabang Solo Slamet Riyadi belum sesuai dengan standar yang ditetapkan. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa masalah, antara lain : 1. Account Officer belum memaksimalkan rentang waktu pengerjaan proses analisa kredit ritel komersial baik kredit baru, kredit eksisting yang memerlukan perpanjangan waktu, penambahan plafond kredit pada debitur eksisting, dan proses kredit lainnya. Penyebab dari belum maksimalnya aktivitas Account Officer adalah masih terdapat tumpang tindih tugas dan tanggung jawab antar fungsi bagian. Pekerjaan lain-lain yang tidak berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab pokok Account Officer mengakibatkan fokus untuk melakukan ekspansi dan monitoring debitur menjadi terganggu. 2. Proses kredit yang memakan waktu cukup lama pada proses probing debitur (wawancara/investigasi), pemenuhan persyaratan, dan analisa kredit baik dari segi analisa kebutuhan kredit maupun analisa agunan. Faktor yang menyebabkan proses probing dan pemenuhan persyaratan debitur tidak optimal adalah agenda pertemuan dengan debitur dalam rangka melakukan probing tidak selalu 44

2 terlaksana sesuai rencana seringkali harus dilakukan penyesuaian jadwal. Debitur kerap tidak segera memenuhi persyaratan utama yang diminta BRI sebagai contoh : persyaratan akan legalitas usaha berupa SIUP TDP beberapa debitur merasa waktu yang digunakan untuk memproses persyaratan legalitas usaha dapat mengganggu produktivitas usaha yang dijalankan dan debitur kerap tidak ingin berurusan dengan proses administrasi yang rumit di Instansi Pemerintahan. Sedangkan faktor penyebab analisa kredit memakan waktu lama adalah data pendukung yang diberikan tidak segera disediakan debitur sebagai contoh data laporan keuangan debitur, meski dalam melakukan analisa keuangan Account Officer lebih dominan menggunakan metoda pendekatan. Untuk analisa agunan belum tersedianya bank data yang memadai terkait harga pasar wajar untuk nilai tanah dan atau bangunan di wilayah setempat. Account Officer dan Credit Investigator dalam melakukan penilaian agunan masih menggunakan metoda lama yakni meminta rekomendasi taksiran harga tanah yang wajar dari Kelurahan/Balai Desa setempat. Di sisi lain, letak agunan yang diajukan debitur seringkali berada di lokasi yang cukup menyita waktu perjalanan. 3. Masih belum maksimalnya sosialisasi dan pemahaman tentang ketentuan khusus yang berlaku pada kredit ritel komersial, baik dari pejabat pemrakarsa dan bagian supporting kredit, sehingga menambah proses waktu dalam memastikan ulang petunjuk pelaksanaan dari kredit yang akan diprakarsai. Hal yang kerap terjadi adalah beberapa ketentuan terbaru yang didistribusikan masih ditelaah dengan sudut pandang yang belum seragam, dan juga pendistribusian ketentuan tidak 45

3 didisposisikan pada fungsi organisasi yang juga berkaitan langsung. Hal ini berarti perlu diadakan secara rutin dan terjadwal agenda untuk sosialisasi update ketentuan baru dan pelatihan-pelatihan dari sentra pendidikan BRI agar kualitas sumber daya manusia masing-masing fungsi organisasi semakin meningkat. 4. Dalam menjalankan proses kredit ritel komersial, masih terdapat beberapa pejabat pemrakarsa kredit yang melakukan by pass dari rantai alur proses yang sudah distandarkan, yakni tidak melewati proses dari fungsi bagian Administrasi Kredit (ADK) dan Credit Investigator (CI), hasil analisa kredit langsung ditujukan kepada Pejabat Pemutus Kredit. Dampak dari aktivitas by pass tersebut mengakibatkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit tidak berjalan sebagaimana mestinya. Aktivitas by pass tersebut biasanya dilakukan ketika Account Officer mendapat calon debitur yang dianggap memenuhi kriteria dan prospek tersebut didapat ketika mendekati akhir bulan. Proses kredit kepada calon debitur tersebut dilakukan secara kilat dengan tujuan agar target perusahaan (dan mungkin target individu) segera tercapai. Meski perilaku by pass rantai alur proses kredit tidak rutin dilakukan setiap bulan dan secara case by case, namun demikian hal tersebut perlu dievaluasi kembali agar rantai alur proses kredit tetap berjalan sesuai kaidahnya dan kualitas kredit dapat terjaga sesuai prinsip kehatihatian. 5. Terdapat masalah pada jaringan di perusahaan, sistem jaringan di BRI sering mengalami gangguan ketika load pekerjaan dari masing-masing bagian melebihi batas. Gangguan jaringan bisa terjadi di seluruh unit kerja BRI di Indonesia atau 46

4 hanya terjadi secara lokal/wilayah tertentu. Masalah jaringan ini juga turut menghambat proses kredit ritel komersial yang sedang dijalankan. Untuk itu perlu ditingkatkan daya jaringan/kapasitas bytes pada Kantor Cabang BRI Solo Slamet Riyadi. 6. Belum tersedia sistem/alat khusus untuk monitoring proses kredit ritel komersial yang dapat digunakan untuk mendukung implementasi SLA dan mengatur berapa lama proses kredit dilakukan. Saat ini hanya tersedia monitoring proses kredit dengan pencatatan manual dan sederhana, sehingga evaluasi untuk tiap-tiap fungsi kredit hanya dapat dilakukan dalam 1 unit kerja saja. Implementasi evaluasi tidak merata secara nasional dan belum diatur dalam ketentuan khusus. Sebenarnya di BRI sudah mencanangkan aplikasi bernama Sistem Buku Harian AO (SBH-AO) namun penggunaan dari sistem tersebut belum relevan dengan proses kredit ritel komersial secara menyeluruh. Aplikasi SBH-AO tersebut hanya digunakan untuk memantau aktivitas harian yang dijalankan oleh Account Officer saja. Hal ini berarti perlu dikembangkan sistem teknologi informasi terkait implementasi Service Level Agreement (SLA) yang lebih terarah agar proses kredit ritel komersial dapat terlaksana di setiap fungsi organisasi kredit di BRI. 5.2 IMPLIKASI Penelitian tentang implementasi Service Level Agreement (SLA) ini membuktikan bahwa tenggat waktu/durasi proses yang disepakati antara kedua belah pihak baik penyedia dan pengguna layanan, dapat digunakan sebagai tolok ukur 47

5 kinerja dari sumber daya manusia suatu perusahaan serta dapat dijadikan sebagai acuan untuk meningkatkan kepuasan dari pengguna jasa perusahaan tersebut. 5.3 KETERBATASAN Penelitian ini tidak sepenuhnya sempurna, masih terdapat keterbatasan dalam hal penelitian dan penulisan tesis ini. Penelitian studi kasus ini mencoba untuk mengidentifikasi dan menganalisa implementasi dari Service Level Agreement (SLA) pada proses kredit ritel komersial di BRI Kantor Cabang Solo Slamet Riyadi, berdasarkan wawancara dan observasi pada para responden yang berkaitan erat dengan proses bisnis tersebut. Keterbatasan yang lain adalah data yang digunakan masih bersifat catatan manual, sehingga observasi dan analisa belum tergolong sempurna. Kemudian juga terdapat keterbatasan yang lain yakni penelitian ini tidak menghitung biaya per SLA. Perhitungan biaya per SLA tersebut mencakup dukungan pada aspek internal auditor, decision support system, dan sistem dashboard. Disayangkan sistem yang masih berjalan di BRI secara keseluruhan adalah sistem manual. Penelitian ini masih dimungkinkan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut sehingga tercipta analisa yang lebih komprehensif dan rinci. 5.4 SARAN Dari hasil penulisan tesis ini, saran yang disampaikan adalah : 48

6 1. Perlu dilakukan pembenahan pada masing-masing fungsi organisasi perkreditan di BRI Kantor Cabang Solo Slamet Riyadi baik dari segi kecepatan layanan, pengetahuan, dan koordinasi antar bagian. 2. Perlu dilakukan review terhadap tugas dan tanggung jawab masing-masing fungsi organisasi, sehingga kesadaran masing-masing sumber daya manusia terkait deskripsi uraian jabatan lebih terarah dan agar tidak terjadi pelemparan tanggung jawab yang saling tumpang tindih. 3. Perlu dilakukan penambahan formasi atau sumber daya manusia pada salah satu fungsi yang terkait dalam proses kredit ritel komersial, sehingga diharapkan efisiensi dan efektivitas alur proses kredit terlaksana sesuai standar yang ditetapkan. 4. Evaluasi dan monitoring rantai alur proses kredit perlu dilakukan secara rutin oleh pihak manajemen yang berada di BRI Kantor Cabang Solo Slamet Riyadi pada khususnya dan BRI Kantor Pusat pada umumnya. 5. Perlu diciptakan sistem/alat khusus untuk membantu monitor rantai alur proses kredit ritel komersial, sehingga dapat menjadi alat bantu untuk mengukur kinerja/produktivitas masing-masing sumber daya manusia kaitannya dengan Service Level Agreement (SLA) sehingga tugas dan tanggung jawab masingmasing fungsi dapat terlaksana lebih efektif dan efisien. 6. Diharapkan implementasi Service Level Agreement (SLA) ini tidak difokuskan hanya pada BRI Kantor Cabang Slamet Riyadi, namun berlaku secara umum 49

7 terutama untuk seluruh unit kerja BRI, sehingga peningkatan kualitas layanan pada bidang kredit lebih optimal lagi. 50

8 Wustenhoff, E. (2002). Service Level Agreement in the Data Center. Sun Professional Services, Sun BluePrints Online. 52

9

10

11

12

13